2011 bud

246
DESAIN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN BERKELANJUTAN DI WILAYAH PERBATASAN NEGARA (STUDI KASUS KABUPATEN NUNUKAN KALIMANTAN TIMUR) B U D I Y O N O SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Upload: sayid-ayi-ahmad

Post on 26-Nov-2015

93 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

  • DESAIN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN BERKELANJUTAN

    DI WILAYAH PERBATASAN NEGARA (STUDI KASUS KABUPATEN NUNUKAN KALIMANTAN TIMUR)

    B U D I Y O N O

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2010

  • PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Desain Kebijakan

    Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan Di Wilayah Perbatasan

    Negara (Studi Kasus Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur) adalah karya

    saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

    apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

    dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

    disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

    disertasi ini.

    Bogor, September 2010

    Budiyono

  • RINGKASAN

    Budiyono. 2010. Desain Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman

    Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara (Studi Kasus Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur). Di bawah bimbingan Supiandi Sabiham sebagai ketua komisi pembimbing, Etty Riani dan Ruchyat Deni Djakapermana sebagai anggota komisi. Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, diamanatkan bahwa wilayah perbatasan negara sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN), maka program pengembangan wilayahnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disebutkan bahwa KSN perbatasan negara kegiatan penataan ruang wilayahnya diprioritaskan dan didorong percepatan pertumbuhan ekonominya melalui pembangunan di berbagai sektor. Salah satu sektor yang harus dikembangkan untuk terwujudnya pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah perbatasan nrgara yaitu sektor permukiman. Pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman disebutkan sebagai pengembangan kawasan permukiman khusus. Kawasan permukiman khusus menjadi salah satu program pembangunan yang diprioritaskan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kawasan permukiman khusus di wilayah perbatasan negara dikembangkan dengan basis potensi sumber daya alam (SDA) wilayah. Untuk mengetahui kondisi permukiman dan potensi SDA di wilayah perbatasan digunakan data dan informasi profil wilayah perbatasan. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan dan arah kecenderungan perkembangan kondisi permukiman serta potensi sumber daya alam di wilayah perbatasan dapat diketahui. Adapun data dan informasi profil di wilayah perbatasan meliputi kondisi fisik, pola perkembangan dan persebaran permukiman, potensi sumber daya alam dan lingkungan, serta sosial-ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan.

    Kabupaten Nunukan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur yang berada di wilayah perbatasan negara dan telah ditetapkan sebagai KSN. Konsekuensi dari penetapan tersebut, pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab untuk mendorong percepatan kegiatan pembangunan di berbagai sektor. Wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan selama ini belum mendapatkan perhatian yang serius, khususnya dalam peningkatan anggaran pembangunan infrastruktur wilayah, permukiman, dan fasos/fasum sebagai prasyarat untuk mewujudkan pusat pertumbuhan baru (bounder city).

    Pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara masih sulit untuk dilaksanakan karena selama ini pemerintah belum menyiapkan kebijakan dan strategi yang terpadu sebagai arahan pelaksanaan pembangunan bagi instansi terkait, baik di pusat maupun di daerah. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu mendesain kebijakan pengembangan kawasan permukiman wilayah perbatasan negara yang terpadu dan berkelanjutan, maka kebijakan pengembangan yang disusun harus memiliki dimensi lebih rinci dan

  • operasional, khususnya di tingkat kabupaten. Pendekatan pengembangan dilakukan melalui pembentukan klaster-klaster permukiman berbasis potensi SDA wilayah. Hal ini bertujuan agar pelaksanaan kebijakan pengembangan kawasan permukiman sebagai pusat pertumbuhan baru (bounder city) wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan dapat segera terwujud.

    Penelitian disertasi ini terdiri dari empat tahapan analisis. Tahap pertama yaitu analisis kondisi permukiman perbatasan di Kabupaten Nunukan untuk mengetahui kondisi saat ini (existing condition). Kondisi wilayah yang dianalisis meliputi aspek-aspek persebaran penduduk, pola pengembangan dan persebaran permukiman, kondisi fisik permukiman termasuk tingkat kekumuhan (slum area), serta ketersediaan prasarana, sarana, fasos, dan fasum. Hasil analisis menunjukkan kondisi kawasan permukiman yang pada umumnya berkelompok, berpencar, Lingkungan permukiman yang kumuh (slum area), tidak tertata, minim prasarana, fasos, dan fasum. Hal tersebut merupakan dampak dari kawasan permukiman yang tidak dikelola dengan baik dan kurangnya kegiatan yang terkait dengan program pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara.

    Kedua, analisis potensi SDA wilayah dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Hasil analisis sektor unggulan yang potensial digunakan untuk mendukung pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan Kluster I (Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan) yaitu sektor pertambangan, Kluster II (Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Sebatik Barat) sektor perkebunan, dan Kluster III (Kecamatan Nunukan, Nunukan Selatan, dan Sebatik) sektor perikanan.

    Ketiga, analisis Interpretative Structural Modelling (ISM) yang menghasilkan faktor-faktor penting sebagai pengungkit serta analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk mengkaji komponen kunci yang dominan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan. Hasil analisis struktur AHP yaitu (1) komponen faktor menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dan pendanaan pembangunan menjadi prioritas utama, (2) komponen stakeholder menunjukkan bahwa pemerintah pusat dan daerah mempunyai peran utama dalam pengembangan kawasan permukiman, (3) komponen tujuan menunjukkan bahwa pengembangan dan penataan kawasan serta peningkatan kesejahteraan mendapat prioritas utama, dan (4) komponen sasaran menunjukkan bahwa strategi pengembangan kawasan permukiman menjadi prioritas utama untuk mendorong percepatan pembangunan di wilayah perbatasan negara.

    Keempat, penyusunan kebijakan dan strategi pengembangan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan menggunakan rekomendasi hasil analisis dan kajian. Arah kebijakan dan strategi pengembangan permukiman berkelanjutan dibangun melalui dua skenario yaitu:

    1. Skenario pertama dibangun atas dasar kondisi saat ini (existing condition)

    dari kebijakan pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara. Untuk pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: (1) pembentukan klaster-klaster permukiman sebagai pusat pertumbuhan baru, (2) pembuatan informasi terpadu, (3) promosi berkala produksi sektor unggulan wilayah, (4) penguatan kerja sama antara pemda dan swasta/investor, (5) peningkatan kemampuan dan keterampilan masyarakat, (6) pembangunan terminal-

  • terminal berbasis sektor unggulan wilayah sebagai showroom yang mudah diakses, dan (7) pembangunan terpadu infrastruktur kawasan dan permukiman. Untuk pengembangan pembiayaan direkomendasikan seperti hal-hal berikut: (1) peningkatan Dana Alokasi Khusus (DAK) pembangunan wilayah perbatasan, (2) kemudahan pembiayaan usaha oleh lembaga-lembaga keuangan, dan (3) evaluasi anggaran dana khusus untuk pembangunan wilayah perbatasan baik jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. Untuk pengembangan kelembagaan direkomendasikan seperti hal-hal berikut: (1) pengawasan dan penegakan hukum, (2) pelatihan keterampilan dan penyuluhan masyarakat, dan (3) evaluasi dan pembuatan kebijakan terkait pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan.

    2. Skenario kedua dibangun atas dasar keadaan masa depan yang mungkin terjadi. Hal ini dapat dipertimbangkan sesuai dengan keadaan dan kemampuan sumber daya wilayah yang dimiliki sebagai rekomendasi dalam kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara yang seimbang antara kegiatan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Untuk pengembangan kawasan permukiman direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: (1) pembuatan informasi terpadu untuk promosi berkala hasil-hasil sektor unggulan, (2) penguatan kerja sama antara pemda, swasta/investor, (3) peningkatan kemampuan dan keterampilan masyarakat, (4) pembangunan terminal-terminal berbasis sektor unggulan sebagai showroom yang mudah diakses, (5) pembangunan terpadu infrastruktur dan permukiman, dan (6) pemeliharaan fasum dan fasos oleh pemda dengan melibatkan masyarakat. Untuk pengembangan pembiayaan direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: (1) kemudahan pembiayaan usaha oleh lembaga-lembaga keuangan dan (2) evaluasi penganggaran dana alokasi khusus untuk pembangunan permukiman di wilayah perbatasan baik untuk jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. Untuk pengembangan kelembagaan direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: (1) pengawasan dan penegakan hukum serta (2) pelatihan dan penyuluhan sumber daya masyarakat oleh pemda bekerja sama dengan lembaga-lembaga diklat untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja.

    Rekomendasi kebijakan pengembangan permukiman berkelanjutan berbasis

    potensi SDA wilayah dapat menjadi pusat pertumbuhan baru (border city) di wilayah perbatasan negara. Kondisi tersebut mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keamanan secara seimbang sehingga wilayah perbatasan sebagai beranda depan negara (show window) semakin baik, tertata, tertib, maju, dan berkelanjutan. Dalam mempertahankan keberlanjutan kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara, pemerintah perlu merumuskan kebijakan strategis seperti: (1) penataan kawasan, (2) pembuatan kriteria lokasi, perencanaan kawasan, pola pengembangan pembiayaan dan kelembagaan, serta (3) pengembangan investasi permukiman dan sektor pembangunan lainnya.

    Hasil penelitian disertasi ini selain dijadikan arahan dalam pelaksanaan pengembangan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara Kabupaten Nunukan, juga dapat direplikasikan ke wilayah perbatasan lain di Indonesia dengan memerhatikan karakteristik daerah masing-masing.

  • Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2010

    Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang

    1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

    karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

    b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

    tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB

  • KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum wr. wb.

    Puji syukur kepada Allah swt. karena berkat rahmat-Nya saya dapat

    menyelesaikan disertasi ini. Disertasi ini saya susun sejalan dengan tugas dan

    fungsi saya sebagai pegawai Kedeputian Bidang Pengembangan Kawasan

    Kementerian Perumahan Rakyat Republik Indonesia. Judul dan substansi materi

    disertasi ini dipilih karena adanya dukunngan dari ketersediaan sebagian informasi

    dan data yang sudah saya miliki. Selain itu, ada pula harapan yang besar dari

    pemerintah dan masyarakat agar pelaksanaan kebijakan pengembangan kawasan

    permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara, khususnya di Kabupaten

    Nunukan, dapat segera terwujud.

    Wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan

    Timur berfungsi sebagai beranda depan negara. Akan tetapi, kondisi permukiman

    yang ada di wilayah tersebut pada umumnya masih tertinggal, tidak tertata, dan

    tidak dikelola dengan baik. Perlu adanya upaya yang harus dilakukan agar

    pengembangan permukiman wilayah perbatasan negara dapat tertata dan terkelola

    dengan baik. Oleh karena itu, setiap program pembangunan yang akan

    dilaksanakan harus tertuang dalam kebijakan dan strategi pengembangan yang

    dibuat oleh pemerintah pusat dan daerah.

    Dalam penelitian disertasi ini, saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam

    pelaksanaan kebijakan bidang permukiman sering kali mengalami kesulitan di

    daerah, khususnya di wilayah perbatasan negara yang kurang mendapatkan

    perhatian pemerintah karena jauh dari pusat pemerintahan. Oleh karena itu, saya

    memilih topik penelitian ini. Akan tetapi, saya pun menyadari pula bahwa

    penelitian disertasi ini masih jauh dari sempurna.

    Ucapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada Bapak Prof.

    Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. selaku ketua komisi pembimbing, Ibu Dr. Ir.

    Etty Riani, MS, dan Bapak Dr. Ir. Ruchyat Deni Dj, M. Eng., sebagai anggota

    komisi pembimbing yang telah memberikan kontribusi besar dalam bentuk saran,

  • pemikiran, dan bimbingan untuk menyelesaikan disertasi ini. Kepada Dr. drh.

    Hasim, DEA sebagai Plh. ketua program studi saya ucapkan terima kasih atas

    perhatian dan dorongan semangat yang telah diberikan. Terima kasih juga saya

    sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS dan Bapak Prof.

    Dr. Ir. Bambang Pramudya, M. Eng. sebagai penguji luar ujian tertutup. Ucapan

    terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DEA dan

    Bapak Dr. Ir. Tito Murbaintoro, MM sebagai penguji luar ujian terbuka. Akhirnya

    penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan dan

    perhatian dalam penyelesaian disertasi ini.

    Wassalamualaikum wr. wb.

    Bogor, September 2010

    Budiyono

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dengan nama lengkap Budiyono lahir di Kebumen pada tanggal

    12 Oktober 1959. Penulis menyelesaiakan pendidikan SDN tahun 1970, SMP

    tahun 1973, dan STM Jurusan Sipil tahun 1976 di Kabupaten Kebumen, Provinsi

    Jawa Tengah. Selanjutnya, penulis mengikuti dinas pendidikan di Lembaga

    Politeknik PU-ITB Jurusan Pembangunan Kota di Bandung (1988), S1 pada

    jurusan Teknik Planologi di Universitas Krisnadwipayana (UN-ITB) Jakarta

    (1996), pendidikan S2 pada Jurusan Kebijakan Publik di Universitas

    Krisnadwipayana Jakarta (2001), dan pendidikan S3 pada Program Studi

    Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan di IPB (2006--Sekarang).

    Selain itu, penulis juga mengikuti pendidikan informal/diklat antara lain:

    Kursus Manajemen Proyek Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu

    (P3KT) Regional Sulawesi dan Irian Jaya (1988), Kursus Pelatihan Tenaga

    Pelaksanaan Gerakan Nasional Perumahan dan Permukiman Sehat (GNPPS)

    (1999), Kursus Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia Badan Pengelola

    Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (BP-KAPET) (2002), Kursus

    Peningkatan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang Hukum (2003),

    ADUM/PIM-1 (2006), Kursus Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

    (AMDAL) atau AMDAL-A (Plus) (2007). Seminar, workshop, dan kongres yang

    pernah diikuti antara lain di Jakarta, Kongres Nasional Ikatan Ahli Perencanaan

    (IAP) ( 1994), Jakarta, Konferensi Energi Sumber Daya Alam dan Lingkungan

    (1997), Jakarta, Semiloka Nasional Pembangunan Wilayah dalam Perspektif

    Otonomi Daerah dan Wacana Federasi (2000), Balikpapan, Convention, Seminar

    7th Construction Show of The 11th BIMP-EAGA Working Group Meeting on

    Construction Materials (2003). Jakarta, Pembahas pada Pembahasan Rancangan

    Undang-Undang Tentang Penataan Ruang pengganti Undang-Undang No.24/1992

    tentang Penataan Ruang Versi Perguruan Tinggi (Round Table Meeting

    Perguruan Tinggi, Juni-Desember 2006) (2006); Jakarta, Seminar dan Lokakarya

    RUU Penataan Ruang (Penyelenggara: REI, HKTI, DMI, IAI, IAP, ASSPI,

    URDI) (2006).

  • Riwayat penugasan dan jabatan penulis antara lain dinas di Dit. Tata Kota

    dan Tata Daerah, Ditjen Cipta Karya, Dep. PU sebagai Staf Juru Gambar (1980)

    dan sebagai Staf Profesional (1990), Dit. Bina Pelaksanaan Wilayah Barat, Ditjen

    Cipta Karya, Dep. PU sebagai Staf Profesional (1995), Dit. Pengembangan

    Kawasan Khusus, Ditjen Penataan Ruang, Dep. PU sebagai Plt. Kepala Seksi,

    Subdit Promosi dan Investasi Kawasan (2003), Asdep Pengembangan Kawasan

    Khusus Deputi Pengembangan Kawasan, Kementerian Perumahan Rakyat sebagai

    Kepala Sub. Bidang Kawasan Ekonomi, Bidang Penataan Kawasan (2006--

    sekatang).

    Penulis juga sebagai pengajar/dosen luar biasa di berbagai perguruan

    tinggi antara lain asisten dosen bidang Perencanaan Kota pada Jurusan Planologi,

    Universitas Krisnadwipayana (1995), dosen di Jurusan Perencanaan Wilayah dan

    Kota, Universitas Krisnadwipayana (1997--sekarang), dosen Pascasarjana S-2

    Jurusan Kajian Pengembangan Wilayah dan Kota Universitas Krisnadwipayana

    (2008--sekarang), dosen di jurusan Perencanaan Kota dan Real Estate, Universitas

    Tarumanagara (2000--sekarang), dosen pembimbing kerja praktik mahasiswa

    Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Trisakti (2007--2009).

    Karya ilmiah berbentuk diktat telah ditulis untuk mahasiswa dan praktisi

    yang berjudul (1) Prasarana Wilayah dan Kota, edisi-3 (2003), (2) diktat

    Penerapan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kota dan Bentuk Penanganan

    Pembangunan Permukiman Perkotaan (2004). Tanda jasa kehormatan yang

    diperoleh dari Presiden RI yaitu Satyalancana Karya Satya 10 Tahun (2001) dan

    Satyalancana Karya Satya 20 Tahun ( 2003 ).

    Penulis menikah dengan Novi Prasinta tanggal 08 November 1991.

    kemudian dikaruniai satu orang putri bernama Emy Mutia Zahrina serta dua orang

    putra yaitu Muhammad Nugroho Ramadhan dan Muhammad Mashuri

    Adinugroho.

    Bogor, September 2010

    Budiyono

  • xv

    DAFTAR ISI

    Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................. xv DAFTAR TABEL ......................................................................................... xviii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxi

    I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ....................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 7 1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 7 1.5 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 7 1.6 Kebaruan (Novelty) ....................................................................... 10 1.7 Istilah dan Definsi .......................................................................... 12

    II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 15 2.1 Pembangunan Berkelanjutan .......................................................... 15 2.2 Penataan Ruang Wilayah ............................................................... 18 2.3 Pengembangan Permukiman .......................................................... 20 2.4 Pengembangan Wilayah Perbatasan .............................................. 22 2.5 Konsep Kebijakan .......................................................................... 29

    III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 38 3.1 Metode Penelitian .......................................................................... 38 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 39 3.3 Rancangan Penelitian ..................................................................... 39

    3.3.1 Pengumpulan dan Analisis Data Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman .............................. 40 3.3.2 Analisis Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) ........ 40 3.3.3 Analisis Interpretative Structural Modelling (ISM) ........... 42 3.3.4 Analytical Hierarchy Process (AHP)................................. 45 3.3.5 Skenario Kebijakan dan Strategi Pengembangan ............. 47

    IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 48

    4.1 Tinjauan Umum Kabupaten Nunukan ........................................... 48 4.1.1 Administrasi dan Geografi ................................................. 48 4.1.2 Ketinggian dan Kemiringan ............................................... 51 4.1.3 Jenis Tanah ......................................................................... 51

  • xvi

    4.1.4 Pola Penggunaan Lahan ................................................... 53 4.1.4.1 Kehutanan .......................................................... 54 4.1.4.2 Pertanian ............................................................ 55 4.1.4.3 Perkebunan ......................................................... 56 4.1.4.4 Perikanan ........................................................... 56 4.1.4.5 Pertambangan...................................................... 57 4.1.4.6 Permukiman ....................................................... 58

    4.1.5 Kondisi Penduduk Kabupaten Nunukan .......................... 61 4.1.6 Kondisi Prasarana dan Sarana .......................................... 63

    4.1.6.1 Jalan dan Angkutan Sungai ................................ 63 4.1.6.2 Angkutan Udara ................................................. 67 4.1.6.3 Air Bersih ........................................................... 67 4.1.6.4 Listrik dan Telekomunikasi ............................... 70

    4.1.7 Kondisi Ekonomi Daerah ................................................. 70 4.1.8 Kebijakan Pembangunan Kabupaten Nunukan ............... 72 4.1.9 Potensi Sumberdaya Alam dan Wilayah .......................... 74

    4.1.9.1 Kehutanan ........................................................... 74 4.1.9.2 Pertanian ............................................................. 75 4.1.9.3 Perkebunan ......................................................... 76 4.1.9.4 Perikanan ............................................................ 76 4.1.9.5 Pertambangan ..................................................... 77 4.1.9.6 Permukiman ....................................................... 78

    4.2 Analisis Kondisi Permukiman Perbatasan ................................... 82 4.2.1 Kondisi dan Permasalahan Permukiman Perbatasan............ 82 4.2.2 Pengembangan Lahan Permukiman ..................................... 85 4.2.3 Kemampuan Pembiayaan Pembangunan Permukiman......... 88

    4.3 Analisis Komparatif Sektor Unggulan Kawasan .......................... 89 4.3.1 Sektor Unggulan Sub Kawasan Klaster I ............................ 91 4.3.2 Sektor Unggulan Sub Kawasan Klaster II .......................... 93 4.3.3 Sektor Unggulan Sub Kawasan Klaster III ......................... 96

    4.4 Analisis Strukturisasi Permasalahan dan Komponen Dominan Kebijakan ................................................... 101

    4.4.1 Elemen Permasalahan dalam Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara ........................................... 102

    4.4.2 Elemen Tolak Ukur dalam Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara .......................................... 108

    4.4.3 Komponen-komponen Dominan dalam Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan Wilayah Perbatasan Negara di Kabupaten Nunukan.. ........... 112

  • xvii

    4.4.4 Rekomendasi Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara ............................................................. 131 4.4.4.1. Penyusunan Strategi Pengembangan .................... 131

    4.5 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara ................................ 138

    4.5.1 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara ............................................ 139

    4.5.1.1 Desain Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman..... ...................................... 139 4.5.1.2 Desain Strategi Pengembangan Pembiayaan ........ 145 4.5.1.3 Desain Strategi Pengembangan Kelembagaan ..... 146 4.5.1.4 Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan ........ 149

    4.5.2 Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara ..................... 153

    V PEMBAHASAN UMUM ...................................................................... 158 VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 163 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 165 DAFTAR ISTILAH (GLOSSARY) ............................................................... 171 LAMPIRAN .................................................................................................... 173

  • xviii

    DAFTAR TABEL

    Halaman 1. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk tahun 2008 di Kabupaten Nunukan .......................................................... 5 2. Jumlah KK, jumlah rumah dan kebutuhan rumah tahun 2008 ................ 6 3. Structural self interaction matrix (SSIM) awal elemen............................ 43 4. Hasil reachability matrix (RM) final elemen ........................................... 43 5. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk tahun 2007 ... 62 6. Jumlah penduduk, rumah tangga dan rata-rata jiwa per rumah tangga tahun 2007 ................................................................... 63 7. Banyaknya pelanggan air minum menurut jenis pelanggan 2007 ........... 69 8. Struktur perekonomian menurut lapangan usaha tahun 2003 - 2007 ....... 71 9. Daftar daerah berdasarkan indeks fiskal dan kemiskinan daerah di

    Kalimantan Timur. 80 10. Penilaian bobot kriteria terhadap sektor pendukung klaster I .................. 90 11. Nilai sektor unggulan kluster I ................................................................. 91 12. Penilaian bobot kriteria terhadap sektor pendukung klaster II ................. 94 13. Nilai sektor unggulan kluster II................................................................ 94 14. Penilaian bobot kriteria terhadap sektor pendukung klaster III ............... 96 15. Nilai sektor pendukung klaster III............................................................ 97 16. Perhitungan kebutuhan lahan sawah (RTRW Kabupaten Nunukan 2004-2014) ............................................... 100 17. Elemen permasalahan pengembangan kawasan permukiman perbatasan ............................................................. 103 18. Elemen tolok ukur pengembangan kawasan permukiman perbatasan ................................................................................................. 109 19. Kebutuhan rumah di Kabupaten Nunukan tahun 2009 dan 2014... ......... 120 20. Perkiraan responden mengenai permasalahan pengembangan kawasan pada kondisi masa yang akan datang ........................................ 132 21. Strategi dan kombinasi kondisi faktor pengembangan kawasan.............. 133 22. Perkiraan responden mengenai permasalahan pengembangan kelembagaan pada kondisi masa yang akan datang ................................. 134 23. Strategi dan kombinasi kondisi faktor pengembangan pembiayaan......... 135 24. Perkiraan responden mengenai permasalahan pengembangan pembiayaan pada kondisi masa yang akan datang ................................... 136 25. Strategi dan kombinasi kondisi faktor pengembangan kelembagaan ...... 137

  • xix

    DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram kerangka pemikiran penelitian .................................................. 10 2. Diagram paradigma pembangunan berkelanjutan .................................... 16 3. Lokasi penelitian ...................................................................................... 39 4. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor ................................. 45 5. Hirarki kebijakan dan strategi pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara ....................... 46 6. Persentase luas wilayah per kecamatan.................................................... 49 7. Administrasi Kabupaten Nunukan ........................................................... 50 8. Peta fisiografis Kabupaten Nunukan ........................................................ 50 9. Persentase penyebaran dan luas ketinggian daerah Kabupaten Nunukan ................................................................................. 51 10. Peta jenis tanah Kabupaten Nunukan ....................................................... 52 11. Peta pola penggunaan lahan ..................................................................... 54 12. Peta kesesuaian lahan untuk hutan lindung .............................................. 55 13. Peta kesesuaian lahan untuk pertanian ..................................................... 56 14. Peta kesesuaian lahan untuk permukiman................................................ 58 15. Distribusi penduduk Kabupaten Nunukan menurut kecamatan 2007 ...... 62 16. Persentase panjang jalan menurut jenis permukaan 2007 (km) .............. 65 17. Peta kesesuaian lahan untuk keterlintasan jalan....................................... 66 18. Banyaknya pelanggan pada PDAM Nunukan 2002 - 2007...................... 68 19. Banyaknya air minum yang disalurkan 2002 - 2007 (m3) ....................... 69 20. Banyaknya tenaga listrik yang diproduksi 2004 2007 .......................... 70 21. Luas kawasan hutan menurut tata hutan kesepakatan 2007 (ha) ............. 74 22. Persentase produksi padi menurut kecamatan 2007................................. 75 23. Produksi komoditi kakao dan kelapa 2006-2007 ..................................... 76 24. Persentase produksi perikanan menurut kecamatan 2007 ........................ 77 25. Produksi pertambangan batubara dan minyak bumi 2006-2007 .............. 77 26. Kawasan tambang batubara dan minyak bumi.......................................... 78 27. Kawasan permukiman yang berkelompok dan terpencar ........................ 84 28. Kawasan permukiman yang berada di atas batas wilayah perbatasan ..... 84 29. Kawasan permukiman yang berada di muara sungai dan kumuh ............ 85 30. Peta pengembangan permukiman di setiap kluster .................................. 87 31. Pembagian kluster di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan .............. 90 32. Produksi minyak bumi (MMSTB) 2000 - 2007 (BBL) ........................... 92 33. Kesesuaian lahan untuk pertambangan .................................................... 93 34. Peta kesesuaian lahan untuk perkebunan ................................................. 95 35. Produksi komoditi tanaman perkebunan 2002-2007 (ton) ....................... 96 36. Peta Kabupaten Nunukan berdasarkan kelerengan .................................. 98

  • xx

    37. Peta Kabupaten Nunukan berdasarkan wilayah ketinggian ..................... 101 38. Peringkat elemen masalah berdasarkan nilai driver power ...................... 104 39. Diagram hierarki dari subelemen masalah dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara ........ 106 40. Matriks DP-D untuk subelemen masalah dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara ........ 107 41. Peringkat elemen tolok ukur berdasarkan nilai driver power................. 110 42. Diagram hierarki dari subelemen tolok ukur dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbataan negara .......... 111 43. Matriks DP-D untuk subelemen tolok ukur dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara ........ 112 44. Diagram hirarki AHP pada pengembangan kawasan permukiman perbatasan negara ................................................................ 113 45. Urutan prioritas faktor dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara ....................... 114 46. Urutan prioritas stakeholder dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara........................ 117 47. Urutan prioritas tujuan dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara ....................... 119 48. Urutan prioritas sasaran dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara ....................... 123 49. Bentuk penanganan pembangunan permukiman ..................................... 145

  • xxi

    DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Kebutuhan data MPE, kriteria dan deskripsi .......................................... 173 2. Contoh kuisioner kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara ...................... 174 3. Analisis ISM faktor kunci elemen masalah ............................................ 193 4. Analisis ISM faktor kunci elemen tolok ukur ......................................... 194 5. Contoh kuisioner AHP (analisis hirarkhi proses) .................................... 195 6. Daftar responden ...................................................................................... 228 7. Foto kondisi permukiman di wilayah perbatasan .................................... 232

  • I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan

    dengan garis pantai kurang lebih 81.900 km dan memiliki kawasan yang

    berbatasan dengan sepuluh negara, baik perbatasan darat maupun laut. Wilayah

    darat Republik Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia, Papua Nugini

    dan Timor Leste. Wilayah laut ZEE Indonesia berbatasan dengan sepuluh negara,

    yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau,

    Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Wilayah laut teritorial Indonesia

    berbatasan dengan tujuh negara, yaitu Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina,

    Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini (Bappenas 2004).

    Wilayah perbatasan darat Indonesia berada di tiga pulau, yaitu Pulau

    Kalimantan, Papua, dan Pulau Timor. Perbatasan tersebut tersebar di empat

    provinsi dan lima belas kabupaten/kota yang masing-masing wilayah memiliki

    karakteristik kawasan yang berbeda-beda. Sebagian besar wilayah perbatasan di

    Indonesia masih merupakan kawasan tertinggal dengan sarana dan prasarana

    sosial serta ekonomi yang masih sangat terbatas. Pandangan pada masa lalu

    bahwa wilayah perbatasan merupakan kawasan yang perlu diawasi secara ketat

    karena menjadi tempat persembunyian para pemberontak, telah menjadikan

    paradigma pembangunan perbatasan lebih mengutamakan pada pendekatan

    keamanan daripada kesejahteraan. Akibatnya wilayah perbatasan menjadi daerah

    yang tidak tersentuh oleh dinamika pembangunan dan masyarakatnya menjadi

    miskin sehingga secara ekonomi wilayah ini lebih berorientasi kepada negara

    tetangga. Sebagai contoh, salah satu negara tetangga yaitu Malaysia. Malaysia

    telah membangun pusat-pusat pertumbuhan di koridor perbatasannya melalui

    berbagai kegiatan ekonomi dan perdagangan yang telah memberikan keuntungan

    bagi pemerintah maupun masyarakatnya.

    Dengan pemerlakuan perdagangan bebas internasional dan kesepakatan serta

    kerjasama ekonomi, regional maupun bilateral, peluang ekonomi di beberapa

    wilayah perbatasan darat maupun laut menjadi lebih terbuka dan perlu menjadi

    pertimbangan dalam upaya pengembangan kawasan tersebut. Kerjasama

  • 2

    subregional antara Indonesia dengan negara tetangga ASEAN pada khususnya dan

    negara Kawasan Asia Pasifik pada umumnya perlu dimanfaatkan secara optimal

    sehingga memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak secara seimbang. Untuk

    melaksanakan berbagai kerjasama ekonomi internasional dan subregional

    tersebut, Indonesia perlu menyiapkan berbagai kebijakan dan langkah serta

    program pembangunan yang menyeluruh dan terpadu sehingga tidak tertinggal

    dengan negara-negara tetangga.

    Prasarana ekonomi dan sosial yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan

    kerjasama bilateral dan subregional perlu disiapkan. Penyediaan prasarana dan

    sarana ini tentunya membutuhkan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu,

    penentuan prioritas diperlukan baik lokasi maupun waktu pelaksanaannya.

    GBHN 1999 telah mengamanatkan bahwa wilayah perbatasan merupakan

    kawasan tertinggal yang harus mendapat prioritas dalam pembangunan. Amanat

    GBHN ini telah dijabarkan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang

    Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000 - 2004 yang memuat program-

    program prioritas selama lima tahun. Komitmen pemerintah melalui kedua produk

    perundang-undangan tersebut pada kenyataannya belum dapat dilaksanakan

    sebagaimana mestinya karena beberapa faktor yang saling terkait, mulai dari segi

    politik, hukum, kelembagaan, sumberdaya, koordinasi, dan faktor lainnya.

    Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan

    bahwa wilayah perbatasan negara sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN).

    Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

    Nasional (RTRWN) menetapkan bahwa penataan ruang wilayah perbatasan

    negara akan diprioritaskan dan percepatan pertumbuhannya didorong melalui

    pembangunan di berbagai sektor, antara lain sektor permukiman agar dapat

    terwujud pusat-pusat petumbuhan baru di wilayah perbatasan.

    Sektor permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

    mempunyai peran strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia

    Indonesia. UUD 1945 pasal 28 h ayat 1 mengamanatkan bahwa setiap orang

    berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan

    lingkungan hidup baik dan dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

    kesehatan. Pentingnya mendapatkan tempat tinggal bagi warga negara juga diatur

  • 3

    dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 40. Oleh karena

    itu, permukiman sebagai wadah tempat tinggal perseorangan maupun dalam

    entitas sosial baik dalam bentuk keluarga atau lainnya merupakan hak setiap

    orang.

    Pengembangan permukiman di wilayah perbatasan dalam Undang-Undang No.

    4 Tahun 1992, diamanatkan sebagai pengembangan permukiman khusus.

    Pengembangan permukiman khusus menjadi salah satu program prioritas

    pembangunan wilayah perbatasan dalam upaya pengembangan potensi ekonomi

    dan sumber daya alam. Masih terbatasnya infrastruktur dan kurang

    berkembangnya permukiman di wilayah perbatasan baik yang berada dalam

    kawasan perkotaan maupun perdesaan menyebabkan aktivitas sosio-ekonomi

    banyak berorientasi ke negara tetangga. Selain menyebabkan ketergantungan

    negara tetangga, hal ini juga menyangkut keamanan, kehormatan, dan kesadaran

    masyarakat perbatasan akan identitas nasional.

    Dalam rangka mewujudkan keterpaduan dalam pembangunan di wilayah

    perbatasan khususnya dalam sektor permukiman, perlu dipahami profil

    karakteristik dan kebutuhan pengembangan permukiman. Hal ini dimaksudkan

    agar diketahui arah kecenderungan pengembanganya yang meliputi aspek-aspek

    keselarasan antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung, keterkaitan antara

    pusat-pusat pertumbuhan baru dengan pusat-pusat kegiatan (kota), penguatan pola

    interaksi orientasi ekonomi yang berbasis potensi sumber daya alam wilayah.

    Oleh karena itu, diperlukan penyiapan perangkat kebijakan pengembangan

    kawasan pemukiman di tingkat kabupaten, kawasan pusat pertumbuhan maupun

    pada kawasan yang sangat terinci di wilayah perbatasan negara.

    Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru (border city) di wilayah

    perbatasan terdapat enam kategori yaitu: (1) melindungi ruang terbuka

    hijau/konservasi dan sumber daya alam, (2) dapat mengoptimalkan penggunaan

    lahan, (3) mengurangi dan efisiensi pembiayaan pembangunan infrastruktur, (4)

    mendorong sinergitas hubungan kota dan desa, (5) memastikan transisi penggunan

    lahan perdesaan menuju perkotaan berjalan secara alamiah dan terarah (Cho

    2006).

  • 4

    Dinamika kegiatan ekonomi perkotaan di wilayah perbatasan merupakan

    kondisi yang dapat meningkatkan pertumbuhan kota-kota (pusat pertumbuhan

    baru) perbatasan negara. Namun, apabila tidak terkendali, hal ini akan dapat

    menjadi penghambat dalam pengembangan potensi pertumbuhan sebagai

    penggerak pengembangan sosial, kependudukan, ekonomi, dan peningkatan

    kesejahteraan secara berkelanjutan di wilayahnya (Canales 1999). Berdasarkan hal

    tersebut kiranya perlu dibuat desain kebijakan pengembangan kawasan

    permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara.

    1.2 Perumusan Masalah

    Kabupaten Nunukan yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi

    Kalimantan Timur yang berada pada wilayah perbatasan negara dalam PP Nomor

    26 Tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) ditetapkan

    sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) wilayah perbatasan negara.

    Konsekuensi penetapan sebagai KSN adalah bahwa pemerintah pusat dan

    pemerintah daerah harus memprioritaskan kegiatan penataan ruangnya dan semua

    sektor pembangunan terkait di kawasan tersebut. Sementara kondisi wilayah

    perbatasan di Kabupaten Nunukan belum mendapatkan perhatian serius dalam

    pembangunan bidang sosial, ekonomi, maupun fisik seperti prasarana kawasan

    permukiman untuk mendorong tumbuhnya pusat pertumbuhan baru (border city).

    Kondisi tersebut menimbulkan kesenjangan pembangunan dengan wilayah

    perbatasan negara tetangga yang kemudian menyebabkan banyaknya pelintas

    batas antarnegara. Hal ini akan lebih menguntungkan ekonomi negara tetangga

    dan mengurangi kesadaran masyarakat akan identitas nasional.

    Kondisi Kabupaten Nunukan seperti halnya kota-kota kecil di wilayah

    perbatasan yang masih kurang berkembang. Padahal, kota-kota kecil tersebut

    seharusnya dapat berfungsi sebagai pusat-pusat permukiman untuk aktivitas

    penduduk di wilayah perbatasan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang

    masih jarang di Kabupaten Nunukan sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

  • 5

    Tabel 1. Luas wilayah, jumlah penduduk, dan kepadatan penduduk tahun 2008 di Kabupaten Nunukan

    Kecamatan Luas Wilayah (km2) Jumlah Penduduk

    (jiwa) Kepadatan Penduduk

    (jiwa/km2) Krayan 1837,45 8438 5 Krayan Selatan 1756,46 2271 1 Lumbis 3645,50 9380 3 Sembakung 2055,90 8503 4 Nunukan 1596,77 53951 34 Sebuku 3124,90 11731 4 Sebatik 104,42 20283 194 Sebatik Barat 142,19 11028 78

    Jumlah 14263,68 125585 9 Sumber : Badan Pusat Statistik, Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

    Permasalahan lainnya adalah permukiman di wilayah perbatasan Kabupaten

    Nunukan kondisi lingkungannya tidak tertata, terpencar, kumuh, dan tidak

    dikelola dengan baik. Selain itu, belum ada koordinasi pembangunan permukiman

    antara stakeholders terkait secara efisien dan efektif di wilayah perbatasan

    sehingga diperlukan adanya perangkat kebijakan untuk meningkatkan koordinasi

    pelaksanaan di daerah. Wilayah perbatasan Pulau Kalimantan seperti Kota

    Nunukan di Kabupaten Nunukan juga merupakan salah satu pintu gerbang dan

    transit dengan Malaysia. Kawasan tersebut sering menyebabkan terjadinya

    kesenjangan ekonomi antara penduduk asli dengan pendatang yang bekerja di

    Malaysia.

    Dalam lingkup Kabupaten Nunukan sebagai salah satu wilayah perbatasan di

    Pulau Kalimantan, pembangunan yang dilaksanakan masih menyisakan persoalan

    yang cukup menonjol, yakni ketimpangan pembangunan antara wilayah daratan di

    Pulau Kalimantan dengan wilayah kepulauan, seperti Pulau Nunukan sebagai

    ibukota kabupaten. Hal ini dapat dilihat dari ketimpangan jumlah rumah dengan

    jumlah KK sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

  • 6

    Tabel 2. Jumlah KK, jumlah rumah, dan kebutuhan rumah tahun 2008

    Kecamatan Jumlah KK Jumlah Rumah Kebutuhan Rumah Krayan 1917 1150 767 Krayan Selatan 545 382 164 Lumbis 2366 1538 828 Sembakung 2230 1561 669 Nunukan 14653 10990 3663 Sebuku 2593 1556 1037 Sebatik 5163 2840 2323 Sebatik Barat 3235 2265 971

    Jumlah 32702 22280 10422 Sumber : Badan Pusat Statistik, Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

    Pada kawasan permukiman yang berbatasan langsung dengan wilayah

    Malaysia seperti Kabupaten Nunukan diperlukan adanya pengembangan dan

    penataan terkait dengan rencana Pemerintah Malaysia untuk melakukan

    pemagaran pada wilayah perbatasan. Hal ini disebabkan banyaknya perumahan

    yang berada persis di batas wilayah Indonesia dengan Malaysia.

    Kondisi ini membutuhkan strategi kebijakan pengembangan wilayah yang

    menjamin tercapainya keterpaduan dan keseimbangan dalam pembangunan

    seluruh kawasan secara lebih sinergi. Pengembangan wilayah perbatasan darat di

    Pulau Kalimantan secara umum dan Kabupaten Nunukan secara khusus pada

    masa datang diharapkan dapat lebih diarahkan sebagai pengembangan kawasan

    khusus dengan pola pemanfaatan ruang yang spesifik, sesuai dengan dinamika

    wilayah perbatasan.

    Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, muncul pertanyaan-

    pertanyaan penelitian yang menjadi landasan pelaksanaan kegiatan yaitu sebagai

    berikut:

    a. Bagaimana kondisi permukiman yang ada di wilayah perbatasan Kabupaten

    Nunukan?

    b. Bagaimana potensi SDA yang terkait dalam mendukung pengembangan

    permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara ?

  • 7

    c. Bagaimana pengaruh-pengaruh faktor-faktor penting permasalahan perbatasan

    dalam penyusunan kebijakan dan strategi pengembangan permukiman

    berkelanjutan wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan.?

    d. Bagaimana kebijakan dan strategi pengembangan kawasan permukiman

    berkelanjutan wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan untuk

    mendukung fungsi wilayah perbatasan sebagai beranda depan negara ?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mendesain kebijakan pengembangan

    kawasan permukiman berkelanjutan wilayah perbatasan negara di Kabupaten

    Nunukan. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah:

    1. Mengidentifikasi dan menganalisis kondisi permukiman yang ada (existing

    condition) di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan.

    2. Mengindentifikasi dan menganalisis potensi SDA yang terkait dan mendukung

    pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan wilayah perbatasan

    negara di Kabupaten Nunukan.

    3. Menganalisis dan merumuskan faktor-faktor penting yang berpengaruh dalam

    penyusunan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan permukiman

    berkelanjutan wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan.

    4. Menyusun kebijakan dan strategi pengembangan kawasan permukiman

    berkelanjutan wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagai masukan

    kebijakan dalam mengembangkan kawasan permukiman berkelanjutan wilayah

    perbatasan negara secara terpadu di Indonesia. Selain itu, dari aspek

    pengembangan keilmuan ke depan diharapkan bermanfaat bagi pembelajaran

    dalam sistem pengambilan keputusan dalam pengembangan permukiman

    berkelanjutan, khususnya di wilayah perbatasan negara.

  • 8

    1.5 Kerangka Pemikiran

    Kondisi perbatasan di Indonesia, baik perbatasan darat maupun laut, berbeda

    satu dengan lainnya. Demikian pula dengan negara-negara tetangga yang

    berbatasan, setiap negara memiliki karakteristik yang berbeda. Beberapa negara

    tetangga memiliki kondisi sosial dan ekonomi yang lebih baik. Namun, sebagian

    kondisinya relatif sama, bahkan ada pula yang kondisi sosial ekonominya lebih

    terbelakang. Adanya kondisi tersebut, mengakibatkan masing-masing wilayah

    perbatasan memerlukan pendekatan yang berbeda. Walaupun demikian, perlu ada

    suatu kebijakan dasar sebagai payung dari seluruh kebijakan dan strategi khusus

    termasuk di dalamnya berlaku untuk pengembangan permukiman.

    Secara umum, pengembangan kawasan permukiman perbatasan memerlukan

    suatu pola atau kerangka penanganan pengembangan yang menyeluruh dan

    terpadu, meliputi berbagai sektor dan kegiatan pembangunan serta koordinasi dan

    kerjasama yang efektif mulai dari pemerintah pusat hingga tingkat

    kabupaten/kota. Pola penanganan tersebut dapat dijabarkan melalui penyusunan

    kebijakan dari tingkat makro sampai tingkat mikro dan disusun berdasarkan

    proses yang partisipatif baik secara horisontal di pusat maupun vertikal dengan

    pemerintah daerah. Adapun jangkauan pelaksanaannya bersifat strategis sampai

    dengan operasional.

    Kebijakan umum pengembangan kawasan permukiman perbatasan antarnegara

    terdiri dari kebijakan-kebijakan seperti peningkatan keberpihakan terhadap

    wilayah perbatasan sebagai wilayah tertinggal dan terisolir dengan menggunakan

    pendekatan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang melalui kebijakan

    pengembangan permukiman yang berkelanjutan.

    Selama ini, pengelolaan wilayah perbatasan berbeda dengan paradigma saat

    ini. Pada masa lalu pengelolaan wilayah perbatasan lebih menekankan pada aspek

    keamanan (security approach), sedangkan saat ini kondisi keamanan regional

    relatif stabil sehingga pengembangan wilayah perbatasan perlu pula menekankan

    kepada aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Pengelolaan wilayah

    perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) sangat

    diperlukan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat,

    meningkatkan sumber pendapatan negara, dan mengejar ketinggalan

  • 9

    pembangunan dari wilayah negara tetangga. Oleh karena itu, pengembangan

    wilayah perbatasan melalui pendekatan kesejahteraan sekaligus pendekatan

    keamanan secara serasi perlu dijadikan landasan dalam penyusunan berbagai

    program dan kegiatan termasuk kawasan permukiman dan infrastruktur secara

    terpadu, tertata, dan berkelanjutan.

    Paradigma masa lalu yang menjadikan wilayah perbatasan sebagai halaman

    belakang merupakan pandangan yang keliru sebab wilayah perbatasan di

    Indonesia memiliki nilai politik, ekonomi, dan keamanan yang sangat strategis,

    tidak saja bagi bangsa Indonesia melainkan juga bagi negara-negara lainnya,

    terutama negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Hal ini disebabkan posisi

    geografis Indonesia yang berada di titik silang Benua Eropa-Asia, Asia-Australia,

    dan Australia-Eropa.

    Dengan posisi strategis ini, Indonesia berpeluang sangat besar di Kawasan Asia

    dan Pasifik pada masa yang akan datang. Akselerasi pembangunan wilayah

    perbatasan melalui pengembangan kawasan permukiman sebagai pusat

    pertumbuhan baru dan sekaligus sebagai embrio kegiatan ekonomi merupakan

    upaya yang logis. Hal ini disebabkan pembangunan infrastruktur dan sektor

    strategis membutuhkan biaya dan investasi yang besar. Dalam rangka mendukung

    kegiatan tersebut diperlukan upaya penataan ruang, pembangunan infrastruktur

    kawasan, kebijakan investasi, SDM, serta kelembagaan yang mendukung

    pengembangan pusat pertumbuhan. Kebijakan ini sejalan dengan kebijakan yang

    telah diterapkan oleh beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

    Percepatan pembangunan wilayah perbatasan dengan menggunakan

    pendekatan kesejahteraan kemiskinan dan ketertinggalan masyarakat dapat

    dimulai dengan mengembangkan terlebih dahulu mengembankan kawasan

    permukiman perbatasan. Hal ini menyebabkan minimnya infrastruktur wilayah,

    terbatasnya fasilitas umum dan sosial, serta rendahnya kesejahteraan masyarakat.

    Keterbatasan pelayanan publik di wilayah perbatasan menyebabkan orientasi

    aktivitas sosial ekonomi masyarakat ke wilayah negara tetangga. Dalam rangka

    memenuhi hak-hak masyarakat sebagai warga negara dalam memperoleh

    pelayanan publik dan kesejahteraan sosial serta membuka keterisolasian wilayah,

    diperlukan percepatan pembangunan kawasan permukiman perbatasan dengan

  • 10

    menggunakan pendekatan kesejahteraan. Untuk lebih jelasnya, kerangka

    pemikiran penelitian ini disajikan dalam Gambar 1.

    Gambar 1. Diagram kerangka pemikiran penelitian

    1.6 Kebaruan (Novelty)

    Dalam mewujudkan pengembangan kawasan permukiman di wilayah

    perbatasan negara, pada pelaksanaannya sering terjadi kesenjangan koordinasi

    Pendekatan Lingkungan dan Hankam

    Aktivitas Kegiatan

    Perdagangan

    Sumber Daya Alam

    Potensi Permasalaha

    Kesenjangan Ekonomi dan Kemiskinan

    Kawasan Tidak Tertata dan Kumuh

    Ancaman Kehilangan

    SDA & Wilayah

    Sektor Potensial Kws Untuk

    Diinvestasikan

    Pengembangan Kawasan Perkim Perbatasan Negara

    Formulasi Kebijakan dan Strategi Pengembangan

    Perkim Perbatasan Negara

    Prioritas Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman

    Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara

    SDA dan Lingkungan

    Kesenjangan Prasarana

    dan Sarana

    Pembanding

    Wilayah perbatasan Negara

    Karakteristik Pembangunan di

    Wilaah Perbatasan Negara Malaysia

    Percepatan Pembangunan Wilayah Perbatasan

    Analisis MPE

    Analisis AHP

    Analisis ISM

  • 11

    antara stakeholders terkait di pusat maupun di daerah. Hal ini mengakibatkan,

    tidak terwujudmya kondisi kawasan permukiman yang tertata, terarah, dan

    berkelanjutan. Untuk pelaksanaan ke depan, diperlukan suatu instrumen

    pengaturan berupa kebijakan dan strategi pengembangan. Kajian dan penelitian

    yang memberikan pembuktian pentingnya instrumen pengaturan tersebut adalah

    bentuk arahan-arahan kebijakan dan strategi untuk pelaksanaan pengembangan

    kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara selama ini

    belum ada.

    Terkait dengan pelaksanaan pengembangan kawasan permukiman

    berkelanjutan, belum pernah ada penelitian atau upaya mendesain suatu kebijakan

    dan strategi dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan khususnya

    di wilayah perbatasan negara yang bersifat komprehensif dan terpadu. Kalaupun

    ada, masih terbatas pada kegiatan stimulan pengembangan sarana dan prasarana

    lingkungan permukiman yang bersifat sektoral.

    Kebaruan (novelty) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Konsepsi dan pemikiran baru bahwa pengembangan kawasan permukiman di

    wilayah perbatasan negara, berdasarkan faktor pengungkit yang menjadi

    permasalahan utama di wilayah perbatasan negara sebagai dasar pembuatan

    kebijakan dan strategi pelaksanaan sebagai instrumen petunjuk pelaksanaan

    kepada para pelaku pembangunan dalam pengembangan kawasan permukiman

    yang berkelanjutan.

    2. Memperkuat konsepsi dan pemikiran pengembangan kawasan permukiman

    yang terpadu berbasis SDA sektor unggulan agar kawasan permukiman yang

    dikembangkan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan dapat mendorong

    percepatan pembangunan permukiman di wilayah perbatasan negara (sebagai

    beranda depan negara) yang lebih baik (terarah, tertata), dan berkelanjutan.

    3. Membuat desain kebijakan dalam pelaksanaan pengembangan kawasan

    permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara sebagai suatu model

    decision support system melalui tahapan: identifikasi faktor dominan,

    menetapkan SDA sektor unggulan kawasan, merumuskan kebijakan, dan

    menyusun strategi pelaksanaannya dengan menggunakan analisis terpadu yang

    melibatkan pakar dan stakeholders terkait serta sistem lunak (soft system

  • 12

    methodology/SSM) dengan alat analisis metode perbandingan eksponensial

    (MPE), interpretative structural modelling (ISM), dan analytical hierarchy

    process (AHP).

    1.7 Istilah dan Definisi Beberapa istilah atau definisi yang dipakai meliputi:

    1. Wilayah

    Adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur

    terkait yang batas-batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek

    administratif dan atau aspek fungsional (Undang-Undang Republik Indonesia

    Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1 Bab Ketentuan

    Umum).

    2. Kawasan

    Adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya (Undang-

    Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

    Pasal 1 Bab Ketentuan Umum).

    3. Kawasan Khusus

    Adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang

    ditetapkan oleh pemerintah (pusat dan/atau daerah) untuk menyelenggarakan

    kegiatan dengan fungsi khusus seperti industri, perbatasan, nelayan,

    pertambangan, pertanian, pariwisata, pelabuhan, cagar budaya, dan rawan

    bencana (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia

    Nomor 14 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Perumahan Kawasan

    Khusus, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum).

    4. Wilayah Perbatasan

    Adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota yang

    berbatasan dengan negara lain, baik terletak perbatasan darat maupun

    perbatasan laut (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik

    Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan

    Penyelenggaraan Pengembangan Perumahan Wilayah Perbatasan, Pasal 1 Bab

    Ketentuan).

    5. Kawasan Perdesaan

  • 13

    Adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk

    pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

    tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan

    sosial, dan kegiatan ekonomi (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26

    Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum).

    6. Kawasan Perkotaan

    Adalah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan

    fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan

    distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pemusatan dan distribusi pelayanan

    jasa pemerintahan, pelayanan sosial, serta kegiatan ekonomi (Undang-undang

    Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1

    Bab Ketentuan Umum)

    7. Rumah

    Adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan

    sarana pembinaan keluarga (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4

    Tahun 1992 tentang Permukiman, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum)

    8. Perumahan

    Adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal

    atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

    lingkungan. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992

    tentang Permukiman, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum)

    9. Permukiman

    Adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang

    berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai

    lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang

    mendukung perikehidupan dan penghidupan (Undang-undang Republik

    Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Permukiman, Pasal 1 Bab Ketentuan

    Umum).

    10. Kawasan Permukiman

    Adalah kawasan budidaya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dengan

    fungsi utama untuk permukiman (Peraturan Menteri Negara Perumahan

    Rakyat Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan

    Perumahan Kawasan Khusus, Pasal 1 Bab Ketentuan).

  • 14

    11. Perumahan Wilayah Perbatasan

    Adalah perumahan kawasan khusus untuk menunjang kegiatan berbagai

    fungsi di wilayah perbatasan negara (Peraturan Menteri Negara Perumahan

    Rakyat Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Petunjuk

    Pelaksanaan Penyelenggaraan Pengembangan Perumahan Wilayah perbatasan,

    Pasal 1 Bab Ketentuan).

    12. Persyaratan Ekologis

    Adalah persyaratan yang berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan, baik

    antara lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan lingkungan

    sosial budaya, termasuk nilai-nilai budaya bangsa yang perlu dilestarikan

    (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

    Ruang, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum).

    13. Prasarana Lingkungan

    Kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan

    permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Undang-Undang

    Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Permukiman, Pasal 1 Bab

    Ketentuan Umum).

    14. Penyelenggaraan Pengembangan Kawasan Permukiman

    Upaya pengembangan permukiman yang diselenggarakan melalui kegiatan

    penetapan lokasi dan perencanaan kawasan termasuk untuk mitigasi bencana;

    penyediaan tanah; penyiapan lahan; penyediaan prasarana dan sarana

    kawasan; dan pengendalian pelaksanaan pengembangan kawasan (Peraturan

    Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 14 Tahun

    2006 tentang Pengembangan Perumahan Kawasan Khusus, Pasal 1 Bab

    Ketentuan).

    15. Masyarakat di Perbatasan Negara

    Adalah orang atau sekelompok orang yang bekerja dan bertempat tinggal di

    kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara (Peraturan Menteri

    Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang

    Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pengembangan Perumahan Wilayah

    perbatasan, Pasal 1 Bab Ketentuan).

  • II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pembangunan Berkelanjutan

    Konsep pembangunan yang mengintegrasikan masalah ekologi, ekonomi, dan

    sosial yang disebut dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development)

    telah disepakati secara global sejak diselenggarakannya United Nation's

    Conference on The Human Environment di Stockholm tahun 1972.

    Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang dapat

    memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan

    datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya (World Commission on Environment

    and Development (WCED) 1987). Komisi Brundland menyatakan bahwa

    pembangunan berkelanjutan bukanlah suatu kondisi yang kaku mengenai

    keselarasan, tetapi merupakan suatu proses perubahan di mana eksploitasi

    sumberdaya, arah investasi, orientasi perkembangan teknologi, dan perubahan

    institusi dibuat konsisten dengan masa depan seperti halnya kebutuhan saat ini.

    Pada tingkat yang minimum, pembangunan berkelanjutan tidak boleh

    membahayakan sistem alam yang mendukung semua kehidupan di muka bumi.

    Pembangunan selalu memiliki implikasi ekonomi, sosial, dan politik.

    Pembangunan dapat dikatakan sebagai vektor dari tujuan sosial suatu masyarakat.

    Tujuan tersebut merupakan atribut yang ingin dicapai atau dimaksimalkan oleh

    masyarakat. Atribut tersebut dapat mencakup kenaikan pendapatan per kapita,

    perbaikan kondisi gizi dan kesehatan, pendidikan, akses terhadap sumber daya,

    distribusi pendapatan yang lebih merata, dan sebagainya. Oleh karena itu, konsep

    berkelanjutan dapat diartikan sebagai persyaratan umum di mana karakter sektor

    pembangunan tersebut tidak berkurang sejalan dengan waktu (Pearce and Tannis

    1999).

    Dalam hal pengelolaan sumber daya alam, telah disepakati secara global

    mengenai bagaimana seharusnya sumber daya alam dikelola agar berkelanjutan.

    Hal ini digunakan sebagai dasar bagi peningkatan kesejahteraan manusia dan

    kegiatan ekonomi. Berdasarkan kesepakatan ini, dijelaskan bahwa pengelolaan

    sumber daya alam harus mempertimbangkan ketiga aspek sekaligus yaitu

    ekonomi, ekologi, dan sosial. Sejalan dengan hal ini, upaya mengubah pola

  • 16

    konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan menjadi hal utama untuk

    mendukung upaya perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan

    sebagai prasyarat peningkatan kesejahteraan masyarakat generasi sekarang dan

    yang akan datang. Sehubungan dengan konsep pelaksanaan paradigma

    pembangunan berkelanjutan, World Bank telah menjabarkan dalam bentuk

    kerangka segitiga.

    Gambar 2. Diagram pembangunan berkelanjutan (Munasinghe 1993 atau Djakapermana 2010)

    Menurut kerangka tersebut, suatu kegiatan pembangunan (termasuk

    pengelolaan sumber daya alam dan berbagai dimensinya) dinyatakan

    berkelanjutan jika kegiatan tersebut secara ekonomi, ekologi, dan sosial bersifat

    berkelanjutan (Serageldin 1996).

    Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan

    harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan

    penggunaan sumber daya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara

    ekologi berarti kegiatan tersebut harus dapat mempertahankan integritas

    ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan mengonservasi sumberdaya

    alam termasuk keanekaragaman hayati. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan

    bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan

    hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat,

    EKOLOGI Sumber Daya Alam

    Wilayah Perbatasan)

    SOSIAL Keadilan

    Pemerataan Kesejahteraan

    Nilai-nilai budaya Partisipasi Konsultasi

  • 17

    pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan.

    Berkaitan dengan kebijakan pemerintah, agar segenap tujuan pembangunan

    berkelanjutan ini dapat tercapai, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan.

    Pertama, dalam konteks hubungan antara tujuan sosial dan ekonomi, diperlukan

    kebijakan ekonomi yang meliputi intervensi pemerintah secara terarah,

    pemerataan pendapatan, penciptaan kesempatan kerja, dan pemberian subsidi bagi

    kegiatan pembangunan yang memerlukannya. Kedua, dalam konteks hubungan

    antara tujuan sosial dan ekologi, strategi yang perlu ditempuh adalah partisipasi

    masyarakat, swasta, dan konsultasi.

    Implementasi konsep pembangunan berkelanjutan telah diterapkan di banyak

    negara dan oleh berbagai lembaga dengan mengembangkan indikator

    keberlanjutan. Sebagai contoh, Centre for International Forestry Research

    (CIFOR) mengembangkan sistem pembangunan kehutanan berkelanjutan dengan

    mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Charles

    (2001) mengembangkan sistem pembangunan perikanan berkelanjutan dengan

    memadukan keberlanjutan ekologi, keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial,

    dan keberlanjutan kelembagaan. FAO mengembangkan indikator keberlanjutan

    untuk pembangunan wilayah pesisir berdasarkan aspek ekologi, ekonomi, sosial,

    kelembagaan, teknologi, dan pertahanan keamanan.

    Secara operasional, pembangunan berkelanjutan sinergik dengan pengelolaan

    lingkungan. Pengelolaan lingkungan didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk

    melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,

    pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan

    pengendalian lingkungan hidup (UU No. 23 Tahun 1997). Definisi ini

    menegaskan bahwa pengertian pengelolaan lingkungan mempunyai cakupan yang

    luas karena tidak hanya meliputi upaya-upaya pelestarian lingkungan, tetapi juga

    mencegah proses terjadinya degradasi lingkungan, khususnya melalui proses

    penataan lingkungan. Dengan demikian, perlu disadari bahwa upaya-upaya

    pengelolaan wilayah tidak akan tercapai. Bahkan, yang akan terjadi justru

    kerusakan lingkungan (baik "renewable" maupun yang "non renewable")

    yang justru akan menjadi "cost" yang "never ending". Sebaliknya bila ada

    rekayasa pengaturan pemanfaatan ruang dengan baik terhadap berbagai

    potensi, sumber daya lahan melalui upaya perencanaan penggunaan lahan

  • 18

    akan dihasilkan suatu usulan optimasi ruang yang optimal.

    Adanya pengalokasian ruang-ruang kegiatan produksi setelah melalui

    proses optimasi pemanfaatan ruang, diharapkan terjadi peningkatan

    pertumbuhan ekonomi masyarakat di wilayah tersebut. Arahan pengaturan

    berbentuk rencana tata ruang melalui optimasi kegiatan pemanfaatan sumber

    daya alam yang ada harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung

    wilayah serta memprediksi pemanfaatannya untuk kebutuhan masa yang akan

    datang. Dengan demikian, tercapai sinergi antara berbagai jenis kegiatan

    pengelolaan sumber daya alami dengan fungsi lokasi, kualitas lingkungan, dan

    estetika wilayah.

    2.2 Penataan Ruang Wilayah

    Penataan ruang adalah proses mengoptimalkan sumber daya alam bagi

    kepentingan manusia dan mahkluk hidup lainnya yang didasarkan pada daya

    dukung alam dengan didukung tekonologi yang sesuai, serasi, selaras, dan

    seimbang dengan ekosistem lainnya serta memberikan manfaat bagi

    pengembangan wilayah (UU 26/2007). Untuk mencapai tujuan penataan ruang

    tersebut, proses penataan ruang harus melalui tahapan perencanaan, pemanfaatan

    ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang

    wilayah.

    Menurut Rustiadi et al. (2004), dalam proses penataan ruang wilayah, harus

    dipahami terlebih dahulu konsep-konsep mengenai wilayah. Ada beberapa

    pengertian wilayah yang terkait aspek keruangan yang harus dipahami terlebih

    dahulu. Konsep wilayah dalam proses penataan ruang harus meliputi konsep

    ruang sebagai ruang wilayah ekonomi, ruang wilayah sosial budaya, ruang

    wilayah ekologi, dan ruang wilayah politik. Semua unsur yang terkait konsep

    ruang wilayah ini harus sinergi, terpadu, dan saling memengaruhi secara sistem

    dengan memberikan manfaat optimal. Wilayah itu sendiri adalah batasan

    geografis (delineasi yang dibatasi oleh koordinat geografis) yang mempunyai

    pengertian/maksud tertentu atau sesuai fungsi pengamatan tertentu.

    Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah

    adalah ruang yang berupa satuan geografis, di dalamnya terdapat berbagai unsur

  • 19

    terkait yang yang dibatasi oleh koordinat tertentu untuk maksud dan tujuan

    tertentu. Menurut Rustiadi (2004), pengertian ini akan selalu terkait aspek

    kepentingan sosial, ekonomi, budaya, politik, keamanan, maupun pertahanan.

    Beberapa literatur pada umumnya juga memberikan batasan pengertian

    wilayah yang terkait dengan aspek lingkungan, ekonomi, kondisi fisik sumber

    daya alam, karakteristik sosial budaya, dan wilayah batas administrasi yang rigid.

    Secara umum, beberapa pengertian wilayah ini dapat dikelompokan sebagai

    berikut.

    1) Ruang wilayah ekologis adalah deliniasi fungsi kesatuan ekosistem berbagai

    kehidupan alam dan buatan yang membentuk pola ruang ekotipe dan struktur

    hubungan yang hierarkis antara ekotipe, misalnya daerah aliran sungai (DAS)

    dengan sub-DAS-nya, wilayah hutan tropis dengan struktur bagian hutan

    tropisnya.

    2) Ruang wilayah ekonomi adalah deliniasi wilayah yang berorientasi

    menggambarkan maksud fungsi (manfaat-manfaat) ekonomi, seperti wilayah

    produksi, konsumsi, perdagangan, serta aliran barang dan jasa. Biasanya hal

    ini juga terkait dengan satuan fungsi tingkat pertumbuhan ekonomi, wilayah

    pasar, pendapatan daerah, dan struktur pusat pelayanan ekonomi serta

    transportasi. Ruang wilayah sosial budaya adalah deliniasi wilayah yang

    terkait dengan budaya adat dan berbagai perilaku masyarakatnya.

    Dalam konteks pemanfaatan ruang untuk berbagai sektor pembangunan,

    pemahaman terhadap konsep ruang wilayah yang disusun berdasarkan klaster ini

    menjadi penting. Hal ini ditujukan agar dapat secara rinci dan mudah menetapkan

    variabel dan komponen dominan yang memengaruhi proses pengembangan

    permukiman di wilayah perbatasan negara sebagai pusat pertumbuhan baru.

    Memahami kecenderungan pertumbuhan kota (pusat pertumbuhan baru)

    sangat terkait dengan empat faktor, yaitu kebijakan, stakeholders, perilaku

    masyarakat, dan proses serta pola pertumbuhan. (1) Kebijakan merupakan faktor

    paling penting untuk mengontrol pertumbuhan suatu kota pada skala makro. (2)

    Pola merupakan tingkat paling rendah di mana pola dapat dilihat secara langsung

    hasilnya. (3) Proses dapat mengindikasikan dinamika pertumbuhan kota. (4)

    Perilaku mengindikasikan kegiatan dari pelaku yang terlibat. Hasilnya berupa

  • 20

    model seperti sebuah tingkatan, dari pola secara bertahap meningkat ke

    kebijakan. Dalam aturan teori hierarki, memahami tiap tingkat harus

    mempertimbangkan tingkat yang paling atas dan paling bawah sebagai

    perbandingan hubungan yang paling dekat. Untuk memahami proses,

    konsekuensinya adalah harus melihat pola dan perilaku yang terkandung di

    dalamnya. Pola merupakan gambaran sementara dari proses dan perilaku yang

    merupakan sumber dari proses pengambilan keputusan (Cheng 1999).

    2.3 Pengembangan Permukiman

    Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang

    Permukiman disebutkan pengertian dasar istilah permukiman. Perumahan adalah

    suatu kelompok rumah yang memiliki fungsi lingkungan tempat hunian yang

    dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Permukiman adalah bagian

    dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan

    perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal

    atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan serta

    penghidupan.

    Kebijakan perumahan dan permukiman Indonesia tahun 20002020 antara

    lain pengembangan lokasi perumahan dengan memperhatikan jumlah penduduk

    dan penyebarannya, tata guna tanah, kesehatan lingkungan, serta tersedianya

    fasilitas sosial, serta keserasian dengan lingkungan (Kantor Menteri Negara

    Perumahan Rakyat 1999).

    Kuswara (2004) dalam kajiannya mengungkapkan bahwa permukiman

    merupakan tempat aktivitas yang memanfaatkan ruang terbesar dari kawasan

    budidaya. Pengelolaan pembangunan perumahan harus memperhatikan

    ketersediaan sumber daya pendukung serta keterpaduannya dengan aktivitas lain.

    Dalam kenyataannya, hal tersebut sering terabaikan sehingga tidak berfungsi

    secara optimal dalam mendukung suksesnya perkembangan suatu kawasan/kota.

    Oleh karena itu, diperlukan upaya pengembangan perencanaan dan perancangan,

    serta pembangunan permukiman yang kontributif terhadap rencana tata ruang.

    Berdasarkan pengertian dasar tersebut, tampak bahwa batasan aspek

    permukiman sangat terkait dengan konsep lingkungan hidup dan penataan ruang.

  • 21

    Lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan

    ukuran dengan penataan ruang dan prasarana serta sarana lingkungan yang

    terstruktur. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang

    memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

    Permasalahan perumahan saat ini menurut Kirmanto (2005) adalah terjadinya :

    (i) alokasi tanah dan tata ruang yang kurang tepat; (ii) ketimpangan pelayanan

    infrastruktur, pelayanan perkotaan, dan perumahan; (iii) konflik kepentingan

    dalam penentuan lokasi perumahan; (iv) masalah lingkungan dan eksploitasi

    sumber daya alam; dan (v) komunitas lokal tersisih, di mana orientasi

    pembangunan terfokus pada kelompok masyarakat mampu serta menguntungkan.

    Tantangan pengembangan kawasan permukiman yang akan datang antara lain

    (i) urbanisasi yang tumbuh cepat merupakan tantangan bagi pemerintah untuk

    berupaya agar pertumbuhan lebih merata; (ii) perkembangan tak terkendali di

    daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh; (iii) marjinalisasi sektor lokal oleh

    sektor nasional dan global; serta (iv) kegagalan implementasi dan kebijakan

    penentuan lokasi perumahan (Kirmanto 2005).

    Lokasi kawasan permukiman ditentukan berdasarkan pilihan yang optimal,

    selanjutnya perlu dibuat rencana tapak (site planning) agar dalam jangka panjang

    perumahan tersebut tidak menimbulkan dampak negatif dalam arti luas. Rencana

    tapak ini penting karena akan menentukan bentuk suatu kawasan/kota. Selain itu,

    rencana tapak dapat menciptakan kemudahan atau kesukaran bagi para penghuni,

    serta dapat mempengaruhi tingkah laku penghuni di mana pun kawasan

    permukiman tersebut berada, termasuk di wilayah perbatasan negara.

    Kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara mempunyai dampak

    langsung terhadap kualitas lingkungan. Sebagai contoh, fakta adanya kawasan

    permukiman liar dan tidak tertata yang keberadaannya juga dapat mengganggu

    ekosistem air tanah. Di lain pihak, masyarakat dan pekerja di wilayah perbatasan

    banyak kekurangan rumah sehingga untuk memenuhi kebutuhan rumahnya, para

    pekerja menyewa dengan tarif setengah dari gajinya. Apabila para pekerja dapat

    dipenuhi kebutuhan perumahannya oleh para stakeholders terkait, pembelanjaan

    gaji untuk kebutuhan kesejahteraan akan lebih besar sehingga etos kerja para

    pekerja akan semakin meningkat (Gilbreath 2002).

  • 22

    Penanganan pengembangan kawasan permukiman disesuaikan dengan UU No.

    4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Pada pasal 2, dijelaskan

    bahwa lingkup pengaturan, sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) yang

    menyangkut penataan perumahan, meliputi kegiatan pembangunan baru,

    pemugaran, perbaikan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaataannya. Adapun

    yang menyangkut penataan permukiman meliputi kegiatan pembangunan baru,

    perbaikan, peremajaan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya.

    Konsep penataan dan pengembangan permukiman di Malaysia termasuk di

    wilayah perbatasan dengan Indonesia menggunakan pola cascade (ditarik ke

    dalam tidak linier di sepanjang jalan). Hal tersebut dimaksudkan untuk

    menghindari perkembangan permukiman berpola linier (ribbon development)

    (Departemen PU 2002).

    2.4 Pengembangan Wilayah Perbatasan

    Kondisi perbatasan di Indonesia, baik perbatasan darat maupun laut, berbeda

    satu dengan yang lain. Demikian pula dengan negara-negara tetangga yang

    berbatasan. Setiap negara memiliki karakteristik yang berbeda. Beberapa negara

    tetangga memiliki kondisi sosial ekonomi yang lebih baik. Namun, sebagian

    kondisinya relatif sama akibat dari lemahnya hubungan kegiatan sosial ekonomi

    masyarakat di wilayah perbatasan. Bahkan, adapula yang kondisinya jauh lebih

    terbelakang (Combes 2002). Kondisi tersebut mengakibatkan masing-masing

    wilayah perbatasan memerlukan pendekatan yang berbeda. Walaupun demikian,

    perlu ada suatu kebijakan dasar sebagai payung dari seluruh kebijakan dan strategi

    khusus yang berlaku secara umum bagi seluruh wilayah perbatasan, baik darat

    maupun laut.

    Secara umum, pengembangan wilayah perbatasan memerlukan suatu pola atau

    kerangka penanganan wilayah perbatasan yang menyeluruh meliputi berbagai

    sektor dan kegiatan pembangunan serta koordinasi dan kerjasama yang efektif

    dari mulai pemerintah pusat sampai ke tingkat kabupaten/kota. Pola penanganan

    tersebut dapat dijabarkan melalui penyusunan kebijakan dari tingkat makro

    sampai tingkat mikro. Penyusunannya berdasarkan proses yang partisipatif baik

    secara horisontal di pusat maupun vertikal dengan pemerintah daerah. Jangkauan

    pelaksanaannya bersifat strategis sampai dengan operasional.

  • 23

    Kebijakan umum pengembangan wilayah perbatasan antarnegara terdiri dari

    beberapa kebijakan sebagai berikut. Peningkatan keberpihakan terhadap wilayah

    perbatasan sebagai wilayah tertinggal dan terisolir dengan menggunakan

    pendekatan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang.

    Paradigma pengelolaan wilayah perbatasan pada masa lampau berbeda dengan

    paradigma saat ini. Pada masa lalu, pengelolaan wilayah perbatasan lebih

    menekankan aspek keamanan (security approach), sedangkan saat ini kondisi

    keamanan regional relatif stabil sehingga pengembangan wilayah perbatasan perlu

    pula menekankan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Pengelolaan

    wilayah perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach)

    sangat diperlukan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat

    setempat, meningkatkan sumber pendapatan negara, dan mengejar ketertinggalan

    pembangunan dari wilayah negara tetangga. Oleh karena itu, pengembangan

    wilayah perbatasan melalui pendekatan kesejahteraan sekaligus pendekatan

    keamanan secara serasi perlu dijadikan landasan dalam penyusunan berbagai

    program dan kegiatan di wilayah perbatasan pada masa yang akan datang.

    Pengembangan wilayah perbatasan ditujukan sebagai pusat pertumbuhan

    ekonomi dan pintu gerbang internasional bagi kawasan Asia Pasifik. Paradigma

    masa lalu yang menjadikan wilayah perbatasan sebagai halaman belakang

    merupakan pandangan yang keliru. Hal ini disebabkan wilayah perbatasan di

    Indonesia memiliki nilai politik, ekonomi, dan keamanan yang sangat strategis,

    bukan hanya bagi bangsa Indonesia, melainkan juga bagi negara-negara lainnya,

    terutama negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Hal ini disebabkan posisi

    geografis Indonesia yang berada di titik silang benua Eropa-Asia, Asia-Australia,

    dan Australia-Eropa. Dengan adanya posisi strategis ini, Indonesia berpeluang

    memainkan peluang yang sangat besar di Kawasan Asia dan Pasifik pada masa

    yang akan datang. Akselerasi pembangunan wilayah perbatasan melalui

    pengembangan kawasan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi merupakan upaya

    yang logis. Untuk itu, diperlukan upaya penataan ruang, pembangunan prasarana

    dan sarana, kebijakan investasi, SDM, serta kelembagaan yang mendukung

    pengembangan pusat pertumbuhan.

    Sasaran dari pusat-pusat pertumbuhan (kota) di wilayah perbatasan terdapat

    enam kategori yaitu (1) melindungi ruang terbuka hijau/konservasi dan sumber

  • 24

    daya alam, (2) mengoptimalkan penggunaan lahan, (3) mengurangi dan

    mengefisienkan pembiayaan pembangunan infrastruktur (4) mendorong

    sinergisitas hubungan kota dan desa, serta (5) memastikan transisi penggunan

    lahan perdesaan menuju perkotaan berjalan secara alamiah dan terarah (Cho

    2006).

    Terdapat beberapa faktor bagi para perencana (planner) dalam melakukan

    delineasi batas-batas pusat pertumbuhan (kota) seperti faktor tekanan

    pertumbuhan (growth pressures), kekuatan defleksi (potential deflection), dan

    kekuatan fiskal (fiscal strength). Ketiga faktor tersebut merupakan faktor utama

    dalam menentukan pertumbuhan suatu kota. Faktor ini mempunyai kekuatan

    mendeterminasi masa depan sebuah pusat pertumbuhan (kota) apabila secara

    legalitas mempunyai kekuatan hukum sehingga tidak rentan terhadap perubahan

    kondisi lingkungan sekitarnya. Faktor berikutnya adalah kepemilikan lahan.

    Faktor ini relatif statis karena tidak mudah diintervensi oleh kebijakan dan

    regulasi karena status yang umumnya jangka panjang. Terakhir adalah estimasi

    kapasitas infrastruktur dan kapasitas institusi terkait untuk keberlanjutan suatu

    batas pusat pertumbuhan (Avin 2006).

    Dinamika kegiatan perkotaan di wilayah perbatasan merupakan kondisi yang

    dapat meningkatkan pertumbuhan kota-kota (pusat pertumbuhan baru) perbatasan

    negara. Apabila tidak terkendali akan dapat menjadi hambatan dalam

    pengembangan potensi pertumbuhan sebagai penggerak pengembangan sosial,

    kependudukan, ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan secara

    berkesinambungan di wilayahnya (Canales 1999). Kebijakan ini sejalan dengan

    kebijakan yang telah diterapkan oleh beberapa negara tetangga seperti Malaysia

    dan Singapura. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut.

    a. Percepatan pembangunan wilayah perbatasan dengan menggunakan

    pendekatan kesejahteraan

    Kemiskinan dan ketertinggalan masyarakat merupakan permasalahan

    utama di wilayah perbatasan. Hal ini disebabkan sentralisasi pembangunan

    pada masa lalu dan kecenderungan penggunaan pendekatan keamanan dalam

    pengelolaan wilayah perbatasan. Hal ini menyebabkan minimnya sarana dan

    prasarana wilayah, terbatasnya fasilitas umum dan sosial, serta rendahnya

    kesejahteraan masyarakat. Keterbatasan pelayanan publik di wilayah

  • 25

    perbatasan menyebabkan orientasi aktivitas sosial ekonomi masyarakat ke

    wilayah negara tetangga. Untuk memenuhi hak-hak masyarakat sebagai warga

    negara dalam memperoleh pelayanan publik dan kesejahteraan sosial serta

    membuka keterisolasian wilayah, diperlukan percepatan pembangunan di

    wilayah perbatasan dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan

    (Bappenas 2004).

    b. Pengakuan terhadap hak adat/ulayat masyarakat

    Hak-hak ulayat masyarakat perbatasan yang berada di negara lain perlu

    diakui dan diatur keberadaannya. Keberadaan tanah ulayat sesungguhnya

    memiliki permasalahan secara administratif karena keberadaannya melintasi

    batas negara di dua wilayah negara. Walaupun demikian, karena hak-hak

    ulayat ini secara