3. faktor yang mempengaruhi konseling

Upload: rizka-amalia

Post on 08-Jan-2016

88 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

konseling

TRANSCRIPT

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES KONSELINGA. PENGANTAR

Konseling dalam prosesnya membutuhkan dukungan berbagai faktor agar dapat berhasil. Gladding (2009) menjelaskan 5 faktor yang dapat mempengaruhi suatu proses konseling:

1. Struktur

2. Inisiatif

3. Setting/ tatanan fisik

4. Kualitas Klien

5. Kualitas Konselor.

B. STRUKTUR

Struktur merupakan faktor yang dibutuhkan sepanjang proses konseling, meskipun struktur menjadi sangat penting di awal suatu sesi konseling. Struktur harus dipahami oleh klien dan konselor sejak awal konseling untuk membantu keduanya menjadi jelas baik dalam arah, hak-haknya, aturan, dan jaminan keberhasilan suatu proses konseling.

Menurut Brammer, Abrego, dan Shostrom (1993), memberi struktur sama dengan memberi orientasi kerangka kerja untuk suatu terapi/ sesi konseling.

Adapun definisi struktur sendiri diungkap Brammer, Abrego, dan Shostrom (1993):

structuring technique as the counselors definition of the nature, conditions, limits, and goals of the process.

Sedangkan menurut Gladding (2009), struktur merupakan pemahaman bersama antara konselor dan klien mengenai karakteristik, kondisi, prosedur, dan parameter konseling.

Struktur berisi: saling memahami antara klien dan konselor dalam hal karakteristik, kondisi, prosedur dan parameter dalam suatu konseling (misal: batasan waktu, batasan reaksi konselor terhadap klien, harapan yang ingin dicapai, tanggung jawab mencapai harapan bersama).

MANFAAT STRUKTUR DALAM KONSELING

Ada beberapa manfaat dalam membangun struktur selama berlangsungnya konseling:

a. klien dapat merasakan adanya rencana yang rasional

b. sebagai peta jalannya proses konseling

c. menjelaskan tanggung jawab dalam konseling

d. mengurangi ambiguitas dalam relasi konselor-klien.

Apabila tidak struktur tidak adekuat, maka kemungkinan dapat terjadi hal-hal berikut ini: klien merasa diperlakukan tidak fair, karena tidak memahami proses konseling

klien dapat mengembangkan perasaan tidak aman, bingung, cemas, dan takut

klien menjadi tidak bertanggung jawab untuk suksesnya konseling

kegagalan konseling.

MEMBANGUN STRUKTUR 1. Menjelaskan kepada klien mengenai professional disclosure (yang mengandung falsafah konselor tentang manusia, tujuan, harapan, tanggung jawab, metode dan etika konseling

2. menjelaskan mengenai kompetensi profesionalnya

3. memberi informasi tentang diri konselor secara terbatas

4. memberi informasi mengenai proses konseling yang akan dilakukan.

Secara praktis ada beberapa pedoman yang dapat menjadi acuan dalam pembuatan struktur (Lesmana, 2006):

a. time limit

(misal: 1 sesi = 50 menit)

b. action limit (misal: batasan tingkah laku yang dianggap destruktif dan bagaimana reaksi konselor)

c. role limit

(apa yang diharapkan dari klien dan konselor)

d. procedural limit (bagaimana dan dimana klien diberi tanggung jawab untuk menghadapi sasaran atau kebutuhan yang spesifik)

e. fee schedules (misal: kapan harus membayar, cara pembayaran)

C. INISIATIF

Inisiatif dapat dikatakan sebagai motivasi untuk berubah (Lesmana, 2006). Inisiatif sangat dipengaruhi oleh karakteristik klien. Tidak semua klien yang datang pada konselor secara pribadi/ tanpa dirujuk/ diminta (voluntary and self-referred) adalah klien yang mau bekerjasama dan bekerja keras untuk menyelesaikan masalahnya.

Ada 3 karakteristik klien yang mempengaruhi inisiatifnya (Gladding, 2009):

1. mau berubah ( memerlukan bantuan dan mau berpartisipasi

2. enggan (reluctant)

biasanya merupakan klien yang dirujuk pihak ketiga, sehingga unmotivated to seek help, sering merasa dirinya tidak ada masalah sehingga akan banyak yang tidak menyelesaikan sesi-nya dan menunjukkan ketidakpuasan terhadap konseling yang diikutinya. 3. tidak mau berubah (resistant)

biasanya merupakan klien yang datang sendiri untuk konseling, akan tetapi tidak mau/ menolak perubahan. Klien ini cenderung untuk mempertahankan tingkah-lakunya saat ini, meskipun mengetahui bahwa tingkah laku tersebut tidak produktif dan disfungsional.

( tidak mau membuat keputusan, menghadapi masalah secara dangkal, tidak mau mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalahnya, seringkali berkata saya tidak tahu...( Empat bentuk resistansi (Otani, dalam Gladding, 2009):

1. jumlah verbalisasi

2. isi dari pesan

3. gaya komunikasi

4. sikap terhadap konselor dan sesi konseling

TABEL 3.1 BENTUK RESISTANSI (Lesmana, 2006):

Catatan: Verbosity: banyak bicara tanpa makna; membuat asumsi berbagai prediksi kejadian yang belum tentu terjadi, sebagai usahanya menghindari masalah yang sebenarnya.

Beberapa usaha yang dapat dilakukan dalam menghadapi klien yang memiliki inisiatif rendah:

a. mengantisipasi kemarahan, frustrasi, defensivitas yang kemungkinan akan ditunjukkan klien

b. menyadari bahwa ada beberapa klien yang memang datang dalam kondisi resistan atau reluctant ( konselor harus sabar, menunjukkan penerimaan, pemahaman, tidak menilai klien, agar meningkatkan trust klien.

c. konselor melakukan persuasi, dapat dilakukan dengan 2 cara (Roloff & Miller, dalam Gladding 1992):

1. the foot in the doorkonselor memberi penugasan dari hal-hal kecil/ sederhana kepada klien, baru kemudian ke penugasan yang lebih besar.2. the door in the facekonselor memberi penugasan yang bersifat tidak mungkin, baru kemudian memberi penugasan yang masuk akal.d. konselor melakukan konfrontasiyaitu mengatakan apa yang telah dilakukan klien dan menunjukkan dampak/ akibatnya dalam proses konseling. Konselor berusaha mengajak klien untuk mau bertanggung jawab terhadap proses konseling dengan mengubah perilakunya/ melakukan sesuatu yang lain.

D. SETTING Setting atau tatanan fisik sangat mempengaruhi atmosfer konseling. Setting yang nyaman dapat meningkatkan proses konseling menjadi lebih baik. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam setting:

1. Adanya privacy ( visual dan auditorik

2. Ruangan ( ukuran, tingkat kebisingan, kenyamanan, ketertarikan, suhu, jarak antara klien-konselor (30-39 inch)

3. Isi ruangan ( pengaturan perabot, letak kursi klien-konselor (biasanya dibuat sudut 90 derajat), penempatan meja dan kelengkapan lainnya (misal: kotak tisu, telepon-hindari interupsi).E. KUALITAS KLIEN Interaksi antara klien dan konselor dimulai sejak adanya impresi pertama. Cara konselor dan klien mempersepsi adalah sesuatu yang vital untuk membangun suatu hubungan yang produktif (Lesmana, 2006). Ada 2 hal yang mempengaruhi kualitas klien :

1. Karakteristik Klien

Secara tradisional ada beberapa karakteristik klien yang

dikaitkan dengan kesuksesan suatu sesi konseling :

a. YAVIS (young, attractive, verbal, intelligent, successful)

b. HOUND (homely, old, unintelligent, non-verbal, disadvantaged) atau DUD (dumb, unintelligent, disadvantaged).

Karakteristik klien yang diharapkan: dapat mengekspresikan diri

mampu memperoleh insight sehingga dapat memahami dirinya dengan lebih baik

kemampuan mengolah informasi yang diperoleh ( inteligensi

2. Kesiapan Klien

Yang dimaksud dengan kesiapan klien di sini adalah kesiapannya untuk menjalani sesi konseling dan perubahan. Diharapkan, klien dapat:a. mengenali kebutuhannya

b. kesadaran akan inkongruensi dalam dirinya

c. tidak lagi merasa malu terhadap masalahnya F. KUALITAS KONSELOR

Beberapa karakteristik yang harus dimiliki konselor untuk suksesnya konseling, yaitu (Gladding, 2009):a. self-awareness

b. kejujuran

c. kongruensi

d. kemampuan untuk berkomunikasi

e. pengetahuan yang memadai

f. dapat dipercaya

g. kompeten

h. menarik dan mampu menempatkan diri.

PAGE 9