2.1 paduan intermetalik - perpustakaan digital...
TRANSCRIPT
Bab II Tinjauan Pustaka 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Paduan Intermetalik 2.1.1 Definisi
Salah satu jenis material yang menjadi perhatian para peneliti adalah material
untuk kebutuhan dalam kondisi temperatur tinggi. Dalam lingkungan dengan
temperatur tinggi, beberapa sifat material yang khas diperlukan. Sifat-sifat
material yang diperlukan untuk penggunaan dalam temperatur tinggi itu
diantaranya adalah[7] :
1. Titik lebur tinggi
Titik lebur material harus melebihi temperatur operasi
2. Stabilitas struktur mikro
Struktur mikro menunjukan sifat-sifat dari paduan logam. Kestabilan
struktur mikro menunjukan kestabilan sifrat paduan tersebut
3. Ketahanan lingkungan
Ketahanan terhadap lingkungan operasi diperlukan karena beberapa
kondisi memerlukan suatu karakter yang spesifik untuk material,
mengurangi proses pabrikasi dan perawatan, serta untuk menghemat biaya
4. Ketahanan creep
Creep atau perayapan adalah deformasi terus menerus pada beban konstan
di bawah tegangan luluhnya. Ketahanan perayapan ini biasanya menjadi
hal sangat diperhatikan dalam material untuk penggunaan dalam
temperatur tinggi.
5. Ketahanan lelah (fatigue dan thermal fatigue)
Diperlukan untuk perlakuan siklik (termal dan mekanik).
Bab II Tinjauan Pustaka 6
Sebenarnya jenis material yang paling cocok untuk lingkungan dengan temperatur
tinggi adalah superalloy atau paduan super. Hanya saja paduan super ini tergolong
mahal dari segi proses pembuatan maupun dari material-material yang di
tambahkan ke dalam paduan. Keadaan ini menjadi pemicu bagi para peneliti
untuk mengembangkan penelitian pada paduan intermetalik.
Salah satu cara mendesain paduan agar dapat membentuk senyawa intermetalik
adalah dengan mengatur komposisi unsur-unsur pemadu, sehingga kekerasan dan
keuletan dari paduan yang diharapkan bisa mencapai kondisi optimalnya masing-
masing.
Pemaduan Fe-Ni dengan Al akan menghasilkan fasa-fasa intermetalik FeAl,
Fe3Al, dan NiAl. Paduan Intermetalik memiliki kelebihan yang menyebabkan
paduan ini mendapat perhatian lebih oleh para peneliti, diantaranya :
1. Memiliki kekuatan tinggi pada kondisi operasi temperatur tinggi
2. Ketahanan oksidasinya meningkat sejalan dengan peningkatan kadar
alumunium.
3. Memiliki struktur kristal order yang menyebabkan paduan ini memiliki
ketahanan creep yang tinggi pada temperatur tinggi.
2.1.2 Analisis Fe, Ni, dan Al
Komposisi paduan dipilih berdasarkan pada beberapa kriteria : Fe sebagai logam
dasar adalah untuk mengurangi biaya pembuatan paduan karena Fe mempunyai
harga yang relatif murah. Penambahan Ni yang mencukupi adalah untuk
memastikan komposisi mikrostruktur terdiri dari fasa β’ dan FCC fasa γ yang
rendah difusifitasnya dibanding BCC fasa α. Sedangkan Al untuk memastikan
volume fraksi yang besar dari fasa ductile untuk mendapatkan keuletan dan
ketangguhan yang cukup.
Fasa β , β’ , dan γ’ dalam Fe-Ni-Al mempunyai sifat umum yang rendah nilai
densitasnya dan mempunyai karakter yang baik untuk pemakaian di temperatur
Bab II Tinjauan Pustaka 7
tinggi seperti kekuatan, ketahanan oksidasi, dan konduktivitas panas. Paduan Fe-
Ni-Al mempunyai potensi untuk mengkombinasikan kekuatan pada temperatur
ruang dan ductility-nya serta berpotensi juga untuk penggunaan pada temperatur
tinggi dikarenakan fasa Ni3Al. Diagram terner Fe-Ni-Al (% berat) ditunjukan
pada Gambar II.1 sedangkan untuk diagram terner Fe-Ni-Al (% atom) ditunjukan
pada Gambar II.2. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, struktur mikro yang
kemungkinan terlihat melalui mikroskop optik ditunjukan pada Gambar II.3
Gambar II.1 Diagram terner Fe-Ni-Al (% berat)[5]
Bab II Tinjauan Pustaka 8
Gambar II.2 Diagram terner Fe-Ni-Al (% atom)[5]
Gambar II.3 Struktur mikro paduan Fe-Ni-Al[5]
Bab II Tinjauan Pustaka 9
2.1.3 Paduan Fe-Ni
Pengembangan superalloy Fe-Ni didasarkan pada baja tahan karat austenitik.
Paduan logam ini memiliki variasi komposisi yang menyediakan beberapa
penguatan, seperti penguatan larutan padat (solid solution strengthening),
penguatan karena endapan (precipitation strengthening) dan penguatan batas butir
(grain boundary strengthening).
Unsur-unsur pemadu biasanya ditambahkan pada paduan Fe-Ni untuk
memperbaiki sifat-sifat paduan ini. Kromium dan alumunium ditambahkan untuk
meningkatakan ketahanan oksidasi, molybdenum dan tungsten untuk
meningkatkan kekuatan paduan melalui mekanisme solid-solution strengthening.
Titanium dan alumunium ditambahkan untuk membentuk senyawa intermetalik
dengan nikel dan memberikan efek penguatan melalui mekanisme precipitation
strengthening. Fasa-fasa yang bisa terbentuk pada paduan Fe-Ni ditunjukan
melalui diagram fasa biner Fe-Ni pada Gambar II.4
Paduan dasar Fe-Ni dapat dibagi menjadi 4 kelas menurut komposisi dan
mekanisme penguatannya, yaitu sebagai berikut[4] :
1. Paduan yang diperkuat oleh endapan γ’ yang order. Lebih jauh paduan ini
dibagi menjadi dua :
a. Paduan kaya Fe dengan kandungan Ni yang relatif rendah (sekitar 25%),
dan mengandalkan penambahan Ti (<2 wt%) untuk membentuk endapan
penguat.
b. Paduan kaya Ni (Ni>40wt%) dengan penguatan larutan padat yang cukup
tinggi dan fraksi volume endapan penguat yang relatif besar.
2. Paduan kaya ni dengan mengandalkan penguatan fasa kedua γ’ (Ni3Cb)
3. Paduan kaya Fe dari sistem Fe-Ni-Co yang diperkuat oleh γ’. Dalam paduan
ini unsur penstabil Ferit Cr dikurangi untuk meningkatkan kestabilan
austenitnya. Resiko dari pengurangain ini adalah menurunnya ketahanan
oksidasi
4. Paduan yang mengandalkan penguatannya pada karbida, ditrida, dan borida
Bab II Tinjauan Pustaka 10
Gambar II. 4 Diagram fasa Fe-Ni[3]
2.1.4 Paduan Fe-Al
Paduan Fe dari paduan Fe-Al digunakan cukup luas karena kombinasi yang baik
dari sifat-sifat mekanik dan magnetik. Disamping aplikasi sebagai material
fungsional paduan Fe-Al juga atraktif untuk diaplikasikan sebagai struktur karena
memiliki ketahanan yang lebih tinggi dibandingkan besi, ketahanan korosi yang
tinggi dan tidak mahal. Paduan biner Fe-Al dengan kandungan Al yang cukup
akan menghasilkan dua fasa order, yaitu DO3 (Fe3Al) dan B2 (FeAl).
Fasa Fe3Al stabil pada temperatur yang lebih rendah, sedangkan fasa Fe-Al stabil
pada temperatur yang lebih tinggi untuk kandungan Al<35%at. Pada temperatur
tinggi, paduan Fe-Al akan membentuk larutan padat dengan struktur kristal BCC
yang disordered. Besi dan alumunium dapat membentuk senyawa intermetalik
dengan sifat yang berbeda-beda yang tergantung terhadap kandungan Al. Dari
Bab II Tinjauan Pustaka 11
diagram biner Fe-Al pada Gambar II.5, empat fasa yang berbeda akan terbentuk,
yaitu[4] :
1. fasa α-fe (A2), larutan padat yang disordered dengan struktur kristal BCC
dan Al dapat terlarut sampai dengan konssentrasi 20%at pada temperature
kamar
2. fasa γ-fe, larutan padat yang disordered dengan struktur kristal FCC dan
Al hanya dapat larut sampai dengan konsentrasi >1,3%at
3. fasa ordered FeAl dengan struktur kristal kubik (B2) mirip seperti CsCl
dan pembentukannya berasal dari transformasi α -fe
4. fasa ordered Fe3Al dengan struktur kristal seperti BiF3 (DO3) dan
pembentukannya melalui transformasi dari fasa FeAl.
Besi aluminide dengan fasa Fe3Al dan FeAl cukup menarik untuk dikembangkan
menjadi kandidat sebagai material temperatur tinggi. Material ini sangat ekonomis
dan mempunyai ketahanan aus yang baik, dan juga memiliki ketahanan oksida,
sulfidisasi dan korosi yang sangat baik.
Paduan intermetalik Fe3Al merupakan material yang menjanjikan untuk
digunakan pada temperatur tinggi karena cost yang rendah, ketahanannya
meningkat dengan meningkatnya temperatur selama masih dibawah temperatur
600oC, disamping ketahanan oksidasi dan sulfidisasi yang sangat baik. Namun,
karena sifat duktilitasnya yang buruk menyebabkan paduan ini kurang dapat
digunakan sebagai material struktur. Masalah ini kemudian diatasi dengan
menambahkan Cr, proses termomekanik atau perlakuan permukaan.
Perkembangan besar telah dilakukan dalam penelitian tentang paduan intermetalik
Fe3Al dalam 10 tahun terakhir. Semua yang dilakukan tersebut bertujuan untuk
mengembangkan paduan intermetalik Fe3Al secara intensif.
Bab II Tinjauan Pustaka 12
Gambar II.5 Diagram fasa Fe-Al[3]
Oksida-oksida yang terbentuk selama proses oksidasi yaitu Fe2O3/
FeAl2O4/Al2O3. Dengan peningkatan kandungan alumunium dalam paduan akan
menyebabkan semakin mudahnya pembentukan lapisan protektif Al2O3 dan akan
menyebabkan paduan yang dihasilkan semakin tahan terhadap oksidasi pada
temperatur tinggi. Penambahan unsur-unsur lain umumnya bertujuan untuk
meningkatkan sifat fisik dari material, seperti kekuatan, ductility, ketahanan
terhadap creep ataupun ketahanan terhadap fatigue.
2.1.5 Paduan Ni-Al
Nikel dan paduan logam dasar nikel menjadi sangat penting penggunaannya
dalam industri modern karena ketahanannya terhadap kondisi operasi yang
dikenakan seperti di dalam lingkungan korosif, temperatur tinggi, tegangan yang
berlebih, dan kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Ada beberapa alasan yang
menyebabkan nikel mempunyai kemampuan tersebut. Nikel murni memiliki sifat
Bab II Tinjauan Pustaka 13
ductile dan tangguh karena bentuk kristalnya FCC, nikel mempunyai ketahanan
korosi pada atmosfer normal. Nikel adalah unsur yang serbaguna dan dapat
dipadukan dengan banyak logam yang lain. Kelarutan padat yang sempurna antara
nikel dan tembaga, kelarutan yang besar dengan besi, sehingga nikel dapat
membuat banyak kemungkinan kombinasi paduan. Nikel merupakan logam dasar
yang sangat baik untuk membuat paduan spesial. Fasa intermetalik dapat dibentuk
antara nikel dengan beberapa pemadu yang akan menghasilkan paduan dengan
kekuatan tinggi untuk pemakaian temperatur rendah maupun penggunaan pada
temperatur tinggi.
Penambahan unsur-unsur pemadu (Al dan Ti) mengakibatkan munculnya fasa γ’
[Ni(Al,Ti)] yang koheren sehingga dapat memberikan efek penguatan. Tetapi fasa
γ dan fasa γ’ memiliki parameter kisi yang berbeda. Perbedaan ini menghasilkan
regangan koheren yang dapat menghalangi pergerakan dislokasi sehingga
menghasilkan pengerasan presipitat. Unsur-unsur seperti kromium dan
alumunium yang ditambahkan, bertujuan untuk meningkatkan proteksi terhadap
hot corrosion dan oksidasi temperatur tinggi.
Prinsip utama yang penting yaitu bahwa semua material yang diekspos ke
lingkungan temperatur tinggi secara kimia strukturnya dinamis dan tidak stabil.
Fasa-fasa yang ada secara tetap bereaksi dan berinteraksi. Fasa-fasa yang dapat
muncul berdasarkan diagram fasa biner Ni-Al yang ditunjukan melalui gambar
II.6 yaitu matriks γ, endapan γ’ dan karbida[7].
a. Matrik Austenik (γ)
Matriks austenik γ memiliki struktur kristal FCC (face centered cubic),
merupakan larutan padat yang terdiri dari Ni sebagai unsur utama dan unsur
terlarut. Dari analisa fasa paduan superalloy Ni yang kompleks disimpulkan
bahwa unsur-unsur utama pembentuk larutan padat matriks γ adalah Co, Fe, Cr,
Mo, W, V, Ti, dan Al. Unsur-unsur ini meningkatkan kekuatan paduan dengan
Bab II Tinjauan Pustaka 14
cara menghambat pergerakan dislokasi. Penguatan terjadi karena distorsi kisi dan
perubahan modulus geser akibat adanya atom-atom terlarut.
b. Fasa Gamma Prime (γ’)
Endapan senyawa A3B FCC (γ’) pada superalloy austenitik merupakan suatu
senyawa yang sangat menguntungkan meskipun pada dasarnya kegunannya
dibatasi pada matriks nikel tinggi. Pada dasarnya formula endapan γ’ ialah
senyawa Ni3Al. Senyawa ini memiliki struktur kristal FCC dimana atom nikel
menempati posisi bagian muka atom dan atom Al menempati posisi sudut
(corner). Unsur-unsur yang lebih elektronegatif dari Al, seperti titanium, niobium,
dan tantalum akan mensubtitusi unsur Al dalam struktur kristal Ni3Al. Sebaliknya
unsur-unsur yang lebih elektropositif seperti besi, kobalt, akan mensubtitusi nikel.
Berdasarkan diagram fasa biner Ni-Al pada Gambar II.6 terdapat dua jenis
endapan γ’ (Ni3Al) yang mungkin terbentuk. Pertama, γ’ primer yang terbentuk
melalui transformasi cair-padat baik sepanjang garis liquidus maupun melalui
reaksi eutektik. Kedua, γ’ sekunder yang terbentuk melalui transformasi padat
pada temperatur dibawah eutektik. Dalam paduan polikristalin, γ’ primer
umumnya terdistribusi sepanjang dan sekitar batas butir. Sedangkan γ’ sekunder
tersebut tersebar secara homogen didalam matriks dan memiliki distribusi ukuran
relatif homogen.
c. Karbida
Berbagai jenis karbida dengan struktur dan morfologi yang berbeda dapat muncul
dalam superalloy nikel tergantung pada komposisi paduannya. Tiga jenis utama
karbida yang sering muncul dalam superalloy nikel adalah MC, M23C, M6C,
dimana M mewakili satu atau lebih logam. Perlakuan panas dan kondisi operasi
juga dapat mempengaruhi timbulnya karbida karbida tersebut.
Bab II Tinjauan Pustaka 15
Gambar II.6 Diagram fasa Al-Ni
Oksidasi paduan Ni-Al akan menghasilkan oksida oksida yang terbentuk antara
lain kerak NiO/NiAl2O4/Al2O3.
2.1.6 Pengaruh Penambahan Al Pada Paduan Fe-Ni
Penambahan Al dalam paduan Fe-Ni dimaksudkan untuk pembentukan fasa
intermetalik sebagai artikel penguat. Oleh sebab itu, Al mempunyai peranan yang
penting dalam pembuatan paduan ini. Akan tetapi, Al dalam paduan ini
mempunyai batasan tertentu untuk menghindari paduan menjadi getas. Fasa fasa
yang dapat terbentuk dalam paduan Fe-Ni-Al adalah FeAl, NiAl, dan Fe3Al yang
merupakan fasa intermetalik. FeAl dan NiAl memiliki struktur kristal FCC (face
centered cubic) sedangkan Fe3Al memiliki struktur BCC (body centered cubic).
Selain itu, penambahan Al juga untuk meningkatkan ketahanan oksidasi paduan
pada temperatur tinggi melalui pembentukan Al2O3 yang protektif dan stabil. Fasa
intermetalik Fe3Al dan FeAl dalam paduan intermetalik alumida memiliki sifat
Bab II Tinjauan Pustaka 16
yang sangat baik pada temperature tinggi. Kedua paduan tersebut mempunyai
ketahanan oksida yang baik karena mampu membentuk kerak oksida protektif
Al2O3 pada temperature tinggi dan lingkungan yang korosif. Paduan intermetalik
ini menunjukan laju korosi sulfidisasi yang lebih rendah daripada paduan dengan
bahan dasar besi yang lain (termasuk yang telah di coating)
2.2 Pelelehan Pelelehan adalah proses dimana terjadi perubahan fasa dari padat menjadi cair.
Pelelehan biasanya dilakukan untuk merubah bentuk logam dasar. Selain itu juga
pelelehan bertujuan untuk menyatukan beberapa unsur menjadi satu paduan.
Proses pelelehan memerlukan temperatur tinggi, sehingga suatu unsur bisa
melalui titik lelehnya. Tanur adalah tempat untuk mendapatkan kondisi
temperatur tinggi dan tempat melakukan tempat pelelehan.
Dari sudut pandang termodinamika, pada titik leleh, perubahan energi bebas gibs
material adalah nol, karena entalpi dan entropi dari material meningkat. Fenomena
pelelehan terjadi ketika energi bebas Gibbs dari cairan menjadi lebih rendah
daripada kondisi padat material tersebut. Pada beberapa variasi tekanan, hal ini
terjadi pada temperatur spesifik. Persamaannya adalah sebagai berikut :
Dari sudut pandang termodinamika, pada perubahan energi bebas Gibbs (ΔG)
pada material adalah nol, karena entalpi (H) dan entropi (S) dari material
meningkat (ΔH,ΔS > 0). Fenomena pelelehan terjadi ketika energi bebas Gibbs
dari kondisi cairan material menjadi lebih rendah daripada kondisi solid ketika
solid. Pada tekanan yang bervariasi hal ini terjadi pada temperatur yang spesifik.
Hal ini dapat juga terlihat pada :
Bab II Tinjauan Pustaka 17
Dimana :
T = Temperature pada titik leleh
ΔS = Perubahan entropi pelelehan
ΔH = Perubahan entalpi pelelehan
Pada proses pengecoran atau pemaduan, material yang dicor lebih dari satu unsur
yaitu dalam keadaan paduan. Perbedaan karakteristik pembekuan paduan berbeda
dengan logam murni adalah dalam hal :
1. Pembekuan paduan biasanya berlangsung dalam selang temperatur
tertentu
2. Komposisi padatan yang terbentuk pada awal pembekuan berbeda dengan
padatan yang terakhir membeku
3. Mungkin terbentuk lebih dari satu fasa padat yang terpisah dari cairan
2.3 Perlakuan Panas
2.3.1 Definisi
Perlakuan panas atau heat treatment merupakan proses mengubah sifat mekanik
(terutama kekerasan, keuletan, dan ketangguhan) dari material (logam) dengan
memodifikasi struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan laju
pendinginan. Pada akhir proses ini terjadi pengubahan struktur mikro tanpa
adanya pengubahan komposisi dari material.
Penentuan temperatur pemanasan dan laju pendinginan yang diberikan pada
logam, sehingga diperoleh sifat mekanik dan struktur mikro yang diinginkan,
berpedoman pada diagram fasa. Proses pemanasan dalam laku panas tidak boleh
mencapai temperatur melting (garis solidus).
Proses perlakuan panas sangat penting untuk dilakukan mengingat fakta hampir
semua komponen teknik yang terbuat dari logam memerlukan paling tidak satu
Bab II Tinjauan Pustaka 18
tahap/siklus perlakuan panas agar agar diperoleh sifat mekanis yang diperlukan.
Proses ini biasanya diterapkan mendekati suatu pada tahap akhir dari proses
produksi logam. Misalnya adalah barang hasil forging, casting, pressing, dan
pabrikasi perlu dilaku panas sebelum dilakukan proses permesinan.
2.3.2 Tujuan
Adapun tujuan dari perlakuan panas ini adalah :
1. Melunakan-yaitu memperbaiki plastisitasnya dengan cara mengatur ukuran,
bentuk dan distribusi konstituen mikronya
2. Menghilangkan tegangan sisa-yaitu untuk memungkinkan berlangsungnya
relaksasi tegangan tegangan sisa hasil operasi sebelumnya
3. Menghomogenkan yaitu untuk mendapatkan komposisi kimia yang seragam di
setiap bagian material melalui difusi unsur-unsur
4. Meningkatkan ketangguhan (toughness)-yaitu meningkatkan kemampuan
bahan menyerap energi atau menahan tegangan yang tiba-tiba (impak) dalam
selang plastis (atau untuk meningkatkan luas total daerah dibawah kurva
tegangan-regangan)
5. Memperkeras yaitu memungkinkan terjadinya gangguan terhadap pergerakan
dislokasi pada bidang slip dengan cara memodifikasi struktur mikro (cara :
penghalusan ukuran, butiran/grain refinement, quench hardening dan
precipitation hardening)
6. Meningkatkan ketahanan gesek (wear resistance)permukaan logam – yaitu
memperbaiki tahanan gesek permukaan dengan cara mendifusikan unsur-unsur
interstisi seperti karbon dan nitrogen pada permukaan baja (carburizing,
nitridizing, dan lain-lain)
2.3.3 Jenis
Tipe-tipe perlakuan panas ada beberapa macam, diantaranya :
1. Annealing
Merupakan suatu perlakuan panas pada material dengan cara memanaskannya
pada temperature di bawah daerah kestabilan fasa austenit (diatas garis Ac3
Bab II Tinjauan Pustaka 19
dan Acm) selama beberapa waktu lalu kemudian didinginkan secara perlahan
ke temperature kamar. Struktur mikro yang terbentuk setelah proses annealing
terdiri dari ferit perlit. Annealing biasa diterapkan pada material yang
mengalami pengerjaan dingin (cold work). Adapun tujuan dari annealing antara
lain adalah untuk menghilangkan tegangan sisa, melunakan baja, dan
meningkatkan keuletan serta ketangguhan baja.
2. Stress relieving
Perlakuan panas stress relief bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa
yang terbentuk pada saat proses permesinan, pengerjaan dingin, pengelasan,
dan lain-lain. adanya tegangan sisa pada logam dapat mengakibatkan terjadinya
distorsi pada logam atau baja. Oleh karena itu, tegangan sisa ini harus
dihilangkan atau dikurangi. Caranya adalah dengan memanaskan baja hingga
temperatur dibawah temperatur transformasi (Ac1), ditahan selama beberapa
waktu, kemudian setelah itu baja didinginkan menuju temperatur kamar.
3. Normalizing
Normalizing merupakan proses perlakuan panas yang dilakukan untuk
menghasilkan ukuran butiran yang halus dan seragam. Selain itu, pada
umumnya baja dinormalisasi untuk menghasilkan struktur mikro ferit dan perlit
yang seragam. Perlakuan panas normalizing terdiri atas proses austenisasi pada
100-150 oF di atas temperatur kritis (garis Ac3 untuk baja hypoeutectoid, Acm
untuk baja hypereutectoid) yang diikuti dengan pendinginan udara (air
cooling). Lama pemanasan pada temperatur austenisasi adalah sekitar satu jam
untuk setiap ketebalan satu inci.
4. Spheroidizing
Untuk menghasilkan baja selunak mungkin, maka baja biasanya dipanaskan
hingga di atas atau di bawah temperatur eutectoid (sekitar 100 oF) kemudian
ditahan selama beberapa waktu. Struktur mikro yang terbentuk terdiri atas
sementit yang berbentuk spheroid (spheroid sementite) di dalam matrik ferit,
Bab II Tinjauan Pustaka 20
untuk menghasilkan struktur sementit yang seragam, maka struktur awal baja
biasanya adalah martensit karena karbon terdistribusi lebih seragam di dalam
martensit dibandingkan pada perlit
5. Hardening
Hardening biasanya dilakukan untuk menghasilkan baja dengan kekerasan dan
kekuatan yang baik. Proses hardening akan mengakibatkan perubahan struktur
kristal baja dari BCC (body center cubic) menjadi FCC (face center cubic).
Perlakuan panas hardening terdiri atas dua tahap utama yaitu austenisasi dan
quenching. Austenisasi merupakan pemanasan baja hingga temperatur
austenitisasi lalu ditahan selama beberapa menit (biasanya 15-45 menit).
Setelah penahanan pada temperatur austenitisasi baja kemudian didingikan
dalam sebuah media pendingin, atau yang lebih dikenal dengan quenching.
Struktur mikro yang terbentuk setelah proses hardening biasanya terdiri atas
karbida, austenit sisa, dan untempered martensite.
6. Tempering
Tempering dibagi menjadi empat tahap berdasarkan temperatur pemanasannya
dan apa saja yang terjadi saat itu. Tahap pertama, pemanasan pada temperatur
80-160 oC. Pada tahap ini terjadi presipitasi fasa karbida dengan karbon tinggi
yang disebut karbida E (Fe2,7C). Konsekuensinya, karbon pada martensit akan
berkurang hingga mendekati 0,3%. Tahap kedua, pemanasan pada temperatur
230-300 oC. Pada tahap ini terjadi pendekomposisian austenit sisa menjadi
bainit, ferit, dan sementit. Namun kadang temperatur tempering tahap dua
dapat lebih tinggi karena austenit sisa yang relatif stabil akibat adnya unsur
paduan penstabil austenit. Tahap ketiga, pemanasan pada temperatur 160-400 oC. Pada tahap ini, terjadi pembentukan dan pertumbuhan sementit (Fe3C).
Karbida E (karbida transisi) dan martensit berubah menjadi sementit dan ferit.
Tahap terakhir, tahap keempat, pemanasan pada temperatur 400-700 oC. Pada
tahap ini terjadi pertumbuhan, pengkasaran dan spheroidisasi sementit.
Bab II Tinjauan Pustaka 21
2.4 Struktur Mikro
2.4.1 Pengertian
Struktur mikro merupakan struktur yang dapat diamati di bawah mikroskop optik.
Meskipun dapat pula diartikan sebagai hasil dari pengamatan menggunakan
scanning electron microscope (SEM). Mikroskop optik dapat memperbesar
struktur hingga 1500 kali.
Untuk dapat mengamati struktur mikro sebuah material oleh mikroskop optik,
maka harus dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Melakukan pemolesan secara bertahap hingga lebih halus dari 0,5 mikron.
Proses ini biasanya dilakukan dengan menggunakan ampelas secara bertahap
dimulai dengan grid yang kecil (100) hingga grid yang besar (2000).
Dilanjutkan dengan pemolesan oleh mesin poles dibantu dengan larutan
pemoles.
2. Etsa
Etsa dilakukan setelah memperhalus struktur mikro. Etsa adalah membilas atau
mencelupkan permukaan material yang akan diamati ke dalam sebuah larutan
kimia yang dibuat sesuai kandungan paduan logamnya. Hal ini dilakukan untuk
memunculkan fasa - fasa yang ada dalam struktur mikro.
2.4.2 Metalografi
Metalografi adalah cara untuk melihat struktur mikro dari sebuah paduan.
Metalografi juga dilakukan untuk melihat fasa, persen fasa, ukuran butiran,
pemeriksaan mikro memberikan informasi karakteristik-karakteristik struktural
mikro seperti ukuran butiran, bentuk dan distribusi fasa-fasa kedua dan inklusi-
inklusi non metalik.
Pengetahuan mengenai semua ini memberikan kemungkinan bagi seorang ahli
metalurgi untuk dapat memperkirakan dengan pertimbangan ketepatan sifatsifat
atau perilaku dari logam ketika digunakan untuk tujuan tujuan tertentu. Struktur
mikro dalam batasan tertentu, mampu memberikan sejarah yang hampir lengkap
Bab II Tinjauan Pustaka 22
dari logam tertentu yang telah mengalami perlakuan mekanik maupun perlllakuan
panas.
Di industri industri bahan dan metalurgi, analisis struktur mikro digunakan secara
luas untuk spesifikasi bahan, kendali mutu bahan, evaluasi proses dan analisis
kerusakan logam.
2.4.3 Fungsi struktur mikro
pengamatan struktur mikro dilakukan untuk mengetahui kondisi mikro dari suatu
logam. Pengamatan ini biasanya melibatkan batas butir dan fasa-fasa yang ada
dalam logam atau paduan tersebut.
2.5 Kekerasan
2.5.1 Definisi
Kekerasan adalah salah satu karakter material yang memungkinkan material
tersebut menahan deformasi plastis. selain itu, kekerasan juga diartikan secara
sederhana sebagai ketahanan suatu material terhadap bending, goresan, atau
pemotongan.
Kekerasan bukanlah karakter intrinsik material yang ditentukan oleh definisi unit-
unit fundamental seperti massa, panjang, dan waktu. nilai dari sebuah kekerasan
adalah hasil dari sebuah prosedur pengukuran yang sudah ditentukan.
2.5.2 Uji Kekerasan
kekerasan dari sebuah material sudah sejak lama diuji dengan menunjukan
ketahanan material tersebut terhadap goresan atau pemotongan. misalnya ketika
material a bisa menggores material b, sedangkan material b tidak bisa menggores
material a maka material a didefinisikan lebih keras daripada material b.
Bab II Tinjauan Pustaka 23
kekerasan relatif dari suatu material bisa diperoleh melalui referensi dari skala
mohs. skala mohs menunjukan urutan atau rangking dari kemampuan suatu
material untuk menahan goresan oleh material lainnya. beberapa metode yang
mirip untuk mengukur kekerasan relatif suatu material masih banyak digunakan
saat ini.
Uji untuk mengukur kekerasan relatif seperti yang ditulis diatas, sangat terbatas
pada penggunaan praktisnya dan tidak menunjukan hasil yang akurat. selain itu,
dengan semakin bervariasinya material sekarang, parameternya menjadi bias.
metode yang biasa digunakan untuk mendapatkan nilai kekerasan dengan
mengukur kedalaman atau luas area hasil indentation yang membekas oleh sebuah
indenter dengan bentuk yang spesifik, dengan kekuatan spefisik dan waktu yang
spesifik juga.
Ada tiga prinsip standar metode tes untuk menunjukan hubungan antara kekerasan
ukuran impression, yaitu brinell, vickers, dan rockwell. Untuk praktik dan alasan
kalibrasi, tiap metode ini dibagi atau dibedakan kedalam tiga rentang skala, yang
didefinisikan oleh kombinasi beban yang diberikan dan geometri indenter.
2.5.3 Uji Kekerasan Mikro
Uji kekerasan mikro atau microhardness test didefinisikan secara umum sebagai
tes kekerasan terhadap material dengan beban yang rendah. selain itu,
microhardness berarti kekerasan material tersebut sangat kecil dibandingkan
bebannya. Istilah lain untuk microhardness ini adalah microindentation hardness
testing. dalam test ini, indenter intan dengan bentuk spesifik ditekan pada
permukaan spesimen yang diuji dengan menggunakan ukuran beban yang sudah
ditentukan atau diketahui.
Ada dua uji kekerasan mikro yang paling umum, uji vickers dan uji knoop. dalam
uji microindentation, nilai kekerasan diukur berdasarkan indent yang berbekas
atau terbentuk di permukaan spesimen yang di uji. Nilai kekerasan didasarkan
Bab II Tinjauan Pustaka 24
pada area permukaan dari indent itu dibagi oleh beban yang diberikan dan
satuannya kgf/mm².
Knoop hardness number (KHN) adalah rasio dari beban yang diberikan kepada
indenter, P (kgf) terhadap daerah yang diproyeksikan (unrecovered projected
area) A (mm2). Skema indentasi knoop ditunjukan pada Gambar II.7
KHN = F/A = P/CL2
Dimana :
F = beban yang diberikan (kgf)
A = daerah yang diproyeksikan (unrecovered projected area of the indentation)
(mm2)
L = panjang diagonal hasil indentasi (mm)
C = 0.07028 = konstanta dari indenter terhadap area yang diproyeksikan terhadap
nilai dari panjang diagonal
Gambar II.7 Skema Indentasi Knoop[11]
Nilai dari vickers adalah beban yang diberikan (kgf) dibagi oleh area permukaan
dari indentasi (mm2).
Pada uji vickers, kedua diagonal diukur dan nilai yang digunakan untuk
perhitungan nilai piramida vicker adalah nilai rata-rata diagonal tersebut.
Bab II Tinjauan Pustaka 25
Sedangkan dalam uji knoop, hanya diagonal yang paling panjang yang diukur,
dan kekerasan knoop diukur berdasarkan area yang ditargetkan oleh indent dibagi
oleh beban yang diberikan. satuannya juga kgf/mm². Skema indentasi vickers ini
ditunjukan pada gambar II.8
Gambar II.8 Skema Indentasi Vickers[11]
Dimana :
F= Beban dalam kgf
d = Rata-rata jarak dua diagonal, d1 dan d2 dalam mm
HV = Nilai kekerasan vickers
Prosedur uji mikroindentasi vickers sama dengan uji makroindentasi vickers
dengan menggunakan piramida yang sama. Uji knoop menggunakan piramid yang
diperpanjang untuk indent sampel material. piramida yang dipanjangkan akan
menghasilkan impression yang dangkal, sehingga akan sangat menguntungkan
dalam mengukur kekerasan sebuah material yang brittle atau komponen yang
tipis. Indenter knoop dan vickers diharuskan untuk di poles dulu di permukaannya
agar menghasilkan hasil yang akurat.