2012tnc_bab ii bahan dan metode

20
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dijelaskan tentang: waktu dan lokasi penelitian, alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, perolehan data, pengolahan data, dan pembuatan model hidrodinamika dan sebaran MPT. Waktu dan Lokasi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan pembuatan model hidrodinamika dan sebaran MPT di PPB. Penelitian dilaksanakan pada Mei 2010-September 2011 berupa perolehan data (Juni 2010), analisis data, dan pemodelan arus dan sebaran sedimen melayang. Kegiatan perolehan data meliputi: survei batimetri, data pasang surut, data arus, data salinitas dan temperatur (dengan CTD), data sedimen dasar, dan pengambilan sampel air untuk MPT. Pengolahan dan analisis data serta pembuatan model dengan bantuan komputer, perangkat lunak yang digunakan antara lain MS Excel, Surfer, Grapher, Global Mapper, dan SMS. Lokasi penelitian di Perairan Pelawangan Barat, dengan posisi 7,72 o - 7,67 o LS dan 108,76 o -108,81 o BT, seperti dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Lokasi Penelitian

Upload: perdana-gutomo-putra

Post on 04-Aug-2015

150 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang: waktu dan lokasi penelitian, alat dan

bahan yang digunakan dalam penelitian, perolehan data, pengolahan data, dan

pembuatan model hidrodinamika dan sebaran MPT.

Waktu dan Lokasi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan

pembuatan model hidrodinamika dan sebaran MPT di PPB. Penelitian

dilaksanakan pada Mei 2010-September 2011 berupa perolehan data (Juni

2010), analisis data, dan pemodelan arus dan sebaran sedimen melayang.

Kegiatan perolehan data meliputi: survei batimetri, data pasang surut, data arus,

data salinitas dan temperatur (dengan CTD), data sedimen dasar, dan

pengambilan sampel air untuk MPT. Pengolahan dan analisis data serta

pembuatan model dengan bantuan komputer, perangkat lunak yang digunakan

antara lain MS Excel, Surfer, Grapher, Global Mapper, dan SMS.

Lokasi penelitian di Perairan Pelawangan Barat, dengan posisi 7,72o-

7,67oLS dan 108,76o-108,81oBT, seperti dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Lokasi Penelitian

Page 2: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

30

Penentuan stasiun berdasarkan pertimbangan daerah yang mewakili

bagian dekat dengan Laguna Segara Anakan sebagai sumber debit air dan

sedimen melayang, daerah tengah PPB sebagai stasiun validasi model, daerah

mulut PPB, dan daerah laut. Posisi tiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Posisi stasiun perolehan data

Stasiun Bujur Lintang Keterangan

1 108,7758 BT 7,7052 LS 2 108,7786 BT 7,7026 LS 3 108,7874 BT 7,6973 LS 4 108,7962 BT 7,6926 LS Stasiun menetap 5 108,7968 BT 7,6871 LS 6 108,7925 BT 7,6824 LS Stasiun sumber

Stasiun-stasiun yang ada dikategorikan dalam stasiun sumber, stasiun

menetap dan stasiun spasial. Dimana stasiun sumber (stasiun 6) merupakan

stasiun dengan pengambilan data dalam satu siklus pasang surut. Stasiun

menetap (stasiun 4) merupakan stasiun dengan pangambilan data 24 jam. Data-

data yang diambil pada stasiun sumber dan stasiun menetap sama yaitu data

arus, CTD, dan sampel air untuk MPT. Data pasang surut diukur di daerah

stasiun 4. Stasiun spasial merupakan stasiun pengukuran data dengan

pertimbangan sebaran data CTD dan MPT pada saat pasang dan surut.

Keterangan lebih lengkap tentang stasiun dapat dilihat pada Tabel 7. Sampel

sedimen dasar diambil pada titik-titik yang mewakili bagian dekat hulu, tengah,

dan dekat mulut PPB.

Tabel 7 Perolehan data pada tiap kategori stasiun

Stasiun Data Keterangan

Menetap - Arus - Pengukuran arus dekat permukaan dan dekat dasar dengan perekaman data tiap 10 menit (data logger) selama 24 jam

- CTD - Pengukuran kedalaman, salinitas, dan suhu dengan pengambilan data tiap 30 menit selama 24 jam

- MPT - Pengambilan air sampel pada dekat permukaan dan dekat dasar dengan pengambilan data tiap 1 jam selama 24 jam

Sumber - Arus - Pengukuran arus dekat permukaan dengan perekaman data tiap 10 menit (data logger) selama 12 jam

- CTD - Pengukuran kedalaman, salinitas, dan suhu dengan pengambilan data tiap 30 menit selama 12 jam

- MPT - Pengambilan air sampel pada dekat permukaan dengan pengambilan data tiap 1 jam selama 12 jam

Spasial - CTD - MPT

- Pengukuran CTD pada beberapa titik acak pada waktu pasang dan waktu surut.

- Pengambilan data MPT pada tiap stasiun pada waktu pasang dan waktu surut.

Page 3: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

31

Alat dan Bahan

Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada

Tabel 8 berikut :

Tabel 8 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

No Alat dan Bahan Satuan Keterangan

Observasi 1. GPS

olat-lon Untuk mengetahui posisi (lintang-bujur)

2. Kapal - Mobilisasi saat pengambilan sampel 3. Water Sampler Van Dorn - Pengambilan sampel air 4. Botol sampel - Tempat penyimpanan sampel air. 5. Kotak pendingin (cool box) - Tempat penyimpanan sampel 6. Grab Sampler - Pengambilan sampel sedimen dasar 7. Kantung plastik - Tempat penyimpanan sampel sedimen 8. GPS-Echo-Sounder - Pengukuran kedalaman dan posisi 9. Tongkat berskala cm Pengukuran pasang surut, ditambah data

dari prediksi pasang surut NaOTide 10. Valeport Current meter m/dtk Pengukuran kecepatan dan arah arus 11. CTD (salinitas,

suhu, kedalaman)

o/oo

oC m

Pengukuran sebaran salinitas, suhu, dan kedalaman

Laboratorium

1. Pompa vacum dan filter -

Menyaring sampel air 2. Oven

- Memanaskan sampel untuk menguapkan air dan bahan organik pada sampel

3. Kertas saring Whatman µm

Kertas Whatman tipe 0,45 µm 47 mm fine crystaline (CN Membrane WP)

4. Desikator -

Pendingin sampel setelah dari proses pengovenan, untuk mempertahankan suhu

5. Timbangan mg Menimbang sampel dari desikator 6. Analisa sedimen dasar - Mengetahui fraksi sedimen dasar Analisa Data 1. Peta lingkungan laut, data

dari GoogleEarth, gambar satelit, perangkat lunak pengolah gambar

- Pembuatan peta dasar, mengkonversi sistem koordinat (dari Latitude-Longitude menjadi Northing-Easting, UTM)

2. Perangkat lunak pengolahan peta dan batimetri

- Pembuatan peta batimetri, mencari luas penampang, mengetahui luas area, mengetahui volume, profil melintang dan horisontal

3. Perangkat lunak ODV (Ocean Data View) dan perangkat lunak pengolah data spread-sheet

- Mengolah data-data sebaran secara horisontal dan vertikal (salinitas, suhu, MPT, densitas). Mengolah data yang bersifat data baris-kolom dengan fungsi-fungsi matematis (MS. Excel). Lay-out (tampilan) data secara grafis (diagram Ternary, stick plot)

4. Perangkat lunak pemodelan

- Pembuatan model hidrodinamika dan sebaran sedimen melayang, analisa data model

Page 4: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

32

Perolehan Data

Sebelum penelitian, dilakukan survei pendahuluan untuk mengetahui

pengukuran awal kedalaman, pengambilan sampel air untuk mengetahui sebaran

MPT permukaan, dan pengambilan sampel sedimen dasar. Perolehan data

penelitian meliputi data: kedalaman, pasang surut, arus, CTD, sedimen dasar

dan sampel air untuk pengukuran konsentrasi MPT. Sedangkan bahan yang

disediakan untuk pengolahan data diantaranya peta dasar, peta batimetri, data

observasi, data untuk pemodelan. Foto kegiatan penelitian dapat dilihat pada

Lampiran 1.

Kedalaman

Data kedalaman (batimetri) merupakan dasar yang sangat dibutuhkan

untuk memahami hidrodinamika (Nugrahadi dan Tejakusuma 2007). Untuk

membuat peta batimetri dibutuhkan data kedalaman berkoordinat. Pengukuran

kedalaman dilakukan dengan menggunakan alat GPS-Echo-Sounder yang

dipasang pada badan perahu, sedemikian sehingga bagian penerima (receiver)

di bawah permukaan air (20 cm). Jalur perlintasan perahu mengikuti pola zig-zag

sehingga didapat sebaran acak kedalaman yang mewakili daerah penelitian.

Data kedalaman yang diperoleh berupa data posisi dan kedalaman dalam

format x-y-z (x, y, z adalah berturut-turut bujur, lintang, kedalaman), dikoreksi

dengan pasang surut untuk mendapatkan data kedalaman rerata muka air harian

(MSL, mean sea level). Lalu data kedalaman dan data garis pantai hasil digitasi

dibuat gambar profil dengan bantuan perangkat lunak Surfer dengan metode

interpolasi adalah Metode Krigging (Siregar dan Selamat 2009). Sedangkan file

interpolasi dalam bentuk grid (jaring) dapat digunakan untuk beberapa

kepentingan dalam pengolahan data selanjutnya.

Pasang Surut

Data pasang surut diambil dengan menggunakan tongkat duga berskala

dengan tabung transparan berpelampung (untuk mengurangi pengaruh dari luar)

yang dipasang di lokasi penelitian, dengan pengamatan tiap 30 menit, dengan

titik ikat mengikuti data dari DISHIDROS untuk wilayah Cilacap. Data pasang

surut yang didapat merupakan pegamatan jangka waktu pendek, sehingga

penentuan rerata muka air dugaan menurut Metode Doodson (Ongkosongo dan

Page 5: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

33

Suyarso 1986), dengan minimal pengukuran selama 39 jam. Perhitungan MSL

dugaan dapat dilihat pada Lampiran 2. Rerata muka air dugaan tersebut

dijadikan dasar analisa data selanjutnya. Tipe pasang surut berdasarkan

penelitian tentang pasang surut yang pernah dilakukan sebelumnya di Laguna

Segara Anakan dan PPB (Ongkosongo et al. 1986; Purba dan Sujastani 1989;

Holtermann et al. 2008). Tipe lokal pasang surut di daerah penelitian adalah

campuran cenderung semidiurnal, dua kali pasang dan dua kali surut

(Ongkosongo et al. 1986; Purba dan Sujastani 1989; Nugrahadi dan Tejakusuma

2007; Holtermann et al. 2008). Data pasang surut diambil sebagai data dasar

pengolahan data selanjutnya. Untuk data pasang surut sebagai input model

diperoleh dari data pasang surut dari model NaOTide yang divalidasi dengan

data observasi.

Pengukuran Arus

Data kecepatan dan arah arus diperoleh dengan metode Eularian, yaitu

arus diukur pada titik tetap pada interval waktu tertentu. Data arus diperoleh

dengan valeport current-meter (akurasi 0,001 m/detik) dengan penyimpanan

automatis (data logger) tiap 10 menit selama 24 jam. Pengukuran dilakukan pada

dua level kedalaman yaitu yang mewakili permukaan dan dekat dasar. Arus

maksimum umumnya terjadi pada jarak 0,05 sampai 0,25 dari kedalaman air

dihitung dari permukaan (Kodoatie 2002). Pada stasiun menetap dan stasiun

sumber, kedalamannya kurang lebih 6 m, maka diambil kedalaman 1 m terhitung

dari permukaan dalam pengambilan data arus. Pada saluran terbuka yang lebar,

dengan kedalaman dangkal, kecepatan maksimum terjadi pada permukaan air.

Untuk data arus dekat dasar diambil kurang lebih 1 m dari dasar.

Kriteria perolehan data arus dapat dilihat pada Tabel 7. Data arus pada

stasiun sumber dan stasiun menetap merupakan data arus yang berubah

terhadap waktu pada siklus pasang surut. Data arus (𝑣) pada stasiun sumber

dengan luas penampang (𝐴) merupakan data debit (𝑄) yang berubah menurut

waktu dalam siklus pasang surut (seperti pada rumus H-14). Data debit

digunakan sebagai input kondisi batas flow dalam model. Data arus pada stasiun

menetap merupakan data arus yang digunakan dalam validasi model.

Page 6: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

34

Data CTD

Kriteria perolehan data CTD (salinitas, suhu, dan kedalaman) dapat dilihat

pada Tabel 7. Prosedur pemakaian alat CTD adalah setting (penyesuaian

parameter alat) dengan komputer, menghidupkan alat, memasukkan alat pada

lokasi, ditunggu beberapa saat, ditarik ke arah permukaan. Data CTD digunakan

untuk mengetahui proses percampuran (mixing) densitas di PPB dan profil

menegak densitas untuk penentuan pemakaian model 2-dimensi. perolehan data

CTD dilakukan pada stasiun sumber, stasiun menetap, dan stasiun spasial (pada

saat pasang dan surut).

Data MPT

Sampel air diperoleh dengan Van Dorn Water Sampler dengan kriteria

perolehan data dapat dilihat pada Tabel 7. Prosedur pengambilan sampel

dengan mempersiapkan penutup automatis Van Dorn Water Sampler lalu

dimasukkan pada kedalaman yang telah ditentukan, lalu lepaskan messenger

yang akan menutup botol sampler, lalu diangkat dan sampel air dimasukkan

pada botol sampel dan dimasukkan ke kotak pendingin. Sampel air selanjutnya

digunakan untuk mengetahui konsentrasi MPT. Data konsentrasi MPT diperoleh

dengan menganalisa sampel air di laboratorium dengan metode gravimetri

(APHA 2005), dilakukan di Laboratorium kualitas air LIPI, Jakarta. Prosedur

pengukuran konsentrasi MPT dapat dilihat pada Lampiran 3.

Data Sedimen Dasar

Sampel sedimen dasar diperoleh dengan alat Sediment Grab pada titik-titik

tertentu yang mewakili bagian dekat hulu, tengah, dan dekat mulut PPB.

Prosedur pemakaian alat Sediment Grab adalah membuka penutup pengambil

sedimen, memasukkan alat ke lokasi pengambilan sampel, melepaskan

messenger sehingga membuka kunci penutup alat, tarik alat ke permukaan,

masukkan sedimen ke dalam tempat sampel, dimasukkan ke kotak pendingin.

Sampel selanjutnya dianalisa butir 7 fraksi (600-2000µm, 212-600µm, 63-212µm,

20-63µm, 6,3-20µm, 2-6,3µm, <2µm) di laboratorium Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian Unsoed, Purwokerto. Dimana diameter butir antara 63-2000µm masuk

dalam golongan pasir (sand), 2-63µm masuk dalam golongan debu (silt), dan

diameter <2µm masuk dalam golongan liat (clay). Metode untuk mengetahui

Page 7: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

35

karakter sedimen dasar adalah pengayakan bertingkat (APHA 2005; Wibisono

2005).

Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dikelompokkan menurut jenisnya, yaitu data:

kedalaman berkoordinat, pasang surut, kecepatan dan arah arus, salinitas dan

suhu dari CTD berkoordinat, konsentrasi MPT berkoordinat, dan prosentase

butiran sedimen dasar. Data diolah dengan perangkat lunak yang bersesuaian

menghasilkan tampilan ataupun hitungan untuk pengolahan data selanjutnya.

Beberapa data menjadi dasar dan masukan (input) model.

Peta Batimetri

Data kedalaman berkoordinat merupakan data awal untuk dijadikan peta

batimetri, yaitu peta kedalaman berkoordinat dan dinyatakan dengan garis yang

menghubungkan titik-titik (kontur) mempunyai kedalaman yang sama (isobath).

Menurut Siregar dan Selamat (2009) batimetri digital menggambarkan topografi

dasar perairan yang dibangun dari operasi interpolasi sejumlah besar titik

kedalaman hasil pemeruman (sounding). Peta batimetri yang dibuat meliputi

wilayah (Gambar 5) dari stasiun 6 di sebelah utara hingga batas laut di selatan.

Peta batimetri dibuat dengan proyeksi UTM (PPB masuk zona S-UTM 49,

datum WGS 1984) menghasilkan file jaring (grid) dengan ekstensi *.grd. Grid

dapat ditampilkan dalam bentuk plot dengan bantuan perangkat lunak Surfer

atau diolah lagi menjadi data pendukung dengan perangkat lunak yang lain. Hasil

olahan dari peta batimetri yaitu: luas penampang melintang suatu kanal, profil

penampang membujur PPB, mengetahui luas area PPB, mengetahui volume

PPB.

Luas penampang melintang kanal diketahui dengan mendigitasi melintang,

dan profil horisontal PPB membujur diketahui dengan mendigitasi membujur, lalu

hasilnya diolah dengan perangkat lunak MS Excel dan Grapher dengan

menggunakan metode planimetri (Buchan et al. 1980). Luas area PPB dan

volume PPB diketahui dengan bantuan perangkat lunak Surfer dimana

membutuhkan nilai MSL dugaan sebagai acuan perhitungan.

Peta batimetri merupakan data penting dalam pembuatan model. Data

batimetri dan garis pantai dalam format UTM digunakan untuk membuat wilayah

Page 8: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

36

(domain) model hidrodinamika. Data tersebut diubah dalam format sebaran titik

(scatter) yang diinterpolasi dengan jaring model (mesh).

Data Pasang Surut

Data pasang surut dengan susunan data: waktu perolehan data dan

ketinggian air (m), dianalisa sehingga dapat diketahui kisaran pasang surut,

rerata muka air dugaan, koreksi data batimetri, grafik pasang surut, dan volume

prisma pasang surut. Kisaran pasang surut didapat dari selisih data maksimal

(pasang tertinggi pengukuran) dan data minimal (surut terendah pengukuran.

Rerata muka air dugaan dihitung dengan Metode Doodson (Ongkosongo dan

Suyarso 1986), dimana hanya membutuhkan 39 jam pengukuran. Untuk koreksi

batimetri yaitu dengan menyesuaikan waktu pengukuran kedalaman dengan

waktu pengamatan tinggi pasang surut, apabila pengukuran kedalaman

dilakukan pada saat pasang, maka kedalaman dikoreksi dengan selisih tinggi

muka air pengukuran dikurangi tinggi air untuk menjadi muka air rata-rata (MSL).

Tipe pasang surut diketahui dari penelitian-penelitian terdahulu dengan lokasi

Laguna Segara Anakan dan sekitar PPB.

Pengukuran pasang surut pada daerah sekitar stasiun 4. Data elevasi

untuk model dipilih NaOTide (Nurjaya dan Surbakti 2010) yang dibandingkan

keakurasiannya atau divalidasi dengan data observasi pasang surut pada titik

koordinat yang sama. Apabila menghasilkan tingkat kesesuiaan tinggi maka data

pasang surut hasil model NaOTide dapat digunakan untuk masukan elevasi

dalam kondisi batas model. Hasil elevasi keluaran model juga akan divalidasi

dengan elevasi hasil observasi.

Data Arus

Data arus dalam bentuk besar arus (m/detik) dan arah arus (o, derajat).

Data arus diolah dalam bentuk: grafik stick plot arus pada stasiun pengamatan,

perhitungan debit pada stasiun sumber. Pembuatan grafik stick plot dengan

bantuan perangkat lunak Grapher dan MS Excel. Penentuan besarnya debit air

dari keluaran Laguna Segara Anakan dihitung pada stasiun 6. Debit air dihitung

dari perhitungan luas penampang melintang pada stasiun 6 dikalikan arus

persatuan waktu. Data pengukuran arus pada stasiun 4 digunakan untuk validasi

hasil arus dari model.

Page 9: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

37

Debit masukan dari Laguna Segara Anakan diperoleh dengan cara

pengukuran luas penampang basah stasiun 6 dan kecepatan arus. Luas

penampang basah diketahui dengan metode planimetri dari Buchan et al. (1980)

yang dihitung dengan bantuan perangkat lunak Grapher. Debit dapat diperoleh

melalui persamaan:

𝑄 = 𝑣.𝐴 (H-14)

dimana:

𝑄 = debit (m3/detik)

𝑣 = kecepatan air pada stasiun 6 (m/detik)

𝐴 = luas penampang basah limpasan air sungai (m2)

Dalam Kodoatie (2002) besarnya debit dapat didekati dengan persamaan (H-14)

dikalikan 0,806 sebagai faktor koreksi bentuk profil kecepatan dalam suatu kanal.

Hasil debit dari stasiun 6 dapat dilihat pada Lampiran 4.

Data CTD

Data CTD merupakan data salinitas, suhu, densitas, dan kedalaman pada

suatu titik di stasiun menetap, stasiun sumber, dan stasiun sebaran (spasial).

Format data berupa titik berkoordinat, waktu pengukuran, kedalaman, salinitas,

suhu, densitas. Pengolahan data CTD: profil menegak salinitas, suhu, dan

densitas dengan perangkat lunak ODV (Ocean Data View); profil salinitas, suhu,

dan densitas irisan membujur pada waktu pasang dan surut dengan perangkat

lunak ODV. Profil menegak densitas pada waktu dan tempat tertentu

menunjukkan tipe stratifikasi PPB, apabila PPB merupakan perairan dengan

stratifikasi densitas sebagian (partially mixed), maka akan memenuhi syarat

digunakannya model 2D (depth average) (Donnell 2008). Hasil profil menegak

densitas dapat dilihat pada Lampiran 5. Untuk profil irisan membujur dapat

diketahui tipe proses percampuran dengan didukung dengan hitungan Angka

Richardson. Hasil perhitungan Angka Richardson dapat dilihat pada Lampiran 6.

Konsentrasi MPT

Sampel air yang diperoleh dengan alat pengambil sampel Van Dorn,

selanjutnya dianalisa di laboratorium Produktivitas Primer LIPI. Format data MPT

berupa: titik koordinat pengambilan sampel, waktu pengambilan sampel,

konsentrasi MPT (mg/l atau kg/m3). Data yang diperolah berupa data deret waktu

Page 10: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

38

konsentrasi MPT pada stasiun sumber dan menetap. Selanjutnya data

konsentrasi MPT dibuat grafik dengan bantuan perangkat lunak Grapher dengan

dibandingkan dengan data pasang surut, arus, salinitas, suhu, dan densitas.

Debit MPT dari Laguna Segara Anakan dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan umum hubungan antara debit air dengan debit

sedimen, yaitu:

𝑄𝑠 = 𝑄.𝐶𝑠 (S-14)

dimana:

𝑄𝑠 = debit MPT (kg/detik)

𝑄 = debit tempat tertentu (m3/detik)

𝐶𝑠 = konsentrasi sedimen (mg/l dijadikan kg/m3)

Nilai 𝑄 dari stasiun sumber adalah dari debit stasiun 6. Data konsentrasi

MPT jenis deret waktu dari stasiun sumber digunakan sebagai masukan (input)

model sebaran MPT. Sedangkan data MPT jenis deret waktu stasiun 4

digunakan sebagai validasi hasil dari model. Analisa lebih lanjut dilakukan

dengan perangkat lunak model. Untuk menghitung load dari mulut PPB

digunakan 𝑄 dari debit mulut, yaitu perkalian kecepatan arus titik tertentu dengan

luas penampang mulut PPB.

Menghitung laju MPT (fluks MPT), yaitu besarnya konsentrasi MPT yang

melewati bidang tegak lurus arah kecepatan MPT dengan kecepatan tertentu,

diketahui menggunakan rumus:

𝐹𝑙𝑢𝑘𝑠𝑀𝑃𝑇 = 𝑣.𝐶𝑠 (S-15)

dimana:

𝐹𝑙𝑢𝑘𝑠𝑀𝑃𝑇 = laju MPT (kg/m2/detik)

𝑣 = kecepatan arus di tempat tertentu (m/detik)

𝐶𝑠 = konsentrasi sedimen (mg/l dijadikan kg/m3)

Data Sedimen Dasar

Sampel sedimen dasar dianalisa menghasilkan format data titik koordinat

pengambilan sampel dan prosentase butiran untuk tiap-tiap kelas diameter butir

sedimen (fraksi). Selanjutnya dibuat grafik Ternary untuk diketahui sebaran

Page 11: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

39

butiran dan penyusun sedimen dasar, dan hasil dari komposit sampel sedimen

dasar diolah dengan parameter statistik sedimen (mean size, sortasion,

skewness, dan kurtosis). Hasil olah data parameter statistik dapat dilihat pada

Lampiran 7. Dari mean size dapat diketahui D50 sebagai dasar untuk menentukan

koefisien kekasaran untuk model (Donnell 2006; Lippa 2006). Untuk grafik

sebaran ditampilkan dengan bantuan perangkat lunak Grapher dan Surfer.

Pembuatan Model Hidrodinamika dan Sebaran MPT

Model yang digunakan adalah Surface-Water Modelling System

(selanjutnya ditulis SMS), dibuat oleh Engineering Computer Graphics Laboratory

di Brigham Young University yang bekerjasama dengan U.S. Army Corps of

Engineer Waterways Experiment Station (WES) dan U.S Federal Highway

Administration (FHWA). Modul yang dipakai adalah RMA2 dan SED2D. Modul

RMA2 dan SED2D dapat memodelkan dengan cukup akurat untuk sedimen

pada kondisi aliran tetap (steady state) dan dinamis, dimana kecepatan dan arah

aliran diasumsikan seragam pada seluruh kedalaman. Secara umum model SMS

mempunyai beberapa kelebihan yang dijadikan dasar pemilihan model tersebut,

yaitu (Donnell 2008; Sachoemar dan Purwandani 2009):

1. Membuat, mengolah, menganalisa hasil dilakukan pada satu perangkat

lunak SMS (pre- dan post-analisis).

2. Mampu membuat, mengenali error, membuat perhitungan pada mesh

yang besar, kompleks, berbeda-beda bentuk dan ukuran.

3. Menggunakan sistem Inggris maupun Standar Internasional (SI)

4. Dapat menjalankan model keadaan tetap (steady state) dan dinamis

(berubah terhadap waktu, transient).

5. Simulasi kejadian basah dan kering (wetting dan drying) pada elemen

6. Memperhitungkan efek Coriollis

7. Memperhitungkan pengaruh cuaca

8. Dapat menentukan pengenalan langsung koefisien Manning dari

kedalaman

9. Penentuan perubahan koefisien turbulen secara manual maupun otomatis

(Direct assigment methods, Peclet method, dan Smagorinski method)

10. Penentuan parameter dengan langkah yang cukup mudah.

11. Tersedia panduan penelusuran kesalahan dari buku panduan secara

online.

Page 12: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

40

Modul RMA2 merupakan model hidrodinamik 2-dimensi, rerata kedalaman,

elemen hingga yang telah digunakan untuk mensimulasikan kondisi sungai,

estuari, danau, teluk, dan laut. Merupakan penyelesaian Metode Reynolds untuk

rumus Navier-Stokes untuk aliran turbulen dan memungkinkan pembasahan dan

pengeringan elemen. Modul RMA2 dikembangkan oleh Resources Management

Associates, lalu dikembangkan oleh korps insinyur Tentara Amerika Serikat

Waterways Experiment Station (WES). Modul RMA2 telah dikemas dalam satu

paket modul dengan antar-muka (interface) disebut dengan FastTABS oleh

Brigham Young University pada tahun 1993, yang dapat membuat geometri

model dan kondisi batas.

Keluaran dari RMA2 merupakan input modul SED2D dan menggunakan

mesh yang sama. Modul SED2D merupakan pemodelan numerik 2 dimensi,

elemen hingga, dan rerata kedalaman untuk mensimulasi proses transpor

sedimen dalam saluran terbuka, seperti sungai, estuari dan perairan teluk. Modul

SED2D menyelesaikan rumus adveksi-difusi dengan masukan sedimen dasar

dan dapat menyelesaikan satu lapisan pasir sampai lebih dari 10 lapisan

sedimen kohesif pada tiap node dalam tipe material terpisah, ketebalan deposit

dan umur. Modul SED2D dapat memodelkan pasir atau sedimen kohesif, tetapi

tidak keduanya. Modul SED2D dapat mensimulasikan erosi dan deposisi. Modul

SED2D hanya dapat menjalankan simulasi yang mewakili 1 ukuran butir (D50)

untuk tiap tipe sedimen.

Asumsi yang Digunakan Dalam Pemodelan

Syarat utama penggunaan modul RMA2 adalah densitas perairan tidak

terstratifikasi vertikal (Donnell 2008). Hal tersebut dibuktikan dengan perbedaan

vertikal densitas yang kecil atau perairan tersebut (PPB) masuk kategori

tercampur sebagian (partially mixed). Modul RMA2 merupakan model 2 dimensi

bidang horisontal yang dijalankan berdasarkan asumsi hidrostatik dimana

kecepatan arah vertikal diabaikan. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam model

hidrodinamika dan transpor sedimen melayang adalah sebagai berikut:

Tekanan atmosfer permukaan (𝑝𝑎 ) adalah konstan, sehingga turunan

parsialnya terhadap x dan y sama dengan nol 1

𝜌

𝜕𝑝𝑎𝜕𝑥

=1

𝜌

𝜕𝑝𝑎𝜕𝑦

= 0 (Pond dan

Pickard 1983).

Page 13: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

41

Area dianggap datar (proyeksi UTM) sehingga sistem koordinat kartesian

dapat digunakan. Daerah model relatif kecil, dimana Gaya Coriolis dapat

diabaikan dengan perhitungan Radius Deformasi Rossby (Rb) (Pond dan

Pickard 1983):

𝑅𝑏 = 𝑔𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠

1/2

𝑓=

9,8𝑥15

1,1𝑥10−4= 110,7108 𝑘𝑚

dimana: 𝑓 = parameter Coriolis (2Ω sin𝜃)

𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 = kedalaman maksimum perairan (15 m)

𝑔 = percepatan gravitasi (9,8 m/det2)

Nilai Rb tersebut jika dibandingkan daerah PPB yang kecil, maka efek

Coriolis dapat diabaikan. Maka dari persamaan (H-11) dan (H-12) pada

bagian 2𝑕𝜔𝑣 sin𝜙 diabaikan.

Tidak ada sumber dan kebocoran massa air laut yang terjadi di area,

artinya evaporasi dan presipitasi diabaikan.

Gaya-gaya luar yang terjadi pada area diabaikan (misal gelombang yang

dihasilkan oleh kapal ketika melaju)

Dasar laut impermeable, sehingga persamaan kontinuitas dapat digunakan.

Batas tertutup (daratan) tidak bergeser akibat adanya perubahan muka air

laut.

Pengaruh angin tidak diperhitungkan

Alasan: daerah penelitian sebelah Timur dan Barat merupakan daerah

bukitan dengan ketinggian 70-160 m, sehingga pengaruh angin U10

diabaikan. Pengaruh pasang surut lebih dominan (Ongkosongo et al. 1986;

Purba dan Sujastani 1989; Matsuyama et al. 1994; Nugrahadi dan

Tedjakusuma 2007; Holtermann et al. 2008) dan faktor non-pasang-surut

kecil. Maka dari persamaan (H-11) dan (H-12) pada bagian 𝜁𝑉𝑎2 cos𝜓

diabaikan.

Tidak memperhitungkan pengaruh gelombang dalam proses transpor

Alasan: gelombang merupakan faktor penting dalam transpor, tetapi

pemodelan gelombang membutuhkan analisis coupling model yang rumit

dan membutuhkan mesh dengan tipe linier yang berbeda dengan mesh

yang digunakan dalam pemodelan RMA2.

Page 14: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

42

Persamaan yang digunakan dalam pendekatan model adalah untuk

sedimen kohesif

Masukan sedimen tersuspensi dari Laguna Segara Anakan diperhitungkan

dari rerata masukan selama observasi.

Sedimen di atas dasar perairan dianggap statis dimana perubahan

batimetri bersifat statis.

Pemodelan hidrodinamika RMA2 menghitung elevasi muka air dan

kecepatan aliran perairan dangkal, dilanjutkan SED2D memodelkan sebaran

sedimen. Proses diskretisasi area model dengan pembuatan model-konseptual,

dimana SMS dapat membuat konstruksi mesh (grid perhitungan numerik) yang

kompleks. Mesh elemen hingga dan kondisi batas dibuat pada modul dalam SMS

dan disimpan dalam file spesifik. File hasil solusi yang berisi elevasi muka air,

kecepatan aliran, konsentrasi sedimen atau data fungsional lain di setiap node

dari mesh dapat dibaca dalam SMS untuk plot vektor, plot kontur berwarna, dan

membuat animasi dinamis. Proses pembuatan model RMA2 dan SED2D dapat

dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram kerja modul RMA2 dan SED2D

Page 15: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

43

Langkah-langkah pembuatan simulasi hidrodinamika dan sedimentasi

dengan menggunakan perangkat lunak SMS adalah:

1. Pembuatan model-konseptual

Diskritisasi daerah model dalam SMS dibuat dalam model-konseptual. SMS

mempunyai tiga modul utama dalam membuat model-konseptual RMA2,

yaitu map module, scatter point module, dan mesh module. Dalam map

module pengerjaan model-konseptual dengan bantuan peta wilayah Segara

Anakan bagian Barat Daya, dari peta Google Earth dan citra satelit Landsat

tahun 2002, 2003, dan 2005 sebagai pembanding. Peta tersebut diolah

dengan proyeksi UTM sebagai panduan pembuatan garis, titik, poligon.

Untuk garis pantai dan kedalaman berkoordinat (scatter) dibuat dalam

scatter point module. Data batimetri diubah menjadi titik (node) yang berisi

kedalaman diinterpolasikan untuk membentuk elemen. File dari model-

konseptual disimpan dalam file dengan ekstensi *.map, *.sup.

2. Pembuatan mesh elemen hingga

File dari model-konseptual dalam mesh module menghasilkan mesh elemen

berkedalaman sebagai tempat untuk menjalankan model, berupa elemen

yang dibentuk dari node. Untuk menjadi elemen kuadratik maka ada node

yang berada di tengah (midside node) untuk proses interpolasi terhadap

elemen, dengan bentuk segiempat dan segitiga. Gambar 7 menunjukkan

beberapa tipe elemen. Elemen RMA2 membutuhkan elemen kuadratik

dengan jumlah titik 6-8 (bentuk elemen segitiga kuadratik dengan 3 titik

tambahan pada sisi-sisinya dan bentuk elemen segiempat kuadratik dengan

4 titik tambahan pada sisi-sisinya).

Pada tahap ini menghasilkan file dalam bentuk *.geo. Pembuatan mesh

model RMA2 dan SED2D harus konsisten dan dengan tingkat kesalahan

kecil untuk mendapatkan solusi numeris yang stabil. Mesh dibuat dengan

coverage Fast-TABS, dimana RMA2 dan SED2D pada mesh yang sama.

Page 16: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

44

Bentuk Tipe Dasar

1) Quadrilateral 2) Segitiga 3) Garis (1D)

a) Linier

b) Kuadrat

c) Kurva kuadrat

Gambar 7 Tipe elemen dalam SMS

3. Penentuan kondisi batas

Pada tahap ini menghasilkan file *.bc. Ada dua macam kondisi batas yang

diaplikasikan pada modul RMA2, yaitu kondisi batas elevasi muka air

(pasang surut; BC elevation) dan kondisi batas debit (BC flow). Kondisi

batas elevasi yang digunakan adalah data model pasang surut NaOTide

yang telah divalidasi data observasi (dengan faktor koreksi nilai RMSE dan

NRMSE) (Nurjaya dan Surbakti, 2010). Kondisi batas debit merupakan aliran

air masuk ke model, yaitu perkalian data arus hasil observasi dengan luas

penampang pada lokasi pengukuran (stasiun 6), dengan asumsi fluktuasi

siklus pasang surut bersifat tetap (steady state) untuk tiap 24 jam. Kondisi

batas diberikan nodestring pada batas masing-masing, yaitu kondisi batas

elevasi di sebelah selatan dan kondisi batas debit di sebelah utara. Lama

waktu data kondisi batas disesuaikan lama waktu menjalankan model (360

jam atau 15 hari).

4. Penentuan parameter model RMA2

Elevasi awal, suhu, densitas merupakan hal yang ditentukan pada model

RMA2. Tahap selanjutnya pengaturan langkah waktu model RMA2, yaitu

Langkah waktu tiap 1 jam, dimulai dari jam ke-0, jumlah total langkah waktu

Page 17: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

45

360 jam. Langkah waktu 1 jam disesuaikan dengan satuan terkecil dari data

observasi.

Tipe model yang dipilih adalah dinamik, data transient yaitu model akan

berjalan berdasarkan perubahan terhadap waktu. Model SMS memberi ciri

pada tiap elemen untuk membentuk model hidrodinamika. Setiap elemen

dalam mesh elemen hingga diberi suatu pengenal (ID) merupakan indeks

dan membutuhkan koefisien kekasaran Manning (n) serta koefisien

pertukaran turbulensi (𝐸𝑥𝑥 , 𝐸𝑥𝑦 , 𝐸𝑦𝑥 , 𝐸𝑦𝑦 ). Koefisien-koefisien tersebut

dapat dimasukkan sama secara keseluruhan mesh atau berbeda-beda untuk

bagian yang berbeda dalam mesh. Variabel tersebut diisi berdasarkan ECI

(1994); Lippa (2006); Donnell (2008).

Koefisien pertukaran turbulen juga dikenal sebagai viskositas eddy. SMS

memerlukan empat nilai koefisien pertukaran turbulen, yaitu masing-masing :

Koefisien pertukaran turbulen normal pada sumbu x (𝐸𝑥𝑥 )

Koefisien pertukaran turbulen tangensial pada sumbu x (𝐸𝑥𝑦 )

Koefisien pertukaran turbulen normal pada sumbu y (𝐸𝑦𝑥 )

Koefisien pertukaran turbulen tangensial pada sumbu y (𝐸𝑦𝑦 )

Namun biasanya keempat koefisien pertukaran turbulen memiliki nilai yang

sama. Aturan umum yang berlaku adalah untuk mengambil nilai koefisien

serendah mungkin tanpa menyebabkan adanya gangguan stabilitas.

Koefisien pertukaran turbulen yang terlalu tinggi akan menghasilkan solusi

yang stabil tapi akan memodelkan distribusi aliran, perpisahan aliran dan

arus eddy yang tidak sesuai. Sebaliknya koefisien pertukaran turbulen yang

terlalu rendah akan membuat perhitungan tidak stabil sehingga membuat

simulasi tidak mampu menemukan solusi. Tabel 9 menunjukkan nilai-nilai

koefisien pertukaran turbulen yang dapat digunakan secara praktis (Donnell

2008). Tabel tersebut dimaksud hanya untuk sebagai petunjuk dalam

memberi nilai awal. Nilai yang dipilih adalah muara dalam elemen kecil yaitu

antara 2400-4800 N.sec/m2, yang sebelumnya dipilih aturan baku (default).

Koefisien kekasaran Manning (n) ditentukan berdasarkan sifat fisik dari

material dasar dan pertimbangan tertentu geometris. Tidak ada cara yang

tertentu untuk memilih nilai n. Memilih suatu nilai n sebenarnya berarti

memperkirakan hambatan aliran pada saluran tertentu yang tidak dapat

diperhitungkan secara eksak. Pemberian nilai n pada kasus estuari dan

Page 18: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

46

pantai dilakukan dengan asumsi bahwa kekasaran pada perairan terbuka

adalah fungsi dari kedalaman, endapan dasar. Nilai yang dipilih adalah

muara dalam yaitu antara 0,015-0,020, yang sebelumnya dipilih aturan baku

(default). Tabel 10 menunjukkan nilai-nilai koefisien kekasaran Manning

secara praktis (Donnell 2008).

Tabel 9 Nilai koefisien pertukaran turbulen (Donnell 2008)

Tabel 10 Nilai koefisien kekasaran Manning (Donnell 2008)

Kondisi Nilai n

Sungai dangkal tanpa penghalang tiba-tiba 0,025-0,035

Sungai dalam 0,018-0,025

Muara dangkal tanpa tumbuhan 0,020-0,030

Muara dalam 0,015-0,020

Setelah tidak ditemukan kesalahan di mesh dan kondisi batas, penentuan

nilai koefisien pertukaran turbulen dan koefisien Manning sangat

menentukan hasil model, dimana proses validasi dengan data observasi

lebih ditentukan 2 koefisien tersebut.

5. Pemeriksaan model RMA2

Apabila ditemukan kesalahan, maka model tidak dapat dilanjutkan.

Kemungkinan kesalahan yang terjadi pada geometri mesh, penentuan

kondisi batas, ataupun parameter model RMA2. Alternatif solusi dari pesan

kesalahan dalam model dapat dilihat dari User Guide SMS (Donnell 2008).

Apabila telah dikoreksi maka proses selanjutnya adalah menjalankan model.

6. Menjalankan model RMA2

Proses pada tahap ini membutuhkan waktu cukup lama, tergantung jumlah

mesh dan penentuan langkah waktunya. Menghasilkan file keluaran berupa

Kondisi Nilai E (N.sec /m2)

Sungai dangkal (aliran lamban) 240-1200

Sungai dangkal (aliran cepat) 1200-2400

Muara dalam (elemen kecil) 2400-4800

Muara dalam (elemen besar) 9500-14400

Rawa basah dan kering oleh pasut 4800-9500

Perpisahan aliran sekitar struktur 50-240

Page 19: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

47

file binari dengan ekstensi *.sol. Ada dua keluaran (output) hasil simulasi,

yang pertama adalah arah dan besar arus yang membentuk pola pergerakan

arus di lokasi yang dimodelkan (merupakan data vektor), dan yang kedua

adalah fluktuasi tinggi muka air dari MSL (merupakan data skalar).

7. Validasi data hasil model RMA2

Validasi merupakan tahap yang sangat penting dalam pemodelan, bertujuan

untuk mengatur model sedemikian rupa sehingga dapat mendekati keadaan

sebenarnya. Validasi adalah proses membandingkan data hasil model

dengan data observasi (data arus dan elevasi), apabila hasilnya

menyimpang terlalu jauh (NRMSE lebih dari 40%, Donnell 2008), maka

dilakukan pengaturan ulang pada input parameter model. Parameter yang

perlu dikaliberasi pada model SMS antara lain: kekasaran dasar, viskositas

eddy. Penentuan besarnya penyimpangan data dengan Root Mean Square

Error (RMSE) dan Normalized Root Mean Square Error (NRMSE) menurut

Hsu et al. (1999) dan Ji (2008). Apabila data sudah tervalidasi maka dapat

dibuat simulasi pola arus dan elevasi.

Ketika proses validasi model dengan data observasi mempunyai selisih yang

besar, maka aspek-aspek dalam model RMA2 yang dapat dijadikan acuan

untuk mengurangi tingkat kesalahan dapat dilihat pada Tabel 11. Dari tabel

tersebut, menggambarkan nilai perkiraan kesalahan dari beberapa aspek

yang dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki penyimpangan data model.

Dimana geometri dan model-konseptual mempunyai tingkat kesalahan

terbesar. Kategori lainnya termasuk di dalamnya adalah data observasi,

pendekatan analisis data yang dipilih. Desain penelitian termasuk pemilihan

model dan letak kondisi batas. Nilai prosentase dimaksudkan untuk memberi

pedoman bahwa aspek yang penting dalam validasi untuk dilakukan koreksi.

Tabel 11 Aspek kesalahan dalam validasi model

Nomor Aspek dalam RMA2 Prosentase Kesalahan

1 Geometri dan desain model-konseptual 60 2 Kondisi batas 20 3 Kekasaran 10 4 Viskositas 6 5 Lainnya 4

Page 20: 2012tnc_BAB II Bahan Dan Metode

48

Analisis arus hasil model RMA2 berdasarkan 4 kondisi air, yaitu pola arus

pada waktu: menuju surut, surut, menuju pasang, dan pasang. Hasilnya

adalah pola vektor arus pada 4 kondisi air.

8. Input modul SED2D

Tahap selanjutnya adalah pembuatan model sebaran MPT. File solusi dari

RMA2 dan mesh RMA2 digunakan sebagai input modul SED2D.

9. Penentuan parameter modul SED2D

Langkah awal adalah menentukan parameter global dari modul SED2D,

melliputi: jenis dasar, koefisien difusi, konsentrasi awal, dan kecepatan

mengendap. Modul SED2D mampu diberi masukan berupa 10 lapisan

sedimen kohesif pada tiap node-nya. Untuk tiap lapisan menampung data

ukuran butir, ketebalan, densitas, sifat kohesif, besarnya tahanan dasar, dan

kecepatan erosi yang dibutuhkan sebagai data masukan. Variabel difusi

secara horisontal dan vertikal (Ex' dan Ey') pada tiap elemen pada SED2D

dan konsentrasi awal sedimen suspensi pada tiap node dibutuhkan sebagai

masukan. Nilai koefisien difusi yang direkomendasikan SMS sebesar 5-

100m2/detik. Konsentrasi awal untuk modul SED2D akan diterapkan tiap

node. Langkah waktu sama dengan model RMA2, 360 jam. Parameter

SED2D banyak diambil dari ECI (1994) dan Hu et al. (2009).

10. Pemeriksaan modul SED2D

Apabila ditemukan kesalahan maka akan model tidak dapat dilanjutkan.

Kemungkinan kesalahan terjadi pada penentuan parameter model SED2D.

11. Menjalankan modul SED2D

Apabila tidak ditemukan kesalahan maka proses selanjutnya adalah

menjalankan modul SED2D. Proses pada tahap ini cukup lama, tergantung

banyaknya data dan penentuan langkah waktunya. Menghasilkan file

keluaran berupa file binari dengan ekstensi *.sed. Pada tahap ini dilakukan

analisa hasil dengan grafik dengan tahap validasi data observsi (data MPT),

apabila hasilnya menyimpang, maka dilakukan perulangan proses.

Kemungkinan terjadi pada penentuan parameter. Apabila data sudah

tervalidasi maka dapat dibuat simulasi sebaran MPT. Analisis arus hasil

modul SED2D berdasarkan kondisi air pada waktu: surut dan pasang.

Hasilnya adalah sebaran MPT pada saat surut dan pasang.