dalam perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi...

335

Upload: others

Post on 19-Jan-2021

8 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya
Page 2: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

H. Jawade Hafidz Arsyad, S.H., M.H.

KORUPSIdalam Perspektif

(Hukum Administrasi Negara)

HAN

Page 3: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Jawada Hafidz Arsyad, Haji Korupsi dalam perspektif HAN (Hukum AdministrasiNegara)/H.JawadeHafidz Arsyad;editor,Tarmizi,Ihsan.--Cet.1. --Jakarta:SinarGrafika,2013. xiv+324hlm.;23cm

ISBN978-979-007-495-8

1.Korupsi. I.Judul. II.Tarmizi III.Ihsan. 364.1323

SG.02.16.0945

KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HAN (HUKUM ADMINISTRASI NEGARA)

Oleh: H. Jawade Hafidz Arsyad, S.H., M.H.

Editor: Tarmizi dan Ihsan

DiterbitkanolehSinarGrafika

Jl.SawoRayaNo.18RawamangunJakartaTimur13220info@bumiaksara.co.idwww.bumiaksara.co.id

Hakciptadilindungiundang-undang.Dilarangmemperbanyakbukuinisebagianatauseluruhnya,dalambentukdandengancaraapapunjuga,baiksecaramekanismaupunelektronis,termasukfotokopi,rekaman,danlain-laintanpaizintertulis

dari penerbit.

Cetakanpertama,Juni2013Perancangkulit,DavidChrismansyah

Layouter,SuryaElyS.DicetakolehSinarGrafikaOffset

ISBN978-979-007-495-8

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Page 4: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Kata Pengantar v

Kata PengantarProf. Dr. Marwan Effendy, S.H.

(Jaksa Agung Muda Pengawasan)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Seraya memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Ø, saya ucapkan terima kasih kepada saudara Jawade Hafidz Arsyad atas kesempatan yang diberikan untuk memberikan kata pengantar dalam buku ini.

Rasa bangga mengiringi sambutan baik dan gembira atas penerbitan buku ini kepada penulis yang di dalam kesibukannya sehari-hari sebagai Wakil Dekan I Fakultas Hukum Unissula dapat menyempatkan diri untuk menulis buku yang berjudul “Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)”.

Kajian yang diangkat oleh penulis, yaitu Korupsi dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara tentu merupakan sebuah bahan yang relevan dengan kondisi dalam penegakan hukum di Indonesia saat ini, mengingat korupsi hingga saat ini seakan tidak ada habisnya baik di tingkat pusat maupun di daerah.

Korupsi beberapa dekade ini menjadi isu sentral dalam penegakan hukum, bahkan di berbagai ajang, termasuk Pilkada dan Pemilu telah dijadikan komo-ditas politik, tidak saja untuk mendongkrak popularitas seseorang karena berani lantang menyuarakan tentang korupsi tetapi juga sebagai senjata untuk

Page 5: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)vi

menjatuhkan lawan-lawan politiknya. Oleh karena itu, pemerintah dituntut konsisten dan tegas dalam penanggulangan tindak pidana korupsi di Indonesia, lebih-lebih dengan mencuatnya pemberitaan terkait dengan beberapa oknum yang berkiprah di eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang dituding melakukan penyalahgunaan wewenang, penggelapan dan pemerasan dalam jabatan dan menerima suap.

Penyalahgunaan wewenang, kesempatan dan sarana khususnya yang di-miliki penyelenggara negara memiliki andil yang cukup besar dalam melatar-belakangi terjadinya korupsi. Menyalahgunakan kewenangan berarti menya-lahgunakan kewajiban yang dibebankan atau yang melekat pada jabatan atau kedudukan seseorang sebagai subjek hukum selaku Pegawai Negeri di institusi tempat dia bekerja. Menyalahgunakan kesempatan berarti menyalahgunakan waktu yang seharusnya dipergunakan untuk menjalankan kewajiban sesuai dengan jabatan dan kedudukan yang telah dibebankan kepadanya, sedangkan menyalahgunakan sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan berarti menyalahgunakan atribut yang menjadi instrumen kewajiban sesuai dengan tujuan pokok dan fungsi institusi.

Seiring dengan itu muncul juga isu kriminalisasi terhadap kebijakan pu-blik yang tertuang di dalam keputusan seorang pejabat publik terkait dengan penanggulangan masalah sosial kemasyarakatan, pengelolaan keuangan nega-ra dan proyek pembangunan menambah buramnya wajah penegakan hukum di negara ini.

Terlepas siapa yang salah atau siapa yang benar dalam persoalan tersebut, tetapi yang jelas berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah di dalam persoalan penegakan hukum, termasuk penanggulangan korupsi melalui tindakan represif maupun preventif secara luas dan bersifat ekstraordinary measure. Upaya pemerintah tersebut terlihat pada kebijakan program reformasi birokrasi serta diterbitkannya Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan kemudian berturut-turut melalui Inpres No. 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dan yang terakhir Inpres No. 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 2012 yang merupakan tindak lanjut dari konvensi dunia yang digagas oleh Persatuan Bangsa-Bangsa yang

Page 6: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Kata Pengantar vii

tertuang di dalam United Nations Convention Against Corruption tahun 2003. Namun karena kondisi sosial ekonomi dan politik masyarakat Indonesia saat ini telah memberi ruang gerak korupsi secara masif, sistematis, dan terstruktur di berbagai lini kehidupan, termasuk pada lembaga-lembaga negara, lembaga-lembaga Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, lembaga Perbankan dan Jasa Keuangan serta di berbagai sektor kehi-dupan masyarakat lainnya maka gaung berbagai upaya pemerintah ter sebut seperti belum menunjukkan hasil yang signifikan karena korupsi telah menjadi kejahatan yang luar biasa (ekstraordinary crime).

Terkait dengan hal tersebut perlu menjadi perhatian penyebab korupsi yang sangat multidimensional atau dengan kata lain korupsi, terkait erat dengan berbagai faktor yang menstimulusnya atau berbagai faktor yang telah menjadi kultur untuk menutupi korupsi dalam suatu kegiatan baik menyangkut pengelolaan keuangan negara maupun keuangan daerah.

Keberhasilan penegakan hukum di dalam pemberantasan korupsi sangat tergantung pada kesungguhan seluruh komponen bangsa, terutama menyang-kut political will pemerintah yang harus juga mendapat dukungan pihak legislatif serta perlunya menyamakan persepsi dengan pihak yudikatif, melalui kerja sama antar aparat penegak hukum dalam bingkai integrated criminal justice system. Se-lain itu, tidak kalah pentingnya peran serta masyarakat dari berbagai lapisan yang tidak saja harus mendukung terhadap gerakan pemberantasan korupsi secara nasional ini, tetapi juga menghindari dari praktik-praktik me lindungi kelompok-kelompoknya yang melakukan tindak pidana korupsi.

Akhir kata, semoga dengan terbitnya buku ini penulis tidak saja dapat me-nyumbangkan manfaat bagi penyelesaian penanganan perkara korupsi di Indonesia tetapi juga dapat menjadi sebuah dukungan immateril kepada para penye lenggara negara di dalam upaya penegakan hukum sehingga mampu mewujudkan supremasi hukum yang memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum.

Wassalamu ’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, April 2013

Marwan Effendy

Page 7: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Prakata ix

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah Ø karena atas limpahan rahmat, karunia, dan pengetahuan-Nya penyusunan buku ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad sebagai junjungan dan suri tauladan.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih belum sempurna, sehingga penulis membutuhkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca untuk penyempurnaan di masa mendatang. Buku tentang “Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)” ini, penulis susun secara sistematis agar pembaca lebih mudah untuk memahami. Dalam buku ini terdiri dari beberapa bab, yakni dimulai dari pengertian korupsi hingga strategi pemberantasan korupsi dari segi Hukum Administrasi Negara.

Korupsi merupakan white collar crime yang terjadi tidak hanya di negara berkembang seperti Indonesia, namun di negara maju pun kejahatan ini menjadi momok yang sangat membahayakan terutama bagi birokrasi pemerintahan dan keuangan negara. Bentuk dan modus operandinya juga sangat beragam. Para pelaku cenderung memanfaatkan keadaan, seperti korupsi pada pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah, suap-menyuap, pungutan liar, dan modus operandi lainnya. Kerugian yang ditimbulkan kejahatan ini tidaklah sedikit,

Prakata

Page 8: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)x

terutama bagi keuangan negara yang sangat merugikan rakyat. Para pelaku memanfaatkan kekuasaan yang mereka miliki untuk memperkaya diri sendiri maupun kroni-kroninya. Pelaku pun juga tidak segan-segan mencari “kambing hitam” untuk menutupi kebusukannya, dan kejahatan ini sudah terjadi di segala bidang pemerintahan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

Terlebih dengan meningkatnya peran negara untuk memberikan kesejah-teraan bagi rakyatnya, dan dengan adanya pouvoir discretionnaire atau freies Ermessen kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak warga nega-ra semakin besar karena penyalahgunaan kekuasaan. Di sini Hukum Admi-nistrasi Negara berperan penting agar pemerintah atau administrasi negara berjalan sesuai dengan fungsinya.

Sebagai upaya untuk mensejahterakan rakyatnya, pemerintah dengan biro-krasinya menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat. Namun, banyak terjadi penyimpangan atau penyelewengan dalam pelaksanaannya yang rawan dengan korupsi. Oleh karena itu, perlu dilakukan reformasi terhadap birokrasi untuk mewujudkan akuntabilitas publik dan good governance, yang merupakan beberapa strategi pemberantasan korupsi dalam perspektif Hukum Administrasi Negara. Beberapa strategi pemberantasan korupsi dalam perspektif Hukum Administrasi Negara, peran serta perlindungan Hukum Administrasi Negara disajikan pula dalam buku ini.

Penulis tertarik untuk membahas mengenai korupsi dalam perspektif Hukum Administrasi Negara ini disebabkan karena kejahatan ini kian marak terutama dilakukan oleh para birokrat dan wakil rakyat yang duduk dalam pemerintahan, dengan berbagai modus yang digunakan. Dengan berbagai re-ferensi yang relevan terhadap terjadinya korupsi di berbagai bidang pemerin-tahan ini, Penulis sangat berharap akan semakin banyak perhatian terhadap upaya untuk melakukan reformasi di bidang pemerintahan yang sarat dengan kejahatan korupsi.

Buku ini tidak bermaksud untuk mendiskreditkan seseorang atau lembaga-lembaga tertentu, karena kajian dalam buku ini bersifat akademik. Contoh peristiwa yang digambarkan di dalam buku ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi para pembaca.

Page 9: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Prakata xi

Atas terbitnya buku ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Laode M. Kamaluddin, M.Eng., M.Sc., selaku Rektor UNISSULA yang telah berkenan memberi motivasi, pencerahan, gagasan, dan ide cemerlang se-hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan buku ini. Penulis juga menyam-paikan terima kasih kepada Dr. H. Rofiq Anwar, Sp.PA., mantan Rektor UNISSULA yang senantiasa memotivasi dan memberi nasihat kepada penulis. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Gunarto, S.H., S.E., Akt., M.Hum., selaku Guru Besar Fakultas Hukum UNISSULA atas segala bimbingannya dalam penulisan buku ini. Tidak hanya itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Marwan Effendy, S.H., yang memberikan kata pengantar dan masukan bagi penulis di tengah kesibukan-nya menjadi Jaksa Agung Muda Pengawasan di Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang penuh ketulusan mendidik dan membesarkan penulis, istri serta anak-anak penulis yang selalu setia mendam pingi dan menemani penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang selama ini telah memberikan nasihat dan bimbingan. Penulis juga menyam-paikan terima kasih kepada istri penulis atas pengorbanan, kebersamaan, dan kesetiaannya mendampingi penulis selama ini, serta putri dan putra penulis yang memberikan dorongan dan motivasi bagi penulis untuk lebih bersemangat. Serta kepada semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa penulis sebutkan na-manya satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih.

Buku ini sangat bermanfaat baik sebagai bahan perkuliahan di semua fa-kultas hukum pada universitas/perguruan tinggi, pendidikan di instansi-instansi pemerintah, serta bagi kalangan masyarakat pada umumnya. Semoga buku ini semakin menambah khasanah pengetahuan dan bermakna serta disambut baik oleh seluruh kalangan pembaca yang budiman. Penulis memohon maaf atas se-gala kesalahan, kekurangan, dan kekhilafan dalam naskah buku ini.

Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.

Semarang, April 2013

Penulis

Page 10: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Daftar Isi xiii

KATA PENGANTAR ................................................................ v

PRAKATA ............................................................................... ix

BAB 1 SEPUTAR KORUPSI .................................................. 1

A. Pengertian Korupsi ........................................................ 1

B. Sebab dan Akibat Korupsi ............................................. 9

C. Tipologi Korupsi ............................................................ 21

D. Modus Operandi Korupsi ................................................ 28

BAB 2 KEKUASAAN DAN KEWENANGAN ....................... 70

A. Apa Itu Kekuasaan dan Kewenangan ........................... 70

B. Kekuasaan dalam Negara .............................................. 75

C. Pemerintah .................................................................... 86

D. Freies Ermessen atau Pouvoir Discretionnaire .................. 88

E. Penyalahgunaan Kekuasaan .......................................... 97

Daftar Isi

Page 11: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)xiv

BAB 3 WILAYAH ADMINISTRASI RAWAN KORUPSI ..... 106

A. Keangkuhan Birokrasi ................................................... 106

B. Ketidakadilan dan Ketidakberesan Pelayanan Publik ... 146

C. Penyimpangan Kebijakan Publik ................................... 153

BAB 4 KERUGIAN KEUANGAN NEGARA AKIBAT KORUPSI ................................................................... 163

A. Keuangan Negara .......................................................... 163

B. Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi ................. 167

C. Pengembalian Kerugian Keuangan Negara ................... 178

BAB 5 HAN DAN PEMBATASAN KEKUASAAN ................ 190

A. Tugas Pemerintah (Administrator Negara) ................... 190

B. Pengertian Hukum Administrasi Negara ...................... 192

C. Peran HAN ................................................................... 197

BAB 6 STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HAN ..................................................... 243

A. Reformasi Birokrasi dan Akuntabilitas Pelayanan Publik .. 243

B. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL) ... 262

C. Good Governance ........................................................... 279

D. Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN ........... 291

DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 315

PROFIL PENULIS ..................................................................... 323

Page 12: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 15

A. PENGERTIAN KORUPSI

Bentuk kejahatan yang saat ini marak diperbincangkan adalah kejahatan kerah putih (white collar crime). Drakula tanpa taring, demikianlah julukan yang paling tepat untuk para pelaku white collar crime. Ganas dan kejam tetapi kelihatannya sopan dan berwibawa. Para pelaku dari perbuatan white collar crime tersebut biasanya terdiri dari orang-orang terhormat atau orang-orang yang mempunyai kekuasaan atau uang, yang biasanya menampakkan dirinya sebagai orang yang baik-baik, bahkan banyak di antara mereka yang dikenal sebagai dermawan, yang terdiri dari para politikus, birokrat pemerintah, penegak hukum, serta masih banyak lagi.1

Korupsi ini merupakan salah satu jenis kejahatan kerah putih (white collar crime) atau kejahatan berdasi. Berbeda dengan kejahatan konvensional yang melibatkan para pelaku kejahatan jalanan (street crime, blue collar crime, blue jeans crime), terhadap white collar crime ini, pihak yang terlibat adalah mereka yang merupakan orang-orang terpandang dalam masyarakat dan biasanya berpendidikan tinggi. Bahkan modus operandi untuk white collar

1 Munir Fuady, Bisnis Kotor, Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 22.

Seputar Korupsi

Bab 1

Page 13: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)16

crime ini, seperti halnya korupsi seringkali pula dilakukan dengan cara-cara yang canggih, malahan bercampur baur dengan teori-teori dalam bidang ilmu pengetahuan, seperti akuntansi dan statistik. Oleh karena itu, meskipun ada permainan patgulipat, dari permukaannya seolah-olah perbuatan yang sebenarnya merupakan white collar crime dan kelihatannya merupakan per-buatan biasa yang legal. Jika diukur dari canggihnya modus operandi, dilihat dari kelas orang yang terlibat, atau dilihat dari besarnya dana yang dijarah, perbuatan white collar crime jelas merupakan kejahatan kelas tinggi, yang sebenarnya dilatarbelakangi oleh prinsip yang keliru, yaitu greedy is beautiful (kerakusan itu indah).2

Suatu white collar crime dapat juga terjadi di sektor publik, yakni yang melibatkan pihak-pihak pemegang kekuasaan publik atau pejabat pemerintah, sehingga sering disebut juga dengan kejahatan jabatan (occupational crime). White collar crime ini seperti banyak terjadi dalam bentuk korupsi dan penyuapan, se-hingga terjadi penyalahgunaan kewenangan publik. Korupsi dan suap-menyuap yang terjadi di kalangan penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan hakim adalah hal yang sangat gencar dibicarakan di mana-mana, di samping korupsi di ka-langan anggota legislatif dan eksekutif.3

Kata “korupsi” sudah sering didengar, dari anak-anak yang masih duduk di Taman Kanak-kanak sampai mahasiswa di Perguruan Tinggi bahkan manula pun sudah paham dengan arti kata korupsi meski hanya secara umum sebagai tindakan pejabat negara yang mengambil uang rakyat. Kasus-kasus korupsi yang terjadi, tiap hari telah mengisi tayangan yang ada di televisi maupun media massa lainnya, yang penyelesaiannya tak kunjung selesai.

Korupsi di Indonesia berkembang pesat. Korupsi meluas, ada di mana-mana dan terjadi secara sistematis. Artinya, seringkali korupsi dilakukan dengan rekayasa yang canggih dan memanfaatkan teknologi modern. Sese-orang yang mengetahui ada dugaan korupsi, jarang yang mau bersaksi, dan kalaupun berani melapor serta bersaksi, ada saja oknum penegak hukum yang tidak melakukan tindakan hukum sebagaimana mestinya. Itulah sebabnya,

2 Ibid., hlm. 1 dan 2.3 Ibid., hlm. 19.

Page 14: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 17

dalam kenyataan hidup sehari-hari, korupsi dianggap biasa dan dimaklumi banyak orang. Masyarakat yang terbiasa korup, akan sulit membedakan mana tindakan yang korup dan mana yang bukan tindakan korup.4

Korupsi merupakan penyakit yang telah menjangkiti negara Indonesia. Layaknya penyakit, korupsi ini harus disembuhkan agar tidak menyebar ke bagian tubuh yang lainnya. Terhadap bagian tubuh yang sudah membusuk dan tidak bisa diselamatkan lagi, maka bagian tubuh itu harus diamputasi agar virus tidak menyebar ke bagian lainnya yang dapat membahayakan jiwa si penderita. Demikian pula dengan tindak pidana korupsi ini.

Agar lebih memahami mengenai arti dari korupsi, akan dijelaskan mengenai asal kata korupsi. Menurut Fockema Andreae, kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa, seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt; Prancis, yaitu corruption; dan Belanda, yaitu corruptie (korruptie). Dari bahasa Belanda inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”.5

Arti harfiah dari kata korupsi ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. Dalam The Lexicon Webster Dictionary 1978:

Corruption {L. corruptio (n-)} The act of corrupting, or the state of being corrupt; putrefactive decomposition, putrid matter; moral perversion; depravity, perversion of integrity; corrupt or dishonest proceedings, bribery; perversion from a state of purity; debasement, as of a language; a debased form of a word.

Seperti halnya kehidupan yang buruk di dalam penjara, sering disebut sebagai kehidupan yang korup, yang segala macam kejahatan terjadi di sana.

4 Arya Maheka, Mengenali & Memberantas Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Jakarta, Tanpa Tahun, hlm. 4.

5 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 4.

Page 15: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)18

Dalam Black’s Law Dictionary, korupsi merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain, secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain.

Arti kata korupsi lainnya: 6

1. Korup : buruk, palsu, suap

2. Korup : buruk, rusak, suka menerima uang sogok, menyelewengkan uang atau barang milik perusahaan atau negara, menerima uang dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi

3. Korupsi : penyuapan, pemalsuan

4. Korupsi : penyelewengan atau penggelapan uang negara atau per usahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Kata corruptio sering dipersamakan artinya dengan penyuapan, seperti yang disebut di dalam Ensiklopedia Grote Winkler Prins 1977:

Corruptio = omkoping, noemt men het verschijnsel dat ambtenaren of andere personen in dienst der openbare zaak (zie echter hieronder voor zogenaamd niet ambtelijk corruptie) zicht laten omkopen.

Definisi korupsi dalam kamus lengkap Webster’s Third New International Dictionary adalah ajakan (dari seorang pejabat politik) dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak semestinya (misalnya suap) untuk melakukan pe-langgaran tugas.

Definisi lain korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi.7

6 Arya Maheka, op.cit., hlm. 12.7 Robert Klitgaard, Membasmi Korupsi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2001,

hlm. 31.

Page 16: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 19

Korupsi dapat diartikan memungut uang bagi layanan yang sudah seha-rusnya diberikan atau menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak sah. Korupsi adalah tidak melaksanakan tugas karena lalai atau sengaja.8

Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, disimpulkan oleh Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia bahwa korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya.

Secara umum, korupsi dipahami sebagai suatu tindakan pejabat publik yang menyelewengkan kewenangan untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, dan kelompok yang mengakibatkan kerugian negara.9

Selain itu, korupsi dapat didefinisikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan untuk keuntungan pribadi. Korupsi mencakup perilaku pejabat-pejabat sektor publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang memperkaya diri mereka secara tidak pantas dan melanggar hukum, atau orang-orang yang dekat dengan mereka, dengan menyalahgunakan kekuasaan yang dipercayakan pada mereka.10

Robert Klitgaard merumuskan korupsi dalam sebuah proposisi matematis, yaitu dengan rumusan berikut.

Korupsi terjadi di mana terdapat monopoli atas kekuasaan dan diskresi (hak untuk melakukan penyimpangan kepada suatu kebijakan), tetapi dalam kondisi tidak adanya akuntabilitas.

8 Robert Klitgaard dkk., Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Dae-rah, Alih Bahasa Masri Maris, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 3.

9 Dwi Saputra dkk., Tiada Ruang Tanpa Korupsi, KP2KKN Jawa Tengah, Semarang, 2004, hlm. 27.

10 Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi, Elemen Sistem Integritas Nasional, Transparency Internasional Indonesia dan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2003, hlm. 6 dan 7.

C = M + D – ACorruption = Monopoly Power + Disrection by Official – Accountability

Page 17: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)20

Dalam arti sempit, korupsi berarti pengabaian standar perilaku tertentu oleh pihak yang berwenang demi memenuhi kepentingan diri sendiri.

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mendefinisikan korupsi sebagai tindakan yang merugikan kepentingan umum dan masyarakat luas demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.11

Lubis dan Scott dalam pandangannya tentang korupsi disebutkan bahwa dalam arti hukum, korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan kepen-tingan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh para pejabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut, se-dangkan menurut norma-norma pemerintah dapat dianggap korupsi apabila hukum dilanggar atau tidak dalam bisnis tindakan tersebut adalah tercela.12

Korupsi dalam Kamus Ilmiah Populer mengandung pengertian kecurangan, penyelewengan atau penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri, serta pemalsuan.

Beberapa pengertian korupsi lainnya, antara lain sebagai berikut.13

1. Rumusan korupsi dari sisi pandang teori pasar. Jacob van Klaveren mengatakan bahwa seorang pengabdi negara (pegawai

negeri) yang berjiwa korup menganggap kantor atau instansinya sebagai per usahaan dagang, sehingga dalam pekerjaannya akan diusahakan mem-peroleh pendapatan sebanyak mungkin.

2. Rumusan yang menekankan titik berat jabatan pemerintahan. M. Mc. Mullan mengatakan bahwa seorang pejabat pemerintahan dikata-

kan korup apabila menerima uang sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya bisa dilakukan dalam tugas dan jabatannya,

11 Rohim, Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi, Cetakan Pertama, Pena Mukti Media, Cimanggis Depok, 2008, hlm. 2.

12 I.G.M. Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi “Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 16.

13 I.G.M. Nurdjana, Korupsi dalam Praktik Bisnis, Pemberdayaan Penegakan Hukum, Program Aksi dan Strategi Penanggulangan Masalah Korupsi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005, hlm. 8–10.

Page 18: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 21

padahal ia tidak diperbolehkan melakukan hal seperti itu selama men-jalankan tugasnya. J.S. Nye berpendapat bahwa korupsi adalah perilaku yang menyimpang dari atau melanggar peraturan kewajiban-kewajiban normal peran instansi pemerintah dengan jalan melakukan atau mencari pengaruh, status, dan gengsi untuk kepentingan pribadi (keluarga, golong-an, kawan, atau teman).

3. Rumusan korupsi dengan titik berat pada kepentingan umum. Carl J. Friesrich menyatakan bahwa apabila seseorang yang memegang

kekuasaan atau yang berwenang untuk melakukan hal-hal tertentu meng-harapkan imbalan uang atau semacam hadiah lainnya yang tidak diper-bolehkan oleh undang-undang, membujuk untuk mengambil langkah atau menolong siapa saja yang menyediakan hadiah sehingga benar-benar membahayakan kepentingan umum.

4. Rumusan korupsi dari sisi pandang sosiologi. Syeh Hussein Alatas mengatakan bahwa terjadinya korupsi adalah apabila

seorang pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan oleh seseorang dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada kepentingan-kepentingan si pemberi. Kadang-kadang juga berupa perbuatan menawarkan pemberian uang hadiah lain yang dapat menggoda pejabat. Termasuk dalam pengertian ini juga pemerasan, yakni permintaan pemberian atau hadiah seperti itu dalam pelaksanaan tugas-tugas publik yang mereka urus bagi keuntungan mereka sendiri.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Pasal 2 dan Pasal 3 mendefinisikan korupsi sebagai berikut.

1. Setiap orang yang secara sengaja melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Page 19: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)22

Pengertian korupsi tersebut, tidak bisa dilepaskan dari apa yang disebut dengan kolusi dan nepotisme. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) hanya mempunyai batasan tipis, dan tindakan tersebut berkaitan dan termasuk dalam unsur perbuatan korupsi.

Kolusi atau collusion menurut Osborn’s Laur Dictionary 1983 adalah:

The arrangement of two person, apparently in a hostile position or having con-flicting interest, to some act in order to injure a third person, or deceive a court.

Canadian Law Dictionary memberikan definisi kolusi sebagai:

The making of an agreement with another for the purpose of perpetrating a fraud, or engaging in illegal activity while having an illegal end in mind.

I.G.M. Nurdjaman mengemukakan bahwa kolusi atau collusion adalah suatu kesepakatan atau persetujuan dengan tujuan bersifat melawan hukum atau melakukan suatu tindakan penipuan.

Nepotisme berasal dari kata nepotism dalam bahasa Inggris yang mengan-dung pengertian “mendahulukan atau memprioritaskan keluarga, kelompok, dan golongannya untuk diangkat dan/atau diberikan jalan menjadi pejabat ne-gara atau sejenisnya. Nepotisme merupakan suatu perbuatan atau tindakan atau pengambilan keputusan secara subjektif dengan terlebih dahulu mengangkat atau memberikan jalan dalam bentuk apa pun bagi keluarga, kelompok, dan golongannya untuk suatu kedudukan atau jabatan tertentu.

Dalam UU No. 28 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) ten-tang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme menyebutkan pengertian korupsi, kolusi, dan nepotisme berikut.

1. Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana korupsi.

2. Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan/atau negara.

3. Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan/atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

Page 20: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 23

Bentuk perbuatan di atas sangatlah merugikan bagi negara, terutama keuangan negara yang dijadikan lahan untuk memperkaya diri para pejabat, keluarga, dan kroni-kroninya. Tidak sedikit jumlah uang rakyat yang mereka ambil dan hak-hak orang yang seharusnya dapat duduk di kursi pemerintahan, diambil oleh orang yang tidak pantas dan tidak mempunyai kemampuan, se-hingga negara yang menjadi hancur. Perlu dipikirkan kembali untuk mewu-judkan negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah the right man to the right place, sehingga tidak semua orang yang bisa menjadi pejabat dan duduk mewakili rakyat, hanya mereka yang “pantas” dan “berhak” yang bisa duduk di sana.

Tidak hanya pejabat negara, korupsi yang terjadi di berbagai perusahaan swasta juga membawa dampak yang sangat merugikan, tidak hanya bagi perusahaan namun juga bagi masyarakat. Contoh yang paling mudah saat ini adalah penerimaan PNS atau di perusahaan, yang sudah menjadi rahasia umum apabila harus menggunakan “uang pelicin”. Kemampuan seseorang saat ini sepertinya sudah tidak dianggap penting. Asalkan mempunyai uang dan koneksi, semua mudah diperoleh seperti pekerjaan, jabatan, dan sebagainya. Jelas ini sangat merugikan. B. SEBAB DAN AKIBAT KORUPSI

Korupsi adalah salah satu penyakit masyarakat yang sama dengan jenis ke-jahatan lain seperti pencurian, yang sudah ada sejak manusia bermasyarakat di atas bumi ini. Korupsi sudah terjadi berabad-abad yang lalu, dalam fakta-fakta yang sempat tercatat dalam sejarah, antara lain sebagai berikut.14

1. Korupsi di Mesir Kuno Di Mesir, seorang Pharaoh (raja Mesir Kuno) yang bernama Horembeb,

dalam abad ke-14 sebelum Masehi, telah mengeluarkan peraturan yang melarang korupsi. Ancaman hukuman untuk kejahatan korupsi tersebut adalah hukuman mati.

14 Munir Fuady, op.cit., hlm. 5 dan 6.

Page 21: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)24

2. Korupsi di Yunani Kuno Suatu keluarga terkenal di Yunani Kuno, yang bernama Alemaenoids,

diberi kepercayaan untuk membangun sebuah rumah ibadah dengan batu pualam. Akan tetapi, ternyata dia melakukan korupsi, di mana yang digunakan adalah semen dengan lapisan batu pualam.

3. Korupsi di Romawi Ada undang-undang yang dikenal dengan Lex Calpurnia de Repetundis

yang dibuat oleh L. Calpurnius Piso dalam tahun 149 SM di Romawi, di mana dengan undang-undang tersebut telah dibentuk komisi khusus yang permanen, yang bertugas seperti pengadilan pidana yang disebut dengan Quaestio Perpetua.

Undang-undang yang disebut dengan Lex Calpurnia de Repetundis itu per-nah diterapkan ke dalam kasus white collar crime, yaitu kasus repetundarum pecuniarum, yang merupakan tuntutan oleh pemerintah provinsi terhadap gubernur jenderal atas penerimaan uang secara tidak sah (korupsi).

4. Penimbunan bahan makanan di Inggris Di Inggris, pada masa Raja Henry III (1216–1272), diancam dengan

sanksi pidana terhadap mereka yang menimbun bahan makanan untuk mempermainkan harga dari bahan makanan tersebut.

5. Kasus tukang potong hewan di Jerman Tercatat dalam sejarah di Jerman bahwa Wastel Pennas, seorang tukang

potong hewan telah dihukum gantung karena menjual daging anjing yang dikatakannya sebagai daging domba.

Jadi korupsi memang sudah membudaya dalam masyarakat, di mulai dari korupsi kecil-kecilan sampai korupsi besar-besaran. Permasalahan utama adalah meningkatnya korupsi itu seiring dengan kemajuan, kemakmuran, dan teknologi. Semakin maju pembangunan suatu bangsa, semakin meningkat pula kebutuhan dan mendorong orang untuk melakukan korupsi.15

15 Andi Hamzah, Perbandingan Pemberantasan Korupsi di Berbagai Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 1.

Page 22: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 25

Pembangunan yang dilakukan selama ini, ternyata tidak membawa ke sejah-teraan pada rakyat kecil, tetapi kebanyakan dinikmati oleh koruptor yang nota-bene adalah pejabat negara. Tiap hari terjadi korupsi, korupsi terus meraja lela hampir di setiap bidang pemerintahan, apakah itu di lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Kausa atau sebab orang melakukan korupsi sangat banyak dan beragam. Menurut Andi Hamzah, di antaranya sebagai berikut.16

1. Kurangnya Gaji atau Pendapatan Pegawai Negeri Dibandingkan dengan Kebutuhan yang Makin Hari Makin Meningkat

Dalam hal kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri di Indonesia, B. Soedarso menyatakan:

Pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan misalnya kurangnya gaji pejabat-pejabat, buruknya ekonomi, mental pejabat yang kurang baik, administrasi dan manajemen yang kacau yang menghasilkan adanya prosedur yang berliku-liku dan sebagainya.

Di alinea lain, B. Soedarso merumuskan uraian sebagai berikut: 17

Banyak faktor yang bekerja dan saling mempengaruhi satu sama lain sampai menghasilkan keadaan yang kita hadapi. Yang dapat dilakukan hanyalah mengemukakan faktor-faktor yang paling berperan. Causaliteits redeneringen harus sangat berhati-hati dan dijauhkan dari gegabah. Buruknya ekonomi, belum tentu dengan sendirinya menghasilkan suatu wabah korupsi di kalangan pejabat kalau tidak ada faktor-faktor lain yang bekerja. Kurangnya gaji bukan lah faktor yang menentukan. Orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Prosedur yang berliku-liku bukanlah pula hal yang ditonjolkan karena korupsi juga meluas di bagian-bagian yang sederhana, di kelurahan, di kantor penguasa-penguasa yang kecil, di kereta api, di stasiun-stasiun, di loket-loket penjualan karcis kebun binatang, dan sebagainya.

16 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana ..., op.cit., hlm. 13–23.

17 B. Soedarso, Korupsi di Indonesia, Bhratara Karya Aksra, Jakarta, 1969, hlm. 10–11, dalam Andi Hamzah, ibid., hlm. 13.

Page 23: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)26

Kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti meluasnya korupsi di Indonesia. Hal ini dikemukakan oleh Guy J. Pauker dalam tulisannya berjudul Indonesia 1979: The Record of three decades, yaitu sebagai berikut.

Although corruption is widespread in Indonesia as a means of supplementing excessively low government salaries, the resources of the nation are not being used primarily for the accumulation of vast private fortunes, but for economic development and to some extent, for welfare.

J.W. Schoorl mengatakan bahwa di Indonesia di bagian pertama tahun 60-an situasinya begitu merosot sehingga untuk golongan-golongan besar dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan dua minggu. Dapat dipahami bahwa situasi demikian itu, para pegawai terpaksa mencari penghasilan tambahan dan bahwa banyak di antara mereka mendapatkannya dengan meminta uang ekstra”.18

Kalau dikatakan korupsi dilakukan secara terpaksa oleh pegawai negeri, yang dikarenakan gajinya tidak mencukupi, namun masyarakat sekarang ini malah berlomba-lomba untuk dapat diterima menjadi pegawai negeri. Sangat ironis sekali, mengapa masyarakat mau menjadi pegawai negeri yang gajinya tidak begitu besar? Untuk menjadi pegawai negeri saja bahkan ada yang di-haruskan membayar dengan biaya yang jauh lebih besar dari gaji yang akan diterima. Ataukah menjadi pegawai negeri selain dapat meningkatkan status seseorang di masyarakat, menjadi pegawai negeri akan lebih mudah menda-patkan uang dengan cara korupsi?

Di sini korupsi dilakukan karena keterpaksaan dengan melakukan per-buatan melawan hukum, mengambil uang rakyat, dan merugikan negara. Meskipun demikian melakukan perbuatan korupsi itu tidak bisa dibenarkan. Kalaupun gaji yang diterima oleh pegawai negeri itu tidak mencukupi, dapat saja mereka mencari penghasilan tambahan dengan melakukan usaha samping-an, sehingga kondisi atau situasi yang memaksa dilakukannya korupsi tidaklah benar.

18 J.W. Schoorl, Modernisasi, Terjemahan R.G. Soekadijo, Gramedia, Jakarta, 1980, hlm. 180, dalam Andi Hamzah, ibid., hlm. 14.

Page 24: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 27

2. Latar Belakang Kebudayaan atau Kultur Indonesia yang Meru­pakan Sumber atau Sebab Meluasnya Korupsi

B. Soedarso menunjukkan beberapa penyebab dari korupsi yang berkaitan dengan latar belakang kultur atau kebudayaan, sebagai berikut.19

Dalam hubungan meluasnya korupsi di Indonesia, apabila miliu itu ditinjau lebih lanjut, yang perlu diselidiki tentunya bukan kekhususan miliu orang satu per satu, melainkan yang secara umum meliputi, dirasakan, dan mempengaruhi kita semua orang Indonesia. Dengan demikian, mungkin kita bisa menemukan sebab-sebab masyarakat kita dapat menelurkan korupsi sebagai way of life dari banyak orang, mengapa korupsi itu secara diam-diam ditolerir, bukan oleh penguasa, tetapi oleh masyarakat sendiri. Kalau masyarakat umum mempunyai semangat anti korupsi seperti para mahasiswa pada waktu melakukan demonstrasi anti korupsi, maka korupsi sungguh-sungguh tidak akan dikenal.

B. Soedarsono juga menjelaskan panjang lebar tentang sejarah kultur Indonesia mulai dari zaman Multatuli berkaitan dengan penyalahgunaan jabatan yang merupakan suatu sistem sebagai berikut.20

Selama dalam jabatannya (maksudnya Douwes Dekker atau Multatuli), ia telah melaporkan kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan oleh Bu-pati Lebak dan Wedana Parangkujang (Banten Selatan) kepada atasannya dan meminta supaya terhadap mereka ini dilakukan pengusutan. Menu-rut Douwes Dekker, bupati tersebut telah menggunakan kekuasaannya melebihi apa yang diperbolehkan oleh peraturan untuk memperkaya diri. Dalam keadaan sosial seperti telah dibentangkan di muka, dalam suasana ketololan pikiran tentang hubungan penguasa dengan rakyat, kejahatan yang timbul di antara penguasa dengan sendirinya adalah penyalahguna-an untuk memperkaya diri dengan memanfaatkan kebodohan serta onder-danigheid penduduk. Tentu saja di sini perlu sekali lagi diingat bahwa yang dimaksud dengan penyalahgunaan adalah menurut ukuran modern, ukur an kultur yang telah mene lurkan Kitab Undang-Undang Hukum

19 B. Soedarso dalam Andi Hamzah, ibid., hlm. 17.20 Ibid., hlm. 18.

Page 25: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)28

Pidana (KUHP) sebab dalam rangka pandangan kuno tidak ada penger-tian penyalahgunaan kekuasaan.

Dari sejarah berlakunya KUHP di Indonesia, penyalahgunaan kekuasaan di Indonesia oleh para pejabat memang telah diperhitungkan secara khusus oleh pemerintah Belanda sewaktu disusunnya Wetboek van Strafrecht untuk Indonesia.

Hal ini nyata pada disisipkannya Pasal 423 KUHP (kejahatan-kejahatan knevelarij) dalam KUHP, karena dengan pasal yang ada dalam Ned.W.v.S mengenai knevelarij, yaitu Pasal 366 (Pasal 425 KUHP), dipandang kurang memadai untuk masyarakat Indonesia yang pejabat-pejabatnya cenderung untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan untuk menguntungkan diri sendiri.

Pasal 366 Ned. W.v.S. mengandung salah satu unsur, yaitu in de uitoefening zijner bediening (pada waktu melaksanakan jabatannya) yang menyatakan bahwa pejabat atau pegawai negeri melakukan kejahatan “pada waktu melaksanakan jabatannya”, padahal banyak pejabat atau pegawai negeri Indonesia sulit ditentukan kapan ia bisa melaksanakan jabatannya. Lain halnya dengan pejabat atau pegawai negeri di Belanda, ia bisa melaksanakan jabatannya di mana dan kapan saja.21

Kata-kata in de uitofening zijner bediening dalam Pasal 423 KUHP tidak ada. Pasal 423 dan Pasal 425 KUHP dikenal dengan nama knevelarij yang menurut terjemahan KUHP buah tangan Moeljatno 1979 diterjemahkan dengan “pemerasan”, oleh Engelbrecht dengan “kerakusan”, Soesilo dan Soenarto dengan “permintaan memaksa”, sedangkan Kitab Oendang-Oendang tentang Hoekoem terbitan Balai Poestaka tahun 1940 menerjemahkannya sebagai “aniaya dengan pendayaan serta dengan menjepit”.

Namun ada yang berpendapat bahwa korupsi tidak ada sangkut-pautnya dengan kultur atau budaya masyarakat. Dalam hal ini Jeremy Pope menyatakan sebagai berikut.22

21 M.W. Van T. Hoff, Wetboek van Strafrecht, Batavia, N.V.G. Kolff & Co., tanpa tahun, dalam Andi Hamzah, ibid., hlm. 19.

22 Jeremy Pope, op.cit., hlm. xxvii.

Page 26: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 29

Untuk memahami korupsi, kita harus mulai dengan membuang jauh-jauh mitos bahwa korupsi adalah soal ”budaya”. Dalam berbagai budaya, mem-beri hadiah pada pejabat publik dilakukan secara terbuka dan transparan, rekening bank dengan nomor rahasia di Swiss bukan bagian dari budaya negara manapun, orang yang hidup dalam masyarakat tempat korupsi konon merupakan ”bagian dari kehidupan” pada umumnya menolak dengan keras perilaku korupsi, memberi dan menerima suap dan uang pelicin termasuk melanggar hukum dan tindak pidana menurut hukum hampir di semua ”budaya” itu. Belum ada orang yang menemukan suatu masyarakat yang dapat hidup aman dan tenteram atas dasar keyakinan bahwa wajar bila para pemimpinnya mendahulukan kepentingan pribadi mereka masing-masing sebelum memikirkan kepentingan masyarakat. Di negara-negara yang dikatakan menganut sikap seperti ini, kenyataan bahwa masyarakat luas menyambut dengan sangat gembira kejatuhan para pemimpin semacam itu dari singgasana kekuasaan, menunjukkan bahwa mereka menolak perilaku seperti itu.

Menurut hemat penulis, korupsi itu terjadi berulang-ulang karena telah menjadi suatu kebiasaan dalam masyarakat untuk mempermudah dalam mendapatkan pelayanan dari pemerintah, dan sebaliknya pejabat pemerintah menggunakan kesempatan itu untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Jadi, hal ini terkait dengan perilaku dari anggota masyarakat dan pejabat pemerintah yang korup, karena dalam kenyataannya masih ada ma-sya rakat yang tidak mau melakukan korupsi.

3. Manajemen yang Kurang Baik dan Kontrol yang Kurang Efektif dan Efisien

Terkenal ucapan Prof. Soemitro Alm. yang dikutip oleh media cetak bahwa kebocoran mencapai 30% dari anggaran. Ternyata usaha pendidikan dan pelatihan seperti P4 dan SESPA tidak mempan bukan saja untuk memberantas korupsi, tetapi juga untuk menguranginya. Korupsi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan seorang widyaiswara di suatu Pusdiklat mengatakan pada tanggal 20 Mei 2002 bahwa sesungguhnya 50% anggaran Pusdiklat dimakan oleh penyelenggara.

Page 27: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)30

Korupsi terjadi bila ada niat dan kesempatan. Apabila manajemen terkon-trol dengan baik, maka keluar masuknya aliran dana dapat terdeteksi. Namun demikian, tidak dapat menyalahkan manajemen begitu saja, moral yang ada pada diri manusialah yang dapat membentengi seseorang dari setiap perbuatan tercela.

4. Modernisasi

Huntington menulis sebagai berikut.23

Korupsi terdapat dalam masyarakat, tetapi korupsi lebih umum dalam masyarakat yang satu daripada yang lain, dan dalam masyarakat yang se-dang tumbuh korupsi lebih umum dalam suatu periode yang satu dari yang lain. Bukti-bukti dari sana-sini menunjukkan bahwa luas perkembangan korupsi berkaitan dengan modernisasi sosial dan ekonomi yang cepat.

Penyebab modernisasi yang mengembangbiakkan korupsi dapat disingkat dari jawaban Huntington berikut ini.

a. Modernisasi membawa perubahan pada nilai dasar atas masyarakat.

b. Modernisasi juga ikut mengembangkan korupsi karena modernisasi mem-buka sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan baru. Hubungan sumber-sumber ini dengan kehidupan politik tidak diatur oleh norma tradisional yang terpenting dalam masyarakat, sedangkan norma-norma baru dalam hal ini belum dapat diterima oleh golongan berpenga ruh dalam masyarakat.

c. Modernisasi merangsang korupsi karena perubahan-perubahan yang di-akibatkannya dalam bidang kegiatan sistem politik. Modernisasi terutama di negara-negara yang memulai modernisasi lebih kemudian, memperbe-sar kekuasaan pemerintah dan melipatgandakan kegiatan-kegiatan yang diatur oleh peraturan-peraturan pemerintah.

Menurut Arya Maheka bahwa ada beberapa penyebab terjadinya korupsi, yaitu sebagai berikut.24

23 Samuel P. Huntington, Modernisasi dan Korupsi, karangan dalam buku Mochtar Lubis dan James C. Scott, Bunga Rampai Karangan-Karangan Mengenai Etika Pegawai Negeri, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, 1977, hlm. 133, sebagai dikutip Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana, op.cit., hlm. 20.

24 Arya Maheka, op.cit., hlm. 23 dan 24.

Page 28: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 31

a. Penegakan hukum tidak konsisten, penegakan hukum hanya sebagai make-up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan.

b. Penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang, takut dianggap bodoh kalau tidak menggunakan kesempatan.

c. Langkanya lingkungan yang anti korup, sistem dan pedoman anti korupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.

d. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang diper-oleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu men dorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pe-layanan terbaik bagi masyarakat.

e. Kemiskinan dan keserakahan. Masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi, sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.

f. Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah.

g. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi, saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya. Rumus: keuntungan korupsi lebih besar dari kerugian bila tertangkap.

h. Budaya permisif atau serba membolehkan, tidak mau tahu, menganggap biasa bila ada korupsi karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.

i. Gagalnya pendidikan agama dan etika. Ada benarnya pendapat Franz Magnis Suseno bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja, sehingga agama nyaris tidak ber-fungsi dalam memainkan peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya agama bisa memainkan peran yang lebih besar dalam konteks kehidupan sosial dibandingkan institusi lainnya, sebab agama memiliki relasi atau hubungan emosional dengan para pemeluknya. Jika diterapkan dengan benar, kekuat-an relasi emosional yang dimiliki agama bisa menyadarkan umat bahwa ko-rupsi bisa membawa dampak yang sangat buruk.

Page 29: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)32

Abdul Rahman Ibnu Khaldun sebagaimana dikutip oleh Rohim menyata-kan bahwa sebab utama korupsi adalah nafsu untuk hidup mewah dalam kelompok yang memerintah. Korupsi pada kelompok penguasa menyebabkan kesulitan-kesulitan ekonomi, dan kesulitan ini pada akhirnya akan menimbul-kan korupsi baru.25

Menurut Jeremy Pope, kemiskinan merupakan faktor penyebab korupsi, mes kipun bukan satu-satunya, sedangkan menurut Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 1997 disebabkan karena beberapa aspek, yakni sebagai berikut.26

a. Aspek individu pelaku korupsi, seperti sikap tamak, moral, dan iman yang lemah sehingga tidak dapat menahan godaan hawa nafsu serta penghasilan kurang mencukupi kebutuhan hidup yang wajar.

b. Aspek organisasi, seperti kurang adanya teladan dari pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar dan manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya.

c. Aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada seperti nilai-nilai yang berlaku di masyarakat yang ternyata kondusif untuk terjadinya korupsi. Masyarakat kurang menyadari bahwa yang paling dirugikan oleh setiap praktik korupsi bukan hanya negara, namun masyarakat luas juga akan terkena dampak korupsi itu.

Mengenai akibat korupsi, ada dua pendapat, yaitu sebagai berikut..

1. Pendapat pertama Ada yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak selalu berakibat negatif,

kadang-kadang berakibat positif, ketika korupsi itu berfungsi sebagai uang pelicin bagaikan tangki minyak pelumas pada mesin. Pendapat pertama ini banyak dianut oleh peneliti Barat.27

25 Rohim, op.cit., hlm. 6.26 Ibid., hlm. 14 dan 15.27 J.W. Schoorl dalam Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana,

op.cit., hlm. 21.

Page 30: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 33

2. Pendapat kedua Pendapat yang kedua mengatakan bahwa korupsi itu tidak pernah mem bawa

akibat positif, seperti Gunnar Myrdal yang mengatakan sebagai berikut.28

a. Korupsi memantapkan dan memperbesar masalah-masalah yang me-nyangkut kurangnya hasrat untuk terjun di bidang usaha dan menge-nai kurang tumbuhnya pasaran nasional.

b. Korupsi mempertajam permasalahan masyarakat plural, sedang bersa-maan dengan itu kesatuan negara bertambah lemah. Juga karena turun nya martabat pemerintah, tendensi-tendensi itu membahayakan stabilitas politik.

c. Korupsi mengatakan turunnya disiplin sosial. Uang suap itu tidak hanya dapat memperlancar prosedur administrasi, tetapi biasanya juga beraki-bat adanya kesengajaan untuk memperlambat proses ad mi nistrasi agar dengan demikian dapat menerima uang suap. Di samping itu, pelaksan-aan rencana-rencana pembangunan yang sudah diputuskan, dipersulit, atau diperlambat karena alasan-alasan yang sama. Dalam hal itu Myrdal bertentangan dengan pendapat yang lazim, bahwa korupsi itu harus di-anggap sebagai semir pelicin. Mrydal menyebut negara-negara di Asia Selatan sebagai the soft state, yang merajalelanya korupsi merupakan sa-lah satu aspek dan pada umumnya mengakibatkan disiplin sosial yang rendah. Korupsi merupakan hambatan besar bagi pembangunan.29

Koentjaraningrat pun memandang korupsi sebagai salah satu kelemahan dalam pembangunan. Beliau mengatakan:30

Jelas bahwa banyak yang masih harus kita ubah kalau kita hendak mengatasi penyakit-penyakit sosial budaya yang parah seperti krisis otoritas, kemacetan administrasi, dan korupsi menyeluruh yang sekarang mengganas dalam masyarakat kita itu. Bagaimana caranya mengubah

28 Gunnar Myrdal, Asian Drama, an Inquiry into the Property of Nations, Penguin Books, Australia Ltd., hlm. 166–167 dan 170, dalam Andi Hamzah, ibid., hlm. 22.

29 Ibid., hlm. 22.30 Koentjaraningrat, Bunga Rampai Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan,

Gramedia, Jakarta, 1974, hlm. 75, dalam Andi Hamzah, ibid., hlm. 23.

Page 31: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)34

mentalitas lemah itu dan membina mentalitas yang berjiwa pembangunan? Menurut hemat saya, ada empat jalan ialah: (1) dengan memberi contoh yang baik; (2) dengan memberi perangsang-perangsang yang cocok; (3) dengan persuasi dan penerangan; dan (4) dengan pembinaan dan pengasuhan suatu generasi yang baru untuk masa yang akan datang sejak kecil dalam kalangan keluarga.

Menurut David Bayle sebagaimana dikutip oleh Rohim bahwa “biaya-biaya” yang terjadi sebagai akibat perilaku korupsi adalah sebagai berikut.31

a. Tindak korupsi mencerminkan kegagalan mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan pemerintah (misalnya, korupsi dalam pengangkatan pejabat atau salah alokasi sumber daya menimbulkan inefisiensi dan pemborosan).

b. Korupsi akan segera menular ke sektor swasta dalam bentuk upaya mengejar laba dengan cepat (dan berlebihan) dalam situasi yang sulit diramalkan, atau melemahkan investasi dalam negeri, dan menyisihkan pendatang baru, dan dengan demikian mengurangi partisipasi dan pertumbuhan sektor swasta.

c. Korupsi mencerminkan kenaikan harga administrasi (pembayar pajak harus ikut menyuap karena membayar beberapa kali lipat untuk pelayanan yang sama).

d. Jika korupsi merupakan bentuk pembayaran yang tidak sah, hal ini akan mengurangi jumlah dana yang disediakan untuk publik.

e. Korupsi merusak mental aparat pemerintah, melunturkan keberanian yang diperlukan untuk mematuhi standar etika yang tinggi.

f. Korupsi dalam pemerintahan menurunkan rasa hormat kepada kekuasaan, dan akhirnya menurunkan legitimasi pemerintah.

g. Jika elite politik dan pejabat tinggi pemerintah secara luas dianggap korup, maka publik akan menyimpulkan tidak ada alasan bagi publik untuk tidak boleh korup juga.

h. Seorang pejabat atau politisi yang korup adalah pribadi yang hanya memikirkan dirinya sendiri tidak mau berkorban demi kemakmuran bersama di masa mendatang.

31 Rohim., op.cit., hlm. 16–17.

Page 32: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 35

i. Korupsi menimbulkan kerugian yang sangat besar dari sisi produktivitas nya, karena waktu dan energi habis untuk menjalin hubungan guna menghindari atau mengalahkan sistem, daripada untuk meningkatkan kepercayaan dan memberikan alasan objektif mengenai permintaan layanan yang dibutuhkan.

j. Korupsi karena merupakan ketidakadilan yang dilembagakan, mau tidak mau akan menimbulkan perkara yang harus dibawa ke pengadilan dan tuduhan-tuduhan palsu yang digunakan pada pejabat yang jujur untuk tujuan pemerasan.

k. Bentuk korupsi yang paling menonjol di beberapa negara, yaitu “uang pelicin” atau “uang rokok” menyebabkan keputusan ditimbang berdasar-kan uang, bukan berdasarkan kebutuhan manusia.

Persoalan korupsi yang sekarang terjadi telah menjadi gurita dalam sistem pemerintahan di Indonesia merupakan gambaran dari bobroknya tata pemerintahan di negara ini. Fenomena ini telah menghasilkan kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan, serta buruknya pelayanan publik. Akibat dari korupsi, penderitaan selalu dialami oleh masyarakat, ter-utama yang berada di bawah garis kemiskinan.

Di beberapa daerah terjadi banjir, longsor, infrastruktur hancur, transpor-tasi terganggu, distribusi barang terhambat merupakan efek dari perbuatan korupsi, yang mau tidak mau dirasakan oleh masyarakat yang tidak berdosa.

C. TIPOLOGI KORUPSI

Sebagaimana disebutkan di atas, korupsi sudah mewabah dan terjadi di mana-mana. Korupsi bukan hanya soal pejabat publik yang menyalahgunakan jabat-annya, tetapi juga soal orang, setiap orang yang menyalahgunakan keduduk-annya, dengan demikian akan dapat memperoleh uang dengan mudah, yang memang bertujuan untuk memperkaya dirinya sendiri dan kroni-kroninya.

Korupsi dapat terjadi bila ada peluang dan keinginan dalam waktu yang bersamaan. Korupsi dapat dimulai dari sebelah mana saja. Misalnya, suap yang ditawarkan pada seorang pejabat atau seorang pejabat meminta (atau bahkan memeras) uang pelicin. Orang yang menawarkan suap melakukannya karena ia menginginkan sesuatu yang bukan haknya, dan ia menyuap pejabat

Page 33: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)36

bersangkutan supaya pejabat itu mau mengabaikan peraturan, atau karena ia yakin pejabat bersangkutan tidak akan mau memberikan kepadanya apa yang sebenarnya menjadi haknya tanpa imbalan uang.32

Korupsi terjadi di setiap lapisan masyarakat, tidak saja pejabat yang duduk di pemerintahan, tetapi setiap kelas dalam masyarakat tidak lepas dari apa yang dinamakan dengan korupsi. Klasifikasi KKN yang terjadi di dalam masyarakat, secara garis besar dapat digolongkan sebagai berikut.33

1. Kelas bawah adalah KKN yang dilakukan secara kecil-kecilan, namun berdampak luas karena menyangkut ujung tombak dari pelaksanaan birokrasi. KKN pada tingkat ini dilakukan, pada dasarnya adalah untuk sekadar bertahan hidup, baik bagi lembaga ujung tombak birokrasi itu sendiri maupun kehidupan awaknya. Hal ini dilakukan pada umumnya dengan mempersulit pelayanan yang seharusnya dapat dipermudah. Berbagai penyebab dari meluasnya KKN semacam ini, yang utama dan strategis adalah karena kecilnya gaji dan kurangnya sarana untuk dapat melakukan fungsinya secara wajar, namun kemudian berubah menjadi semacam kenikmatan yang kecenderungannya harus dipertahankan oleh yang bersangkutan.

2. Kelas menengah adalah KKN yang dilakukan oleh pegawai negeri dan awak birokrasi lainnya, dengan mempergunakan kekuasaan atau kewe-nangan yang ada padanya, karena kedudukannya yang strategis, walau-pun tidak memegang kunci kebijakan. KKN pada tingkat ini, tidak lagi untuk sekadar bertahan hidup, namun sudah untuk mempertahankan posisi dan menambah kekayaan. Hal ini sudah berkaitan erat dengan upaya melakukan link dengan penentu kebijakan pemosisian sumber daya manusia pada tiap lembaga. Hal ini terjadi mulai dari tahapan rekruitmen sampai dengan keputusan penentuan jabatan (posisi, jenisnya, lamanya, dan sebagainya).

32 Jeremy Pope, op.cit., hlm. xxv.33 Zakaris Poerba, Kendala dalam Penanganan Kasus-Kasus KKN, dalam Ahmad

Gunaryo (Ed.), Hukum Birokrasi & Kekuasaan di Indonesia, Walisongo Research Institute, Semarang, 2001, hlm. 201 dan 202.

Page 34: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 37

3. Kelas atas adalah KKN yang dilakukan oleh para penentu kebijaksanaan, yang dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan para konglomerat atau para pelaku bisnis multinasional, dengan cara-cara yang sukar untuk di-deteksi, karena hasil-hasil KKN semacam ini, biasanya telah mengakomo-dasi hukum dan perundang-undangan, di samping pergerakan finansial sebagai hasil keuntungan KKN semacam ini, telah memanfaatkan reke-ning bank internasional sebagai sarana mobilitas dana hasil KKN.

Dari klasifikasi di atas, dapat dipahami bahwa masalah KKN di Indonesia, merupakan problem yang terjadi pada semua tingkat lapisan masyarakat. Pada tingkat yang lebih bawah menjadi masalah besar karena kuantitas pelaku yang besar, sedangkan pada tingkat yang lebih atas menjadi masalah besar karena kuantitas pelibatan dana yang besar.

Bentuk-bentuk korupsi yang paling umum dikenal sebagaimana dikutip oleh Jeremy Pope dari Gerald E. Caiden dalam Toward a General Theory of Official Corruption, Asian Journal of Public Administration, Vol. 10 No. 1 Tahun 1988, yakni sebagai berikut.34

1. Berkhianat, subversi, transaksi luar negeri ilegal, penyelundupan.

2. Menggelapkan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan mencuri.

3. Menggunakan uang yang tidak tepat, memalsukan dokumen dan meng-gelapkan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, mengge-lapkan pajak, serta menyalahgunakan dana.

4. Menyalahgunakan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, mem-beri ampun dan grasi tidak pada tempatnya.

5. Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan memperdaya, memeras.

6. Mengabaikan keadilan, melanggar hukum, memberikan kesaksian palsu, menahan secara tidak sah, menjebak.

7. Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada orang lain seperti benalu.

34 Jeremy Pope, op.cit., hlm. xxvi.

Page 35: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)38

8. Penyuapan dan penyogokan, memeras, mengutip pungutan, dan meminta komisi.

9. Menjegal pemilihan umum, memalsu kartu suara, membagi-bagi wilayah pemilihan umum agar bisa unggul.

10. Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi, membuat laporan palsu.

11. Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milik pemerintah, dan surat izin pemerintah.

12. Manipulasi peraturan, pembelian barang persediaan, kontrak, dan pin-jaman uang.

13. Menghindari pajak, meraih laba berlebih-lebihan.

14. Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan.

15. Menerima hadiah, uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang tidak pada tempatnya.

16. Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap.

17. Perkoncoan, menutupi kejahatan.

18. Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos.

19. Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan, dan hak istimewa jabatan.

Choesnon sebagaimana dikutip oleh Artidjo Alkostar membedakan ma-Choesnon sebagaimana dikutip oleh Artidjo Alkostar membedakan ma-cam-macam atau jenis perbuatan korupsi sebagai berikut.35

1. Korupsi jenis halus. Korupsi jenis ini lazim disebut uang siluman, uang jasa gelap, komisi gelap,

macam-macam pungutan liar, dan sebagainya. Tindak kejahatan seperti ini boleh dikatakan tak tergolong oleh sanksi hukum positif.

2. Korupsi jenis kasar. Korupsi jenis ini kadang-kadang masih dapat dijerat oleh hukum kalau

kebetulan kepergok alias tertangkap basah. Beberapa contoh umpamanya menggelapkan uang negara yang dipercayakan kepada seorang bendaha-

35 Artidjo Alkostar, Korupsi Politik di Negara Modern, FH UII Press, Yogyakarta, 2008, hlm. 74 dan 75.

Page 36: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 39

rawan, mempribadikan benda milik negara, mempribadikan benda-benda milik ahli waris (yang notabene tak berdosa) dari oknum-oknum yang ter-jerat oleh hukum karena politik dan lain-lainnya. Korupsi kasar semacam ini pun sering-sering masih juga bisa luput dari jeratan hukum karena rupa-rupa faktor “ada main” (hubungan tahu sama tahu yang saling mengun-tungkan) dan sebagainya.

3. Korupsi yang sifatnya administratif manipulatif. Korupsi semacam ini agak lebih sukar untuk diteliti, kalaupun memang ada

dilakukan penelitian oleh yang berwenang. Umpamanya adalah ongkos-ongkos perjalanan dinas yang sebenarnya sebagian atau seluruhnya tidak pernah dijalani, ongkos pemeliharaan kendaraan milik negara yang cepat rusak karena terlalu sering dipakai untuk keperluan pribadi, ongkos perbaikan bangunan pemerintah dengan biaya yang sengaja dilebih-lebihkan (over begroot), ongkos pemugaran rumah pribadi, dan sebagainya.

Alatas sebagaimana dikutip Chaerudin, mengembangkan tujuh tipologi korupsi sebagai berikut.36

1. Korupsi transaktif, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan di antara seorang donor dengan resipien untuk keuntungan kedua belah pihak.

2. Korupsi ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan penekanan dan pemak-saan untuk menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang dekat dengan pelaku korupsi.

3. Korupsi investif, yaitu korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan investasi untuk mengantisipasi adanya keuntungan di masa datang.

4. Korupsi nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus, baik dalam pengangkatan kantor publik maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat.

5. Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders infor-mation) tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya dirahasiakan.

36 Chaerudin, dkk., Strategi Pencegahan & Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 3.

Page 37: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)40

6. Korupsi supportif, yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang men-jadi intrik kekuasaan dan bahkan kekerasan.

7. Korupsi defensif, yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka memper-tahankan diri dan pemerasan.

Berdasarkan tujuan yang mendorong orang melakukan korupsi, pada pokoknya korupsi dapat dibagi menjadi dua, yakni sebagai berikut.37

1. Korupsi politis. Korupsi politis merupakan penyelewengan kekuasaan yang lebih meng-

arah ke permainan-permainan politis yang kotor, nepotisme, klientelisme, penyalagunaan pemungutan suara, dan sebagainya. Arnold A. Rogow dan Harold D. Lasswell menyebut para pejabat yang melakukan korupsi poli-tis sebagai game politician (politisi pendapatan). Latar belakang psikologis yang mendorong korupsi politis adalah keinginan-keinginan untuk men-dapat pengakuan dari orang lain, keinginan untuk dituakan, dan diang-gap sebagai pemimpin oleh sebanyak mungkin orang. Maka deprivasi (pe-rasaan kehilangan atau kekurangan) yang dialami oleh pejabat-pejabat itu terutama berkaitan dengan nilai-nilai perbedaan (different values), yaitu perasaan bahwa dirinya berbeda dari orang lain, merasa diri sendiri lebih pintar atau lebih besar dari orang-orang lain, sehingga pantas untuk memperoleh pengakuan, penghormatan, dan kekuasaan yang besar atas orang-orang tersebut.

2. Korupsi material. Korupsi material kebanyakan berbentuk manipulasi, penyuapan, pengge-

lapan, dan sebagainya. Korupsi material lebih didorong oleh keinginan untuk memperoleh kenyamanan hidup, kekayaan, dan kemudahan dalam segala aspek. Jadi, deprivasi yang dialami oleh pejabat-pejabat yang mela-kukan korupsi material terutama menyangkut nilai-nilai kesejahteraan (welfare values), sehingga korupsi yang dilakukannya kebanyakan ditunjuk-kan untuk memperoleh keuntungan material yang sebanyak-banyaknya.

37 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakar-ta, 2008, hlm. 305 dan 306.

Page 38: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 41

Maraknya korupsi telah terjadi dari birokrasi tingkat atas sampai tingkat paling bawah, dari tingkat departemen sampai tingkat kelurahan, Hartiwi-ningsih menyebutkan jenis korupsi yang melanda birokrasi, antara lain sebagai berikut.38

1. Discretionery corruption. Korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan

kebijaksanaan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah praktik-prak-tik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi. Misalnya petugas pengawas yang seolah-olah melakukan pengawasan tanpa benar-benar ber buat yang sesungguhnya. Di sini tidak peraturan yang dilanggar, kare-nanya risiko pun dapat diperkecil. Jenis korupsi seperti ini sangat sulit, kalau bukan tidak mungkin dideteksi, karena tidak dapat dengan mudah memastikan di mana dan kapan ia berlangsung.

2. Illegal corruption. Suatu jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa ataupun

maksud-maksud hukum, peraturan, dan regulasi tertentu. Dalam hal ter-jadinya aksi-aksi seperti ini, risiko yang akan terjadi cukup implisit. Jenis korupsi seperti ini bisa saja dilakukan seseorang dengan tingkat efektivitas tertentu, namun sebaliknya, ia jauh lebih mungkin untuk dikendalikan. Untuk melakukannya diperlukan tingkat kerahasiaan yang cermat.

3. Mercenery corruption. Satu jenis korupsi yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi.

Ia meliputi kegiatan pemberian uang sogok dan uang semir. Korupsi seperti ini dapat disebut sebagai suatu tindakan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan material dan politis. Ia bisa bersifat illegal maupun terjadi karena adanya kekuasaan untuk mengeluarkan kebijaksanaan. Misalnya, petugas pengawas yang menerima uang dari suatu perusahaan industri yang menghasilkan limbah sebagai uang semir agar hasil olahan limbah dinyatakan baik, meskipun faktanya tidak memenuhi standar.

38 Hartiwiningsih, Perilaku Menyimpang Birokrasi Serta Upaya Pertanggungjawaban-nya, dalam Ahmad Gunaryo, op.cit., hlm. 354 dan 355.

Page 39: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)42

4. Ideological corruption. Jenis korupsi, baik yang bersifat illegal maupun diskresioneri yang di-

maksudkan untuk mengejar tujuan-tujuan kelompok. Misalnya, kasus KKN mantan Presiden Soeharto, yaitu suatu skandal yang dilakukan oleh mantan Presiden Soeharto dan kroninya, di mana aparat penegak hukum, khususnya kejaksaan lebih memberikan komitmen ideologis mereka ke-pada mantan Presiden Soeharto dan kroninya ketimbang kepada undang-undang dan hukum.

D. MODUS OPERANDI KORUPSI

Modus operandi korupsi semakin canggih, yang dikemas sedemikian rupa, se-hingga tidak akan diketahui bukan merupakan perbuatan korupsi. Rohim me-nyebutkan beberapa modus operandi yang dijumpai terjadi di Indonesia, yakni sebagai berikut.

1. Modus Operandi Korupsi Secara Umum39

a. Pemberian Suap atau Sogok (Bribery)

Sinonim dari kata sogok definisinya adalah dana yang sangat besar untuk me-nyogok para petugas, sedangkan definisi suap (bribe) berdasarkan Kamus Besar Bahasa Inggris (Webster) halaman 120, yang digabungkan dengan Buku Ensik-lopedi Dunia halaman 487 adalah suatu tindakan dengan memberikan sejum-lah uang atau barang atau perjanjian khusus kepada seseorang yang mempunyai otoritas atau yang dipercaya. Contohnya adalah para pejabat dan membujuknya untuk mengubah otoritasnya demi keuntungan orang yang memberikan uang atau barang atau perjanjian lainnya sebagai kompensasi sesuatu yang dia ingin-kan untuk menutupi tuntutan lainnya yang masih kurang.

Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, antara lain diatur dalam:

39 Rohim, op.cit., hlm. 21.

Page 40: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 43

• Pasal5

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau

b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, di-pidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

• Pasal6

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau

b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menu-rut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advo kat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

(2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Page 41: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)44

• Pasal11

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

• Pasal12

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau pa-tut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mem-pengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;

d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau

Page 42: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 45

pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;

e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu men-jalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau ke-pada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara ne-gara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu men-jalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal dike-tahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu men-jalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perun-dang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal dike-tahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; atau

i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

Terdapat beberapa pemberian uang kepada orang lain, tetapi tidak ter-masuk suap, sehingga setiap orang bebas melakukannya, antara lain sebagai berikut.40

40 Ibid., hlm. 22–23.

Page 43: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)46

1) Uang jasa, yaitu sejumlah yang diberikan oleh seseorang terhadap orang tertentu yang sudah melakukan suatu pekerjaan baginya. Uang sejenis ini adalah uang tambahan di luar dari biaya wajb yang akan dibayar oleh konsumen. Biasanya dilakukan di hotel, restoran, biro jasa, urusan kantor, atau administrasi lainnya. Biasanya istilah yang dipakai untuk itu dikenal dengan “tip”.

2) Uang administrasi, khusus dalam kepengurusan surat-menyurat dengan pemerintah daerah maupun pusat, kadang kita dihadapkan dengan be-berapa kesulitan. Salah satu di antara kesulitan itu adalah mengenai biaya administrasi surat. Sebagian biaya administrasi surat-surat itu telah ter-cantum biayanya, tetapi ada juga yang tidak tercantum.

3) Uang registrasi, yakni apabila mendaftarkan sebuah institusi dari tingkat daerah ke tingkat pusat atau mengurus surat-surat ke badan pemerintah, tentu akan dikenakan biaya administrasi. Seringkali biaya tidak tercantum (tidak ada harga yang pasti). Untuk itu, perlu diadakan pendekatan lalu membicarakan tentang biaya. Atas kesepakatan kedua belah pihak, baru-lah hal itu ditindaklanjuti. Kalau membayar sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pihak pemerintah yang tidak berdasarkan harga resmi, maka hal itu bukanlah suap (dengan ketentuan bahwa seluruh persyaratan terpenuhi).

b. Pemalsuan (Fraud)41

Fraud merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan/atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain.

Secara umum, intensitas terjadinya fraud pada aspek perencanaan, peng-organisasian, pelaksanaan kegiatan, dan pengawasan berada dalam kategori “pernah terjadi fraud”. Kegiatan yang dianggap signifikan dalam intensitas kemunculan fraud-nya adalah meninggikan anggaran dalam pengajuan kegiat-an serta menggunakan barang milik negara untuk kepentingan pribadi.

41 Ibid., hlm. 25–29.

Page 44: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 47

Bidang kegiatan yang teridentifikasi dalam kategori “sering terjadi tindakan fraud”, yaitu bidang perizinan, pengadaan barang dan jasa, pemilihan kepala daerah, kepegawaian, pemeliharaan fasilitas umum, penerimaan pendapatan daerah, pengawasan, dan pertanggungjawaban kepala daerah.

c. Pemerasan (Exortion)

Pemerasan merupakan perbuatan memaksa seseorang untuk membayar atau memberikan sejumlah uang atau barang atau bentuk lain sebagai ganti dari seorang pejabat publik untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Perbuatan tersebut dapat diikuti dengan ancaman fisik ataupun kekerasan.

d. Penyalahgunaan Jabatan atau Wewenang (Abuse of Discretion)

Penyalahgunaan jabatan atau wewenang merupakan perbuatan memperguna-kan kewenangan yang dimiliki untuk melakukan tindakan yang memihak atau pilih kasih kepada kelompok atau perseorangan, sementara bersikap diskrimi-natif terhadap kelompok atau perseorangan lainnya.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 menentukan bahwa penyalahgunaan jabatan atau wewenang adalah setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

e. Nepotisme (Nepotism)

Dalam kamus Purwadarminta dituliskan nepotisme adalah memberikan jabatan kepada saudara-saudara atau teman-temannya saja, sedangkan Jhon M. Echols mengkategorikannya sebagai kata benda dengan mendahulukan saudara, khususnya dalam pemberian jabatan.

Istilah nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang artinya cucu. Nepo-tisme dipakai sebagai istilah untuk menggambarkan perbuatan mengutamakan sanak keluarga, kawan dekat, serta anggota partai politik yang sepaham, tanpa memperhatikan persyaratan yang ditentukan. Jadi, jika keluarga itu memang

Page 45: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)48

memenuhi syarat, maka tidaklah termasuk nepotisme dalam pengertian itu. Misalnya John F. Kennedy yang mengangkat saudara kandungnya, yaitu Robert Kennedy yang kebetulan adalah sarjana hukum dan ternyata mampu menjalan-kan tugasnya sebagai jaksa agung.

Lain halnya dengan mantan Presiden Rumania Nicolae Ceaucescu yang mengangkat istrinya sendiri yang hanya tamatan SD menjadi menteri ilmu pengetahuan, atau Marcos yang mengangkat istrinya yang hanya bekas peserta ratu kecantikan menjadi gubernur metro Manila.

2. Modus Operandi Korupsi dalam Pemalsuan Pajak

Dalam bidang perpajakan sering diketemukan faktur pajak palsu, bermasalah, atau fiktif yang volumenya semakin meluas dan variasinya semakin rumit. Be-berapa modus operandi yang terdiri dari beberapa kasus, yaitu sebagai berikut.42

a. Kasus Group PT. INR

PT. INR sebagai PKP memperoleh faktur (pajak masukan) dari group perusa-haan yang terdaftar di beberapa KPP. Setelah dilakukan pengamatan, ternyata beberapa perusahaan dari group tersebut tidak melaporkan SPT Masa PPN, sehingga atas faktur pajak keluarannya (pajak masukan PT. INR) tidak penye-toran pajaknya. PT. INR membuat faktur pajak keluaran untuk PKP di luar group dan untuk PKP di dalam grup perusahaan. Selanjutnya PKP di dalam group membuat faktur (pajak keluaran) untuk PKP di luar group.

Pengkreditan faktur pajak masukan hanya berupa daftar angka dan pada pe-nyerahan faktur pajak keluaran, tidak dibarengi adanya transaksi jual beli yang sebenarnya (tidak ada penyerahan barang dan tidak ada penerimaan uang).

b. Kasus Group CV. SA

Group CV. SA menerima pesanan dari oknum bank untuk melakukan tugas:

1) membuat rencana impor barang (RIB);

2) membuat rencana aplikasi LC;

42 Ibid., hlm. 31–35.

Page 46: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 49

3) membuat surat ke Surveyor Indonesia untuk mendapatkan Laporan Ke-benaran Pemeriksaan Barang;

4) membuat PIUD atau PIB beserta dokumen-dokumen SSP PPN Impor, SSP PPh Pasal 22, dan SSBC Bea Masuk;

5) membuat surat kuasa untuk mengeluarkan barang dari pelabuhan (nama orang yang menerima kuasa dikosongkan);

6) membuat faktur pajak keluaran.

Atas permintaan seseorang yang datang membawa PIUD atau PIB asli yang ditunjukkan kepada CV. SA untuk dibuatkan faktur pajak keluaran, invoice, dan kuitansi atas nama pihak lain. Untuk tugas yang dilakukan tersebut, CV. SA menerima fee dari oknum bank, SSP PPN Impor, SSP PPh Pasal 22 asli, dan foto copy PIUD/PIB.

c. Kasus PT. LJKM

PT. LJKM sebagai PKP setiap bulan melaporkan SPT Masa PPN pada KPP. Sebelum dilakukan proses perekaman dan pemberkasan, SPT Masa PPN tersebut melalui oknum petugas di seksi PPN dipinjam tanpa melalui prosedur peminjaman oleh seseorang. Selanjutnya SPT Masa PPN tersebut dipalsukan dengan cara mengubah rincian faktur pajak masukan dan rincian faktur pajak keluaran yang nilainya digelembungkan dan SPT Masa PPN tersebut dimasukkan kembali ke KPP melalui TPT, yang selanjutnya SPT Masa PPN palsu tersebut dikirim ke bagian komputer untuk direkam. Dalam keadaan demikian, setiap kali KPP yang bersangkutan menerima permintaan konfirmasi faktur pajak (pajak masukan vs pajak keluaran) dari KPP lain dalam rangka restitusi PPN atau pemeriksaan pajak akan selalu dijawab ada.

d. Kasus PT. PC

PT. PC sebagai PKP setiap bulan melaporkan SPT Masa PPN pada KPP. Selan-jutnya atas SPT Masa PPN tersebut dilakukan perekaman dan pem berkasan. Melalui oknum petugas di seksi PPN SPT Masa PPN tersebut dipinjam tanpa melalui prosedur peminjaman oleh seseorang. Selanjutnya SPT Masa PPN tersebut dipalsukan dengan cara mengubah rincian faktur pajak masukan dan rincian pajak keluaran yang nilainya digelembungkan.

Page 47: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)50

Selanjutnya, SPT Masa PPN yang palsu tersebut dikirim lagi ke bagian komputer untuk direkam. Dalam keadaan demikian, SPT Masa PPN meng alami perekaman ulang. Pada saat KPP yang bersangkutan menerima permintaan konfirmasi faktur pajak (pajak masukan vs pajak keluaran) dari KPP lain dalam rangka restitusi PPN atau pemeriksaan pajak bisa terjadi semula dijawab tidak ada, kemudian berubah menjadi ada setelah adanya perekaman ulang.

e. Kasus Perusahaan Baru

Terdapat beberapa perusahaan yang baru didirikan dengan kriteria berikut.

1) Perusahaan baru didirikan dan meminta pengukuhan Nomor Pokok Peng-usaha Kena Pajak.

2) Lokasi atau alamat perusahaan tidak mencerminkan gambaran kegiatan usaha yang dilakukan, misalnya rumah tinggal biasa yang dikontrak satu tahun, pos keamanan, tanah kosong, kuburan bahkan alamat yang tidak dikenal.

3) Modal usaha relatif kecil.

4) Omzet (rincian faktur pajak masukan dan faktur pajak keluaran) sangat besar dan tidak sebanding dengan modal perusahaan.

5) Untuk mengelabui Kantor Pajak, pada umumnya PKP tersebut setiap bulannya selalu ada setoran PPN, tetapi setoran tersebut relatif kecil bila dibandingkan dengan nilai faktur pajak yang dilaporkannya.

6) Data (copy KTP, KK, keterangan domisili, dan lain-lain) yang digunakan untuk pengukuhan NPWP pada umumnya palsu atau tidak sesuai dengan kenyataan.

Selanjutnya dalam waktu relatif singkat, setelah perusahaan baru tersebut terdaftar, KPP yang bersangkutan menerima permintaan konfirmasi faktur pajak dari KPP lain dalam rangka restitusi PPN. Karena pajak masukan dan pajak keluaran tersebut merupakan lembar-lembar tembusan yang berbeda dari satu dokumen faktur pajak dalam konfirmasi selalu dijawab ada.

Dalam hal ini perlu adanya kewaspadaan dari semua pihak untuk secepat-nya menanggulangi mata rantai penerbitan faktur pajak bermasalah, fiktif, atau palsu tersebut, jangan sampai terjadi kontradiksi penerimaan dan kerugian

Page 48: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 51

negara dengan pemberian restitusi PPN yang tidak seharusnya. Selain terha-dap PKP penerbit dan pengguna, kewaspadaan juga perlu dilakukan terhadap oknum -oknum di lingkungan Kantor Pajak yang kadangkala merupakan bagian dari jaringan malpractice dimaksud.

3. Modus Operandi Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa

Mengenai pengadaan barang dan jasa telah diatur dalam Keppres Nomor 80 Tahun 2003 beserta perubahan-perubahannya, namun tetap saja ada celah bagi sebagian oknum pejabat, rekanan pengadaan barang atau jasa untuk me-lakukan kejahatan lewat berbagai modus operandi-nya.

Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilakukan melalui 15 tahapan. Dari keseluruhan tahapan ditemukan adanya 52 modus penyimpangan yang sering digunakan oleh rekanan ataupun oknum pejabat dinas atau instansi dalam proses pengadaan barang dan jasa konstruksi. Berikut akan dituangkan modus operandi penyimpangannya dalam 15 tahapan pelaksaan pengadaan barang dan jasa.

a. Tahapan Perencanaan Pengadaan Modus Penyimpangannya43

1) Penggelembungan anggaran Cara ini sebenarnya paling mudah ditebak, yakni dengan menggelembung-

kan anggaran yang akan diajukan dalam pengerjaan sebuah tender peng-adaan. Sebagai contoh untuk pembelian seperangkat komputer untuk di se-buah sekolah. Pihak kepala sekolah dan kepala dinas mengajukan anggaran yang sejak awal telah diatur untuk digelembungkan atau di-mark up, sehingga harga menjadi tidak wajar dan jauh di atas harga rata-rata di pasaran.

Taktik semacam ini jelas merugikan negara. Apalagi jika nilai mark up-nya sangat besar dibanding harga rata-rata di pasaran. Banyak kasus korupsi dengan modus seperti ini yang dilakukan oleh aparat pemerintah, baik pemerintah di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Kasus ini jelas melanggar etika pengadaan barang dan jasa, yakni telah terjadinya pem-borosan anggaran dan kebocoran keuangan negara.

43 Ibid., hlm. 38–43.

Page 49: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)52

2) Rencana pengadaan yang diarahkan Temuan yang diperoleh KPPU bahwa persekongkolan dalam tender sudah

terjadi semenjak perencanaan pengadaan, yaitu tahap awal dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Perencanaan pengadaan memper-siapkan dan mencantumkan secara rinci mengenai target, lingkup kerja, SDM, waktu, mutu, biaya, dan manfaat yang akan menjadi acuan utama dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam bentuk paket pekerjaan yang dibiayai dari dana APBN atau APBD maupun Ban-atau APBD maupun Ban-APBD maupun Ban-tuan Luar Negeri. Persekongkolan bisa terjadi antara pelaku usaha dengan sesama pelaku usaha (penyedia barang dan jasa pesaing), yaitu dengan menciptakan persaingan semu di antara peserta tender.

Ini lebih dikenal dengan tender arisan di mana pemenangnya sudah ditentukan terlebih dahulu. Persekongkolan juga dapat terjadi antara satu atau beberapa pelaku usaha dengan panitia tender atau panitia lelang, misalnya rencana pengadaan yang diarahkan untuk pelaku usaha tertentu dengan menentukan persyaratan kualifikasi dan spesifikasi teknis yang mengarah pada suatu merek sehingga menghambat pelaku usaha lain untuk ikut tender.

3) Rekayasa pemaketan untuk KKN Di sini dalam tahap rencana sudah dibuat paket siapa saja yang bakal

menerima proyek pengadaan ini. Apabila dirasa pihak-pihak yang akan menerima anggaran tersebut tidak ada unsur KKN, maka tidak perlu diberi. Jadi, sejak awal memang telah direncanakan untuk melempar dana pangadaan ini hanya terbatas kepada mereka yang memiliki hubungan khusus dengan panitia pengadaan.

b. Tahapan Pembentukan Panitia Lelang44

1) Panitia tidak transparan Dalam kasus ini, panitia membuat peraturan yang tidak transparan, se-

hingga peserta lelang tidak bisa memiliki kepastian mengenai persyaratan seperti apakah yang sebenarnya dijadikan pedoman agar bisa memenang-

44 Ibid., hlm. 43–47.

Page 50: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 53

kan tender. Panitia tidak transparan seperti ini biasanya memiliki maksud tertentu, yakni agar peserta meminta penjelasan, dan dengan meminta pen-jelasan memungkinkan adanya kesempatan untuk melakukan negosiasi, persyaratan apa yang mesti dipenuhi sehingga bisa memenangkan lelang.

2) Integritas panitia lelang lemah Disebutkan dalam Pasal 17 ayat (1) Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang

Perubahan Kedua Atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Ba-rang atau Jasa Pemerintah. Disebutkan bahwa Kepala ULP atau Anggota Kelompok Kerja ULP atau pejabat pengadaan harus meme nuhi persyaratan sebagai berikut.

a) Memiliki integritas moral, disiplin, dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas.

b) Memahami pekerjaan yang akan diadakan.

c) Memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP atau Kelompok Kerja ULP atau pejabat pengadaan yang bersangkutan.

d) Memahami isi dokumen, metode, dan prosedur peng adaan.

e) Memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang atau jasa sesuai dengan kompetensi yang dipersyaratkan.

f) Menandatangani pakta integritas.

Namun dalam praktiknya, panitia sering tidak memenuhi kualitas seperti tercantum dalam persyaratan ini. Soal integritas moral sering menjadi masalah yang menghambat terjadinya lelang yang transparan ataupun tidak memihak.

Dalam banyak kasus, justru panitia lelang yang mencari-cari pihak peserta lelang untuk bisa dimenangkan tendernya asalkan berani memberikan kompensasi dalam jumlah tertentu. Di sinilah celah yang sering digunakan oleh panitia lelang yang memiliki integritas moral yang rendah.

3) Panitia lelang yang memihak Panitia pengadaan bekerja secara tertutup dan tidak memberikan perlakuan

yang sama di antara para peserta tender. Tender dilakukan hanya untuk memenuhi persyaratan formal sesuai dengan ketentuan pengadaan barang

Page 51: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)54

dan jasa. Hal ini terjadi karena calon pemenang biasanya sudah ditunjuk terlebih dahulu pada saat tender berlangsung, yaitu karena adanya unsur suap kepada panitia atau pejabat yang mempunyai pengaruh.

Panitia yang memihak sudah pasti akan merugikan pihak peserta lelang lainnya, sebab peserta lelang yang mungkin secara prosedural telah mampu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, namun bisa saja dikalahkan dalam proses tender tersebut. Sementara peserta lelang lain, walaupun tidak memiliki persyaratan yang cukup tetap menang tender, karena telah adanya kongkalikong dengan panitia lelang.

4) Panitia lelang tidak independen Sangat mungkin terjadi panitia lelang tidak independen, yakni mereka

tidak bisa memiliki keputusan final terhadap siapa yang seharusnya menjadi pemenang lelang. Bisa jadi panitia ini dibentuk hanya sekadar formalitas. Sementara penentu pemenangnya tetap berada pada pejabat yang lebih tinggi dari panitia lelang.

Menghadapi kasus seperti ini, peserta tender kalau mengetahui skenario semacam ini sejak awal, sebaiknya tidak perlu ikut tender, sebab sebaik apapun persiapan yang dilakukan dan juga selengkap apa pun dokumen yang disiapkan tidak akan ada gunanya, karena keputusan tidak berada di panitia lelang. Namun keputusan berada di luar panitia.

Salah satu cara agar panitia bisa independen, maka sesuai Pasal 17 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 disebutkan:

Anggota ULP dilarang duduk sebagai:

a) PPK;

b) Pengelola keuangan; dan

c) APIP, terkecuali menjadi Pejabat Pengadaan atau Anggota ULP un-tuk pengadaan barang atau jasa yang dibutuhkan instansinya.

Adanya pelarangan tersebut diharapkan akan memperkecil kemungkinan terjadinya pembentukan panitia yang tidak independen.

Page 52: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 55

c. Tahapan Prakualifikasi Perusahaan45

1) Dokumen administratif yang tidak memenuhi syarat Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha

serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang atau jasa sebelum memasukkan penawaran.

Untuk bisa mengikuti sebuah lelang, biasanya ada persyaratan yang harus dipenuhi secara komplit. Namun panitia bisa saja meloloskan peserta yang tidak memenuhi persyaratan asalkan ada kompensasi yang bisa diterima oleh panitia.

Persyaratan administratif dokumen dalam sebuah lelang memang terka-dang terkesan mengada-ada. Misalnya peserta diharuskan memiliki re-kening koran bank dengan transaksi aktif dalam jumlah tertentu. Padahal bisa saja perusahaan yang dimiliki oleh peserta lelang tidak memiliki per-syaratan seperti itu. Maka wajar saja jika kemudian peserta lelang tersebut mencari cara agar tetap lolos dalam proses lelang tersebut.

2) Dokumen administratif “aspal” Sebagai contoh adalah persyaratan dokumen mengharuskan mengikuti

sebuah tender pengadaan barang dan jasa adalah perusahaan yang sudah berjalan lebih dari 10 tahun dalam menjalankan usaha sesuai dengan yang diminta panitia. Padahal dalam kenyataannya, perusahaan yang dimiliki, sesuai akta notaris, baru berjalan 5 tahun.

Solusi untuk bisa lolos dari persyaratan yang ditetapkan, tentunya dicari oleh peserta lelang, semisal dengan membuat dokumen yang palsu, yakni dengan membuat dokumen yang dicetak dengan tahun yang diundurkan, sehingga perusahaan tersebut seolah-olah sudah berjalan lebih dari 10 tahun.

Bagi panitia lelang, hal semacam ini bisa diloloskan menjadi pemenang. Dengan syarat tentu saja “tahu sama tahu”, dan ujungnya di sini uang yang bicara, sehingga walaupun dokumen aspal tetapi tetap bisa lolos sebagai pemenang tender akibat “tahu sama tahu” tadi.

45 Ibid., hlm. 47–51.

Page 53: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)56

3) Legalisasi dokumen tidak dilakukan Sering terjadi meskipun dokumen telah memenuhi persyaratan adminis-

trasi, namun ternyata hasil prakualifikasi tidak disahkan oleh pengguna barang atau jasa.

4) Evaluasi tidak sesuai kriteria Dalam mengevaluasi dokumen penawaran, panitia atau pejabat pemilihan

penyedia barang atau jasa tidak diperkenankan mengubah, menambah, dan mengurangi kriteria dan tata cara evaluasi tersebut dengan alasan apa-pun dan/atau melakukan tindakan lain yang bersifat post bidding. Namun di sinilah celah yang biasanya dijadikan modus operandi panitia untuk melakukan korupsi. Caranya dengan mengubah, mengurangi, menambah kriteria dan tata cara pelaksanaan evaluasi. Tentu saja dengan maksud-maksud tertentu untuk mendapat keuntungan secara tidak sah.

Dalam mengevaluasi penawaran, panitia atau pejabat pengadaan berpe-atau pejabat pengadaan berpe-pejabat pengadaan berpe-doman pada kriteria dan tata cara evaluasi yang ditetapkan dalam dokumen peng adaan dan penjelasan sebelumnya. Apabila terdapat hal-hal yang kurang jelas dalam suatu penawaran, panitia atau pejabat pengadaan dapat melaku-atau pejabat pengadaan dapat melaku-pejabat pengadaan dapat melaku-kan klarifikasi dengan calon penyedia barang atau jasa yang bersangkutan.

Masalahnya, panitia justru sering tidak bersedia melakukan klarifikasi dalam soal yang dianggap oleh peserta lelang tidak jelas, sebab di sini terdapat celah untuk bisa mengambil kesempatan agar hanya peserta yang benar-benar telah memiliki komitmen saja yang diberikan klarifikasi.

d. Tahapan Penyusunan Dokumen Lelang46

1) Spesifikasi yang diarahkan Sangat mungkin panitia pengadaan barang atau jasa menghendaki spesifi-atau jasa menghendaki spesifi-jasa menghendaki spesifi-

kasi tertentu, yakni sebuah spesifikasi yang telah diarahkan dan tidak ber-laku umum. Dengan spesifikasi yang diarahkan ini jelas akan mempenga-ruhi soal penawaran, jenis bahan yang akan dibeli, dan berbagai unsur produksi yang akan dipergunakan untuk kegiatan pengadaan barang dan jasa ini. Maksud spesifikasi yang diarahkan ini tentu saja mengarah pada adanya kepentingan tertentu.

46 Ibid., hlm. 51–53.

Page 54: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 57

2) Rekayasa kriteria evaluasi Kriteria evaluasi sangat mungkin untuk direkayasa. Artinya, evaluasi

tidak didasarkan atas ketentuan yang berlaku umum atau kriteria awal yang sudah pernah diumumkan. Namun panitia melakukan rekayasaan evaluasi, yang tentu saja memiliki maksud-maksud tertentu.

3) Dokumen lelang nonstandar Soal dokumen lelang nonstandar sering digunakan sebagai modus untuk

melakukan kecurangan, yakni dengan cara membuat dokumen yang tidak standar. Praktik ini lazim digunakan untuk mengelabuhi peserta lelang lain yang tidak mengetahui adanya dokumen yang tidak biasa tersebut. Dengan demikian, tidak semua peserta bisa lolos akibat adanya dokumen lelang yang tidak standar tersebut.

4) Dokumen lelang yang tidak lengkap Prosedur penyerahan dokumen harus lengkap, karena di sinilah sebenar-

nya salah satu kriteria penilaian apakah peserta pengadaan barang atau jasa tersebut bisa lolos untuk tahap berikutnya. Masalahnya, dokumen lelang yang tidak lengkap justru dijadikan modus operandi untuk suatu kepen tingan tertentu.

e. Tahapan Pengumuman Lelang47

1) Pengumuman lelang yang semu atau fiktif Bermacam-macam cara digunakan untuk membatasi informasi tender,

di antaranya memasang iklan palsu di koran. Padahal hal inilah yang merangsang terjadinya mark up dan korupsi.

Pengumuman fiktif bisa saja dibuat oleh oknum panitia pengadaan barang atau jasa. Tujuannya adalah untuk mengecoh calon peserta pengadaan barang atau jasa. Dengan demikian, di saat benar-benar diadakan peng-umuman yang resmi atau tidak fiktif, peserta menjadi ragu, bahkan malas untuk mengikuti proses yang ada. Kondisi demikian ini tentu tidak bisa dibiarkan, karena merupakan modus yang jahat dan akan membuat per-saingan tidak sehat dalam proses tender.

47 Ibid., hlm. 53–57.

Page 55: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)58

2) Pengumuman lelang tidak lengkap Pengumuman lelang seharusnya lengkap. Sebagaimana dijelaskan bahwa

panitia atau pejabat pengadaan harus mengumumkan secara luas tentang adanya pelelangan umum dengan pasca kualifikasi atau adanya prakuali-fikasi dalam rangka pelelangan umum untuk pengadaan yang komplek, melalui media cetak, papan pengumuman resmi untuk penerangan umum serta bila memungkinkan melalui media elektronik. Isi pengumuman me-Isi pengumuman me-muat sekurang-kurangnya:

a) nama dan alamat kantor pengguna barang atau jasa yang akan meng-adakan pelelangan umum;

b) uraian singkat mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan atau barang yang akan dibeli;

c) perkiraan nilai pekerjaan;

d) syarat-syarat peserta lelang umum;

e) tempat, tanggal, hari, dan waktu untuk mengambil dokumen pengadaan.

Walaupun demikian, masih saja ada panitia pengadaan barang atau jasa yang sengaja tidak mengumumkan secara lengkap. Semisal pura-pura lupa tidak mencantumkan tempat, hari, atau waktu untuk mengambil dokumen. Kenyataan seperti ini jelas akan merugikan para pihak yang berkepen tingan dengan pengumuman tersebut. Padahal sudah jelas bagi siapapun yang ter-bukti melakukan kecurangan dalam pengumuman lelang, maka kepada:

a) panitia atau pejabat pengadaan dikenakan sanksi administrasi, ganti rugi dan/atau pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undang-an yang berlaku;

b) penyedia barang atau jasa yang terlibat dikenakan sanksi tidak boleh mengikuti pengadaan barang atau jasa pemerintah selama 2 (dua) tahun, dan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3) Jangka waktu pengumuman terlalu singkat Jangka waktu pengumuman tender dibuat singkat, sehingga hanya pelaku

usaha tertentu yang sudah dipersiapkanlah yang punya peluang besar.

Page 56: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 59

Siapapun peserta lelang, entah itu perusahaan besar ataupun kecil sudah pasti membutuhkan persiapan untuk bisa mengikuti lelang pengadaan barang atau jasa. Namun terkadang jangka waktu pembukaan lelang dan penutupannya sangat pendek. Kondisi demikian ini biasanya secara sengaja dilakukan agar peserta lelang tidak memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan segala persyaratan yang dibutuhkan.

Sementara pihak panitia telah memberitahukan kepada rekanan yang sudah memiliki komitmen dengan panitia bahwa akan ada pembukaan lelang dengan sekaligus memberitahukan kapan tanggal terakhir harus menyerahkan berkas-berkas yang dibutuhkan.

Sebagai akibatnya, bisa diduga, hanya perusahaan yang telah memiliki komitmen khusus saja yang akan menang, sebab peserta dari perusahaan lain tidak akan mungkin memenuhi persyaratan disebabkan persiapannya yang sangat mendadak.

f. Tahapan Pengambilan Dokumen Lelang48

1) Dokumen lelang yang diserahkan tidak sama (inkonsisten) Sepertinya menjadi sangat aneh dan tidak logis bila dokumen lelang yang

diserahkan tidak sama (inkonsisten). Namun inilah kenyataan yang bisa terjadi di lapangan. Penyerahan dokumen yang tidak sama ini bukan akibat khilaf atau lupa, namun disengaja. Tujuannya jelas ingin memanfaatkan celah kesalahan ini untuk maksud dan tujuan tertentu. Bukan mustahil sebenarnya dokumen yang standar tetap ada, namun dibuatlah dokumen yang tidak sama tersebut.

2) Waktu pendistribusian dokumen terbatas Sering sekali panitia pengadaan barang atau jasa memberikan waktu yang

sangat terbatas dalam mendistribusikan dokumen. Akibat waktu yang sangat terbatas, sering ada dokumen yang tertinggal atau tidak komplit.

Waktu pendistribusian dokumen yang singkat dijadikan modus untuk mengambil manfaat untuk kepentingan tertentu. Demi kepentingan yang menguntungkan pihak- pihak tertentu pula.

48 Ibid., hlm. 57–59.

Page 57: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)60

3) Lokasi pengambilan dokumen sulit dicari Oknum panitia lelang dengan sengaja menetapkan lokasi yang sulit

ditemukan saat akan mengambil dokumen. Kondisi ini sebenarnya sepele. Namun sangat mengganggu peserta bila akhirnya ia benar-benar tidak bisa menemukan lokasi pengambilan dokumen. Sementara waktu sudah habis, maka bisa saja membawa dampak gagalnya sejumlah peserta akibat tidak bisa menemukan lokasi pengambilan dokumen tersebut.

Hal ini tentu saja tidak berlaku bagi peserta yang telah memiliki hubung-an khusus untuk pengambilan dokumen tersebut. Bahkan ibaratnya, pe-serta tersebut tidak harus susah-susah menemukan lokasi pengambilan dokumen. Sebaliknya dokumen akan diantarkan kepada peserta lelang yang sudah menjadi mitra khusus panitia pengadaan tersebut.

g. Tahapan Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)49

1) Gambaran nilai harga perkiraan sendiri ditutup-tutupi Perhitungan HPS harus dilakukan dengan cermat, dengan menggunakan

data dasar dan mempertimbangkan antara lain:

a) analisis harga satuan pekerjaan yang bersangkutan;

b) perkiraan perhitungan biaya oleh konsultan;

c) harga pasar setempat waktu penyusunan harga HPS;

d) informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh pihak-pihak terkait;

e) harga dan tarif barang atau jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan atau agen tunggal atau lembaga independen;

f) daftar atau tarif standar biaya yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

Penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau owner’s estimate (OE) biasa -nya sudah direkayasa agar ada margin tertentu yang bisa disisihkan untuk dibagi-bagi (rente ekonomi atau laba abnormal). Penentuan HPS ini harus dilakukan secara transparan, terbuka, dan tidak boleh ditutup-tutupi, se-hingga menutup akses pihak lain untuk mengetahui HPS tersebut.

49 Ibid., hlm. 59–62.

Page 58: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 61

2) Penggelembungan (mark up) untuk keperluan KKN Seperti disebutkan sebelumnya bahwa penentuan HPS harus berdasarkan

harga pasar ataupun harga wajar yang biasa dikeluarkan oleh lembaga-lembaga resmi. Namun penentuan HPS ini justru sering digelembungkan, sehingga sudah pasti tidak sesuai dengan harga pasar pada umumnya. Tujuannya jelas, yakni agar ada kesempatan untuk meraih keuntungan.

3) Harga dasar yang tidak standar (dalam KKN) Dengan harga dasar yang tidak standar, sulit bagi peserta pengadaan barang

dan jasa untuk memprediksi harga yang mendekati harga yang sebenarnya. Hal ini akan memunculkan spekulasi yang sangat berisiko bagi peserta. Dengan demikian, kemungkinan lolos untuk menjadi pemenang tender sangat sulit diprediksi.

Barangkali hanya kepada rekanan yang benar-benar ada unsur KKN saja yang mengetahui harga yang mendekati harga standar. Dengan demikian, hanya mereka pula yang kemungkinan bisa lolos memenangkan tender.

4) Penentuan estimasi harga tidak sesuai aturan Dalam soal penentuan estimasi harga tidak sesuai dengan aturan. Ketua

pengadaan barang dan jasa sebagai panitia lelang seharusnya menetap-kan patokan harga barang dan melakukan survei komprehensif. Namun, patokan harga barang tidak ada. Bahkan survei hanya dilakukan di satu tempat.

h. Tahapan Penjelasan atau Aanwijzing50

1) Pree-bid meeting yang terbatas Pree-bid meeting yang terbatas, yakni mengundang calon peserta tender

terbatas hanya kepada pihak-pihak tertentu saja, dan tidak melibatkan seluruh peserta tender untuk diberikan penjelasan secara detail. Terbatas-nya jumlah peserta yang diundang mengikuti penjelasan ini jelas akan mempersempit peluang peserta lain untuk mengikuti proses pengadaan barang dan jasa berikutnya.

50 Ibid., hlm. 62–65.

Page 59: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)62

2) Informasi dan deskripsi terbatas Dalam acara penjelasan lelang, harus dijelaskan kepada peserta lelang

mengenai:

a) metode pengadaan atau penyelenggaraan pelelangan;

b) cara penyampaian penawaran (satu sampul, dua sampul atau dua tahap);

c) dokumen yang harus dilampirkan dalam dokumen penawaran;

d) acara pembukaan dokumen penawaran;

e) metode evaluasi;

f) hal-hal yang menggugurkan penawaran;

g) jenis kontrak yang akan digunakan;

h) ketentuan dan cara evaluasi berkenaan dengan preferensi harga atas penggunaan produksi dalam preferensi dalam negeri;

i) ketentuan dan cara sub kontrak sebagian pekerjaan kepada usaha kecil termasuk koperasi kecil;

j) besaran, masa berlaku, dan penjamin yang dapat mengeluarkan ja-minan penawaran.

Setiap peserta lelang pada prinsipnya menginginkan penjelasan yang sedetil-detilnya, sebab dengan semakin komplitnya informasi yang diberi-kan, maka akan semakin memudahkan penyusunan dokumen dan juga penetapan harga penawaran sendiri (HPS), sedangkan bila informasi dan deskripsi yang diterimanya terbatas, akan menyulitkan menyusun berba-gai hal yang dibutuhkan dalam penawaran.

3) Penjelasan yang kontroversial Penjelasan yang kontroversial adalah penjelasan yang tidak lazim dilaku-

kan. Hasilnya bukannya peserta menjadi semakin paham dengan proses penjelasan yang ada. Namun sebaliknya justru semakin banyak peserta lelang yang makin tidak mengerti atau tidak paham.

Tujuan diadakannya penjelasan adalah agar seluruh peserta lelang peng-adaan barang atau jasa itu mengerti mengenai seluruh persyaratan yang diberikan oleh panitia. Untuk itu dalam proses lelang yang baik maka bila dipandang perlu, panitia atau pejabat pengadaan dapat memberikan penjelasan lanjutan dengan cara melakukan peninjauan ke lapangan.

Page 60: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 63

Pemberian penjelasan mengenai pasal-pasal dokumen pemilihan penyedia barang atau jasa yang berupa pertanyaan dari peserta dan jawaban dari pa-nitia atau pejabat pengadaan serta keterangan lain termasuk perubahannya dan peninjauan lapangan, harus dituangkan dalam Berita Acara Penjelasan (BAP) yang ditandatangani oleh panitia atau pejabat pengadaan minimal 1 (satu) wakil dari peserta yang hadir, dan merupakan bagian yang tak terpi-sahkan dari dokumen pemilihan penyedia barang atau jasa.

Apabila dalam BAP sebagaimana yang dimaksud di atas terdapat hal-hal atau ketentuan baru atau perubahan penting yang perlu ditampung, maka panitia atau pejabat pengadaan harus menuangkan ke dalam addendum dokumen pemilihan penyedia barang atau jasa yang menjadi bagian tak terpisahkan dari dokumen pemilihan penyedia barang atau jasa dan harus disampaikan dalam waktu bersamaan kepada semua peserta secara tertulis setelah disahkan oleh pengguna barang atau jasa. Apabila ketentuan baru atau perubahan penting tersebut tidak dituangkan dalam addendum dokumen pemilihan penyedia barang atau jasa maka bukan merupakan bagian dari dokumen pemilihan penyedia barang atau jasa dan yang berlaku adalah dokumen pemilihan penyedia barang atau jasa awal (asli).

i. Tahapan Penyerahan dan Pembukaan Penawaran51

1) Relokasi tempat penyerahan dokumen penawaran Lokasi tempat penyerahan dokumen seharusnya jelas dan pasti tempat-

nya. Namun adakalanya, tempat tersebut direlokasi. Tentu dengan mak-sud hanya peserta terbatas saja yang mengetahui relokasi tempat tersebut.

2) Penerimaan dokumen penawaran yang terlambat Pada akhir batas waktu penyampaian dokumen penawaran, panitia atau

pejabat pengadaan membuka rapat pembukaan dokumen penawaran, menyatakan di hadapan para peserta pelelangan bahwa saat pemasukan dokumen penawaran telah ditutup sesuai waktunya, menolak dokumen penawaran yang terlambat dan/atau tambahan dokumen penawaran, kemudian membuka dokumen penawaran yang masuk.

51 Ibid., hlm. 65–66.

Page 61: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)64

Adakalanya, peserta lelang terlambat dalam menyerahkan dokumen pe na-waran. Namun justru di sinilah kesempatan untuk membuat komitmen, yakni panitia pengadaan barang atau jasa bersedia tetap menerima doku-atau jasa bersedia tetap menerima doku-jasa bersedia tetap menerima doku-men penawaran asal ada kesepakatan terselubung.

3) Penyerahan dokumen fiktif Panitia atau pejabat pengadaan memeriksa, menunjukkan, dan membacakan

di hadapan para peserta pelelangan mengenai kelengkapan dokumen pena-waran. Tujuannya adalah untuk mengetahui kebenaran dan keab sahan doku-men penawaran. Walaupun demikian, ada saja oknum yang sengaja menye-rahkan dokumen fiktif. Tujuannya jelas, agar ada penawaran yang gugur atau dibatalkan. Dengan demikian, pelaksanaan lelang harus diulang, dan di sinilah kesempatan oknum tersebut untuk menjalankan modus kejahatannya.

j. Tahapan Evaluasi Penawaran52

1) Kriteria evaluasi yang cacat Pelaksanaan evaluasi penawaran dilakukan oleh panitia atau pejabat

peng adaan terhadap semua penawaran yang masuk. Evaluasi tersebut meliputi evaluasi administrasi, teknis, dan harga berdasarkan kriteria, metode, dan tata cara evaluasi yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan pe nyedia barang atau jasa. Penawaran yang memenuhi syarat adalah penawaran yang sesuai dengan ketentuan, syarat-syarat, dan spesifi-kasi yang ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia barang atau jasa, tanpa ada penyimpangan yang bersifat penting atau pokok atau penawaran bersyarat. Hanya saja proses evaluasi bisa cacat karena tidak memenuhi ketentuan syarat evaluasi itu sendiri. Semisal, semua syarat-syarat sudah dipenuhi namun tetap saja tidak lolos proses lelang.

2) Penggantian dokumen penawaran

Penawaran dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi, apabila:

a) syarat-syarat yang diminta berdasarkan dokumen pemilihan penyedia barang atau jasa dipenuhi, dilengkapi, dan isi setiap dokumen benar

52 Ibid., hlm. 67–68.

Page 62: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 65

serta dapat dipastikan bahwa dokumen penawaran ditanda tangani oleh orang yang berwenang;

b) dokumen penawaran yang masuk menunjukkan adanya persaingan yang sehat, tidak terjadi pengaturan bersama (kolusi) di antara para peserta dan/atau dengan panitia atau pejabat pengadaan yang dapat me rugikan negara dan/atau peserta lainnya.

Walaupun demikian, celah atau peluang untuk mengganti salah satu dokumen bisa saja terjadi, sehingga peserta yang salah satu dokumenya diganti tersebut menjadi tidak lolos seleksi peserta lelang pengadaan barang atau jasa.

3) Evaluasi tertutup dan tersembunyi Evaluasi terhadap penawaran harus dilakukan secara terbuka dan transpa-

ran, sehingga bisa diketahui siapa saja peserta yang memenuhi persyaratan dan siapa saja peserta yang tidak lengkap persyaratannya. Namun terka-dang panitia pengadaan barang atau jasa mengadakan evaluasi secara ter-atau jasa mengadakan evaluasi secara ter-jasa mengadakan evaluasi secara ter-tutup dan tersembunyi, sehingga sangat rawan terjadinya kolusi atau KKN.

4) Peserta lelang terpola dalam rangka berkolusi Di sini dapat dikatakan bahwa sejak semula memang sudah ada rencana

untuk melakukan kolusi antara panitia dan peserta lelang untuk mem-peroleh keuntungan tertentu dalam pelaksanaan lelang.

k. Tahapan Pengumuman Calon Pemenang53

1) Pengumuman yang terbatas; Pengumuman yang terbatas dimaksudkan agar peserta lain tidak mem-

peroleh informasi lengkap perihal berbagai persyaratan ataupun evaluasi yang harus diketahui. Dengan cara ini jelas akan ada banyak pihak yang tidak bisa melakukan revisi, memenuhi persyaratan, dan sebagainya. Apa-bila terbukti terjadi kecurangan dalam pengumuman lelang, maka:

a) panitia atau pejabat pengadaan dikenakan sanksi administratif, ganti rugi, dan/atau pidana sesuai ketentuan peraturan perundangan berlaku;

53 Ibid., hlm. 69–71.

Page 63: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)66

b) penyedia barang atau jasa yang terlibat dikenakan sanksi tidak boleh mengikuti pengadaan barang atau jasa pemerintah selama 2 (dua) ta-atau jasa pemerintah selama 2 (dua) ta-jasa pemerintah selama 2 (dua) ta-hun dan sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan peraturan perun-dang-undangan yang berlaku.

2) Tanggal pengumuman ditunda

Isi pengumuman harus memuat sekurang-kurangnya:

a) nama dan alamat pengguna barang atau jasa yang akan mengadakan pelelangan umum;

b) uraian singkat mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan atau barang yang akan dibeli;

c) perkiraan nilai pekerjaan;

d) syarat- syarat peserta lelang umum;

e) tempat, tanggal, hari, dan waktu untuk mengambil dokumen.

Walaupun demikian, dalam praktiknya sering tanggal pengumuman ditunda. Berbagai alasan dibuat untuk menunda tanggal pengumuman, yang pasti agar peserta lelang tidak memiliki pedoman yang pasti untuk mengambil dokumen.

3) Pengumuman yang tidak sesuai dengan kaidah pengumuman Pengumuman yang dilakukan panitia pengadaan adakalanya dilakukan se-

cara tidak lazim, semisal tidak menyebutkan ketentuan yang detail, tidak dicantumkan tanggal yang pasti untuk penyerahan dokumen, ataupun di-pasang pada tempat yang tidak mudah dijangkau oleh peserta lelang.

l. Tahapan Sanggahan Peserta Lelang54

1) Tidak seluruh sanggahan ditanggapi Peserta pemilihan penyedia barang atau jasa yang merasa dirugikan, baik

secara sendiri maupun bersama-sama dengan peserta lainnya, dapat meng-ajukan sanggahan kepada pengguna barang atau jasa apabila ditemukan ada nya sejumlah penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia barang dan jasa. Juga

54 Ibid., hlm. 71–72.

Page 64: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 67

bila ditemukan adanya rekayasa, penyalahgunaan wewenang, adanya unsur KKN, dan juga adanya hal lain. Sesuai Keppres Nomor 80 Tahun 2003 Pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa pengguna barang atau jasa wajib memberikan jawaban selambatnya 5 hari kerja sejak surat sanggahan diterima. Namun dalam praktik nya bisa saja sanggahan tidak ditanggapi atau direspon.

2) Substansi sanggahan tidak ditanggapi Sanggahan disampaikan kepada pejabat yang berwenang menetapkan

pemenang lelang disertai bukti -bukti terjadinya penyimpangan, dengan tembusan sekurang-kurangnya kepada unit pengawasan internal. Sanggah-an yang disampaikan kepada bukan pejabat yang berwenang mene tapkan pemenang lelang dianggap sebagai pengaduan dan tetap harus ditindak-lanjuti. Hanya saja substansi sanggahan sering tidak ditanggapi, sehingga maksud sanggahan tersebut menjadi tidak berarti. Kenyataan seperti ini je-las bertentangan dengan ketentuan yang menyebutkan bahwa panitia atau pejabat pengadaan sepenuhnya bertanggung jawab atas seluruh proses pele-langan dan hasil evaluasi yang dilakukan. Panitia atau pejabat peng adaan wajib menyampaikan bahan- bahan yang berkaitan dengan sanggahan pe-serta lelang yang bersangkutan, baik secara tertulis maupun lisan kepada pejabat yang berwenang memberikan jawaban atas sanggahan tersebut.

3) Sanggahan proforma untuk menghindari tuduhan tender diatur

m. Tahapan Penunjukan Pemenang Lelang55

1) Surat penunjukan yang tidak lengkap Modus ini sangat mudah ditebak ke mana sebenarnya keinginan panitia

atas pembuatan surat penunjukan yang tidak lengkap. Dengan cara ini, panitia akan memiliki kesempatan untuk memilih peserta lain yang telah menjalin kerja sama atau komitmen secara khusus.

2) Surat penunjukan yang sengaja ditunda pengeluarannya Demi kepentingan dan maksud- maksud tertentu, panitia terkadang ada

yang secara sengaja membuat surat penunjukan yang sengaja ditunda

55 Ibid., hlm. 73–74.

Page 65: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)68

pengeluarannya. Dengan maksud agar peserta tersebut terlambat untuk merespon pekerjaan yang ada.

3) Surat penunjukan yang dikeluarkan dengan terburu-buru Maksudnya tidak lebih sama dengan maksud penunjukan surat yang di-

tunda pengeluarannya, yakni dalam rangka menggagalkan peserta lelang yang mendapat surat penunjukan terburu-buru dikeluarkan.

4) Surat penunjukan yang tidak sah Surat penunjukan dianggap tidak sah apabila tidak ditandatangani oleh

pejabat yang sah. Hal demikian ini mungkin saja dilakukan oleh panitia pengadaan barang atau jasa dengan maksud tertentu. Kondisi demikian ini jelas merugikan bagi si penerima surat yang tidak sah tersebut.

n. Tahapan Penandatanganan Kontrak56

1) Penandatanganan kontrak yang ditunda-tunda Penandatanganan kontrak dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari

setelah diterbitkan SPPBJ dan setelah penyedia barang atau jasa menye-rahkan pelaksanaan jaminan. Apabila penandatanganan kontrak ditun-da-tunda dan akhirnya melewati batas waktu 14 hari kerja, sudah bisa dipastikan bila kontrak tersebut tidak ditandatangani dalam batas waktu yang ditentukan bisa dinyatakan batal.

2) Penandatanganan kontrak secara tertutup Penandatanganan setiap kontrak seharusnya dilakukan secara terbuka.

Tujuannya agar semua pihak transparan dan menutup adanya kemung-kinan terjadinya kolusi dan nepotisme. Penandatanganan kontrak secara terbuka memberikan simbol bahwa proses tender ini pun dilaksanakan se-cara fair dan sesuai prosedur. Apabila penandatanganan dilakukan secara tertutup, memberikan suatu kesan adanya sesuatu yang ditutup-tutupi, sehingga menimbulkan kecurigaan, dan bisa jadi memang ada hal yang ditutup-tutupi oleh panitia atau pejabat pengadaan barang dan jasa atas pelaksanaan penandatanganan yang tertutup tersebut.

56 Ibid., hlm. 74–76.

Page 66: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 69

3) Penandatanganan kontrak tidak sah Penandatanganan kontrak dianggap tidak sah bila tidak memenuhi per-

syaratan yang berlaku. Misal dalam kontrak terdapat salah satu hal yang tidak tercantum hal- hal sebagai berikut.

a) Memuat tanggal mulai berlakunya kontrak.

b) Nama dan alamat para pihak.

c) Nama paket pekerjaan yang diperjanjikan.

d) Harga kontrak dalam angka dan huruf.

e) Pernyataan bahwa kata dan ungkapan yang terdapat dalam syarat umum atau khusus kontrak telah ditafsirkan sama bagi para pihak.

f) Kesanggupan penyedia barang atau jasa untuk membayar kepada penyedia barang atau jasa sesuai dengan jumlah harga kontrak.

g) Tanda tangan para pihak di atas materai.

Salah satu hal saja sengaja dihilangkan dari bentuk kontrak tersebut, akan menjadikan penandatanganan kontrak menjadi tidak sah.

o. Tahapan Penyerahan Barang atau Jasa57

1) Volume yang tidak sama Apabila volume pekerjaan ternyata tidak sama dengan dokumen yang tertu-

ang dalam berita acara, seharusnya tidak bisa dilakukan proses berikutnya. Termasuk pembayaran dan seterusnya. Namun justru di sinilah terdapat modus operandi bahwa dengan adanya volume yang tidak sama, tetapi proses ini tetap bisa berjalan. Padahal mestinya apabila pemeriksaan tidak sesuai dengan jenis mutu barang yang ditetapkan dalam kontrak, pengguna barang berhak menolak barang tersebut dan penyedia barang harus meng-ganti barang yang tidak sesuai tersebut dengan biaya sepenuhnya ditang-gung penyedia barang.

2) Mutu atau kualitas pekerjaan yang lebih rendah dari ketentuan dalam spesifikasi teknik

Dengan mutu atau kualitas yang lebih rendah dari ketentuan dalam spe-sifikasi teknik jelas akan merugikan pihak pemberi pekerjaan. Dalam

57 Ibid., hlm. 76–78.

Page 67: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)70

hal ini uang negara menjadi tidak optimal penggunaannya. Apalagi jika nilai pengadaan barang atau jasa ini cukup besar, maka hanya memberi keuntungan kepada pihak-pihak tertentu saja. Sementara negara dirugi-kan dengan adanya kecurangan dengan memberikan mutu atau kualitas pekerjaan yang lebih rendah dari yang seharusnya.

3) Mutu atau kualitas pekerjaan yang tidak sama dengan spesifikasi teknik Dalam setiap pelaksanaan kontrak kerja pengadaan barang atau jasa selalu

dibuatkan berita acara. Di mana disebutkan mutu atau kualitas spesifikasi teknis terhadap jenis pekerjaan yang akan dilakukan. Apabila dalam pelak-sanaannya ternyata mutu atau kualitas tidak sama dengan yang tercantum dalam berita acara, maka seharusnya pekerjaan tersebut ditolak. Apabila mutu atau kualitas pekerjaan yang tidak sama dengan spesifikasi teknik tersebut diterima, sudah pasti ada pihak-pihak yang dirugikan. Sebaliknya, terdapat pihak-pihak yang diuntungkan dengan kondisi tersebut.

4) Contract change order Jenis contract change order (CCO) sebenarnya hanya berlaku bagi kejadian

bencana alam, di mana cakupan areal suatu kontrak bisa melebihi 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak awal. Namun dalam kenyataannya, jenis CCO ini terkadang diberlakukan juga dalam jenis pekerjaan yang sebenarnya tidak dalam kondisi atau keadaan darurat. Tujuannya jelas akan mendapat selisih 10% dari nilai kontrak yang sebenarnya.

4. Modus Operandi Korupsi dalam Pencucian Uang58

Kejahatan sekarang ini selalu berkembang dengan memanfaatkan ilmu peng-etahuan dan teknologi. Modus operandi-nya semakin berkembang, seperti keja-hatan dalam dunia bisnis, yakni pencucian uang (money laundering). Pencucian uang merupakan sebuah kejahatan yang biasanya menerapkan keahlian khu-sus, yang tidak semua orang bisa melakukannya. Dilakukan dengan cara yang sangat rapi, terorganisasi dengan baik, dan melibatkan tidak hanya satu negara tetapi beberapa negara.

58 Ibid., hlm. 79–85.

Page 68: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 71

Pencucian uang adalah rangkaian kejahatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari kejahatan, menyamarkan asal-usul uang haram dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana, dengan cara terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system), sehingga uang tersebut dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal.59

Dengan proses kegiatan money laundering ini, uang yang semula merupa-kan uang haram (dirty money) diproses, sehingga menghasilkan uang bersih (clean money) atau uang halal (legitimate money). Dalam proses ini, uang terse-but disalurkan melalui jalan “penyesatan” (imaze).60

Sebagai pusat perputaran keuangan, yang berasal dari dunia usaha maupun kegiatan publik, perbankan sangat rentan terhadap upaya penyalahgunaan kewenangan yang ada padanya. Koruptor menggunakan perbankan sebagai salah satu saluran pemanfaatan uang hasil korupsi. Kewaspadaan perbankan atas tindak pidana pencucian uang, terutama yang berasal dari hasil korupsi baru seumur jagung diterapkan, dan sektor perbankan dinilai masih belum memiliki tradisi kuat untuk bersikap kritis mempertanyakan asal-usul uang yang disetorkan oleh nasabah.

Untuk mempermudah urusan, transaksi yang terkait tindak pidana korupsi masih banyak dilakukan melalui sistem perbankan. Modus operandi tindak pidana korupsi semakin canggih dengan memasuki sistem keuangan, salah satunya adalah perbankan. Adanya kasus-kasus yang berada di wilayah abu-abu, di mana di satu sisi merupakan tindak kejahatan perbankan namun di sisi yang lain merupakan tindak pidana korupsi.

Pencucian uang (money laundering) menurut Mahmoeddin As dalam buku-nya Analisis Kejahatan Perbankan mengemukakan bahwa dalam sejarah hukum bisnis munculnya money laundering dimulai dari negara Amerika Serikat sejak ta-hun 1830. Pada waktu itu banyak orang yang membeli perusahaan dengan uang

59 Edi Setiadi dan Rena Yulia, Hukum Pidana Ekonomi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hlm. 147.

60 Munir Fuady, op.cit., hlm. 83.

Page 69: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)72

hasil kejahatan (uang panas) seperti hasil perjudian, penjualan narkotika, mi-numan keras secara ilegal, dan hasil pelacuran. Pusat-pusat gangster besar yang piawai masalah pencucian uang di Amerika Serikat yang terkenal dengan nama kelompok legendaris Al Capone (Chicago). Mayer Lansky memutihkan uang kotor milik kelompok Al Capone dengan mengembangkan pusat perjudian, pe-lacuran, serta bisnis hiburan malam di Las Vegas (Nevada). Lalu dikembangkan lagi offshore banking di Havana (Cuba) dan Bahama. Kegiatan pencucian uang yang dilakukan oleh kelompok ini, menjadikan Mayer Lansky dijuluki sebagai bapak money laundering modern.

Setelah memasuki tahun 1980-an kegiatan ini semakin jadi dengan banyak nya penjualan obat bius. Bertolak dari sini dikenal istilah narco dollar atau drug money yang merupakan uang hasil penjualan narkotika. Perkembangan selanjutnya uang panas itu disimpan di lembaga keuangan, di antaranya di bank. Penyimpanan uang panas ini dengan tujuan agar uang hasil dari kejahatan itu menjadi legal. Sifat money laundering menjadi universal dan bersifat internasional, yakni melintasi batas-batas yurisdiksi negara. Dalam hal ini money laundering berhubungan dengan dan dicapai melalui kemajuan teknologi melalui system cyberspace (internet) dan pembayaran dilakukan melalui bank secara elektronik (cyberpayment).

Sudarmadji, salah seorang penasihat hukum Bank Indonesia, menyebut kan bahwa tindak pidana penyuapan, korupsi, perjudian, pemalsuan uang merupakan pemicu money laundering yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan nasabah dan masyarakat kepada sistem perbankan.

Kasus-kasus kejahatan money laundering seperti mantan Presiden Filipina Ferdinand Marcos, uang hasil tindak pidana koroupsi disimpan di Bank Credit Suisse. Mantan Presiden negara Panama, yaitu Noriega. Noriega melakukan perdagangan obat bius. Kegiatan money laundering sampai ke Amerika Serikat, sehingga akhirnya dia dipenjarakan di Amerika.

Kegiatan money laundering oleh bank seperti kasus Bank of Credit & Commerce Internasional (BCCI) tahun 1991. Salah satu kasus BCCI adalah dibukanya rekening di BCCI oleh sebuah kantor konsultan keuangan yang mengatakan mempunyai klien berupa investor kaya di negara Amerika Latin. Jenis-jenis kejahatan money laundering yang dilakukan BCCI berhubungan

Page 70: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 73

dengan perdagangan obat bius. BCCI bertindak sebagai penyalur uang hasil transaksi itu, kemudian tahun 1990 Dinas Bea dan Cukai Amerika Serikat berhasil membongkar jaringan perdagangan obat bius yang melibatkan BCCI.

Kasus Chemical Bank tahun 1977. Chemical Bank cabang New York melalui salah seorang manajernya menerima suap dari seorang yang terlibat dalam perdagangan obat bius agar transaksinya berupa setoran uang (hasil kejahatan) dalam rekening valas tersebut tidak dilaporkan dengan tidak mengisi formulir Currency Transaction Report (CTR).

Jika diperhatikan, uang hasil money laundering itu telah melalui dua periode. Pertama, uang itu diperoleh dari kejahatan, kedua uang itu dibersihkan melalui money laundering dengan berbagai cara sehingga menjadikan uang itu legal.

Munir Fuady menyebutkan bahwa money laundering merupakan kejahatan yang terorganisir (organized crime). Mendeskripsikan pencucian uang sebagai kejahatan terorganisir dilihat dari segi kriminalisasi dan pelaku.

Biasanya aktivitas pencucian uang dijalankan dengan sangat terorganisir. Melibatkan beberapa pihak yang terlibat dan mempunyai tugas masing-masing. Dalam istilah lain, kejahatan semacam ini sering disebut dengan sindikat atau jaringan. Kegiatan pencucian uang mempunyai kerangka, model, modus operandi, instrumen, metode, tahapan, serta pelaku tertentu dalam kegiatan kejahatan merupakan satu paket. Masing-masing sarana terdiri dari berbagai jenis sebagai alternatif. Sarana-sarana ini menjadi pedoman melakukan pencucian uang sehingga untuk melakukan pencucian uang dapat dipilih dari beberapa alternatif.

Schaap, Cees dalam Munir Fuady sebagaimana dikutip oleh Rohim, mengemukakan banyak model untuk melakukan kejahatan pencucian uang. Di antara model pencucian uang yang paling lazim adalah sebagai berikut.61

a. Model dengan operasi C-Chase. Model ini menyimpan uang di bank di bawah ketentuan sehingga bebas dari kewajiban lapor transaksi keuangan (non currency transaction reports) dan melibatkan bank luar negeri dengan memanfaatkan tax haven.

61 Rohim, op.cit., hlm. 85.

Page 71: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)74

b. Model pizza connection. Model ini memanfaatkan sisa uang yang ditanam di bank untuk mendapatkan konsesi Pizza, dan melibatkan negara tax haven dengan memanfaatkan ekspor fiktif.

c. Model La Mina. Model ini memanfaatkan pedagang grosir emas dan permata dalam negeri dan luar negeri.

d. Model dengan penyelundupan uang kontan ke negara lain. Model ini mempergunakan konspirasi bisnis semu dengan sistem bank paralel.

e. Model dengan melakukan perdagangan saham di Bursa Efek. Model ini me-lakukan kerja sama dengan lembaga keuangan yang bergerak di bursa efek.

Mahmoeddin H.A.S. dalam Munir Fuady sebagaimana yang dikutip oleh Rohim mengemukakan ada 8 (delapan) modus operandi pencucian uang, yakni sebagai berikut.62

a. Kerja sama penanaman modal. Biasanya, uang hasil kejahatan dibawa ke luar negeri, kemudian uang itu

dimasukkan lagi ke dalam negeri lewat proyek penanaman modal asing (joint venture). Selanjutnya keuntungan dari perusahaan joint venture diinvestasikan lagi ke dalam proyek-proyek yang lain, sehingga keuntungan dari proyek tersebut sudah uang bersih bahkan sudah dikenakan pajak.

b. Kredit Bank Swiss. Dalam menjalankan modus kejahatan ini, uang hasil kejahatan diselun-

dupkan dulu ke luar negeri lalu dimasukkan di bank tertentu, lalu di trans-fer ke Bank Swiss dalam bentuk deposito. Deposito dijadikan jaminan utang atas pinjaman di bank lain di negara lain. Uang dari pinjaman ditanamkan kembali ke negara asal di mana kejahatan dilakukan. Atas segala kegiatan ini menjadikan uang itu sudah bersih.

c. Transfer ke luar negeri. Setiap transaksi, yakni uang hasil kejahatan ditransfer ke luar negeri lewat

cabang bank luar negeri di negara asal. Selanjutnya dari luar negeri uang dibawa kembali ke dalam negeri oleh orang tertentu seolah-olah uang itu berasal dari luar negeri.

62 Ibid., hlm. 86–88.

Page 72: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 75

d. Usaha tersamar di dalam negeri. Memang ada saja akal bulus untuk mencari celah agar tindak kejahatan

untuk menguntungkan dirinya sendiri dan merugikan orang lain bisa dilakukan. Salah satunya adalah dengan membuat usaha tersamar di dalam negeri. Suatu perusahaan samaran di dalam negeri didirikan dengan uang hasil kejahatan. Perusahaan itu berbisnis tidak mempersoalkan untung atau rugi, akan tetapi seolah-olah terjadi adalah perusahaan itu telah menghasilkan uang bersih,

e. Tersamar dalam perjudian. Cara ini dilakukan biasanya dengan membuat suatu jenis usaha tersamar

dalam bidang perjudian. Dari uang hasil kejahatan didirikanlah suatu usaha perjudian, sehingga uang itu dianggap sebagai usaha judi, atau membeli nomor undian berhadiah dengan nomor menang dipesan dengan harga tinggi sehingga uang itu dianggap sebagai hasil menang undian.

f. Penyamaran dokumen. Hal yang paling jamak dilakukan adalah dengan penyamaran dokumen.

Uang hasil kejahatan tetap di dalam negeri. Keberadaan uang itu didukung oleh dokumen bisnis yang dipalsukan atau direkayasa, sehingga ada kesan bahwa uang itu merupakan hasil berbisnis yang berhubungan dengan dokumen yang bersangkutan. Rekayasa itu misalnya dengan melakukan double invoice dalam hal ekspor impor, sehingga uang itu dianggap hasil kegiatan ekspor impor.

g. Pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri biasanya juga dijadikan modus untuk mengeruk

keuntungan. Uang hasil kejahatan dibawa ke luar negeri, kemudian uang itu dimasukkan lagi ke dalam negeri asal dalam bentuk pinjaman luar negeri, sehingga uang itu dianggap diperoleh dari pinjaman (bantuan kredit) dari luar negeri.

h. Rekayasa pinjaman luar negeri. Uang hasil kejahatan tetap berada di dalam negeri, namun dibuat rekayasa

dokumen seakan-akan bantuan pinjaman dari luar negeri.

Page 73: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)76

Sementara itu, menurut Yunus Hussein, ada 10 modus operandi yang dilakukan dalam kasus pencucian uang, yakni sebagai berikut.63

a. Pengalihan dana dari rekening giro milik instansi pemerintah ke rekening tabungan pribadi pejabat.

b. Pembukaan rekening di bank dengan menggunakan identitas palsu untuk melakukan penipuan.

c. Penyuapan dengan cara menggunakan rekening pejabat pemerintah beserta anggota keluarganya, untuk menampung dana-dana dari pihak lain yang memperoleh jasa dari si pemilik rekening, atau ada keterkaitan emosio-nal dengan pihak tertentu. Dana yang masuk ke rekening pejabat berupa penyetoran secara tunai, menggunakan warkat atas bawa, transfer dari bank lain, dan pemindahbukuan. Dana yang sudah masuk ke rekening pe-jabat kemudian digunakan untuk pembelian surat berharga, polis asuransi, bisnis yang dikelola oleh anggota keluarga, pembelian properti, dideposito-kan, dan lain-lain.

d. Penyuapan dengan menggunakan uang atau instrumen keuangan, terdapat pula penyuapan dengan menggunakan barang seperti mobil mewah.

e. Pelaku illegal logging membuka beberapa rekening di bank, baik meng-gunakan nama pelaku sendiri maupun nama pihak lain untuk menya-markan identitasnya. Rekening tersebut digunakan untuk memperlancar penyelesaian transaksi perdagangan kayu. Beberapa transaksi ada yang disetorkan kepada rekening oknum aparat keamanan dan pejabat ber-wenang di bidang kehutanan dan perkayuan.

f. Pembelian polis asuransi jiwa dengan premi jumlah besar yang dibayarkan sekaligus (premi tunggal) pada saat penutupan kontrak asuransi. Selang beberapa waktu atau jauh sebelum kontrak asuransi berakhir, polis asuransi dibatalkan, uang premi yang sudah dibayarkan kemudian ditarik walaupun dengan penalty tertentu. Diduga uang tersebut hasil dari perbuatan melawan hukum.

g. Pembelian polis asuransi jiwa jenis unit linked dengan jumlah premi besar yang dibayar secara regular, di mana pemegang polis (pembayar premi)

63 Ibid., hlm. 88–91.

Page 74: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 77

adalah perusahaan berbadan hukum dan tertanggung adalah pimpinan perusahaan tersebut. Perusahaan didirikan berdekatan dengan waktu pengajuan polis, sehingga besar kemungkinan dana untuk membayar premi bukan dari hasil usaha perusahaan.

h. Kembalinya dana-dana yang dulunya dari hasil perbuatan melawan hukum di Indonesia ke dalam negeri. Pengembalian dana tersebut terindikasi di-lakukan melalui rekening perusahaan atau rekening pejabat tertentu, ke-mudian dana yang sudah masuk diserahkan kepada oknum pemilik dana dengan memberikan imbalan kepada pihak yang nama atau perusahaannya digunakan.

i. Restitusi pajak tidak wajar, terjadi dengan jalan perusahaan yang baru berdiri melakukan restitusi pajak dalam jumlah relatif besar, namun pada rekening giro perusahaan tersebut tidak terdapat mutasi rekening yang mencerminkan adanya transaksi penjualan dan pembelian yang jumlahnya mendukung bagi diberikannya restitusi pajak tersebut.

j. Penyelewengan penggunaan anggaran oleh bagian pengadaan pada suatu instansi pemerintah yang diberi wewenang untuk melakukan pembelian sejumlah barang. Dalam pelaksanaannya, instansi tersebut tidak benar membeli barang dimaksud, tetapi hanya menyewa dengan nilai yang jauh lebih kecil dibandingkan kalau membeli. Selisih dana yang ada sebagian masuk ke rekening pejabat instansi dimaksud.

N.H.T. Siahaan mengemukakan ada tiga metode yang dipergunakan melakukan pencucian uang, yaitu sebagai berikut.64

a. Buy and sell conversions. Pada umumnya, metode ini dilakukan melalui transaksi barang dan jasa.

Suatu aset dapat dijual kepada konspirator yang bersedia membeli atau menjual lebih mahal dengan mendapatkan fee atau diskon. Selisih harga yang dibayar kemudian dicuci secara transaksi bisnis. Barang atau jasa dapat diubah menjadi hasil yang legal melalui rekening pribadi atau perusahaan yang ada di suatu bank.

64 Ibid., hlm. 91–92.

Page 75: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)78

b. Offshore conversions. Dalam praktiknya, uang hasil kejahatan dikonversi ke dalam wilayah yang

merupakan tempat yang sangat menyenangkan bagi penghindaran pajak (tax heaven money laundering centers) untuk kemudian didepositokan di bank yang berada di wilayah tersebut. Negara yang termasuk atau berciri tax heaven memang memiliki sistem hukum perpajakan yang tidak ketat. Akan tetapi sistem rahasia bank sangat ketat. Birokrasi bisnis cukup mu-dah untuk memungkinkan adanya rahasia bisnis yang ketat serta pemben-tukan usaha trust fund. Untuk mendukung usaha itu pelaku memakai jasa pengacara, akuntan, dan konsultan keuangan, serta para pengelola dana yang handal untuk memanfaatkan segala cela yang ada di negara itu.

c. Legitimate business conversions. Metode ini dilakukan melalui kegiatan bisnis yang sah sebagai cara

pengalihan atau pemanfaatan hasil uang kotor. Uang kotor kemudian dikonversi secara transfer, cek, atau alat pembayaran lain untuk disimpan di rekening bank atau ditransfer kemudian ke rekening bank lainnya. Biasanya pelaku bekerja sama dengan perusahaan yang rekeningnya dapat digunakan sebagai terminal untuk menampung uang kotor.

Ada 8 (delapan) instrumen yang dipergunakan dalam pencucian uang, yaitu sebagai berikut.65

a. Bank dan lembaga keuangan lainnya.

b. Perusahaan swasta.

c. Real estate.

d. Deposit taking institution dan money changer.

e. Institusi penanaman uang asing.

f. Pasar modal dan pasar uang. Menurut Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang

Pasar Modal, bahwa “Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.

65 Munir Fuady, op.cit., hlm. 91 dan 92.

Page 76: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 79

Pasar uang adalah sarana yang menyediakan pembiayaan jangka pendek (kurang dari satu tahun). Pasar uang tidak mempunyai tempat fisik seperti pasar modal, dan memperdagangkan antara lain surat berharga pemerintah, sertifikat deposito, surat perusahaan seperti aksep, dan wesel. Lernbaga-lembaga yang aktif dalam pasar uang adalah bank komersial, merchant banks, bank dagang, penyalur uang, dan bank sentral.

g. Emas dan barang antik.

h. Kantor konsultan keuangan.

Pencucian uang sebagai kejahatan terorganisir dilakukan oleh orang yang menguasai dunia penyedia jasa keuangan, baik bank maupun non bank. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat saja dilakukan oleh siapa saja. Akan tetapi untuk melanjutkannya ke tingkat pencucian uang, diperlukan pengetahuan khusus tentang dunia penyedia jasa keuangan. Bahkan harus menguasasi ilmu pengetahuan komputer.

Pencucian uang merupakan kejahatan kerah putih (white collar crime). Kejahatan kerah putih tidak ada rumusan yang jelas baik dari sisi kriminologi maupun dalam perundang-undangan. Pergerakan kejahatan kerah putih sangat luas yang dapat meliputi perekonomian, keuangan, dan sebagainya yang biasanya dilakukan secara terorganisir (organized crime).

Kejahatan kerah putih dilakukan dengan memanfaatkan kecanggihan tek-nologi, mulai dari manual hingga extra sophisticated atau super canggih yang me-masuki dunia maya (cyber space), sehingga kejahatan kerah putih dalam bidang pencucian uang disebut dengan cyber laundering yang merupakan bagian dari cyber crime yang didukung oleh pengetahuan tentang bank, bisnis, dan electronic banking yang cukup. Contoh kasus pencucian uang yang tergolong sebagai keja-hatan terorganisir seperti kasus Bank of Credit & Commerce International (BCCI), Pizza Connection, penyelundupan uang, dan kasus Nusse.66

a) Kasus Bank of Credit & Commerce International (BCCI). Kasus BCCI dengan mempergunakan model Operasi C-Chase, modus

kerja sama penanaman modal, metode legitimate business conversions, dan dengan instrumen bank dan lembaga keuangan lainnya.

66 Ibid., hlm. 96–98.

Page 77: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)80

Kasus Bank of Credit & Commerce International (BCCI) terjadi tahun 1991. Bank of Credit & Commerce International (BCCI) mengalami kemajuan sekitar tahun 1970 hingga tahun 1980. BCCI banyak mempunyai anak cabang di Timur Tengah, Eropa, Afrika, Asia, dan di Amerika Serikat, mempunyai anak perusahaan berupa First American Bank of Washington sekaligus memiliki cabang di seluruh kota besar di Amerika Serikat. Selain itu, BCCI mempunyai bank terafiliasi di negara-negara tax haven, seperti Luxemburg atau Cayman Islands. BCCI menggunakan tenaga konsultan manajemen.

Kasus pencucian uang yang dilakukan lewat BCCI adalah dengan meng-gunakan tenaga konsultan manajemen. Salah satu kasus BCCI adalah dibukanya rekening di BCCI oleh sebuah kantor konsultan keuangan yang mengatakan mempunyai klien berupa investor kaya di negara Amerika Latin. Rekening tidak aktif selama enam bulan lalu mendadak ada masuk dana melalui telegram berkali-kali dalam jumlah yang besar. Lalu direktur dari kantor konsultan keuangan tersebut memerintahkan mentransfer se-bagian besar dananya ke sebuah rekening bank di Panama via bank besar di New York.

Jenis-jenis kejahatan money laundering yang dilakukan BCCI berhubungan dengan perdagangan obat bius. BCCI bertindak sebagai penyalur uang hasil transaksi itu. Pada tahun 1990, Dinas Bea dan Cukai Amerika Serikat berhasil membongkar jaringan perdagangan obat bius yang melibatkan BCCI sebagai penyalur uang hasil transaksi.

Kasus BCCI lain adalah BCCI pernah membeli sebuah bank di Kolombia yang mempunyai 30 cabang di seluruh Kolombia, seperti di Madelin dan Cali yang terkenal dengan pusat kartel narkotika. Pada suatu saat BCCI berperilaku sebagai Godfather. Hal ini dilakukan ketika negara Jamaika ditolak kredit sebanyak US$60 juta dari dana Moneter Internasional, karena kredit lamanya belum lunas. BCCI sebagai Godfather datang dengan menawarkan kredit sebesar US$40 juta, dengan syarat agar Bank Sentral Jamaica menyerahkan bisnisnya kepada BCCI, dan hal ini dipenuhi oleh Jamaica.

Page 78: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 81

b) Kasus Pizza Connection. Kasus Pizza Connection ini mempergunakan model tersendiri yang disebut

“model Pizza Connection”. Pizza Connection ini banyak mempunyai restoran pizza yang mengalirkan uang haram. Modus operandi yang dipergunakan adalah kerja sama penanaman modal dan transfer ke luar negeri. Metode yang dipergunakan adalah metode offshore conversion. Instrumen yang dipergunakan adalah bank.

Kasus Pizza Connection merebak pada tahun 1984 yang ditangani oleh pihak polisi international (interpol). Kasus ini dilakukan investigasinya oleh investigator Amerika Serikat dan Italy yang dipimpin oleh Hakim Italy Judge Falcone. Restoran Pizza yang tersebar di mana -mana banyak menghasilkan uang haram sebagai hasil perdagangan obat bius di Amerika Serikat. Uang ini sebagian dipergunakan dan ditanam untuk mendapat konsesi pizza, selebihnya lewat negara tax haven di Karibia dan Swiss. Uang tersebut diberikan kepada anggota mafia di Sicilya dalam bentuk pembayaran terhadap ekspor juice buah-buahan ke Rumania, Bulgaria, dan Libanon, padahal ekspor tersebut fiktif. Sasaran yang dituju adalah untuk mendapatkan uang masyarakat Eropa terhadap reimbursements ekspornya.

c) Kasus Nusse. Kasus Nusse mempergunakan model perdagangan saham, dengan modus

operandi kerja sama penanaman modal, metode legitimate business conversions, dengan instrumen pasar modal dan lembaga keuangan bank. Kasus Nusse terdeteksi di Belanda dengan bursa efek Amsterdam yang melibatkan perusahaan efek Nusse Brink Commissionairs di pasar modal.

Nusse mempunyai beberapa klien yang merupakan pelaku pencucian uang. Nusse Brink membuat dua rekening bagi kliennya. Satu rekening untuk transaksi menderita kerugian, satunya lagi untuk transaksi memperoleh untung. Rekening dibuka di tempat yang sangat rahasia sehingga tidak terdeteksi siapa pemilik uang.

Kejahatan terorganisir dibentuk berdasarkan sistematika kerja yang tersu-sun secara rapi. Jaringan tidak harus bersifat permanen, tetapi daya kerja harus dinamis. Antara model, modus operandi, metode, serta instrumen disesuai-

Page 79: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)82

kan sehingga dapat berlaku efektif. Unsur model tidak bersifat mutlak, tanpa model kegiatan pencucian uang dapat terlaksana. Kejahatan teroganisir selalu didukung oleh perkembangan teknologi serta berpeluang pada cyber space se-hingga kejahatan terorganisir disebut cyber crime termasuk pencucian uang.

5. Modus Operandi Korupsi dalam Pengelolaan Hutan

Bentuk kejahatan yang sering dilakukan oleh oknum pejabat dalam bidang pengelolaan hutan berupa pembalakan liar (illegal logging). Pembalakan liar merupakan penebangan kayu secara tidak sah yang melanggar peraturan perundang-undangan. Illegal logging bisa berupa pencurian kayu atau pemegang izin melakukan penebangan lebih dari jatah yang ditetapkan dalam perizinan.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21 Tahun 2001 secara tegas disebutkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman tidak bisa diberikan dalam kawasan hutan alam, yang boleh hanya pada lahan kosong, alang-alang atau semak belukar. Hutannya pun harus merupakan hutan produksi dengan vegetasi pohon yang berdiameter tertentu. Kegiatan penebangan kayu di areal hutan tanaman industri (HTI) yang dilakukan oleh banyak perusahaan kayu diduga telah melanggar aturan main ini dan melakukan praktik pembalakan liar.

Korupsi persekongkolan dalam praktik pembalakan liar di hutan Indonesia menjadi wajah umum pasca reformasi. Sementara di era Presiden Soeharto korupsi yang terjadi berbentuk setoran dari hak istimewa mengakses hutan. Walhi Riau mencatat, laju kerusakan hutan 16.000 hektar per tahun dan illegal logging yang ditemukan oleh aparat hukum adalah illegal logging yang diizinkan. Perizinan ini tidak hanya melibatkan satu orang, tapi mulai dari yang memohon, yang membuat surat-surat, dan yang memberi izin. Selanjutnya izin dari pejabat pun tidak hanya dikeluarkan oleh satu orang pejabat antara lain izin dari bupati, gubernur, dan izin pejabat terkait lainnya.

Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Greenomics Indonesia menemukan banyaknya kasus korupsi terjadi dalam pengolahan hutan, baik di hutan alam maupun hutan lestari. Hasil kajian ICW menemukan adanya sekitar 15 modus operandi praktik korupsi bisnis HPH (Hak Pengolahan Hutan/IUPHHK) dan 29 modus operandi praktik politik korupsi bisnis HTI (Hutan Tanaman Industri).

Page 80: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 1 Seputar Korupsi 83

Secara umum terdapat beberapa modus operandi korupsi dalam pengelo-laan hutan yang sering ditemui antara lain sebagai berikut.67

a. Adanya manipulasi dalam penghitungan potensi hasil hutan kayu pada suatu wilayah pada saat stock opname, sehingga hasil manipulasi dapat dijadikan modus untuk mengeluarkan kayu dari areal kawasan hutan yang bukan areal tebangan yang direncanakan. Kegiatan stock opname dilakukan setiap akhir tahun atau sewaktu-waktu jika diperlukan atau pada akhir masa berlakunya perizinan yang sah.

b. Adanya kebijakan pemerintah daerah yang sengaja disusun dalam rangka mengeluarkan sebuah izin untuk penggunaan suatu kawasan hutan. Izin yang dikeluarkan tersebut berpotensi besar terhadap konflik sumber daya alam masa mendatang dan berpotensi adanya kegiatan illegal logging dalam waktu dekat.

c. Tidak melakukan penataan batas dan kawasan lindung.

d. Tidak melakukan audit keuangan oleh akuntan publik.

e. Tidak mengikutsertakan masyarakat setempat dan mengabaikan potensi konflik dengan lahan masyarakat dalam penataan areal kerja di lapangan.

Untuk menekan angka korupsi dalam sektor kehutanan, maka bisnis kehutanan harus melakukan reorientasi secara fundamental dengan mem-bangun kerja sama antara pemerintah, korporat, dan stake holder kehutanan. Kejahatan penebangan ilegal atau penyelundupan kayu menyangkut barang besar yang tidak mudah menyembunyikannya, oleh karena itu kejahatan ini memerlukan kerja sama dengan banyak pihak yang terorganisir dengan baik.

Sebagai contoh adalah kasus Bupati Pelalawan Riau TAZ telah disidang-kan dalam perkara korupsi dengan modus mengeluarkan izin bagi 15 perusa-haan yang beroperasi di kabupaten itu. Tindakan merugikan negara ini di-lakukan bersama-sama dengan beberapa Kepala Dinas Kehutanan Pelalawan, beberapa Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Gubernur Riau, dan General Manager Forestry.

67 Ibid., hlm. 101–102.

Page 81: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)84

A. APA ITU KEKUASAAN DAN KEWENANGAN

Media massa, baik televisi, radio, surat kabar, dan sebagainya sedang hangat-hangatnya membicarakan kasus korupsi. Kasus yang terjadi beberapa tahun lalu dan pernah marak adalah antara KPK vs Polri, tarik ulur kasus ini memperlihatkan belum ada kepastian penegakan hukum di negara Indonesia, yang notabene katanya “negara hukum”. Dua lembaga penegak hukum itu saling tuding dan saling serang.

Awal mula dari permasalahan tersebut adalah penahanan dua pimpinan KPK, yakni Bibit dan Chandra oleh Polri, yang kemudian diperdengarkan rekaman rekayasa antara orang yang bernama Anggodo dengan beberapa pejabat Polri dan Kejaksaan. Seberapa besar kekuasaan yang dimiliki Anggodo sehingga dengan bebas mengatur para pejabat tersebut?

Sepertinya Anggodo ini memang koruptor kelas kakap, atau digambarkan sebagai orang yang “sangat kaya”, merasa semua bisa dibeli dengan uang begitu juga dengan hukum. Entah itu tukang parkir atau pejabat, kalau dia mempunyai kekuasaan mudah saja melakukan korupsi. Kekuasaan adalah modal korupsi. Tepatlah seperti yang dikatakan oleh Kwik Kian Gie.

Kekuasaan dan Kewenangan

Bab 2

Page 82: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 85

Sebagaimana diketahui, secara umum korupsi dipahami sebagai suatu tin-dakan pejabat publik menyelewengkan kewenangan untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, dan kelompok yang mengakibatkan kerugian negara. Korupsi berkembang luas dalam pemerintahan yang dikelola secara sentralistik seperti pada masa Orde Baru. Sentralisme kekuasaan selalu bergandengan dengan rezim otoriter, sehingga antara otoritarisme dan korupsi berjalan paralel. Pararelisme terjadi karena rezim otoriter, transparansi, checks and balances, partisipasi, dan kontrol selalu dimanipulasikan untuk tidak mengatakan tidak ada.

Dalam sistem birokrasi, korupsi relatif bisa dikendalikan. Dalam sistem yang terbuka dan partisipatif, peluang korupsi (penyelewengan) relatif bisa dibatasi. Namun jangan disangka, korupsi tidak terjadi dalam pemerintahan yang demokratis. Mantan Kanselir Jerman Helmut Kohl terbukti melakukan korupsi. Menurut Hunting, akar persoalannya adalah apabila kesempatan politik melebihi kesempatan ekonomi, maka orang akan menggunakan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri, sedangkan jika kesempatan ekonomi melebihi kesempatan politik, maka orang cenderung menggunakan kekayaan untuk membeli kekuasaan politik. Itu artinya, sebagaimana dikatakan James C. Scott bahwa korupsi berkaitan dengan kekuasaan yang dimiliki seseorang.

Semakin besar kekuasaan dan kewenangan seseorang, semakin besar pula peluang melakukan korupsi. Bedanya, terletak pada pelaku-pelaku korupsi. Dalam rezim otoriter, berkembang secara luas korupsi birokrasi (beaurocrazy corruption) yang dilakukan oleh birokrat sipil dan militer. Militerisme menye-barkan benih korupsi. Penguasa kroni merupakan jaringan patronase korupsi. Itulah sebaliknya, skala dan volume korupsi dalam rezim otoriter Orde Baru demikian besar dan mengakar. Sebaliknya, dalam rezim demokratis, pelaku korupsi didominasi oleh aktor-aktor politik (politicien corruption).1

Potret tersebutlah yang menggiring sebagaimana yang disinyalir oleh seja-rawan Inggris, Lord Acton bahwa power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely. Kekuasaan cenderung untuk menyimpang, terlebih ke kuasaan yang besar dipastikan menyimpang semakin besar pula.

1 Dwi Saputra dkk (ed), Tiada Ruang Tanpa Korupsi, KP2KKN Jawa Tengah, Semarang, 2004, hlm. 27 dan 28.

Page 83: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)86

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Penilaian baik atau buruk dari kekuasaan senantiasa harus diukur dengan kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan atau disadari oleh masyarakat lebih dahulu. Karena kekuasaan sendiri mempunyai sifat yang netral, maka orang harus melihat pada penggunaan kekuasaan itu untuk menilai baik atau buruknya bagi keperluan masyarakat. Selanjutnya Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi menyatakan bahwa adanya kekuasaan cenderung tergantung dari hubungan antara yang berkuasa dan yang dikuasasi, atau dengan kata lain antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dan pihak lain yang menerima pengaruh ini, dengan rela atau karena terpaksa.2

Kekuasaan terdapat di semua bidang kehidupan dan dijalankan, misalnya Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan suatu rancangan undang-undang, seorang guru mewajibkan murid-muridnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah, apabila seorang sutradara memimpin pemain-pemain film, orang tua mendidik anak-anaknya, seorang kepala jawatan memberi instruksi kepada bawahannya, sekelompok buruh mengadakan pemogokan, dan seterusnya. Kekuasaan tersebut mencakup baik suatu kemampuan untuk memerintah (agar yang diperintah patuh) dan juga untuk memberi keputusan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi tindakan pihak-pihak lainnya.

Dalam Oxford Advanced Dictionary, dari sudut etimologi, kekuasaan secara sederhana dan umum diartikan sebagai “kemampuan berbuat atau bertindak” (power is an ability to do or act), sedangkan di dalam Black’s Law Dictionary, kekuasaan diberi pengertian sebagai “... an ability on the part of a person to roduce a change in a given legal relation by doing a given act” ataupun juga “..., is aliberty or authority reserved by, or limited to, a person to dispose of real or personal property, for his own benefit of others, or enabling one person to dispose of interest which is vested in another”.3

2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, 1982, hlm. 259 dan 260.

3 Parlin M. Mangunsong, Pembatasan Kekuasaan Melalui Hukum Administrasi Nega-ra, dalam S.F. Marbun, dkk. (ed), Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2001, hlm. 41.

Page 84: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 87

Pengertian menurut kamus bahasa dan kamus hukum tersebut memper-lihatkan bahwa kekuasaan adalah suatu kemampuan yang terdapat di dalam hubungan antarmanusia. Untuk lebih mendalami arti dari kekuasaan itu sendiri, berikut akan disebutkan beberapa definisi kekuasaan menurut beberapa ahli.4

1. Miriam Budiardjo Kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi

tingkah lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang-orang yang mempunyai kekuasaan itu.

2. Max Weber Kemampuan untuk -dalam suatu hubungan sosial- melaksanakan kemam-

puan sendiri, sekalipun mengalami perlawanan, dan apa pun yang men-jadi dasar kemampuan ini.

3. Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan Partisipasi dalam pembuatan keputusan dalam suatu hubungan, di mana

seseorang atau kelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain agar sesuai dengan tujuan dari pihak pertama.

4. J.J.A. van Doorn Kemungkinan untuk membatasi alternatif-alternatif bertindak dari se-

seorang atau suatu kelompok sesuai dengan tujuan dari pihak pertama dengan menggunakan kekerasan atau kekuatan, maupun dengan persuasi.

5. Ossip K. Flechtheim Keseluruhan dari kemampuan, hubungan-hubungan dan proses-proses

yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain ..., untuk tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemegang kekuasaan.

Dari definisi yang dikemukakan oleh Miriam Budiardjo, Max Weber, serta Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan di atas, terlihat bahwa unsur esensi dari kekuasaan adalah kemampuan mempengaruhi tingkah laku ataupun tindakan orang lain. Esensi tersebut makin ditegaskan dengan mengikutsertakan aspek kekuatan atau kekerasan (force) ataupun persuasi.

4 Ibid., hlm. 76 dan 77.

Page 85: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)88

Berdasarkan beberapa definisi kekuasaan, dapat disimpulkan bahwa un-sur-unsur yang terkandung di dalam suatu kekuasaan sebagai berikut.

1. Kemampuan mempengaruhi tingkah laku atau tindakan pihak lain.

2. Terdiri setidak-tidaknya dari dua pihak.

3. Adanya tujuan (objek) tertentu.

4. Bersifat memaksa dan subordinatif.

5. Mengakibatkan -di bidang hukum- suatu perubahan keadaan.

Secara sosiologi, kekuasaan yang dimiliki seorang pelaku (subjek) kekuasa-an bersumber dari lima hal, yaitu kedudukan atau jabatan, kekayaan, keper-cayaan atau kharismatik, keterampilan atau keahlian, serta kekuatan.

Terkadang antara kekuasaan dan kewenangan dianggap memiliki penger-tian yang sama. Namun sebenarnya ada perbedaan di antara keduanya. Beda antara kekuasaan dengan wewenang (authority atau legalized power) ialah bahwa kekuasaan merupakan setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut, sedang-kan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat.5

Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (machts). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen) dan mengelola sendiri (zelfbesturen), sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan negara secara keseluruhan.6

5 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu ..., op.cit., hlm. 260.6 Bagir Manan, Wewenang Propinsi, Kabupaten, dan Kota dalam Rangka Otonomi

Daerah, Makalah pada Seminar Nasional, Fakultas Hukum Unpad, Bandung, 13 Mei 2000, hlm. 1–2. sebagaimana dikutip oleh Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 72.

Page 86: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 89

Dalam negara hukum, wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut R.J.H.M. Huisman: 7

Een bestuursorgaan kan zich geen bevoegdheid toeeigenen. Slechts de wet kan bevoegdheden verlenen. De wetgever kan en boveigdheid niet alleen attribueren aan een bestuursorgaan, maar ook aan ambtenaren (bijvoorbeeld belastingin-specteurs, inspecteur voor het milieu enz) of aan speciale colleges (bijvoorbeeld de kiesraad, de pachtkamer), of zelfs aan privaatrechtelijke rechtspersonen.

(Organ pemerintahan tidak dapat menganggap bahwa ia memiliki sendiri we-wenang pemerintahan. Kewenangan hanya diberikan oleh undang-undang. Pembuat undang-undang dapat memberikan wewenang pemerintahan tidak hanya kepada organ pemerintahan, tetapi juga terhadap para pegawai, mi-salnya inspektur pajak, inspektur lingkungan, dan sebagainya atau terhadap badan khusus, seperti dewan pemilihan umum, pengadilan khusus untuk perkara sewa tanah, atau bahkan terhadap badan hukum privat).

B. KEKUASAAN DALAM NEGARA

Negara dianggap sebagai kumpulan individu, rakyat yang hidup dalam suatu bagian permukaan bumi tertentu dan tunduk kepada kekuasaan tertentu, yakni satu negara, satu teritorial, satu rakyat, dan satu kekuasaan. Henry C. Black memberikan setidaknya tiga pengertian negara, yakni:

1. the organization of sosial life which exercise sovereign power in behalf of the people;

2. a body of people accupying a definite territory and politically organized under one government; ataupun juga

3. a territorial unit with a distinc general body of law.

Berdasarkan pengertian negara tersebut, secara etimologi, kekuasaan negara dapat kiranya diartikan sebagai “kemampuan organisasi kehidupan sosial dalam suatu wilayah untuk memaksa seluruh golongan dan kelompok sosial yang ada, secara sah berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum untuk mencapai tujuan kehidupan bersama yang ditetapkan sebelumnya”.

7 Ibid., hlm. 72.

Page 87: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)90

Kekuasaan negara yang terhadapnya rakyat menundukkan diri tidak lain adalah validitas teritorial dan validitas rakyat. “Kekuasaan” negara mesti berupa validitas dan efektivitas tatanan hukum nasional, jika kedaulatan dipandang se-bagai satu kualitas dari kekuasaan ini. Sebab, kedaulatan hanya bisa menjadi kualitas dari suatu tatanan normatif sebagai kekuasaan yang merupakan sumber hak dan kewajiban.8

Pihak ataupun organ yang menyelenggarakan kekuasaan negara adalah pemerintah, baik dalam arti sempit (terbatas hanya administrasi negara/lembaga eksekutif), maupun dalam arti luas (meliputi seluruh badan kenegaraan yang terdapat di dalam negara). Sumber kekuasaan negara ataupun kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa (penyelenggara negara) dapat dipahami melalui lima teori (paham) kedaulatan, yaitu sebagai berikut.9

1. Paham kedaulatan Tuhan Terdapat dua klasifikasi paham kedaulatan Tuhan, yang masing-masing

diwakili oleh pandangan Augustinus (klasik) serta Thomas Aquinas (hu-kum kodrat, modern). Meski menyiratkan perbedaan tertentu, namun keduanya mengasumsikan bahwa kekuasaan negara adalah berasal dari Sang Pencipta (Tuhan). Sebagai konsekuensi logisnya, masyarakat berhak menolak (tidak mentaati) berbagai perintah dari penguasa yang melang-gar ketentuan atau norma moral dan keadilan yang dikehendaki oleh Tu-han Allah.

2. Paham kedaulatan raja Kekuasaan dimiliki oleh penguasa negara (raja) karena keabsolutan negara,

yang digambarkan oleh Thomas Hobbes sebagai leviathan (makhluk yang kuat tanpa tandingan). Oleh sebab itu, negara dapat memastikan dan me-maksakan ketaatan masyarakat terhadap berbagai peraturan yang ditetap-kannya. Keabsolutan sifat dari negara mengakibatkan warga masyarakat sama sekali tidak memiliki hak apa pun terhadap negara.

8 Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Nusamedia dan Nuansa, Bandung, 2006, hlm. 360.

9 Parlin M. Mangunsong dalam S.F. Marbun (ed), op.cit., hlm. 43 dan 44.

Page 88: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 91

3. Paham kedaulatan negara Menurut paham kedaulatan negara, bahwa kekuasaan yang terdapat

di dalam negara merupakan resultan dari kodrat alam. Oleh inspirator paham ini, antara lain George Jellineck dan Paul Laband, dikemukakan bahwa kekuasaan penguasa negara yang dimanifestasikan dalam hukum haruslah ditaati oleh masyarakat.

4. Paham kedaulatan rakyat Paham ini dipelopori oleh Jean Jacques Roussseau, John Locke, dan

Montesquieu. Secara garis besarnya, menurut mereka, kekuasaan negara yang diselenggarakan oleh para penguasa adalah berasal dari rakyat. Hal tersebut dimungkinkan karena negara pada hakikatnya adalah produk dari perjanjian di antara masyarakat. Sebagai konsekuensinya, bahwa setiap hukum akan mengikat sepanjang itu disetujui oleh rakyat.

5. Paham kedaulatan hukum Kekuasaan tertinggi di dalam negara, menurut paham yang dipelopori

oleh Immanuel Kant serta Leon Duguit, bukan bersumber dari Allah, raja, negara, ataupun rakyat. Segala kekuasaan negara yang diselenggara-kan penguasa maupun oleh rakyat, pada dasarnya berasal dari hukum. Konsekuensinya, bahwa kekuasaan yang diperoleh tidak berdasarkan hu-kum dipandang tidak sah dan tidak perlu ditaati.

Kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa cenderung untuk diselewengkan, apalagi jika kekuasaan itu sedemikian luasnya, maka diperlukan pembatasan terhadap kekuasaan tersebut. Secara teoretikal, pembatasan kekuasaan negara dirumuskan ke dalam berbagai teori tentang pendistribusian kekuasaan. Sudah menjadi kebiasaan di Eropa Barat untuk membagi tugas pemerintahan ke dalam tiga bidang kekuasaan, yaitu: 10

1. kekuasaan legislatif, kekuasaan untuk membuat undang-undang;2. kekuasaan eksekutif, kekuasaan untuk menjalankan undang-undang;3. kekuasaan yudikatif, kekuasaan untuk mempertahankan undang-undang

(kekuasaan untuk mengadili).

10 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Ilmu Negara (Umum dan Indonesia), Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, hlm. 140.

Page 89: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)92

Pemisahan dari ketiga kekuasaan ini sering ditemui dalam sistem ketata-negaraan berbagai negara, walaupun batas pembagian itu tidak selalu sempur-na, karena kadang-kadang satu sama lainnya tidak benar-benar terpisah, bah-kan saling mempengaruhi. Orang-orang yang mengemukakan teori pemisahan kekuasaan negara ialah John Locke dan Montesquieu. Berikut akan diuraikan teori pemisahan yang dikemukakan oleh para ahli tersebut.

1. John Locke

Dalam bukunya berjudul Two Treatises on Civil Government (1690), John Locke memisahkan kekuasaan dari tiap-tiap negara dalam:

a. kekuasaan legislatif, kekuasaan untuk membuat undang-undang;

b. kekuasaan eksekutif, kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang;

c. kekuasaan federatif, kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan di luar negeri.

Menurut John Locke, ketiga kekuasaan ini harus dipisahkan satu sama lainnya. John Locke merupakan orang yang pertama kali memikirkan perlunya dilakukan pemisahan kekuasaan dalam sistem penyelenggaraan kekuasaan negara. Menurut Locke, tahap terbentuknya negara mengikuti dua tahap, yakni sebagai berikut.11

a. Tahap diadakannya pactum unionis, yaitu perjanjian antarindividu untuk membentuk body politic, yaitu negara. Hal itu diperlukan supaya kebebasan dan hak asasi manusia yang satu jangan sampai melanggar kebebasan dan hak asasi manusia yang lainnya, maka mereka bersepakat untuk mengakhiri suatu keadaan alami tersebut dengan membentuk suatu organisasi body politic atau negara.

b. Tahap pactum subjektionis, yaitu para individu menyerahkan hak dan kebebasannya kepada body politic, dengan tetap memegang hak-hak asasinya untuk melakukan pengawasan terhadap body politic tersebut supaya tidak melakukan penyalahgunaan wewenang.

11 W. Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya, Yogya-karta, 2008, hlm. 2.

Page 90: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 93

Locke menghubungkan bentuk negara dengan kekuasaan membentuk undang-undang (legislatif). Kekuasaan membentuk undang-undang ini meru-pakan kekuasaan yang tertinggi (supreme power).

a. Apabila kekuasaan pembentuk undang-undang berada pada masyarakat (community), maka bentuk negaranya adalah demokrasi.

b. Apabila kekuasaan pembentuk undang-undang berada pada beberapa orang terpilih, maka bentuk negaranya oligarki.

c. Apabila kekuasaan pembentuk undang-undang berada pada satu orang, maka bentuk negaranya adalah monarki.

Locke sendiri cenderung menyerahkan kekuasaan pembentuk undang-undang tersebut kepada suatu dewan atau majelis.

2. Montesquieu

Diilhami oleh pembagian kekuasaan dari John Locke, Montesquieu (1689–1755), seorang pengarang ahli politik dan filsafat Prancis menulis sebuah buku yang berjudul L ‘Esprit des ois (Jiwa Undang-Undang) yang diterbitkan di Jenewa pada tahun 1748 (2 jilid). Dalam hasil karya ini, Montesquieu menulis tentang Konstitusi Inggris yang antara lain mengatakan bahwa dalam setiap pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan yang dirincinya dalam kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Ketiga kekuasaan ini melaksanakan semata-mata dan selengkap-lengkapnya kekuasaan yang ditentukan padanya masing-masing.

Menurut Montesquieu, dalam sistem suatu pemerintahan negara, ketiga jenis kekuasaan itu terpisah, baik mengenai fungsi (tugas) maupun mengenai alat perlengkapan (organ) yang melaksanakan:

a. kekuasaan legislatif, yang membentuk undang-undang, dilaksanakan oleh suatu badan perwakilan (parlemen);

b. kekuasaan eksekutif, yang melaksanakan undang-undang, memaklumkan perang, mengadakan perdamaian dengan negara lain, menjaga tata tertib, menindas pemberontakan, dan lain-lain, yang dilaksanakan oleh pemerintah (presiden atau raja dengan bantuan menteri-menteri atau kabinet);

Page 91: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)94

c. kekuasaan yudikatif, yang menjatuhkan hukuman atas kejahatan dan yang memberikan putusan apabila terjadi perselisihan antara para warga, yang dilaksanakan oleh badan peradilan (mahkamah agung dan pengadilan di bawahnya).

Isi ajaran Montesquieu ini adalah mengenai pemisahan kekuasaan negara (the separation of power) yang lebih terkenal dengan istilah trias politica, di mana istilah ini diberikan oleh Immanuel Kant. Keharusan pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga jenis itu adalah bertujuan agar tindakan sewenang-wenang dari raja dapat dihindarkan.

Istilah trias politica berasal dai bahasa Yunani yang artinya “Politik Tiga Serangkai”. Menurut ajaran trias politica dalam tiap pemerintahan negara harus ada tiga jenis kekuasaan yang tidak dapat dipegang oleh satu tangan saja, melainkan harus masing-masing kekuasaan itu terpisah. Ajaran trias politica ini nyata-nyata bertentangan dengan kekuasaan yang bersimaharajalela pada zaman feodalisme dalam abad pertengahan.12

Pada zaman itu yang memegang ketiga kekuasaan dalam negara ialah seorang raja, yang membuat sendiri undang- undang, menjalankannya dan menghukum segala pelanggaran atas undang-undang yang dibuat dan dijalankan oleh raja tersebut. Monopoli atas ketiga kekuasaan tersebut dapat dibuktikan da lam semboyan Raja Louis XIV L ’Estat cest moi, kekuasaan mana berlangsung hingga permulaan abad ke-17. Setelah pecah Revolusi Prancis pada tahun 1789, barulah paham tentang ke kuasaan yang tertumpuk di tangan raja menjadi lenyap, dan ke tika itu pula timbul gagasan baru mengenai pemisahan kekuasa an yang dipelopori oleh Montesquieu. Pada pokoknya ajaran trias politica isinya adalah sebagai berikut.13

a. Kekuasaan legislatif (legislative powers) Kekuasaan untuk membuat undang-undang harus terletak da lam suatu

badan yang berhak khusus untuk itu. Jika penyusunan undang-undang tidak diletakkan pada suatu badan tertentu, maka mungkinlah tiap golongan

12 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, loc.cit., hlm. 140.13 Ibid., hlm. 142–143.

Page 92: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 95

atau tiap orang mengadakan undang -undang untuk kepentingan sendiri. Di dalam negara demokrasi yang peraturan-perundangannya ha rus berdasar-kan kedaulatan rakyat, maka badan perwakilan rakyat yang harus dianggap sebagai badan yang mempunyai kekuasa an tertinggi untuk menyusun undang-undang dan yang disebut “legislatif”. Badan ini adalah yang terpenting dalam susunan kenegaraan, karena undang-undang adalah ibarat tiang yang menegakkan hidup perumahan negara dan sebagai alat yang menjadi pedoman hidup bagi masyarakat dan negara.

Sebagai badan pembentuk undang-undang maka legislatif itu ha nya lah berhak untuk mengadakan undang-undang saja, tidak boleh melaksana-kannya. Untuk menjalankan undang-undang itu harus diserahkan kepada suatu badan lain. Kekuasaan untuk me laksanakan undang-undang adalah “eksekutif”.

b. Kekuasaan eksekutif (executive powers) Kekuasaan menjalankan undang-undang ini dipegang oleh ke pala negara.

Kepala negara tentu tidak dapat sendirian menja lankan segala undang-undang ini. Oleh karena itu, kekuasaan dari kepala negara dilimpah-kan (didelegasikannya) kepada pejabat-pejabat pemerintah atau negara yang bersama-sama merupa kan suatu badan pelaksana undang-undang (badan eksekutit). Badan ini yang berkewajiban menjalankan kekuasaan eksekutif.

c. Kekuasaan yudikatif atau kekuasaan kehakiman (judicative powers) Kekuasaan yudikatif atau kekuasaan yustisi (kehakiman) ialah kekuasaan

yang berkewajiban mempertahankan undang-undang dan berhak untuk memberikan peradilan kepada rakyat. Badan yudikatiflah yang berkuasa memutuskan perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran undang-undang yang telah diadakan dan dijalankan.

Walaupun pada hakim itu biasanya diangkat oleh kepala negara (eksekutif) tetapi mereka mempunyai kedudukan yang istimewa dan mempunyai hak tersendiri, karena ia tidak diperintah oleh kepala negara yang mengangkatnya, bahkan ia adalah badan yang berhak menghukum kepala negara, jika melanggar hukum.

Page 93: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)96

Berbeda dengan John Locke yang memasukkan kekuasaan yudikatif dalam kekuasaan eksekutif, Montesquieu memandang pengadilan itu sebagai kekua-saan yang berdiri sendiri. Hal ini disebabkan ia dalam pekerjaannya sehari-hari sebagai seorang hakim telah mengetahui bahwa kekuasaan eksekutif adalah ber-lainan daripada kekuasaan pengadilan. Sebaliknya oleh Montesquieu kekuasaan hubungan luar negeri yang oleh John Locke disebut “Federatif” dimasukkan ke da lam kekuasaan eksekutif.

Pendapat Montesquieu bertentangan dengan kenyataan yang se benarnya berlaku di Inggris pada masa itu. Pada tahun 1732 ke tika Montesquieu berada di Inggris, di negeri ini terdapat lebih banyak kebebasan jika dibandingkan dengan banyak negara la innya di Eropa.

Perlu diketahui sekitar tahun 1732 itu, Montesquieu sedang me ngembara meninggalkan tanah airnya Prancis yang sedang me nentang despotisme (pemerintahan yang zalim) dari Raja Louis XIV. Bahwa ia menulis tentang negara Inggris agak berlainan dengan keadaan yang sebenarnya, karena latar belakangnya bahwa Montesquieu sendiri ingin menggulingkan kekuasaan absolut yang pada waktu itu berlaku di Prancis.

Seorang ahli konstitusi yang pernah turun dalam pembuatan bebe rapa kon-stitusi dari bekas jajahan Inggris di Asia Tenggara, yaitu Sir Ivor Jennings, dalam bukunya yang berjudul The Law and Constitution membantah pendapat Montes-quieu tentang trias politica itu dengan mengatakan, “Juga dalam konstitusi abad ke-18 dari Ke rajaan Inggris, pemisahan kekuasaan itu tidak tercantum”.

Jadi, yang dibentangkan oleh Montesquieu memang tidak pernah berlaku dalam sistem pemerintahan Inggris yang parlementer. Selain menyanggah pendapat Montesquieu menge nai berlakunya prinsip trias politica dalam sistem ketatanegaraan Inggris, Prof. Jennings juga membicarakan lebih lanjut tentang pemisahan kekuasaan (the separation of powers).14

Prof. Jennings membedakan antara pemisahan kekuasaan da lam arti mate-rial dan pemisahan kekuasaan dalam arti formal. Adapun yang dimaksudkannya dengan pemisahan kekuasaan dalam arti material ialah pemisahan kekuasaan

14 Ibid., hlm. 143–145.

Page 94: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 97

dalam arti pem bagian kekuasaan itu dipertahankan dengan tegas dalam tugas- tugas kenegaraan yang dengan jelas memperlihatkan adanya pemisahan kekua-saan itu kepada tiga bagian, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sedangkan yang dimaksudkan dengan pemisahan kekuasaan dalam arti formal ialah jika pembagian kekuasaan itu tidak dipertahankan dengan tegas.

Prof. Dr. Ismail Sunny, M.C.L. dalam bukunya berjudul Perge seran Kekua-saan Eksekutif, mengambil kesimpulan, bahwa pemisahan kekuasaan dalam arti material itu sepantasnya disebut separation of powers (pemisahan kekua-saan), sedangkan yang dalam arti formal sebaiknya disebut division of powers (pemba gian kekuasaan).

Ismail Sunny juga berpendapat bahwa pemisahan kekuasaan da lam arti ma-terial paling banyak hanya terdapat di Amerika Seri kat, sedangkan di Inggris dan Uni Sovyet terdapat pemisahan kekuasaan dalam arti formal. Dengan kata lain, di Amerika Serikat terdapat separation of powers, sedangkan di Inggris dan Uni Soviet terdapat division of powers.

Akan tetapi, walaupun trias politica ini di negara-negara lainnya tidak dilaksanakan secara konsekuen seperti halnya di Amerika Serikat, namun alat-alat perlengkapan dari negara-negara yang melaksanakan tugas-tugas ini dapat dibeda-bedakan.

Kemudian pada tahun 1926, Van Vollenhoven menyebutkan teori penye-lenggaraaan pemerintahan (bewindvoeren), dikenal juga sebagai teori “catur praja” yang didistribusikan dalam empat fungsi, yaitu:15

1. fungsi bestur, yakni menyelenggarakan pemerintahan dalam arti sempit (eksekutif);

2. fungsi kepolisian (politie), yaitu menjalankan preverentieve rechtszorg untuk mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap tertib hukum dalam rangka memelihara ketertiban masyarakat;

3. fungsi peradilan (rechtspraak), yaitu menyelesaikan berbagai sengketa yang terjadi;

4. fungsi membuat peraturan (regeling atau wetgeving).

15 Parlin M. Mangunsong dalam S.F. Marbun, dkk. (ed), op.cit., hlm. 50 dan 51.

Page 95: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)98

Teori catur praja dari Van Vollenhoven dimodifikasi oleh Lemaire, 1952, menjadi distribusi atas lima fungsi. Teori yang selanjutnya dikenal sebagai panca praja mendistribusikan kekuasaan negara atas bagian:16

1. fungsi bestuurszorg, yakni untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum;

2. fungsi bestuur (pemerintahan dalam arti sempit), yakni menjalankan ketentuan perundang-undangan;

3. fungsi polisi (politie);

4. fungsi peradilan atau mengadili; serta

5. fungsi membuat peraturan perundang-undangan.

Di dalam perkembangan terakhir, teori panca praja mengalami perubahan secara lebih sederhana. Perubahan tersebut diilhami oleh pandangan A.M. Don-ner yang membagi kekuasaan negara ke dalam dua tingkatan kekuasaan (dwi praja), yaitu17 kekuasaan untuk menentukan haluan politik negara (taaksteelling) dan kekuasaan untuk menyelenggarakan ataupun merealisasikan haluan politik negara yang telah ditentukan (verwekenlijking van de taak).

Dengan adanya teori-teori pendistribusian kekuasaan yang terdapat di dalam negara, secara tersirat dapat dipahami adanya “pembatasan” kekuasaan melalui spesifikasi penyelenggarannya.

Begitu juga dengan UUD 1945, dalam pasal-pasalnya tersendiri membagi mengenai tiap- tiap perlengkapan negara yang tiga itu (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), tetapi dengan tidak me nekankan kepada pemisahannya. Pembagi-an Bab-Bab dalam UUD 1945 menyebutkan, Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara (Eksekutif); Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat (Legislatif); dan Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman (Yudikatif).

Dengan demikian, UUD 1945 tidak menganut pemisahan dalam arti ma-terial (separation of power), tetapi UUD 1945 me ngenal pemisahan kekuasaan dalam arti formal (division of power), karena pemisahan kekuasaan itu tidak dipertahankannya secara prinsipil. Jelaslah UUD 1945 hanya mengenal divi-sion of powers bukan separation of powers. Hal ini dapat dilihat dalam hal: 18

16 Ibid., hlm. 51.17 Ibid., hlm. 51.18 A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Eresco, Bandung, 1995, hlm. 56.

Page 96: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 99

1. kekuasaan perundangan tidak hanya dilaksanakan oleh DPR saja, tetapi bersama-sama presiden sebagai penguasa eksekutif;

2. kekuasaan peradilan tidak hanya dilaksanakan oleh pejabat pengadilan, tetapi juga dijalankan oleh pejabat-pejabat yang bukan pejabat pengadilan, misalnya MPP dalam bidang perpajakan.

Kekuasaan pada hakikatnya adalah sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Dalam ranah empirik, apa yang sering terjadi ada-lah sebaliknya. Kekuasaan bukannya digunakan sebagai sarana untuk mewu-judkan keadilan dan kesejahteraan, melainkan telah menimbulkan ketidak-adil an atau kesengsaraan di mana-mana.19

Apabila kekuasaan diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain sedemikian rupa agar bertindak atau berbuat sesuai dengan keingin-an dari orang yang memiliki kekuasaan, maka pengaruh di sini bisa dilakukan dengan cara kekerasan dan persuasi, sehingga tidak menutup kemungkinan apabila kekuasaan ternyata digunakan semata-mata hanya untuk mencipta-kan ketidakadilan yang terjadi di mana-mana selama masa Orde Baru berkua-sa dan ketidakadilan itu pun juga masih dirasakan sampai sekarang ini.

Kekuasaan dan kewenangan, secara umum lebih ditujukan kepada peme-rintah, yang di dalam kedudukan, tugas, dan fungsinya sebagai administrator ne-gara. Kewenangan adalah apa yang disebut dengan ”kekuasaan formal”, misalnya kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif administratif. Kewenangan (yang bia sanya terdiri atas beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang seperti menandatangani atau menerbitkan surat-surat izin dari seorang pejabat atas nama menteri, sedangkan kewenangan tetap berada di tangan menteri (delegasi wewenang).20

19 F.A. Abby, Fungsionalisasi Hukum dalam Membangun Birokrasi Pada Era Indonesia Baru, dalam Ahmad Gunaryo (Ed.), op.cit., hlm. 45.

20 S. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Seri Pustaka Ilmu Admi-nistrasi VII, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995, hlm. 78.

Page 97: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)100

C. PEMERINTAH

Pemerintah adalah “pengurus harian” negara. Pemerintah adalah keseluruhan daripada jabatan-jabatan (pejabat-pejabat) di dalam suatu negara yang mem-punyai tugas dan wewenang politik negara serta pemerintahan. Pemerintah daripada suatu negara modern mempunyai lima fungsi pokok, yakni sebagai berikut.

1. Mengembangkan dan menegakkan persatuan nasional dan teritorial.

2. Mengembangkan kebudayaan nasional yang serasi-serasinya di atas semua kebudayaan suku, regional, daerah, dan sebagainya agar terdapat kehidup-an bangsa dan masyarakat yang rukun, sejahtera, dan makmur.

3. Pemerintahan, yakni tugas dan kegiatan-kegiatan menegakkan dan mem-pergunakan wibawa dan kekuasaan negara, dan terdiri atas kegiatan:

a. pengaturan peraturan perundang-undangan, b. pembinaan masyarakat negara, c. kepolisian, dan d. peradilan.

4. Administrasi negara, yakni tugas dan kegiatan-kegiatan seperti:

a. melaksanakan dan menyelenggarakan kehendak-kehendak (strategi, policy) serta keputusan-keputusan pemerintah secara nyata (imple-mentasi);

b. menyelenggarakan undang-undang (menurut pasal-pasalnya) sesuai per-aturan-peraturan pelaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah.

5. Bisnis (niaga), yakni kegiatan-kegiatan yang teratur (organized) dan kon-tinu dalam melayani kebutuhan-kebutuhan umum atau kebutuhan-kebu-tuhan masyarakat sambil mencipta dan memperoleh pendapat (income, revenue). Bisnis pemerintah ini terdiri atas:

a. bisnis nonkomersial (tanpa laba, nonprofit), yang dijalankan oleh, misalnya dinas kebersihan kota, rumah sakit negeri (nonkomersial), dinas kesehatan, sekolah negeri, universitas negeri, dan sebagainya;

b. bisnis komersial, yang memang mengejar laba (profit making business), yang dijalankan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Page 98: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 101

Apa yang dijalankan oleh pemerintah beserta aparaturnya adalah tugas-tugas dari pemerintah. Tugas pemerintah adalah tugas negara yang dilimpahkan atau dibebankan kepada pemerintah. Tugas negara lainnya dibebankan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (badan konstitusi), presiden dan Dewan Per-wakilan Rakyat (badan legislatif), Dewan Perwakilan Rakyat (badan pengawas politik), Dewan Pertimbangan Agung (badan konsultasi), Badan Pemeriksa Keuangan (badan inspeksi finansial), yang secara otomatis juga menyang-kut segi-segi lain, yakni yuridiktas (rechtmatigheid, ketertiban atau keteraturan menurut hukum), legalitas (wetmatigheid, ketertiban dan keteraturan menurut undang-undang), ketepatan (doelmatigheid, kesesuaian dengan tujuan), dan efisiensi (eficiency, perimbangan optimal antara biaya dan hasil). Jadi, yang pa-ling banyak tugas dan tanggung jawabnya adalah pemerintah, yakni pada ham-pir semua bidang tugas terdapat masalah-masalah, antara lain sebagai berikut.

1. Pemerintahan, yakni penegakan kekuasaan dan wibawa negara.

2. Tata Usaha Negara, yaitu pengendalian situasi dan kondisi negara menge-tahui secara informasi dan komunikasi apa yang terdapat dan terjadi di dalam masyarakat dan negara sebagaimana dikehendaki oleh undang-undang (dalam arti luas).

3. Pengurusan rumah tangga negara, baik rumah tangga intern (personel, keuangan, domain negara, materiil, logistik) maupun rumah tangga ekstern (domain publik, logistik masyarakat, usaha-usaha negara, jaminan sosial, produksi, distribusi, lalu lintas angkutan dan komunikasi, serta kesehatan rakyat).

4. Pembangunan, di segala bidang, yang dilakukan secara berencana, ter-utama melalui repelita-repelitanya.

5. Pelestarian lingkungan hidup, yang terdiri atas mengatur tata guna ling-kungan, perlindungan lingkungan, dan penyehatan lingkungan.

Pemerintahan dijalankan oleh pemerintah, berupa perbuatan hukum (rechts-handeling) dan/atau keputusan hukum (rechtsbesluiten) dalam fungsi:

1. pengaturan, regulasi, menetapkan peraturan-peraturan yang mempunyai kekuatan undang-undang (delegated legislation);

2. pembinaan masyarakat, umumnya bersifat penetapan policy-policy, peng-arahan terhadap jalannya kehidupan masyarakat;

Page 99: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)102

3. kepolisian, yakni bertindak langsung terhadap pelanggar undang-undang dan pengganggu wibawa negara serta keamanan umum;

4. peradilan, yang berarti menyelesaikan berbagai macam konflik.

Dalam setiap negara modern masa kini, banyak sekali campur tangan pe-nguasa negara ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, yakni campur tangan di bidang politik, ekonomi, sosial budaya seperti kehidupan keluarga, perkawinan, perhimpunan hiburan, kesenian, olah raga, dan sebagainya, bidang agama dan kepercayaan, serta bidang teknologi.

Betapa luas tugas pemerintah (administrasi negara) masa kini, dan hampir semua menyangkut campur tangan pemerintah (penguasa negara) ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari). Dengan demikian, maka warga masyarakat dan masyarakat pada umumnya sangat tergantung dari pelaksanaan tugas serta keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara yang menjalankan tugas teknis fungsional atau operasional (menjalankan kehendak pemerintah dan melayani masyarakat umum).

Hal tersebut paling menimbulkan permasalahan, dan kadang-kadang tim-bul keresahan di kalangan masyarakat terhadap tindak-tanduk dan kegiatan-kegiatan administrasi negara. Campur tangan pemerintah tersebut menimbul-kan dua masalah besar, yakni:

1. masyarakat makin lama makin sangat tergantung dari keputusan-keputus-an para pejabat administrasi negara, karena makin lama makin banyak urusan yang diikat kepada suatu izin atau persetujuan pemerintah;

2. bagaimana membuat administrasi negara berfungsi secara sehat dan selalu memenuhi syarat-syarat sebagai suatu aparatur negara yang bonafide.

D. FREIES ERMESSEN ATAU POUVOIR DISCRETIONNAIRE

Pemegang kekuasaan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat atau kekuasaan administrasi berada di tangan para aparat pemerintahan. Dalam hal penerapan undang-undang ke dalam praktik kehidupan masyarakat, aparat pemerintah melaksanakannya dalam bentuk keputusan pemerintah yang bersi-fat tertulis, konkret, individual, dan final, oleh karena itu diperlukan diskresi.21

21 Ibid., hlm. 95.

Page 100: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 103

Dalam perkembangannya muncul konsep “negara hukum”, yang sekarang ini telah menghasilkan suatu konsep negara hukum kesejahteraan (social service state, welvaarstaat). Dalam suatu negara hukum yang demikian ini, tugas negara sebagai servis publik adalah menyelenggarakan dan mengupayakan suatu kesejahteraan sosial (yang oleh Lemaire disebutnya dengan bestuurszorg) bagi masyarakatnya. Jadi, tugas negara bukan hanya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban saja. Oleh karena itulah, maka negara melakukan campur tangan hampir di setiap sektor kehidupan masyarakat, yang menyebabkan semakin besarnya keterlibatan administrasi negara di dalamnya.

Salah satu alasan nyata bagi pertumbuhan kekuasaan administrasi negara di negara-negara demokrasi modern adalah dengan pudarnya falsafah laissez faire dan meningkatnya peranan negara dalam bidang sosial ekonomi. Seperti diketahui, laissez faire menginginkan sedikitnya peranan negara dalam mengontrol usaha-usaha pribadi dalam masyarakat dan besarnya peranan individu dalam melakukan kebebasan berkontrak. Falsafah ini ternyata justru menimbulkan penderitaan bagi manusia, karena ia mengakibatkan terjadinya eksploitasi oleh yang kuat terhadap kelompok orang-orang yang lemah. Berdasarkan hal tersebut, maka timbul pemikiran-pemikiran mengenai konsep negara kesejahteraan.22

Konsep negara kesejahteraan (welfare state) ini muncul sebagai reaksi atas kegagalan konsep legal state atau negara penjaga malam (nachtwakerstaat). Dalam konsepsi legal state terdapat prinsip staatsonthouding atau pembatasan peran negara dan pemerintah dalam bidang politik yang melahirkan dalil “The least government is the best government”, dan terdapat prinsip atau falsafah “laissez faire, laissez aller” sebagaimana disebutkan di atas, dalam bidang ekonomi yang melarang negara dan pemerintah mencampuri kehidupan ekonomi masyarakat (staatsbemoeienis). Pendeknya, “The state should intervene as little as possible in people’s live and businesses”.23

22 Saut P. Panjaitan, Makna dan Peranan Freies Ermessen dalam Hukum Administrasi Negara, S2 Unpad, Bandung, 1988, dalam S.F. Marbun, dkk., op.cit., hlm. 105 dan 106.

23 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 11.

Page 101: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)104

Konsep negara kesejahteraan menjadi landasan kedudukan dan fungsi pemerintah (bestuursfunctie) dalam negara-negara modern. Negara kese jah-teraan merupakan antitetis dari konsep negara hukum formal (klasik) yang didasari oleh pemikiran untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap penyelenggaraan kekuasaan negara, khususnya eksekutif, yang pada monarki absolut telah terbukti banyak melakukan penyalahgunaan kekuasaan.

Pada zamannya, paham negara hukum formal atau klasik sebenarnya juga merupakan suatu antitetis terhadap absolutisme kekuasaan yang antara lain terjadi di Prancis oleh rezim monarki absolut Raja Louis XIV dan di Ing-gris oleh kekuasaan Raja Charles II yang bersifat menindas rakyat dan penuh penyalahgunaan kekuasaan. Disebabkan oleh keinginan untuk melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemerintahan yang dibentuk pasca Revolusi Prancis, maka perlu dilakukan pemisahan kekuasaan secara tegas, agar dapat terbentuk adanya checks and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan.24

Pada welfare state, peranan Hukum Administrasi Negara menjadi semakin luas dan dominan. Hal ini menunjukkan semakin aktifnya negara terlibat dan melakukan campur tangan dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Akan tetapi mengingat sedemikian luasnya aspek kehidupan sosial dan kesejahteraan masyarakat yang digeluti itu, maka sudah barang tentu tidak setiap permasalahan yang dihadapi dan tindakan yang akan diambil oleh administrasi negara telah tersedia aturannya. Dalam keadaan seperti ini, membawa administrasi negara kepada suatu konsekuensi khusus, yaitu memerlukan kemerdekaan bertindak atas inisiatif dan kebijaksanaannya sendiri, terutama dalam penyelesaian soal-soal genting yang timbul dengan tiba-tiba dan yang peraturan penyelesaiannya belum ada. Kemerdekaan bertindak atas inisiatif dan kebijaksanaan sendiri ini, dalam Hukum Administrasi Negara disebut dengan pouvoir discretionnaire atau freies ermessen.

Adanya freies ermessen ini bukannya tidak menimbulkan masalah, karena kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap hak warga negara menjadi se-makin besar. Oleh karena itu, bagaimana mengontrol kekuasaan administrasi

24 W. Riawan Tjandra, op.cit., hlm. 1.

Page 102: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 105

negara agar tidak disalahgunakan (yang tercermin melalui onrechtmatigegeo-verheidsdaad, detournement de pouvoir, atau ultra vires, ataupun abus de troit). Di sinilah arti pentingnya peranan Hukum Administrasi Negara, sebab di satu pihak ia dipergunakan untuk memungkinkan agar administrasi negara dapat menjalankan fungsinya (sebagai landasan kerja), tetapi di lain pihak Hukum Administrasi Negara diperlukan untuk melindungi warga masyarakat terhadap sikap tindak administrasi negara dan untuk melindungi administrasi negara itu sendiri. Agar freies ermessen yang ada pada administrasi negara tersebut tidak disalahgunakan, maka diperlukan adanya tolak ukur pembatasan terhadap penggunaannya. Dengan perkataan lain, ada batas toleransi yang mesti dipe-nuhi oleh administrasi negara dalam menggunakan freies ermessen ini.

Dalam kamus Jerman-Indonesia oleh Adolf Heuken S.J., istilah freies ermessen ini berasal dari bahasa Jerman. Kata freies diturunkan dari kata frei dan freie yang artinya bebas, merdeka, tidak terikat, lepas, dan orang bebas. Sedangkan kata Ermessen mengandung arti mempertimbangkan, menilai, menduga, penilaian, pertimbangan, dan keputusan.

Sjachran Basah mengatakan bahwa diperlakukannya freies ermessen oleh administrasi negara itu:

... dimungkinkan oleh hukum agar dapat bertindak atas inisiatif sendiri ... terutama dalam penyelesaian persoalan-persoalan yang penting yang timbul secara tiba-tiba. Dalam hal demikian, administrasi negara terpaksa bertindak cepat membuat penyelesaian. Namun keputusan-keputusan yang diambil untuk menyelesaikan masalah-masalah itu, harus dapat dipertanggungjawabkan.

Selain itu, freies ermessen juga diartikan sebagai kebebasan bertindak dalam batas-batas tertentu atau keleluasaan dalam menentukan kebijakan-kebijakan melalui sikap tindak administrasi negara yang harus dapat diper-tanggungjawabkan. Sedangkan Amrah Muslimin mengartikan freies ermessen sebagai lapangan bergerak selaku kebijaksanaannya atau kebebasan kebijak-sanaannya.25

25 Saut P. Panjaitan dalam S.F. Marbun, op.cit., hlm. 106–107.

Page 103: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)106

Pada hakikatnya, freies ermessen artinya adanya kebebasan bertindak bagi administrasi negara untuk menjalankan fungsinya secara dinamis guna me-nyelesaikan persoalan-persoalan penting yang mendesak, sedangkan aturan untuk itu belum ada. Kebebasan bertindak administrasi tersebut bukan ke-bebasan dalam arti yang seluasnya dan tanpa batas, melainkan tetap terikat kepada batas-batas tertentu yang diperkenankan oleh Hukum Administrasi Negara.

Hans J. Wolf dalam bukunya Verwaltungsrecht Jilid 1 mengatakan bahwa freies ermessen tidak boleh diartikan secara berlebihan seakan-akan badan atau pejabat administrasi negara boleh bertindak sewenang-wenang atau tanpa dasar dan dengan dasar-dasar yang tidak jelas ataupun dengan pertimbangan yang subjektif-individual. Oleh karena itu, menurut Wolf, lebih baik jika dikatakan mereka bertindak berdasarkan kebijaksanaan. Berdasarkan hal tersebut, A.A. de Smith memberikan pengertian freies ermessen sebagai “... power to choose bet-ween alternative courses of action”. Sebagai konsekuensi diberikannya freies ermes-sen kepada administrasi negara, maka administrasi negara memiliki pouvoir dis-cretionnaire, dan oleh karena itu dapat bertindak sebagai vrijbestuur.26

Menurut Fockema Andreae, pouvoir discretionnaire atau yang disebut dengan discretionair adalah menurut kebijaksanaan, menurut wewenang atau kekuasaan, yang tidak seluruhnya terikat pada ketentuan undang-undang. Menurut Henry Chambell Black, hal tersebut dirumuskan ke dalam dua pengertian, yaitu:

When applied to public functionaries, discretion means a power or right conferred upon them by the law of acting officially in certain circumtances, according to the dictates of their own judgement and conscience, uncontrolled by the judgement or conscience of others. As applied to public officers means power to act in an official capacity in a manner which appears to be just and proper under the circumtance.

Dengan beberapa variasi perubahan yang menekankan pada penting-nya aspek hukum di dalam pouvoir discretionnaire, berikut ini dikemukakan beberapa rumusan pengertian dari pakar ilmu hukum administrasi negara.

26 Ibid., hlm. 107.

Page 104: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 107

1. Amrah Muslimin Sebagai salah satu manifestasi delegasi dalam bentuk undang-undang

yang meletakkan kerangka dan batas-batas tertentu (kaderwet atau raamwetten) kepada pemerintah, Amrah Muslimin berpendapat bahwa diskresi adalah kebebasan kebijaksanaan.

2. Thomas J. Aaron Di dalam bukunya yang berjudul The Control of Policy Discrettion, Thomas

J. Aaron mendefinisikan diskresi: “... is a power or authority confered by the law to act on the basic of judgement or conscience, and it use more an idea of morals than law”.

3. Prajudi Atmosudirdjo Dengan penekanan argumentasi bahwa administrasi negara tidak boleh

menolak mengambil keputusan hanya karena tak ada peraturannya. Pra-judi Atmosudirdjo mengartikan diskresi sebagai: “... kebebasan bertindak atau mengambil keputusan daripada para pejabat administrasi negara yang berwenang dan berwajib menurut pendapatnya sendiri”.

4. Stanley de Smith Diskresi (discretion) menurut Stanley de Smith dimaksudkan sebagai: “...,

implies power to choose between alternative courses of action”.

5. Sjachran Basah Diskresi menurut Sjachran Basah adalah “kebebasan bertindak dalam

batas-batas tertentu” ataupun juga merupakan “..., keleluasaan dalam menentukan kebijakan-kebijakan, walaupun demikian sikap tindaknya itu haruslah dipertanggungjawabkan, baik secara moral maupun hukum”.

Dari berbagai rumusan pengertian yang dikemukakan oleh para pakar ilmu hukum administrasi negara tersebut, dapat kiranya diperoleh beberapa hal penting mengenai pouvoir discretionnaire, yaitu:

1. merupakan salah satu bentuk kekuasaan;

2. bersumber pada ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang sah;

3. diterapkan dalam dan untuk mencapai tujuan tertentu pada penyeleng-garaan fungsi-fungsi keadministrasian negara;

Page 105: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)108

4. tindak pelaksanaannya lebih dilandasi oleh pertimbangan moral daripada hukum; serta

5. tindakan dan akibatnya harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum.

Baik freies ermessen maupun pouvoir discretionnaire merupakan istilah yang sepadan, yang artinya menurut kebijaksanaan dan sebagai kata sifat berarti menurut wewenang atau kekuasaan. Pengaruh kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang pada tahap pengambilan keputusan seperti pada aliran aktivitas berikut.27

Keterangan:

Pengaruh kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang pada tahap pengambilan keputusan sebagaimana bagan di atas: Pada kotak I dimulai dengan peraturan perundang-undangan yang masih bersifat abstrak dan umum, sebab dalam peraturan perundang-undangan tidak terkait dengan nama seseorang, misalnya : ”barangsiapa ...” atau bagi mereka yang ... diwajibkan ... dan seterusnya”. Untuk mencapai kotak kedua pada pemerintahan sebagai aparat pengambil keputusan dengan kewenangan diskresioner pada kotak II.

Pada panah B sebagai proses menghasilkan keputusan atau penetapan yang bersifat tertulis, konkret, individual, dan final. Namun keputusan yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi dua macam keputusan, yaitu keputusan

27 Ahmad Gunaryo, op.cit., hlm. 109.

IPeraturan

perundang-undangan

yang abstrak umum

ADilaksanakan

oleh

BMenghasilkan

keputusan, penetapan,

tertulis, konkret, individual, final

IIPemerintah

sebagai aparat

pengambil keputusan

dengan kewenangan diskresioner

III

Ultra vires

Ultra vires

CFilter tidak ada

Di. Asas legalitasii. AAUPL

IVMerugikan

kepentingan umum

VSerasi dengan

kepentingan umum

Di sini terbuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang

Page 106: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 109

yang ultra vires dan keputusan intra vires. Hasil keputusan yang ultra vires adalah karena prasyarat yang ditentukan berupa penyaring (filter) kurang lengkap, panah C, menghasilkan kerugian kepentingan umum (kotak IV).

Kembali pada kotak III yang ultra vires melalui filter D, yaitu (i) asas legalitas dan (ii) asas-asas umum tentang pemerintahan yang baik atau asas-asas umum pemerintahan yang layak (AAUPB atau AAUPL), menghasilkan keputusan yang serasi dengan kepentingan umum.

Pada kotak II dan panah B terbuka peluang bagi penyalahgunaan ke kuasaan atau wewenang pada para pembuat keputusan karena pada kedua tahap ini undang-undang diimplementasikan ke dalam keputusan yang tertulis, konkret, individual, dan final.

Implementasi dari undang-undang yang abstrak dan umum ke dalam keputus-an yang tertulis, konkret, individual, dan final memerlukan diskresi/kewenangan diskresioner, karena diskresi adalah hak yang dimiliki oleh aparat pembuat kepu-tusan untuk mengambil keputusan berdasarkan keputusannya sendiri.

Doktrin Ultra Vires

Doktrin ultra vires merupakan tolak ukur penyalahgunaan kekuasaan dari Inggris (negara-negara Anglo Saxon). Dalam bukunya David Foulkes Admi-nistrative Law, memulai dengan kekuasaan administratif adalah berdasarkan undang-undang, mereka menerima kehadirannya sebagai aparat pemerintah, beserta pembatasan-pembatasan dalam penggunaan kewenangannya ditentu-kan oleh Act of Parliament. Jadi seseorang atau badan yang bertindak di bawah kekuasaan yang berdasarkan undang-undang (statutory powers) hanya dapat melakukan sesuatu yang diizinkan oleh undang-undang, dan tidak membuat atau melakukan hal-hal yang dilarang untuk mengerjakannya, ini dikenal den-melakukan hal-hal yang dilarang untuk mengerjakannya, ini dikenal den-gan doktrin ultra vires.

Doktrin ini dilaksanakan di pengadilan, yang memegang posisi yang penting serta mempengaruhi untuk menentukan lingkup dan validitas dari pelaksanaan kekuasaan-kekuasaan administratif. Ini adalah bagi pengadilan-pengadilan bukan bagi badan-badan yang aktivitasnya ada dalam masalah. Peranan para pengacara atau ahli hukum adalah untuk mengingatkan batas-

Page 107: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)110

batas yang ditentukan oleh doktrin, serta memberi nasihat bagaimana cara untuk dapat memenuhinya. Ia merupakan ”ahli geografi dalam lingkup kebijakan”, pemetaan ke luar di mana penguasa dapat atau tidak dapat pergi”, pengadilan memberikan perintah otoritasnya pada akurasi dari peta tadi. Doktrin ultra vires ini memiliki tujuh batas, yaitu sebagai berikut.

1. Inti dari doktrin ultra vires adalah suatu badan yang melakukan sesuatu di bawah kekuatan undang-undang hanya dapat melakukan hal-hal yang dikuasakan (dibolehkan) untuk melakukannya. Suatu perbuatan akan menjadi ultra vires jika seseorang melakukan hal yang memiliki kekuasa-an undang-undang untuk melakukannya. Jadi, dapat disebabkan karena tidak ada kekuasaan untuk melakukannya atau karena cara penggunaan kekuasaan itu.

2. Penguasa administrasi itu melakukan fungsi yang ditentukan oleh undang-undang di dalam hierarki dari kekuasaan itu. Jadi, setiap undang-undang yang dilimpahkan atau wajib dilakukan berdasarkan peraturan tertentu, jadi harus terlihat dalam peraturan perundang-undangan, tapi bukan berlawanan dengan peraturan tersebut.

3. Penetapan doktrin. Apabila kekuasaan yang berdasarkan undang-undang untuk mengatur suatu aktivitas ”boleh atau tidak boleh” memberikan hak untuk melarang aktivitas yang sedang menjadi masalah.

4. Peraturan insidental yang adil (fair). Dalam doktrin ultra vires dikatakan bahwa sebaiknya untuk beralasan dan tidak dipahami sebagai tak beralasan dan diterapkan, serta apapun dapat dianggap sebagai insidental atau kon-sekuensial atau hal-hal tersebut yang telah diberi kuasa tidak sah (kecuali dilarang secara tegas) dilakukan, oleh konstruksi yuridis merupakan ultra vires.

5. Ultra vires karena penghapusan (omissien). Ultra vires terjadi di mana berkaitan dengan suatu masalah yang tidak dikuasakan berdasarkan undang-undang untuk melaksanakannya, atau tidak berkaitan dengan suatu masalah yang diwajibkan untuk melakukannya.

6. Beberapa presumsi. Sudah menjadi jelas bahwa interpretasi yang ditem-patkan oleh pengadilan-pengadilan dari kata-kata dalam suatu undang-undang mungkin akan sangat penting terhadap validitasnya dari suatu

Page 108: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 111

undang-undang tentang administrasi yang dibuat di dalam kekuasaan undang-undang. Apabila kata-kata dari undang-undang itu memberi-kan ruangan bagi manuver dalam interpretasinya, sikap hakim terhadap watak kekuasaan yang dimasalahkan dan fungsi dari pelaksanaan badan akan mempengaruhi hasilnya.

Wajar untuk dikatakan bahwa ada suatu asas yang terkenal bahwa un-dang-undang yang melampaui batas atas hak-hak dari subjek, apakah sebagai anggapan seseorang atau properti, merupakan subjek terhadap suatu konstruksi yang ”tegas”. Kebanyakan undang-undang dapat diperli-hatkan untuk melampaui batas semacam itu dalam beberapa bentuk atau yang lainnya, dan asas-asas umum berarti tidak lebih dari itu, di mana pemasukan dari beberapa penetapan adalah tidak konklusif atau mem-punyai dua arti, pengadilan dapat membiarkan hak-hak perdata dalam keadaan tak terganggu.

7. Ultra vires dengan penguasa daerah. Efek dari pengaturan ultra vires pada penguasa daerah telah banyak diperdebatkan. Komisi pada Pengelolaan Pemerintah Daerah (1967 di Inggris) berpikir bahwa doktrin mempunyai akibat mengganggu atau merusak pemerintahan daerah, karena keduduk-an yang rendah dari legislatif yang memerintah kekuasaan daerah dalam kegiatannya.

Sifat yang spesifik dari badan legislatif daerah mencegah keberanian ber-usaha, kendala bagi pembangunan, merampas pelayanan masyarakat dengan kekuasaan daerah mungkin berubah dan menganjurkan pandangan yang ketat oleh pemerintah pusat. Komisi merekomendasikan bahwa penguasa daerah sebaiknya memiliki ”kompetensi umum”, artinya suatu kekuasaan umum untuk melakukan sesuatu bagi kebaikan masyarakat.

E. PENYALAHGUNAAN KEKUASAAN

Korupsi dan kekuasaan saling berhubungan dan berkorelasi. Ini tidak hanya terjadi di negara Indonesia, namun di berbagai negara di belahan dunia se-perti itu adanya. Kekuasaan adalah alat untuk mempengaruhi seseorang. Se-makin besar kekuasaan, maka akan semakin besar ambisi untuk memperbesar pengaruh.

Page 109: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)112

Pemegang kekuasaan biasanya “ketagihan” untuk tetap berkuasa dan tidak mau melepaskan kekuasaan yang telah dipegangnya. Untuk mempertahankan kekuasaannya, penguasa biasanya memperkuat basis pendukung yang diukur dengan kadar loyalitas para kroni. Bentuk dukungan bisa berupa massa berkekuatan fisik, dukungan ekonomi atau money politics, dukungan pemikiran strategi dan teknik mempertahankan kekuasaan, dukungan spiritual, atau dukungan hukum. Bagi yang tidak loyal kepada penguasa korup, baik itu individu maupun kelompok, si penguasa akan membuat batas pembeda dengan cara membuat stigma politik, menjatuhkan persona non grata, atau menjebloskan ke penjara dengan mempergunakan rekayasa peradilan sesat. Dalam arti pula penguasa yang korup, biasanya mempermainkan kuasa dengan cara membuat orang atau kelompok yang tidak disenangi karena bersikap kritis, berbeda pendapat atau dianggap menentang, dibuat dalam posisi merasa bersalah, merasa malu, terkucil, terintimidasi, terteror, terbujuk (terangkul). Kekuasaan (politik) yang korup berimplikasi terhadap timbulnya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan munculnya sikap asal bapak senang (ABS) serta tingkah laku hipokrit.28

Dari sikap ABS dalam kekuasaan pemerintahan yang korup, akan muncul jual beli proteksi, artinya seseorang atau kelompok baru akan merasa aman secara politik atau ekonomi, kalau dekat dengan lingkaran kekuasaan. Hubungan transaksional antara penjual jasa proteksi kekuasaan dengan pengusaha pelaku ekonomi yang tidak percaya diri biasanya berlangsung secara rahasia, tidak transparan dan bersifat tacid agreement atau tahu sama tahu. Adanya hubungan-hubungan tahu sama tahu (TST) dan kolusi antara pemegang amanat rakyat atau pejabat pelayanan publik dengan pengusaha yang asosial, akan menimbulkan kondisi ketidakadilan (ekonomi, politik, hukum) dalam realita sosial kehidupan masyarakat.29

Pada dasarnya, korupsi terjadi lantaran seseorang memperoleh kekuasaan alihan untuk melakukan tindakan-tindakan yang menentukan arah kebijakan organisasi atau menentukan hajat hidup orang lain, baik sebagai pribadi

28 Artidjo Alkostar, op.cit., hlm. 95 dan 96.29 Ibid., hlm. 96.

Page 110: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 113

maupun sebagai kelompok. Seorang manajer badan usaha negara dapat melakukan korupsi karena dia mempunyai kekuasaan untuk menentukan kebijakan-kebijakan dalam badan usaha, menentukan alokasi labanya, dan hal-hal lain yang menyangkut badan usaha tersebut. Seorang bendaharawan dapat melakukan korupsi karena ia memperoleh hak untuk menyimpan dana dan melakukan administrasi keuangan negara. Seorang akuntan publik dapat melakukan korupsi karena ia memperoleh wewenang untuk melaksanakan perhitungan keuangan sesuai dengan profesi yang dikuasainya. Di tangan orang-orang yang tidak memiliki landasan moral, kekuasaan dan kewenangan seperti itu merupakan alat utama untuk melakukan korupsi.30

Hubungan antara kesempatan untuk korup dengan peringkat jabatan atau kekuasaan yang dimiliki dan tingkatan ekonomis bertautan erat sekali, sehingga jauh dari kemungkinan untuk berbuat korupsi jutaan rupiah apabila kedudukan pangkat seorang pegawai hanyalah pengantar surat, juru ketik, atau seorang pemborong sederhana yang tidak berkemampuan secara ekonomis dan politis untuk melakukan perbuatan suap-menyuap. Namun, bagi orang yang mempunyai kedudukan atau pangkat yang tinggi, peluang untuk berbuat korup lebih leluasa dan jalan yang mau ditempuh tanpa harus membayar pelindung. Orang yang tingkat ekonominya tinggi, akan lebih mudah membayar suap atau mengongkosi pelindung sebagai pengaman perbuatan korup yang dilakukannya. Orang yang memiliki proteksi politik akan lebih leluasa melakukan korupsi.31

Jadi kekuasaanlah yang sesungguhnya mendorong atau membuka peluang bagi munculnya tindakan korup. Orang yang tidak memiliki kekuasaan tidak akan pernah bertindak korup. Ungkapan Lord Acton sebagaimana disebutkan power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely, kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang mutlak akan korup secara mutlak pula, seolah-olah hendak mengatakan bahwa setiap kekuasaan akan menghasilkan tindakan korup, bahwa setiap orang yang memperoleh hak untuk mengambil keputusan yang menyangkut orang lain akan selalu menyalahkan keputusan

30 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. 302.31 Artidjo Alkostar, loc.cit., hlm. 74.

Page 111: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)114

itu buat kepentingannya sendiri. Akan tetapi, dalam kenyataan dapat dilihat bahwa tidak setiap kekuasaan menghasilkan perilaku korup, masih jauh lebih banyak orang yang menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk kemaslahatan orang lain. Bagaimanapun buruknya suatu lingkungan sosial yang penuh dengan tipu muslihat dan penyelewengan kekuasaan, masih akan selalu ada orang-orang yang bertindak berlandaskan hati nuraninya, orang-orang yang melihat kekuasaan sebagai sarana untuk berbuat kebajikan dengan cara-cara yang baik, orang-orang yang melihat tugas-tugas kenegaraan bukan sebagai hubungan antara penguasa dan budak, melainkan sebagai kewajiban antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya.32

Adanya korupsi ini dikarenakan karena lemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan umum dan tanggung jawab sosial yang dikesampingkan dengan mengejar status yang diukur dengan pemilikan harta benda untuk mendapat-kan tempat utama dalam etika pribadi sebagian besar orang. Selain itu, juga tidak adanya transparansi dan tanggung gugat dalam sistem integritas publik. Di banyak negara, tidak hanya di Indonesia, ada pendapat yang makin meluas dalam masyarakat bahwa pelayanan publik semakin buruk, banyak unsur pe-layananan publik yang korup. Masyarakat luas melihat para pejabat tampak-nya hanya melihat diri mereka sendiri, sebagai orang yang bertugas melayani ambisi-ambisi politik para pejabat yang lebih tinggi dengan harapan dapat naik pangkat nantinya.33

Sebagaimana diketahui, secara umum, korupsi didefinisikan sebagai pe-nyalahgunaan kekuasaan kepercayaan untuk keuntungan pribadi. Namun, korupsi dapat pula dilihat sebagai perilaku tidak mematuhi prinsip “memper-tahankan jarak”, artinya dalam pengambilan keputusan di bidang ekonomi, apakah ini dilakukan oleh perorangan di sektor swasta oleh pejabat publik, hubungan pribadi atau keluarga tidak memainkan peranan. Korupsi dalam perspektif hukum administrasi negara ini mencakup perbuatan menyimpang yang dilakukan oleh pemerintah berkaitan dengan kedudukan, tugas, dan fungsinya sebagai administrator negara.

32 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. 304.33 Jeremy Pope, op.cit., hlm. 8.

Page 112: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 115

Korupsi dalam perspektif hukum administrasi ini terfokus pada kegiatan-kegiatan perorangan yang memegang kontrol dalam kedudukannya sebagai pejabat publik, sebagai pembuat kebijakan atau sebagai pegawai birokrasi pemerintah atas berbagai kegiatan atau keputusan. Sebagaimana tugas admi-nistrator negara adalah menjalankan tugas administrasi melalui pengambilan keputusan-keputusan administratif (administratieve beschikking) yang bersifat individual, kasual, faktual, teknis penyelenggaraan, dan tindakan-tindakan administratif yang bersifat organisasional, manajerial, informasional (tata usaha) atau operasional.

Jeremy Pope menyebutkan, bahwa ada dua kategori yang sangat berbeda mengenai korupsi administrasi, yakni sebagai berikut.

1. Korupsi yang terjadi dalam situasi, misalnya jasa atau kontrak “sesuai peraturan yang berlaku”. Dalam situasi ini, seorang pejabat mendapat keuntungan pribadi secara ilegal karena melakukan sesuatu yang memang sudah kewajibannya untuk melaksanakan sesuai dengan undang-undang.

2. Korupsi yang terjadi dalam situasi transaksi berlangsung secara “melang-gar peraturan yang berlaku”. Dalam situasi ini, suap diberikan untuk men-dapatkan pelayanan dari pejabat yang menurut undang-undang dilarang memberikan pelayanan bersangkutan.

Korupsi “sesuai peraturan yang berlaku” dan korupsi “melanggar peraturan yang berlaku” dapat terjadi pada semua tingkat hirarki pemerintahan dan berkisar dari sisi jumlah dan dampak pada “korupsi akbar” hingga “korupsi kecil-kecilan”.

Korupsi itu merusak, dan alasannya sederhana saja, yakni karena kepu-tusan-keputusan penting diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan pribadi, tanpa memperhitungkan akibat-akibatnya bagi publik.

Dieter Frisch, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Komisi Eropa, mengatakan bahwa korupsi memperbesar pengeluaran untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu negara (dan memperbesar biaya cicilan utang di masa datang), menurunkan standar, karena barang yang diserahkan adalah barang dengan mutu di bawah standar dan teknologi yang tidak cocok atau tidak perlu, dan menyebabkan proyek-proyek dipilih berdasarkan modal (karena ini

Page 113: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)116

lebih menguntungkan bagi pelaku korupsi), bukan berdasarkan kemampuan menyerap tenaga kerja yang bermanfaat bagi pembangunan. Pada akhirnya korupsi ini akan menggoyahkan landasan keabsahan pemerintah, dan pada akhirnya menggoyahkan keabsahan negara.34

Sebuah survei dilakukan oleh cabang Transparency International, yang dilakukan pada tahun 1995, menunjukkan bahwa korupsi di sektor publik sama bentuknya dan berjangkit di bidang-bidang yang sama pula, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Bidang-bidang kegiatan pemerintahan yang paling mudah dijangkiti korupsi adalah:

1. pengadaan barang dan jasa publik;

2. penetapan batas-batas tanah;

3. pengumpulan pemasukan;

4. pengangkatan pegawai pemerintah (PNS);

5. tata pemerintahan setempat.

Cara-cara yang digunakan pun sama, yakni:

1. kronisme (perkoncoan), koneksi, anggota keluarga dan sanak keluarga;

2. korupsi politik melalui sumbangan dana untuk kampanye politik dan sebagainya;

3. uang komisi bagi kontrak pemerintah (dan subkontrak jasa konsultan);

4. berbagai ragam penggelapan.

Perbuatan korupsi oleh para pejabat publik menimbulkan kerugian bagi perekonomian negara. Segala rencana dan pelaksanaan keputusan pemerintah dalam bidang perekonomian maupun keuangan akan terhalang, sehingga timbullah manipulasi-manipulasi karena terbukanya kesempatan untuk mela-kukan korupsi.

Administrasi negara akan kacau, manakala korupsi tidak dapat ditang-gulangi. Sebagai perbuatan pidana atau secara yuridis perbuatan korupsi jelas-jelas melawan hukum, korupsi dapat menimbulkan efek-efek yang sifatnya di luar perencanaan dan di luar aturan hukum, termasuk yang menyangkut tata

34 Ibid., hlm. 9.

Page 114: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 117

tertib administratif. Misalnya dalam suatu departemen, direktorat, atau jawatan se perti pegadaian, bea cukai, bank, dan sebagainya. Apabila sebagian dari anggaran atau dana pemasukan dari direktorat atau jawatan itu diselewengkan atau dikorupsi oleh salah satu atau beberapa orang pejabatnya, maka semua perencanaan, pemasukan, atau pengeluaran dalam arti pengaturan secara administratif akan kacau balau.35

Di dalam sektor publik (termasuk politisi dan pejabat yang dipilih dan pejabat yang diangkat) di berbagai negara, sering terjadi kegiatan-kegiatan sebagai berikut.36

1. Menjual wewenangnya untuk mengambil keputusan. Sebagai contoh di New South Wales, di mana Menteri Urusan Kepenjaraan terbukti bersalah dan dimasukkan ke dalam penjara karena telah menjual izin keluar penjara sebelum hukuman selesai dijalankan pada para pengedar madat. Di Indonesia, misalnya pejabat di Lembaga Pemasyarakatan memberikan kemudahan bagi narapidana untuk “membangun ruang pribadi” bagi yang mampu memberikan uang bagi pejabat tersebut.

2. Pejabat mendapat persentase tertentu dari kontrak pemerintah dan uang komisi ini kemudian disimpan di bank-bank asing.

3. Pejabat mendapatkan “pelayanan” yang berlebihan dari kontraktor dan keuntungan lainnya untuk diri pejabat dan keluarganya dalam berbagai bentuk, misalnya beasiswa untuk pendidikan anak-anaknya di universitas luar negeri.

4. Pejabat mengantongi sendiri kontrak pemerintah, melalui perusahaan bayangan dan “mitranya” atau bahkan secara terang-terangan kepada dirinya sendiri sebagai “konsultan”.

5. Pejabat sengaja melakukan perjalanan ke luar negeri agar dapat mengan-tongi tunjangan per diem yang besarnya ditentukannya sendiri (biasanya sangat besar), hura-hura dengan alasan untuk studi banding ke luar ne-geri atau dinas luar.

35 Artidjo Alkostar, op.cit., hlm. 77.36 Ibid., hlm. 33–35.

Page 115: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)118

6. Partai politik menggunakan kemungkinan mendapat kekuasaan atau me-lanjutkan kekuasaan yang ada untuk mengeruk uang sebanyak-banyak-nya dari perusahaan-perusahaan internasional, terutama dengan imbalan perusahaan-perusahaan itu mendapat kontrak-kontrak pemerintah (yang diselubungi dengan istilah “sumbangan untuk badan amal” atau “rumah sakit”). Misalnya di Kenya pada waktu pemerintahan Kenyatta, lembaga yang digunakan adalah Rumah Sakit Angkatan Perang Gatundu, yang ditetapkan sebagai “penerima sumbangan untuk amal” oleh semua pihak yang ingin melakukan transaksi dengan pemerintah. Seandainya benar-benar menjadi tujuan akhir dari semua dana ini, rumah sakit itu sebe-narnya dapat menjadi rumah sakit praktik yang penting, dan bukannya rumah sakit sederhana yang terletak di wilayah suku bekas presiden itu.

7. Pejabat bea cukai melakukan pemerasan dengan mengancam akan me-ngenakan pada pembayar pajak atau importir pungutan tambahan, ke-cuali kalau dia diberi suap. Jika diberi suap, pajak yang harus dibayar akan berkurang banyak atau impor dibebaskan dari bea masuk. Misalnya, pemasukan Tanzania pada tahun 1994–1995 turun banyak sekali. Di Italia, yang kabarnya juga dijangkiti praktik pemerasan pembayar pa-jak, terutama perusahaan-perusahaan besar, menuduh “polisi keuangan” memeras mereka, meski sampai seberapa jauh mereka tidak bersedia membayar suap untuk mendapat potongan pajak ilegal, harus diuji di depan pengadilan.

8. Penegak hukum mengutip uang untuk kepentingannya sendiri dengan cara mengancam akan menjatuhkan sanksi pelanggaran peraturan lalu lintas, kecuali jika ia diberi uang (jumlahnya biasanya lebih rendah dari sanksi denda yang dijatuhkan pengadilan, jika perkara pelanggaran bersangkutan dibawa ke pengadilan).

9. Petugas pelayanan publik (misalnya surat izin mengemudi, surat izin ber-dagang, paspor) meminta uang imbalan untuk mempercepat penerbitan surat izin bersangkutan atau untuk mencegah kelambatan. Di Amerika Selatan, praktik ini sudah demikian melembaga, sehingga muncul seka-rang kelompok orang yang pekerjaanya “membantu” orang yang ingin berhubungan dengan departemen pemerintah.

Page 116: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 2 Kekuasaan dan Kewenangan 119

10. Kepala unit pelayanan publik meminta “bagian” dari bawahannya dan mengharuskan bawahannya untuk menaikkan uang setoran setiap minggu atau setiap bulan dan meneruskan uang yang masuk ke atasan. Misalnya, di kota Meksiko, ada praktik polisi lalu lintas yang bertugas di jalan raya dikenakan uang sewa bagi mobil patroli yang digunakannya, senjatanya dan tugasnya, di samping harus pula membayar uang sewa pada perwira-perwira polisi yang mengepalai bagian angkutan, bagian senjata, dan pengawasan.

11. “Unit fiktif” yang diciptakan untuk memperpanjang daftar gaji dan daftar pensiunan, atau untuk menciptakan lembaga-lembaga fiktif yang jika benar-benar ada berhak mendapatkan dana negara. Misalnya di Uganda ditemukan “sekolah-sekolah fiktif” dalam sebuah audit mendadak pada sebuah proyek pembangunan. Komisi Warioba menemukan banyak sekali “sekolah fiktif” di Tanzania. Bahkan Prancis tidak luput dari praktik semacam ini. Seorang perwira yang bertugas membayar gaji prajurit menciptakan unit-unit fiktif di dalam angkatan darat Prancis untuk memperkaya diri.

Korupsi kekuasaan dalam suatu negara, tidak lepas dari karakter sistem dan perilaku administrasi pemerintahan. Korupsi dalam perspektif Hukum Administrasi Negara ini berada di lingkup kekuasaan administrasi negara atau pejabat. Tidak heran apabila para pejabat negara memiliki jumlah harta ke-kayaan yang melebihi dari gaji per bulannya, yang mana mereka hanya duduk manis tanpa memperdulikan kepentingan rakyatnya.

Kekuasaan telah membutakan semua orang yang duduk di atasnya. Mereka melupakan siapa yang telah memilih dan berharap kepada mereka. Rakyat kecil yang menjadi korban. “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara”. Sudah sesuaikah hal tersebut dengan kondisi negara saat ini? Yang ada adalah “Pejabat, keluarga, dan kroninya dipelihara oleh negara dengan menggunakan uang rakyat”. Ternyata perebutan kekuasaan di pemerintahan memang mempunyai manfaat yang sangat besar, karena di situlah tempat penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan yang diberikan oleh rakyat demi memenuhi kepentingan dan ambisi pribadi.

Page 117: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)120

A. KEANGKUHAN BIROKRASI

Pemerintahan dengan segala perangkatnya sebagai pilar utama penyelenggara negara semakin dihadapkan kepada kompleksitas global. Peranannya harus mampu dan cermat serta proaktif mengakomodasi segala bentuk perubahan. Kondisi tersebut sangat memungkinkan karena aparatur berada pada posisi sebagai perumus dan penentu daya kebijakan, serta sebagai pelaksana dari segala peraturan, melalui hierarki yang lebih tinggi sampai kepada hierarki yang terendah.1

Dalam rangka menunjang distribusi kemakmuran yang merata, yang merupakan salah satu prasyarat bagi demokrasi, negara hendaknya juga memiliki sarana yang memadai untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan rakyat yang sebenarnya melalui pelayanan publik. Sarana itu biasa disebut sebagai birokrasi.

Birokrasi adalah istilah yang tidak asing di telinga masyarakat. Mendengar kata birokrasi mengingatkan pada urusan-urusan yang sangat menjengkel-kan berkenaan dengan pengisian formulir-formulir yang harus diisi berikut

1 Lijan Poltak Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik, Teori, Kebijakan, dan Imple-mentasi, Bumi Aksara, Jakarta, 2008, hlm. 34.

Wilayah Administrasi Rawan Korupsi

Bab 3

Page 118: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 121

persyaratan yang berbelit-belit, proses yang menghabiskan banyak waktu, dan bentuk-bentuk aturan yang secara formalitas harus ditempuh masyarakat apabila ingin memperoleh pelayanan publik.

Birokrasi merupakan sarana bagi pemerintah yang berkuasa untuk melaksanakan pelayanan publik sesuai dengan aspirasi masyarakat. Birokrasi mengacu kepada suatu kelompok manusia atau para pekerja yang menjalankan fungsi tertentu yang dianggap penting oleh masyarakat. Aparat birokrasi merupakan salah satu lembaga yang melalui kegiatannya untuk mencapai suatu tujuan, dan kegiatannya disebut administrasi yang dilaksanakan dalam sebuah organisasi raksasa yang disebut negara.2 Ciri-ciri dari kegiatan administrasi antara lain adalah spesialisasi tugas, hierarki otoritas, badan keterampilan, serta adanya peran khusus. Staf-staf dalam birokrasi dipilih berdasar kan sistem imbalan (merit system), sehingga mereka mampu menjadi pendukung efisiensi tugas-tugas pelayanan publik.

Dalam negara demokratis, birokrasi diharapkan dapat menjadi alat untuk menjembatani kebijakan-kebijakan administratif yang diambil oleh penguasa dengan aspirasi rakyat yang dalam hal ini hendaknya dipandang sebagai pihak yang mendelegasikan wewenang kepada penguasa itu sendiri. Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinasi secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang.

Sadar atau tidak, setiap warga negara selalu berhubungan dengan aktivitas birokrasi pemerintahan. Tidak henti-hentinya orang harus berurusan dengan birokrasi, sejak berada dalam kandungan sampai meninggal dunia. Dalam setiap sendi kehidupan, kalau seseorang tinggal di sebuah tempat dan melakukan interaksi sosial dengan orang lain serta merasakan hidup bernegara, keberadaan birokrasi pemerintahan menjadi suatu conditio sine quanon yang tak bisa ditawar-tawar lagi dan ia akan selalu menentukan aktivitas mereka.3

Begitu halnya yang terjadi di Indonesia. Sewaktu masih dalam kandungan, seorang bayi sudah diperiksakan ke Puskesmas yang tentunya memperoleh

2 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. 81 dan 82.3 Ibid., hlm. 155.

Page 119: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)122

subsidi dari pemerintah. Ketika lahir, bayi tersebut dirawat di rumah sakit (milik swasta maupun milik pemerintah) yang dokternya dididik atas biaya pemerintah, mungkin masuk ke SD, SMP, hingga ke perguruan tinggi negeri. Sementara pada saat berangkat dewasa, setiap orang membutuhkan KTP yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan melalui pengantar dari RT, RW, kelurah-an, hingga sampai kecamatan. Serta kegiatan lainnya, yang membutuhkan jasa pelayanan oleh pemerintah, misalnya jasa pelayanan air minum (PAM), listrik (PLN), atau mungkin perumahan (KPR), maupun telepon. Kemudian apabila seseorang meninggal dunia, dari pihak keluarga juga harus mengurus surat kematian dari kepala desa.

Dalam kehidupan kenegaraan modern, birokrasi semakin menjadi pe-rangkat sentral untuk memenuhi kepentingan masyarakat. Hal tersebut di-karenakan pada dasarnya landasan kekuasaan konstitusional dari birokrasi awalnya merupakan pendelegasian wewenang dari rakyat. Prosesnya adalah ketika rakyat memilih anggota legislatif, baik Majelis Permusyawaratan Rakyat maupun Dewan Perwakilan Rakyat, kemudian juga terbentuk lembaga-lem-baga lainnya yang bertujuan untuk menampung berbagai bentuk kepentingan (public interest).

Sementara itu, rakyat juga memilih seorang kepala negara untuk men-jalankan roda pemerintahan. Kepala negara (presiden atau perdana menteri) adalah individu yang diserahi kekuasaan tertinggi dalam mengendalikan kebi-jakan-kebijakan negara. Di samping harus mengambil keputusan-keputusan politis, kepala negara juga harus mengambil keputusan-keputusan adminis-tratif.4

Kepala negara sebagai perangkat eksekutif diberi hak untuk menyusun satuan-satuan organisasi negara yang lebih kecil beserta jajaran pelaksanaannya. Departemen-departemen eksekutif itu dijalankan oleh para administrator, sejak dari menteri, direktur jenderal, direktur, gubernur, bupati, kepala biro, hingga kepala bagian, baik yang bersifat sektoral maupun regional.

Birokrasi memiliki sistem pertanggungjawaban hierarkis yang bermuara pada lembaga-lembaga perwakilan rakyat. Sementara itu, untuk melaksanakan

4 Ibid., hlm. 91.

Page 120: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 123

tugas-tugasnya, aparat birokrasi diberi kekuasaan bertindak sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada. Guna mengemban misi administratif, para birokrat memperoleh kebebasan untuk bertindak atau mengambil keputusan. Akan tetapi, harus diingat bahwa sumber dari keleluasaan tindakan (discretion) itu adalah rakyat, sehingga wibawa birokrat hanya akan bisa dijamin sejauh ia memperhatikan kepentingan rakyat.

Dilihat dari perjalanan tumbuhnya birokrasi, pada dasarnya birokrasi bukan suatu fenomena yang baru, karena sudah sejak ribuan tahun yang lalu walaupun bentuknya yang masih sangat sederhana, karena kebutuhan masyarakat yang harus dipuaskan pada saat itu pun masih sangat sederhana. Hal ini bisa dilihat pada masa peradaban Mesir Kuno, Tiongkok Kuno, Romawi Kuno, Yunani Kuno, dan sebagainya, di mana bentuk organisasi birokrasi, administrasi pajak, supervisi pekerjaan-pekerjaan umum sistem penempatan pegawai pada jabatan publik telah dilakukan pada masa lampau. Salah satu contoh yang bisa dilihat bahwa birokrasi pada masa peradaban Mesir Kuno (Fir’aun), di mana pada masa tersebut sudah dilakukan pengaturan air secara publik, kolektif, dan teratur oleh negara, karena berhubungan dengan faktor ekonomi dengan memanfaatkan sungai Nil. Namun, pola birokrasi yang dijalankan pada masa kini bukan untuk kepentingan rakyat banyak tetapi untuk kepentingan raja (Fir’aun) dan keluarganya, dan pola hubungan raja dan rakyatnya adalah raja (Fir’aun) menempatkan dan menganggap dirinya dewa, maka pengabdian kepadanya diidentikkan dengan pengabdian kepada dewa. Hal ini tercermin dari sistem administrasi Mesir Kuno yang dikodifikasikan, dikoordinasikan, dan dirancang untuk bergerak dengan mekanisme tertentu, dibangun untuk suatu tujuan tertentu, tidak ada satu pun kebijaksanaan yang dapat ditoleransi, serta dijalankan atas kekuatan dan paksaan.5

Fenomena birokrasi di Indonesia telah lama muncul sejak masa pra kolo-nial yang secara periodik terus berkembang membentuk nilai-nilai kehidupan birokratisasi khas Indonesia. Lijan Poltak Sinambela membagi perkembangan birokrasi Indonesia ke dalam tiga zaman berikut.6

5 Lijan Poltak Sinambela, op.cit., hlm. 53 dan 54.6 Ibid., hlm. 72–90.

Page 121: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)124

1. Masa Pra Kolonial

Masa para kolonial yang menonjol adalah pada masa Kerajaan Mataram sebelum abad ke-18 karena pada masa ini, kekuasaan birokrasi lebih menonjol dibandingkan dengan kerajaan lain. Raja Mataram ini memiliki kekuasaan yang tak terbatas, seperti raja-raja Jawa sebelumnya. Raja merupakan pusat mikrokosmos dan duduk di puncak hierarki status, yang dalam kedudukannya menjadi penghubung (mediator) antara manusia dengan Tuhan, karena kedudukan ini maka pemerintahan raja dan semua keputusan tak dapat dibantah dan ia memiliki kekuasaan tak terbatas.

Kekuasaan raja pada umumnya mengandung makna magis dan apa yang dilakukannya merupakan legitimasi atas otoritasnya. Namun di balik tidak terbatasnya kekuasaan, pada praktiknya raja tidak dapat memerintah sendiri. Ia memerlukan alat yang dapat menjadi penghubung dengan rakyat yang ia pilih dan dapat dipercaya. Alat ini dapat disebut dengan birokrasi paling awal, kendatipun terdiri atas para pangeran dan orang-orang terpercaya yang diangkat dan diberi gelar berbau magis sesuai dengan kedudukannya (pangkat dan jabatan), misalnya pangeran mahkota diberi gelar Mangkubumi, panglima perang Kusumoyudo, panglima rendahan Prawironegoro atau Yudonegoro, pejabat administrasi (juru tulis raja) Sosronegoro, dan lain-lain. Gelar-gelar ini menunjukkan legitimasi raja yang ditujukan melalui pengangkatan para pembantunya untuk merealisir kekuasaannya, karena ia sendiri tidak dapat meminta secara langsung kepada rakyat.

Dalam menjadikan para pejabat ini alat-alat kerajaan, maka kekuasaan juga didelegasikan sesuai dengan gelar-gelar yang diberikan. Namun pendele-gasian kekuasaan ini tidaklah sama dengan bentuk birokrasi modern, karena di sini raja tetap melakukan kontrol yang ketat. Cara yang lebih konkret atas kontrol ini ialah dengan menahan atau menempatkan para pejabat ini dalam lingkungan keraton atau tidak jauh dari keraton. Terkadang juga dilakukan dengan menarik anggota keluarganya, terutama anak dalam lingkungan kera-ton dengan dalih untuk dididik atau dijadikan menantu raja atau akan dijadi-kan pejabat baru, yang semuanya sebenarnya untuk menjamin loyalitas ayah mereka.

Page 122: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 125

Struktur masyarakat Jawa ketika itu, secara sosiologis, terbagi ke dalam dua lapisan, yaitu golongan priyayi dan wong cilik (rakyat jelata). Struktur golongan priyayi terdiri atas para pejabat tinggi pusat, mulai dari keluarga raja (pangeran), panglima perang (militer), penasihat raja (patih), kemudian pejabat- pejabat di bawahnya seperti juru tulis (pejabat administrasi), abdi dalem, para punggawa (hulubalang istana) dan para bangsawan yang diberi hak istimewa, dan pejabat daerah mulai dari adipati atau bupati, kuwu (kepala daerah), demang (kepala desa), bekel (kepala kampung), dan lain-lain. Sementara itu wong cilik adalah rakyat jelata yang tidak memiliki kekuasaan apa-apa, seperti petani, pedagang, tukang, orang biasa, dan lain-lain.

Hubungan antara golongan priyayi dan wong cilik ini adalah patron client, artinya golongan priyayi bertindak sebagai majikan yang mempunyai hak-hak istimewa, sementara wong cilik adalah kawula yang harus melayani mereka. Keistimewaan golongan priyayi ditunjukkan umpamanya, dengan penguasaan atas cacah (keluarga petani) oleh pejabat daerah sebagai kesatuan pajak (pemberi upeti dan kerja bakti) dan kesatuan militer (wajib ikut tuan mereka dalam peperangan). Pejabat daerah itu selanjutnya setor upeti atau mengirimkan kekuatan militernya kepada raja melalui pejabat pusat atau langsung, sebagai tanda pengabdiannya kepada tuan yang tertinggi.

Dari hubungan tersebut, maka pola hubungan birokrasi digolongkan sebagai patrimonial karena raja merupakan tuan tertinggi yang semua “kebijak-sanaannya” harus dipatuhi tanpa boleh ditentang oleh pejabatnya, dan antar-strata jabatan atas sampai terendah juga mengharuskan kepatuhan yang sama. Bentuk kepatuhan ini tampak diikat dengan hal-hal yang berbau magis dan cara sandera politik, kemudian mengharuskan mereka menunjukkan wujud pengabdiannya (loyalitas) dengan upeti dan pengikut.

Akhirnya, dapatlah dilihat bahwa dalam bentuk birokrasi paling awal ini kekuasan menjadi tema sentral dan para pejabat yang diangkat bukanlah digaji oleh raja melainkan diberi hak istimewa untuk mengeksploitasi sumber-sumber ekonomi, bahkan menurut laporan Belanda ke Amsterdam yang ditulis pada bulan Januari 1669 bahwa raja, pangeran, dan bangsawan tinggi juga merupakan pedagang.

Page 123: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)126

2. Masa Kolonial

Dalam waktu yang bersamaan, di tengah-tengah puncaknya budaya feodal dengan raja sebagai pusat kekuasaan, datanglah orang-orang Eropa yang mulai menerapkan cara-cara politik kolonial. Masa kolonial yang penting adalah masa penjajahan Belanda. Kolonialisme Belanda dimulai dengan munculnya VOC (Verenigde Oostindische Compagnie) pada tahun 1602, semacam organisasi atau perusahaan dagang Belanda di Timur Jauh yang diberi wewenang besar untuk mengeksploitasi wilayah dagang atas nama raja Belanda. Tujuan semula VOC hadir di Indonesia adalah berdagang akan tetapi berkembang menjadi menguasai wilayah. Sejak itulah kolonialisme Belanda berjalan.

Dalam menghadapi persaingan keras dengan saudagar Asia dan Eropa lainnya di Indonesia, VOC mulanya mengadakan hubungan persahabatan dengan raja Jawa dan pembesar pribumi. VOC tidak berusaha menentang nilai-nilai tradisi kerajaan Jawa, bahkan mempertahankannya sebagai cara un-tuk mendapatkan legitimasi atas kehadirannya. Jadi, lembaga-lembaga yang telah ada dimanfaatkan untuk mengumpulkan hasil-hasil bumi.

Setelah menguasai monopoli perdagangan, VOC dengan bertahap men-duduki kota-kota pelabuhan di pulau Jawa dengan cara penaklukan melalui bedil dan meriam. Sejak penaklukan itu, lahirlah ekonomi kolonial, yaitu sistem ekonomi yang lahir dari perkawinan antara ekonomi dan politik, dengan ciri utamanya gabungan antara perdagangan bebas, kuota, dan monopoli dengan tekanan bedil dan meriam.

Sukses VOC hampir selama dua abad dalam monopoli perdagangan dan penguasaan kota-kota pelabuhan di Jawa, mendorong kerajaan Belanda di awal abad ke-18 menempatkan seorang pejabatnya dengan diberi pangkat gubernur jenderal (gouvernor general), untuk memerintah di tanah taklukan atas nama raja Belanda. Tanah taklukan itu kemudian diberi nama Nederland Indische (Hindia Belanda) sebagai bagian dari kerajaan Belanda.

Birokrasi yang dibangun gubemur jenderal pada waktu itu hanyalah sebagai alat untuk memperluas daerah kekuasaan. Para pejabat Belanda hanya terdiri dari kaum militer, selebihnya merangkul para adipati dan bupati bahkan sampai kepada keluarga raja Jawa. Pola pemerintahan kolonial yang dipakai

Page 124: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 127

waktu itu bersifat tidak langsung, di mana pemerintahan dijalankan melalui perantaraan pejabat pribumi (golongan priyayi) yang dibujuk dengan uang dan kekayaan, terkadang dengan tekanan untuk menjalankan kekuasaan Belanda.Pertimbangan dipakainya pemerintahan tidak langsung (indirect ruler) adalah:

a. pada umumnya apabila golongan priyayi yang memerintah langsung ter-hadap rakyatnya akan lebih ditaati dibandingkan orang asing;

b. asas dagang yang dipegang teguh VOC menjadikannya untuk mencari alternatif yang paling mudah dan murah, yaitu mempekerjakan pejabat pribumi daripada harus mendatangkan orang-orang Belanda;

c. merupakan usaha membelokkan loyalitas para pejabat pribumi dari se-mula terhadap raja mereka kepada Belanda sebagai majikan baru melalui pemberian uang, kekayaan, dan kekuasaan baru, diharapkan dapat men-jadi kekuatan untuk mengimbangi kekuasaan raja Jawa.

Politik kolonial Belanda dengan memanfaatkan para pejabat pribumi (golongan priyayi) tampaknya berhasil. Golongan priyayi diangkat oleh Belanda sebagai pejabat pemerintah Belanda, sudah tentu baginya memberikan legi-timasi baru untuk memperkokoh pengaruh di kerajaan. Terlebih pengangkatan mereka ini tidak selalu atas dasar keturunan tetapi mengambil simbol-simbol status tradisional seperti kiayi, tumenggung, ngabehi, rangga, dan kentol masih dipakai sesuai dengan derajat masing-masing, sedangkan status kebangsawanan seperti pangeran dan raden dihindari dan dilarang.

Cara-cara yang dipakai Belanda ini melahirkan pola birokrasi kolonial paling awal yang cukup maju mentransformasikan model Barat di tengah model tradisional, tanpa menghapus total tatanan tradisi yang ada. Untuk memperkokoh kekuasaan kolonial sampai ke daerah pedalaman diangkat pejabat pribumi dari golongan priyayi (jabatannya bupati), diberi otoritas untuk tetap mengelola wilayah seperti semula, sementara itu untuk mengawasi mereka diangkat pejabat Belanda dengan mengambil model Barat dengan jabatan residen, asisten residen, dan controleur, yang hierarkinya bertanggung jawab kepada gubernur jenderal. Dengan demikian, secara bertahap penguasa lokal ini didorong bangkit menjadi kekuasaan tersendiri dan melepaskan diri dari penguasa tradisional (raja). Mereka inilah yang kemudian menjelma menjadi korps kepegawaian sipil pribumi dengan sebutan Pangreh Praja.

Page 125: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)128

Menguatnya tatanan baru berupa akumulasi kekuasaan tradisional men-jadi korps kepegawaian Belanda dan mapannya kekuasaan pejabat Belanda, mendorong gubernur jenderal membuat penggolongan dalam struktur biro-krasinya, sebagai berikut.

a. Untuk mengurus atau melayani masyarakat Belanda dan Eropa lainnya, penggolongan birokrasinya disebut Eropsche Bestuur.

b. Untuk mengurus atau melayani orang Arab dan Cina, penggolongan birokrasinya disebut Oosterlingen (Timur Asing).

c. Untuk mengurus atau melayani masyarakat pribumi (inlander), peng-golongan birokrasinya disebut Pangreh Praja.

Birokrasi kolonial semakin berjalan kuat dan mapan justru terjadi pada sekitar tahun 1830 dengan administrasi baru Gubernur Jenderal Van den Bosch dan program cultuurstelsel-nya. Pengolongan semakin diperketat, dan menurut J.H.A. Logemann, seorang ahli hukum Belanda, mengarah kepada ciri de absolute bureaucratie karena sifatnya yang sentralistis. Ciri ini semakin jelas setelah diterbitkannya Regerings Reglement 1854 yang menekankan konsep dekonsentrasi dalam pemerintahan kolonial. Pejabat diberikan kewenangan tetapi bertanggung jawab langsung kepada gubernur jenderal. Daerah-daerah administrasi yang lebih kecil (afdelingen) diciptakan sehingga jumlah pengawas Belanda juga ditingkatkan dengan tugas jabatan yang berlipat ganda. Kemudian yang lebih berarti adalah integrasi elite priyayi pribumi ke dalam dinas negara setempat yang baru, Binenlands Bestuur.

Sistem yang dicanangkan Gubernur Van den Bosch ini rupanya tidak lepas dari kritik di kalangan orang Belanda sendiri. Kritik pertama adalah tuntutan mengenai hak-hak orang Belanda, terutama dari kalangan pejabat Belanda atas ketidakbebasan mereka dalam menjalankan kekuasaan di atas wilayah tugasnya, sehingga diperlukan kewenangan yang lebih otonom (mandiri). Kritik kedua adalah sikap menentang orang-orang Belanda di negeri Belanda, dimotori Van Deventer, Henri Herbert van Kol, dan Baron W.K. van Dendem, atas program cultuurstelsel dengan tanam paksa dan dengan paham welfare staat lagi dan merugikan wibawa kerajaan Belanda, sehingga perlu program politik etis (politik balas budi) untuk menarik simpati.

Page 126: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 129

Akibat kritik itu, pada tahun 1903 lahirlah Undang-Undang Desentralisasi (Decentralisatie Wet 1903) yang dianggap bernapaskan demokratisasi penye-leng garaan pemerintahan kolonial. Menurut undang-undang ini, wilayah Hindia Belanda harus dibagi ke dalam daerah-daerah otonom dengan nama locale resorten. Oleh karena itu, pada tahun 1905–1908, di pulau Jawa jaringan locale resorten ini berbentuk gemeente (daerah kota) dan gewest (daerah karesidenan atau bukan kota) yang membawahi afdelingen (daerah-daerah kecil). Gemeente bersifat otonom (pemerintahan sendiri), sedangkan gewest bersifat administratif (di bawah pengawasan gubernur jenderal) dan semuanya tetap dijabat oleh orang Belanda. Adapun afdelingen dijabat oleh pribumi yang jabatannya setingkat bupati. Struktur birokrasinya tampak semakin diperinci lagi dan diatur dengan perundang-undangan yang ketat. Pejabat Belanda maupun pribumi ditetapkan lebih tegas menjadi pegawai dinas kolonial Belanda dan kepada mereka digaji sesuai dengan undang-undang. Periode ini oleh Logemann dinamakan de Legale Bureaucratie dan sesudah tahun 1918 dinamakan de Constitutionale Staat.

Birokrasi pemerintah kolonial setelah undang-undang desentralisasi ber-kembang rasional mendekati pengertian Weber. Ciri-ciri yang menonjol ada-lah sebagai berikut.

a. Organisasi pemerintahan disusun dari pusat ke daerah dengan undang-undang, seperti dibentuknya provinsi, gewestelijke (karesidenan), regent-schap (kabupaten), staadsgemeente (kotapraja atau kotamadya), districten (kawedanaan), dan onderdistricten (kecamatan). Pada masing -masing organisasi itu ditetapkan fungsi dan tugasnya secara rinci disertai wewe-nangnya, yang semuanya diatur oleh perundang-undangan.

b. Para pegawai dinas pemerintahan diangkat dan diberi gaji serta pensiun sesuai dengan hierarki jabatan. Sistem yang dipakai adalah kontrak, keahlian, loyalitas, dan tingkat pendidikan, bukan model dinasti seperti halnya pada sistem tradisional.

c. Para pejabat menempati pos jabatan berdasarkan pengangkatan, dan atas jabatan itu dipisahkan dengan pribadi (impersonal).

d. Dibentuk korps pegawai yang merupakan kesatuan pegawai dinas peme-rintah kolonial Belanda untuk melayani kepentingan pemerintah.

Page 127: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)130

3. Masa Kemerdekaan

Masa kolonial kemudian berakhir dan berganti dengan masa negara Republik Indonesia merdeka yang berdaulat, setelah berkumandang Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945. Perubahan bentuk negara dari semula wilayah jajahan Belanda menjadi Republik Merdeka, sudah barang tentu membawa perubahan pula pada birokrasi pemerintahan. Namun perkembangan dan pertumbuhan birokrasi di masa Indonesia merdeka rupanya memasuki fase yang panjang dengan karakteristik perubahan tidak seperti yang diduga. Menelusuri perkembangan birokrasi di masa merdeka terdapat empat periode, yaitu sebagai berikut.

a. Masa Awal Kemerdekaan (1945–1949)

Warisan kolonial setelah Proklamasi Indonesia merdeka adalah struktur organi-sasi birokrasi yang telah tertata baik, seperti provinsi, gementee (kota), gewest (karesidenan), kabupaten (afdelingen), dan seterusnya. Berikutnya adalah jum-lah pegawai yang cukup besar, termasuk anggota Angkatan Bersenjata Hindia Belanda (KNIL), yang jumlahnya sekitar 82.000 orang dengan keahlian gaya Belanda.

Munculnya maklumat pemerintah republik agar para pegawai tetap menduduki pos-posnya disambut dengan beragam sikap. Ada yang menyambut dengan spontan dan merebut kekuasaan di kantornya, ada yang ragu-ragu karena tidak tahu keadaan, ada yang takut karena Jepang, ada yang bersikap negatif dan menyatakan bahwa Indonesia tidak mungkin merdeka, dan sebagainya. Mungkin di sini terkait dengan belum normalnya pemerintahan republik, seperti masih terjadinya suasana revolusi fisik akibat perang dengan tentara Sekutu pada bulan Oktober 1945, agresi militer Belanda I tanggal 21 Juli 1947, pemberontakan PKI Madiun tanggal 18 September 1948, dan agresi militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948.

Selama awal kemerdekaan, birokrasi tidak berjalan normal dan banyak pegawai terpecah belah. Akan tetapi di masa ini, terjadi penambahan pegawai yang relatif besar, karena Belanda menambah pegawai pada daerah-daerah yang didudukinya sementara pemerintah republik juga melakukan hal serupa.

Page 128: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 131

Kualitas pegawai pun berbeda, yaitu para pegawai yang berada di pihak Belanda pada umumnya mempunyai kualitas tinggi, baik dari pendidikan maupun pengalamannya, sedangkan di pihak pemerintah republik pada umumnya kurang memiliki keahlian dan pengalaman. Kemudian karena masih dalam suasana revolusi, pemerintah republik tidak sekalipun mengubah organisasi birokrasi peninggalan Hindia Belanda, kecuali menambah dengan disertakannya Komite Nasional dalam mekanisme pemerintahan di daerah (KND). Namun yang terlihat di sana sini jalannya birokrasi sungguh belum normal terlebih pelayanannya karena tidak jelas siapa yang harus dilayani.

b. Masa Demokrasi Liberal (1950–1959)

Masa demokrasi liberal berawal dari imbas keluarnya Maklumat Pemerintah (Maklumat Wakil Presiden No. X) tanggal 3 November 1945 tentang pemben-tukan partai-partai politik yang berakibat munculnya banyak partai politik bak jamur di musim hujan, dan berlanjut dengan perubahan sistem pemerintahan presidensil ke parlementer tanggal 14 November 1945. Namun keberadaannya baru berkembang setelah hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) pada akhir ta-hun 1949 di Den Haag, yang mengubah negara kesatuan menjadi federal (RIS). Kemudian berubah kembali menjadi negara kesatuan di bawah UUDS 1950 pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan sistem pemerintahan tetap parlementer.

Pada masa demokrasi liberal (sistem pemerintahan parlementer), kabinet seringkali berganti dan tidak berumur panjang. Tercatat sejak sistem parle-menter ini diberlakukan tanggal 14 November 1945 sampai Dekrit Presiden 5 Juli 1959, terjadi kurang lebih 10 kali pergantian kabinet dengan rata-rata umurnya tidak lebih dari satu tahun. Dengan demikian masa demokrasi li-beral ini menampilkan dua karakteristik, pertama booming peran partai politik dalam kancah politik dan pemerintahan, akibat euforia politik demokrasi yang berlebihan dan kedua, pemerintahan negara tidak pernah stabil.

Birokrasi pada masa demokrasi liberal menjadi semakin terpuruk, tidak berjalan dan tertata lebih baik, bahkan menjadi ajang rebutan partai politik. Hampir semua pegawai berafiliasi kepada partai politik sehingga mereka pun terkotak-kotak. Juga pos-pos jabatan seringkali mewakili orientasi partai politik, bukan pemerintah apalagi keahlian dan karier, sehingga pergantian

Page 129: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)132

jabatan tidak lebih karena hasil perjuangan partai politik dalam menempatkan orang-orangnya. Namun, dalam situasi ini maka jumlah pegawai meningkat tajam akibat penetrasi partai-partai politik.

Akibat dari meningkatnya secara tajam jumlah pegawai adalah merosot-nya nilai gaji yang dibarengi pula dengan tekanan inflasi. Hal ini kemudian menimbulkan merajalelanya korupsi, salah satu ciri khas birokrasi yang tidak bertanggung jawab. Birokrasi pada masa ini mundur jauh dibanding masa kolonial dulu, karena menjadi tidak profesional, batas-batas legal rasional ka-bur, tidak bertanggung jawab, dan terkotak-kotak dalam aliansi politik partai serta amat korup. Demikianlah, meskipun bentuk struktur organisasi birokrasi peninggalan kolonial tidak berubah, namun mekanisme birokrasi pada masa ini sama sekali tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pelayanan birokrasi pun hanya kepada partai politik.

c. Masa Demokrasi Terpimpin /Orde Lama (1960–1965)

Masa Demokrasi Terpimpin diawali lengan terbitnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 untuk kembali kepada UUD 1945. Sebelum Dekrit, Presiden Soekarno mengemukakan sebuah konsepsi, di antaranya konsepsi penggantian demokrasi parlementer dengan sistem demokrasi terpimpin, di hadapan para pemimpin partai politik pada tanggal 21 Februari 1959, menanggapi kekacauan politik dan kegagalan konstituante membentuk UUD Baru menggantikan UUD 1945. Konsepsi presiden itu melahirkan perdebatan tajam di kalangan pemimpin partai politik yang cenderung mempersoalkan isi konsepsi itu.

Setelah Dekrit Presiden berlaku, maka sebagai reaksi terhadap permainan partai politik dalam tugas birokrasi, dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah No-mor 2 Tahun 1959 yang isinya melarang pegawai golongan F (golongan pejabat tinggi birokrasi) untuk menjadi anggota suatu partai politik. Upaya pemerin-tah untuk membentuk netralitas birokrasi awalnya cukup menggugah, karena pegawai dihadapkan kepada dua pilihan, yakni tetap menjadi pegawai dengan konsekuensi keluar dari partai politik, atau berhenti jadi pegawai untuk aktif di partai politik. Namun dalam perkembangannya malah tidak sekalipun ber-hasil. Hal ini disebabkan oleh situasi politik negara tidak mendukung untuk terwujudnya netralitas. Politik Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis)

Page 130: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 133

sebagai ideologi kontemporer waktu itu merebak ke semua kehidupan ter-masuk birokrasi, sehingga keharusan pegawai bebas dari keanggotaan partai politik hanya berganti baju saja. Pegawai memang banyak yang melepaskan aliansi dengan partai politik akan tetapi mereka beralih ke orientasi ideologi yang notabene sebenarnya ideologi masing-masing partai.

Di lain pihak, adanya tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan nilai gaji pegawai semakin rendah yang pada gilirannya mengakibatkan semakin subur-nya korupsi sebagaimana terjadi sebelumnya. Korupsi merajalela dan terang-terangan dalam birokrasi, mulai dari atas hingga ke bawah tanpa ada pihak yang mampu mengontrol dan memberantas. Kondisi ini menyebabkan sumber biaya negara banyak tersedot oleh birokrasi dan birokrasi dianggap sebagai ladang subur pegawai sekaligus penyedia dana potensial bagi keuangan partai politik.

Dalam masa Demokrasi Terpimpin atau Orde Lama ini jumlah pegawai juga meningkat, menjadi hampir 1 juta orang. Namun penambahan pegawai tidak melalui penerapan sistem rekruitmen yang jelas dan analisis kebutuhan pegawai, tetapi lebih melalui cara-cara nepotisme sehingga keadaan sebenarnya kemampuan, keahlian, dan tugas-tugas pegawai pun tidak diketahui dengan jelas. Dengan jumlah pegawai yang cukup besar itu, akhimya pelaksanaan tugas -tugas birokrasi tidak bertambah lancar, bahkan sebaliknya menjadi kacau dan banyak urusan terlantar.

Dengan demikian, kondisi birokrasi pada masa Demokrasi Terpimpin atau Orde Lama tidak berbeda dengan masa demokrasi liberal. Birokrasi masih tetap sebagai alat partai politik, tidak profesional, tidak memiliki batas-batas legal-rasional yang jelas, tidak jujur dan bertanggung jawab, dan amat korup. Keadaan ini semakin diperparah setelah PKI menguasai birokrasi yang mengakibatkan birokrasi sebagai elemen gerakan revolusioner ketimbang memberikan pelayanan kepada pemerintah atau masyarakat.

d. Masa Orde Baru (1965–1998)

Perubahan birokrasi pemerintah ke arah fungsinya dapat dikatakan terjadi setelah masa Orde Baru. Masa Orde Baru dimulai dengan diangkatnya Jen-deral Soeharto sebagai mandataris MPRS menggantikan Presiden Soekarno pada tahun 1966 melalui Sidang MPRS.

Page 131: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)134

Secara substansial Orde Baru merupakan tatanan baru yang menghendaki pemurnian kepada Pancasila dan UUD 1945, sebagai ideologi dan landasan konstitusionil, dalam berbangsa dan bernegara. Semangat Orde Baru adalah upaya untuk membangun bangsa dan negara, khususnya di bidang ekonomi setelah di masa Soekarno terabaikan, dan memperkokoh kehidupan sosial politik dengan mengacu pada landasan Pancasila dan UUD 1945. Beberapa peristiwa politik penting pada masa awal Orde Baru adalah pembubaran PKI, pengangkatan Jenderal Soeharto sebagai mandataris oleh MPRS, dicanang-kannya program pembangunan nasional mulai tahun 1969, Pemilihan Umum tahun 1971, dan pembenahan aparatur.

Dengan pembenahan aparatur, pemerintah Orde Baru dapat dikatakan mulai mengadakan upaya perubahan birokrasi ke arah birokrasi yang bertang-gung jawab. Perubahan diawali dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1970 yang intinya mengatur kedudukan dan landasan sistem pembinaan pegawai secara komprehensif. Pegawai menurut peraturan ini bu-kan lagi alat politik partai tetapi aparatur negara yang memegang peranan penting bagi terlaksananya tugas-tugas pemerintah, dan kepadanya diatur dengan jelas karirnya melalui sistem terpadu, yaitu sistem karir dan prestasi kerja.

Kemudian pada tanggal 29 November 1971 dibentuk secara resmi Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) melalui Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 sebagai wadah pembinaan di luar kedinasan untuk menjamin keutuhan dan kekompakan serta menciptakan dan memelihara jiwa korsa yang bulat di kalangan pegawai. Pembinaan dalam wadah KORPRI pada intinya tidak bersifat politik tetapi bersifat memupuk karsa, kreativitas, dan penciptaan semangat pegawai dalam konteks kesamaan profesi.

Kemudian untuk pembinaan pegawai berikut administrasi kepegawaian, pemerintah pada tahun 1972 memantapkan sebuah lembaga yang telah berdiri sejak 30 Mei 1948, yaitu Kantor Urusan Pegawai (KUP), sebelumnya kantor warisan kolonial Belanda dengan nama Kantoor voor Algemene Personele Zaken yang semula hanya mengurusi kedudukan dan gaji pegawai, menjadi lembaga terpercaya dengan nama Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN). Lembaga ini dimantapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun

Page 132: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 135

1972 untuk menjalankan tugas yang lebih luas, termasuk merencanakan kebijakan di bidang kepegawaian, dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Upaya pembenahan atas tubuh pegawai ini tampak sungguh-sungguh dan terus berlanjut hingga ditetapkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang selanjutnya menjadi acuan terbitnya berbagai aturan kepegawaian yang sampai dengan Desember 1977 mencapai 30 buah Peraturan Pemerintah, 19 Keputusan Presiden 6 buah Keputusan Menteri atau Keputusan bersama, dan 34 buah Surat Edaran serta 4 buah Keputusan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Semua aturan itu tidak lebih ditujukan untuk mengikat pegawai sekaligus mewujudkan terbentuknya sistem pembinaan pegawai.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, dinyatakan dengan tegas bahwa pegawai sebagai unsur aparatur negara, abdi negara, abdi masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, nega-ra, dan pemerintah menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Di sini pegawai ditekankan pada bentuk kesetiaan (loyalitas) penuh di dalam menjalankan tugas dan fungsinya, patuh kepada negara atau pemerintah sebagai penyelenggara negara dan patuh kepada kebijakan pemerintah atau perundang- undangan yang berlaku. Di samping sebagai aparatur mereka pun didudukkan sebagai abdi (hamba) negara dan masyarakat agar menekankan pada pelayanan.

Pembenahan pegawai melalui pengaturan perundangan yang cukup terpe-rinci ini dilakukan mencakup perbaikan sistem rekruitmennya, sistem kariernya (formasi, jenjang kepangkatan, jabatan dan promosi), sistem penggajiannya (gaji, tunjangan, dan pemberian kesejahteraan pegawai), disiplin dan penerapan sanksinya, kewenangannya, penerapan pendidikan dan latihan pegawai, pem-berhentian dari pensiun, dan lain-lain.

Kemudian upaya lain yang monumental adalah dilaksanakannya proyek Pendaftaran Ulang Pegawai Negeri Sipil (PUPNS) pada tahun 1974 untuk menjaring atau mengetahui data dan keadaan sesungguhnya pegawai. Meski-atau mengetahui data dan keadaan sesungguhnya pegawai. Meski-mengetahui data dan keadaan sesungguhnya pegawai. Meski-pun proyek tersebut dimaksudkan dalam rangka pendataan pegawai, tidak di-sangkal di balik itu, ditujukan agar penertiban pegawai dapat segera dilakukan lebih terarah.

Page 133: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)136

Perubahan birokrasi di masa awal Orde Baru difokuskan kepada aspek sumber daya manusianya. Pegawai waktu itu dianggap sangat menentukan suksesnya pemerintahan dan pembangunan nasional. Oleh karena itu, segala hal yang berkaitan dengan pegawai harus dibenahi, tidak semata melalui aturan yang mengikatnya tetapi sekaligus pembentukan orientasinya agar tercipta kesetiaan dan kepatuhan pegawai, keterpaduan korps, profesionalisme pegawai, dan jauh dari penetrasi partai politik. Di samping itu, secara internal pegawai pun diperhatikan dalam rangka tugasnya mencakup kejelasan karier, gaji, dan kewenangannya, namun mereka pun diarahkan untuk bertindak tertib serta mutunya ditingkatkan, melalui berbagai upaya pendidikan dan latihan (diktat) yang diselenggarakan pemerintah. Birokrasi yang ditata peme-rintah melalui cara ini ingin diletakkan pada tugasnya yang profesional dan bertanggung jawab, meskipun ruang geraknya dikendalikan secara sentralistik dan diikat dengan aturan yang ketat.

Seiring dengan pembenahan pegawai, pemerintah Orde Baru pun mem-benahi organisasi birokrasi secara besar-besaran melalui upaya penataan kelembagaan, diferensiasi tugas dan fungsi, dan pembentukan mekanisme kontrol organisasi yang ketat (penerapan sistem pengawasan melekat) untuk memperlancar penyelenggaraan pemerintahan dan tugas-tugas pembangunan. Setiap periode lima tahun, kinerja organisasi tersebut dievaluasi yang hasilnya organisasi birokrasi terus membesar di pusat dengan strukturnya hingga ke daerah.

Pada masa Pelita I, birokrasi pemerintah terdiri atas 17 departemen dan lembaga non departemen. Pada Pelita III mengalami pemekaran menjadi 21 departemen, kemudian pada masa Pelita IV menjadi 22 departemen dan 11 lembaga non departemen. Perkembangan ini belum termasuk organisasi pemerintah daerah, tetapi yang jelas pemerintah Orde Baru memperluas jaringan birokrasi pusat menyebar hingga ke daerah dengan apa yang disebut instansi vertikal. Adapun pada organisasi pemerintah daerah diberlakukan seperti sistem kolonial dulu, yakni sistem dekonsentrasi sehingga jabatan strategis (gubernur, bupati, walikota) merupakan kepanjangan tangan pusat yang diisi oleh pejabat-pejabat pusat sebagai kontrol pusat terhadap daerah, yang kesemuanya dilegitimasi melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.

Page 134: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 137

Kontrol pusat pun dilakukan dengan penempatan anggota militer dalam jabatan birokrasi di samping dibentuk unit organisasi khusus untuk peran mereka (Direktorat atau Kantor Sospol Daerah). Selain itu, dilakukan pula penetapan jenis kepegawaian untuk pegawai-pegawai yang bekerja di pemerintah daerah dengan lebih banyak ditetapkan dengan status “diperbantukan” (dpb) atau “dipekerjakan” (dpk) daripada berstatus pegawai daerah asli, yang sewaktu-waktu bisa ditarik pusat manakala indisipliner.

Pemekaran organisasi birokrasi pemerintah yang disertai penerapan sistem kontrol secara sentralistik, baik internal dalam birokrasi pusat maupun kepada daerah, terkait dengan politik mempertahankan laju pembangunan yang dalam kurun waktu antar pelita kerap memerlukan stabilitas politik atau pemerintahan dan kontinuitas penanganan teknis yang memadai. Dengan pemekaran terse-but, berarti terbentang rangkaian struktur birokrasi pusat yang membesar dan memanjang ke daerah, sedangkan birokrasi daerah (birokrasi pemerintah dae-rah) mengecil.

Pada masa pemerintah Orde Baru ini, terdapat nuansa sentralisasi di bi-dang kepegawaian yang ditunjukkan dengan kecilnya jumlah pegawai (asli) daerah di banding pegawai pusat. Dalam praktik sesungguhnya, banyak di antara pegawai-pegawai pusat bertugas di pemerintah daerah dan kepada mereka diberikan status pegawai pusat yang diperbantukan (dpb) atau dipeker-jakan (dpk). Status pegawai ini hanya dibedakan pada beban untuk penggajian dan operasional tugasnya, tetapi otoritas yurisdiksinya tetap berada di tangan pemerintah pusat.

Penataan birokrasi yang dilakukan pemerintah Orde Baru dalam per-kembangannya membentuk nilai-nilai birokratisme pada masa tersebut. Orientasi pemerintah Orde Baru, terutama penekanannya kepada stabilitas penyeleng garaan pemerintahan dan pembangunan, secara langsung mewarnai performa birokrasi. Adanya kebijakan politik dan ekonomi pemerintah Orde Baru telah menempatkan birokrasi ke dalam peran-peran luas dan ganda, yaitu di satu sisi sebagai alat politik pemerintah yang handal dan dipercaya namun di sisi lain sebagai mesin administrasi yang bertugas menjalankan administrasi dengan profesional. Oleh karena itu, kinerja birokrasi pemerintah Orde Baru menampilkan sejumlah ciri sebagai berikut.

Page 135: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)138

Setelah pemerintah Orde Baru membenahi pegawai dan membentuk peraturan yang mengikatnya serta mengembangkan organisasi pemerintahan, birokrasi ditempatkan sebagai instrumen (alat) yang handal dan dipercaya untuk berperan mengamankan dan menjalankan (mengimplementasikan) setiap kebijakan politik pemerintah. Dalam konteks pembangunan, birokrasi ditempatkan bahkan diperankan sebagai agen perubahan yang membawa misi politik atau program pemerintah kepada masyarakat (mobilisator) bukan sebaliknya. Sedangkan dalam konteks pemerintahan, birokrasi ditempatkan sebagai mesin penggerak administrasi pemerintahan yang profesional sekaligus difungsikan sebagai pengendali masyarakat (stabilisator, dinamisator).

Dengan pemeranan tersebut akhirnya birokrasi lebih berorientasi ke atas, melayani pemerintah ketimbang berorientasi ke bawah melayani masyarakat. Keahlian atau profesionalitas birokrasi lebih besar digunakan untuk membantu atau melayani pemerintah, umpamanya dalam mengerjakan analisis kebijakan dan merancang kebijakan atau penyusunan program (birokrat bertindak sebagai legal drafter atau policy analyst) dan selanjutnya mereka digerakkan ke arah usaha untuk memanipulasi pencapaian tujuan kebijakan (implementasi) melalui teknik administrasi. Kekuatan dan kemampuan birokrasi ini bertambah besar setelah pemerintah merekrut para intelektualis ke dalam jabatan birokrasi, di samping pemerintah sendiri setiap tahun melakukan rekruitmen pegawai dengan mengutamakan tingkat pendidikan dan melakukan berbagai program pendidikan dan latihan pegawai secara intensif.

Usaha pemerintah yang demikian besar dalam menjadikan birokrasi sebagai alat dan mesin administrasi pemerintah yang handal dan terpercaya pada akhirnya menjadikan birokrasi muncul sebagai kekuatan besar tanpa pengimbang dari luar (masyarakat), terlebih pemerintah sendiri kerap ber-tindak represif terhadap setiap gerakan kritis yang muncul di masyarakat. Dalam hubungan ini Harry Benda dan Ruth McVey sempat memberikan ciri kepada pemerintah Orde Baru sebagai beambtenstaat yang hakikatnya merupakan ciri kolonial dulu (colonial legacy). Manifestasi dari beambtenstaat adalah sebagai berikut.

1) Kekuasaan ambtenaar (pegawai) lebih besar vis-a-vis relatif dominan.

2) Pengambilan keputusan seolah-olah terisolasi (insulated) dari proses politik.

Page 136: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 139

3) Berbagai rekayasa seringkali dilakukan untuk menjamin stabilitas dan status quo.

4) Menekankan pada administrasi dan teknikalitas serta keahlian teknokratis, dan menempatkan posisi politik dalam posisi sekunder.

Sementara itu pada saat yang sama, dengan ditempuhnya kebijakan ekonomi pintu terbuka yang menyebabkan membanjirnya investasi asing, telah menimbulkan sumber-sumber baru yang menguntungkan birokrasi yang juga dapat meningkatkan taraf konsumsi dengan cepat. Birokrat dalam situasi ini dengan tangkas menangkap peluang-peluang ekonomi yang menguntungkan untuk kepentingan pribadi dengan mengembangkan berbagai prosedur yang mengarah kepada mal administrasi dalam pelayanan.

Dengan kata lain, di sini korupsi bersemai kembali dengan subur seperti masa-masa sebelumnya. Kinerja pelayanan birokrasi yang korup mulai me-rangkak pertengahan tahun 1970-an setelah tingkat gaji pegawai dirasakan tidak memadai dan timpang, padahal iklim pertumbuhan ekonomi tinggi pada tahun 1970-an dan 1980-an. Di samping itu, bersemainya monopoli pusat dalam usaha-usaha negara dan pengendalian penanaman modal asing atau dalam negeri termasuk eksplorasi sumber daya alam semakin mendorong birokrasi leluasa memainkan peran dalam administrasi perizinan, kebutuhan anggaran, dan praktik mal administrasi.

Kontrol eksternal yang lemah, baik dari masyarakat maupun dari lembaga- lembaga resmi yang dibentuk Undang-Undang (Dasar) semisal DPR, BPK atau-pun BPKP, Inspektorat, yang memang diakibatkan oleh tekanan kekuasaan pre-siden yang sangat kuat dan sentralistik, mendorong birokrasi (dimotori pegawai tingkat atas) terus leluasa menjalankan praktik korupsi. Pada konteks inilah akhirnya ciri birokrasi pemerintah Orde Baru menampilkan sisi lain, yaitu ada-nya semacam patologi, penyakit mental korupsi dalam perilaku para birokratnya.

Ciri lain birokrasi yang patut dicatat di dalam konteks memberikan pelayanan adalah kemampuannya menggunakan prosedur peraturan per-undang-undangan, di samping mereka sendiri membuat atau menerapkan berbagai petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis), baik untuk kerja ke dalam maupun untuk kerja dengan pihak luar birokrasi. Sistem

Page 137: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)140

formalisasi digunakan sebagai alat untuk melancarkan pekerjaan dan peran mereka sehingga kerja birokrasi menjadi aman dan jika kebablasan tidaklah perlu terlalu khawatir akan risiko diberangus dari luar.

Di sisi lain, besarnya kontrol presiden terhadap birokrasi menyebabkan kinerja birokrasi sebelumnya lebih patuh kepada perintah presiden. Presiden adalah pusat kekuasaan yang harus diikuti, termasuk dalam gaya atau falsafah memerintah ala Presiden Soeharto. Besarnya kekuasaan presiden terhadap birokrasi ini oleh Dwight King sempat dinamakan bureaucratic authoritarian regime. Gaya atau falsafah memerintah yang dianut presiden banyak ditiru birokrasi, mencakup baik dalam slogan maupun dalam kinerja pelayanan. Sebuah departemen, misalnya mengambil slogan tut wuri handayani untuk dijadikan semboyan kinerja birokrasi departemen yang mesti juga dijadikan falsafah pegawai di lingkungannya dalam melayani masyarakat. Kemudian sebuah pemerintah daerah juga mengambil slogan mikul duwur mendem jero, dan sebagainya.

Kinerja birokrasi yang menginduk pada gaya kepemimpinan presiden menurut Donald Emerson mencirikan neo patrimonialism karena ada semacam simbiose antara ciri-ciri modern birokrasi dan sikap perilaku tra-disional yang bersumber terutama pada budaya politik Jawa yang bersifat patrimonial. Oleh karena itu, struktur kekuasaan dan struktur jabatan penting dalam birokrasi merefleksikan adanya lingkaran-lingkaran konsentrik yang berpusat pada kekuasaan tunggal (presiden) yang dalam penempatannya atau wujud aksinya diwarnai hubungan patron klien. Dengan demikian, dalam mekanisme pengambilan keputusan riil pun di dalam birokrasi kerap diwarnai jaringan hubungan pribadi yang bersifat patron klien menembus mekanisme pengambilan keputusan formal.

Tegasnya, menurut Moelyarto Tjokrowinonto, kinerja birokrasi pemerin-tah untuk menembus unsur-unsur rasional birokrasi Weberian ternyata masih persistent cultural determinant dari perilakunya. Idealnya budaya birokrasi me-nyerap unsur-unsur positif budaya daerah. Namun realitasnya budaya birokrasi pemerintah dipengaruhi oleh sifat kepemimpinan presiden dan mengalami proses sosialisasi dalam budaya Jawa yang selanjutnya gaya kepemimpinan biro krasi merefleksikan gaya Jawa (javanese style of leadership). Nilai-nilai

Page 138: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 141

budaya Jawa seperti prinsip rukun dan harmoni, sabar ojo nggege mongso, ing ngarso sung tulodo, tut wuri handayani amat mewarnai manajemen birokrasi.

Nilai-nilai budaya yang melekat pada birokrasi pemerintah Orde Baru, mengingatkan pada pola hubungan birokrasi patrimonial di masa Mataram dahulu. Dalam substansinya nyaris tidak berbeda meskipun sekarang berwajah modern. Dengan demikian, kata “melayani” adalah melayani raja yang sekarang bernama pemerintah bukan rakyat yang dulu dinamakan “wong cilik”.

Ciri berikutnya adalah lekatnya birokrasi dengan politik. Upaya peme-rintah yang sejak awal ingin menjauhkan birokrasi dari politik dalam perkem-bangannya menjadi menyimpang dari komitmen semula setelah Pengurus Pusat Korpri pada pertengahan tahun 1980 tidak menolak upaya Golongan Karya (Golkar), sebagai organisasi atau partai politik terbesar di masa Orde Baru, menjadikan birokrasi pilar utama Golkar dengan nama Jalur B (Birokrasi). Kemudian menjelang Pemilu 1987, Korpri melalui musyawarah nasionalnya memutuskan untuk menyalurkan aspirasi politiknya kepada Golkar.

Keputusan terakhir menyebabkan semua pegawai yang nota bene stelsel aktif anggota Korpri kemudian diintruksikan menjadikan Golkar sebagai pilihan politiknya, dan secara aktif dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan politik Golkar menjelang pemilihan umum. Kenyataan ini mengulang praktik lama, yaitu pada masa demokrasi liberal, bahwa pegawai beraliansi dengan partai politik dan sulit dibebaskan dari penetrasi partai politik.

Pada konteks ini akhirnya birokrasi pemerintah Orde Baru pun tidak bebas dari politik, mempunyai orientasi politik kepada partai politik dan menerima penetrasi partai politik. Pelayanan yang diberikan pun menjadi bercirikan kolusi/kolaborasi untuk lebih mendukung secara politik Golkar dan demi kelangsungan pemerintah Orde Baru.

Keseluruhan kondisi di atas telah berlangsung lama dan membentuk nilai-nilai budaya dalam kerja birokrasi pemerintah. Sikap dan perilaku birokrat telah terbiasa dengan cara-cara yang berlaku pada masa itu.

Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan, tidak dapat dipungkiri bahwa negara memerlukan entitas birokrasi. Tidak mungkin negara mengelola perhubungan darat, laut, dan udara yang efisien, membayar gaji pegawai

Page 139: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)142

dengan cepat, menyediakan sambungan telepon, membuat prasarana jalan dan jembatan, atau sekadar menyiapkan KTP dengan cepat, kalau tanpa didukung oleh birokrasi.

Ketegangan antara warga negara dan birokrasi akan selalu terjadi, ter-utama pada tingkat bawah karena orang akan senantiasa berurusan dengan birokrasi sepanjang hidupnya, mulai dari pencatatan kelahiran bayi, sekolah negeri, tes Surat Izin Mengemudi, peraturan-peraturan lalu lintas, menjawab pertanyaan-pertanyaan petugas sensus, menandatangani surat-surat pajak, membayar pajak, membayar untuk memperoleh surat nikah, urusan-urusan kesehatan, keamanan, dan sebagainya. Ini hanya sebagian sangat kecil dari interaksi antara warga negara dengan pemerintah sebagai unsur-unsur pelak-sanaan “kesejahteraan umum”.

Pertanyaan-pertanyaan etis kembali muncul sehubungan dengan kurang-nya perhatian (concern) para aparatur birokrasi terhadap kebutuhan warga negara tersebut. Untuk memperoleh pelayanan yang sederhana saja, pengguna jasa sering dihadapkan pada kesulitan-kesulitan yang terkadang mengada-ada. Misalnya dalam pembuatan KTP harus membawa surat bukti pembayaran PBB, harus melalui RT, RW, lurah, dan kecamatan.

Dalam menjalankan aktivitas-aktivitas administratif, sebagian aparat sering menarik uang ekstra dari pelayanan yang diberikan kepada seorang warga masyarakat untuk kepentingan pribadi. Hal inilah yang disebut dengan pungutan liar (pungli). Secara umum, pungli diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh dan untuk kepentingan pribadi oknum petugas, dan/atau bertujuan untuk kepentingan tertentu individu masyarakat terhadap uang negara dan/atau anggota masyarakat yang dipungut secara tidak sah (tidak memenuhi persyaratan formal maupun material) dan/atau melawan hukum.7

Biasanya pungli mengandung konotasi bahwa dua pihak (pengguna jasa dan oknum petugas) melakukan kontak langsung untuk melakukan “transaksi” rahasia maupun terang-terangan. Oleh sebab itu, pungli pada umumnya terjadi pada tingkat manajemen menengah ke bawah, dilakukan secara singkat, dan

7 Soedjono D., Pungli, Analisis Hukum dan Kriminologi, Karya Nusantara, Bandung, 1977, hlm. 39.

Page 140: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 143

imbalan yang diberikan kepada oknum pertugas biasanya bersifat langsung (biasanya berupa uang).

M. Jaspan mengemukakan bahwa ungkapan-ungkapan lain yang sudah menjadi rahasia umum antara lain adalah salam tempel, tahu sama tahu (TST), uang semir, uang pelicin, atau pelancar. Pada dasarnya fenomena korupsi prosedural ini terjadi karena adanya kesepakatan timbal balik antara oknum petugas dengan pengguna jasa publik untuk saling membebaskan diri dari perbuatan yang melanggar hukum dan tidak etis.8

Penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh birokrat di Indonesia, jika ditinjau historisnya tidak terlepas dari adanya masa kolonial dan masa feodal. Pola perilaku birokrat warisan masa kolonial dan feodal yang mempengaruhi birokrasi adalah “pejabat menempatkan diri sebagai raja”. Peja-“pejabat menempatkan diri sebagai raja”. Peja-pejabat menempatkan diri sebagai raja”. Peja-bat birokrasi pemerintah adalah menganggap sentra dari penyelesaian urusan masyarakat, rakyat sangat tergantung pada pejabat ini, bukannya pejabat yang tergantung pada rakyat. Pelayanan birokrasi kepada rakyat, bukan diletakkan pada pertimbangan utama, melainkan pada pertimbangan yang kesekian.9

Birokrasi dapat menjadi sumber kekecewaan masyarakat oleh banyak-nya kemungkinan penyalahgunaan wewenang aparat, korupsi, dan efek pita merah.10 Jika dikelola oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, birokrasi

8 Mochtar Lubis dan James C. Scott, 1988, Bunga Rampai Korupsi, LP3ES, Jakarta, hlm. 35.

9 Ibid., hlm. 54.10 Istilah pita merah (red tape) ini bermula dari percakapan masyarakat Barat

untuk melukiskan efek birokrasi. Asal-usul istilah ini tidak begitu jelas. Sebagian besar menyatakan bahwa istilah pita merah berasal dari kebiasaan pada waktu dulu bahwa untuk mengikat berkas-berkas formulir dalam layanan pemerintah digunakan pita-pita yang berwarna merah.

Adapula yang mengatakan bahwa warna merah itu bermula dari ciri original film yang juga berwarna merah, sehingga ide ini berasosiasi bahwa urusan-urusan ketatausahaan harus menggunakan berkas-berkas asli yang akan menjadi dasar bagi urusan-urusan selanjutnya yang lebih rumit.

Bahkan adapula yang mengatakan bahwa pita merah tersebut adalah pita atau benang yang digunakan sebagai penuntun jalur kembali kalau orang masuk gua supaya tidak tersesat, yang idenya mirip pula dengan kemungkinan untuk tersesat dalam urusan-urusan dengan birokrasi.

Page 141: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)144

dapat menindas hak-hak asasi warga negara.11 Tjokrowinoto menyatakan ada empat fungsi birokrasi, yaitu:12

1) fungsi instrumental, yaitu menjabarkan perundang-undangan dan kebi-jaksanaan publik dalam kegiatan-kegiatan rutin untuk memproduksi jasa, pelayanan, komoditi, atau mewujudkan situasi tertentu;

2) fungsi politik, yaitu memberi input berupa saran, informasi, visi, dan profesionalisme untuk mempengaruhi sosok kebijaksanaan;

3) fungsi katalis public interest, yaitu mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan publik dan mengintegrasikan atau menginkorporasikannya di dalam kebijaksanaan dan keputusan pemerintah; serta

4) fungsi entrepreneurial, yaitu memberi inspirasi bagi kegiatan-kegiatan inovatif dan non rutin, mengaktifkan sumber-sumber potensial yang idle, dan menciptakan resource mix yang optimal untuk mencapai tujuan.

Menurut Denhard bahwa birokrasi publik ditandai dengan kinerja yang sarat dengan acuan berikut.

1) Komitmen terhadap nilai-nilai sosial politik yang telah disepakati bersama (publicly defined societal values) dan tujuan publik (public purpose).

2) Implementasi nilai-nilai sosial politik yang berdasarkan etika dalam ta tanan manajemen publik (provide an ethical basis for public management).

3) Realisasi nilai-nilai sosial politik (exercising social political values).

4) Penekanan pada pekerjaan kebijakan publik dalam rangka pelaksanaan man-dat pemerintah (emphasis on public policy in carrying out mandate of government).

5) Keterlibatan dalam pelayanan publik (involvement overall quality of public service).

6) Bekerja dalam rangka penanganan kepentingan umum (operate in public interest).

Secara kultural, birokrasi pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indo-Secara kultural, birokrasi pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indo-nesia pada hakikatnya merupakan kelanjutan dan perpanjangan dari birokrasi

11 Wahyudi Kumorotomo, op.cit., hlm. 289.12 Feisal Tamin, Reformasi Birokrasi, Analisis Pendayagunaan Aparatur Negara,

Belantika, Jakarta Selatan, 2004, hlm. 64.

Page 142: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 145

pemerintahan penjajahan dan kerajaan-kerajaan di Nusantara yang dibangun berdasarkan orientasi kekuasaan. Birokrasi kekuasaan pemerintahan penjajah-an berorientasi pada penindasan dan pembodohan kepada rakyat, yang dieks-ploitasi untuk kepentingan kelangsungan kekuasaannya. Sedangkan birokrasi kekuasaan kerajaan dikembangkan untuk melanggengkan kekuasaan para raja dan keturunannya, dengan meletakkan rakyat sebagai objek kekuasaannya. Para birokratnya dikenal bermental priyayi, ningrat, dan ambtenar.13

Dalam birokrasi kekuasaan, posisi rakyat hanya sebagai pelengkap penderita karena hanya menumpang hidup saja dan menjadi objek kekuasaan, bukan subjek kekuasaan. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya, merekapun harus membayar dan memberikan upeti kepada penguasa. Untuk menjadi biro krat dalam sistem pemerintahan penjajahan dan kerajaan, yang diperlukan adalah loyalitas dan pengabdian yang tinggi pada kekuasaan untuk kepentingan kekuasaan itu sendiri, tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepentingan rakyat dan moralitas. Para birokrat tidak memerlukan gaji dan tidak hidup dari gaji yang diterimanya, tetapi yang diperlukan adalah kekuasaan, dan mereka memperoleh kekayaan dari kekuasaannya, bahkan kalau perlu mereka pun mau membayar untuk mendapatkan kekuasaan. Selanjutnya, para birokrat peme-rintahan penjajahan dan kerajaan, kehidupannya bergantung pada kekuasaan yang dipegangnya, dan atas dasar kekuasaannya pula mereka mendapatkan pelayanan dari rakyatnya. Kekuasaan untuk mengatur dan menentukan segala aspek kehidupan rakyat, dan rakyat kemudian harus membayarnya. Jika tidak, rakyat akan mendapatkan kesulitan dalam mengembangkan kehidupannya.14

Birokrasi pemerintahan pasca kemerdekaan seharusnya mengubah dirinya, bukan lagi menjadi birokrasi kekuasaan untuk kekuasaan, tetapi birokrasi untuk pelayanan kepada rakyat. Jadi rakyat tidak lagi ditempatkan menjadi objek birokrasi kekuasaan, tetapi subjek kekuasaan. Loyalitas birokrat bukan pada kekuasaan, tetapi pada kesejahteraan rakyat dan etika sosial. Dengan tingkat kesejahteraannya, rakyat dengan sukarela akan membayar pajak, rakyat

13 Musa Asyarie, Birokrasi Kekuasaan, Bisnis Proyek, dan Korupsi, dalam H.C.B. Dharmawan dkk. (ed), Jihad Melawan Korupsi, Kompas, Jakarta, 2005, hlm. 72.

14 Ibid., hlm. 72 dan 73.

Page 143: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)146

akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik dalam usaha mengembang-kan dirinya, baik yang berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, maupun kesejahteraan kehidupan sosialnya. Akan tetapi melihat kecenderungan yang ada selama ini, budaya birokrasi di Indonesia belum berubah dan masih tetap berorientasi pada kekuasaan. Seorang pegawai negeri dibayar sangat murah, demikian pula pejabatnya. Oleh karena itu, pada umumnya pegawai negeri dan para birokrat lembaga pemerintahan, terutama di kota-kota besar, untuk menopang kehidupannya yang tidak dapat dicukupi dan dibiayai oleh gajinya, maka mereka mencari tambahan dengan melakukan pekerjaan sambilan dan obyekan, dan yang lebih parah lagi, para birokrat menciptakan bisnis kekuasaan di dalamnya, baik yang berkaitan dengan peraturan dan perizinan maupun dengan proyek-proyek pembangunan yang dibuatnya.15

Fenomena sosial memperlihatkan betapa anehnya banyak orang yang ber-sedia membayar untuk menjadi pegawai negeri, apalagi untuk menjadi pejabat, meskipun dibayar murah, karena ternyata kekuasaannya akan mendatangkan kekayaan yang lebih besar daripada gaji yang diterimanya. Oleh karena itu, tidak-lah mengherankan jika di kantor-kantor pemerintahan, kegiatannya kebanyakan berkaitan dengan pekerjaan proyek yang menjadi obyekan para pegawai dan pe-jabatnya, sedangkan di kantor-kantor pelayanan yang menjadi ajang bisnisnya adalah pelayanan itu sendiri.

Semakin cepat dan istimewa pelayanannya, menjadi semakin mahal pula tarifnya. Akibatnya, birokrasi dan jumlah pegawai negeri makin besar jumlahnya, bukan karena kebutuhan untuk melayani rakyatnya, tetapi untuk menyelenggarakan proyek-proyek pemerintah yang mengatasnamakan kepentingan rakyat. Untuk membiayai proyek-proyek itu, dibuatlah proposal guna mendapatkan dana pinjaman dari luar negeri dan ujung-ujungnya rakyat pula yang kemudian harus melunasinya. Seorang pejabat akan semakin bergengsi jika birokrasinya mendapatkan proyek-proyek yang besar dananya, dan di pusat kekuasaan birokrasi, proyek itu akan berkembang menjadi bisnis yang besar, yang sarat akan muatan korupsi, kolusi dan nepotisme. 16

15 Ibid., hlm. 73 dan 74.16 Ibid., hlm. 74 dan 75.

Page 144: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 147

Di samping itu, birokrasi kekuasaan menjanjikan kehidupan yang lebih enak, bukan hanya karena bisnis proyeknya yang besar, tetapi juga karena para birokrat mendapatkan pelayanan dan penghormatan yang istimewa, dan semua keperluannya menjadi urusan pemerintah dan banyak staff yang akan mengurusinya. Dari satu upacara ke upacara diadakan hanya untuk men-sakralkan kekuasaan, sehingga muncul kebanggaan dan rasa senang yang aneh, yang kemudian menjadi kebutuhan hidupnya untuk selalu dihormati dan dilayani atas dasar kekuasaan. Akibatnya, kekuasaan menjadi segala-galanya, menjadi tujuan hidup, dan ketika kekuasaan sudah tidak di tangannya lagi, maka jatuhlah seluruh kehidupannya, bahkan kesehatannya pun ikut melorot tajam. Hal ini dikenal dengan post power syndrom, di mana para pemegang kekuasaan belum dapat menerima keadaan di mana mereka sudah tidak berkuasa lagi. Suatu penyakit yang sering menjangkiti para birokrat setelah tidak berkuasa lagi.17

W.F. Werthein mengatakan sejak awal bahwa berbagai bentuk korupsi dapat dilihat dalam kaitannya dengan sejarah, sikap hidup, dan struktur sosial. Hal lain yang patut diperhatikan ialah bahwa korupsi bisa bermula dari adanya konflik loyalitas di antara para pejabat publik. Inilah yang antara lain diungkapkan oleh Werthein dalam sebuah uraian analisisnya: “Corruption is essentially a sign of conflicting loyalities pointing primarily to a lack of positive attachment to the government and its ideals”.

Pandangan-pandangan feodal yang masih mewarnai pola perilaku birokrat di Indonesia mengakibatkan efek konflik loyalitas. Para birokrat kurang mampu mengidentiifikasikan kedudukannya sendiri sehingga sulit membedakan antara loyalitas terhadap keluarga, golongan, partai, atau pemerintah. Birokrasi mo-dern mensyaratkan adanya prinsip kerja dan rekruitmen yang rasional, sehingga tercapai kondisi the right man on the right place. Akan tetapi, karena dalam pelak-sanaan tugas-tugas birokrasi terdapat percampuran antara kewajiban-kewajiban terhadap keluarga, kelompok, partai, dan negara, sehingga prinsip ini tidak bisa diterapkan sepenuhnya.

17 Ibid., hlm. 75.

Page 145: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)148

Tidak heran kalau masyarakat begitu peka dengan istilah birokrasi. Masya-rakat selalu berpikir negatif apabila telah mendengar kata birokrasi, karena bagi mereka birokrasi itu identik proses atau prosedur administrasi yang berbelit-belit, lama, dan mahal pula. Hal yang mudah selalu dipersulit dengan alasan-alasan yang tidak lazim. Hal yang harusnya dapat diselesaikan dalam waktu satu hari dapat selesai sampai berhari-hari.

Tatkala berhadapan dengan birokrasi publik, para warga negara sebagai pengguna jasa lebih sering harus mengalah karena biar bagaimanapun mereka-lah yang membutuhkan layanan. Betapapun brengseknya pelayanan yang di-Betapapun brengseknya pelayanan yang di-berikan, mereka mesti bersabar dengan perilaku aparat yang angkuh tersebut.

H. Hariyoso merangkum pemikiran dari beberapa pakar baik dalam maupun luar negeri dalam pelaksanakan birokrasi yang merupakan warning yang mengindikasikan adanya harapan positif untuk dilakukan perbaikan, yakni sebagai berikut.18

1) Niel Lakukan hal terbaik jangan sampai terjadi atau hindari adanya birokrasi

tradisional yang berorientasi kosmologi, karena belum berstatus birokrasi kesejahteraan dan pendidikan (welfare oriented bureaucrazy and educated based bureaucrazy) bermental priyayi dan feodalistik.

2) Merton The imperfect bureaucracy, julukan ini menyangkut adanya diskrepansi

antara ekspektasi sosial, ideologi, dan fakta dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi publik terutama yang menyangkut kontak antara birokrasi dengan “the clientele”.

Birokrasi distorsi (distortion of bureaucracy) yang mengacu kepada kualitas publiknya bagi penyajian dan alternatif-alternatif pelayanan bila diukur dari lingkup dan tolak ukur kualitas pelayanan, akurasi penunaian pengabdian profesi dan derajat rasionalitas yang diterapkan dan kinerja standarnya dalam penyelenggaraan urusan publik pada konteks negara kesejahteraan (welfare state).

18 Feisal Tamin, op.cit., hlm. 65–72.

Page 146: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 149

3) Friedrich and Mason Birokrasi yang tidak bertanggung jawab (irresponsible bureaucracy), dalam

hubungannya dengan ketidakbecusan mengurus mandat legislatif dalam eksekusi ketetapan-ketetapan yang telah digariskan.

4) Wood Birokrasi cacat dan lemah (weak and imperfection of bureaucracy), mengacu

pada kehadiran gejala-gejala kontroversial, khususnya dalam kancah pro-sedur kerja birokrasi serta tuntutan perlunya adaptasi konsep teknokrasi dan inovasi teknologi bagi penyelenggaraan tugas-tugas pengelolaan kebijakan publik sebagai wujud/manifestasi intervensi pemerintahan yang diagendakan.

5) Blau Birokrasi disfungsional (disfunctional bureaucracy) yang berada di bawah

standar (low standard bureaucracy), mengacu kepada prevalensi-preva-lensi dari sisi ketidaklayakan-kelayakan fungsi distributif dalam konteks efektivitas kinerja instrumen pemerintahan demokratis dan partisipatif.

6) Thomson Julukan ini disampaikan oleh Thomson dalam kaitannya dengan ke-

beradaan fenomena birokrasi yang bermasalah menyangkut penilaian incapacity keahlian dan perlunya pengembangan bakat-bakat profesional (professional growth) bersifat inovatif untuk mengemban tugas-tugas pembangunan (burden of development).

7) Mahfud Birokrasi patrimonial dan korporatis, dibentuk oleh sejarah dan realita

perpolitikan yang bekerja dalam langgam otoritarian, sangat aktif dalam mengambil peran inisiatif dan paling tahu dalam penyusunan kebijakan publik dengan orientasi vertikal melalui jaringan korporatis yang meng-gantung ke atas dan kompleks.

8) Eisenstadt Birokrasi yang kinerjanya tidak efektif (in effective bureaucracy per-

formance), merujuk pada fenomena teknikal, material, SDM, kultural, dan alokasi jasa-jasa pemerintahan kepada publik dengan acuan-acuan

Page 147: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)150

kapabilitas realisasi nilai-nilai tujuan sosial politik dan budaya. Birokrasi terbelakang dan ketinggalan zaman (underdeveloped bureaucracy), yang mengacu kepada entitas keberadaan variabel profesionalisasi, spesiali-sasi, dan sumber daya bagi implementasi serta kohesi internal birokrasi itu sendiri sebagai indikator performa keberhasilan (indicator of success performance), sehingga bila tidak terpenuhi dapat menyebabkan adanya deviasi bagi pencapaian tujuan-tujuan publik dalam kondisi masyarakat yang sedang membangun.

9) Niskaren Birokrasi arogan dan birokrasi salah urus (arrogant bureaucracy and

bureaucratic fallacy), mengacu pada reputasi kemasyarakatannya dalam rangka kapabilitas penyajian alokasi dan pelayanan jasa-jasa publik (public goods) serta salah urus dalam penanganan proses kebijakan (policy process) bertalian dengan penyajian produk demokrasi.

10) Knott dan Muller Birokrasi yang krisis, kritis, dan kurang responsif (critical and unresponsive

bureaucracy), arahnya mengacu pada perilaku birokrasi pemerintahan yang kurang sempurna terutama dalam hal susunan atau konfigurasi intern sumber daya organisasinya, khususnya menyangkut:

a) elemen-elemen penanganan pekerjaan (functional flows); b) teknologi organisasi dan manajemen; c) kapabilitas dan kecakapan staff; d) mobilitas informasi; e) sistem komando dan kontrol; serta f) modernisasi proses kerja untuk mengatasi adanya proses yang kaku

(rigid).

11) Gay Birokrasi yang tidak etis (unethical bureaucracy), diidentifikasi kejelekannya

atas dasar tolak ukur pelaksanaan etika dalam manajemen (ethical conduct of management) dan kultur birokratik dalam konteks orientasi pelayanan kepada publik yang berdaulat (orientation towards sovereign consumer) dalam penunaian pengabdian manajemen publik kontemporer.

Page 148: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 151

12) Rockman Birokrasi yang kehadirannya tidak menyenangkan (bureaucracy dis contend),

dalam kerangka acuan pada problem-problem teknologi dan rendah-nya daya pengenalan prinsip-prinsip organisasi yang dialaminya, karena kurangnya keahlian, terutama dalam hal kepekaan terhadap preferensi dan kepentingan publik. Kelemahan lain tampak dalam hal pengelolaan prose-dur-prosedur demokrasi yang tidak selaras dengan pengungkapan makna kehadirannya sebagai mesin kebijakan (the omni presence of policy machine) yang sangat segera memerlukan revitalisasi.

13) Thompson Birokrasi setengah hati (underlife bureaucracy), ditandai dengan adanya ge-

jala yang terlukis dalam potret jati dirinya pada kiat-kiat penanganan akti-vitas keluaran atau transaksi pekerjaan pemerintahan (output transaction) dengan publiknya yang masih nampak bergaya ekshortasi dan kurang mem-berikan arahan-arahan bersifat inducement, dalam kedudukannya sebagai lembaga publik yang melayani kesejahteraan atau “public welfare agency” dan fungsi-fungsi adaptif (instrumental adaptive function).

14) Hendy Birokrasi yang tidak mampu beradaptasi (bureaucratic maladaptation), gejala

ini nampaknya merupakan penyakit akut yang diderita oleh birokrasi (ma-lady of bureaucracy), karena adanya karakteristik atau ciri-ciri yang melekat dalam bentuk praktik kerja red tape dan back passing. Selain me nyangkut karakteristik perilaku kerjanya dirasakan masih memerlukan penataan dan akuisisi, khususnya dalam dimensi process of bureaucratization.

15) Harianja Birokrasi pongah, dikaitkan dengan kinerja yang kurang menanggapi

dan memfasilitasi isu dan praktik demokratisasi pemerintahan untuk menanggapi kepentingan rakyat.

16) Hummel Birokrasi yang tidak logis, irasional, dan amburadul (illogical, irrational,

and trouble bureaucacy), mengacu pada perilaku normatif, bahasa kerja, penanganan isu politik dan disiplin yang dinilai dari tolak ukur sosial,

Page 149: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)152

kultural, psikologik dan kekuasaan politik, serta bahasa kerja dalam penampilan dirinya sebagai birokrasi kesejahteraan (welfare bureaucracy).

Birokrasi terkutuk (goddamn bureaucracy), melayani publik tanpa senyum. Birokrasi dalam jenis ini berusaha merekayasa tujuannya sendiri (engineering goal) jauh dari tujuan politik (political goal) yang bekerja dalam suasana politik semu (pseudo political reality). Birokrasi hampa budaya (without culture) dan kehilangan arah (loss purpose) memerlukan penanganan di bidang normatif, perilaku, psikologi dan budaya, sehingga tidak terjadi salah paham (misunderstanding) dalam menangani pekerjaannya.

17) Weiss dan Barton Birokrasi yang celaka (malodorous bureaucracy), dengan rujukan pada

postur dangkal, rijid formal, kaku, lugas, bertolak ukur preseden, kurang inisiatif, sumber daya dipertanyakan, kurangnya kepercayaan publik, lemahnya ekspertasi, arogan dan gagal menanggapi keinginan publiknya karena kurangnya penguasaan informasi bagi pilihan desisi-desisi yang hanya berbasis pengetahuan umum.

18) Santoso Birokrasi kerajaan dan abdi dalem bermental priyayi, otoriter, dan dominan

karena adanya pengembangan kultur kerja tradisional warisan penjajahan, biasanya memaksakan kehendak kepada yang dikuasainya terlepas dari pertimbangan apakah publik suka atau tidak suka yang berbau korporatis (state corporatism).

19) Shafritz dan Russel Shafritz dan Russel telah mengindikasi keberadaan gejala-gejala birokrasi

yang impersonal, malas, dan disfungsional (bureaucratic impersonality, bureaucratic inertia and bureaucratic disfunctional) yang memerlukan pembenahan berkelanjutan dalam mekanismenya untuk menangani proses kebijakan publik secara arif (continuous reinventing machinery of governance in the good policy process).

Birokrasi pemerintahan Indonesia adalah warisan dari masa pemerintah-an sebelumnya. Sejak pemerintahan Orde Baru melaksanakan pembangunan nasional pada awal tahun 1970-an, birokrasi pemerintah berkembang dengan

Page 150: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 153

struktur dan jumlah pegawai yang besar. Peran yang dijalankan pun meluas, ter-lihat umpamanya dengan kontribusinya yang besar di dalam setiap pembuat-an dan pelaksanaan kebijakan, penggerak mesin administrasi pemerintahan, pengendali dan pelaksana program pembangunan dengan memposisikan diri sebagai agen perubahan. Orientasi birokrasi boleh di bilang lekat dengan politik pemerintah, tidak sekalipun tindakan birokrasi bebas nilai, sehingga sisi profe-sionalisme di bidang administrasi kerap sukar dibedakan antara nuansa politik pemerintah atau semata-mata teknis administrasi. Pembinaan pemerintah se-lama masa Orde Baru yang sentralistik cukup berhasil menjadikan birokrasi se-bagai instrumen yang sangat handal, loyal, berdedikasi, dan terpercaya untuk menjalankan misi politik pemerintah daripada negara, namun sayangnya di sisi lain birokrasi tidak lekang dari patologi, yaitu suburnya korupsi19 dan penyakit kronis administrasi lainnya.

Penyakit administratif dapat menjangkiti setiap bentuk interaksi antara birokrasi dan masyarakat umum, sejak jenjang yang paling atas sampai dengan yang paling bawah. Paul H. Douglas mengemukakan bahwa jenis kebijakan pemerintah yang rentan terhadap penyelewengan administratif, yaitu: 20

1) kebijakan pemerintah yang membiarkan kontrak-kontrak besar berisi sya-rat-syarat yang dapat menguntungkan para kontraktor;

2) ketika pemerintah memungut pajak yang sangat tinggi sehingga men dorong para pengusaha untuk menyuap aparat perpajakan sebagai imbalan pengu-rangan pajak;

3) penetapan tarif untuk industri-industri tertentu seperti kereta api, listrik, dan telepon, juga harga-harga komoditas tertentu. Ini mendorong perusa-haan-perusahaan besar dan konglomerat untuk mencoba mengendalikan tarif dan harga;

4) jika pemerintah menggunakan kekuasaan untuk memilih pihak-pihak yang boleh memasuki suatu industri, semisal pertambangan dan peleburan logam, pertelevisian, atau jasa angkutan umum;

19 Lijan Poltak Sinambela, op.cit., hlm. 70 dan 71.20 Paul H. Douglas, Ethics in Government, Harvard University Press, Massachusetts,

1953, hlm. 22, dalam Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. 292.

Page 151: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)154

5. tatkala pemerintah memberikan pinjaman atau pembebasan pajak untuk pabrik atau peralatan jangka pendek;

6. apabila bagian-bagian tertentu dari birokrasi pemerintah memiliki ke-kuasaan untuk mengalokasikan bahan-bahan mentah;

7. pada saat subsidi pemerintah dibayarkan untuk proyek-proyek umum, baik secara terbuka maupun secara diam-diam.

Faktor-faktor administratif tersebut dihubungkan dengan masalah-ma-salah korupsi yang mengarah kepada imbalan-imbalan material. Secara umum korupsi dipahami sebagai suatu tindakan pejabat publik menyelewengkan kewenangan untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni dan kelompok yang mengakibatkan kerugian negara.

Masih terdapat aspek-aspek disfungsi birokrasi lain yang membuat biro-krasi tidak tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Disfungsi birokrasi itu antara lain disebabkan oleh tidak jelasnya tujuan yang hendak dicapai, pene-tapan struktur terlebih dulu ketimbang perincian fungsinya dikarenakan orien-tasi yang berlebihan pada otoritas dan kekuasaan, serta spesialisasi aparat atau pegawai yang tidak disesuaikan dengan fungsi dan struktur yang ada akibat adanya nepotisme, patronase, dan spoil system.

Birokrasi telah tersusupi oleh kepentingan-kepentingan para birokrat sendiri, sehingga sering terjadi birokrasi mengingkari perannya sendiri sebagai abdi masyarakat. Apabila secara ideal, birokrasi diinginkan sebagai alat yang netral dan tangguh untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif, dalam kenyataannya birokrasi sering menjadi penyebab timbulnya stagnasi dan gejala pita merah. Otoritas yang diberikan kepada aparatur birokrasi kerapkali diselewengkan, sehingga para administrator atau birokrat menganggap seolah-olah mereka memiliki kekuasaan tak terbatas untuk menentukan jalannya administrasi sekehendak hatinya. Tipisnya penghayatan atas prinsip kedaulatan rakyat menimbulkan sikap sok kuasa dan mau menang sendiri. Arogansi semacam ini akhirnya sering bermuara pada penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi.

Kelemahan lain dalam tata kerja birokrasi di Indonesia adalah biro krasi kurang terlibat dalam pembuatan kebijakan, dan ini membuktikan kecende-

Page 152: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 155

rungan umum untuk memisahkan lingkup administrasi dan lingkup politik. Kurang terlibatnya birokrasi dalam pembuatan kebijakan mengakibatkan kurangnya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan. Pada saat yang sama ter-nyata kontrol dari kekuatan sosial politik belum mempan untuk me ngendalikan kebijakan-kebijakan birokrasi, sehingga birokrasi tumbuh menjadi the single authortarian, kecuali itu terdapat pula indikasi bahwa birokrasi lebih memihak kepada salah satu kekuatan politik. Ini menimbulkan kesan bahwa birokrasi tidak mau dikontrol dan dasar pelayanannya tidak objektif. Akibat selanjutnya ialah bahwa birokrasi menjadi tidak sehat dan tidak responsif lagi.21

Struktur yang terdapat dalam birokrasi juga terlalu berlebihan. Ketim-pangan antara jabatan struktural dengan jabatan fungsional menyebabkan pejabat-pejabat pemerintah menjadi terpaku dengan status dan kewenangan, sehingga akhirnya hubungan mereka dengan masyarakat diwarnai dengan pendekatan kekuasaan. Akibat yang lain ialah bahwa sekarang ini banyak instansi pemerintah yang menyimpan dan memelihara pegawai yang tidak produktif. Fungsi mereka di dalam organisasi tidak jelas meskipun mereka me-miliki jabatan yang terdapat dalam struktur.

Banyak pula pegawai yang melakukan pekerjaan yang sebenarnya bukan pekerjaannya bila dilihat dari jabatan atau uraian tugasnya. Boleh jadi salah satu penyebabnya adalah kurang efektifnya analisis jabatan dalam birokrasi. Sesungguhnya peraturan yang menggariskan tentang analisis jabatan dalam birokrasi sudah ada, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1976 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil yang merupakan pelaksanaan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974. Namun pelaksanaannya dalam jajaran birokrasi rupa-rupanya masih jauh dari memadai.22

Menurut S.P. Siagian bahwa ada beberapa masalah yang sering menjadi keluhan publik terkait pelayanan birokrasi pemerintahan oleh aparat, di antaranya dapat disebutkan sebagai berikut.23

21 Miftah Thoha, Makalah Kongres V HIPIIS, 1990, ibid., hlm. 293 dan 294. 22 Ibid., hlm. 294.23 S.P. Siagian, Patologi Birokrasi, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 39 dalam Lijan

Poltak Sinambela, op.cit., hlm. 36.

Page 153: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)156

1) Memperlambat proses penyelesaian pemberian izin.2) Mencari berbagai dalih, seperti kekuranglengkapan dokumen pendukung.3) Alasan kesibukan melaksanakan tugas lain.4) Sulit dihubungi.5) Senantiasa memperlambat dengan menggunakan kata ”sedang diproses”.

Sangat wajar apabila akuntabilitas publik birokrasi secara hukum diper-Sangat wajar apabila akuntabilitas publik birokrasi secara hukum diper-tanyakan. Akuntabilitas publik birokrasi secara hukum dipertanyakan karena telah melahirkan krisis kepercayaan, ekonomi, sosial budaya, hukum, dan inte-grasi bangsa. Penyebab krisis yang kini melanda bangsa dan negara Indonesia diasumsikan disebabkan oleh beberapa hal, yang salah satunya adalah keang-kuhan birokrasi. Keangkuhan birokrasi diasumsikan pula disebabkan pemberian kekuasaan yang sangat besar kepada negara sejak lahirnya negara modern.24

Bukan rahasia lagi bahwa perilaku birokrasi selama masa pemerintahan rezim Orde Baru, baik Soeharto sampai saat ini telah menimbulkan banyak krisis di segala aspek kehidupan, terutama krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, moneter, sosial budaya, dan politik, keadilan, serta krisis mental dan moral para birokrat. Oleh karena krisis ini, kehidupan sosial budaya, politik, ekonomi, hukum, dan hak asasi manusia sangat terpuruk. Kepercayaan masyarakat, baik dalam maupun luar negeri terhadap pemerintah jatuh. Nilai rupiah anjlok, nilai mental dan moral ambruk, sehingga korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) muncul ibarat jamur di musim hujan, nilai demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) terjun bebas hingga berakibat pada lepasnya Timor Timur dari pangkuan ibu pertiwi, belum lagi peradilan HAM tehadap sejumlah jenderal sebagai simbol kewibawaan negara. Punahnya harga diri bangsa itu oleh keserakahan, keangkuhan, dan angkara murka.25

“Kakap selalu menelan teri” adalah ungkapan sinis yang ditujukan pada birokrasi. Lamban, jarang benar, tidak mau disalahkan, penghambur pajak, cuek, statis dalam pita merah, dan badan yang kian tahun kian membengkak adalah personifikasi mereka yang umum. Ciri-ciri yang pada umumnya me-

24 Martina Oscar, Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa dalam Kasus Texmaco, dalam Ahmad Gunaryo (ed.), op.cit., hlm. 117.

25 Ibid., hlm. 117.

Page 154: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 157

warnai keangkuhan birokrasi atau birokratisme. Birokratisme sering diguna-kan untuk menunjukkan penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang oleh para biro krat. Proses dibuat panjang dan berbelit-belit bukan tanpa alasan. Alasan utama birokrat untuk menunjukkan bahwa mereka, orang lain tak bernilai dan tak berguna apa-apa dan dengan demikian mereka menjadi “dibutuhkan”, dan selanjutnya, semakin panjang deret meja maka semakin panjang pula waktu yang diperlukan, semakin tinggi diciptakan akan semakin besar pula seseorang membutuhkan jasa mereka.26

Jabatan dalam birokrasi menjadi investasi karena makin tinggi jabatan-nya, makin banyak pula yang membutuhkan, panjang deretan meja harus di-laluinya, makin lama waktu yang diperlukan, semakin tinggi derajat statusnya, tentu saja akan semakin tinggi dan mahal pula harganya. Semakin banyak dibutuhkan orang, semakin besar pula keangkuhannya, ini berarti birokrasi adalah “uang”. Disebut investasi sebab begitu seseorang ingin menjadi biro-“uang”. Disebut investasi sebab begitu seseorang ingin menjadi biro-uang”. Disebut investasi sebab begitu seseorang ingin menjadi biro-krat, begitu masuk, proses, naik pangkat, menduduki sebuah jabatan, sudah harus membayar. Intinya ”proses adalah biaya”, dan sejumlah uang yang telah dibayar itu harus kembali lagi berikut bunganya.

Proses birokratisme oleh para pelaku birokrasi melahirkan keangkuhan biro-krasi. Hal ini muncul dalam kehidupan sehari-hari selama masa Orde Baru sampai saat ini. Birokrasi yang seharusnya berfungsi melayani sebagaimana dalam Sum-pah Prajurit bagi TNI atau Polri maupun Sapta Prasetya Korpri bagi PNS, malah sebalik nya justru minta harus dilayani. Sumpah yang sering diucapkan itu hanya-lah suatu slogan kosong untuk menutupi kebohongan dan kesombongannya.27

Ketika berbicara soal keangkuhan birokrasi dalam pelayanan dan ketela-danannya kepada rakyat berarti ada dua kategori yang berkaitan, yakni rakyat dan penguasa. Penguasa adalah para pejabat birokrasi. Keangkuhan birokrasi artinya kesemena-menaan mereka ketika melaksanakan tugas wewenangnya itu para birokrat tidak mempertanggungjawabkan perilakunya kepada masya-rakat secara hukum. Perilaku yang demikian berwujud dalam bentuk inter-vensi dan ekspansi yang melahirkan krisis saat ini.

26 Ibid., 117.27 Ibid., hlm. 119.

Page 155: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)158

Birokrat sebagai individu adalah seorang pegawai negeri, militer, maupun sipil yang melaksanakan tugas kenegaraan sebagaimana dipercayakan kepada-nya oleh negara. Birokrasi sebagai institusi adalah organisasi pemerintahan, baik sebagai instansi, departemen, maupun non departemen vertikal maupun horizontal yang menjalankan tugas kenegaraan. Kesemena-menaan kedua hal itulah yang menunjukkan keangkuhannya.

Perilaku birokrasi yang menyalahgunakan kekuasaan dan menjalankan secara berlebihan dan/atau menjalankan kekuasaan di luar wilayah kekuasa-annya, baik selama ia menjalankan tugas dinasnya maupun sedang tidak men-jalankan tugas dinasnya, itupun bentuk keangkuhan birokrasi. Penyalahguna-an kekuasaan atau pelampauan wewenang tugas dinas yang dipercayakan kepadanya dapat melalui intervensi maupun melalui ekspansi.28

• Intervensi Intervensi dalam konteks ini adalah memasuki ranah kekuasaan lain di

luar kekuasaan dan kewenangannya melalui pengaruh (influence) dan kewibawaan (authorithy), misalnya melalui telepon, surat sakti, dan seba-gainya. Intervensi terutama dilakukan oleh ABRI ke ranah wilayah kekua-saan sipil, atau oleh kekuasaan eksekutif ke ranah kekuasaan legislatif dan yudikatif.

• Ekspansi Ekspansi adalah memasuki memasuki ranah kekuasaan lain dengan me-

nempatkan pejabat atau orang kepercayaannya di ranah yang telah dikua-sainya itu. Misalnya seorang kolonel ditempatkan menjadi bupati, jenderal menjadi gubernur, direktur sebuah BUMN yang “basah” (banyak uangnya), seseorang yang sudah pensiun dipekerjakan terus dengan alasan dwifungsi, tanpa memperhatikan hak warga negara lainnya.

Intervensi kekuasaan memberi peluang dan memungkinkan mereka me-lakukan ekspansi ke berbagai aspek kehidupan, apabila terhadap intervensi itu tidak dilakukan pembatasan ruang gerak. Ekspansi dan intervensi itu telah memunculkan perasaan bahwa kekuasaan itu sudah terlalu besar, sehingga

28 Ibid., hlm. 120.

Page 156: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 159

perlu adanya pembatasan melalui mekanisme kontrol seperti yang diuraikan Montesquieu dengan Trias Politica atau Caiden dengan teori tiga dimensi biro-krasinya, yaitu responsibility, liability, dan accountability.

• Responsibilitas (responsibility), biasanya menunjuk pada otoritas untuk bertindak, kebebasan untuk mengambil keputusan, kekuasaan untuk mengawasi, dan sebagainya.

• Liabilitas(liability), sering diasumsikan sebagai tugas untuk memperbaiki, mengganti kerugian, membalas jasa akibat kesalahan atau kemiskinan atas dampak kebijakan.

• Akuntabilitas(accountability) adalah penilaian responsibilitas moral atas tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan atau pertanggungjawaban secara moral atas perilaku dan keputusan yang diambilnya. Akuntabilitas tidak hanya dalam bentuk tanggung jawab moral, tetapi juga tanggung jawab secara yuridis dan politis.

Perilaku dan keputusan birokrasi yang terjadi selama masa Orde Baru ber-Perilaku dan keputusan birokrasi yang terjadi selama masa Orde Baru ber-laku sampai saat ini. Walaupun pada tataran kebijakan sudah ada perubahan, namun pada tataran norma perlu ada pembenahan, sedangkan pada tataran perilaku perlu ada reformasi lanjutan, sebab warisan masa lalu belum terkikis sama sekali dalam reformasi yang telah digulirkan.

Perubahan pada tataran kebijakan sudah dilakukan sejak rakyat menolak korupsi, kolusi, dan nepotisme serta komitmen moral dan kasih pimpinan tertinggi negeri ini, seperti ketua MPR, ketua DPR, presiden, wakil presiden, dan jaksa agung. Perubahan pada tataran norma sudah dilakukan melalui perubahan beberapa pasal dari UUD 1945 (amandemen UUD 1945), undang-undang, peraturan pemerintah, serta keppres, walaupun belum tuntas. Akan tetapi, pada tataran perilaku para birokrat pelaksana di tingkat menengah ke bawah belum terlihat ada perubahan.

Secara tidak langsung diakui kultur organisasi yang merasa superior itu bahwa kontrol, ganjaran, hukuman, karier, promosi, korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang, serta ketakutan selalu saja terjadi dalam setiap struktur organisasi birokrasi modern yang dibentuk. Ini merupakan ciri khas birokrasi yang bersifat universal telah melahirkan keangkuhan para pemegang peran dalam birokrasi. Alasan klise yang sering diberikan jika para pelaksana

Page 157: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)160

birokrasi dalam setiap kesalahannya ialah “kami hanya bawahan atau saya hanya pelaksana”. Dengan mengatakan demikian, berarti dia melimpahkan kesalahan itu kepada organisasi dan lari dari tanggung jawab.29

Tampaknya pembinaan pemerintah selama masa Orde Baru yang sentra-listik cukup berhasil menjadikan birokrasi sebagai instrumen yang sangat handal, loyal, berdedikasi, dan terpercaya untuk menjalankan misi politik pe-merintah daripada negara, namun sayangnya di sisi lain birokrasi tidak lekang dari patologi, yaitu suburnya korupsi. B. KETIDAKADILAN DAN KETIDAKBERESAN PELAYAN­

AN PUBLIK

L.P. Sinambela mengatakan, bahwa pada dasarnya, setiap manusia membutuh-kan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Hal senada juga diungkapkan oleh Budiman Rusli yang berpendapat bahwa selama hidupnya, manusia se-lalu membutuhkan pelayanan. Pelayanan menurutnya sesuai dengan life cycle theory of leadership (LCTL) bahwa pada awal kehidupan manusia (bayi) pela-yanan secara fisik sangat tinggi, tetapi seiring dengan usia manusia, pelayanan yang dibutuhkan akan semakin menurun.30

Sebagai contoh ketika seorang manusia (bayi) dilahirkan, membutuhkan pelayanan dari rumah sakit (negeri maupun swasta) ketika ibunya melahirkan, dibuatkan akta kelahiran, kemudian si bayi beranjak dewasa membutuhkan pendidikan untuk masa depannya kelak (sekolah), membutuhkan KTP dan surat-surat lainnya, sampai dia meninggal dunia pun juga membutuhkan pelayanan, yakni dikeluarkannya surat kematian dan izin di tempat pemakaman umum. Hal itu terjadi pada setiap manusia, tidak terkecuali.

Dalam suatu negara administratif, pemerintah dengan seluruh jajarannya biasa dikenal sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Dalam bahasa yang sederhana, peranan tersebut diharapkan terwujud dalam pemberian berbagai jenis pelayanan yang diperlukan oleh seluruh warga masyarakat.

29 Ibid., hlm. 121 dan 122.30 Lijan Poltak Sinambela, op.cit., hlm. 3.

Page 158: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 161

Pelayanan pemerintah pada umumnya dicerminkan oleh kinerja birokrasi pemerintah. Masyarakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan itu sering tidak sesuai harapan, karena secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini masih bercirikan berbelit-belit, lambat, mahal, dan melelahkan. Kecenderungan seperti itu terjadi karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang “melayani” bukan yang dilayani. Pelayanan yang seharusnya ditujukan kepada masyarakat umum, ka-dang dibalik menjadi pelayanan masyarakat terhadap negara, meskipun negara berdiri sesungguhnya adalah untuk kepentingan masyarakat yang mendirikan-nya. Artinya birokrat sesungguhnya haruslah memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat. Apabila saat sekarang ini masih terjadi ekonomi biaya tinggi dan segala bentuk inefesiensi di sektor pemerintah (red tape), hal ini setidak-tidaknya bersumber dari kinerja birokrasi yang masih belum baik dan memuas-kan masyarakat. Brooks Atkinson mengatakan:

Birokrasi dirancang untuk menyelenggarakan pelayanan publik, tetapi sete-lah terbentuk, birokrasi mengembangkan kehidupan rohaninya sendiri dan memandang publik sebagai musuh.

Peranan pelayanan publik menurut Undang-Undang Dasar dan secara praktis adalah membantu pemerintah yang sah menyusun kebijakan, melak-sanakan keputusan, dan memberikan pelayanan publik yang menjadi tanggung jawabnya. Menurut Undang-Undang Dasar, semua administrasi adalah bagian dari negara dan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar, pegawai negeri setia pada departemen tempat mereka bekerja.

Pelayanan publik yang mampu bekerja dengan baik dan mempunyai integritas adalah tujuan yang masih jauh dari jangkauan berbagai negara, termasuk Indonesia. Banyak negara yang harus berjuang dalam lingkungan yang korup untuk memperbaiki pelayanan publik yang sudah terlalu lama dikuasai oleh politisi.

Khususnya di negara berkembang, banyak pelayanan publik yang dijadikan tempat untuk menampung handai tolan (yang setia pada orang yang memberi kerja, tidak pada “konsumen” pada pelayanan publik), atau untuk mereka yang “membeli” kedudukan mereka (dan mencoba mendapatkan kembali uang yang sudah dikeluarkannya).

Page 159: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)162

Ancaman-ancaman dari luar pada pegawai negeri yang jujur dan efektif tidak saja datang dari tingkat atas tetapi juga dari tingkat bawah. Masyarakat luas sudah menganggap memberi uang lelah pada pegawai negeri wajar, sehingga perilaku korup terus berjalan dan berkembang tanpa dapat dibendung.

Ada ungkapan dalam birokrasi pelayanan publik “Kalau masih bisa diper-sulit, mengapa harus dipermudah”. Paradigma dan pola pikir yang kolusif, ne potis, dan korup semakin marak, bahkan perilaku tersebut telah melebihi tindak penyimpangan di zaman Orde Baru yang dikecam dan dijadikan agen-da reformasi untuk diberantas. Akibat tidak langsung dari bebagai perilaku kepemimpinan bangsa, akhirnya mengantar negara ke dalam krisis kepercaya-an dan perangkap ekonomi yang semakin parah, yang mendudukkan Indone-sia di peringkat +130 dalam kualitas sumber daya manusia yang dimiliki dan menjadi tiga negara teratas dalam korupsi.31

Perbaikan pelayanan publik di Indonesia tidak kunjung meningkat, malah dapat dikatakan semakin menurun. Ketidakberesan pelayanan publik ini memunculkan krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Image pemerintah menjadi semakin buruk.

Tentara, PNS, dan aparat pemerintah lainnya adalah merupakan birokrat yang rekruitmennya berasal dari masyarakat yang luas. Mereka adalah bagian kecil dari masyarakat yang mempunyai tugas dan kepercayaan masyarakat untuk menjalankan roda pemerintahan dari suatu negara, sedangkan negara itu sendiri terdiri dari sekumpulan masyarakat yang menghimpunkan diri. Dengan demikian, seorang yang menyatakan diri menjadi aparat pemerintah (birokrat) berarti mempunyai komitmen untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat (pelayanan publik).32

Osborne dan Plastrik mencirikan pemerintahan (birokrat) sebagaimana diharapkan bahwa pemerintahan milik masyarakat, yakni pemerintahan

31 Sedarmayanti, Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpin-an Masa Depan (Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan yang Baik), Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 201.

32 Eddhi Sutarto, Pertanggungjawaban Birokrasi Kepabeanan Berdasarkan Visi, Misi, Strategi, Serta Komitmen Organisasi terhadap Kewajiban Pelayanan Masyarakat di Indonesia, dalam Sedarmayanti, ibid., hlm. 142.

Page 160: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 163

(birokrat) yang mengalihkan wewenang kontrol yang dimilikinya kepada masyarakat. Masyarakat diberdaya, sehingga mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Dengan adanya kontrol dari masyarakat, pelayanan publik akan lebih baik karena mereka akan memiliki komitmen yang lebih baik, lebih peduli, dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah. Pelayanan yang diberikan oleh birokrat ditafsirkan sebagai kewajiban bukan hak, karena mereka diangkat oleh pemerintah untuk melayani masyarakat. Oleh karena itu, harus dibangun komitmen yang kuat untuk melayani, sehingga pelayanan akan dapat menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan dapat merancang model pelayanan yang lebih kreatif serta lebih efisien.

Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Negara didirikan oleh publik (masyarakat) dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakikatnya, negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual, tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

Pemerintahan milik masyarakat tersebut akan tercipta jika birokrat dapat mendefinisikan ulang tugas dan fungsi mereka. Patut diduga bahwa banyak birokrat yang tidak memahami secara pasti atau setidaknya-tidak mengerti filosofi pelayanan yang akan diberikannya, sehingga pelayanan publik yang dimimpikan oleh masyarakat jauh dari kenyataan yang mereka alami.

Secara teoretis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu, dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari: 33

1. transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti;

2. akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

33 Ibid., hlm. 6.

Page 161: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)164

3. kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas;

4. partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masya-ra kat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat;

5. kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apa pun, khususnya ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain;

6. keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbang-kan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

Selama ini, iklim birokrasi dan aparatur negara yang mengabdi pada rakyat (public servant) masih terkesan prosedural, lamban, tidak produktif, berbiaya tinggi, dan melalaikan kepentingan publik. Selama campur tangan pemerintahan (birokrasi) terlalu luas dalam sektor kehidupan publik, dipasti-kan pelayanan birokrasi akan semakin kompleks (over administration) dan kemungkinan aktivitas kegiatan publik juga akan berbiaya tinggi, utamanya dalam sektor kegiatan ekonomi. Karena pengalaman menunjukkan bahwa orientasi birokrasi dalam arti red tape, banyak meja yang harus dilalui untuk pelayanan jasa adalah inefisiensi dalam kegiatan publik. Kondisi ini masih menggejala di banyak sektor pelayanan birokrasi pemerintahan.

Rendahnya mutu pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur menjadi citra buruk pemerintah di tengah masyarakat. Bagi masyarakat yang pernah berurusan dengan birokrasi selalu mengeluhkan dan kecewa terhadap tidak layaknya aparatur dalam memberikan pelayanan. Paling tidak ada 385 jenis pelayanan publik yang diberikan aparatur kepada masyarakat, mulai dari urusan akta kelahiran sampai dengan urusan surat kematian. Semua jenis pelayanan tersebut disediakan dan diberikan kepada masyarakat oleh aparatur pemerintah, baik aparatur yang berada di pusat maupun di daerah, secara umum belum banyak memuaskan masyarakat. Pelayanan yang diberikan terlalu berbelit-belit dengan alasan sesuai dengan prosedur, banyaknya biaya pungutan, dan waktunya sangat lama, sehingga pelayanan yang diberikan cenderung tidak efektif dan efisien.

Page 162: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 165

Pelayanan yang diberikan lebih didasarkan pada peraturan yang sangat kaku dan tidak fleksibel, sehingga aparatur terbelenggu untuk melakukan daya inovasi dan kreasi dalam memberikan pela yanan publik kepada masyarakat. Aparatur di dalam memberikan pelayan an cenderung terjebak pada petunjuk pelaksanaan (juklak). Hal ini menyebabkan aparat menjadi kurang fleksibel dan tidak mempunyai inovasi dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat.

Masih ada aparatur birokrasi yang belum menyadari fungsinya sebagai pelayan masyarakat dalam melayanai kepentingan umum. Ketentuan bahwa birokrasi mempunyai kewajiban untuk melayani masyarakat menjadi ter-balik, sehingga bukan lagi birokrasi yang melayani masyarakat tetapi justru masyarakat yang melayani birokrasi. Sikap-sikap para birokrat yang tidak ber-sedia melayani masyarakat secara adil dan merata itu tampak di hampir semua instansi negeri. Pendapat bahwa “bekerja dengan rajin atau tidak rajin tetap mendapat gaji yang sama setiap bulan” turut mempertebal alasan keengganan (unwill-lingness) para pegawai untuk bekerja dengan sebaik-baiknya.34

Sementara itu, kelambanan pelayanan umum tidak hanya disebabkan oleh kurang baiknya cara pelayanan di tingkat bawah. Ternyata masih banyak faktor yang mempengaruhi begitu buruknya tata kerja dalam birokrasi. Sikap pandang organisasi birokrasi pemerintah Indonesia, misalnya terlalu berorientasi kepada kegiatan (activity) dan pertanggungjawaban formal (formal accountability). Penekanan kepada hasil (product) atau kualitas pelayanan (service quality) sangatlah kurang, sehingga lambat laun pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi menjadi kurang menantang dan kurang menggairahkan. Dengan ditambah oleh semangat kerja yang buruk, maka jadilah suasana rutinitas yang semakin menggejala dan akhirnya aktivitas-aktivitas yang dijalankan itu sendiri menjadi counter productive.35 Sudah menjadi rahasia umum bahwa di kantor-kantor pemerintahan, akan dilihat banyak pegawai yang datang ke kantor hanya untuk mengisi presensi, membaca koran, main catur, menyebar gosip, mengikuti appeal, sementara pekerjaan-pekerjaan yang diselesaikannya sungguh tidak sepadan dengan waktu yang telah dihabiskannya.

34 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. 158.35 Ibid., hlm. 158 dan 159.

Page 163: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)166

Gaya manajemen yang terlalu berorientasi kepada tugas (task oriented) juga membawa pengaruh tidak terpacunya pegawai kepada hasil dan kualitas pelayanan umum. Formalitas dalam rincian tugas-tugas organisasi menuntut uniformitas dan keseragaman yang tinggi. Akibatnya, para pegawai menjadi takut berbuat keliru dan cenderung menyesuaikan pekerjaan-pekerjaannya dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) sedapat mungkin, walaupun keadaan yang ditemuinya dalam kenyataan sangat jauh bedanya dengan peraturan-peraturan tersebut.

Pada umumnya pegawai negeri mempunyai rasa cemas yang tinggi ter-hadap kegagalan dan “ingin merasa aman” dalam pekerjaannya. Perasaan takut gagal yang berlebihan pada akhirnya membuat para pegawai takut mengam-bil risiko, takut bertindak, dan tidak berani melakukan perubahan-perubahan yang sesungguhnya diperlukan bagi perbaikan organisasi. Budaya Asal Bapak Senang (ABS) muncul di mana-mana. Keadaan seperti ini menjadi salah satu penyebab rapuhnya mental para pegawai hingga mendorong berbagai bentuk penyimpangan dan penyelewengan.

Kecenderungan lain yang melekat di dalam birokrasi adalah kurang diperhatikannya asas keterjangkauan dan pemerataan dalam pelayanan. Se-cara normatif, birokrasi seharusnya memihak kepada golongan miskin atau kelompok-kelompok pinggiran, karena merekalah yang perlu dibantu un-tuk ikut menikmati hasil-hasil pembangunan. Pelayanan yang mudah dan murah merupakan hal yang esensial bagi mereka karena ditilik dari kondisi ekonomi, mereka tidak mungkin mendapatkan pelayanan kesejahteraan so-sial yang mahal. Sangat disayangkan bahwa dalam kenyataan justru dilihat bahwa aparatur-aparatur birokrasi cenderung menghindari kelompok miskin karena mereka tidak ingin kehilangan klientel-klientel atau konco-konco yang telah menguntungkan posisi mereka.

Tingkat kemudahan (accessibility) pelayanan bagi masyarakat golongan menengah ke bawah masih sangat rendah. Ada sesuatu yang tidak beres dalam sistem pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Pelayanan di rumah sakit, di Puskesmas, jasa angkutan, perkreditan, sekolah-sekolah umum, ketenaga-kerjaan, dan sebagainya, masih bias kepada orang-orang berduit. Sementara orang-orang terlantar dan miskin semakin terlupakan dan semakin jauh dari

Page 164: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 167

uluran tangan aparat birokrasi. Dalam banyak hal, ternyata birokrasi cende-rung mempertajam stratifikasi sosial yang terdapat dalam masyarakat, sehing-ga jurang pemisah antara si kaya dan si miskin makin melebar.

Lebih dari itu, masalah kekakuan prosedur juga melanda institusi-insti-tusi pemerintah yang seharusnya melaksanakan aktivitas secara profesional. Bisa dilihat betapa kurang lincahnya manajemen PLN, PTP, PJKA, atau Badan Usaha Milik Negara lainnya jika dibandingkan dengan manajemen perusa-haan-perusahaan swasta. Birokrasi seolah-olah menjadi makhluk yang sema-kin gemuk, tetapi pada saat yang sama semakin lamban gerakannya. Dominasi birokrasi pada badan-badan usaha yang monopolistik itu tidak ditunjang dengan sistem manajemen dan efisiensi yang lebih baik, sehingga tidak heran jika terlontar banyak ungkapan bahwa birokrasi Indonesia me rupakan sum-ber utama ekonomi biaya tinggi (EBIT) yang mengurangi daya saing produk-produk Indonesia. Ini antara lain disebabkan karena kurang adanya manaje-men yang berdasarkan sasaran (management by objectieve) serta kaburnya tolak ukur untuk menilai prestasi.36

Keadaan yang demikian membuat masyarakat sebagai pengguna pelayan-an publik menjadi tidak terpuaskan, sehingga masyarakat enggan mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan birokrasi pemerintah. Selanjutnya masyarakat mencari jalan pintas dengan cara melanggar peraturan yang ada, di sinilah proses korupsi, kolusi dan nepotisme dimulai. Pelayanan menjadi komoditas yang diperjualbelikan oleh aparatur untuk memperkaya dirinya, terjadi tawar-menawar dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat yang seharusnya sudah menjadi tugas dan tanggung jawabnya.37

C. PENYIMPANGAN KEBIJAKAN PUBLIK

Dalam setiap masyarakat, peran pemerintah sangat diperlukan, bahkan di negara yang sangat liberalis dan kapitalis sekalipun. Menurut Musgrave dan Musgrave (1989), ada beberapa alasan yang menyebabkannya, yaitu:38

36 Ibid., hlm. 162.37 Ibid., hlm. 118.38 Endarti Budi Setyawati dan Hessel Nogi S. Tangkilisan, Responsivitas Kebijakan

Publik, Wonderful Publishing Company, Yogyakarta, Tanpa Tahun, hlm. 9 dan 10.

Page 165: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)168

1. pemerintah dan kebijakan yang dijalankannya dibutuhkan untuk men-jamin terjadinya mekanisme pasar yang sehat dan kompetitif;

2. peraturan pemerintah dan tindakan lainnya dibutuhkan apabila persaing-an dalam pasar menjadi tidak efisien;

3. pengaturan dan pertukaran berdasarkan perjanjian yang dibutuhkan dalam operasi pasar tidak dapat terjadi tanpa adanya proteksi dan pemaksaan dari suatu struktur resmi yang diadakan oleh pemerintah;

4. adanya masalah “eksternalitas” yang menuju pada kegagalan pasar dan menghendaki pemecahan melalui peran pemerintah, baik melalui penye-diaan anggaran, subsidi, maupun pajak;

5. nilai-nilai sosial menghendaki adanya penyesuaian dalam distribusi pen-dapatan dan kesejahteraan.

Menurut Wibawa dkk, sekalipun tindakan kebijakan dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan-tujuannya, tidak selalu tindakan tersebut dapat mewujudkan semua kehendak kebijakan kecuali disebabkan oleh lemahnya daya antisipasi para pembuat kebijakan maupun pendesain program dan proyek, terganggunya implementasi yang menjadikan tidak tercapainya tujuan kebijakan, mungkin juga pengaruh dari berbagai kondisi lingkungan yang tidak teramalkan sebelumnya. Respon pemerintah merupakan salah satu bentuk dari kebijakan pemerintah terhadap program pembangunan yang ada.39

Pengertian atau definisi kebijakan sangatlah beragam. Secara umum ke-bijakan dapat dikatakan sebagai rumusan keputusan pemerintah yang men-jadi pedoman tingkah laku guna mengatasi masalah publik yang mempunyai tujuan, rencana, dan program yang akan dilaksanakan secara jelas. Berikut adalah beberapa pengertian mengenai kebijakan publik.40

1. Anderson Anderson menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan pengembangan

dari kebijakan yang dilakukan oleh institusi pemerintah dan aparaturnya. Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa:

39 Ibid., hlm. 10.40 Ibid., hlm. 10–15.

Page 166: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 169

a. kebijakan pemerintah selalu mempunyai tujuan tertentu atau meru-atau meru-meru-pakan tindakan yang berorientasi pada tujuan;

b. kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan peja-bat-pejabat pemerintah;

c. kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan peme-rintah, jadi bukan merupakan apa yang baru menjadi maksud atau pernyataan pemerintah untuk melakukan sesuatu;

d. kebijakan pemerintah itu bersifat positif dalam arti merupakan kepu-tusan pemrintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan;

e. kebijakan pemerintah dalam arti yang positif didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat me-maksa (otoritatif).

2. Eulau dan Prewitt Menurut Eulau dan Prewitt yang dikutip oleh Jones, dikatakan bahwa

kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Eulau juga menyatakan bahwa suatu kebijakan dapat dikatakan sebagai kebijakan publik atau tidak dilihat dari komponen public policy-nya, yang mencakup:41

a. niat dari sebuah tindakan;

b. tujuan atau keadaan akhir yang hendak dicapai;

c. rencana atau usulan untuk mencapai tujuan;

d. program yang disahkan untuk mencapai tujuan kebijakan;

e. keputusan atau pilihan atas tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, mengembangkan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program;

f. dampak atau pengaruh yang dapat diukur.

3. George C. Edwards III dan Ira Sharkansy Menurut George C. Edwards III dan Ira Sharkansy bahwa kebijakan

publik sebagai apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan, apa yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Jadi hal tersebut memiliki sasaran atau tujuan

41 Ibid., hlm. 11 dan 12.

Page 167: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)170

kepada program pemerintah. Kebijakan dasar itu dapat ditetapkan secara jelas dalam peraturan perundang-undangan dengan berbagai program dan tindakan yang dilakukan pemerintah.

4. Rose Bertitik tolak dari pengertian kebijakan publik oleh Rose yang dikutip oleh

Dunn bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian pilihan tindakan pemerintah (termasuk pilihan untuk tidak bertindak) guna menjawab tantangan-tantangan yang menyangkut kehidupan masyarakat.

5. Hofferbert Menurut Hofferbert, kebijakan publik adalah pernyataan-pernyataan yang

dilakukan oleh eksekutif, penggunaan anggaran negara dan juga kegiatan apapun yang dilakukan oleh siapapun yang menjadikan masyarakat sebagai sasarannya, maka pada hakikatnya tujuan dari kebijakan publik adalah menyelesaikan berbagai masalah publik.

Pengertian masalah, David G. Smith dalam Islamy mengemukakan untuk tujuan kebijakan pengertian masalah dapat diartikan secara formal seba-gai suatu kondisi atau situasi yang menghasilkan kebutuhan-kebutuan atau ketidakpuasan dalam masyarakat, untuk itu perlu dicari cara-cara penang-gulangannya. Masalah publik adalah masalah yang menyangkut dan ber-dampak pada kebijakan publik, sedangkan kebijakan publik merupakan agenda yang dirumuskan oleh pemerintah yang merupakan tanggapan atau respon (responsivenes) terhadap lingkungan atau masalah publik.

6. William Dunn Mengatakan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian pilihan yang

kurang lebih berhubungan (termasuk keputusan untuk tidak berbuat) yang dibuat oleh badan-badan atau kantor-kantor pemerintah. Untuk mencapai tujuan suatu kebijakan, pemerintah harus melakukan aksi atau tindakan yang berupa penghimpunan sumber daya dan pengelolaannya. Hasil yang diperoleh dari aksi pertama tersebut disebut input kebijakan, sementara aksi yang kedua secara terbatas dapat disebut sebagai proses (implementasi) ke-bijakan. Di dalam proses kebijakan tidak saja terdapat perilaku administratif dan organisasional, tetapi juga sebagai perilaku positif.

Page 168: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 171

7. Wibawa Tugas pemerintah adalah menampung semua tuntutan dan kepentingan

para pelaku politik, menghimpun sumber daya dari para pelaku ini dan memenuhi tuntutan serta kepentingan tersebut. Namun dalam pelaksanaannya tidak semua tuntutan dapat dipenuhi dalam waktu yang sama, terutama disebabkan oleh jumlah dan kualitas sumber daya yang lebih sedikit dibanding tuntutan-tuntutan itu, maka pemerintah selalu melakukan penyaringan dan pemilihan tuntutan dan kepentingan. Ada tuntutan yang dapat dipenuhi segera, tetapi tidak sedikit tuntutan yang harus ditunda atau disingkirkan. Hasil dari penyaringan dan pemilihan inilah yang dirumuskan sebagai kebijakan publik.

Masalah kebijakan dan pelayanan publik menjadi isu sentral dan masalah yang penting saat ini, terkait dengan praktik-praktik menyimpang yang dilakukan oleh oknum pejabat pemerintahan dan pegawai pemerintahan. Pada masa Orde Baru rakyat dipaksa untuk menerima saja kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah meskipun itu merugikan bagi mereka, terlebih rakyat tidak dikutsertakan di dalam proses pembuatan kebijakan publik.

Sampai sekarang pelayanan birokrasi pemerintahan masih kurang produktif dan jauh dari harapan masyarakat. Tugas pemerintahan yang dijalankan oleh para birokrat lebih banyak dilakukan sesuai dengan jalan pikiran dan keinginan sendiri. Birokrasi pemerintahan masih terkesan prosedural, lamban, tidak produktif, berbiaya tinggi, dan cenderung melalaikan kepentingan publik.42

Adanya kebijakan tidak bisa dilepaskan dengan adanya kewenangan bebas dari pemerintah yang disebut freies ermessen. Freies ermessen berarti orang yang memiliki kebebasan untuk menilai, menduga, dan mempertimbangkan sesuatu. Di bidang pemerintahan freies ermessen (pouvoir discretionaire) diarti-kan sebagai salah satu sarana untuk memberikan ruang gerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang. Nata Saputra memberikan definisi freies ermessen sebagai suatu kebebasan yang pada asasnya memperkenankan alat administrasi negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan

42 Lijan Poltak Sinambela, loc.cit., hlm. 34.

Page 169: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)172

daripada berpegang teguh pada ketentuan hukum, atau kewenangan yang sah untuk turut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-tugas menyelenggarakan kepentingan umum.43

Di Indonesia, keberadaan freies ermessen termuat dalam ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: “Presiden Republik Indonesia meme-gang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, menyatakan: “Presiden mene-tapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaima-na mestinya”. Makna dari ketentuan pasal tersebut adalah dalam kedudukan-nya sebagai pejabat negara, presiden diberikan kebebasan dalam melakukan tindak an sebagai kepala kekuasaan eksekutif dalam menjalankan perintah undang-undang.

Dalam Penjelasan Umum UUD 1945, dinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar atau Konstitusi suatu negara ialah hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Konstitusi ialah hukum dasar yang tertulis, sedangkan di samping konstitusi itu juga berlaku hukum dasar yang tidak tertulis, yakni aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.

Pemberian freies ermessen kepada pejabat tata usaha negara atau adminis-trasi negara merupakan konsekuensi logis dari konsepsi welfare state, tetapi dalam kerangka negara hukum, freies ermessen tidak dapat digunakan tanpa batas. Atas dasar hal tersebut, maka freies ermessen memiliki unsur-unsur seba-gai berikut.44

1. Sebagai bentuk konsekuensi dari konsep welfare state.

2. Merupakan bentuk sikap dari campur tangan pemerintah atau pejabat administrasi negara.

3. Dimaksudkan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang muncul secara tiba-tiba atau belum dimuat dalam ketentuan undang-undang.

43 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, 2009, hlm. 150 dan 151.

44 Ibid., hlm. 151 dan 152.

Page 170: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 173

4. Diambil berdasarkan inisiatif sendiri dari pemerintah atau administrasi negara.

5. Bertujuan untuk memberikan pelayanan publik.

6. Dimaksudkan untuk mengisi kekurangan dan kelemahan dari peraturan perundang-undangan.

7. Tidak bertentangan dengan sistem hukum atau norma-norma dasar.

Menurut Laica Marzuki sebagaimana dikutip Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat bahwa freies ermessen merupakan kebebasan yang diberikan kepada tata usaha negara dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, sejalan dengan meningkatnya tuntutan pelayanan publik yang harus diberikan tata usaha negara terhadap kehidupan sosial ekonomi para warga yang kian komplek.45 Muchsan menyebutkan dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, freies ermessen dilakukan oleh administrasi negara dalam hal-hal berikut.46

1. Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian in concreto terhadap suatu masalah tersebut menuntut penyelesaian dengan segera. Misalnya dalam menghadapi suatu bencana alam atau epidemi penyakit menular, pemerintah harus segera mengambil tindakan yang menguntungkan bagi negara dan masyarakat, tindakan yang semata-mata timbul atas prakarsa sendiri.

2. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat peme-rintah memberikan kebebasan sepenuhnya. Misalnya dalam pemberian izin, setiap pemberi izin bebas untuk menafsirkan pengertian “menimbul-kan keadaan bahaya” sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing.

3. Adanya delegasi perundang-undangan, maksudnya aparat pemerintah diberi kekuasaan untuk mengatur sendiri, yang sebenarnya kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya dalam menggali sumber-sumber keuangan daerah, pemerintah daerah bebas untuk mengelolanya asalkan sumber-sumber itu merupakan yang sah.

45 Ibid., hlm. 152.46 Ibid., hlm. 152 dan 153.

Page 171: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)174

Freies ermessen merupakan kewajiban pemerintah dalam sebuah negara kesejahteraan (welfare state), yang mana tugas pemerintah yang utama dalam negara kesejahteraan adalah memberikan pelayanan umum atau mengusahakan kesejahteraan bagi warga negara. Freies ermessen di Indonesia muncul bersamaan dengan adanya pemberian tugas bagi pemerintah untuk melaksanakan dan merealisasikan tujuan negara Indonesia, seperti yang tercantum dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945, yakni: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka ...”.47

Dikarenakan tugas utama dalam konsepsi welfare state itu memberikan pelayanan bagi warga negara, muncul prinsip: “Pemerintah tidak boleh meno-lak untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan alasan tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya atau tidak ada peratur an perundang-undangan yang dijadikan dasar kewenangan untuk me lakukan perbuatan hukum”. Terdapat pembatasan dalam penggunaan freies ermessen ini. Ada beberapa pendapat mengenai pembatasan penggunaan freies ermessen ini, antara lain sebagai berikut.48

1. Muchsan

a. Penggunaan freies ermessen tidak boleh bertentangan dengan sistem hukum yang berlaku (kaidah hukum positif).

b. Penggunaan freies ermessen hanya ditujukan demi kepentingan umum.

2. Sjachran Basah Secara hukum terdapat dua batas, yakni sebagai berikut. a. Batas Atas Batas atas dimaksudkan ketaatan terhadap ketentuan perundang-un-

dangan berdasarkan landasan taat asas, yaitu peraturan yang tingkat

47 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Ne-gara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekretariat Jenderal MPR RI, 2002, hlm. 3.

48 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, loc.cit., hlm. 153.

Page 172: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 3 Wilayah Administrasi Rawan Korupsi 175

derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang tingkat derajatnya lebih tinggi. Artinya secara hukum batas atas adalah wajib taat asas terhadap tata urutan perturan perundang-un-dangan Indonesia, baik secara vertikal maupun secara horizontal dan tidak melanggar hukum.

b. Batas Bawah Batas bawah ialah peraturan yang dibuat atau sikap tindak

administrasi negara (baik aktif maupun pasif), tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi warga. Artinya secara hukum batas bawah adalah tidak boleh melanggar hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Selain itu, Sjachran Basah secara tersirat berpendapat bahwa pelaksanaan freies ermessen harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.

Dalam ilmu hukum administrasi, freies ermessen ini diberikan hanya ke-pada pemerintah atau administrasi negara, baik untuk melakukan tindakan-tindakan biasa maupun tindakan hukum, dan ketika freies ermessenini diwu-judkan dalam instrumen yuridis yang tertulis, jadilah ia sebagai peraturan kebijakan. Sebagai sesuatu yang lahir dari freies ermessen dan yang hanya di-berikan kepada pemerintah atau administrasi negara, kewenangan pembuatan peraturan kebijakan ini inheren pada pemerintahan (inherent aan het bestuur).49

Dalam penyelenggaraan tugas administrasi negara, pemerintah banyak mengeluarkan kebijakan yang dituangkan dalam berbagai bentuk, seperti:50

1. garis-garis kebijakan (beleidslijnen);

2. kebijakan (het beleid);

3. peraturan-peraturan (voorschriften);

4. pedoman-pedoman (richtlijnen);

49 Ibid., hlm. 154.50 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 134.

Page 173: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)176

5. petunjuk-petunjuk (regelingen);

6. surat edaran (circulaires);

7. resolusi-resolusi (resoluties);

8. instruksi-instruksi (aanschrijvingen);

9. nota kebijakan (beleidsnota);

10. peraturan-peraturan menteri (reglemen);

11. keputusan-keputusan (beschikking).

Page 174: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 4 Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi 177

A. KEUANGAN NEGARA

Keuangan negara dalam arti luas meliputi APBN, APBD, keuangan negara pada Perjan Perum, PN-PN dan sebagainya, sedangkan definisi keuangan ne-gara dalam arti sempit hanya meliputi setiap badan hukum yang berwenang mengelola dan mempertanggungjawabkannya. Keuangan negara merupakan urat nadi dalam pembangunan suatu negara dan amat menentukan kelang-sungan perekonomian, baik sekarang maupun yang akan datang. Perumusan keuangan negara menggunakan beberapa pendekatan, yaitu sebagai berikut.1

1. Pendekatan dari sisi objek. Keuangan negara meliputi seluruh hak dan kewajiban negara yang

dapat dinilai dengan uang, di dalamnya termasuk berbagai kebijakan dan kegiatan yang terselenggara dalam bidang fiskal, moneter, dan/atau pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Selain itu, segala sesuatu dapat berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

1 Adrian Sutedi, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 11.

Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi

Bab 4

Page 175: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)178

2. Pendekatan dari sisi subjek. Keuangan negara meliputi negara dan/atau pemerintah pusat, pemerintah

daerah, perusahaan negara atau daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.

3. Pendekatan dari sisi proses. Seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan objek di

atas mulai dari proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.

4. Pendekatan dari sisi tujuan. Keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan, dan hubungan

hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dengan pendekatan tersebut, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara merumuskan pengertian keuangan negara:

Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Pengertian keuangan negara tidak hanya berbentuk uang tetapi segala ben-tuk dalam wujud apa pun yang dapat diukur dengan nilai uang. Dengan merujuk kepada rincian pasal dan pengertian batasan kerugian, serta keuangan negara di atas, dapat dirumuskan arti kerugian keuangan negara sebagai berkurangnya kekayaan negara yang disebabkan oleh penyalahgunaan wewenang atau kesem-patan atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan dan kedudukannya. Selain itu diartikan juga sebagai kelalaian seseorang dan atau sesuatu yang di-sebabkan oleh keadaan di luar kemampuan manusia (force majeur). Beberapa pengertian keuangan negara menurut ahli yang dirangkum oleh W. Riawan Tjandra, yakni sebagai berikut.2

2 W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 1–3.

Page 176: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 4 Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi 179

1. M. Ichwan Keuangan negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif (dengan

angka-angka di antaranya diwujudkan dalam jumlah mata uang), yang akan dijalankan untuk masa mendatang, lazimnya satu tahun mendatang.

2. Geodhart Keuangan negara merupakan keseluruhan undang-undang yang ditetap-

kan secara periodik yang memberikan kekuasaan pemerintah untuk me-laksanakan pengeluaran mengenai periode tertentu dan menunjukkan alat pembiayaan yang diperlukan untuk menutup pengeluaran tersebut.Unsur-unsur keuangan negara menurut Geodhart meliputi:

a. periodik;

b. pemerintah sebagai pelaksana anggaran;

c. pelaksanaan anggaran mencakup dua wewenang, yaitu wewenang penge-luaran dan wewenang untuk menggali sumber-sumber pembiayaan un-tuk menutup pengeluaran-pengeluaran yang bersangkutan; dan

d. bentuk anggaran negara adalah berupa suatu undang-undang.

3. Glenn A. Welsch Budget adalah suatu bentuk statement dari rencana dan kebijaksanaan

manajemen yang dipakai dalam sutau periode tertentu sebagai petunjuk atau blue print dalam periode itu.

4. John F. Due Budget adalah suatu rencana keuangan untuk suatu periode waktu

tertentu. Government budget (anggaran belanja pemerintah) adalah suatu pernyataan mengenai pengeluaran atau belanja yang diusulkan dan penerimaan untuk masa mendatang bersama dengan data pengeluaran dan penerimaan yang sebenarnya untuk periode mendatang dan periode yang telah lampau. Unsur-unsur definisi John F. Due menyangkut:

a. anggaran belanja yang memuat data keuangan mengenai pengeluaran dan penerimaan dari tahun-tahun yang sudah lalu;

b. jumlah yang diusulkan untuk tahun yang akan datang;

c. jumlah taksiran untuk tahun yang sedang berjalan;

d. rencana keuangan tersebut untuk suatu periode tertentu.

Page 177: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)180

5. Otto Ekstein Anggaran belanja adalah suatu pernyataan rinci tentang pengeluaran dan

penerimaan pemerintah untuk waktu satu tahun.

6. Van der Kemp Keuangan negara adalah semua hak yang dapat dinilai dengan uang,

demikian pula segala sesuatu (baik berupa uang ataupun barang) yang dapat dijadkan milik negara berhubungan dengan hak-hak tersebut.

7. Seminar ICW tanggal 30 Agustus–5 September 1970 Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai

dengan uang dan segala sesuatu, baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Ruang lingkup keuangan negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, keuangan negara meliputi:3

1. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan, dan meng edarkan uang, dan melakukan pinjaman;

2. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum peme-rintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

3. penerimaan negara;

4. pengeluaran negara;

5. penerimaan daerah;

6. pengeluaran daerah;

7. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak, kekayaan pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara atau perusahaan daerah;

8. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penye-lenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

9. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

3 Adrian Sutedi, op.cit., hlm. 51.

Page 178: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 4 Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi 181

Undang-Undang Keuangan Negara menganut definisi keuangan negara yang sangat luas, yakni terkait dengan semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan kewajiban tersebut. Hal ini dapat dijadikan sebagai landasan untuk mengamankan dan melindungi uang negara yang diperoleh dari pungutan-pungutan masyarakat, baik pajak maupun bukan pajak yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Keuangan negara merupakan urat nadi negara, tanpa uang negara tidak dapat menjalankan hidupnya. Keuangan rumah tangga negara ini dituangkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Sumber hakikat APBN adalah kedaulatan. Di negara Indonesia kedaulatan ada di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri dengan peraturan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), rakyat menentukan nasibnya sendiri, sehingga cara hidupnya tercermin dalam APBN.4

B. KERUGIAN KEUANGAN NEGARA AKIBAT KORUPSI

Masalah yang paling mendasar yang dihadapi oleh pemerintah negara Republik Indonesia setelah terjadinya krisis ekonomi adalah turunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi publik dan sistem pemerintahan, karena selama ini birokrasi hanya dijadikan sebagai alat politik oleh rezim yang berkuasa. Sekarang, rakyat sulit untuk menghargai apa yang dilakukan oleh pejabat pemerintah, birokrat, atau unsur lain yang terdapat dalam birokrasi publik.5

4 Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum, Teori, Kritik, dan Praktik, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 54.

5 Wahyudi Kumorotomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik, Sketsa Pada Masa Transisi, Magister Administrasi Publik (MAP) dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hlm. 3.

Page 179: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)182

Pendapat tersebut memang benar adanya. Bisa dilihat sekarang, masa depan ekonomi dan bangsa Indonesia terlihat sangat memprihatinkan. Betapa tidak, kasus-kasus kekerasan, korupsi, manipulasi, dan penipuan cenderung meningkat, permasalahan sosial seperti pengangguran, gizi buruk, keterlam-batan penanganan kesehatan dan dampak bencana, semakin memilukan hati. Demikian pula, pertikaian elit politik dan penyalahgunaan wewenang tidak menunjukkan kecenderungan menurun, justru semakin meningkat.6

Terjadinya praktik KKN, penyalahgunaan wewenang, pelecehan hukum intervensi eksekutif ke dalam proses peradilan (yudikatif), pengabaian keadilan dan kurangnya perlindungan serta kepastian hukum bagi masyarakat juga men-jadi penyebab ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah. Terlebih masalah korupsi yang sangat terkait dengan kedudukan dan kewenangan para pejabat pemerintah telah menurunkan citra aparatur negara serta mengakibatkan ki-nerja pemerintah sulit ditingkatkan.

Lubis dan Scott dalam pandangannya tentang korupsi disebutkan bahwa dalam arti hukum, korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh para pejabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut, sedangkan menurut norma-norma pemerintah dapat dianggap korupsi apabila hukum dilanggar atau tidak dalam bisnis tindakan tersebut adalah tercela.7

Pembangunan yang dilakukan selama ini, ternyata tidak membawa kesejahteraan pada rakyat kecil, tetapi kebanyakan dinikmati oleh koruptor yang notabene adalah pejabat negara. Tiap hari terjadi korupsi, korupsi terus merajalela hampir di setiap bidang pemerintahan, apakah itu legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.

6 Didin S. Damanhuri, Korupsi, Reformasi Birokrasi dan Masa Depan Ekonomi Indonesia, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. iii.

7 I.G.M. Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi “Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 16.

Page 180: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 4 Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi 183

Persoalan korupsi yang sekarang terjadi telah menjadi gurita dalam sistem pemerintahan di Indonesia merupakan gambaran dari bobroknya tata pemerintahan di negara ini. Fenomena ini telah menghasilkan kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan, serta buruknya pelayanan publik. Akibat dari korupsi, penderitaan selalu dialami oleh masyarakat, terutama yang berada di bawah garis kemiskinan. Adapun unsur-unsur dominan yang melekat pada tindakan korupsi tersebut adalah sebagai berikut.8

1. Setiap korupsi bersumber pada kekuasaan yang didelegasikan (delegated power, derived power). Pelaku-pelaku korupsi adalah orang-orang yang mem-peroleh kekuasaan atau wewenang dari perusahaan atau negara dan me-manfaatkannya untuk kepentingan-kepnetingan lain. Korupsi mengandung arti bahwa yang hendak diubah atau diselewengkan adalah keputusan-keputusan lain, keputusan-keputusan pribadi yang menyangkut urusan-urusan perusahaan atau negara. Jadi, yang menjadi persoalan adalah bahwa akibat-akibat buruk dari korupsi ditanggung oleh masyarakat, perusahaan atau negara, bukan oleh si pelaku korupsi.

2. Korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari pejabat-pejabat yang melakukannya. Ketika seorang pejabat disogok untuk mengeluarkan izin pendirian pasar swalayan oleh seorang pengusaha, misalnya, perbuat-an mengeluarkan izin itu merupakan fungsi dari jabatannya sekaligus kepentingan pribadinya. Pengusaha yang mengajukan permohonan izin mungkin telah menggunakan jalur hukum yang berlaku, tetapi penyogok-an yang dilakukannya jelas merupakan tindakan di luar hukum, sebab ia telah mempengaruhi keputusan secara tidak adil dan mengurangi kesem-patan pengusaha-pengusaha lain untuk memperoleh hak mereka.

3. Korupsi dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, link, atau kelompok. Oleh karena itu, korupsi akan sentiasa bertentangan dengan keuntungan organisasi, kepentingan negara, atau kepentingan umum.

4. Orang-orang yang mempraktikkan korupsi, biasanya berusaha untuk merahasiakan perbuatannya. Mungkin saja korupsi sudah begitu menja-rah, sehingga banyak sekali orang yang terlibat korupsi. Akan tetapi, pada

8 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. 213 dan 214.

Page 181: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)184

keadaan seperti ini pun, setidak-tidaknya motif korupsi tetap disembu-nyikan. Ini disebabkan karena setiap tindakan korupsi pada hakikatnya mengandung unsur penipuan dan bertentangan dengan hukum.

5. Korupsi dilakukan secara sadar dan disengaja oleh para pelakunya. Dalam hal ini tidak ada keterkaitan antara tindakan korup dengan kapasitas rasional pelakunya. Dengan demikian, korupsi jelas dapat dibedakan dari mal-administrasi atau salah urus (mis-management).

Kelihaian manusia untuk menghindari sistem yang dirancang untuk melin-dungi integritas lembaga dan proses tampak tidak ada habis-habisnya. Ini saja sudah cukup merisaukan, tetapi ada yang lebih merisaukan lagi, yakni dampak korupsi pada kemiskinan. Keputusan di bidang pembangunan dan perangkat peraturan dibelokkan untuk kepentingan pribadi, dengan akibat kaum miskin tidak mendapat apa-apa dari aliran dana bantuan yang masuk, dan mereka tidak ada harapan akan dapat meningkatkan taraf hidup melalui pembangunan sektor swasta. Bagi kaum kaya dan kaum miskin, taruhannya besar.

Bila dibiarkan saja dan tidak dibendung, korupsi kemungkinan besar akan meningkat. Ada sebuah contoh, ini terjadi di negara Samoa Barat. Auditor Negara (aparat pemerintah keuangan) dipecat karena melaporkan ada korupsi dalam kabinet. Ia kemudian menyaksikan dengan mata kepala sendiri seorang menteri kabinet ditembak dan dua orang rekannya dijatuhi hukuman mati karena bersalah bersekongkol merancang pembunuhan menteri itu.

Korupsi dapat terjadi bila ada peluang dan keinginan dalam waktu bersamaan. Korupsi dapat dimulai dari sebelah mana saja, seperti suap ditawarkan pada seorang pejabat atau seorang pejabat meminta (atau bahkan memeras) uang pelicin. Orang yang menawarkan suap melakukannya karena ia menginginkan sesuatu yang bukan haknya, dan ia menyuap pejabat bersangkutan supaya pejabat itu mau mengabaikan peraturan, atau karena ia yakin pejabat bersangkutan tidak akan mau memberikan kepadanya apa yang sebenarnya menjadi haknya tanpa imbalan uang.

Memang benar, korupsi sudah terjadi pada semua bidang tata pemerin-tahan, baik itu eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, yang dikenal dengan korupsi birokratis secara luas, yakni korupsi yang dilakukan orang-orang yang

Page 182: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 4 Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi 185

sedang memegang kekuasaan kelembagaan negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif.9

Membaca berita dan silang pendapat tentang korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh para pejabat tinggi di Indonesia sekarang ini seolah tidak ada habisnya. Anehnya, pejabat-pejabat yang diduga keras melakukan korupsi dan sudah mendapat tekanan publik bertubi-tubi tidak pernah menyerah dan tetap memegang jabatannya dengan segala risiko.

Rasa malu sudah kian menjadi barang langka di negeri ini.10 Kalaupun sudah diketahui dengan pasti telah melakukan korupsi, jalan yang dipakai adalah melarikan diri ke luar negeri dengan dalih berobat. Begitulah hebatnya para koruptor Indonesia.

Masih belum mengendap dari ingatan, betapa seorang Akbar Tanjung yang sudah jelas mendapat vonis hukuman tiga tahun penjara oleh pengadilan, tetap berupaya keras mempertahankan kedudukannya di DPR. Jaksa Agung M.A. Rachman yang juga tetap ngotot menentang dugaan penyembunyian kekayaannya oleh KPKPN kendati bukti-bukti sudah ada di depan mata. Jangankan meminta maaf atau menyatakan pengunduran diri, dia justru memobilisasi dukungan dari para jaksa agung muda dan para jaksa karir di lingkungan jabatannya.

Dulu kantong-kantong korupsi kebanyakan terdapat di pusat, mudah diidentifikasi dan relatif terlokalisasi. Kini, korupsi sudah merebak ke hampir semua jajaran administrasi pemerintahan, di pusat maupun daerah. Kalau para pejabat eksekutif sejak dulu terbiasa menerima upeti, suap, atau melakukan manipulasi uang negara, kini para pejabat legislatif di daerah pun terbiasa melakukan money politics, menguras APBD untuk kenaikan gaji, bonus, dan sebagainya atas nama kepentingan rakyat. Semakin banyak terungkapnya kasus korupsi dan penyalahgunaan jabatan di antara para jaksa dan hakim juga menunjukkan bahwa pejabat yudikatif yang semestinya menegakkan hukum, bahkan bisa sangat korup dengan cara-cara yang tidak kalah kotornya.

9 Amir Syamsuddin, Integritas Penegak Hukum, Hakim, Jaksa, Polisi, dan Pengacara, Kompas, Jakarta, 2008, hlm. 135.

10 Wahyudi Kumorotomo, Akuntabilitas Birokrasi ..., op.cit., hlm. 21.

Page 183: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)186

Bagi para aparat publik yang sudah melupakan amanah rakyat, Sapta Prasetya seolah-olah merupakan norma-norma yang hanya berlaku bagi orang-orang alim dan rohaniawan, pengambilan sumpah jabatan pada saat mereka dilantik hanya merupakan acara ritual yang tidak mengandung makna. Demi mengejar karier, para pejabat itu tidak segan-segan menjilat atasan, menjegal kawan, dan menindas bawahan. Tindak-tindak korupsi dan penyalahgunaan wewenang mulai dari korupsi waktu, komisi dan uang pelicin, hingga manipulasi-manipulasi besar tanpa terasa telah menggerogoti sumber daya negara yang seharusnya diperuntukkan bagi rakyat.11

Korupsi yang terjadi di Indonesia menimbulkan penderitaan dan ketidak-adilan bagi rakyat. Kenaikan harga BBM dan bahan pangan yang semakin mencekik, namun di lain pihak para pejabat berpesta dengan segala kemewahan menggunakan fasilitas negara. Hal yang sangat dirasakan bagi rakyat kecil bukan karena harga-harga kebutuhan pokok yang semakin melambung, namun rasa ketidakadilan. Rakyat kecil tidak pernah diperhatikan pemerintah, diperhatikan pun kalau mereka akan mencalonkan diri menjadi pejabat dengan janji-janji kosongnya.

Rakyat kecil merasakan betapa sulitnya hidup di negeri yang kaya raya ini. Mereka merasakan sulitnya hidup, tetapi pada saat yang sama mereka menyaksikan betapa para pejabat pemerintah dan wakil rakyat masih berme-wah-mewah, melakukan korupsi tanpa merasa bersalah, dan tidak ada empati terhadap penderitaan rakyat kelas bawah akibat kenaikan harga kebutuhan sehari-hari.

Sesungguhnya sebagian besar rakyat mungkin bersedia menderita apabila para pemimpin dan pejabat juga ikut merasakan penderitaan untuk pemulihan ekonomi bangsa. Akan tetapi sangat disayangkan sekali, yang disaksikan rakyat Indonesia sekarang ini adalah para pemimpin yang saling menuding dan mengutamakan kepentingan mereka sendiri, para pemimpin yang korup dan masih bermewah-mewahan sementara rakyat mereka menderita. Sudah saatnya agar para pemimpin mendengarkan suara rakyat karena suara rakyat adalah suara Tuhan, vox populi vox dei.

11 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. vi.

Page 184: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 4 Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi 187

Ingatkah para pejabat dari mana uang yang mereka pergunakan untuk berfoya-foya? Uang yang mereka gunakan adalah uang rakyat, yang harusnya mereka kelola. Uang negara adalah uang rakyat, public money is public consent. Setiap sen dan setiap rupiah dari uang negara itu diperoleh dari keringat dan hasil kerja keras rakyat. Dia berasal dari berbagai macam pajak, retribusi, denda, penjualan hingga berbagai pungutan yang dilakukan oleh aparat birokrasi publik. Jadi sangat keliru apabila persoalan keuangan negara disikapi oleh sebagian pejabat pemerintah sebagai alokasi untuk membiayai berjalannya institusi-institusi negara semata tanpa melihat keterkaitannya dengan kesejahteraan rakyat pada umumnya.

Di dalam birokrasi publik, kepentingan para pejabat seringkali lebih domi-nan dibandingkan dengan kepentingan rakyat. Akibatnya, berbagai upaya un-tuk merasionalkan sistem anggaran dan sistem keuangan negara senantiasa ter-bentur oleh kepentingan-kepentingan para pejabat itu.

Indonesia demikian sulit untuk segera bangkit karena masih harus menghadapi banyak persoalan internal sehubungan dengan reformasi di bidang politik dan sistem pemerintahan, tidak terkecuali reformasi birokrasi publik yang sekian lama terkungkung di dalam lingkaran persoalan korupsi. Kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi sangatlah besar. Tidak cukup hanya menjatuhkan pidana kepada koruptor, yang hanya dengan vonis satu atau dua tahun, bahkan bisa saja bebas.

Kerugian keuangan negara terdiri dari dua rumpun kata, yaitu kerugian dan keuangan negara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti rugi adalah:1. terjual tetapi kurang dari modal;2. tidak mendapat laba;3. kurang dari modal karena menjual sesuatu lebih rendah dari harga pokok;4. tidak mendapatkan sesuatu yang berguna;5. tidak menguntungkan;6. sesuatu yang kurang baik.

Adapun (ke)-rugi-(an) dirumuskan sebagai berikut.1. Menanggung atau menderita rugi.2. Sesuatu yang terkait dengan rugi, seperti ganti rugi.3. Sesuatu yang dianggap mendatangkan rugi, seperti kerusakan.

Page 185: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)188

Dapat disimpulkan, bahwa rugi dapat bersifat material maupun non-material. Kerugian material adalah kerugian yang dapat diukur dengan nilai uang berdasarkan parameter yang objektif. Selain itu, besarannya dapat diuji secara profesional. Adapun kerugian non-material lebih bersifat subjektif, sulit diukur dengan mata uang, dan besarannya tidak dapat diuji secara profesional.

Dalam perspektif Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, kerugian keuangan negara adalah sesuatu yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum atau tindakan penyalahgunaan wewenang yang ada pada seseorang karena jabatan dan kedudukannya.

Di dunia peradilan, arti kerugian keuangan negara, yaitu berku rangnya kekayaan negara atau bertambahnya kewajiban negara tanpa diimbangi prestasi yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum. Akibat yang ditim-Akibat yang ditim-bulkan dari kejahatan korupsi ini dapat menghambat pembangunan nasional, merugikan keuangan negara, serta perekonomian negara. Kerugian keuangan negara bersumber dari berkurangnya keuangan negara sebagai akibat dari tindak pidana (seperti korupsi) dan/atau mal administrasi. Kerugian keuangan negara pada dasarnya kerugian yang berkaitan dengan kekayaan negara, baik yang dipisahkan maupun tidak (APBN/APBD, ABUMN/ABUMD, dan lain-lain) termasuk keuangan suatu badan atau badan hukum yang memperguna-kan modal atau kelonggaran-kelonggaran dari negara atau masyarakat untuk kepentingan sosial, kemanusiaan, dan lain-lain.

Kerugian keuangan negara dapat terjadi pada dua tahap, yaitu pada tahap dana akan masuk pada kas negara dan pada tahap dana akan keluar dari kas nega-ra. Pada tahap dana yang akan masuk ke kas negara, kerugian bisa terjadi melalui konspirasi pajak, konspirasi denda, konspirasi pengembalian kerugian negara dan penyelundupan, sedangkan pada tahap dana akan keluar dari kas negara kerugian terjadi akibat mark up, korupsi, pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan program, dan lain-lain. Perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan perekono-mian negara ialah pelanggaran-pelanggaran pidana terhadap peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam bidang kewenangannya.12

12 A. Djoko Sumaryanto, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi dalam Rangka Pengembalian Kerugian Keuangan Negara, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2009, hlm. 26 dan 27.

Page 186: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 4 Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi 189

Meluasnya praktik korupsi dalam berbagai sendi pemerintahan telah mengganggu roda pemerintahan dan melahirkan kerugian yang sangat besar terhadap keuangan dan perekonomian negara. Apalagi kalau dikaitkan dengan kualitas birokrasi pemerintahan maupun realisasi otonomi daerah, serta maha sulitnya pengurangan sistematis KKN pada birokrasi pemerintahan yang diperkirakan semakin sistemik dan merata ke daerah-daerah.

Masalah kerugian keuangan negara, selalu muncul di Pengadilan Tipikor. Hal tersebut karena dimensi kerugian keuangan negara merupakan salah satu unsur yang dijadikan pegangan aparat hukum di Pengadilan Tipikor untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai kepada putusan final. Sejauh ini berbagai penanganan kasus tindak pidana korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan negara selalu menjadi polemik, terutama tentang berapa yang harus diganti oleh terdakwa.

Saksi ahli yang dimintakan untuk menghitung besar keru gian keuangan negara kerap menggunakan dasar nilai perhitungan yang berbeda. Fakta menunjukkan, dalam perkara korupsi, ter dakwa selalu berpasang-pasangan, yaitu birokrat dan perusahaan.

Beberapa pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang mengatur pengertian kerugian negara adalah sebagai berikut.

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 1 butir 22 berbunyi:

Kerugian negara atau daerah adalah kekurangan uang atau surat berharga dan barang yang nyata serta pasti jumlahnya sebagai akibat dan perbuatan melawan hukum baik disengaja maupun karena kelalaian.

Dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyatakan bahwa: “Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara atau daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Putusan pidana tidak mem-bebaskan dari tuntutan ganti rugi”.

Pada Pasal 59 sampai dengan Pasal 67 menguraikan tentang mekanisme tuntutan ganti rugi bagi bendaharawan dan non-bendaharawan di ling-kungan PNS.

Page 187: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)190

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:

a. Pasal 2 sampai dengan 4 memuat tentang kerugian keuangan negara sebagai suatu tindak pidana korupsi berikut sanksi pidana dan dendanya.

b. Pasal 32 ayat (1) berbunyi: Dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau

lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedang-kan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyi dikan tersebut kepada jaksa pengacara negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserah-kan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.

Penjelasan pasal ini berbunyi: Yang dimaksud dengan “secara nyata telah ada kerugian negara” ada-

lah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berda sarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.

3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan KUHP, tidak satu pun pasal yang memuat kata-kata “kerugian keuangan negara”.

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, tidak satu pun pasal yang memuat kata-kata “kerugian keuangan negara”.

5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelo-laan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Bab V Pasal 22 dan Pasal 23 mengupas khusus tentang pengenaan ganti kerugian negara oleh ben-dahara di lingkungan PNS yang penetapannya diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

6. KUH Perdata:

a. Pasal 1366 berbunyi: Setiap orang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang

disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga masuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kekuranghati-hatian.

Page 188: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 4 Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi 191

b. Pasal 1367 berbunyi: Seorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang

disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang ada di bawah pengawasannya.

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuang an Negara, yang dimaksud dengan keuangan negara adalah:

Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang termasuk ke bijakan di bidang fiskal, moneter, pengelolaan negara, dan badan lain dalam rangka penyelenggaraan negara. Selain itu, adalah sesuatu baik berupa barang maupun uang yang dapat dijadikan milik negara sehu-bungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya.

Pengertian keuangan negara tidak hanya berbentuk uang tetapi segala bentuk dalam wujud apa pun yang dapat diukur dengan nilai uang. Dengan merujuk kepada rincian pasal dan pengertian batasan kerugian, serta ke-uangan negara di atas, dapat dirumuskan arti kerugian keuangan negara sebagai berkurangnya kekayaan negara yang disebabkan oleh penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatan dan kedudukannya. Selain itu, diartikan juga sebagai kelalaian seseorang dan atau sesuatu yang disebabkan oleh keadaan di luar kemampuan manusia (force majeur).

Dalam perspektif Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, kerugian keuangan negara adalah sesuatu yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum atau tindakan penyalahgunaan wewenang yang ada pada seseorang karena jabatan dan kedudukannya.

Di dunia peradilan, arti kerugian keuangan negara, yaitu berku rang-nya kekayaan negara atau bertambahnya kewajiban negara tanpa diimbangi prestasi yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum.

Pengertian melawan hukum dalam tindak pidana korupsi dapat pula mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana.

Page 189: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)192

Perkembangan hukum Indonesia ditandai oleh semakin meningkatnya perkara pidana, khususnya pidana korupsi, yang diajukan ke pengadilan atas dasar adanya kerugian negara tersebut. Adanya perkembangan dalam penanganan perkara pidana korupsi tidak terlepas dari pengetahuan pihak penuntut umum yang mendorong terciptanya suatu simpulan bahwa perbuatan seseorang yang melakukan perbuatan melanggar hukum dalam lapangan hukum apa pun, baik publik maupun privat pasti mengandung dugaan adanya kerugian negara.

Mengingat korupsi di Indonesia yang terjadi secara sistematis dan meluas, sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Dengan demikian, pemberan-tasan tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan cara yang khusus, yakni penerapan sistem pembalikan beban pembuktian atau pembuktian terbalik (masyarakat umum mengenal demikian) yang dibebankan kepada terdakwa.

C. PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA

Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebar ke seluruh tubuh pemerintahan, sehingga sejak tahun 1960-an, langkah-langkah pembe-rantasannya pun masih tersendat-sendat sampai masa kini. Korupsi berkaitan pula dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu penguasa dapat me-nyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau kro-ninya. Ditegaskanlah kemudian bahwa korupsi selalu bermula dan berkem-bang di sektor publik dengan bukti-bukti yang nyata bahwa dengan kekuasaan itulah pejabat publik dapat menekan atau memeras para pencari keadilan atau mereka yang memerlukan jasa pelayanan dari pemerintah.13

Fenomena korupsi di sektor publik yang pertama-tama dapat disebutkan yang berskala kecil, tetapi sering terjadi di dalam manajemen publik tingkat operasional ialah berkaitan dengan pengertian pungli (pungutan liar). Ung-kapan-ungkapan yang sudah menjadi rahasia umum, dalam hal ini antara lain salam tempel, tahu sama tahu (TST), uang semir, uang pelicin, atau pelancar.

13 Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Interna-sional, Mandar Maju, Bandung, 2004, hlm. 1.

Page 190: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 4 Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi 193

Pada dasarnya fenomena korupsi prosedural ini terjadi karena adanya kesepa-katan timbal balik antara oknum petugas dengan pengguna jasa publik untuk saling membebaskan diri dari perbuatan yang melanggar hukum dan tidak etis.14 Mereka menutup mata atau pura-pura tidak tahu terhadap aturan hukum yang berlaku.

Sebagai contoh, seorang warga memberikan sejumlah uang dengan sukarela kepada petugas di kantor kecamatan untuk mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai uang pelicin atau uang pelancar. Menurut Surat Edaran Mendagri No. 474.4/1654/SJ tanggal 18 Juni 1990, biaya pengadaan KTP ialah Rp600,00 sampai dengan Rp1.000,00 bagi WNI dan Rp1.500,00 sampai dengan Rp2.000,00 bagi WNA, berlaku untuk tiga tahun. Pungutan ini sudah termasuk restribusi Pemda Tk. II, biaya distribusi, dan biaya pegawai pengelolanya. Akan tetapi, kenyataannya biaya pengadaan KTP masih bisa bertambah dan berlipat. Ironisnya, warga yang mengurus KTP itu sejak dari rumah memang sudah mempersiapkan uang ekstra tersebut untuk kelancaran urusan administratif yang akan didapatkan.

Kedua belah pihak (warga pengguna jasa dan pegawai kecamatan) sudah menganggap hal tersebut sebagai kewajaran. Orang yang tidak mau membayar “uang administrasi” atau sekadar mempertanyakan kekuatan hukum bagi keharusan membayar tersebut justru dianggap sebagai orang yang tidak tahu arti kekerabatan atau orang yang berada di luar sistem. Uang semir dianggap sebagai sarana yang wajar untuk membuat supaya setiap pelayanan umum berjalan mulus. Itulah sebabnya fenomena-fenomena yang mirip seperti ini berlangsung secara sistemik di mana-mana.

Apabila gejala-gejala tersebut meluas di dalam masyarakat dan membudaya dalam pola-pola kegiatan administrasi publik, korupsi tampak sebagai suatu sistem yang sulit diubah. Sistem uang rokok (bakshish system) ini berubah menjadi pola umum dan bisa menjalar ke satuan-satuan kegiatan administrasi yang di atasnya atau ke satuan-satuan lain yang sebelumnya tidak tersentuh korupsi, dan yang paling sering terjadi adalah kerja sama antara pihak-pihak swasta atau pengusaha dengan petugas atau pejabat pemerintah.

14 Wahyudi Komorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. 215 dan 216.

Page 191: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)194

Perkembangan korupsi sampai saat ini pun sudah merupakan akibat dari sistem penyelenggaraan pemerintahan yang tidak tertata secara tertib dan tidak terawasi secara baik, karena landasan hukum yang dipergunakan juga mengandung banyak kelemahan-kelemahan dalam implementasinya. Didukung oleh sistem check and balances yang lemah di antara ketiga kekuasaan itulah, maka korupsi sudah melembaga dan mendekati suatu budaya yang hampir sulit dihapuskan. Hampir seluruh anggota masyarakat tidak dapat menghindari diri dari “kewajiban” memberikan upeti manakala berhadapan dengan pejabat pemerintahan terutama di bidang pelayanan publik. Tampaknya tidak memberikan sesuatu hadiah (graft) adalah merupakan dosa bagi mereka yang berkepentingan dengan urusan pemerintahan.15

Selain itu, sifat program pemerintah juga telah menciptakan dorongan korupsi di semua masyarakat. Pejabat pemerintah yang korup seringkali dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk menambah pasokan keuntungan. Penguasa dapat melibatkan dana seluruh negara kepada tujuan-tujuan korupnya sendiri. Kehancuran yang disebabkan korupsi tingkat tinggi secara khusus dapat menjadi serius jika penguasa merasa tidak aman dan mengharap untuk segera turun dari jabatannya, mungkin sebagai akibat dari kenyataan bahwa tindakan korupsinya telah diketahui orang.16

Korupsi sekurang-kurangnya menguntungkan beberapa orang yang duduk dalam kekuasaan, membuatnya menjadi suatu masalah yang sulit di atasi. Namun, banyak pemimpin dan pejabat pemerintah di negara-negara berkembang ingin lebih baik dalam mengendalikan penipuan, penyuapan, pemerasan, penggelapan, penghindaran pajak, sogok, dan bentuk-bentuk tingkah laku lain yang tidak halal.17

Pemberantasan korupsi bukanlah perkara yang mudah dan segera dapat diatasi, karena sistem penyelenggaraan pemerintah yang menentukan transpa-ransi dan mengedepankan kerahasiaan dan ketertutupan, dengan menipiskan akuntabilitas publik dan mengedepankan pertanggungjawaban vertikal yang di-

15 Ibid., hlm. 1.16 Kimberly Ann Elliot, Korupsi dan Ekonomi Dunia, Yayasan Obor Indonesia,

Jakarta, 1999, hlm. 58–60.17 Robert Klitgaard, op.cit., hlm 3 dan 4.

Page 192: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 4 Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi 195

landaskan pada primordialisme, yang menggunakan sistem rekruitmen, mutasi dan promosi atas dasar koncoisme baik yang di dasarkan kepada kesamaan etnis, latar belakang politik, atau politik balas jasa. Keadaan ini semakin dipersulit lagi dan hampir merupakan keputusan manakala disaksikan pula aparatur penegak hukum dari hulu ke hilir terlibat dalam jaringan korupsi yang seharusnya di-jadikan musuh penegak hukum atau sasaran penegakan hukum itu sendiri.18 Memberantas korupsi bukanlah tujuan akhir. Memberantas korupsi bukan jihad untuk melenyapkan semua kejahatan di dunia. Memberantas korupsi adalah perjuangan melawan perilaku culas dalam pemerintahan, dan merupakan ba-gian dari tujuan yang lebih luas yakni menciptakan pemerintahan yang lebih efektif, adil, dan efisien.

Dalam hukum pidana, terutama bagi upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, Konvensi Anti Korupsi (KAK) Tahun 2003 telah membuat terobosan besar mengenai Pengembalian Kekayaan Negara (Aset Recovery) yang meliputi sistem pencegahan dan deteksi hasil tindak pidana korupsi (Pasal 52), sistem pengembalian aset secara langsung (Pasal 53), serta sistem pengembalian aset secara tidak langsung dan kerja sama internasional untuk tujuan penyitaan (Pasal 55). Ketentuan esensial yang teramat penting dalam konteks ini adalah ditujukan khusus terhadap pengembalian aset-aset hasil korupsi dari negara ketempatan (custodial state) kepada negara asal (country of origin) aset korupsi.

Teori pengembalian kerugian keuangan negara adalah teori hukum yang menjelaskan sistem hukum pengembalian kerugian keuangan negara berdasarkan prinsip-prinsip keadilan sosial yang memberikan kemampuan, tugas dan tanggung jawab kepada institusi negara dan institusi hukum untuk memberikan perlindungan dan peluang kepada individu-individu dalam masyarakat dalam mencapai kesejahteraan. Teori ini dilandasakan pada prinsip dasar “berikan kepada negara yang menjadi hak negara”. Di dalam hak negara terkandung kewajiban negara yang merupakan hak individu masyarakat, sehingga prinsip tersebut setara dan sebangun dengan prinsip “berikan kepada rakyat apa yang menjadi hak rakyat”.19

18 Romli Atmasasmita, loc.cit., hlm. 1.19 M. Akil Mochtar, Memberantas Korupsi Efektivitas Sistem Pembalikan Beban

Pembuktian dalam Gratifikasi, Q-Communication, Jakarta, 2006, hlm. 38.

Page 193: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)196

Permasalahan pengembalian kerugian keuangan negara harus segera diselesaikan, karena pada hakikatnya penyelesaian ganti kerugian negara merupakan amanat undang-undang yang wajib dilaksanakan oleh setiap pimpinan instansi pemerintah atau penyelenggara negara, khususnya sebagai implementasi dari fungsi sistem pengendalian intern yang melekat pada setiap pimpinan atau bahkan seluruh jajaran aparatur negara.20

Kewajiban untuk mengganti kerugian negara oleh para pengelola keuang-an negara merupakan unsur pengendalian internal yang andal, karena dengan melaksanakan penyelesaian kerugian keuangan negara secara konsisten sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka setiap pegawai atau pejabat meskipun tanpa harus diawasi secara langsung dan ketat akan lebih berhati-hati dalam melak sanakan tugasnya mengingat adanya risiko atau konsekuensi, yaitu apa-bila merugikan negara wajib untuk mengganti kerugian tersebut.

Terdapat tiga unsur yang harus terpenuhi agar dapat dilakukan proses penuntutan atau penyelesaian terhadap kerugian negara yang diakibatkan oleh penyelenggara negara, yaitu sebagai berikut.21

1. Kerugian negara atau daerah merupakan berkurangnya keuangan negara atau daerah berupa uang, surat berharga, barang milik negara dari jumlah dan/atau nilai yang seharusnya.

2. Kekurangan dalam keuangan negara tersebut harus nyata dan pasti jumlahnya atau dengan perkataan lain kerugian tersebut benar-benar telah terjadi dengan jumlah kerugian yang secara pasti dapat ditentukan besarnya. Dengan demikian, kerugian negara tersebut bukan hanya merupakan indikasi atau berupa potensi terjadinya kerugian.

3. Kerugian tersebut akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja mau-pun lalai. Unsur melawan hukum harus dapat dibuktikan secara cermat dan tepat.

Jenis kerugian negara ditinjau dari segi subjeknya diatur dalam Pasal 35 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menetapkan:

20 A.Y. Suryanajaya, Kerugian Negara dalam Perspektif Hukum Administrasi Publik, Masalah dan Penyelesaian, Eko Jaya, Jakarta, 2008, hlm. 1.

21 Ibid., hlm. 11.

Page 194: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 4 Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi 197

(1) Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.

(2) Setiap orang yang diberi tugas menerima, menyimpan, membayar, dan/atau menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara adalah bendahara yang wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

(3) Setiap bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang berada dalam pengurusannya.

Banyaknya peraturan mengenai pengelolaan keuangan negara tidak berarti bahwa tidak terjadi penyelewengan keuangan negara, seperti yang dilaporkan oleh BPK pada semester I tahun 2007 terdapat temuan 36.006 penyimpangan atau besar kerugian sebesar Rp3.657,71 triliun, dari temuan itu ada 77,56% penyimpangan tidak ditindaklanjuti, sehingga kerugian negara pada semester I tahun 2007 sebesar Rp14.053,216 miliar, yang dikarenakan “rendahnya tindak lanjut hasil pemeriksaan dan penyelesaian kerugian negara berhubungan dengan ketidak-sungguhan pimpinan dan tidak adanya aturan yang memaksa”.22

Penyelewengan keuangan negara yang sangat jelas terjadi di depan mata yang dilakukan oleh oknum penyelenggara negara, tidak ada penanganan yang berarti oleh pemerintah dan bahkan terkesan ikut arus untuk bermain dengan uang rakyat tersebut, rakyat pun juga tidak bisa berbuat apa-apa. Para pejabat puncak di jajaran eksekutif, legislatif, maupun yudikatif ternyata telah gagal untuk menyelamatkan uang rakyat. Bahkan mereka yang telah jelas-jelas tersangkut korupsi, manipulasi, dan penyalahgunaan wewenang tetap tidak tersentuh oleh sistem hukum yang berlaku. Apalagi sebagai akibat tidak diterapkannya peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keuangan negara secara benar, dalam beberapa tahun terakhir, perkembang-an hukum di Indonesia di bidang keuangan negara, ditandai oleh semakin meningkatnya perkara pidana, khususnya pidana korupsi ke pengadilan,

22 A. Djoko Sumaryanto, op.cit., hlm. 10.

Page 195: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)198

sebagai akibat tuntutan reformasi yang bertekad menghapuskan KKN yang ditinggalkan secara berakar oleh rezim orde baru.23

Keseriusan pemerintah dalam menciptakan pemerintahan yang baik (good governance) melalui keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara dan akuntabilitas diwujudkan dengan diterbitkannya berbagai peraturan per-undangan mengenai keuangan negara. Peraturan-peraturan tersebut diharap-kan dapat menyelesaikan permasalahan akibat tindak pidana korupsi sehingga kerugian negara dapat segera dikembalikan.

1. Penyelesaian Ganti Kerugian dalam Hukum Administrasi Negara

Penyelesaian ganti kerugian negara pada hakikatnya merupakan amanat un-dang-undang yang wajib dilaksanakan oleh setiap pimpinan instansi pemerintah atau penyelenggara negara, khususnya sebagai implementasi dari fungsi sistem pengendalian interen yang melekat pada setiap pimpinan atau bahkan seluruh jajaran aparatur negara.

Hal ini selaras dengan pernyataan dalam kalimat terakhir dari Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 yang menegaskan adanya prinsip yang berlaku universal, bahwa barangsiapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan, dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga atau barang milik negara bertanggung jawab secara pribadi atas semua kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya.

Sebagai penjabaran prinsip tersebut, maka dalam Undang -Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara tidak kurang dari delapan pasal yang mengatur pokok-pokok kebijakan dalam rangka penyelesaian kerugian negara/daerah. Demikian pula di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, secara khusus mengatur tentang tata cara penyelesaian ganti kerugian negara terhadap bendahara.

Penyelesaian dan pengembalian ganti kerugian keuangan negara terutama dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kerugian negara akibat tindakan melanggar hukum, baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian seseorang,

23 Arifin P. Soeria Atmadja, op.cit., hlm. 105.

Page 196: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 4 Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi 199

sehingga pihak yang bersalah telah menimbulkan kerugian keuangan negara harus menggantinya dan keuangan negara dapat dipulihkan kembali. Tujuan-Tujuan-nya selain agar keuangan negara pulih kembali atau untuk mengembalikan ke-kayaan negara yang hilang atau berkurang, juga untuk meningkatkan disiplin dan tanggung jawab para pegawai negeri atau pejabat negara atau khususnya para pengelola keuangan negara atau daerah, serta dalam rangka penegakan hu-atau daerah, serta dalam rangka penegakan hu-daerah, serta dalam rangka penegakan hu-kum khususnya di bidang keuangan negara.

Akibat dari penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang dan perbuatan ko-rupsi, maka menimbulkan kerugian yang sangat besar pada keuangan negara. Kerugian negara yang dimaksud adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai. Oleh karena itu, diamanatkan agar setiap pimpinan kementerian negara atau lembaga dan kepala satuan kerja perangkat daerah wajib segera melakukan tuntutan ganti kerugian negara setelah meng-etahui bahwa dalam instansinya telah terjadi kerugian negara. Dikenal dua ben-tuk penyelesaian ganti kerugian negara, yaitu berupa:24

a. Tuntutan Ganti Rugi (TGR) Tuntutan ganti rugi dikenakan kepada pegawai negeri bukan bendahara/

pejabat lain yang karena melakukan perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun kelalaiannya, mengakibatkan terjadinya kerugian negara bukan berupa kekurangan perbendaharaan, dan kompetensi pembeban-annya berada pada Menteri atau Pimpinan Lembaga bersangkutan.

b. Tuntutan Perbendaharaan (TP) Tuntutan perbendaharaan dikenakan kepada bendahara sebagai akibat

perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun kelalaian, telah meng-akibatkan terjadinya kekurangan perbendaharaan, kompetensi pembe-banan ganti kerugiannya berada pada BPK.

Kedua bentuk penyelesaian kerugian negara di atas berada pada domein hukum administrasi, maka pelaksanaannya tunduk kepada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1

24 A.Y. Suryanajaya, op.cit., hlm. 4.

Page 197: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)200

Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, beserta seluruh peraturan pelaksanaannya.

Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian, selain dapat dikenakan sanksi administratif apabila terbukti melakukan pelanggaran administrasi (disiplin pegawai) bahkan dapat pula dikenakan sanksi pidana apabila telah terpenuhi unsur-unsur tindak pidana atau dalam hal ini khususnya tindak pidana korupsi.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menetapkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.

BPK berwenang menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas atau barang yang terjadi, setelah mengetahui adanya kekurangan kas atau barang dalam persediaan yang merugikan negara atau daerah.

Dalam rangka menjamin prinsip keadilan kepada bendahara yang bersang-kutan diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan terhadap putusan BPK dimaksud. Selain itu, ditetapkan pula bahwa pengaturan mengenai tata cara penyelesaian kerugian negara atau daerah tersebut ditetapkan lebih lanjut oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah.

Untuk melaksanakan amanat Pasal 22 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, BPK telah menerbitkan Peraturan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Kerugian Negara terhadap Bendahara. Adapun mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian negara terhadap pegawai negeri bukan bendahara, akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah tersendiri seperti telah diamanatkan dalam Undang- Undang Perbendaharaan Negara.

Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum Depar-temen Keuangan telah memiliki petunjuk pelaksanaan tentang penyelesaian kerugian negara dimaksud yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 508/KMK.01/1999

Page 198: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 4 Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi 201

tanggal 14 Oktober 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Keru-gian Negara Bukan Kekurangan Perbendaharaan di lingkungan Departemen Keuangan.

Keputusan tersebut selama ini telah menjadi landasan dalam menyelesai-kan kasus kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan dan kerangka acuan bagi instansi lain yang belum memiliki peraturan yang berlaku khusus di lingkungan instansinya.

Dengan lahirnya perundang-undangan di bidang keuangan negara di atas, maka prinsip-prinsip dan mekanisme penyelesaian kerugian dalam pengelolaan negara tersebut pada hakikatnya dapat diterapkan dalam lingkup pemerintah daerah dengan penyesuaian seperlunya.

2. Penyelesaian Ganti Kerugian dalam Hukum Pidana

Penyelesaian ganti kerugian negara terhadap bendahara, pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lainnya yang merupakan domein hukum pidana atau dalam hal ini tindak pidana korupsi, dikenakan apabila telah terpenuhi unsur-unsurnya seperti antara lain adanya unsur merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, unsur perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun kelalaian, dan adanya unsur memperkaya diri atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi.

Pada prinsipnya penyelesaian ganti kerugian negara yang merupakan domein hukum pidana didasarkan atas hukum positif Indonesia, yaitu KUHP sebagai hukum umum (lex generalis) dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (lex spesialis).

a. Penuntutan Berdasarkan Hukum Pidana Umum

Kerugian negara bukan kekurangan perbendaharaan yang memenuhi unsur ketentuan hukum pidana umum, sebagaimana ditentukan dalam KUHP, seperti pencurian, perampokan, penggelapan, dan pemalsuan.

Page 199: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)202

Kerugian negara yang memenuhi unsur pidana umum sekali-kali tidak dianggap selesai begitu saja, walaupun pegawai negeri yang bersangkutan telah mengganti sepenuhnya kerugian negara dan/atau telah dikenai hukuman disiplin berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Kejaksaan Agung Nomor KPC/118156/24 tanggal 31 Oktober 1955.

Kepala Kantor Urusan/Satuan Kerja dalam upaya membantu penyelesai-an kerugian negara yang memenuhi unsur tindak pidana umum segera mem-buat laporan tertulis dan menyampaikan kepada kepolisian setempat dengan tembusan kepada pejabat terkait, kemudian mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai kejadian, macam, dan jumlah kerugian serta mengambil kesimpulan dan langkah tindak berupa melakukan proses tuntutan ganti rugi dan/atau pe-ngenaan hukuman disiplin dan/atau penahanan sementara terhadap kekayaan negara yang masih bisa diamankan.

Hasil penelitian dan langkah tindak tersebut dilaporkan kepada menteri u.p. sekretaris jenderal dengan tembusan kepada pejabat terkait. Selanjutnya melakukan pemantauan atas perkembangan penyelesaian kasus tersebut dan melaporkan hasilnya kepada menteri u.p. sekretaris jenderal, meliputi:

1) tahapan/tingkat penyelesaian perkara di pengadilan;

2) putusan pengadilan;

3) eksekusi putusan pengadilan antara lain:

– nilai barang yang dirampas untuk negara;

– denda, pembayaran uang pengganti; dan/atau

– sanksi-sanksi lain yang dapat dinilai dengan uang.

b. Penuntutan Berdasarkan Hukum Pidana Khusus

Dalam hal suatu peristiwa kerugian negara mengandung unsur-unsur tindak pidana khusus sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Ta-hun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pe-nyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dan/atau Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi,

Page 200: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 4 Kerugian Keuangan Negara Akibat Korupsi 203

maka kepala kantor atau satuan kerja di dalam laporannya wajib menyatakan ada nya unsur tindak pidana khusus tersebut, sedangkan penyerahan perkara-nya kepada kejaksaan dilakukan setelah diperoleh petunjuk dari menteri c.q. kepala biro hukum dan humas.

3. Penyelesaian Ganti Kerugian dalam Hukum Perdata

Secara umum masalah ganti rugi telah diatur dalam KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 Nomor 23). Dikatakan secara umum karena perbuat-an melawan hukum yang merugikan tersebut tidak saja terhadap setiap orang perseorangan (natuurlijk persoon), tetapi juga terhadap badan hukum (recht persoon) termasuk negara sebagai badan hukum publik. Hal ini secara eksplisit di atur dalam Pasal 1365 dan Pasal 1366 yang menyatakan:

Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada se-orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugi-an itu, mengganti kerugian tersebut (Pasal 1365).

Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hati (Pasal 1366).

Penggunaan instrumen perdata hampir tidak ada manfaatnya, karena undang-undang korupsi tidak memberikan kekhususan. Upaya pengembalian kerugian negara dilakukan melalui proses perdata biasa, artinya gugatan perdata terhadap koruptor (tersangka, terdakwa, terpidana, atau ahli warisnya) harus menempuh proses beracara biasa yang penuh formalitas.

Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa untuk sampai pada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap bisa memakan waktu bertahun-tahun dan belum tentu menang. Undang-undang mewajibkan pemeriksaan perkara pidana korupsi diberikan prioritas, sedangkan gugatan perdata yang berkaitan dengan perkara korupsi tidak wajib diprioritaskan. Di samping itu, koruptor (tergugat) bisa menggugat balik dan kemungkinan malah dia yang menang dan justru pemerintah yang harus membayar tuntutan koruptor.

Page 201: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)204

A. TUGAS PEMERINTAH (ADMINISTRATOR NEGARA)

Dalam ajaran hukum publik (publiekrechtsleer), dikenal istilah pemerintah dalam arti luas (bewindvoering, regering) dan pemerintah dalam arti sempit (bestuur, administratie). Pemerintah dalam arti luas (in the broad sense) mencakup semua alat kelengkapan negara, yang pada pokoknya terdiri dari cabang-cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, yudisial, atau alat-alat kelengkapan negara yang bertindak dan atas nama negara, sedangkan pemerintah dalam arti sempit (in the narrow sense) adalah cabang kekuasaan eksekutif, baik di tingkat pusat maupun daerah.1

Administrasi negara mempunyai arti yang luas, yaitu kombinasi daripada2 tata pemerintahan (bestuur, government, administration); tata usaha negara; administrasi (administratie, staatsbeheer) atau pengurusan rumah tangga negara; pembangunan (ontwikkeling); serta pengendalian lingkungan.

1 Bagir Manan dan Kuntana Magnar dalam Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, sebagaimana dikutip oleh Ridwan, Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi, FH UII Press, Yogyakarta, 2009, hlm. 27.

2 S. Prajudi Atmosudirdjo, op.cit., hlm. 43.

HAN dan Pembatasan Kekuasaan

Bab 5

Page 202: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 205

Ada tiga arti dari administrasi negara, yaitu:3

1. sebagai aparatur negara, aparatur pemerintah, atau sebagai institusi politik (kenegaraan);

2. administrasi negara sebagai ”fungsi” atau sebagai aktivitas melayani pe-merintah, yakni sebagai kegiatan ”pemerintah operasional”;

3. administrasi negara sebagai proses teknis penyelenggaraan undang-undang.

Administrasi negara adalah tugas dan kegiatan-kegiatan:

1. melaksanakan serta menyelenggarakan kehendak-kehendak (strategi, po-licy) dan keputusan-keputusan pemerintah secara nyata (implementasi);

2. menyelenggarakan undang-undang (menurut pasal-pasalnya) sesuai per-aturan-peraturan pelaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Tugas administrasi negara masa kini sangat luas, dan hampir semua me-nyangkut campur tangan pemerintah (penguasa negara) ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat pada umumnya sangat tergantung dari pelaksanaan tugas serta keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara atau pejabat pemerintah. Administrator negara (administrasi) menjalankan tu-gas administrasi melalui pengambilan keputusan-keputusan administrasi (ad-ministratieve beschikking) yang bersifat individual, kasual, faktual, teknis penye-lenggaraan, dan tindakan-tindakan administratif yang bersifat organisasional, manajerial, informasional (tata usaha) atau operasional.

Administrasi negara pada masa ini jika melihat apa yang dikerjakan oleh aparatur pemerintah Indonesia sekarang, terdiri atas sebagai berikut.4

1. Perencanaan (planning), antara lain yang dijalankan Bappenas, Bappeda, Biro Tata Kota, dan sebagainya.

2. Peraturan (regeling) yang tidak bersifat undang-undang.

3. Tata pemerintahan (bestuur) yang bersifat melayani.

4. Kepolisian (politie) yang bersifat menjaga dan mengawasi tatanan tertib.

5. Penyelesaian perselisihan secara administratif (administratieve rechtspleging) yang tidak dilakukan oleh hakim.

3 Ibid., hlm. 43.4 Ibid., hlm. 73.

Page 203: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)206

6. Tata usaha negara yang dilakukan oleh kantor-kantor pemerintah dan sebagainya.

7. Pembangunan dalam penertiban lingkungan hidup.

8. Penyelenggaraan usaha negara yang dilakukan oleh dinas-dinas, lembaga-lembaga, perusahaan-perusahaan negara (BUMN), dan daerah (BUMD).

B. PENGERTIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Fungsi servis publik (bestuurzorg) mengakibatkan pemerintah (administrasi negara) diperkenankan turut serta aktif di dalam seluruh bidang kehidupan masyarakat. Campur tangan administrasi negara sedemikian rupa dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Salah satu konsekuensi logis dari fungsi itu, atau dianutnya pemerintahan welfare state, maka kepada pemerintah diberi suatu kebebasan (keleluasaan) untuk bertindak atas inisiatif sendiri di dalam batas-batas tertentu (pouvoir discretionnair).

Campur tangan penguasa dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat telah menimbulkan dua masalah besar, yakni5 masyarakat makin lama makin sangat tergantung dari keputusan-kepu tusan para pejabat administrasi negara, oleh karena makin lama makin banyak urusan yang diikat kepada suatu izin atau persetujuan pemerintah; serta bagaimana membuat administrasi negara berfungsi secara sehat dan selalu memenuhi syarat-syarat sebagai suatu aparatur negara yang bonafide. Semua campur tangan penguasa negara tersebut diberi bentuk hukum agar segala sesuatunya tidak simpang siur dan tidak menimbulkan keragu-raguan pada semua pihak yang bersangkutan dan bilamana timbul konflik, penyelesaiannya lebih mudah, dan di sinilah letak pentingnya Hukum Administrasi Negara (HAN).

Sebelum membahas mengenai peranan HAN dalam pemberantasan korupsi, perlu diketahui sebenarnya apa itu HAN. Berbagai pengertian HAN diberikan oleh para pakar hukum, di antaranya sebagai berikut.6

5 Ibid., hlm. 83.6 Budi Ispriyarso, Hubungan Fungsional Antara Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan

Hukum terhadap Perkembangan Hukum Adminsitrasi Negara, dalam S.F. Marbun dkk (ed), op.cit., hlm. 21 dan 22.

Page 204: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 207

1. Van Vollenhoven Hukum Administrasi Negara adalah suatu gabungan ketentuan yang

mengikat badan-badan yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara.

2. De La Bassecour Laan Hukum Administrasi Negara adalah himpunan peraturan-peraturan

tertentu yang menjadi sebab negara berfungsi (beraksi), maka peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungannya antara tiap-tiap warga negara dengan pemerintahannya.

3. J.H. Logemann Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai hubungan antara

jabatan-jabatan satu dengan lainnya serta hubungan hukum antara jabatan-jabatan negara itu dengan para warga masyarakat.

4. Muchsan Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai struktur dan

kefungsian administrasi negara.

5. Parjudi Atmosudirjo Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai pemerintah be-

serta aparaturnya yang terpenting, yakni administrasi negara.

6. E. Utrecht HAN menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memung-

kinkan para pejabat (ambtsdrager) administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus. HAN adalah hukum yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara. Bagian lain diatur oleh Hukum Tata Negara (hukum negara dalam arti sempit), Hukum Privat, dan sebagainya

7. J. Oppenheim HAN adalah keseluruhan aturan hukum yang mengikat alat-alat perleng-

kapan negara, jika alat-alat perlengkapan itu menjalankan kekuasaannya.

Page 205: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)208

Jadi, pada asasnya mengatur negara dalam keadaan bergerak (de staat in beweging). Pendapat ini diikuti oleh H.J. Romejn yang mengatakan bahwa HAN mengatur negara dalam keadaan dinamis.7

8. R.J.H.M. Huisman HAN merupakan bagian dari hukum publik, yakni hukum yang mengatur

tindakan pemerintah dan mengatur hubungan antara pemerintah dengan warga negara, atau hubungan antarorgan pemerintahan. HAN memuat keseluruhan peraturan yang berkenaan dengan cara bagaimana organ pemerintahan melaksanakan tugasnya. Jadi, hukum administrasi negara berisi aturan main yang berkenaan dengan fungsi organ-organ pemerin-tahan.8

9. H.D. van Wijk dan Willem Konijnenbelt HAN adalah keseluruhan hukum yang berkaitan dengan (mengatur)

admi nistrasi, pemerintah, dan pemerintahan. Secara global dikatakan, hukum administrasi negara merupakan instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk secara aktif terlibat dalam kehidupan kemasya-rakatan, dan di sisi lain HAN merupakan hukum yang dapat digunakan oleh anggota masyarakat untuk mempengaruhi dan memperoleh perlin-dungan dari pemerintah. Jadi HAN memuat peraturan mengenai aktivi-Jadi HAN memuat peraturan mengenai aktivi-tas pemerintahan.

10. Sjachran Basah HAN adalah seperangkat peraturan yang memungkinkan administrasi

negara menjalankan fungsinya, yang sekaligus juga melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi negara, dan melindungi administrasi negara itu sendiri.

C.J.N. Versteden menyebutkan bahwa secara garis besar hukum adminis-trasi negara meliputi sebagai berikut.9

7 A. Siti Soetami, Hukum Administrasi Negara, Badan Penerbit Universitas Dipo-negoro, Semarang, 2000, hlm. 2.

8 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 23.9 Ibid., hlm. 30 dan 31.

Page 206: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 209

1. Peraturan mengenai penegakan ketertiban dan keamanan, kesehatan, dan kesopanan, dengan menggunakan aturan tingkah laku bagi warga negara yang ditegakkan dan ditentukan lebih lanjut oleh pemerintah.

2. Peraturan yang ditujukan untuk memberikan jaminan sosial bagi rakyat.

3. Peraturan-peraturan mengenai tata ruang yang ditetapkan pemerintah.

4. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas pemeliharaan dari pemerintah termasuk bantuan terhadap aktivitas swasta dalam rangka pelayanan umum.

5. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemungutan pajak.

6. Peraturan-peraturan mengenai perlindungan hak dan kepentingan warga negara terhadap pemerintah.

7. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penegakan hukum adminis-trasi.

8. Peraturan-peraturan mengenai pengawasan organ pemerintahan yang lebih tinggi terhadap organ yang lebih rendah.

9. Peraturan-peraturan mengenai kedudukan hukum pegawai pemerintahan.

Ada penulis yang menyebutkan bahwa hukum administrasi negara men-cakup hal- hal sebagai berikut.10

1. Sarana-sarana (instrumen) bagi penguasa untuk mengatur, menyeimbang-kan dan mengendalikan berbagai kepentingan masyarakat.

2. Mengatur cara-cara partisipasi warga masyarakat dalam proses penyusunan dan pengendalian tersebut, termasuk proses penentuan kebijaksanaan.

3. Perlindungan hukum bagi warga masyarakat.

4. Menyusun dasar-dasar bagi pelaksanaan pemerintahan yang baik.

Hukum Administrasi Negara dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut.

1. HAN heteronom, yakni hukum mengenai seluk beluk daripada admi-nistrasi negara, meliputi:

a. hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum daripada administrasi negara;

10 Ibid., hlm. 32 dan 33.

Page 207: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)210

b. hukum tentang organisasi daripada administrasi negara, termasuk pengertian dekonsentrasi dan desentralisasi;

c. hukum tentang aktivitas-aktivitas daripada administrasi negara;

d. hukum tentang sarana daripada administrasi negara;

e. hukum tentang peradilan administrasi.

2. HAN otonom, yakni hukum yang diciptakan oleh administrasi negara.

Keberadaan HAN dalam suatu negara adalah sangat penting, baik bagi administrasi negara maupun bagi masyarakat luas. Terhadap hal tersebut, Sjachran Basah menyatakan, bahwa HAN merupakan sarana hukum yang dapat dipergunakan untuk mencapai berbagai tujuan negara. Peranan HAN sangat dominan dan esensial, sebab pada hakikatnya HAN tersebut adalah seperangkat norma yang mengatur dan:

1. memungkinkan administrasi negara untuk menjalankan fungsinya;

2. melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi negara itu sendiri.

Dengan adanya HAN, pihak administrasi negara diharapkan dapat mengetahui batas-batas dan hakikat kekuasaanya, tujuan, dan sifat daripada kewajiban-kewajiban, juga bagaimana bentuk-bentuk sanksinya bilamana mereka melakukan pelanggaran hukum. Dengan perkataan lain, HAN ber-fungsi sebagai pengendali disiplin dan operasionalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi keadministrasinegaraan oleh pihak administrasi negara, sedangkan di bagian lain, yakni bagi masyarakat, HAN merupakan perangkat norma-norma yang dapat digunakan untuk melindungi kepentingan serta hak-hak mereka. Perlindungan dimaksud, ditujukan terhadap kemungkinan-kemungkinan terjadinya kerugian, akibat sikap tindak dan berbagai perbuatan melanggar hukum yang dilakukan administrasi negara.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, tampak bahwa dalam hukum administrasi negara terkandung dua aspek, yaitu sebagai berikut.

1. Aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu melakukan tugasnya.

2. Aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan antara alat perlengkapan administrasi negara dengan para warga negaranya.

Page 208: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 211

Seiring dengan perkembangan tugas-tugas pemerintahan, khususnya dalam ajaran welfare state, yang memberikan kewenangan yang luas kepada administrasi negara termasuk kewenangan dalam bidang legislasi, maka peraturan -peraturan hukum dalam hukum administrasi negara di samping dibuat oleh lembaga legislatif, juga ada peraturan-peraturan yang dibuat secara mandiri oleh administrasi negara. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hukum administrasi negara adalah hukum dan peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemerintah dalam arti sempit atau administrasi negara, peraturan -peraturan tersebut dibentuk oleh lembaga legislatif untuk mengatur tindakan pemerintahan dalam hubungannya dengan warga negara, dan sebagian peraturan-peraturan itu dibentuk pula oleh administrasi negara.

C. PERAN HAN

Negara Kesatuan Republik Indonesai seperti yang tercantum di dalam Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah:1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia;2. memajukan kesejahteraan umum;3. mencerdaskan kehidupan bangsa; serta4. ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamai-

an abadi, dan keadilan sosial.

Untuk mencapai tujuan negara tersebut, diperlukan berbagai sarana pen-dukung. Dalam hal ini salah satunya adalah sarana hukum, khususnya Hukum Administrasi Negara. Tentang pentingnya eksistensi hukum administrasi bagi negara, dapat dipahami dari pendapat Sjahran Basah, bahwa: “Hukum Admi-nistrasi Negara adalah semua kaidah yang merupakan sarana hukum untuk mencapai tujuan negara”.

Puncak perkembangan HAN sangat dirasakan pada kelompok negara yang bertipe negara kesejahteraan (welfare state). Indonesia termasuk salah satu negara yang menggunakan tipe welfare state. Hal ini terbukti dari:1. Salah satu sila dari Pancasila sebagai dasar falsafah negara (sila kelima)

adalah keadilan sosial. Ini berarti tujuan negara adalah menuju kese-jahteraan dari para warganya.

Page 209: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)212

2. Dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa tujuan pembentukan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indone-sia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Dalam negara kesejahteraan tersebut, lapangan tugas dan fungsi yang diemban oleh administrasi negara berkembang menjadi semakin luasnya. Hal tersebut tidak hanya terjadi pada bidang keadministrasian saja, namun juga luas lingkup urusan dan jangkauan bidang aktivitas administrasi negara di dalam kehidupan masyarakat. Tugas administrasi negara dalam welfare state ini oleh Lemaire disebutkan sebagai bestuurzorg, yaitu tugas dan fungsi menyelenggarakan kesejahteraan umum.

Dirasakan teramat sulit untuk mneyelenggarakan tugas dan fungsi keadministrasian negara yang sedemikian luas, apabila tanpa disertai dengan adanya “keluwesan-keluwesan” tertentu di pihak penyelenggaraannya. Dengan kata lain, tujuan negara ataupun upaya meningkatkan kesejahteraan umum akan menghadapi berbagai kendala yang semakin berat, yakni apabila sikap-sikap tindak administrasi negara benar-benar debieggu atau secara “rigid” harus sesuai dan menurut hal-hal yang dinormakan di dalam berbagai ketentuan perundang-undangan.

Oleh sebab itu, dalam melaksanakan bestuurszorg, kepada administrasi negara diberikan freies ermessen, yaitu suatu kebebasan. Administrasi negara diperkenankan bertindak atas inisiatif sendiri dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang mendesak, di mana peraturan terhadapnya belum ada atau belum dibuat oleh lembaga negara yang diserahi kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan. Mengingat campur tangan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan warganya makin luas dan baik, maka HAN akan semakin dominan dan berperan aktif.

Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, HAN mendapatkan tempat, sebab tidak dapat disangkal lagi bahwa Indonesia juga merupakan negara dengan tipe negara kesejahteraan (welfare state). Sebagaimana dikemukakan oleh Sjachran Basah. Dalam orasi ilmiah yang diucapkan pada Dies Natalis XXIX Unpad pada tanggal 24 September 1986 bahwa:

Page 210: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 213

Negara hukum a quo itu merupakan negara kemakmuran berdasarkan hukum yang dilandasi oleh Pancasila, baik sebagai dasar negara maupun se-bagai sumber dari segala sumber hukum dengan menolak absolutisme dalam segala bentuknya. Dalam keadaan demikian, tujuan kehidupan bernegara yang harus dicapai sebagaimana dirumuskan dalam Alinea Keempat Pem-bukaan Undang-Undang Dasar 1945, akan melibatkan administrasi negara di dalam melaksanakan tugas-tugas servis publiknya yang sangat kompleks, luas ruang lingkupnya, dan memasuki semua sektor kehidupan. Dalam hal ini, administrasi negara memiliki keleluasaan dalam menentukan kebijak-an-kebijakan, walaupun demikian sikap tindaknya itu haruslah dipertang-gungjawabkan, baik secara moral maupun secara hukum.

Lebih lanjut di bagian lain beliau mengatakan:

Oleh karena itu, diharapkan perancangan perundang-undangan menge-nai hak dan kewajiban asasi warga negara, sebagaimana yang dinyatakan dalam Repelita IV pada Bab 27 tentang Hukum, dapat segera disusun dan disahkan karena sifatnya fundamental, terlebih-lebih dalam mewujudkan kurun waktu wibawa hukum dan menjelang tinggal landas pembangunan. Dalam posisi demikian, peranan HAN sangat dominan dan memungkin-kan administrasi negara untuk menjalankan fungsinya serta melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi negara dan juga melindungi ad-ministrasi negara itu sendiri.11

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa HAN merupakan norma yang mengatur dan memungkinkan administrasi negara untuk menjalankan fungsinya serta melindungi warga terhadap sikap tindak administrasi negara itu sendiri. Sikap tindak administrasi negara itu sendiri karena kekuasaan yang dimiliki serta adanya kebebasan bertindak bagi penguasa memungkinkan aparat pemerintah untuk melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan rakyat, seperti melakukan korupsi.

11 Sjachran Basah, Perlindungan Hukum terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara, Orasi Ilmiah, Disampaikan pada Dies Natalies XXIX Unpad, Bandung, 24 September 1986, hlm. 2 dan 4. sebagaimana dikutip oleh Donald A. Rumokoy dalam S.F. Marbun dkk., op.cit., hlm. 14 dan 15.

Page 211: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)214

1. Perlindungan HAN

Subjek hukum selaku pemikul hak-hak dan kewajiban-kewajiban (de drager van de rechten en plichten), baik itu manusia (naturlijke persoon), badan hukum (rechtspersoon), maupun jabatan (ambt), dapat melakukan tindakan-tindakan hukum berdasarkan kemampuan (bekwaam) atau kewenangan (bevoegdheid) yang dimilikinya. Dalam pergaulan di tengah masyarakat, banyak terjadi hubungan hukum yang muncul sebagai akibat adanya tindakan -tindakan hukum dari subjek hukum itu.

Tindakan hukum ini merupakan awal lahirnya hubungan hukum (rechtsbetrekking), yakni interaksi antarsubjek hukum yang memiliki relevansi hukum atau mempunyai akibat-akibat hukum. Agar hubungan hukum antar subjek hukum itu berjalan secara harmonis, seimbang, dan adil, dalam arti setiap subjek hukum mendapatkan apa yang menjadi haknya dan menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya, maka hukum tampil sebagai aturan main dalam mengatur hubungan hukum tersebut.12

Hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau instrumen untuk mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban subjek hukum. Di samping itu, hukum juga berfungsi sebagai instrumen perlindungan bagi subjek hukum. Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum.13 Pelanggaran hukum terjadi ketika subjek hukum tertentu tidak menjalankan kewajiban yang seharusnya dijalankan atau karena melanggar hak-hak subjek hukum lain. Subjek hukum yang dilanggar hak-haknya harus mendapatkan perlindungan hukum.

Fungsi hukum sebagai instrumen pengatur dan instrumen perlindungan ini, di samping fungsi lainnya, diarahkan pada suatu tujuan, yaitu untuk menciptakan suasana hubungan hukum antarsubjek hukum secara harmonis, seimbang, damai, dan adil. Ada pula yang mengatakan bahwa:

12 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 209.13 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,

1996, hlm. 140.

Page 212: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 215

Doel van het recht is een vreedzame ordening van samenleving. Het recht wil de vrede ... den vrede onder de mensen bewaart het recht door bepalde menselijke belangen (materiele towel als ideele), eer, vrijheid, leven, vennogen enz. Tegen benaling to beschermen.

Tujuan hukum adalah mengatur masyarakat secara damai. Hukum meng-hendaki perdamaian ... perdamaian di antara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan -kepentingan manusia ter-tentu (baik materiil maupun idiil), kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda, dan sebagainya terhadap yang merugikannya.

Tujuan-tujuan hukum itu akan tercapai jika masing-masing subjek hukum mendapatkan hak-haknya secara wajar dan menjalankan kewajiban-kewa-jibannya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.14

Hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara adalah Hukum Administrasi Negara atau Hukum Perdata, tergantung dari sifat dan kedudukan pemerintah dalam melakukan tindakan hukum tersebut. Telah disebutkan bahwa pemerintah memiliki dua kedudukan hukum, yaitu sebagai wakil dari badan hukum publik (publiek rechtspersoon, public legal entity) dan sebagai pejabat (ambtsdrager) dari jabatan pemerintahan. Ketika pemerintah melakukan tindakan hukum dalam kapasitasnya sebagai wakil dari badan hukum, maka tindakan tersebut diatur dan tunduk pada ketentuan hukum keperdataan, sedangkan ketika pemerintah bertindak dalam kapasitasnya sebagai pejabat, maka tindakan itu diatur dan tunduk pada hukum administrasi negara.15 Baik tindakan hukum keperdataan maupun publik dari pemerintah dapat menjadi peluang munculnya perbuatan yang bertentangan dengan hukum, yang melanggar hak-hak warga negara. Oleh karena itu, hukum harus memberikan perlindungan hukum bagi warga negara. F.H. van Der Burg dan kawan-kawan mengatakan bahwa:

De mogelijkheden van rechtsbescherming zijn van belang wanneer de overheid iets heeft gedaan of nagelaten of voornemens is bepaalde handelingen to verrichten en bepaalde personen of groepen zich daardoor gegriefd achten.

14 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 210.15 Ibid., hlm. 211.

Page 213: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)216

Kemungkinan untuk memberikan perlindungan hukum adalah penting ketika pemerintah bermaksud untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu terhadap sesuatu, yang oleh karena tindakan atau kelalaiannya itu melanggar (hak) orang-orang atau kelompok tertentu.

Perlindungan hukum bagi rakyat merupakan konsep univer sal, dalam arti dianut dan diterapkan oleh setiap negara yang mengedepankan diri sebagai negara hukum, namun seperti disebutkan Paulus E. Lotulung, masing-masing negara mempunyai cara dan mekanismenya sendiri tentang bagaimana me wu-judkan perlindungan hukum tersebut, dan juga sampai seberapa jauh perlin-dungan hukum itu diberikan.16 Perlindungan HAN ini berupa perlindungan hu-Perlindungan HAN ini berupa perlindungan hu-kum dalam bidang perdata dan publik, yang ditekankan terhadap sikap tindak atau perbuatan hukum pemerintah berdasarkan hukum positif di Indonesia.

Ada beberapa macam perbuatan pemerintahan yang memungkinkan lahirnya kerugian bagi masyarakat dan/atau bagi seseorang atau badan hukum perdata. Secara umum ada tiga macam perbuatan pemerintahan, yaitu:

1. perbuatan pemerintahan dalam bidang pembuatan peraturan perundang-undangan (regeling),

2. perbuatan pemerintahan dalam penerbitan ketetapan (beschikking), dan

3. perbuatan pemerintah dalam bidang keperdataan (materiele daad).

Dua bidang yang pertama terjadi dalam bidang publik, dan karena itu tunduk dan diatur berdasarkan hukum publik, sedangkan yang terakhir khusus dalam bidang perdata, dan karenanya tunduk dan diatur berdasarkan hukum perdata. Atas dasar pembidangan perbuatan pemerintahan ini, Muchsan mengatakan bahwa perbuatan melawan hukum oleh pemerintah yang berbentuk melanggar hak subjektif orang lain tidak hanya terbatas pada perbuatan yang bersifat privaatrechtelijk saja, tetapi juga perbuatan yang bersifat publiekrechtelijk. Penguasa dapat dianggap melakukan perbuatan melawan hukum karena melanggar hak subjektif orang lain, apabila: 17

16 Paulus Effendi Lotulung, Beberapa Sistem tentang Kontrol Segi Hukum terhadap Pemerintah, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 123.

17 Muchsan, Sistem Pengawasan terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997, hlm. 22.

Page 214: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 217

1. penguasa melakukan perbuatan yang bersumber pada hubungan hukum perdata serta melanggar ketentuan dalam hukum tersebut;

2. penguasa melakukan perbuatan yang bersumber pada hukum publik serta melanggar ketentuan kaidah hukum tersebut.

Di samping tiga macam perbuatan pemerintah tersebut, seiring dengan konsep negara hukum modern yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat (welfare state), pemerintah juga dilekati dengan kewenangan bebas atau freies ermessen, yang jika dituangkan dalam bentuk tertulis akan berwujud peraturan kebijaksanaan. Dengan demikian, secara garis besar, sehubungan dengan perbuatan hukum pemerintah yang dapat terjadi baik dalam bidang publik maupun perdata, maka perlindungan hukum akibat dari perbuatan pemerintah juga ada yang terdapat dalam bidang perdata maupun publik. Sehubungan dengan perbuatan hukum pemerintah yang dapat terjadi, baik dalam bidang publik maupun perdata, maka perlindungan hukum akibat dari perbuatan pemerintah juga terdapat dalam bidang perdata maupun publik.18

a. Perlindungan Hukum dalam Bidang Perdata

Kedudukan pemerintah yang serba khusus terutama karena sifat-sifat khas yang melekat padanya, yang tidak dimiliki oleh manusia biasa, telah menyebabkan perbedaan pendapat yang berkepanjangan dalam sejarah pemikiran hukum, yaitu berkenaan dengan apakah negara dapat digugat atau tidak di depan hakim. Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya memerlukan kebebasan bertindak dan mempunyai kedudukan istimewa dibandingkan dengan rakyat biasa. Oleh karena itu, persoalan menggugat pemerintah di muka hakim tidaklah dapat dipersamakan dengan menggugat rakyat biasa. Persoalan menggugat pemerintah ini dianggap sebagai salah satu bagian yang sulit dari ilmu hukum perdata dan hukum administrasi.

Secara teoretik, Kranenburg memaparkan kronologis adanya tujuh konsep mengenai permasalahan apakah negara dapat digugat di muka hakim perdata, yakni sebagai berikut.

18 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 216 dan 217.

Page 215: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)218

1) Konsep negara sebagai lembaga kekuasaan dikaitkan dengan konsep hukum sebagai keputusan kehendak yang diwujudkan oleh kekuasaan, menyatakan bahwa tidak ada tanggung gugat negara.

2) Konsep yang membedakan negara sebagai penguasa dan negara sebagai fiscus. Sebagai penguasa, negara tidak dapat digugat, dan sebaliknya sebagai fiscus dapat saja negara digugat.

3) Konsep yang mengetengahkan kriteria sifat hak, yakni apakah suatu hak dilindungi oleh hukum publik ataukah hukum perdata.

4) Konsep yang mengetengahkan kriteria kepentingan hukum yang dilanggar.

5) Konsep yang mendasarkan pada perbuatan melawan hukum (onrecht-matigedaad) sebagai dasar untuk menggugat negara. Konsep ini tidaklah mempermasalahkan apakah yang dilanggar itu peraturan hukum publik ataukah peraturan hukum perdata.

6) Konsep yang memisahkan antara fungsi dan pelaksanaan fungsi. Fungsi tidak dapat digugat, tetapi pelaksanaannya yang melahirkan kerugian dapat digugat.

7) Konsep yang mengetengahkan suatu asumsi dasar bahwa negara dan alat-alatnya berkewajiban dalam tindak tanduknya, apa pun aspeknya (hukum publik maupun hukum perdata) memperhatikan tingkah laku manusiawi yang normal. Para pencari keadilan dapat menuntut negara dan alatnya agar mereka berkelakuan normal. Setiap kelakuan yang mengubah kela-ku an yang normal dan melahirkan kerugian-kerugian, dapat digugat.

Negara sebagai suatu institusi memiliki dua kedudukan hukum, yaitu sebagai badan hukum publik dan sebagai kumpulan jabatan (complex van ambten) atau lingkungan pekerjaan tetap. Baik sebagai badan hukum maupun sebagai kumpulan jabatan, perbuatan hukum negara atau jabatan dilakukan melalui wakilnya, yaitu pemerintah.

Berkenaan dengan kedudukan pemerintah sebagai wakil dari badan hukum publik yang dapat melakukan tindakan-tindakan hukum dalam bidang keperdataan seperti jual beli, sewa-menyewa, membuat perjanjian, dan sebagainya, maka dimungkinkan muncul tindakan pemerintah yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatige overheidsdaad).

Page 216: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 219

Berkenaan dengan perbuatan pemerintah yang bertentangan dengan hukum ini disebutkan bahwa:

De burgerlijke rechter is -op het gebied van de onrechtmatige overheidsdaad bevoedg de overheid to veoordelen tot betaling van schadevergoeding. Daarnaast kan hij in veel gevallen de overheid verbieden of gebieden bepaalde gedragingen to verrichten.

Hakim perdata, berkenaan dengan perbuatan melawan hukum oleh peme-rintah, berwenang menghukum pemerintah untuk membayar ganti keru-gian. Di samping itu, hakim perdata dalam berbagai hal dapat mengeluarkan larangan atau perintah terhadap pemerintah untuk melakukan tindakan tertentu).

Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah tersebut secara khusus diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi: ”Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata ini telah mengalami pergeseran penafsiran, yang secara garis besar terbagi dalam dua periode, yaitu periode sebelum tahun 1919 dan sesudah tahun 1919. Pada periode sebelum 1919 ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata ditafsirkan secara sempit, dengan unsur-unsur:

1) perbuatan melawan hukum;

2) timbulnya kerugian;

3) hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian;

4) kesalahan pada pelaku.

Berdasarkan penafsiran demikian, tampak bahwa perbuatan melawan hukum berarti sama dengan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang (onrechtmatigedaad is onwetmatigedaad). Interpretasi perbuatan mela-wan hukum sama artinya dengan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang tersebut disebabkan oleh aliran legisme, yang dominan pada saat itu. Aliran ini menganggap bahwa hukum hanyalah apa yang tercan-tum dalam undang-undang, di mana undang-undang tidak terdapat hukum.

Page 217: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)220

Penafsiran yang sempit terhadap unsur- unsur perbuatan melawan hukum ini berakibat pada sempitnya perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada warga negara. Setelah tahun 1919, kriteria perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut.

1) Mengganggu hak orang lain.

2) Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.

3) Bertentangan dengan kesusilaan.

4) Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap benda orang lain.

Dengan adanya perluasan penafsiran ini, maka perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada warga negara juga semakin luas. Di Indonesia, ada dua yurisprudensi Mahkamah Agung yang menunjukkan pergeseran kriteria perbuatan melawan hukum oleh penguasa, yaitu sebagai berikut.

1) Putusan MA dalam perkara Kasum (Putusan No. 66K/Sip/1952), yang dalam kasus ini MA berpendirian bahwa perbuatan melawan hukum terjadi apabila ada perbuatan sewenang -wenang dari pemerintah atau merupakan tindakan yang tiada cukup anasir kepentingan umum.

2) Putusan MA dalam perkara Josopandojo (putusan No. 838K/Sip/1970), yang dalam kasus ini MA berpendirian bahwa kriteria onrechmatige over-heidsdaad adalah undang-undang dan peraturan formal yang berlaku, kepa-tutan dalam masyarakat yang harus dipatuhi oleh penguasa, dan perbuatan kebijaksanaan dari pemerintah tidak termasuk kompetensi pengadilan.

Putusan MA ini jelas menunjukkan bahwa kriteria perbuatan melawan hukum oleh penguasa adalah:

1) perbuatan penguasa itu melanggar undang-undang dan peraturan formal yang berlaku;

2) perbuatan penguasa melanggar kepentingan dalam masyarakat yang seharusnya dipatuhinya.

Perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan hukum pemerintah, dalam kapasitasnya sebagai wakil dari badan hukum publik, dilakukan melalui peradilan umum. Kedudukan pemerintah dalam hal ini tidak berbeda dengan

Page 218: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 221

seseorang atau badan hukum perdata, yaitu sejajar, sehingga pemerintah dapat menjadi tergugat maupun penggugat. Dengan kata lain, hukum perdata memberikan perlindungan yang sama, baik kepada pemerintah maupun seseorang atau badan hukum perdata.

b. Perlindungan Hukum dalam Bidang Publik

Tindakan hukum pemerintah adalah tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya menimbulkan akibat hukum. Karakteristik pal ing penting dari tin-dakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah adalah keputusan-keputusan dan ketetapan-ketetapan pemerintah yang bersifat sepihak. Dikatakan bersifat sepihak karena dilakukan tidaknya suatu tindakan hukum pemerintahan itu tergantung pada kehendak sepihak dari pemerintah. Keputusan dan ketetapan sebagai instrumen hukum pemerintah dalam melakukan tindakan hukum sepihak, dapat menjadi penyebab terjadinya pelanggaran hukum terhadap warga negara, apalagi dalam negara hukum modern yang memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah untuk mencampuri kehidupan warga negara, karena itu diperlukan perlindungan hukum bagi warga negara terhadap tindakan hukum pemerintah. Menurut Sjachran Basah, perlindungan terhadap warga negara diberikan bilamana sikap tindak administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya, sedangkan perlindungan terhadap administrasi negara itu sendiri dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar menurut hukum baik tertulis maupun tidak tertulis.19

Hukum administrasi tidak tertulis atau asas umum pemerintahan yang layak, dimaksudkan sebagai verhoogde rechtsbescherming atau peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan administrasi negara yang menyimpang. Dalam rangka perlindungan hukum, keberadaan asas-asas umum pemerintahan yang layak ini memiliki peranan penting sehubungan dengan adanya terugtred van de wetgever atau langkah mundur pembuat undang-undang, yang memberikan kewenangan kepada administrasi negara untuk membuat peraturan perundang-undangan, dan adanya pemberian freies

19 Sjahran Basah, Perlindungan Hukum terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 7–8.

Page 219: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)222

ermessen pada pemerintah. Di satu sisi pemberian kewenangan legislasi kepada pemerintah untuk kepentingan administrasi ini cukup bermanfaat terutama untuk relaksasi dari kekakuan dan fridigitas undang-undang, namun di sisi lain pemberian kewenangan ini dapat menjadi peluang terjadinya pelanggaran kehidupan masyarakat oleh pemerintah, dengan bertopang pada peraturan perundang-undangan. A.A.H. Struycken menyesalkan adanya terugtred ini (betreuren deze terugtred) dan menganggap tidak ada gunanya pengawasan hakim yang hanya diberi kewenangan untuk menguji aspek hukumnya saja (rechtmatigheid), sementara aspek kebijaksanaan yang mengiringi peraturan perundang-undangan lepas dari perhatian hakim.

Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung tersebut, secara tegas di se-butkan bahwa perbuatan kebijaksanaan penguasa tidak termasuk kompetensi peradilan. Menurut Philipus M. Hadjon, perbuatan kebijaksanaan penguasa tidak termasuk kompetensi pengadilan untuk menilainya, kecuali kalau ada unsur willekeur dan detournement de pouvoir. Kebijaksanaan penguasa tidak da-pat digugat di dasarkan pada prinsip beleidsvrijheid yang ada pada penguasa. Beleidsvrijheid penguasa meliputi tugas-tugas militer, politik, hubungan luar negeri, pekerjaan untuk kepentingan umum, keadaan yang tidak dapat diduga terlebih dahulu atau dalam mengambil tindakan darurat.20

Alat uji terhadap aspek kebijaksanaan pemerintah ini adalah dengan asas-asas umum pemerintahan yang layak. Dengan munculnya asas-asas umum pemerintahan yang layak sebagai batu uji terhadap tindakan pemerintahan, maka asas-asas ini di samping untuk mengimbangi pemberian kewenangan legislasi bagi pemerintah dan kebijaksanaan pemerintahan, juga yang terpen-ting adalah sebagai instrumen penting dalam rangka memberikan perlindung-an hukum bagi rakyat.21 Ada dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu sebagai berikut.22

20 Philipus M. Hadjon, et.al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Introduction to The Indonesian Administrative Law, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, hlm. 124.

21 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 219.22 Philipus M. Hadjon, et.al., op.cit., hlm. 2.

Page 220: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 223

1) Perlindungan hukum preventif. Pada perlindungan hukum preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan

untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Artinya perlin dung an hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa.

2) Perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.

Alasan warga negara harus mendapat perlindungan hukum dikarenakan:23

1) Dalam berbagai hal, warga negara dan badan hukum perdata tergantung pada keputusan -keputusan dan ketetapan-ketetapan pemerintah, seperti kebutuhan terhadap izin yang diperlukan untuk usaha perdagangan, per-usahaan, atau pertambangan. Oleh karena itu, warga negara dan badan hukum perdata perlu mendapat perlindungan hukum, terutama untuk memperoleh kepastian hukum, yang merupakan faktor penentu bagi ke-hidupan dunia usaha.

2) Hubungan antara pemerintah dengan warga negara tidak berjalan dalam posisi sejajar, warga negara sebagai pihak yang lebih lemah dibandingkan dengan pemerintah.

3) Berbagai perselisihan warga negara dengan pemerintah itu berkenaan dengan keputusan dan ketetapan, sebagai instrumen pemerintah yang bersifat sepihak dalam melakukan intervensi terhadap kehidupan warga negara. Pembuatan keputusan dan ketetapan yang didasarkan pada ke-wenangan bebas, akan membuka peluang terjadinya pelanggaran hak-hak warga negara.

Di Indonesia perlindungan hukum bagi rakyat akibat tindakan hukum pemerintah ada beberapa kemungkinan, tergantung dari instrumen hukum yang digunakan pemerintah ketika melakukan tindakan hukum. Telah di-sebutkan bahwa instrumen hukum yang lazim digunakan adalah keputusan dan ketetapan. Tindakan hukum pemerintah yang berupa mengeluarkan

23 Ridwan H.R., loc.cit., hlm. 219.

Page 221: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)224

keputus an merupakan tindakan pemerintah yang termasuk dalam kategori regeling atau perbuatan pemerintah dalam bidang legislasi.24

Hal ini karena keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah itu merupakan peraturan perundang- undangan. Keputusan pemerintah yang dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan itu sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Termasuk sebagai keputusan yang berbentuk peraturan perundang-undangan di tingkat pusat adalah peraturan pemerintah (algemeen maatregels van bestuur), keputusan presiden, peraturan menteri, dan semua keputusan organ pemerintahan yang memiliki sifat peraturan yang mengikat umum (algemeen verbinde voorschriften), sedangkan untuk tingkat daerah berbentuk keputusan kepala daerah yang juga memiliki sifat mengikat umum.

Perlindungan hukum akibat dikeluarkannya keputusan ditempuh melalui Mahkamah Agung, dengan cara hak uji materiil, sesuai dengan Pasal 5 ayat (2) TAP MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urut-an Per aturan Perundang-undangan, yang menegaskan bahwa “Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang”. Ketentuan bahwa Mahkamah Agung berwenang menguji secara materiil peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terdapat pula dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman: “... Mahkamah Agung mempunyai kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang”. Sekarang Pasal 20 ayat (2) huruf b UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Ketentuan yang sama juga terdapat dalam Pasal 31 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004: “Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji se ca ra materiil hanya terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-

24 Ibid., hlm. 219.

Page 222: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 225

undang”. Khusus mengenai peraturan perundang-undangan tingkat daerah terdapat ketentuan khusus sebagaimana tercantum dalam Pasal 114 UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu sebagai berikut.25

(1) Pemerintah dapat membatalkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan perundang -undangan lainnya.

(2) Keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberitahukan kepada daerah yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan-alasannya.

(3) Selambat-lambatnya satu minggu setelah keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah tersebut dibatalkan pelaksanaannya.

(4) Daerah yang tidak dapat menerima keputusan pembatalan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung setelah mengajukannya kepada Pemerintah.

Berdasarkan ketentuan ini, tampak bahwa keputusan kepala daerah seba-gai suatu peraturan perundang-undangan tingkat daerah mempunyai mekanis-me hak uji material yang berbeda dengan peraturan perundang-undangan tingkat pusat, yaitu ditempuh melalui jalur pemerintahan dalam bentuk pe-nundaan (schorsing) atau pembatalan (vernietiging), sebelum ditempuh melalui Mahkamah Agung.26 Sekarang UU No. 32 Tahun 2000.

Meskipun UU No. 22 Tahun 1999 memberikan peluang kepada daerah un-tuk mengajukan hak uji material kepada MA, namun berdasarkan Peratur an Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penye-lenggaraan Pemerintahan Daerah, kesempatan untuk mengajukan keberat an kepada MA ini ternyata tidak disebutkan. Dengan kata lain, berdasarkan per-

25 Ibid., hlm. 220.26 Ibid., hlm. 221.

Page 223: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)226

aturan pemerintah ini, daerah yang tidak puas terhadap keputusan pemba talan instrumen hukum daerah, diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan hanya sampai pada pemerintah, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 ayat (3) dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 berikut ini.27

(3) Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota yang tidak dapat menerima keputus an pembatalan Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan De-wan Perwakilan Rakyat Daerah dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi oleh Pemerintah dapat mengajukan keberatan ke-pada Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

(4) Daerah Kabupaten atau Kota yang tidak dapat menerima keputusan pem-atau Kota yang tidak dapat menerima keputusan pem-Kota yang tidak dapat menerima keputusan pem-batalan Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota oleh Gubernur sesuai kewenangan yang dilimpahkan kepadanya dapat mengajukan keberatan kepada Gu-bernur selaku wakil Pemerintah di daerah.

Dalam rangka perlindungan hukum, terdapat tolak ukur untuk menguji secara materiil suatu peraturan perundang-undangan, yaitu bertentangan atau tidak dengan peraturan yang lebih tinggi dan bertentangan atau tidak dengan kepentingan umum, “Vernietiging kan plaatsvinden wegens; a) strijd met de het recht, zelfs de wet in formele zin; b) strijd met het algemeen belang”. Khusus mengenai peraturan perundang-undangan tingkat daerah, pembatalan sering diterapkan dalam arti pembatalan spontan, yakni pembatalan atas dasar inisiatif sendiri dari organ yang berwenang menyatakan pembatalan, tanpa melalui proses peradilan, dan tujuan utama dari pembatalan ini adalah untuk pengawasan jalannya peme-rintahan tingkat daerah dan untuk perlindungan hukum (rechtsbescherming).28

Perlindungan hukum akibat dikeluarkannya ketetapan ditempuh melalui dua kemungkinan, yaitu peradilan administrasi (administratieve rechtspraak) dan banding administrasi (administratief beroep). Ada perbedaan antara per-adilan administrasi dengan banding administrasi, yaitu sebagai berikut.29

27 Ibid., hlm. 221.28 Ibid., hlm. 222.29 Ibid., hlm. 222 dan 223.

Page 224: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 227

Het woord ’rechtspraak’ duidt aan dat het hier gaat om een rechtsgang op van het bestuur onafhankelijke instanties. Deze onafhankelijkheid blijk ten aanzien van de professionele administratieve rechters ook uit hun rechtspositie; benoeming voor het leven, regeling van de bezoldiging bij de wet, afzetbaarheid (by wangedrag) allen door rechterlijke uitspraak. Een tweede hiermee samenhangend kenmerk is dat deze instantie het overheidsoptreden uitsluitend toetsen op rechtmatigheid.

(Kata ’peradilan’ menunjukkan bahwa hal ini menyangkut proses peradilan pada pemerintahan melalui instansi yang merdeka. Kemerdekaan tampak pada hakim administrasi yang profesional, di samping juga kedudukan hu-kumnya; pengangkatan untuk seumur hidup, ketentuan mengenai peng-gajian terdapat pada undang-undang, pemberhentian -ketika melakukan perbuatan tidak senonoh- hanya dilakukan melalui putusan pengadilan. Sifat kedua yang berkenaan dengan hal ini adalah bahwa instansi ini hanya menilai tindakan pemerintah berdasarkan hukum).

Administratif beroep, hierbij het om een rechtsgang binnen de sfeer van de administratie; de instanties van administratief beroep zijn bestuursorganen, toegerust met bestuursverantwoordelijkheid. Hiermee hangt samen dat in administratief beroep het overheidsoptreden niet alien getoetst wordt op rechts-matigheid maar ook op doelmatigheid.

(Banding administrasi, berkenaan dengan proses peradilan di dalam ling-kungan administrasi; instansi banding administrasi adalah organ peme-rintahan, dilengkapi dengan pertanggung jawaban pemerintahan. Dalam hal banding administrasi ini, tindakan pemerintahan tidak hanya dinilai berdasarkan hukum, tetapi juga dinilai aspek kebijaksanaannya).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, perlindungan hukum akibat dikeluarkannya ketetapan dapat ditempuh melalui dua jalur, yaitu melalui banding administrasi atau upaya administratif dan melalui peradilan.

• UpayaAdministrasi Ketentuan mengenai upaya administratif ini terdapat dalam Pasal 48

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut.

Page 225: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)228

(1) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha negara tertentu, maka sengketa tata usaha negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia.

(2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.

Upaya administratif ini ada dua macam, yaitu banding adminis tratif dan prosedur keberatan. Banding administratif, yaitu penyelesaian sengketa tata usaha negara dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan ketetapan yang disengketakan, sedangkan prosedur keberatan adalah penyelesaian sengketa tata usaha negara dilakukan oleh instansi yang mengeluarkan ketetapan yang bersangkutan.30

S.F. Marbun menyebutkan ciri-ciri banding administrasi sebagai berikut.31

a) Yang memutus adalah Badan Tata Usaha Negara (BTUN) yang secara hierarkis lebih tinggi daripada Tata Usaha Negara yang memberi keputusan pertama, atau BTUN lain.

b) Badan Tata Usaha Negara yang memeriksa banding administratif atau pernyataan keberatan itu dapat mengubah dan atau mengganti keputusan Badan Tata Usaha Negara yang pertama.

c) Penilaian terhadap keputusan Tata Usaha Negara pertama itu dapat dilakukan secara lengkap, baik dari segi rechtmatigheid (penerapan hukum) maupun dari segi doelmatigheid (kebijaksanaan atau ketepat-gunaan). Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak saja dinilai ber-dasarkan norma -norma yang zakelijk, tetapi kepatutan yang berlaku dalam masyarakat, harus merupakan bagian penilaian atas keputusan itu.

30 Ibid., hlm. 224.31 S.F. Marbun, Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di Indonesia, Liberty,

Yogyakarta, 1997, hlm. 79–80.

Page 226: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 229

d) Perubahan-perubahan keadaan sejak saat diambilnya keputusan oleh BTUN pertama dan perubahan-perubahan keadaan yang terjadi selama proses pemeriksaan banding berjalan harus diperhatikan (ex tunc dan ex nunc).

• PeradilanTataUsahaNegara Ketentuan mengenai penyelesaian sengketa tata usaha negara melalui

peradilan tata usaha negara terdapat dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 yang berbunyi:

Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.

Di dalam Pasal 53 ayat (2) disebutkan mengenai alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan, yaitu sebagai berikut.

a) Keputusan tata usaha negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b) Keputusan tata usaha negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Di dalam penjelasannya disebutkan secara terinci alasan-alasan tersebut, yaitu: 32

a. Cukup jelas;

b. Yang dimaksud dengan “asas-asas umum pemerintahan yang baik” adalah meliputi asas kepastian hukum; tertib penyelenggaraan negara; keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; akuntabilitas;

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

32 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 225.

Page 227: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)230

Pengaturan yang demikian mengikat Badan atau Pejabat Tata Usaha Ne-gara, sehingga Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan itu ting-gal melaksanakannya secara harfiah. Dalam pemerintahan yang terikat, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan bertugas mengumpulkan fakta yang relevan dan menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan secara otomatis.33 Dalam hal demikian itu, pengadilan dalam menguji dari segi hukum keputusan yang dikeluarkan juga lebih mudah karena hanya melihat fakta yang relevan yang telah dikumpulkan serta mencocokkan-nya dengan rumusan dalam peraturan dasarnya.

Dalam hal ketentuan tentang tugas dan wewenang yang harus dilaksanakan itu dirumuskan sedemikian rupa dalam peraturan dasarnya, sehingga dapat ditafsirkan atau diartikan bahwa dalam melaksanakannya Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara memiliki kelonggaran untuk menentukan kebijaksanaan, maka wewenang Pengadilan pada waktu menguji dari segi hukum keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar ketentuan-ketentuan tersebut dilakukan secara marginal, artinya sampai batas tertentu.

Dalam pemerintahan yang bebas, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan bertugas mengumpulkan fakta yang relevan, mem persiapkan, mengambil, dan melaksanakan keputusan yang bersangkutan dengan memper-hatikan asas-asas hukum yang tidak tertulis; dan dengan penuh kelonggaran menentukan sendiri isi, cara menyusun, dan saat mengeluarkan keputusan itu.34

Penyelesaian sengketa terhadap ketetapan yang berlaku di Indonesia, tolok ukur yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hukum tertulis dan dengan asas-asas umum pemerintahan yang layak atau hu-kum tidak tertulis. Asas-asas umum tidak tertulis digunakan sebagai batu uji dalam proses peradilan ini sehubungan dengan diberikannya kewenangan bebas (vrijebevoegdheid) kepada pemerintah. Khusus dalam penyelesaian sengketa tata usaha negara melalui upaya administratif, digunakan pula tolok ukur kebijaksa-naannya (doelmatigheid) di samping aspek hukumnya (rechtmatigheid).

33 Ibid., hlm. 226.34 Ibid., hlm. 227.

Page 228: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 231

Pada penyelesaian sengketa oleh hakim di pengadilan tidak digunakan tolak ukur doelmatigheid, hal ini dikarenakan de rechter, een buiten het bestuur staande, dus ook geen bestuursverantwoordelijkheid dragende instantie (hakim adalah orang yang berdiri di luar pemerintahan, artinya bukan instansi yang memikul tanggung jawab pemerintahan) dan de rechter niet op de stoel van de administratie gaan zitten (hakim tidak boleh duduk di atas kursi pemerintahan). Ini merupakan konsekuensi dari ajaran pemisahan atau pembagian kekuasaan negara (machtenscheiding of machtensverdeling), yang menempatkan organ-organ negara berjalan sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Meski-pun hakim tidak berwenang menguji aspek kebijaksanaan dari tindakan pemerintahan, penerapan asas-asas umum pemerintahan yang layak, sebagai rechtsnormen die tot ontwikkeling zijn gekomen bij de toetsing door de rechter van overheidshandelingen (norma hukum yang dalam perkembangannya digunakan oleh hakim untuk menguji tindakan pemerintah) dianggap memadai dalam rangka memberikan perlindungan hukum.35

Menurut Sjachran Basah, perlindungan hukum yang diberikan merupa-kan qonditio sine qua non dalam menegakkan hukum. Penegakan hukum meru-pakan qonditio sine qua non pula untuk merealisasikan fungsi hukum itu sendiri. Fungsi hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1) Direktif, sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk masyara kat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara.

2) Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa.

3) Stabilitatif, sebagai pemelihara dan menjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

4) Perfektif, sebagai penyempurna, baik terhadap sikap tindak administrasi negara maupun sikap tindak warga apabila terjadi pertentangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

5) Korektif, sebagai pengoreksi atas sikap tindak baik administrasi negara maupun warga apabila terjadi pertentangan hak dan kewajiban untuk mendapatkan keadilan.36

35 Ibid., hlm. 227–228.36 Sjachran Basah, op.cit., hlm. 12–14.

Page 229: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)232

2. Penegakan HAN

Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial, dan sebagainya. Kan-dungan hukum ini bersifat abstrak. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hu-kum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan.37 Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan nilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk men-ciptakan (sebagai social engineering), memelihara dan mempertahankan (sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup.38 Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut ditaati. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti me-mutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum in con-creto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formil.39

Jika hakikat penegakan hukum itu mewujudkan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang memuat keadilan dan kebenaran, maka penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah dikenal secara konvensional. Akan tetapi menjadi tugas dari setiap orang. De rechtshandha-vingstaak kan nets op de schouders van de politie worden gelegd. Handhaving is een taak van vele rechtssubjecten in samenleving. Tugas penegakan hukum tidak hanya diletakkan di pundak polisi. Penegakan hukum adalah tugas dari se-mua subjek hukum dalam masyarakat. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik, pihak pemerintahlah yang paling bertanggung jawab melakukan penegakan hukum. De overheid is primair verantwoordelijk voor de handhaving van publiekrecht.40

37 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, Bandung, hlm. 15.

38 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, Bina Cipta, Jakarta, 1983, hlm. 13.39 Sjachran Basah, loc.cit., hlm. 14.40 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 229–230.

Page 230: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 233

Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Oleh karena itu, keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. Secara umum, sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, ada lima faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu:41

a. faktor hukumnya sendiri;

b. faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum;

c. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

d. faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;

e. faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Menurut Satjipto Rahardjo, agar hukum berjalan atau dapat berperan dengan baik dalam kehidupan masyarakat, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut.42

a. Mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya, termasuk di dalamnya mengenali dengan saksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari penggarapan tersebut.

b. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini penting dalam hal social engineering itu hendak diterapkan pada masyarakat dengan sek-tor-sektor kehidupan majemuk, seperti tradisional, mod ern, dan perenca-naan. Pada tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sektor mana yang dipilih.

c. Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak untuk bisa dilaksanakan.

d. Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya.

J.B.J.M. ten Berge menyebutkan beberapa aspek yang harus diperhatikan atau dipertimbangkan dalam rangka penegakan hukum, yaitu sebagai berikut.43

41 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja-wali Press, Jakarta, 1983, hlm. 4–5.

42 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 208.43 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 231.

Page 231: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)234

a. Suatu peraturan harus sedikit mungkin membiarkan ruang bagi perbedaan interpretasi.

b. Ketentuan perkecualian harus dibatasi secara minimal.

c. Peraturan harus sebanyak mungkin diarahkan pada kenyataan yang secara objektif dapat ditentukan.

d. Peraturan harus dapat dilaksanakan oleh mereka yang terkena peraturan itu dan mereka yang dibebani dengan (tugas) penegakan (hukum).

Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan, ”De bestuursrechtelijke handhavings-middelen omvatten: (1) het toezich dat bestuursorganen kunnen uitoefenen op de naleving van de bij of krachtens de wet gestelde voorschriften en van de bij besluit individueel opgeledge verplichtingen, en (2) de toepassing van bestuursrechtelijke sanctie bevoegdheden. (Sarana penegakan hukum administrasi berisi [1] peng-awasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau berdasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakan kewajiban kepada individu, dan [2] pene-rapan kewenangan sanksi pemerintahan).”44

Apa yang dikemukakan Nicolai, agaknya hampir senada dengan Ten Berge, seperti dikutip Philipus M. Hadjon, yang menyebutkan bahwa instrumen penegakan hukum administrasi meliputi pengawasan dan penegakan sanksi. Pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan.45

Paulus E. Lotulung mengemukakan beberapa macam pengawasan dalam HAN, yaitu bahwa ditinjau dari segi kedudukan dari badan atau organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap badan atau organ yang dikontrol, dapatlah dibedakan antara jenis kontrol intern dan kontrol ekstern. Kontrol intern ber-arti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh badan yang secara organisatoris atau struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintah sendiri, sedangkan kontrol ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh organ atau lembaga-lembaga yang secara organisatoris atau struktural berada di luar pemerintah.

44 Ibid., hlm. 231.45 Ibid., hlm. 231.

Page 232: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 235

Ditinjau dari segi waktu dilaksanakannya, pengawasan atau kontrol dibedakan dalam dua jenis, yaitu kontrol a-priori dan kontrol a-posteriori. Kon-trol a-priori adalah bilamana pengawasan itu dilaksanakan sebelum dikeluar-kannya keputusan atau ketetapan pemerintah, sedangkan kontrol a-posteriori adalah bilamana pengawasan itu baru dilaksanakan sesudah dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah.46

Selain itu, kontrol dapat pula ditinjau dari segi objek yang diawasi yang terdiri dari kontrol dari segi hukum (rechtmatigheid) dan kontrol dari segi ke-manfaatan (doelmatigheid). Kontrol dari segi hukum dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (segi legalitas), yaitu segi rechtmatigheid dari perbuatan pemerintah, sedangkan kontrol dari segi ke-manfaatan dimaksudkan untuk menilai benar tidaknya perbuatan pemerintah itu dari segi atau pertimbangan kemanfaatannya.

Sesudah mengadakan pembagian pengawasan tersebut, lebih lanjut Paulus E. Lotulung mengatakan bahwa kontrol yang dilakukan oleh peradilan dalam hukum administrasi mempunyai ciri-ciri berikut.

a. Ekstern, karena dilakukan oleh suatu badan/lembaga di luar pemerintahan.

b. A-posteriori, karena selalu dilakukan sesudah terjadinya perbuatan yang dikontrol.

c. Kontrol segi hukum, karena hanya menilai dari segi hukum saja.

Dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintah dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, sebagai suatu upaya preventif, dan juga dimaksudkan un-tuk mengembalikan pada situasi sebelum terjadinya pelanggaran norma-norma hukum, sebagai suatu upaya represif. Di samping itu, yang terpenting adalah bahwa pengawasan ini diupayakan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi rakyat. Pengawasan segi hukum dan segi kebijaksanaan terhadap tindakan pemerintah dalam hukum administrasi negara adalah dalam rangka memberikan perlindungan bagi rakyat, yang terdiri dari upaya administratif dan peradilan administrasi, berikut dengan mekanisme dan tolak ukurnya.47

46 Paulus Effendi Lotulung, op.cit., hlm. xv–xviii. 47 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 232 dan 233.

Page 233: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)236

Sarana penegakan hukum itu di samping pengawasan adalah sanksi. Sanksi merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundang-undangan, bahkan J.B.J.M. ten Berge menyebutkan bahwa sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi. Sanksi biasanya diletakkan pada bagian akhir setiap peraturan: in cauda venenum (secara bahasa berarti di ujung terdapat racun), artinya di ujung suatu kaidah hukum terdapat sanksi. Sanksi diperlukan untuk menjamin penegakan hukum administrasi.

Menurut Philipus M. Hadjon, pada umumnya tidak ada gunanya mema-sukkan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan bagi para warga di dalam peraturan perundang-undangan tata usaha negara, manakala aturan-aturan tingkah laku itu tidak dapat dipaksakan oleh tata usaha negara.48 Salah satu instrumen untuk memaksakan tingkah laku para warga ini adalah dengan sanksi. Oleh karena itu, sanksi sering merupakan bagian yang melekat pada norma hukum tertentu.

Dalam HAN, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis. Pada umumnya, memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan norma-norma hukum administrasi tertentu, diiringi pula dengan memberikan kewenangan untuk menegakkan norma-norma itu melalui penerapan sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma hukum administrasi tersebut.

J.J. Oosternbrink mengatakan, bahwa “Deministratief sancties zijn dus sancties, die voortspruiten uit de relatie overheid - onderdaan en die zonder tussenkomst van derden en met name zonder rechterlijke machtiging rechtstreeks door de administra-tie zelfkunnen worden opgelegd. (Sanksi administratif adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah - warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga, yaitu tanpa perantara kekuasaan peradilan, tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri)”. “Indien een burger nala-tig blijft een verplichting, voortvloeiende uit een administratiefrechtelijke rechtsbetrek-king, na te komen, kan de wederpartij (dat is de administratie) zonnder rechterlijke tus-senkomst administratiefrechtelijke sanctiemaatregelen nemen. (Ketika warga negara

48 Philipus M. Hadjon, et.al., op.cit., hlm. 245.

Page 234: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 237

melalaikan kewajiban yang timbul dalam hubungan hukum administrasi, maka pihak lawan (yaitu pemerintah) dapat mengenakan sanksi tanpa perantaraan hakim)”. Perkataan ”tanpa perantaraan hakim” tersebut perlu digarisbawahi, dalam arti bahwa penerapan sanksi administrasi itu pada dasarnya (in beginsel) tanpa perantaraan hakim, namun dalam beberapa hal ada pula sanksi adminis-trasi yang harus melalui proses peradilan. Oleh karena itu, pada kenyataannya yang termasuk sanksi administrasi itu “... Niet alleen sanctie, die door het bestuur zelf worden toegepast, gehanteerd, maar eveneens sancties, die bijvoorbeeld door ad-ministratieve rechters of administratieve beroepsinstanties worden opgelegd. (Tidak hanya sanksi yang diterapkan oleh pemerintah sendiri, tetapi juga sanksi yang dibebankan oleh hakim administrasi atau instansi banding administrasi)”.49

Sanksi dalam Hukum Administrasi: “De publiekrechtelijke machtsmidde-len die de overheid kan aanwenden als reactie op niet naleving van verplichtingen die voortvloeien uit administratiefrechtelijke normen”, yaitu “alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma hukum administrasi negara”. Berdasarkan definisi ini tampak ada empat unsur sanksi dalam hukum administrasi negara, yaitu alat kekuasaan (machtmiddelen), ber-sifat hukum publik (publiekrechtelijke), digunakan oleh pemerintah (overheid), dan sebagai reaksi atas ketidakpatuhan (reactie op niet-naleving).50

Ditinjau dari segi sasarannya, dalam Hukum Administrasi dikenal dua jenis sanksi, yaitu sanksi reparatoir (reparatoire sancties) dan sanksi punitif (punitieve sancties). Order reparatoire sanctie worden dan verstaan de reacties op normovertred-ing, die strekken tot het (zo goed mogelijk) herstellen of bewerkstellingen van de legale situatie, dat wil zeggen van de toestand die zou zijn ontstaan of was blijvenbestaan, wanner de overtreding niet was gepleegd (sanksi reparatoir diarti kan sebagai sanksi yang diterapkan sebagai) reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan un-tuk mengembalikan pada kondisi semula atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum (legale situatie), dengan kata lain, mengembalikan pada keadaan semula sebelum terjadinya pelanggaran), sedangkan sanksi punitif

49 Ridwan H.R., loc.cit., hlm. 233.50 Ibid., hlm. 234–235.

Page 235: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)238

adalah uitsluitend de sancties die ertoe strekken om een pesoon to straffen, sanksi yang semata-mata ditujukan untuk memberikan hukuman (straffen) pada seseorang.

Contoh dari sanksi reparatoir adalah paksaan pemerintahan (bestuursd-wang) dan pengenaan uang paksa (dwangsom), sedangkan contoh dari sanksi punitif adalah pengenaan denda administrasi (bestuursboete). Di samping dua jenis sanksi ini, ada sanksi lain yang oleh J.B.J.M. ten Berge disebut sebagai sanksi regresif (regressieve sancties), yaitu sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan -ketentuan yang terdapat pada ke-tetapan yang diterbitkan. Sanksi ini ditujukan pada keadaan hukum semula, sebelum diterbitkannya ketetapan. Contoh dari sanksi regresif adalah penarik-an, perubahan, dan penundaan suatu ketetapan (de intrekking, de wijziging, of de schorsing van een beschikking).

Ditinjau dari segi tujuan diterapkannya sanksi, sanksi regresif ini sebenar-nya tidak begitu berbeda dengan sanksi reparatoir. Bedanya hanya terletak pada lingkup dikenakannya sanksi tersebut, sanksi reparatoir dikenakan ter-hadap pelanggaran norma hukum administrasi secara umum, sedangkan sanksi regresif hanya dikenakan terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam ketetapan.51

Menurut Philipus M. Hadjon, penerapan sanksi secara bersama-sama anta-ra hukum administrasi dengan hukum lainnya dapat terjadi, yakni kumulasi in-ternal dan kumulasi eksternal. Kumulasi eksternal merupakan penerapan sanksi administrasi secara bersama-sama dengan sanksi lain, seperti sanksi pidana atau sanksi perdata. Khusus untuk sanksi perdata, pemerintah dapat menggunakan-nya dalam kapasitasnya sebagai badan hukum untuk mempertahankan hak-hak keperdataannya. Sanksi pidana dapat diterapkan bersama-sama dengan sanksi administrasi, artinya tidak diterapkan prinsip ne bis in idem (secara harfiah, tidak dua kali mengenai hal yang sama, mengenai perkara yang sama tidak boleh disi-dangkan untuk kedua kalinya) dalam Hukum Administrasi karena antara sanksi administrasi dengan sanksi pidana ada perbedaan sifat dan tujuan.52

51 Ibid., hlm. 236.52 Ibid., hlm. 236.

Page 236: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 239

Ada tiga perbedaan antara sanksi administrasi dengan sanksi pidana. Dalam sanksi administrasi, sasaran penerapannya ditujukan pada perbuatan, sedangkan dalam pidana ditujukan pada pelaku. Sifat sanksi administrasi adalah reparatoir-condemnatoir, yaitu pemulihan kembali pada keadaan semula dan memberikan hukuman, sanksi pidana bersifat condemnatoir. Prosedur sanksi administrasi dilakukan secara langsung oleh pemerintah, tanpa melalui peradilan. Prosedur penerapan sanksi pidana harus melalui proses peradilan. Adapun kumulasi in-ternal merupakan penerapan dua atau lebih sanksi administrasi secara bersama-sama, misalnya penghentian pelayanan administrasi dan/atau pencabutan izin dan/atau pengenaan denda.53

3. Sanksi dalam HAN

Macam-macam sanksi dalam Hukum Administrasi Negara adalah:

a. Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang/Politiedwang)

Berdasarkan Undang-Undang Hukum Administrasi Belanda: ”Onder bestuursd-wang wordt verstaan, het feitelijk handelen door of vanwege een bestuursorgaan wegne-men, ontruimen, beletten, in de vorige toestand herstellen of verrichten van hetgeen in stnjd met bij of krachtens wettelijke voorschriften gestelde verplichtingen is of wordt gedaan, ge-houden of nagelaten. (Paksaan pemerintahan adalah tindakan nyata yang dilakukan oleh organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengo-songkan, menghalang- halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban -kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan)”.54

Ada dua istilah mengenai paksaan pemerintahan ini, yaitu bestuursdwang dan politiedwang. Istilah yang sebelumnya sering digunakan adalah politiedwang. Menurut Philipus M. Hadjon, digunakannya istilah bestuursdwang adalah untuk mengakhiri kesalahpahaman yang dapat ditimbulkan oleh kata politie dalam penyebutan politiedwang (paksaan polisi). Polisi sama sekali tidak terlibat dalam pelaksanaan politiedwang (bestuursdwang).55

53 Ibid., hlm. 237.54 Ibid., hlm. 237.55 Philipus M. Hadjon, et.al., op.cit., hlm. 251.

Page 237: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)240

Berkenaan dengan paksaan pemerintahan ini, F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek mengatakan sebagai berikut:

Een zeer belangrijke bevoegdheid die het bestuur ten dienste staat om het materiele administratieve recht te handhaven is de politie-of bestuursdwang. Bestuursorganen hebben de bevogdheid om, zo nodig met geweld, de naleving van bepaalde wettelijke voorschriften door of ten laste van de burger feitelijk te realiseren. (Kewenangan paling penting yang dapat dijalankan oleh peme-rintah untuk menegakkan hukum administrasi materiil adalah paksaan pemerintahan. Organ pemerintahan memiliki wewenang untuk mereali-sasikan secara nyata kepatuhan warga, jika perlu dengan paksaan, terha-dap peraturan perundang-undangan tertentu/kewajiban tertentu).56

Kewenangan paksaan pemerintahan (bestuursdwang -bevoegheid) dapat di-uraikan dengan sebagai kewenangan organ pemerintahan untuk melakukan tindakan nyata mengakhiri situasi yang bertentangan dengan norma HAN, karena kewajiban yang muncul dari norma itu tidak dijalankan atau sebagai reaksi dari pemerintah atas pelanggaran norma hukum yang dilakukan warga negara.

Paksaan pemerintahan dilihat sebagai suatu bentuk eksekusi nyata, dalam arti langsung dilaksanakan tanpa perantaraan hakim (parate executie), dan biaya yang berkenaan dengan pelaksanaan paksaan pemerintahan ini secara langsung dapat dibebankan kepada pihak pelanggar.

Menurut van Praag bahwa paksaan pemerintahan adalah kewajiban, sedangkan H.D. van Wijk menganggapnya sebagai kewenangan, bukan ke-wajiban. Pendapat yang sama juga dianut oleh P. de Haan dan kawan-kawan, yang menyebutkan bahwa:

De bevoegdheid tot het uitoefenen van politiedwang is een wife bevoegdheid. De uitoefening van politiedwang is geen plicht. (Kewenangan untuk melak-sanakan paksaan pemerintahan adalah kewenangan bebas. Pelaksanaan paksaan pemerintahan itu bukan kewajiban).

56 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 238.

Page 238: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 241

Dalam istilah hukum, ada perbedaan antara kewenangan (bevogdheid) dengan kewajiban (verplichting). Kewenangan mengandung makna hak dan kewajiban (rechten en plichten) dalam dan untuk melakukan tindakan hukum tertentu, sedangkan kewajiban hanya menunjukkan keharusan untuk mengam-bil tindakan hukum tertentu.57 Berdasarkan berbagai yurisprudensi di negeri Belanda atau peraturan perundang-undangan di Indonesia, tampak bahwa pelaksanaan paksaan pemerintahan adalah wewenang yang diberikan undang-undang kepada pemerintah, bukan kewajiban. Kewenangan pemerintah untuk menggunakan bestuursdwang merupakan kewenangan yang bersifat bebas (vrije-bevoegheid), dalam arti pemerintah diberi kebebasan untuk mempertimbangkan menurut inisiatifnya sendiri apakah menggunakan bestuursdwang atau tidak atau bahkan menerapkan sanksi lainnya.

Kebebasan pemerintah untuk menggunakan wewenang paksaan peme-rintahan ini dibatasi oleh asas -asas umum pemerintahan yang layak, seperti asas kecermatan, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, dan sebagainya. Di samping itu, ketika pemerintah menghadapi suatu kasus pelanggaran kaidah HAN, misalnya pelanggaran ketentuan perizinan, pemerintah harus menggu-nakan asas kecermatan, asas kepastian hukum, atau asas kebijaksanaan dengan mengkaji secara cermat apakah pelanggaran izin tersebut bersifat substansial atau tidak.58 Sebagai contoh dapat diperhatikan dari fakta pelanggaran berikut.

1) Pelanggaran yang tidak bersifat substansial. Seseorang mendirikan rumah tinggal di daerah pemukiman, akan tetapi

orang tersebut tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Dalam hal ini, pemerintah tidak sepatutnya langsung menggunakan paksaan pemerintahan (bestuursdwang), dengan membongkar rumah tersebut. Terhadap pelanggaran yang tidak bersifat substansial ini masih dapat dilakukan legalisasi. Pemerintah harus memerintahkan kepada orang bersangkutan untuk mengurus IMB. Jika orang tersebut, setelah diperin-tahkan dengan baik, tidak juga mengurus izin, maka pemerintah dapat menerapkan bestuursdwang, yaitu pembongkaran.

57 Ibid., hlm. 239.58 Ibid., hlm. 239–240.

Page 239: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)242

2) Pelanggaran yang bersifat substansial. Seseorang membangun rumah di kawasan industri atau seorang

pengusaha membangun industri di daerah pemukiman penduduk, yang berarti mendirikan bangunan tidak sesuai dengan tata ruang atau rencana peruntukan (bestemming) yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini ter-masuk pelanggaran yang bersifat substansial, dan pemerintah dapat langsung menerapkan bestuursdwang.

Baik pelanggaran yang bersifat substansial maupun yang tidak bersifat substansial, penerapan sanksi apalagi berupa paksaan pemerintahan harus memperhatikan ketentuan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis, yaitu asas-asas umum pemerintahan yang layak (algemeen beginselen van behoorlijk bestuur). Pelaksanaan bestuursdwang wajib didahului dengan surat peringatan tertulis, yang dituangkan dalam bentuk KTUN. Surat ini harus berisi hal-hal sebagai berikut.59

1) Peringatan harus definitif. Mengenai paksaan pemerintahan, sama dengan keputusan tata usaha

negara lain, berlaku sebagai syarat umum bahwa ia harus bersifat definitif. Jadi, keputusan untuk bila perlu akan bertindak bagi organ pemerintahan sudah harus pasti. Ini harus ternyata dari formulasi yang pasti dan dari penyebutan pasal -pasal yang memuat paksaan pemerintahan.

2) Organ yang berwenang harus disebut. Peringatan harus memberitahukan organ berwenang mana yang mem-

berikannya. Apabila organ jelas tidak berwenang, maka peringatan bukan keputusan TUN, dan pembanding tidak dapat diterima.

3) Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat. Peringatan harus ditujukan pada orang yang sedang atau telah melanggar

ketentuan undang-undang, dan yang berkemampuan mengakhiri keada-an yang terlarang itu. Dengan ini dimaksud orang yang secara nyata atau yuridis dapat menghapuskan situasi ilegal, tetapi tidak juga selalu pelang-gar sendiri.

59 Ibid., hlm. 241–243.

Page 240: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 243

4) Ketentuan yang dilanggar jelas. Harus dinyatakan dengan jelas ketentuan mana yang telah atau mungkin

akan dilanggar.

5) Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas. Syarat ini muncul dari yurisprudensi, yaitu pembeberan yang jelas dari

keadaan atau tingkah laku yang bertentangan dengan ketentuan undang-undang. Jadi yang menjadi soal di sini ialah aspek nyata dari pelanggaran.

6) Peringatan harus memuat penentuan jangka waktu. Pemberian beban harus ternyata dengan jelas jangka waktu yang diberikan

kepada yang bersangkutan untuk melaksanakan beban itu. Jangka waktu harus mempunyai titik permulaan yang jelas.

7) Pemberian beban jelas dan seimbang. Pemberian beban harus jelas dan seimbang. Beban tidak boleh memuat

kriteria samar.

8) Pemberian beban tanpa syarat. Pemberian beban harus tak bersyarat. Dari sudut kepastian hukum, pemberi-

an beban tidak boleh tergantung pada kejadian tidak pasti di kemudian hari.

9) Beban mengandung pemberian alasannya. Pemberian beban harus ada alasannya. Titik tolaknya ialah bahwa peringatan

sama seperti keputusan memberatkan lainnya, harus diberi alasan yang baik.

10) Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya. Apabila organ pemerintahan hendak membebankan biaya paksaan peme-

rin tahan, maka hal ini harus dimuat dalam surat peringatan. Pengumum-an bahwa biaya akan dibebankan ini bukan keputusan mandiri, tetapi unsur dari peringatan paksaan pemerintahan.

b. Penarikan Kembali Keputusan yang Menguntungkan (Izin, Subsidi, Pembayaran, dan Sebagainya)

Ketetapan yang menguntungkan (begunstigende beschikking), artinya ketetapan itu memberikan hak-hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu melalui ketetapan atau bilamana ketetapan itu memberikan keringanan

Page 241: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)244

beban yang ada atau mungkin ada. Lawan dari ketetapan yang menguntungkan adalah ketetapan yang memberi beban (belastende beschikking), yaitu ketetapan yang meletakkan kewajiban yang sebelumnya tidak ada atau penolakan terhadap permohonan untuk memperoleh keringanan.

Salah satu sanksi dalam HAN adalah pencabutan atau penarikan KTUN yang menguntungkan. Pencabutan ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak ber-laku lagi ketetapan yang terdahulu. Penarikan kembali ketetapan yang meng-untungkan berarti meniadakan hak-hak yang terdapat dalam ketetapan itu oleh organ pemerintahan. Sanksi ini termasuk sanksi berlaku ke belakang (regressieve sancties), yaitu sanksi yang mengembalikan pada situasi sebelum ketetapan itu dibuat.

Dengan kata lain, hak dan kewajiban yang timbul setelah terbitnya ke-tetapan tersebut menjadi hapus atau tidak ada sebagaimana sebelum terbitnya ketetapan itu, dan sanksi ini dilakukan sebagai reaksi terhadap tindakan yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatig gedrag).60

Sanksi penarikan kembali KTUN yang menguntungkan diterapkan dalam hal terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau syarat-syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga dapat terjadi pelanggaran undang-undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh si pelanggar. Pencabutan suatu keputusan yang menguntungkan itu merupakan sanksi yang situatif. la dikeluarkan bukan dengan maksud sebagai reaksi terhadap perbua-tan yang tercela dari segi moral, melainkan dimaksudkan untuk mengakhiri keadaan-keadaan yang secara objektif tidak dapat dibenarkan lagi.61

Penarikan ketetapan sebagai sanksi ini berkaitan erat dengan sifat dari ketetapan itu sendiri. Terhadap ketetapan yang bersifat terikat, harus ditarik oleh organ pemerintah yang mengeluarkan ketetapan tersebut, dan hanya mungkin dilakukan sepanjang peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar ketetapan itu menentukan. Mengenai ketetapan yang bersifat bebas,

60 Ibid., hlm. 242–243.61 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hlm. 242 dan 243.

Page 242: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 245

penarikannya sebagai sanksi kadang-kadang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan kadang-kadang juga tidak. Penarikan kembali ketetapan ini menimbulkan persoalan yuridis, hal ini karena di dalam HAN terdapat asas het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa, yaitu bahwa pada asasnya setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum. Oleh karena itu, KTUN yang sudah dikeluarkan itu pada dasarnya tidak untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya oleh Hakim di pengadilan.62

Meskipun pada dasarnya KTUN yang telah dikeluarkan tersebut tidak untuk dicabut kembali sejalan dengan asas praduga rechtmatig dan asas kepas-tian hukum, akan tetapi tidaklah berarti menghilangkan kemungkinan untuk mencabut KTUN tersebut. Kaidah HAN memberikan kemungkinan untuk mencabut KTUN yang menguntungkan sebagai akibat dari kesalahan si pene-rima KTUN, sehingga pencabutannya merupakan sanksi baginya. Sebab-sebab pencabutan KTUN sebagai sanksi adalah sebagai berikut.63

1) Yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat, atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada izin, subsidi, atau pembayaran.

2) Yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan untuk men-dapat izin, subsidi, atau pembayaran telah memberikan data yang sede-mikian tidak benar atau tidak lengkap, sehingga apabila data itu diberikan secara benar atau lengkap maka keputusan akan berlainan (misalnya, pe-nolakan izin, dan sebagainya).

Selain itu, Ateng Syafrudin menyebutkan ada empat kemungkinan suatu ketetapan itu ditarik kembali, yaitu sebagai berikut.64

1) Asas kepastian hukum tidak menghalangi penarikan kembali atau perubahan suatu keputusan, bila sesudah sekian waktu dipaksa oleh perubahan keadaan atau pendapat.

62 Ridwan H.R., loc.cit., hlm. 243.63 Philipus M. Hadjon, et.al., op.cit., hlm. 258–259.64 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 244–245.

Page 243: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)246

2) Penarikan kembali atau perubahan juga mungkin bila keputusan yang menguntungkan di dasarkan pada kekeliruan, asal saja kekeliruan itu dapat diketahui oleh yang bersangkutan.

3) Penarikan kembali atau perubahan dimungkinkan, bila yang berkepenting-an dengan memberikan keterangan yang tidak benar atau tidak lengkap, telah ikut menyebabkan terjadinya keputusan yang keliru.

4) Penarikan kembali atau perubahan dimungkinkan, bila syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan yang dikaitkan pada suatu keputusan yang menguntungkan tidak ditaati.

Di samping itu, dapat pula pencabutan ketetapan itu dilakukan karena kesalahan dari pihak pembuat ketetapan, artinya ketetapan yang dikeluarkan itu ternyata keliru atau mengandung cacat lainnya, maka dapat dicabut dengan memperhatikan ketentuan hukum administrasi, baik tertulis maupun berupa asas-asas hukum. Dalam penarikan suatu ketetapan (beschikking) yang telah dibuat harus diperhatikan asas-asas berikut ini.65

1) Suatu ketetapan yang dibuat karena yang berkepentingan menggunakan tipuan, senantiasa dapat ditiadakan ab ovo (dari permulaan tidak ada).

2) Suatu ketetapan yang isinya belum diberitahukan kepada yang bersang-kutan, jadi suatu ketetapan yang belum menjadi suatu perbuatan yang sungguh-gungguh dalam pergaulan hukum, dapat ditiadakan ab ovo.

3) Suatu ketetapan yang bermanfaat bagi yang dikenainya dan yang diberi kepada yang dikenai itu dengan beberapa syarat tertentu, dapat ditarik kembali pada waktu yang dikenai tersebut tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan itu.

4) Suatu ketetapan yang bermanfaat bagi yang dikenainya tidak boleh di-tarik kembali setelah sesuatu jangka tertentu sudah lewat, bilamana oleh karena menarik kembali tersebut, suatu keadaan yang layak di bawah kekuasaan ketetapan yang bermanfaat itu (setelah adanya menarik kem-bali tersebut) menjadi keadaan yang tidak layak.

65 W.F. Prins dan R. Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Pradnya Paramita, Jakarta, 1983, hlm. 102–103.

Page 244: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 247

5) Oleh karena suatu ketetapan yang tidak benar, diadakan suatu keadaan yang tidak layak. Keadaan ini tidak boleh ditiadakan, bilamana menarik kembali ketetapan yang bersangkutan membawa kepada yang dikenainya suatu kerugian yang sangat lebih besar daripada kerugian yang oleh negara diderita karena keadaan yang tidak layak tersebut.

6) Menarik kembali atau mengubah suatu ketetapan, harus diadakan menu-rut acara (formalitas) yang sama sebagai yang ditentukan bagi membuat ketetapan itu (asas contrarius ac tus).

c. Pengenaan Uang Paksa oleh Pemerintah (Dwangsom)

Menurut N.E. Aigra, ”Dwangsom: straf of poenaliteit, bedrag dat, krachtens beding in een verbintenis, verschuldigd is bij niet nakoming, niet volledige of niet-tijdige nakom-ing; c. q. onderscheiden van de vergoeding van kosten, schaden en interessen. (Uang paksa, sebagai “hukuman atau denda”, jumlahnya berdasarkan syarat dalam per-janjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melak-sanakan atau tidak sesuai waktu yang ditentukan; dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti kerugian, kerusakan dan pembayaran bunga)”.

Dalam hukum administrasi, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan ke-pada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar keten-tuan yang ditetapkan oleh pemerintah, sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan.

Dalam Undang-Undang Hukum Administrasi Belanda disebutkan sebagai berikut.66

Organ pemerintahan yang berwenang melaksanakan tindakan pemerin-tahan, dapat mengenakan uang paksa sebagai pengganti (dari bestuurs-dwang). Uang paksa tidak dapat dipilih (sebagai pengganti), jika kepen-tingan yang harus dilindungi peraturan tersebut tidak menghendakinya.

Organ pemerintahan menetapkan uang paksa itu apakah sekali bayar ataupun dicicil berdasarkan waktu (tertentu) ketika perintah itu tidak dijalankan atau (membayar) sejumlah uang ketika pelanggaran itu (terja-di). Organ pemerintahan juga menetapkan jumlah maksimal uang paksa.

66 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 246 dan 247.

Page 245: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)248

Jumlah uang yang dibayar harus sesuai dengan beratnya kepentingan yang dilanggar dan (sesuai) dengan tujuan diterapkannya penetapan uang paksa itu.

Dalam keputusan untuk penetapan uang paksa yang tujuannya meng-hilangkan/mengakhiri pelanggaran, kepada pelanggar diberikan jangka waktu untuk melaksanakan perintah tersebut (dengan) tanpa penyi taan uang paksa.

Pengenaan uang paksa merupakan alternatif untuk tindakan nyata, yang berarti sebagai sanksi subsidiaire dan dianggap sebagai sanksi reparatoir. Persoalan hukum yang dihadapi dalam pengenaan dwangsom sama dengan pelaksanaan paksaan nyata. Dalam kaitannya dengan KTUN yang menguntungkan seperti izin, biasanya pemohon izin disyaratkan untuk memberikan uang jaminan. Jika terjadi pelanggaran atau pelanggar (pemegang izin) tidak segera mengakhirinya, maka uang jaminan itu dipotong sebagai dwangsom. Uang jaminan ini lebih banyak digunakan ketika pelaksanaan bestuursdwang sulit dilakukan.67

d. Pengenaan Denda Administratif (Administratieve Boete)

Denda administratif (bestuurslijke boetes) dapat dilihat contohnya pada denda fiskal yang ditarik oleh inspektur pajak dengan cara meninggikan pembayaran dari ketentuan semula sebagai akibat dari kesalahannya. Menurut P. de Haan:

Anders dan de administratieve dwangsom die gericht is op het verkrijgen van een feitelijke situatie in overeenstemming met de norm, vormt de administratieve boete niet meer dan een reactie op een normovertreding, die gericht is op het toevoegen van een zeker leed. Vooral in het belastingsrecht komt de administratieve boete voor. In alle gevallen legt een administratief orgaan, zonder tussenkomst van de rechter een straf op.

(Berbeda dengan pengenaan uang paksa administrasi yang ditujukan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administrasi tidak lebih dari sekadar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti, terutama denda

67 Ibid., hlm. 247.

Page 246: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 249

administrasi yang terdapat dalam hukum pajak. Bagaimanapun juga, organ administrasi dapat memberikan hukuman tanpa perantaraan hakim).68

Pembuat undang-undang dapat memberikan wewenang kepada organ pemerintah untuk menjatuhkan hukuman yang berupa denda (geldboete) terhadap seseorang yang telah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan. Pemberian wewenang langsung (atributie) mengenai sanksi punitif ini dapat ditemukan dalam peraturan perundang-undangan. Sanksi ini biasanya terdapat dalam hukum pajak, jaminan sosial, dan hukum kepegawaian.

Berkenaan dengan denda administrasi ini, di dalam Algemene Bepalingen van Administratief Recht, disimpulkan bahwa, ”Administratieve boetes kunnen slechts worden opgelegd uit kracht van een bevoegdheid die is voorzien bij een wet in formele zin (denda administrasi hanya dapat diterapkan atas dasar kekuataan wewenang yang diatur dalam undang-undang dalam arti formil)”.69

4. Pertanggungjawaban Pemerintah dalam HAN

Pertanggungjawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya).70 Dalam kamus hukum ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban, yakni liability serta responsibility.71

Liabil ity merupakan istilah hukum yang luas (a broad legal term), di dalamnya antara lain mengandung makna, bahwa “It has been re ferred to as of the most comprehensive significance, including al most every character of hazard or responsibility, absolute, contin gent, or likely. It has been defined to mean: all character of debts and obligations. (Liability menunjuk pada makna yang paling komprehensif, meliputi hampir setiap karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung, atau yang mungkin. Liability didefinisikan untuk

68 Ibid., hlm. 247–248.69 Ibid., hlm. 248.70 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, 1976, hlm.

1014.71 Ridwan H.R., loc.cit., hlm. 248.

Page 247: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)250

menunjuk: semua karakter hak dan kewajiban)”. Di samping itu, liability juga merupakan “Condition of being actu ally or potentially subject to an obligation; condition of being re sponsible for a possible or actual loss, penalty, evil, expense, or burden; condition which creates a duty to perform an act immedi ately or in the future. (Kondisi tunduk kepada kewajiban secara aktual atau potensial; kondisi bertanggung jawab terhadap hal-hal yang aktual atau mungkin seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya, atau beban; kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang dengan segera atau pada masa yang akan datang)”.72

Sementara responsibility berarti “The state of being answerable for an obliga-tion, and includes judgment, skill, ability and capacity. (Hal dapat dipertanggung-jawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemam-puan, dan kecakapan)”. Responsibility juga berarti, “The obligation to answer for an act done, and to repair or otherwise make restitution for any injury it may have caused. (Kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksana-kan, dan memperbaiki atau sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan apa pun yang telah ditimbulkannya)”.

Dari responsibility ini muncul istilah responsible government: “This term generally designates that species of gov ernmental system in which the responsibility for public measures or acts of state rests upon the ministry or executive council, who are under an obligation to resign when disapprobation of their course is expressed by a vote of want of confidence, in the legislative assem bly, or by the defeat of an important measure advocated by them”, yang menunjukkan bahwa istilah ini pada umumnya menunjukkan bahwa jenis-jenis pemerintahan dalam hal mana pertanggungjawaban terhadap ketentuan atau undang-undang publik dibebankan pada departemen atau dewan eksekutif, yang harus mengundurkan diri apabila penolakan terhadap kinerja mereka dinyatakan melalui mosi tidak percaya, di dalam majelis legislatif, atau melalui pembatalan terhadap suatu undang-undang penting yang dipatuhi mereka).

Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang

72 Ibid., hlm. 249.

Page 248: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 251

dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.

Dalam ensiklopedi administrasi, responsibility adalah keharusan seseorang untuk melaksanakan secara selayaknya apa yang telah diwajibkan kepadanya. Disebutkan juga bahwa pertanggungjawaban mengandung makna: meskipun seseorang mempunyai kebebasan dalam melaksanakan sesuatu tugas yang dibebankan kepadanya, namun ia tidak dapat membebaskan diri dari hasil atau akibat kebebasan perbuatannya, dan ia dapat dituntut untuk melaksanakan secara layak apa yang diwajibkan kepadanya.73

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa pemerintah adalah subjek hukum, sebagai pendukung hak dan kewajiban hukum, dengan dua keduduk-an hukum, yaitu sebagai wakil dari badan hukum dan wakil dari jabatan pemerintahan. Sebagai subjek hukum, pemerintah dapat melakukan per-buatan hukum, yakni perbuatan yang ada relevansinya dengan hukum atau perbuatan yang dapat menimbulkan akibat-akibat hukum. Dengan kata lain, setiap bentuk perbuatan hukum, secara pasti menimbulkan akibat hukum baik positif maupun negatif.

Akibat hukum yang bersifat positif tidak relevan dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban. Akibat hukum yang negatif memiliki relevansi dengan pertanggungjawaban karena dapat memunculkan tuntutan dari pihak yang terkena akibat hukum yang negatif. Kerugian yang menimpa seseorang atau pelanggaran hak-hak warga negara adalah contoh-contoh akibat hukum yang negatif, yang umumnya lahir karena pemerintah mengabaikan hukum yang seharusnya dijalankan atau karena pemerintah melakukan larangan yang seharusnya ditinggalkan.

Dalam negara hukum, setiap subjek hukum baik itu pemerintah maupun warga negara yang melanggar hukum atau subjek hukum yang tindakannya menimbulkan akibat hukum yang negara, maka subjek hukum itu harus mengembalikan pada keadaan semula (herstel in den vorige toestand).

73 Arifin P. Soeria Atmadja, Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan Negara, Gramedia, Jakarta, 1986, hlm. 44–45.

Page 249: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)252

Seiring dengan keberadaan pemerintah selaku wakil dari badan hukum dan wakil dari jabatan, yang dari dua kedudukan hukum ini akan muncul dua bentuk perbuatan hukum, yaitu perbuatan hukum perdata, suatu perbuatan yang diatur dan tunduk pada ketentuan hukum perdata; dan perbuatan hukum publik, suatu perbuatan yang diatur dan tunduk pada ketentuan hukum publik. Karena adanya dua jenis perbuatan pemerintah ini, pertanggungjawaban yang dipikul oleh pemerintah juga ada dua jenis, yaitu pertanggungjawaban perdata dan publik.74 Mengenai pertanggungjawaban perdata, kepada pemerintah akan diterapkan ketentuan pertanggungjawaban yang terdapat dalam hukum perdata. Dalam hukum perdata, ketentuan mengenai pertanggungjawaban subjek hukum ini, termasuk pemerintah dalam kapasitasnya selaku wakil dari badan hukum, terdapat pada Pasal 1365, Pasal 1366, dan Pasal 1367.

Dalam penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan, pertanggung jawaban itu melekat pada jabatan, yang secara yuridis dilekati dengan kewe-nangan. Dalam perspektif hukum, adanya kewenangan inilah yang memun-culkan adanya pertanggungjawaban, sejalan dengan prinsip: geen bevoegdheid zonder verantwoordelijkheud; there is no authority without responsibility; la sulthota bi la mas uliyat. Pemberian wewenang tertentu untuk melakukan tindakan hu-kum tertentu, menimbulkan pertanggungjawaban atas penggunaan wewenang tersebut.

A.D. Belinfante mengatakan, “Niemand kan een bevoegdheid uitoefenen zonder verantwording schuldig to zijn of zonder dat of die uitoefening controle bestaan.(Tidak seorang pun dapat melaksanakan kewenangan tanpa memi-kul kewajiban tanggung jawab atau tanpa ada pelaksanaan pengawasan)”.75 Menurut Suwoto, dalam sistem pembagian kekuasaan berlaku prinsip bahwa setiap kekuasaan wajib dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, setiap pem-berian kekuasaan, harus sudah dipikirkan beban tanggung jawab bagi setiap penerima kekuasaan. Kesediaan untuk melaksanakan tanggung jawab harus secara inklusif sudah diterima pada waktu menerima kekuasaan.76

74 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 251–252.75 Ibid., hlm. 253.76 Suwoto, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik Indonesia, Disertasi,

Universitas Airlangga, Surabaya, 1990, hlm. 75.

Page 250: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 253

Bintoro Tjokroamidjojo mengatakan bahwa di negara-negara dengan sistem satu partai pun pelaksanaan pemerintahan perlu dipertanggungjawab-kan kepada badan legislatif maupun masyarakat pada umumnya, yang direpresentir kekuasaan partai tunggal itu.77

Suwoto menyebutkan, bahwa pengertian tanggung jawab mengandung dua aspek, yaitu aspek internal dan aspek eksternal. Pertanggungjawaban yang ber aspek internal, hanya diwujudkan dalam bentuk laporan pelaksana-an kekuasaan. Pertanggungjawaban dengan aspek eksternal, adalah pertang-gungjawaban terhadap pihak ketiga, apabila dalam melaksanakan kekuasaan itu menimbulkan suatu derita atau kerugian.78 Pertanggungjawaban hukum terhadap pihak ketiga sebagai akibat penggunaan kewenangan itu ditempuh melalui peradilan. Dalam proses peradilan, hakim berwenang memeriksa dan menguji apakah penggunaan kewenangan itu membawa kerugian atau tidak bagi pihak lain. Apabila ternyata terbukti dalam proses peradilan bahwa peng-gunaan kewenangan oleh pejabat itu menimbulkan kerugian, maka hakim me-lalui putusannya berwenang membebankan tanggung jawab pada pejabat yang bersangkutan.

Salah satu prinsip negara hukum adalah asas legalitas, yang mengandung makna bahwa setiap tindakan hukum pemerintahan harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku atau setiap tindakan hukum pemerintahan harus berdasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh per-aturan perundang-undangan. Dengan bersandar pada asas legalitas itulah pe-Dengan bersandar pada asas legalitas itulah pe-merintah melakukan berbagai tindakan hukum. Karena pada setiap tindakan hukum itu mengandung makna penggunaan kewenangan, maka di dalamnya tersirat adanya kewajiban pertanggungjawaban.

Dalam perspektif hukum publik, tindakan pemerintahan itu selanjutnya dituangkan dalam beberapa instrumen hukum dan kebijakan seperti peraturan (regeling), keputusan (besluit), peraturan kebijaksanaan (beleidsregel), dan kete-tapan (beschikking). Sesuai dengan sifatnya, tidak semua instrumen ini menim-

77 Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1990, hlm. 215–216.

78 Suwoto, op.cit., hlm. 80.

Page 251: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)254

bulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata secara lang-sung, yang berarti tidak secara langsung menuntut pertanggungjawaban secara lang sung kepada pemerintah. Hanya instrumen hukum ketetapan yang menim-bulkan akibat hukum secara langsung, karena sebagaimana telah disebutkan bahwa ketetapan ini memiliki sifat final, yang berarti sudah definitif dan kare-nanya dapat menimbulkan akibat hukum.79

Telah jelas bahwa setiap penggunaan kewenangan itu di dalamnya terkandung pertanggungjawaban. Namun demikian harus pula dikemukakan tentang cara-cara memperoleh dan menjalankan kewenangan, sebab tidak semua yang menjalankan kewenangan pemerintahan itu secara otomatis memikul tanggung jawab hukum. Badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan ketetapan atas dasar kewenangan yang diperoleh secara atribusi dan delegasi adalah sebagai pihak yang memikul pertanggungjawaban hukum, sedangkan badan atau pejabat tata usaha negara yang melaksanakan tugas dan pekerjaan atas dasar mandat bukanlah pihak yang memikul tanggung jawab hukum yang memikul tanggung jawab adalah pemberi mandat.

Penentuan siapa yang harus memikul tanggung jawab atas kerugian yang muncul akibat penggunaan wewenang atau akibat penerbitan ketetapan itu harus melalui proses peradilan. Sesudah melalui proses peradilan dan telah ada putusan (vonnis) hakim yang berkekuatan hukum (rechtskrachtig) tetap, selanjutnya pelaksanaan tanggung jawab hukum itu berlangsung.

Dalam praktik, khususnya yang berkaitan dengan KTUN yang dinyatakan tidak sah atau batal oleh hakim, pelaksanaannya tidak mudah karena ada beberapa asas hukum administrasi yang menghambat, yaitu sebagai berikut.80

a. Asas bahwa terhadap benda publik tidak dapat diletakkan sita jaminan.

b. Asas rechtmatigheid van bestuur. Salah satu konsekuensi asas ini adalah asas kewenangan. Pejabat atasan tidak dibenarkan menerbitkan KTUN yang seharusnya menjadi wewenang pejabat tertentu di bawahnya. Dengan demikian andaikata pejabat atasan memerintahkan pejabat di bawahnya

79 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 254.80 Philipus M. Hadjon, et.al., op.cit., hlm. 369.

Page 252: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 5 HAN dan Pembatasan Kekuasaan 255

untuk menerbitkan sebuah KTUN dan ternyata tidak dilakukan, pejabat atasan tidak bisa menerbitkan KTUN tersebut.

c. Asas bahwa kebebasan pejabat pemerintahan tidak bisa dirampas. Ke-Ke-mungkinan dari asas ini, misalnya tidak mungkin seorang pejabat dikenai tahanan rumah karena tidak melaksanakan putusan pengadilan TUN.

d. Asas bahwa negara (dalam hal ini) pemerintah selalu harus dianggap solvable (mampu membayar).

Pejabat (ambtdrager) adalah manusia yang menjalankan tugas dan kewe-nangan yang melekat pada jabatan. Sebagai manusia, pejabat dapat melaku-kan kekeliruan, kesalahan, atau kekhilafan dalam menjalankan tugas dan kewenangan jabatan, yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Keke-liruan atau kesalahan yang dapat langsung menimbulkan akibat hukum atau kerugian bagi pihak lain adalah ketika pejabat itu membuat dan menerbitkan KTUN, karena hanya instrumen hukum KTUN yang memiliki sifat final, yang berarti sudah dapat menimbulkan akibat hukum.

Dalam sejarah pemikiran hukum, terhadap persoalan pertanggungjawaban pejabat tersebut ada dua teori, yaitu sebagai berikut.

a. Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian ter-hadap pihak ketiga itu dibebankan kepada pejabat yang karena tindakan-nya itu telah menimbulkan kerugian.

b. Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian ter-hadap pihak ketiga itu dibebankan pada instansi dari pejabat bersangkutan.

Teori kedua yang banyak dianut, karena teori yang pertama sukar untuk diterapkan dalam praktik, terutama kesukaran dalam membuktikan kesalahan subjektif pejabat pemerintah ketika ia menjalankan tugas-tugas publik.81

Hukum positif di Indonesia juga menganut teori yang kedua. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1991 tentang Ganti Rugi dan Tata Cara Pelaksanannya pada PTUN disebutkan bahwa “Ganti rugi yang menjadi tanggung jawab Badan Tata Usaha Negara Pusat,

81 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 255.

Page 253: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)256

dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)”, dan ”Ganti rugi yang menjadi tanggung jawab Badan Tata Usaha Negara Daerah, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”.

Dengan demikian, tampak bahwa pejabat pemerintah atau administrasi negara itu tidak dibebani tanggung jawab hukum secara pribadi, ketika KTUN yang dibuat dan diterbitkan oleh pejabat yang bersangkutan menimbulkan kerugian pada pihak ketiga.82

82 Ibid., hlm. 256.

Page 254: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 257

A. REFORMASI BIROKRASI DAN AKUNTABILITAS PELA­YANAN PUBLIK

Strategi pembangunan nasional Indonesia adalah menghapuskan kemiskinan dan kebodohan. Upaya guna menanggulangi “kemiskinan” dan “kebodohan” secara bersama dengan cermat dilakukan dengan sungguh-sungguh, baik oleh pemerintah, pemuka masyarakat, badan sosial, dan lain sebagainya. Sebagai upaya yang terencana, tentu telah diusahakan seefisien dan seefektif mungkin dengan dana dan kemampuan yang terbatas. Akan tetapi, sedang giat-giatnya pembangunan diselenggarakan, muncul berita-berita tentang maraknya kasus korupsi,1 yang dilakukan dengan modus operandi yang semakin canggih. Perkembangan fungsi teknologi seperti komputer, tumbuhnya bank-bank yang melaksanakan praktik money laundering (pencucian uang), makin menjadikan pelanggaran hukum, khususnya korupsi tersebut semakin kompleks.2

1 Leden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi, Masalah dan Pemecahannya, Sinar Grafika, Jakarta, 1992, hlm. 6.

2 Singgih, Dunia pun Memerangi Korupsi, Beberapa Catatan dari International Anti Corruption Conference I-X dan Dokumen PBB tentang Pemberantasan Korupsi, Pusat Studi Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Tangerang, 2002, hlm. 1.

Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif

HAN

Bab 6

Page 255: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)258

Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan, tidak dapat dipungkiri bahwa negara memerlukan entitas birokrasi (birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan dengan berdasar pada aturan ketat).3 Tidak mungkin negara mengelola perhubungan darat, laut, dan udara yang efisien, membayar gaji pegawai dengan cepat, menyediakan sambungan telepon, membuat prasarana jalan dan jembatan, atau sekadar menyiapkan KTP dengan cepat, kalau tanpa didukung oleh birokrasi.

Oleh karena itu, mustahil pelayanan umum dapat terlaksana tanpa keberadaan birokrasi Namun, birokrasi dapat menjadi sumber kekecewaan masyarakat oleh banyaknya kemungkinan penyalahgunaan wewenang aparat dan korupsi. Jika dikelola oleh orang-orang yang kurang mumpuni dan orang-orang yang tak bertanggung jawab, birokrasi dapat menindas hak-hak asasi warga negara. Akan tetapi, menghadapi kenyataan ini, penempatan persoalan pada proporsi yang sebenarnya adalah sikap yang paling arif.4

Sikap apriori tidak saja akan memperluas ketidakpercayaan masyarakat akan pentingnya birokrasi, tetapi juga akan mengaburkan masalah yang sesung-guhnya harus dibenahi dalam tubuh birokrasi. Korupsi dan penyalahgunaan jabatan memang musuh ma syarakat yang banyak dilakukan orang sehubungan dengan birokrasi, namun ia sama sekali bukan ciri yang senantiasa melekat dalam birokrasi. Kita tidak dapat memukul rata bahwa semua birokrasi tidak efisien atau korup. Korupsi dan penyalahgunaan jabatan merupakan penyakit administratif yang dapat diberantas asalkan kita punya komitmen yang kuat untuk menanganinya.

Apabila korupsi, penyalahgunaan dan penyelewengan, serta berbelit-be-litnya layanan dipandang sebagai penyakit administratif, maka seperti layaknya seorang dokter yang melakukan diagnosis atas penyakit, hal yang penting dalam mengatasinya adalah dengan mengetahui bagian-bagian dalam tubuh birokrasi yang rentan terhadap penyakit-penyakit tersebut.5

3 Sulchan Yasyin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Amanah, Surabaya, 1997, hlm. 75.

4 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., loc.cit., hlm. 289.5 Ibid., hlm. 290.

Page 256: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 259

Pengaruh buruk dari korupsi, bukan hanya pada jenjang atas administrasi. Para sarjana Barat, dalam tulisan-tulisan mereka, cenderung memaafkan penye-lewengan di kalangan pegawai atau pejabat rendahan mengingat bahwa korupsi itu mereka lakukan karena gajinya terlalu kecil untuk memberi makan keluar-ganya. Namun, sebenarnya akibat korupsi di kalangan pegawai menengah ke bawah tidak kalah seriusnya dibanding dengan korupsi yang bernilai miliaran di kalangan atas yang hanya melibatkan beberapa pejabat. Ini disebabkan ka-rena korupsi di antara para pegawai rendah langsung menyangkut kepentingan rakyat, sedangkan korupsi di kalangan atas seringkali tidak dirasakan oleh rakyat banyak. Korupsi oleh para pengusaha tanker minyak, jual beli senjata, korupsi valuta asing hanya berpengaruh terhadap nasib rakyat secara tidak langsung, yakni dalam jumlah anggaran belanja negara, pengurangan anggaran pendidik-an, kesehatan dan kesejahteraan sosial lainnya, tetapi sistem bisa tetap diperta-hankan efisiensinya.

Sebaliknya, korupsi di kalangan pegawai rendahan akan mengakibatkan transportasi umum tersendat, pedagang kecil sulit memperoleh kredit, izin-izin usaha tidak lancar, sistem atrean dalam setiap loket- loket umum kacau, dan sebagainya. Dengan kata lain, korupsi di kalangan bawah akan dapat melumpuhkan sistem secara keseluruhan. Argumentasi ini sama sekali bukan untuk mengecilkan arti korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh kalangan elit, tetapi semata-mata untuk menegaskan bahwa penyelewengan kedudukan, di mana pun itu terjadi, akan membawa akibat-akibat yang berbahaya.

Sekali lagi, penyakit administratif di sini adalah segala bentuk korupsi, penyalahgunaan jabatan, penyelewengan kekuasaan, ketidakadilan pelayanan publik, atau berbelit -belitnya pelayanan dalam birokrasi, yang semuanya itu disebabkan oleh kepentingan-kepentingan pribadi aparatur birokrasi maupun ketidakmampuan mereka dalam mengelola administrasi publik. Penyakit administratif dapat menjangkiti setiap bentuk interaksi antara birokrasi dan masyarakat umum, sejak jenjang yang paling atas sampai dengan yang paling bawah. Douglas mengemukakan bahwa jenis-jenis kebijakan pemerintah yang rentan terhadap penyelewengan administra tif antara lain sebagai berikut.6

6 Ibid., hlm. 291–292.

Page 257: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)260

1. Kebijakan pemerintah yang membiarkan kontrak-kontrak besar berisi syarat-syarat yang dapat menguntungkan para kontraktor.

2. Ketika pemerintah memungut pajak yang sangat tinggi sehingga mendo-rong para pengusaha untuk menyuap aparat perpajakan sebagai imbalan pengurangan pajak.

3. Penetapan tarif untuk industri-industri tertentu seperti ke reta api, listrik, dan telepon, juga harga-harga komoditas tertentu. Ini mendorong perusa-haan-perusahaan besar dan konglomerat untuk mencoba mengen dalikan tarif dan harga.

4. Jika pemerintah menggunakan kekuasaan untuk memilih pihak-pihak yang boleh memasuki suatu industri, semisal pertambangan dan peleburan logam, pertelevisian, atau jasa angkutan umum.

5. Tatkala pemerintah memberikan pinjaman atau pembebasan pajak untuk pabrik atau peralatan jangka pendek.

6. Apabila bagian-bagian tertentu dari birokrasi pemerintah memiliki ke-kuasaan untuk mengalokasikan bahan-bahan mentah.

7. Pada saat subsidi pemerintah dibayarkan untuk proyek -proyek umum, baik secara terbuka maupun secara diam -diam.

Faktor-faktor administratif yang disebutkan ini tampaknya dihubungkan dengan masalah-masalah korupsi yang mengarah kepada imbalan-imbalan material. Namun, jika membicarakan birokrasi di Indonesia, sesungguhnya masih terdapat aspek- aspek disfungsi birokrasi yang lain yang membuat birokrasi tidak tanggap terhadap kebutuhan masyarakat.7 Disfungsi birokrasi itu antara lain disebabkan oleh tidak jelasnya tujuan yang hendak dicapai, penetapan struktur terlebih dulu ketimbang perincian fungsinya dikarenakan orientasi yang berlebihan pada otoritas dan kekuasaan, serta spesialisasi aparat atau pegawai yang tidak disesuaikan dengan fungsi dan struktur yang ada akibat adanya nepotisme, patronase, dan spoil system.

Birokrasi telah tersusupi oleh kepentingan-kepentingan para birokrat sendiri sehingga sering terjadi birokrasi mengingkari perannya sendiri sebagai abdi masyarakat. Apabila secara ideal birokrasi diinginkan sebagai alat yang

7 Ibid., hlm. 292.

Page 258: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 261

netral dan tangguh untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif, dalam kenyataan birokrasi sering menjadi penyebab timbulnya stagnasi dan gejala korupsi.

Otoritas yang diberikan kepada aparatur birokrasi kerapkali diselewengkan sehingga para administrator atau birokrat menganggap seolah-olah mereka memiliki kekuasaan tak terbatas untuk menentukan jalannya administrasi sekehendak hatinya. Tipisnya penghayatan atas prinsip kedaulatan rakyat menimbulkan sikap sok kuasa dan mau menang sendiri. Aro gansi semacam ini akhirnya sering bermuara pada penyalah gunaan wewenang untuk kepentingan pribadi.

Kelemahan lain dalam tata kerja birokrasi di Indonesia adalah birokrasi kurang terlibat dalam pembuatan kebijakan dan ini membuktikan kecende-rungan umum untuk memisahkan lingkup administrasi dengan lingkup poli-tik. Kurang terlibatnya birokrasi dalam pembuatan kebijakan mengakibatkan kurang nya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan.8

Pada saat yang sama ternyata kontrol dari kekuatan sosial politik belum mempan untuk mengendalikan kebijakan-kebijakan birokrasi sehingga biro-krasi tumbuh menjadi the single authoritarian. Kecuali itu, terdapat pula indikasi bahwa birokrasi lebih memihak kepada salah satu kekuatan politik. Ini menimbulkan kesan bahwa birokrasi tidak mau dikontrol dan dasar pelayanannya tidak objektif. Akibat selanjutnya ialah bahwa birokrasi menjadi tidak sehat dan tidak responsif lagi.

Struktur yang terdapat di dalam birokrasi juga terlalu berlebihan. Ketim-pangan antara jabatan struktural dengan jabatan fungsional menyebabkan pejabat-pejabat pemerintah menjadi terpaku dengan status dan kewenangan sehingga akhirnya hubungan mereka dengan masyarakat diwarnai dengan pendekatan kekuasaan. Akibat yang lain ialah bahwa sekarang ini banyak instansi pemerintah yang menyimpan dan memelihara pegawai yang tidak produktif. Fungsi mereka di dalam organisasi tidak jelas meskipun mereka memiliki jabatan yang terdapat dalam struktur. Banyak pula pegawai yang

8 Ibid., hlm. 292–293.

Page 259: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)262

melakukan pekerjaan yang sebenarnya bukan pekerjaannya bila dilihat dari jabatan atau uraian tugasnya. Boleh jadi salah satu penyebabnya adalah kurang efektifnya analisis jabatan dalam birokrasi.

Peraturan yang menggariskan tentang analisis jabatan dalam birokrasi sudah ada, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1976 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil yang merupakan pelaksanaan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974. Namun pelaksanaannya dalam jajaran birokrasi rupa -rupanya masih jauh dari memadai.9

Penyelewengan-penyelewengan yang terdapat dalam proses administrasi tersebut tidak hanya bersifat teoretis semata. Salah satu buktinya adalah la-poran-laporan masyarakat yang masuk Kotak Pos 5000. Dari surat-surat yang masuk itu, ternyata sekitar 94,86% berkadar pengawasan yang memperlihatkan perlu diperhatikan ialah bahwa sebagian besar kasus yang dilaporkan menyangkut penyalahgunaan wewenang.

Tabel 6.1 Surat-Surat yang Berkadar Pengawasan di Tromol Pos 5000 Tahun 1988–1990

No. Jenis Bidang Aduan Jumlah %

1. Penyalahgunaan wewenang 10.065 24,672. Kepegawaian dan ketenagakerjaan 8.020 19,653. Manipulasi dan pungutan liar 5.903 14,474. Pertanahan dan perumahan 4.872 11,945. Pelayanan masyarakat 4.615 11,316. Hukum dan peradilan 3.692 9,057. Tata laksana pemerintahan dan birokratisasi 1.873 4,598. Kewaspadaan nasional 1.341 3,299. Lingkungan hidup 423 1,03

Dalam dokumen yang dikeluarkan oleh Sekretariat Negara/Sekretariat Wapres RI mengiringi analisis tentang surat-surat yang masuk ke Kotak Pos 5000 itu juga disebutkan bahwa selama April 1988–Desember 1989, masalah yang menonjol justru menyangkut penyimpangan penggunaan dana (20,45%).10

9 Ibid., hlm. 293–294.10 Ibid., hlm. 294–295.

Page 260: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 263

Catatan yang lebih awal mengenai kasus-kasus korupsi yang dikumpulkan oleh Andi Hamzah pada tahun 1983 menunjukkan bahwa sebagian besar ko-rupsi dilakukan oleh aparat yang menangani dana-dana taktis (31,54%), mi-salnya sraja dana inpres pasar, proyek reboisasi, KIK dan KMKP, pembangunan check dam, dan sebagainya. Setelah itu, peringkat di bawahnya berturut-turut: manipulasi dana intern seperti MPO dan PPN, rehabilitasi kantor, pembinaan aparat, gaji pegawai, sebanyak 18,12%; manipulasi dana kesejahteraan sosial seperti dana kesehatan, pensiun, resetlement penduduk, pengadaan bahan pokok, sebanyak 12,75%; perkoperasian (KUD dan KPN) sebanyak 11,40%; perbankan sebanyak 10,07%; BUMN baik Persero, Perum, Perjan, dan Per-usahaan Daerah sebanyak 7, 38%; lain-lain seperti ganti rugi tanah, produksi pupuk, PRPTE, sebanyak 4,69%; dan Perpajakan sebanyak 4,02%.11 Agaknya dalam alokasi dana pembangunan yang bersifat insidental atau proyek-proyek pembangunan prasarana lebih sering terjadi manipulasi karena biasanya di sini kontrol aparat sangat lemah. Kecuali itu pengawasan melekat (Waskat) agaknya juga belum terlaksana secara programatis dan sistematis.

Teknik-teknik waskat melalui komunikasi dan rapat, check on the spot, monitoring system, dan sebagainya, belum dilaksanakan secara optimal sehingga kebocoran baru diketahui setelah kerugian membawa pengaruh yang luas. Tentu saja angka-angka kasus korupsi dan besarnya manipulasi seperti di atas tidak bisa menggambarkan banyaknya penyelewengan yang membelit birokrasi. Sekarang ini tak seorang pun tahu dengan pasti berapa persen kebocoran uang negara karena korupsi dan berapa sesungguhnya tingkat efisiensi dari tata laksana birokrasi Indonesia.

Kecuali itu, masih banyak bentuk-bentuk penyelewengan kecil yang begitu sulit dideteksi oleh aparat pengawasan karena terlalu kecilnya penyelewengan, karena sudah menjadi kebiasaan masyarakat, atau karena memang jauh dari jangkauan satuan pengawasan. Kasus-kasus suap dan sogok itu terjadi di mana saja, di negara yang masih terbelakang maupun di negara super modern.12

11 Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia, Masalah dan Pemecahannya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991, hlm. 163–168.

12 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. 296.

Page 261: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)264

Di California, misalnya, masih terdapat pola penyuapan yang mirip TST yang disebut dengan istilah park fixing. Para pengemudi mobil yang tidak mau susah-susah memarkir kendaraannya di tempat yang jauh dari keperluannya, tinggal menyisipkan uang suap di balik glare cover di atas kemudi lalu membuka sedikit jendela mobilnya. Polisi yang melihat bahwa mobil tersebut parkir tidak pada tempat yang seharusnya akan memeriksa mobil tersebut. Kalau polisi itu sudah memperoleh uang yang ditinggalkan tadi, dia tidak akan memberikan surat tilang pada pengemudi yang melanggar larangan parkir tersebut.

Di beberapa kota di Jawa terdapat pula cara-cara unik yang dilakukan antara kernet kendaraan umum dan petugas polisi yang jaga di jalanan. Apabila si polisi menjumpai kendaraan yang muatannya melebihi ketentuan, dia akan berteriak “Maria koreknya!”. Kernet yang tanggap akan segera mengambil bungkus korek api dari sakunya dan melemparkannya ke polisi tadi sementara kendaraan tetap berjalan pelan. Sepintas lalu tidak ada sesuatu yang terjadi antara polisi dan kernet angkutan umum itu, kecuali bahwa si polisi minta api untuk menyalakan rokok dan dengan sigap kernet memberikannya. Akan tetapi, setelah bungkus korek api di dibuka, baru orang melihat bahwa transaksi suap telah terjadi. Bungkus korek itu ternyata berisi lembaran-lembaran uang untuk bapak polisi tadi.13

Teknik-teknik yang dilakukan oleh aparat atau petugas dalam berbagai jenjang administrasi sudah tentu berlain-lainan. Akan tetapi, pola yang men-dasarinya tetap sama, yakni bahwa sebagai pejabat pemerintah memanfaatkan wewenangnya untuk ditukar dengan imbalan-imbalan tertentu di luar per-aturan yang berlaku. Oleh sebab itu, korupsi dan penye lewengan tergantung kepada saleability of offices atau saleability of authorities dari pejabat-pejabat birokrasi tersebut. Peluang -peluang korupsi terbuka apabila banyak kesempatan bagi petugas untuk menyimpang dari peraturan sementara kontrol terhadap interaksi antara pejabat dan klien lemah.14 Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan melakukan perlindungan dan penegakan Hukum Administrasi Negara (HAN).

13 Ibid., hlm. 297.14 Ibid., hlm. 298.

Page 262: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 265

Sampai sekarang pelayanan birokrasi pemerintahan Indonesia masih kurang produktif dan jauh dari harapan publik. Tugas pemerintahan yang dijalankan oleh para birokrat lebih banyak dilakukan sesuai dengan jalan pikiran dan ke-inginan sendiri. Kondisi yang memungkinkan terciptanya iklim birokrasi dan aparatur negara yang mengabdi pada rakyat (public servant) harus terus diupaya-kan dan dioptimalkan, sebab birokrasi pemerintahan negara ini masih terkesan prosedural, lamban, tidak produktif, berbiaya tinggi dan melalaikan kepentingan publik.15

Selama campur tangan pemerintahan (birokrasi) terlalu luas dalam sektor kehidupan publik, dipastikan pelayanan birokrasi akan semakin kompleks (over administration) dan kemungkinan aktivitas kegiatan publik juga akan berbiaya tinggi, utamanya dalam sektor kegiatan ekonomi, karena pengalaman menun-jukkan, bahwa orientasi birokrasi dalam arti red tape, banyak meja yang harus dilalui untuk pelayanan jasa adalah inefisiensi dalam kegiatan publik. Kondisi ini masih menggejala di banyak sektor pelayanan birokrasi pemerintahan. Hal inilah yang tidak dapat dibiarkan karena dapat menyumbang pada ketidakper-cayaan masyarakat pada pemerintahan. Lebih luas lagi, investasi akan semakin berkurang.

Perihal penting yang harus diperbaiki adalah kemampuan dan keseriusan pemerintah untuk mengubah mentalitas birokrat dari orientasi penguasa men-jadi berbuat melayani kepentingan masyarakat secara jujur dan adil. Birokrasi harus dihindarkan dari rancangan oleh pihak- pihak yang tidak menghirau-kan kepentingan publik untuk menjadikannya sebagai power center, karena hal tersebut sangat berbahaya dan mengancam potensi masyarakat. Untuk mema-hami beberapa masalah yang sering menjadi keluhan publik terkait pelayanan birokrasi pemerintahan oleh aparat, di antaranya yaitu:16

1. memperlambat proses penyelesaian pemberian izin;

2. mencari berbagai dalih, seperti kekuranglengkapan dokumen pendukung, keterlambatan pengajuan permohonan, dan dalih lain yang sejenis;

3. alasan kesibukan melaksanakan tugas lain;

15 Lijan Poltak Sinambela, op.cit., hlm. 33. 16 S.P. Siagian, Patologi Birokrasi, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 39.

Page 263: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)266

4. sulit dihubungi;

5. senantiasa memperlambat dengan menggunakan kata “sedang diproses”.

Sangat wajar apabila akuntabilitas publik birokrasi secara hukum diper-tanyakan. Akuntabilitas publik birokrasi secara hukum dipertanyakan karena telah melahirkan krisis kepercayaan, ekonomi, sosial budaya, dan hukum serta integrasi bangsa. Penyebab krisis yang kini melanda bangsa dan negara Indone-sia diasumsikan disebabkan oleh beberapa hal, yang salah satunya adalah keang-kuhan birokrasi. Keangkuhan birokrasi diasumsikan pula disebabkan pemberian kekuasaan yang sangat besar kepada negara sejak lahirnya negara modern.17 Birokrasi pemerintah telah terbiasa dengan praktik korupsi. Kedudukan dan keahliannya dalam mengurus dan melaksanakan pekerjaan penguasa/pemerin-tah, terlebih setelah diberikan kepercayaan untuk itu, selalu dianggap sebagai peluang untuk mengeksploitasi sumber ekonomi yang menguntungkan dirinya.

Pola perilaku birokrat warisan masa kolonial dan feodal yang mempengaruhi birokrasi adalah “pejabat menempatkan diri sebagai raja”. Pejabat birokrasi pe-“pejabat menempatkan diri sebagai raja”. Pejabat birokrasi pe-pejabat menempatkan diri sebagai raja”. Pejabat birokrasi pe-merintah adalah menganggap sentra dari penyelesaian urusan masyarakat, rak-yat sangat tergantung pada pejabat ini, bukannya pejabat yang tergantung pada rakyat. Pelayanan birokrasi kepada rakyat, bukan diletakkan pada pertimbangan utama, melainkan pada pertimbangan yang kesekian.18

Birokrasi dapat menjadi sumber kekecewaan masyarakat oleh banyaknya kemungkinan penyalahgunaan wewenang aparat, korupsi, dan efek pita merah. Jika dikelola oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab, birokrasi dapat me-nindas hak-hak asasi warga negara.19

1. Pengertian Reformasi dan Birokrasi

Reformasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu, dan komprehensif, ditujukan untuk merealisasikan tata kepemerintahan yang baik. Good gover-nance (tata kepemerintahan yang baik) adalah sistem yang memungkinkan

17 Ahmad Gunaryo (ed.), loc.cit., hlm. 117.18 Lijan Poltak Sinambela, loc.cit., hlm. 54.19 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., loc.cit., hlm. 289.

Page 264: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 267

terjadinya mekanisme penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif dan efisien dengan menjaga sinergi yang konstruktif di antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.20

Birokrasi merupakan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang dijalan-kan pegawai negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan. Birokrasi adalah struktur organisasi digambarkan dengan hierarki yang pejabatnya di-angkat atau ditunjuk, garis tanggung jawab dan kewenangannya diatur oleh peraturan yang diketahui (termasuk sebelumnya), dan justifikasi setiap kepu-tusan membutuhkan referensi untuk mengetahui kebijakan yang pengesahan-nya ditentukan oleh pemberi mandat di luar struktur organisasi itu sendiri.

Birokrasi adalah organisasi yang memiliki jenjang, setiap jenjang diduduki oleh pejabat yang ditunjuk atau diangkat, disertai aturan tentang kewenangan dan tanggung jawabnya, dan setiap kebijakan yang dibuat harus diketahui oleh pemberi mandat. Pemberi mandat, pada sektor swasta adalah para pemegang saham, dan pada sektor publik adalah rakyat.

Birokrasi adalah suatu organisasi formal yang diselenggarakan berdasarkan aturan, bagian, unsur, yang terdiri dari pakar yang terlatih. Biasanya organisasi yang memiliki pemusatan kewibawaan yang menekankan unsur tata susila, pengetahuan teknis, dan tata cara impersonal. Birokrasi juga berarti alat kontrol yang memiliki hierarki yang berbeda dengan organisasi.

Wujud birokrasi berupa organisasi formal yang besar merupakan ciri nyata masyarakat modern dan bertujuan menjalankan tugas pemerintahan serta mencapai keterampilan dalam bidang kehidupan. Konsep birokrasi pertama kali dikemukakan Vincent de Gournay (1712–1759) ahli ekonomi, John Stuart Mill, dan Gaetano Mosca, kemudian Max Weber yang menyatakan ciri birokrasi antara lain sebagai berikut.21

1. Pembagian tugas menurut aturan dan tata cara formal.

2. Sistem peraturan, ditetapkan terlebih dahulu untuk segala tugas yang dijalankan pegawai, untuk memastikan keseragaman pelaksanaan tugas dan menye suaikan berbagai tugas.

20 Sedarmayanti, Reformasi Administrasi Publik ..., op.cit., hlm. 67.21 Ibid., hlm. 68.

Page 265: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)268

3. Kewibawaan tersusun berdasarkan hierarki, seperti bawahan diawasi atasan, hubungan subordinat ditentukan aturan tertentu.

4. Tata cara impersonal, seorang pegawai melaksanakan tugasnya secara formal dan impersonal, artinya berdasarkan aturan tertentu tanpa diikuti emosi, kemarahan atau kegairahan.

5. Penentuan pegawai didasarkan kelayakan seseorang, dan tidak boleh di-hentikan sewenang-wenang, penghasilan dan kenaikan pangkat ditetap-kan organisasi kinerjanya.

Birokrasi menurut Weber adalah suatu tipe ideal, karena itu dalam bentuk yang murni memang tak berwujud dalam suatu masyarakat, karena organisasi formal yang terwujud dalam masyarakat hanya mendekati tipe ideal dalam derajat berlainan satu sama lain.

2. Hakikat Reformasi Birokrasi

Reformasi birokrasi pada hakikatnya bertujuan untuk terselenggaranya sistem birokrasi yang efektif, bersih, kompetitif, dan responsif terhadap perubahan serta berpihak kepada rakyat. Reformasi birokrasi diperlukan karena penghe-matan anggaran negara, optimalisasi alokasi sumber daya, optimalisasi kinerja, peningkatan mutu pelayanan, pencegahan korupsi, dan perbaikan sistem.

Reformasi birokrasi dalam rangka pemberantasan korupsi, dalam hal ini karena birokrasi pemerintahan yang lebih rentan dengan korupsi, yaitu inefisiensi penggunaan anggaran negara tidak tuntas dibenahi. Pemberantasan korupsi harus menyentuh birokrat dan menyediakan instrumen handal untuk mencegah korupsi. Pembenahan birokrasi tidak dapat dikesampingkan dan sudah saatnya masyarakat dan pelaku ekonomi di Indonesia turut berperan dalam mendorong reformasi birokrasi. Kebiasaan memberi agunan berupa suap, uang rokok, dan lainnya telah mendorong kerusakan sistemik dan mem-perparah kondisi patologi birokrasi yang sudah semakin kritis.

3. Aspek Reformasi Birokrasi

Reformasi birokrasi hendaknya meliputi seluruh aspek birokrasi pemerintah-an seperti regulasi, kelembagaan, dan SDM. Dalam aspek regulasi diperlukan pembenahan peraturan perundang-undangan mengenai birokrasi yang tum pang

Page 266: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 269

tindih dan pengesahan rancangan undang-undang mengenai birokrasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, seperti RUU Administrasi Pemerintahan.

Aspek regulasi ini penting sebagai dasar hukum terselenggaranya prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Dalam hal kelembagaan perlu adanya dinamisasi tata hubungan antara lembaga-lembaga negara yang bertanggung jawab sebagai kordinator dan supervisor dalam reformasi birokrasi maupun lembaga-lembaga negara penyelenggara reformasi birokrasi, sedangkan beberapa agenda penting dalam aspek SDM adalah formasi jabatan, rekrutmen, pendidikan, pembinaan, pemberhentian, pensiun, dan renumerasi. Keseluruhan aspek tersebut harus dijalankan agar tercapai reformasi birokrasi yang komprehensif.

4. Reformasi Birokrasi Indonesia

Dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945, reformasi birokrasi dimaknai sebagai penataan ulang terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan aparatur pemerintah, baik pada level pemerintahan lokal maupun nasional. Pelaksanaan reformasi birokrasi salah satunya untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik, secara ontologis perubahan paradigma government menuju governance berwujud pada pergeseran pola pikir dan orientasi birokrasi yang semula melayani kepentingan kekuasaan menjadi peningkatan kualitas pelayanan publik.22

Di masa mendatang peran birokrasi perlu direvisi dalam masyarakat yang berubah, aparatur negara harus mengubah perilakunya ke arah lebih kondusif seiring perkembangan masyarakat. Artinya, pemerintah secara institusional dan aparatur secara personal diharapkan beradaptasi melalui perampingan struktur, fleksibilitas, ketanggapan dan kemampuan bekerja sama dengan semua pihak.

Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002 merekomendasikan kepada pre-siden agar membangun kultur birokrasi Indonesia yang transparan, akuntabel, bersih, bertanggung jawab, dan dapat menjadi pelayan masyarakat, abdi ne-gara, contoh dan teladan masyarakat.

22 Ibid., hlm. 114 dan 115.

Page 267: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)270

Membangun kultur birokrasi merupakan bagian dari reformasi birokrasi pemerintahan, yaitu upaya sistematis, terpadu dan komprehensif untuk me-wujudkan kepemerintahan yang baik (reformasi: pengubahan, perombakan, penataan, perbaikan, penyempurnaan. Birokrasi: aparatur, lembaga instansi, organisasi pemerintah, pegawai pemerintah, sistem kerja, dan perangkat).

Reformasi merupakan rangkaian tindakan atau kegiatan pembaruan secara konsepsional, sistematis, dan berkelanjutan, dengan melakukan penataan, pe-ninjauan, penertiban, perbaikan, penyempurnaan dan pembaruan sistem, kebi-jakan dan peraturan perundang-undangan di bidang aparatur negara, termasuk perbaikan akhlak-moral sesuai tuntutan lingkungan dan asas yang berlaku. Pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa, mensyaratkan kinerja, akun-tabilitas, dan transparansi aparatur. Arah kebijakan reformasi birokrasi dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik, yaitu sebagai berikut.

1. Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam ben-tuk praktik KKN:

a. penerapan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) pada semua tingkat dan lini pemerintahan serta pada semua kegiatan;

b. pemberian sanksi yang berat bagi pelaku KKN sesuai ketentuan yang berlaku;

c. peningkatan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui koor-dinasi dan sinergi pengawasan internal, eksternal, dan pengawasan masyarakat;

d. percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil temuan pengawasan dan pemeriksaan.

2. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat:

a. penataan kembali kelembagaan pemerintahan berdasar pola dasar dan prinsip pengorganisasian yang rasional dan objektif;

b. perbaikan sistem ketatalaksanaan, mekanisme, dan prosedur pelak-sanaan tugas pada semua tingkat dan lini pemerintahan;

c. optimalisasi pemanfaatan e-government dalam pengelolaan aset atau kekayaan negara dan dalam pelaksanaan tugas pelayanan kepada masyarakat.

Page 268: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 271

3. Meningkatkan kinerja aparatur negara:

a. perbaikan sistem manajemen dan kepegawaian negara;

b. perbaikan sistem perencanaan dan pengadaan pegawai;

c. peningkatan kompetensi, kapabilitas, dan profesionalitas sumber daya manusia aparatur;

d. penerapan sistem penghargaan dan hukuman yang adil dan pro-porsional;

e. peningkatan kesejahteraan pegawai melalui perbaikan sistem renu-merasi, sistem asuransi, dan jaminan hari tua pegawai;

f. penyelesaian pengalihan status pegawai honorer, pegawai harian lepas, dan pegawai tidak tetap.

Untuk mewujudkan good governance melalui reformasi birokrasi, upaya strategis yang telah, sedang, dan akan dilakukan antara lain sebagai berikut.

1. Penyiapan peraturan perundang-undangan berkaitan dengan pembaruan pola pikir dan pola budaya.

2. Penyiapan peraturan perundang-undangan berkaitan pembaruan sistem manajemen pemerintahan (dari sistem manajemen birokratik ke manaje-men wirausaha).

3. Mengadakan inventarisasi atau pendataan, deregulasi, kaji ulang dan pe-nyiap an pengaturan perundang-undangan sebagai pengganti Rencana Aksi Reformasi Birokrasi sebagian telah masuk dalam Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK 2005–2009) dari Aspek Pencegahan Ko-rupsi antara lain:

a. memperbaiki sistem dan mekanisme pelayanan publik;

b. menerapkan sistem reward and punishment dalam pemberian pela-yanan publik;

c. menyiapkan e-procurement dalam pengadaan barang dan jasa peme-rintah;

d. menyiapkan e-government dalam pelayanan publik;

e. menyiapkan single identification number (SIN);

f. internalisasi dan aplikasi prinsip;

g. reformasi sistem manajemen kepegawaian negara.

Page 269: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)272

4. Mengadakan reformasi sistem pelayanan peradilan khususnya sistem per-adilan kriminal.

5. Mengadakan percontohan pelayanan prima yang dilakukan oleh Pemda provinsi, Pemda kabupaten atau kota, dan percontohan pada tingkat dinas atau instansi pelayanan publik yang telah berhasil menerapkan prinsip tata kepemerintahan yang baik dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan.

5. Sumber Daya Manusia Aparatur/Birokrat

Reformasi birokrasi juga harus menyentuh aspek SDM. Penataan sumber daya manusia/aparatur dilaksanakan dengan memperhatikan:23

1. penerapan sistem merit dalam manajemen kepegawaian;2. sistem diklat yang efektif;3. standar dan peningkatan kerja;4. pola karier jelas dan terencana;5. standar kompetensi jabatan;6. klasifikasi jabatan;7. tugas, fungsi, dan beban tugas proporsional;8. rekruitmen sesuai prosedur;9. penempatan pegawai sesuai keahlian;10. renumerasi memadai;11. perbaikan sistem informasi manajemen kepegawaian.

Misi bangsa dalam GBHN menyangkut aparatur negara adalah “Perwu-judan aparatur negara yang berfungsi melayani masyarakat, profesional, ber-daya guna, produktif, transparan, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme”. Arah kebijakan nasional menyebutkan sebagai berikut.

1. Meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki kesejahte-raan dan keprofesionalan serta memberlakukan sistem karier berdasarkan prestasi dengan prinsip memberikan penghargaan dan sanksi.

2. Meningkatkan fungsi keprofesionalan birokrasi dalam melayani ma sya rakat dan akuntabilitasnya dalam mengelola kekayaan negara secara transparan, bersih dan bebas dari penyalahgunaan kekuasaan.

23 Ibid., hlm. 94.

Page 270: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 273

3. Meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri, TNI atau Polri, untuk men-atau Polri, untuk men-Polri, untuk men-ciptakan aparatur yang bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme, bertanggung jawab, profesional, produktif, dan efisien.

Segala hal yang dicantumkan dalam misi dan kebijakan nasional me-nyangkut manusia (aparatur) diharapkan membudaya termasuk sifat rasa malu (afektif) yang melekat pada profesionalisme (psikomotorik), bermuatan logika pengetahuan (kognitif) yang ingin dibudayakan atau menjadi budaya bangsa. Jadi berkembang budaya malu yang menyatu pada sifat budaya profe-sional sejati, budaya pengetahuan, dan lain-lain yang terus dibudayakan pada kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.

Sifat profesional sejati, antara lain bangga kepada pekerjaanya dan me-nunjukkan komitmen pribadi pada kualitas, bertanggung jawab, antisipatif dan penuh inisiatif, tidak menunggu perintah, melibatkan diri secara aktif, selalu mencari terobosan baru, selalu belajar, berusaha meningkatkan kemam-puannya, mendengarkan kebutuhan orang yang dilayaninya, mempunyai sifat empati tinggi, jujur, dipercaya dan memegang rahasia, dan terbuka pada saran dan kritik, serta memiliki komitmen “moral” tinggi dan sanggup mempertang-gungjawabkan kepada Tuhan.

6. Akuntabilitas

Selain reformasi di bidang regulasi, yakni dengan adanya peraturan-peraturan mengenai keuangan negara, yang tidak kalah penting adalah prinsip akun-tabilitas yang wajib dimiliki dan dilaksanakan oleh para birokrat, pejabat, atau pegawai negeri.

Menurut The Oxford Advance Learner’s Dictionary, akuntabilitas adalah re quired or expected to give an explanation for one’s action. Dalam akuntabili-tas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala tindak tanduk dan kegiatan terutama di bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi atau atasannya.

Tolok ukur atau indikator untuk mengukur kinerja adalah kewajiban individu dan organisasi untuk mempertanggungjawabkan pencapaian kinerja melalui pengukuran seobjektif mungkin. Media pertanggungjawaban dalam

Page 271: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)274

konsep akuntabilitas tidak terbatas pada laporan pertanggungjawaban saja, tetapi mencakup juga praktik kemudahan pemberi mandat mendapatkan informasi, baik langsung maupun tidak langsung secara lisan maupun tulisan.

Menurut Ghartey (1987), akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan pelayanan apa, siapa, kepada siapa, milik siapa, yang mana, dan bagaimana. Akuntabilitas juga merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian hasil pada pela-yanan publik. Menurut Carino (1991), “akuntabilitas merupakan evolusi kegiat-an yang dilaksanakan oleh seorang petugas, baik masih berada pada jalur otori-tasnya atau sudah berada jauh di luar tanggung jawab dan kewenangannya”.

Akuntabilitas dapat hidup dan berkembang dalam suasana yang trans-paran, demokratis, dan adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat. Deklarasi Tokyo (1985) menetapkan definisi akuntabilitas merupakan ke-wajiban individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal, manajerial, dan program. Dalam pengertian lebih luas, akuntabilitas pelayanan publik berarti pertanggungjawab-an pegawai pemerintah kepada publik yang menjadi konsumen pelayanannya. Konsep ini timbul seiring dengan perkembangan proses demokrasi.

Secara absolut akuntabilitas memvisualisasikan ketaatan kepada per-aturan dan prosedur yang berlaku, kemampuan untuk melakukan evaluasi kinerja, keterbukaan dalam pembuatan keputusan, mengacu pada jadwal yang telah ditetapkan dan menerapkan efisiensi dan efektivitas biaya pelaksanaan tugas -tugasnya. Pengendalian sebagai bagian penting manajemen yang baik adalah saling menunjang dengan akuntabilitas. Pengendalian tidak dapat berjalan dengan efisien dan efektif bila tidak ditunjang dengan mekanisme akuntabilitas yang baik. Jenis-jenis akuntabilitas antara lain sebagai berikut.24

1. Akuntabilitas internal seseorang. Akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang tersebut kepada

Tuhannya, meliputi pertanggungjawaban sendiri mengenai segala se-suatu yang dijalankan, hanya diketahui dan dipahami dirinya sendiri.

24 Ibid., hlm. 104–106.

Page 272: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 275

Akuntabilitas inter nal disebut juga sebagai akuntabilitas spiritual. Kesa-daran akuntabilitas internal atau spiritual seorang pegawai akan dengan senang hati melakukan pekerjaan sebaik-baiknya.

2. Akuntabilitas eksternal seseorang. Akuntabilitas orang tersebut kepada lingkungannya, baik lingkungan for-

mal (atasan-bawahan) maupun lingkungan masyarakat. Kegagalan sese-orang memenuhi akuntabilitas eksternal mencakup pemborosan waktu, pemborosan sumber daya, dan sumber daya pemerintah lain, kewenangan, dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Akuntabilitas eksternal lebih mudah diukur mengingat norma dan standar yang tersedia memang sudah jelas. Kontrol dan penilaian eksternal sudah ada dalam mekanisme yang terbentuk dalam suatu sistem dan prosedur kerja.

Prinsip-prinsip akuntabilitas (di instansi pemerintah), yaitu:

1. harus ada komitmen pimpinan dan seluruh staf untuk melakukan pe nge-lolaan pelaksanaan misi agar akuntabel;

2. harus merupakan sistem yang menjamin penggunaan sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3. harus menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan;

4. harus berorientasi pencapaian visi, misi, hasil, dan manfaat yang diperoleh;

5. harus jujur, objektif, transparan, dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas.

7. Penataan Kelembagaan

Reformasi birokrasi adalah upaya pemerintah meningkatkan kinerja melalui berbagai cara dengan tujuan efektivitas, efisien, dan akuntabilitas. Reformasi birokrasi melalui penataan kelembagaan bertujuan untuk meewujudkan pemerintah yang baik, bersih, transparan dan profesional, bebas KKN. Hal yang tidak kalah penting dalam reformasi birokrasi adalah perlu adanya dinamisasi tata hubungan antara lembaga-lembaga negara yang bertanggung jawab sebagai kordinator dan supervisor dalam reformasi birokrasi maupun lembaga-lembaga negara penyelenggara reformasi birokrasi.

Page 273: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)276

B. ASAS­ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG LAYAK (AAUPL)

Korupsi sama tuanya seperti pemerintah itu sendiri. Korupsi berasal dari penyakit neopatrimonialisme, yakni warisan feodal kerajaan-kerajaan lama yang terbiasa dengan hubungan patron-client. Dalam konteks tersebut, rakyat biasa atau bawahan berkewajiban memberi “upeti” (berkembang menjadi amplop, sogok, komisi, dan seterusnya) kepada pemegang kekuasaan atau atasan (bos, pejabat, dan seterusnya).

Lebih lanjut, karena dalam perspektif kerajaan-kerajaan lama, kekuasa-an bersifat konkret dan harus diwujudkan secara materi atau kekayaan serta dukungan sejumlah penduduk yang harus dipelihara kesetiaannya, maka ber-kembanglah “politik uang” dalam pemilihan presiden, DPR/DPRD, gubernur, walikota, bupati, pimpinan partai politik, dan seterusnya yang sangat mence-derai perkembangan sistem politik dalam alam reformasi sekarang ini.25

Label korupsi tidak semata-mata diperuntukkan bagi pegawai negeri. TNI, Polri, pegawai BUMN atau BUMD atau anggota parlemen pusat dan dae-atau BUMD atau anggota parlemen pusat dan dae-BUMD atau anggota parlemen pusat dan dae-rah, atau pejabat dan pelaku fungsi yudikatif, atau konglomerat dan anggota masyarakat dengan pekerjaan tertentu yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan kepentingan publik, misalnya pengacara, akuntan publik, notaris, dan lain-lain.26 Namun, sampai saat ini yang menjadi sorotan adalah pelaku korup dari pejabat pemerintahan, karena mereka diberikan kepercayaan oleh rakyat, namun kepercayaan tersebut ternyata disalahgunakan.

Sejarah perkembangan korupsi beserta upaya pemberantasannya di Indonesia setelah era kemerdekaan, terutama dalam skala mega, sudah ber-langsung sejak tengah dasawarsa lima puluh tahunan, yakni dimulai ketika terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh menteri ekonomi kala itu, Iskak Tjokroadisuryo, pada Kabinet Ali Sastroamidjojo I, yakni berupa pemberian lisensi impor dari “Politik Benteng” dengan tidak memberikannya kepada pengusaha pribumi yang kompeten dan diberikan kepada konco-

25 Didin S. Damanhuri, op.cit., hlm. 9.26 Jeremy Pope, op.cit., hlm. xxi.

Page 274: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 277

konconya. Lisensi-lisensi tersebut akhirnya dijual kepada pengusaha keturunan Cina, sehingga dikenal istilah “pengusaha Ali-Baba”. Dari sini proses KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) skala besar mulai berkembang.27

Kedahsyatan korupsi mengalami momentum pada pemerintahan lebih 30 tahun Orde Baru (Orba). Dimulai korupsi skala mega yang dialami Pertamina tahun 1975 dengan kerugian diperkirakan sekitar 12,5 miliar dollar AS tanpa ada tindakan hukum kepada pihak-pihak yang terlibat, kemudian dengan mengalirnya dana utang luar negeri rata-rata 5 miliar dollar AS per tahun (saat lengser Presiden Soeharto, stok utang sekitar 70 miliar dollar AS), investasi langsung perusahaan asing, eksploitasi sumber daya alam (terutama migas dan hutan) yang menjadi sumber dana domestik yang kolosal, maka pertumbuhan dan perkembangan jenis korupsi dari yang tradisional (upeti, sogok, perkoncoan, premanisme, nepotisme, dan seterusnya) maupun bentuk baru (kolusi birokrat-pengusaha, kolusi bankir-pengusaha, mafia peradilan, penggelapan pajak, komersialisasi jabatan, kick-back dan mark-up proyek-proyek, rekayasa finansial, monopoli-oligopoli, serta monopsoni-oligopsoni komoditas strategis, dan seterusnya).28

Semua itu menjadikan potensi pertumbuhan ekonomi yang bisa mencapai 12 persen menjadi hanya 7 persen per tahun. Perkiraan kebocoran anggaran bisa mencapai 30 persen hingga lebih dari 50 persen. Pada saat krisis tahun 1977 tercapai capital flight berupa simpanan orang Indonesia di luar negeri akibat ber-bagai kebocoran alias korupsi tersebut diperkirakan menurut Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) sekitar 85 miliar dollar AS (sekitar Rp750 triliun).29

Dalam majalah Der Spegel Edisi Juli 1995 dan Majalah Fortune Edisi Agustus 1995, tingkat kerawanan tindak pidana korupsi di negara Indonesia mendapat peringkat terjelek di dunia hampir sama dengan korupsi di Republik Rakyat Cina (RRC). Transparency International (TI) dalam penelitiannya di tahun 1998–2003, menempatkan Indonesia pada posisi 10 besar negara paling korup di dunia. Demikian pula Political and Economic Risk Consultancy (PERC)

27 Ibid., hlm. 6.28 Ibid., hlm. 7.29 Ibid., hlm. 7.

Page 275: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)278

dalam penelitiannya pada tahun 1997 mengemukakan bahwa Indonesia menem pati posisi negara yang terkorup di Asia, dan pada tahun 2001, Indonesia turun peringkat menjadi negara terkorup kedua di Asia setelah Vietnam. Bahkan menurut Corruption Perception Index (CPI) tahun 2006 yang dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII) pada bulan November 2006, Indonesia berada pada peringkat ketujuh negara terkorup dari 163 negara. Posisi ini naik satu peringkat dari tahun 2005 yang menempati posisi keenam negara terkorup dari 159 negara.30

Ignatius Haryanto dalam artikelnya di Harian Kompas, mengajak masya-rakat Indonesia mencatat prestasi bangsa Indonesia sebagai salah satu negara terkorup selama bertahun-tahun. Negara yang koruptornya paling rentan dengan kesehatan, karena selalu sakit tiap kali hendak diperiksa atau diadili.31

Bangsa Indonesia lebih terperanjat lagi ketika Dato Param Cumaraswamy, pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyimpulkan bahwa korupsi di peradilan Indonesia adalah salah satu yang terburuk di dunia yang mungkin hanya bisa disamai negara Meksiko. Bahkan di mata orang bisnis, khususnya para investor Asia, korupsi di Indonesia, dalam hal ini adalah korupsi di pengadilan, Indonesia memperoleh skor 8,03 dari skala 1 sampai dengan 10, dengan catatan yang mendapat skor 1 adalah yang terbaik dan yang mendapat skor 10 adalah yang terburuk. Skor ini tepat berada di atas negara Filipina yang memperoleh angka 9,40 dan sama dengan Thailand yang juga mendapat skor 8,03.32

Masalah korupsi di negeri ini memang memerlukan keyakinan dan tekad maha besar dari semua pihak dapat membebaskan diri dari penyakit yang telah amat kronis tersebut dimasa depan. Patut diingat bahwa Indonesia menurut beberapa lembaga internasional sebagai salah satu negara dengan tingkat korupsi yang paling buruk di dunia. Oleh karena itu, bangsa ini hendaknya dapat mengambil hikmah sebesar-besarnya dalam upaya untuk keluar dari krisis ekonomi terparah selama ini.33

30 Chaerudin, dkk., op.cit., hlm. v.31 Ignatius Haryanto dalam Arya Maheka, op.cit., hlm. 2.32 Ibid., hlm. 2.33 Didin S. Damanhuri, op.cit., hlm. 3.

Page 276: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 279

Dengan melihat kompleksitas masalah, menjadi jelas bahwa reformasi birokrasi tidak memadai untuk diletakkan hanya pada tataran isu-isu yang cenderung sekadar bersifat teknis administratif, seperti kenaikan gaji pegawai, penataan jabatan dan rasionalisasi atau pengurangan jumlah pegawai negeri sipil (PNS) semata. Itu pun bukan soal-soal yang mudah diselesaikan, misalnya soal kenaikan gaji PNS yang tujuannya meningkatkan taraf hidup dan mengurangi atau bahkan menghentikan korupsi. Sulit saat ini menganggarkan kenaikan gaji, akibat kenaikan gaji juga turut memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, sehingga kenaikan gaji absolut menjadi relatif minim. Selain itu, ada alasan klasik bahwa rendahnya gaji seakan ikut menjustifikasi KKN sebagai sesuatu yang legal untuk menambah kesejahteraan PNS.34

Jumlah PNS yang terus membengkak sejak pra kemerdekaan, juga telah membebani APBN. Di samping harus membayar utang pokok dan bunga yang semakin besar setiap tahun, juga sekitar 40% daripadanya harus disalurkan untuk birokrasi pemerintahan. Kenaikan jumlah PNS itu sangat mencolok dalam beberapa dasawarsa terakhir, dari 515.000 orang pada tahun 1970 menjadi 2 juta orang pada tahun 1980. PNS mencapai 3,9 juta orang (termasuk guru/dosen TK hingga Perguruan Tinggi) pada tahun 2000, bahkan terakhir sekitar 4,5 juta atau sekitar 2 persen dari jumlah penduduk Indonesia.35

Soal penataan jabatan, mungkin pakem pejabat karier harus direvisi, katakan saja dengan kriteria kejujuran dan profesionalisme ketimbang mengangkat pejabat karier yang selama ini sudah terjebak dalam sistem KKN Orde Baru. Fit and proper test untuk pengangkatan para pejabat tampaknya harus digeser secara signifikan kepada proses hukum.

Hal yang harus ditekankan saat ini adalah status public servant (pelayanan masyarakat) dari birokrasi pemerintahan, yang bertugas untuk memberikan layanan yang terbaik untuk rakyat, bukan untuk diri sendiri atau kelompoknya. Apabila dapat diyakinkan aturan perundang-undangan yang mendasari sistem kerja atau pelayanan birokrasi pemerintahan itu berorientasi pada kepenting-an rakyat dan berkeadilan sosial, serta dijalankan secara nondiskriminatif,

34 Ibid., hlm. 12.35 Ibid., hlm. 12 dan 13.

Page 277: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)280

transparan, objektif, dan tegas, maka secara bertahap masyarakat akan meng ikuti pola ini.36 Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme:

(1) Penyelenggara negara pada lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab kepada masyarakat, bangsa, dan negara.

(2) Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggara negara harus jujur, adil, terbuka, dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Dari Pasal 2 TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tersebut diharapkan adanya penyelenggara negara yang bersih, dalam artian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme bahwa: “Penyelenggara negara yang bersih adalah penyelenggara negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari pratek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya”.

Hal tersebut membuktikan betapa pentingnya masalah-masalah etis dan moral dalam proses administrasi negara. Pertimbangan-pertimbangan etis sama sekali bukan merupakan langkah mundur, tetapi justru merupakan upaya untuk menemukan pranata-pranata pembangunan yang berwatak dan bermoral serta untuk mendapatkan bentuk interaksi yang ideal antara aparat negara dengan setiap warga negara, kecuali itu dalam sejarah telah dapat disaksikan begitu banyak kisah negara-negara yang gagal meningkatkan kemakmuran masyarakat karena banyaknya penyelewengan atau negara-negara yang hancur karena pemerintahan yang korup.37

Bagaimana seharusnya pejabat publik itu bersikap dan bertindak sesuai dengan aturan, di sini etika administrasi berlaku bagi para pejabat yang memang mempunyai tugas memberikan pelayanan kepada publik (public service), salah satunya dengan menerapkan asas-asas umum pemerintahan

36 Ibid., hlm. 13.37 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. vii.

Page 278: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 281

yang layak dalam melaksanakan birokrasi pemerintahan. Pelaksanaan asas-asas umum pemerintahan yang layak ini diharapkan dapat meningkatkan perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan administrasi negara atau pemerintah yang dipandang merugikan.

Asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang layak (algemene beginselen van behoorlijk bestuur) diintroduksi pertama kali oleh Commisie de la Monchy di Belanda Tahun 1950, berkenaan dengan usaha peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan administrasi negara atau pemerintah yang dipandang merugikan.38

Ateng Syafrudin dalam makalah pidato pengukuhan guru besarnya yang berjudul “Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak Pegangan bagi Pengabdian Kepala Daerah”, memulai pembahasan pengertian asas-asas umum pemerintahan yang layak dengan menyitir ungkapan E. de Girardin dan W.J.M. Kickert di mana intinya adalah “... dalam mengemudikan pemerintahan, baik pada tingkat pusat maupun pada tingkat daerah, selalu dinilai oleh masyarakat, yang dinilai bukan hanya hasilnya, melainkan juga tentang caranya”.39

F.H. Van der Burg dan G.J.M. Cartigny memberikan definisi asas-asas umum pemerintahan yang layak sebagai “asas-asas hukum tidak tertulis yang harus diperhatikan oleh badan atau pejabat administrasi negara dalam melakukan tindakan hukum yang akan dinilai kemudian oleh hakim administrasi”.40

1. Sejarah Kelahiran Asas­Asas Umum Pemerintahan yang Layak

Sejak dianutnya konsepsi welfare state, yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan umum warga negara dan untuk mewujudkan kesejahteraan, pemerintah diberi wewenang untuk campur tangan dalam segala lapangan kehidupan masyarakat, yang dalam campur tangan ini tidak saja berdasarkan pada peraturan perundang-

38 Jazim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPPL) di Lingkungan Peradilan Administrasi Indonesia (Upaya Menuju Clean and Stable Government), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 1.

39 Ibid., hlm. 22.40 Ibid., hlm. 23.

Page 279: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)282

undangan tetapi dalam keadaan tertentu dapat bertindak tanpa bersandar pada peraturan perundang-undangan, tetapi berdasarkan pada inisiatif sendiri melalui freies ermessen, ternyata menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga negara, karena dengan freies ermessen muncul peluang terjadinya benturan kepentingan antara pemerintah dengan rakyat, baik dalam bentuk onrechtmatig overheidsdaad, detournement de pouvoir, maupun dalam bentuk willekeur, yang merupakan bentuk-bentuk penyimpangan tindakan pemerintahan yang meng-akibatkan terampasnya hak-hak asasi warga negara.

Guna menghindari atau meminimalisir terjadinya benturan tersebut, pada tahun 1946 pemerintah Belanda membentuk komisi yang dipimpin oleh de Monchy yang bertugas memikirkan dan meneliti beberapa alternatif tentang verhoogde rechtsbescherming atau peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan administrasi negara yang menyimpang. Pada tahun 1950, komisi de Monchy kemudian melaporkan hasil penelitiannya tentang verhoogde rechtsbescherming dalam bentuk algemene beginselen van behoorlijk bestuur atau asas-asas umum pemerintahan yang layak.

Hasil penelitian komisi ini tidak seluruhnya disetujui pemerintah atau ada beberapa hal yang menyebabkan perbedaan pendapat antara komisi de Monchy dengan pemerintah, yang menyebabkan komisi ini dibubarkan pemerintah, kemudian muncul Komisi van de Greenten, yang juga bentukan pemerintah dengan tugas yang sama dengan de Monchy. Namun, komisi kedua ini juga mengalami nasib yang sama, yaitu karena ada beberapa pendapat yang diperoleh dari hasil penelitiannya tidak disetujui oleh pemerintah, dan komisi ini pun dibubarkan tanpa membuahkan hasil.41

Agaknya pemerintah Belanda pada waktu itu tidak sepenuh hati dalam upaya mewujudkan peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tin-dakan administrasi negara. Terbukti dengan dibubarkannya dua panitia terse-but, ditambah pula dengan munculnya keberatan dan kekhawatiran di kalangan pejabat dan para pegawai pemerintahan di Nederland terhadap AAUPL karena dikhawatirkan asas-asas ini akan digunakan sebagai ukuran atau dasar pengujian

41 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 180 dan 181.

Page 280: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 283

dalam menilai kebijakan-kebijakan pemerintah. Meskipun demikian, ternyata hasil penelitian de Monchy ini digunakan dalam pertimbangan putusan-putusan Raad van State dalam perkara administrasi.

Dengan kata lain, meskipun AAUPL ini tidak dengan mudah memasuki wilayah birokrasi untuk dijadikan sebagai norma bagi tindakan pemerintahan, tetapi tidak demikian halnya dalam wilayah peradilan. Seiring dengan perjalanan waktu, keberatan dan kekhawatiran para pejabat dan pegawai pemerintahan tersebut akhirnya hilang, bahkan sekarang telah diterima dan dimuat dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Nederland.42

2. Fungsi Asas­Asas Umum Pemerintahan yang Layak

Asas-asas umum pemerintahan yang layak (AAUPL), sesungguhnya adalah rambu-rambu bagi para penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya. Rambu-rambu tersebut diperlukan agar tindakan-tindakan pemerintah tetap sesuai dengan tujuan hukum yang sesungguhnya.43

Pada awal mulanya, AAUPL itu lahir dalam suasana orang mencari sa-rana pengawasan dari segi hukum (rechtmatigheidscontrole) terhadap tindakan administrasi negara. Namun dalam perkembangannya, keberadaan AAUPL mempunyai makna yang lebih penting dari sekadar sebagai sarana kontrol.44 Menurut Indroharto, arti penting mengenai keberadaan AAUPL disebabkan oleh beberapa hal berikut.45

a. AAUPL dianggap merupakan bagian dari hukum positif yang berlaku.

b. AAUPL merupakan norma bagi perbuatan-perbuatan administrasi negara, di samping norma-norma di dalam hukum tertulis dan tidak tertulis.

c. AAUPL dapat dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan, dan akhirnya AAUPL dapat dijadikan “alat uji” oleh hakim administrasi untuk menilai sah tidaknya atau batal tidaknya keputusan administrasi negara.

42 Ibid., hlm. 182.43 A. Muin Fahmal, Peran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak dalam Mewu-

judkan Pemerintahan Yang Bersih, UII Press, Yogyakarta, 2006, hlm. 43.44 Jazim Hamidi, op.cit., hlm. 25.45 Ibid., hlm. 25.

Page 281: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)284

Beberapa fungsi AAUPL dalam kehidupan bernegara adalah sebagai berikut.46

a. Bagi administrasi negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-un-dangan yang bersifat sumir, samar, atau tidak jelas. Kecuali itu, sekaligus membatasi dan menghindari kemungkinan administrasi negara mem-pergunakan freies ermessen/melakukan kebijaksanaan (beleid) yang jauh menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. Dengan demikian, administrasi negara diharapkan terhindar dari perbuatan onrechtmatige-daad, detournement de pouvair dan abus de droit serta ultra virus.

b. Bagi warga masyarakat sebagai pencari keadilan, AAUPL dapat diper-gunakan sebagai dasar gugatan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.

c. Bagi hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan oleh badan/pejabat Tata Usaha Negara (TUN), sebagaimana disebutkan dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.

d. AAUPL juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang suatu undang-undang.

e. Sebagai nilai-nilai etik dalam lingkungan hukum administrasi.47

f. Penuntun bagi administrasi (bestuur) dalam mewujudkan fungsi pelayan-an kepada masyarakat.

g. Sebagai sarana tambahan dan menentukan, karena itu mengikat pe me-rintah dalam mewujdukan pemerintahan yang baik (good governance).

h. Sebagai alat bantu bagi hakim menemukan hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

i. Sebagai sarana penunjang kebebasan hakim untuk menemukan keadilan yang sesungguhnya.

j. Sebagai sarana meningkatkan wibawa pemerintahan ataupun hakim.

46 S.F. Marbun, dkk., op.cit., hlm. 210 dan 211.47 A. Muin Fahmal, op.cit., hlm. 58.

Page 282: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 285

Meskipun AAUPL tidak tertulis secara formal dalam bentuk kodifikasi, tetapi AAUPL tetap dapat dipergunakan oleh administrasi negara sebagai norma hukum tidak tertulis bagi perbuatan-perbuatan administrasi negara.

3. Sumber Asas­Asas Umum Pemerintahan yang Layak

Sumber hukum (sumber keberadaan) dari AAUPL dapat ditemukan pada hu-kum tertulis dan hukum tidak tertulis. Menurut Sjachran Basah, hukum yang tidak tertulis dalam hukum administrasi negara, lazim disebut dengan asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang layak (algemene beginselen van behoorlijk bestuur). Bahan untuk asas itu diperoleh dari hal-hal yang bersifat kesusilaan (zadelijk) yang merupakan bagian dari idiil dan setelah diolah akan menghasilkan sendi-sendi yang sifatnya variabel karena bergantung pada wak-tu, tempat, serta keadaan.48

Secara iidil, konsepsi mengenai AAUPL dapat digali dan dikembangkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Di samping itu, karena Pan-casila merupakan sumber dari segala sumber hukum, merupakan grundnorm, maka semua peraturan hukum yang ada harus disesuaikan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Pada diri Pancasila tercermin jiwa, kepriba-dian, dan pandangan hidup bangsa Indonesia.

AAUPL dapat juga diketemukan dari sumber-sumber hukum tertulis. Ateng Syafrudin memberikan tanggapan mengenai AAUPL di negara Repu-blik Indonesia bahwa dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat suatu ketentuan yang mendasar tentang Pokok-Pokok Pikiran (Pokok Pikiran Keempat) yang terkandung dalam “Pembukaan” ialah negara berdasar atas Ke-tuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewa-jibkan pemerintah dan penyelenggara negara lainnya untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur serta memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.49

48 E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Balai Buku Ichtiar, Jakarta, 1964, hlm. 74.

49 Ateng Syafrudin, Kepala Daerah, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hlm. 55.

Page 283: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)286

4. Pengelompokan Asas­Asas Umum Pemerintahan yang Layak

AAUPL merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam per-gaulan suatu masyarakat (living law). Para ahli hukum dalam menentukan macam dan pengelompokan terhadap AAUPL sangat beragam, antara lain sebagai berikut.50

a. A.M. Donner dan Wiarda

Memperinci AAUPL ke dalam 5 (lima) macam asas, yakni asas kejujuran (fair play), asas kecermatan (zorgvuldigheid), asas kemurnian dalam tujuan (zuiver-heid van oogmerk), asas keseimbangan (evenwichtigheid), serta asas kepastian hukum (rechts zekerheid).

b. A.D. Belinfante

Membagi AAUPL ke dalam 5 (lima) asas, dengan klasifikasi nama asas yang sedikit berbeda, yaitu asas larangan bertindak tidak sewenang-wenang, asas larangan detournement de pouvoir, asas kepastian hukum, asas kesaksamaan, dan asas persamaan.

c. J. In’t Veld dan N.S.J. Koeman

Dalam bukunya Beginselen van behoorlijk bestuur, menyebutkan AAUPL dalam 8 (delapan) macam asas, yaitu51 asas larangan detournement de pouvoir, asas larang-asas larang-an bertindak tidak sewenang-wenang (willekeur), asas persamaan (het gelijkheids beginsel), asas kepastian hukum (rechtszekerheid), asas harapan-harapan yang di-tumbuhkan (gewekte verwachtingen), asas kejujuran (fair play), asas kecermatan (zorgvuldigheid), serta asas pemberian dasar pertimbangan (motivering).

d. Crince Le Roy

Mendeskripsikan hasil temuannya ke dalam 11 (sebelas) asas, yaitu asas kepas-tian hukum, asas keseimbangan, asas bertindak cermat, asas motivasi untuk setiap keputusan pejabat administrasi, asas tidak boleh mencampuraduk kan

50 Jazim Hamidi, op.cit., hlm. 30–31.51 Ibid., hlm. 31–32.

Page 284: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 287

kewenangan, asas kesamaan dalam mengambil keputusan, asas permainan yang layak, asas keadilan atau kewajaran, asas menanggapi pengharapan yang wajar, asas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal, serta asas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi.

Terhadap 11 (sebelas) asas di atas, Kuntjoro Purbopranoto menambah-kan 2 (dua) asas lagi, yaitu52 asas kebijaksanaan dan asas penyelenggaraan kepentingan umum.

e. Van Buuren, De Haan, Durpsteen, dan Fernhout

Mengelompokkan AAUPL dalam asas-asas yang bersifat: 53

1) formal, berkenaan dengan cara-cara pengambilan keputusan, meliputi asas kecermatan, asas fair play, dan asas pemberian motivasi;

2) material atau substansial, meliputi asas kepastian hukum, asas persamaan, asas larangan bertindak tidak sewenang-wenang, dan asas penyalah-gunaan wewenang.

f. J.G. Stenbeek, Van der Burg, M.C. Burkens, H.D. van Wijk, dan Willem Konijnenbelt

Dari keseluruhan asas yang ada, dikelompokkan dalam 3 (tiga) tahapan sebagai berikut.

1) Asas-asas formal mengenai pembentukan keputusan.

Dalam kategori ini terdiri dari 3 (tiga) macam asas, yaitu:

(a) Asas persiapan yang cermat (asas kecermatan formal), asas ini meng-hendaki agar pada masa mempersiapkan suatu keputusan, semua fak-tor dan keadaan yang relevan benar-benar diteliti dan dipertimbang-kan secermat mungkin.

(b) Asas fair play, asas ini menghendaki agar semua kemungkinan yang ter-buka bagi warga masyarakat untuk membela kepentingannya, jangan dihalang-halangi oleh tindakan-tindakan formal menurut undang-

52 Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradil-an Administrasi Negara, Alumni, Bandung, 1995, hlm. 30.

53 Jazim Hamidi, loc.cit., hlm. 32.

Page 285: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)288

undang dari pihak penguasa. Harus dihindarkan pula dari sikap yang tampaknya memihak.

(c) Asas larangan detournement de procedure. Detournement de procedure terjadi apabila suatu keputusan dikeluarkan menurut prosedur yang sebenarnya, tetapi tidak diperuntukkan bagi keputusan tersebut, atau dengan kata lain kalau suatu tujuan itu diperoleh melalui suatu prosedur yang salah.

2) Asas-asas formal mengenai formulasi keputusan. Maksud asas formal di sini adalah mengenai pertimbangan dari keputusan

yang bersangkutan serta mengenai kejelasan dari rumusan keputusan itu. Asas-asas ini meliputi:

(a) Asas pertimbangan. Ada dua prinsip yang terkandung dalam asas pertimbangan, yaitu

keharusan bahwa keputusan itu pada umumnya disertai suatu per-timbangan, dan pertimbangan keputusan itu sendiri harus memadai, artinya didukung oleh fakta-fakta yang benar dan relevan dengan keputusan yang bersangkutan.

(b) Asas kepastian hukum formal. Setiap keputusan yang dikeluarkan harus cukup jelas bagi yang ber-

sangkutan, artinya jelas menurut sisi rumusan maupun pengetiannya dan jangan bergantung pada penafsiran seseorang. Dengan demikian, setiap orang yang berhadapan dengan keputusan itu sudah dapat me-nangkap dan mengetahui apa yang dikehendaki keputusan tersebut.

3) Asas-asas material mengenai isi keputusan. Ada beberapa asas yang berkaitan dengan masalah ini, yaitu: (a) asas kepastian hukum material; (b) asas kepercayaan; (c) asas persamaan; (d) asas kecermatan material; (e) asas keseimbangan; (f) asas larangan detournement de pouvoir; (g) asas larangan willekeur.

Page 286: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 289

5. Asas­Asas Umum Pemerintahan yang Layak di Indonesia

Keberadaan AAUPL di Indonesia belum diakui secara yuridis formal sehingga belum memiliki kekuatan hukum formal. Ketika pembahasan Rancangan Un-dang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 di DPR, fraksi ABRI mengusulkan agar asas-asas tersebut dimasukkan sebagai salah satu alasan gugatan terhadap kepu-tusan badan atau pejabat tata usaha negara, tetapi usulan ini tidak diterima oleh pemerintah dengan alasan yang dikemukakan oleh Ismail Saleh, selaku Menteri Kehakiman waktu itu yang mewakili pemerintah. Alasan pemerintah adalah se-bagai berikut.54

Menurut hemat kami, dalam praktik ketatanegaraan kita maupun dalam Hukum Tata Usaha Negara yang berlaku di Indonesia, kita belum mem-punyai kriteria tentang algemene beginselen van behoorlijk bestuur tersebut yang berasal dari negeri Belanda. Pada waktu ini kita belum mempunyai tradisi administrasi yang kuat mengakar seperti halnya di negara-negara kontinental tersebut. Tradisi demikian bisa dikembangkan melalui yuris-prudensi yang kemudian akan menimbulkan norma-norma. Secara umum prinsip dari Hukum Tata Usaha Negara kita selalu dikaitkan dengan apa-ratur pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang konkretisasi norma-nya maupun pengertiannya masih sangat luas sekali dan perlu dijabarkan melalui kasus-kasus yang konkret.

Meskipun belum memiliki sandaran yuridis formal, tetapi dalam praktik peradilan terutama pada PTUN, asas-asas ini telah diterapkan. Sebenarnya asas-asas ini dapat digunakan dalam praktik peradilan di Indonesia karena memiliki sandaran dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Pokok Kehakiman:

“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memu-“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memu-tuskan suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.

Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 di tegaskan, bahwa: “Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan mema-hami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”. Dengan ketentuan pasal

54 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 188.

Page 287: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)290

ini maka asas-asas ini memiliki peluang untuk digunakan dalam proses peradilan administrasi di Indonesia.

Seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan politik Indonesia, asas-asas ini kemudian muncul dan dimuat dalam suatu undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Dengan format yang berbeda dengan AAUPL dari negeri Belanda, dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 disebutkan beberapa asas umum penyelenggaraan negara, yaitu sebagai berikut.55

a. Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutama-sas dalam negara hukum yang mengutama-kan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.

b. Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penye-lenggara negara.

c. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

d. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlin-dungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

e. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

f. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

g. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat diper-tanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulat an tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perun-dang-undangan yang berlaku.

55 Ibid., hlm. 189–190.

Page 288: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 291

AAUPL merupakan salah satu bentuk etika administrasi dalam Hukum Administrasi Negara. Etika administrasi dapat memberikan sumbangan dalam usaha mendapatkan suatu pemahaman, penglihatan, dan pandangan yang tajam terhadap suatu realita yang harus dihadapi dalam rangka mengimple-mentasikan berbagai aktivitas yang telah ditetapkan oleh administrasi, ter-utama menghadapi permasalahan-permasalahan yang serba sulit. Secara rea-lita, kategori gagasan etika adalah untuk memahami secara adil dan arif suatu tindakan manusia dalam pergaulan hidup.56

Implementasi etika menganjurkan setiap manusia untuk bertindak dengan baik dan benar dalam struktur sosial yang bersangkutan. Oleh karena itu, etika administrasi berangkat dari berpikir secara baik dan benar sampai kepada tindak-an atau perbuatan yang baik dan benar pula. Dalam mengimplementasikan eti-ka administrasi, bukanlah merupakan suatu pedoman hidup yang mengandung kebenaran mutlak. Sesungguhnya terserah kepada masing-masing individu yang terlibat dalam proses kerja sama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.

Apabila perbuatan atau tindakan manusia tersebut mengarah kepada baik dan benar, maka dia memiliki moral yang tinggi, sehingga moralitas adalah kualitas perbuatan manusia yang didorong oleh gerakan kejiwaan dengan memperhitungkan benar dan salahnya serta baik dan buruknya perbuatan manusia.57

AAUPL tersebut dimaksudkan sebagai sarana mewujudkan suatu negara hukum yang diukur dari cara-cara bertindaknya penyelenggara negara. Ukuran yang dapat digunakan administrasi negara penggunaan wewenang mewujudkan suatu negara hukum adalah AAUPL.

Asas-asas yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 itu ditujukan untuk para penyelenggara negara secara keseluruhan, sementara asas dalam asas-asas umum pemerintahan yang layak hanya ditujukan pada pemerintah dalam arti sempit, sesuai dengan istilah bestuur pada algemene beginselen van behoorlijk bestuur, bukan regering atau overheid, yang mengandung arti pemerintah dalam arti luas. Asas-asas umum pemerintahan yang layak

56 Makmur, Filsafat Administrasi, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, hlm. 74–75.57 Ibid., hlm. 78.

Page 289: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)292

secara aktual dijadikan sebagai dasar penilaian oleh hakim.58 Asas-asas dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 lebih merupakan etika dalam penyelenggaraan kenegaraan, bukan sebagai kaidah hukum.

AAUPL merupakan pedoman bagi para aparatur pemerintahan dalam menjalankan tugas-tugasnya, yang terpenting adalah penghayatan para apa-ratur pemerintahan terhadap nilai filosofis yang melandasi ketentuan-ketentu-an tersebut dan melaksanakannya dengan semangat pengabdian masyarakat. Dalam hal ini nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila.

Praktik dari AAUPL dilaksanakan oleh instansi pelayanan publik dengan mewujudkan pelayanan prima dalam penyelenggaraan negara. Seba gaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyeleng-garaan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dari AAUPL diharapkan tercipta adanya pemerintahan yang baik (good go-vernance).

Pelayanan prima bertujuan mengutamakan kepuasan masyarakat dan merupakan kewajiban aparatur pemerintahan untuk melaksanakannya. Pelay-anan yang memuaskan merupakan indikator kepuasan masyarakat dengan tidak adanya keluhan dari masyarakat. Bagaimana sikap dan perbuat an apara-tur pemerintahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menjadi penilaian masyarakat, maka etika dan moral aparatur negara menjadi cermin dalam penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi.

Pelayanan prima merupakan bentuk pengabdian yang tulus terhadap bi-dang kerja dari aparatur pemerintahan, mengingat adanya AAUPL dan ber-tujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Terwujudnya pelayanan publik yang berkualitas (prima) merupakan salah satu ciri dari kepemerintahan yang baik. Dalam pemberian pelayanan publik, penyelenggara negara harus memperhati-kan asas-asas pelayanan publik berikut.

1. Transparansi Bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang mem-

butuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

58 Juniarso Ridwan, op.cit., hlm. 182.

Page 290: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 293

2. Akuntabilitas Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan per-

undang-undangan.

3. Kondisional Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan

dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

4. Partisipatif Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayan-

an publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, serta harapan masyarakat.

5. Kesamaan hak Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,

golongan, gender, dan status ekonomi.

6. Keseimbangan hak dan kewajiban Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan ke-

wajiban masing-masing.

Asas-asas tersebut harus dilaksanakan oleh seluruh instansi pemerin-tahan, sebagaimana tertuang di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/ M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

C. GOOD GOVERNANCE

Pemerintah atau government dalam bahasa Inggris diartikan sebagai “the authori-tative direction and administration of the affairs of men or women in nation, state, city, etc”. Dalam bahasa Indonesia berarti “pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, atau kota, dan sebagainya”.

Istilah kepemerintahan atau dalam bahasa Inggris governance, yaitu “the act, fact, manner of governing” berarti “tindakan, fakta, pola, dan kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan”. Dengan demikian, governance adalah suatu kegiatan (proses), sebagaimana dikemukakan oleh Kooiman bahwa governance

Page 291: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)294

lebih merupakan “... serangkaian proses interaksi sosial politik antara peme-rintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepen-tingan tersebut”.

Governance secara umum dapat diartikan sebagai kualitas hubungan antara pemerintah dan masyarakat yang dilayani dan dilindunginya.59 Governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan-urusan publik. World Bank memberikan definisi governance sebagai sebagai “the way state power is used in managing economic and social resources for development of society”. United Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan governance sebagai “the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”.

World Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat, sedang-kan UNDP lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi, dan administratif dalam pengelolaan negara. Political governance mengacu pada proses pembuatan kebijakan (policy/strategy formulation). Economic governance mengacu pada proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi yang berimplikasi pada masalah pe-merataan, penurunan kemiskinan, dan peningkatan kualitas hidup. Administra-tive governance mengacu pada sistem implementasi kebijakan.

Governance mencakup tiga domain, state (negara/pemerintahan), private sectors (sektor swasta atau dunia usaha), dan society (masyarakat). Orientasi pembangunan sektor publik yang mengacu pada World Bank dan UNDP adalah untuk menciptakan good governance. Good governance sering diartikan sebagai pemerintahan yang baik. World Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.60

59 Sedarmayanti, Reformasi Administrasi Publik ..., op.cit., hlm. 270.60 Mardiasmo, Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, ANDI, Yogyakarta, 2004,

hlm. 23 dan 24.

Page 292: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 295

Istilah governance tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pem-binaan, penyelenggaraan dan bisa juga diartikan pemerintahan. Governance sebagai terjemahan dari pemerintahan, kemudian berkembang dan menjadi populer dengan sebutan kepemerintahan, sedangkan praktik terbaiknya dise-but kepemerintahaan yang baik (good governance).

Menurut Kooiman, bahwa governance lebih merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan tersebut.

Good governance sektor publik diartikan sebagai suatu proses tata kelola pemerintahan yang baik dengan melibatkan stakeholders terhadap berbagai kegiatan perekonomian, sosial politik dan pemanfaatan beragam sumber daya seperti sumber daya alam, keuangan, dan manusia bagi kepentingan rakyat yang dilaksanakan dengan menganut asas keadilan, pemerataan, persamaan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.

Keberadaan good governance ini dipicu dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah berkaitan dengan kegagalan pengelolaan pembangunan nasional di berbagai sektor, di mana kegagalan ini juga disebabkan oleh penyalahgunaan wewenang aparatur pemerintah, sentralistik, top-down, self-oriented, monopolistik, tidak efektif dan tidak efisien, represif, dan kurang peka terhadap aspirasi masyarakat yang mendorong suburnya praktik KKN. Arti good dalam kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung pemahaman berikut.

1. Nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional), kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan sosial.

2. Aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif, efisien dalam pelaksa-naan tugas untuk mencapai tujuan. Kepemerintahan yang baik tergan-tung pada dua hal berikut.

a. Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan ber-negara. Orientasi ideal negara mengacu pada demokratisasi dalam ke-hidupan bernegara dengan komponen konstituen atau pemilihnya se-

Page 293: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)296

perti legitimasi, apakah pemerintah dipilih dan mendapat kepercayaan rakyat, akuntabilitas (kewajiban memberi pertanggungjawab an atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang, badan hukum, atau pimpinan organisasi kepada pihak yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban).

b. Pemerintahan berfungsi ideal, secara efektif, efisien melakukan upaya pencapaian tujuan bernegara.

Awal gagasan tata pemerintahan yang baik di antaranya sebagai berikut.

1. Menurut Nurcholis Madjid, gagasan kepemerintahan yang baik tidak baru, karena konsep-konsep penting seperti partisipasi, konsensus, keadil-an, supremasi hukum telah diperkenalkan oleh Nabi Muhammad ke-tika beliau membangun Madinah sewaktu hijrah dari Makkah tahun 622 M. Kata Madinah sendiri bermakna sebuah tempat yang didiami orang-orang yang taat peraturan dan saling memenuhi perjanjian yang dicipta-kan (al uqud).

2. Supremasi hukum merupakan salah satu pilar penting dalam Islam, karena tanpa supremasi hukum, keadilan tak akan pernah terwujud. Selain itu, dalam tata pemerintahan di Madinah tiap individu berhak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi hidup mereka melalui pertimbangan dan konsultasi bersama (syura dan musyawarah).

3. Ada faktor-faktor penting yang perlu diupayakan untuk mencapai tata pemerintahan yang baik, yaitu masing-masing pelaku menaati kesepakat-an yang telah disetujui bersama. Tiap manusia mempunyai hak mendasar seperti yang diutarakan Nabi Muhammad dalam Khutbah al Wada (Pi-dato Perpisahan Nabi Muhammad ), yaitu hak atas hidup, hak atas mi-lik, dan kehormatan. Ditekankan juga bahwa manusia dianugerahi Tuhan kebebasan yang hanya akan bertahan apabila ada sistem hukum, di mana pemimpin dan masyarakat saling menghormati dan saling bertanggung jawab. Hal ini dapat diwujudkan di Indonesia bila ada konsensus menge-nai tata pemerintahan yang baik.

4. Dengan demikian, peranan pemimpin menjadi sangat penting. Tata pemerintahan yang baik hanya akan tercapai bila ada pemimpin yang

Page 294: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 297

mempunyai visi mampu melihat jauh ke depan. Pemimpin tersebut harus mampu mengembangkan potensi anggota masyarakatnya dan mencipta-kan konsensus di antara semua pihak yang berkepentingan, seperti dite-ladankan Nabi Muhammad .

Ada tiga hal yang melatarbelakangi munculnya good governance, yaitu sebagai berikut.

1. Muncul fenomena yang disebut oleh Samuel P. Hutington sebagai “gelombang demokratisasi berskala global”. Gelombang ini mulanya muncul di Korea Selatan dan di beberapa negara Amerika Latin yang menenggelamkan politik birokratik otoriter pada dasarwarsa tahun 1980-an, dan berikutnya menyapu bersih sosialisme di Eropa pada awal dasawarsa tahun 1990.

2. Terjadinya kehancuran secara sistematik berbagai dasar institusional bagi proses pengelolaan distribusi sumber ekonomi pada sebagian besar masyarakat dunia ketiga. Institusi bisnis dan politik yang seharusnya memiliki prinsip pengelolaan berbeda telah berubah menjadi sekutu dan melipatgandakan tumbuhnya kronisme. Transparansi, akuntabilitas publik, dan alokasi berbagai sumber ekonomi gagal berkembang dalam dunia bisnis.

3. Terakumulasinya kegagalan struktural adjustment program yang diprakarsai IMF dan Bank Dunia. Program ini memiliki dan menganut asumsi dasa bahwa negara merupakan satu-satunya lembaga penghambat proses terjadinya globalisasi ekonomi.

Upaya perwujudan good governance dapat dimulai dengan membangun landasan demokratisasi penyelenggaraan negara dan dilakukan upaya pem-benahan penyelenggara pemerintahan sehingga terwujud good governance.

Penyelenggaraan pemerintahan ditujukan kepada terciptanya fungsi pe la-yanan publik. Pemerintahan yang baik cenderung menciptakan terse lenggaranya fungsi pelayanan publik dengan baik pula. Pemerintahan yang buruk meng-akibatkan fungsi pelayanan publik tidak dapat terselenggara dengan baik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan telah terjadi pergeseran paradigma dari paradigma rule government menjadi good government. Dalam paradigma rule go-

Page 295: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)298

vernment penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik senantiasa menyandarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip kepemerintahan yang baik tidak hanya terbatas pada penggunaan per-aturan perundang-undangan yang berlaku, melainkan dikembangkan dengan menerapkan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang tidak hanya melibatkan pemerintah atau negara semata, tetapi melibatkan internal biro krasi dan eksternal birokrasi.

UNDP mengidentifikasi lima karakteristik kepemerintahan yang baik, yaitu sebagai berikut.

1. Interaksi, melibatkan tiga mitra besar, yaitu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat madani untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya ekonomi, sosial, dan politik.

2. Komunikasi, terdiri dari sistem jejaring dalam proses pengelolaan dan kontribusi terhadap kualitas hasil.

3. Proses penguatan sendiri. Sistem pengelolaan mandiri adalah kunci keberadaan dan kelangsungan keteraturan dari berbagai situasi kekacauan yang disebabkan dinamika dan perubahan lingkungan, memberi kontribusi terhadap partisipasi dan menggalakkan kemandirian masyarakat, dan memberikan kesempatan untuk kreativitas dan stabilitas berbagai aspek kepemerintahan yang baik.

4. Dinamis, keseimbangan berbagai unsur kekuatan kompleks yang meng-hasilkan persatuan, harmoni, dan kerja sama untuk pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan, kedamaian dan keadilan, serta kesempatan merata untuk semua sektor dalam masyarakat madani.

5. Saling ketergantungan yang dinamis antara pemerintahan, kekuatan pasar, dan masyarakat madani.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) meng-hendaki adanya akuntabilitas, transparansi, keterbukaan, dan rule of law. Pada penyelenggaraan pemerintahan yang bersih menuntut terbebasnya praktik yang menyimpang (mal administration) dari etika administrasi negara.61

61 Sedarmayanti, Reformasi Administrasi Publik ..., op.cit., hlm. 17.

Page 296: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 299

Prinsip utama unsur good governance adalah sebagai berikut.

1. Akuntabilitas (pertanggunggugatan) politik.

Akuntabilitas (pertanggunggugatan) politik terdiri dari:

a. Pertanggunggugatan politik, yakni adanya mekanisme penggantian pejabat atau penguasa secara berkala, tidak ada usaha membangun monoloyalitas secara sistematis, dan adanya definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran kekuasaan di bawah kerangka penegakan hukum.

b. Pertanggunggugatan publik, yakni adanya pembatasan dan pertang-gungjawaban tugas yang jelas. Akuntabilitas merujuk pada pengem-bangan rasa tanggung jawab publik bagi pengambilan keputusan di pemerintahan, sektor privat, dan organisasi kemasyarakatan sebagai-mana halnya kepada pemilik (stakeholder). Khusus dalam birokrasi, akuntabilitas merupakan upaya menciptakan sistem pemantauan dan mengontrol kinerja kualitas, inefisiensi, dan perusakan sumber daya, serta transparansi manajemen keuangan, pengadaan, akunting, dan dari pengumpulan sumber daya.

2. Transparansi.

Transparansi (keterbukaan) dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu:

a. adanya kebijakan terbuka terhadap pengawasan;

b. adanya akses informasi sehingga masyarakat dapat menjangkau setiap segi kebijakan pemerintah;

c. berlakunya prinsip check and balances antarlembaga eksekutif dan legislatif.

Tujuan transparansi membangun rasa saling percaya antara pemerintah dan publik, di mana pemerintah harus memberi informasi akurat bagi publik yang membutuhkan. Terutama informasi handal terkait masalah hukum, peratur-an, dan hasil yang dicapai dalam proses pemerintahan; adanya mekanisme yang memungkinkan masyarakat mengakses informasi yang relevan, adanya peraturan yang mengatur kewajiban pemerintah daerah menyediakan infor-masi kepada masyarakat; serta menumbuhkan budaya di tengah masyarakat untuk mengkritisi kebijakan yang dihasilkan pemerintah.

Page 297: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)300

3. Partisipasi. Partisipasi (melibatkan masyarakat terutama aspirasinya) dalam pengam-

bilan kebijakan atau formulasi rencana yang dibuat pemerintah, juga dili-hat pada keterlibatan masyarakat dalam implementasi berbagai kebi jakan dan rencana pemerintah, termasuk pengawasan dan evaluasi. Keter-libatan dimaksud bukan dalam prinsip terwakilinya aspirasi masyarakat melalui wakil di DPR melainkan keterlibatan secara langsung. Partisi-pasi dalam arti mendorong semua warga negara menggunakan haknya menyam paikan secara langsung atau tidak, usulan dan pendapat dalam proses pengambilan keputusan. Terutama memberi kebebasan kepada rakyat untuk berkumpul, berorganisasi, dan berpartisipasi aktif dalam me-nentukan masa depan.

4. Supremasi hukum aparat birokrasi. Supremasi hukum aparat birokrasi, berarti ada kejelasan dan prediktabilitas

birokrasi terhadap sektor swasta, dan dari segi masyarakat sipil berarti ada kerangka hukum yang diperlukan untuk menjamin hak warga negara dalam menegakkan pertanggunggugatan pemerintah. Persyaratan konsep supremasi hukum adalah:

a. supremasi hukum, bahwa setiap tindakan negara harus dilandasai hu-kum dan bukan didasarkan pada tindakan sepihak dengan kekuasaan yang dimiliki;

b. kepastian hukum bahwa di samping erat kaitannya dengan rule of law juga mensyaratkan adanya jaminan bahwa masalah diatur secara jelas, tegas, dan tidak duplikatif serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya;

c. hukum yang responsif bahwa hukum harus mampu menyerap aspirasi masyarakat luas dan mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat dan bukan dibuat untuk kepentingan segelintir elit;

d. penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, bahwa upaya yang mensyaratkan adanya sanksi, mekanisme menjalankan sanksi, ser-ta sumber daya manusia atau penegak hukum yang memiliki integritas;

e. independensi peradilan, yakni prinsip yang melekatkan efektivitas peradilan sebagai syarat penting perwujudan rule of law.

Page 298: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 301

Dengan terpenuhinya prinsip good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan nasional Indonesia, diharapkan upaya penataan kehidupan sosial, ekonomi, dan politik akan terwujud mantap sejalan dengan perkembangan peradaban masyarakat madani.

Masyarakat madani adalah tatanan masyarakat yang memiliki nilai dasar ketuhanan, kemerdekaan, hak asasi manusia dan martabat manusia, kebangsaan, demokrasi, kemajemukan, kebersamaan, persatuan dan kesatuan, kesejahte-raan bersama, keadilan, supremasi hukum, keterbukaan, partisipasi, kemitraan, rasio nalitas etis, perbedaan pendapat, dan pertanggungjawaban (akuntabilitas), yang seluruhnya harus melekat pada setiap individu dan institusi yang memiliki komitmen mewujudkannya.

Di era reformasi, pemerintah telah menyelesaikan produk perundang-undangan yang mengubah wajah sistem pemerintahan di Indonesia, yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, mengatur pelaksanaan otonomi daerah, dengan fokus utama pada pemberian wewenang lebih besar kepada daerah kabupaten dan kota dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan;

2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, mengatur pelaksanaan perim-bangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, dengan fokus uta-ma pada pengalokasian dana dan wewenang untuk mengelolanya yang lebih besar kepada daerah kabupaten atau kota;

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, mengatur pelaksanaan peme-rintahan yang baik, dengan fokus pada upaya menghilangkan KKN dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan, baik di daerah maupun pusat;

4. dan lain-lain.

Upaya penghapusan korupsi mengacu pada TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pe-nyelenggaraan Negara yang Bersih dan dan Bebas Korupsi Kolusi dan Nepo-tisme, serta Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP).

Page 299: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)302

Dalam peraturan yang berkaitan dengan pemberantasan dan pence gah an KKN dalam rangka penyelenggaraan negara yang baik dan bersih, diuta rakan sebagai berikut.

1. Asas-asas penyelenggaraan negara. Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik tercermin dalam Ketetapan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dalam Pasal 3 dan Penjelasannya, ditetapkan mengenai asas-asas umum pemerintahan yang sudah diutarakan pada tabel prinsip atau asas good governance.

2. Kewajiban para penyelenggara negara. Kewajiban setiap penyelenggara negara adalah:

a. mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum memangku jabatannya;

b. bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat;

c. melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat;

d. tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme;

e. melaksanakan tugas tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan;

f. melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih, baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

g. bersedia menjadi saksi dalam perkara korupsi, kolusi, dan nepotisme serta dalam dalam perkara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Transparansi, keterbukaan, dan partisipasi masyarakat;

4. Penegakan hukum anti korupsi. Peningkatan akuntabilitas publik penyelenggaraan negara merupakan

prasyarat bagi terwujudnya pemerintahan yang baik, dan strategi apa yang telah dibangun dan dikembangkan adalah sebagai berikut.

Page 300: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 303

a. Mekanisme pertanggungjawaban presiden. b. Mekanisme pertanggungjawaban kepala daerah. c. Sistem akuntabilitas instansi pemerintah.

Riant Nugroho menyatakan bahwa jaminan kekuatan negara tidak disa-lahgunakan adalah dengan memastikan bahwa negara transparan dan akunta-bel terhadap rakyat. Dua indikator ini merupakan indikator kunci dari setiap kriteria good governance. Indikator ketiga adalah bahwa negara cakap untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan publik yang unggul,62 sehingga di sini, etika administrasi berlaku bagi para pejabat yang memang mempunyai tugas mem-berikan pelayanan kepada publik (public service).

Etika artinya sama dengan kata Indonesia “kesusilaan”, kata dasarnya ada-lah “susila” kemudian diberi awalan “ke” dan akhiran “an”. “Susila” berasal dari bahasa Sansekerta, “su” berarti baik dan “sila” berarti norma kehidupan. Jadi, etika berarti menyangkut kelakuan yang menuruti norma-norma kehidupan yang baik.63 Asal kata etika itu sendiri sebenarnya berasal dari perkataan Yunani ethos yang berarti watak atau adat. Kata ini identik dengan asal kata moral dari bahasa Latin mos (bentuk jamaknya adalah mores), yang juga berarti adat atau cara hidup. Jadi kedua kata tersebut (etika dan moral) menunjukkan cara ber-buat yang menjadi adat karena persetujuan atau praktik sekelompok manusia.64 Etika dapat diartikan sebagai suatu atau setiap kesediaan jiwa seseorang untuk senantiasa taat dan patuh kepada seperangkat peraturan-peraturan.

Menurut W. Banning: “In de ethiek is dus de vraag, wat is het juiste levensgedrag, wat behoor ik te doen en te laten, wil dit gedrag zakelijk goed kunnen heten”. Maksudnya, dalam etika dipersoalkan tata tertib, cara hidup yang paling baik, apa yang harus dan jangan dilakukan, apa yang disebut baik dan jahat.65

62 Riant Nugroho, Public Policy, Teori Kebijakan, Analisis Kebijakan, Proses Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi, Risk Management dalam Kebijakan Publik, Kebijakan Sebagai The Fifth Estate, Metode Penelitian Kebijakan, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2011, hlm. 87.

63 Inu Kencana Syafiie dkk., Ilmu Administrasi Publik, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hlm. 215.

64 Muhammad Said, Etika Masyarakat Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1960, hlm. 23.65 Inu Kencana Syafiie dkk., op.cit., hlm. 216.

Page 301: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)304

Menurut John P. Noman: “Ethics is the science of the morality of human acts”. Maksudnya, etika adalah ilmu tentang budi pekerti dan cara tindak manusia. Menurut Leys, seorang administrator dianggap etis apabila dia menguji dan mempertanyakan batas yang digunakan dalam pembuatan keputusan, dan tidak mendasarkan keputusannya semata-mata pada kebiasaan dan tradisi yang sudah ada. Menurut Golembiewski, batas etika tersebut mungkin berubah dari waktu ke waktu, dan karena itu para administrator harus mampu memahami perkembangan ketentuan batas-batas tersebut dan bertindak sesuai dengan batas perilaku tersebut.

Pada prinsipnya, batas-batas tersebut ditujukan pada pelayanan publik, sebagai penghormatan kepada keberadaan asasi individunya. Namun demi-kian, pelayanan tersebut hendaknya bukan terhadap dekadensi moral.66 Su-paya proses administrasi dan pelayanan publik dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan setiap warga negara dan interaksi antara para pejabat dengan masyarakat umum dapat terbina secara harmonis, setiap pejabat hendaknya memiliki landasan yang pasti dalam bertindak atau mengambil keputusan. Para pejabat tersebut berfungsi sebagai administrator dan seorang administra-tor harus mengabdi kepada kepentingan umum, bukan sebaliknya.

Oleh karena itu, di samping harus memenuhi persyaratan-persyaratan teknis seperti intelegensia, kemampuan mengambil keputusan (decisiveness), wawasan ke depan, atau kemahiran manajemen, mereka harus mempunyai landasan normatif yang terkandung dalam nilai-nilai moral.67

Etika juga terkait dengan perilaku. Bagaimana pimpinan bersikap atau bertingkah laku, maka bawahannya pun juga akan mengikutinya. Perilaku yang memberikan manfaat negatif atau positif sangat mempengaruhi proses identifikasi. Misalnya sikap hidup glamor para pejabat akan ditiru oleh bawah-annya, juga seluruh rakyat. Dengan sikap tersebut, akan mendorong setiap orang yang telah meniru gaya hidup glamor para pejabat memenuhi apa yang si pejabat punya dan lakukan. Gaya hidup demikian, apabila tidak sesuai dengan pendapatan yang dimiliki maka akan memaksa seseorang berbuat sesuatu yang

66 Ibid., hlm. 216.67 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. 96.

Page 302: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 305

melanggar aturan, seperti korupsi. Pejabat publik yang berani makan ayam bakar waktu terjadi flu burung akan menurunkan kekhawatiran publik ter-hadap flu burung. Begitu pula ketika pejabat yang makan bakso di tengah isu formalin akan menurunkan kecemasan publik terhadap penggunaan forma-lin untuk makanan. Kebiasaan pejabat yang merokok di sembarang tempat, jangan disalahkan apabila bawahannya merokok di sembarang tempat, dan jangan pula berharap departemen atau kantor instansinya bebas asap rokok.

Dalam melaksanakan fungsi administrasi negara, pelaksana pemerintahan melaksanakan wewenangnya diikat dengan hukum administrasi. Berkaitan dengan etika dalam hukum adminisitrasi, dalam hukum administrasi terdapat suatu norma yang tujuannya mempertimbangkan apakah wewenang yang ada itu digunakan atau tidak digunakan, tentunya dengan alasan tertentu yang tidak secara nyata merugikan orang lain.68 Dengan demikian, hukum administrasi negara dapat dika-takan sebagai aturan bagi penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas dengan wewenang yang melekat kepadanya agar tidak merugikan kepentingan rakyat.

D. PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HAN

Korupsi pada umumnya dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan dalam suatu jabatan, sehingga karakteristik kejahatan korupsi selalu berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan dalam perspektif kejahatan yang terorganisir. Ko-rupsi yang terjadi dalam lingkungan kekuasaan, tergambar dalam adagium yang diungkapkan oleh Lord Acton, yakni kekuasaan cenderung korup dan kekua-saan mutlak korup secara mutlak.69

Pendapat mengenai hubungan korupsi dengan kekuasaan juga dikemu-kakan oleh H.A. Brasz yang menyatakan bahwa korupsi memang dapat dika-tegorikan sebagai kekuasaan tanpa aturan hukum. Oleh karena itu, selalu ada praduga pemakaian kekuasaan untuk mencapai suatu tujuan selain daripada tujuan yang tercantum dalam pelimpahan kekuasaan tersebut. Banyak pegawai negeri yang mementingkan kekuasaan, sebagaimana ia mementingkan uang.70

68 A. Muin Fahmal, op.cit., hlm. 37.69 Rohim, op.cit., hlm. 4 dan 5.70 Kimberly Ann Elliot, op.cit., hlm. 182.

Page 303: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)306

Dari pandangan tersebut telah memberikan gambaran, bahwa ruang ling-kup terjadinya korupsi adalah berada dalam lingkungan kekuasaan atau we-wenang atau kedudukan. Pemegang kekuasaan merupakan orang yang memiliki pribadi dan intelektualitas yang tinggi, sehingga mempunyai banyak akal untuk mempermudah perbuatannya yang koruptif.

Dalam perkembangan selanjutnya, korupsi tidak hanya makin meluas, tetapi dilakukan secara sistematis, sehingga tidak saja semata-mata merugi-kan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat,71 sehingga korupsi dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia generasi ketiga, wajar kalau korupsi digolongkan sebagai extra-ordinary crime.72

Persoalan korupsi yang sekarang telah menjadi gurita dalam sistem peme-rintahan di Indonesia merupakan gambaran dari bobroknya tata pemerintah-an di negara ini. Korupsi adalah simbol dari pemerintahan yang tidak benar, yang dicerminkan oleh patronase, prosedur berbelit-belit, unit pemungutan pajak yang tidak efektif, korupsi besar-besaran dalam pengadaan barang dan jasa, serta pelayanan masyarakat yang sangat buruk. Akibat dari korupsi, pen-deritaan selalu dialami oleh masyarakat, terutama yang berada di bawah garis kemiskinan.

Perubahan kekuasaan dari sentralisasi ke otonomi daerah, justru me-nimbulkan persoalan baru, di mana korupsi berpindah dari pusat ke daerah. Dengan berbagai modus operandi, korupsi yang dikemas sedemikian rapi terkadang mengatasnamakan kebijakan, telah melahirkan persoalan baru di beberapa daerah.73

Korupsi yang mengatasnamakan kebijakan publik, baik yang dikeluarkan dari lembaga legislatif, eksekutif, maupun lembaga-lembaga pembuat keputusan yang ada di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan juga lembaga perbankan adalah modus operandi korupsi yang paling canggih saat ini.

71 Rohim, op.cit., hlm. 7.72 M. Akil Mochtar, op.cit., hlm. 70.73 Rohim, op.cit., hlm. 17 dan 18.

Page 304: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 307

Semenjak otonomi daerah, dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, telah memberikan peluang bagi setiap daerah untuk mengeluar-kan produk-produk legislatif maupun eksekutif berupa peraturan daerah, surat keputusan ataupun melalui keputusan-keputusan rapat. Produk-produk se-perti itu seakan memberikan legislasi secara hukum bagi pembuatnya, walau-pun kebijakan tersebut ternyata mengandung unsur-unsur yang masuk dalam pengertian melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan. Para pelaku dari pembuatan kebijakan publik ini adalah pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), menteri, gubernur, bupati, kepala dinas, direksi BUMN atau BUMD, atau perbankan milik pemerintah.74

Keleluasaan untuk mengatur daerah sendiri di era otonomi daerah, di-gunakan kesempatan untuk menguntungkan diri bagi para pejabat. Dengan ter-ungkapnya banyak kasus korupsi yang dilakukan, baik oleh lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif di daerah, maka seolah-olah membenarkan persepsi masyarakat bahwa pemberlakuan otonomi daerah dapat menciptakan raja-raja kecil di daerah.75

Hidayat Nur Wahid pernah menegaskan bahwa corruption is the real terrorist. Argumen ini banyak benarnya. Koruptorlah yang merupakan teroris sejati. Koruptor yang menyebabkan sebagian besar rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan, kefakiran,76 dan kebodohan. Efek yang ditimbulkan dari perbuatan korupsi yang mau tidak mau dirasakan oleh masyarakat yang tidak berdosa, di antaranya terjadinya banjir di beberapa daerah, longsor, infrastruktur hancur, transportasi terganggu, dan distribusi barang terhambat.77

Cara-cara korupsi yang sudah menerobos ke mana-mana telah mencipta kan pelayanan-pelayanan “yang disukai”. Pelayanan pemerintah secara langsung membuka peluang untuk sogok atau suap dan seterusnya, hal ini sangat disukai oleh orang-orang yang baru masuk pada dinas sipil.78 Semakin marak kasus

74 Ibid., hlm. 19.75 R. Dyatmiko Soemodihardjo, Mencegah dan Memberantas Korupsi, Mencermati

Dinamikanya di Indonesia, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2008, hlm. 51.76 H.C.B. Dharmawan dkk. (ed), op.cit., hlm. 95.77 Rohim, loc.cit., hlm. 18.78 Robert Klitgaard, op.cit., hlm. 278.

Page 305: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)308

korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan dengan menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya. Padahal kewenangan yang dimiliki oleh pejabat pemerintahan tersebut diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk melakukan tindakan-tindakan hukum dalam rangka melayani atau mengatur warga negara, dan wewenang tersebut tidak boleh dipergunakan untuk tujuan lain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan wewenang tersebut melampaui batas.79

Sebagai subjek hukum, selaku pemikul hak-hak dan kewajiban-kewajiban (de drager van de rechten en plichten), pejabat pemerintahan dapat melaku-kan tindakan-tindakan hukum berdasarkan kemampuan (bekwaam) atau ke-wenangan (bevoegdheid) yang dimilikinya. Tindakan-tindakan hukum pejabat pemerintahan dalam rangka mela yani atau mengatur warga negara merupakan awal dari adanya hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara pejabat pemerin-tahan dan warga negara. Agar hubungan hukum antarsubjek hukum itu berja-lan secara harmonis, seimbang, dan adil, dalam arti setiap subjek hukum (baik warga negara maupun pejabat) mendapatkan apa yang menjadi haknya dan menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Di sini hukum tampil sebagai aturan main dalam mengatur hubungan hukum tersebut. Hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah dan warga negara adalah Hu-kum Administrasi Negara (HAN). Tindakan-tindakan pejabat pemerintahan dapat menjadi peluang munculnya perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang melanggar hak-hak warga negara,80 seperti perbuatan korupsi.

Di sini peran Hukum Administrasi Negara sangat penting dalam upaya untuk mencegah dan memberantas korupsi yang terjadi dalam bidang pe me-rintahan, terutama penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat. Strategi atau upaya-upaya mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial, dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia. Satu hal yang telah jelas ialah bahwa korupsi adalah tingkah laku pejabat yang menyimpang dari norma-norma yang sudah diterima oleh masyarakat serta yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.

79 Ridwan H.R., op.cit., hlm. 80.80 Ibid., hlm. 81.

Page 306: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 309

Sementara itu korupsi juga menjadi fenomena yang tak terelakkan dalam setiap sistem pemerintahan. Tidak ada satu pun sistem sosial yang benar-benar steril dari korupsi karena akan selalu ada individu-individu yang senang memilih jalan pintas untuk kepentingan diri sendiri meskipun mereka mengetahui dengan kesadaran penuh bahwa tindakannya tak dapat dibenarkan secara moral. Oleh sebab itu, yang diperlukan adalah kewaspadaan yang terus-menerus akan bahaya korupsi serta sikap-sikap tanpa kompromi terhadap bibit-bibit korupsi.

Ini penting karena setiap bentuk korupsi akan memiliki potensi untuk mengakibatkan efek meta-statis sehingga menjalar secara cepat menjadi skandal yang sangat merugikan negara. Seorang usahawan yang menyuap untuk menjamin dia bisa memperoleh izin atau menambah quota produksi tidak cuma berhenti sampai di situ. Kelak kemudian dia akan mengajukan sogok untuk menjamin agar dia bisa menyelamatkan kondisi-kondisi lain yang diperlukan olehnya. Dia akan melihat dan memastikan bahwa pejabat yang dia suap itu tetap di posnya, dia akan berusaha menghalangi hadirnya seorang pesaing. Segala macam perintang yang ada akan dia gunakan untuk mencegah penggantian pejabat yang korup tadi dengan pejabat lain yang jujur. Maka korupsi yang satu akan menjadi preseden bagi korupsi yang lain. Kebohongan yang satu ditutupi dengan kebohongan-kebohongan berikutnya. 81

Oleh karena itu, sikap konsisten merupakan modal paling utama untuk melawan korupsi. Setiap unsur masyarakat dan pengelola negara harus senan-tiasa memiliki kepedulian yang besar terhadap isu-isu korupsi dan melakukan tindakan -tindakan yang diperlukan setiap kali muncul gejala korupsi, di mana pun ia berada. Gejala korupsi tidak boleh didiamkan saja, kalau tidak ia akan merembet secara ganas dan untuk menanggulanginya perlu energi lebih be-sar. Membiarkan korupsi berkembang berarti memperbesar jumlah kejahatan tersembunyi (hidden crime) dalam tubuh masyarakat.

Di samping itu, harus diingat bahwa apabila masyarakat sudah terbiasa dengan pola-pola perilaku korup, maka akan sulit menemukan kekuatan yang dapat menumpas korupsi. Dalam keadaan seperti kepercayaan diri pada

81 Syed Hussein Alatas, Sosiologi Korupsi, LP3ES, Jakarta, 1986, hlm. 36.

Page 307: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)310

sekelompok orang yang jujur per lahan-lahan akan luntur sehingga bahkan keberanian untuk mengatakan bahwa korupsi adalah perbuatan tidak baik pun bisa hilang lenyap. Orang-orang menjadi begitu kompromis terhadap berbagai macam tindakan penyelewengan yang sesungguhnya termasuk kategori korupsi. Munculnya ungkapan-ungkapan yang membedakan korupsi antara “korupsi yang jujur”, “korupsi yang dibenarkan”, atau “korupsi karena terpaksa” untuk menyebut beberapa tindakan korupsi yang ada di sekelilingnya menunjukkan bahwa pembelokan nilai-nilai moral dapat mengakibatkan sikap-sikap permisif masyarakat. Supaya pengaruh-pengaruh seperti ini dapat dihindari, masyarakat mesti selalu diingatkan bahwa betapapun juga tindakan korup adalah tindakan melawan norma. Unsur-unsur penting masyarakat harus aktif melakukan upaya-upaya yang nyata dalam menentang korupsi. Sikap masa bodoh dan kondisi tidak aktif (hibernation) merupakan penghalang besar dalam mencegah meluasnya korupsi.82

Strategi untuk mengontrol korupsi karenanya harus berfokus pada unsur “peluang dan keinginan”. Peluang dapat dikurangi dengan cara mengadakan perubahan secara sistematis, sedangkan keinginan dapat dikurangi dengan cara membalikkan siasat “laba tinggi, risiko rendah” menjadi “laba rendah, risiko tinggi”, dengan cara mencegah, menegakkan hukum, dan menakuti secara efektif dan menegakkan mekanisme akuntabilitas. Selain itu, agar berhasilnya sebuah strategi tidak saja harus memusatkan perhatian pada upaya menegakkan hukum dan menjatuhkan sanksi, tetapi juga pada upaya pencegahan dan pendidikan masyarakat.83

Beberapa landasan untuk menangkal tindakan korupsi yang terjadi di bidang administrasi negara adalah sebagai berikut.84

1. Cara sistemik-struktural. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada

sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai perangkat pokoknya. Untuk itu, yang harus dilakukan adalah mendaya-

82 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. 259.83 Jeremy Pope, loc.cit., hlm. xxv.84 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. 260.

Page 308: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 311

gunakan segenap supra struktur maupun infrastruktur politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup. Suprastruktur politik adalah keseluruhan lembaga penyelenggara negara yang mempunyai ke-wenangan hukum konstitusional yang bersumber dari UUD 1945 seperti MPR, Presiden, DPR, DPA, BPK, MA, dan pemerintah daerah beserta seluruh jajarannya. Dengan demikian aparat pemerintah atau adminis-trasi negara merupakan aparat pelaksana dari supra struktur politik, se-dangkan infrastruktur politik adalah organisasi-organisasi kekuatan sosial politik dan kemasyarakatan yang tidak mempunyai kewenangan hukum konstitusional tetapi dapat berperan sebagai kelompok penekan.

2. Cara abolisionistik. Cara ini berangkat dari asumsi bahwa korupsi adalah suatu kejahatan yang

harus diberantas dengan terlebih dahulu menggali sebab-sebabnya dan ke-mudian penanggulangannya diarahkan pada usaha-usaha menghilangkan sebab-sebab tersebut. Oleh karena itu, jalan yang ditempuh dengan meng-kaji permasalahan-permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat, mem-pelajari dorongan-dorongan individual yang mengarah ke tindakan korupsi, meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, serta menindak orang-orang yang korup berdasarkan kodifikasi hukum yang berlaku. Jadi dalam me-nangkal korupsi kecuali menggunakan titik tekan metode kuratif, cara ini juga diharapkan menjadi perangkat preventif dengan menggugah ketaatan pada hukum. Hal yang perlu mendapat perhatian dalam hal ini ialah bahwa hukum hendaknya ditegakkan secara konsekuen, aparat harus menindak siapa saja yang melakukan korupsi tanpa pandang bulu. Pemerintah dan masyarakat, melalui lembaga-lembaga yang ada, harus berani melakukan pembersihan di dalam tubuh aparat pemerintahan sendiri, yaitu pember-sihan terhadap aparatur-aparatur yang tidak jujur.

3. Cara moralistik. Faktor penting dalam persoalan korupsi adalah faktor sikap dan mental

manusia. Oleh karena itu, usaha pe nanggulangannya harus pula terarah pada faktor moral manusia sebagai pengawas aktivitas-aktivitas tersebut. Cara moralistik dapat dilakukan secara umum melalui pembinaan mental

Page 309: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)312

dan moral manusia, khotbah-khotbah, ceramah, atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika, dan hukum. Tidak kurang pentingnya adalah pendidikan moral di sekolah-sekolah formal sejak jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi dengan memasukkan pelajaran-pelajaran etika dan moral dalam kurikulum pendidikan. Semuanya bertujuan untuk membina moral individu supaya dia tidak mudah terkena bujukan korupsi dan penyalahgunaan-penyalahgunaan kedudukan di mana pun dia berfungsi dalam masyarakat.

Upaya anti korupsi dapat terlaksana dan terarah karena didukung dengan:

1. kemauan dari pihak pemimpin politik untuk memberantas korupsi di manapun terjadi dan melakukan peninjauan kembali perlu tidaknya kekebalan hukum dan hak istimewa yang mungkin melindungi petinggi politik tertentu dari proses hukum;

2. menekankan pencegahan korupsi di masa datang dan perbaikan sistem pemerintahan (bukan menghabiskan waktu mencari kambing hitam);

3. melakukan adaptasi Undang-Undang Anti Korupsi yang menyeluruh dan ditegakkan oleh lembaga-lembaga yang mempunyai integritas (termasuk polisi, jaksa, dan hakim);

4. melakukan identifikasi terhadap kegiatan-kegiatan pemerintahan yang paling mudah menimbulkan rangsangan untuk korupsi dan meninjau kembali undang-undang terkait dan prosedur administrasi;

5. program untuk memastikan bahwa gaji pegawai negeri dan pemimpin politik mencerminkan tanggung jawab jabatan masing-masing dan tidak jauh beda dari gaji sektor swasta;

6. melakukan penelitian mengenai upaya perbaikan hukum dan administrasi yang memastikan upaya hukum dan administrasi bersangkutan cukup mampu berfungsi sebagai penangkal korupsi;

7. menciptakan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat sipil (termasuk sektor swasta, profesi, organisasi keagamaan);

8. menjadikan korupsi perbuatan “berisiko tinggi” dan “berlaba rendah” (yakni mempertinggi risiko tertangkap dan dijatuhi hukuman yang setimpal bila terbukti bersalah); serta

Page 310: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 313

9. mengembangkan “gaya manajemen yang selalu berubah” yang memperkecil risiko bagi orang-orang yang terlibat dalam korupsi “kelas teri”, dan yang mendapat dukungan dari tokoh-tokoh politik (peran serta mereka mungkin penting sekali), namun yang dilihat oleh masyarakat luas sebagai program yang adil dan masuk akal bagi situasi yang ada (memberikan amnesti pada semua koruptor dapat mencetuskan kerusuhan di jalan-jalan, sama halnya menjatuhkan hukuman tanpa pandang bulu akan menghasilkan kekalahan politik).

Upaya-upaya untuk menangkal korupsi akan kurang berhasil bila ancaman yang dilakukan hanya sepotong- sepotong. Oleh karena itu, upaya tersebut hendak-nya dimulai secara sistematis, melibatkan semua unsur masyarakat. Akar dari ke-durjanaan itu adalah tidak adanya usaha bahu-membahu antara masyarakat dan pemerintah dan perasaan terlibat dengan kegiatan-kegiatan pemerintah baik di kalangan pegawai negeri maupun dalam masyarakat pada umumnya. Keterlibatan di sini maksudnya sama sekali bukan pula justru tindakan-tindakan oportunistik untuk kepentingan sendiri, melainkan kesediaan untuk saling mengoreksi untuk tujuan bersama.

Strategi pemberantasan korupsi dalam perspektif hukum administrasi negara meliputi beberapa bidang perubahan, yakni sebagai berikut.

1. Kepemimpinan atau Pemerintahan yang Baik

Bagi legislatif yang terpilih adalah pilar utama sistem integritas nasional yang berlandaskan tanggung gugat demokrasi. Tugasnya dalam bahasa sederha-na, mewujudkan kedaulatan rakyat melalui wakil-wakil yang dipilih untuk kepentingan publik, memastikan bahwa tindakan eksekutif dapat dipertang-gungjawabkan. Sama halnya pemerintah mendapat keabsahan setelah menda-patkan mandat dari rakyat.

Legislatif sebagai badan pengawas, pengatur, dan wakil. Legislatif atau parlemen modern adalah pusat perjuangan untuk mewujudkan dan memelihara tata kelola pemerintahan yang baik untuk memberantas korupsi. Begitu pula dengan eksekutif sebagai pelaksana yang juga merupakan wakil rakyat harus menjalankan pemerintahan yang sebaik-baiknya.

Page 311: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)314

Dalam Rencana Strategis Lembaga Administrasi Negara Tahun 2000–2004 disebutkan perlunya pendekatan baru dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan yang terarah pada terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance), yakni “... proses pengelolaan pemerintahan yang demokratis, pro-fesional, menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia, desen-tralistik, partisipatif, transparan, keadilan, bersih dan akuntabel, selain berdaya guna, berhasil guna, dan berorientasi pada peningkatan daya saing bangsa”.85

Dalam strategi pemberantasan korupsi harus ditunjang pula dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance) dan pembangunan berkelan-jutan (sustainable development) yang syaratnya sebagai berikut.86

a. Ada cek terhadap kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan perundang-undangan.

b. Ada garis jelas akuntabilitas antara pemimpin politik, birokrasi, dan rakyat.

c. Sistem politik yang terbuka dan melibatkan masyarakat sipil yang aktif.

d. Sistem hukum yang tidak memihak, peradilan pidana dan ketertiban umum yang menjunjung hak-hak politik dan sipil yang fundamental, melindungi keamanan pribadi dan menyediakan aturan yang konsisten transparan untuk transaksi yang diperlukan dalam pembangunan ekonomi dan sosial yang modern.

e. Pelayanan publik yang profesional kompeten, kapabel, dan jujur yang bekerja dalam kerangka yang akuntabel dan pemerintah dengan aturan dalam prinsip dan kepentingan publik yang utama.

f. Kapasitas untuk melaksanakan rencana fiskal, pengeluaran manajemen ekonomi sistem akuntabilitas finansial, dan evaluasi aktivitas sektor publik.

g. Perhatian bukan saja kepada lembaga-lembaga dan proses pemerintah pusat tetapi juga kepada atribut dan kapasitas subnasional dan penguasa pemerin-tah lokal dan soal-soal transfer politik serta desentralisasi admi nistrasi.

85 Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan yang Baik), Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance (Kepemerintahan yang Baik), Mandar Maju, Bandung, 2004, hlm. 5.

86 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana ..., op.cit., hlm. 263.

Page 312: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 315

h. Mengakui hubungan antara korupsi etika, pemerintahan yang baik, dan pembangunan yang berkesinambungan.

Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap peme-rintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita bangsa dan negara. Dalam rangka itu, diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan legitimate, se-hingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.87

2. Program Publik

Perubahan akan program-program publik akan memperkecil insentif untuk memberi suap dan memperkecil jumlah transaksi dan memperbesar peluang bagi warga masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik. Reformasi ini misalnya, menghapus program-program korup yang tidak mempunyai alasan kuat dari sisi kepentingan masyarakat untuk diteruskan. Banyak program diadakan semata-mata karena membawa keuntungan pribadi bagi para pejabat yang mengendalikannya, atau menyederhanakan program dan prosedur agar lebih efisien, meniadakan “penjaga gawang” yang melakukan pungutan liar, menyederhanakan prosedur untuk mendapat surat izin dari pemerintah. Ini dapat memperkecil peluang bagi pegawai negeri untuk dengan sengaja memperlambat kerja dan memperkecil wewenang mengambil keputusan sendiri, yang merupakan tanah subur bagi perilaku korupsi. Apabila wewenang memang harus dipertahankan, maka pejabat bersangkutan harus dibekali pedoman yang jelas mengenai tata cara menjalankan tugas.

Swastanisasi perusahaan negara juga dapat mengurangi peluang melakukan korupsi dalam lingkungan birokrasi pemerintah (tetapi proses menjual itu sendiri harus terbuka, untuk mencegah jangan sampai dijangkiti korupsi, dan monopoli di sektor swasta yang mungkin timbul harus dikendalikan dengan benar untuk mencegah penyalahgunaan monopoli itu). “Kekuasaan monopoli” para birokrat dapat diperkecil dengan cara menciptakan sumber-

87 Sedarmayanti, Reformasi Administrasi Publik ..., op.cit., hlm. 10.

Page 313: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)316

sumber persediaan yang saling bersaing, memperbolehkan warga masyarakat mengambil surat izin mengemudi di kantor polisi lalu lintas mana saja, atau memperbolehkan pengusaha memperoleh surat izin dari pejabat mana saja atau kantor mana saja yang diberi wewenang untuk memberi izin. Sebaliknya, dapat pula bahwa polisi diberi wewenang yang tumpang tindih sehingga tidak ada salah seorang anggotanya pun yang dapat memberi jaminan pada pelanggar hukum bahwa dia tidak akan ditahan.

3. Perbaikan Organisasi Pemerintah

Di samping mengadakan perubahan pada program-program spesifik, perha-tian diperlukan untuk mencegah korupsi melalui perubahan pada susunan organisasi pemerintah. Untuk ini perlu perubahan pada cara pemerintah men-jalankan tugasnya sehari-hari. Cara mengadakan perubahan ini, yakni dengan memberikan gaji yang cukup untuk hidup pada pegawai negeri dan politisi se-hingga karir dalam pemerintahan menjadi pilihan yang cukup baik bagi orang -orang yang memenuhi syarat.

Dengan cara menghilangkan kesan pemerintah angker dan pemerintah itu lahan pribadi, menyebarkan informasi kepada warga masyarakat menge-nai hak mereka untuk mendapat layanan dari peme rintah, menerbitkan buku pegangan bagi pegawai negeri yang dapat dengan mudah diperoleh dan dipela-jari oleh warga masyarakat dan kontraktor yang berhubungan dengan lembaga pemerintah bersangkutan, dan menghapuskan kontak empat mata dengan cara memasukkan unsur acak (misalnya, rotasi anggota staf dari waktu ke waktu) sehingga warga masyarakat yang berke pentingan dengan mereka tidak dapat lagi mengetahui lebih dahulu dengan pejabat mana dia harus berurusan. Cara-cara mengubah tata kerja pemerintah banyak sekali. Beberapa di antara-nya seperti di bawah ini.

a. Menyusun dan melaksanakan strategi yang menciptakan landasan etika yang kokoh bagi administrasi publik.

b. Membuka pintu pemerintahan bagi masyarakat luas agar informasi resmi pemerintah juga dapat diketahui oleh warga masyarakat, dan menjalin hubungan yang positif dan terbuka antara lembaga-lembaga pemerintah dan media massa ketika media massa meminta informasi dan komentar.

Page 314: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 317

c. Menyusun sistem keuangan internal yang dapat menjamin pengawasan yang cukup ketat dan efektif atas penggunaan sumber daya.

d. Membentuk mekanisme pengawasan internal jenis-jenis lainya yang dapat meninjau ulang dengan cepat dan efektif keputusan-keputusan yang menimbulkan silang sengketa.

e. Memastikan hak uji materi terhadap tindakan lembaga pemerintah.

f. Memastikan semua atasan di semua tingkat bertanggung jawab atas tin-dakan anak buah mereka masing-masing.

g. Meningkatkan efektivitas pengawasan agar atasan langsung dapat meng-awasi dan mengendalikan pekerjaan stafnya.

h. Mengadakan pemeriksaan mendadak atas hasil kerja anak buah.

i. Mengharuskan pejabat di tingkat pimpinan untuk menjamin bahwa anak buahnya patuh pada undang-undang dan peraturan mengenai pegawai negeri.

j. Membersihkan daftar gaji untuk menghilangkan “gaji buta” dan membuat sulit memasukkan nama pegawai fiktif dalam daftar gaji.

k. Melaksanakan pengawasan yang efektif atas harta kekayaan, pema-sukan, dan tanggung jawab pejabat yang memiliki wewenang mengambil keputusan.

l. Memperkenalkan batas-batas yang jelas mengenai hak pegawai negeri yang bekerja di sektor swasta setelah pensiun.

m. Menyediakan saluran bagi anak buah untuk menyampaikan keluhan mengenai atasan yang korup.

n. Memastikan media massa tidak saja bebas tetapi juga bebas mengungkapkan korupsi berdasakan fakta yang cukup.

o. Memberi imbalan bagi perilaku yang baik.

p. Membentuk mekanisme bagi masyarakat sipil untuk turut berperan dalam proses terus-menerus memantau kinerja pemerintah.

q. Mengadakan jajak pendapat publik secara berkala mengenai pendapat warga masyarakat mengenai layanan yang diberikan pemerintah.

r. Membangun sistem yang terbuka, benar-benar bersaing, dan transparan mengenai pengadaan barang publik.

Page 315: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)318

s. Menguji praktik yang sekarang terhadap “praktik terbaik” dan per aturan dalam sistem yang paling transparan.

t. Memastikan bahwa langkah-langkah perubahan tidak mengikuti dengan membabi buta saran yang diberikan, atau didikte oleh kepentingan depar-temen.

u. Melibatkan “orang luar” (yakni perorangan yang independen yang bukan bagian dari “sistem”).

v. Mewajibkan keputusan dibuat secepat mungkin agar tidak terjadi kelam-batan yang dapat digunakan untuk melakukan korupsi.

w. Mendorong organisasi-organisasi profesi (akuntan dan pengacara) mem-buat pernyataan bahwa partisipasi dalam kegiatan-kegiatan korup (ter-masuk mencuci uang) adalah perilaku tidak profesional dan bahwa para anggota yang korup akan di keluarkan dari perhimpunan.

x. Mengharuskan semua hadiah, tanda mata, dan sebagainya, yang diberikan pada pejabat pemerintah dan semua sumbangan untuk partai politik dilaporkan dan dicatat.

y. Meninjau dan menegakkan peraturan-peraturan tentang “konflik kepen-tingan” (termasuk memasukkan program etika dan diskusi berkala kelom-pok mengenai dilema etika yang timbul dari pengalaman masing- masing).

z. Membangun koalisi kepentingan untuk mendukung upaya anti korupsi, dari sektor dunia usaha dan masyarakat sipil.

Selain itu, juga perlu adanya pendayagunaan suprastruktur maupun infra-struktur politik. Selama ini harus diakui bahwa beban perencanaan dan pe-rumusan kebijakan-kebijakan pembangunan lebih berat kepada suprastruk-tur politik. Inilah yang menjadi salah satu penyebab kurangnya kontrol dari masyarakat luas.

Untuk itu, kini tiba saatnya untuk menata kembali program-program pembangunan sedemikian rupa sehingga beban pembangunan beralih dari suprastruktur politik ke infrastruktur politik, antara lain dengan meneruskan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi seoptimal mungkin.88

88 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. 262.

Page 316: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 319

Selain itu, sistem administrasi negara atau sistem birokrasi juga perlu dibenahi terus-menerus sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan administrasi modern. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi ke-cenderungan ke arah sentralisasi. Pengawasan terhadap kemungkinan tindak-an korup hanya dapat dilakukan secara efektif jika komponen-komponen pengawasan dapat dibagi antara aparat pusat dan daerah serta antara aparat eksekutif dan legislatif. Kecuali itu, penugasan-penugasan dalam jajaran pemerintahan harus jelas dan dapat dipahami oleh setiap satuan yang ada.89

Analisis jabatan dipergunakan sebaik mungkin, sehingga tugas-tugas admi-nistratif dapat dibagi habis sambil menghilangkan informasi-informasi pegawai yang mengada-ada. Hal ini diperlukan supaya setiap aparatur memperoleh tugas-tugas yang proporsional dan tidak ada lagi dorongan yang macam-macam un-tuk melakukan penyelewengan atau korupsi. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa pegawai-pegawai yang “kekurangan pekerjaan” cenderung menciptakan pekerjaan baru yang seringkali berbentuk penyelewengan atau pemborosan ang-garan pemerintah. Jadi, jelas bahwa rule, regulation, dan procedure yang menyang-kut kewenangan dan kekuasaan legal harus jelas tanpa mengakibatkan birokrasi menjadi kaku hingga tidak tanggap terhadap kepentingan masyarakat.

Pemupukan semangat kekompakan korps (esprit de corps) merupakan hal penting dalam menghentikan penularan korupsi. Komitmen kelompok untuk menangkal berbagai perilaku menyeleweng bisa menjadi alat ampuh untuk mencegah korupsi dari dalam. Bentuk pengawasan sosial intern secara tidak langsung ini di samping akan menjaga semangat kerja pegawai juga dapat melindungi orang-orang yang menjadi sasaran korupsi dalam pelayanan publik.

Esensi dari pengawasan melekat (waskat) adalah pengawasan secara auto-nomous dan mekanistis, sehingga setiap organ dalam tubuh birokrasi saling bekerja sama dan saling mengawasi. Akan tetapi, sekali lagi perlu diingat bahwa kekompakan tersebut jangan sampai terjebak pada sistem famili dan nepotisme. Betapapun juga nepotisme akan membawa pengaruh-pengaruh buruk dan men-jadi sumber bagi penyalahgunaan kekuasaan yang korupsi itu sendiri.90

89 Ibid., hlm. 263.90 Ibid., hlm. 264.

Page 317: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)320

Kemudian di dalam rekruitmen pegawai, pertimbangan-pertimbangan yang dibutuhkan adalah merupakan kombinasi antara penilaian-penilaian mengenai kemampuan profesionalisme, semangat kelompok, intelegensia, dan integritas atau kejujurannya. Nepotisme harus dihindari sedapat mungkin.

Usaha lain yang tentu saja harus dilaksanakan secara berkesinambungan ialah melakukan pemeriksaan atau pengawasan terhadap seluruh lembaga pemerintahan. Secara sederhana pengawasan berarti proses pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua peker-jaan yang dilaksanakan itu sesuai dengan rencana yang telah ditentukan se-belumnya. Jika pengawasan difungsikan mencegah korupsi, pengawasan mem-punyai ruang lingkup material keuangan negara yang dalam hal ini meliputi: 91

a. semua pengeluaran dan penerimaan pemerintah, baik pusat atau daerah;

b. semua kekayaan negara yang ada pada departemen-departemen atau lem-baga-lembaga negara beserta instansi -instansi vertikalnya;

c. semua kekayaan daerah beserta instansi-instansinya;

d. semua kekayaan negara yang dipisahkan;

e. semua kekayaan dari badan, baik badan hukum publik maupun badan hukum perdata yang dibiayai atau disubsidi oleh negara atau di mana negara mempunyai kepentingan keuangan.

Untuk pengawasan ini sudah pernah diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 15 Tahun 1983, yang merupakan dasar bagi rancangan pengawasan guna mencegah korupsi. Hal pokok yang hendaknya tetap dijaga oleh pemerintah ialah citra akan pentingnya upaya pengamanan dana dan daya negara dengan mencegah timbulnya korupsi sedini mungkin. Citra tersebut hanya bisa ditegakkan bilamana fungsi-fungsi pengawasan dalam struktur pemerintahan digalakkan terus. Itulah sebabnya dibentuklah berbagai jenis satuan pengawasan, baik yang bersifat struktural maupun fungsional yang didirikan berdasarkan konstitusi maupun satuan-satuan yang bersifat insidental. Gambaran berbagai macam jabatan dan satuan yang bertugas di bidang pengawasan adalah sebagai berikut.

91 Djoko Prakoso, Peranan Pengawasan dan Penangkalan Tindak Pidana Korupsi, Aksara Persada Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 13.

Page 318: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 321

a. Secara nasional kebijakan pengawasan dipegang oleh Presiden, yang secara harian dilaksanakan oleh Wakil Presiden. Mulai Pelita V kantor Wakil Presiden membuka Tromol Pos 5000 sebagai penampung laporan-laporan masyarakat berkenaan dengan masalah-masalah pengawasan.

b. Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin) sejak Pelita IV mendapat tugas rangkap untuk juga melaksanakan peng-awasan pembangunan. Jadi jabatannya adalah Menko Ekuin dan Wasbang (Pengawasan Pembangunan).

c. BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) bertugas meng-awasi pelaksanaan pembangunan dengan menjabarkan sasaran-sasaran pengawasan dari Wakil Presiden. Aparat ini bekerja sama dengan para menteri di bawah koordinasi Menko Ekuin dan Wasbang. Dalam penger-tian ini BPKP lebih berfungsi sebagai pengawas doelmatigheid, yaitu ke-terkaitan penggunaan dana negara dengan program pembangunan.

d. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) secara tradisional dan konstitusional meng awasi keuangan lebih dalam pengertian rechtmatigheid atau segi account-ability penggunaan dana negara, ataupun hal-hal yang lebih berkaitan dengan segi kebenaran hukum penggunaan dana negara. Kecuali itu, BPK lebih punya arti politis dalam menanggulangi korupsi karena pentingnya fungsi BPK dalam UUD 1945. Dalam kenyataan praktik sangat sulit sekali untuk mengukur peran BPK dalam pengamanan dana negara, apalagi bila hendak dibanding-kan dengan peran BPKP.

e. Inspektur Jenderal Pembangunan (Irjenbang) berfungsi melaksanakan pengawasan atas lembaga-lembaga negara nondepartemen serta program-program APBN, semisal Inpres Desa dan Inpres Pasar.

f. Inspektur Jenderal dalam setiap departemen melaksanakan pengawasan pada departemen mereka yang bersangkutan.

g. Secara vertikal di tingkat daerah terdapat Inspektorat Wilayah atau Provin-si dan Inspektorat Wilayah Kabupaten atau Kotamadya, sedangkan Inspek-torat Jenderal Departemen Dalam Negeri di samping bertugas pada depar-temennya, juga mempunyai kewenangan pengawasan terhadap instansi atau proyek Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten atau Kotamadya.

Page 319: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)322

h. Integrasi pengawasan dilakukan dengan dimotori oleh BPKP dengan menggunakan Usulan Program Kerja Peng awasan Tahunan (UPKPT) dan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT). Dengan format Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) serta Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

Dengan sistem dan aparat pengawasan yang seperti ini, tampak bahwa se-tiap kemungkinan penyelewengan dalam birokrasi hendak dicegah sejak dini. Seluruh jajaran peme rintah baik yang departemental maupun nondeparte-mental telah diperlengkapi dengan satuan pemeriksa sehingga jika pengawasan itu memang bisa terlaksana, hampir tidak ada celah-celah untuk melakukan korupsi. Bahkan sering terdengar keluhan bahwa pengawasan yang demikian ketat itu bagi aparatur pelaksana justru dapat menghambat tugas-tugasnya.92

Pengawasan pembangunan itu kebanyakan dilakukan dengan cara yang sama dan berulang kali. Banyak aparat yang kemudian mengeluh bahwa waktu yang harus dihabiskannya untuk melayani aparat-aparat pengawas terkadang lebih banyak jika dibanding waktu yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaannya. Ekses seperti ini tentunya justru akan mengganggu kelancaran proyek-proyek pembangun pola-pola pengawasan yang itu-itu saja juga akan memudahkan pihak yang diawasi untuk membungkus penyelewengan dilakukannya. Barangkali akan lebih baik bagi aparat-aparat pengawas untuk selalu mengubah-ubah metode pengawasan sehingga tugas mereka tidak membosankan dan pengawas itu sendiri akan lebih efektif. Teknik-teknik seperti Sidak (inspeksi mendadak) atau uji petik mungkin justru lebih sering dilakukan jika dibanding teknik-teknik konvensional yang monoton.

Kenyataan juga menunjukkan bahwa sekalipun intensitas pengawasan sudah begitu besar, tetapi kebocoran pun tetap terjadi di mana-mana. Korupsi masih sering muncul pada pos -pos yang tidak diduga-duga sebelumnya. Banyak orang yang menganggap bahwa penyebab korupsi di kalangan pegawai adalah rendahnya gaji dan buruknya ekonomi. Namun, terbukti bahwa walaupun tingkat kemakmuran sudah bertambah, tetapi korupsi tetap tidak menunjukkan tanda-tanda berkurang. Makin meningkat pembangunan ter-nyata makin lebar pula peluang-peluang pegawai untuk melakukan korupsi,

92 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. 268.

Page 320: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 323

terlebih lagi kalau manajemen pembangunan belum sempurna dalam meng-antisipasi ekses-ekses yang timbul. Oleh karena itulah, cara-cara kuratif yang dapat dilakukan melalui jalur hukum dan perundang-undangan masih sangat dibutuhkan dalam menangkal korupsi.

4. Penegakan Hukum

Upaya memberantas korupsi melalui kodifikasi hukum, pertama-tama terlihat dari keluarnya Peraturan Penguasa Militer No. Prt/PM/03/1957, No. Prt/PM/06/1957, dan No. Prt/PM/011/1957. Peraturan-peraturan ini berusaha memberi batasan korupsi dalam istilah hukum sekaligus memperbaiki kualitas hukum sebagai pengatur interaksi antar manusia. Korupsi diberi batasan sebagai “Perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara”. Di sini dibedakan antara “perbuatan korupsi pidana” dan “perbuatan korupsi lainnya”. Kecuali itu, terdapat pula peraturan No. Prt/ PEPERPU/013/1958 yang mengangkat masalah adanya kesu litan untuk membuktikan terlebih dahulu bahwa terdakwa telah melakukan suatu kejahatan dan pelanggaran.93

Pada tahun 1960 dikeluarkan peraturan baru mengenai korupsi, yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 24 (PRP) Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Korupsi dirumuskan sebagai delik pidana bukan hanya dengan per-nyataan-pernyataan yang abstrak moralistik. Muncul pengertian-pengertian baru mengenai penyuapan aktif, pembuktian tindakan korupsi, di samping ketentuan-ketentuan mengenai hukum acaranya memperkuat kedudukannya peraturan ini kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961.

Menurut Andi Hamzah bahwa kelemahan undang-undang ini ialah bahwa penindakan hukum atas korupsi masih terlalu ringan dan perumusan deliknya sulit dibuktikan oleh jaksa, harus ada kejahatan pelanggaran lebih dulu sebelum dilakukan penindakan. Korupsi tetap merajalela yang menunjuk-kan bahwa undang-undang ini belum cukup ampuh untuk memberantasnya.94

93 Ibid., hlm. 268–269.94 Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia ..., op.cit., hlm. 51.

Page 321: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)324

Dengan Keputusan Nomor 228 Tahun 1968, Presiden mengambil inisi-atif untuk membentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPA) yang diberi tugas untuk membantu pemerintah dalam memberantas perbuatan korupsi secepat-cepatnya dan setertib- tertibnya. Tim ini pun tidak memuaskan dalam mencegah banyaknya korupsi. Bahkan pernah terjadi tim ini keliru menafsirkan mis-mana-gement sebagai korupsi.

Lalu pada tahun 1970, Presiden mengeluarkan dua buah keputusan presiden yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1970 untuk membentuk Komisi-4. Anggota-anggota Komisi-4 adalah Wilopo Kasimo, Prof. Ir. Johannes, dan Anwar Tjokroaminoto. Suara-suara masyarakat yang menuntut penindakan tegas terhadap para koruptor bisa diredakan, meskipun hukum positif yang mengaturnya tetap belum terwujud.

Kemudian dikeluarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang merupakan usaha merumuskan delik korupsi yang cukup lengkap dimiliki oleh para penegak hukum di Indo-nesia. Di dalam undang-undang ini, perumusan delik korupsi dibuat lebih jelas dan dapat mencakup sebagian besar bentuk-bentuk korupsi yang ada, prosedur pemeriksaan disederhanakan, dan proses pembuktian menjadi lebih mudah.95

Kemudian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, ter lebih dengan adanya sistem pembuktian terbalik, yang akan memudahkan proses pembuktian perkara korupsi di pengadilan.

Dengan begitu, para jaksa memiliki pedoman yang cukup kuat untuk menyeret koruptor-koruptor ke meja hijau atas tindakan-tindakan mereka yang merugikan keuangan dan ekonomi negara meskipun harus pula diakui bahwa untuk memutus perkara para hakim sering harus mengadakan yurisprudensi-yurisprudensi baru. Juga bukan berarti bahwa dengan berlakunya undang-undang ini, semua masalah terpecahkan. Masih banyak segi korupsi yang perlu diatur, karena korupsi bisa meliputi bidang-bidang yang lain. Betapapun,

95 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. 270.

Page 322: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 325

kesenjangan antara kodifikasi hukum (ius constitutum) dan perbuatan-per-buatan yang seharusnya dipidana (ius constituendum) harus dijembatani supaya masya rakat bisa benar-benar merasakan fungsi aparatur kehakiman dan fungsi perundang-undangan.96

Selain itu dikeluarkan juga Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dengan dikeluarkannya undang-undang ini, diharapkan penyelenggara negara mampu menjalankan fungsi dan tugas-tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.97

Menegakkan hukum memang penting, tetapi strategi yang hanya berfokus pada penegakan hukum hampir pasti akan gagal dengan kemungkinan besar tidak akan dapat menciptakan lingkungan etika yang menolak perilaku korupsi, oleh karena itu sangat diperlukan peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi di sektor publik.

5. Kesadaran Masyarakat

Hal yang tak kalah pentingnya ialah keberanian dan tekad seluruh aparatur ne-gara dan masyarakat untuk melawan korupsi. Segala macam sistem dan kon-sepsi tidak akan terlaksana apabila para pelaksananya sendiri kurang berani un-tuk mengungkap korupsi yang jelas-jelas terdapat di depan hidungnya. Masih banyak jaksa yang takut untuk melakukan tuntutan karena korupsi melibatkan orang-orang penting dan mempunyai kekuasaan. Keberanian harus ditumbuh-kan bersama-sama meningkatnya kesadaran masyarakat akan hukum.

Pada saat yang sama ancaman moralistik hendaknya menjadi sasaran pokok dalam upaya menangkal korupsi. Hukum yang lemah memang bisa menjadi sumber kejahatan, tetapi kejahatan pun akan merajalela jika penegak hukum itu sendiri adalah orang-orang yang jahat. Oleh karena pendekatan secara psikologis dan moral mungkin akan lebih efektif ketimbang cara-cara yang lainnya.

96 Ibid., hlm. 272.97 Indriyanto Seno Adji, Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana,

Diadit Media, Jakarta, 2006, hlm. 585.

Page 323: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)326

Di dalam budaya dan perilaku, secara psikologis kita mengenal budaya malu (shame culture) dan budaya salah (guilt). Budaya malu adalah pola perilaku yang menunjukkan “kehilangan muka” atau perasaan jengah apabila seseorang melakukan kesalahan di hadapan orang lain. Sementara itu, budaya salah dapat dilihat dari apa yang dirasakan dalam batin seseorang. Dengan demikian, budaya malu hanya menimbulkan rasa bersalah jika seseorang melakukan kejahatan dan diketahui oleh pihak lain, entah itu teman, atasan, atau pengawas keuangan, tetapi budaya salah tampak dari rasa salah jika melakukan penyimpangan moral meskipun tidak ketahuan orang lain. Maka benteng yang paling kuat untuk mencegah seseorang dari tindakan korup adalah budaya salah.

Budaya malu masih bersifat situation centered, sehingga orang masih me-miliki kecenderungan kuat untuk melakukan korupsi jika situasinya memberi peluang ke arah itu. Lagi pula budaya malu seringkali mengakibatkan kolek-tivitas yang menyesatkan dan munculnya favoritisme dan nepotisme. Untuk itulah diperlukan sosialisasi-sosialisasi yang akan lebih menebalkan budaya salah dengan landasan-landasan etik moral yang kuat. Upaya-upaya seperti ini memang memerlukan waktu yang lama dan mengharuskan adanya komitmen terhadap pendidikan paling mendasar. Namun, hasilnya sungguh akan lebih memuaskan dalam mencegah kemungkinan tindak korupsi. Bagaimanapun sempurnanya hukum kalau manusianya tidak menaati, pelanggaran akan se-lalu terjadi. Bad men senantiasa lebih besar pengaruhnya daripada bad laws.98

6. Pembentukan Lembaga Pencegah Korupsi

Negara yang sungguh-sungguh berupaya memberantas korupsi perlu mendiri-kan lembaga baru atau memperkuat lembaga yang ada dan dapat menjalankan fungsi-fungsi spesifik dalam tugas-tugas upaya antikorupsi. Meski banyak model lembaga tersedia, tetapi apa pun model yang digunakan, lembaga itu harus dilengkapi dengan sumber daya manusia yang cukup dan dana yang cukup pula. Kalau tidak, daftar panjang lembaga antikorupsi yang tidak efektif akan bertambah panjang.

98 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi ..., op.cit., hlm. 273.

Page 324: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Bab 6 Strategi Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif HAN 327

Lembaga yang dapat dicontoh antara lain Komisi Independen Anti Korupsi seperti yang ada di Hongkong, yang memiliki wewe nang luas untuk menyelidik dan menyeret tertuduh ke pengadilan dan untuk mendidik masyarakat. Komisi semacam itu harus benar-benar independen dari penguasa negara tetapi tunduk pada hukum, karena kalau tidak akan cenderung menjadi lembaga penindas pula.

Pilihan lain adalah memperkuat kantor Auditor Negara dan kantor Om-budsman, sebuah lembaga yang dapat membantu memperbaiki kinerja pejabat pemerintah dan bersamaan dengan itu dapat memberikan saran bagi warga masyarakat.

Pejabat kantor itu harus diangkat dengan cara yang memastikan bahwa kantor itu independen dan profesional dan laporan dari kantor ini harus dise-barluaskan dalam masyarakat, dan pemerintah harus melaksanakan rekomen-dasinya. Kantor Ombudsman sudah didirikan di berbagai negara dan membuka kesempatan untuk membangun tanggung gugat administrasi pemerintahan, sementara sistem peradilan menyesuaikan diri pada perannya yang baru atau memperkecil inefisiensi dan korupsi yang menghambat melakukan tugasnya. Mendirikan Kantor Kontraktor Jenderal akan membuka peluang bagi peng-awasan independen atas kegiatan kontrak mengontrak yang dilakukan pemerin-tah dan kinerjanya di bidang ini.

Selain hal-hal tersebut, pers juga berperan dalam upaya melakukan pem-berantasan korupsi. Kegiatan-kegiatan pers mesti digalakkan tanpa sikap yang berlebihan dari pihak pemerintah. Pers yang diperlukan adalah pers yang mam-pu mewakili aspirasi masyarakat, menemukan berbagai bentuk penyimpangan administratif, mampu menjadi sarana komunikasi timbal balik antara rakyat dan pemerintah. Pers hendaknya bukan hanya menjadi corong bagi pernya-taan-pernyataan pejabat tetapi juga dapat menjadi alat kontrol bagi adanya penyelewengan-penyelewengan program pembangunan karena pengawasan pembangunan tidak mungkin sepenuhnya diserahkan kepada satuan-satuan pengawas struktural maupun fungsional.

Sarana-sarana komunikasi sosial yang lain juga perlu dimanfaatkan. Kotak Pos 5000 dapat merupakan sarana yang baik bagi masyarakat untuk menyampaikan informasi apabila mereka menemukan implikasi adanya

Page 325: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)328

korupsi. Hal yang tidak kalah pentingnya ialah bahwa laporan-laporan yang masuk tersebut hendaknya dijawab atau ditindaklanjuti, sehingga jangan sampai kegairahan masyarakat untuk melapor menurun karena laporan-laporan mereka tak pernah ditanggapi dan diperhatikan. Dengan demikian, kondisi-kondisi sistematik yang menjinakkan korupsi antara lain dapat di-rangkum sebagai berikut.

1. Adanya keterikatan positif pada pemerintahan dan keterlibatan spiritual dalam tugas-tugas pembangunan nasional dari masyarakat maupun komponen birokrasi.

2. Komitmen yang menyeluruh di antara komponen-komponen nonformal untuk senantiasa ikut serta mengawasi jalannya administrasi negara dan mengungkapkan adanya tindakan korup.

3. Administrasi yang efisien dan penyesuaian struktural yang layak dari mesin aturan pemerintahan sehingga menghindari terciptanya sumber-sumber korupsi.

4. Publik dan aparat yang terdidik dengan intelegensia yang cukup untuk menilai dan mengikuti perilaku dan peristiwa dalam birokrasi serta memiliki nyali yang memadai untuk mengungkapkan ketidakberesan-ketidak beresan.

Page 326: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Daftar Pustaka 329

Buku­Buku:

A. Djoko Sumaryanto, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi dalam Rangka Pengembalian Kerugian Keuangan Negara, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2009.

A. Muin Fahmal, Peran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, Yogyakarta: UII Press, 2006.

A. Siti Soetami, Hukum Administrasi Negara, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2000.

–––––––––, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Bandung: Eresco, 1995.

A.Y. Suryanajaya, Kerugian Negara dalam Perspektif Hukum Administrasi Publik, Masalah dan Penyelesaian, Jakarta: Eko Jaya, 2008.

Adrian Sutedi, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Ahmad Gunaryo (Ed.), Hukum Birokrasi & Kekuasaan di Indonesia, Semarang: Walisongo Research Institute, 2001.

Amir Syamsuddin, Integritas Penegak Hukum, Hakim, Jaksa, Polisi, dan Pengacara, Jakarta: Kompas, 2008.

Daftar Pustaka

Page 327: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)330

Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia, Masalah dan Pemecahannya, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991.

–––––––––, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

–––––––––, Perbandingan Pemberantasan Korupsi di Berbagai Negara, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum, Teori, Kritik, dan Praktik, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.

–––––––––, Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan Negara, Jakarta: Gra-media, 1986.

Artidjo Alkostar, Korupsi Politik di Negara Modern, Yogyakarta: FH UII Press, 2008.

Arya Maheka, Mengenali & Memberantas Korupsi, Jakarta: Komisi Pemberan-tasan Korupsi Republik Indonesia, Tanpa Tahun.

Ateng Syafrudin, Kepala Daerah, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994.

Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan, Jakarta: LP3ES, 1990.

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Ilmu Negara (Umum dan Indonesia), Jakarta: Pradnya Paramita, 2001.

Chaerudin, dkk., Strategi Pencegahan & Penegakan Hukum Tindak Pidana Ko-rupsi, Bandung: Refika Aditama, 2008.

Didin S. Damanhuri, Korupsi, Reformasi Birokrasi dan Masa Depan Ekonomi Indonesia, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indo-nesia, 2006.

Djoko Prakoso, Peranan Pengawasan dan Penangkalan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Aksara Persada Indonesia, 1990.

Dwi Saputra dkk (ed), Tiada Ruang Tanpa Korupsi, Semarang: KP2KKN Jawa Tengah, 2004.

E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Jakarta: Balai Buku Ichtiar, 1964.

Page 328: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Daftar Pustaka 331

Edi Setiadi dan Rena Yulia, Hukum Pidana Ekonomi, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.

Endarti Budi Setyawati dan Hessel Nogi S.Tangkilisan, Responsivitas Kebijakan Publik, Yogyakarta: Wonderful Publishing Company.

Feisal Tamin, Reformasi Birokrasi, Analisis Pendayagunaan Aparatur Negara, Jakarta Selatan: Belantika, 2004.

H.C.B. Dharmawan dkk. (ed), Jihad Melawan Korupsi, Jakarta: Kompas, 2005.

Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Bandung: Nusamedia dan Nuansa, 2006.

I.G.M. Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi “Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

–––––––––, Korupsi dalam Praktik Bisnis, Pemberdayaan Penegakan Hukum, Pro-gram Aksi dan Strategi Penanggulangan Masalah Korupsi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.

Indriyanto Seno Adji, Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana, Jakarta: Diadit Media, 2006.

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.

Inu Kencana Syafiie dkk., Ilmu Administrasi Publik, Jakarta: Rineka Cipta, 1999.

Jazim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPPL) di Lingkungan Peradilan Administrasi Indonesia (Upaya Menuju “Clean and Stable Government”), Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.

Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi, Elemen Sistem Integritas Nasional, Jakarta: Transparency Internasional Indonesia dan Yayasan Obor Indone-sia, 2003.

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Bandung: Nuansa, 2009.

Page 329: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)332

Kimberly Ann Elliot, Korupsi dan Ekonomi Dunia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999.

Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Per-adilan Administrasi Negara, Bandung: Alumni, 1995.

Leden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi, Masalah dan Pemecahannya, Jakarta: Sinar Grafika, 1992.

Lijan Poltak Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik, Teori, Kebijakan, dan Implementasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

M. Akil Mochtar, Memberantas Korupsi, Efektivitas Sistem Pembalikan Beban Pembuktian dalam Gratifikasi, Jakarta: Q-Communication, 2006.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekretariat Jenderal MPR RI, 2002.

Makmur, Filsafat Administrasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.

Mardiasmo, Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta: ANDI, 2004.

Mochtar Lubis dan James.C.Scott, Bunga Rampai Korupsi, Jakarta: LP3ES, 1988.

Muchsan, Sistem Pengawasan terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Per-adilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1997.

Muhammad Said, Etika Masyarakat Indonesia, Jakarta: Pradnya Paramita, 1960.

Munir Fuady, Bisnis Kotor, Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Cetakan Kesatu, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

Paulus Effendi Lotulung, Beberapa Sistem tentang Kontrol Segi Hukum terhadap Pemerintah, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993.

Philipus M. Hadjon, et.al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Introduction to The Indonesian Administrative Law, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005.

R. Dyatmiko Soemodihardjo, Mencegah dan Memberantas Korupsi, Mencermati Dinamikanya di Indonesia, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2008.

Riant Nugroho, Public Policy, Teori Kebijakan, Analisis Kebijakan, Proses Kebi-jakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi, Risk Management dalam

Page 330: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Daftar Pustaka 333

Kebijakan Publik, Kebijakan sebagai The Fifth Estate, Metode Penelitian Kebi-jakan, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011.

Ridwan, Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi, Yogya-karta: FH UII Press, 2009.

Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press, 2003.

Robert Klitgaard dkk., Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah, Alih Bahasa Masri Maris, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.

–––––––––, Membasmi Korupsi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001.

Rohim, Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi, Cetakan Pertama, Cimanggis Depok: Pena Mukti Media, 2008.

Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Inter-nasional, Bandung: Mandar Maju, 2004.

S. Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Seri Pustaka Ilmu Administrasi VII, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995.

S.F. Marbun, dkk. (ed), Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press, 2001.

–––––––––, Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1997.

S.P. Siagian, Patologi Birokrasi, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, Ban-dung: Sinar Baru.

–––––––––, Ilmu Hukum, Ban dung: Citra Aditya Bakti, 1996.

Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan yang Baik), Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance (Kepemerintahan yang Baik), Ban dung: Mandar Maju, 2004.

–––––––––, Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemim-pinan Masa Depan (Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan yang Baik), Ban dung: Refika Aditama, 2009.

Page 331: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)334

Singgih, Dunia pun Memerangi Korupsi, Beberapa Catatan dari International Anti Corruption Conference I-X dan Dokumen PBB tentang Pemberantasan Korupsi, Pusat Studi Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Tangerang, 2002.

Sjahran Basah, Perlindungan Hukum terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara, Ban dung: Alumni, 1992.

Soedjono D., Pungli, Analisis Hukum dan Kriminologi, Ban dung: Karya Nu-santara, 1977.

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Ja-karta: Rajawali Press, 1983.

–––––––––, Penegakan Hukum, Jakarta: Bina Cipta, 1983.

–––––––––, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press, 1982.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Yogyakarta: Li ber-ty, 1996.

Suwoto, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik Indonesia, Disertasi, Surabaya: Universitas Airlangga, 1990.

Syed Hussein Alatas, Sosiologi Korupsi, Jakarta: LP3ES, 1986.

W. Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2008.

–––––––––, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indo-nesia, 2006.

W.F. Prins dan R. Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Pradnya Paramita, 1983.

Wahyudi Kumorotomo, Akuntabilitas Birokrasi Publik, Sketsa Pada Masa Transisi, Yogyakarta: Magister Administrasi Publik (MAP) dan Pustaka Pelajar, 2008.

–––––––––, Etika Administrasi Negara, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.

Page 332: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Daftar Pustaka 335

Kamus:

Sulchan Yasyin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Amanah, 1997.

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: 1976.

Peraturan Perundang­undangan:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Pokok Kehakiman.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/ M.PAN/ 7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Page 333: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Profil Penulis 337

H. Jawade Hafidz Arsyad, S.H., M.H., lahir di Bone Sulawesi Selatan, 20 April 1967. Menyelesaikan Program Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Program Pascasarjana di Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, dan sekarang masih menempuh Program Doktor Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro Semarang.

Pengalaman profesional dan jabatan saat ini adalah sebagai Dosen Hukum Ekonomi, Hukum Kesehatan, Kapita Selekta Hukum Agraria, dan Praktik Per-adilan di Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang; Wakil Dekan I Fakultas Hukum UNISSULA Semarang; serta Pimpinan, Advokat, dan Mediator di Kantor Advokat H.J. Hafidz, S.H., M.H., & Partner’s; Koordinator Pusat Konsorsium LSM Anti Money Politic Jateng; serta Wakil Ketua Bidang Pe-nelitian/Pengembangan Pembaharuan Hukum & Sumber Daya Manusia Profesi Advokat DPC IKADIN Semarang.

Pengalaman organisasi penulis di antaranya adalah sebagai Ketua Tim Peneliti Mahasiswa Fakultas Hukum UNISSULA Semarang (1990–1991), Ketua Lembaga Kajian Mahasiswa UNISSULA Semarang (1991–1993), Ketua Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Jateng-DIY (1992–1994), Ketua Standing Committee Advance Training Nasional (1994), Wakil Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia Jateng (1994–2000), Pengurus

Profil Penulis

Page 334: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya

Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara)338

DPP KNPI Departemen Hukum dan Bela Negara (2001–2004), Konsultan Hukum Kamar Dagang dan Industri Provinsi Jawa Tengah (2000–2003), Tim Advokasi Panitia Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Jawa Tengah (2004–2005), serta Ketua Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Masyarakat Fakultas Hukum UNISSULA Semarang (2005–2008). Selain itu, juga sebagai praktisi hukum dan narasumber di berbagai acara yang diselenggarakan oleh beberapa televisi nasional dan swasta, seminar nasional dan internasional, dan berbagai acara yang diselenggarakan oleh instansi-instansi pemerintah, serta berbagai karya yang telah penulis hasilkan telah dimuat di berbagai jurnal hukum.

Sebagai seorang advokat dan konsultan hukum, banyak kasus yang pernah ditanganinya, yakni di antaranya adalah kasus penyelewengan dana nasabah BRI Cabang Surakarta; kasus lelang pembangunan gedung Setda Kabupaten Demak; kasus lelang pengadaan barang dan jasa di Yogyakarta; kasus lelang pengadaan barang dan jasa di Jepara; kasus lelang pengadaan barang dan jasa di Magelang; kasus lelang pengadaan barang dan jasa Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah; kasus lelang pengadaan barang dan jasa di Cilacap; konsultan hukum di BPR Setia Karib Abadi, Bank Kesejahteraan Ekonomi Cabang Semarang, PT. Artha Asia Finance Cabang Semarang, PT. Adimas Semarang, Bank Mandiri Semarang; serta kasus-kasus perdata, pidana, dan tata usaha lainnya. Penulis dapat dihubungi di [email protected].

Page 335: dalam Perspektifresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/210303038/222... · 2020. 5. 13. · vi Korupsi dalam Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara) menjatuhkan lawan-lawan politiknya