2. kontribusi pajakmigas dalam apbn dan · pdf filebanyak sengketa (dispute) antara pemerintah...

13
BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN – SETJEN DPR RI BiroAnalisaAnggarandanPelaksanaanAPBN–SETJENDPR RI | 16 KONTRIBUSI PAJAK PENGHASILAN DALAM APBN SERTA POTENSI DAN PERMASALAHANNYA Dalam proyeksi RAPBN 2014 total pendapatan negara diperkirakan sebesar Rp1.749,9 Triliun yang terdiri dari penerimaan perpajakan 1.364,3 Triliun, Pendapatan Negara Bukan Pajak 383,7 Triliun dan penerimaan hibah sebesar 1,8 Triliun. Ini berarti penerimaan pajak dalam RAPBN 2014 ditargetkan meningkat sebesar 171 Triliun dari APBN 2013. Dalam lima tahun terakhir realisasi penerimaan pajak memang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun realisasi tersebut masih di bawah target yang ditetapkan sebagaimana tercantum dalam grafik 1 berikut ini : 0.0 200,000.0 400,000.0 600,000.0 800,000.0 1,000,000.0 1,200,000.0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 APBN 509,462.0 591,978.4 725,843.0 742,738.0 850,255.5 1,032,570. 1,192,994. APBNP 492,010.9 609,227.5 651,654.8 743,325.9 878,685.2 1,016,237. Realisasi 490,988.6 658,700.8 619,922.2 723,306.7 873,874.0 980,199.0 Milyar Rupiah Grafik1 Target dan Realisasi Penerimaan Perpajakan, 20072013 Sumber : Data Pokok APBN, Kementerian Keuangan, diolah Dari berbagai macam jenis pajak, pajak penghasilan merupakan sumber penerimaan pajak yang terbesar. Proporsi pajak penghasilan terhadap total penerimaan perpajakan dapat dilihat pada tabel 1.

Upload: truongthien

Post on 04-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2. KONTRIBUSI PAJAKMIGAS DALAM APBN DAN · PDF filebanyak sengketa (dispute) antara pemerintah dan KKKS soal penghitungan pajak di industri ... PPh Pasal 21 39.4 52.1 55.3 66.8 89.2

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

  

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 16   

KONTRIBUSI PAJAK PENGHASILAN  

 DALAM APBN SERTA POTENSI DAN  PERMASALAHANNYA 

Dalam  proyeksi  RAPBN  2014  total  pendapatan  negara  diperkirakan  sebesar  Rp1.749,9  Triliun  yang terdiri dari penerimaan perpajakan 1.364,3 Triliun, Pendapatan Negara Bukan Pajak 383,7 Triliun dan penerimaan  hibah  sebesar  1,8  Triliun.    Ini  berarti  penerimaan  pajak  dalam  RAPBN  2014  ditargetkan meningkat sebesar 171 Triliun dari APBN 2013. 

Dalam  lima  tahun  terakhir  realisasi  penerimaan  pajak memang  selalu mengalami  peningkatan  setiap tahunnya,  namun  realisasi  tersebut masih  di  bawah  target  yang  ditetapkan  sebagaimana  tercantum dalam grafik 1 berikut ini : 

0.0

200,000.0

400,000.0

600,000.0

800,000.0

1,000,000.0

1,200,000.0

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013APBN  509,462.0 591,978.4 725,843.0 742,738.0 850,255.5 1,032,570. 1,192,994.

APBNP  492,010.9 609,227.5 651,654.8 743,325.9 878,685.2  1,016,237.

Realisasi  490,988.6 658,700.8 619,922.2 723,306.7 873,874.0 980,199.0

Milyar Rupiah

Grafik 1Target dan Realisasi Penerimaan Perpajakan, 2007‐2013

 

    Sumber : Data Pokok APBN, Kementerian Keuangan, diolah 

 

Dari  berbagai  macam  jenis  pajak,  pajak  penghasilan  merupakan  sumber  penerimaan  pajak  yang terbesar.  Proporsi pajak penghasilan terhadap total penerimaan perpajakan dapat dilihat pada tabel 1.  

Page 2: 2. KONTRIBUSI PAJAKMIGAS DALAM APBN DAN · PDF filebanyak sengketa (dispute) antara pemerintah dan KKKS soal penghitungan pajak di industri ... PPh Pasal 21 39.4 52.1 55.3 66.8 89.2

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

  

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 17   

Tahun  Pajak Penghasilan  Pajak‐pajak Lainnya 2007 48.56% 51.44%2008 49.72% 50.28%2009 51.23% 48.77%2010 49.36% 50.64%2011 49.33% 50.67%2012 50.54% 49.46%2013 49.03% 50.97%

Sumber : Data Pokok APBN , Kementerian Keuangan, diolah

Tabel 1Proporsi Pajak Penghasilan terhadap Total Penerimaan Perpajakan 

 

Hampir separuh dari total penerimaan pajak bersumber dari pajak penghasilan dengan kontribusi rata‐rata sepanjang tahun 2007‐2013 mencapai 49,68%. Untuk itu perlu dianalisis potensi pajak penghasilan serta  permasalahan‐permasalahan  yang  ada  di  dalamnya  guna  optimalisasi  penerimaan  pajak penghasilan. 

Pajak penghasilan dalam APBN terdiri atas pajak penghasilan migas dan pajak penghasilan non migas. 

A. Pajak Penghasilan Migas (PPh Migas) Dasar penerimaan migas adalah Kontrak Kerja Sama (KKS). Dalam KKS diatur bahwa Kontraktor wajib melakukan pembayaran pajak‐pajak (PPs/PPh dan PBDR/PPh Psl. 26)  . Total pembayaran pajak‐pajak (PPs/PPh dan PBDR/PPh Psl. 26) kontraktor menjadi Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Migas.  Sepanjang  tahun  2007‐  2013  pertumbuhan  rata‐rata  PPh Migas  adalah  13,31% pertumbuhan  tertingi dicapai pada  tahun  2008  karena booming harga minyak  internasional  , perusahaan migas banyak mendapat windfall profit.   

44,000.5

77,018.9

50,043.7

58,872.773,095.5

67,916.7

71,381.5

0.0

20,000.0

40,000.0

60,000.0

80,000.0

100,000.0

LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP APBNP APBN 

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Garfik 2Perkembangan PPh Migas , 2007‐2013

(dalam Triliun Rupiah)

  Pph migas  terdiri dari dari pph minyak bumi, pph  gas  alam dan pph migas  lainnya    sebagian besar pph migas berasal dari Pph minyak bumi. Faktor‐faktor yang mempengaruhi pph migas adalah asumsi ICP, nilai tukar rupiah dan lifting minyak serta cost recovery.  

Page 3: 2. KONTRIBUSI PAJAKMIGAS DALAM APBN DAN · PDF filebanyak sengketa (dispute) antara pemerintah dan KKKS soal penghitungan pajak di industri ... PPh Pasal 21 39.4 52.1 55.3 66.8 89.2

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

  

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 18   

 Perkembangan Rincian PPh migas sepanjang tahun 2007 – 2013 dapat dilihat pada tabel berikut ini  :  

2007 2008 2009 2010 2011 2013Real. Real. Real. Real. Real. APBNP Outlook  APBN 

PPh Minyak Bumi 16.3 29.6 18.4 22.8 25.9 27.6 27.6 24.0PPh Gas Bumi 27.3 47.4 31.7 36.0 47.2 40.4 49.0 47.4PPh Migas Lainnya 0.4 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0Total 44.0 77.0 50.1 58.8 73.1 68.0 76.6 71.4

2012

PERKEMBANGAN PPh MIGAS, 2007 ­ 2013(triliun rupiah)

Uraian

Tabel 2

  Permasalahan dan Potensi :  

Cost recovery   hingga saat  ini masih menjadi persoalan dalam perhitungan penerimaan Pph migas meski sudah ada PP Nomor 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu. Dalam PP tersebut memang  sudah  ditentukan  komponen‐komponen  biaya  apa  saja  yang  dapat maupun tidak  dapat  dikurangi  dari  penghasilan  bruto.  Dalam  PP  tersebut  disebutkan  bahwa syarat  cost  recovery  adalah  bahwa  biaya  yang  dikeluarkan  memang  benar‐benar digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang tidak terkait hubungan istimewa, sehingga biaya yang terjadi merupakan harga wajar. Melalui PP ini pemerintah  juga dapat mengontrol cost  recovery dengan menetapkan batas maksImal atas biaya pengeluaran oleh  kantor pusat  serta  remunerasi untuk  tenaga  kerja  asing. Selain  itu, pemerintah  juga  telah menentukan batas maksimal biaya modal dan biaya bukan modal yang dapat dapat diganti sebagai cost recovery yaitu sebesar 2%.    Perkembangan cost recovery dapat dilihat pada grafik 3 berikut ini :  

Page 4: 2. KONTRIBUSI PAJAKMIGAS DALAM APBN DAN · PDF filebanyak sengketa (dispute) antara pemerintah dan KKKS soal penghitungan pajak di industri ... PPh Pasal 21 39.4 52.1 55.3 66.8 89.2

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

  

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 19   

10

2,000 

4,000 

6,000 

8,000 

10,000 

12,000 

14,000 

APBN‐P Real. APBN‐P Real. APBN‐P Real. APBN‐P Real. APBN‐P Real Sd Tw.3 *)

APBN

2006 2007 2008 2009 2010 2011Minyak Bumi 5,395  4,426  5,821  5,159  5,747  5,773  7,198  6390 6,163  4,324  8,018 

Gas 3,657  3,685  4,560  3,551  4,725  3,566  3,852  3719 6,026  2,979  4,313 

Total 9,051  8,112  10,381 8,710  10,473 9,339  11,050 10,109 12,189 7,303  12,330

Juta US$

COST RECOVERY 2007-2010

Sumber : Kementerian Keuangan, ‘Penerimaan Sumber Daya Alam dalam

Kegiatan Usaha Hulu Migas”

Namun  PP  tersebut  berlaku  hanya  bagi  kontrak  kerja  sama  yang  baru,  kontrak  kerja sama  yang lama tetap mengacu pada ketentuan sebelumnya.   

Besar  kecilnya  cost  recovery  ini menentukan  besar  kecilnya    penghasilan  yang  akan dibagikan  (equity  to be  split) antara pemerintah dan  kontraktor. Untuk minyak bumi, bagian  pemerintah  adalah  85%  sedangkan  kontraktor  15%.  Dari  bagian  kontraktor tersebut akan dikurangi kembali dengan kewajiban DMO dan kewajiban PPh migas.  

Persentase bagi hasil 85% berbanding 15%  ini berlaku selama kontrak berjalan. Hanya masalahnya  hal  tersebut  tidak  disebutkan  secara  eksplisit  dalam  kontrak.  Dengan demikian  untuk  mempertahankan  perhitungan  85%  dan  15%  tersebut,  maka perhitungan tarif pajak juga telah dipatok tetap dan berlaku tetap selama jangka waktu kontrak, yaitu  tarif Pajak Penghasilan Badan  (PPh Badan)  sebesar 35% dan  tarif Pajak atas Bunga, Dividen, dan Royalti (Pbdr) sebesar 20%. Dengan tidak tercantumnya secara ekplisit  persentase  bagi  hasil  85%  dibanding  15%  dalam  kontrak —hanya  gentlemen agreement —maka penggunaan tarif pajak lebih rendah sesuai perjanjian penghindaran pajak  berganda  atau  tax  treaty  antara  negara  asal  kontraktor  dan  Indonesia menjadi salah satu solusi untuk mengurangi kewajiban pembayaran pajak kontraktor 1. 

                                                            1 Budi, Chandra : “Mengakhiri Polemik Pajak Migas” http://www.pajak.go.id/content/mengakhiri-polemik-pajak-migas diakses tangal 10 Mei 2013.

Page 5: 2. KONTRIBUSI PAJAKMIGAS DALAM APBN DAN · PDF filebanyak sengketa (dispute) antara pemerintah dan KKKS soal penghitungan pajak di industri ... PPh Pasal 21 39.4 52.1 55.3 66.8 89.2

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

  

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 20   

Selain  cost  recovery, Penerapan  tax  treaty oleh  kontraktor  kontrak  kerja  sama  (KKKS) juga menjadi permasalahan tersendiri dalam perhitungan PPh migas dan sudah menjadi perhatian intansi BPK. 

Menurut  BPK,  regulasi mengharuskan  KKKS menggunakan  tarif  pajak  sesuai  dengan kontrak bagi hasil (PSC). Namun KKKS memilih tarif tax treaty yang lebih kecil dari PSC 2. 

Padahal banyak perusahaan asing yang meneken kontrak minyak dan gas sebelum 2004 membayar pajak tidak sesuai ketentuan akibat aturan tax treaty. Aturan tersebut dibuat sekitar  1983  di  mana  Indonesia  menyepakati  perjanjian  pajak  dengan  60  negara, termasuk dengan negara asal perusahaan minyak dan gas. Menurut aturan  tax  treaty tersebut, KKKS Migas asing tidak dikenai pajak berganda. Namun, ujungnya berdampak banyak  sengketa  (dispute)  antara  pemerintah  dan  KKKS  soal  penghitungan  pajak  di industri migas. Sejak 2011 silam, tunggakan 14 perusahaan migas asing juga belum jelas akhirnya. Padahal, nilai tunggakannya mencapai Rp 1,6 triliun 3. 

Perbedaan perhitungan tersebut disebabkan adanya ketidaksamaan pandangan antara kontraktor  dengan  pemerintah  dalam  hal  ini  Ditjen  Pajak  dimana  kontaktor memberlakukan  tax  treaty dan  royalty  sebagai  komponen pengurangan pajak dengan alasan kedua item tersebut tidak dapat dimasukkan sebagai cost recovery4.  

Dengan kondisi tersebut di atas tentunya dapat berpotensi merugikan keuangan negara karena kontraktor membayar pajak migas yang lebih rendah dari seharusnya. 

Dengan  adanya  PP  79  Tahun  2010  ini  sebenarnya  juga  merupakan  peluang  untuk meningkatkan  penerimaan  pajak  .  Meningkatnya  kewenangan  pemerintah  untuk menentukan  biaya‐baiaya  yang  dapat  dijadikan  cost  recovery  serta  perluasan  akses penentuan batas maksimal remunerasi tenaga kerja asing dan batasan maksimal biaya modal dan bukan modal untuk dijadikan cost recovery diharapkan mampu menekan cost recovery.  Dengan  demikian  bagian  yang  harus  dibagi  (equity  to  be  split)  antara pemerintah  dan  kontraktor  juga  semakin  besar  dan  hal  ini  berpelauang  untuk meningkatkan pph migas.  

Belum  lagi tambahan  jenis pajak  final atas transaksi‐transaksi yang terjadi. Yang sudah diatur jelas adalah pengenaan pajak final atas penghasilan lain kontraktor, yaitu sebesar 20  persen  atas  uplift  atau  imbalan  yang  diterima  sehubungan  dengan  penyediaan talangan dan sebesar lima persen atau tujuh persen atas imbalan yang diperoleh dalam pengalihan  hak  atau  participating  interest.  Tidak  tertutup  kemungkinan,  kegiatan intensifikasi  juga menemukan  potensi  pajak  atas  kegiatan  jasa  yang  dilakukan  sub 

                                                            2 http://firdausilyas.wordpress.com/2011/08/03/tersangkut-traktat-pajak/#more-220 diakses tanggal 13 Mei 2013 3 Kejar Tunggakan Pajak Migas http://shnews.co/detile‐15824‐kejar‐tunggakan‐pajak‐migas.html    Diakses tanggal 10 Mei 2013 4 opcit 

Page 6: 2. KONTRIBUSI PAJAKMIGAS DALAM APBN DAN · PDF filebanyak sengketa (dispute) antara pemerintah dan KKKS soal penghitungan pajak di industri ... PPh Pasal 21 39.4 52.1 55.3 66.8 89.2

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

  

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 21   

kontraktor.  Yang pasti,  aturan migas  yang bias  ini membuat  ruang  gerak Ditjen Pajak dalam menggali potensi pajak sektor migas semakin terbuka lebar 5. 

Potensi  tersebut  tentunya  berpeluang  untuk meningkatkan  pajak  penghasilan migas. Namun, di awal 2013 ini Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) 70/PMK.011/2013  pada  2  April  2013  telah  membebaskan  kegiatan  eksplorasi  dan eksploitasi minyak  dan  gas  bumi  dari  bea masuk  impor  dan  Pajak  Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.   Hal  itu untuk mendorong peningkatan kegiatan eksplorasi dalam rangka menambah cadangan dan kegiatan eksploitasi untuk meningkatkan produksi minyak dan gas bumi nasional. Dalam jangka panjang tentunya hal ini berdampak pada peningkatan PPh migas namun jangka  pendek  pembebasan  tersebut  tentunya  dapat menurunkan  penerimaan  pajak yang lain yaitu bea impor, PPN dan PPnBM.  

 B. Pajak Penghasilan Non Migas (PPh Non Migas) 

Pajak penghasilan non migas merupakan penyumbang terbesar penerimaan perpajakan  . Pada tahun 2013 sebanyak 43, 03% dari total penerimaan perpajakan.   Pajak penghasilan non migas bersumber dari pajak atas penghasilan baik orang pribadi maupun badan baik  Indonesia maupun asing. PPh non migas secara keseluruhan tiap tahun mengalami peningkatan sebagaimana  terlihat pada grafik berikut.   Pertumbuhan rata‐rata PPh Non migas sepanjang  tahun  2007‐2013  adalah  17,81%  Pertumbuhan  tertinggi  dicapai  pada  tahun  2008 karena   Adapun faktor yang mempengaruhi penerimaan PPh non migas adalah pertumbuhan ekonomi .   

                                                            5Chandra Budi, “Potensi Pajak Migas” http://www.migas.esdm.go.id/tracking/berita kemigasan/detil/267001/Potensi-Pajak-Migas diakses tanggal 14 Mei 2013.   

Page 7: 2. KONTRIBUSI PAJAKMIGAS DALAM APBN DAN · PDF filebanyak sengketa (dispute) antara pemerintah dan KKKS soal penghitungan pajak di industri ... PPh Pasal 21 39.4 52.1 55.3 66.8 89.2

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

  

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 22   

0.0100,000.0200,000.0300,000.0400,000.0500,000.0600,000.0

LKPP LKPP LKPP LKPP LKPP APBNP APBN 

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Grafik 4Perkembangan PPh Non Migas 2007‐2013

(dalam triliun rupiah)

  Perkembangan rincian PPh Non Migas dapat dilihat pada tabel berikut ini :  

2007 2009 2010 2011 2013Real. Real. Real Real APBNP Outlook  APBN 

PPh Pasal 21 39.4 52.1 55.3 66.8 89.2 90.6 103.7PPh Pasal 22 4 4.4 4.7 4.9 7.9 4.3 5.2PPh Pasal 22 Impor 16.6 19.2 23.6 28.3 38.2 33.5 42.8PPh Pasal 23 15.7 16 16.3 18.7 28.5 19.4 23.6PPh Pasal 25/29 Pribadi 1.6 3.3 3.6 3.3 5.6 5.7 6.8PPh Pasal 25/29 Badan 80.8 120.3 131.5 157.9 191.1 190.8 230.5PPh Pasal 26 14.6 18.4 23 27.2 29.8 22.9 33.3PPh Final dan Fiskal 21.6 33.8 40.1 50.8 55.4 55.3 67.5PPh Non Migas Lainnya 0.01 0.02 0 0.04 0.04 0.02 0.04Total 194.3 267.5 298.1 357.9 445.7 422.5 513.5

525.1

Uraian

Tabel 3

2008

250.0

Sumber : NK APBN 2013, Kementerian Keuangan

2012

PERKEMBANGAN PPh NON MIGAS, 2007­2013

(triliun rupiah)

18.13.6

106.414.925.20.02

Real.

51.7

 

Dari  tabel  3  di  atas  terlihat  bahwa  hampir  lima  puluh  persen  penerimaan  pajak penghasilan  berasal  dari  PPh    Badan,  dua  puluh  persen  berasal  dari  PPh  21  (orang pribadi).  Nilai tersebut tentunya akan lebih besar lagi mengingat masih banyak potensi pajak orang pribadi maupun badan usaha yang belum tergali.   Sebagai perbandingan bahwa dengan jumlah penduduk mencapai 240 Juta jiwa, jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi per April 2012 hanya sebesar 22 Juta, padahal dengan asumsi Penghasilan  Tidak  Kena  Pajak  sebesar  Rp.  24,3  Juta/  Tahun, maka  jumlah  yang  bisa terjaring  akan  lebih  dari  itu,  ini  selaras  dengan  standar  Bank  Dunia mengenai  garis 

Page 8: 2. KONTRIBUSI PAJAKMIGAS DALAM APBN DAN · PDF filebanyak sengketa (dispute) antara pemerintah dan KKKS soal penghitungan pajak di industri ... PPh Pasal 21 39.4 52.1 55.3 66.8 89.2

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

  

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 23   

kemiskinan  yang  ditetapkan  di  angka  Rp  6,12  Juta/  Tahun  dan  disandingkan  dengan Pendapatan Per Kapita tahun 2012 Republik Indonesia sebesar Rp 31,80 Juta/ Tahun 6.  Sementara itu dari sisi badan usaha Menteri Keuangan pernah menyatakan bahwa dari 22,6  juta  badan  usaha  di  Indonesia,  hanya  sekitar  500  ribu  perusahaan  saja  yang membayar pajak atau 2%. Jelas ini kondisi yang cukup memprihatinkan. 7   Fakta‐  fakta  di  atas  menunjukkan  bahwa  masih  ada  permasalahan‐permasahan sehubungan dengan upaya optimalisasi penerimaan pajak penghasilan.   

Potensi PPh Non Migas :  - Peningkatan PTKP 

Pemerintah telah menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak dari Rp 1.320.000,‐ perbulan  atau  Rp  15.840.000,‐  pertahun  menjadi  Rp  2.000.000,‐  perbulan  atau setara  Rp  24.000.000,‐  per  tahun.  Diharapkan  dengan  kenaikan  PTKP  ini  akan mendorong  daya  beli  masyarakat  yang  pada  akhirnya  meningkatkan  pajak penghasilan  namun  di  sisi  lain  berdampak  pada  upaya  penambahan  jumlah wajib pajak semakin berat.   

- Pajak Properti Industri  properti  merupakan  salah  satu  sektor  riil  yang  saat  ini  mengalami pertumbuhan yang pesat dibandingkan sektor  lainnya. Sektor keuangan,real estate dan  jasa  perusahaan mengalami  peningkatan  pertumbuhan  dari  5,7  persen  (yoy) menjadi 6,8 persen  (yoy) di  tahun 2011.   Namun hal  ini  juga perlu diwaspadai  jika masyarakat membeli properti untuk tujuan spekulatif mendapat capital gain.   Pada 2011, dari sejumlah unit properti yang terjual, tingkat okupansi nya hanya 80% untuk daerah Jakarta. Di Tanggerang hanya 84% dari 94% properti yang ditawarkan. Bogor  dan  Depok  juga  memiliki  tingkat  yang  rendah.  Untuk   penjualan  unit apartment, di Jakarta saja terjual 8,400 unit. Padahal pada tahun sebelum nya,  tidak lebih dari 4,000 unit. Artinya,  sejak 2010, 2011 dan pada  tahun‐tahun mendatang kecendrungan  penjualan  properti  akan  sangat  pesat  pertumbuhannya8. Dikhawatirkan hal ini dapat memicu terjadinya bubble properti .   

                                                            6  Erikson Wijaya, http://www.pajak.go.id/content/article/mengapresiasi‐kinerja‐ditjen‐pajak‐kiprah‐tantangan‐dan‐arah‐

kebijakan 7 Tantangan Target Pajak, Rabu, 21 November 2012 http://www.investor.co.id/home/tantangan-target-pajak/49160 8  Bubble Industri Properti, Ancaman Serius Ekonomi Nasional, 21 May 2012 http://hadidalaydrus.wordpress.com/2012/05/21/buble‐industri‐properti‐ancaman‐serius‐ekonomi‐nasional/ diakses tanggal 27 Mei 2013 

Page 9: 2. KONTRIBUSI PAJAKMIGAS DALAM APBN DAN · PDF filebanyak sengketa (dispute) antara pemerintah dan KKKS soal penghitungan pajak di industri ... PPh Pasal 21 39.4 52.1 55.3 66.8 89.2

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

  

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 24   

Sayangnya  pertumbuhan  sektor  properti  tersebut  tidak  diimbangi  dengan penerimaan  pajak  yang  seharusnya.  Direktur  Jenderal  Pajak  Fuad  Rahmany menyatakan  negara  dirugikan  akibat  selisih  harga  jual  properti  dengan  nilai  jual obyek  pajak NJOP  sebesar  Rp  30  triliun.  Yang wajib  dilaporkan  adalah  harga  jual sebenarnya  bukan  sesuai NJOP.  Padahal  harga  tanah  dan  bangunan  properti  naik cukup pesat  sehingga nilainya melebihi NJOP Dia mengatakan banyak wajib pajak yang tidak memahami hal tersebut 9.   

- Potensi dari Transfer Pricing 10 

Terdapat  praktek‐praktek  usaha  mengindari  pajak,  baik  oleh  WP  Orang  Pribadi maupun WP  Perusahaan,  baik  nasional maupun multinasional.  Salah  satu  praktek tersebut adalah dilakukannya usaha menghindari pajak oleh perusahan‐perusahaan multinasional  ,  dengan  melakukan  proses  transfer  pricing  yang  tidak  memenuhi aspek kewajaran usaha. Menyadari masih adanya hambatan dan kendala, seperti : 

a) Koordinasi antar lembaga, dalam usaha sinkronisasi dan penggadaan data dalam usaha intensifikasi pajak. 

b) Proporsi aparatur pajak yang masih minim, berbanding jumlah wajib pajaknya. c) Kualitas  aparatur  pajak  dalam  pengetahuan‐pengetahuan  teknis  perpajakan, 

khususnya mengenai transfer pricing perlu ditingkatkan  

 - Optimaisasi pemanfaatan e‐KTP untuk pajak 

e‐KTP merupakan  tindak  lanjut  dari  undang‐undang  No.  23  Tahun  2006  tentang Administrasi  Kependudukan.  Dalam  undang‐undang  ini  dikatakan  bahwa,  setiap pendudukan  akan  memiliki  sebuah  NIK  atau  Nomor  Induk  Kependudukan  yang bersifat  tunggal  dan  berlaku  selamanya.  Dengan  e‐KTP  inilah  setiap  orang  akan memiliki NIK‐nya masing‐masing. Dengan begitu, pencatatan kependudukan, paspor, SIM,  catatan  pajak,  asuransi,  serta  berbagai  dokumen  lainnya  akan  terintegrasi sehingga  kesalahan  pencatatan  akan  bisa  dikurangi.  Lebih  jauh,  data  ini  bisa  juga diintegrasikan dengan data catatan kesehatan setiap individu.  Jika  e‐KTP  ini  dimanfaatkansecara  optimal  untuk  kepentingan  pajak  maka  tidak mungkin hal ini berpotensi untuk meningkatakn penerimaan pajak.   

Permasalahan Pph Non Migas :  

- Kurangnya data Ditjen Pajak terkait rendahnya PPh psl 25/29 OP 

                                                            9  http://koran.tempo.co/konten/2013/05/23/310849/Selisih‐Pajak‐Properti‐Negara‐Rugi‐Rp‐30‐Triliun, diakses tanggal 27 Mei 2013.  

10 Laporan Pelaksaan Diskusi Internal Bagian Analisa APBN  dengan DJP tanggal 23 Mei 2013 

Page 10: 2. KONTRIBUSI PAJAKMIGAS DALAM APBN DAN · PDF filebanyak sengketa (dispute) antara pemerintah dan KKKS soal penghitungan pajak di industri ... PPh Pasal 21 39.4 52.1 55.3 66.8 89.2

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

  

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 25   

Sesuai  dengan  PPh  pasal  25/29  OP,  wajib  pajak  OP  adalah  wajib  pajak  yang melakukan  kegiatan  usaha  di  bidang  perdagangan  atau  eceran  barang‐barang konsumsi  melalui  tempat  usaha/outlet  yang  tersebar  di  beberapa  lokasi.  Faktor utama rendahnya penerimaan PPh OP karena Ditjen Pajak belum memiliki data yang akurat  terkait  berapa  jumlah  tempat  usaha/gerai  outlet  wajib  pajak.  kendala  di lapangan adalah kesulitan mengenai data jumlah outlet yang  tersebar di Indonesia. Selain itu, lokasinya cenderung nomaden dan berubah‐ubah11. 

- Perluasan basis pajak kepada UKM 

Kebijakan  ini merupakan salah satu   pokok‐pokok kebijakan perpajakan 2014 yang sebenarnya sudah dimulai pada 2013. Pemerintah harus hati‐hati dalam mengambil keputusan sebab UKM menempati posisi strategis dalam perekonomian di Indonesia. Dari segi  penyerapan  tenaga  kerja,  sekitar  90%  bekerja  pada  sektor  usaha  kecil menengah  12. Namun  di  sisi  lain  UKM  masih  menghadapi  berbagai  permasalahan  seperti terbatasnya akses terhadap perbankan, pemasaran serta teknologi. Jika pemerintah menjadikan  UKM  sebagai  salah  satu  perluasan  basis  pajak  dikhawatirkan  hal tersebut akan semakin mempersulit UKM.   Sebaliknya  Pemerintah  sebaiknya  melakukan  terobosan  untuk  mendorong  dunia usaha dengan melakukan  kebijakan  yang bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi serta  bisa  menambah  pendapatan  negara  misalnya  insentif  fiskal  kepada  dunia usaha dan pengampunan pajak kepada UKM.  

 - Struktur pajak penghasilan badan  

Terjadi ketidakseimbangan sebaran umlah wajib pajak menurut kelompok besarnya omset dengan besarnya kontribusi per kelompok  tersebut pada penerimaan pajak. Wajib  pajak  yang  mempunyai  omsetnya  dilaporkan  lebih  dari  Rp100  Miliar jumlahnya  hanya  sebesar  0,35%  dari  seluruh  jumlah  wajib  pajak  yang  terdaftar tetapi menyumbang 75,32% dari  total pajak yang diterima. Sedangkan wajib pajak yang omsetnya dilaporkan tidak lebih dari Rp1 Juta jumlahnya mencapai 74,85% dari semua wajib  pajak  yang  ada  dan memberikan masukan  pajak  sebesar  8,85%  dari pajak yang diterima. Kondisi ini mengkhawatirkan bila kelompok wajib pajak dengan omset  besar mengalihkan  investasinya  ke  negara  lain  akibat  dibebani  pajak  yang semakin besar dan berakibat pada penerimaan pajak akan merosot  (Edi Pambudi  : 2010)  

     Dalam catatan evaluasi SPT Tahunan tahun 2011 dari 12,9   Juta badan usaha,   baru sekitar 500 ribu yang membayar pajak dan menyerahkan SPT Tahunan, dan dari 500 ribu WP  Badan  yang melaporkan  SPT  Tahunan,  hanya  100  ribu WP  Badan  yang berkontribusi  besar  terhadap  penerimaan  pajak. Bisa  kita bayangkan, Penerimaan pajak negara  ini hanya ditopang oleh 100 ribu WP badan dan jumlah nya mencapai 

                                                            11 Realisasi PPh Pribadi Rp 3,7 Triliun http://www.investor.co.id/home/realisasi-pph-pribadi-rp-37-triliun/51690 12 http://bisnisukm.com/posisi‐strategis‐ukm‐dalam‐perekonomian‐negara.html 

Page 11: 2. KONTRIBUSI PAJAKMIGAS DALAM APBN DAN · PDF filebanyak sengketa (dispute) antara pemerintah dan KKKS soal penghitungan pajak di industri ... PPh Pasal 21 39.4 52.1 55.3 66.8 89.2

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

  

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 26   

500  trilyun. Bayangkan apabila kegiatan Sensus Pajak Nasional  ini berhasil dengan menambah  setidaknya  2  juta  hingga  5  juta  WP  Badan  yang  membayar  dan melaporkan  SPT  Tahunan  nya, mungkin  target  penerimaan  Rp  1.000  trilyun  bisa dengan mudah dicapai oleh Direktorat  Jendral Pajak. Selain  itu belum  lagi dengan kegiatan Sensus Pajak Nasional  ini  juga akan menambah potensi penerimaan pajak baru dengan menindaklanjuti data Sensus Pajak Nasional yang ada, bagi pengusaha‐pengusaha yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bisa didaftarkan menjadi Wajib Pajak baru.13  

- Masyarakat masih banyak yang belum memiliki NPWP Hal  ini bukan karena mereka tidak tahu akan kewajiban memiliki NPWP tapi  justru karena mereka takut akan kewajiban‐kewajiban setelah memilki NPWP disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat . Mereka khawatir dengan memiliki NPWP akan dikenakan kewajiban membayar pajak kemabali padahal penghasilan mereka sudah dipotong pajak oleh perusahaan  ,  selain  itu mereka enggan dengan pengisian  SPT yang  dinilai  ribet  dan  susah  serta  ada  ketakutan  membayar  denda  jika perhitungannya salah.   

- Kepercayaan Masyarakat  Banyaknya kasus yang melibatkan oknum aparat pajak secara  tidak  langsung  turut mempengaruhi persepsi publik  terhadap manfaat membayar pajak. Padahal di  sisi lain  ini  juga mencerminkan  komitmen  Ditjen  Pajak  untuk melakukan  penegakan hukum  terhadap para pengemplang pajak baik masyarakat maupun oknum aparat pajak.   

 

C. Elastisitas Pajak Penghasilan terhadap Pertumbuhan Ekonomi  Elastisitas pajak atau tax buoyancy merupakan salah satu  indikator kinerja penerimaan pajak yang dihitung berdasarkan perbandingan persentase perubahan penerimaan pajak dengan  persentase  perubahan  pendapatan  nasional.    Hal  ini  menunjukkan  berapa persen  perubahan  penerimaan  pajak  jika  PDB  berubah  satu  persen.    Dari  tabel  4  di bawah  terlihat  bahwa  Pajak  Penghasilan  Non  Migas  dan  Pajak  Pertambahan  Nilai merupakan pajak yang lebih elastis dibandingkan jenis‐jenis pajak lainnya, artinya setiap peningkatan 1% pertumbuhan ekonomi maka PPh dan PPN akan bertambah  lebih dari satu persen bahkan mendekati 2%.    

                                                            

13 Tommy K. Darwis, “Dampak Kenaikan PTKP dan Strategi DJP” http://www.pajak.go.id/content/article/dampak‐kenaikan‐ptkp‐dan‐strategi‐djp  

Page 12: 2. KONTRIBUSI PAJAKMIGAS DALAM APBN DAN · PDF filebanyak sengketa (dispute) antara pemerintah dan KKKS soal penghitungan pajak di industri ... PPh Pasal 21 39.4 52.1 55.3 66.8 89.2

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

  

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 27   

Elastisitas 2008 2009 2010 2011 2012PPH migas 2.97 ‐2.64 1.18 1.60 ‐0.64PPH non migas  1.14 0.51 0.76 1.33 2.22PPN  1.41 ‐0.60 1.30 1.35 1.90PBB 0.27 ‐0.32 1.18 0.30 ‐0.06BPHTB ‐0.25 1.20 1.61 ‐6.61 0.00Cukai 0.58 0.80 1.11 1.08 0.74Bea masuk 1.44 ‐1.54 0.70 1.73 ‐0.19Bea keluar 8.73 ‐7.21 98.35 14.82 ‐1.77Total Pajak 1.35 ‐0.44 1.11 1.38 1.48Sumber : Kementerian Keuangan & BPS, diolah 

Tabel 4Elastisitas Per Jenis Pajak 

  

Hal tersebut sesuai   dengan studi sebelumnya yang mengatakan bahwa trend PPh non migas serta PPN yang sejalan  dengan trend PDB. Determinan terbesar dari PDB adalah pengeluaran  konsumsi  rumah  tangga  yang  mencapai  rata‐rata  70%  dari  total  PDB sedangkan determinan paling dominan adalah Pajak Penghasilan Non Migas dan Pajak Pertambahan Nilai yang  rata‐rata proporsinya  sama dengan determinan penentu PDB yaitu sebesar 70% (Edi Pambudi : 2010 )    

D. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan  Kesimpulan :  1. Pajak penghasilan berperan besar dalam APBN, hal  ini dilihat dari kontribusi pajak 

penghasilan yang mencapai 49,68 % dari total penerimaan perpajakan. 2. Upaya optimalisasi penerimaan pajak penghasilan migas dihadapkan pada kendala 

cost recovery serta tax treaty. 3. Upaya  optimalisasi  penerimaan  pajak  penghasilan  dihadapkan  pada  berbagai 

kendala    antara  lain  struktur  pajak  yang  tidak  seimbang,  peningkatan  PTKP,  serta keengganan masyarakat untuk memiliki NPWP.  

4. Namun dibalik semua kendala ataupun permasalahan yang ada masih ada peluang atau potensi untuk meningkatkan penerimaan pajak penghasilan antara lain berasal dari  sektor  properti,  pemanfaatan  e‐KTP  sebagai  SIN,  maupun  potensi‐potensi lainnya.  

5. Pertumbuhan ekonomi sangat berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan hal ini dilihat dari elastisitas pajak penghasilan baik migas maupun non migas . Selain itu pola pertumbuhan PDB juga sejalan dengan pola pertumbuhan penerimaan pajak penghasilan khususnya pajak penghasilan non migas .   

 

Page 13: 2. KONTRIBUSI PAJAKMIGAS DALAM APBN DAN · PDF filebanyak sengketa (dispute) antara pemerintah dan KKKS soal penghitungan pajak di industri ... PPh Pasal 21 39.4 52.1 55.3 66.8 89.2

BIRO A

NALISA A

NGGARAN DAN P

ELAKSANAAN A

PBN – SETJE

N DPR R

I

  

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR‐RI | 28   

Saran :  

1. Perlu dikaji kembali kembali kebijakan tax treaty  2. Kebijakan  perluasan  basis  bajak  kepada UKM  sebaiknya  dikaji  kembali mengingat 

peran strategis UKM dalam perekonomian. Pemerintah sebaiknya juga memberikan insentif  fiskal  kepada  pelaku  UKM  misalnya  dengan  memberikan  pengampunan pajak atas utang pajak UKM.  

3. Pemerintah  sebaiknya  memberi  peringatan  kepada  pengembang  properti  untuk melaporkan  nilai  jualnya  dan  menagih  atas  kekurangan  pembayaran  pajak  yang seharusnya.  

4. Pemerintah  sebaiknya  juga  berusaha  semaksimal  mungkin  untuk  memanfaatkan potensi‐potensi pajak yang ada khususnya dari PPh perorangan. 

5. Pemerintahhruas  mampu  meningkatkan  pertumbuhan  ekonomi    karena  ini berpengaruh pada peningkatan penerimaan pajak.