2 kinerja gasifier unggun tetap aliran ke bawah · jumlah abu dari berbagai jenis umpan bervariasi...

30
2 KINERJA GASIFIER UNGGUN TETAP ALIRAN KE BAWAH Pendahuluan Salah satu energi alternatif yang dapat dikembangkan di Indonesia pada saat ini maupun masa mendatang adalah biomassa (kayu, serbuk gergaji, sekam padi, sampah, dan lain-lainnya). Biomassa dapat diubah menjadi sumber energi listrik dengan cara memanfaatkan teknologi gasifikasi. Abdullah et al. (1998) mendefinisikan bahwa gasifikasi biomassa merupakan suatu proses konversi bahan selulosa dalam suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi gas mampu bakar yang terdiri dari; karbon monoksida, hidrogen dan gas metan. Selanjutnya gas tersebut dipergunakan sebagai bahan bakar mesin pembangkit tenaga listrik dan sebagai sumber energi untuk proses termal lainnya seperti pengeringan dan pendinginan adsorpsi. Tahapan proses gasifikasi dimulai dari 1) zona pengeringan di bagian paling atas gasifier 2) zona pirolisis, umpan kayu mulai terurai menjadi arang, uap air dan gas 3) zona oksidasi di bagian throat, menghasilkan tar, minyak, gas metan, karbon dioksida, karbon monoksida dan energi panas 4) zona reduksi di bagian bawah throat, mereduksi gas karbon dioksida menjadi karbon monoksida 5) gas mampu bakar yang keluar dari reaktor masuk ke unit pemurnian, pendinginan, unit pencampur, kemudian masuk ke mesin Diesel. Kualitas gas mampu bakar ditentukan oleh gasifier, sehingga diperlukan rancangan teknis gasifier yang optimal. Untuk itu, penelitian ini menggunakan model matematik untuk menentukan diameter reaktor, diameter throat, dan tinggi reaktor. Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan model matematika untuk menduga distribusi suhu dalam reaktor gasifikasi, optimasi alat penukar kalor gas buang, dan generator adsorpsi. 2. Menentukan rancang bangun alat uji sistem gasifikasi dengan umpan kayu, yang terdiri dari alat penyaring abu dan tar (tabung pemisah dan filter gas), pendingin gas, akumulator, cyclon, pencampur dan mesin diesel generator.

Upload: vokhuong

Post on 14-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

2 KINERJA GASIFIER UNGGUN TETAP ALIRAN KE BAWAH

Pendahuluan

Salah satu energi alternatif yang dapat dikembangkan di Indonesia pada saat

ini maupun masa mendatang adalah biomassa (kayu, serbuk gergaji, sekam padi,

sampah, dan lain-lainnya). Biomassa dapat diubah menjadi sumber energi listrik

dengan cara memanfaatkan teknologi gasifikasi. Abdullah et al. (1998)

mendefinisikan bahwa gasifikasi biomassa merupakan suatu proses konversi bahan

selulosa dalam suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi gas mampu bakar yang

terdiri dari; karbon monoksida, hidrogen dan gas metan. Selanjutnya gas tersebut

dipergunakan sebagai bahan bakar mesin pembangkit tenaga listrik dan sebagai

sumber energi untuk proses termal lainnya seperti pengeringan dan pendinginan

adsorpsi.

Tahapan proses gasifikasi dimulai dari 1) zona pengeringan di bagian paling

atas gasifier 2) zona pirolisis, umpan kayu mulai terurai menjadi arang, uap air dan

gas 3) zona oksidasi di bagian throat, menghasilkan tar, minyak, gas metan, karbon

dioksida, karbon monoksida dan energi panas 4) zona reduksi di bagian bawah

throat, mereduksi gas karbon dioksida menjadi karbon monoksida 5) gas mampu

bakar yang keluar dari reaktor masuk ke unit pemurnian, pendinginan, unit

pencampur, kemudian masuk ke mesin Diesel. Kualitas gas mampu bakar

ditentukan oleh gasifier, sehingga diperlukan rancangan teknis gasifier yang

optimal. Untuk itu, penelitian ini menggunakan model matematik untuk

menentukan diameter reaktor, diameter throat, dan tinggi reaktor.

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan model matematika untuk menduga distribusi suhu dalam reaktor

gasifikasi, optimasi alat penukar kalor gas buang, dan generator adsorpsi.

2. Menentukan rancang bangun alat uji sistem gasifikasi dengan umpan kayu,

yang terdiri dari alat penyaring abu dan tar (tabung pemisah dan filter gas),

pendingin gas, akumulator, cyclon, pencampur dan mesin diesel generator.

10

Pendekatan Teori

Jenis dan Parameter Gasifier. Jenis dan parameter gasifier ditentukan oleh

arah aliran gas melalui reaktor (arah naik, arah turun, atau horizontal) atau oleh arah

aliran padatan dan gas (searah, berlawanan arah atau aliran silang). Jenis reaktor

yang sering dipakai adalah :

a. Gasifier reaktor tetap aliran berlawanan arah. Umpan dimasukkan pada bagian

atas reaktor dan bergerak ke bawah melewati zona pengeringan, pirolisis,

reduksi, dan oksidasi. Sedangkan udara masuk pada bagian bawah dan gas

keluar pada bagian atas. Keuntungan jenis gasifier reaktor tetap aliran

berlawanan arah yaitu kesederhanaannya, tingkat pembakaran arang yang

tinggi, pertukaran panas internal sehingga suhu gas keluar rendah, dan efisiensi

gasifikasi yang tinggi. Selain itu Gasifier jenis ini dapat menggunakan bahan

bakar dengan kandungan air yang cukup tinggi (50% wb). Kekurangan gasifier

jenis ini adalah produksi tar yang tinggi, akibat gas yang tidak melalui zona

oksidasi. Gasifier jenis ini sesuai untuk pemanfaatan panas langsung. Namun

jika digunakan sebagai bahan bakar mesin, perlu proses permurnian tar.

b. Gasifier aliran silang didesain untuk pemakaian arang. Gasifikasi arang

menghasilkan suhu sangat tinggi (>1500 OC) di daerah oksidasi yang dapat

mengakibatkan masalah material reaktor. Selain itu kinerja pemecahan tar

rendah, sehingga diperlukan arang berkualitas tinggi. Keuntungan sistem ini

adalah dapat dioperasikan pada skala yang sangat kecil dan konstruksi bagian

pemurnian gas (cyclone dan baghouse filter) yang sederhana. Di negara yang

sedang berkembang, sistem ini digunakan untuk tenaga poros dibawah 10 kW.

c. Gasifier unggun tetap aliran ke bawah, biomassa dimasukkan pada bagian atas

reaktor dan udara dimasukkan pada bagian atas atau samping. Gas keluar dari

bagian bawah reaktor sehingga bahan bakar dan gas bergerak pada arah yang

sama. Gas hasil pirolisis dibawa melewati daerah oksidasi (dengan suhu tinggi)

dimana terjadi proses pembakaran dan mengakibatkan terbakarnya unsur tar,

sehingga gas mampu bakar memiliki kandungan tar yang rendah, sesuai dengan

kebutuhan mesin. Gasifier jenis ini digunakan pada tingkat tenaga 10-500 kW.

d. Gasifier opencore didesain untuk biomassa berukuran kecil dengan kandungan

abu tinggi. Pembentukan gas mengandung tar kira-kira 0.05 kg tar/kg gas,

11

(Knoef HAM & Stassen HEM 1994). Pada gasifier open core, udara dihisap

melalui seluruh penampang bagian atas reaktor, sehingga ketersediaan oksigen

lebih baik. Hal ini menyebabkan suhu reaktor padat tidak akan mencapai suhu

ekstrim setempat di zona oksidasi, tidak seperti gasifier konvensional.

Parameter teknis dan operasional untuk berbagai macam gasifier, tersaji pada

Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Parameter teknis dan operasional beberapa jenis gasifier, (The Biomass Technology Group BV, 7500 AE Enchede, The Netherlands)

Uraian Jenis gasifier

Aliran ke bawah

Aliran ke atas

Open core

Aliran silang

Panas aliran silang

Kapasitas komersial maksimum (kWe) 350 4 000 200 150 20 000*

Waktu penyetelan (min) 10-20 15-60 15-60 10-20 15-60

Sensitivitas terhadap bahan bakar sensitif tidak sensitif

sangat sensitif sensitif tidak sensitif

Produksi tar pada beban tinggi (g/Nm3 gas) < 0.5 1-15 10-15 < 0.1*** tidak ada

Ukuran dan volume bagian pembersih gas kecil besar besar kecil tidak ada

Kuantitas residu tar kecil besar besar Sangat kecil*** tidak ada

Sensitivitas terhadap fluktuasi beban sensitif Tidak

sensitif Tidak

sensitif sensitif tidak sensitif

Rasio turn down 3-4 5-10 5-10 22-3 8-10 HGeff beban tinggi (%) 85-90 90-95 70-80 80-90 90-95 CGeff beban tinggi (%) 65-75 40-60 35-50 60-70 tidak ada Nilai kalor gas dingin (MJ/Nm3) 4.5-5 5-6 5.5-6 4-4.5 tidak ada *kWtermal **hanya sekam padi ***kandungan bahan volatil yang rendah (< 10% wt) charcoal

Sifat-sifat yang berhubungan dengan gasifikasi adalah antara lain :

1) Kandungan butiran air dalam reaktor, didefinisikan sebagai jumlah butiran air

dalam material, dinyatakan sebagai persentase dari berat material. Untuk proses

konversi termal seperti gasifikasi, lebih disukai berupa umpan yang relatif kering,

karena menghasilkan gas dengan kualitas lebih baik, nilai kalor yang lebih tinggi,

dan dapat mencapai efisiensi yang optimal. 2) Abu merupakan bahan inorganik atau

kandungan mineral yang tertampung dalam reaktor setelah umpan terbakar

sempurna. Jumlah abu dari berbagai jenis umpan bervariasi dari 0.1% untuk kayu

hingga 15% untuk beberapa produk pertanian, sehingga akan mempengaruhi desain

reaktor, terutama sistem pembuangan abunya. Komposisi kimia abu juga penting

12

karena mempengaruhi perilaku pelelehan abu tersebut. Pelelehan abu dapat

menyebabkan slagging dan penyumbatan saluran dalam reaktor. 3) Komposisi

unsur kimia umpan kayu sangat menentukan kinerja gas mampu bakar, karena akan

mempengaruhi nilai kalor dan tingkat emisi. Produksi senyawa nitrogen dan sulfur

umumnya kecil pada gasifikasi reaktor, karena kandungan nitrogen dan sulfur yang

rendah pada reaktor. 4) Nilai panas dan densitas bulk menentukan densitas energi

pengumpan gasifier, yaitu energi yang tersedia per unit volume umpan. 5) Jumlah

bahan volatil memiliki pengaruh pada tingkat produksi tar dalam gasifier, bahan

volatil meninggalkan reaktor pada suhu rendah (gasifier unggun tetap aliran keatas)

atau lewat melalui daerah oksidasi. Kandungan bahan volatil pada umpan kayu

bervariasi antara 50% sampai 80%, panas bersih (low heating value), nilai

kandungan air (MCw), dan kandungan abu (Acd) nilai tersaji pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Karakteristik tipikal umpan reaktor yang digunakan untuk tujuan

pembangkitan energi, (The Biomass Technology Group BV 1994)

Penyiapan umpan kayu perlu diperhatikan karena hampir semua jenis umpan

memiliki variasi karakteristik fisik, kimia, dan morfologi yang berbeda. Derajat

kebutuhan pengolahan awal yang spesifik tergantung pada karakteristik gasifier,

Jenis LHVw (kJ/kg MCw (%) Acd (%)

Ampas tebu 7.700 - 8.000 40-60 1,7 - 3,8Kulit ari coklat 13.000 - 16.000 7 - 9 7 - 14kulit kelapa 18.000 8 4Kulit ari kopi 16.000 10 0,6Residu kapas:- tangkai 16.000 10 0.1- sampah biji 14.000 9 12Jagung:- tongkol jagung 13.000 - 15.000 10 - 20 2- tangkai 3 - 7Residu minyak matahari: 5.000 63 5- tangkai buah 11.000 40- serat 15.000 15- kulit 15.000 15- ampas 9.000 - 15.000 13 - 15 1 - 20Gambut 14.000 9 19Sekam padi 12.000 10 4,4Kayu 8.400 - 17.000 10 - 60 0,25 - 1,7Charcoal 25.000 - 32.000 1 - 10 0,5 - 6

13

seperti kapasitas dan jenis reaktor (gasifier unggun tetap aliran ke bawah lebih

mengharuskan keseragaman spesifikasi umpan kayu dibandingkan dengan gasifier

unggun tetap aliran ke atas). Persyaratan bahan bakar tersaji pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Persyaratan bahan bakar untuk gasifier fixed reaktor, (The Biomass Technology Group BV, 7500 AE Enchede, The Netherlands 1994)

Keterangan Jenis gasifier

Aliran ke bawah

Aliran ke atas “Open core” Aliran

silang Ukuran (mm) 20-100 5-100 1-3

sekam padi 1-3

charcoal Kandungan butir air (w.b) <15-20 <50 <12

sekam padi <7

Charcoal Kandungan abu (% d.b) <5 <15 Kira-kira 20 <6 Morfologi seragam hampir

seragam seragam Seragam

Densitas bulk (kg/m3) >500 >400 >100 >400 Titik leleh abu (oC) >1 250 >1 250 >1 000 >1 250

Umpan kayu dengan kandungan uap air 50-60% pada basis basah, perlu

dikeringkan sampai batas kandungan uap air tertentu. Panas sensibel yang keluar

dari mesin cukup dapat mengeringkan umpan kayu dari kandungan uap air 70%

menjadi 10%.

Hasil penelitian gasifikasi dengan umpan sekam padi, mampu menghasilkan

tenaga listrik di sisi terminal generator sebesar 100 kW dengan konsumsi

pemakaian sekam spesifik padi di bagian terminal generator sebanyak

1.84 kg/kW-jam (Gaos 2001). Sedangkan gasifikasi dengan umpan kayu ramin,

kapasitas 40 kW dengan konsumsi pemakaian kayu spesifik di bagian terminal

generator sebanyak 1.56 kg/kW-jam (Trisaksono 1993). Dengan alat penukar kalor,

energi gas buang dari mesin pembangkit tenaga dapat dimanfaatkan sebagai sumber

energi termal (low level energy) yang ramah lingkungan, sesuai dengan protokol

Kyoto. Perkembangan manufaktur mesin pembangkit tenaga gasifikasi dengan

menggunakan umpan kayu yang dipasang di Raud dan Briolet Perancis dapat

mencapai efisiensi termal di sisi terminal generator sebesar 25% (Martenzo Gasifier

Inventory 2002). Penelitian di UK menghasilkan efisiensi 24% (Reaktor

Engineering Limited 2001), yang terpasang di Seco Bois dan Geddine, Belgia 22-

26% (Xylowatt sa 2002), sedangkan yang terpasang di Lahti, Varnamo, Rodaomill,

14

Lid, Vilhelmina, Norrsundet Bruk AB, Karlsborg, Kankaanpaa, Kempele,

Kauhajoki, Bioneer Oy, Parkanon, Kitee, Jalasjarve, Ilomantsi, Wisa Forest, dan

Varkaus Finlandia sebesar 45% (Forest Wheeler Energia Oy 2002).

Fenomena Pembakaran Kayu. Pembakaran pada kayu secara umum

merupakan proses perubahan senyawa kimia, dalam hal ini selulosa sebagai

senyawa terbesar dalam komposisi kayu selain hemiselulosa dan lignin. Menurut

(Prasad, (1985), proses perubahan kimia dalam pembakaran kayu terbagi dalam

tiga tahapan, yaitu: pirolisis yang menghasilkan senyawa yang mudah menguap dan

pembentukan arang, dilanjutkan dengan proses pembakaran arang dan pembakaran

senyawa yang mudah menguap. Secara sederhana proses perubahan kimia selama

proses pembakaran selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.1, sedangkan skema

hubungan suhu dengan proses pembakaran kayu dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.1 Perubahan senyawa kimia pembakaran selulosa, (Prasad 1985).

Selulosa

PIROLISIS PEMBAKARAN

Senyawa volatil mampu bakar

Levoglucosan

Air, kardon dioksida, dan arang

O2

O2

Nyala pembakaran

Pijar pembakaran

15

Gambar 2.2 Hubungan suhu dengan proses pembakaran kayu

Proses Gasifikasi Aliran ke Bawah. Gas hasil gasifikasi dapat digunakan

sebagai bahan bakar untuk motor bensin maupun motor diesel antara lain: karbon

monoksida (CO), metana (CH4), dan hidrogen (H2). Untuk memperoleh gas hasil

gasifikasi diperlukan empat zona yang terjadi di dalam reaktor, yaitu :

1) Zona Pengeringan

Bahan baku terkena panas antara 100-250 °C sehingga bahan baku mulai

mengering. Dengan demikian kandungan air akan menguap dan uap ini akan

dimanfaatkan untuk proses kimia selanjutnya. Proses kimia penguapan air

sebagai berikut:

H2O (cair) H2O (uap)

2) Zona Pirolisis

Setelah proses pengeringan dilakukan, bahan umpan kayu akan turun dan

menerima panas pada suhu antara 250-500 °C dalam kondisi tanpa udara.

Bahan baku mulai terurai dan menjadi arang, uap air, dan gas. Proses

pirolisis dimulai dengan dekomposisi hemiselilosa pada suhu antara

200-250 °C, dekomposisi selulosa sampai dengan suhu 350 °C, dan proses

pirolisis berakhir pada suhu 500 °C. Selanjutnya proses pengarangan

Nyala D

C

Arang

B

Pirolisis

A

Kayu

Nyala difusi pembakaran phase gas (umumnya turbulen) 1000 oC ≤ T ≤ 1200 oC

Pindah panas dan massa secara simultan dengan reaksi kimia, permukaan pembakaran berlangsung lambat. 500 oC ≤ T ≤ 800 oC

Pindah panas secara konduksi diikuti dengan proses pirolisis 200 oC ≤ T ≤ 500 oC

Rambatan panas dalam media dengan kondisi batas yang berubah, perpindahan kadar air dan gas memiliki sifat yang tidak pasti T ≤ 200 oC

Aliran gas

Aliran panas

16

berlangsung pada suhu 500-900 °C, terjadi di daerah batas zona pirolisis dan

oksidasi. Proses kimia pirolisis adalah sebagai berikut:

CxHyOz arang, tar, minyak, asam organik, metana dan lain-lain.

3) Zona Oksidasi

Arang yang terbentuk dari ujung zona pirolisis masuk ke daerah oksidasi,

selanjutnya dibakar dengan udara yang dimasukkan dari luar melalui lubang

pemasukan udara, akan tetapi dengan jumlah yang tidak memadai sehingga

terjadi pembakaran tidak sempurna. Suhu oksidasi berkisar antara

900-1400°C terjadi didaerah cekikan (throat section) yang merupakan zona

pembakaran, (Smoot and Smith 1979).

2C + O2 2CO + energi termal

2CO + O2 2CO2 + energi termal

Tar, minyak, metana dll CO, CO2, H2O, CH4 + energi termal

4) Zona Reduksi

Proses ini dimaksudkan untuk mereduksi gas CO2 hasil proses oksidasi

dengan arang menjadi gas CO. Proses ini berlangsung pada kisaran suhu

900 °C, dengan mengambil panas dari zona oksidasi. Arang bereaksi dengan

gas CO2 membentuk gas CO, juga arang bereaksi dengan uap air

membentuk gas CO dan methane. Proses kimia reduksi adalah sebagai

berikut:

C + H2O CO + H2 – energi termal

CO2 + C 2CO – energi termal

Unit pemurnian dan pendinginan gas, terdiri dari: cyclone, gas filter, air

cooled dan scruber. Cyclone dan gas filter berfungsi untuk menghilangkan

impuritas yang ada dalam gas seperti tar dan partikel, kemudian dilanjutkan ke air

cooled dan scrubber untuk mendinginkan gas sebelum dipakai sebagai bahan bakar

mesin. Pada proses ini banyak panas yang dilepas dari air cooled yang dapat

digunakan untuk pengeringan bahan baku sebelum masuk ke dalam tungku.

Agar terjadi pembakaran yang baik diperlukan lima persyaratan, yaitu:

pencampuran murni reaktan, udara yang memadai, suhu yang cukup, waktu yang

cukup untuk berlangsungnya reaksi, dan memiliki kerapatan yang cukup untuk

merambatkan nyala api.

17

Karbon merupakan salah satu unsur yang paling penting dan menjadi bagian

utama dari setiap senyawa hidrokarbon. Oksidasi karbon lebih lambat dan lebih

sulit dibanding dengan hidrogen dan sulfur. Karbon merupakan zat padat bersuhu

tinggi dan relatif lebih lambat terbakar sehingga secara teoritis, sulfur dan hidrogen

dianggap terbakar sempurna sebelum karbon terbakar.

Karbon akan teroksidasi menjadi karbon monoksida (CO) sebelum semua

bagian karbon diubah menjadi karbon monoksida, berikut reaksi kimia:

2C + O2 2CO + 2Q C-CO 2Q C-CO = 110380 kJ/(kg.mol C)

(24,02 kg) (32 kg) (56,02 kg)

Pada reaksi diatas, jika jumlah karbon memadai, maka karbon monoksida akan

teroksidasi menjadi karbon dioksida atau mengalami pembakaran sempurna. Proses

pembakaran sempurna akan melepaskan energi. Reaksi pembakaran sempurna

adalah sebagai berikut :

2CO + O2 2CO2 + 2Q CO-CO2 2Q CO-CO2 = 283 180 kJ/(kg.mol C)

(56,02 kg) (32 kg) (88,02 kg)

Nilai pembakaran tinggi dari karbon adalah 32 778 kJ/kg sedangkan nilai

pembakaran rendah adalah 14 093 kJ/kg.

Hidrogen mempunyai suhu penyalaan yang paling tinggi, yaitu 582oC

diantara ketiga unsur yang dapat terbakar, namun karena berupa gas, kinetika

perubahan hidrogen berlangsung sangat cepat. Apabila terdapat udara yang cukup,

hidrogen akan terbakar sempurna menjadi air.

2H2 + O2 2H2O + Q H2 2Q H2 = 286470 kJ/(kg.mol C)

(4.032 kg) (32 kg) (36.032 kg)

Nilai pembakaran tinggi dari hidrogen adalah 142 097 kJ/kg sedangkan nilai

pembakaran rendah adalah 51 623 kJ/kg.

Sulfur memiliki suhu penyalaan 243 oC yang merupakan suhu penyalaan

terendah diantara ketiga unsur mampu bakar di atas. Produk pembakaran sulfur

merupakan polutan amosfer paling utama, walaupun saat pembakaran melepaskan

energi kimia, reaksi pembakaran seperti berikut :

18

S + O2 SO2 + Q S Q S = 296 774 kJ/(kg.mol C)

(32.06 kg) (32 kg) (64.06 kg)

Nilai pembakaran tinggi dari sulfur adalah 9 257 kJ/kg sedangkan nilai pembakaran

adalah rendah 3 980 kJ/kg.

Pemodelan Matematik Suhu Proses Gasifikasi. Pemodelan matematika

dimulai dari proses oksidasi, berdasarkan proses gasifikasi di atas, zona oksidasi

adalah tempat terjadinya proses pembakaran. Proses pembakaran adalah reaksi

kimia antara hidrokarbon yang dimiliki kayu dengan oksigen di udara. Proses

pembakaran akan menghasilkan energi dalam bentuk panas yang terjadi sepanjang

0 ≤ Z<L, di mana Z adalah koordinat aksial gasifier, dan L merupakan tinggi

gasifier. Skema zona gasifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Skema zona gasifikasi pada gasifier unggun tetap aliran ke bawah.

Persamaan yang digunakan pada penelitian ini mengunakan parameter sifat

fisik dan termodinamika gasifier yang tersaji pada Lampiran 3 sampai 6. Proses

pembakaran terjadi ketika udara dimasukkan melalui Z=0 (awal proses oksidasi)

Gas mampu bakar

Pengeringan

Pirolisis

Oksidasi

Reduksi

Udara

Z

0

L

19

dengan Suhu T1 dan kecepatan superficial (v1), (Bird et al 1994). Kecepatan aliran

fluida ini dapat diselesaikan dengan asumsi bahwa konduksi panas aksial

berdasarkan Hukum Fourier dimana konduktivitas termal efektif berlaku dalam

satu selubung reaktor.

1

21 ρπRwv = (2.1)

Keterangan :

v1 = superficial gas velocity, m/s

w = laju masa, kg/s

R = jari-jari gasifier, m

1ρ = densitas bahan yang dibakar, kg/m3

Laju volume dari energi panas yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran (Sc)

secara umum merupakan fungsi dari tekanan, suhu, komposisi bahan bakar, dan

efektifitas pembakaran. Pada penelitian ini, Sc hanya merupakan fungsi suhu (Bird

et al 1994).

o

o

cc TTTTSS

−−

=1

1 (2.2)

Keterangan:

Sc = laju volume energi panas hasil dari reaksi pembakaran, W/m3

Sc1 = laju volume energi panas yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran pada

sisi masuk reaktor, m3/s

To = suhu lingkungan, °C

T1 = suhu masuk gasifier, °C

T = suhu keluar gasifier, °C

Kesetimbangan energi termal pada kondisi steady yang terjadi di gasifier dapat

dijabarkan dengan skema di bawah ini :

Gambar 2.4 Skema kesetimbangan energi termal di gasifier.

Perhitungan energi panas masuk, energi panas keluar, dan produksi energi

panas menggunakan persamaan berikut ini :

- Energi panas masuk melalui proses konduksi pada z

Laju energi panas masuk

Laju produksi energi panas

Laju energi panas keluar 0

20

ZZqR 2π

- Energi panas masuk melalui aliran pada z

Zop TTCvR )(11

2 −ρπ - Energi dalam bentuk panas keluar melalui konduksi pada zz Δ+

ZZZqR

Δ+2π

- Energi dalam bentuk panas keluar melalui aliran pada zz Δ+

ZZop TTCvR

Δ+− )(11

2ρπ

- Energi dalam bentuk panas yang diproduksi

cSZR )( 2Δπ

Apabila persamaan di atas dimasukkan ke dalam persamaan umum

kesetimbangan energi yang kemudian dibagi dengan )( 2 ZR Δπ maka diperoleh:

( ) ( )

( ) ( ) [ ]

( ) ( ) [ ]

( ) ( ) [ ]cZpZZpZZZZZ

cZpZZZZpZZZ

cZZpZZZZpZZ

c

ZZpZZZZpZZ

SZ

TTCvZ

TTCvZ

qZ

q

SZ

TTCvZ

qZ

TTCvZ

q

SZ

TTCvZ

qZ

TTCvZ

q

SZRZR

ZRTTCvR

ZRqR

ZRTTCvR

ZRqR

=⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

Δ

−−

Δ

−+

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

Δ−

Δ

=⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

Δ

−+

Δ−

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

Δ

−+

Δ

=+⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

Δ

−+

Δ−

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

Δ

−+

Δ

=⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ΔΔ

+

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

Δ

−+

Δ−

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

Δ

−+

Δ

Δ+Δ+

Δ+Δ+

Δ+Δ+

Δ+Δ+

011011

011011

011011

2

2

2011

2

2

2

2011

2

2

2

0

0

ρρ

ρρ

ρρ

ππ

πρπ

ππ

πρπ

ππ

[ ]cpZ S

dzdTCv

dzdq

=⎥⎦⎤

⎢⎣⎡+⎥⎦

⎤⎢⎣⎡

11ρ (2.3)

Selanjutnya kita memasukkan Fourier’s Law ke dalam persamaan (2.3) dan

mengasumsikan bahwa konduktivitas aksial efektif (kz eff) konstan, sehingga

diperoleh persamaan berikut:

[ ]cpeffZ SdzdTCv

dzTdk =⎥⎦

⎤⎢⎣⎡+⎥

⎤⎢⎣

⎡− 112

2

, ρ (2.4)

Persamaan (2.4) dapat diaplikasikan pada zona I (z<0) apabila Sc dibuat sama

dengan nol. Zona I (z<0) merupakan bagian gasifier dimana gas hasil reaksi

21

oksidasi bergerak ke bawah. Karena tidak terjadi pembentukan energi, maka terjadi

craking dan endoterm, dimana gas karbon dioksida mengalami reduksi menjadi

karbon monoksida sehingga terjadi penurunan suhu. Gas kemudian bergerak

ke atas melalui selimut gasifier, dimana terjadi proses cracking. Berdasarkan proses

cracking dan reduksi karbon dioksida, persamaan (2.4) menjadi :

0112

2

, =⎥⎦⎤

⎢⎣⎡+⎥

⎤⎢⎣

⎡−

dzdTCv

dzTdk peffZ ρ (2.5)

Sehingga persamaan differensial yang digunakan untuk distribusi suhu pada

kedua zone sebagai berikut :

a. Pemodelan Matematika untuk Zona I (di bawah Grate)

Zona I (z<0) : 0112

2

, =+−dz

dTCvdz

TdkI

p

I

effZ ρ (2.6)

Persamaan (2.6) dapat digunakan untuk menduga distribusi suhu terhadap

panjang aksial (arah z) dari gasifier (lihat 2.2)

b. Pemodelan Matematika untuk Zona II (di atas Grate)

Zona II (0<z<L) : c

II

p

II

effZ Sdz

dTCvdz

Tdk =+− 112

2

, ρ (2.7)

Pada zona II (0<z<L) tersebut terdiri atas proses oksidasi, reduksi, pirolisis, dan

pengeringan. Berdasarkan skema zona gasifikasi (gambar 5), zona ini terdiri dari

proses: oksidasi, pirolisis, dan pengeringan. Persamaan (2.7) digunakan untuk

menduga distribusi suhu terhadap panjang aksial (arah z) dari diagram proses

gasifikasi.

Keseimbangan Energi Gas Hasil Gasifikasi. Gas hasil gasifikasi dan udara

masuk ke mesin diesel melalui peralatan unit pencampur. Kemudian gas dan udara

mengalami reaksi pembakaran di ruang bakar. Keseimbangan energi selama proses

meliputi energi hasil pembakaran, kerja, energi yang diserap fluida dingin, dan

energi yang dilepas gas. Persamaan keseimbangan energi adalah sebagai berikut:

∆H1 + ∆H2 + R298K = ∆H3 + ∆H4 + P (2.8)

∫∫ +=Δ1

298

2

1

298

2 .).(.)..(1TT

dTOcpmdTNcpmH (2.9)

22

(2.10)

(2.11)

Keterangan :

∆H1 = entalphi udara yang masuk unit pencampur, kJ/kg

T1 = suhu udara masuk ke unit pencampur, K

m = jumlah mol per jam dari masing-masing gas N2 dan O2, kg mol

cp = panas jenis gas, kJ/kg.K

∆H2 = entalphi gas hasil gasifikasi yang masuk unit pencampur, kJ/kg

R298K = energi reaksi pada suhu stándar yang terjadi di dalam ruang bakar,

kJ/h

∆H3 = entalphi gas buang yang keluar motor diesel, kJ/kg

∆H4 = entalphi yang dibawa oleh fluida pendingin, kJ/kg

P = daya keluaran yang diukur pada terminal generator, kW

Penentuan Ukuran Gasifier Unggun Tetap Aliran ke Bawah. Ukuran

gasifier unggun tetap aliran ke bawah dihitung dengan menggunakan persamaan

berdasarkan referensi Design Consideration For Difference Type of Gasifier ( Reed

and Stassen 1985) di bawah ini:

Laju gas yang disyaratkan untuk gasifikasi adalah (2.12)

Keterangan: Фm = laju aliran gas stokiometrik pada gasifier, m3/s

D = diameter gasifier, mm

Us = kecepatan gas yang diijinkan untuk gasifikasi, m/s

Kecepatan minimum aliran gas adalah (2.13) Keterangan: µ = viskositas kinematik gas, kg/m.s

∫ ∫

∫ ∫∫

+

+++=Δ

2

298

2

298

22

2

298

2

298

3

2

298

22

.).(.).(

.).(.).(.).(

T T

T TT

dTCOcpmdTNcpm

dTCHcpmdTCOcpmdTHcpmH

4422298 CHCHHHcocoK HmHmHmR Δ+Δ+Δ=

2.4/.2

DU m

s πΦ

=

( )( )[ ]696,7*00605,0696,7.

2/12 −+= Ard

Upg

mf ρμ

23

ρg = massa jenis gas, kg/m3

dp = diameter takikan, m

Ar = luas penampang, m2

Umf = kecepatan minimum yang diijinkan, m/s

Konstanta gasifikasi adalah: (2.14) Keterangan: dp = diameter takikan, m

ρg = massa jenis gas, kg/m3

ρs = massa jenis partikel gas, kg/m3

g = percepatan gravitasi, m/s2

µ = viskositas kinematik, kg/m.s

Tinggi fluidized reaktor adalah: (2.15) Keterangan:

Hmf = tinggi minimum gasifier, m

Hf = tinggi gasifier, m

Berdasarkan teorema Stokes, diameter minimum partikel adalah (2.16) Keterangan: h = lebar gasifier, m

L = panjang, m

ρp = massa jenis partikel, kg/m3

dp = diameter partikel, micron

v = kecepatan gas masuk, m/s

Persamaan untuk menentukan diameter cyclone (2.17) Keterangan : Dc = diameter cyclone, m

( )2

3 ..μ

ρρρ gdA gsgp

r

−=

( )126,0937,0

376,0006,1738,0

.....418,8

gmf

mfspmfsmff U

HdUUHH

ρρ−

+=

Lgvh

dp

p ....18

ρμ

=

2.0.4.58.

2

2 vdD p

c =

24

Persamaan untuk menentukan kerugian tekanan di cyclone (2.18) Keterangan : ∆P = kerugian tekanan gas di cyclone, Pa

T = suhu gas di cyclone, K

Energi Pembakaran Gas Hasil Gasifikasi. Energi yang dimiliki gas mampu

bakar hasil proses gasifikasi dalam reaktor merupakan perkalian antara jumlah mol

setiap unsur dengan nilai kalor pembakarannya. Persamaan perhitungan energi gas

mampu bakar berdasarkan Chemical Engineers Handbooks (Robert H. Perry &

Cecil H. Chilton 1973)

(2.19)

Keterangan :

m = jumlah mol, mol

∆H = nilai kalor pembakaran, kJ/m3

Analisis Eksergi dalam Unit Pencampur. Unit pencampur berfungsi untuk

mencampur gas hasil gasifikasi dengan udara sebelum masuk ke ruang bakar motor

gas. Suplai udara dan gas dapat diatur (adjustable) fraksinya. Nilai kalor gas yang

telah bercampur dengan udara dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

berikut:

(2.20)

Keterangan :

Hig = nilai kalor campuran gas dengan udara, kJ/m3

VCO = fraksi volume karbon monoksida didalam gas.

VH2 = fraksi volume hidrogen dalam gas

VCH4 = fraksi volume metana dalam gas

838362622

4422

HCgasHCgasHCgasHCgas

CHgasCHgasCOgasCOgasHgasHgas

HmHm

HmHmHm

Δ+Δ+

Δ+Δ+Δ=gQ

( )( )

42

42

52.938.238.21900.35800.10680.12

CHHCO

CHHcoig VVV

VVVH

+++

++=

TvP

2.780=Δ

25

Proses pencampuran gas mampu bakar dengan udara di pencampuran dapat

dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Proses pencampuran gas mampu bakar dengan udara.

Perhitungan kerja reversible per satuan waktu menggunakan persamaan

berikut:

∑∑ ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−++−⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛−++= eoe

eeeioi

iiirev sTgzVhmsTgzVhmW

22

2.2..

( ) ( )∑∑ −−−= eoeeioiirev sThmsThmW...

)()()( 333

.

222

.

111

..sThmsThmsThmW ooorev −−−+−= (2.21)

Keterangan :

revW.

= kerja reversible per waktu, kW

m1 = laju aliran gas mampu bakar masuk, kg/s

h1 = entalpi gas mampu bakar masuk, kJ/kg

s1 = entropi gas mampu bakar masuk, kJ/kg.K

m2 = laju aliran udara masuk, kg/s

h2 = entalpi udara masuk, kJ/kg

s2 = entropi udara masuk, kJ/kg.K

m3 = laju aliran campuran gas mampu bakar dan udara keluar, kg/s

h3 = entalpi campuran gas mampu bakar dan udara keluar, kJ/kg

CO H2

CH4 CO2 H2O

O2 N2

CO, H2, CH4, CO2, H2O, O2, N2

26

s3 = entropi campuran gas mampu bakar dan udara keluar, kJ/kg.K

Bahan dan Metoda

Bahan dan Alat. Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini:

• Peralatan unit gasifikasi meliputi : downdraft gasifier, cyclon, hot gas

filter, gas cooler, akumulator, dan mixer.

• Pengambilan gas mampu bakar di sisi keluaran Downdraft Gasifier

dengan plastik khusus yang kedap udara.

• Analisis gas hasil gasifikasi dengan menggunakan alat Gas

Chromatography (GC) dengan prinsip thermal conductivity detector

(TCD) dan flame ionization detector (FID) di Teknologi Balai Besar

Energi Puspiptek Serpong

• Analisis nilai kalor kayu (LCV), analisis proximat, dan ultimat dari

kayu.

• Bahan umpan kayu borneo, kayu asem, dan kayu lamtorogung.

Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Energi

dan Elekrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung 30 bulan, yakni dari

bulan Juni 2005 sampai Desember 2007.

1) Metode Penelitian

Peubah pada penelitian ini adalah :

• Ukuran umpan kayu kubus yang meliputi : 50 mm x 50 mm x 50 mm dan

ukuran 25 mm x 25 mm x 25 mm

• Jenis umpan kayu yang dipakai, yaitu : borneo, asem, dan lamtorogung.

• Variasi pembebanan generator pembangkit listrik meliputi : beban 100%,

75%, dan 50%.

2) Metode Analisa Kandungan Gas Hasil Gasifikasi

Sampel gas diambil dari saluran keluar gasifier dengan menggunakan kantong

plastik khusus. Kemudian sampel gas dianalisa dengan Gas Chromathography

di B2TE Puspiptek Serpong Tangerang. Pengambilan sampel gas dilakukan

sebanyak enam kombinasi peubah percobaan.

27

3) Pengukuran Daya pada Terminal Generator

Pengukuran daya pada sisi terminal generator dilakukan dengan mengukur

tegangan dengan Voltmeter dan arus listrik dengan Amperemeter. Pengukuran

dilakukan sebanyak enam kombinasi peubah percobaan.

4) Pengukuran suhu dengan menggunakan termokopel. Pengukuran akan

dilaksanakan sebanyak enam kombinasi peubah percobaan. Titik pengukuran

suhu pada penelitian ini meliputi :

• Zona pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi.

• Saluran sebelum dan sesudah siklon, pendingin gas, dan saluran sebelum

masuk motor gas.

• Sisi masuk dan keluar alat penukar kalor.

• Sebelum dan sesudah alat uji sistem pendingin adsorpsi.

5) Pengukuran pemakaian umpan kayu dengan menggunakan timbangan.

Pengukuran dilakukan dengan menimbang seluruh umpan kayu yang akan

dimasukkan ke dalam reaktor dan dilakukan pengukuran waktu operasi pada

setiap beban penuh (full load) dan beban lainnya (part load). Pengukuran akan

dilakukan sebanyak enam kombinasi peubah percobaan. Jenis umpan kayu,

yang digunakan pada penelitian ini tersaji pada Gambar 2.6, 2.7, dan 2.8.

Gambar 2.6 Kayu Lamtorogung (Leucena Wood).

28

Gambar 2.7 Kayu Borneo (Borneo wood).

Gambar 2.8 Kayu Asem (Tamarind Wood).

29

Hasil dan Pembahasan

1) Rancang Bangun Gasifier Unggun Tetap Jenis Imbert Aliran ke Bawah

Reaktor gasifier dirancang dengan batasan yang mampu membangkitkan

tenaga sebesar 20 kW dan pola operasi enam jam tanpa penambahan umpan kayu,

serta menghasilkan gas mampu bakar yang optimum. Berdasarkan batasan laju

aliran gas minimum untuk aliran ke bawah, maka gasifier yang dirancang

mempunyai diameter reaktor 600 mm, diameter throat 120 mm, dan tinggi reaktor

1800 mm. Reaktor dilapisi dengan bata tahan api setebal 100 mm untuk

meminimalkan kerugian energi akibat kehilangan panas ke lingkungan. Lihat

gambar pada Lampiran 38.

2) Analisis Proksimat dan Ultimat Kayu

Pengambilan sampel gas hasil gasifikasi pada gasifier unggun tetap aliran

ke bawah yang memanfaatkan kayu borneo, asem, dan lamtorogung sebagai umpan

dilakukan masing-masing dua kali dan dianalisis dengan menggunakan

Gas Chromatography di Laboratorium Sumber Daya Energi Puspipptek Serpong.

Analisa menggunakan metoda Thermal Conductivity Ditection (TCD) dan Firing

Ionization Ditection (FID). Hasil analisis laboratorium komposisi umpan kayu yang

meliputi kandungan karbon, hidrogen, dan oksigen ditampilkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Hasil analisis proksimat dan ultimat kayu Borneo, Asem, dan

Lamtorogung

No Jenis Analisis Kayu Borneo Kayu Asem Kayu Lamtorogung

1 Proximate

Kadar air (%) 9.25 7.78 12.98

Bahan menguap (%) 72.18 78.55 73.04

Karbon tetap (%) 18.31 12.06 12.96

2 Ultimate

Kandungan abu (%) 0.25 1.59 1.02

Karbon (%) 47.87 43.86 42.85

Hidrogen (%) 5.23 5.23 4.93

Nitrogen (%) 1.43 0.25 0.15

Oksigen (%) 35.98 41.29 38.07

3 Nilai kalor (kJ/kg) 18 897.12 17 224.29 16 351.34

30

Berdasarkan Tabel 2.4, komposisi unsur C, H, dan O dari tiga umpan kayu tersebut

bervariasi. Hal ini disebabkan oleh kerapatan kayu Borneo, Asem, dan

Lamtorogung berbeda. Komposisi bahan menguap kayu Borneo paling kecil

dibanding dua jenis kayu lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kayu Borneo

memiliki kepadatan dan kekerasan paling tinggi. Selain itu, kayu Borneo memiliki

kandungan karbon tetap dan karbon terikat yang tinggi, yang mempengaruhi

komposisi gas mampu bakar, terutama gas mampu bakar CO. Tingginya kadar

karbon pada kayu borneo menyebabkan nilai kalornya paling tinggi, yaitu sebesar

18 897.12 kJ/kg.

Kayu lamtorogung mengandung karbon paling rendah, namun menghasilkan

gas mampu bakar CH4 tertinggi (Tabel 2.4). Hal itu disebabkan karena kadar air

kayu lamtorogung paling tinggi, yaitu sebesar 12.98%. Selain itu kayu lamtorogung

mengandung nitrogen paling sedikit, yaitu sebesar 0.15%. Kandungan nitrogen

dalam umpan kayu mempengaruhi suhu pembakaran di zona oksidasi. Semakin

rendah kandungan nitrogen dalam umpan kayu, maka semakin tinggi suhu di zona

oksidasi. Dengan demikian, kayu lamtorogung menghasilkan suhu tertinggi di zona

oksidasi.

Berdasarkan analisis kromatografi gas yang diambil pada sisi keluar reaktor,

terlihat bahwa kandungan karbon, hidrogen, dan oksigen umpan kayu,

mempengaruhi komposisi gas mampu bakar yang dihasilkan reaktor gasifier.

Komposisi gas mampu bakar yang dihasilkan oleh ketiga umpan kayu dapat di lihat

pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Data analisis gas mampu bakar hasil gasifikasi

Jenis Kayu

Komposisi dan Uraian

H2

(%wt)

CO

(%wt)

CO2

(%wt)

CH4

(%wt)

C2H6

(%wt)

C3H8

(%wt)

Borneo 0 55.59 42.90 1.14 0.299 0.075

Lamtorogung 0 41.23 55.86 2.10 0.660 0.150

Asem 0 43.10 54.28 1.93 0.520 0.170

Komposisi gas mampu bakar yang dihasilkan oleh ketiga jenis umpan kayu

terdiri dari hidrogen, karbon monoksida, karbon dioksida, metana, propana, etana,

31

dan gas lainnya. Kayu Borneo memberikan komposisi gas mampu bakar CO jauh

lebih tinggi dibanding dengan Lamtorogung dan Asem, karena kayu Borneo

mengandung karbon tetap dan karbon terikat tertinggi. Komposisi gas mampu bakar

lainnya tidak berbeda jauh, kemungkinan besar disebabkan oleh proses

pembentukan CO dari hasil pembakaran di zona reduksi berlangsung cepat dan

merata. Gas mampu bakar dari ketiga jenis umpan kayu tidak mengandung

hidrogen. Hal ini disebabkan karena kandungan air ketiga jenis umpan kayu relatif

rendah, yaitu dibawah 13%.

3) Distribusi suhu gas di dalam Gasifier

Distribusi suhu terhadap waktu untuk zona oksidasi dan reduksi cenderung

berfluktuatif. Secara teoritis, suhu di zona oksidasi dan di zona reduksi seharusnya

memiliki nilai suhu yang sama dan tidak berubah terhadap waktu. Perubahan suhu

ini disebabkan oleh dua hal, pertama zona oksidasi dan zona reduksi tidak

berhubungan langsung dengan reaksi pembakaran, melainkan mendapatkan energi

termal dari proses pembakaran di zona oksidasi. Kedua, jumlah umpan kayu

di reaktor menurun secara intermitten, sehingga kecepatan pembakaran tidak

seragam untuk periode waktu yang sama. Berdasarkan suhu uji coba, pada jarak

antara 0 sampai 150 mm dari zona oksidasi, suhu tinggi dan relatif konstan. Setelah

berjarak 200 mm dari zona oksidasi, suhu cenderung menurun tajam.

Daerah yang berjarak 200 mm dari zona oksidasi merupakan zona pirolisis

dan zona pengeringan. Penurunan suhu ini disebabkan oleh jarak yang relatif jauh

dari zona oksidasi, sehingga rambatan energi panas dari zona oksidasi cenderung

menurun. Pola distribusi suhu di zona oksidasi, reduksi, pirolisis, dan pengeringan

untuk ketiga jenis umpan uji ditampilkan pada Gambar 2.9.

32

Gambar 2.9 Pola Suhu terhadap waktu pengujian (a) Kayu Borneo,

(b) Kayu Asem, dan (c) Kayu Lamtorogung.

Pengeringan

Pirolisis

Oksida

Reduksi

Udara

Z

0

L

(a)

200

400

600

800

1000

1 2 3 4 5 6 7 8

Waktu Pengujian (jam)

Suhu

(o C)

0

1 1

2

34 5

Pengeringan

Pirolisis

Oksidasi

Reduksi

Lingkungan

1

2

3

4

5

(b)

Waktu Pengujian (jam)

Suhu

(˚C

)

200

400

600

800

1000

1 2 3 4 5 6 7 8

0

1

2

3 45

Pengeringan

Pirolisis

Oksidasi

Reduksi

Lingkungan

1

2

3

4

5

(c)

0

200

400

600

800

1000

1 2 3 4 5 6

Suhu

(o C) 1

2

3 45

Pengeringan

Pirolisis

Oksidasi

Reduksi

Lingkungan

1

2

3

4

5

Waktu Pengujian (jam)

33

4) Simulasi Pola Distribusi Suhu di Gasifier

Perbandingan pola distribusi perubahan suhu terhadap jarak ketinggian

gasifier hasil simulasi dan hasil uji ditampilkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Pola distribusi suhu hasil uji dan simulasi.

Pada grafik pola distribusi suhu, terjadi perbedaan distribusi suhu antara

perhitungan numerik dengan hasil uji coba. Suhu awal simulasi dimulai dari

1000 oC, sedangkan suhu hasil uji di zona oksidasi berkisar antara 1000 oC sampai

dengan 1150 oC. Hal ini disebabkan karena pasokan oksigen melebihi jumlah yang

dibutuhkan untuk pembakaran tidak sempurna, sehingga menghasilkan energi panas

hasil reaksi pembakaraan yang lebih besar. Dari Gambar 2.11 terlihat bahwa

temperatur hasil uji di atas zona oksidasi nilainya lebih rendah dibanding dengan

pendekatan teoritis. Perbedaan kecenderungan pola distribusi suhu ini disebabkan

karena reaktor tidak diisolasi, sehingga terjadi perpindahan panas dari dinding

reaktor ke udara sekitarnya. Namun secara umum, keduanya memiliki

kecenderungan bentuk kurva yang sama. Perhitungan disribusi suhu tersaji pada

Lampiran 1.

Pada penelitian ini, zona I atau daerah di bawah grate (20 cm di bawah), suhu

gasifier menurun. Hal ini dapat terjadi karena pada zona tersebut merupakan tempat

penampungan abu dari sisa proses oksidasi, jadi panas di zona ini cenderung

merupakan sisa panas dari proses oksidasi. Berdasarkan persamaan model

matematika distribusi suhu di atas, profil suhu pada zona II (oksidasi, reduksi, dan

pirolisis) dapat digambarkan pada grafik berikut ini.

Profil Suhu Zona II pada Gasifier(di atas Grate)

100

300

500

700

900

1100

1300

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

Jarak Terhadap Grate (m)

Suhu

(o C)

SimulasiHasil uji

34

Gambar 2.11 Profil suhu pada zona oksidasi.

Gambar 2.12 Profil suhu pada zona reduksi.

Gambar 2.13 Profil suhu pada zona pirolisis.

Profil Suhu Gasifier pada Zona Oksidasi ( 29 cm di atas Grate )

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

0 0.1 0.2 0.3 0.4

Jarak Terhadap Grate (meter)

Suhu

(o C)

Profil Suhu Gasifier pada Zona Pirolisis

200250300350400450

0.38 0.385 0.39 0.395 0.4Jarak Terhadap Grate (meter)

Suhu

(o C)

Profil Suhu Gasifier pada Zona Reduksi (29 - 38 cm di Atas Grate )

0

200

400

600

800

1000

1200

0.28 0.33 0.38 0.43

Jarak Terhadap Grate (meter)

Suhu

(o C)

35

Berdasarkan grafik di atas, zona oksidasi, suhu cenderung naik, sepanjang

29 cm di atas grate. Zona yang terletak pada interval jarak 29-38 cm di atas grate

adalah zona reduksi. Pada zona ini, suhu sedikit menurun dengan interval suhu

antara 600-980oC. Zona yang terletak pada interval jarak 38-40 cm di atas grate

adalah zona pirolisis, dengan interval suhu antara 400-600 oC.

Berdasarkan data suhu pada zona oksidasi, zona reduksi, dan zona pirolisis

dapat disimpulkan bahwa semakin jauh letak zona dari grate, maka suhu akan

menurun. Dengan demikian suhu zona pengeringan memiliki suhu terendah, yaitu

sebesar 146 oC. Hasil simulasi ini memperkuat temuan Manurung yang

mengungkapkan bahwa profil suhu pada gasifier jenis konvensional memiliki

karakteristik suhu yang semakin menurun seiring dengan semakin jauhnya jarak

dari grate (panggangan).

5) Analisis Energi

Konsumsi bahan bakar spesifik menggambarkan sejauh mana proses konversi

energi bahan bakar menjadi energi mampu bakar yang dapat dimanfaatkan untuk

mesin pembangkit tenaga listrik dalam suatu instalasi gasifier unggun tetap aliran

kebawah. Hasil analisis pemakaian bahan bakar spesifik dan energi selama 6 jam

ditampilkan pada Tabel 2.6 dan rincian perhitungan energi pada Lampiran 16.

Tabel 2.6 Ketersediaan energi dan konsumsi bahan bakar

Uraian Borneo Lamtorogung Asem

Konsumsi kayu (kg) 29.70 30.60 37.00

Konsumsi arang (kg) 5.00 5.00 5.00

Abu (Ash) (kg) 1.20 0.90 1.10

Ketersediaan energi dalam reaktor (MJ) 561.24 500.34 637.29

Energi pembakaran per satuan waktu (kW) 25.98 23.16 29.51

Konsumsi kayu spesifik (kg/kWh) 1.98 2.04 2.47

Dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran dan analisis

laboratorium, maka dapat dihitung besarnya konsumsi bahan bakar spesifik kayu

dan energi pembakaran, yang dinyatakan sebagai Qg. Berdasarkan Tabel 2.6,

36

konsumsi kayu spesifik borneo paling rendah dibandingkan dengan dua bahan uji

lainnya, hal ini disebabkan karena kayu borneo memiliki kandungan karbon tetap

dan karbon terikat yang paling tinggi, sehingga untuk waktu pembakaran yang

sama, jumlah kayu Borneo yang diperlukan untuk pembakaran tersebut lebih

sedikit. Untuk menghasilkan besaran daya yang relatif sama, kayu Borneo

memberikan konsumsi kayu spesifik yang paling baik.

Umpan kayu Borneo menghasilkan energi reaktor sebesar 27.22 kW, angka

ini diperoleh dari hasil perkalian konsumsi kayu per satuan waktu terhadap nilai

kalor bawah bahan bakar (LCV). Sehingga dengan asumsi efisiensi termal mesin

pembangkit tenaga sebesar 33%, dapat digunakan mesin pembangkit berkapasitas

maksimum 10 kW dan gas buang dari mesin pembangkit tenaga tersebut dapat

dimanfaatkan untuk pemanas generator mesin pendingin adsorpsi pasangan

methanol-silikagel.

6) Analisis Keseimbangan Termal

Dengan mengunakan data hasil perhitungan energi pembakaran dan energi

gas buang, hasil pengukuran daya efektif di terminal generator, dan referensi mesin

diesel tanpa turbocharger (naturally aspirated engines) dengan efisiensi mekanis

80% dan efisensi generator 97.50%, maka dapat dihitung keseimbangan termal

pada beban nominal dapat dilihat pada Tabel 2.7 dan rincian perhitungan energi

tersaji pada Lampiran 16.

Tabel 2.7 Ketersediaan dan pemanfaatan energi termal pada gasifier dan mesin

pembangkit berbahan bakar solar dan kayu borneo pada beban 75% Uraian Notasi/rumus Daya

(kW) (%)

A. Energi per satuan waktu dari gasifier

1. Energi Masukan Qp = Qg + Qs 41.40 100.00

B. Energi per satuan yang digunakan oleh mesin

1. Daya poros kWP = (kWg)/(ηg) 6.25 15.10

2. Daya gesek kWF = (kWP)/(ηm) - kWP 1.10 2.66

3. Energi gas buang Qgb = Qgb CO2 + Qgb H2O + Qgb O2 + Qgb N2 6.85 16.55

4. Energi lainnya Qlainnya = Qpendinginan + Qrugi-rugi pembakaran+Qrad 27.2 65.79

Total energi per satuan waktu yang digunakan mesin 41.40 100.00

37

Berdasarkan tabel di atas, energi termal yang dihasilkan oleh Borneo 40%

dan solar 60% berturut-turut sebesar 27.22 kW dan 14.17 kW. Energi tersebut

dikonversi menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros sebesar 6.25 kW

dan energi termal gas buang 6.85 kW. Efisiensi termal gasifikasi campuran kayu

dan bahan bakar solar sebesar 15.10% sedangkan efisiensi termal dengan

menggunakan bahan bakar solar 100% sebesar 26.46%. Penurunan efisiensi termal

disebabkan oleh kekurangan suplai oksigen pada proses pembakaran, sehingga gas

mampu bakar CO tidak terbakar sempurna. Hal itu menyebabkan energi termal

hasil proses pembakaran berkurang.

Peningkatan efisiensi termal dapat dilakukan dengan menambah suplai

oksigen sehingga gas CO dapat terbakar sempurna. Penambahan oksigen (excess

air) dapat dilakukan dengan menggunakan supercharged engine atau turbocharged

engineI. Alat ini memanfatkan gas buang untuk menambah suplai oksigen dengan

cara mendorong paksa udara ke ruang bakar.

Simpulan

Berdasarkan data tiga kali pengujian kayu borneo, asem, dan lamtorogung,

yang dilanjutkan dengan analisis kromatografi gas dan analisis proksimat, ultimat

serta nilai kalor bahan bakar, maka disimpulkan sebagai berikut

1. Gasifier memiliki diameter reaktor 600 mm, diameter throat 120 mm, dan

tinggi reaktor 1800 mm dengan umpan kayu dalam bentuk kubus ukuran 3 cm x

3 cm x 3mm sebesar 40 kg.

2. Umpan kayu terbaik adalah borneo, dimana kandungan CO = 55.59%, CO2 =

42.90%, CH4 =1.14%, C2H6=0.299%, dan C3H8 = 0.075%, energi pembakaran

= 27.22 kW, dan konsumsi kayu spesifik = 1.98 kg/kWh.

3. Model matematika distribusi suhu di zona oksidasi, pirolisis, dan reduksi

cenderung sama dengan data simulasi, yaitu pada zona oksidasi suhu gasifier

terhadap jarak grate cenderung meningkat hingga berjarak 0.2 m dari grate,

kemudian menurun, sedangkan pada zona reduksi dan pirolisis suhu gasifier

cenderung menurun seiring dengan bertambahnya jarak dari grate.

4. Proses gasifikasi biomassa dengan campuran umpan kayu Borneo dan solar

mampu menghasilkan ketersediaan energi sebesar 41.40 kW. Energi ini

38

dikonversi menjadi energi poros sebesar 6.25 kW dan energi gas buang sebesar

6.85 kW. Efisiensi termal gasifikasi campuran kayu dan bahan bakar solar

sebesar 15.10% sedangkan efisiensi termal dengan menggunakan bahan bakar

solar 100% sebesar 26.46%. Penurunan efisiensi termal disebabkan oleh

kekurangan suplai oksigen.

Saran

1. Pengambilan dan penyimpanan sampel gas mampu bakar yang ditempatkan

pada plastik sebaiknya pada suhu dibawah 10 oC sehingga molekul hidrogen

tidak keluar dari sampel plastik.

2. Untuk mendapatkan efisiensi termal yang optimum dibutuhkan penggantian

mesin penggerak diesel dengan supercharged engine atau turbocharged

engine dengan boost pressure rasio lebih dari 1.2.