21 peranan kondisi geologi gentur waluyo

5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL HARI LINGKUNGAN HIDUP 2011 │ ISBN 978-602-19161-0-0 Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan 157 dari 222 Peranan Kondisi Geologi Terhadap Besarnya Tingkat Sedimentasi Waduk Mrica Gentur Waluyo dan Indra Permanajati Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto ABSTRAK Sedimentasi di waduk Mrica/waduk PB. Soedirman sebagai akibat erosi di bagian hulu, tengah dan hilir pada cactment area di Waduk Mrica, menyebabkan volume air waduk dari tahun ke tahun semakin berkurang sehingga mengurangi umur waduk. Hal ini disebabkan oleh kondisi geologi seperti adanya sesar/kekar, litologi dan proses-proses geomorfologi. Faktor-faktor tersebut berperanan penting terhadap besarnya erosi sungai yang melewati DAS (Daerah Aliran Sungai) yang mengairi Waduk Mrican. Besarnya erosi sungai Merawu yang ditopang dengan tambahan data-data geologi secara kualitatif merupakan kajian yang penting sebagai salah satu upaya mengatasi sedimentasi waduk Mrica. Pengerukan sedimen di waduk Mrica dapat dilakukan secara efisien apabila konservasi lahan bagian hulu dan permasalahan-permasalahan kondisi alami daerah yang dilewati sungai yang mengairi waduk telah diketahui secara benar. Studi erosi-sedimentasi yang didukung oleh data geologi secara komprehensif akan mengetahui mengapa sungai tertentu membawa suspended dan bed load yang tinggi, sedangkan sungai lainnya membawa suspended dan bed load yang relatif lebih kecil. Kata kunci : Waduk Mrica, kondisi geologi, erosi-sedimentasi PENDAHULUAN Waduk Panglima Besar Soedirman disebut juga waduk Mrica terletak di Kabupaten Banjarnegara Propinsi Jawa Tengah, merupakan waduk dengan fungsi utama sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan fungsi sekunder sebagai air irigasi, domestik, pariwisata, perikanan dan pengendali banjir. Sumber air waduk Mrica berasal dari daerah aliran sungai (DAS) Serayu Hulu, DAS Merawu, DAS Tulis dan lainnya. Total luas DTA ini 1015.8 km 2 , terletak sebagian besar di daerah dataran tinggi Dieng Wonosobo. Secara administratif Daerah tangkapan air (DTA) waduk Mrica berada di dua wilayah administrasi yaitu Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Curah hujan tahunan di DTA waduk mrica bervariasi dari 4000 – 4500 mm/th. Jumlah bulan basah (CH > 200 mm/bln) di DTA waduk mrica selama 7 bulan dan 5 bulan merupakan bulan kering (< 200 mm/bln). Atas dasar kelompok jumlah bulan basah dan kering tersebut, maka tipe iklim di wilayah DTA Waduk Mrica termasuk ke dalam tipe B2. Curah hujan maksimum jatuh pada bulan Desember – Januari. Secara geografis DTA Waduk Mrica merupakan daerah pegunungan dan perbukitan, relief bergelombang dan curam, tersusun atas formasi-formasi batuan berumur PraTersier hingga Kuarter berupa hasil letusan gunung api dan endapan aluvial. Batuan-batuan tua (Pratersier-Tersier) yang tersingkap umumnya merupakan fasies laut dangkal berukuran lempung hingga boulder dan bersifat gampingan (karbonat) pada beberapa tempat. Batuan-batuan tersebut di beberapa tempat ada yang diterobos oleh batuan intrusi dioritis dan beberapa tempat ditumpangi oleh endapan gunung api muda (Kuarter), baik yang berasal dari Gunung api Slamet, Sumbing, Sindoro, atau gunung api-gunung api purba lainnya. Pemanfaatan sumberdaya lahan terus meningkat seiring dengan modernisasi kehidupan dan pencapaian program pembangunan. Kondisi yang ada ternyata sering mendorong terjadinya kemerosotan sumberdaya lahan dan air baik mutu maupun jumlahnya. Penyebabnya adalah penggunaan dan pengelolaan lahan yang kurang mempertimbangkan kaidah-kaidah konservasi sumberdaya lahan. Akibat yang dapat dirasakan adalah erosi semakin cepat dan luas, sehingga fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman dan pengatur tata air menjadi semakin berkurang, yang pada akhirnya akan menyebabkan kemunduran daya dukung lingkungan (misalnya terjadinya banjir, kekeringan, longsor lahan, berkurangnya air tanah dan tanah menjadi kurang subur.)

Upload: rudiny-al-farabhy

Post on 10-Aug-2015

52 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: 21 Peranan Kondisi Geologi Gentur Waluyo

PROSIDING SEMINAR NASIONAL HARI LINGKUNGAN HIDUP 2011 │ ISBN 978-602-19161-0-0

Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan 157 dari 222

Peranan Kondisi Geologi Terhadap Besarnya Tingkat Sedimentasi Waduk Mrica

Gentur Waluyo dan Indra Permanajati

Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

ABSTRAK

Sedimentasi di waduk Mrica/waduk PB. Soedirman sebagai akibat erosi di bagian hulu, tengah dan hilir pada cactment area di Waduk Mrica, menyebabkan volume air waduk dari tahun ke tahun semakin berkurang sehingga mengurangi umur waduk. Hal ini disebabkan oleh kondisi geologi seperti adanya sesar/kekar, litologi dan proses-proses geomorfologi. Faktor-faktor tersebut berperanan penting terhadap besarnya erosi sungai yang melewati DAS (Daerah Aliran Sungai) yang mengairi Waduk Mrican. Besarnya erosi sungai Merawu yang ditopang dengan tambahan data-data geologi secara kualitatif merupakan kajian yang penting sebagai salah satu upaya mengatasi sedimentasi waduk Mrica. Pengerukan sedimen di waduk Mrica dapat dilakukan secara efisien apabila konservasi lahan bagian hulu dan permasalahan-permasalahan kondisi alami daerah yang dilewati sungai yang mengairi waduk telah diketahui secara benar. Studi erosi-sedimentasi yang didukung oleh data geologi secara komprehensif akan mengetahui mengapa sungai tertentu membawa suspended dan bed load yang tinggi, sedangkan sungai lainnya membawa suspended dan bed load yang relatif lebih kecil.

Kata kunci : Waduk Mrica, kondisi geologi, erosi-sedimentasi

PENDAHULUAN

Waduk Panglima Besar Soedirman disebut juga waduk Mrica terletak di Kabupaten Banjarnegara Propinsi Jawa Tengah, merupakan waduk dengan fungsi utama sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan fungsi sekunder sebagai air irigasi, domestik, pariwisata, perikanan dan pengendali banjir. Sumber air waduk Mrica berasal dari daerah aliran sungai (DAS) Serayu Hulu, DAS Merawu, DAS Tulis dan lainnya. Total luas DTA ini 1015.8 km2, terletak sebagian besar di daerah dataran tinggi Dieng Wonosobo.

Secara administratif Daerah tangkapan air (DTA) waduk Mrica berada di dua wilayah administrasi yaitu Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Curah hujan tahunan di DTA waduk mrica bervariasi dari 4000 – 4500 mm/th. Jumlah bulan basah (CH > 200 mm/bln) di DTA waduk mrica selama 7 bulan dan 5 bulan merupakan bulan kering (< 200 mm/bln). Atas dasar kelompok jumlah bulan basah dan kering tersebut, maka tipe iklim di wilayah DTA Waduk Mrica termasuk ke dalam tipe B2. Curah hujan maksimum jatuh pada bulan Desember – Januari.

Secara geografis DTA Waduk Mrica merupakan daerah pegunungan dan perbukitan, relief bergelombang dan curam, tersusun atas formasi-formasi batuan berumur PraTersier hingga Kuarter berupa hasil letusan gunung api dan endapan aluvial. Batuan-batuan tua (Pratersier-Tersier) yang tersingkap umumnya merupakan fasies laut dangkal berukuran lempung hingga boulder dan bersifat gampingan (karbonat) pada beberapa tempat. Batuan-batuan tersebut di beberapa tempat ada yang diterobos oleh batuan intrusi dioritis dan beberapa tempat ditumpangi oleh endapan gunung api muda (Kuarter), baik yang berasal dari Gunung api Slamet, Sumbing, Sindoro, atau gunung api-gunung api purba lainnya.

Pemanfaatan sumberdaya lahan terus meningkat seiring dengan modernisasi kehidupan dan pencapaian program pembangunan. Kondisi yang ada ternyata sering mendorong terjadinya kemerosotan sumberdaya lahan dan air baik mutu maupun jumlahnya. Penyebabnya adalah penggunaan dan pengelolaan lahan yang kurang mempertimbangkan kaidah-kaidah konservasi sumberdaya lahan. Akibat yang dapat dirasakan adalah erosi semakin cepat dan luas, sehingga fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman dan pengatur tata air menjadi semakin berkurang, yang pada akhirnya akan menyebabkan kemunduran daya dukung lingkungan (misalnya terjadinya banjir, kekeringan, longsor lahan, berkurangnya air tanah dan tanah menjadi kurang subur.)

Page 2: 21 Peranan Kondisi Geologi Gentur Waluyo

PROSIDING SEMINAR NASIONAL HARI LINGKUNGAN HIDUP 2011 │ ISBN 978-602-19161-0-0

Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan 158 dari 222

Studi kondisi geologi suatu daerah secara kualitatif merupakan cara yang efektif untuk mengetahui jenis batuan (batuan beku, batuan sedimen, batuan metamorf), litologi (tekstur dan kompososi mineral), struktur geologi (sesar dan kekar) dan proses-proses geomorfologi di daerah tersebut merupakan salah satu kajian yang penting dalam upaya mengatasi permasalahan erosi-sedimentasi waduk Mrica.

Dari uraian tersebut diatas perlu diketahui sungai apa yang memberikan sumbangan erosi yang paling tinggi yang berdampak terhadap tingkat sedimentasi Waduk Mrica.dan mengapa demikian. Hal itu perlu diketahui agar penanganan sedimentasi waduk Mrica melaui progam konservasi daerah hulu dan kemungkinan dilakukan pengerukan sedimen waduk dapat berhasil.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan adalah dengan pengamatan jumlah erosi di tiap DAS yang mengairi Waduk Mrica, yaitu DAS Serayu, DAS Merawu dan DAS Lumajang. Kemudian langkah selanjutnya adalah dengan pengamatan kondisi geologi (litologi, struktur, proses geomorfologi dan morfologi pinggir/tebing sungai) di sepanjang DAS yang mengairi waduk Mrica. Hasil penelitian digunakan untuk mendeliniasi peta pada daerah-daerah yang rentan terhadap erosi, kemudian dari hasil pengamatan geologi akan dibandingkan dengan hasil pengamatan intensitas erosi melaui data suplai sedimen yang berasal dari ketiga DAS tersebut. Hasil yang didapatkan dapat menjelaskan secara kualitatif pengaruh kondisi geologi terhadap proses erosi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Geologi Regional Wilayah Kajian Geologi regional wilayah kajian menurut Peta Geologi lembar Pekalongan-Banjarnegara

tersusun atas formasi-formasi batuan berumur PraTersier hingga Kuarter berupa hasil letusan gunung api dan endapan aluvial. Batuan-batuan tua yang tersingkap umumnya merupakan fasies laut dangkal berukuran lempung hingga boulder dan bersifat gampingan pada beberapa tempat. Batuan-batuan berumur Tersier dan Pre-tersier di beberapa tempat ada yang diterobos oleh batuan intrusi dioritis dan beberapa tempat ditumpangi oleh endapan gunung api muda baik yang berasal dari Gunung api Slamet, Sumbing, Sindoro, atau gunung api-gunung api lain yang ada.

Formasi Rambatan menumpang secara selaras di atas Formasi Pemali yang terdapat di sebelah barat luar dari wilayah kajian. Formasi ini beranggotakan serpih, napal dan batu pasir berselang-seling dengan batupasir gampingan berwarna kelabu muda. Banyak dijumpai lapisan tipis kalsit yang tegak lurus bidang perlapisan. Ketebalan dari Formasi Rambatan sekitar 300 meter. Persebaran Formasi Rambatan di bagian tengah dari Das Merawu.

Formasi Halang beranggotakan batupasir berlapis batulempung, napal dan tuf dengan sisipan breksi yang pembentukannya dipengaruhi oleh arus turbidit dan pelongsoran bawah laut. Breksi anggota Formasi Halang mempunyai fragmen andesit, basal dan batugamping dengan semen batupasir tufaan kasar dengan sisipan batupasir dan lava basal. Endapan turbidit batupasir terdiri dari perselingan batupasir, konglomerat dengan batulempung, napal dan serpih dengan sisipan diamiktit. Formasi ini mempunyai daerah persebaran yang luas yang mencakup hampir semua barisan perbukitan yang menjadi batas sebelah selatan Sungai Serayu hingga beberapa bagian dari rangkaian pegunungan yang menjadi batas utara Sungai Serayu.

Formasi-formasi batuan yang lain yang lebih muda dari formasi-formasi tersebut di atas adalah merupakan batuan endapan gunung api kwarter dan aluvium sungai. Batuan endapan gunung api berasal dari Gunung Bisma di kompleks gunung api Dieng dan sekitarnya menutupi formasi-formasi batuan yang ada di hulu sungai Merawu dan Pekacangan. Material dari Gunung Sundoro dan Sumbing tersebar luas di wilayah hulu Sungai Serayu bagian timur. Pasokan debit air Serayu di atas waduk PB. Sudirman yang besar pada musim kemarau diperkirakan berasal dari kompleks Gunung Sundoro-Sumbing.

Page 3: 21 Peranan Kondisi Geologi Gentur Waluyo

PROSIDING SEMINAR NASIONAL HARI LINGKUNGAN HIDUP 2011 │ ISBN 978-602-19161-0-0

Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan 159 dari 222

Proses geomorfologi yang sering terjadi di wilayah kajian mencakup proses eksogenik seperti proses resapan tanah, longsor lahan dan proses endogenik seperti pengangkatan dan amblesan. Proses geomorfologi dapat dilihat pada Lampiran Peta 1, 2 dan Peta 3

2. Litologi Tebing Aliran Sungai Merawu, Tulis dan Serayu Dari hasil pengamatan di lapangan yang didukung oleh peta geologi regional Banjarnegara

tahun 1996 menunjukkan bahwa kondisi batuan di tebing aliran sepanjang sungai Merawu bagian hulu sampai bagian tengah tidak resisten terhadap erosi karena didominasi oleh batuan serpih, napal dan pasir gampingan dari formasi rambatan (Tmr). Di sepanjang aliran sungai ini juga ditemukan longsoran-longsoran jenis nendatan (rock slump) yang mengakibatkan batuan longsor ke arah sungai. Proses ini menyebabkan erosi oleh aliran sungai sehingga memberikan pengaruh terhadap tingkat sedimentasi yang lebih besar di banding DAS Tulis maupun DAS Serayu. Proses erosi di sungai Merawu hilir relatif lebih kecil intensitasnya dibanding bagian tengah dan hulu karena litologi stasiun ini terdiri dari breksi volkanik dari formasi Ligung (QTlb). Jadi, suplai sedimen di DAS ini berasal dari proses erosi di bagian hulu, karena penggunaan lahan yang tidak berbasis konservasi dan intensitas proses erosi yang tinggi dari tebing-tebing sungai karena kondisi batuan yang tidak resisten (Lampiran peta 6).

Hasil pengamatan DAS Tulis di lapangan yang didukung oleh peta geologi regional Banjarnegara tahun 1996 menunjukkan bahwa batuan di sepanjang aliran sungai Tulis bagian hulu, tengah dan hilir didominasi oleh batuan breksi volkanik dan lava andesit yang sangat resisten, sehingga proses erosi tebing sungai sangat kecil. Jadi, suplai sedimen dari DAS ini berasal dari proses erosi di bagian hulu karena penggunaan lahan yang tidak berbasis konservasi.

Hasil pengamatan DAS Serayu menunjukkan kesamaan litologi/batuan dengan DAS Tulis. Litologi batuan di tebing sepanjang aliran sungai Serayu didominasi oleh batuan breksi volkanik dan lava andesit yang sangat resisten, sehingga proses erosi tebing sungai sangat kecil. Jadi, suplai sedimen dari DAS ini berasal dari proses erosi di bagian hulu karena penggunaan lahan yang tidak berbasis konservasi. (Lampiran Peta 4)

3. Kemiringan Lahan Kemiringan lereng di wilayah kajian didominasi oleh kelas II (8-15%), tersebar di Wanadadi,

Madukara, Wanareja, Wonosobo dan sebagian kecil di Pejawaran dan Pagentan, kelas III (15-25%) tersebar di DAS Merawu, DAS Tulis, dan DAS Serayu hulu. Kelas kemiringan 25-40% dan kelas kemiringan >40%, sebagian di DAS Serayu hulu, sedangkan kelas kemiringan 0-8 % hanya di sekitar waduk PB. Soedirman yaitu di sebelah kiri dan kanan sungai Serayu. Penyebaran kelerengan disajikan pada Lampiran Peta 5.

4. Struktur geologi batuan di tebing aliran sungai-sungai yang mengairi waduk Mrica

Kondisi struktur batuan di tiga lokasi DAS menunjukkan adanya perbedaan struktur batuan baik struktur primer maupun struktur sekunder. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh perbedaan litologi, struktur lokal di daerah penelitian, kondisi morfologi lokal dan tektonik secara global.

Sungai Serayu yang merupakan sungai paling timur yang mengaliri Waduk Mrica relatif disusun oleh litologi breksi vulkanik yang secara primer mempunyai struktur perlapisan batuan bergradasi (gradded bedding) pada massa batuan yang kompak terdiri dari fragmen, matrik dan semen. Litologi tersusun oleh breksi vulkanik Formasi Ligung dengan fragmen andesit, matrik pasir vulkanik dan diikat oleh semen dengan komposisi oksida. Ketiga komponen ini terikat kuat dan resisten terhadap erosi.

Sungai Merawu yang merupakan sungai di bagian tengah yang mengaliri Waduk Mrica pada bagian atas masih tersusun oleh batuan gunung api muda Sindoro yang relatif bersifat resisten karena struktur primer yang terbentuk adalah komposisi batuan yang terikat kuat oleh fragmen, matrik dan semen, sedangkan bagian tengah tersusun oleh litologi gampingan, serpih dan napal dari Formasi Rambatan. Batuan ini sangat rentan terhadap proses erosi karena struktur lapisan yang terbentuk terdiri dari komposisi gamping yang relatif mudah terlarutkan oleh air. Struktur sekunder juga terbentuk di daerah ini yaitu slump sebagai dampak dari longsoran-longsoran tebing sungai, kemudian struktur sesar naik (reverse) yang dicirikan oleh perlapisan yang tegak-tegak. Struktur ini lebih disebabkan oleh tektonik regional yang mengenai daerah ini. Bagian inilah yang akan menyumbang sedimentasi yang

Page 4: 21 Peranan Kondisi Geologi Gentur Waluyo

PROSIDING SEMINAR NASIONAL HARI LINGKUNGAN HIDUP 2011 │ ISBN 978-602-19161-0-0

Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan 160 dari 222

INACTIVE STORAGE

ACTIVE STORAGE

KAPASITAS WADUK

ACTIVE STORAGE SERAYU MERAWU LUMAJANG

(M3) (M3) (%) (%) (MM) (MM) (MM)1 Des. '88 s/d Okt '89 3.382.678 3.382.678 1.850.211 1.532.467 2,28 3,31 1,90 5,80 0,20 100,12 Nop '89 s/d Okt '90 3.441.288 6.823.966 4.278.512 2.545.454 4,60 5,50 2,60 13,60 0,20 97,73 Nop '90 s/d Okt '91 6.018.471 12.842.437 9.102.177 3.740.260 8,66 8,08 2,85 12,90 0,10 92,94 Nop '91 s/d Okt '92 3.782.662 16.625.099 12.391.333 4.233.766 11,21 9,14 3,60 10,30 0,50 89,65 Nop '92 s/d Okt '93 3.487.578 20.112.677 15.849.381 4.268.296 13,56 9,22 2,70 7,40 0,30 86,16 Nop '93 s/d Okt '94 3.386.697 23.499.374 19.273.418 4.225.956 15,85 9,13 3,30 8,70 2,40 82,77 Nop '94 s/d Okt '95 5.022.637 28.522.011 24.117.040 4.404.971 19,23 9,51 4,90 7,40 2,00 77,98 Nop '95 s/d Okt '96 4.604.384 33.126.395 28.387.994 4.738.401 22,34 10,23 6,30 5,00 5,70 73,69 Nop '96 s/d Okt '97 2.174.447 35.300.842 30.127.232 5.173.610 23,81 11,17 2,50 5,97 0,72 71,910 Nop '97 s/d Okt '98 5.999.578 41.300.420 35.051.329 6.249.091 27,85 13,50 6,40 14,30 4,70 66,911 Nop '98 s/d Okt '99 4.537.659 45.838.079 39.339.919 6.498.160 30,91 14,04 5,30 10,90 7,70 62,612 Nop '99 s/d Okt '00 7.027.165 52.865.244 44.417.652 8.447.592 35,65 18,25 6,13 13,30 3,11 57,613 Nop '00 s/d Okt '01 3.381.701 56.246.945 48.106.043 8.140.902 37,93 17,58 4,06 16,41 3,41 53,914 Nop '01 s/d Okt '02 3.523.077 59.770.022 50.784.500 8.985.522 40,31 19,41 4,21 13,73 2,06 51,215 Nop '02 s/d Okt '03 4.435.166 64.205.188 53.783.210 10.421.977 43,30 22,51 5,83 10,70 5,40 48,216 Nop '03 s/d Okt '04 2.895.168 67.100.356 56.955.487 10.144.869 45,25 21,91 3,42 7,25 1,89 45,017 Nop '04 s/d Okt '05 4.627.772 71.728.128 58.487.611 13.240.517 48,37 28,60 5,74 12,89 4,66 43,518 Nop '05 s/d Okt '06 3.992.261 75.720.389 63.436.992 12.283.397 51,06 26,53 5,19 11,48 4,17 38,619 Nop '06 s/d Okt '07 3.772.284 79.492.673 65.112.233 14.380.440 53,61 31,06 5,74 12,89 4,66 36,9

AVERAGE 4.219.302 - - - 2,82 1,63 4,35 10,57 2,84

LUAS DAERAH TANGKAPAN AIR : - DTA SERAYU = 678,31 KM2 Awal volume waduk = 148,29 Juta M3

- DTA MERAWU = 218,60 KM2 Awal volume efektif = 46,30 Juta M3 - DTA LUMAJANG = 8,00 KM2 Awal volume Mati = 101,99 Juta M3

PENURUNANDISTRIBUSI SEDIMEN EROSI DAS PER TAHUN DEAD

STORAGE

( Juta M3 )

No. PERIODE PENGUKURAN SEDIMEN

KUMULATIF VOLUME SEDIMEN

PERKEMBANGAN LAJU SEDIMENTASI WADUK PB. SOEDIRMANDAN TINGKAT EROSI DAERAH ALIRAN SUNGAINYA

cukup besar ke Waduk Mrica. Hal ini di buktikan dari hasil pengamatan erosi tahunan di Waduk Mrica, dimana erosi yang menunjukkan nilai paling tinggi tinggi adalah DAS Merawu. Sungai-sungai yang lain seperti sungai Lumajang, sungai Serayu dan yang lain mempunyai struktur primer karena jenis batuannya adalah sama yaitu breksi vulkanik Formasi Ligung. Daerah ini menyumbang erosi pinggir/tebing sungai (river bank erosion) relatif lebih kecil.

5. Laju sedimentasi waduk Mrica dan tingkat erosi DASnya

Dari tabel di atas menunjukkan bahea erosi DAS Merawu menunjukkan nilai paling tinggi dibandingkan dengan DAS lainnya, berarti intensitas erosi di DAS Merawu sangat tinggi. Berkaitan dengan perhitungan penentuan erosi berdasaran luasan lokasi DAS, secara kuantitatif DAS Serayu lebih luas dibandingkan dengan DAS Merawu, tetapi intentsitas erosi lebih besar di DAS Merawu, padahal pemanfaatan lahan di daerah hulu hampir sama. Demikian juga perbandingan besarnya debit sungai, debit sungai Serayu lebih besar dibanding debit sungai lainnya Hal ini menunjukkan ada faktor lain yang berperan dalam penambahan jumlah erosi. Sangat dimungkinkan kondisi alamiah dipinggir sungai seperti kondisi batuan dan struktur batuan berperan dalam peningkatan erosi pinggir sungai.

6. Kondisi Kelongsoran dipinggir Sungai yang mengairi waduk Mrican

Dari hasil dan pembahasan terlihat bahwa kondisi batuan di bagian tengah sungai Merawu tidak resisten terhadap erosi karena didominasi oleh formasi Rambatan yang berumur Tersier, sudah lapuk dan berpotensi longsor. Potensi longsor yang tinggi di daerah ini juga disebabkan oleh adanya sesar-sesar aktif dan kekar-kekar (joint). Dengan sesar-sesar yang aktif kondisi lahannya menjadi tidak stabil, sedangkan kekar-kekar yang ada menyebabkan air masuk ke dalam lahan kemudian dipicu oleh kondisi topografi yang miring serta curah hujan yang tinggi maka daerah tersebut rentan terjadi longsor.

Longsoran-longsoran di tebing-tebing sungai ini merupakan longsoran jenis nendatan (rock slump) yang mengakibatkan batuan longsor ke arah sungai. Proses ini menyebabkan erosi oleh aliran sungai dan memberikan pengaruh terhadap tingkat sedimentasi yang lebih besar di banding DAS Tulis

Page 5: 21 Peranan Kondisi Geologi Gentur Waluyo

PROSIDING SEMINAR NASIONAL HARI LINGKUNGAN HIDUP 2011 │ ISBN 978-602-19161-0-0

Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan 161 dari 222

maupun DAS Serayu. Proses erosi di sepanjang aliran sungai Merawu hilir relatif lebih kecil intensitasnya dibanding bagian tengah dan hulu karena kondisi litologi daerah ini terdiri dari breksi volkanik dari formasi Ligung yang berumur kuarter dan lebih resisten. Kondisi batuan di tebing sepanjang sungai Tulis dan sungai Serayu bagian hulu, tengah dan hilir resisten terhadap erosi karena daerah ini didominasi batuan breksi volkanik dan lava andesit yang sangat resisten, sehingga proses erosi tebing sungai, baik daerah hulu, tengah maupun hilir sangat kecil dan kelongsoran terjadi dengan intensitas yang sedikit. Jadi, suplai sedimen dari kedua sungai ini ke waduk Mrica didominasi oleh proses erosi di bagian hulu karena penggunaan lahan yang tidak berbasis konservasi. Wilayah kajian didominasi oleh kemiringan lereng yang cukup tinggi (8-15 % .40 %), sedangkan kemiringan 0-8 % hanya di sekitar waduk PB. Soedirman. Lihat Lampiran Peta 5.

KESIMPULAN

a. Sedimentasi di waduk Mrica berasal dari hasil erosi bagian hulu karena penggunaan lahan yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah konservasi.

b. Kondisi geologi seperti adanya struktur geologi (sesar/kekar), litologi (tekstur dan komposisi mineral), topografi dan proses-proses geomorfologi pada DAS Merawu akan meningkatkan suplai sedimen yang dibawa oleh sungai tersebut ke waduk Mrica.

c. Pada DAS Merawu, erosi horisontal oleh sungai Merawu ikut berperanan meningkatkan suplai sedimen ke waduk Mrica.

SARAN Perlu dilakukan pembuatan sabo-sabo DAM di sungai Merawu, khususnya daerah-daerah

yang mempunyai kondisi geologi yang rentan terhadap erosi tebing (river bank erosion) untuk mengurangi laju erosi-sedimentasi DAS Merawu

DAFTAR PUSTAKA

Asdak,C, 1995., Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Fakultas Pertanian- PPSDAL Universitas Pandjajaran

Condon,W.H, dkk, 1996., Peta Geologi Lembar Banjarnegara dan Pekalongan, Jawa, Edisi ke dua, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung

Foth, Henry D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah (terjemahan). Erlangga. Jakarta. Hal. 22-27.

General Manager UBP Mrica, 2006., Data Kelistrikan Jawa Bali dan Sedimen PLTA Waduk PB. Soedirman, PT Indonesia Power UBP Mrica, Makalah Lokakarya Konservasi Bagian Hulu Das Serayu, Das Tulis dan Das Merawu, di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Mangunsukarjo, K, 1984., Inventarisasi Sumberdaya Lahan di Daerah Aliran Sungai Serayu dengan Tinjauan secara Geomorfologi, Universitas Gadjah Mada

Saifuddin Sarief. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung. Hal. 46-47.

Scherr & Yadaf, 1996., Land Degradation in Developing World: Implications for Food, Agriculture, and the Environment to 2020. Discussion Paper 14. IFPRI, Washington D.C

Sudarmadji, dkk., 2003., Penyusunan Rencana Induk ( Grand Design) Pengelolaan Lingkungan Hidup SWS Serayu Propinsi Jawa Tengah, kerjasama Badan Pengelolaan dan Pengendalian Dampak Lingkungan Propinsi Jawa Tengah dengan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Sugiarto,dkk, 2001., Teknik Sampling, PT Gramedia Pustaka Umum, Jakarta

Supervisi Geoteknik dan Hidrologi, 2003., Laporan Pelaksanaan Penyelidikan Sedimentasi Waduk PLTA PB. Soedirman. PT Indonesia Power, Unit Bisnis Pembangkitan Mrica