230210090039_3_2372[1]

15
23 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai Desember 2013. Tahapan pelaksanaan penelitian meliputi : 1. Pengambilan sampel daun Rhizophora mucronata Lamk. dilakukan di Kawasan Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. 2. Penelitian ekstraksi, uji fitokimia dan uji in vitro dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. 3. Penelitian uji tantang (in vivo) dilakukan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. 3.2. Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel : - Trash bag digunakan untuk membungkus daun Rhizophora mucronata Lamk. - Buku panduan identifikasi mangrove (Kitamura 2003) digunakan untuk mengidentifikasi sampel Rhizophora mucronata Lamk. 2. Peralatan yang digunakan untuk ekstraksi Rhizophora mucronata Lamk. : - Koran bekas digunakan sebagai wadah penjemuran daun Rhizophora mucronata Lamk. - Pisau digunakan untuk memotong daun Rhizophora mucronata Lamk. - Talenan digunakan sebagai wadah daun Rhizophora mucronata Lamk. dipotong. - Blender digunakan untuk menghaluskan sampel daun Rhizophora mucronata Lamk.

Upload: regina-hershaa

Post on 15-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

N

TRANSCRIPT

  • 23

    BAB III

    BAHAN DAN METODE

    3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai Desember 2013.

    Tahapan pelaksanaan penelitian meliputi :

    1. Pengambilan sampel daun Rhizophora mucronata Lamk. dilakukan di

    Kawasan Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk, Pantai Indah Kapuk,

    Jakarta Utara.

    2. Penelitian ekstraksi, uji fitokimia dan uji in vitro dilakukan di

    Laboratorium Bioteknologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Universitas Padjadjaran.

    3. Penelitian uji tantang (in vivo) dilakukan di Laboratorium Akuakultur

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

    3.2. Alat dan Bahan Penelitian

    3.2.1. Alat

    Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

    1. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel :

    - Trash bag digunakan untuk membungkus daun Rhizophora mucronata

    Lamk.

    - Buku panduan identifikasi mangrove (Kitamura 2003) digunakan untuk

    mengidentifikasi sampel Rhizophora mucronata Lamk.

    2. Peralatan yang digunakan untuk ekstraksi Rhizophora mucronata Lamk. :

    - Koran bekas digunakan sebagai wadah penjemuran daun Rhizophora

    mucronata Lamk.

    - Pisau digunakan untuk memotong daun Rhizophora mucronata Lamk.

    - Talenan digunakan sebagai wadah daun Rhizophora mucronata Lamk.

    dipotong.

    - Blender digunakan untuk menghaluskan sampel daun Rhizophora

    mucronata Lamk.

  • 24

    - Timbangan analitik digunakan untuk menimbang berat daun Rhizophora

    mucronata Lamk. serta hasil ekstrak.

    - Erlenmeyer digunakan sebagai tempat merendam daun Rhizophora

    mucronata Lamk. dengan pelarut metanol (maserasi).

    - Corong kaca digunakan untuk membantu proses penyaringan.

    - Kertas saring digunakan untuk menyaring filtrat hasil ekstraksi.

    - Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume filtrat hasil maserasi.

    - Rotary evaporator digunakan untuk menguapkan filtrat.

    - Spatula digunakan untuk mengambil ekstrak pasta dari flask.

    - Botol vial digunakan untuk menempatkan ekstrak pasta hasil penguapan.

    - Kertas label digunakan untuk memberi penandaan di botol vial.

    3. Peralatan yang digunakan untuk uji fitokimia Rhizophora mucronata Lamk. :

    - Tabung reaksi digunakan untuk mereaksikan sampel ekstrak dengan

    reagen indikator fitokimia.

    - Pipet Pasteur digunakan untuk mengambil reagen indikator fitokimia.

    4. Peralatan yang digunakan untuk uji in vitro :

    - Timbangan analitik digunakan untuk menimbang bubuk media agar.

    - Erlenmeyer digunakan sebagai wadah media agar.

    - Hotplate digunakan untuk memanaskan media agar.

    - Autoclave digunakan untuk mensterilkan alat dan media agar.

    - Petridisk digunakan sebagai wadah media agar pada uji sensitivitas

    antibakteri.

    - Bunsen digunakan untuk aseptisasi lingkungan kerja.

    - Laminar air flow digunakan sebagai tempat aseptisasi lingkungan kerja.

    - Mikro pipet digunakan untuk mengambil larutan ekstrak Rhizophora

    mucronata Lamk.

    - Jarum ose digunakan untuk membantu inokulasi bakteri ke media agar

    plate.

    - L glass digunakan untuk meratakan larutan bakteri pada media agar.

    - Pinset digunakan untuk meletakkan paper disk ke atas media agar.

    - Inkubator digunakan untuk tempat inkubasi bakteri.

  • 25

    - Jangka sorong digunakan untuk mengukut diameter zona hambat yang

    terbentuk.

    5. Peralatan yang digunakan untuk uji in vivo :

    - Akuarium digunakan untuk aklimasi larva udang windu.

    - Keller digunakan untuk tempat uji LC50 udang windu PL 10.

    - Akuarium digunakan untuk tempat uji in vivo udang windu PL 15.

    - Heater digunakan untuk mempertahankan suhu air.

    - Selang siphon digunakan untuk membersihkan kotoran pada toples uji.

    - Aerator digunakan untuk memasok oksigen pada wadah uji.

    - Plastik trashbag digunakan untuk menutup toples uji.

    3.2.2. Bahan

    Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

    - Sampel daun Rhizophora mucronata Lamk. sebanyak 5 kg diambil dari

    Kawasan Wisata Alam Mangrove Angke Kapuk digunakan sebagai

    sumber senyawa antibakteri.

    - Isolat bakteri Vibrio harveyi digunakan sebagai bakteri patogen.

    - Larva udang windu PL 10 dan PL 15 sebanyak 500 ekor dari PT. Gratema

    Indramayu digunakan sebagai hewan uji in vivo.

    - Etil asetat, n-heksan dan butanol digunakan sebagai pelarut fraksinasi.

    - H2SO4 1% dan BaCl 1% digunakan sebagai pelarut MacFarland.

    - Media Nutrien Agar (NA) digunakan sebagai media tumbuh bakteri uji.

    - Kloroform digunakan untuk uji fitokimia.

    - Aquades steril digunakan untuk sterilisasi.

    - Alkohol 70% digunakan untuk sterilisasi.

    - Air laut digunakan sebagai pelarut media agar dan medium tumbuh larva

    udang windu.

    - Paper disk digunakan sebagai tempat meletakkan ekstrak pada uji in vitro.

    - Artemia digunakan sebagai pakan larva udang windu selama uji in vivo.

    - Pereaksi Dragengorf, Meyer dan Bouchart digunakan sebagai reagen

    indikator alkaloid.

  • 26

    - Larutan logam magnesium dan asam klorida digunakan sebagai reagen

    indikator flavonoid.

    - Pereaksi Lieberman digunakan sebagai reagen indikator steroid dan

    triterpenoid.

    3.3. Metode Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental

    laboratoris. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

    pada uji in vivo. Uji in vivo dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap

    (RAL) dengan 5 (lima) perlakuan dan 2 (dua) kali ulangan sebagai berikut:

    A = tanpa direndam ekstrak butanol Rhizophora mucronata Lamk. (Kontrol)

    B = direndam dengan ekstrak butanol Rhizophora mucronata Lamk. dengan

    konsentrasi 25% dari nilai LC50

    C = direndam dengan ekstrak butanol Rhizophora mucronata Lamk. dengan

    konsentrasi 50% dari nilai LC50

    D = direndam dengan ekstrak butanol Rhizophora mucronata Lamk. dengan

    konsentrasi 75% dari nilai LC50

    E = direndam dengan ekstrak butanol Rhizophora mucronata Lamk. dengan

    konsentrasi 100% dari nilai LC50

    3.4. Prosedur Penelitian

    3.4.1. Pengambilan Sampel

    Sampel daun Rhizophora mucronata Lamk. diambil dari Kawasan Wisata

    Alam Mangrove Angke Kapuk, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Jenis sampel

    daun yang diambil merupakan daun tua. Sebanyak 5 kg sampel basah daun

    Rhizophora mucronata Lamk. diambil kemudian sampel disimpan di dalam trash

    bag untuk dibawa ke laboratorium.

    Pengambilan sampel dilakukan melalui purposive random sampling di

    mana sampel diambil dari lokasi dimana ditemukan adanya komoditas sampel

    yang diinginkan. Titik koordinatnya dicatat dengan menggunakan GPS. Sampel

    diambil dari tiga titik lokasi yang berbeda dengan tujuan untuk mewakili

  • 27

    Rhizophora mucronata Lamk. yang ada pada Kawasan Wisata Alam Angke

    Kapuk. Pada saat pengambilan sampel dilakukan pengukuran meliputi salinitas,

    suhu, DO dan pH perairan di Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk. Pengukuran

    dilakukan untuk mengetahui kualitas air di perairan tersebut (Lampiran 1).

    3.4.2. Pembuatan Serbuk Kering Daun Rhizophora mucronata Lamk.

    Sebelum dilakukan proses ekstraksi, sampel daun Rhizophora mucronata

    Lamk. segar yang baru diambil dari Kawasan Wisata Alam Angke Kapuk

    ditimbang beratnya sebagai berat sampel basah, kemudian sampel dicuci

    menggunakan air bersih untuk menghilangkan garam serta epifit yang menempel

    di tubuhnya. Sampel selanjutnya dikeringkan selama 1 bulan tanpa terkena cahaya

    matahari secara langsung, kemudian ditimbang kembali beratnya setelah

    pengeringan.

    Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan

    dengan cara mengurangi kadar air, sehingga proses pembusukan dapat terhambat

    (Yulian 2011). Salah satu tujuan pengeringan ialah untuk memperoleh serbuk

    yang tidak mudah rusak dan tahan disimpan dalam keadaan terawasi untuk

    mencegah perubahan kimia yang terlalu banyak. Bahan harus dikeringkan

    secepat-cepatnya, tanpa menggunakan suhu tinggi, lebih baik dengan aliran udara.

    Setelah kering, sampel ini dapat disimpan dalam waktu yang lama sebelum

    dianalisis (Harborne 1987 dalam Yulian 2011).

    Dari tahap pengeringan sampel daun Rhizophora mucronata Lamk. ini,

    perbandingan berat sampel daun segar sebelum dilakukan proses pengeringan

    dengan sampel kering yang telah dijadikan bubuk halus sebesar 5 : 1 (5 kg : 1 kg).

    Berikut persentase perbandingan berat sampel segar dengan sampel hasil proses

    pengeringan:

    Dapat dilihat bahwa sampel daun Rhizophora mucronata Lamk. yang

    sudah dikering udarakan memiliki persentase kisaran berat sekitar 20% dari berat

    sampel awal (kondisi segar sebelum proses pengeringan). Batas proses

  • 28

    pengeringan dilakukan sampai sampel dapat dihaluskan dengan blender kemudian

    dijadikan serbuk halus dengan cara diayak dengan menggunakan saringan halus.

    Serbuk kering inilah yang kemudian akan diekstrak untuk proses selanjutnya

    (Lampiran 2).

    3.4.3. Prosedur Uji Fitokimia Serbuk Daun Rhizophora mucronata Lamk.

    Ekstrak daun Rhizophora mucronata Lamk. diuji kandungan fitokimianya

    meliputi : alkaloid, flavonoid, fenolik, triterpenoid dan steroid, saponin, dan tanin.

    Pengujian fitokimia ekstrak dilakukan menurut panduan yang dikembangkan oleh

    Bachtiar et al., (2012) yaitu:

    a. Uji Alkaloid

    Sebanyak 1 gram sampel ditimbang, kemudian sampel tersebut dilarutkan

    dalam 5 ml kloroform dan ditambah 3 tetes ammonia (NH4OH) 10% lalu dikocok.

    Lapisan kloroform diambil kemudian dilarutkan dalam 1 ml H2SO4 2N lalu

    dikocok sampai homogen. Setelah itu ditambahkan 1 tetes pereaksi Meyer

    (KI+HgCl2). Hasil positif sampel mengandung alkaloid ditandai dengan

    terbentuknya endapan putih.

    b. Uji Flavonoid

    Sebanyak 1 gram sampel halus dididihkan dengan 25 ml metanol selama

    10 menit kemudian disaring dalam keadaan panas dan pelarut diuapkan sampai

    kering. Selanjutnya ditambahkan kloroform dan air suling (1:1) sebanyak 5 ml

    kemudian dikocok dan dibiarkan sejenak hingga terbentuk dua lapisan kloroform

    air (lapisan kloroform di bagian bawah dan lapisan air di bagian atas). Sebagian

    dari lapisan air diambil dengan pipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian 0,1 gram

    bubuk magnesium dan masing-masing 5 tetes asam klorida pekat dan amil

    alkohol. Reagen kedua dengan menggunakan H2SO4 2 N sebanyak 2 tetes.

    Reagen ketiga menggunakan NaOH 10% sebanyak 2 tetes. Hasil positif flavonoid

    adalah terbentuk warna orange merah.

  • 29

    c. Uji Fenolik

    Sebanyak 1 ml lapisan air hasil uji flavonoid dimasukkan ke dalam plat

    tetes atau kaca arloji dan kemudian ditambahkan pereaksi FeCl3 1%. Adanya

    kandungan senyawa fenolik ditandai dengan terbentuknya warna biru ungu.

    d. Uji Triterpenoid dan Steroid

    Sebanyak 3 tetes lapisan kloroform dari uji flavonoid diteteskan ke plat

    tetes dan dibiarkan sampai kering. Kemudian ditambahkan 1 tetes asam asetat

    anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (Pereaksi Liebermann Burchard). Pada uji

    triterpenoid dan steroid, apabila terbentuknya warna merah artinya adalah positif

    triterpenoid dan terbentuknya warna biru atau ungu merupakan tanda positif

    steroid.

    e. Uji Saponin

    Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam beaker glass dan

    ditambahkan 20 ml akuades kemudian dipanaskan selama 5 menit dan disaring

    dalam keadaan panas kemudian filtrat tersebut diambil sebanyak 10 ml dan

    dikocok dengan kuat secara vertikal selama 10 detik. Hasil positif saponin, akan

    terbentuk busa yang stabil tidak kurang dari 1-10 cm dan tidak hilan pada

    penambahan 1 tetes HCl 2 N.

    f. Uji Tanin

    Sebanyak 2 ml filtrat hasil penyaringan pada uji saponin dimasukkan ke

    dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi FeCl3 1%. Hasil positif

    mengandung tanin terlihat dengan terjadinya warna biru tua atau hijau kehitaman.

  • 30

    3.4.4. Prosedur Ekstraksi Daun Rhizophora mucronata Lamk.

    Ekstraksi bertingkat daun Rhizophora mucronata Lamk. dilakukan dengan

    metode maserasi. Pada penelitian ini ekstraksi dilakukan secara berturut-turut

    dengan menggunakan tiga pelarut berbeda untuk memisahkan senyawa

    berdasarkan tingkat kepolarannya yaitu pelarut non-polar dengan menggunakan

    pelarut n-heksan, pelarut semi polar menggunakan pelarut etil asetat dan pelarut

    polar menggunakan butanol.

    Serbuk sampel kering sebanyak 500 gram yang telah dihaluskan direndam

    ke dalam larutan berdasarkan tingkat kepolarannya, yaitu dengan pelarut non

    polar (n-heksan) terlebih dahulu sebanyak 2000 ml dalam maserator hingga

    seluruh bagian sampel terendam (perbandingan 1:4). Maserasi dilakukan selama 1

    x 24 jam dengan tiga kali pengulangan. Setelah tiga kali pengulangan, sampel

    kemudian direndam dengan larutan kedua, yaitu pelarut semi polar (etil asetat),

    dilakukan perendaman dengan perlakuan yang sama. Terakhir sampel dilakukan

    perendaman dengan pelarut polar yaitu butanol dengan jumlah volume (1:4) serta

    perlakuan yang sama (3 kali pengulangan).

    Setelah 1 x 24 jam maserasi, rendaman disaring dengan menggunakan

    kertas saring, kemudian filtrat ditampung dalam erlenmeyer dan diukur

    volumenya. Filtrat yang sudah dipisahkan kemudian diuapkan dengan rotary

    evaporator pada suhu 40C hingga terbentuk ekstrak kasar dalam bentuk pasta di

    dinding flask (Lampiran 3). Ekstrak kasar (pasta) yang didapat kemudian

    ditimbang beratnya dan ditempatkan di dalam botol vial.

    3.4.5. Uji Fitokimia Hasil Ekstraksi

    Ketiga ekstrak kasar (pasta) hasil ekstraksi yang telah diuapkan dengan

    rotary evaporator, kemudian dilakukan pengujian fitokimia kembali untuk

    memastikan senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada masing-masing

    ekstrak pasta hasil maserasi berdasarkan tingkat kepolarannya tersebut.

  • 31

    3.4.6. Kultur Isolat Bakteri Vibrio harveyi

    Bakteri Vibrio harveyi diinokulasikan pada media Nutrien Agar (NA)

    dalam cawan petri yang telah diberi label. Stok bakteri Vibrio harveyi awal

    diambil dengan menggunakan ose (1-2 ose) dan dioleskan ke media NA dalam

    cawan petri kemudian cawan petri diinkubasi selama 1-2 hari ke dalam inkubator

    dengan temperatur 37 C sedangkan stok bakteri Vibrio harveyi dimasukkan ke

    dalam lemari es. Pembiakan berhasil dapat dilihat dari permukaan media

    berwarna putih. Pembiakan siap digunakan dan apabila belum dipakai masukkan

    ke dalam lemari es. Semua dilakukan dalam ruang laminar dan menggunakan

    bunsen agar perlakuan tetap aseptik (Yulian 2011).

    Pembuatan larutan bakteri Vibrio harveyi kepadatan 107 CFU/ml bakteri

    dilakukan dengan cara mengambil isolat bakteri uji dengan kepadatan 107 CFU/ml

    bakteri yang telah dikultur dengan menggunakan jarum ose (2-3 ose) kemudian

    dilarutkan ke dalam larutan NaCl fisiologis. Lalu dibandingkan dengan larutan

    bakteri yang telah dilakukan dengan larutan McFarland (Yulian 2011).

    Larutan McFarland 0,5 digunakan sebagai pembanding kekeruhan biakan

    bakteri dalam medium cair dengan kepadatan antara antara 1 x 107 CFU/ml 1 x

    108

    CFU/ml. Urutan kerja pembuatan larutan McFarland 0,5 menurut Nurhayati

    (2007) dalam Mufidah (2011) adalah sebagai berikut: sebanyak 0,05 ml BaCl2 1%

    dalam akuades ditambahkan 9,95 H2SO4 1%. Kemudian disimpan di tempat yang

    terhindar dari cahaya matahari langsung.

    3.4.7. Prosedur Uji in vitro (Uji Sensitivitas Antibakteri)

    Uji in vitro pada penelitian ini menggunakan metode Difusi Lempeng

    Agar (Agar Disk-Diffusion Assay) yang mengacu pada prosedur yang dilakukan

    oleh Laboratorium Hama dan Penyakit BBPBAP Jepara dalam Hidayat (2011)

    dengan 5 (lima) variasi konsentrasi ekstrak uji yaitu 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm

    dan 10.000 ppm untuk ekstrak daun Rhizophora mucronata Lamk. dan dengan uji

    kontrol pelarut menggunakan antibiotik kloramfenikol. Adapun pengulangan

    dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali. Prosedur uji sensitivitas antibakterinya yaitu

    sebagai berikut :

  • 32

    1. Isolat bakteri uji dengan kepadatan 107 CFU/ml bakteri yang telah dikultur

    dioleskan di permukaan media NA (Nutrien Agar) pada cawan petri

    dengan menggunakan jarum ose.

    2. Paper disk direndam pada masing-masing konsentrasi ekstrak, selanjutnya

    paper disk yang telah mengandung ekstrak diletakkan pada permukaan

    media inokulasi dengan menggunakan pinset.

    3. Bakteri kemudian diinokulasi selama 24 jam pada suhu inkubator 37 C.

    4. Diameter zona hambatan yang terbentuk diukur dengan menggunakan

    jangka sorong.

    5. Semua proses dilaksanakan secara aseptis.

    3.4.8. Prosedur Uji LC50 Toleransi Udang Windu PL 10 terhadap Ekstrak

    Butanol Daun Rhizophora mucronata Lamk.

    Metode uji LC50 mengacu pada prosedur yang dilakukan Meyer et al.

    (1982) dalam Yulian (2011), yaitu sebagai berikut :

    1. Penyiapan udang windu PL 10 yang dilakukan dengan aklimatisasi selama

    5 hari.

    2. Ke dalam keller yang telah diisi air laut, dimasukkan sebanyak 6 ekor

    udang windu PL 10.

    3. Ekstrak butanol daun Rhizophora mucronata Lamk. dengan variasi

    konsentrasi masing-masing sebesar 0 ppm (kontrol), 10 ppm, 100 ppm,

    1000 ppm dan 10.000 ppm dipaparkan.

    4. Pengamatan mortalitas dilakukan selama 48 jam dengan selang

    pengamatan 15 menit, 30 menit, 1 jam, 2 jam, 4 jam, 8 jam, 16 jam, 24

    jam dan 48 jam.

    5. Nilai LC50 dihitung dengan menggunakan program EPA Probit.

  • 33

    3.4.9. Prosedur Uji in vivo

    Prosedur uji tantang udang windu PL 15 diawali dengan aklimatisasi

    udang selama 5 (lima) hari. Aklimatisasi bertujuan untuk penyesuaian diri udang

    windu dengan kondisi baru. Hewan uji yang digunakan adalah udang windu Post

    Larva (PL) 15 yang berasal dari PT Gratema Indramayu. Udang windu Post Larva

    (PL) 15 dipilih, karena pada umur tersebut udang windu rentan terhadap berbagai

    penyakit (Yulian 2011). Selama proses aklimatisasi udang diberi pakan sebanyak

    4 kali sekali dengan selang waktu 6 jam sekali dengan menggunakan artemia.

    Penyiponan dilakukan setiap hari dengan pergantian air sebanyai 30-50%

    (Maryani 2003).

    Setelah udang teradaptasi dengan lingkungan uji, kemudian dilakukan

    proses penginfeksian bakteri Vibrio harveyi terhadap udang windu PL 15 yang

    dilakukan melalui perendaman dengan kepadatan bakteri 106

    CFU/ml. Udang

    windu yang telah diaklimatisasikan diambil dari wadah stok sebanyak 30

    ekor/akuarium, untuk kemudian direndam dalam media larutan bakteri dengan

    kepadatan 106

    CFU/ml selama 15 menit kemudian dikembalikan ke akuarium

    penampungan, tunggu selama 3 jam hingga tampak gejala klinis serangan

    vibriosis, meliputi: tubuh udang tampak kusam dan kotor, nafsu makan menurun,

    kerusakan pada kaki dan insang, atau insang berwarna kecoklatan, kondisi tubuh

    lemah, berenang lambat, bagian kaki renang (pleopoda) dan kaki jalan

    (pereiopoda) menunjukkan melanisasi. Dan udang yang sekarat sering berenang

    ke permukaan atau pinggir akuarium.

    Setelah muncul gejala klinis vibriosis, percobaan pencegahan terhadap

    infeksi bakteri Vibrio harveyi pada udang windu dilakukan dengan perendaman

    dalam media ekstrak butanol daun Rhizophora mucronata Lamk. pada masing-

    masing keller ukuran 3 liter, dengan konsentrasi sebesar 0% (kontrol), 25%, 50%,

    75% dan 100% dari nilai LC50 toleransi udang terhadap ekstrak. Setelah 15 menit

    perendaman ekstrak butanol, udang windu dikembalikan ke akuarium

    pemeliharaan dan dilakukan pengamatan nilai Kelangsungan Hidup/Survival Rate

    (SR) udang windu PL 15 selama 7 hari.

  • 34

    3.5. Parameter yang Diamati

    3.5.1. Hasil Uji Fitokimia

    Pada uji fitokimia, kandungan metabolit sekunder yang diamati adalah

    reaksi perubahan warna, timbulnya busa dan pengendapan yang dilakukan di

    laboratorium (Tania 2011).

    Tabel 1. Parameter Uji Fitokimia

    Uji Fitokimia Parameter yang diamati

    Uji Alkaloid + jika terbentuk endapan putih

    kekuningan/cokelat

    Uji Flavonoid + jika terbentuk warna orange/merah

    Uji Fenolik + jika terbentuknya warna biru ungu

    Uji Steroid/Triterpenoid + jika terbentuk warna merah/biru/ungu

    Uji Saponin + jika terbentuk busa stabil 1-10 cm

    Uji Tanin + jika terbentuk warna biru/hijau kehitaman

    3.5.2. Rendemen Ekstrak

    Pada ekstraksi daun Rhizophora mucronata Lamk. ini dilakukan perhitungan

    nilai rendemen. Rendemen adalah perbandingan berat ekstrak yang terkandung

    dalam suatu bahan simplisia dengan berat awalnya. Berikut perhitungan nilai

    rendemen menurut (SNI-19-1705-2000 dalam Prabowo 2009):

    3.5.3. Diameter Zona Hambat

    Diameter zona hambatan didapatkan dari hasil uji in vitro (uji sensitivitas

    bakteri) yang merupakan gambaran penghambatan pertumbuhan bakteri oleh

    aktivitas antibakteri yang terkandung dalam ekstrak Rhizophora mucronata Lamk.

    Semakin besar zona hambatan yang terbentuk mengindikasikan semakin besar

    kemampuan ekstrak Rhizophora mucronata Lamk. menghambat pertumbuhan

  • 35

    bakteri. Diameter zona hambatan dinyatakan dalam milimeter (mm). Menurut

    Davis Stout (1971) dalam Hardiningtyas (2009):

    - daerah hambatan dengan diameter >20 mm : potensi sangat kuat

    - daerah hambatan dengan diameter 10-20 mm : potensi antibakteri kuat

    - daerah hambatan dengan diameter 5-10 mm : potensi antibakteri sedang

    - daerah hambatan dengan diameter < 5 mm : potensi antibakteri lemah

    3.5.4. Pengamatan Visual Abnormalitas Hewan Uji

    Pengamatan secara visual dilakukan untuk mengamati tingkah laku yang

    terjadi pada larva udang uji. Pengamatan dilakukan setelah larva diinfeksi bakteri

    melalui perendaman pada media pemeliharaan. Pengamatan yang dilakukan

    meliputi perubahan warna tubuh, perpendaran (menyala) pada tubuh udang windu

    PL 15 yang terinfeksi bakteri, nafsu makan, dan pergerakan udang. Hasil

    pengamatan dilakukan untuk mengetahui gejala klinis udang windu yang

    terinfeksi bakteri Vibri harveyi secara visual (Yulian 2011).

    Pada pengamatan pemberian pakan dilihat dari sisa pakan yang tidak

    dimakan dan diklasifikasikan sebagai berikut :

    1. Sangat responsif (++++) = tidak ada sisa pakan

    2. Responsif (+++) = sisa pakan sebanyak 10%

    3. Kurang responsif (++) = sisa pakan sebanyak 50%

    4. Tidak responsif (+) = sisa pakan sebanyak 80-100%

    Pada pengamatan pergerakan udang windu PL 15 pasca infeksi

    diklasifikasikan sebagai berikut :

    1. Berenang normal (+++) = udang windu berenang di dinding kolom air

    2. Berenang tanpa arah (++) = udang windu berenang tidak beraturan

    3. Berenang lemah di dasar (+) = sebagian besar udang windu berenang di

    dasar

  • 36

    3.5.5. Kelangsungan Hidup

    Pengamatan kelangsungan hidup dilakukan setelah udang windu PL 15

    diinfeksi Vibrio harveyi dengan cara menghitung jumlah udang windu PL 15 yang

    mati setiap hari, kemudian menghitung tingkat kelangsungan hidupnya (SR)

    dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

    SR = Nt 100% (Effendi 1979)

    No

    Keterangan :

    SR = Survival Rate / Kelangsungan Hidup (KH) (%)

    Nt = Jumlah udang windu PL 15 yang hidup pada akhir pengamatan (ekor)

    No = Jumlah udang windu PL 15 pada awal pengamatan (ekor)

    Pengamatan kelangsungan hidup udang windu PL 15 yang diinfeksi

    bakteri Vibrio harveyi klinis dilakukan setiap hari hingga akhir pengamatan yang

    berlangsung selama 7 hari periode pemeliharaan.

    3.5.6. Kualitas Air

    Parameter kualitas air yang diamati antara lain suhu, pH, dan DO yang

    diukur pada saat awal, tengah dan akhir masa pemeliharaan.

    a. Pengukuran suhu dengan menggunakan termometer dilakukan pada pagi

    dan sore hari. Caranya yaitu memasukkan termometer ke dalam air dan

    kemudian dicatat suhunya.

    b. Derajat Keasaman (pH) diukur dengan menggunakan pH meter pada awal,

    tengah dan akhir penelitian dengan mencelupkan pH meter ke dalam

    media pemeliharaan larva udang windu.

    c. Pengukuran kualitas air berupa oksigen terlarut (DO) dilakukan pada awal,

    tengah dan akhir penelitian dengan menggunakan DO meter.

    d. Pengukuran salinitas dilakukan setiap hari dengan menggunakan

    refraktometer.

  • 37

    3.6. Analisis Data

    Kandungan fitokimia, rendemen ekstrak, data zona hambatan

    pertumbuhan bakteri pada uji in vitro, gejala klinis dan data kelangsungan hidup

    (SR) larva udang windu pada uji in vivo yang diperoleh dianalisis secara deskriptif

    dalam bentuk tabel dan gambar.