2. tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · hewan dari filum cnidaria pada umumnya memiliki tubuh...

12
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Terumbu karang merupakan kumpulan komunitas karang, yang hidup di dasar perairan, berupa batuan kapur (CaCO 3 ), dan mempunyai kemampuan untuk menahan gaya gelombang laut. Terumbu karang (coral reef) merupakan suatu ekosistem, sedangkan karang (reef coral) merupakan individu organisme. Karang merupakan hewan dari Filum Cnidaria (Supriharyono 2007). Hewan dari Filum Cnidaria pada umumnya memiliki tubuh simetri radial atau bilateral. Struktur tubuh filum ini dibedakan menjadi polip yang hidup menetap dan medusa yang hidup berenang. Karang termasuk dalam Kelas Anthozoa, yang umumnya hidup sebagai polip dengan bentuk tubuh seperti tabung (Suwignyo et al. 2005). Karang memiliki tentakel yang tersusun dalam bentuk melingkar di sekitar mulutnya dan berguna untuk menangkap makanan. Jaringan tubuh karang dibagi menjadi tiga lapisan yaitu lapisan mesoglea, lapisan epidermis dan lapisan endodermis. Lapisan mesoglea merupakan lapisan pemisah yang berada di antara lapisan epidermis dan lapisan endodermis. Sel penyengat (nematosit) yang merupakan ciri dari kelompok hewan Cnidaria berada pada lapisan epidermis (Gambar 2) (Thamrin 2006; Veron 2000). Gambar 2. Anatomi polip karang Sumber: Veron 2000

Upload: dinhminh

Post on 28-Mar-2019

267 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Hewan dari Filum Cnidaria pada umumnya memiliki tubuh simetri radial atau bilateral. Struktur tubuh filum ini dibedakan menjadi polip

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi Karang

Terumbu karang merupakan kumpulan komunitas karang, yang hidup di dasar

perairan, berupa batuan kapur (CaCO3), dan mempunyai kemampuan untuk

menahan gaya gelombang laut. Terumbu karang (coral reef) merupakan suatu

ekosistem, sedangkan karang (reef coral) merupakan individu organisme. Karang

merupakan hewan dari Filum Cnidaria (Supriharyono 2007).

Hewan dari Filum Cnidaria pada umumnya memiliki tubuh simetri radial atau

bilateral. Struktur tubuh filum ini dibedakan menjadi polip yang hidup menetap dan

medusa yang hidup berenang. Karang termasuk dalam Kelas Anthozoa, yang

umumnya hidup sebagai polip dengan bentuk tubuh seperti tabung (Suwignyo et al.

2005). Karang memiliki tentakel yang tersusun dalam bentuk melingkar di sekitar

mulutnya dan berguna untuk menangkap makanan. Jaringan tubuh karang dibagi

menjadi tiga lapisan yaitu lapisan mesoglea, lapisan epidermis dan lapisan

endodermis. Lapisan mesoglea merupakan lapisan pemisah yang berada di antara

lapisan epidermis dan lapisan endodermis. Sel penyengat (nematosit) yang

merupakan ciri dari kelompok hewan Cnidaria berada pada lapisan epidermis

(Gambar 2) (Thamrin 2006; Veron 2000).

Gambar 2. Anatomi polip karang

Sumber: Veron 2000

Page 2: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Hewan dari Filum Cnidaria pada umumnya memiliki tubuh simetri radial atau bilateral. Struktur tubuh filum ini dibedakan menjadi polip

Hewan karang dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan kemampuan

membentuk terumbu, yaitu karang pembentuk terumbu (hermatypic) dan karang

yang tidak dapat membentuk terumbu (ahermatypic). Karang ahermatypic

umumnya ditemukan di laut dalam. Karang hermatypic bersimbiosis secara

mutualisme dengan alga zooxanthellae sehingga, penyebaran secara vertikal dibatasi

oleh faktor cahaya matahari (Thamrin 2006).

Zooxanthellae merupakan alga dari kelompok dinoflagellata. Selain

bersimbiosis dengan hewan karang, zooxanthellae juga bersimbiosis dengan hewan

laut lainnya, seperti anemon, moluska, dan lainnya. Zooxanthellae terdapat pada

lapisan endodermis hewan karang (Thamrin 2006). Hubungan antara karang dengan

zooxanthellae saling menguntungkan. Melalui proses fotosintesis, zooxanthellae

membantu memberikan suplai makanan dan oksigen bagi karang, serta membantu

proses pembentukan kerangka kapur. Sebaliknya, karang menghasilkan sisa-sisa

metabolisme berupa nutrien seperti, nitrogen dan fosfat yang digunakan oleh

zooxanthellae untuk fotosintesis dan tumbuh (Gambar 3) (Castro dan Huber 2007).

Gambar 3. Simbiosis antara karang dan Zooxanthellae

Sumber: Castro dan Huber 2007

2.2. Reproduksi Karang

Karang memiliki dua jenis kelamin, yaitu karang yang hanya menghasilkan sel

telur saja (karang betina) dan karang yang hanya menghasilkan sel sperma saja

(karang jantan). Karang juga memiliki sifat hermaprodit yang dibedakan menjadi

hermaprodit simultan, protandri, dan protogini (Loyd dan Sakai 2008 in Suharsono

Page 3: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Hewan dari Filum Cnidaria pada umumnya memiliki tubuh simetri radial atau bilateral. Struktur tubuh filum ini dibedakan menjadi polip

2008a). Karang berkembang biak dengan dua cara, yaitu secara seksual dan aseksual

(Gambar 4).

Perkembangbiakan seksual karang diawali dengan pertemuan ovarium dengan

sperma. Metode pembuahan berbeda-beda pada setiap karang. Karang bersifat

hermaprodit melakukan pembuhan di dalam induknya, sedangkan Karang yang lain

melakukan pertumbuhan di luar dengan melepaskan sperma dan ovarium (Castro

dan Huber 2007). Reproduksi karang secara aseksual umumnya dengan cara

membentuk tunas yang akan menjadi individu baru pada induk, serta pembentukan

tunas secara terus-menerus yang merupakan mekanisme untuk menambah ukuran

koloni karang. Namun, tidak untuk menambah koloni baru (Nybakken 1988). Jalan

pertunasan pada setiap karang berbeda-beda, yaitu dengan cara ekstratentakular atau

intratentakular. Pertunasan ekstratentakular, merupakan pertumbuhan polip baru

yang tumbuh dari setengah bagian ke bawah. Pertunasan intratentakular, merupakan

pertumbuhan polip baru yang tumbuh dari penyekat yang membujur mulai dari oral

disk ke arah aboral (Suwignyo et al. 2005).

Gambar 4. Reproduksi seksual (kiri) dan aseksual (kanan) hewan karang

Sumber: Bengen 2001

Karang Acropora memiliki reproduksi secara seksual dan bersifat

simultaneous hermaphrodites, yaitu dapat memproduksi ovum dan sperma secara

bersamaan. Karang yang memproduksi ovum terlebih dahulu kemudian berganti

memproduksi sperma disebut sequential hermaphrodites, salah satu karang yang

memiliki sifat ini ialah karang jenis Stylophora pistillata. Spawning (pemijahan)

karang Acropora pada umumnya terjadi pada saat bulan purnama. Karang Acropora

pada kondisi tertentu dapat bereproduksi secara aseksual, yaitu dengan fragmentasi.

Page 4: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Hewan dari Filum Cnidaria pada umumnya memiliki tubuh simetri radial atau bilateral. Struktur tubuh filum ini dibedakan menjadi polip

Umumnya fragmentasi ini ditemukan pada karang yang memiliki bentuk

pertumbuhan bercabang. Karang fragmen merupakan patahan dari koloni karang,

akibat adanya gelombang, badai, predasi oleh ikan, atau faktor fisik lainnya

(Richmond 1997).

2.3. Klasifikasi Karang

Klasifikasi hewan karang yang ditransplantasi di Pulau Kelapa sebagai berikut

(Veron 2000) :

Filum : Coelenterata

Class : Anthozoa

Subclass : Hexacorallia

Order : Scleractinia

Family : Acroporidae

Genus : Acropora (Oken 1815)

Spesies :1. A. humilis (Dana 1846)

2. A. brueggemanni (Brook 1893)

3. A. austera (Dana 1846)

Famili Acroporidae terdiri atas empat genus, yaitu Montipora, Astreopora,

Anacropora, dan Acropora. Famili ini biasanya ditemukan berkoloni kecuali Genus

Astreopora yang memiliki koralit yang kecil dan kolumelanya tidak tumbuh (Veron

2000).

Genus Acropora memiliki bentuk pertumbuhan (life form) bercabang

(branching), tabulate, digitate, dan kadang-kadang berbentuk encrusting atau

submassive. Koralit genus ini memiliki dua tipe, yaitu aksial dan radial, serta tidak

terdapat kolumela. Dinding koralit dan koenestum menjadi poros. Pada genus ini

tentakel hanya keluar pada malam hari (Veron 2000).

Spesies A. humilis memiliki bentuk pertumbuhan corymbose (Gambar 5).

Bentuk cabangnya menyerupai jari yang besar. Spesies ini memiliki diameter 10

hingga 25 mm dan memiliki panjang kurang dari 200 mm (Carpenter dan Niem

1998). Ukuran radial koralit ada yang besar dan kecil, koralit ukuran besar tersusun

rapih membentuk sebuah garis (Suharsono 2008b). Ujung cabangnya (aksial koralit)

berbentuk kubah tumpul. A. humilis biasa ditemukan pada perairan dangkal dan

Page 5: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Hewan dari Filum Cnidaria pada umumnya memiliki tubuh simetri radial atau bilateral. Struktur tubuh filum ini dibedakan menjadi polip

terbuka (Carpenter dan Niem 1998). Karang dengan bentuk pertumbuhan

corymbose lebih banyak menggunakan energi yang didapat untuk tumbuh ke

samping (Sadarun 1999).

Gambar 5. A. humilis

Sumber: Doc.PKSPL-IPB (kiri) dan Veron 2000 (kanan)

Spesies A. brueggemanni memiliki bentuk pertumbuhan prostrate atau

branching (Gambar 6). Percabangan A. brueggemanni tidak teratur dan agak

meruncing pada ujungnya (Veron 2000). Radial koralit terlihat membulat dan

tersusun rapat tidak teratur (Suharsono 2008b). Spesies ini biasa ditemukan pada

perairan dangkal (Veron 2000).

Gambar 6. A. brueggemanni

Sumber: Doc.PKSPL-IPB (kiri) dan Veron 2000 (kanan)

Spesies A. austera memiliki bentuk pertumbuhan arborecent dan percabangan

yang berukuran besar (Gambar 7). Ciri-ciri karang ini memiliki percabangan yang

melengkung menjauhi percabangan lain dan meruncing. Aksial koralit memiliki

dinding yang tebal dan lubang berukuran kecil pada tengahnya. Radial koralit

terkadang menyerupai barisan, serta memiliki ukuran yang tidak teratur. Spesies ini

Page 6: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Hewan dari Filum Cnidaria pada umumnya memiliki tubuh simetri radial atau bilateral. Struktur tubuh filum ini dibedakan menjadi polip

umumnya terdapat di perairan yang terbuka (Veron 2000). Karang branching

arborescent cenderung memiliki pertambahan tinggi yang besar disebabkan,

pertumbuhan koloninya yang mengarah ke atas (Sadarun 1999).

Gambar 7. A. austera

Sumber: Doc.PKSPL-IPB (kiri) dan Veron 2000 (kanan)

2.4. Faktor Pembatas Karang Acropora

2.4.1. Cahaya

Karang umumnya hidup di perairan dangkal, dengan penetrasi cahaya

matahari yang masuk hingga ke dasar perairan. Intensitas cahaya merupakan salah

satu faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan karang. Hal ini berkaitan dengan

proses fotosintesis yang dilakukan oleh zooxanthellae. Hasil proses fotosintesis

tersebut dimanfaatkan sebagai salah satu sumber makanan bagi karang

(Supriharyono 2007). Oleh karena itu, distribusi vertikal terumbu karang dibatasi

oleh kedalaman efektif sinar matahari yang masuk ke perairan (Nybakken 1988).

Kedalaman berhubungan erat dengan intensitas cahaya. Semakin dalam perairan,

semakin berkurang intensitas cahaya yang masuk. Umumnya karang dapat tumbuh

baik pada kedalaman kurang dari 20 m (Kinsman 1964 in Supriharyono 2007).

2.4.2. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor pembatas kehidupan karang. Umumnya

karang membutuhkan suhu perairan yang hangat, yaitu antara 25-32 °C. Suhu di

atas 33 °C dapat menyebabkan karang mengalami pemutihan (bleaching).

Pemutihan karang yaitu keluarnya alga zooxanthellae dari polip karang yang dapat

mengakibatkan kematian (Tomascik et al.1997).

Page 7: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Hewan dari Filum Cnidaria pada umumnya memiliki tubuh simetri radial atau bilateral. Struktur tubuh filum ini dibedakan menjadi polip

Menurut Well (1954) in Supriharyono (2007) suhu yang baik untuk

pertumbuhan karang berkisar antara 25-29 °C. karang masih dapat ditemukan

dengan batas suhu minimun dan maksimum berkisar antara 16-17 °C dan sekitar

36 °C (Kinsman 1964 in Supriharyono 2007).

Suhu dapat mempengaruhi kecepatan metabolisme, reproduksi, perombakan

bentuk luar dari karang, dan sebaran karang (Kurniawan 2011). Selain itu, Suhu

dapat mempengaruhi tingkah laku makan bagi karang. Karang umumnya

kehilangan kemampuan untuk menangkap mangsa pada suhu di atas 33,5 °C dan di

bawah 16 °C (Mayor 1915 in Supriharyono 2007). Namun Acropora dapat bertahan

pada suhu musiman 16-40 °C dan suhu harian paling rendah 10 °C di Pantai Trucial

(Kinsman 1964 in Supriharyono 2007).

Kematian karang tidak diakibatkan oleh suhu yang ekstrim, namun akibat

perubahan suhu secara mendadak dari suhu alami (ambient level) (Supriharyono

2007). Coles dan Jokiel (1978) dan Neudecker (1981) in Supriharyono (2007)

menyatakan bahwa perubahan suhu secara mendadak sekitar 4-6 °C di bawah dan di

atas ambient level dapat mengurangi pertumbuhan bahkan hingga menyebabkan

kematian karang.

2.4.3. Salinitas

Salinitas ialah berat garam dalam gram per kilogram air laut (Hardjojo dan

Djokosetiayanto 2005 in Harmita 2008). Salinitas air laut di daerah tropis berkisar

antara 35 ‰. Karang dapat hidup subur pada kisaran salinitas antara 34-36 ‰

(Kinsman 1964 in Supriharyono 2007). Menurut Buddemeier dan Kinzie (1976)

karang tidak dapat bertahan di perairan yang memiliki salinitas di bawah 25 ‰ atau

di atas 40 ‰. Acropora dapat bertahan selama beberapa jam pada salinitas 40 ‰ di

West Indies (Kinsman 1964 in Supriharyono 2007).

2.4.4. Nutrien (amonia, nitrat, ortofosfat)

Alga zooxanthellae membutuhkan nutrien untuk melakukan proses

fotosintesis. Selain hidrogen, karbon, dan oksigen terdapat elemen esensial lain

yang dibutuhkan fitoplankton untuk berfotosintesis dan tumbuh, yaitu nitrogen dan

fosfor. Nitrogen di laut tersedia dalam berbagai jenis bentuk garam organik seperti

nitrat, nitrit, amonia, dan berbagai jenis senyawa nitrogen seperti asam amino dan

Page 8: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Hewan dari Filum Cnidaria pada umumnya memiliki tubuh simetri radial atau bilateral. Struktur tubuh filum ini dibedakan menjadi polip

urea, atau sebagai nitrogen molekuler. Alga umumnya lebih menggunakan amonia,

nitrat, dan nitrit (Tomascik et al. 1997).

Amonia bersifat mudah larut dalam air. Amonia yang terukur dalam air

merupakan amonia total (NH3 dan NH4+). Kadar amonia dalam air biasanya kurang

dari 0,1 mg/liter (McNeely et al. 1979 in Effendi 2003). Apabila kadar amonia

dalam perairan tinggi, dapat diindikasikan bahwa terdapat pencemaran bahan

organik yang berasal dari limbah industri, domestik, dan limpasan pupuk pertanian

(Effendi 2003).

Nitrat (NO3) merupakan bentuk utama dari nitrogen di perairan dan

merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat sangat mudah

larut dalam air dan bersifat stabil. Nitrat tidak bersifat toksik bagi organisme

akuatik. Kadar nitrat pada perairan alami tidak lebih dari 0,1 mg/liter. Kadar nitrat

yang lebih dari 0,2 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan.

Kadar nitrat yang tinggi di perairan dapat menyebabkan pertumbuhan alga dan

tumbuhan air meningkat secara pesat (blooming). Kadar nitrat yang mencapai nilai

lebih dari 5 mg/liter, dapat diindikasikan bahwa perairan tersebut mengalami

pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan

(Effendi 2003).

Unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen di perairan,

melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat)

dan senyawa organik yang berupa partikulat. Kadar fosfat yang berlebih dan

nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan alga. Ortofosfat merupakan

bentuk fosfat yang dapat digunakan oleh tumbuhan akuatik secara langsung (Effendi

2003).

Kandungan nutrien yang tinggi dalam perairan dapat mengakibatkan

pertumbuhan karang menjadi lebih lambat (Wallece 1985 in Bikerland 1988). Di

daerah yang kaya akan nutrien, fitoplankton akan bertambah dan menghalangi

cahaya yang masuk ke perairan. Persaingan tempat juga akan terjadi dengan

bertambahnya keanekaragaman hewan bentik lainnya (Bikerland 1988).

2.4.5. Kekeruhan dan sedimentasi

Page 9: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Hewan dari Filum Cnidaria pada umumnya memiliki tubuh simetri radial atau bilateral. Struktur tubuh filum ini dibedakan menjadi polip

Sedimentasi memiliki pengaruh secara langsung maupun tidak langsung bagi

pertumbuhan karang. Menurut Hubbart dan Pocock (1972) in Supriharyono (2007),

pengaruh langsung bagi pertumbuhan karang terjadi apabila sedimentasi yang masuk

ke perairan, merupakan sedimentasi yang berukuran besar sehingga dapat menutupi

polyp karang. Pengaruh tidak langsungnya ialah sedimentasi yang masuk ke

perairan dapat menyebabkan kekeruhan yang berdampak pada penurunan sinar

matahari, sehingga dapat menurunkan laju pertumbuhan karang (Pastorok dan

Bilyard 1985 in Supriharyono 2007). Selain itu, sedimentasi dan beberapa faktor

lainnya seperti, suhu dan salinitas juga dapat mempengaruhi keanekaragaman dan

kelimpahan karang (Lirman et al. 2003 in Crabbe dan Smith 2005).

Sedimentasi yang tinggi dapat menyebabkan karang bekerja keras untuk

membersihkan sedimen yang menutupi polip karang. Hal tersebut menyebabkan

ernergi yang didapatkan oleh karang, lebih dimanfaatkan untuk membersihkan diri

dari sedimen. Sedimentasi dapat menyebabkan kematian pada karang, hal ini terjadi

apabila laju sedimentasi lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan karang untuk

membersihkan diri. Dengan demikian, karang dapat tumbuh secara optimal pada

tempat yang jernih dan penetrasi cahaya yang cukup (Suharsono 2008a).

2.4.6. Arus

Arus merupakan salah satu faktor pendukung pertumbuhan karang. Arus

dibutuhkan untuk membawa makanan, serta dapat membersihkan karang dari

endapan-endapan. Oleh karena itu, pertumbuhan karang pada daerah yang berarus

cenderung lebih baik bila dibandingkan dengan pertumbuhan karang pada daerah

yang tenang (Nontji 1987 in Suhendra 2002). Arus juga dapat memberikan

pengaruh terhadap bentuk pertumbuhan karang. Terdapat kecenderungan bahwa

semakin besar tekanan hidrodinamis seperti arus dan gelombang, bentuk karang

akan lebih mengarah ke bentuk pertumbuhan encrusting (Supriharyono 2007).

2.5. Kerusakan Karang

Kerusakan karang dapat mempengaruhi keberadaan biota akuatik yang

berasosiasi dengan terumbu karang. Terumbu karang merupakan tempat nursery,

feeding dan spawning bagi biota akuatik. Kerusakan terumbu karang diakibatkan

oleh tiga faktor, yaitu faktor manusia, faktor biologi, dan faktor fisik.

Page 10: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Hewan dari Filum Cnidaria pada umumnya memiliki tubuh simetri radial atau bilateral. Struktur tubuh filum ini dibedakan menjadi polip

Wilkinson (2000) in Fabricius dan Alderslade (2001) menyatakan kondisi

terumbu karang di dunia mengalami penurunan akibat aktivitas manusia. Tiga

faktor utama penyebab kerusakan ialah penangkapan ikan yang tidak ramah

lingkungan, pemanasan global, dan terrestrial run-off (Fabricius dan Alderslade

2001). Selain akibat aktivitas manusia, kerusakan karang juga dapat disebabkan

oleh faktor biologi, seperti predasi dan persaingan. Persaingan yang terjadi pada

ekosistem terumbu karang disebabkan faktor relung. Persaingan tersebut terjadi di

antara karang, karang yang pertumbuhannya lebih cepat dapat menutupi cahaya bagi

karang yang pertumbuhannya lambat. Karang jenis percabangan umumnya lebih

cepat tumbuh bila dibandingkan dengan karang berbentuk hamparan. Selain

bersaing dengan sesama karang, persaingan untuk mendapatkan tempat juga terjadi

antara karang dengan alga dan invertebrata sessile. Alga biasanya ditemukan pada

tempat yang kondisi terumbu karangnya tidak baik, seperti akibat adanya

sedimentasi, gelombang, dan predasi. Predasi karang dapat berdampak pada jumlah

dan jenis karang yang dapat hidup (Nybakken 1988; Castro dan Huber 2007).

Predator yang memangsa karang diantaranya moluska gastropoda (Famili

Architectonidae, Epitoniidae, Ovulidae, Muricidae dan Coralliophilidae), cacing

policaeta amfinomid (Hermodice), teritip tertentu (Pyrgoma), dan beberapa kepiting

(Mithraculus, Trapezia, Tetralia). Namun, predator-predator tersebut tidak

memberikan dampak yang besar terhadap koloni karang. Predator yang memiliki

pengaruh yang besar pada koloni karang ialah ikan pemakan koloni karang (Famili

Tetraodontidae, Monacanthidae, Balistidae, dan Chaetodantidae) dan Acanthaster

planci. Pemulihan karang dapat berlangsung selama 10 hingga 15 tahun akibat

ledakan populasi Acanthaster planci (Nybakken 1988; Castro dan Huber 2007).

Faktor fisik yang dapat mempengaruhi ekosistem terumbu karang diantaranya

adalah kenaikan suhu perairan, badai, dan topan. Peningkatan suhu permukaan laut

atau El-Nino juga mengancam terumbu karang. Peristiwa El-Nino yang terjadi di

Barat Pasifik dan Laut Hindia pada bulan Desember 1982 hingga Februari 1983.

Memberikan dampak yang besar bagi terumbu karang. Banyak ditemui karang

bleaching dan diikuti dengan kematian karang (Brown 1987 in Supriharyono 2007).

Terumbu karang yang mengalami kerusakan akibat badai dan topan dapat pulih

dalam waktu 25-30 tahun (Nybakken 1988).

Page 11: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Hewan dari Filum Cnidaria pada umumnya memiliki tubuh simetri radial atau bilateral. Struktur tubuh filum ini dibedakan menjadi polip

2.6. Transplantasi Karang

Transplantasi karang ialah suatu teknik penanaman dan pertumbuhan koloni

karang baru dengan metode fragmentasi, dimana benih karang diambil dari suatu

induk koloni tertentu (Harriot dan Fisk 1988). Teknik transplantasi pertama kali

dikembangkan pada tahun 1997, oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH)-

LPPM IPB bekerja sama dengan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI serta Asosiasi

Koral Kerang dan Ikan Hias Indonesia (AKKII) (Soedharma dan Subhan 2008).

Metode transplantasi karang lebih sering digunakan karena biaya untuk melakukan

metode ini tergolong murah. Waktu yang dibutuhkan dengan menggunakan metode

ini tergolong cepat. Hal ini disebabkan, metode transplantasi menggunakan bagian

kecil dari koloni karang. Pertumbuhan karang yang berukuran kecil dapat tumbuh

sama dengan koloni karang. Oleh karena itu, metode ini dapat dikembangkan oleh

orang umum dan digunakan untuk merehabilitasi wilayah terumbu karang (Yuliantri

2006; Soong dan Chen 2003). Secara umum terdapat dua metode untuk

transplantasi yaitu in situ (langsung di alam) dan ex situ (di sistem terkontrol).

Transplantasi karang memiliki manfaat yang cukup banyak untuk masyarakat

dan lingkungan. Menurut Soedharma dan Arafat (2007), manfaat tersebut untuk

mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, rehabilitasi lahan-lahan

kosong atau yang rusak, menciptakan komunitas baru, konservasi plasma nutfah,

dan untuk keperluan perdagangan. Akan tetapi, pengembangan teknik transplantasi

ini masih banyak mengalami kendala. Secara umum, terdapat dua faktor yang

menjadi kendala bagi keberhasilan pengembangan transplantasi karang, yaitu faktor

manusia dan faktor lingkungan. Faktor manusia yang dapat menghambat ialah

masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian terumbu

karang. Faktor lingkungan yang menjadi kendala, yaitu aspek penyakit, hama, dan

parasit karang (Soedharma dan Subhan 2008).

Penelitian tentang pertumbuhan karang yang ditransplantasi sudah dilakukan

sejak tahun 1999 oleh Sadarun di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Penelitian tentang

pertumbuhan karang transplantasi dari tahun 1999 hingga tahun 2010 telah banyak

dilakukan (Lampiran 1). Jenis karang yang telah diteliti mulai dari karang keras

(seperti genus Acropora, Porites, dan Montipora) hingga karang lunak (seperti

Sarcophyton trocheliophorum dan Lobophytum strictum).

Page 12: 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Hewan dari Filum Cnidaria pada umumnya memiliki tubuh simetri radial atau bilateral. Struktur tubuh filum ini dibedakan menjadi polip

2.7. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Gugusan Kepulauan Seribu terbentang antara 106°20’00”-106°57’00” BT dan

5°10’00”-5°57’00” LS, terdiri dari 105 gugusan pulau yang terbentang secara

vertikal dari teluk Jakarta ke utara. Perairan di daerah Kepulauan Seribu tergolong

dangkal dengan kedalaman maksimum 40 m. Kondisi perairan di Kepulauan Seribu

dipengaruhi musim barat, musim timur, dan musim peralihan. Musim barat terjadi

pada bulan Desember hingga Maret dan membawa udara yang bersifat basah.

Musim timur kebalikannya, yaitu membawa udara yang bersifat kering yang

berlangsung pada bulan Juli hingga Agustus. Bulan April hingga Mei dan Oktober

hingga November terjadi musim peralihan, dengan kondisi angin yang relatif lemah

namun tidak menentu (Tomascik et al. 1997). Suhu udara di Kepulauan Seribu

berkisar antara 21-32 °C. Suhu permukaan air laut berkisar antara 28,5-30,0 °C

pada musim barat, dan 28,5-31,0 °C pada musim timur (Bappekab Administratif

Kepulauan Seribu 2005 in Setyawan et al. 2011).

Pulau Kelapa merupakan satu satu pulau yang terdapat di Kepulauan Seribu.

Memiliki luas pulau sekitar 13,09 ha. Pulau ini merupakan pulau terpadat, dengan

kepadatan 354 orang/ha pada tahun 2002. Kualitas perairan Pulau Kelapa

berdasarkan pengamatan Bapepalda DKI Jakarta dan LAPI ITB pada tahun 2001

didapatkan suhu perairan pulau kelapa sebesar 30,2 ºC, pH 7,94, dan salinitas

34,4 0/00. Pengamatan yang dilakukan Seawatch-BPPT pada bulan November dan

Desember 1998 mencatat kecepatan arus pada kisaran 0,6 cm/dtk hingga 77,3

cm/dtk, dengan rata-rata kecepatan sebesar 23,6 cm/dtk. Arah arus didominasi ke

timur atau timur laut (Noor 2003).