2 tinjauan pustaka · memecahkan konsep dari target produk menjadi subkonsep-subkonsep dan ......

29
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekayasa Kansei Rekayasa Kansei (Kansei Engineering) diperkenalkan oleh Prof. Mitsuo Nagamachi pada tahun 1970. Rekayasa Kansei adalah suatu teknologi yang menyatukan Kansei (perasaan dan emosi) dengan disiplin ilmu teknik (rekayasa). Rekayasa Kansei digunakan dalam pengembangan produk untuk memperoleh kepuasan konsumen, yaitu dengan menganalisa perasaan dan emosi manusia dan menghubungkan perasaan dan emosi tersebut menjadi desain produk (Nagamachi & Lokman 2011). Menurut Nagamachi dan Lokman (2011), dalam definisi psikologi, Kansei mengacu pada pikiran yang ada, dimana pengetahuan, emosi dan keinginan berjalan harmonis. Menurut Schütte dan Eklund (2003), Kansei merupakan perasaan psikologis yang mencakup semua perasaan yang ditimbulkan dari alat indra manusia yaitu melihat, mendengar, merasakan dan mencium. Kansei dipengaruhi oleh tingkah laku, sikap, pengetahuan dan perasaan manusia. Secara ringkas prinsip kata Kansei oleh Schütte dan Eklund (2003) disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Prinsip Kansei (Schütte & Eklund 2003). Pengertian Kansei dalam rekayasa Kansei mengacu kepada ungkapan terhadap produk atau lingkungan, dimana emosi dan citra terhadap produk tersebut telah tersimpan di dalam pikiran. Sebagai contoh, ungkapan “produk itu mewah” atau “produk itu bergaya muda” merupakan kesan Kansei terhadap produk. Umumnya Kansei yang digunakan dalam rekayasa Kansei berbentuk kata sifat, walaupun dapat pula berbentuk kata benda (Nagamachi & Lokman 2011).

Upload: buihuong

Post on 06-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rekayasa Kansei Rekayasa Kansei (Kansei Engineering) diperkenalkan oleh Prof. Mitsuo

Nagamachi pada tahun 1970. Rekayasa Kansei adalah suatu teknologi yang

menyatukan Kansei (perasaan dan emosi) dengan disiplin ilmu teknik (rekayasa).

Rekayasa Kansei digunakan dalam pengembangan produk untuk memperoleh

kepuasan konsumen, yaitu dengan menganalisa perasaan dan emosi manusia dan

menghubungkan perasaan dan emosi tersebut menjadi desain produk (Nagamachi

& Lokman 2011).

Menurut Nagamachi dan Lokman (2011), dalam definisi psikologi, Kansei

mengacu pada pikiran yang ada, dimana pengetahuan, emosi dan keinginan

berjalan harmonis. Menurut Schütte dan Eklund (2003), Kansei merupakan

perasaan psikologis yang mencakup semua perasaan yang ditimbulkan dari alat

indra manusia yaitu melihat, mendengar, merasakan dan mencium. Kansei

dipengaruhi oleh tingkah laku, sikap, pengetahuan dan perasaan manusia. Secara

ringkas prinsip kata Kansei oleh Schütte dan Eklund (2003) disajikan pada

Gambar 1.

Gambar 1 Prinsip Kansei (Schütte & Eklund 2003).

Pengertian Kansei dalam rekayasa Kansei mengacu kepada ungkapan

terhadap produk atau lingkungan, dimana emosi dan citra terhadap produk

tersebut telah tersimpan di dalam pikiran. Sebagai contoh, ungkapan “produk itu

mewah” atau “produk itu bergaya muda” merupakan kesan Kansei terhadap

produk. Umumnya Kansei yang digunakan dalam rekayasa Kansei berbentuk kata

sifat, walaupun dapat pula berbentuk kata benda (Nagamachi & Lokman 2011).

8

Rekayasa Kansei dikembangkan sebagai teknologi yang berorientasi

konsumen untuk pengembangan produk baru. Rekayasa Kansei menerjemahkan

Kansei konsumen secara psikologis, dan selanjutnya menganalisa Kansei dengan

menggunakan metode-metode yang dapat menerjemahkan Kansei yang telah

dianalisa ke dalam bentuk elemen desain. Prinsip dari Kansei Engineering

disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Proses sistem rekayasa Kansei (Nagamachi 1995).

Nagamachi (2002b) menyatakan rekayasa Kansei didefinisikan sebagai

teknologi yang menerjemahkan perasaan (Kansei) konsumen terhadap suatu

produk menjadi elemen desain produk tersebut. Terdapat empat hal penting dalam

teknologi ini, yaitu; (1) bagaimana memahami perasaan (Kansei) konsumen

terhadap suatu produk, (2) bagaimana mengidentifikasi karakteristik rancangan

produk dari Kansei konsumen, (3) bagaimana membangun rekayasa Kansei

sebagai teknologi, (4) bagaimana produk disesuaikan dengan trend yang selalu

berubah.

Nagamachi dan Lokman (2011) menyatakan produk-produk yang

dikembangkan menggunakan rekayasa Kansei atau yang disebut dengan produk

Kansei tidak harus mahal atau mempunyai teknologi tinggi. Produk Kansei

merupakan produk yang mampu mengaktualisasikan kebutuhan dan emosi

konsumen, sehingga konsumen ingin membeli produk tersebut. Keinginan dan

emosi konsumen tersebut keinginan konsumen diterjemahkan baik dalam bentuk

fungsi dan bentuk produk.

Terdapat enam tipe Kansei Engineering yang dikembangkan, seperti

dijelaskan di bawah ini (Nagamachi & Lokman 2011):

9

• Rekayasa Kansei tipe I – Klasifikasi kategori

Rekayasa Kansei tipe I atau disebut klasifikasi kategori. Dalam tipe ini,

Kansei konsumen terhadap suatu produk dihubungkan dengan sifat produk secara

manual dengan menggunakan struktur pohon. Langkah tipe ini yaitu dengan

memecahkan konsep dari target produk menjadi subkonsep-subkonsep dan

selanjutnya diterjemahkan menjadi karakteristik fisik produk. Secara ringkas

langkah tipe ini disajikan pada Gambar 3.

Langkah-langkah dalam rekayasa Kansei tipe I yaitu, melakukan identifikasi

target produk, menentukan konsep produk, atau yang diistilahkan sebagai konsep

Kansei ordo-0. Selanjutnya konsep tersebut dipecah menjadi subkonsep (konsep

Kansei ordo ke-1). Jika subkonsep ini belum dapat diterjemahkan dalam bentuk

karakteristik fisik, maka selanjutnya dipecah lagi menjadi konsep Kansei ordo ke-

2, dan seterusnya sehingga diperoleh karakteristik desain yang sesuai.

Ket : A, B, C, …,Q = contoh fisik desain

Gambar 3 Konsep rekayasa Kansei tipe I (Nagamachi & Lokman 2011).

Fisik desainKonsep

Kansei Ordo ke-3

KonsepKansei Ordo

ke-2

Konsep Kansei Ordo

ke-1

KonsepKansei Ordo

ke-0

KonsepProduk

Konsep 1

Konsep 1-1 Konsep 1-1-1 A

Konsep 1-2

Konsep 1-2-1 B

Konsep 1-2-2 C

Konsep 2

Konsep 2-1

Konsep 2-2

Konsep 2-3

Konsep 3

Konsep 3-1

Konsep 3-2

Konsep 3-2-1 P

Konsep 3-2-2 Q

10

Contoh penggunaan rekayasa tipe I ini dilakukan untuk produk mobil sport

(Nagamachi 1995; Nagamachi & Lokman 2011), Guerin (2004) juga

menggunakan rekayasa Kansei tipe I untuk melakukan pengembangan desain

interior pesawat.

•Kansei Engineering tipe II - Kansei Engineering System

Tipe ini merupakan teknik menerjemahkan Kansei konsumen terhadap

produk dan menerjemahkannya menjadi elemen desain produk (Gambar 4).

Metode ini menggunakan basis data Kansei konsumen dan menggunakan

komputer dan kecerdasan buatan (artificial intelligent) untuk menghubungkan

antara Kansei dan elemen desain (Ishihara et al. 1995; Ishihara et al. 1997;

Ishihara et al. 2002; Mastur & Hadi 2005).

Gambar 4 Proses penerjemahan rekayasa Kansei tipe II

(Nagamachi & Lokman 2011).

• Rekayasa Kansei Tipe III

Tipe ini sama dengan tipe kedua, tapi tipe ini menggunakan model

matematika untuk menghubungkan antara Kansei konsumen dan elemen desain.

Nagamachi dan Lokman (2011) menggunakan rekayasa Kansei tipe ini untuk

menghubungkan artikulasi suara dari suatu kata dan kesan yang ditangkap dari

kata tersebut.

11

• Hybrid Kansei Engineering

Terdiri dari dua metode yaitu forward dan backward Kansei engineering.

Forward Kansei engineering adalah suatu metode dimana konsumen memilih

produk yang sesuai dengan Kansei-nya, selanjutnya dengan bantuan komputer

akan menerjemahkan menjadi desain yang sesuai, sedangkan backward Kansei

engineering rancangan desain diunduh kedalam komputer dan selanjutnya

komputer akan menyediakan kata Kansei yang sesuai. Sistem yang menggunakan

kedua metode diatas disebut dengan hybrid Kansei engineering, dimana

konsumen dapat memasukkan kata Kansei untuk memperoleh rancangan desain,

atau desainer dapat memasukkan gambar atau sketsa untuk mengetahui kata

Kansei yang sesuai (Nagamachi & Lokman 2011).

• Kansei Engineering Tipe V Virtual Kansei Engineering

Tipe ini menggunakan teknik virtual reality untuk pengumpulan data. Tipe

ini digunakan oleh Electric Works dan University Hiroshima untuk merancang

dapur ruang makan (Nagamachi & Lokman 2011). Hariguchi (1995) melakukan

penelitian untuk mengembangkan sistem kendaraan dengan pendekatan simulator

menggunakan rekayasa Kansei .

• Kansei Engineering Tipe VI - Collaborative Kansei Engineering Designing

Pada rekayasa Kansei tipe ini menggunakan bantuan Web, dimana desainer

dari lokasi yang berbeda dapat bekerja sama dalam pembuatan suatu desain

produk. Pembuatan desain dilakukan dengan menggunakan basis data Kansei

(Schütte 2002; Nagamachi et al. 2006).

Secara umum, Schutte (2002) mengajukan tahapan prosedur pada rekayasa

Kansei, sebagai berikut:

Pemilihan domain (choosing the domain)

Pada tahap ini dilakukan penetapan tipe produk, segmen pasar dan target

grup .

Pengumpulan ruang semantik (spanning the semantic space)

Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan kata-kata Kansei dari majalah,

brosur, internet dan lain-lain, dan selanjutnya melakukan identifikasi

struktur Kansei. Identifikasi dapat dilakukan secara manual seperti

affinity diagram maupun secara statistik seperti PCA dan analisis faktor.

12

Pengumpulan ruang atribut (spanning the space of properties)

Mengumpulkan berbagai produk sejenis yang ada di pasaran. Menurut

Keim et al. (2008) penilaian secara visual akan meningkatkan persepsi

dan kemampuan kognitif manusia, dan dengan bantuan teknik analisis

membantu untuk memperoleh pemahaman lebih jauh.

Sintesis

Pada tahap ini ruang semantik dan ruang atribut dihubungkan. Teknik

yang dapat digunakan pada tahap ini yaitu; secara manual (Kansei

engineering type I- category classification), menggunakan metode

statistik (analisis regresi, Quantification theory type I) dan menggunakan

metode peringkat (fuzzy set theory, genetic algorithm, neural network,

rough set theory).

Kansei merupakan sesuatu hal yang abstrak atau tidak dapat dipegang,

sehingga pengukuran yang dilakukan berupa ekspresi yang dikeluarkan oleh

manusia. Pengukuran Kansei manusia dapat dilakukan melalui: perilaku dan

tindakan manusia, kata-kata yang diucapkan, mimik muka dan bahasa tubuh, dan

pengukuran secara fisik seperti; detak jantung, EMG, EEG.

Dalam rekayasa Kansei, konsumen diminta untuk mengungkapkan Kansei-

nya saat melihat suatu produk. Ungkapan tersebut disebut kata Kansei. Untuk

memahami Kansei konsumen dapat digunakan semantic differensial (SD) yang

dikembangkan oleh Osgood (Schütte 2002). SD digunakan sebagai teknik utama

dalam memahami Kansei konsumen. Osgood menggunakan skala untuk

mengkuantifikasi kata, yaitu dengan membandingkan kata dan lawan katanya,

seperti ringan – berat, panas – dingin. Menurut Nagamachi dan Lokman (2011),

dalam rekayasa Kansei penggunaan lawan kata seperti cantik – jelek tidak tepat,

karena tidak ada desain yang jelek, sehingga padanan kata yang digunakan adalah

cantik – tidak cantik, mewah – tidak mewah.

2.2 Tahapan Pengembangan Produk Produk merupakan sesuatu yang dijual oleh perusahaan kepada pembeli.

Suatu produk mempunyai sifat kompleks yang dapat diraba, termasuk kemasan,

13

warna, harga, prestasi perusahaan dan pengecer yang diterima oleh pembelian

untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pembeli (Shane 2008).

Keberhasilan produk yang dikembangkan tergantung dari respon konsumen,

produk hasil pengembangan dikatakan sukses bila mendapat respon positif dari

konsumen yang diikuti dengan keinginan dan tindakan untuk membeli produk.

Mengidentifikasi kebutuhan konsumen merupakan fase yang paling awal dalam

mengembangkan produk, karena tahap ini menentukan arah pengembangan

produk (Ulrich & Eppinger 2008).

Menurut Schiffman dan Kanuk (2000) proses pengambilan keputusan

konsumen dalam membeli suatu produk terdiri dari tiga tahap yang saling

berhubungan, yaitu tahap masukan (input), tahap proses dan tahap keluaran

(output). Pada tahap masukan berupa pengenalan konsumen terhadap kebutuhan

atas produk yang berasal dari usaha pemasaran produk tersebut dan pengaruh

sosial dari eksternal konsumen, seperti keluarga, teman, tetangga dan sumber

informal lainnya. Informasi yang diperoleh merupakan masukan yang

mempengaruhi apa yang akan dibeli oleh konsumen.

Tahap proses merupakan suatu tahapan dimana konsumen mengambil

keputusan. Berbagai faktor psikologis mempengaruhi setiap individu. Pengalaman

yang diperoleh melalui evaluasi berbagai alternatif akan mempengaruhi psikologis

konsumen yang ada. Tahap keluaran dalam pengambilan keputusan terdiri dari

dua kegiatan yaitu perilaku membeli dan evaluasi setelah membeli. Adanya

pembelian ulang menandakan bahwa produk tersebut dapat diterima oleh

konsumen (Schiffman & Kanuk 2000).

Perancangan dan pengembangan produk merupakan serangkaian aktivitas

yang dimulai dari analisa persepsi dan peluang pasar, kemudian diakhiri dengan

tahap produksi, penjualan dan pengiriman produk (Ulrich & Eppinger 2008).

Ulrich dan Eppinger (2008) menambahkan bahwa tahapan pengembangan produk

terbagi menjadi enam tahap, yaitu tahap perencanaan, pengembangan konsep,

desain tingkat sistem, desain detail, pengujian dan perbaikan, dan tahap terakhir

adalah berjalannya produksi. Proses pengembangan produk diawali dengan tahap

perencanaan, yang menghubungkan penelitian lebih lanjut dan kegiatan

pengembangan teknologi. Keluaran tahap perencanaan ini adalah pernyataan misi

14

dari proyek, yang merupakan masukan yang dibutuhkan untuk memulai tahap

pengembangan konsep dan menjadi sebuah panduan bagi tim pengembangan.

Hasil dari proses pengembangan produk adalah pada saat produk diluncurkan dan

tersedia di pasaran.

Karakter dalam pengembangan produk terbagi menjadi lima tipe (Ulrich &

Eppinger 2008). Karakter tersebut disesuaikan dengan kemampuan dan tujuan

perusahaan, tipe ini yaitu sebagai berikut:

a. Tipe generic (market pull), pada tipe ini perusahaan mengawali dengan

peluang pasar kemudian mendapatkan teknologi yang sesuai untuk

memenuhi kebutuhan konsumen. Contoh penerapan tipe ini yaitu pada

barang-barang untuk keperluan olahraga, furnitur, dan alat bantu kerja.

b. Tipe technology push, pada tipe ini perusahaan mengawali dengan suatu

teknologi baru, kemudian mendapatkan pasar yang sesuai. Perbedaan

dengan tipe market pull yaitu pada tahap perencanaan melibatkan

kesesuaian antara teknologi dan kebutuhan pasar. Pengembangan konsep

mengasumsikan bahwa teknologinya telah tersedia.

c. Produk platform, pada tipe ini perusahaan mengasumsikan bahwa produk

baru akan dibuat berdasarkan sub-sistem teknologi yang telah ada.

Peralatan elektronik, komputer dan printer adalah beberapa contoh yang

dikembangkan dengan karakter ini.

d. Process intensive, pada tipe ini karakteristik produk sangat dibatasi oleh

proses produksi. Pada tipe ini proses dan produk harus dikembangkan

bersama-sama dari awal atau proses produksi harus dispesifikasikan sejak

awal. Contoh process intensive adalah pengembangan makanan ringan,

bahan kimia, semikonduktor.

e. Costumized, pada tipe ini produk baru memungkinkan sedikit variasi dari

model yang telah ada. Tipe ini diterapkan pada pengembangan produk

saklar, motor, baterai dan kontainer.

Atribut produk merupakan unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh

konsumen dan dijadikan dasar keputusan pembelian suatu produk. Menurut Kotler

dan Armstrong (2008) atribut produk tersebut meliputi mutu, fitur, serta gaya dan

15

desain produk. Dijelaskan dalam Kotler dan Armstrong (2008), mutu produk

berhubungan erat dengan nilai dan kepuasan konsumen. Mutu mempunyai dua

dimensi, yaitu tingkat dan konsistensi. Pada umumnya perusahaan memilih

tingkat mutu yang sesuai dengan kebutuhan pasar sasaran dan tingkat mutu

produk pesaing. Konsisten disini dalam arti bahwa mutu roduk mempunyai

tingkat mutu yang ditargetkan dan diharapkan konsumen secara konsisten. Fitur

produk merupakan sarana kompetitif untuk membedakan produk terhadap produk

sejenis yang menjadi pesaing. Menjadi produsen awal yang mengenalkan fitur

baru yang dibutuhkan dan dianggap bernilai menjadi salah satu cara yang efektif

untuk bersaing (Kotler & Armstrong 2008)

Gaya dan desain merupakan cara lain untuk menambahkan nilai bagi

konsumen adalah melalui gaya dan desain produk yang khas. Desain merupakan

hasil kreatifitas manusia yang diwujudkan dalam bentuk produk untuk memenuhi

kebutuhan manusia. Penilaian suatu nilai desain produk didasarkan pada tiga

unsur, yaitu fungsional, estetika dan ekonomi (Wardani 2003). Crawford dan Di

Benedetto (2000) mengklasifikasikannya menjadi fungsi, ergonomi dan image

atau estetika.

Selanjutnya unsur dapat dibagi menjadi tiga faktor desain yaitu konten (isi),

bentuk dan substansi. Faktor konten berupa tujuan, penggunaan, fungsi dan arti

dari produk. Faktor bentuk berupa ukuran, warna dan tekstur, dan faktor substansi

yaitu bahan material yang digunakan dan proses produksinya (Choi & Jun 2007).

2.3 Rotan

Rotan merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang terdapat di

Indonesia. Kata rotan dalam bahasa Melayu diturunkan dari kata raut yang berarti

meraut, mengupas, melicinkan dengan bantuan benda tajam seperi pisau atau

parang (Rachman & Jasni 2008). Rotan merupakan salah satu sumber hayati

Indonesia, penghasil devisa negara yang cukup besar. Sebagai negara penghasil

rotan terbesar, Indonesia telah memberikan sumbangan sebesar 80% kebutuhan

rotan dunia. Dari jumlah tersebut 90% rotan dihasilkan dari hutan alam yang

terdapat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan sekitar 10% dihasilkan dari

budidaya rotan (Kalima, 1996).

16

Pusat penyebaran tumbuhan rotan adalah Asia, terutama Asia Tenggara.

Di daerah ini ditemui 10 genera yang meliputi 85% dari seluruh jenis rotan yang

tumbuh di dunia. Dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, Indonesia

merupakan negara paling kaya akan jenis sumber daya rotan. Secara nasional

tercatat 312 spesies rotan yang tersebar di Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya,

Sulawesi dan Jawa (Rachman & Jasni 2008; Kalima 1996).

Rotan merupakan palem berduri yang memanjat dan hasil hutan bukan

kayu yang terpenting di Indonesia (MacKinnon 1998). Rotan dapat berbatang

tunggal (soliter) atau berumpun. Rotan yang tumbuh soliter hanya dipanen sekali

dan tidak beregenerasi dari tunggul yang terpotong, sedangkan rotan yang tumbuh

berumpun dapat dipanen terus-menerus. Rumpun terbentuk oleh berkembangnya

tunas-tunas yang dihasilkan dari kuncup ketiak pada bagian bawah batang.

Kuncup-kuncup tersebut berkembang sebagai rimpang pendek yang kemudian

tumbuh menjadi batang di atas permukaan tanah (Dransfield & Manokaran 1996).

Batang rotan berbentuk silindris dan mempunyai diameter batang berkisar

antara 6 – 50 mm, tergantung kepada jenisnya. Bentuk batang rotan terdiri dari

ruas-ruas yang panjangnya berkisar antara 10 sampai 50 cm. Ruas satu dengan

yang lain dibatasi dengan buku, namun buku ini hanya terdapat di bagian luar

batang, tidak membentuk sekat seperti bambu (Rachman & Jasni 2008).

Walaupun mirip dengan bambu, rotan dapat dibedakan dari bambu dimana rotan

mempunyai batang yang padat, sedangkan pada batang bambu terdapat rongga

ditengahnya. Rotan memiliki batang yang fleksibel dan panjang, dan harus

ditopang, sedangkan bambu memiliki batang yang kaku dan panjang.

Secara garis besar komponen kimia penyusun rotan adalah selulosa, lignin

dan zat ekstraktif (Jasni et al. 2000; Rachman & Jasni 2008). Jumlah selulosa

dalam rotan 38 - 58 persen. Selulosa pada rotan berbentuk rantai panjang dan

tersusun pada dinding sel rotan. Orientasi rantai selulosa ini pada satu bagian

tersusun rapat (daerah kristalit) dan pada bagian lain tersusun tidak teratur (daerah

amorf). Daerah amorf ini yang mudah dimasuki atau mengeluarkan air sehingga

rotan bisa mengembang atau mengerut (Rachman & Jasni 2008).

Lignin merupakan komponen terbesar kedua pada rotan. Komponen lignin

pada rotan berkisar 18 – 27 persen (Rachman & Jasni 2008). Lignin berfungsi

17

memberikan kekuatan pada batang, makin tinggi kadar lignin dalam rotan makin

kuat rotan karena ikatan antar serat juga makin kuat (Jasni et al. 2000). Menurut

Rachman dan Jasni (2008) zat ekstraktif pada rotan lebih kurang 13 persen. Zat

ekstraktif pada rotan antara lain gula-gula yang dapat menjadi bahan makanan

jamur dan serangga, lilin dan getah, zat warna dan silika.

Menurut Rachman dan Jasni (2008) sifat fisis dan mekanis adalah indikator

penting untuk menentukan perilaku penampakan, kekuatan dan mutu rotan. Sifat

fisis mekanis rotan ditentukan oleh susunan dan orientasi sel penyusun dan

komposisi kimia rotan. Sifat fisis mekanis rotan mencakup kadar air, berat jenis

dan kekuatan lentur statik. Kekuatan lentur statik adalah ukuran kemampuan

rotan menahan beban lentur yang mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk.

Secara taksonomi, rotan mempunyai banyak jenis. Penyebutan nama rotan

menunjuk kepada beberapa tanaman yang berasal dari berbagai genus dan spesies

yang secara umum disebut rotan karena mempunyai persamaan ciri-ciri umum

dan tempat hidup. Rotan yang dibudidayakan dan memiliki prospek

pengembangan adalah palasan (Calamus merrillii Beccari), rotan batang (C.

zollingeri), rotan batu (C. subinermis), rotan buku hitam (C. palustris Griffth),

rotan gunung (C. exilis Griffth), rotan irit (C. trachycoleus), rotan kesup (C.

ornatus), rotan lilin (C. javensis), rotan manau (C. manan), rotan manau tikus (C.

tumidus), rotan semambu (C. scipionum), rotan taman (C. optimus), rotan tumalim

(C. mindorensis), rotan tut (C. pogonacanthus), dan rotan udang (Korthalsia

echinometra) (Januminro 2000).

Di Indonesia terdapat delapan marga rotan yang terdiri atas kurang lebih

306 jenis, hanya 51 jenis yang sudah dimanfaatkan. Hal ini berarti pemanfaatan

jenis rotan masih rendah dan terbatas pada jenis-jenis yang sudah diketahui

manfaatnya dan laku di pasaran. Ada beberapa jenis rotan batang asalan yang

sering digunakan untuk menjadi rotan batang poles, yaitu

a. Manao : Rotan tersebut merupakan rotan yang paling baik untuk

dijadikan batang poles karena kelenturannya dan kekuatannya. Ciri-

cirinya: ruas/ buku sama datar, warnanya kuning gading/ cerah, tidak

berumpun dan panjangnya mencapai 100 meter. Biasanya dipakai

untuk membuat kursi, sofa dan meja.

18

b. Mandola : Rotan ini paling sering digunakan oleh para pengrajin

rotan, karena harganya yang ekonomis dari rotan manau. Biasanya

digunakan untuk membuat kursi dan rak

c. Tohiti : Rotan ini memiliki kualitas yang kurang baik dibandingkan

rotan manao dan mandola, biasanya digunakan pengrajin sebagai

palang silang kaki kursi.

d. Blunuk : Rotan tersebut basanyanya dipakai oleh pengrajin yang

menjual produknya dengan harga dan kualitas yang rendah, sebab

rotan ini memiliki kualitas yang rendah.

e. Suti : Rotan tersebut memiliki ciri-ciri: ukurannya lebih pendek dan

diameter rotan tidak rata atau tidak proporsional.

f. Semambu: rotan tersebut memiliki ciri-ciri: ruasnya lebih panjang dan

berbuku rata, warna hijau kekuning-kuningan, seratnya/ pori besar

sehingga mudah patah. Biasanya digunakan untuk membuat kursi

dan meja.

g. Manu : rotan tersebut terbilang jenis baru yang diproses menjadi

batang poles, tetapi memiliki kualitas yang sama dengan rotan

mandola.

Rotan mempunyai sifat yang unik, yaitu walaupun mempunyai diameter

sebesar ibu jari, namun panjangnya dapat mencapai 100 meter. Bahan rotan

bersifat keras, namun cukup elastis untuk dapat dilengkungkan. Batang polos

rotan dimanfaatkan secara komersial untuk furnitur dan anyaman rotan karena

kekuatan, kelenturan dan keseragamannya. Diperkirakan 20% spesies rotan

digunakan secara komersial baik dalam bentuk utuh maupun dalam belahan. Kulit

rotan dapat dimanfaatkan untuk tikar dan keranjang. Di daerah pedesaan banyak

spesies rotan telah digunakan untuk berbagai tujuan seperti tali-temali, konstruksi,

keranjang, atap dan tikar (Dransfield & Manokaran 1996).

Setiap bagian dari rotan dapat dimanfaatkan. Batang rotan yang sudah tua

banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga.

Batang yang muda digunakan untuk sayuran, akar dan buahnya untuk bahan obat

tradisional. Getah rotan dapat digunakan untuk bahan baku pewarnaan pada

industri keramik dan farmasi. Pohon industri rotan disajikan pada Gambar 5.

19

Batang rotan dapat dibuat bermacam-macam bentuk perabot rumah tangga atau

hiasan-hiasan lainnya. Misalnya furnitur, kursi, rak, penyekat ruangan, keranjang,

tempat tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, dan sebagainya. Selain itu,

batang rotan juga dapat digunakan untuk pembuatan barang-barang anyaman

untuk dekorasi, tas tangan, kipas, bola takraw, karpet, dan sebagainya (Januminro

2000).

Rotan merupakan salah satu bahan baku furnitur yang paling diminati oleh

masyarakat nasional maupun internasional. Salah satu keunggulan rotan sebagai

bahan baku furnitur adalah bentuknya silindris dan lurus sehingga dapat

digunakan sebagai kerangka furnitur berbagai macam bentuk (Krisdianto et al.

2007). Selain itu keunikan rotan terletak pada kemampuannya yang khas dalam

menampilkan rasa artistik yang alami, dan secara fisik perabot rotan jika

dibandingkan dengan dengan barang lain dengan fungsi yang sama lebih ringan

sehingga mudah dipindahkan letak maupun posisinya (Rachman & Jasni 2008).

Keunikan rotan dibandingkan dengan material furnitur lainnya yaitu

dengan bantuan pemanasan, rotan mudah dilengkungkan, sehingga komponen

furnitur dapat dibuat dalam bentuk lengkung agar memiliki nilai artistik yang

tinggi (Rachman dan Karnasudirdja, 1978, Hartono, 1998). Komponen dalam

bentuk lengkung selain menambah nilai artisik, juga menambah ciri khas produk

furnitur rotan.

2.4 Pengolahan Rotan Pengolahan rotan menurut Jasni (2000) merupakan proses pengolahan

bahan baku rotan asalan yang telah dipungut dari kebun atau hutan menjadi bahan

baku rotan setengah jadi dan barang jadi atau siap pakai atau dijual. Pengolahan

rotan terdiri dari pengolahan rotan berdiameter kecil (<18 mm) dan rotan

berdiameter besar (>18 mm).

Gambar 5 Pohon industri rotan (Kemenperin 2007).

20

21

Tujuan pengolahan rotan asalan sebelum menjadi bahan setengah jadi atau

barang jadi, antara lain untuk menghilangkan kotoran dan selaput silika yang

masih melekat pada batang rotan, mendapatkan bahan baku rotan yang tahan

terhadap hama dan penyakit, menghasilkan bahan baku rotan bulat (amplas dan

serut), kulit dan hati rotan yang diinginkan sesuai dengan tujuan penggunaannya

dan meningkatkan nilai tambah, keindahan, serta hasil guna bahan baku rotan.

Secara umum terdapat tiga aliran pengolahan rotan sebagai bahan baku.

Industri pengolahan rotan dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat

pengolahan dan hasil produksinya, seperti dijelaskan di bawah ini:

1. Industri yang menghasilkan rotan bulat W&S (Washed and

Sulphurized). Kelompok ini merupakan usaha pengawetan rotan bulat

sebagai bahan baku.

2. Industri yang menghasilkan bahan baku siap pakai atau barang-barang

setengah jadi. Kelompok ini mengolah rotan bulat menjadi bentuk

barang-barang setengah jadi yang disesuaikan dengan sifat dan

keperluannya (rattan polished dan peel/bark core)

3. Industri yang menghasilkan barang-barang jadi dan barang-barang

kerajinan. Kelompok ini mengolah bahan baku siap pakai atau barang

setengah jadi menjadi barang jadi dan barang-barang kerajinan

(furnitur/ alat-alat rumah tangga, lampit, anyaman, kap lampu,

keranjang dan lain lain).

Menurut Jasni et al. (2000), rotan yang berdiameter kecil seperti rotan seel

(Daemonorop melanochaetes Becc.) yang telah dipanen dan dibersihkan daun dan

duri serta anggota batang dan dilakukan penggosokan menggunakan serbuk

gergaji atau sabut kelapa. Selanjunya rotan dipotong sesuai standar dan dibawa ke

tempat penumpukan rotan dan dijemur dan pengasapan sampai kering.

Pengasapan pada dasarnya adalah proses oksidasi belerang (gas SO2) agar warna

rotan kuning merata dan tahan terhadap serangan jamur. Proses pengolahan

sampai tahap ini disebut rotan WS (Washed and Sulphurized). Rotan yang sudah

kering, dilakukan pembelahan (rotan dibelah). Kulit rotan digunakan untk

pengikat atau dibuat lampit. Hati rotan kecil disebut fitrit. Tahapan pengolahan

rotan asalan sebelum menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, antara lain:

22

pemotongan rotan, perendaman dalam air, pencucian dan penggosokan, peruntian,

pengikisan, penjemuran/ pengeringan, pelurusan, pengawetan, pemutihan,

pengasapan, dan sortasi mutu. Ketika rotan asalan telah mengalami proses

pengolahan untuk menjadi barang setengah jadi rotan asalan akan mengalami

proses pengolahan kulit, hati rotan dan pitrit.

Proses pengolahan rotan asalan menjadi barang jadi sangat tergantung pada

fungsi dan tujuan akhir dari barang akan dibuat. Proses pembuatan barang jadi

merupakan gabungan proses mekanik (pemotongan dan pengolahan rotan) dan

pengerjaan seni tradisional (pembentukan produk jadi secara manual).

Pengusahaan barang jadi rotan merupakan usaha padat karya atau menyerap

banyak tenaga kerja manusia yang memiliki keterampilan (Januminro 2000).

Proses pembuatan barang jadi rotan (furnitur) secara umum terdiri dari beberapa

tahap, antara lain persiapan bahan baku, pembentukan dan pembuatan tipe

furnitur, perakitan, prefinishing, pengeringan dan seleksi.

2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode pengambilan

keputusan yang dikembangkan oleh Thomas Saaty pada tahun 1971. AHP adalah

suatu metode pengambilan keputusan untuk memecahkan suatu situasi yang

kompleks dan tidak terstruktur ke dalam beberapa komponen dalam susunan yang

memiliki hirarki (Saaty 1980). Ditambahkan, bahwa dalam memecahkan

persoalan dengan analisis logis yang digunakan dalam proses hirarki analitik,

terdapat tiga prinsip yang harus ditempuh yaitu penyusunan hirarki, penetapan

prioritas dan konsistensi logis (Saaty 1980).

Saaty (1980) menyatakan bahwa penyelesaian persoalan dengan AHP

diawali dengan penyusunan hirarki persoalan. Pada tahap ini, persoalan yang

kompleks distrukturkan secara grafis. Agar dapat dibandingkan, maka setiap

alternatif keputusan harus dapat dinilai dengan kriteria-kriteria yang dapat dirinci

menjadi sub kriteria. Selanjutnya sub kriteria dirinci lagi menjadi sub-sub kriteria

dan seterusnya. Melalui penyusunan kriteria, sub kriteria, sub sub kriteria dan

seterusnya dalam suatu hirarki, maka alternatif keputusan yang akan diambil dapat

di-rangking. Dalam hirarki, masing-masing komponen akan diberikan nilai serta

23

tingkat kepentingan melalui proses pembandingan berpasangan (pair-wise

comparison).

AHP merupakan algoritma yang membantu untuk memecahkan masalah

keputusan seperti Multiple Choice Decision Analysis (MCDA) (Saaty 1980). Ada

banyak MCDA metode yang telah dikembangkan seperti ELECTRE, TOPSIS, dll

tetapi metode ini tidak mempertimbangkan saling ketergantungan antara kriteria

dan alternatif (Lin et al. 2008).

Analisis AHP merupakan suatu metode penyelesaian persoalan secara

terorganisir sehingga dapat mengambil keputusan efektif. Menurut Saaty (1980),

metode AHP memilah-milah suatu situasi kompleks, tidak teratur ke dalam

variabel-variabel, kemudian disusun secara hirarki. Proses penilaian dalam metode

ini adalah dengan memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif setiap

variabel. Kemudian melakukan sintesis pertimbangan-pertimbangan agar dapat

menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi.

Prinsip kerja AHP menurut Marimin (2004), terdiri dari empat pokok yaitu

penyusunan hirarki, penilaian kinerja, penentuan priotitas, dan konsistensi logis.

Penjelasannya sebagai berikut :

a. Penyusunan hirarki merupakan suatu gambaran persoalan yang dibentuk

dalam diagram atau gambar berbentuk hirarki, yang dimulai dari tujuan

(goal), kriteria, kemudian alternatif. Kriteria disini dapat berupa faktor,

aktor, dan tujuan. Kriteria juga dapat diimprovisasi.

b. Penilaian kriteria dan alternatif dilakukan melalui perbandingan

berpasangan (pairwise comparison) dengan skala satu sampai sembilan.

c. Penentuan prioritas setiap kriteria dan alternatif diperoleh dengan

mempertimbangkan nilai-nilai pengolahan matematis dan statistik hasil

perbandingan berpasangan.

d. Konsistensi logis, yaitu semua alternatif dikelompokkan secara logis dan

diperingatkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

Tahapan yang terpenting di dalam AHP adalah penilaian alternatif dengan

teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dalam suatu hirarki.

Penilaian dilakukan dengan memberi bobot numerik dan membandingkan antara

24

satu alternatif dengan alternatif lainnya sesuai dengan skala penilaian dan

selanjutnya disintesa untuk menentukan alternatif yang memiliki prioritas tertinggi

dan terendah. Contoh bagan penilaian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Pada Tabel 1, bagian kotak yang diarsir tidak diisi, tetapi yang tidak diarsir

diberikan penilaian sesuai kriteria. Bagian yang diarsir akan mempunyai nilai

yang terbalik dengan nilai yang diberikan pada bagian yang tidak diarsir, sehingga

tidak perlu diisi. Dalam bagan tersebut, setiap alternatif dinilai dan melalui

penilaian perbandingan berpasangan akan dihasilkan alternatif prioritas. Konsep

bagan ini berlaku bagi setiap hirarki persoalan dalam metode AHP.

Tabel 1 Tabel isian untuk perbandingan berpasangan

Fokus S1 S2 S3 S4 S1 1 S2 1 S3 1 S4 1

Sumber: Marimin (2004).

Metode AHP menyediakan struktur matematika untuk membandingkan

antar alternatif dengan metode perbandingan berpasangan, sehingga pada akhirnya

akan diperoleh tingkat kepentingan atau bobot dari alternatif tersebut. Misalkan

pada n alternatif, S1, S2,…,Sn merupakan alternatif yang akan dibandingkan. Nilai

hasil perbandingan tingkat kepentingan alternatif ke-i dibagi dengan tingkat

kepentingan ke-j dinotasikan sebagai aij, dan diformulasikan:

iij

j

aaa

(1)

Nilai aij yang diberikan berbentuk skala dari 1 sampai 9. Angka ‘1’

menunjukkan bahwa alternatif mempunyai tingkat kepentingan yang sama,

sedangkan angka ‘9’ menunjukkan bahwa alternatif ke-i mutlak lebih penting

daripada alternatif ke-j. Nilai-nilai untuk perbandingan disajikan pada Tabel 2.

25

Tabel 2 Skala penilaian kriteria dalam AHP Nilai Keterangan

1 Alternatif ke-i sama penting dengan alternatif ke-j 3 Alternatif ke-i lebih penting dari ke-j 5 Alternatif ke-i jelas lebih penting dari ke-j 7 Alternatif ke-i sangat jelas lebih penting dari ke-j 9 Alternatif ke-i mutlak lebih penting dari ke-j

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai alternatif yang berdekatan Sumber: Marimin (2004).

Dari hasil perbandingan berpasangan akan diperoleh sebuah matriks n x n

yang dinotasikan sebagai matriks A. Nilai diagonal dari matriks tersebut adalah 1

(aii = 1), sehingga penilaian dari Tabel 1 diatas dapat dinotasikan:

1 2

12 1

12 2 2

1 2

11/ 1

1/ 1/ 1

n

n

n

n n n

s s sa a S

A a a S

a a S

(2)

Tsai dan Hsiao (2004) menyatakan untuk memperoleh nilai hasil eigenvalue

pada AHP, maka suatu set bobot w (w1,w2,…,wn) sebagai eigenvector diperoleh

dari eigenvalue , dimana

Aw w (3)

Karena penilaian dan penentuan tingkat kepentingan dilakukan secara

subjektif, maka pengambilan keputusan menggunakan AHP akan menghadapi

persoalan konsistensi. Saaty (1980) mengemukakan metode untuk mengukur

tingkat konsistensi melalui perhitungan Consistency Index (CI). Dari nilai

Consistency Index (CI) selanjutnya ditentukan Consistency Ratio (CR). Pada tahap

akhir dilakukan uji konsistensi hirarki lebih kecil atau sama dengan 10 persen,

maka hasil penilaian hirarki secara keseluruhan dapat diterima.

Berikut ini merupakan persamaan untuk penghitungan CI dan CR.

Persamaan perhitungan CI:

max1

nCIn

(4)

26

Persamaan perhitungan CR:

CICRRI

(5)

Keterangan: RI adalah Indeks Acak (Random Index)

Nilai indeks acak bervariasi sesuai dengan orde matriksnya. Nilai rasio

konsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 0,1 merupakan nilai yang

memiliki tingkat konsistensi baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut

menjadikan nilai CR ini menjadi tolak ukur bagi konsistensi hasil komparasi

berpasangan suatu matriks pendapat.

2.6 Association Rules Mining (Penambangan Kaidah Asosiatif)

Association rules mining merupakan salah satu teknik di dalam data mining.

Menurut Tan et al. (2006) data mining adalah suatu proses penemuan informasi

yang berguna secara otomatis pada penyimpanan data yang besar. Teknik data

mining diterapkan untuk menemukan pola-pola yang bisa digali dari suatu basis

data. Ditambahkan oleh Susanto dan Suryadi (2010), data mining juga disebut

sebagai knowledge discovery atau pattern recognition, yaitu untuk memperoleh

pengetahuan yang masih tersembunyi dalam bongkahan data.

Agrawal et al. (1994) menemukan association rules sangat penting dalam

masalah data mining. Association rules umumnya digunakan untuk hubungan

antara item atau fitur yang keluar secara serentak pada basis data. Ditambahkan

oleh Tan et al. (2006) association rules berguna untuk menemukan hubungan

yang tersembunyi pada suatu set data. Association rules digunakan untuk

menentukan hubungan antar item suatu data set (sekumpulan data) yang ada.

Melalui penggunaan association rule mining maka dapat ditemukan asosiasi yang

menarik atau korelasi antara antar item data.

Fungsi association rules seringkali disebut dengan analisis keranjang

belanja (Market Basket Analysis). Menurut Olson (2008) analisis keranjang

belanja mengacu pada metodologi yang mempelajari komposisi keranjang belanja

konsumen, yaitu produk-produk apa saja yang dibeli konsumen pada satu kejadian

belanja. Tujuannya adalah untuk menentukan produk-produk (jasa) apa saja yang

paling sering dibeli atau digunakan secara bersamaan oleh konsumen.

27

Istilah analisis keranjang belanja datang dari kejadian yang sudah sangat

umum terjadi di dalam supermarket. Sebuah supermarket yang menjual berbagai

jenis produk dapat mencari hubungan asosiatif dari konsumen yang memasukan

berbagai produk yang mereka beli ke dalam keranjang (market basket). Walaupun

penggunaannya dimulai untuk pemasaran, namun penggunaan association rules

sekarang semakin luas, seperti pada rekam data medis, data kejahatan dan lain-

lain (Bramer 2007).

Menurut Bramer (2007), jika pada suatu basis data supermarket terdapat n

transaksi, dalam hal ini, satu transaksi berarti satu pembelian yang dilakukan oleh

konsumen. Produk yang dibeli pada satu transaksi itu adalah roti, susu, keju, maka

roti, susu dan keju disebut sebagai item dan himpunan pembelian {roti, susu,

keju} disebut sebagai itemset (I). Penggunaan association rules digunakan untuk

memperoleh rule atau kaidah dari pembelian konsumen, sebagai contoh adalah

jika membeli roti dan susu, maka konsumen juga membeli keju. Kaidah atau rule

yang diperoleh harus memenuhi kriteria tertentu untuk dapat dijadikan sebagai

rule yang kuat.

Susanto dan Suryadi (2010) menyatakan bahwa aturan asosiasi berbentuk

“if… then…” atau “jika… maka…” merupakan pengetahuan yang dihasilkan dari

fungsi aturan asosiasi. Menurut Bramer (2007) rule yang dihasilkan dari

hubungan asosiatif dinotasikan Y X, bagian kiri (Y) disebut sebagai

antecendent dan bagian kanan (X) disebut consequent. Hubungan tersebut

merupakan hubungan implikasi, bukan hubungan sebab akibat. Penting tidaknya

suatu aturan asosiatif dapat diketahui dengan dua parameter, support yaitu

persentase kombinasi atribut tersebut dalam basis data dan confidence yaitu

kuatnya hubungan antar atribut dalam aturan asosiatif.

Contoh penggunaan association rules (Tan et al. 2006):

Dalam suatu basis data terdapat lima transaksi, dimana

Transaksi 1, item yang dibeli adalah {roti, susu}

Transaksi 2, item yang dibeli adalah {roti, popok, bir, telur}

Transaksi 3, item yang dibeli adalah {susu, popok, bir, cola}

Transaksi 4, item yang dibeli {roti, susu, popok, bir}

Transaksi 5, item yang dibeli {roti, susu, popok, cola}

28

Contoh rule dari transaksi diatas : susu, popok bir, artinya banyak konsumen

yang membeli susu dan popok juga membeli bir.

Support count () adalah frekuensi terjadinya sebuah itemset dalam dataset

{susu, popok, bir} = 2,

Support (S) adalah perbandingan terjadinya sebuah itemset terhadap seluruh

itemset yang ada

S {roti, susu, popok} = 2/5 = 0,4

Nilai confidence (c) menunjukkan kekerapan munculnya item-item dalam Y pada

transaksi yang mengandung X

c {susu, popok, bir} = { , , } 2{ , } 3

susu popok birsusu popok

= 0,67

Secara umum proses association rule terdiri dari dua tahap:

1. Mencari semua itemset yang sering muncul; itemset tersebut memenuhi

minimum support

2. Menghasilkan association rule yang strong, rule ini harus memenuhi

minimal support dan minimal confidence.

2.7 Quality Function Deployment (QFD)

Quality Function Deployment (QFD) pertama kali dikembangkan di Jepang

pada akhir tahun 1960-an oleh Profesor Shigeru Mizuno dan Yoji Akao. Tahun

1972 Kobe Shipyards of Mitsubishi Heavy Industri memperkenalkan diagram

kualitas /quality chart yang merupakan pusat dari QFD.

QFD didefinisikan sebagai suatu metode pengembangan rancangan kualitas

yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan konsumen dan kemudian

menterjemahkan keinginan konsumen ke dalam target rancangan dan poin-poin

jaminan kualitas yang akan digunakan dalam produksi (Akao & Mazur 2003).

Menurut Gaspersz (2001), QFD didefinisikan sebagai suatu proses atau

mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan konsumen dan

menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan itu kedalam kebutuhan teknis yang relevan,

dimana masing-masing area fungsional dan level organisasi dapat mengerti dan

bertindak.

29

Menurut Kwong dan Bai (2002) QFD merupakan alat manajemen yang

menyediakan proses koneksi secara visual untuk membantu tim focus terhadap

persyaratan konsumen melalui perancangan produk secara total dan daur

pengembangan. Konsep dasar dari QFD adalah untuk menerjemahkan kenginan

konsumen terhadap rancangan produk yang sesuai atau karakteristik teknik dan

seterusnya karakteristik bagian, rencana proses dan kebutuhan produksi.

House of Quality merupakan bentuk yang paling dikenal dari QFD (Griffin

1992). Matriks House of Quality (HOQ) merupakan quality tables yang

dimodifikasi dengan menambahkan atap yang berbentuk segitiga. Kekuatan yang

utama dari matriks ini adalah kemampuannya untuk beradaptasi sesuai kebutuhan

dari suatu permasalahan (Lowe et al. 2000).

Struktur HOQ dapat dilihat sebagai bingkai kerja sebuah rumah, seperti

digambarkan pada Gambar 6.

Komponen House of Quality dapat dijelaskan sebagai berikut ini:

1. Dinding luar dari rumah adalah kebutuhan pelanggan.

- Pada dinding sebelah kiri terdiri dari daftar suara pelanggan, atau apa

yang menjadi harapan pelanggan dari sebuah produk (WHATs ).

- Pada dinding sebelah kanan adalah prioritas kebutuhan pelanggan

(tingkat kepentingan kebutuhan pelanggan), atau matriks perencanaan

(Planning Matrix). Matrix perencanaan bisa berupa patok duga oleh

pelanggan, tingkat kepentingan menurut pelanggan, nilai target, scale

of factor, sales point.

2. Langit-langit rumah (plafon) atau lantai ke-2 dari rumah berisikan

deskripsi teknis (HOWs), konsistensi produk yang diberikan lewat

karakteristik teknis, batasan dan parameter desain.

3. Dinding dalam (interior) rumah adalah hubungan antara kebutuhan

pelanggan (WHATs) dengan deskripsi teknis (HOWs).

4. Atap rumah adalah timbal balik atau korelasi antar masing-masing

deskripsi teknis (HOWs).

5. Bagian dasar atau fondasi rumah adalah prioritas deskripsi teknis (urutan

tingkat kepentingan). Prioritas deskripsi teknis tersebut dapat berupa patok

duga teknis, tingkat kesulitan teknis, nilai target.

30

E. Hubungan Teknis

C. Tanggapan Teknis

D.

Hubungan Keterkaitan (tanggapan atas kebutuhan konsumen)

F. Matriks Teknis (prioritas tanggapan teknis,

target teknis, benchmarking)

A Kebutuhan Konsumen

B. Prioritas Kebutuhan

Konsumen

Tahapan pembuatan matriks HOQ adalah sebagai berikut (Marimin 2004) :

a. Identifikasi harapan konsumen

Tahap ini merupakan tahap untuk mendefinisikan harapan konsumen terhadap

produk. Data untuk tahap ini diperoleh dari hasil pengetahuan yang diperoleh

sebelumnya.

b. Elemen desain produk

c. Sasaran proyek

d. Parameter teknis

e. Matriks interaksi/hubungan keterkaitan

f. Trade off

Beberapa aktivitas proses memiliki proses keterkaitan antara satu dengan

lainnya. Pemberian tindakan pada aktivitas proses dapat mengakibatkan

perubahan pada aktivitas proses yang terkait lainnya, baik perubahan searah

(positif) maupun perubahan berlawanan arah (negatif). Penentuan hubungan

keterkaitan dalam penelitian ini dilakukan secara brainstorming dengan

Gambar 6 Ilustrasi matriks rumah mutu.

31

bagian yang terkait dengan proses produksi dan pemasaran produk serta

pakar.

Matriks yang terbentuk dari hubungan keterkaitan ini disebut matriks korelasi

dan pada matriks house of quality (HOQ) terletak pada bagian atas yang

disebut roof. Hubungan keterkaitan yang ada dan lambang yang digunakan

adalah sebagai berikut :

1. Hubungan kuat positif (++)

Hubungan kuat positif merupakan hubungan searah yang kuat, dimana

bila salah satu aktivitas proses mengalami peningkatan akan berdampak

kuat pada peningkatan aktivitas proses yang lainnya yang terkait.

2. Hubungan positif (+)

Hubungan positif merupakan hubungan searah, meskipun dampak yang

dihasilkan tidaklah sekuat hubungan pada poin pertama.

3. Hubungan negatif (-)

Hubungan negatif merupakan hubungan tidak searah, yaitu apabila salah

satu aktivitas proses mengalami penurunan, maka aktivitas yang lain akan

mengalami peningkatan. Hal ini dapat berlaku sebaliknya.

4. Hubungan kuat negatif (--)

Hubungan kuat negatif merupakan hubungan tidak searah yang kuat dan

dampak yang dihasilkan lebih kuat dari hubungan poin ketiga.

2.8 Beberapa Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian ini

sebagai berikut. Mulyadi (2001) melakukan penelitian mengenai rancang bangun

strategi terpadu agroindustri rotan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

desain produk merupakan kompetensi inti dalam sistem agroindustri rotan, oleh

karena itu perlu dilakukan aliansi strategis dengan industri setengah jadi yang

memiliki hubungan dengan sumber bahan baku dan aliansi dengan perusahaan di

luar negeri (buyer) yang menguasai pasar dan distribusi barang jadi rotan.

Han et al. (2000) melakukan evaluasi produk elektronik berdasarkan

kegunaan (usability). Evaluasi berdasarkan kegunaan pada studi ini dilakukan

32

untuk kinerja produk dan citra (image) produk secara subjektif, dengan

pertimbangan kedua hal tersebut sangat penting dalam mendesain suatu produk.

Kwahk dan Han (2002) mengajukan suatu metodologi untuk melakukan

evaluasi berdasarkan kegunaan produk. Metodologi tersebut terbagi atas tiga

komponen, yaitu fitur antarmuka, evaluasi dan pengukuran kegunaan (usability).

Lo dan Chuang (2003) menggunakan rekayasa Kansei untuk mengevaluasi

tekstur produk hub devices yang mempunyai lapisan pernis. Penelitian tersebut

menggunakan 12 pasang kata sebagai kata Kansei dan 25 contoh produk yang

terbagi menjadi tiga faktor, yaitu warna, lapisan pernis (lacquer) dan kilap

(glossy). Terdapat dua jenis penilaian yang dilakukan oleh responden, yaitu

dengan hanya melihat saja dan dengan melihat dan meraba. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa baik penilaian melalui melihat, maupun melihat dan meraba,

faktor lapisan pernis merupakan faktor yang sangat mempengaruhi Kansei

konsumen.

Lanzotti dan Tarantino (2008) mengintegrasikan pendekatan rekayasa

Kansei dengan Kano analisis untuk melakukan inovasi secara terus menerus

(continuous innovation) dengan contoh studi kasus pada interior kereta api.

Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi elemen mutu yang memuaskan

baik secara fungsi maupun emosi pengguna.

Achiche dan Ahmed (2008) mengembangkan suatu set fuzzy if/then rules

untuk memetakan hubungan antar fuzzy input yaitu informasi produk secara

geometris dan output. Zhai, et al. (2009) membuat suatu pendekatan pendukung

keputusan menggunakan metode rough set untuk meningkatkan kepuasan afektif

konsumen dalam desain produk.

Rucitra (2010) melakukan penelitian mengenai pengembangan produk kursi

makan rotan pada UKM dengan metode Green Quality Function Deployment

(Green QFD II). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa produk UKM rotan

perlu dikembangkan. Selanjutnya diterangkan bahwa kebutuhan konsumen

terhadap kursi makan lebih memprioritaskan mutu kursi dibandingkan dengan

faktor lingkungan dan faktor biaya.

Hsu et al. (2000) melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan

persepsi terhadap bentuk produk antara desainer dan konsumen. Penelitian

33

dilakukan menggunakan metode semantic differential (SD) untuk menilai

hubungan antara evaluasi subjektif dari contoh telefon dan bentuk elemen desain.

Pada studi kasus ini digunakan 24 sampel telefon dan 40 responden (20 orang

desainer dan 20 kosumen). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat banyak

perbedaan persepsi antara desainer dan konsumen terhadap objek yang sama dan

interpretasi mereka terhadap gambar-kata yang sama. Konsumen tidak mengerti

terhadap pengertian arti gambar-kata, tetapi mereka lebih memperhatikan jika

telefon itu terlihat baru. Para desainer lebih menilai sampel telefon yang

mempunyai desain elegan, sedangkan konsumen lebih memilih desain yang

modern dan desain yang licin. Kata Kansei, mature, delicate mempengaruhi

kesukaan desainer, sedangkan konsumen dipengaruhi kehalusan gambar.

Jiao et al. (2006) mengembangkan Kansei mining system, yaitu sistem

pendukung keputusan untuk memperbaiki proses pemetaan Kansei dengan

menggunakan catatan penjualan masa lampau dan spesifikasi produk. Sistem yang

dikembangkan menggunakan metode association rules dan analisis conjoint.

Ishihara et al. (2010) menggunakan pendekatan Kansei dan kontrol untuk

mengembangkan model mesin cuci. Terdapat tiga model mesin cuci yang

dibandingkan, yaitu mesin cuci dengan drum miring (slanted drum), mesin cuci

tipe drum-horizontal (pintu bukaan di bagian bawah) dan mesin cuci dengan

drum-vertikal (pintu bukaan di bagian atas). Pengukuran Kansei dilakukan dengan

memperhatikan postur tubuh konsumen saat menggunakan mesin cuci, baik saat

memasukkan dan mengeluarkan pakaian dari mesin cuci, maupun saat mengatur

tombol kontrol mesin cuci. Hasil penelitian menunjukkan pada pengukuran

postur kerja tubuh konsumen, mesin cuci dengan desain drum miring (pintu

bukaan miring) lebih baik dibandingkan model lainnya.

Peranginangin et al. (2011) melakukan penelitian membedakan Kansei

antara jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan pada kebutuhan dan keinginan

dan pilihan untuk desain produk. Pilihan maskulin dan feminim digunakan karena

terdapat dimensi pada kultur nasional. Survey dilakukan dengan menggunakan

kuesioner dengan menggunakan skala semantic differensial. Sampel yang

digunakan sampel telefon genggam.

34

Smith dan Fu (2011) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan

antara head-up display (HUD) pada dashboard mobil dengan Kansei pengemudi.

Desain HUD dibagi menjadi enam faktor, yaitu bentuk konten utama, bentuk

konten non utama, jumlah informasi yang ditampilkan, lokasi, huruf dan warna.

Pada umumnya, penelitian menggunakan rekayasa Kansei lebih

menekankan untuk pengembangan produk baru (Febriono et al. 2009; Nandiroh &

Tontowi 2007), penggunaan metode statistik (Lanzotti & Tarantino 2008). Untuk

produk pertanian, penelitian dengan menggunakan pendekatan rekayasa Kansei

masih sedikit. Penelitian menggunakan rekayasa Kansei untuk produk pertanian

antara lain dilakukan oleh Ikeda (2004), Endo (2007), dan Ushada dan Murase

(2009). Penelitian untuk menghubungkan kata Kansei dengan menggunakan

metode association rules dilakukan oleh Jiao (2006).

Berdasarkan penelitian diatas, maka pemetaan kata Kansei dan elemen

desain produk belum banyak dilakukan. Pada penelitian ini, penggunaan metode

rekayasa Kansei dengan AHP, association rules dan QFD dilakukan untuk

memperoleh pemetaan keinginan konsumen, khususnya untuk produk yang

berbahan baku pertanian. Posisi penelitian yang dilakukan dibandingkan dengan

berbagai penelitian terdahulu disajikan pada Tabel 3.

35

Tabel 3 Posisi penelitian yang dilakukan terhadap penelitian terdahulu

Jenis produk dan lingkup

Metode yang digunakan

1 2 1 2 3 4 Han et al. (2000) Mulyadi (2001) Lo dan Chuang (2003) Bouchard et al. (2003) Ikeda et al. (2004) Schűtte dan Eklund (2005)

Jiao et al. (2006) Endo et al. (2007) Jie et al. (2007) Choi dan Jun (2007) Lokman (2009) Zhai et al. (2009) Rucitra (2010) Yang dan Shieh (2010) De Felice dan Petrillo (2010)

Kabeil (2010) Ishihara et al.(2010) Xia dan Wang (2010) Ushada dan Murase (2011)

Smith dan Fu (2011) Chu et al. (2011) Yang (2011) Qin dan Ye (2012) Penelitian yang dilakukan

Keterangan : Jenis produk dan lingkup: 1. Produk pertanian, 2. Produk non pertanian Metode yang digunakan: 1. Rekayasa Kansei, 2. AHP, 3. Association rules, 4. QFD