2. potensi sumber daya dan analisis pendapatan usaha peternakan sapi perah di kabupaten sinjai

Upload: ryenesavitriqayatri

Post on 14-Oct-2015

82 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

properti

TRANSCRIPT

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

    8

    POTENSI SUMBER DAYA DAN ANALISIS PENDAPATAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DI KABUPATEN SINJAI

    Potency of resource and income analyse of ranch effort of dairy cattle in sinjai regency

    Nuraeni dan Purwanta

    Dosen Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Gowa

    ABSTRAK Penelitian ini bertujuan: (1) untuk mengetahui potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sarana penunjang, (2) Untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diterima oleh peternak sapi perah di Kabupaten Sinjai. Populasi dalam penelitian adalah semua peternak yang memelihara sapi perah di Kecamatan Sinjai Barat berjumlah 40 orang dan seluruhnya dijadikan sampel (sampling jenuh). Hasil penelitian menunjukkan: (1) potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sarana penunjang mendukung pengembangan usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Sinjai, (2) Keuntungan yang diperoleh peternak dari pengembangan usaha sapi perah di Kabupaten Sinjai sudah menguntungkan. Keuntungan yang diperoleh peternak sapi perah dalam satu kali periode produksi sebesar Rp. 2.005.000,-.

    Kata kunci : analisis potensi, sapi perah

    ABSTRACT This research aim to : (1) knowing the potential of natural resource, human resource and infrastructure, ( 2) knowing the level of accepted by farmer in Sinjai regency. Population in this research including all 40 people dairy cattle farmer in Subdistrict of West Sinjai 40 people. Result of the research showed: (1) potency of natural resources, human resource and infrastructure supporting the development of ranch dairy cattle in Sinjai Regency, (2) Dairy cattle farmer in Sinjai have significant profit in running this business. The average revenue obtained dairy cattle farmer in one production period is equal to Rp. 2.005.000,-.

    Keywords : analyse of potency, dairy cattle

    PENDAHULUAN Visi pembangunan peternakan adalah pertanian berkebudayaan industri, dengan landasan efesiensi, produktivitas, dan berkelanjutan. Peternakan masa depan dihadapkan pada perubahan mendasar akibat perubahan ekonomi global, perkembangan teknologi biologis, berbagai kesepakatan internasional, tuntutan produk, kemasan produk, dan kelestarian lingkungan. Konkritnya, peternakan Indonesia akan bersaing ketat dengan peternakan negara lain bukan saja merebut pasar internasional tapi juga

    dalam merebut pasar dalam negeri Indonesia. Untuk itu perlu mendorong peternak agar tetap mampu bersaing baik pada skala lokal, regional dan nasional maupun internasional (Saragih, 2000).

    Salah satu usaha budidaya peternakan yang sekarang ini banyak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi adalah sapi perah. Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsistem oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

    9

    pengetahuan/keterampilan peternak yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem pencatatan, pemerahan, sanitasi, dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan peternak mengenai aspek tataniaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya.

    Menurut Laporan Direktorat Jenderal Peternakan, Indonesia masih mengimpor susu 80 % setiap tahunnya. Produksi susu nasional belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan konsumsi dan impor susu akan terus meningkat, sehingga perlu peningkatan populasi dan efesiensi produksi susu serta diversifikasi ternak perah. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka disamping usaha yang dilakukan pemerintah maupun swasta, usaha peternakan sapi, kerbau, dan kambing perah mempunyai prospek untuk dikembangkan pada masa sekarang dan yang akan datang.

    Ketidakseimbangan produksi dengan permintaan konsumen dalam waktu yang lama menyebabkan penurunan populasi beberapa jenis ternak dan sentra pengembangannya di Indonesia, khususnya terhadap sapi perah. Keadaan ini merupakan peluang dan tantangan dalam rangka otonomi daerah untuk mengupayakan pengembangan komoditi peternakan dan sumberdaya alam (SDA) yang berbasis lokal dan sumberdaya manusia (SDM) serta sumberdaya buatan yang tersedia.

    Kabupaten Sinjai menyimpan potensi peternakan yang sangat besar baik potensi ternak, lahan, sumberdaya manusia dan potensi agroklimat wilayah yang beragam yang memungkinkan bagi pengembangan berbagai jenis komoditi ternak, sehingga sudah sepantasnya pembangunan di bidang peternakan menjadi tumpuan perekonomian masyarakat di Kabupaten Sinjai.

    Sejak tahun 2001, Kabupaten Sinjai merupakan salah satu lokasi pengembangan sapi perah di luar Jawa yang merupakan lokasi uji coba pengembangan. Kegiatan pengembangan ini melalui bantuan ternak dari Direktorat Jenderal Peternakan. Populasi sapi perah di Kabupaten Sinjai sekarang ini kurang lebih 70 ekor dengan produksi susu 12 16 liter/ekor/hari. Standar normal produksi susu sapi perah khususnya sapi Friesian holsten (FH) adalah 12 - 18 liter/ekor/hari (Anonim, 1995).

    Pemilihan lokasi pengembangan ini berdasarkan pertimbangan kesesuaian agroklimat wilayah. Hal ini didasarkan bahwa wilayah barat Kabupaten Sinjai mempunyai iklim yang representative untuk mengembangkan ternak perah yakni dengan suhu dingin, tersedia lahan yang cukup sebagai basis ekologi untuk mengembangkan peternakan dan mempunyai sumber hijauan dan limbah pertanian yang cukup sebagai bahan makanan ternak perah.

    Keberhasilan usaha ternak sapi perah tergantung beberapa faktor sebagai berikut: (1) sumberdaya manusia, bahwa efesiensi usaha ternak tergantung dari peternak itu sendiri dalam kaitannya dengan penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan teknologi pengelolaan secara efesien, (2) sumberdaya alam, bahwa pengadaan bahan makanan berupa hijauan dan penguat memerlukan sumberdaya alam yang memadai, ternak perah memerlukan bahan makanan hijauan dalam jumlah yang cukup banyak, maka perlu persediaan lahan yang cukup, (3) sarana penunjang, seperti dukungan dari pihak pemerintah dan swasta.

    Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis menganggap perlu diadakan suatu penelitian tentang potensi sumberdaya dan analisis pendapatan usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Sinjai.

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

    10

    Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: (1) untuk mengetahui pengaruh sumber daya alam, sumber daya manusia terhadap produksi susu pada usaha sapi perah di Kabupaten Sinjai. (2) untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diterima oleh peternak pada usaha sapi perah di Kabupaten Sinjai.

    METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sinjai dengan menetapkan Kecamatan Sinjai Barat sebagai lokasi Penelitian. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposif dengan pertimbangan bahwa kecamatan tersebut merupakan lokasi pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Sinjai dan di Sulawaesi Selatan. Waktu penelitian berlangsung selama kurang lebih 2 bulan yaitu dari bulan Juni sampai Agustus 2004. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian dengan cara wawancara dan dengan menggunakan kuisioner yang diberikan secara langsung kepada peternak sapi perah. Data Sekunder diperoleh dari instansi terkait yakni Dinas Peternakan (baik kabupaten maupun provinsi), Kantor Informasi dan Pengolahan Data, Badan Pusat Statistik, serta sumber-sumber pustaka lainnya. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua peternak yang memelihara sapi perah yang ada di Kecamatan Sinjai Barat sebanyak 40 orang. Selanjutnya seluruh populasi diambil sebagai sampel (sampling jenuh).

    Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) wawancara terstruktur dengan menggunakan alat kuisioner atau daftar pertanyaan yang akan diisi oleh responden yang telah ditentukan dan (2) teknik observasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui fenomena atau gejala yang nampak pada objek-objek penelitian. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis keuntungan () untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diterima oleh peternak, yang diformulasikan sebagai berikut (Soekartawi, 1986) :

    = TR TC Dimana : = Total Keuntungan TR = Total penerimaan TC = Total Biaya

    HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Sumberdaya dan Sarana Penunjang Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia adalah merupakan salah satu unsur yang sangat penting dan mempunyai peranan sebagai penentu. Manusia tidak hanya dianggap sebagai alat produksi yang hanya menunjang secara langsung terhadap suatu sistem produksi tetapi lebih dari itu.

    Responden dalam penelitian ini adalah 40 orang peternak sapi perah yang berada di Kecamatan Sinjai Barat. Adapun Identitas responden yang akan diuraikan dalam hal potensi sumberdaya manusia adalah umur responden, pendidikan dan pengalaman berusaha ternak sapi perah.

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

    11

    Umur Responden Peternak responden yang melakukan kegiatan usaha sapi perah mempunyai umur terendah 20 tahun dan umur tertinggi 50 tahun. Sebagian besar responden berada pada usia kerja produktif (25 55 tahun). Secara terinci sebaran umur responden dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Jumlah Peternak Responden Berdasarkan Tingkat Umur Pada Usaha Pengembangan Sapi Perah Di Kabupaten Sinjai

    No. Umur (Tahun) Jumlah (Orang)

    Persentase (%)

    1. 2. 3. 4. 5. 6.

    20 25 26 30 31 35 36 40 41 45 46 - 50

    6 10 12 6 4 2

    15 25 30 15 10 5

    Jumlah 40 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah,

    2004.

    Menurut Rasyaf (1995), bahwa umur antara 20 55 tahun merupakan umur yang masih produktif, sedangkan dibawah 20 tahun merupakan umur yang belum produktif dan dapat dikategorikan sebagai usia sekolah sedangkan umur di atas 55 tahun tingkat produktivitasnya telah melewati titik optimal dan akan menurun sejalan dengan pertambahan umur. Kenyataan ini tentunya akan sangat berpengaruh pada produktivitas peternak dan sangat mendukung dalam pengembangan sapi perah di Kabupaten Sinjai. Tingkat Pendidikan Pendidikan formal secara langsung maupun tidak langsung sangat berpengaruh terhadap kinerja peternak berkaitan dengan pola pemikiran dan

    sistem kerja. Korelasi antara tingkat pendidikan formal signifikan dengan kemampuan beternak dalam pengembangan usaha. Begitu juga pendidikan non formal biasanya dapat membantu peningkatan pola berpikir dan keterampilan teknis.

    Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan masing-masing disajikan pada Tabel 2.

    Tabel 2. Jumlah Peternak Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Pengembangan Ternak Perah Di Kabupaten Sinjai

    No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)

    Persentase (%)

    1. 2. 3. 4. 5.

    SD/sederajat SLTP/sederajat SLTA/sederajat

    Diploma Sarjana

    4 12 20 2 2

    10 30 50 5 5

    Jumlah 40 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah,

    2004.

    Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan SLTA/sederajat sebesar 50 %. Dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi, maka akan lebih mudah mengharapkan pada peternak sapi perah untuk dapat menerima inovasi dan teknik-teknik dalam mengelola sapi perah sehingga dapat menghasilkan produksi susu yang tinggi. Hal ini sesuai dengan Martono (1995) bahwa tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap pola pikir serta kemampuan seseorang dalam mengelola suatu usaha serta dapat mengubah serta menerima setiap perubahan yang ada serta bagaimana menerapkannya. Pengalaman Beternak Pengalaman beternak adalah lamanya seseorang menggeluti usaha peternakan sapi perah yang dinyatakan dalam tahun.

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

    12

    Dari data hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman beternak sapi perah setiap responden bervariasi dari 1 tahun hingga 3,5 tahun, hal ini disebabkan karena pengembangan sapi perah di kabupaten Sinjai baru dimulai pada tahun 2001 dengan jumlah sapi sebanyak 6 ekor dan diberikan kepada peternak sebanyak 6 orang. Selanjutnya pada tahun 2002 sebanyak 22 ekor diberikan kepada 22 orang peternak, dan tahun 2003 sebanyak 12 ekor untuk 12 orang peternak. Jadi dalam hal pengalaman beternak sapi perah di Kabupaten Sinjai dapat dikatakan masih kurang, namun dengan aktifnya para peternak dalam mengikuti penyuluhan dari instansi terkait dan saling berbagi pengalaman antara peternak tentang tatalaksana pemeliharaan sapi perah maka usaha pengembangan sapi perah di Kabupaten Sinjai dapat berkembang dengan cepat. Hal ini sesuai dengan Djamali (2002) bahwa tenaga kerja yang memiliki pengalaman kerja yang lebih tentunya akan memberikan performan dan kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan tenaga kerja baru. Sumberdaya Alam Sumberdaya alam yang dikemukakan disini adalah agroklimat berupa kondisi iklim dan ketersediaan lahan yang memberi indikasi bahwa lokasi penelitian berpotensi bagi pengembangan sapi perah. Dari segi faktor iklim, pada umumnya sapi perah yang dikembangkan di Indonesia yaitu peranakan Fries Holland (FH) karena sapi ini dapat dikembangkan dengan temperatur kurang dari 220 C. Sehingga tidaklah mengherankan apabila

    usaha ternak sapi perah di Indonesia hanya terbatas didaerah-daerah tertentu yang berhawa dingin seperti di Jawa Barat didaerah Lembang dan Pangalengan, di Jawa Tengah didaerah Temanggung, Ungaran dan Boyolali dan di Jawa Timur didaerah Pasuruan dan Malang, dan sejak tahun 2001 Kabupaten Sinjai merupakan salah satu lokasi pengembangan sapi perah diluar pulau Jawa. Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan kesesuaian agroklimat wilayah untuk perkembangan optimal sapi perah.

    Daerah Kabupaten Sinjai 85 % terdiri dari medan berbukit, bergelombang sampai bergunung. Secara klimatologi terletak pada posisi iklim musim timur dimana bulan basah jatuh antara bulan April sampai Oktober dan bulan kering antara Oktober sampai April. Untuk luas dan persentase ketinggian dari permukaan laut dirinci per Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3 terlihat bahwa daerah Kecamatan Sinjai Barat yang mempunyai ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut seluas 36,31 %, kemudian Kecamatan Sinjai Borong seluas 24,61 %, dengan ketinggian dari permukaan laut tersebut, maka temperatur didaerah ini kurang dari 220C sehingga daerah ini cocok untuk pengembangan sapi perah. Hal ini sesuai dengan pendapat Muljana (1982) bahwa pada umumnya sapi perah yang dipelihara di Indonesia adalah jenis peranakan Fries Holland yang berasal dari Eropa yang mempunyai suhu temperatur dingin antara 220C, maka untuk menyesuaikan suhu temperatur tersebut, di Indonesia hanya bisa diternakkan di daerah-daerah dingin saja.

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

    13

    Tabel 3. Luas dan Persentase Menurut Ketinggian Dari Permukaan Laut Dirinci Per Kecamatan Di Kabupaten Sinjai

    25 100 mdpl 100-500 mdpl 500-1000 mdpl > 1000 mdpl No Kecamatan Luas Area %

    Luas Area %

    Luas area %

    Luas Area %

    1 2 3 4 5 6 7 8 9

    Sinjai Barat Sinjai Borong Sinjai Selatan Tellu Limpoe Sinjai Timur Sinjai Tengah Sinjai Utara Bulupoddo Pulau Sembilan

    - -

    0,206 2,354 1,397

    - 1,452

    - -

    - -

    1,56 16,3 26,7

    - 99,9

    - -

    1,885 0,069

    12,256 12,088 3,835 9,544 0,062 5,789

    -

    13,91 1,03

    92,86 73,3 73,3

    73,66 0,1

    78,7 -

    6,742 4,980 0,656

    - -

    3,416 -

    1,569 -

    49,78 74,36 4,97

    - -

    26,34 -

    21,3 -

    4,921 1,648

    - - - - - - -

    36,31 24,61

    - - - - - - -

    Sumber : Sinjai Dalam Angka. 2003.

    Untuk ketersediaan lahan sebagai basis ekologi pengembangan peternakan di Kabupaten Sinjai khususnya di Kecamatan Sinjai Barat dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tabel 4 menunjukkan bahwa pada dasarnya potensi lahan yang dimiliki sangat besar untuk pengembangan peternakan terutama ternak ruminansia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pada Kecamatan Sinjai Barat, masih tersedia lahan padang rumput seluas 207

    ha. Terlebih lagi jika lahan tersebut dikembangkan menjadi lahan khusus hijauan makanan ternak, yang mempunyai produksi hijauan lebih tinggi dengan kualitas yang baik. Disamping itu juga tersedianya lahan pekarangan seluas 284 Ha yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk mendirikan kandang sapi perah, dimana pada daerah penelitian petenak menggunakan pekarangan belakang untuk mendirikan kandang untuk sapi perah.

    Tabel 4. Penggunaan Lahan di Kecamatan Sinjai Barat

    No Desa/Kelurahan Sawah (ha)

    T. Kering

    (Ha)

    Tegal-an

    (Ha)

    Peka-rangan

    (Ha)

    Perke-bunan (Ha)

    P. rum-put (ha)

    Hu-tan

    (Ha)

    Lain- nya (Ha)

    1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

    Gunung Perak Balakia Tassililu Arabika Barania Botolempangan Bonto Salama Turungan Baji Terasa

    215 98 162 260 153 295 282 55 68

    2084 272 382 686 1725 1527 2981 2376 352

    106 114 134 178 437 318 219 243 154

    36 25 22 28 19 22 104 28 22

    395 57 136 157 241 117 410 214 130

    15 3 11 7 39 53 71 8 6

    1511 64 60 300 976 997 1901 1941 121

    19 8 17 15 12 19 30 14 12

    Sinjai Barat 1520 12033 1749 284 1727 207 7723 134 Sumber : Sinjai Barat Dalam Angka, 2003.

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

    14

    Sarana Penunjang a. Ketersediaan Bahan Pakan Pengadaan hijauan pakan umumnya bersumber pada potensi yang ada dilokasi penelitian. Pakan tersebut terdiri atas (1) rumput alam, baik yang tumbuh di padang penggembalaan, maupun yang ada di lahan perkebunan dan di sawah, (2) hijauan pakan yang khusus dikembangkan seperti rumput gajah dan legumonosa, (3) potensi limbah pertanian. Hal ini sesuai dengan Anonim (1995) bahwa hijauan yang dipergunakan sebagai makanan sapi perah ialah bangsa rumput, jenis kacang-kacangan (leguminosa) dan tumbuh-tumbuhan lainnya yang kesemuanya ini bisa diberikan dalam dua macam bentuk, yakni dalam keadaan segar dan kering.

    Bahan pakan lainnya adalah konsentrat yang mengandung kadar energi dan protein tinggi, dan serat kasarnya rendah. Bahan makanan ini meliputi biji-bijian , hasil ikutan pertanian dari pabrik seperti dedak, bungkil kacang tanah, dan berbagai umbi, biasanya bahan pakan ini dicampur sendiri oleh peternak dengan komposisi tertentu. Namun pada lokasi penelitian bahan pakan konsentrat yang diberikan pada sapi perah yaitu konsentrat yang sudah jadi yang dapat langsung dikonsumsi oleh sapi perah. Dengan ketersediaan konsentrat tersebut, maka lebih memudahkan peternak dlam pemberian pakan, sehingga komposisi pemberiannya dapat sesuai dengan kebutuhan sapi perah.

    b. Ketersediaan Obat-Obatan dan

    Vaksin Pemeliharaan sapi perah mencakup pengendalian penyakit untuk menjaga kesehatan dengan tindakan pencegahan penyakit melalui vaksinasi. Cara ini merupakan salah satu usaha pengendalian penyakit menular dengan menciptakan kekebalan tubuh.

    Ketersediaan vaksin dan obat-obatan didaerah penelitian masih merupakan subsidi. Vaksin disediakan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Sinjai. Untuk penyediaan obat-obatan dan vaksin didaerah peneltian cukup baik dan lancar.

    Dilokasi penelitian obat-obatan dan vaksin yang diberikan berupa Calcidex plus, B compleks, vetoxy SB, vaksin SE, tetraxilin dan antiblot yang diberikan secara teratur dan waktu pemberian tidak secara kontinyu tetapi tergantung pada kondisi ternak, sehingga kesehatannya dapat terkontrol.

    c. Ketersediaan Institusi Penyedia Sarana Produksi

    Ketersediaan sarana produksi pada lokasi penelitian masih mengalami kesulitan, hal ini karena lokasi pengembangan sapi perah jauh dari pusat ibukota Kabupaten Sinjai. Namun keterlibatan pemerintah dalam hal ini Dinas Peternakan banyak membantu dalam penyediaan sarana produksi seperti milk can dan cooling unit agar produksi susu tidak mudah rusak, sehingga segala kebutuhan peternak dalam hak proses produksi dapat teratasi. Pemerintah juga menyediakan petugas-petugas yang dapat memberikan penyuluhan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia agar produksi susu dapat lebih ditingkatkan dan hasilnya lebih hygienis, dan memberikan informasi dalam tatalaksana dan penanganan kesehatan sapi perah.

    d. Ketersediaan Institusi Penerima Hasil Produksi

    Pemasaran susu yang dihasilkan oleh peternak sebagian dipasarkan dalam bentuk segar di sekitar lokasi pengembangan dan sebagian ke ibukota Kabupaten Sinjai. Namun sebagai barang yang baru tentu saja belum banyak konsumen yang mengenalnya, sehingga masih harus diperkanalkan kepada

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

    15

    konsumen melalui promosi dan sosialisasi.

    Produksi yang dihasilkan peternak semakin hari semakin berkembang sebagai hasil dari bertambahnya jumlah ternak yang mengalami laktasi. Untuk itu diperlukan lembaga yang berperan sebagai penyalur tetap dari produk susu segar tersebut. Saat ini Dinas Peternakan Kabupaten Sinjai telah menyediakan alat untuk proses produksi susu segar sehingga susu yang dihasilkan oleh peternak dapat diolah menjadi suatu produk yang dapat tahan lama seperti mesin pengolahan ice cream, susu UHT, dan susu segar dengan berbagai macam rasa. Analisis Pendapatan Keuntungan secara ekonomis yang dapat diperoleh dari pemeliharaan sapi perah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah perkandangan, tatalaksana dan pemberian makanan yang baik. Persentase distribusi komponen biaya produksi pada sapi perah berturut-turut adalah ransum (60%), bibit (20%), perkandangan dan depresiasi alat-alat (10%), obat-obatan (5%). 1. Penerimaan Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penerimaan peternak bersumber dari hasil penjualan susu dan pedet. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (1992) bahwa penerimaan dari usaha sapi perah terdiri dari penjualan susu, penjualan sapi-sapi yang tidak produktif lagi, penjualan anak sapi yang tidak digunakan sebagai peremajaan dan penjualan pupuk kandang.

    Penerimaan dari hasil penjualan susu diperoleh dari perkalian antara jumlah susu yang diperoleh selama masa laktasi dengan harga susu. Sedangkan penerimaan lainnya diperoleh dari penjualan pedet jantan. Adapun penerimaan peternak dari usaha

    pengembangan sapi perah selama masa laktasi dapat dilihat pada tabel 5.

    Tabel 5. Penerimaan Masing-Masing Peternak Dari Usaha Pengembangan Sapi Perah Selama Masa Laktasi Di Kabupaten Sinjai (Data Primer Setelah Diolah, 2004)

    No. Uraian Penerimaan (Rp) 1. Penjualan susu 9.150.000 2. Penjualan Pedet 1.500.000 Jumlah 10.650.000 Sumber : Data Primer Setelah Diolah,

    2004. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa penerimaan peternak dari penjualan susu sebesar Rp. 9.150.000,- selama masa laktasi dan penjualan pedet sebesar Rp. 1.500.000,-. Jadi total penerimaan sebesar Rp. 10.650.000,-

    2. Biaya Biaya produksi merupakan keseluruhan biaya produksi yang dikeluarkan selama siklus produksi meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Adapun besarnya biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan oleh peternak dapat dilihat pada Tabel 6.

    Tabel 6 memperlihatkan bahwa total biaya yang dikeluarkan peternak sapi produksi dalam siklus produksi (selama masa laktasi) sebesar Rp. 8.645.000,-. Biaya-biaya tersebut terdiri dari pembelian hiajuan, konsentrat, Obat-batan dan vaksin, pembuatan kandang, tenaga kerja dan peralatan pemerahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1999) bahwa biaya dalam usaha peternakan berupa biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk sarana produksi yang berkali-kali digunakan. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk pakan, tenaga kerja, perbaikan kandang,

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

    16

    obat-obatan dan vaksin, pajak usaha dan lain-lain.

    Tabel 6. Biaya Masing-Masing Peternak Pada Usaha Pengembangan Sapi Perah Di Kabupaten Sinjai (Data Primer Yang Telah Diolah, 2004)

    No. Uraian Jumlah Biaya (Rp) 1. Hijauan 3.650.000 2. Konsentrat 2.920.000 3. Obat-obatan dan

    Vaksin 50.000

    4. Penyusutan kandang

    100.000

    5. Penyusutan Per. Pemerahan

    125.000

    6. Tenaga Kerja 1.800.000 Jumlah 8.645.000 Sumber : Data Primer Setelah Diolah,

    2004.

    3. Keuntungan Menurut Soekartawi (1995) bahwa pendapatan/keuntungan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya. Untuk melihat besarnya keuntungan yang diperoleh dari peternak sapi perah dapat dilihat pada Tabel 7.

    Tabel 7 memperlihatkan bahwa keuntungan yang diperoleh oleh peternak sapi perah dalam satu kali periode produksi sebesar Rp. 2.005.000,- . Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (1992) bahwa usaha sapi perah pada prisipnya ditujukan untuk mencapai keuntungan yang maksimal dengan cara pengelolaan yang sebaik-baiknya. Keuntungan sapi perah sebagaimana dengan usaha komersil lainnya ditentukan oleh besarnya biaya produksi dan besarnya penerimaan. Besarnya keutungan yang diperoleh peternak karena peternak dalam mengelola usaha ini belum membeli bibit sendiri, tetapi masih bersifat bantuan dari pemerintah yaitu Dinas Peternakan.

    Tabel 7. Keuntungan yang Diperoleh

    Masing-Masing Peternak Sapi Perah Dalam Satu Periode Produksi Di Kabupaten Sinjai (Data Primer Yang Telah Diolah, 2004).

    No. Uraian Jumlah (Rp) 1. Penerimaan 10.650.000 2. Biaya 8.645.000 3. Keuntungan 2.005.000 Sumber : Data Primer Setelah Diolah,

    2004.

    KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Potensi sumberdaya alam,

    sumberdaya manusia dan sarana penunjang mendukung dalam usaha pengembangan usaha peternakan sapi perah di Kabupaten sinjai.

    2. Keuntungan yang diperoleh peternak dari usaha sapi perah di Kabupaten Sinjai sudah menguntungkan yaitu sebesar Rp 2.005.000/masa laktasi, namun keuntungan tersebut masih dibawah Upah Minimun Provinsi sebesar Rp 510.000,-/bulan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 1995. Beternak Sapi Perah. Aksi Agraris Kanisius, Yogyakarta.

    . 2003. Kabupaten Sinjai Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sinjai, Sinjai.

    . 2003. Sinjai Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sinjai, Sinjai.

    Djamali, A. 2000. Manajemen Usahatani. Departemen Pendidikan Nasional, Jurusan

  • Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1 ISSN 1858-4330

    17

    Manajemen Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri Jember, Jember.

    Martono, S. 1995. Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Produktivitas. Duta Rimba, Jakarta.

    Rasyaf. 1999. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar swadaya, Jakarta.

    . 1996. Manajemen Peternakan Ayan Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.

    Saragih, B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan: Kumpulan Pemikiran. USESE Foundation dan Pusat Studi Pembagunan IPB, Bogor.

    Siregar, S. 1992. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha. Penebar Swadaya, Jakarta.

    Soekartawi. 1985. Teori Ekonomi Produksi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

    . 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani kecil. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

    . 1990. Teori Ekonomi Produksi.Analisis Fungsi Cobb Douglas. Rajawali, Jakarta.

    . 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta