230210090008_2_8494.pdf

8
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Arlindo (Arus Lintas Indonesia) Arlindo adalah suatu sistem di perairan Indonesia di mana terjadi lintasan arus yang membawa membawa massa air hangat dari Samudra Pasifik menuju Samudra Hindia yang relatif lebih dingin. Massa air Pasifik tersebut terdiri atas massa air Pasifik Utara dan Pasifik Selatan (Wyrtki 1961, Fieux et al. 1996). Terjadinya Arlindo terutama disebabkan oleh bertiupnya angin pasat tenggara di bagian selatan Pasifik dari wilayah Indonesia. Angin tersebut mengakibatkan permukaan bagian tropik Lautan Pasifik Barat lebih tinggi dari pada Lautan Hindia bagian timur. Akibatnya terjadi perbedaan tinggi permukaan laut dimana bagian tropik Lautan Pasifik Barat lebih tinggi dari pada Lautan Hindia bagian timur. Sehingga terjadi gradien tekanan yang mengakibatkan mengalirnya arus dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia (Wyrtki 1987). Sumber air yang dibawa oleh Arlindo berasal dari Lautan Pasifik bagian utara dan selatan. Perairan Selat Makasar dan Laut Flores lebih banyak dipengaruhi oleh massa air laut Pasifik Utara sedangkan Laut Seram dan Halmahera lebih banyak dipengaruhi oleh massa air dari Pasifik Selatan. Struktur massa air perairan Indonesia umumnya dipengaruhi karakteristik massa air Lautan Pasifik dan sistem angin muson (Wyrtki 1961). Pada Musim Barat (Desember- Februari) bertiup angin muson barat laut di bagian selatan khatulistiwa dan timur laut di utara khatulistiwa, karakteristik massa air perairan Indonesia umumnya ditandai dengan salinitas yang lebih rendah, sedangkan pada Musim Timur (Juni- Agustus) bertiup angin muson tenggara di selatan khatulistiwa dan barat daya di utara khatulistiwa, perairan Indonesia memiliki karakteristik dengan nilai salinitas yang lebih tinggi (Gordon 1986). Menurut Gordon et al. (1994) jalur Arlindo sendiri dibagi menjadi 2 jalur yaitu jalur barat dan jalur timur. Jalur barat dimana massa air masuk melalui Laut

Upload: adinda-kinasih

Post on 24-Jan-2016

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 230210090008_2_8494.pdf

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Arlindo (Arus Lintas Indonesia)

Arlindo adalah suatu sistem di perairan Indonesia di mana terjadi lintasan

arus yang membawa membawa massa air hangat dari Samudra Pasifik menuju

Samudra Hindia yang relatif lebih dingin. Massa air Pasifik tersebut terdiri atas

massa air Pasifik Utara dan Pasifik Selatan (Wyrtki 1961, Fieux et al. 1996).

Terjadinya Arlindo terutama disebabkan oleh bertiupnya angin pasat tenggara di

bagian selatan Pasifik dari wilayah Indonesia. Angin tersebut mengakibatkan

permukaan bagian tropik Lautan Pasifik Barat lebih tinggi dari pada Lautan

Hindia bagian timur. Akibatnya terjadi perbedaan tinggi permukaan laut dimana

bagian tropik Lautan Pasifik Barat lebih tinggi dari pada Lautan Hindia bagian

timur. Sehingga terjadi gradien tekanan yang mengakibatkan mengalirnya arus

dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia (Wyrtki 1987).

Sumber air yang dibawa oleh Arlindo berasal dari Lautan Pasifik bagian

utara dan selatan. Perairan Selat Makasar dan Laut Flores lebih banyak

dipengaruhi oleh massa air laut Pasifik Utara sedangkan Laut Seram dan

Halmahera lebih banyak dipengaruhi oleh massa air dari Pasifik Selatan. Struktur

massa air perairan Indonesia umumnya dipengaruhi karakteristik massa air Lautan

Pasifik dan sistem angin muson (Wyrtki 1961). Pada Musim Barat (Desember-

Februari) bertiup angin muson barat laut di bagian selatan khatulistiwa dan timur

laut di utara khatulistiwa, karakteristik massa air perairan Indonesia umumnya

ditandai dengan salinitas yang lebih rendah, sedangkan pada Musim Timur (Juni-

Agustus) bertiup angin muson tenggara di selatan khatulistiwa dan barat daya di

utara khatulistiwa, perairan Indonesia memiliki karakteristik dengan nilai salinitas

yang lebih tinggi (Gordon 1986).

Menurut Gordon et al. (1994) jalur Arlindo sendiri dibagi menjadi 2 jalur

yaitu jalur barat dan jalur timur. Jalur barat dimana massa air masuk melalui Laut

Page 2: 230210090008_2_8494.pdf

7

Sulawesi dan Basin Makasar. Sebagian massa air akan mengalir melalui Selat

Lombok dan berakhir di Lautan Hindia sedangkan sebagian lagi dibelokan ke arah

timur terus ke Laut Flores (Gordon 2001) hingga Laut Banda dan kemudian

keluar ke Lautan Hindia melalui Laut Timor. Jalur timur dimana massa air masuk

melalui Laut Halmahera dan Laut Maluku terus ke Laut Banda. Dari Laut Banda,

massa air akan mengalir mengikuti 2 (dua) rute (Gordon et al. 1994). Rute utara

Pulau Timor melalui Selat Ombai (Potemra et al. 2002), antara Pulau Alor dan

Pulau Timor, masuk ke Laut Sawu dan Selat Rote, sedangkan rute selatan Pulau

Timor melalui Basin Timor dan Selat Timor, antara Pulau Rote dan paparan benua

Australia (Gambar 1).

Gambar 1. Arus Lintas Indonesia (Sumber : Gordon 1997)

Arlindo memiliki keragaman yang tinggi baik secara musiman maupun

tahunan. Keragaman musiman berkaitan dengan adanya pergantian arah angin di

Indonesia. Menurut Wyrtki (1987), Gordon dan Susanto (2003), laju transport

Arlindo tertinggi ditemukan pada saat Muson Tenggara, yaitu selama bulan Juni-

Agustus, sedangkan aliran lintasan terendah pada saat muson barat laut yaitu pada

bulan Desember-Februari. Selanjutnya, Gordon dan Susanto (2003) juga

menyebutkan keragaman tahunan Arlindo antara lain berkaitan dengan fenomena

Page 3: 230210090008_2_8494.pdf

8

ENSO (El Nino Southern Oscillation) yang mempengaruhi iklim dunia secara

global. Sehingga Arlindo terjadi secara musimam berdasarkan perubahan angin

dan juga secara tahunan berdasarkan fenomena ENSO.

Arlindo merupakan bagian penting dalam sirkulasi samudra dunia dalam

penghantaran panas (heat). Dalam kondisi normal, di perairan Pasifik di sebelah

Utara Irian terdapat kolam Air Hangat (Warm Water Pool) yang disebabkan oleh

menumpuknya air yang terbawa oleh Katulistiwa Selatan karena hembusan

Angin Pasat (trade winds) di Pasifik. Massa air yang terangkut oleh Arlindo

dipengaruhi oleh adanya El Niño dan La Niña. Menurut Gordon (1996) transport

Arlindo lebih besar terjadi selama La Nina dan melemah pada saat terjadi El Nino.

Kemudian menurut Susanto (1999) dan Sudjono (2004) kekuatan arlindo pada

saat terjadinya El Nino akan mengalami penurunan sedangkan pada saat

terjadinya La Nina kekuatan arusnya akan mengalami peningkatan. Gambar 2

merupakan variasi suhu permukaan laut dimana pada tahun 2008 menunjukkan

terjadinya fenomena La Nina.

Gambar 2. Variasi Suhu Permukaan Laut (Sumber : http://tucsoncitizen.com/wryheat)

Lebih lanjut Gordon (2001) menyatakan bahwa selama terjadinya El Nino

transport Arlindo mengalami pelemahan, bahang dan massa air dan salinitas jauh

lebih sedikit ditransfer ke Samudra Hindia. Walaupun pada saat terjadinya El

Nino terjadi penurunan volume massa air yang bergerak dari Samudra Pasifik ke

Page 4: 230210090008_2_8494.pdf

9

Samudra Hindia. Kosongnya massa air di wilayah perairan Indonesia tadi

kemudian mendorong munculnya up welling dan meningkatkan jumlah klorofil

sehingga di perairan Indonesia akan panen ikan.

2.2 Keadaan Umum Perairan Selat Lombok

Lombok merupakan pulau di provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara

geografis Lombok terletak di 8˚33’54”LS-8o56’50”LS dan 116o21’04”BT-

116o35’10”BT. Lombok memiliki luas wilayah laut yang mencapai 1.0743,33 km2

yang merupakan 40,09% dari luas wilayahnya. Perairan Lombok sangat unik

karena perairan ini mendapat pengaruh dari massa air laut yang berbeda yaitu dari

Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Secara Oseanografis Lombok memiliki

selat yang dinamakan Selat Lombok yang terletak disebelah barat dari Pulau

Lombok itu sendiri. Selat Lombok adalah perairan yang sangat dinamis. Dari

utara mengalir Arus Lintas Indonesia (Arlindo) yang membawa massa air hangat

dari Samudera Pasifik menuju Hindia sepanjang tahun. Hanya pada masa

peralihan musim di bulan April/Mei dan November/Desember arus yang bergerak

ke selatan berbalik ke utara karena pengaruh masuknya gelombang Kelvin dari

ekuator Samudera Hindia (Sprintall et al. 2000). Daerah yang dilalui oleh Arlindo

merupakan daerah yang subur akan nutrien karena di daerah tersebut terjadi

percampuran massa air dari dua samudra yang berbeda sehingga daerah tersebut

sangat cocok untuk organisme laut untuk hidup.

2.3 Klorofil-a dan Produktivitas Primer di Perairan Laut

Fitoplakton merupakan nama untuk plankton tumbuhan. Fitoplankton

adalah tanaman yang diklasifikasikan ke dalam kelas alga. Ukurannya sangat

kecil, tak dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran yang paling umum berkisar

antara 2-200 mikro meter (1 mikro meter = 0,001 mm). Fitoplankton umumnya

berupa individu bersel tunggal, tetapi ada juga yang membentuk rantai. Meskipun

fitoplankton membentuk sejumlah besar biomassa di laut, kelompok ini hanya

diwakili oleh beberapa filum saja.

Klorofil-a merupakan jenis pigmen terbesar yang terkandung dalam

fitoplankton. Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya

Page 5: 230210090008_2_8494.pdf

10

fitoplankton pada suatu perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai petunjuk

produktivitas perairan. Klorofil-a fitoplankton merupakan salah satu pigmen aktif

dalam sel tumbuhan yang mempunyai peran penting di dalam berlangsungnya

proses fotosintesis di perairan.

Konsentrasi klorofil tersebut dapat dianalisis menggunakan algoritma

OC3M (O’Reilly et al. 2000) yaitu:

OC3M : Ca = 100,283-2,753R+1,457R2+0,659R3-1,403R4

R=log10

Dimana : Ca = Konsentrasi klorofil-a (mg/m3)R = Rasio reflektansi

Rrs = Remote sensing reflectance

Selain klorofil, salah satu yang mempengaruhi produktivitas primer adalah

suhu. Suhu secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap

produktivitas primer di laut. Secara langsung, suhu berperan dalam mengontrol

reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesis. Kemudian Tomascik et al.

(1997) mengatakan bahwa faktor utama yg mempengaruhi produktivitas primer di

laut adalah cahaya matahari, nutrien, dan suhu. Selain itu menurut Susilo (2000)

suhu permukaan laut sangat penting untuk diketahui karena sebaran suhu

permukaan laut dapat memberikan informasi mengenai arus, daerah tangkapan

ikan, cuaca/iklim, pencemaran minyak, dan pencemaran panas. Oleh karena itu,

pengaruh suhu cukup besar dalam indikator produktivitas di laut.

Analisis kondisi suhu permukaan laut (SPL) dengan menggunakan

Algoritma SPL (Pathfinder), yaitu sebagai berikut:

SPL = a0 + a1T1 + a2 (T1-T2) Tb + a 3(sec(q) -1) * ( T1-T2)

Dimana : ai = koefisien (konstanta)Ti = suhu kecerahanTb = suhu airq = sudut zenit satelit

Rrs (443) Rrs (490)

Rrs (550) Rrs (550)>

Page 6: 230210090008_2_8494.pdf

11

Disamping suhu, fitoplankton juga sangat tergantung dengan ketersediaan

nutrisi untuk pertumbuhannya. Nutrisi-nutrisi ini terutama makronutrisi seperti

nitrat, fosfat atau asam silikat, yang ketersediaannya diatur oleh kesetimbangan

antara mekanisme yang disebut pompa biologis dan upwelling pada air bernutrisi

tinggi dan dalam.

2.4 Karakterisitik dan Distribusi Ikan Cakalang

Cakalang termasuk jenis ikan tuna dalam famili Scombridae, species

Katsuwonus pelamis. Ikan ini hidup bergerombol diperairan pelagis hingga

kedalaman 200 m. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wouthuyzen et al.

(1990) makanan utama ikan cakalang yaitu Stomatopoda dan udang laut dari

famili Pandalidae (krustasea), cumi-cumi (moluska), dan berbagai jenis larva atau

juvenil ikan. Cakalang dikenal sebagai perenang cepat di laut zona pelagik. Suhu

yang ideal untuk ikan cakalang antara 26o-32oC, dan suhu yang ideal untuk

melakukan pemijahan 28o-29oC dengan salinitas 33o/oo. Menurut Jones dan Silas

(1962) cakalang hidup pada suhu antara 16o-30oC dengan temperature optimum

28oC. Salinitas perairan yang disukai ikan cakalang yaitu berkisar 32-35 o/oo. Pada

Gambar 3 merupakan klasifikasi ikan cakalang yaitu sebagai berikut :

Filum : Vertebrata

Kelas : Telestoi

Ordo : Perciformes

Famili : Scombridae

Genus : Katsuwonus

Spesies : Katsuwonus pelamis

Gambar 3. Ikan Cakalang (Sumber : http://mb52.net/)

Menurut Uktolseja et al. (1989), penyebaran cakalang di perairan

Indonesia meliputi Samudra Hindia (perairan Barat Sumatra, selatan Jawa, Bali,

Nusa Tenggara), Perairan Indonesia bagian Timur (Laut Sulawesi, Maluku,

Arafuru, Banda, Flores dan Selat Makassar) dan Samudra Pasifik (perairan Utara

Page 7: 230210090008_2_8494.pdf

12

Irian Jaya). Musim penangkapan cakalang di perairan Indonesia bervariasi.

Musim penangkapan cakalang di suatu perairan belum tentu sama dengan perairan

yang lain. Menurut Nikijuluw (1986), penangkapan cakalang dan tuna di perairan

Indonesia dapat dilakukan sepanjang tahun dan hasil yang diperoleh berbeda dari

musim ke musim dan bervariasi menurut lokasi penangkapan.

Ikan cakalang adalah ikan bernilai komersial tinggi, dan dijual dalam

bentuk segar, beku, atau diproses sebagai ikan kaleng, ikan kering, atau ikan asap.

Dalam bahasa Jepang, cakalang disebut katsuo. Ikan cakalang diproses untuk

membuat katsuobushi yang merupakan bahan utama dashi (kaldu ikan) untuk

masakan Jepang. Di Manado, dan juga Maluku, ikan cakalang diawetkan dengan

cara pengasapan, biasa disebut oleh warga setempat cakalang fufu (cakalang

asap).

2.5 Sistem Informasi Geografis (SIG)

SIG merupakan suatu sistem informasi geografis menggunakan sistem

komputer. Fungsi dari SIG sendiri yaitu untuk mengolah, menyimpan,

menyajikan, serta menampilkan semua bentuk informasi secara spasial. SIG

digunakan sebagai alat bantu dalam pengelolaan informasi yang terjadi di muka

bumi dan bereferensi pada keruangan (spasial). SIG tidak hanya untuk pembuatan

peta, akan tetapi juga digunakan sebagai alat analisis. Keuntungan alat analisis

adalah memberikan kemungkinan untuk mengidentifikasi hubungan spasial

diantara feature data geografis dalam bentuk peta (Prahasta 2004).

Daerah penangkapan ikan bersifat dinamis, yaitu selalu berpindah mengikuti

pergerakan ikan. Secara alami ikan akan memilih habitat yang sesuai, sedangkan

habitat tersebut sangat dipengaruhi kondisi oseanografi perairan. Kegiatan

penangkapan ikan akan lebih efektif dan efisien apabila daerah penagkapan ikan

dapat diduga terlebih dahulu. Salah satu cara untuk mengetahui daerah potensial

penangkapan ikan adalah melalui studi daerah penangkapan ikan dan

hubungannya dengan fenomena oseanografi secara berkelanjutan (Priyanti 1999).

Faktor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhi distribusi, migrasi dan

kelimpahan ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat serta cakupan daerah yang

Page 8: 230210090008_2_8494.pdf

13

luas dengan menggunakan teknologi indraja. Pemanfaatan SIG dalam perikanan

tangkap dapat mempermudah dalam operasi penangkapan ikan dan penghematan

waktu dalam pencarian fishing ground yang sesuai (Dahuri 1996). SIG dapat

menyajikan gejala perubahan lingkungan berdasarkan ruang dan waktu, tentunya

dengan dukungan berbagai informasi data, baik survei langsung maupun melalui

citra satelit.