2. kisaran waktu harian perilaku defensif apis … · sedangkan penyengat adalah pekerja berusia...
TRANSCRIPT
2. KISARAN WAKTU HARIAN PERILAKU DEFENSIF Apis cerana TERHADAP STIMULUS
ISOPENTIL ASETAT (IPA)
PENDAHULUAN
Di Indonesia usaha peternakan lebah madu berasal dari dua jenis lebah
yaitu Apis mellifera dan Apis cerana. A. cerana adalah lebah lokal Asia
sedangkan A. mellifera merupakan lebah dari Eropa. A. mellifera banyak
diternakan oleh masyarakat karena daya adaptasinya yang tinggi terhadap
berbagai keadaan iklim, menghasilkan banyak madu, dan tidak terlalu agresif
(Gojmerac 1983). Sedangkan A. cerana, resisten terhadap hama tungau parasit
(Morse & Flottum 1997) dan mudah diternakan oleh masyarakat, khususnya
masyarakat pedesaan dan kawasan sekitar hutan (Otis 1996). Walaupun begitu A.
cerana memiliki sifat yang kurang menguntungkan dibandingkan A. mellifera
yaitu sifat agresifnya yang sangat tinggi dalam pertahanan koloni, sehingga
mudah kabur (absconding).
Perilaku defensif terjadi berdasarkan insting yang tidak dapat dimodifikasi
dan menunjukkan perilaku taksis yang jelas. Insting merupakan salah satu jenis
perilaku klise (stereotyped behavior) yaitu perilaku yang diturunkan secara
genetik (innate) (Dethier & Stellar 1964). Bentuk perilaku berdasarkan insting
pada lebah pekerja ditunjukkan dengan adanya sistem pembagian fungsi
berdasarkan umur lebah pekerja (age polyethism). Pembagian fungsi lebah pekerja
secara umum terbagi dua yaitu fungsi di dalam sarang dan fungsi di luar sarang.
Perbedaan perilaku yang dilakukan lebah di dalam dan di luar sarang terkait
dengan perkembangan kelenjar dan hormon (Robinson 1992).
Pertahanan koloni atau perilaku defensif adalah perilaku lebah madu dalam
mempertahankan integritas atau keutuhan dan sumberdaya koloni dari serangan
predator (Free 1987). Predator utama lebah madu Asia adalah Tabuhan Vespa sp
(Hymenoptera: Vespidae) (Seeley 1982; Kent et al. 2005). Pertahanan koloni
dilakukan dalam mempertahankan sumberdaya koloni berupa madu, bukan hanya
dari Vespa sp. tetapi juga arthropoda lain seperti cicak, semut (Spangler & Taber
1970), atau koloni lebah lain yang bertujuan mencuri sumberdaya tersebut.
6
Perilaku defensif A. cerana cenderung ditunjukkan dengan perilaku
menggerombol membentuk bola mengelilingi predator (balling) di pintu sarang
(Abrol 2006). Ketika menghadapi Vespa sp., A. cerana tidak akan menyengatnya,
melainkan membunuh predator ini dengan menyelimuti dan menaikkan
temperatur tubuh hingga mencapai 45⁰C dan predator tersebut pun mati (Ono et
al. 1995).
Perilaku defensif pada A. mellifera dilakukan oleh lebah penjaga (Guardian)
dan penyengat (Stingers). Pada A. mellifera, penjaga sarang adalah lebah pekerja
berusia 15 hari yang berpatroli di pintu sarang dan mendeteksi kemungkinan
adanya serangan predator. Sedangkan penyengat adalah pekerja berusia rata-rata
19 hari yang akan melakukan perlawanan atau penyerangan terhadap pengganggu
dengan terbang keluar sarang dan melepaskan sengat (Winston 1987).
Beragam sensor atau stimulus dari lingkungan mempengaruhi perilaku
menyengat pada lebah. Stimulus visual yang bergerak dan getaran banyak
menyebabkan perilaku menyengat (Free 1961). Feromon tanda bahaya (alarm
feromon) juga menjadi komponen yang penting pada perilaku defensif lebah.
Feromon ini dikeluarkan melalui kelenjar sengat pada saat lebah pekerja
menyengat. Proses metabolisme meningkat setelah terjadi pelepasan feromon
tanda bahaya. Pelepasan feromon tanda bahaya secara genetik berkorelasi dengan
perilaku defensif pada koloni lebah madu (Southwick and Moritz 1985; Andere et
al. 2002). Komponen utama feromon tanda bahaya pada lebah madu adalah
isopentil asetat (IPA) (Boch et al. 1962). Komponen venom A. mellifera diketahui
terdiri atas IPA (1.9 µg) (Koeniger et al. 1979), 1-hexanol, butyl asetat, 2-
nonanol, 1-butanol, 1-octanol, dan hexyl asetat (Wager & Breed 2000).
Sedangkan komponen venom A. cerana terdiri atas (Z)-11-eicosan-1-ol, IPA (0.2
µg) (Koeniger et al. 1979), 1-octly asetat, n-pentane, heptacosane, dan henecosane
(Schmidt et al. 1997).
Perilaku menyengat pada A. mellifera adansonii di Ghana diobservasi
Woyke (1992) pada aktivitas hariannya yaitu pukul 06.00 - 18.00. Berdasarkan
penelitian tersebut, respon menyengat A. mellifera adansonii yang tinggi terjadi
pada pukul 06.00 dan 10.00 (Woyke 1992). Namun informasi mengenai kisaran
harian respon defensif pada A. cerana belum dilakukan. Kisaran harian respon
7
defensif berguna sebagai rekomendasi waktu yang tepat dalam menangani A.
cerana. Untuk itu tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari kisaran waktu
perilaku defensif dan mempelajari hubungan aktivitas terbang dengan perilaku
defensif A. cerana pada pukul 06.00-16.00.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan tempat
Observasi perilaku defensif dilaksanakan bulan Agustus - September 2007
di Pusat Perlebahan Gunung Arca, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi
(557 m dpl) dan peternakan lebah swasta di Gunung Geulis, Kecamatan
Tanjungsari, Kabupaten Sumedang (877 m dpl). Pengolahan data perilaku
defensif A. cerana dilakukan di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan,
Departemen Biologi, FMIPA, IPB.
Alat dan bahan
Objek penelitian yang digunakan adalah 18 koloni A. cerana yang berasal
dari Nyalindung dan Tanjungsari. Setiap lokasi penelitian terdiri dari sembilan
koloni A. cerana. Observasi perilaku defensif dilakukan menggunakan alat uji
agresifitas, Handycam (Sony Digital 8 DCR-TR VII OED 360x), counter, timer,
dan kamera Olympus resolusi 8 MP. Alat uji agresifitas adalah tongkat sepanjang
satu meter yang ujungnya diikat bandul (diameter 3 cm). Bandul adalah gabus
yang dibungkus dengan kain berwarna hitam, kemudian ditetesi isopentil asetat
(IPA) sebagai stimulus. Pengukuran kondisi lingkungan dilakukan dengan
menggunakan termometer, RHmeter, dan luxmeter. Bahan yang digunakan adalah
isopentil asetat (IPA) 98% (SIGMA 835148296).
Metode
Pemeliharaan A. cerana
Koloni A. cerana untuk observasi perilaku defensif dikoleksi dari hutan
sekitar lokasi pengamatan. Koloni A. cerana dipelihara dalam kotak yang
berukuran sama yaitu 44,5 x 19,6 x 23,3 cm. Setiap koloni A. cerana terdiri dari
8
empat sisir sarang dengan populasi dan kekuatan koloni yang sama
(Gambar 1a, b). Kekuatan koloni ditentukan dengan melihat kondisi populasi
lebah dalam sarang. Koloni yang kuat ditandai dengan banyaknya jumlah anakan
(larva dan pupa), cadangan makanan (nektar dan polen), dan lebah pekerja
didalam sarang. Pemeliharaan koloni A. cerana dimulai dua minggu sebelum
pelaksanaan pengamatan. Hal ini dilakukan agar masing-masing koloni A. cerana
beradaptasi dengan keadaan lingkungan dalam kotak sarang.
Pencatatan data lingkungan
Pencatatan kondisi lingkungan dilakukan bersamaan saat dilakukannya
observasi perilaku defensif. Data lingkungan yang dicatat adalah kelembaban
udara, temperatur udara dan intensitas cahaya.
Pengamatan perilaku A. cerana
Pengamatan perilaku pada tiap koloni dibagi menjadi dua yaitu pengamatan
aktivitas terbang dan pengamatan perilaku defensif (Woyke 1992).
a. Aktivitas terbang
Aktivitas terbang diamati dengan menghitung banyaknya jumlah A.
cerana pekerja yang keluar sarang (foraging) selama lima menit. Jumlah individu
dihitung menggunakan counter. Pengamatan ini dilakukan sebelum pengamatan
Gambar 1 Kotak sarang A. cerana (a) dan sisir sarang (b)
(a)
(b)
9
perilaku defensif dimulai. Waktu pengamatan aktivitas terbang A. cerana
dilakukan selama enam kali waktu pengamatan (pukul 06.00, 08.00, 10.00, 12.00,
14.00, dan 16.00). Hal ini bertujuan untuk melihat hubungan aktivitas terbang
dengan kondisi koloni A. cerana dan keterkaitan antara tingkat aktivitas dengan
agresivitas A. cerana (Woyke 1992).
b. Perilaku defensif
Pengamatan perilaku defensif A. cerana dilakukan lima menit setelah
pengamatan aktivitas terbang. Pengamatan dilakukan selama enam kali waktu
pengamatan (pukul 06.00, 08.00, 10.00, 12.00, 14.00, dan 16.00) dengan durasi 30
menit untuk setiap satu waktu pengamatan. Pengamatan dalam satu hari dilakukan
dilakukan pada tiga koloni, dua kali ulangan (Tabel 2). Hari pertama dan kedua
pengamatan dilakukan pada koloni 1, 2, dan 3. Hari keempat dan kelima
pengamatan pada koloni 4, 5, 6, selanjutnya hari keenam dan ketujuh pengamatan
dilakukan pada koloni 7, 8, dan 9. Masing-masing koloni membutuhkan waktu
pengamatan selama 10 menit, lima menit pertama untuk mengamati aktivitas
terbang dan lima menit kedua untuk mengamati perilaku defensif.
Perilaku defensif diamati menggunakan alat uji agresifitas, yaitu Tongkat
sepanjang satu meter yang pada ujungnya diikat bandul yang dianalogikan sebagai
predator lebah (Vespa sp.) (diameter 3 cm) (modifikasi Hunt et al. 1998;
Arechavaleta-Velasco 2003). Bandul tersebut ditetesi 20 μl IPA 98% yang
merupakan feromon tanda bahaya bagi lebah. Bandul diposisikan sejauh 10 cm
(Arechavaleta-Velasco 2003) (Gambar 2) dan digerakkan secara horizontal dari
pintu sarang. Perlakuan ini dilakukan selama lima menit. Respon perilaku yang
teramati saat perlakuan direkam menggunakan handycam. Urutan perilaku
defensif A. cerana yang diamati berdasarkan urutan perilaku defensif A. mellifera
(modifikasi Breed et al. 2004) (Tabel 1). Selanjutnya data rekaman perilaku
defensif dimasukkan dalam program editing video ULEAD DVD movie factory.
10
Bandul
Analisis Data
Hasil pengamatan yang direkam dengan handycam dimasukkan ke dalam
program editing video ULEAD DVD movie factory. Perilaku yang terjadi selama
lima menit dianalisis tiap interval 15 detik (total 300 detik). Tahapan analisis yang
dilakukan meliputi; (1) menghitung jumlah lebah yang berespon terhadap
stimulus pada setiap perilaku defensif yang teramati, (2) mengelompokan jumlah
lebah kedalam enam (0-5) kategori (Tabel 3) (modifikasi Hunt et al. 1998), (3)
menghitung nilai rataan jumlah lebah dalam bentuk kategori untuk tiap respon
perilaku defensif.
Untuk melihat pengaruh waktu terhadap jumlah individu A. cerana yang
berespon saat perlakuan dianalisa menggunakan analisis varians (ANOVA)
menggunakan program Systat 12. Apabila terdapat perbedaan nyata antar waktu
pengamatan pada respon defensif, maka dilanjutkan dengan uji Tukey (α=0.05).
Sedangkan untuk mempelajari hubungan aktivitas terbang dengan berbagai faktor
lingkungan, dilakukan analisa menggunakan korelasi Pearson.
Gambar 2 Skema percobaan perilaku defensif A. cerana
Bandul yang digantung diujung tongkat
Kotak sarang A. cerana
Alat perekam
11
Tabel 1 Urutan perilaku defensif A. cerana berdasarkan perilaku defensif A.mellifera (Modifikasi Breed et al. 2004)
No Perilaku defensif yang diamati1 Lebah yang berjaga di lubang sarang 2 Penambahan jumlah lebah di lubang sarang3 lebah yang terbang disekitar bandul4 Lebah berkumpul membentuk struktur bulat seperti bola
(balling) di sekitar lubang sarang5 Lebah berkumpul membentuk struktur bulat seperti bola
(balling) pada bandul
Tabel 2 Waktu kerja pengamatan perilaku A. cerana pada koloni 1, ulangan 1 dan 2
KoloniUlangan
ke- Pukul Jenis pengamatan
1
1
06.00-06.05 aktivitas terbang
06.05-06.10 perilaku defensif
08.00-08.05 aktivitas terbang
08.05-08.10 perilaku defensif
10.00-10.05 aktivitas terbang
10.05-10.10 perilaku defensif
12.00-12.05 aktivitas terbang
12.05-12.10 perilaku defensif
14.00-14.05 aktivitas terbang
14.05-14.10 perilaku defensif
16.00-16.05 aktivitas terbang
16.05-16.10 perilaku defensif
2
06.00-06.05 aktivitas terbang
06.05-06.10 perilaku defensif
08.00-08.05 aktivitas terbang
08.05-08.10 perilaku defensif
10.00-10.05 aktivitas terbang
10.05-10.10 perilaku defensif
12.00-12.05 aktivitas terbang
12.05-12.10 perilaku defensif
14.00-14.05 aktivitas terbang
14.05-14.10 perilaku defensif
16.00-16.05 aktivitas terbang
16.05-16.10 perilaku defensifKeterangan: Urutan waktu kerja untuk koloni 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 sama dengan koloni 1
12
Tabel 3 Kategori lebah berdasarkan penghitungan jumlah lebah A. cerana (modifikasi Hunt et al. 1998)
Kategori Jumlah lebah
0 0
1 1-25
2 26-50
3 51-754 76-100
5 >100
HASIL
Karakterisasi urutan perilaku defensif A. cerana dan kaitan aktivitas terbang
dengan perilaku defensif
Jumlah rata-rata individu yang teramati pada aktivitas terbang A. cerana di
Nyalindung lebih tinggi daripada A. cerana Tanjungsari, tetapi aktivitas terbang
yang tinggi di kedua lokasi menunjukkan waktu yang sama yaitu pada pukul
06.00 dan 08.00 (Gambar 3).
Berdasarkan analisis korelasi Pearson terhadap aktivitas terbang A. cerana
dengan faktor lingkungan, terlihat adanya korelasi negatif antara suhu dan
intensitas cahaya di Nyalindung (Gambar 4a, b) dan Tanjungsari (Gambar 5a, b).
Korelasi negatif aktivitas terbang dengan suhu dan intensitas cahaya di
Nyalindung dan Tanjungsari mengindikasikan bahwa semakin tinggi suhu dan
intensitas cahaya, maka aktivitas terbang semakin rendah, begitupun sebaliknya.
Sedangkan korelasi antara aktivitas terbang dengan kelembaban udara di
Nyalindung (Gambar 4c) dan Tanjungsari (Gambar 5c) menunjukkan korelasi
yang positif.
13
Ak
tivi
tas
terb
ang
A. c
eran
a
Suhu udara (⁰C)a
Kelembaban udara (%RH)
Intensitas cahaya (lux)b
C
Ak
tivi
tas
terb
ang
A. c
eran
a
Gambar 3 Jumlah rata-rata individu pada aktivitas terbang A. cerana, = A. cerana Nyalindung, = A. cerana Tanjungsari
Waktu
Jum
lah
rat
a-ra
ta
indi
vid
u
(x104)
y= -12.27x + 424.9 r2 = 0.360 r = -0.6
y= - 48.56x + 21318 r2 = 0.034 r = - 0.184
y= 4.725x – 231.2 r2 = 0.419 r = 0.647
Gambar 4 Hubungan antara aktivitas terbang A. cerana di Nyalindung dengan suhu udara (a), Intensitas cahaya (b), dan Kelembaban udara (c)
14
Ak
tivi
tas
terb
ang
A. c
eran
a
c
Gambar 5 Hubungan antara aktivitas terbang A. cerana di Tanjungsari dengan suhu udara (a), Intensitas cahaya (b), dan Kelembaban udara (c)
Kelembaban udara (%RH)
Intensitas cahaya (lux)b
Ak
tivi
tas
terb
ang
A. c
eran
a
aSuhu udara (⁰C)
Akt
ivit
as t
erba
ngA
. cer
ana
Respon perilaku defensif A. cerana
Terdapat lima urutan perilaku defensif yang teramati pada A. cerana dalam
merespon stimulus IPA. Lima urutan perilaku tersebut yaitu menjaga sarang (D1),
penambahan individu di depan lubang sarang (D2), terbang mendekati bandul
(D3), balling di lubang sarang (D4) dan balling di bandul (Tabel 4, Gambar 6).
Kisaran waktu terjadinya urutan perilaku tersebut pada umumnya memperlihatkan
waktu respon yang sama dan berlangsung mulai dari detik ke-0 sampai detik ke-
300 (lima menit waktu pengamatan perilaku defensif). Perilaku A. cerana berjaga
sarang (D1) mulai terlihat sebelum dilakukannya uji defensif. Setelah alat uji
agresivitas digerakkan di depan lubang sarang langsung terlihat respon
penambahan individu di lubang sarang (D2). Selanjutnya terjadi respon terbang
di sekitar bandul (D3), dan balling di lubang sarang (D4) yang rata-rata terjadi
y= - 9.853x + 338.6 r2 = 0.344 r = - 0.587
y= - 117.5x + 31688 r2 = 0.087 r = - 0.295
(x104)
y= 3.272x – 110.2 r2 = 0.318 r = 0.564
15
pada detik ke-15, sedangkan respon balling di bandul pada urutan respon perilaku
defensif terjadi paling akhir yaitu pada detik ke-30 (Tabel 5).
Tabel 4 Urutan perilaku defensif A. cerana
No Perilaku Deskripsi1 Menjaga sarang (D1) Lebah penjaga berdiri di Lubang sarang
menginspeksi lebahyang mendekati sarang, mendeteksi awal adanya gangguan dari luar
2 Penambahan jumlah individudisekitar lubang sarang (D2)
Lebah bergerak kearah lubang sarang, kemudian menaikan abdomen sambil menggetarkan sayap
3 Terbang mendekati bandul (D3) Lebah terbang mendekati bandul dan melakukan kontak sesaat terhadap bandul secara berulang-ulang
4 balling disekitarlubang sarang (D4)
Lebah berkumpul disekitar lubang sarang, membentuk struktur seperti bola
5 balling di bandul (D5) Lebah berkumpul dengan menempel dan menyelimuti bandul
Gambar 6 Respon perilaku defensif A. cerana a) menjaga sarang (D1), b) penambahan jumlah individu di sekitar lubang sarang (D2), c) terbang mendekati bandul (D3), d) balling di lubang sarang (D4), e) balling di bandul (D5)
a) D1 b) D2 c) D3
d) D4 e) D5
3cm 3cm 3cm
3cm 3cm
16
Tabel 5 Kisaran waktu terjadinya respon perilaku defensif A. cerana
Perilaku
Respon perilaku
Awal Akhir
(detik ke-) (detik ke-)
D1 0 300D2 1 300D3 15 300D4 15 300D5 30 300
Keterangan: D1, D2, D3, D4, dan D5 merujuk pada tabel 4
Respon perilaku A. cerana berjaga di lubang sarang (D1)
Pada umumnya setiap koloni A. cerana di kedua lokasi penelitian memiliki
lebah penjaga sarang. Jumlah rata-rata individu yang berjaga di sekitar lubang
sarang bervariasi pada tiap koloni, mulai dari lima sampai puluhan individu.
Lebah ini menjalani fungsi perilaku sebagai lebah yang lebih awal mendeteksi
adanya gangguan. Selain itu lebah penjaga ini juga bertugas mengenali anggota
koloni lain yang akan masuk kedalam sarang. Lebah penjaga selalu menunjukkan
posisi perilaku siaga, yaitu, tungkai depan dinaikkan dan antena diarahkan tegak
ke depan. Ketika ada anggota koloni yang akan masuk kedalam sarang, lebah
penjaga akan mengenali melalui antenanya.
Koloni A. cerana asal Nyalindung pada pengamatan lebah penjaga
memperlihatkan nilai rataan jumlah individu yang tinggi pada pukul 10.00 dan
14.00 dengan nilai rata-rata kategori 1.93 dan 2.36. Sedangkan A. cerana asal
Tanjungsari memiliki nilai rataan jumlah individu yang tinggi pada pukul 14.00
dan 16.00, dengan nilai rata-rata 1.88 (Gambar 7, Lampiran 1, 2). Berdasarkan
nilai rataan jumlah individu tersebut, secara umum dapat dikatakan bahwa
keberadaan lebah penjaga lebih banyak pada koloni A. cerana asal Nyalindung
daripada A. cerana Tanjungsari.
17
Respon penambahan jumlah individu di lubang sarang (D2)
Respon penambahan individu di lubang sarang mulai terjadi pada detik ke-
1 saat alat uji defensif digerakkan di depan lubang sarang. Penambahan individu
ditandai dengan pergerakan individu dari dalam kearah lubang sarang dan
berkumpul di lubang sarang. Jumlah rata-rata kategori individu pada perilaku D2
ini yang tinggi di Nyalindung terjadi pada pukul 10.00 ( =3.70) dan
14.00 ( = 3.89), Sedangkan di Tanjungsari yang tinggi terjadi pada pukul 08.00
( = 3.80) dan 10.00 ( = 3.76) (Gambar 8, Lampiran 3, 4).
Waktu
Jum
lah
rata
-rat
a in
divi
du
06-6.30 08-8.30 10-10.30 12-12.30 14-14.30 16-16.300
0.5
1
1.5
2
3
2.5
a
ab
ab ab
b
ab
a
a
a aa a
Gambar 7 Jumlah rata-rata individu pada respon perilaku menjaga sarang A. cerana, = A. cerana Nyalindung, = A. cerana Tanjungsari. Huruf yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (α=0.05)
06-6.30 08-8.30 10-10.30 12-12.30 14-14.30 16-16.30
0
0.5
1
1.5
2
3
3.5
44.5
2.5
Waktu
Jum
lah
rat
a-ra
ta
indi
vid
u abab
bc b
c bcaa a a
a
b
Gambar 8 Jumlah rata-rata individu pada respon perilaku penambahan individu di lubang sarang A. cerana, = A. cerana Nyalindung , = A. cerana Tanjungsari. Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey(α=0.05)
18
Respon terbang mendekati bandul (D3)
Respon terbang mendekati bandul (D3) ditandai dengan gerakan beberapa
individu yang terbang mendekati bandul, mengelilingi dan menyentuh bandul
secara berulang-ulang. Respon perilaku D3 A. cerana yang tinggi dikedua lokasi
terjadi pada pagi hari. Koloni A. cerana Nyalindung memberikan respon terbang
mendekati bandul yang tinggi pada pukul 08.00 dengan jumlah rataan kategori
0.99. Sedangkan A. cerana Tanjungsari memberikan respon terbang mendekati
bandul yang tinggi pada pukul 06.00 dengan nilai rataan kategori 0.56 (Gambar 9,
Lampiran 5, 6).
Respon balling di lubang sarang (D4)
Perilaku balling di lubang sarang (D4) terjadi karena adanya penambahan
jumlah lebah di lubang sarang. Lebah-lebah tersebut berkumpul menutupi lubang
masuk sarang hingga membentuk struktur bulat seperti bola. Koloni A. cerana
memberikan respon perilaku D4 yang tinggi di Nyalindung dan Tanjungsari pada
pukul 14.00, dengan nilai rataan kategori berturut-turut 3.21 dan 3.59 (Gambar 10,
Lampiran 7, 8).
a ab
bc
06-6.30 08-8.30 10-10.30 12-12.30 14-14.30 16-16.30
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.2
1.0
Waktu
Jum
lah
rata
-rat
a in
divi
du
a ab
bcac
c
d
a
c
a a
bab
Gambar 9 Jumlah rata-rata individu pada respon perilaku terbang mendekati bandul A. cerana, = A. cerana Nyalindung, = A. cerana Tanjungsari. Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey(α=0.05)
19
Respon balling di bandul (D5)
Perilaku balling di bandul merupakan urutan respon perilaku defensif
terakhir yang diperlihatkan A. cerana dalam merespon stimulus IPA. Perilaku D5
ini terjadi karena adanya respon A. cerana yang terbang mendekati bandul, lalu
mengerumuni bandul hingga membentuk struktur bulat seperti bola.
Koloni A. cerana Nyalindung memperlihatkan respon perilaku D5 yang
tinggi pada pukul 08.00 ( = 0.39) dan 10.00 ( = 0.36), sedangkan koloni A.
cerana Tanjungsari memperlihatkan respon D5 yang tinggi pada pukul 06.00
( = 0.86) dan 10.00 ( = 0.67) (Gambar 11, Lampiran 9, 10).
06-6.30 08-8.30 10-10.30 12-12.30 14-14.30 16-16.30
0
0.5
1
1.5
2
3
2.5
3.5
4
a ab
abab
b
aba
aa
a
a
b
Waktu
Jum
lah
rata
-rat
a in
divi
du
Gambar 10 Jumlah rata-rata individu pada respon perilaku balling di lubang sarang A. cerana, = A. cerana Nyalindung, = A. cerana Tanjungsari. Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (α=0.05)
20
Gambar 11 Jumlah rata-rata individu pada respon perilaku balling di bandul A.cerana = A. cerana Nyalindung, = A. cerana Tanjungsari. Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (α=0.05)
Hubungan antara perilaku defensif dengan aktivitas terbang
Jumlah aktivitas terbang dan respon defensif yang tinggi di kedua lokasi,
Nyalindung dan Tanjungsari menunjukkan waktu yang sama yaitu dipagi hari.
Aktivitas terbang di kedua lokasi penelitian tinggi pada pukul 06.00 dan 08.00.
Sedangkan respon defensif di Tanjungsari tinggi pada pukul 06.00 dan 10.00, dan
di Nyalindung tinggi pada pukul 08.00-10.00. (Gambar 12, 13). Perilaku defensif
yang ditunjukan A. cerana dalam hal ini adalah perilaku balling di bandul. balling
di bandul dijadikan sebagai parameter perilaku defensif karena merupakan urutan
perilaku terakhir yang terjadi pada perilaku defensif, sekaligus bentuk respon
menyerang A. cerana terhadap gangguan. Perilaku ini sama dengan respon
menyengat A. mellifera yang terjadi saat menghadapi gangguan.
Waktu
a
b
a
b
b
b
ac
ab
bc
c
c
Jum
lah
rata
-rat
a in
divi
du
06-6.30 08-8.30 10-10.30 12-12.30 14-14.30 16-16.30
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.2
1
-0.4
-0.2
21
\
PEMBAHASAN
Perilaku defensif A. cerana
Urutan perilaku defensif A. cerana yang terjadi selama pengamatan sesuai
dengan urutan perilaku defensif yang terjadi pada lebah A. mellifera. Urutan ini
terdiri dari persepsi, orientasi, identifikasi, siaga, perekrutan individu dari dalam
Waktu
Jum
lah
rata
-rat
aka
tego
riin
divi
du
06-6.30 08-8.30 10-10.30 12-12.30 14-14.30 16-16.30
0
1
2
3
4
5
6
Jum
lah
rata
-rat
ak
ateg
ori
ind
ivid
u
Waktu
06-6.30 08-8.30 10-10.30 12-12.30 14-14.30 16-16.30
0
1
2
3
5
6
-1
4
Gambar 13 Jumlah rata-rata individu pada respon perilaku balling di bandul dan aktivitas terbang A. cerana Tanjungsari, = aktivitas terbang, = Perilaku balling di bandul
Gambar 12 Jumlah rata-rata individu pada respon perilaku balling di bandul dan aktivitas terbang A. cerana Nyalindung , = aktivitas terbang, = Perilaku balling di bandul
22
sarang, mendeteksi stimulus, identifikasi ulang, dan menyerang (Hunt et al. 1998;
Breed et al. 2004).
Berdasarkan pengamatan, perilaku awal yang terjadi pada A. cerana
sebelum diuji dengan stimulus IPA adalah menjaga sarang (D1). Perilaku menjaga
sarang A. cerana adalah posisi siaga di sekitar lubang masuk sarang dengan
antena yang tegak lurus dan disentuhkan ke antena lebah lain yang akan masuk ke
sarang. Hal ini sama dengan yang diperlihatkan lebah penjaga A. mellifera yang
menggunakan antenanya untuk mendeteksi dan mengidentifikasi benda yang akan
masuk ke dalam sarang (Breed et al. 2004).
Lebah penjaga sarang A. cerana pada penelitian ini memperlihatkan posisi
siaga ketika merespon stimulus IPA, benda bergerak dan warna, hal tersebut sama
dengan yang terjadi pada A. mellifera (Breed et al. 2004). Pada saat stimulus IPA
diberikan lebah penjaga sarang A. mellifera yang siaga di depan sarang
mendeteksi adanya gangguan melalui sistem sensorik visual dan sistem olfaktori
yang ada pada antena (Lenoir et al. 2006). Mata majemuk lebah secara visual
berfungsi sebagai reseptor stimulus warna dan gerak yang dideteksi sebagai
ancaman (stimulus bandul hitam) (Chitka & Tautz 2003). Lebah sangat sensitif
dengan adanya gangguan berupa bau-bauan kimia, benda yang bergerak dan
warna-warna yang gelap (Breed et al. 2004). IPA sebagai feromon tanda bahaya
juga menjadi stimulus terhadap perilaku defensif lebah yang terjadi (Free 1961;
Koeniger et al. 1979).
IPA yang terdeteksi sebagai stimulus kimia feromon siaga dari bandul
ditangkap oleh reseptor di antena lebah (Peteraitis 1999). Selanjutnya terjadi
proses persepsi sensorik di sistem saraf pusat dan dilanjutkan dengan pergerakan
otot sehingga membangkitkan suatu aksi perilaku. Perilaku yang terjadi adalah
perilaku recruitment (pemanggilan) bagi lebah untuk mendekati predator (Ono et
al. 1995). Recruitment dilakukan lebah penjaga A. cerana dengan menggetarkan
sayap dan menggerakan abdomen kekiri dan kekanan. Perilaku ini kemudian
menyebabkan pergerakan individu anggota koloni lebah menuju lubang masuk
sarang, dan jumlah lebah yang ada dilubang sarang pun bertambah (perilaku D2).
Berdasarkan pengamatan, A. cerana asal Tanjungsari pada pagi hari diwaktu
yang sama dengan A. cerana asal Nyalindung (pukul 06.00-12.00)
23
memperlihatkan jumlah pertambahan individu di sekitar lubang sarang yang
tinggi daripada A. cerana asal Nyalindung. Hal ini mengindikasikan bahwa A.
cerana Tanjungsari lebih cepat memberikan respon terhadap sinyal tanda bahaya,
dibandingkan A. cerana asal Nyalindung. Namun di sore hari (pukul 14.00-16.00)
penambahan individu di lubang sarang tinggi pada A. cerana asal Nyalindung.
Hal ini disebabkan karena aktivitas terbang A. cerana asal Nyalindung pada sore
hari masih tinggi daripada A. cerana asal Tanjungsari.
Berdasarkan penelitian Wager & Breed (2000), stimulus IPA memberikan
orientasi pada lebah penjaga A. mellifera untuk perilaku defensif terbang
mendekati stimulus. Selain itu stimulus warna, terutama warna-warna gelap
(Varela & Wiitanen 1969) dan pergerakan bandul (Brockmann & Gene 2007)
merupakan kunci pada A. mellifera untuk menemukan predator. Hal itu sama
halnya dengan yang terlihat pada perilaku defensif terbang A. cerana terbang
mendekati bandul (D3).
Perilaku selanjutnya adalah respon A. cerana berkumpul atau membentuk
struktur seperti bola menutupi lubang sarang. Perilaku ini sama dengan yang
ditunjukan oleh Abrol (2006) yaitu perilaku A. cerana menyelimuti predator
sehingga membentuk struktur seperti bola disebut dengan balling. Berdasarkan
perilaku defensif balling di lubang sarang A. cerana asal Tanjungsari
menunjukkan perilaku defensif yang tinggi di sepanjang aktivitas hariannya,
kecuali pada pukul 16.00. Respon perilaku balling di bandul yang tinggi di
Nyalindung terjadi pada pukul 08.00 dan 10.00. Sedangkan di Tanjungsari terjadi
pada pukul 06.00 dan 10.00. Respon ini sama dengan perilaku menyengat yang
terjadi pada A. mellifera adansonii (Woyke 1992), yang juga terjadi pada pukul
06.00 dan 10.00. Perbedaan respon perilaku balling di bandul yang terjadi pada
kedua tempat disebabkan karena adanya perbedaan ketinggian tempat antara
keduanya, sehingga menyebabkan keadaan lingkungan juga berbeda seperti faktor
intensitas cahaya. Intensitas cahaya di Tanjungsari lebih tinggi pada pukul 06.00 -
10.00 daripada intensitas cahaya di Nyalindung. Hal inilah yang menyebabkan A.
cerana Tanjungsari lebih awal memberikan respon perilaku defensif balling di
bandul yaitu pada pukul 06.00 daripada A. cerana Nyalindung yaitu pada pukul
08.00.
24
Urutan perilaku yang terjadi sampai dengan adanya perilaku lebah untuk
menyerang melewati rangkaian proses persepsi sensorik. Stimulus warna (Varela
& Wiitanen 1969), gerak (Brockman & Gene 2007) dan bau ditangkap oleh
kemoreseptor yang masuk melalui pori-pori sensilia di antena (Chapman 1982).
Ketika mata majemuk mendeteksi stimulus berupa warna, gerak, stimulus tersebut
diteruskan melalui antena lebah dan ditransmisi ke sistem saraf sensorik. Perilaku
ini selanjutnya membangkitkan respon perilaku D2. Kemudian sinyal dari sistem
saraf sensorik diteruskan ke sistem saraf pusat lebah. Hasil integrasi di sistem
saraf pusat akan memberikan keputusan kepada organ motorik untuk merespon
sinyal ini dengan pergerakan otot yang selanjutnya membangkitkan perilaku D3
dan D4 hingga akhirnya lebah akan melakukan respon menyerang dengan balling
di bandul (D5).
Pada A. mellifera diketahui bahwa terdapat molekul biogenic amines seperti
octopamine yang berfungsi sebagai neurotransmiter dan berperan dalam perilaku
defensif lebah (Erber et al. 1993). Octopamine diketahui memberikan dampak
terhadap sistem olfaktori pada perilaku menjaga sarang dan pengenalan koloni
pada lebah penjaga sarang A. mellifera (Burrell & Smith 1995). Pada A. cerana
kehadiran octopamine diduga juga berperan dalam respon perilaku defensif yang
terjadi.
Selama pengamatan perilaku defensif, A. cerana tidak memperlihatkan
perilaku menyengat. A. cerana cenderung menunjukkan perilaku balling di lubang
sarang dan di bandul. Kejadian tersebut sama ketika A. cerana merespon serangan
Vespa sp. yang cenderung menunjukkan perilaku defensif spesifik di pintu
sarang. Saat merespon adanya serangan Vespa, A. cerana membunuh tabuhan ini
melalui mekanisme balling. perilaku balling dilakukan A. cerana japonica untuk
membunuh Vespa sp. dengan mengerumuni tabuhan tersebut, selanjutnya
meningkatkan suhu tubuh mencapai 45⁰C hingga tabuhan mati (Ono et al. 1995;
Abrol 2006). Sedangkan pada A. mellifera ketika diuji sifat defensifnya
menggunakan alat uji agresifitas memperlihatkan respon menyengat. Hal ini
disebakan karena IPA yang digunakan sebagai stimulus berasal dari A. mellifera
sendiri. Perbedaan respon defensif pada kedua jenis lebah ini disebabkan karena
perbedaan kuantitas senyawa IPA pada sengat A. cerana dan A. mellifera. Ekstrak
25
sengat A. cerana mengandung 0.2 µg senyawa IPA, Sedangkan sengat A.
mellifera mengandung 1.9 µg senyawa IPA (Koeniger et al. 1979).
Hubungan aktivitas terbang dengan faktor lingkungan dan perilaku defensif
A. cerana
Aktivitas terbang merupakan aktivitas lebah keluar sarang untuk mencari
pakan (foraging). Lebah madu mencari pakan keluar sarang berupa nektar, polen,
propolis dan air (Winston 1987). Tujuan pengamatan aktivitas terbang pada
penelitian ini adalah untuk mempelajari aktivitas harian tiap koloni A. cerana dan
kaitannya dengan respon defensif A. cerana. Berdasarkan pengamatan, aktivitas
terbang A. cerana banyak terjadi pada pukul 06.00 dan 08.00 di kedua lokasi
penelitian. Selama pengamatan, aktivitas terbang A. cerana yang terlihat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu suhu udara, kelembaban dan intensitas
cahaya. Apabila kelembaban tinggi, maka aktivitas terbang A. cerana meningkat.
Apabila suhu meningkat maka aktivitas terbang A. cerana menurun (Danka et al.
2006). Suhu udara (temperatur) merupakan faktor lingkungan yang paling penting
untuk aktivitas lebah (Corbet et al. 1993). Faheem et al. (2004) menyatakan
bahwa suhu udara dan intensitas cahaya yang mempengaruhi aktivitas terbang
masing-masing adalah 16-32⁰C dan 1000-50 000 lx. Hal ini sesuai dengan kondisi
lingkungan pagi hari pada saat pengamatan aktivitas terbang A. cerana di
Nyalindung dengan kisaran kondisi suhu udara dan intensitas cahaya berturut-
turut (20.8-23.1⁰C dan 690-17 945 lx ) dan Tanjungsari yaitu berturut-turut (21.6-
24.8⁰C dan 775-24 798 lx) (Lampiran 11, 12). Suhu udara harian berdasarkan data
dari stasiun pengamat dirgantara LAPAN Tanjungsari pada saat penelitian
perilaku defensif A. cerana di Tanjungsari berkisar antara rata-rata 16.32-29.90
⁰C. Sedangkan keadaan suhu udara pada saat aktivitas terbang tinggi di
Tanjungsari berkisar antara rata-rata 16.32-21.49 ⁰C (Lampiran 13). Keadaan
suhu udara yang tercatat pada saat penelitian dan data dari LAPAN menunjukkan
perbedaan rata-rata yang tidak terlalu jauh dan mengindikasikan bahwa suhu
udara yang terukur saat penelitian sudah benar.
Hubungan perilaku defensif A. cerana dengan aktivitas terbang di
Nyalindung dan Tanjungsari menunjukkan pola yang sama. Tingginya aktivitas
26
terbang pada pukul 06.00 dan 08.00 di kedua lokasi menunjukkan waktu yang
sama dengan tingginya respon defensif A. cerana. Hal tersebut sama dengan
hubungan perilaku defensif dengan aktivitas terbang yang terjadi pada A. mellifera
adansonii. Tingginya aktivitas terbang berkorelasi positif terhadap perilaku
menyengat (Woyke 1992).
Aktivitas terbang dan perilaku defensif A. cerana berhubungan dengan
kepadatan koloni. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam mempelajari
hubungan antara perilaku defensif dengan aktivitas terbang A. cerana, salah
satunya adalah jumlah populasi lebah dalam koloni. Jumlah populasi lebah dalam
koloni akan berpengaruh terhadap jumlah lebah yang berespon terhadap stimulus.
Jumlah populasi koloni A. cerana yang rendah mempunyai aktivitas terbang yang
rendah (Danka et al. 2006). Untuk itu jumlah lebah atau populasi dalam satu
koloni harus dikondisikan seragam antara komposisi kasta dan jumlah individu
didalam kasta. Komposisi kasta dalam penelitian ini sama untuk setiap koloni.
Akan tetapi, jumlah individu di dalam kasta tidak sama karena tahap
perkembangan tiap koloni A. cerana yang dimasukkan ke dalam kotak sarang
tidak sama. Pada penelitian ini, dengan empat sisir sarang dan ukuran kotak
percobaan yang sama di kedua lokasi, jumlah populasi A. cerana diperkirakan
berkisar 1000-3000 individu. Kondisi populasi yang demikian, diharapkan
jumlah individu yang berespon pada perilaku defensif terhadap stimulus dikedua
lokasi hasilnya tidak akan jauh berbeda.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan perbedaan respon perilaku defensif
A. cerana yang terjadi di kedua lokasi. Perilaku fenotipe suatu individu tidak
terlepas dari interaksi dua faktor, internal dan ekternal. Faktor internal yang
mempengaruhi A. cerana perilaku defensif dalam koloni adalah faktor genetik dan
perkembangan sistem hormonal. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi
A. cerana perilaku defensif berasal dari lingkungan meliputi suhu udara,
kelembaban udara dan intensitas cahaya.
Antara komponen genetik dan lingkungan saling berinteraksi untuk
membangkitkan suatu perilaku. Metabolisme sel akan mengatur perkembangan
sistem saraf, otot dan hormon selanjutnya berlanjut pada mekanisme fisiologi
(Drickamer 2002). Mekanisme fisiologi dengan stimulus lingkungan meyebabkan
27
timbulnya proses persepsi saraf sensorik di sistem saraf pusat dan dilanjutkan
dengan pergerakan otot sehingga akhirnya membangkitkan suatu perilaku. Selain
faktor tersebut, perkawinan ratu dengan banyak jantan (12-17 jantan) (Adams et
al. 1977; Hunt et al. 2007) dapat juga menjadi salah satu penyebab variasi respon
yang terjadi. Lebah pekerja memiliki garis patrilineal yang berbeda, hal ini
menyebabkan adanya variasi gen, yang kemudian meyebabkan terjadinya variasi
perilaku defensif.
Faktor eksternal dari lingkungan yang paling berpengaruh terhadap perilaku
defensif dan aktivitas terbang terutama adalah suhu udara. Suhu udara,
kelembaban dan intensitas cahaya berhubungan dengan ketersediaan pakan
(Hilario et al. 2000). Ketersediaan pakan A. cerana di kedua lokasi penelitian
sangat baik, yang terdiri dari tanaman yang berbunga sepanjang tahun seperti
kaliandra. Acacia mangium, rumput-rumputan, dan kelapa.
Berdasarkan hasil penelitian ini, kisaran waktu terjadinya perilaku defensif
pada A. cerana dan aktivitas terbang dapat menjadi dasar dalam penanganan
usaha budidaya A. cerana, khususnya rekomendasi mengenai waktu untuk
menangani A. cerana, yaitu pada saat perilaku defensif rendah.
Secara umum urutan respon perilaku A. cerana asal Tanjungsari dan
Nyalindung terhadap gangguan sama dengan yang terjadi pada A. mellifera.
Sebanyak 18 koloni A. cerana yang diuji perilaku defensifnya, A. cerana asal
Nyalindung memperlihatkan respon defensif yang lebih rendah daripada A.
cerana Tanjungsari. Perilaku tersebut terutama pada aktivitas terbang, menjaga
sarang dan terbang mendekati bandul. Dari sembilan koloni A. cerana
Tanjungsari, koloni 2 menunjukkan perilaku defensif yang rendah. Koloni ini
selanjutnya dipilih dan dikoleksi beberapa individu pekerjanya untuk dilakukan
karakterisasi DNA gen dugaan pada QTL sting-2 A. cerana.
28
SIMPULAN
Jumlah individu yang tinggi pada perilaku aktivitas terbang dan defensif A.
cerana di kedua lokasi penelitian terjadi pada saat yang sama, yaitu di pagi hari.
Namun, kedua jenis perilaku ini memiliki kisaran waktu yang berbeda. Perilaku
defensif A. cerana yang tinggi ditunjukkan dengan perilaku balling di bandul
terjadi di Nyalindung pada pukul 08.00 dan 10.00, sedangkan di Tanjungsari
terjadi pukul 06.00 dan 10.00.