cover depan dan belakang -...

59
2014 Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI TERUMBU KARANG

Upload: phunghanh

Post on 28-Feb-2018

229 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

2014

Pusat Pemanfaatan

Penginderaan Jauh

LAPAN

PEMANFAATAN DATA

PENGINDERAAN JAUH UNTUK

EKSTRAKSI INFORMASI

TERUMBU KARANG

Page 2: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PEMANFAATAN

DATA PENGINDERAAN JAUH

UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI

TERUMBU KARANG DAN PADANG LAMUN

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

DEPUTI BIDANG PENGINDERAAN JAUH

Jakarta, 2014

Page 3: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

ii Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PEMANFAATAN

DATA PENGINDERAAN JAUH

UNTUK EKSTRAKSI INFORMASI

TERUMBU KARANG DAN PADANG LAMUN

Disusun oleh:

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH

DEPUTI BIDANG PENGINDERAAN JAUH

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

(LAPAN)

Tim Penyusun:

Pengarah :

Dr. M. Rokhis Khomarudin, S.Si., M.Si.

Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh

Syarif Budiman, S.Si., M.Sc.

Kepala Bidang Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut

Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh

Peneliti:

Gathot Winarso, Yennie Marini

Kuncoro Teguh Setiawan, Muchlisin Arief.

Editor, Penyunting, Desain, dan Layout:

DR. Wikanti Asriningrum,

Muhammad Priyatna, S.Si., MTI.

Jakarta, Desember 2014

Page 4: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun iii

DAFTAR ISI

Hal.

Daftar Isi iii

Kata Pengantar iv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Kegiatan 4

1.3 Sasaran Kegiatan 5

1.4 Manfaat yang Diharapkan 5

BAB II TEORI 6

2.1 Apa itu Terumbu Karang 6

2.2 Terumbu Karang di Indonesia 8

2.3 Terumbu Karang dan Penginderaan Jauh 10

2.4 Lokasi Penelitian 12

2.5 Data Satelit 13

BAB III PENGOLAHAN DATA 17

3.1 Koreksi Radiometrik 17

3.2 Koreksi Atmosferik 19

3.2.1. Dark pixel substraction 20

3.2.2. Koreksi atmosfir dengan perangkat lunak

ATCOR

20

3.2.3. Koreksi Kolom Air Lyzenga 23

3.2.4. Koreksi Kolom Air Lyzenga et al (2006)

modfifikasi Kano et al (2011)

26

3.3 Kenampakan Visual Terumbu Karang dari Data

Landsat 8

28

3.4 Klasifikasi Density Slicing dengan Koreksi Kolom

Air Lyzenga

35

3.5 Analisa Citra Hasil Koreksi Kolom Air. 39

3.6 Kajian Keterpisahan Obyek Dasar Perairan dengan

Data World View 2.

41

3.7 Kajian Kenampakan Padang Lamun dari Data

SPOT-6

44

BAB IV PENUTUP 48

Daftar Pustaka 50

Page 5: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

iv Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

KATA PENGANTAR

Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN

Undang-undang No. 21 tahun 2013 dalam pasal 15-23 mengamanatkan

kepada Lembaga yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang

penelitian dan pengembangan kedirgantaraan dan permanfaatan serta

penyelenggaraan keantariksaan untuk menyelenggarakan kegiatan

penginderaan jauh. Dalam undang-undang tersebut, kegiatan penginderaan

jauh meliputi : perolehan data, pengolahan data, penyimpanan dan

pendistibusian data, serta pemanfaatan data dan diseminasi informasi.

Sesuai tugas pokok dan fungsi yang diamanatkan kepada Pusat

Pemanfaatan Penginderaan Jauh (Pusfatja) dalam PerKa Lapan No. 2

tahun 2011, tugas Pusfatja berkaitan dengan kegiatan pengolahan data,

kegiatan pemanfaatan data dan diseminasi informasi. Pengolahan data

seperti yang dimaksud dalam UU No. 21/2013 Pasal 19 ayat (1) adalah

klasifikasi dan deteksi parameter geobiofisik. Lembaga juga diamanatkan

untuk membangun pedoman pemanfaatan dan diseminasi informasi

penginderaan jauh (pasal 22).

Buku ini disusun dari laporan akhir kegiatan penelitian dan pengembangan

di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN yang dikemas dalam

sebuah buku semi populer. Sehingga buku ini disajikan dalam bahasa yang

lebih sederhana agar mudah dipahami oleh masyarakat pada umumnya.

Inti dari isi buku ini adalah hasil dari kegiatan Pengembangan Model

Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Ekstraksi Informasi Terumbu

Karang untuk tahun anggaran 2014. Selain inti dari buku ini, disajikan

pula sebagai pengantar tentang terumbu karang secara umum, secara

biologi dan perkembangan pemanfaatan data penginderaan jauh untuk

ekstraksi informasi ekosistem terumbu karang. Mudah-mudahan buku ini

dapat memberikan gambaran secara utuh tentang terumbu karang dan

memberikan pengetahuan tentang teknik-teknik pengolahan data

penginderaan jauh untuk ekstraksi informasi ekosistem terumbu karang.

Saran dan masukan bagi kesempurnaan bahan pedoman ini kami

harapkan.

Demikian, terima kasih atas perhatiannya.

Wassalamu'alaikum wr.wb.

Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh

Dr. rer.nat. M. Rokhis Khomarudin, S.Si, M.Si.

Page 6: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

1 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terumbu karang merupakan ekosistem yang memiliki

keranekaragaman hayati dan produktifitas paling tinggi di dunia. Terumbu

karang memiliki peranan yang sangat penting secara ekologis dan memiliki

nilai ekonomi yang tinggi. Akan tetapi, sumberdaya yang sangat bernilai ini

sangat rentan dan terancam oleh aktifitas manusia yang tidak bijaksana

dalam mengelola sumberdaya alam.

Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia,

memiliki sumberdaya alam hayati laut yang sangat potensial. Salah satunya

adalah sumberdaya terumbu

karang yang hampir tersebar di

seluruh perairan Indonesia. Luas

terumbu karang Indonesia saat

ini adalah 16,5 % dari luasan

terumbu karang dunia,

(COREMAP, 2001). Dengan

estimasi di atas Indonesia menduduki peringkat terluas ke-2 di dunia setelah

Page 7: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 2

Australia, yang mempunyai luasan terumbu karang sebesar 48.000 km2

(Bryant, et al 1998). Namun demikian apabila dilihat dari sisi

keanekaragaman hayati, terumbu karang Indonesia merupakan pusat

keanekaragaman hayati dunia dengan 70 genera dan 450 spesies (Veron,

1995).

Terumbu karang Indonesia merupakan bagian dari pusat terumbu

karang dunia yang diberi nama Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle).

Segitiga Terumbu karang terbentang di kepulauan di Asia Tenggara dan

Pasifik Barat, dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia,

dengan keanekaragaman tertinggi di dunia (76 % dari keseluruhan spesies

karang) maupun keanekaragaman ikan karang tertinggi di dunia (37% dari

keseluruhan spesies ikan karang) (Veron et al, 2009 dalam Burke et al,

2012).

Namun demikian, terumbu karang menghadapi sederet panjang

ancaman yang semakin hebat –termasuk penangkapan berlebihan,

pembangunan pesisir, limpasan dari pertanian, dan pelayaran. Disamping itu,

ancaman perubahan iklim

dunia telah mulai

melipatgandakan ancaman

setempat tersebut dalam

banyak cara. Demikian pula

terjadi di Indonesia, meski

pemerintah telah berinisiatif

untuk memimpin upaya

konservasi, sebagian besar ekosistem laut Indonesia masih berada dalam

ancaman (Green Peace Indonesia, 2013).

Page 8: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

3 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

Data terbaru (2012) Pusat Penelitian Oseanologi LIPI

mengungkapkan hanya 5,3 % terumbu karang Indonesia yang tergolong

sangat baik, sementara 27,18%-nya digolongkan dalam kondisi baik, 37,25%

dalam kondisi cukup, dan 30,45% berada dalam kondisi buruk (Coremap,

2014). Bahkan, Burke et al, (2012) menyebutkan setengah abad terakhir ini

degradasi terumbu karang di Indonesia meningkat dari 10% menjadi 50%.

Menyadari akan hal tersebut pengelolaan terumbu karang merupakan

hal yang mutlak dilakukan oleh pemerintah dalam rangka untuk mengurangi

atau menghentikan laju degradasi terumbu karang yang dari waktu ke

waktusemakin luas dan besar. Untuk dapat berhasil mengelola terumbu

karang dengan baik, sangat diperlukan pemahaman terhadap proses dinamika

pesisir yang mempengaruhi lingkungan pesisir dan proses-proses saling

berinteraksi diantara ekosistem pesisir tersebut. Semuanya ini dapat dicapai

hanya melalui pengumpulan satu set data ilmiah yang akurat, bisa diandalkan

dan komprehensif.

Terumbu karang adalah struktur biogenik terbesar dan hanya struktur

yang nampak dari ruang angkasa (Mumby and Steneck, 2008). Data satelit

memiliki kapasitas untuk mempertajam pengetahuan kita tentang ancaman

terhadap terumbu karang dengan mendapatkan informasi global kualitas

lingkungan secara near-real-time dan menyediakan data spasial dan time-

series yang relevan untuk pengelolaan yang mana secara praktis tidak

diperoleh dari pengukuran di lapangan (Eakin, et al., 2010). Penelitian dan

pengembangan pemanfaatan penginderaan jauh untuk ekstraksi informasi

telah berkembang cukup maju. Seiring dengan perkembangan sensor yang

cepat dengan tersedianya berbagai data yang lebih bagus, maka penelitian

dan pengembangan harus terus dilakukan untuk mengejar perkembangan

sensor yang bagus. Landsat 8, WorldView-2 dan SPOT-6 memberikan

Page 9: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 4

peluang untuk dapat mengekstraksi informasi tentang ekosistem terumbu

karang dengan lebih detil dan akurat sesuai dengan tuntutan pengguna yang

semakin tinggi secara kualitas. Oleh karena itu sangat diperlukan adalanya

penelitian dan pengembangan metode pengolahan ekstraksi informasi

ekosistem terumbu karang dan lamun untuk dapat memenuhi keinginan

pengguna dan sumbangan ilmu pengetahun bagi komunitas ilmiah di seluruh

dunia.

1.2. Tujuan Kegiatan

Tujuan secara umum kegiatan ini sesuai dengan judul kegiatan yaitu

pengembangan model/ metode pengolahan data penginderaan jauh untuk

ekstraksi informasi terumbu karang. Untuk melakukan pengembangan

tentunya harus mengetahui terlebih dahulu perkembangan pengembangan

model / metode ini terlebih dahulu kemudian meng-implementasikan di

Indonesia. Baru kemudian menemukan bagian-bagian yang menjadi masalah

dan mencari pemecahan permasalahan sebagai sebuah pengembangan. Untuk

itu tujuan yang lebih khusus dari tujuan umum adalah sebagai berikut :

� Mempelajari dan mengimplementasikan pengolahan ekstraksi informasi

terumbu karang dengan metode koreksi kolom air Lyzenga (1978)

menggunakan Data Landsat 8, SPOT-6 dan World View 2 serta

melakukan uji ketelitian klasifikasi.

� Mempelajari dan mengimplementasikan pengolahan ekstraksi informasi

terumbu karang dengan metode koreksi kolom air Lyzenga (2006)

menggunakan Data Landsat 8, SPOT-6 dan World View 2 serta

melakukan uji ketelitian klasifikasi.

Page 10: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

5 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

1.3. Sasaran Kegiatan:

� Diketahuinya tingat ketelitian informasi terumbu karang yang dihasilkan

dengan metode koreksi kolom air Lyzenga (1978) dari data Landsat 8,

SPOT-6 dan World View 2.

� Diketahuinya tingat ketelitian informasi terumbu karang yang dihasilkan

dengan metode koreksi kolom air Lyzenga (2006) dari data Landsat 8,

SPOT-6 dan World View 2.

Diketahuinya kelebihan dan kekurangan dari dua metode yang

digunakan dan mendapatkan prsedur pengolahan yang lebih baik.

1.4. Manfaat yang Diharapkan

Pengembangan model dan metode pengolahan ini bermanfaat untuk

mengetahui metode yang lebih bagus dan dengan akurasi yang paling tinggi

dalam pengolahan ekstraksi informasi terumbu karang. Informasi ekosistem

terumbu karang secara spasial yang akurat, bisa diandalkan dan

komprehensif akan sangat bermanfaat dalam pengelolaan ekosistem terumbu

karang dalam rangka pembangunan nasional. Selain itu juga dijadikan dasar

untuk penentuan keputusan yang tepat misalnya apakah suatu kawasan diberi

ijin untuk reklamasi atau tidak.

Page 11: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 6

BAB II. TEORI

2.1. Apa itu Terumbu Karang

Menurut Burke et al (2012) yang dihimpun dari berbagai sumber,

terumbu karang adalah struktur fisik yang terbentuk oleh kegiatan banyak

hewan karang kecil yang hidup dalam koloni besar dan membentuk kerangka

kapur bersama-sama. Selama ribuan tahun, gabungan massa kerangka kapur

tersebut membentuk terumbu besar, yangs ebagian diantaranya tampak dari

angkasa. Ada sekitar 800 spesies karang pembentuk terumbu, yang

membutuhkan persyaratan yang rumit, yakni membutuhkan perairan yang

jernih, tembus cahaya, dan hangat. Hewan karang yang hidup sendiri, yang

dikenal dengan polip, memiliki tubuh seperti tabung dan mulut yang berada

di tengah yang dikelilingi oleh tentakel penyengat,

yang dapat menangkap makanan. Di dalam

jaringan tubuh polip, hidup mikroalga

(zooxanthellae) yang membutuhkan cahaya

matahari agar tetap hidup. Alga ini mengubah

cahaya matahari menjadi zat gula (glukosa),

yang menghasilkan tenaga untuk membantu kehidupan inang karangnya.

Alga ini juga memberikan warna cerah pada karang. Permukaan tiga dimensi

yang rumit dari terumbu karang menjadi tempat tinggal bagi banyak spesies

Page 12: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

7 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

lain. Sekitar 4.000 spesies ikan ditemui di sini (lebih kurang seperempat dari

keseluruhan spesies ikan laut), bersama dengan beraneka ragam biota lainnya

– moluska, krustasea, bulu babi, bintang laut, spons, cacing tabung,dan

banyak lagi lainnya. Kemungkinan ada sejuta spesies ditemui di dalam

habitat seluas kira-kira 250.000 km persegi. (Gambar polip karang, sumber :

NOAA edication center)

Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam

Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau

Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (coral)

mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub

kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas

Hydrozoa (Timotius, 2003). Selanjutnya dijelaskan,

satu individu karang atau disebut polip karang

memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang

sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu

lebih dari 50 cm. Namun yang pada umumnya polip karang berukuran kecil.

Polip dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter. Pada banyak

jenis karang, polip mengekstrak kalsium karbonat dari air laut dan

mensekresi sebagai sebuah cawan dari kalsium karbonat separo dari bagian

bawah badannya (Miththapala, 2008). Ketika milyaran cawan kalsium

karbonat dari polip bergabung bersama, mereka membentuk terumbu karang

(Veron, 2000).

(Gambar : Polip karang yang mengeluarkan warna oranye dan hijau yang bersumber dari

zooxanthellae yang ada di dalamnya. Sumber : NOAA Edication Center)

Page 13: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 8

2.2. Terumbu Karang di Indonesia

Luas terumbu karang Indonesia saat ini adalah 42.000 km2 atau 16,5

% dari luasan terumbu karang dunia, yaitu seluas 255.300 km2 (COREMAP,

2001). Dengan estimasi di atas Indonesia menduduki peringkat terluas ke-2

di dunia setelah Australia, yang mempunyai luasan terumbu karang sebesar

48.000 Km2 (Bryant, et al 1998). Namun demikian apabila dilihat dari sisi

keanekaragaman hayati, terumbu karang Indonesia merupakan pusat

keanekaragaman hayati dunia dengan 70 genera dan 450 spesies (Veron,

1995).

Gambar .Batas ilmiah pusat segitiga terumbu karang (warna hijau), Sebagian besar

ada di Wilayah Indonesia (Sumber : Burke et al, 2013)

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dunia yang sangat pesat yang

diiringi dengan eksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran tanpa

mempertimbangkan kelestariannya, berdampak pada menurunnya kualitas

lingkungan hidup, termasuk sumberdaya terumbu karang. Mungkin karena

terumbu karang menjadi ekosistem yang paling rawan secara global (Mumby

and Steneck, 2008). Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi umum terumbu

karang dunia yang hampir 36 % dalam keadaan kritis akibat eksploitasi yang

Page 14: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

9 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

berlebih, 22 % terancam pencemaran dari limbah darat dan erosi serta 12 %

terancam dari pencemaran (Bryant, et. al., 1998). Di Indonesia menurut

penelitian P3O-LIPI yang dilakukan pada tahun 1996 menunjukkan bahwa

39,5 % terumbu karang Indonesia dalam keadaan rusak, 33,5 % dalam

keadaan sedang, 21,7 % dalam keadaan baik dan hanya 5,3 % dalam keadaan

sangat baik. Apabila tidak ada upaya nasional untuk menghentikan laju

degradasi terumbu karang tersebut, maka tidak tertutup kemungkinan

degradasi terumbu karang akan semakin luas dan besar. Menyadari akan hal

tersebut pengelolaan terumbu karang merupakan hal yang mutlak dilakukan

oleh pemerintah dalam rangka untuk mengurangi atau menghentikan laju

degradasi terumbu karang yang dari waktu ke waktus emakin luas dan besar.

Gambar ??. Tingkat Ancaman terhadap terumbu karang menurut Burke et al (2012)

Namun demikian, terumbu karang menghadapi sederet panjang

ancaman yang semakin hebat –termasuk penangkapan berlebihan,

pembangunan pesisir, limpasan dari pertanian, dan pelayaran. Disamping itu,

ancaman perubahan iklim dunia telah mulai melipatgandakan ancaman

setempat tersebut dalam banyak cara. Demikian pula terjadi di Indonesia,

meski pemerintah telah berinisiatif untuk memimpin upaya konservasi,

sebagian besar ekosistem laut Indonesia masih berada dalam ancaman

(Green Peace Indonesia, 2013).

Page 15: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 10

2.3. Terumbu Karang dan Penginderaan Jauh

Terumbu karang adalah struktur biogenik terbesar dan hanya struktur

yang nampak dari ruang angkasa (Mumby and Steneck, 2008). Data satelit

memiliki kapasitas untuk mempertajam pengetahuan kita tentang ancaman

terhadap terumbu karang dengan mendapatkan informasi global kualitas

lingkungan secara near-real-time dan menyediakan data spasial dan time-

series yang relevan untuk pengelolaan yang mana secara praktis tidak

diperoleh dari pengukuran di lapangan (Eatkin, et al., 2010).

Hal pertama yang menjadi kendala adalah lokasi terumbu karang

yang berada pada kolom air, dimana kolom air menyerap sebagian besar

energi gelombang elektromagnetik yang digunakan dalam sistem

penginderaan jauh. Ada keterbatasan tetapi ada pula peluang karena ada

jendela yang memungkinkan untuk mendeteksi obyek dalam kolom air yaitu

pada panjang gelombang tertentu memiliki nilai penyerapan yang rendah.

Panjang gelombang yang dimiliki nilai penyerapan pada kisaran penyerapan

yang rendah sebagaimana dijelaskan di Gambar 3.1. Penyerapan paling

minimun ada di panjang gelombang sekitar 480 nm dan penyerapan rendah

pada rentang 400-600 nm (Hale and Querry, 1973). Sehingga secara teoritis

memungkinkan untuk mendeteksi obyek di bawah kolom air.

Gambar .Grafik Penyerapan Gelombang Elektromagnetik pada Kolom Air ( Hale and

Querry, 1973).

Page 16: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

11 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

Walaupun sebagian besar sensor satelit tidak didesain untuk

observasi terumbu karang, tetapi banyak instrument penginderaan jauh yang

menyediakandata lingkungan yang sangat berharga yang sangat relefan

dengan kondisi terumbu karang (Eatkin, et al, 2010). Data suhu permukaan

laut yang sudah sangat lama berkembang sangat berhubungan erat dengan

kejadian coral bleaching, yaitu fenomena perginya zooxanthela dari polip

karang dan berlanjut dengan kematian karang itu sendiri. Banyak terumbu

karang yang secara alami terdampak oleh pengaruh nutrien dan sedimen baik

dari sungai besar maupun sungai kecil. Pemanfaatan data penginderaan jauh

untuk parameter kualitas air menggunakan spektrum sinar tampak masih

memiliki kesulitan yang cukup tinggi karena desain secara teknik, tetapi ilmu

penginderaan jauh yang cukup maju menyediakan solusi inovatif ( Muller-

karger et al, 2005).

Data penginderaan jauh resolusi tinggi menyediakan datakepada

peneliti dan menejer pengelolaan yang mebutuhkan data. Analisa kawasan

terumbu karang menggunakan data resolusi tinggi (lebih dari 30 m)

melebarkan cakupan aplikasi, termasuk mendesain daerah laut perlindungan

dan evaluasi, studi asosiasi dalam ekosistem (padang lamun dan mangrove),

dan investigasi ekologi dari terumbu karang (Green, et al., 2000),. Pusat

Pemanfaatan Penginderaan Jauh telah lama mengembangkan metode

pemetaan terumbu karang, yaitu sejak tahun 1997 dan pada tahun 2009,

metode yang dikembangkan telah digunakan untuk mengerjakan pemetaan

terumb karang seluruh Indonesia pada tahun 1999-2001 untuk mendukung

kegiatan COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Project).

Pemetaan sebarang mangrove, padang lamun dan terumbu karang

menggunakan data penginderaan jauh telah dilakukan oleh Budhiman dan

Hasyim (2005).

Page 17: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 12

2.4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah Kepulauan Seribu Jakarta, yang

terletak di Provinsi DKI Jakarta dan masuk dalam wilayah Kabupaten

Administratif Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu termasuk dalam kawasan

segitiga terumbu karang secara politis tetapi tidak masuk dalam batas pusat

segitiga terumbu karang (Burke, et al. 2012). Kepulauan Seribu terdiri atas

rangkaian mata rantai 105 pulau yang terbentang vertikal dari Teluk Jakarta

hingga Pulau Sebira di arah utara yang merupakan pulau terjauh dengan

jarakkurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara.

Gugusan Kepulauan Seribu masih dikatakan relatif muda karena inti

utama batuan yang ditemukan baru terbentuk sekitar 12.000 tahun sebelum

Masehi (Ongkosongo, 1986). Kedalaman perairan sangat bervariasi. Namun

umumnya memiliki kedalaman 30 meter meskipun di beberapa lokasi

tercatat hingga 70 meter seperti di utara Pulau Pari dan utara Pulau Semak

Daun. Hampir setiap pulau memiliki paparan pulau karang yang luas hingga

20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan (Estradivari, et al. 2007).

Lokasi penelitian dalam Peta Rupa Bumi Indonesia disajikan dalam Gambar

2.1.

Page 18: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

13 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian di Kepulauan Seribu Provinsi DKI

Jakarta (sumber : Peta Rupa Bumi, BIG)

Penelitian tidak dilakukan di semua pulau tetapi di sebagian pulau-

pulau yang tersebar di sana. Pemilihan lokasi ini berdasarkan alasan bahwa

lokasi terumbu karang yang paling dekat dan masih memiliki terumbu

karang yang cukup luas, belum terlalu terkontaminasi oleh polusi terutama

oleh sedimen yang akan menghalangi pandangan sensor kepada obyek. Pulau

yang dipilih adalah gugus Pulau Pramuka dan sekitarnya. Di sekitar lokasi

tersebut terdapat Pulau yang bisa digunakan sebagai pangkalan survei tetapi

memiliki terumbu karang yang luas yaitu biasa disebut dengan Karang

Congkak dan Karang Lebar.

2.5. Data Satelit

Landsat 8

Landsat 8, merupakan penerus dari sensor seri Landsat. Landsat TM

dan ETM+ sangat populer dan banyak digunakan untuk pemetaan terumbu

karang. Karena metode sudah cukup berkembang untuk Landsat seri

sebelumnya, tentunya akan lebih mudah diaplikasikan pada data Landsat 8.

Page 19: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 14

Data Landsat 8 bisa memberikan informasi spasial pada skala 1:100.000.

Mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas, maka data dengan resolusi

ini masih sangat diperlukan untuk mendapatkan data seluruh wilayah dengan

waktu yang relatif lebih cepat. Data ini tersedia cukup banyak karena

LAPAN memiliki stasiun bumi sendiri yang menerima data ini di Pare-pare

Sulawesi Selatan dan di Rancabungur Bogor.

Tabel 1. Perbandingan Spesifikasi Band Landsat 7 dan Landsat 8

L7 ETM+ Bands LDCM OLI/TIRS Band

Band Spesifikasi Band Spesifikasi

Band 1 Coastal/Aerosol, (0.433 – 0.453 µm), 30 m

Band 1 Blue, (0.450 – 0.515 µm), 30 m Band 2 Blue, (0.450 – 0.515 µm), 30 m

Band 2 Green, (0.525 – 0.605 µm), 30 m Band 3 Green, (0.525 – 0.600 µm), 30 m

Band 3 Red, (0.630 – 0.690 µm), 30 m Band 4 Red, (0.630 – 0.680 µm), 30 m

Band 4 Near-Infrared, (0.775 – 0.900 µm) Band 5 Near-Infrared, (0.845 – 0.885 µm), 30 m

Band 5 SWIR 1, (1.550 – 1.750 µm), 30 m Band 6 SWIR 1, (1.560 – 1.660 µm), 30 m

Band 7 SWIR 2, (2.090 – 2.350 µm), 30 m Band 7 SWIR 2, (2.100 – 2.300 µm), 30 m

Band 8 Pan, (0.520 – 0.900 µm), 15 m Band 8 Pan, (0.500 – 0.680 µm), 15 m

Band 9 Cirrus, (1.360 – 1.390 µm), 30 m

Band 6 LWIR, (10.00– 12.50 µm), 15 m Band 10 LWIR 1, (10.3 – 11.3 µm), 100 m

Band 11 LWIR 2, (11.5 – 12.5 µm), 100 m

SPOT 6.

Satelit SPOT-6 merupakan satelit kembar dengan SPOT-7 dari

generasi SPOT dengan spesifikasi sama. Satelit SPOT-6 diluncurkan 9

September 2012 di Pusat Antariksa Satish Dhawan, India. Menurut

Pustekdata (2014), Satelit SPOT-6 ini mempunyai bentuk satelit yang

berbeda dari generasi SPOT sebelumnya. Satelit ini dilengkapi dengan 4 fitur

CMG (Control Moment Gyroscope) pada sistem kontrolnya, sehingga satelit

SPOT-6 dapat melakukan manuver pergerakan yang lebih cepat daripada

Page 20: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

15 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

generasi SPOT sebelumnya. Kelincahan SPOT-6/7 dalam gerakannya

mampu mengakusisi data permukaan bumi dalam beberapa mode akusisi,

yaitu: target mode, long strip mode, multi strip mode, dan corridor mode.

Satelit SPOT-6 membawa sensor NAOMI (New AstroSat Optical

Modular Instrument) dengan resolusi spasial lebih tinggi dibandingkan

sensor HRVIR SPOT-4 dan HRG SPOT-5 yang beroperasi sebelumnya,

yakni 1,5 m. SPOT-6/7 merupakan generasi satelit mempunyai resolusi

spatial tertinggi saat ini dari seri satelit SPOT. Sensor NAOMI bekerja pada

panjang gelombang kanal spektral lebih lebar daripada kanal Pankromatik

SPOT-4 dan SPOT-5, yakni 0,450 - 0,745 µm. Sedangkan kanal

Multispektral dengan resolusi spasial 6 m terdiri dari kanal spektral biru

(0,450 - 0,520µm), hijau (0,530-0,590µm), merah (0,625-0,695µm) dan band

NIR (0,760 - 0,890 µm) (Pustekdata, 2014). SPOT-6 merupakan satelit

generasi SPOT pertama yang mempunyai kanal spektral warna biru. Kanal

spektral biru berpotensi mempertegas batas tepi pantai, sedimentasi laut dan

mendeteksi terumbu karang yang sulit dideteksi oleh kanal multispektral

lainnya.

SPOT-6, SPOT-6 dipilih karena data ini diakuisisi dan direkam oleh

stasiun bumi milik Lapan, sehingga ketersediaanya data untuk seluruh

Indonesia cukup terjamin. Ketersedian data sangat penting jika nanti akan

digunakan untuk kegiatan operasional untuk seluruh wilayah Indonesia. Dari

sisi spasial SPOT-6 cukup bagus karena akan bisa menghasilkan peta dengan

skala 1 : 10.000 – 1 : 20.000.

WorldView-2.

Sensor ini memiliki 8 kanal band yang 6 di antaranya adalah pada

spektral sinar tampak, dimana pada panjang gelombang sinar tampak,

penyerapan gelombang elektromagnetik lebih kecil dibanding pada panjang

Page 21: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 16

gelombang yang lain sehingga bisa melakukan penetrasi ke dalam kolom air

dan memberikan informasi substrat dasar perairan dangkal.

WorldView-2 merupakan satelit komersial pertama yang mampu

menyediakan citra pankormatik dengan resolusi spasial 46 cm dan 8 kanal

citra multispekral dengan resolusi spasial 1,84 m (Tarantino, et. al., 2012).

WorldView-2 merupakan penggabungan kemampuan resolusi spasial dan

resolusi spektral untuk perekaman data skala detail. Resolusi spasial yang

tinggi mampu untuk membedakan obyek secara sangat detail, seperti

kendaraan, dangkalan terumbu dan bahkan individu pohon di kebun

sementara resolusi spektral menyediakan informasi detail area yang beragam

seperti kualitas permukaan jalan, kedalaman laut dan kesehatan tanaman.

Tambahan kanal spektral juga akan mampu memperlihatkan pemandangan

seperti kenyataan yang realistik sebagaimana mata memandang (Digital

Globe, 2010).

Gambar 2.1. Perbandingan Jumlah Kanal dan Lebar Spektral antara Sensor QuickBird,

WorldView-1 dan WorldView-2 (USGS, 2010).

Rentang panjang gelombang pada setiap band data World View 2 dan

perbandingan dengan data QuicBird dapat dilihat di Gambar 2.1. Data ini

sangat potensial untuk digunakan dalam identifikasi terumbu karang dan

dapat menghasilkan peta dengan skala 1:5.000 – 1:10.000.

Page 22: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

17 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

BAB III. PENGOLAHAN DATA

3.1. Koreksi Radiometrik

Termasuk dalam kelompok ini adalah koreksi terhadap sudut

matahari. Matahari sebagai sumber gelombang elektromagnetik berada pada

sudut tertentu terhadap obyek dan sensor, sehingga arah gelombang

elektromahnetik dari obyek dan ke sensor membentuk sebuah sudut yang

memberikan efek terhadap besaran energi yang dipantulkan ke sensor.

Koreksi matahari dilakukan untuk menghilangkan perbedaan nilai dijital

piksel yang disebabkan posisi matahari yang berbeda.

Konversi nilai dijital ke radian kemudian menjadi reflektan data

Landsat 8 sangat mudah karena produk standar Landsat 8 berisi nilai dijital

dengan skala yang terhitung dan terkalibrasi yang merepresentasikan data

multispektral yang direkam baik dari sensor OLI maupun TIRS. Produk data

Landsat 8 didistribusikan dalam data 16-bit format integer unsigned yang

dapat dikonversi ke dalam reflektan TOA dan / atau radian dengan

menggunakan koefisien rescaling radiometrik yang disediakan dalam file

metadata.

Sebagaimana dijelaskan USGS (2003), kanal OLI dan TIRS Landsat

8 dapat dikonversi ke dalam spektral radian TOA dengan rumus di bawah ini

:

Lλ = MLQcal + AL

Dimana Lλ = Spektral radian TOA (Watts/( m2 * srad * µm))

ML = Faktor perkalian rescaling spesifik per band dari

metadata (RADIANCE_MULT_BAND_x, dimana x

adalah nomer band)

Page 23: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 18

AL = Faktor pertambahan rescaling spesifik per band dari

metadata (RADIANCE_ADD_BAND_x, dimana x

adalah nomer band)

Qcal = Nilai piksel standar terukur dan terkalibrasi (DN)

Kanal OLI Landsat 8 dapat dokonversi langsung ke dalam nilai reflektan

tanpa melalui konversi ke radian terlebih dahulu karena faktor rescaling yang

sudah disediakan di file metadata. Persamaan di bawah ini yang digunakan

untuk mengkonversi nilai dijital ke reflektan TOA :

ρλ' = MρQcal + Aρ

Dimana ρλ' = reflektan planet TOA , tanpa koreksi sudut

matahari. Catatan bahwa ρλ' tidak mengandung koreksi sudut

matahari.

Mρ = Faktor perkalian rescaling spesifik per band dari meta

data (REFLECTANCE_MULT_BAND_x, dimana x adalah

nomer band)

Aρ = Faktor pertambahan rescaling spesifik per band dari

meta data (REFLECTANCE_ADD_BAND_x, where x is the

band number)

Qcal = Nilai piksel standar terukur dan terkalibrasi (DN)

Kemudian reflektan TOA bisa dikoreksi terhadap sudut matahari dengan

persamaan di bawah ini :

ρλ = ρλ'/ρλ

'cos(θSZ) = ρλ

'/sin(θSE)

Dimana ρλ = Reflektan planet di atas atmosfer (TOA)

θSE = Sudut elevasi matahari lokal. Sudut elevasi matahari

pada tengah-

Page 24: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

19 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

tengan liputan tersedia di file metadata

(SUN_ELEVATION).

θSZ = Sudut zenith matahari lokal; θSZ = 90° - θSE

3.2. Koreksi Atmosferik

Radiasi melewati atmosfir dapat menghasilkan attenuasi yang cukup

besar sehingga menghasilkan pengukuran reflektan yang berbeda dari

reflektan permukaan obyek yang diteliti sebenarnya. Sebagai contoh, hingga

80% sinyal yang direkam oleh CZCS mungkin disebabkan oleh hamburan

balik dari atmosfer. Penghilangan efek atmosfir adalah penting dan upaya

penelitian yang cukup besar dilalukan pada masalah ini. Meskipun deskripsi

berikut ditujukan terhadap citra satelit, prinsip yang sama berlaku untuk foto

udara.

Koreksi atmosfir dilakukan untuk menghilangkan efek hamburan

(scattering) dengan mengestimasi radiasi di atmosfir (path radiance).

Metode ini biasanya digunakan sebelum rasio band pada satu citra dan

biasanya tidak digunakan untuk perbandingan citra ke citra. Alasan yang

mendasari rasio band adalah rekaman radian dapat disesuaikan sehingga

rasionya proporsional mendekati rasio pantulan pada permukaan obyek.

Singkatnya, rasio menghapuskan transmisi atmosfir dan efek topografi.

Namun, ini akan valid jika hamburan balik dari atmosfer dapat dihilangkan.

Teknik ini sebenarnya ditujukan untuk menggunakan citra Landsat

MSS dan berdasarkan pada panjang gelombang yang tergantung dari sifat

hamburan. Salah satu metode utama menghilangkan pengaruh hamburan

oleh atmosfer ini (path radiance) adalah metode dark pixel substraction

(Chavez et. al. 1977 dalam Green, et. al., 2000). Metode ini dikategorikan

sebagai koreksi atmosfir yang sederhana.

Page 25: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 20

3.2.1. Dark pixel substraction (Chavez et. al. 1977) – Metode ini

juga dikenal dengan nama metode histogram minimum, yang didasarkan

pada sebuah asumsi bahwa di suatu tempat di dalam citra ada sebuah piksel

dengan reflektan nol, seperti radian yang direkam oleh sensor semata-mata

disebabkan oleh path radiance. Untuk menghilangkan path radiance, nilai

piksel minimum tiap band dikurangi dari semua piksel lainnya. Teknik ini

dapat disempurnakan dengan mengidentifikasi sebuah region pada citra yang

dianggap mempunyai reflektan nol (misalnya: air jernih yang dalam,

bayangan gelap, aspal baru). Pada citra MMS, diasumsikan bahwa hamburan

adalah nol pada band 4 infra red tetapi ada pada kanal dengan panjang

gelombang yang lebih pendek. Setiap reflektan yang direkam pada band 1 –

3 atas wilayah gelap ini diasumsikan kepada hasil dari atmosferik path

radiance daripada reflektan sebenarnya dari permukaan bumi. Bi-plot band 4

terhadap band 1-3 dihasilkan piksel region gelap. Teknik regresi kemudian

digunakan untuk menghitung y-intercept yang menampilkan path radiance

pada band 1-3 (lihat Mather 1987). Ini kemudian dikurangi dari semua piksel

di citra.

3.2.2. Koreksi atmosfir dengan perangkat lunak ATCOR (Richter

and Schlapfer, 2013). Walaupun banyak informasi dari citra satelit dapat

diekstrak tanpa koreksi radiometrik, pendekatan berbasis model fisik yang

digunakan di ATCOR memberikan berbagai manfaat, terutama ketika

berhadapan dengan data multitemporal dan ketika perbandingan sensor yang

berbeda diperlukan.

Ada 2 model ATCOR yang tersedia, yaitu ATCOR 2/3 dam ATCOR

4. ATCOR 2/3 untuk citra satelit sedangkan ATCOR 4 untuk foto udara.

Pada penelitian ini digunakan ATCOR 2/3 versi 8.3.0. Versi ATCOR untuk

data satelit mendukung hampir semua FOV sensor utama kecil hingga

medium secara komersil dengan look-up table (LUTs) atmosferik database

Page 26: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

21 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

sensor khusus yang berisi perhitungan pra-kalkulasi radiatif transfer. Daftar

sensor yang didukung dapat dilihat di alamat website:

http://www.rese.ch/products/ atcor/atcor3/atcor_sensors.html

Gambar 2.2. Alur Kerja Umum Koreksi Atmosfer

Alur kerja umum koreksi atmofer dengan menggunakan software

ATCOR ditampilkan pada Gambar 2.2. Pertama, citra diisi dengan beberapa

informasi tambahan (file DEM). Kemudian menentukan sensor, file kalibrasi

radiometrik, dan kombinasi dasar tipe atmosfer/aerosol, misal: atmosfer

musim panas dengan aerosol pedesaan. Disarankan untuk memastikan

validitas kalibrasi dan estimasi visibilitas (dan mungkin atmosfer kolom uap

air wv) sebelum memproses citra. Spektrum refektans target scene dapat

ditampilkan sebagai fungsi visibilitas dan uap air (musim dingin, gugur,

panas dan, atmosfer tropis mempunyai wv yang berbeda) dan dibandingkan

dengan spektrum lapangan atau bank spektrum. Jika masalah kalibrasi

muncul pada beberapa chanel, salinan file kalibrasi dapat diedit di saluran ini

untuk mencocokkan spektrum referensi.

Page 27: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 22

Ketika file kalibrasi sudah benar pengguna dapat melanjutkan dengan

pengolahan citra. Tergantung dengan kesedian channel sensor ada beberapa

pilihan untuk mengolah citra dengan konstanta atau variable visibilitas dan

uap air di atmosfer. Untuk FOV sensor besar pilihan yang tersedia untuk

mengoreksi efek across-track illumination (BRDF). Hal ini sangat berguna

jika perekaman gambar berlangsung pada solar principal plane. Selain itu,

polishing spektral dapat dilakukan untuk koreksi data secara atmosfer dan /

atau BRDF seperti yang ditunjukkan dengan garis putus-putus dari Figur 4.9.

Polishing membutuhkan citra hiperspektral. Setelah itu klasifikasi dapat

dilakukan.

Gambar 2.3. menunjukkan file input/output citra yang terkait dengan proses

ATCOR. Pada bagian kiri kasus terrain datar diperlakukan. Pada sisi kanan

terrain kasar diperlakukan. Di terrain pegunungan, DEM, DEM lereng dan

file aspek diperlukan. Input pilihan yaitu file skyview dan peta bayangan,

dan yang terakhir juga dapat dihitung dengan cepat. Kemiringan dan file

aspek dapat dihitung dari menu interaktif ATCOR. File skyview harus

dihitung dengan program skyview.

Gambar 2.3. File input/output Citra selama Pemrosesan.

Page 28: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

23 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

3.2.3. Koreksi Kolom Air Lyzenga (1978) dan Lyzenga (1981)

Cahaya akan mengalami pengurangan intensitas ketika berada di

dalam kolom air. Pengurangan intensitas cahaya ini diakibatkan serapan

(absorption) dan hamburan (scattering) oleh partikel-partikel (terlarut

maupun tersuspensi) yang terdapat dalam air dan oleh molekul air itu sendiri

(Kirk, 1994; Mobley, 1994; Bukata et al., 1995 dalam Budhiman et al,

2013). Sehingga, semakin dalam cahaya masuk ke dalam kolom air, semakin

kecil intensitas cahaya yang masih terdapat di dalam kolom air. Seperti

dijelaskan oleh hukum Beer-Lambert, bahwa intensitas cahaya akan

berkurang secara eksponensial terhadap perbedaan kedalaman, atau dapat

ditulis sebagai berikut (Bukata et al., 1995 dalam Budhiman et al, 2013):

(1)

Dimana Iz adalah intensitas cahaya pada kedalaman z, I0 adalah intensitas

cahaya awal atau pada kedalaman 0 (di permukaan air), f adalah nilai faktor

geometrik, k adalah nilai koefisien atenuasi dan z adalah kedalaman.

Pengurangan intensitas cahaya akibat adanya peningkatan kedalaman

perairan ini dikenal sebagai atenuasi. Besaran atenuasi berbeda antar panjang

gelombang cahaya. Atenuasi pada panjang gelombang merah (sekitar 700

nm) akan lebih besar dibandingkan denganpanjang gelombang biru (sekitar

400 nm) karena serapan (absorption) pada panjang gelombang merah lebih

besar dibandingkan pada panjang gelombang biru (Bukata et al., 1995;

Green et al., 2000). Oleh karena itu, nilai koefisien atenuasi (k) pada

persamaan (1) akan berbeda pada panjang gelombang cahaya yang berbeda.

Hal ini menyebabkan suatu obyek yang sama di dalam air akan memiliki

karakteristik spektra (spectral signature) yang berbeda apabila berada pada

kedalaman perairan yang berbeda.

Page 29: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 24

Keberadaan kolom air akan mempengaruhi proses ekstraksi informasi

substrat dasar perairan dengan menggunakan data penginderaan jauh.

Apabila mengikuti hukum Beer-Lambert seperti pada persamaan (1), maka

nilai radiansi (L) yang diterima oleh sensor satelit (dipengaruhi oleh kondisi

atmosfer, pantulan permukaan air dan perbedaan kedalaman) dapat ditulis

sebagai sebagai persamaan berikut (Lyzenga, 1978; Green et al., 2000):

(2)

Dimana Li adalah radiansi yang diterima oleh sensor satelit, Lsi adalah

radiansi pada perairan laut dalam (radiansi yang diterima oleh sensor yang

berasal dari perairan laut dalam merupakan pengaruh dari kondisi atmosfer,

karena pada perairan laut dalam radiansi lebih banyak diserap oleh air), ai

adalah konstanta pengaruhat mosfer dan pantulan permukaan air pada

panjang gelombang i, Rbi adalah pantulan dari dasar perairan (misalnya

pantulan dari terumbu karang), f adalah nilai faktor geometrik, ki adalah nilai

koefisien atenuasi pada panjang gelombang i dan za dalah kedalaman.

Persamaan (2) memiliki beberapa konstanta yang tidak diketahui,

sehingga menyulitkan dalam melakukan perhitungan. Lyzenga (1978, 1981)

membuat metode untuk koreksi kolom air yang tidak terlalu bergantung

dengan nilai-nilai konstanta yang ada pada persamaan (2) dengan

menggunakan rasio pantulan dari dasar perairan pada 2 (dua) kanal yang

berbeda. Metode Lyzenga dapat turunkan dari hukum intensitas cahaya

Beer-Lambert pada persamaan (1), secara matematika berdasarkan

keberadaan kanal i pada sensor satelit sebagai berikut:

(3)

(4)

Page 30: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

25 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

(5)

kemudian rasio dari 2 buah kanal (kanal i dan j) merupakan rasio persamaan

(5) pada kanal i dan j, menjadi:

(6)

nilai konstanta f(nilai faktor geometrik) dan z (kedalaman) dapat dihilangkan

karena nilai tersebut habis dibagi oleh nilai konstanta itu sendiri, sehingga

persamaan (6) menjadi

(7)

(8)

(9)

Sehingga apabila depth-invariant index adalah rasio dari intensitas cahaya

pada kanal i dan j, maka persamaan (9) merupakan persamaan depth-

invariant index sebagai berikut:

(10)

Ruas kanan pada persamaan (10) merupakan nilai indeks pada permukaan

air, dimana intensitas cahaya belum berkurang (I0). Nilai pada ruas kanan ini

dapat diabaikan, karena nilai indeks yang ingin diketahui adalah pada

kedalaman dimana substrat dasar perairan yang akan diukur berada. Dengan

demikian, persamaan (10) dapat disederhanakan lagi menjadi

Page 31: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 26

(11)

Kemudian, Lyzenga (1981)menjelaskan bahwa jika suatu

pengukuran radiansi dilakukan pada substrat perairan yang sama tetapi

berada pada kedalaman yang bervariasi, akan memberikan korelasi linear

diantara nilai radiansi pada kanal i dan j. Slope atau gradient pada korelasi

lineartersebut merupakanpendekatan terhadap nilai rasio koefisien atenuasi

diantara kanal i dan j, dan nilai rasio ki/kjtersebut akan sama untuk semua

jenis substrat dasar perairan(Gambar 2.4).

Gambar 2.4.Grafik tahapan proses koreksi kolom air (UNESCO, 1999)

3.2.4. Koreksi Kolom Air Lyzenga et al (2006) modfifikasi Kano

et al (2011).

Model radiasi pada perairan dangkal Lyzenga (1978) seperti yang dijelaskan

dalam sub bab di atas, tidak sepenuhnya akurat karena didasarkan pada

banyak asumsi. Model tersebut tidak mengesampingkan hamburan balik

dalam air di kedalaman tak terbatas dan pantulan internal dari permukaan air.

Algoritma ini dimodifikasi dengan memasukkan band NIR untuk mengoreksi

Page 32: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

27 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

efek kekasaran atmosfer dan permukaan laut oleh Kanno et al (2011). Teori

metode Lyzenga et al (2006) dalam Kanno et al (2011) dijabarkan sebagai

berikut. Dalam kasus air dangkal, radiasi gelombang elektromagnetik

diterima oleh satelit dengan menggunakan sensor sinar tampak terdiri dari

empat komponen: hamburan oleh atmosfer (path radiance), pantulan dari

permukaan air , hamburan oleh kolom air, dan pantulan dari dasar perairan.

Berasal dari algoritma tersebut radiasi spektral yang terukur adalah L(λ)

adalah fungsi dari panjang gelombang λ dan dapat dinyatakan sebagai

dimana V (λ) adalah hamburan oleh kolom air (in-water volume scaterring)

dari dalam air di kedalaman tak terbatas, B (λ) adalah reflektan dari dasar

perairan, k(λ) adalah koefisien atenuasi efektif, h adalah kedalaman air, T (λ)

adalah transmitans perjalanan bolak-balik melalui atmosfer dan permukaan

air, E (λ) adalah iradian yang datang di atmosfer bagian atas, S (λ) adalah

komponen refleksi permukaan, dan A (λ) adalah hamburan dari atmosfir.

Pada kedalamam (h) tidak terbatas h (L (λ) ≡ Lim h → ∞ L (λ)), dan

dalam panjang gelombang infra merah dekat (NIR) L (λNIR)), istilah

eksponensial dalam persamaan di atas diabaikan. Karena nilai spektral NIR

terserap lebih cepat dalam air untuk L (λ) pada panjang gelombang NIR

(LNIR), istilah berdistribusi eksponensial dari persamaan di atas sebagian

besar diabaikan. Kecuali untuk h kecil, diasumsikan bahwa S (λ) dan A (λ)

masing-masing adalah bahwa S (λ) dan A (λ) dalam L (λ) sebanding dengan

yang di LNIR, di daerah yang jauh dari perairan dangkal, di mana hasil dari V

(λ) T (λ) E (λ) adalah spasial yang homogen dan baik S (λ) atau A (λ)

merupakan variasi yang dominan. Dengan demikian, kita bisa mengharapkan

Page 33: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 28

korelasi antara L (λ) dan LNIR untuk setiap nilainya cukup baik. Persamaan

baru untuk indeks kedalaman invarian ditulis sebagai:

di mana Yij indeks kedalaman invarian, L (λ)i dan L (λ)j mewakili nilai

spektral pada band i dan band j, LNIR adalah nilai spektral dalam band NIR,

α(λ)i0 dan α(λ)i1 merupakan koefisien antara nilai spektral visible dan

spektral NIR pada kedalaman air tertentu, dan ki / kj adalah koefisien

atenuasi air pada band i dan j. Persamaan invariance tersebut merujuk pada

Lyzenga81 dengan modifikasi perubahan nilai spektral X(λ)i dan X(λ)j yang

dibangun dari Lyzenga 2006 sebagai noise metode koreksi.

3.3. Kenampakan Visual Terumbu Karang dari Data Landsat 8

Salah satu pendekatan interpretasi citra adalah dengan metode

interpretasi visual. Seorang analis / interpreter mengekstrak informasi

dengan menginspeksi secara visual sebuah komposisi citra dari sebuah data

penginderaan jauh (Richards and Jia, 2006). Hal ini merujuk pada

photointerpretation pada penginderaan jauh fotografik. Interpretasi visual

bisa dilakukan untuk 2 hal, pertama adalah untuk pengenalan dan

penentuan obyek-obyek dalam klasifikasi secara dijital menggunakan

komputer. Kedua, interpretasi visual digunakan dalam klasifikasi dengan

cara membuat garis batas obyek secara manual pada layar (on-screen

digitize) secara keseluruhan pada citra yang dianalisa. Pada penelitian ini,

maksud dari interpretasi visual di sini adalah untuk tujuan pengenalan

obyek dan penentuan kelas dalam membantu proses klasifikasi dijital

nantinya.

Terumbu karang adalah obyek yang berada di dalam kolom air,

sehingga pengenalan obyek tidak sama dengan obyek-obyek yang ada di

Page 34: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

29 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

darat yang cukup mudah dengan konsep dasar karakterisrik spektral dari

obyek darat. Sehingga interpretasi visual pada obyek terumbu karang

belum banyak dilakukan. Selama ini identifikasi perbedaan obyek di

ekosistem terumbu karang banyak dilakukan dengan melihat citra

pseudocolor dengan colour table tertentu dari kanal tunggal hasil koreksi

kolom air dengan input 2 kanal pada panjang gelombang sinar tampak.

Sebenarnya cara ini tidak tepat dijadikan pijakan utama, cara tersebut

adalah hanya alat bantu membedakan obyek, setelah kita mengenal

kompoisisi ekosistem terumbu karang di lapangan. Cara tersebut digunakan

mana itu terumbu karang mana bukan terumbu karang dimana obyek

tersebut adalah akibat dari kualitas air yang kadang terkelaskan sebagai

kelas yang sama. Cara tersebut belum dipublikasi secara ilmiah karena

dokumen yang dirujuk adalah cara kerja/pedoman teknis yang dibuat untuk

para operator yang digunakan karena banyaknya pekerjaan pengolahan

yang harus dilakukan dalam rangka pemetaan terumbu karang di seluruh

Indonesia. Sayangnya pedoman ini menyebar karena kemudahan teknologi

informasi sekarang ini dan menjadi opini yang salah yang terlanjur menjadi

acuan.

Pada penelitian ini potensi penggunaan metode interpretasi visual utuk

mengenali obyek-obyek dasar dalam ekosistem terumbu karang dikaji.

Data Landsat 8 memiliki resolusi radiometrik 12 bit yang memiliki

perbedaan skala keabuan 4096 tingkat (USGS, 2013), sangat kontras data

Landsat 7 yang hanya 8 bit dengan 255 tingkat warna keabuan. Hal ini

langsung terlihat dari kenampakan citra komposit (RGB) dari berbagai

komposisi band. Salah satu komposit terbaik menurut penulis disajkan

dalam Gambar 3.1. yang disertai foto dari lapangan yang menunjukkan

obyek-obyek yang teridentifikasi di lapangan.

Page 35: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 30

Gambar 3.1. Kenampakan citra komposit 432 (RGB) Landsat 8 dan

kenampakan di lapangan

Pada kegiatan penelitian ini telah dilakukan survei lapangan pada bulan

Mei 2014 dengan acuan hasil pengolahan awal menggunakan metode yang

selama ini digunakan dan mengasumsikan hasil klasifikasi sebagai

klasifikasi tidak terawasi yang belum ditentukan kelasnya. Pengolahan

awal ini hanya dijadikan salah satu acuan dalam menentukan lokasi

sampling. Acuan lain adalah citra komposit (RGB) dengan berbagai

komposisi kanal. Kenampakan visual dalam komposit adalah cara yang

paling umum digunakan untuk menentukan kelas obyek dalam pengolahan

citra setelah dilakukan klasifikasi tidak terawasi atau sebagai acuan dalam

menentukan training area dalam klasifikasi terawasi. Penggunaan citra

komposit RGB belum banyak digunakan sebelumnya untuk interpretasi

ekosistem terumbu karang karena masalah penyerapan gelombang

elektomagnetik oleh air, sehingga kenampakan obyek akan berbeda dengan

kenampakan di daratan.

Dari hasil analisis, komposit 432 (RGB) merupakan komposit yang

paling informatif terhadap substrat dasar terumbu karang. Dari hasil survei

lapangan, obyek dasar dengan dominasi penyusun karang dengan pasir dan

dengan campuran makro alga / padang lamun dapat dibedakan. Secara

visual, pasir dengan obyek lain dapat dibedakan secara mudah, tetapi rataan

karang dengan campuran makro alga secara visual hampir sama. Untuk

dapat melakukan interpretasi visual dalam rangka membedakan obyek di

terumbu karang terlebih dahulu harus memahami zonasi kawasan terumbu

Page 36: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

31 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

karang secara geomorfologi. Gambar 3.2. merupakan gambaran umum

zonasi kawasan terumbu karang yang dapat dijadikan acuan dalam

interpretasi.

Gambar 3.2. Zonasi sederhana ekosistem terumbu karang secara umum (Newton

and Laporte, 1989)

Komponen penyusun utama dan terpenting dari ekosistem terumbu

karang adalah hewan karang yang berkoloni yang membentuk sebuah bentuk

kadang seperti batu. Oleh karena itu perlu diutamakan untuk dapat

mengidentifikasi kenampakan dasar perairan yang didominasi dengan

tutupan karang. Hewan karang dapat tumbuh dengan baik pada kawasan

yang berarus dan sebaliknya, sehingga kunci utama menemukan atau

mengidentifikasi daerah dengan tutupan dominan karang adalah kawasan di

depan reef crest yaitu daerah reef front atau slope. Reef crest merupakan

daerah yang paling dangkal karena pertumbuhan karang yang terhambat

karena keterbatasan kolom air, disebabkan karena sering tidak terendam oleh

air laut saat air surut maka daerah ini biasanya didominasi oleh karang mati

atau pasir atau pecahan karang. Reef crest sangat mudah diidentifikasi

melalui interpretasi visual karena faktor-faktor tersebut.

Page 37: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 32

Salah satu lokasi rataan karang yang dapat digunakan sebagai contoh

adalah adalah Pulau Sekati, karena dari citra komposit terlihat pada sisi timur

rataan depan (outer flat) yang cukup luas dan tidak ditemukan reef crest

(lihat Gambar 3.3). Pada lokasi ini ditemukan hamparan karang hidup yang

cukup luas yang diselingi oleh karang yang mati. Maka dilakukan

identifikasi tutupan dominan dengan cara transek kwadrat pada lokasi

tersebut. Tetapi karena kondisi ombak yang cukup besar maka tidak bisa

melakukan transek pada daerah yang ideal. Pengambilan data lapangan di

Pulau Sekati dilakukan kembali pada survei kedua yang dilakukan pada

Tanggal 1-5 Desember 2014. Pada bulan tersebut merupakan musim angin

barat dimana gelombang datang dari arah barat dan lokasi tersebut terlindung

dari gelombang. Pada survei kedua terbukti bahwa daerah ini adalah rataan

karang.

Gambar 3.3. Kenampakan citra komposite 432 (RGB) pada 3 stasiun pengamatan

lapangan.

Pada lokasi nomer 1 dan 2 (lihat Gambar 3.3) juga ditemukan

hamparan karang yang cukup luas walau dengan persen tutupan karang yang

tidak begitu tinggi dan diselingi oleh pasir dan karang mati. Pada lokasi 1

ditemukan hamparan karang karena memang berada di depan reef crest,

Page 38: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

33 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

tetapi kondisi di belakang reef crest belum disurvei. Pada lokasi 2 berada di

belakang samping reef crest, sehingga arus bisa datang dari samping. Dari

pengamatan 2 hari tersebut, disimpulkan sementara bahwa rataan karang bisa

diidentifikasi secara visual. Pada hari ketiga, dicoba menginvestigasi daerah

di belakang reef crest tetapi terdapat laguna yaitu daerah yang cukup dalam

dengan ukuran yang cukup luas. Lokasi tersebut adalah karang Congkak dan

di sana ditemukan hamparan karang yang cukup luas. Pada sisi yang lain

juga diinvestigasi dan ditemukan hamparan karang yang masih cukup baik

(lihat Gambar 3.4.)

Gambar 3.4. Kenampakan citra komposit 432 (RGB) di Karang Congkak dan foto di

lapangan

Dengan kesimpulan sementara yang diperoleh, pada hari berikutnya

dicoba survei cepat pada lebih banyak titik sampling untuk membuktikan

kenampakan yang mirip dan meyakinkan kunci interpretasi yang telah

dipikirkan. Kemudian disusuri mulai dari Gosong Pramuka keliling,

kemudian mengarah ke terumbu karang Pulau Karya bagian selatan dan

disusuri bagian utara dan berakhir di ujung barat terumbu karang Pulau

Panggang. Dari survei tersebut hampir seluruh prediksi visual cocok dengan

kondisi di lapangan. Hal ini merupakan temuan awal yang bagus karena

Page 39: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 34

sebelumnya bahwa penentuan kelas pada proses ekstraksi informasi terumbu

karang membutuhkan data lapangan sebagai input dalam proses pengkelasan

seperti dalam dokumen SNI Pemetaan substrat dasar perairan dangkal

(2011). Prayudha (2010) menggunakan data cek lapangan dalam identifikasi

obyek pada peta tentatif yang sudah terlebih dahulu dihasilkan dan

mendapatkan akurasi 71%.

Pada survei kedua, telah dilakukan uji akurasi dari hasil visual

interpretasi. Sehubungan dengan kondisi gelombang yang datang dari arah

barat, maka lokasi sampling yang semula direncanakan di sebelah barat

pulau dibatalkan dan diganti di bagian timur terumbu. Selama 4 hari survei,

untuk keperluan validasi telah diperoleh 10 titik sampling yang diduga area

dominasi karang 8 buah dan diduga area dominasi campuran makro alga

/lamun/karang ada 2 buah. Hasil survei menunjukkan bahwa 9 titik obyek

yang di lapangan sesuai dengan interpretasi dan 1 titik berbeda. Secara

sederhana akurasi mencapai 90%. Kesalahan pada satu titik yang semula

diinterpretasi area yang didominasi campuran makro makro alga dan ternyata

adalah didominasi oleh karang disebabkan oleh salah interpretasi

keberadaaan reef crest. Kondisi karang yang jarang dan didominasi pasir

pada reef slope atau reef front ternyata bukan reef crest. Sehingga

interpretasi reef crest harus lebih hati-hati agar tidak salah.

Gambar 3.5. Kenampakan secara visual di citra komposit (tanda panah) dibanding

dengan kenampakan di lapangan.

Page 40: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

35 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

Hal lain yang harus menjadi perhatian adalah adanya pertumbuhan

makro alga yang cukup tinggi pada rataan karang depan. Pada masa lalu, reef

front jarang ditemukan makro alga. Karang dengan makro alga sama-sama

menyerap energi gelombang elektromagnetik berbeda dengan pasir yang

memantulkan sebagian besar. Sehingga dominasi karang dengan makro alga

masih agak susah dibedakan berdasarkan warnanya.

3.4. Klasifikasi Density Slicing dengan Koreksi Kolom Air Lyzenga

(1978).

Salah satu klasifikasi yang digunakan untuk informasi terumbu

karang adalah density slicing (Siregar, 2006; Siregar, 2010). Klasifikasi ini

membagi kelas-kelas berdasarkan nilai hasil perhitungan koreksi kolom air

dengan dasar bahwa hasil koreksi kolom pada histogram banyak muncul

puncak-puncak baru yang lebih banyak yang mengindikasikan perbedaan

obyek. Klasifikasi ini mempunyai potensi untuk dikembangkan karena jika

nilai-nilai sebuah obyek dari hasil koreksi kolom air bisa sama pada data

yang berbeda, maka identifikasi jenis obyek bisa diidentifikasi dari nilai-nilai

tersebut. Oleh karena itu, pada sub-bab ini menjelaskan tentang analisa hasil

nilai-nilai konversi dengan persamaan koreksi kolom air Lyzenga (1978).

Page 41: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 36

Gambar 3.6. Histogram dan rentang nilai masing-masing pengolahan koreksi

atmosfir dari data Landsat 8 2013.

Isu yang paling banyak ketika ingin menyamakan nilai hasil

transformasi dengan sebuah persamaan adalah koreksi atmosfir, sebagaimana

digagas pertama bahwa nilai sebuah rasio band untuk mendapatkan nilai

indeks yang sama antar data dengan akuisisi yang berbeda (Green et al,

2010). Untuk mendapatkan hasil nilai yang sama di akhir perhitungan, maka

proses pengolahan awal harus melalui koreksi atmosfer. Tiga (3) jenis

perlakukan koreksi atmosfer dilakukan dan dibandingkan hasilnya baik nilai

refektan 3 band maupun nilai hasil tranformasi koreksi kolom air. Ketika

jenis tersebut adalah tanpa koreksi atmosfir, hanya nilai reflektan hasil

koreksi atmosferik, kedua adalah koreksi atmosfir dark pixel dan satu lagi

koreksi dengan ATCOR 2/3. Gambar histogram dan kisaran nilai ketika jenis

pengolahan awal disajikan pada gambar 3.6.

Dari hasil analisa (lihat gambar 3.6) diperoleh bahwa nilai reflektan

hasil koreksi atmosfer pada kisaran nilai nilai minimum turun dari nilai

sekitar 0,07-1,123 menjadi nilai sekitar 0,002, sedangkan nilai maksimum

juga terjadi hal yang sama. Penurunan nilai ini wajar sesuai dengan

pengurangan karena pengaruh atmosfer. Akan tetapi kisaran nilai yang agak

Page 42: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

37 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

tidak wajar pada hasil proses koreksi atmosfir dengan ATCOR yaitu

menghasilkan nilai kisaran minus. Perangkat lunak ATCOR tidak menerima

input dalam nilai reflektan tetapi dalan nilai dijital (DN) dan menghasilkan

citra hasil koreksi dalam nilai dijital pula, kemudian baru dikonversi menjadi

reflektan dengan nilai faktor pengali dari metadata data asli. Kenapa hasilnya

minus, diduga karena 2 kemungkinan, pertama kesalah prosedur pengolahan

dan kedua nilai faktor pengali konversi ke reflektan asli tidak berlaku pada

citra hasil. Keduanya harus diinvestigasi sehingga mendapatkan nilai yang

wajar.

Gambar 3.7. Perbandingan nilai hasil koreksi atmosfer pada 2 data yang berbeda.

Data tahun 2013 (kiri) dan tahun 2014 (kanan).

Untuk bisa menjadikan nilai hasil transformasi koreksi kolom air

sebagai indikator pembeda obyek, maka dari data kapan pun dan dimanapun

harus menghasilkan nilai-nilai yang sama sehingga suatu obyek akan

memiliki nilai yang sama. Untuk itu kita coba bandingkan 2 data yang

berbeda yaitu data tahun 2013 dan tahun 2014 pada lokasi yang sama.

Histogram hasil koreksi atmosfir pada band 2,3, dan 4 masing-masing dari

data tahun 2013 dan 2014 disajikan dalam Gambar 3.6.

Page 43: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 38

Kisaran nilai minimum dan maksimum pada band 2,3 dan 4 pada

masing-masing data terlihat memiliki nilai yang hampir sama. Hal ini

mengindikasikan bahwa koreksi atmosfir dark pixel memberikan hasil

dengan rentang yang hampir sama pada data yang berbeda. Selanjutnya

adalah kisaran nilai setelah dilakukan koreksi kolom air Lyzenga (1978)

yang disajikan pada Gambar 3.7. Terlihat bahwa masing-masing citra

memiliki rentang nilai yang cukup kontras yaitu tahun 2013 memiliki nilai

minimum dan maksimum -1,930975 dan -1,157189 sedangkan tahun

2014 adalah -0,621651 dan -0.380648. Ketidaksamaan rentang nilai

minimum dan maksimum mengindikasikan bahwa nilai hasil transformasi

koreksi kolom air ini belum bisa digunakan sebagai indikator pembeda

obyek. Akan tetapi kemungkinan solusi terhadap masalah ini masih ada

dengan cara menganalisa penyebab nilai-nilai tersebut berbeda.

Gambar 3.8. Histogram dan nilai minimum maksimum citra hasil koreksi kolom

air Lyzenga (1978) pada data tahun 2013 (kiri) dan tahun 2014

(kanan)

Hal pertama yang harus diklarifikasi adalah nilai koefisien ki/kj yang

digunakan. Koefisien ini diperoleh dari hitungan statistik dari poligon-

poligon yang dibuat secara acak pada lokasi-lokasi tertentu dan mewakili

semua kedalaman. Pada kasus ini dicoba digunakan poligon yang sama

persis untuk data tahun 2013 dan 2014. Koefisien yang diperoleh tidak

menghasilkan nilai yang sama yaitu 0,632631 untuk tahun 2013 dan 0,64261

untuk tahun 2014 walaupun tidak berbeda cukup banyak. Secara teori nilai

ini akan berbeda karena pengaruh pasang surut membuat kolom air berbeda

Page 44: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

39 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

pada waktu akuisisi yang berbeda, tetapi seharusnya menghasilkan nilai hasil

koreksi kolom air yang sama. Masih perlu investigasi lebih lanjut dan

penelitian lebih dalam untuk menemukan permasalahan-permasalahan

tersebut.

3.5. Analisa Citra Hasil Koreksi Kolom Air.

Analisa ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas dari

koreksi kolom air pada lokasi penelitian dan mungkin terjadi pada lokasi

yang lain yang memiliki karakter yang sama. Selain itu, juga dianalisa

pengaruh koreksi atmosfir yang berbeda terhadap kenampakan setelah

melalui koreksi kolom air. Hal ini untuk mengetahui apakah koreksi atmosfir

berpengaruh atau tidak dalam proses pengolahan ini.

Gambar 3.9. Perbandingan kenampakan obyek pada citra komposit RGB-I 432-8

(kiri), citra pseudo colour hasil koreksi kolom air tanpa koreksi

atmosfir (tengah) dan citra pseudo colour hasi koreksi kolom air

dengan koreksi atmosfir dark pixel (kanan).

Pada perairan dangkal kurang dari 1 meter, citra komposit RGB 432

masih bisa sebagai acuan dalam hal pemisahan obyek, walau sampai saat ini

sebagaimana dilaporkan dalam bab sebelumnya bahwa baru area yang

didominasi karang hidup saja yang baru bisa dibedakan. Obyek lain belum

bisa diidentifikasi dengan interpretasi visual, tetapi kenampakan-

kenampakan bahwa obyek itu berbeda masih bisa dilihat (lihat Gambar 3.9.

kiri). Kenampakan dari citra komposit ini dibandingkan dengan citra pseudo

Page 45: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 40

colour hasil koreksi kolom air tanpa koreksi atmosfer dari citra tahun 2013,

terlihat perbedaan obyek yang bisa muncul di citra komposit tidak terlihat

pada citra pseudo colour (Gambar 3.9. tengah). Kedalaman pada daerah ini

kurang dari 1 meter bahkan mungkin hanya 50 cm. Pada sisi luar terumbu

karang atau daerah reef slope, diketahui ada beberapa rataan karang yang

masih agak luas di sisi utara dan selatan dari hasil survei lapangan. Pada citra

komposit terlihat jelas kenampakan ini tetapi hilang pada citra pseudo

colour. Hal ini mengindikasikan kegagalan atau ketidak efektifan koreksi

kolom air pada kedalaman kurang dari 1 meter. Hal ini dikarenakan

pengaruh kedalaman kolom air yang jernih tidak begitu berpengaruh

terhadap kuatnya pantulan / reflektan dari dasar.

Pada citra pseudo colour hasil koreksi kolom air dengan koreksi atmosfir

dark pixel (Gambar 3.9. kanan), fenomena tersebut di atas tidak terjadi pada

rataan pasir di dalam terumbu karang, tetapi masih terjadi pada sisi reef slope

yang terdeteksi sebagai rataan karang dari survei lapangan. Hal ini juga

terjadi pada citra pseudo colour hasil koreksi kolom air dengan koreksi

atmofir dark pixel untuk data tahun 2014 sebagaimana disajikan pada

Gambar 3.10.

Gambar 3.10. Kenampakan citra pseudocolour hasil koreksi kolor air dengan koreksi atmosfir dark

pixel (atas) di bandingkan dengan citra RGB 432 pada masing-masing data tahun 2013

(kiri) dan tahun 2014 (kanan)

Page 46: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

41 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

Pada citra pseudo colour tahun 2013, kenampakan rataan karang yang

cukup luas pada ujung barat luar dan dalam goba (warna coklat gelap pada

citra RGB) masih terlihat pada citra pesudo, sementara pada citra pseudo

colour tahun 2014 tidak muncul lagi. Ada fenomena menarik ketika dark

pixel memberikan hasil yang berbeda untuk citra pada akuisis yang berbeda.

Koreksi kolom air Lyzenga (2006) juga sudah diaplikasikan, tetapi

masih belum mendapatkan hasil yang bagus karena tujuan mendapatkan

kenampakan perbedaan obyek yang lebih banyak dan tegas gagal. Yang

diperoleh justru hasil yang kurang bisa membedakan obyek. Hal ini bisa

dilihat dari kenampakan baik citra pseudo color maupun citra hasil

klasifikasi.

3.6. Kajian Keterpisahan Obyek Dasar Perairan dengan Data World

View 2.

Kajian ini menggunakan 5 band dari citra satelit WorldView-2

Multispektral yaitu band 2, band 3, band 4, band 5 serta band 8, yang

masing-masing memiliki resolusi spasial 1,84 meter dan mampu melakukan

menembus perairan, sedangkan band 8 tidak dapat menembus kolom air

karena digunakan utnuk membedakan obyek daratan dan perairan.

Pengolahan data dimulai dengan koreksi sunglint. Koreksi sunglint

dilakukan dengan menggunakan band 8 sebagaimana dijelaskan dalam bab

materi dan metode.

Selanjutnya dilakukan penggabungan band untuk mendapatkan

ketajaman objek dan warna komposit yang optimal. Proses fusi multispektral

dilakukan dengan memilih tiga (3) band yang digunakan untuk membuat

gambar komposit merah, hijau, dan biru (RGB). Pilihan image RGB

komposit untuk mendapatkan kenampakan yang optimal dari data citra

satelit World View-2 adalah komposit RGB 532. Dari citra komposit

Page 47: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 42

tersebut kemudian dilakukan penajaman untuk memperjelas kenampakan

pada citra, terutama pada objek substrat dasar perairan dangkal. Citra RGB

itulah yang dijadikan acuan untuk melakukan verifikasi hasil pengolahan

klasifikasi objek dasar perairan menggunakan algoritma lyzenga, setalah

dilakukan survei lapangan sehingga beberapa kenampakan pada titik-titik

survei bisa dikenali.

Algoritma lyzenga dilakukan terhadap 4 band dari citra World View

2, yaitu band 2 (b2), band 3 (b3), band 4 (b4) dan band 5 (b5). Kombinasi

algoritma lyzenga yang di buat dari 4 band tersebut adalah kombinasi b2-b3,

b2-b4, b2-b5, b3-b4, b3-b5 serta b4-b5. Dari setiap kombinasi kombinasi

band tersebut kita dapatkan hasil lyzenganya yang dapat dilihat pada Gambar

3.11.

Lyzenga kombinasi b2-b4 Lyzenga kombinasi b2-b5

Lyzenga kombinasi b3-b4 Lyzenga kombinasi b3-b5

Gambar 3.11. Kenampakan citra pseudo

colour hasil transformasi

koreksi kolom air Lyzenga

(1978) dengan kombinasi band

yang berbeda. Lyzenga kombinasi b4-b5

Page 48: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

43 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

RGB (b2-b4), (b3-b5), (b4-b5)

RGB (b2-b5), (b3-b5), (b4-b5)

RGB (b3-b4), (b3-b5), (b4-b5)

Gambar 3.12. Citra hasil klasifikasi dengan kombinasi hasil koreksi kolom air yang berbeda.

Proses selanjutnya adalah membuat 20 pasangan RGB dari 6 buah 5

citra hasil koreksi kolom air Lyzenga (1978) dengan 5 kombinasi band. Dari

20 buah pasangan RGB tersebut terdapat 3 pasangan yang memliki hasil

klasifikasi yang terbaik. Ke tiga pasang RGB tersebut adalah RGB b2-b4,

b3-b5, b4-b5, kemudian RGB b2-b5, b3-b5, b4-b5 serta RGB b3-b4, b3-b5,

b4-b5. Hasil klasifikasi dari komposit ketiga RGB tersebut dapat dilihat pada

Gambar 3.12.

Ketiga hasil klasifikasi diatas merupakan hasil klasifikasi yang

terbaik dari 20 pasang RGB yang dibuat. Penentuan klasifikasi tersebut

merupakan hasil yang terbaik itu berdasarkan persentase dareah yang tidak

berubah ketika proses klasifikasi dilakukan. Proses. klasifikasi dilakukan

secara otomatis oleh software dengan menggunakan metode unsupervised.

Hasil klasifikasi dari kombinasi RGB b2-b4, b3-b5, b4-b5 menghasilkan

laporan tidak terjadinya perubahan sebesar 98,0 %.

Page 49: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 44

Untuk hasil klasifikasi dari kombinasi RGB b2-b5, b3-b5, b4-b5

menghasilkan laporan tidak terjadinya perubahan sebesar 98,0 %. Sedangkan

hasil klasifikasi dari kombinasi RGB b3-b4, b3-b5, b4-b5 menghasilkan

laporan tidak terjadinya perubahan sebesar 98, %. Hasil klasifikasi terbaik

dari sepasang kombinasi Lyzenga (b2-b5), (b3 b5-), (b4 b5-) dengan

mengacu pada tidak ada perubahan dalam hasil klasifikasi terbesar adalah

99%.

3.7. Kajian Kenampakan Padang Lamun dari Data SPOT-6

Dikarenakan sesuatu hal, data SPOT 6 untuk area Kepulauan Seribu

belum ada. Data arsip yang ada di Bank Data Penginderaan Jauh Nasional

Pustekdata LAPAN ada beberapa data SPOT 6 dan SPOT 5 tetapi pada

kondisi awan yang sangat tebal dan tidak mungkin digunakan. Untuk kajian

penggunaan data SPOT-6 diubah lokasinya menjadi Pulau Lombok,

khususnya area Pantai Kuta, Tanjung An, Teluk Awang. Ada tambahan di

awal tahun untuk memasukkan padang lamun untuk dipelajar pada kegiatan

ini, karena adanya kegiatan koordinatif yaitu kegiatan one map yang tahun

ini salah satu targetnya adalah peta padang lamun nasional.

Padang lamun bisa dikategorikan dalam dua keadaan, pertama adalah

padang lamun yang berada dalam ekosistem terumbu karang dan menjadi

bagian terumbu karang. Pada proses pertumbuhan terumbu karang ada yang

membentuk rataan pasir dan lumpur yang bisa menjadi habitat padang

lamun. Luas padang lamun pada ekosistem lamun bervariasi mulai dari

hanya spot-spot dan bercampur dengan tutupan yang lain, sampai menjadi

padang lamun yang cukup luas. Satu jenis lagi adalah padang lamun yang

berdiri sebagai ekosistem sendiri yang menjadi habitat ikan duyung

(Dugong), karena Dugong tidak ditemukan di ekosistem terumbu karang.

Ekosistem ini disusun oleh utamanya adalah padang lamun.

Page 50: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

45 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

Kelompok padang lamun yang satu sudah menjadi bahan studi dalam

penelitian ini, sedangkan pada kelompok dua belum. Kegiatan one map

padang lamun melakukan kegiatan verifikasi habitat lamun terhadap peta

yang sednag dikompilasi. Data lapangan yang diperoleh ini yang digunakan

dasar dalam kajian awal pemanfaatan data SPOT-6 untuk ekstraksi informasi

padang lamun. Survei lapangan dilakukan dengan cara visual, melihat obyek

dan mengambil foto obyek tersebut, kemudian dicocokkan dengan

kenampakan di citra.

Awalnya agak sulit mendapatkan kenampakan yang kontras pada

citra komposit SPOT-6 yang dikarenakan adanya tutupan awan yang relatif

tebal di sekeliling area penelitian. Tutupan awan dengan nilai yang tinggi

membuat penajaman dengan metode nilai minimum dan maksimum tidak

memberikan kenampakan yang kontras. Di samping ada tutupan awan,

keberadaan pasir yang sangat putih dan pecahan gelombang di lokasi

penelitian memberikan warna putih yang relatif banyak. Hal ini akan

berpengaruh terhadap proses penajaman karena nilai maksimum yang yang

ada adalah nilai warna putih tersebut sehingga proses perentangan nilai-nilai

keabuan tidak terjadi. Akhirnya ditemukan metode penajaman yang bagus

yaitu perentangan linier dengan persentase perentangan dengan standar

deviasi 0.3. Standar deviasi yang digunakan bisa saja berbeda tergantung

kondisi data yang digunakan, dan bisa coba-coba dan diubah nilainya jika

kontras yang diinginkan belum bisa dilihat. Kenampakan kawasan padang

lamun dengan metode yang berbeda disajikan dalam Gambar 3.13.

Page 51: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 46

Gambar 3.13.Kenampakan citra komposit RGB (321) SPOT-6 dengan perentangan linier maksimun

dan minimum (kiri) dan perentangan linier dengan nilai persentase perentangan dengan

standar deviasi 0.3 (kanan)

Secara umum kenampakan kawasan padang lamun hampir sama

dengan 2 metode perentangan (streching) yang berbeda, area dengan tutupan

lamun ditandai dengan warna gelap, sangat kontras dengan pasir yang

berwarna cenderung terang. Kenampakan ini kurang kontras jika

dibandingkan dengan kenampakan kawasan terumbu karang yang

didalamnya terdapat padang lamun dari data World View 2 dengan resolusi

spasial 1,8 m untuk data multispektral. Kenampakan yang kontras juga tidk

terlihat ketika menggunakan data SPOT-6 yang di-pansharpen dengan data

pankromatik menjadi citra dengan resolusi 1,5 meter sebagaimana disajikan

pada Gambar 3.14. Dibandingkan dengan kenampakan kawasan padang

lamun dari data Landsat 8, masih juga tetap kurang terlihat kontras antar

obyek yang berbeda.

Hal ini diperkirakan karena data SPOT -6 yang digunakan dengan

perentangan nilai untuk aplikasi darat di staisun bumi. Dari sisi spektrum

gelombang yang digunakan hampir sama antara SPOT-6 dan World View 2

pada kanal biru, hijau dan merah hanya berbeda 10 nm, tetapi SPOT-6 tidak

memiliki kanal coatal blue, kuning dan red edge. Data yang disandingkan

menggunakan kanal-kanal yang sama.

Page 52: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

47 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

Gambar 3.14. Kenamakan citra komposit RGB (321) data SPOT 6 pansharphen (kiri) dan kenampakan

Citra World View 2 (kanan)

Page 53: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 48

BAB IV. PENUTUP

Dari proses pengolahan data dan analisa hasil pengolahan data

sampai dengan akhir kegiatan ini bisa disimpulkan sebagai berikut :

• Potensi yang besar untuk menggunakan metode interretasi visual

dalam mengenali obyek-obyek yang ada di ekosistem terumbu karang

sebagai acuan dalam proses klasifikasi yang selama ini asih sangat

tergantung dengan data lapangan. Hal ini dikarenakan kelebihan data

Landsat 8 dengan 12 bit dengan tingkat keabuan sampai 4098 tingkat.

• Kemungkinan penggunaan density slicing dengan nilai hasil

transformasi koreksi kolom air belum bisa digunakan walaupun

sudah melalui proses koreksi atmosferik. Hal ini dikarenakan hasil

transformasi koreksi kolom air Lyzenga (1978) pada data yang

berbeda tanggal memberikan nilai yang berbeda cukup jauh. Hal ini

perlu diinvestigasi lebih lanjut dan didalami untuk mendapatkan

solusi yang tepat.

• Koreksi kolom air Lyzenga (1978) tidak efektif untuk kedalaman

obyek kurang dari 1 meter apalagi pada daerah dengan kedalaman

yang relatif sama. Koreksi kolom air ini menyebabkan hilangnya

perbedaan obyek pada kedalaman kurang dari 1 meter dan

memberikan kelas yang lebih bnayak pada kedalaman lebih dari 1

meter. Batas nilai kedalaman 1 meter baru nilai perkiraan dan perlu

penelitian lebih lanjut untuk mengetahui nilai batas yang pasti.

• Data World View 2 memberikan hasil pemisahan obyel yang lebih

bagus dan mampu memberikan kelas-kelas yang berbeda pada

kombinasi band yang berbeda.

Page 54: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

49 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

• Kenampakan area padang lamun masih kurang kontras baik pada

citra komposit dari data SPOT 6 multispektral resolusi 6 meter

maupun data yang sudah di panshrapen dengan resolusi spasial 1,5 m.

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini di danai oleh DIPA Pusat Pemanfaatan Penginderaan

Jauh Tahun Anggaran 2014, untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada

mantan Kapusfatja Bapak Ir. Dedi Irawadi dan mantan Kabid SDWPL Dra.

Maryani Hartuti, M.Sc dan kami ucapkan terima kasih kepada Kapusfatja

Bapak Dr. Rokhis Khomarudin dan Kabid SDWPL Bapak Syarif Budhiman,

M.Sc.

Page 55: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 50

DAFTAR PUSTAKA

Bryant, D. L. Burke, J. McManus, M. Spalding. 1998. Reefs at Risk. World

Resource Institute, ICLARM, UNEP.

Budhiman, S., dan Hasyim, B., 2005. Pemetaan sebaran mangrove padang

lamun dan terumbu karang menggunakan data penginderaan jauh di

wilayah pesisir Laut Arafura. Prosiding PIT MAPIN XIV ITS

Surabaya, 14-15 September 2005.

Budhiman, S., Winarso, G., dan Asriningrum, W., 2013. Pengaruh

Pengambilan Training Sample Substrat Dasar Berbeda pada Koreksi

Kolom Air Menggunakan Data Penginderaan Jauh. Jurnal

Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital Vo. 10 No. 2

Desember 2013.

Bukata, R. P., Jerome, J. H., Kondratyev, K. Y., dan Pozdnyakov, D. V.

1995. Optical Properties and Remote Sensing of Inland and Coastal

Waters: CRC Press

Burke, L., Reytar, K., Spalding, M., and Perry, A. 2012. Menengok Kembali

Terumbu Karang yang Terancam di Segitiga Terumbu Karang. World

Resources Institute (diterjemahkan oleh Yayasan Terangi)

COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Project), 2001.

Kebijakan Nasional Pengelolaan Terumbu Karang di Indonesia.

Project Management Office, COREMAP.

Coremap, 2014. http://www.coremap.or.id/Kondisi-TK di akses tanggal 10

Desember 2014.

Eatkin, C.M., Nim. C.J., Brainard, R.E., et al. Monitoring Coral Reef From

Space. Oceanography, Vol. 23 No. 4 Des 2010.

Estradivari, Syahrir, M., Susilo, N., Yusri, S., dan Timotius, S., 2007.

Terumbu Karang Jakarta, Laporan pengamatan jangka panjang

terumbu karang Kepulauan Seribu (2004-2005). Yayasan Terangi dan

the David and Lucile Packard Foundation.

Page 56: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

51 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

Digital Globe, 2010. The Benefit of the Eight Spectral band of WorldView-2.

Digital Globe www.digitalglobe.com diakses tanggal 3Februari 2014.

Green, E. P., Mumby, P. J., Edward, A. J., dan Clark, C. D. 2000. Remote

sensing handbook for tropical oastal management: UNESCO

Green Peace Indonesia, 2013. Laut Indonesia dalam Krisis. Green Peace

Indonesia.

Hale, G.M., and Querry, M.R., Optical Constants of Water in the 200-nm to

200-Mm Wavelength Region. Journal of Applied Optics Vol. 12, No.

3 March 1973

Kanno A.; Tanaka Y. Modified Lyzenga's Method for Estimating

Generalizes Coefficients of Satellite-based Prediction of Shallow

Water Depth. IEEE Geoscience and Remote Sensing Letters, 2011,

9(4), 715-719

Kustiyo, dan kawan-kawan, 2003. Laporan Akhir Kegiatan Pemetaan

Terumbu Karang di Indonesia Tahun 2003. Pusat Pemanfaatan

Penginderaan Jauh LAPAN (tidak dipublikasikan).

Lyzenga, D. R. 1978. Passive remote sensing techniques for mapping water

depth and bottom feature. Applied Optics, 17(3), 379-383.

Lyzenga, D. R. 1981. Remote sensing of bottom reflectance and water

attenuation parameters in shallow water using aircraft and landsat

data. International Journal of Remote Sensing, 2(1), 71-82.

Lyzenga D.R.; Malinas N.P.; Tanis F.J. Multispectral Bathymetry Using a

Simple Physically Based Algorithm. IEEE Transactions on

Geoscience and Remote Sensing, 2006, 44(8), 2251-2259.

Newton, C.R., and Laporte, L.F. 1989. Ancient Environments. Prentice Hall

Foundation of Earth Science Series.

Miththapala, S. 2008. Coral Reef, Coastal Ecosystems Series (Volume 1).

International Union for Conservation of Nature and Nature Resource.

Mumby, P.J., and Steneck, R.S. 2008. Coral reef management and

conservation in light of rapidly evolving ecological paradigms.

Trends in Ecology & Evolution, Volume 23, Issue 10, 555-563, 1

October 2008 doi:10.1016/j.tree.2008.06.011

Page 57: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun 52

Muller-Karger, F.E., C. Hu, S. Andrefouet, R. Varela, and R. Thunell. 2005.

The color of the coastal ocean and applications in the solution of

research and management problems. Pp. 101–127 in Remote

Sensing of Coastal Aquatic Environments: Technologies,

Techniques and Applications. R.L. Miller, C.E. Del Castillo, and

B.A. McKee, eds, Springer, Dordrecht.

Ongkosongo, O. S. R. 1986. Some harmful stresses to the Seribu coral reefs,

Indonesia. In Soemodihardjo, S (ed.). Proceedings of MAB-

COMAR regional workshop on coral reef ecosystems: their

management practices and research/training needs, 4 -7 March

1986. UNESCO: MAB-COMAR and Indonesian Institute of

Science, Indonesia.

Prayuda, Bayu,. 2010. Pemetaan Sumberdaya Kepesisiran Melalui Teknologi

Penginderaan jauh di Perairan Ternate, Tidore dan Sekitarnya. Buku

Pemetaan Sumberdaya Kepesisiran, Puslit Oseanologi LIPI.

Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh (Pustekdata), 2014.

http://pustekdata.lapan.go.id/index.php/subblog/

read/2014/2631/Spesifikasi-Data-Spot-6-dan-Spot-7. Diakses tgl 17

Desember 2014.

Ramachandran, 1998. Application of Remote Sensing and GIS .

Madras University

Richards, J.A., and Jia, X. 2006. Remote Sensing Digital Image Analysis.

Springer-Verlag Berlin, Germany.

Richter, R., and Schlapfer, D., 2013. Atmospheric / Topographic Correction

for Satellite Imagery : ATCOR 2/3 User Guide. DLR IB 565-01/13.

Wessling Germany.

Siregar, V. P. 1996. Pengembangan Algoritma Pemetaan Terumbu Karang

di Pulau Menjangan Bali dengan Citra Satelit. Kumpulan Seminar

Maritim.

Siregar, V.P., 2010. Pemetaan Substrat Dasar Perairan Dangkal Karang

Congkak dan Lebar Kepulauan Seribu Menggunakan Citra Quick

Page 58: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

53 Penelitian dan Pengembangan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Ekstraksi Informasi Terumbu Karang dan Padang Lamun

Bird. E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2. No. 1

Juni 2010.

Tarantino, C., Adamo, M., Pasquariello, G., Lovergine, F., Blonda, P., and

Tomaselli, V., 2012. 8-Band Image Data Processing of the

Worldview-2 Satellite in a Wide Area of Applications, Earth

Observation, Dr. Rustam Rustamov (Ed.), ISBN: 978-953-307-973-8,

InTech

Timotius, S., 2003. Biologi Terumbu Karang. Makalah Training Course

Karakteristik Biologi Karang, Yayasan Terangi

Veron, J.E.N. 1995. Corals in space and time: biogeography and evolution

of Scleractinia. Australia Institute of Marine Science. Cape

Ferguson, Townsville Queensland

Veron, J. E. N (2000). Corals of the World. Townsville, Australia. Australian

Institute of Marine Science. 3 volumes

UNESCO. 1999. Applications of Satellite and Airborne Image Date to

Coastal Management. Coastal region and small island papers 4.

Paris: UNESCO

USGS, 2013. LDCM Cal/Val Algorithm Description Document Version 3.0.

U.S. Departement of the Interior, U.S. Geological Survey.

Page 59: Cover Depan dan Belakang - pusfatja.lapan.go.idpusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/Buku Laporan... · Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH - 2014