2 elmu sidad

20
PENDAHULUAN SIAPAKAH SIDAT ? Migrasi atau dalam dunia perikanan lebih dikenal juga dengan istilah ruaya merupakan suatu proses perpindahan ikan ke tempat yang memungkinkan untuk hidup, tumbuh, dan berkembang biak. Heape (1931) dalam Lucas & Baras (2001) menyebutkan migrasi adalah sebuah proses siklus yang “mendorong” migran (hewan yang melakukan migrasi) untuk kembali ke wilayah di mana migrasi dimulai, tempat untuk bereproduksi, menemukan makanan serta tempat yang memiliki iklim tepat untuk sintasannya. Lucas & Baras (2001) menyebutkan secara umum migrasi merupakan pergerakan suatu spesies pada stadia tertentu dalam jumlah banyak ke suatu wilayah. Perubahan iklim akan memacu ikan untuk melakukan proses migrasi atau perpindahan (Nikolsky, 1963; Harden Jones, 1968 dalam Lucas & Baras 2001) namun kondisi ini tidak ditemukan di daerah yang beriklim tropis dan subtropis Northcote (1978). Northcote (1978) menyebutkan bahwa ada tiga habitat sebagai tempat yang menjadi tujuan saat melakukan migrasi, yaitu tempat untuk reproduksi, tempat untuk makan dan tempat untuk berlindung dari serangan predator di mana ketiga habitat tersebut tidak selalu sama dan akan dikunjungi oleh ikan pada stadia tertentu. Setiap ikan yang melakukan kegiatan migrasi selalu berangkat dari dan menuju suatu lokasi yang sama atau hampir sama dengan tempat di mana dilahirkan. Migrasi menuju tempat reproduksi umumnya dilakukan setiap tahun atau setiap musim pemijahan. Namun migrasi yang dilakukan oleh ikan yang masih kecil (juvenile) untuk mencari makan dapat dilakukan berulang kali hingga masa pemijahan dimulai. Ikan yang dapat melakukan pemijahan lebih dari satu kali akan melakukan ruaya pemijahan kedua tidak selalu sama dengan ruaya yang pertama namun karakter lokasi yang menjadi tujuan tetap sama (Mc Keown, 1984). Hal ini juga ditemukan pada ikan yang melakukan migrasi untuk mencari makanan, di mana area kedua dan sebelumnya tidak selalu sama namun memiliki karakter sumberdaya yang hampir sama.

Upload: asep-hidayat

Post on 20-Jun-2015

573 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2   elmu sidad

PENDAHULUAN

SIAPAKAH SIDAT ?

Migrasi atau dalam dunia perikanan lebih dikenal juga dengan istilah

ruaya merupakan suatu proses perpindahan ikan ke tempat yang

memungkinkan untuk hidup, tumbuh, dan berkembang biak. Heape (1931)

dalam Lucas & Baras (2001) menyebutkan migrasi adalah sebuah proses

siklus yang “mendorong” migran (hewan yang melakukan migrasi) untuk

kembali ke wilayah di mana migrasi dimulai, tempat untuk bereproduksi,

menemukan makanan serta tempat yang memiliki iklim tepat untuk

sintasannya. Lucas & Baras (2001) menyebutkan secara umum migrasi

merupakan pergerakan suatu spesies pada stadia tertentu dalam jumlah

banyak ke suatu wilayah. Perubahan iklim akan memacu ikan untuk

melakukan proses migrasi atau perpindahan (Nikolsky, 1963; Harden Jones,

1968 dalam Lucas & Baras 2001) namun kondisi ini tidak ditemukan di daerah

yang beriklim tropis dan subtropis Northcote (1978). Northcote (1978)

menyebutkan bahwa ada tiga habitat sebagai tempat yang menjadi tujuan

saat melakukan migrasi, yaitu tempat untuk reproduksi, tempat untuk makan

dan tempat untuk berlindung dari serangan predator di mana ketiga habitat

tersebut tidak selalu sama dan akan dikunjungi oleh ikan pada stadia tertentu.

Setiap ikan yang melakukan kegiatan migrasi selalu berangkat dari dan

menuju suatu lokasi yang sama atau hampir sama dengan tempat di mana

dilahirkan. Migrasi menuju tempat reproduksi umumnya dilakukan setiap

tahun atau setiap musim pemijahan. Namun migrasi yang dilakukan oleh ikan

yang masih kecil (juvenile) untuk mencari makan dapat dilakukan berulang

kali hingga masa pemijahan dimulai. Ikan yang dapat melakukan pemijahan

lebih dari satu kali akan melakukan ruaya pemijahan kedua tidak selalu sama

dengan ruaya yang pertama namun karakter lokasi yang menjadi tujuan tetap

sama (Mc Keown, 1984). Hal ini juga ditemukan pada ikan yang melakukan

migrasi untuk mencari makanan, di mana area kedua dan sebelumnya tidak

selalu sama namun memiliki karakter sumberdaya yang hampir sama.

Lebih dari seratus tahun yang lalu di perairan Lofoten, New Foundland

banyak ditemukan ikan cod ( Gadus sp.) pada musim-musim tertentu. Para

nelayan waktu itu menduga bahwa ikan tersebut berasal dari Atlantik Utara,

namun tidak ada bukti yang menunjukkan pergerakan ikan tersebut.

Setelah ditemukannya metoda tagging maka pada tahun 1913 misteri

keberadaan ikan cod ini pun mulai diketahui, bahwa ikan tersebut merupakan

stok yang bergerak dari Bear Island menuju perairan Lofoten untuk melakukan

pemijahan (Woodhead, 1963 dalam Gunarso, 1988).

Fenomena lain dalam migrasi ikan adalah perpindahan ikan Sidat

Page 2: 2   elmu sidad

( Anguilla sp.) dari air tawar menuju laut untuk melakukan pemijahan

(katadromus). Matsui (1993) menduga lokasi pemijahan ikan sidat berada

pada kedalaman lebih dari 500 m. Leptochephalus yang baru menetas

bergerak kearah permukaan laut dan berenang secara diurnal.

Leptochephalus mengalami metamorfosis menjadi glass eel yang ditandai

dengan terbentuknya sirip dan panjang badan mulai memendek selanjutnya

glass eel tersebut berenang mengikuti arah arus hingga mencapai air tawar.

MENGAPA HARUS SAYA TULIS TENTANG SIDAT ?

Pada dasarnya, siapapun “mereka” yang hendak melakukan bisnis

budidaya sidat merasa begitu siap dan mengerti hanya dari googling.

Sesungguhnya ketika ini terjadi mereka telah membodohi diri sendiri yang

akan berakibat fatal ketika proses budidaya itu berlangsung di lapangan.

Pemahaman pada azas otodidak yang seringkali dibanggakan sebagai

sebuah terobosan memenangkan kelemahan dan kebodohan; telah banyak

membuat sebagian besar teman dan sahabat saya menjadi pecundang dan

jungkir jumpalitan ketika tahap “bekerja” tengah berjalan. Otodidak seringkali

dan selalu terjadi terus menerus dalam tiap generasi, otodidak berjalan

beriringan dengan semangat sangat meletup-letup dan sebanding lurus

dengan hilangnya pemahaman pada tahap pelaksanaan.

Dalam kata-kata tegas, saya sampaikan kepada rekan dan saudaraku…

“jangan pernah coba-coba berbisnis sidat, jika Anda adalah “The

Googling Master”, STOP dan berhati-hatilah! Lebih baik mencoba dan

mengupayakannya secara bertahap dan membaca banyak literatur

ilmiah tentang sidat, pola hidupnya, pola makannya dan sikap-sikap

bijak dalam keilmuan pemuliaan air dan tanah”

Saya mendaur ulang tulisan ini dari para senior, dengan tujuan agar kita…

Mengetahui proses migrasi ikan Sidat (kaitannya pada suplai benih)

Mengetahui cara reproduksi ikan Sidat (kaitannya pada musim suplai

benih)

Mengetahui siklus hidup ikan Sidat (kaitannya pada pola budidaya)

Untuk mengetahui potensi bisnis ikan Sidat (kaitannya pada konsep

budidaya)

Dan manfaat yang di dapat ialah menjadi sumber informasi kepada rekan-

rekan oportunis sejati akan bagusnya komoditas ikan Sidat.

Page 3: 2   elmu sidad

TINJAUAN PUSTAKA

KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI

Menurut Nelson (1994) ikan sidat diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Subkelas : Neopterygii

Division : Teleostei

Ordo : Anguilliformes

Famili : Anguillidae

Genus : Anguilla

Species : Anguilla spp.

Nama spesies : Anguilla bicolor

Sidat (Anguilla spp.) merupakan ikan konsumsi yang memiliki nilai

ekonomis penting baik untuk pasar lokal maupun luar negeri. Permintaan

pasar akan ikan sidat sangat tinggi mencapai 500.000 ton per tahun terutama

dari Jepang dan Korea. Pemasok utama sidat adalah China dan Taiwan

(Anonim, 2006). Sidat yang dikenal dengan ’unagi’ di Jepang sangat mahal

harganya karena memiliki kandungan protein 16,4% dan vitamin A yang tinggi

sebesar 4700IU (Pratiwi, 1998).

1. Morfologi

Tubuh sidat berbentuk bulat memanjang, sekilas mirip dengan belut

yang biasa dijumpai di areal persawahan. Salah satu karakter/bagian tubuh

sidat yang membedakannya dari belut adalah keberadaan sirip dada yang

relatif kecil dan terletak tepat di belakang kepala sehingga mirip seperti

daun telinga sehingga dinamakan pula belut bertelinga. Bentuk tubuh yang

memanjang seperti ular memudahkan bagi sidat untuk berenang diantara

celah-celah sempit dan lubang di dasar perairan.

Page 4: 2   elmu sidad

Nama-nama alias dari sidat di berbagai daerah berbeda-beda.

Menghindarkan kebingungan tentang siapa sidat berikut nama di tiap

daerah :

SUNDA moa, lubang, uling- JAWA pelus, larak (Djajadiredja, 1952) -

SULAWESI sogili

Panjang tubuh ikan sidat bervariasi tergantung jenisnya yaitu antara

50-125 cm. Ketiga siripnya yang meliputi sirip punggung, sirip dubur dan

sirip ekor menyatu. Selain itu terdapat sisik sangat kecil yang terletak di

bawah kulit pada sisi lateral. Perbedaan diantara jenis ikan sidat dapat

dilihat antara lain dari perbandingan antara panjang preanal (sebelum sirip

dubur) dan predorsal (sebelum sirip punggung), struktur gigi pada rahang

atas, bentuk kepala dan jumlah tulang belakang.

2. Kebiasaan Makan Ikan Sidat

Berdasarkan analisis isi lambung ikan sidat dewasa didapatkan jenis

makanannya adalah kepiting, udang dan keong. Sedangkan pada elver dan

glass eel, jenis makanannya tidak teridentifikasi. Berdasarkan penelitian

Pirzan dan Wardoyo (1979) ikan sidat pada stadia elver memakan

plankton, ikan kecil, udang-udangan dan insekta. Sedangkan glass eel yang

baru masuk ke cabang sungai isi lambungnya kosong. Menurut Sutardjo

dan Mahfudz (1971) ikan sidat yang berukuran 14,5 B 66,3 cm sebagian

besar makanannya berupa udang.

Jenis-jenis makanan ikan sidat tersebut sesuai dengan keberadaan

jenis-jenis organism yang tersedia di habitatnya. Oleh karena itu

pertumbuhan dan kehidupan ikan sidat sangat tergantung pada kehidupan

organism bentik baik insekta, moluska maupun dekapoda.

Di alam ikan sidat memakan bermacam-macam insekta, cacing dan

ikan kecil. Ikan sidat jantan akan matang gonad pada umur 3-4 tahun,

sedangkan sidat betina 4-5 tahun. Setelah ikan dewasa akan kembali ke

laut dan mencari spawning ground lalu mati setelah memijah (spawn). Jika

habitatnya dalam mall sidat makan donat, kentang goreng dan ayam

goreng crispy

3. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup

Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran baik panjang volume atau

berat dalam satu waktu tertentu (Effendie, 1997). Weatherley (1972) dalam

Sriati (1998) mengemukakan bahwa pada stadia juvenil, ikan sidat

mempunyai laju pertumbuhan yang cepat, di mana panjang berat bersifat

linier. Hal ini disebabkan karena pada stadia juvenil belum terjadi

perkembangan gonad, sehingga kelebihan energi yang masuk seluruhnya

Page 5: 2   elmu sidad

digunakan untuk pertumbuhan. Umumnya di daerah tropis makanan

merupakan faktor yang sangat berpengaruh demi pertumbuhan ikan sidat.

Pada keadaan normal, ikan akan mengkonsumsi makanan relatif lebih

banyak sehingga pertumbuhannya sangat cepat. Selain itu keberhasilan

dalam mendapatkan makanan akan menentukan pertumbuhan ikan

tersebut (Affandi dan Riani ; 1994). Hasil penelitian mereka menunjukkan

bahwa khusus untuk daerah tropis, pertumbuhan terjadi pada bulan April

hingga September, dan pada periode tersebut ikan sidat aktif dalam

mencari makan.

Beberapa penyebab pertumbuhan larva lambat adalah nafsu makan

kurang, kualitas pakan tambahan rendah dan jumlah pakan yang kurang,

serta padat penebaran yang terlalu tinggi. Selain itu faktor yang dapat

mempengaruhi rendahnya kelangsungan hidup benih ikan sidat, adalah

persiapan bak atau wadah pemeliharaan benih yang kurang sempurna,

padat penebaran yang terlalu tinggi, adanya serangan penyakit ekor putih

(Sasongko dkk., 2007).

4. Aspek Budidaya

Budidaya sidat sudah dilakukan di beberapa negara (Jepang, China,

Taiwan, dan Itali) sejak awal abad 20 (Matsui, 1982); sedangkan di

Indonesia baru dirintis sekitar tahun 1995-1997 namun kurang

berkembang karena tidak terjaminnya pasokan benih yang siap tebar

(Herianti, 2005). Hal ini sejalan dengan pendapat Setiadi dkk.(2006) dan

Prahyudi (Pers Com) yang mengatakan bahwa kendala utama dalam

budidaya sidat yang dihadapi adalah tingginya mortalitas pada saat glass

eel sampai elver yang mencapai 70-80%. Begitu pula dengan Peni (1993)

dan Keni (1993) yang menyatakan bahwa pemeliharaan benih sidat pada

tahap awal merupakan masa yang paling sulit dengan tingkat

kelangsungan hidup sebesar 30-50%.

Selain mortalitas yang tinggi, masalah lain dalam budidaya sidat

adalah laju pertumbuhannya yang lambat yaitu kurang dari 3,1% (Bromage

et al.,1992). Kepadatan tebar juga perlu diperhatikan karena berpengaruh

terhadap mortalitas dan pertumbuhannya. Degani dan Lavenon dalam

Affandi & Riani (1995) melaporkan bahwa kelangsungan hidup elver dalam

pemeliharaan berkisar antara 37-55% yang tergantung pada padat

penebarannya. Matsui (1982) menambahkan bahwa kepadatan yang

optimal pada pemeliharaan sidat adalah 1,1-1,9 kg per 3,3 meter persegi.

Untuk memacu pertumbuhan ikan sidat perlu disediakan pakan

berprotein hewani yang tinggi karena sifatnya yang karnivora (Peni, 1993;

Sarwono, 1999; Kamil dkk., 2000). Aktivitas makan sidat paling tinggi

terjadi pada malam hari karena sifatnya nokturnal (Matsui, 1982; Sarwono,

Page 6: 2   elmu sidad

1999). Dengan demikian manipulasi penetrasi cahaya diduga akan

mempengaruhi aktivitas makan yang secara tidak langsung akan

berdampak pula pada meningkatnya pertumbuhan.

Dalam masa awal pemeliharaan salinitas juga perlu diperhatikan,

Affandi & Riani (1995) melaporkan bahwa saat kritis pemeliharaan benih

sidat yang ditangkap dari alam adalah pada pemeliharaan larvanya (glass

eel-elver), kisaran salinitas air yang baik untuk pemeliharaan diperkirakan

antara 0-7‰.

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah proses dan cara

pengangkutan. Penanganan yang baik pada saat di lapangan maupun

pengangkutan akan menekan tingkat mortalitas. Matsui (1982) melaporkan

bahwa benih sidat yang berasal dari Selandia Baru yang sebelumnya

diberok selama dua hari pada air mengalir bersuhu 14 oC dan pada saat

pengangkutan dipacking dalam box bersuhu 5-8oC ternyata tidak ada

kematian dalam pengangkutan selama 32 jam. Suhu dalam box

pengangkutan terkait dengan tingkat metabolisme tubuh dan aktivitas

glass eel, dimana pada suhu rendah metabolisme dan aktivitasnya akan

menurun sehingga pengeluaran bahan beracun terutama CO2 dan amoniak

akan berkurang begitu pula dengan konsumsi oksigen akan lebih rendah.

Kegiatan budidaya sidat tahap pembesaran dilakukan mulai tahap

elver (sebesar pensil) sampai ukuran konsumsi yang beratnya sekitar 250-

300 gr/ekor. Salah satu cara/tempat pemeliharaan adalah menggunakan

jaring apung yang ditempatkan pada situ, danau, atau kolam ukuran besar.

Pakan yang diberikan biasanya berupa pellet dengan kandungan protein di

atas 30%.

Page 7: 2   elmu sidad

SIFAT DASAR DAN SIFAT HIDUP SIDAT

Migrasi Atau Ruaya Ikan Sidat (Anguilla bicolor)

Ikan sidat ketika sudah dewasa dan siap untuk kawin biasanya mereka

akan mencari jalan ke laut dalam atau samudera untuk berpijah, perjalanan

ikan sidat dari air tawar ke air laut biasa disebut sebagai ruaya ikan sidat,

sedangkan arti ruaya secara luas adalah merupakan satu mata rantai daur

hidup bagi ikan untuk menentukan habitat dengan kondisi yang sesuai bagi

keberlangsungan.

Studi mengenai ruaya ikan menurut Cushing (1968) merupakan hal

yang fundamental untuk dunia perikanan karena dengan mengetahui

lingkaran ruaya ikan akan diketahui daerah dimana stok atau sub populasi

itu hidup. Ruaya ini mempunyai arti penyesuaian, peyakinan terhadap

kondisi yang menguntungkan untuk eksistensi dan untuk reproduksi spesies

seperti ikan sidat.

Pergerakan ruaya ikan ke daerah pemijahan (sanes anu di Tasik yah

Bray….) mengandung tujuan penyesuaian dan peyakinan tempat yang

paling menguntungkan untuk perkembangan telur dan larva. Sejak telur

dibuahi sampai menetas. Terus menjadi larva meruapakan saat yang

kritis karena mereka tidak dapat menghindarkan diri dari serangan

predator.

1. Fenomena Plastisity Pada Ikan Migrasi

Fenotipik plastisity pada ikan migrasi dapat dilihat dari perubahan-

perubahan yang terjadi pada morfologi dan fisiologi ikan selama proses

migrasi. Perubahan lingkungan selama proses migrasi akan diikuti oleh

perubahan morfologi dan fisiologi ikan sebagai upaya adaptasi. Pada ikan

sidat perubahan morfologi terlihat mulai dari fase lepthochepalus hingga

fase silver eel, meliputi pigmentasi, morfologi, dan perkembangan organ-

organ tertentu. Sedangkan perubahan fisiologi umumnya terjadi pada saat

memasuki fase pemijahan atau perkembangan organ reproduksi dan pada

saat memasuki perairan yang memiliki karakter fisika dan kimia berbeda.

Berikut ini merupakan perubahan-perubahan yang dialami oleh ikan

sidat selama proses migrasi, baik perubahan morfologi maupun perubahan

fisika.

1) Adaptasi Morfologi

Adaptasi merupakan proses penyesuaian organisme, struktur

Page 8: 2   elmu sidad

organisme, tingkah laku untuk meningkatkan fitness (kemampuan

hidup) sehingga bisa berkembang biak. Ikan sidat memiliki berbagai

macam strategi beradaptasi terhadap morfologinya. Di antara adaptasi

morfologi yang ada pada ikan sidat adalah bentuk badan, warna kulit,

organ pernafasan, organ sensorik, mata, dan lain-lain. Adaptasi bentuk

badan ikan sidat pertama kali mulai terlihat pada fase leptocephalus,

yaitu bentuk badan yang pipih menyerupai daun. Hal ini sangat penting

dimiliki oleh ikan yang akan melakukan migrasi secara pasif ( pasif

transported) mengikuti pola arus. Di samping bentuk badan yang pipih

lapthocephalus juga memiliki warna badan yang transparan sebagai

upaya adaptasi terhadap serangan predator. Pada saat memasuki

perairan tawar ikan sidat mulai mengalami metamorfosis yaitu bentuk

badan berubah menjadi oval dan panjang. Bentuk badan ini sangat

memudahkan ikan untuk bergerak/ berenang dengan cepat saat

memasuki muara sungai, dan melakukan tingkah laku meliang dalam

lumpur. Di samping itu, kelenturan badan berperan dalam membantu

ikan sidat bersembunyi dibalik batu untuk menghindari serangan

predator.

Pigmetasi ikan sidat akan beradaptasi terhadap perubahan

lingkungan pada tahap larva ikan tidak memiliki warna atau transparan,

sehingga memudahkan larva mengindar dari serangan predator. Seiring

dengan pertambahan ukuran badan pigmen ikan sidat mulai muncul,

hingga ukuran matang gonad warna badan ikan akan semakin terang

untuk mengikat pasangan.

Ikan sidat mempunyai bagian badan yang sensitif terhadap

getaran terutama di bagian lateral. Bagian badan yang sensitif ini

sangat membantu ikan sidat dalam bergerak karena kemampuan

penglihatannya kurang baik. Di samping itu, ikan sidat juga memiliki

organ penciuman yang sangat baik untuk membantu mengatasi

kelemahan penglihatannya.

Organ pernafasan sidat terdiri atas insang dan kulit. Lamela-

lamela yang ada dalam insang memberi kemampuan padanya untuk

mengambil oksigen langsung dari udara, selain oksigen yang terlarut

dalam air. Untuk mempertahankan kelembaban dalam rongga

branchial, sidat dilengkapi dengan tutup insang berupa organ yang

sangat kecil terletak di bagian belakang kepala dan sangat sulit dilihat

(Tesch, 2003).

Mata ikan sidat akan beradaptasi saat memasukan perairan laut

dalam. Pembesaran mata ikan sidat mencapai empat kali lipat ukuran

normal, hal ini dilakukan untuk meningkatan kemampuan melihat

karena lingkungan perairannya sudah mulai gelap. Pankhrust (1982)

menyatakan pada saat memasuki perairan laut dalam komposisi sel

Page 9: 2   elmu sidad

retina akan mengalami perubahan, menyesuaikan intensitas cahaya.

2) Adaptasi Fisiologi

Pada saat ikan sidat menyiapkan diri untuk memijah dan

bermigrasi dari perairan tawar menuju laut dalam yang jaraknya sekitar

3.000 km terjadi perubahan pada badan yaitu diameter mata

membesar. Pankhrust (1982) menyatakan bahwa membesarnya mata

saat memijah mencapai empat kali dari sebelumnya. Selain mata,

perubahan badan lainnya ketika akan memijah antara lain warna sirip

pektoral yang makin gelap, perubahan komposisi sel pada retina,

perubahan warna badan menjadi silver, sisik membesar, dermis

menebal, densitas sel mukus meningkat terutama pada betina, bentuk

kepala agak pipih, adanya peningkatan panjang dan diameter kapiler

pada gelembung renang, peningkatan aktivitas Na+/K+-ATP ase pada

insang, usus mengalami peningkatan bobot namun jumlah lipatannya

menurun, serat otot tonus meningkat, penumpukan glikogen dalam hati

dan lain-lain. Mekanisme perubahan badan tersebut banyak melibatkan

hormon-hormon dalam badan, karena perubahan lingkungan akan

mempengaruhi hipotalamus, yang seterusnya mempengaruhi hipofisa

dan organ-organ target di bawahnya.

Menurut Tesch (1977), perkembangan gonad sidat terbagi

menjadi delapan tingkatan mulai dari gonad berbentuk benang tipis

hingga berupa pita berwarna putih. Scott (1979) mengemukakan faktor

lingkungan yang dominan yang mempengaruhi perkembangan gonad

adalah suhu, pakan, periode cahaya, dan musim.

Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap determinasi kelamin.

Pada keadaan temperatur sedang (20°C–23°C) akan menghasilkan lebih

banyak jantan sedangkan pada temperatur rendah dan tinggi akan

didominasi oleh betina. Perkembangan gonad sangat terkait dengan

ketersediaan pakan, selama melakukan migrasi ikan sidat tidak makan

sehingga mempengaruhi energi untuk reproduksi. Kondisi malnutrisi ini

dapat mempengaruhi fungsi hipofisis gonadotropin yang berakibat pada

penghambatan pertumbuhan gonad. Pada kondisi ini ikan akan

memanfaatkan energi yang ada dalam badan untuk maintenance dan

perkembangan gonad. Simpanan energi dalam badan ikan berasal dari

konsumsi pakan dengan kadar lemak tinggi.

Periode pencahayaan dan musim sangat berpengaruh pada

kematangan gonad ikan sidat sub tropis. Untuk spesies tropik musim

hujan dan banjir sangat mempengaruhi kematangan gonad hal ini

disebabkan oleh perubahan konsentrasi garam-garam dalam air, dan

pasokan pakan akibat banjir akan memacu perkembangan gonad.

Page 10: 2   elmu sidad

Querat et al. (1987) menduga bahwa salinitas merupakan faktor

lingkungan yang dapat menginduksi kematangan gonad pada sidat,

dengan cara menstimulasi ekskresi estradiol 17. Pengaruh periode

cahaya dan salinitas terhadap perkembangan gonad ikan sidat telah

diteliti oleh Herianti (2005) dari hasil penelitian yang dilakukan

didapatkan bahwa cahaya dan salinitas mempengaruhi perkembangan

ovarium ikan sidat pada fase yellow eel. Pencahayaan yang

diperpanjang memacu perkembangan ovarium ikan sidat dalam

lingkungan air tawar. Perkembangan ovarium meningkat pada suhu

yang lebih tinggi berkaitan

Adaptasi fisiologis, juga dilakukan oleh ikan sidat pada saat

menghadapi kondisi lingkungan yang kurang baik. Secara umum, ikan

sidat lebih tahan terhadap konsentrasi oksigen yang rendah jika

dibandingkan dengan jenis ikan lainnya. Pada kondisi “ apnoea”, yaitu

keadaan di mana otot-otot pernafasan dan alat pernafasan lainnya

(insang, paru-paru) dalam kondisi istirahat, elver (benih sidat) mampu

bernapas selama 30 menit. Selama 30 menit tersebut, elver hanya

menggunakan oksigen yang tersimpan dalam darahnya, tanpa

mengambil oksigen dari luar. Kemampuan ini merupakan bukti bahwa

ikan sidat mampu hidup dalam kondisi hipoxia (kekurangan oksigen).

Ikan sidat mampu bernafas melalui permukaan kulit dan pada kondisi

tertentu insang ikan sidat juga mampu mengambil oksigen langsung

dari udara (Tesch, 2003).

Sidat berukuran 100 g mampu mengatur dan mengkompensasi

oksigen yang rendah, tetapi tidak tahan terhadap konsentrasi

karbondioksida yang tinggi ( hypercapnia). Daya tahan yang tinggi

terhadap hypoxia pada sidat ukuran 100 g diduga mengurangi daya

tahannya terhadap hypercapnia. Sedangkan pada sidat berukuran 100–

300 g, kemampun bertahan pada kondisi hypoxia juga diimbangi

dengan kemampuan bertahan dalam kondisi hypercapnia. Ikan sidat

mempunyai toleransi yang tinggi terhadap suhu hal ini disebabkan

karena secara alami ikan yang melakukan aktivitas migrasi memiliki

toleransi yang luas terhadap suhu dan salinitas. Daya toleransi terhadap

suhu juga akan meningkat sejalan dengan bertambahnya ukuran badan

ikan. Glass eel (larva sidat) spesies Anguilla australis mampu hidup

pada suhu 28°C, elver 30,5°C–38,1°C dan sidat dewasa 39,7°C. Ikan

sidat tropis ( A. bicolor, A. marmorata ) kemungkinan besar mempunyai

toleransi terhadap suhu yang lebih tinggi dari A. australis .

Ikan sidat dalam beberapa stadia hidupnya akan melakukan

adaptasi terhadap salinitas. Stadia glass eel (larva) lebih menyukai air

laut dan bersifat osmoregulator kuat. Sedangkan elver (benih sidat)

yang sudah mengalami pigmentasi penuh lebih menyukasi perairan

Page 11: 2   elmu sidad

tawar.

Salinitas media pemeliharaan juga mempengaruhi respons ikan

sidat terhadap tekanan lingkungan. Glass eel A. anguilla yang dipelihara

di air tawar dan mampu hidup 60 hari tanpa makan sedikitpun. Pada

salinitas 10 dan 20 ppt, glass eel mampu berpuasa 37 dan 35 hari.

Dengan demikian, salinitas mampu meningkatkan daya tahan glass eel

terhadap kelangkaan makanan. Glass eel yang sedang bermetamorfosa

ke stadia elver lebih tahan terhadap kelaparan jika berada di perairan

tawar daripada periaran payau. Ketahanan terhadap kelaparan diduga

berhubungan dengan kapasitas ikan sidat dalam melakukan proses

osmoregulasi dan penurunan konsumsi energi untuk proses

metabolisme.

2. Cara Reproduksi Ikan Sidat

Perkembangan gonad sidat sangat unik dan jenis kelaminnya

berkembang sesuai dengan kondisi lingkungannya. Pada saat anakan kondisi

seksualnya berganda sehingga tidak mempunyai jaringan yang jelas antara

jantan dan betinanya. Pada tahap selanjutnya sebagian gonad akan

berkembang menjadi ovari (indung telur) dan sebagian lagi menjadi testis

dengan perbandingan separuh dari populasinya adalah jantan dan separuh

lagi betina.

Dalam siklus hidupnya, setelah tumbuh dan berkembang dalam waktu

yang panjang di perairan tawar, sidat dewasa yang lebih dikenal dengan

yellow eel berkembang menjadi silver eel (matang gonad) yang akan

bermigrasi ke laut untuk memijah (Rovara dkk., 2007).

Sidat termasuk hewan yang bersifat katadormus karena pada ukuran

anakan sampai dewasa tinggal di perairan tawar namun ketika akan memijah

beruaya ke laut dalam. Pemijahan diperkirakan berlangsung pada kedalaman

400-500 meter dengan suhu 16-17 oC dan salinitas 35 permill. Jumlah telur

yang dihasilkan (fekunditas) setiap individu betina berkisar antara 7 juta - 13

juta butir dengan diameter sekitar 1 mm (Matsui, 1982). Telur akan menetas

dalam waktu 4-5 hari. Setelah memijah induk sidat biasanya akan mati.

Benih sidat yang baru menetas berbentuk lebar seperti daun yang

dinamakan leptocephalus yang memiliki pola migrasi vertikal, yaitu cenderung

naik ke permukaan pada malam hari dan siang hari turun ke perairan yang

lebih dalam. Selanjutnya benih akan berkembang dalam beberapa tahapan

menjadi agak silindris dengan warna agak buram yang dikenal dengan nama

glass eel. Pada tahap glass eel biasanya sudah mulai terdapat pigmentasi

pada bagian ekor dan kepala bagian atas (Tesch, 1977). Umur glass eel yang

tertangkap di muara sungai diperkirakan antara 118-262 hari dengan umur

rata-rata 182,8 hari (Setiawan dalam Rovara, 2007). Panjang tubuh glass eel

Page 12: 2   elmu sidad

antara 5 – 6 cm dengan berat sekitar 0,2 gram.

Keberadaan glass eel sangat tergantung pada musim. Hal ini lebih

dipertegas lagi dari hasil wawancara dengan pengumpul benih sidat di

Pelabuhan Ratu Sukabumi yang mengatakan bahwa ketersediaan benih sidat

sangat tergantung dengan musim dan umumnya lebih banyak pada musim

penghujan (Nopember – April). Jumlah glass eel yang tertangkap selama kurun

waktu tersebut sangat berfluktuasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Tesch

(1977) bahwa glass eel akan bermigrasi masuk ke perairan tawar pada saat

salinitas di muara sungai relatif rendah (1-2 ppt). Salinitas rendah seperti ini

akan banyak terkondisikan pada musim hujan.

Penangkapan benih sidat pada umumnya dilakukan pada malam hari

ketika bulan mati/gelap dengan menggunakan sirip (hanco dengan mesh size

halus) dengan penerangan lampu petromax. Jumlah nelayan penangkap benih

sidat di Pelabuhan Ratu bila sedang musimnya mencapai ratusan orang dan

hasilnya dijual ke pengumpul.

3. Siklus Hidup Ikan Sidat

Daur hidup ikan sidat dibagi menjadi 3 fase yaitu :

Fase hidup di laut , yaitu pada saat telurnya menetas menjadi larva

(leptocephali) berbentuk seperti pita transparan.

Fase hidup di daerah estuari , dimana larva telah berkembang menjadi

elver atau “glass eel” dengan ciri-ciri tubuh masih tembus pandang. Pada

fase ini larva aktif bermigrasi dari laut dalam ke arah estuari (atau muara

sungai) mencari salinitas yang lebih rendah, pada fase ini pigmentasi mulai

berkembang.

Fase hidup di sungai , untuk tumbuh menjadi individu dewasa.

Dalam siklus hidupnya, setelah tumbuh dan berkembang dalam waktu

yang panjang di perairan tawar sidat dewasa yang lebih dikenal yellow eel

berkembang menjadi silver eel (matang gonad) dan selanjutnya silver eel

akan bermigrasi ke perairan laut dalam untuk memijah. Stadia perkembangan

ikan sidat Anguillid eel umumnya sama, baik tropic maupun yang berada pada

daerah empat musim (temperate), yaitu stadia leptocephalus, stadia

metamorphosis, stadia glass eel atau elver, yellow eel dan silver eel (sidat

dewasa matang gonad). (Setiawan, dkk 2003).

Sidat memijah pada zona lapisan tengah dimana memiliki karakteristik

temperature optimum 20 derajat Celsius dan salinitas tinggi. Dalam tempo 2-

10 hari telur tersebut menetas. Larva tersebut masih berbentuk seperti pita

transparan. Stadia ini disebut leptocephali. Jumlah telur yang di hasilkan

kurang lebih 3 juta telur per kilogram berat induk betinanya (Boetius, 1980

dalam Deelder, 1984). Temperatur dan salinitas sangat kuat mempengaruhi

Page 13: 2   elmu sidad

migrasi ikan ke sungai. Elver akan memilih periode dimana terjadi perbedaan

temperature air sungai dan temperature air laut yang paling kecil. Factor

lingkungan lainnya yang berpengaruh adalah pasang surut, angin, sinar

matahari.

4. Mengetahui Potensi Bisnis Ikan Sidat

Sidat memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi

komoditi perikanan unggulan karena permintaan dunia yang sangat tinggi.

Pada tahun 1995 permintaan akan sidat mencapai 205.000 ton yang senilai

dengan 3,1 milyar dollar Amerika dan sebagian besar (92%) dihasilkan dari

budidaya (Rovara dkk., 2007). Sayangnya pasokan benih terus menurun

secara drastis pada beberapa negara yang teknik budidaya sidatnya sudah

maju (Jepang, China, Taiwan, Itali dan Belanda).

Sebaliknya Indonesia yang memiliki sidat dengan jenis yang cukup

beragam belum dimanfaatkan secara optimal. Kebanyakan sidat yang

dipasarkan merupakan hasil tangkapan dari alam. Sampai saat ini jumlah

pembudidaya sidat masih sangat terbatas, padahal potensi benih sidat (glass

eel) di Indonesia cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa antara jumlah

produksi benih yang dihasilkan dari alam belum sepadan dengan

pemanfaatnnya untuk pembesaran. Dengan demikian perlu diwaspadai karena

kenyataan di lapangan justru permintaan ekspor terhadap benih sidat (glass

eel) semakin meningkat, misalnya dengan dalih untuk penelitian.

Saat ini pengkonsumsi ikan sidat terbesar adalah negara Jepang dengan

150 ribu ton pertahun dari total 250 ribu ton konsumsi ikan sidat di seluruh

dunia. Namun produksi negari sakura itu hanya 21 ribu ton per tahun dan

sisanya dipenuhi dengan mengimpor dari negara lain termasuk Indonesia

(sebagian sangat kecil). Negara peng ekspor sidat terbesar saat ini adalah

Tiongkok, namun itupun masih sangat jauh dari dari total kebutuhan dunia

akan ikan sidat dan ditambah lagi saat ini ikan sidat produksi Tiongkok mulai

dijauhi karena banyak mengandung bahan kimia. Harga ikan sidat yang

mencapai 70 ribu / kg nya dan kebutuhan yang jauh melebihi supplai tentu

menjadikan bisnis pembesaran ikan sidat ini sebagai salah satu bidang usaha

yang sangat layak untuk dilirik. Sebagai gambaran sederhana perhitungan

bisnis pembesaran ikan sidat dengan modal awal 15 juta bisa menghasilkan

laba kotor hingga 13 juta dengan lama waktu 3 bulan.

1) Kandungan gizi daging ikan sidat

IKAN SIDAT IKAN SALMON

DHA 1.337 mg / 100 gr 820 mg / 100 gr

Page 14: 2   elmu sidad

EPA 742 mg / 100 gr 492 mg / 100 gr

Dan mengandung :

Vitamin B1 25 kali lipat dari susu sapi

Vitamin B2 5 kali lipat dari susu sapi

Vitamin A 45 kali lipat dari susu sapi

Zinc (emas otak) 9 kali lipat dari susu sapi

Asam lemak omega 3 tinggi, 10.9 gr/100 gr

Gizi tinggi, kaya protein, vitamin D dan E serta asam amino lemak

ganggang dan asam ribonukleat

Mempunyai rentang salinitas sangat tinggi

2) Manfaat daging ikan sidat bagi kesehatan

Menurunkan kandungan lemak jahat dalam darah

Menghindari penyakit aterosklerosis dan mengurangi keletihan

Mendorong terbentuknya lemak fosfat dan perkembangan otak besar

Meningkatkan daya ingat

Memperbaiki sirkulasi kapiler

Mempertahankan tekanan darah normal

Mengobati pembuluh darah otak, rabun jauh, rabun dekat, glaukoma

dan penyakit mata kering karena kelelahan

Meningkatkan imunitas tubuh sebagai antioksidan

Page 15: 2   elmu sidad

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R. & Riani. 1995.

Pengaruh Salinitas Terhadap Derajat Kelangsungan Hidup Pertumbuhan Benih Ikan

Sidat (Elver), Anguilla bicolor. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Vol. 3(1): 39-

48.

Bromage, N., J. Shephred & J. Roberts. 1992.

Farming Systems And Husbandry Practice. Blackwell Scientific Publications,

Cambridge.

Herianti, I. 2005.

Rekayasa Lingkungan Untuk Memacu Perkembangan Ovarium Ikan Sidat (Anguilla

bicolor). Oseanologi dan Limnologi No. 37: 25-41.

Kamil, M.T., R. Affandi, I. Mokognita & D. Jusadi. 2000.

Pengaruh Kadar Asam Lemak O 6 Yang Berbeda Pada Kadar Asam Lemak O 3 Tetap

Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Ikan Sidat (Anguilla bicolor). Jurnal Central

Kalimantan Fisheries Vol. 1(1): 34-40.

Keni. 1993.

Atraktan Dalam Pakan Sidat. Majalah Perikanan Techner No. 09 September 1993.

Matsui, I. 1982.

Theory And Practice Of Eel Culture. AA. Balkema/Rotterdam.

Nelson, J.S. 1994.

Fishes Of The World, 3rd editions. John Wiley & Sons, Inc., New York, xv+600

pp.

Peni, S.P. 1993.

Tiga Jenis Sidat Laku Ekspor. Trubus No. 285 Th.XXIV.

Pratiwi, E. 1998.

Mengenal Lebih Dekat Tentang Perikanan Sidat (Anguilla spp.). Warta Penelitian

Perikanan Indonesia Vol. 4(4): 8-12.

Rovara, O., I.E. Setiawan & M.H. Amarullah. 2007.

Mengenal Sumberdaya Ikan Sidat.BPPT- HSF, Jakarta.

Sarwono, B. 1999.

Budidaya Belut Dan Sidat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Page 16: 2   elmu sidad

Sutardjo & Machfudz. 1982.

Percobaan pendahuluan penangkapan dan pengangkutan elver (Anguilla bicolor).