2 3 4 5 6 7 8 9 18 19 reorientasiopeb dan lembaga...

2
SEPUTAR INDONESIA 23 18 19 o Selasa o Rabu o Kamis o Jumat o Sabtu o Minggu -----_._-------_ ..__ .- 0 4 5 6 7 8 9 10 11 12 14 15 16 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 o Mar OApr OMei eJun OJul OAgs OSep OOkt ONov ODes Senin OPeb Reorientasi dan lembaga emberantasan Kor SI Guru BesarHukum Pidana Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad) Tugas dan fungsi KPKsebagai lembaga independen yang sampai saat ini masih sebatas penindakan perlu diimbangi pelaksanaan fungsi pencegahan yang optimal dan , efektif. valuasi terhadap undang-undang anti- korupsi seyogianya di- lakukan sekali dalam lima ta- hun. Khusus terhadap UU RI Nomor 31Tahun 1999 yang ter- akhir diubah tahun 2001 telah melampaui batas waktu uji ke- layakan tersebut. Evaluasi pertama terhadap dua hal yang sangat prinsipil ialah, pertama, apakah karak- teristik objek undang-undang ini masih tetap sebagai extra- ordinary crimes atau sesung- guhnya merupakan ordinary crimes? Hal kedua yang prin- sipil adalah bagaimana keber- adaan lembaga penegak hu- kum dalam pemberantasanko- rupsi saat ini termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga-lembaga kontrol eksternal seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi Kejaksa- an (Komjak), dan Komisi Yudisial (KY)? Pertanyaan yang sering di- lontarkan dalam masyarakat hukumadalahdimanaletakke- luarbiasaan dari tindak pidana korupsi? Ada dua pandangan terhadap soal ini, yaitu pen- dapat konservatif dan penda- pat progresif. Pendapat konser- vatif bertolak pada paham po- sitivisme hukum yang meng- anut pandangan bahwa hukum sebagai sistem norma (systems ofnorms) dan menolak karakter korupsi sebagai extra-ordinary crimes. Sudut pandang ini ha- nya mengakui dua titik pan- dang dalam melihat suatu tin- dak pidana semata-mata dile- takkan pada moralitas indivi- dual dalam bentuk unsur ke- sengajaan (dolus) dan kelalaian (culpa). Adapun pandangan progr sif memandang hukum sebag sistem perilaku (systems of b havior) dan bagian dari mora tas sosial sehingga pandanga progresif justru memberika justifikasi bahwa keluarbiasa- an (extra-ordinary) dari tindak pidana korupsi dilihat dari sis- tern politik dan ekonomi seba- gai causa nexus sekaligus prim facie evidence keruntuhan se- carasosial,ekonomi,danpolitik suatunegara. ------ Kliping Humas Qnpad 2011

Upload: phungdieu

Post on 07-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 2 3 4 5 6 7 8 9 18 19 ReorientasiOPeb dan lembaga ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/06/seputarindonesia... · undang-undang anti-korupsi seyogianya di-lakukan sekali

SEPUTAR INDONESIA2 318 19

o Selasa o Rabu o Kamis o Jumat o Sabtu o Minggu-----_._-------_ ..__ .-

04 5 6 7 8 9 10 11 12 14 15 1620 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

oMar OApr OMei eJun OJul OAgs OSep OOkt ONov ODes

Senin

OPeb

Reorientasi danlembaga

emberantasan Kor •SI

Guru BesarHukum PidanaInternasional UniversitasPadjadjaran (Unpad)

Tugas dan fungsiKPKsebagai

lembagaindependen yang

sampai saat inimasih sebatas

penindakan perludiimbangi

pelaksanaanfungsi pencegahan

yang optimal dan, efektif.

valuasi terhadapundang-undang anti-korupsi seyogianya di-

lakukan sekali dalam lima ta-hun. Khusus terhadap UU RINomor 31Tahun 1999 yang ter-akhir diubah tahun 2001 telahmelampaui batas waktu uji ke-layakan tersebut.

Evaluasi pertama terhadapdua hal yang sangat prinsipilialah, pertama, apakah karak-teristik objek undang-undangini masih tetap sebagai extra-ordinary crimes atau sesung-guhnya merupakan ordinarycrimes? Hal kedua yang prin-sipil adalah bagaimana keber-adaan lembaga penegak hu-kum dalam pemberantasanko-rupsi saat ini termasuk KomisiPemberantasan Korupsi(KPK) dan lembaga-lembagakontrol eksternal sepertiKomisi Kepolisian Nasional(Kompolnas), Komisi Kejaksa-an (Komjak), dan KomisiYudisial (KY)?

Pertanyaan yang sering di-lontarkan dalam masyarakathukumadalahdimanaletakke-luarbiasaan dari tindak pidanakorupsi? Ada dua pandanganterhadap soal ini, yaitu pen-dapat konservatif dan penda-pat progresif. Pendapat konser-vatif bertolak pada paham po-sitivisme hukum yang meng-anut pandangan bahwa hukumsebagai sistem norma (systemsofnorms) dan menolak karakterkorupsi sebagai extra-ordinarycrimes. Sudut pandang ini ha-nya mengakui dua titik pan-dang dalam melihat suatu tin-dak pidana semata-mata dile-takkan pada moralitas indivi-dual dalam bentuk unsur ke-sengajaan (dolus) dan kelalaian(culpa).

Adapun pandangan progrsif memandang hukum sebagsistem perilaku (systems of bhavior) dan bagian dari moratas sosial sehingga pandangaprogresif justru memberikajustifikasi bahwa keluarbiasa-an (extra-ordinary) dari tindakpidana korupsi dilihat dari sis-tern politik dan ekonomi seba-gai causa nexus sekaligus primfacie evidence keruntuhan se-carasosial,ekonomi,danpolitiksuatunegara.------

Kliping Humas Qnpad 2011

Page 2: 2 3 4 5 6 7 8 9 18 19 ReorientasiOPeb dan lembaga ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/06/seputarindonesia... · undang-undang anti-korupsi seyogianya di-lakukan sekali

Pandangan positivisme hu-kum dipengaruhi kuat aliranretributivisme dalam pemi-danaan,sedangkan pandanganprogresif justru dipengaruhikuat oleh aliran hukum kritisdan paham keadilan sebagaifairness (Rawls). Pandanganprogresif tercermin dalamPasal 2 dan Pasal 3 UU RINomor 31 Tahun 1999 yangdiubah dengan UU RI Nomor20 T.ahun 2001 dan Pasal12 Bdengan pembuktian terbalik,sisanya cermin pandangankonservatif-klasik.

***

Tingginya frekuensi peng-gunaan Pasal2 dan Pasal3 di-bandingkan dengan ketentuanlainnya mencerminkan secarakonsepsional, tindak pidanako-rupsi diakui sebagai "kejahat-an luar biasa", tetapi dalampraktik diperlakukan sebagai"kejahatan biasa". Dari sisitingkat keberhasilan peng-gunaan kedua pasal tersebutjuga belum optimal men gem-balikan kerugian keuangannegara.

Penelitian disertasi (TManurung, 2009; N Rachmad,2009)menemukanjumlah uangnegara yang berhasil disela-matkan oleh kepolisian, kejak-saan, dan KPK, dari Tahun2003-2008, senilai kurang lebihRpS triliun, sedangkan dataBPK RI triwulan I12003-2008,kerugian negara telah men-capaiRp30triliun.

Evaluasi terhadap kelem-bagaan penegakan hukum da-lam pemberantasan korupsimenjadi penting. Pertimbang-annya bahwa prinsip efisiensidan efektivitas dengan meng-utamakan asas proporsionali-tas dan asas subsidiaritas jauhlebih penting ketimbang de-ngan hiruk-pikuk penangkap-an dan penahanan serta meng-umbar aibsemata-mata dengantujuan pembalasan den dam(retributif).

Tugas dan fungsi KPK seba-gai lembaga independen yangsampai saat ini masih sebataspenindakan perlu diimbangipelaksanaan fungsi pencegah-an yang optimal dan efektif.Tugas penindakan KPK sampaisaat ini tidak terfokus padasasaranhigh profilecaseskecualimemenuhi ketentuan Pasal11UUKPK,sekalipun tidakuntuksemua kasus.

Fakta "keberadaan" mafiahukum dalam proses peradilantindak pidana korupsi me-rupakan bukti nyata karut-marut penegakan hukum dandisharmonisasi serta dis-orientasi penegakan hukumoleh KPK dan lembaga pe-negak hukum lainnya. Faktatersebutmemerlukan perubah-an orientasi penegakan hukumoleh KPK untuk menuntaskanpembersihan "mafia prosesperadilan".

Hal ini disebabkan poros te-gaknya keadilan dan kepastianhukum terletak pada sistemperadilan pidana yang bebasdari KKN, bukan pada pem-berantasan korupsi di ling-kungan birokrasi. Untuk yangterakhir ini sejatinya memerlu-kan tindakan pencegahan (pre-ventive measures) ketimbangpenindakandan penghukumansemata-mata,

KPK di masa mendatangperlu meneguhkan posisinyasebagai lembaga superpoweruntuk mencegah dan men in-dak mafia dalam proses per-adilan tersebut sehingga dapatmengembalikan proses per-adilan tindak pidana korupsimenjadi temp at yang nyamandan aman bagi setiap warganegara yang mendambakankepastian hukum dan keadilandi negeri ini .•

Bagaimana kondisi pembe-rantasan korupsi sebelum dansesudah ratifikasi KonvensiPBB Antikorupsi 2003? Peng-amatan penulis menunjukkanbahwa hampir 99% perkaratindak pidana korupsi dituntutdan diputus berdasarkan Pasal2 dan Pasal 3 UU Tahun1999/2001 sehingga terkesanprosedurpembuktiandakwaankedua pasal tersebut lebih mu-dah dibandingkan dengan pa-sallainnya. Adapun pembukti-an terbalik tidak pernah dite-rapkan dengan alasan belumada hukum acaranya.

Praktik ini mencerminkanbahwa pemberantasan ko-rupsi tidak lagi mernpertim-bangkan dua asas penting da-lam suatu negara hukum, yaituasas proporsionalitas dan asassubsidiaritas (Remmelink,2003). Asas pertama secaraanalogis sering dikatakan,"tidak perlu membakar lum-bung hanya untuk menangkaptikus". Dan as as kedua me-mint a penegak hukum untukmenggunakan sarana hukumyang paling kecil risikonyadaripada sebaliknya.

Penerapan kedua asas hu- >--~--------~-~-~--~---~-~-kumini tidak mudahkarena da-. lam praktik penegak hukum diIndonesia "penganut berat"pandangan positivismehukum,sebagai contoh bagaimana pe-negak hukum menyikapi duga-an korupsi di kalangan BUMN,lebih mengutamakan penghu-kuman daripada tujuan "me-melihara dan menjaga " kesi-nambungan BUMN sebagaiaset nasional.

***Selama ini lembaga peng-

awas penegak hukum tidakmemiliki fungsi proyustisia dansebatas langkah moralitas pen-cegahan semata-ma ta.Masalahini perlu dievaluasi kembalidan mempertegas keberadaan-nya di dalam sistem peradilanpidana terintegrasi diIndonesia.