1rekayasamaterial
DESCRIPTION
teknik mesinTRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-1
Penerapan Metode Elemen Hingga dalam Analisis
Pengaruh Persentase Filler terhadap Getaran Balok
Komposit Serbuk Kayu Jati dan Bayam
M. Ahadyat Z
Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas
Dayanu Iksanuddin Baubau-Indonesia (corresponding
author phone: +6281346675080; e-mail:
Hammada Abbas
Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin,
Jl. P. Kemerdekaan Km 10 Makassar 90245
Abstrak—Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
frekuensi pribadi (n) dan kekakuan (k) akibat pengaruh variasi
persentase filler dan variasi penempatan penggetar pada balok
komposit partikel serbuk gergaji bermatriks epoksi dan
menentukan modulus elastisitas (E) melalui pengujian tarik.
Penelitian getaran ini untuk analisis numerik digunakan Metode
Elemen Hingga dan dieksekusi dengan program MATLAB,
sedangkan untuk analisis eksperimental digunakan metode
spektrum. Untuk metode elemen hingga pada analisis numerik,
batang dibagi 5 elemen dengan 6 titik nodal, sedangkan untuk
analisis eksperimental dilakukan variasi penempatan eksiter
sebanyak 5 posisi. Tumpuan yang digunakan adalah jepit-bebas
(kantilever) dengan bahan komposit epoksi dengan bahan pengisi
serbuk gergaji berbentuk balok dengan dimensi panjang 50 cm,
lebar 3 cm, dan tebal 2 cm. Bahan komposit terdiri dari komposit
serbuk kayu jati dan komposit serbuk kayu bayam, tiap
komposit terdiri dari empat variasi persentase filler yaitu 5%,
10%, 15%, dan 20%. Hasil penelitian menunjukkan nilai
frekuensi pribadi (n), kekakuan (k) dan modulus elastisitas (E)
komposit dipengaruhi persentase filler. Nilai frekuensi pribadi
(n) dan kekakuan (k) mengalami penurunan dengan
bertambah jauhnya posisi eksiter dari tumpuan jepitan.
Kata Kunci : komposit, getaran, modulus elastisitas, frekuensi
pribadi, kekakuan.
I. PENDAHULUAN
ada era sekarang ini perkembangan material komposit di
bidang rekayasa sangat pesat. Material komposit telah
banyak digunakan sebagai alternatif pengganti logam.
Salah satu tugas ahli teknik adalah mengadaptasi material
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kemajuan teknologi
mendorong peningkatan dalam hal permintaan terhadap bahan
komposit, bidang industri pesawat terbang, otomotif, olahraga,
indusri minyak dan gas telah memakai komposit untuk
membangun infrastrukturnya. Pada aplikasi di atas struktur
komposit menjanjikan keuntungan khusus, selain kekuatan,
ringan dan ketahanan terhadap korosi [1].
Pada penelitian ini akan dikembangkan penggunaan material
komposit polimer dengan bahan pengisi (filler) serbuk kayu
gergaji (sawdust) pada sistem tumpuan jepit-bebas
(cantilever). Sebagai solusi analisis numerik digunakan
metode elemen hingga dengan bantuan program komputasi
Matlab (Matriks Labolatory), dan analisis spektrum getaran
yang digunakan untuk menganalisis getaran balok komposit
dengan metode eksperimental.
Serbuk kayu adalah polimer yang mengandung selulosa.
Material-material yang ditambahkan pada polimer ditujukan
untuk meningkatkan kekuatan atau ketangguhan atau untuk
menghasilkan fleksibilitas. Kadang-kadang penambahan
material tertentu untuk mengurangi biaya produk, dan
sekaligus pada saat bersamaan sifat lain dapat pula
ditingkatkan [2]. Serbuk kayu (serbuk gergaji yang halus)
umumnya ditambahkan pada plastic PF (Phenol-
formaldehida) untuk meningkatkan kekuatan. Sebagai
keuntungan tambahan, serbuk kayu juga merupakan suatu
bahan baku yang tergantikan mudah diperoleh sebagai limbah
dari industri kayu (industri sawmill dan mebel) dengan harga
murah (bahkan masih dianggap sebagai limbah tidak
dihargai). Jadi bersamaan dengan meningkatnya daya guna
produk, harga juga dapat ditekan. Inilah yang sesungguhnya
dinamakan rekayasa!
Salah satu upaya untuk mengatasi kerusakan bangunan
dari material kayu dari serangan rayap adalah pengembangan
teknologi papan komposit yaitu mengkombinasikan serbuk
kayu dengan plastik [3]. Penelitian penggunaan serbuk gergaji
sebagai filler dengan matriks resin phenol untuk diuji
ketangguhan patah [4]. Penggunaan komposit partikel serbuk
kayu gergaji (sawdust) dengan resin urea formaldehid sebagai
bahan baku utama box speaker [5]. Analisis Numerik dan
Eksperimental Getaran Balok Komposit yang diperkuat Serat
Ijuk [6]. Penentuan frekuensi pribadi pada getaran balok
komposit dengan penguat fiberglass [7].
Getaran merupakan salah satu masalah yang sangat
penting dalam perencanaan konstruksi . Penghitungan
frekuensi pribadi penting karena dalam perancangan
enjineering sering suatu benda terbebani oleh beban harmonik
atau beban dengan pola sinusoidal [8]. Ketika frekuensi gaya
eksitasi bersamaan dengan salah satu frekuensi pribadi sistem,
maka kondisi resonansi terjadi dan menghasilkan simpangan
yang besar. Kerusakan pada struktur utama seperti jembatan
konstruksi beton atau baja, gedung atau sayap pesawat terbang
dapat terjadi pada kondisi resonansi. Olehnya itu penentuan
frekuensi pribadi sangat penting pada suatu sistem yang
mengalami getaran. Untuk menganalisa getaran yang terjadi
P
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-2
pada batang dengan tumpuan tertentu, salah satunya adalah
dengan menggunakan metode elemen hingga [9].
Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)
adalah metode numerik untuk mendapatkan solusi persamaan
diferensial yang sering digunakan sebagai model
permasalahan enjineering. Mengapa Metode Elemen Hingga?.
Karena saat ini Metode Elemen Hingga merupakan metode
numerik yang paling versatile untuk memecahkan problem
dalam domain continuum. Seperti dalam problem getaran
(vibration). Proses inti Metode Elemen Hingga adalah
membagi problem yang kompleks menjadi bagian-bagian
kecil atau elemen-elemen sehingga solusi yang lebih
sederhana dapat diperoleh. Solusi setiap elemen jika
digabungkan akan menjadi solusi problem secara keseluruhan
[10].
Hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkan
beberapa pemanfaatan pertikel serbuk gergaji untuk papan
komposit, box speaker, pengujian ketahanan beban kejut serta
pengujian getaran pada komposit menunjukkan bahwa
pemanfaatn serbuk gergaji dapat dikembangkan dan memiliki
potensi yang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh
variasi persentase filler serbuk gergaji dan posisi eksiter
terhadap frekuensi pribadi (n) dan kekakuan (k) balok
komposit serbuk gergaji.
II. LANDASAN TEORI
A. Teori Getaran
Getaran adalah gerakan berosilasi (bolak balik) dari
sistem mekanis serta kondisi-kondisi dinamisnya. Gerakan
dapat berupa benturan yang berulang secara kontinyu dapat
juga gerakan tidak beraturan atau acak dalam suatu interval
waktu tertentu. Semua benda yang mempunyai massa dan
elastisitas mampu bergetar, jadi kebanyakan mesin dan
struktur rekayasa (engineering) mengalami getaran sampai
derajat tertentu dan rancangannya biasanya memerlukan
pertimbangan sifat osilasinya [8].
Secara umum ada dua kategori getaran yaitu : getaran
paksa dan bebas. Getaran paksa adalah getaran yang terjadi
karena rangsangan gaya luar, jika rangsangan tersebut
berosilasi maka sistem dipaksa untuk bergetar pada frekuensi
rangsangan. Jika frekuensi rangsangan sama dengan salah satu
frekuensi natural sistem, maka akan didapat keadaan resonansi
dan osilasi besar yang berbahaya mungkin terjadi. Getaran
tersebut mengakibatkan terjadinya kerusakan pada suatu
bagian tertentu dari sistem tersebut. Oleh karena itu, kita
berusaha untuk mengurangi efek-efek merugikan dari getaran
dengan jalan mengisolasi, meredam dan lain sebagainya.
Adapun Getaran bebas terjadi jika sistem berosilasi karena
bekerjanya gaya yang ada dalam sistem itu sendiri, dan tidak
ada gaya luar yang bekerja. Sistem yang bergetar bebas akan
bergerak pada satu atau lebih frekuensi naturalnya, yang
merupakan sifat sistem dinamika yang dibentuk oleh distribusi
massa dan kekakuannya.
Semua sistem yang bergetar mengalami redaman sampai
derajat tertentu karena gesekan dan tahanan lain. Perhitungan
frekuensi natural biasanya dilaksanakan atas dasar tidak ada
redaman. Untuk memperoleh frekuensi pribadi, maka terlebih
dahulu menentukan persamaan diferensial gerak suatu sistem.
Untuk kasus pada gambar, diagram benda bebasnya adalah :
Gambar 1. Diagram Benda Bebas Sistem Pegas
Gambar menunjukkan diagram benda bebas dari pegas
dengan kekakuan (k) (N/m) dan massa (m) (kg) dengan
perpindahan pegas () (m) dan percepatan gravitasi (g) (m/s2).
Dengan memberikan perpidahan awal (x) (m) kemudian
dilepaskan maka sistem bergetar bebas dengan percepatan
(m/s2). Dari diagram benda bebas di atas diperoleh persamaan
differensial geraknya (PDG) adalah dengan menggunakan
hokum Newton II yaitu massa (m) (kg) dikalikan dengan
percepatan (m/s2) dan dijumlahkan dengan kekakuan (k)
(N/m) dikalikan dengan perpindahan (x) (m):
0
0
)(
.
xm
kx
kxxm
kmgxkmgxm
amF
0
kxxm
(1)
Persamaan ini merupakan persamaan diferensial gerak
dari getaran bebas tanpa peredam , yang merupakan
persamaan diferensial homogen orde dua. Penyelesaian
umum secara matematis menghasilkan frekuensi pribadi (n)
(rad/s) yaitu akar dua hasil perbandingan kekakuan (k) (N/m)
dengan massa (m) (kg) :
m
kn
(2)
B. Teori Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga adalah metode numerik yang
digunakan sebagai salah satu solusi pendekatan untuk
memecahkan berbagi permasalahan fisik.
Adapun dasar dari metode elemen hingga adalah
membagi benda kerja menjadi elemen-elemen kecil yang
jumlahnya berhingga sehingga dapat menghitung reaksi akibat
beban (load) pada kondisi batas (boundary condition) yang
diberikan. Dari elemen-elemen tersebut dapat disusun
persamaan-persamaan matriks yang biasa diselesaikan secara
numerik dan hasilnya menjadi jawaban dari kondisi beban
yang diberikan pada benda kerja tersebut.
Metode elemen hingga (MEH) dapat mengubah suatu masalah
yang memiliki jumlah derajat kebebasan tidak berhingga
menjadi suatu masalah dengan jumlah derajat kebebasan
tertentu sehingga proses pemecahannya lebih sederhana.
Metode ini merupakan metode computer oriented yang harus
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-3
dilengkapi dengan program-program komputer digital yang
tepat dalam penelitian ini penulis menggunakan program
MATLAB untuk perhitungan numerik.
MATLAB merupakan suatu program computer yang bisa
membantu memecahkan berbagai masalah matematis yang
kerap ditemui dalam bidang teknis. Kemampuan MATLAB
dapat dimanfaatkan untuk menemukan solusi dari berbagai
masalah numeric secara cepat, mulai hal yang paling dasar
hingga yang kompleks, seperti mencari akar-akar polynomial,
interpolasi dari sejumlah data, perhitungan dengan matriks,
pengolahan sinyal, dan metode numerik [11]. Secara umum
prosedur penyelesaian dengan Metode Elemen Hingga dan
langkah-langkah yang digunakan sebagai berikut [12]:
1. Diskritisasi dan Memilih Konfigurasi Elemen.
Langkah ini menyangkut pembagian benda menjadi
sejumlah benda ―kecil‖ yang sesuai yang dinamakan
elemen-elemen hingga. Perpotongan antara elemen-
elemen dinamakan simpul atau titik simpul .
2. Memilih Model atau Fungsi Pendekatan. Menentukan
fungsi persamaan yang tepat yang akan digunakan
untuk kasus model fisik yang tengah disajikan,
berdasar dari karakteristik elemen tersebut.
3. Menentukan hubungan Regangan (gradient)
perpindahan (yang tak diketahui) dan Tegangan-
Regangan.
4. Menurunkan persamaan-persamaan elemen. Dengan
memakai hukum atau prinsip yang tersedia, kita akan
memperoleh persamaan-persamaan yang mengatur
perilaku elemen.
5. Perakitan persamaan elemen untuk mendapatkan
persamaan global atau persamaan rakitan dan
mengenal syarat batas.
6. Memecahkan besaran-besaran primer yang tak
diketahui.
7. Memecahkan besaran-besaran penurunan atau
sekunder.
8. Interpretasi hasil-hasil.
Prosedur perhitungan frekuensi peribadi dan kekakuan dengan
metode elemen hingga dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Diskretisasi atau pembagian batang menjadi elemen-
elemen. Pada penelitiam ini batang dibagi menjadi 5
elemen, sehingga masing-masing elemen memiliki
panjang L= / 5. Derajat kekebasan setiap titik
nodalnya adalah dua, yaitu perpindahan transversal
dan perpindahan sudut. Sehingga total jumlah derajat
kebebasan adalah 12, seperti pada gambar 3.
Gambar 2. Pembagian Elemen Balok Komposit
2. Menyusun matriks massa local dan matriks
kekakuan lokal (elemen) dalam koordinat struktur
Matriks massa lokal dan matriks kekakuan local.
Matriks massa lokal dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (3) yaitu masa persatuan
panjang (m) (kg/m) dikalikan dengan panjang balok
perelemen (l) (m) dan dikalikan dengan matriks
massa :
22
22
422313
221561354
313422
135422156
420
llll
ll
llll
ll
mlm
(3)
Sedangkan matriks kekakuan lokal dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan (4) yaitu modulus
elasitisitas (E) (Kg/m2) dikalikan dengan momen
inersia balok (I) (m4) dan dibagi dengan panjang
balok perlemen pangkat tiga (l) (m3) kemudian
dikalikan dengan matriks kekakuan :
22
22
3
4626
612612
2646
612612
llll
ll
llll
ll
l
EIk
(4)
Untuk mendapatkan momen inersia balok berikut
rumus perhitungan yaitu lebar balok (b) (m) dikalikan
dengan tebal balok pangkat tiga (h) (m3) kemudian
dibagi dua belas :
12
3bhI (5)
3. Transformasi matriks massa dan matriks kekakuan
dalam koordinat lokal ke koordinat global.
= (6)
Dan transformasi matriks kekakuan sebagai berikut :
= (7)
4. Memasukan syarat batas kedalam persamaan
matriks getaran batas kemudian mereduksi
matriks.
5. Menyusun persamaan matriks eigenvalue
setelah kondisi batas dimasukkan ke dalam
persamaan matriks getaran bebas.
- =0 (8)
6. Menentukan harga frekuensi pribadi dari
persamaan karekteristik eigenvalue.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-4
= (9)
7. Menentukan nilai kekakuan dari
frekuensi pribadi, dimana :
k = m. (10)
C. Material Komposit dan Komponen Komposit
Secara umum material komposit didefinisikan sebagai
campuran makroskopik antara serat atau partikel (serbuk) dan
matriks. Serat atau partikel serbuk berfungsi memperkuat
matriks karena umumnya serat atau partikel serbuk lebih kuat
dari matriks [13].
1. Matriks .
Matriks adalah bahan yang diperkuat oleh serat atau
serbuk penguat yang berfungsi mengikat serat/serbuk yang
satu dengan yang lainnya. Bahan yang paling umum dipakai
sebagai matriks adalah metal atau polimer. Pada saat ini
polimer paling sering dipergunakan karena lebih ringan dan
tidak korosif. Matriks berfungsi melindungi serat atau serbuk
dari efek lingkungan dan kerusakan akibat benturan [2]. 2. Resin Epoksi
Thermosetting plastik merupakan bahan plastik yang
telah mengalami reaksi kimia oleh reaksi panas atau katalis.
Plastik ini tidak dapat dicairkan kembali dan diperoses
kembali jika dipanasi pada suhu tinggi akan terurai dan rusak,
plastik termoset ini salah satunya adalah epoksi. Keuntungan
plastik termoset ini dalam aplikasi perencanaan teknik adalah
kekakuan tinggi, kestabilan suhu tinggi, kestabilan dimensi
tinggi, resistensi terhadap mulur dan deformasi di bawah
pembebanan, ringan dan sifat isolasi termal dan listrik yang
tinggi.
3. Partikel Kayu (serbuk gergaji) Sebagai Filler dan Penguat
Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi partikel
adalah sebagai penguat bahan untuk memperkuat komposit
sehingga sifat-sifat mekaniknya lebih baik bila dibandingkan
dengan tanpa penguat,selain itu partikel juga menghemat
penggunaan resin. Beberapa syarat untuk dapat memperkuat
matriks antara lain partikel mempunyai Modulus Elastisitas
yang tinggi dan mampu menerima perubahan gaya yang
bekerja padanya. Material-material partikulat pada dasarnya
sama-sumbu (aquiaxed); artinya tidak ada perbedaan yang
mencolok dalam ketiga dimensi ruang mereka. Material
partikulat umumnya berbentukl angular, atau bulat parsial atau
acak. Material partikulat sering digunakan sebagai penguat
dan sebagai pengisi (filler) dalam suatu komposit. Pemakaian
serbuk kayu sebanyak 25 % s/d 35% dengan resin fenol-
formaldehida akan mengoptimalkan kekuatan dan mengurangi
biaya, karena serbuk kayu jauh lebih murah dari pada resin
[2].
Dalam penelitian ini partikel kayu (serbuk gergaji)
dikombinasikan dengan resin sebagai matriksnya untuk
mendapatkan komposit alternatif. Kayu merupakan material
yang paling banyak digunakan dibandingkan dengan material
lain. Kayu telah digunakan jauh sebelum digunakannya
material konstruksi lainnya, dan merupakan sumber daya alam
yang dapat diperbaharui, dan tetap akan memegang peran
penting. Olehnya itu ketersediaan serbuk kayu gergaji akan
senantiasa terjamin jika kita ingin mengembangkan komposit
partakel dalam penelitian ini
III. METODELOGI
A. Tempat, Alat, dan Bahan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimental di
Laboratorium Metalurgi Fisik Jurusan Teknik Mesin
Universitas Hasanuddin untuk pembuatan specimen uji tarik
dan getar, pengujian tarik di Laboratorium Teknik Mesin UKI
Paulus Makassar, dan untuk pengujian getaran di Biro
Perencanaan Pabrik PT. Semen Tonasa Pangkep. Peralatan
yang digunakan dalam penelitian terdiri dari :
1. Alat-alat pembuatan komposit yang terdiri dari :
a. Cetakan kaca, sebagai media pembuatan spesimen.
b. Gelas ukur, untuk mengukur volume resin dan
serbuk.
c. Wadah, sebagai tempat pencampuran resin, serbuk
dan hardener (katalis).
d. Timbangan digunakan untuk menimbang seberapa
berat resin dan serbuk yang akan dicampur dalam
proses pembuatan komposit sesuai dengan fraksi
berat.
e. Lem kaca (silicone glass)
f. Amplas dan gurinda potong, untuk meratakan dan
memotong spesimen sesuai ukuran standar.
2. Alat uji tarik, untuk mengetahui kekuatan tarik dan
modulus elastisitas komposit.
3. Alat uji getaran yang terdiri dari :
a. Alat pengukuran getaran model Lenovo Analyzer
Vibration.
b. Motor penggetar (eksiter).
c. Tumpuan Jepit-bebas (kantilever).
Bahan dalam penelitian ini adalah balok komposit yang
dengan variasi filler serbuk jati dan bayam masing-masing
dengan persentase 5%, 10%, 15% dan 20%.
Bentuk bahan untuk uji getaran dengan dimensinya
ditunjukkan pada gambar 3 berikut :
Gambar 3. Bentuk Bahan Uji Getaran
B. Prosedur Pembuatan Spesimen
a. Mengeringkan serbuk kayu yang ada agar memiliki
kering yang seragam
b. Proses pengayakan serbuk gergaji dengan ukuran ≤ 1
mm serta memisahkannya dari kotoran benda-benda
asing.
c. Menghitung berat masing-masing bahan dengan
penimbangan pada timbangan digital sesuai
perbandingan campuran komposit yang sesuai dengan
rancangan awal.
d. Membuat cetakan dari kaca untuk bahan uji tarik dan
bahan uji getaran sesuai dengan dimensi yang
diperlukan.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-5
e. Mengaduk mencampur serbuk gergaji dengan resin
epoksi serta katalis (hardener) sesuai persentase yang
diinginkan.
f. Hasil pencampuran dituang kedalam cetakan.
Banyaknya tuangan tergantung pada takaran atau total
volume matriks.
g. Proses pengeringan pada kondisi suhu ruangan, setelah
bahan seluruhnya kering, kemudian specimen
dilepaskan dari cetakan.
h. Membentuk specimen sesuai dengan ukuran yang
sesuai pengujian.
i. Melakukan pengamplasan untuk meratakan permukaan
specimen.
C. Prosedur Pengujian Tarik
Mesin uji tarik yang digunakan adalah Computer Servo
Control Materials Testing Machines. Prosedur pengujian tarik
adalah :
a. Mesin uji dihidupkan dan diset ke titik nol
b. Specimen dipasang pada pencenkram selanjutnya
pencengkram dikunci.
c. Mengatur kecepatan aliran oli.
d. Menekan tombol untuk proses penarikan dan nilai beban
dan perpanjangan pada specimen hingga terjadi patah
telah tercatat secara digital pada unit computer yang
merupakan bagian dari sistem mesin.
e. Mengeluarkan specimen yang telah patah dan mematikan
mesin uji.
f. Mengulangi prosedur a – e untuk spesimen yang lain
D. Prosedur Pengujian Getaran
Balok komposit serbuk gergaji diberikan tumpuan jepit
pada salah satu ujung dan bebas pada ujung lain (kantilever),
dimana motor penggetar (Eksiter) divariasikan pada posisi 10
cm, 20 cm, 30cm, 40cm, dan 50 cm (Ujung balok). Tahap
pelaksanaan pengujian getaran sebagai berikut :
a. Memasang balok komposit pada jepitan dengan baik.
b. Meletakkan sensor getaran pada ujung atas jepitan.
c. Meletakkan eksiter (motor penggetar) pada benda uji
sesuai dengan posisi yang diinginkan.
d. Menghidupkan motor penggetar (ON).
e. Mengambil data getaran dari alat sensor getaran
f. Mengulangi langkah a-e untuk posisi eksiter dan specimen
yang lain.
Skema pengambilan data pengujian getaran seperti gambar 5.
Gambar 4 Skema Pengambilan Data
Gambar 5 Pengujian Getaran
C. E. Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini analisis hasil uji tarik dilakukan untuk
menentukan nilai atau besar modulus elastisitas serta
menggambarkan diagram tegangan dan regangan yang terjadi
pada material komposit yang diuji. Nilai modulus elastisitas
yang diperoleh dari hasil uji tarik digunakan sebagai salah satu
input untuk menghitung frekuensi pribadi secara numerik.
Selanjutnya analisis getaran secara numerik menggunakan
metode elemen hingga, dengan membagi balok menjadi lima
(5) elemen dan 6 titik nodal, dengan panjang setiap elemennya
sama. Perhitungan untuk memperoleh frekuensi pribadi ( )
dan kekakuan (k) dieksekusi dengan program Matlab. Analisis
secara eksperimental menggunakan metode spektrum getaran,
dimana hasil yang diperoleh adalah berupa grafik frekuensi
pribadi ( ), sedangkan kekakuan (k) bahan dapat diketahui
dengan menggunakan persamaan k = m . . Kemudian
menganalisis dari hasil perhitungan dan grafik yang diperoleh
dapat dianalisis bagaiman pengaruh variasi persentase filler
serta variasi penenpatan eksiter terhadap nilai-nilai frekuensi
pribadi dan kekakuan pada balok komposit. Selanjutnya
dilakukan perbandingan antara nilai yang diperoleh secara
numerik dengan hasil pengujian eksperimental (spektrum
getaran) untuk mengetahui faktor kesalahan.
IV. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil pengujian modulus elastisitas selengkapnya dari masing-
masing komposit dapat di lihat pada tabel 1 berikut :
Tabel 1 Perhitungan Modulus Elastisitas Komposit Serbuk –
Matriks Epoksi
E Jenis
Komposit % Serbuk
(N/mm2)
Serbuk Jati
5% 1183.92966
10% 1202.64714
15% 1101.5649
20% 730.00134
Serbuk Bayam
5% 1270.55196
10% 1284.73722
15% 1292.78142
20% 1026.06714
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-6
Gambar 6. Hubungan Modulus Elastisitas Vs Persen
Serbuk
Dalam Analisis Getaran baik secara eksperimental dan
numerik, diketahui data input sebagai berikut
- Jumlah elemen (Ne) = 5
- Panjang balok (L) = 0,5 m
- Lebar balok (b) = 0,03 m
- Tebal balok (t) = 0,02 m
Hasil perhitungan frekuensi pribadi (n) dan kekakuan
(k) dieksekusi dengan metode elemen hingga (MEH) dapat
dilihat pada tabel 2 dan 3 berikut :
Tabel 2 Hasil perhitungan frekuensi pribadi dan kekakuan
dengan MEH untuk komposit serbuk jati - matriks
epoksi
N
O
PERS
EN POSISI
EKSITE
R (cm)
m (kg) n
(rad/s) k (kg/m)
FILLE
R
1 5%
10
0.064973
5,852 2,225,100
20 4,845 1,524,900
30 3,431 765,000
40 2,008 262,000
50 658 28,200
2 10%
10
0.062007
6,038 2,260,300
20 4,998 1,549,000
30 3,540 777,100
40 2,072 266,200
50 679 28,600
3 15%
10
0.06427
5,676 2,070,300
20 4,699 1,418,800
30 3,328 711,800
40 1,948 243,800
50 639 26,200
4 20%
10
0.07028
4,418 1,372,000
20 3,658 940,300
30 2,591 471,700
40 1,516 161,600
50 497 17,400
Tabel 3 Hasil perhitungan frekuensi pribadi dan kekakuan
dengan MEH untuk komposit serbuk bayam - matriks epoksi
Hasil pengujian frekuensi pribadi (n) dan kekakuan (k) secara
eksperimental dengan metode spektrum dapat dilihat pada
tabel 4 dan 5 berikut :
N
O
PERSEN POSISI
EKSIT
ER
(cm)
m (kg) (n
(rad/s)
k
FILLER (kg/m)
1 5% 10 0.060283
6,294
2,387,900
20
5,210
1,636,500
30
3,690
821,000
40
2,160
281,200
50
708
30,200
2 10% 10 0.066767
6,014
2,414,500
20
4,978
1,654,800
30
3,526
830,100
40
2,064
284,300
50
677
30,600
3 15% 10 0.063955
6,164
2,429,700
20
5,103
1,665,100
30
3,614
835,300
40
2,115
286,100
50
694
30,800
4 20% 10 0.061953
5,579
1,928,400
20
4,619
1,321,600
30
3,271
663,000
40
1,915
227,100
50
628
24,400
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-7
Tabel 4 Hasil pengujian frekuensi pribadi dan kekakuan untuk
komposit serbuk jati - matriks epoksi
NO
PERSEN POSISI
EKSITER
(cm)
m (kg)
Uji Spektum Getar
FILLER n (rad/s) k (kg/m)
1 5%
10
0.064973
6,039.27 2369756
20 4,689.07 1428591
30 3,433.07 765772
40 2,198.00 313899
50 732.67 34878
2 10%
10
0.062007
5,882.27 2,145,496
20 5,453.13 1,843,871
30 3,496.91 758,243
40 1,904.93 225,008
50 737.90 33,762
3 15%
10
0.06427
5,793.30 2,157,051
20 4,882.70 1,532,246
30 3,611.00 838,037
40 2,156.13 298,786
50 669.87 28,839
4 20%
10
0.07028
4,542.53 1,450,200
20 3,569.13 895,277
30 2,700.40 512,493
40 1,439.17 145,564
50 533.80 20,026
Tabel 5 Hasil pengujian frekuensi pribadi dan kekakuan
untuk komposit serbuk bayam - matriks epoksi
NO
PERSEN POSISI
EKSITER
(cm)
m (kg)
Uji Spektum Getar
FILLER n (rad/s) k (kg/m)
1 5%
10
0.060283
6,228.71 2,338,805
20 5,235.43 1,652,348
30 3.977.33 953,633
40 2,271.27 310,981
50 732.67 32,360
2 10%
10
0.066767
5,929.37 2,347,342
20 4,982.13 1,657,259
30 3,595.30 863,038
40 2,260.80 341,259
50 628.00 26,332
3 15%
10
0.063955
5,871.80 2,205,043
20 5,348.47 1,829,503
30 3,522.03 793,344
40 2,208.47 311,929
50 648.93 26,932
4 20%
10
0.061953
5,484.53 1,863,563
20 4,532.07 1,272,498
30 3,181.87 627,233
40 1,831.67 207,854
50 659.40 26,938
Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai frekuensi pribadi (ωn)
maksimum pada persentase serbuk 10% untuk kayu jati
dengan nilai 6038 rad/s pada posisi exciter 10 cm, dan
mengalami penurunan yang cukup signifian pada persentase
20% . Minimum pada persentase serbuk 20% dengan nilai 497
rad/s pada jarak exciter 50 cm .
Gambar 7 Hubungan Frekuensi Pribadi Serbuk Jati VS Posisi
Eksiter
Gambar 8 Hubungan Frekuensi Pribadi Serbuk Bayam VS
Posisi Eksiter
Gambar 8 menunjukkan untuk serbuk kayu bayam
nilai frekuensi pribadi maksimum pada persentase serbuk 15%
dan jarak exciter 10 cm dengan nilai 6164 rad/s dan minimum
pada persentase 20% dengan nilai 628 rad/s pada jarak exciter
50 cm. Nilai frekuensi pribadi (ωn) komposit serbuk jati dan
bayam dipengaruhi oleh modulus elastisitas bahan yang mana
modulus elastisitas ditentukan oleh persentase filler dalam
komposit.
Gambar 9. Hubungan Kekakuan Serbuk Jati VS Posisi
Eksiter
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-8
Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai kekakuan (k) maksimum
pada persentase serbuk jati 10% kemudian menurun pada
persentase 15% dan minimum pada persentase serbuk jati
20% baik untuk analisis secara eksperimental maupun analisis
secara numerik. Peningkatan nilai kekakuan komposit (k)
komposit serbuk jati ini menunjukkan bahwa semakin besar
nilai frekuensi pribadi (ωn) akan meningkatkan pula nilai
kekakuan komposit (k).
Gambar 10. Hubungan Kekakuan Serbuk Bayam VS Posisi
Eksiter
Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai kekakuan komposit
serbuk bayam (k) akan menurun seiiring dengan peletakan
posisi penggetar mulai 10 cm, 20 cm, 30 cm, 40 cm dan 50 cm
dari jepitan untuk masing-masing persentase serbuk 5%, 10%,
15% dan 20%. Pada persentase serbuk 10%, untuk analisis
secara numerik nilai kekakuan komposit maksimum adalah
2260300 kg/m (posisi penggetar 10 cm), sedangkan nilai
kekakuan komposit minimum adalah 17400 kg/m (posisi
penggetar 50 cm).
V. KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan frekuensi pribadi dan
kekakuan secara numerik serta pengujian secara
eksperimental, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Nilai Modulus Elastisitas komposit serbuk maksimum
pada komposit serbuk bayam 15% dengan nilai Emax =
1292.78 N/mm2
dan minimum pada komposit serbuk jati
20% dengan nilai Emin = 730 N/mm2.
2. Nilai frekuensi pribadi dan kekakuan komposit
dipengaruhi oleh persentase filler serbuk. Untuk
komposit serbuk jati nilai maksimum pada persentase
serbuk jati 10% dengan nilai nmax = 6038 rad/s, kmax =
2260300 kg/m dan minimum pada pesentase serbuk 20%
dengan nilai nmin = 497rad/s, kmin = 17400 kg/m. Untuk
komposit serbuk kayu bayam nilai maksimum pada
pesentase 5% dengan nilai nmax = 6294 rad/s dan pada
15% untuk kekakuan dengan, kmax = 2429700 kg/m dan
minimum pada pesentase serbuk 20% dengan nilai nmin =
628 rad/s, kmin = 24400 kg/m
3. Nilai frekuensi pribadi dan kekakuan komposit
mengalami penurunan dengan bertambah jauhnya posisi
eksiter dari tumpuan jepitan, maksimum pada komposit
serbuk kayu bayam 5% dengan nilai nmax = 6294 rad/s
dengan jarak eksiter 10 cm. Dan kekakuan maksimum
pada 15% serbuk bayam dengan nilai kmax = 2429700
kg/m pada jarak eksiter 10 cm, dan minimum pada
komposit serbuk jati 20% dengan posisi eksiter 50 cm
dengan nilai nmin = 497 rad/s, kmin = 17400 kg/m.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Vlack, Van.,1990, ―Ilmu Dan Tekhnologi Bahan‖.
PT.Erlangga , Jakarta.
[2] Vlack, Van.,2004,. ―Elemen-elemen Ilmu Dan Rekayasa
Material‖.PT. Erlangga, Jakarta.
[3] Saragih, Risdewati.,2009, ― Uji Laboratoris Daya Tahan
Komposit Serbuk Kayu Plastik Polietilena Berkerapatan
Tinggi Setelah Pelunturan Terhadap Serangan Rayap
Tanah‖ Institut Pertanian Bogor.
[4] Yavu, Isei Ledua., 2008, ―Fracture toughness of phenolic
resins composite by using saw dust as filler of percentage
by weight‖. Dissertation, University of Southern
Queenland.
[5] Slamet., 2013, ― Komposit Partikel Kayu Gergaji (sawdust)
dengan Resin Urea Formaldehid sebagai bahan baku utama
box speaker ‖ Universitas Muria Kudus
[6] Endrianto, Nanang., 2012, ―Analisis Numerik dan
Eksperimental Getaran Balok Komposit yang diperkuat
Serat Ijuk‖. Tesis tidak dipublikasikan, Makassar.
[7] Mustafa. 2010, ‖Analisis Numerik dan Eksperimental
Getaran Balok Komposit yang diperkuat Serat Kaca‖.
Tesis tidak dipublikasikan, Makassar
[8] Tungga., 2011, ―Dasar-dasar Getaran Mekanis‖. Andi Offset
, Yogyakarta.
[9] Kelly, S Graham.,1996, ― Fundamentals of Mechanical
Vibrations‖ edition.McGraw-Hill, Inc, United states of
America.
[10] Kosasih, Prabuono Buyung.,2012. ―Teori dan Aplikasi
Metode Elemen Hingga‖. Andi Offset , Yogyakarta.
[11] Widiarsono,Teguh., 2005, ― Tutorial Praktis Belajar Matlab‖.
Jakarta.
[12] Chandrakant, S Desai.,1988, ―Dasar-dasar Metode Elemen
Hingga‖. Erlangga , Jakarta.
[13] Edward, H Smith., 2000, ―Mechanical Engeneers Reference
Book‖. The Bath Press Beth, Great Britain.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-9
Analisa Eksperimen Daerah Penyekatan Pada ProsesKarburasi Setempat Terhadap Nilai Kekerasan Baja
Karbon
Andri YonoJurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik
Universitas MusamusMerauke, Indonesia
Johanes LeonardJurusan Mesin , Fakultas Teknik
Universitas HasanuddinMakassar, Indonesia
Abstract— This study aims to determine the hardness and thedistance that can still be the local carburizing process when most ofthe material covered with clay (clay). In this process does not fullycarburizing material, but only partially and the other material inthe pack with fireproof clay. Some of the material in its use shouldnot be hardened completely, but only partially. This solidcarburizing process itself uses activated carbon from coconut shellsthat have been refined at 0.2 mm and the barium carbonate isadded energizer (CaCO3) in the ratio between coconut shell powderwith barium carbonate by 85%: 15%. To stand in theimplementation of carburizing time is 1 hour, 2 hours and 3 hours.Raw material used in this study is the low carbon steel (0.14% C)and medium carbon steel (0.47% C). The research was conductedat the Laboratory Metallurgi Hasanuddin University Faculty ofMechanical Engineering, Laboratory of PT. Sucofindo Indonesia,Jakarta and Universitas Kristen Indonesia Paulus MetallurgiLaboratory Makassar. Testing methods used were experimentaltesting. Data is collected by taking a direct test data on the testequipment. Data were analyzed theoretically based on experimentaltest data in the field. The results obtained violence Highest Valuefor a low carbon steel in a row to hold the 1, 2 and 3 hours is 12.3HRC, 20.5 HRC and 35.4 HRC. As for the medium carbon steelwas HRC 14.3, 19.1 HRC and 28.4 HRC. To the distance that canstill happen carburizing of insulation limit is 0.5. mm, 1 mm, and2.5mm on the low carbon steel. For medium-carbon steel 0 mm, 0.5mm and 1.0 mm.
Key words— solid carburizing, carburizing local, carbon steel,coconut shell charcoal
I. PENDAHULUAN
Proses perlakuan panas pada suatu logam dilakuan untukmendapatkan sifat – sifat baru dari logam itu sendiri. Sifat –sifat baru ini tentunya akan digunakan untuk kepentingan yangbaru pula. Terkait dengan sifat dari suatu logam, hal – hal yangperlu diperhatikan adalah bahwa sifat yang baru ini harus lebihbaik dari yang sebelumnya.
Proses karburasi pada suatu logam adalah salah satu prosesuntuk meningkatkan nilai kekerasan logam padapermukaannya. Proses ini bertujuan melapisi permukaan suatulogam dengan karbon sehingga diperoleh sifat yang keras. Kitatahu bahwa carbon mempunyai nilai kekerasan yang sangattinggi, dan dengan masuknya unsur karbon pada permukaanlogam tersebut, maka nilai kekerasan pada permukaan dari
logam tersebut akan meningkat. Proses karburasi dilakukandengan cara memanaskan logam yang sudah dibungkus dengankonsentrat carbon pada temperatur ±9120C didalam ruang yangtertutup rapat tanpa terjadi oksidasi dengan udara luar [1].Pemanasannya sendiri dilakukan menggunakan beberapa caraantara lain dengan oven listrik, tanur pemanas dan beberapadapur pemanas konvensional lainnya.
Beberapa logam dalam penggunaannya, tidak seluruhnyaharus dikeraskan permukaannya. Hanya beberapa bagian sajadari logam itu yang harus ditingkatkan kekerasannya, sepertipada poros baling-baling kapal konvensional. bagian yangperlu dikeraskan yaitu pada dudukan baling-baling, dudukanbantalan dan dudukan flens antara gearbok dengan porosnya.Poros pada dinamo motor listrik, pada dudukan bantalan dikedua ujungnya harus ditingkatkan nilai kekerasannya untukmenghindari keausan. Dan masih banyak lagi aplikasi sepertiini yang biasa diterapkan dalam industri – industri permesinan.Sifat tahan aus dan tahan pembebanan dari suatu logam dapatdiperoleh dengan jalan mempertinggi nilai kekerasan padapermukaan yang menjadi kontak langsung terjadinya suatupembebanan itu [2]. Oleh karena itu perlu dipikirkanbagaimana kita bisa mendapatkan nilai kekerasan pada tempatyang menjadi kontak langsung pembebanan tanpamelakukannya pada daerah yang lainnya. Untuk itulahpengerasan permukaan setempat ini sering diperlakukan padalogam-logam yang dalam penggunaannya seperti yang tersebutdiatas.
Material yang digunakan untuk penelitian ini menggunakanbaja karbon rendah (< 0.3 %C) dan baja karbon menengah (0.3– 0.6 %C) [3]. Sedangkan bahan penyekat dalam proseskarburising setempat ini menggunakan bahan tanah liat tahanapi yang mempunyai koefisien perpindahan panas dankonduktifitas termal yang kurang baik dan mempunyai titiklebur yang tinggi sebesar 1700 0C [4]. Namun demikiankarena susutnya yang sangat besar, maka perlakuan yang lainharus diberikan seperti pemberian tekanan dan pre-heatingsebelum dilakukan proses karburasing[4]
II. LANDASAN TEORI
A. Baja
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-10
Baja merupakan bahan industri yang paling banyakdipergunakan pemanfaatannya karena beberapa faktor utamadiantaranya karena sifat-sifatnya yang bervariasi. Bajadiklasifikasikan berdasarkan pemakaian yang luas,mikrostrukturnya yang kompleks, kadar karbon dan komposisikimia serta dalam bentuknya. [3]
B. Struktur Mikro BajaBaja merupakan logam campuran antara besi dan karbon Fe
+ C dan beberapa unsur-unsur ikutan yang hampir tidakmungkin dapat dihilangkan 100%. Unsur – unsur itu antaralain; Sulfur, Silikon, Mangaan dan Phospor. Hal penting untukmengetahui struktur mikro baja adalah dengan memperhatikandiagram kesetimbangan Fe – C dibawah ini;
Gambar 1. Diagram Fasa Fe – Fe3C
Pada diagram fasa diatas terdapat titik – titik penting untukdiperhatikan antara lain;A : Titik cair besiB : Titik pada cairan yang berhubungan dengan reaksiperitektik.H : Larutan padat , berhubungan dengan reaksiperitektik. Pelarutan karbon maksimum 0,10%.J : Titik peritektik. Selama pendinginan austenite padakomposisi J, fasa terbentuk dari larutan padat padakomposisi H dan cairan pada komposisi B.N : Titik transformasi dari besi besi , titiktransformasi A4 dari besi murni.E : Titik yang menyatakan fasa , ada hubungan denganreaksi eutektik. Kelarutan maksimum dari karbon 2,14%. Besikarbon pada komposisi ini disebut baja.G : Titik transformasi dari besi besi α. Titiktransformasi A3.
P : Titik yang menyatakan ferit, fasa α, ada hubungandengan reaksi eutectoid. Kelarutan maksimal dari karbon kira– kira 0,02%.S : Titik eutectoid. Selama pendinginan, ferit padakomposisi P dan sementit pada komposisi K (sama dengan F)terbentuk simultan dari austenite pada komposisi S. Reaksieutectoid ini dinamakan transformasi A1, dan fasa eutectoid inidinamakan perlit.ES : Garis yang menyatakan antara temperatur dankomposisi, dimana mulai terbentuk sementit dari austenite,dinamakan garis Acm.
Ferrite adalah fasa larutan padat yang memiliki strukturBCC (body centered cubic). Secara umum fasa ini bersifatlunak ulet dan magnetic hingga temperatur tertentu. Kelarutankarbon di dalam fasa ini relatif lebih kecil dibandingkandengan kelarutan karbon di dalam fasa larutan padat lain didalam baja, yaitu fasa Austenite. Pada temperatur ruang,kelarutan karbon di dalam -ferrite hanyalah sekitar 0,05%.
Fasa Austenite memiliki struktur atom FCC (Face CenteredCubic). Dalam keadaan setimbang fasa Austenite ditemukanpada temperatur tinggi. Fasa ini bersifat non magnetik dan ulet(ductile) pada temperatur tinggi. Secara geometri, dapat puladihitung perbandingan besarnya ruang intertisi di dalam fasaAustenite (FCC) dan fasa Ferrite (BCC).
Cementite atau carbide dalam sistem paduan berbasis besiadalah stoichiometric inter-metallic compund Fe3C yang keras(hard) dan getas (brittle). Cementite dapat berada di dalamsistem besi baja dalam berbagai bentuk seperti: bentuk bola(sphere), bentuk lembaran, atau partikel-partikel carbide kecil.
Pearlite memilki struktur kristal BCC. Kelarutanmaksimum atom C di dalam Fe adalah 0.09% pada suhu1495°C. Perlite merupakan campuran : (88% Ferit + 12%karbida besi, sementit). Karbida berada dalam bentuk laminaatau plat dalam matriks ferit. Karbida memberikan sifat kuatdan keras, sedangkan ferit memberikan sifat keuletan [5].
Beberapa unsur yang tidak dapat dihilangkan seluruhnyadalam pembuatan baja adalah:
- Silicon (Si), merupakan salah satu pokok deoxidizeryang digunakan dalam pembuatan baja. Kandungansilicon menentukan jenis baja yang dihasilkan.Umumnya kurang dari 0,10%.
- Mangaan (Mn), tidak membahayakan danmengimbangi sifat jelek dari sulfur. Ditambahkanpada baja yang akan memperbaiki hot working danmeningkatkan kekuatan, kekerasan dan ketangguhan.Baja karbon mengandung mangan lebih 1 %. Mangan(Mn) terdapat hampir pada semua baja dalam jumlahdari 0.30% atau lebih.
- Phosfor (P), kadar Maksimum 0,05%. Dapatmeningkatkan kekuatan dan ketahanan korosi. Fosformeningkatkan kekuatan baja. Apabila kandungan Pmeningkat, maka elastisitas dan ketahanan terhadapbenturan pada baja menurun, dan menaikkancoldshortness.
- Sulfur (S), Sulfur adalah suatu zat yang biasanyaterdapat pada baja tetapi keberadaanya tidak begitudiinginkan karena membentuk besi sulfida yangmempunyai titik leleh rendah dan bersifat rapuh.Kandungannya dijaga serendah mungkin yaitu dibawah 0,05%.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-11
C. Difusi AtomDifusi adalah peristiwa berpindahnya suatu zat dari bagian
yang berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasirendah. Dalam hal ini adalah proses penambahan karbon aktifke dalam permukaan baja karbon rendah [1]. Bila suhu padasuatu material naik, maka atom-atomnya akan bergetar denganenergi yang lebih besar dan sejumlah kecil atom akanberpindah dalam kisi.
Gambar 2. Mekanisme terjadinya Difusi
D. Difusifitas AtomEnergi yang diperlukan atom untuk berpindah tempat
disebut energi aktivasi yang dinyatakan dalam Q (kalor/mol),sebagai E (J/atom) atau sebagai eV/atom.
Gambar 3. Pergerakan Atom secara Interstisi
Fluks atom, J (atom/m2sec) sebanding dengan gradientkonsentrasi (C1 - C2)/(X1 – X2) atau sering dinyatakan;
(Pers.1)
dimana D disebut difusifitas atau koefisien difusi.Persamaan diatas sering disebut sebagai hukum FickPertama.
Nilai dari D untuk beberapa material dilihat pada tabelberikut;
Tabel 1 Difusifitas Atom (D)
NoAtomyangLarut
Pelarut (strukturInduk)
Difusifitas,( m2 /detik )
5000 C 10000 C1 karbon Besi kps (5 x10-15) 3 x 10-11
2 Karbon Besi kpr 10-12 (2 x10-9)3 Besi Besi kps (2 x10-23) 2 x10-16
4 Besi Besi kpr 10-20 (3 x10-14)5 Nikel Besi kps 10-23 2 x10-16
6 Mangan Besi kps (3 x10-24) 10-16
7 Seng Tembaga 4 x10-18 5 x10-13
8 Tembaga Alumunium 4 x10-14 10-10M∓9 Tembaga Tembaga 10-18 2 x10-13
10 Perak Perak (Kristal) 10-17 10-12M11 Perak Perak (batas butir) 10-11 -
12 karbon Titanium htp 3 x 10-16 (2 x10-11)
Dalam hukum Fick Kedua dinyatakan;
(Pers. 2)
Dimana laju perubahan konsentrasi berubah dengan waktu.
Nilai – nilai dan ditentukan secara eksperimen untuk
menentukan nilai D pada tabel diatas.
E. Kedalaman DifusiTeknik karburasi pada baja termasuk penerapan proses
difusi. Selain Difusifitas perlu pula diperhatikan waktulamanya proses karburasi dan konsentrasi awal dari spesimen.
Persamaan dibawah ini memberikan solusi untukmenghitung kedalaman difusi karbon.
(Pers.3)
C adalah Konsentrasi karbon (%) pada jarak x (mm)dari permukaan specimen. Co merupakan Konsentrasi Karbonpada material induk (%). Sedangkan C1 KonsentrasiKarbon pada permukaan spesimen (%). erf ( = erf (y)
merupakan fungsi dari variabel y (fungsi Kesalahan Gauss).
y = x/2Dt (Pers.4)Nilai untuk erf (y) diberikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.Nilai Fungsi Kesalahan Gauss (erf (y))
y erf (y) y erf (y)0 0.000 0.8 0.742
0.1 0.112 0.9 0.7970.2 0.223 1.0 0.8430.3 0.329 1.2 0.9110.4 0.428 1.4 0.9520.5 0.521 1.5 0.9660.6 0.604 2.0 0.9950.7 0.678 2.4 0.999
F. Perlakuan Panas Pada BajaProses perlakuan panas yaitu proses mengubah sifat logam
dengan cara mengubah struktur mikro melalui prosespemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan denganatau tanpa merubah komposisi logam yang bersangkutan.Adanya sifat polymorphism dari besi menyebabkan timbulnyavariasi struktur mikro. Polymorphism itu sendiri adalahmerupakan transformasi dari satu bentuk susunan atom (selsatuan) kebentuk susunan atom yang lain. Pada temperaturdibawah 9000 C sel satuan Body Cubic Center (BCC),temperatur antara 9000 C dan 13920 C sel satuan Face CubicCenter ( FCC ) sedangkan temperature diatas 13920 C selsatuan kembali menjadi BCC bentuk sel satuan di tunjukkanpada gambar dibawah ini :
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-12
Gambar 4. Struktur Atom BCC dan FCC
Perubahan bentuk atom (sel satuan) akibat pemanasan ditunjukkan pada gambar dibawah ini;
Gambar 5. Perubahan bentuk struktur atom akibat pemanasan pada besiProses perlakuan panas ada dua kategori yaitu :-Softening (Pelunakan) : Anealing, Tempering, Austempering-Hardening (pengerasan), diantaranya:1. Pengerasan Permukaan
Pengerasan permukaan adalah proses laku panas untukmendapatkan kekerasan pada bagian permukaannya sajasedang bagian dalam tetap berada pada sifat semula yaitukeuletan maupun ketangguhan yang tetap tinggi.2. Karburisasi (Carburizing)
Karburising adalah proses menambahkan karbon kepermukaan benda, dilakukan dengan memanaskan benda kerjadalam lingkungan yang mengandung karbon aktif, sehinggakarbon berdifusi masuk ke permukaan baja.Berdasarkan bentuk fisik media karburasi dikenal dengan tigacara karburasi.- Karburising Padat (Pack Carburizing),adalah proseskarburisasi pada permukaan benda kerja dengan menggunakankarbon yang didapat dari bubuk arang. Bahan karburisasi inibiasanya adalah arang tempurung kelapa, arang kokas, arangkayu, arang kulit atau arang tulang. Benda kerja yang akandikarburising dimasukkan ke dalam kotak karburisasi yangsebelumnya sudah diisi media karburisasi. Selanjutnya bendakerja ditimbuni dengan bahan karburisasi dan benda kerja laindiletakkan diatasnya demikian seterusnya. Bahan karbonatditambahkan pada arang untuk mempercepat proseskarburisasi. Bahan tersebut adalah barium karbonat (BaCO3)dan soda abu (NaCO3) yang ditambahkan bersama-samadalam 10 – 40 % dari berat arang. Reaksi yang terjadi adalah ;
CO2 + C (arang) -------------> 2CODengan temperatur yang semakin tinggi kesetimbangan reaksimakin cenderung ke kanan makin banyak CO.
2CO -------------> CO2 + C (larut ke dalam baja)
Dimana C yang terbentuk ini merupakan atom karbon (carbonnascent) yang aktif berdifusi masuk ke dalam fase austenitdari baja ketika baja dipanaskan. Besarnya kadar karbon yangterlarut pada baja dalam larutan pada gamma fase austenitselama karburisasi maksimal 2.1 % (Diagram Fasa Fe – C).- Karburising Cair (Liquid Carburizing)Karburising proses cair adalah proses pengerasan baja dengancara mencelupkan baja yang telah ditempatkan pada keranjangkawat ke dalam campuran garam cianida, kalsium cianida(KCN), atau natrium cianida (NaCN). Dengan pemanasanakan terjadi reaksi-reaksi:
2NaCN + O2 -------------> 2 NaCNO4NaCNO -------------> 2NaCN + Na2CO3 + CO + 2N3Fe + 2CO -------------> Fe3C + CO2
Pada proses karburisasi ini selain terserapnya karbon, nitrogenjuga ikut terserap. Karburisasi cair hampir sama dengancyaniding, bedanya terletak pada tingkat perbandinganbanyaknya karbon dan nitrogen yang terserap.- Karburising Media Gas (Gas Carburizing)Proses pengerasan ini dilakukan dengan cara memanaskanbaja dalam dapur dengan atmosfer yang banyak mengandunggas CO dan gas hidro karbon yang mudah berdifusi padatemperatur karburisasi 9000C – 9500C selama 3 jam.3. Nitriding
Proses nitriding adalah proses thermokimia ferritik dimanaatom nitrogen berdifusi pada fase ferit dalam dapur denganTemperatur 500–590 0C dan atmosfirnya mengandung Nat,dan akan bereakai dengan unsur yang ada dalam bajamembentuk nitride, dan tidak ada tranformasi lagi yangterjadi. Nitrida yang terbentuk sangat keras dan stabil.4. Pengerasan Cara Induksi
Proses pemanasan induksi, adalah proses perlakuan panasseperti halnya pemanasan dengan nyala api, hanya saja sumberpanas diperoleh dari arus induksi yang terjadi karena adanyamedan magnet yang berubah-ubah dengan sangat cepat . Bilaarusnya bolak balik maka besar dan arah medan magnitnyapunakan selalu berubah dan perubahan medan magnit yang besarini akan menimbulkan arus listrik.5. Pengerasan Nyala Api
Flame hardening adalah metode pengerasan permukaanyang paling sederhana, yaitu dengan menyemburkan panasdari busur las yang mengandung gas asetelin kemudiandilakukan kuens. Baja yang dapat diflame hardening samadengan baja untuk proses induksi.
G. Pengujian KekerasanPengujian Kekerasan adalah satu dari sekian banyak
pengujian yang dipakai, karena dapat dilaksanakan pada bendauji yang kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasi.Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik(Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan jugadidefinisikan sebagai kemampuan suatu material untukmenahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).Beberapa cara untuk menentukan kekerasan antara lain:
a. Cara goresan.b. Cara Dinamik, yaitu dengan menjatuhkan bolabaja
pada permukaan logam, dimana tinggi pantulandipakai sebagai penentu kekerasan.
c. Cara Penekanan, dilakukan dengan cara menekansuatu bahan seperti kerucut intan pada benda uji.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-13
Bekas penekanan ini yang akan diukur kedalamannyasebagai penentu kekerasannya.
Cara ini terbagi menjadi 3 bagian, yaitu;1) Cara BrinellPenentuan kekerasan dengan cara menekankan bola baja kepermukaan benda uji dengan gaya tertentu. Pengujiankekerasan Brinell merupakan pengujian standard secaraindustri, tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yangberukuran besar dan beban besar, maka bahan lunak atau kerassekali tidak dapat diukur kekerasannya.2) Cara VickersPada cara ini digunakan sebuah intan berbentuk limas segiempat dengan sudut puncak 360 ditekan pada bahan dngangaya tertentu. Seperti pada Brinell, kekerasan Vickers dihitungdari perbandingan gaya dan luas dari bekas tekan limas.3) Cara RockwellCara ini berbeda dengan dua cara yang terdahulu, prinsippengukurannya didasarkan pada kedalaman masuknyaindentor. Makin dangkal penekanan indentor, makin keraspula material yang diuji. Kerucut intan dan bola baja seringdipakai sebagai indentornya dengan diameter 1/16, 1/8, dan1/2 inchi.
III. ANALISIS MODEL DAN PEMBAHASAN
A. Tempat Penelitian1. Bengkel Teknologi Mekanik Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassarsebagai tempat pembuatan Kotak karburising danpembentukan specimen pengujian.
2. Laboratorium PT Sucofindo Jakarta sebagai tempatpengujian Uji Komposisi Kimia Spesimen.
3. Laboratorium Metallurgi Jurusan Teknik Mesin UKIPMakassar.
B. Bahan dan Peralatan Yang Digunakan- Bahan1. Baja pelat 3 mm, untuk membuat kotak karburasi.2. Tanah liat, sebagai penyekat pada sebagian specimen
yang tidak dikarburasi.3. Bubuk arang tempurung kelapa dengan diameter 0.25
mm, sebagai penghasil karbon aktif dan ditambahkanBaCaO (Barium Karbonat).
4. Kalsium karbonat, sebagai penguat tanah liat agartidak terjadi keretakan pada saat proses karburasi.
5. Ampelas, digunakan untuk menghaluskan danmenghilangkan kotoran-kotoran pada specimenselama proses dilakukan. Ampelas yang digunakanno. 100, 250, 600, 800 sampai no 1000.
6. Asam Nital, sebagai larutan yang digunakan untukmembersihkan hasil pengetsaan agar strukturmikronya dapat dilihat pada mikroskop.
- Peralatan yang digunakan1. Oven Listrik, untuk memanaskan specimen pada
proses karburasi. Temperatur Pemanasan yangdigunakan adalah 9000 C.
2. Mesin las,untuk membuat kotak karburasi.3. Jangka sorong, untuk mengukur ketinggian specimen
yang terkarburasi dan mengukur besarnya retakanpada penyekat setelah proses karburasi.
4. Mesin Uji Kekerasan Rockwell, untuk mengukurkekerasan spesimen sebelum dan sesudah proseskarburasi.
5. Mesin poles, untuk menghaluskan specimen sebelumpengujian strukturmikro.
6. Mikroskop, untuk melihat dan mendokumentasikanstruktur mikro specimen.
C. Hasil Pengujian dan Pembahasan1. Nilai Kekerasan Raw Material- Baja Karbon Rendah 4.4 skala HRC.- Baja Karbon Menengah 13.7 skala HRC.
2. Analisa Komposisi Kimia Raw Material
No Unsur Komposisi (% Berat)Baja Karbon
RendahBaja KarbonMenengah
1 Fe 98.559 98.5092 C 0.140 0.4703 Si 0.001 0.0894 Mn 0.633 0.5115 P 0.015 0.0286 S 0.100 0.0907 Ni 0.11 0.0598 Cr 0.071 0.1129 Mo 0.009 0.007
3. Nilai Kekerasan
Gambar 6. Grafik Hubungan Nilai Kekerasan VS Jarak dari Penyekat(Waktu Tahan 1 Jam)
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-14
Gambar 7. Grafik Hubungan Nilai Kekerasan VS Jarak dari Penyekat(Waktu Tahan 2 Jam)
Gambar 8. Grafik Hubungan Nilai Kekerasan VS Jarakdari Penyekat (Waktu Tahan 3 Jam)
D. Pengujian Struktur Mikro
1. Raw Material
Gambar 9. Struktur mikro Raw Material
2. Waktu tahan 1 Jam- Baja Karbon Rendah
Gambar 10. Difusi karbon waktu tahan 1 jam (0.14 %C)- Baja Karbon Menengah
Gambar 11. Difusi karbon pada waktu tahan 1 jam (0.47 % C)
3. Waktu Tahan 2 Jam
- Baja Karbon Rendah
Gambar 12. Difusi karbon pada waktu tahan 2 jam (0.14 %C)
- Baja Karbon Menengah
IV.Gambar 13. Difusi karbon pada waktu tahan 2 jam (0.47 %C)
4. Waktu Tahan 3 Jam- Baja Karbon rendah
(a) 0.14% C (b) 0.47% C
(a) 12 HRC (b) 4.7 HRC
(a) 14.2 HRC (b) 13.7 HRC
(a) 20.4 HRC (b) 4.9 HRC
(a) 19.1 HRCKarbon yang berdifusi
(b) 13.8 HRC
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-15
Gambar 14. Difusi karbon pada waktu tahan 3 jam (0.14 %C)
- Baja karbon menengah
Gambar 15. Difusi karbon pada waktu tahan 3 jam (0.47 %C)
E. Kedalaman DifusiDari diagram Fe-Fe3C diperoleh persentase karbon tertinggi
yang dapat dicapai oleh specimen pada suhu 9000 C sebesar1.2 %. Persentase karbon pada raw material = 0.14 % untukbaja karbon rendah, dan 0.47 % untuk baja karbon menengah.Dengan menggunakan persamaan 2.3,
dan dengan menggunakan tabel 2.2 (Konstanta DifusifitasAtom) pada temperatur 9000 C diperoleh D = 5.9 x 10-12 m2/satau 5.9 x 10-6 mm2/s, dan dengan Tabel 2.3 (Nilai FungsiKesalahan Gauss (erf)),dimana nilai untuk erf (x/2Dt) =erf (y), diperoleh kedalaman difusi dan persentase karbon padasetiap x (mm) dari permukaan baja karbon adalah sebagaiberikut;
Gambar 16. Grafik Hubungan Kedalaman Difusi Vs Persentase Karbon(Waktu Tahan 1 Jam)
Gambar 17. Grafik Hubungan Kedalaman Difusi Vs Persentase Karbon(Waktu Tahan 2 Jam)
Gambar 18. Grafik Hubungan Kedalaman Difusi Vs Persentase Karbon(Waktu Tahan 3 Jam)
F. Pembahasan
Untuk waktu tahan 1 jam, peningkatan kekerasan terjadipada baja karbon rendah sebesar 12.5 HRC. Pada bataspenyekatan masih terjadi difusi pada spesimen yaitu denganmeningkatnya kekerasan dititik 0 setelah batas penyekatansebesar 8.5 HRC dan mulai menurun kekerasannya dititik 0.5mm yaitu 4.7 HRC. Hal ini terjadi dikarenakan persentasecarbon setelah batas penyekatan lebih sedikit dibandingkanpada daerah yang terkarburasi sempurna. Untuk baja karbonmenengah, peningkatan kekerasan kurang tinggi, dikarenakankandungan karbon pada baja karbon menengah mengurangiruang interstisi dari karbon aktif untuk berdifusi padapermukaan spesimen. Nilai kekerasan tertinggi sebesar 14.4HRC dan 13.9 HRC pada batas penyekatannya.
Untuk waktu tahan 2 jam, pada specimen baja karbonrendah terdapat kenaikan nilai kekerasannya yaitu padakisaran 20.4 skala HRC dan mulai menurun nilainya didaerahpenyekatan. Pada batas penyekat nilai kekerasan masih tinggisekitar 17.8 HRC. Setelah jarak 1 mm setelah penyekat nilaikekerasannya sama dengan kekerasan sebelum diberikan
(a) 35.3 HRC (b)5.0 HRC
(a) 28.5 HRC (b) 13.8 HRC
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-16
perlakuan. Untuk baja karbon menengah, juga terjadipeningkatan nilai kekerasan sebesar 19.1 HRC, sampai padabatas penyekatan sejauh 0.5 mm nilai kekerasannya mulaimenurun sebesar 13.8 HRC. Beberapa hal yangmempengaruhi kenaikan nilai kekerasannya adalah adanyakecukupan energi untuk atom karbon berdifusi padapermukaan specimen.
Setelah waktu tahan 3 jam, diperoleh nilai kekerasantertinggi pada baja karbon rendah yaitu pada kisaran 35.3skala HRC. Hal ini dikarenakan dengan bertambahnya waktutahan, energi yang lebih besar dapat diperoleh sehingga atomkarbon dapat berdifusi lebih dalam pada permukaan material.Sedangkan difusi atom masih terjadi setelah jarak 2 mmsetelah batas penyekatan. Untuk baja karbon menengah terjadikenaikan nilai kekerasan sampai 28.5 HRC. Difusi masihterjadi sejauh 1 mm setelah batas penyekatan.
E. KESIMPULAN
Dari hasil pengujian dan pembahasan maka dapat ditarikkesimpulan sebagai berikut:- Untuk Baja Karbon Rendah
Nilai kekerasan untuk waktu tahan 1 jam sebesar 12.3skala HRC pada daerah yang terkarburasi dan nilaikekerasan 4.7 HRC pada titik 0.5 mm setelah bataspenyekatan. Untuk waktu tahan 2 jam sebesar 20.5 HRCdan 4.9 HRC pada titik 1 mm setelah batas penyekatan.Sedangkan untuk waktu tahan 3 jam diperoleh nilai
kekerasan tertinggi sebesar 35.4 HRC dan 5.0 HRC padatitik 2.5 mm setelah batas penyekatan, dimana titik inimerupakan titik terjauh pada penelitian ini dimana karbonmasih berdifusi.
- Untuk Baja Karbon MenengahNilai kekerasan untuk waktu tahan 1 jam sebesar 14.3HRC dan 13.9 HRC pada batas penyekatan. Untuk waktutahan 2 jam diperoleh nilai kekerasannya sebesar 20.5HRC dan 13.8 pada titik 0.5 mm setelah batas penyekatan.Sedangkan untuk waktu tahan 3 jam nilai kekerasannyamencapai 28.4 HRC dan 14.0 HRC pada titik 1 mm setelahbatas penyekatan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Lawrence H. Van Vlack . 2004. ”Elemen-elemen Ilmu danRekayasa Material”.6th Edition PT. Erlangga, Jakarta.
[2] R.E Smallman, R.J. Bishop . 1999. ”Metalurgi Fisik Moderndan Rekayasa Material”. PT. Erlangga, Jakarta.
[3] Lawrence H. Van Vlack . 1990. ”Ilmu dan TeknologiBahan”.4th Edition PT. Erlangga, Jakarta.
[4] B.J.M. Beumer. 1994. ”Ilmu Bahan Logam Jilid I, II, III”.Bhratara, Jakarta.
[5] Saito, Shinroki., Surdia Tata, 1999, ”Pengetahuan BahanTeknik”.. PT. Pradnya Paramita, Jakarta ipschitz-Hankel typeinvolving products of Bessel functions,” Phil. Trans. Roy. Soc.London, vol. A247, pp. 529–551, April 1955. (references)
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-17
Distribusi Kekerasan Baja Karbon Rendah Setelah
Pack Carburizing Pack Carburizing dengan Variasi Media Carburizing dan Media Pendingin
Dewa Ngakan Ketut Putra Negara
Jurusan Teknik Mesin-Fakultas Teknik
Universitas Udayana
Badung-Bali, Indonesia
Dewa Made Krishna Muku
Jurusan Teknik Mesin-Fakultas Teknik
Universitas Udayana
Badung-Bali, Indonesia
Abstract—Machinery components such as shaft, gear, and
crankshaft require the high hardness on the surface but remain
ductile in the core. These properties are generally obtained with a
surface hardening treatments, one of which is a pack carburizing
method. There are several parameters affecting the process. This
research investigated the effek of different carburizing and colling
mediums upon the distribution and effective case depth of low
carbon steel after pack carburizing. Two compositions of
carburizing mediums were applied, there were 20% BaCO3+80%
goat bone charcoal and 20% BaCO3+80% bamboo charcoal. The
process was carried out at a temperature of 9500C, holding time for
4 hours and cooled in the water, oil and air. Hardness was
measured by the Vikers method. The results showed that the closer
to the core the lower hardness was obtained. Composition of 20%
BaCO3+80% of goat bone charcoal and cooled in the water
produced the highest hardness (VHN 789.273) at 0.2 mm from the
surface and effective case depth of 0.525 mm. The highest of
effective case depth (0.772 mm) was gained by use of 20%
BaCO3+80% bamboo charcoal and the same cooling medium.
Index Term: Pack carburizing, surface hardening, vikers,
effective case depth
I. INTRODUCTION
Pada komponen-komponen mesin yang meluncur atau
bergesekan seperti poros, gear, crankshaft sering dijumpai
permasalahan berupa laju keausan yang tinggi dan umur
pendek. Hal ini disebabkan karena kurang kerasnya
permukaan komponen tersebut. Kegagalan yang sering
dijumpai karena kekerasan permukaan komponen yang rendah
adalah keausan, deformasi, sobek dan pecah [1]. Kegagalan
yang terjadi dimulai dari permukaan atau bidang kontak [2].
Namun di sisi lain, kekerasan yang terlalu tinggi berimpilkasi
bahan tersebut rapuh dan mudah retak. Untuk mengatasi hal
tersebut diperlukan kombinasi sifat keras pada permukaan
sedangkan tetap ductile pada bagian inti. Solusinya adalah
pemberian pengerasan permukaan yang salah satunya adalah
proses pack carburizing. Setelah proses pack carburizing
diharapkan baja memiliki kekerasan yang tinggi, ketahanan
aus yang cukup dan ketangguhan terhadap beban kejut yang
memadai yang pada akhirnya akan memberikan life time yang
lebih lama [3]
Pack carburizing merupakan proses pengerasan permukaan
baja dengan mengubah komposisi kimia permukaan baja
untuk memperkaya unsur karbon pada permukaan baja [1].
Proses ini dipengaruhi beberapa parameter yaitu, temperatur
pemanasan, socked time (holding time), media pendingin dan
media karburasi yang digunakan [4]. Pack carburizing
menggunakan material carburizing padat sebagai sumber
carbon. Pack carburizing komersial menggunakan energizer
dalam pengerasan permukaan baja. Berbagai jenis energizer
digunakan bersama dengan media karburasi untuk
meningkatkan potensi karbon dari media carburasi [5].
Energizer yang umum digunakan adalah dengan Na2CO3,
CaCO3 atau BaCO3 dengan komposisi 0-40 % [6]. Beberapa
peneliti telah menggunakan sumber carbon dari beberapa jenis
material. Campuran 60% Arang kayu - 40% arang tulang sapi
merupakan sumber carbon yang memberikan hasil yang baik
pada pack carburising [5]. Material cangkang telor, sekam
padi, limbah plastik + polyethylene, bunga aracaceae juga
merupakan sumber karbon sebagai media karburasi [8]. Pada
penelitian ini digunakan dua jenis media karburasi dengan
sumber karbon dari tulang kambing dan pohon bambu.
Pack Carburizing
Pada gambar 1 ditunjukkan ilustrasi proses pack
carburizing.
Gambar 1. Pack carburizing
Baja yang akan dikeraskan dimasukkan kedalam suatu
kotak baja yang berisi campuran sumber karbon dan energizer.
Untuk menghindari adanya udara masuk ke dalam wadah,
antara wadah dan penutup diisi seal berupa tanah liat [7].
Wadah kemudian dimasukkan ke dalam dapur pemanas dan
dipanaskan sampai temperatur austenite (850 – 9500C),
ditahan pada suhu tersebut untuk beberapa lama kemudian
didinginkan dengan media tertentu. Penambahan energizer,
misalnya BaCO3, pada media arang aktif berfungsi
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-18
mempercepat proses carburizing. Pada temperatur tinggi
barium carbonate terurai menjadi BaO dan CO2. Karbon
dioksida hasil penguraian tersebut bereaksi dengan karbon
dalam arang membentuk carbon monoxide (CO). Carbon
monoxide yang menempel pada permukaan baja akan bereaksi
dengan Fe dan selanjutnya terjadi proses difusi atom karbon
ke dalam besi (Fe). Gas CO2 sisa hasil reaksi difusi akan
segera bereaksi kembali dengan C dari arang dan kembali
membentuk CO. Proses reaksi ini berlagsung terus menerus.
Reaksi selengkapnya ditunjukkan pada persamaan (1), (2) dan
(3).
BaCO3BaO+CO2 (1)
CO2 + C 2 CO (2)
2CO+Fe-Fe(C)+CO2 (3)
II. METODE
Material
Material yang digunakan adalah baja karbon rendah
dengan komposisi: C (0,17-0,19%), P (0,23-0,29%), Ca (0,29-
0,309%), Sc (0,1-0,11%), Cr (0,22-0,23%), Mn (0,62-0,63%),
Fe (95,71-96,21%), Ni (1,19-1,21%), Cu (0,28-0,32%), Zn
(0,02-0,04%), Br (0,44-0,5%), Rb (0,49-0,5%), La (0,07-
0,09%) dan Re (0,14-0,26%). Spesimen uji ditunjukkan seperti
gambar 2. Jumlah sepesimen uji dibuat sebanyak 18 buah,
masing-masing tiga spesimen untuk kombinasi dua media
karburasi dan tiga media pendingin dan 3 spesimen tanpa
perlakuan. Sebagai sumber karbon digunakan arang tulang
kambing dan arang bambu lempung dengan kandungan karbon
sebesar 18,95% untuk arang tulang kambing dan 66,4 % untuk
arang bambu. Dua jenis media karburasi yang digunakan
adalah campuran arang tulang kambing, arang bambu dan
energizer BaCO3 dengan komposisi seperti ditunjukkan pada
tabel 1.
Tabel 1. Komposisi media carburizing
Media karburizing
Kode Komposisi
ATK
AB
20% BaCO3 + 80% ATK
20% BaCO3 + 80% AB
Ktr: ATK = arang tulang kambing, AB=arang bambu
Alat
Pemanasan dilakukan menggunakan electric Furnace
Nabertherm (0-13000C) buatan tahun 2006. Alat ukur
kekerasan yang digunakan adalah Vikers Testing Hardness,
Zwicle (0,1-10kg).
Pelaksanaan penelitian
Sembilan spesimen uji dengan panjang 50 mm dan
diameter 20 mm dimasukkan kedalam kotak baja dan diisi
media carburising ATK dengan jarak antar specimen minimal
3 mm. Kotak baja ditutup rapat kemudian dimasukan kedalam
dapur pemanas (furnace) dan dipanaskan pada temperatur
9500C ditahan selama 4 jam. Wadah baja dikeluarkan dari
dapur pemanas, spesimen dikeluarkan dan didinginkan dengan
air, oli dan udara. Spesimen kemudian dipotong menjadi dua
dengan panjang 25 mm, dipolishing, dan dietsa. Selanjutnya
dilakukan pengukuran kekerasan pada penampang
melintangnya dengan penambahan jarak titik pengukuran 0,2
mm dari permukaan ke inti. Langkah yang sama dilakukan
untuk campuran media karburasi AB.
Gambar 2. Spesimen uji
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kekerasan spesimen tanpa perlakuan diperoleh sebesar
183,609 VHN. Bahan spesimen ini sama dengan bahan yang
digunakan dalam penelitian Nanse H. Pattiasina, dkk [11],
dimana kekerasan yang diperoleh sebesar 12,6 HRC (± 184
VHN) mendekati kekerasan bahan pada penelitian ini.
Sedangkan untuk distribusi kekerasan dengan variasi
campuran media carburizing dan media pendingin disajikan
pada gambar 3. Dari gambar 3 terlihat bahwa semakin jauh
dari permukaan semakin rendah kekerasan. Ini merupakan
tipikal profil dari semua baja yang dicarburizing [8][9].
Pendinginan dengan air untuk kedua jenis media carburizing
yang digunakan menghasilkan kekerasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penggunaan media karburasi oli dan
udara. Kekeraan tertinggi (789,273 VHN) diperoleh pada jarak
0,2 mm dari permukaan dengan menggunakan media
karburizing ATK dan pendinginan dengan air. Kekerasan
tertinggi yang dicapai ini meningkat sekitar 329 %
dibandingkan kekerasan raw material. Setelah jarak 0,4 mm
kekerasan dengan menggunakan media ATK pendinginan air
lebih rendah dibandingkan kekerasan dengan menggunkan
media AB. Bahkan pada jarak 0,6 – 1,2 mm kekeraan yang
dicapai lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan
media ATK dan AB dengan pendinginan oli sekalipun.
Besarnya effective case depth yang dicapai ditunjukkan pada
tabel 2.
Gambar 3. Grafik distribusi kekerasan
dengan variasi media karburasi
0,000
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
900,000
0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2
Kekera
san
[H
V1]
Jarak dari permukaan [mm]
Raw Material Air (ATK)
Air (AB) Oli (ATK)
Oli (AB) Udara (ATK)
Udara (AB)
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-19
Tabel 2. Effective case depth yang dicapai
Media
pendingin
Effective case depth [mm]
ATK AB
Air
Oli
Udara
0,525
0,378
TT
0,772
0,373
TT
Keterangan: TT = Tidak tercapai
Tabel 3. Kekerasan permukaan dan inti
Media
pendingin
Kekerasan [HV1]
Inti Permukaan (0,2 mm)
ATK AB ATK AB
Air
Oli
Udara
188,394
156,138
131,437
339,994
178,918
135,274
789,273
557,131
313,090
727,032
577,237
368,468
Berdasarkan Standard Eropa [10] effective case depth atau
CHD (case hardenned depth) didifinisikan sebagai kedalaman
dari permukaan ke titik dimana kekerasannya adalah 550
HV1. Effective case tertinggi dicapai pada kedalaman 0,772
mm dmenggunakan media carburizing AB dan pendinginan
air. Pendinginan dengan menggunakan udara tidak sampai
menghasilkan kekerasan 550 HV1 sehingga effective case
depth belum bisa tercapai. Besarnya effective case depth yang
dicapai tidak hanya dipengaruhi kedalaman karburasi
(kemampuan karbon untuk terdifusi), tetapi juga dipengaruhi
oleh temperatur pemanasan, laju pendinginan, hardnability
dari baja dan dimensi dari spesimen. Pada penelitian ini
semua parameter kecuali media carburizing dan media
pendingin dijaga konstan, sehingga parameter yang
mempengaruhi proses ini adalah media carburizing dan media
pendingin. Media pendingin air memberikan kekerasan
tertinggi untuk media carburizing ATK dan effective case
depth tertinggi untuk media carburizing AB. Ditinjau dari
media carburizing, walaupun media ATK menghasilkan
kekerasan permukaan (0,2 mm dari permukaan) yang lebih
tinggi namun effectivitas difusi karbon dari media ini hanya
sampai pada kedalaman 0,525 mm, lebih rendah dibandingkan
media AB yang mencapai 0,772 mm. Jika dilihat dari
kandungan karbon dari arang tulang kambing (18,95%) dan
arang bambu lempung (66,4%) terlihat bahwa dengan
kandungan karbon yang lebih rendah arang tulang kambing
menghsilkan kekerasan permukaan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan arang bambu lempung. Hal ini
menunjukkan bahwa karbon pada arang tulang kambing lebih
banyak terakumulasi di permukaan sedangkan keefektifan
difusinya hanya sampai kedalaman 0,525 mm. Sementara itu
difusi karbon arang bambu memiliki kemampuan difusi yang
lebih merata sampai kedalaman 0,772 mm. Menurut Krauss
G, [12] ketebalan case untuk suatu komponen berkisar 0,1 –
1,5 mm, sehingga semua effective case yang dicapai masih
berada pada range case yang disyaratkan.
Untuk kekerasan pada intinya Holm T, menganjurkan
memiliki kekerasan 400 – 450 HV1 [13] karena pada range
tersebut komponen seperti poros dan gear yang dikenai beban
dinamik banding memiliki kekuatan fatigue yang paling
optimal. Berdasarkan hal tersebut, maka dari tabel 3 dapat
dilihat bahwa media carburizing AB dengan pendinginan air
memiliki kekerasan inti yang paling tinggi sebesar 339,994
HV1, namun kekerasan ini belum mampu mendekati kekerasan
inti yang disyaratkan.
IV. SIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
a. Distribusi kekerasan setelah pack carburizing
menunjukkan bahwa semakin jauh dari permukaan
semakin rendah kekerasan baja.
b. Kekerasan tertinggi dicapai pada jarak 0,2 mm dari
permukaan yaitu 789,273 VHN dengan menggunakan
media carburizing ATK (20%BaCo3+80% arang tulang
kambing) dengan pendinginan air, meningkat 329 %
dibandingkan kekerasan spesimen tanpa perlakuan.
c. Effective case depth tertinggi dicapai dengan media
carburizing AB (20%BaCO3+80% arang bambu) dan
pendinginan air yaitu sedalam 0,77 mm.
d. Berdasarkan effective case depth, kekerasan inti dan
kekerasan permukaan yang dicapai maka pada penelitian
ini pack carburizing dengan holding time 4 jam, media
carburizing ATK (20%BaCO3+80% arang bambu) dan
pendinginan dengan air memberikan hasil yang terbaik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih yang sangat dalam kami
sampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (LP2M) Universitas Udayana yang telah
mendanai penelitian yang dimuat pada peper ini melalui Hibah
Penelitian Fundamental dengan Surat Perjanjian Penugasan
Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian Hibah Desentralisasi
(BOPTN) Tahun Anggaran 2014 No: 103.20 /UN 14.2
/PNL.0103.00 /2014.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Muhamad Sadat Hamzah dan Muh. Iqbal, Peningkatan Ketahanan Aus Baja Karbon Rendah dengan Metode Carburizing, Jurnal SMARTek,
vol 6 no 3, Agustus 2008: p 169-175
[2] Viktor Malau dan Khasani, Karakterisasi Laju Keausan dan Kekerasan dari Pack Carburizing pada Baja Karbon AISI 1020, MEDIA TEKNIK
No.3 Tahun XXX Edisi Agustus 2008 ISSN 0216-3012: p 367 – 374
[3] Emmanuel Jose Ohize & Bernard Numgwo Atsumbe, 2013, Experimental Determination of The Effect of Wood Charcoal as
Carburizing Material on Hardness, Impact and Tensile Strength of Mild
Steel, Journal of Science, Technology, Mathematics & Education (JOSTMED), 9 (2), April, 2013.
[4] Hochman R.,Burson J., 1966, The Fundamentals of Metal Dusting, New
York: API Division of Refining, pp.331 [5] Paul Aondona lhom, Case Hardening of Mild Steel Using Cowbone as
Energizer, 2013, african Journal of Engineering Research, Vol. 1(4),
pp. 97-101, October 2013. [6] Budinski, G.K.,1999, Engineering Materials Properties Selection
“Fourth Edition”. Prentice Hall. New Jersey.
[7] Fatai Olufemi Aramide, Simeon Ademola Ibitoye, Isiaka Oluwole Oledele and Joseph Olatunde Borode, 2010, Pack Carburizing of mild
Steel, using Pulverized Bone as Carburizer; Optimizing Process
Parameters, Leonardo Electronic Journal of Practices and technologies, Issue 16, January-June 2010 p. 1-12, ISSN 1583-1078
[8] Ihom, A.P., Nyior, G.B, Alabi, O.O., Segun, S., Nor Iv, J., and Ogbodo,
J, The Potentials of Waste Organic Materials for Surface Hardness Improvement of Mild Steel, International Journal of Scientific &
Engineering Research, Volume 3, Issue 11, November-2012, p. 1 -10,
ISSN 2229-5518
[9] Shragger AM, 1961, Elementary Metallurgy and Matallography, 2th ed,
Dover Publication New York, pp: 175-176
[10] European standard EN ISO 2639, Determination and Verification of he Depth of Carburized and Hardened Cases.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-20
[11] Nanse H. Pattiasina, Nevada J.M. Nanulaitta dan Steanly R.R.
Pattiselanno, Analisa Keragaman Nilai Kekerasan Baja St-42 Melalui Proses Karburasi Menggunakan Komposisi Baco3 dan Carbon dengan
Variasi Waktu Penahanan, ARIKA, Vol. 05, No. 2, Agustus 2011 , p.
99-108, ISSN: 1978-110 [12] Krauss G., Steels Heat Treatment and Processing Principles, ASM int.,
Materials Park, 1989.
[13] Holm T., Material Properties of Carburized and Carbonitrited Steels, IVF 73825, Stockholm, 1973.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-21
Pengaruh Pendinginan Air Mengalir Pada ProsesKuens Terhadap Kekuatan Tarik, Kekerasan dan
Struktur Mikro Baja AISI 1045
Enos TambingJurusan Mesin , Fakultas Teknik
Universitas CendrawasihJayapura, Indonesia
Johannes LeonardJurusan Mesin, Fakultas Teknik
Universitas HasanuddinMakassar, Indonesia
Abstract— This research aims to find out the influence ofcooling medium water in the quenching process on the mechanicalstrength and microstructure of AISI 1045 steel. In the early stagesof a conventional quenching process (without water flow), vapoursheath occurs around the specimen causing varicosity of cooling sothat equally distributed martensite phase is not formed. Therefore,this research is intended to maximize martensite growth bydesigning a quenching process with water flow cooling system.
The research used an experiments testing. The data wereobtained by taking a number of test data directly from the testequipment. The test included the tensile test, hardness test, andcapture of microstructure pictures. The data were analyzedtheoretically based on the testing data in the field experiments.
The best improved mechanical strength in the quenchingprocess of AISI 1045 steel occurred in the heating with atemperature 8200C. The pictures of the microstructure between Q1
process (without flow) and Q2 (with flow) reveal that more equallydistributed martensite occurs in the microstructure pictures ofspecimen Q2 , which causes an increase of mechanical strength.The tensile stress increased about 20.16% in quenching withcooling water flow, compared the quenching without water flow. Inthe Q0 (raw material), the σu = 67.02 kgf/mm2, while in specimenQ1 ang Q2, the σu values were 92.66 kgf/mm2 and 97,83 kgf/mm2
respectively. Similarly, the value of hardness increased on averagein the quenching process with water flow, compared with theprocess without water flow. It was revealed that Q0 = 13.7 HRC, Q1
= 32.0 HRC dan Q2 = 35.8 HRC.
Key words— AISI 1045 Steel, Quenching, Cooling with WaterFlow, Tensile Stress, Hardness, Micro-Structure
I. PENDAHULUAN
Perlakuan panas dapat didefinisikan sebagai kombinasiperlakuan yang melibatkan pemanasan dan pendinginan yangdiatur dengan tujuan untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu.Ada berbagai jenis proses perlakuan panas yang dilakukanuntuk memenuhi persyaratan sifat-sifat yang dibutuhkan.Salah satunya adalah pemanasan baja sampai pada suhuaustenisasi dan ditahan dengan waktu tertentu kemudiandidinginkan secara cepat di dalam media pendingin air atauminyak untuk mendapatkan kekuatan dan kekerasan yangmeningkat. Perlakuan panas dengan pendinginan cepat inibiasa disebut metode kuens. [1]
Metode kuens yang biasa dilakukan adalah berupapencelupan baja yang telah dipanaskan ke dalam air yangtenang. Waktu pencelupan terjadi tiga tahap fase pendinginan,yaitu fase uap, fase pendidihan dan fase perpindahan panaskonveksi dari spesimen ke media pendingin. Pada fasepertama saat dicelup terjadi pembentukan selubung uap disekeliling permukaan baja sehingga akan menghambat lajuperpindahan panas dari baja ke media pendingin.[2] Akibatnyaterjadi laju pendinginan yang maksimum dan seragam tidakakan tercapai dengan metode ini, sehingga tujuanpembentukan baja yang seluruh bagiannya bermikrostrukturmartensit (untuk baja karbon ) tidak dapat tercapai.
Untuk mengatasi kendala-kendala yang terjadi di atas,maka dicari suatu metode agar selubung uap dapat dihilangkanatau dikurangi. Ada beberapa cara pemberian agitasi, misalnyadengan cara membuat benda kerja bergerak berputar-putar didalam media pendingin, atau membuat media pendingintersirkulasi/mengalir[3].
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruhproses kuens dengan air mengalir dan tanpa kuens dengan airtak mengalir terhadap: kekuatan tarik dan nilai kekerasan,perubahan struktur mikro, dan estimasi waktu pendinginan,pada baja AISI 1045 .
II. LANDASAN TEORI
A. Baja Karbon
Istilah "baja karbon" mungkin juga dapat digunakandalam referensi untuk baja yang tidak termasuk dalamkelompok stainless steel (baja tahan karat). Baja dengankandungan karbon rendah memiliki sifat yang mirip denganbesi. Ketika unsur karbon naik, logam menjadi lebih keras dankuat tetapi kurang ulet dan lebih sulit untuk dilakukanpengelasan. Kandungan karbon dapat mempengaruhikekuatan luluh baja karena atom karbon.
Baja dapat diklasifikasikan menjadi baja karbon dan bajapaduan. Untuk baja yang mengandung 0,2% C sampai 1,5%C, dikenal sebagai baja karbon, jenis ini berdasarkankandungan karbonnya dapat dibedakan atas :
Baja karbon rendah, terdiri atas :(Low Carbon Steel) : %C < 0,15
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-22
(Mild Carbon Steel) : 0,15 < %C < 0,29 Baja karbon medium (Medium Carbon Steel) : 0.30 <
%C < 0,59 Baja karbon tinggi (High Carbon Steel) : 0,60 < %C
< 1,70Baja karbon AISI 1045 merupakan salah satu jenis baja
karbon sedang (0,43 – 0,50 %C berat) yang memiliki banyakkeunggulan dan sering digunakan sebagai poros di dalamindustri-industri. Baja ini memiliki karakteristik : sifat mampumesin yang baik, wear resistance-nya baik, dan sifatmekaniknya menengah.[4]
Sedangkan untuk baja paduan (steel alloy), jenisnyaantara lain : baja paduan rendah (low alloy steel), baja tahankarat (stainless steel), baja mangan (manganese steel) danbaja perkakas (tool steel), dengan kisaran komposisi daribeberapa unsur paduannya adalah Mn-Steel (10% -18% Mn),Si-Steel (1% - 5% Si) dan Ni-Steel (2% - 4% Ni).[5]
B. Diagram Fasa Fe-Fe3CDari diagram fase ini dapat diamati perubahan struktur
logam akibat pengaruh temperature. Struktur dari baja dapatditentukan oleh komposisi baja dan karbon, gambar 1 adalahdiagram besi- karbida besi.[6]
Diagram fase besi – karbida besi ( Fe – Fe3C )memperlihatkan perubahan fase pada pemanasan danpendinginan yang cukup lambat.
Gambar 1. Diagram Fasa Fe-Fe3C.[6]
C. Perlakuan Panas (Heat Treatment)Sifat mekanik tidak hanya tergantung pada komposisi
kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung pada strukturmikronya. Suatu bahan dengan komposisi kimia yang samadapat memiliki strukturmikro yang berbeda, dan sifatmekaniknya akan berbeda.[7] Strukturmikro tergantung padaproses pengerjaan yang dialami, terutama proses laku-panasyang diterima selama proses pengerjaan.
Dengan pendinginan yang lambat, akan terbentukstruktur mikro coarse pearlite dan lapisan tipis ferit sementit.
Ditingkatkannya laju pendinginan akan mengurangi ketebalanlamela. Jika ditingkatkan lagi akan membentuk struktur mikrobainit. Laju pendinginan yang sangat cepat akan menghasilkanstruktur mikro martensit. Diagram transformasi yang mungkinterjadi melalui dekomposisi austenite seperti pada gambar 2.[1]
Gambar 2. Transformasi melalui dekomposisi austenite.[1]
Anak panah solid menunjukkan bahwa pembentukanmelibatkan difusi; anak panah putus-putus merupakantransformasi tanpa difusi.[6]
Pada saat pendinginan austenit (γ) terurai menjadiferit(α) dan karbida besi (Fe3C atau biasa diberi simbol C) :
γ (0.8% C)→α(0.02% C) + C(6.7% C) …….(1)
Sesuai dengan persamaan di atas, selama pendinginanaustenit berdekomposisi menjadi ferit ditambah karbida (α +C). Ini berarti bahwa tersedia waktu bagi karbon untukberdifusi dan kemudian berkonsentrasi dalam fasa karbida dankeluar meninggalkan ferit.[7]
Apabila austenit dikuens dengan sangat cepat, persamaan1 dapat dialihkan seperti diindikasikan di bawah ini :
..…..(2)
D. KuensProses kuens melibatkan beberapa factor yang saling
berhubungan. Pertama yaitu jenis media pendingin dankondisi proses yang digunakan, yang kedua adalah komposisikimia dan hardendility dari logam. Hardenbility merupakanfungsi dari komposisi kimia dan ukuran butir pada temperatur
γ (fcc) α(bcc) + karbida
M(bct)
dikuens
Pendinginanlambat
ditemper
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-23
tertentu. Selain itu, dimensi dari logam juga berpengaruhterhadap hasil proses kuens.
Kuens yang dilakukan pada logam spesimen panas(setelah proses austenisasi) pada media pendingin akanmengalami mekanisme pendinginan seperti pada Gb. 3, yangmemperlihatkan laju pendinginan panas dari logam sebagaifungsi dari temperatur permukaan logam. Jugamenghubungkan temperatur permukaan logam dan waktuyang perlukan pada mekanisme pelepasan panas. Awalpencelupan, logam pertama kali akan diselimuti oleh selubunguap, yang akan pecah saat logam mendingin. Perpindahanpanas saat terbentuknya selubung uap ini buruk, dan logamakan mendingin dengan lambat pada tahap ini.
Gambar 3. Mekanisme Pendinginan, dibagi 3 Tahapan.
Tahap kedua dari kurva pendinginan dinamakan tahapdidih nukleat dan pada tahap ini terjadi perpindahan panasyang cepat karena logam langsung bersentuhan dengan air.Pada tahap ini, logam masih sangat panas dan air akanmendidih dengan hebatnya. Kecepatan pembentukan uap airmenunjukkan sangat tingginya laju perpindahan panas. Padatahap ketiga, merupakan tahap pendinginan konveksi dankonduksi,dimana permukaan logam telah bertemperaturdibawah titik didih air. Tahap ini hanya mengalamiperpindahan panas melalui konveksi dan konduksi.
Laju pelepasan panas dari logam yang dikuens dapatditingkatkan menggunakan agitasi, yang akan mengurangistabilitas dari selubung uap yang menyelubungi permukaanlogam selama tahap awal dari kuens. Mekanisme pendinginandari sebuah logam yang di-kuens dengan medium pendinginair dengan aliran pada kecepatan Vi diinjeksikan dari bagianbawah bak media pendingin dan diarahkan ke logam. Semakinbesar laju aliran (agitasi), semakin besar temperatur yangdapat dilepas dengan mengurangi kemungkinan terjadinyapembentukan selubung uap namun langsung terjadi didihnukleat dengan efektifitas perpindahan panasnya lebih baikbila dibandingkan dengan kuens secara konvensional (tanpaaliran). Pada proses pendinganan air (kuens) dengan sirkulasiakan menyebabkan suhu media pendingin cenderung stabilpada permukaan specimen sehingga perpindahan panas darispecimen lebih optimal dan proses pendingian lebih cepat.
E. Diagram TTT (Time, Temperature, Transformation)
Diagram TTT adalah sebuah gambaran dari suhu(temperatur) terhadap waktu logaritma untuk bajakarbon dan baja paduan dengan komposisi tertentu.Diagram ini biasanya digunakan untuk menentukan kapantransformasi mulai dan berakhir pada perlakuan panas yangisothermal (temperatur konstan) sebelum menjadi campuranaustenite. Ketika austenite didinginkan secara perlahan-lahansampai pada suhu dibawah temperatur kritis, struktur yangterbentuk ialah Perlit. Semakin meningkat laju pendinginan,suhu transformasi pearlite akan semakin menurun. Strukturmikro dari materialnya berubah dengan pasti bersamaandengan meningkatnya laju pendinginan. Denganmemanaskan dan mendinginkan sebuah contohrangkaian, transformasi austenite mungkin dapat dicatat.Diagram TTT menunjukkan kapan transformasi dimulai danberakhir secara spesifik dan diagram ini jugamenunjukkan berapa persen austenit yang bertransformasipada saat suhu yang dibutuhkan tercapai. Peningkatankekerasan dapat tercapai melalui kecepatan pendinginandengan melakukan pendinginan dari suhu yang dinaikkanseperti berikut: pendinginan furnace, pendinginan udara,pendinginan oli, cairan garam, air biasa, dan air asin.[8]
Gambar 4. Diagram transformasi isothermal dari baja karbon hypoeutektoid(Diagram TTT).[9]
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat PenelitianPengujian dan pengambilan data, bertempat pada
Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin UKI PaulusMakassar, untuk perlakuan panas dan proses kuens, pengujiankekuatan tarik, pengujian kekerasan dan metallografi material.Sedangkan pengujian komposisi kimia di PT. SucopindoJakarta.
B. Rancangan PenelitianMaterial yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja
karbon sedang dengan spesifikasi AISI 1045. Materialdipotong dengan menggunakan gergaji dan dibubut untukmembentuk specimen uji sesuai dengan standar ASTM E 8Muntuk uji tarik dan ASTM E 12 untuk uji kekerasan. Spesimenpengujian tarik terdiri dari 21 buah yang terdiri dari 3 buahpembanding utama (raw material), dan 9 buah sebagai
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-24
spesimen uji tarik untuk pendinginan air tak mengalir dan 9buah sebagai spesimen uji tarik untuk pendinginan dengan airmengalir.
Kemudian spesimen uji dipanaskan di dalam furnacedengan variasi stemperatur 750oC, 820oC, 900oC denganwaktu penahanan 60 menit yang dimaksudkan supayamenghasilkan struktur mikro austenit yang homogen.Kemudian dilanjutkan dengan pendinginan air yang mengalir(tersirkulasi) dan tidak mengalir (tanpa sirkulasi.
1. Preparasi Instalasi Media Pendingin dengan Air Mengalir
Keterangan gambar :
1. Pompa Sentrifugal2. Katup Inlet3. Katup by Pass4. Keranjang Spesimen5. Bak pendinginan air tersirkulasi6. Bak penampungan air (reservoir)
Gambar 5. Sistim instalasi kuens dengan air mengalir
Gambar 5 merupakan diagram instalasi kuens dengan airmengalir yang dibuat pada penelitian ini, dimana terdapat didalamnya pompa air untuk mengalirkan air dari reservoir kedalam bak pendinginan. Katup inlet untuk membuka aliran air
ke dalam bak pendinginan dan over flow untuk mengatur debitair yang berlebihan. Spesimen yang didinginkan dipasangkabel termokopel untuk mengukur estimasi temperatur yangdiperlukan selama pendinginan.
2. Kode spesimen dan jenis perlakuanTabel 1. Kode Spesimen
Kode Spesimen Jenis Perlakuan
Q0 raw material
Q1 kuens tanpa aliran (konvensional)
Q2 kuens dengan aliran air
3. Alur PenelitianUrutan dalam penelitian ini dimulai dari uji komposisi
kimia bahan, untuk mengetahui kandungan unsur di dalamnya.Bahan dibentuk spesimen sesuai standar yang ditentukan danmemenuhi persyaratan spesimen dengan 3 jenis pengujianyaitu uji tarik, uji kekerasan, uji struktur mikro. Selanjutnyadilakukan pemanasan di dalam furnace dengan temperatur7500C, 8200C, dan 9000C.
Pada setiap temperatur pemanasan dimulai daritemperatur ruangan sampai mencapai temperatur yangditetapkan kemudian ditahan selama 1 jam untuk mendapatkantemperatur yang benar-benar merata pada setiap lapisanspesimen. Setelah pemanasan, dilanjutkan dengan pendinginankejut dengan pencelupan spesimen laku panas ke dalam airmengalir (tersirkulasi) dan ke dalam air tidak mengalir (tanpasirkulasi) sebagai pembanding .
Gambar 6. Diagram proses perlakuan panas yang diberikan pada spesimen
Langkah berikutnya adalah menyiapkan spesimen sifatfisis (foto struktur mikro) dengan cara memotong salah satuujung spesimen untuk sample sepanjang 2 cm lalu meratakandan menghaluskan permukaanya sampai memenuhi syaratspesimen, di etsa (dibersihkan) dengan larutan alkohol danasam nitrat 2,5% kemudian dilihat dengan mikroskop logam.
Pengujian tarik dan uji kekerasan masing-masingbanyaknya pengujian untuk spesimen Raw Material adalah 3x,untuk kuens air mengalir 3x, kuens dengan air tak mengalirsebanyak 3x. Melalui pengujian ini dapat diketahuikarakteristik bahan dari masing-masing perlakuan. Secarajelas, urutan pelaksanan penelitian ini terlihat dalam skemaberikut ini.
32
1
4
65
Ǿ1”
Ǿ2”
Pemanasan Kuens
Waktu(menit)
Holding time 60 (menit)
Temperatur(0C)
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-25
Gambar 7. Diagram Alir Penelitian
IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian1. Uji Komposisi Material
Tabel 2. Hasil uji komposisi bahan baja AISI 1045
Nama Unsur Fe C Mn P S Si
%w 98,51 0,47 0,511 0,028 0,009 0,089
2. Waktu PendinginanSetelah perlakuan panas dan dilanjutkan dengan
pendinginan air diperoleh kecepatan pendinginan yangbervariasi pada setiap specimen yang mengalami perlakuanyang berbeda pula, seperti yang diperoleh ditunjukkan padatable 3. Pencatatan waktu pendinginan diambil pada saatspesimen mempunyai temperature akhir 500C.
Tabel 3. Waktu pendinginan baja AISI 1045 dengan kuens air
No Temperatur HT (0C) Q1 (detik) Q2 (detik)
1 750 34,78 23,79
2 820 38,54 27,67
3 900 42,15 30,12
3. Hasil Pengujian Tarik
Hasil selengkapnya dari pengujian tarik dapat dilihat dalambentuk grafik diagram batang seperti di bawah ini :
Gambar 8a. Hasil kekuatan tarik baja karbon AISI 1045 pada suhu 7500C.
Gambar 8b. Hasil kekuatan tarik baja karbon AISI 1045 pada suhu 8200C
Mulai
UjiKomposisi
Kimia
Heat Treatment (7500C, 8200C, 9000C)Holding Time (60 menit)
Kuens tanpasirkulasi
Kuens denganair tersirkulasi
Raw Material
Pengujian TarikPengujian KekerasanFoto Struktur Mikro
Penyiapan Bahan (BajaAISI 1045)
Preparasi Spesimendan SaranaPenelitian
Pengolahan Datadan Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
Spesimen Uji
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-26
Gambar 8c.. Hasil kekuatan tarik baja karbon AISI 1045 pada suhu 9000C
4. Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan dalam penelitian ini dilakukanberurutan pada jarak dari tepi menuju ke bagian tengah, yaitu :titik 1 (2mm) , titik 2 (5mm), dan titik 3 (9mm). Prosedurpengambilan data untuk pengujian kekerasan dapat dilihatpada gambar 9 di bawah ini :
Gambar 9. Posisi penekanan pada pengujian kekerasan
Hasil pengujian kekerasan dilihat dalam bentuk diagrambatang seperti di bawah ini :
Gambar 9. Grafik hasil pengujian kekerassan baja AISI 1045
5. Struktur Mikro
Gambar 10. Foto struktur mikro raw material baja AISI 1045, perbesaran200x
Gambar 10. menunjukkan struktur mikro spesimen rawmaterial baja AISI 1045. Struktur mikro pada spesimen rawmaterial merupakan struktur mikro dalam kondisi temperaturkamar. Dari foto struktur mikro, masih sangat jelas terlihatbatas butir antar fasa yang terjadi. Ferit (α) ditunjukkan olehbutir yang berwarna terang sedangkan perlit ditunjukkan olehbutir yang berwarna gelap, Perlit sendiri sebenarnya tersusundari karbida besi (Fe3C) dan α(ferit), dimana jumlah ferit padaraw material lebih banyak bila dibandingkan dengan perlit.
Gambar 11. Foto struktur mikro baja AISI 1045 yang dikuens dengan air takmengalir setelah pemanasan pada suhu 7500C, perbesaran 200x
Gambar 11. dan gambar 12 menunjukkan struktur mikrospesimen baja AISI 1045 yang diberi perlakuan HT 7500C.Pada kedua gambar spesimen ini material memperlihatkanstruktur mikro tidak terlalu berbeda dengan struktur mikro rawmaterial dan terlihat butiran strukturnya agak kasar. Hal inidisebabkan oleh perlakuan panas dengan suhu 7500C untukbaja AISI 1045 (kandungan C = ±0.45%) belum mencapaikondisi dimana terbentuknya fasa austenite yang sempurna100%.
23 1a b c d
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-27
Gambar 12. Foto struktur mikro baja AISI 1045 yang dikuens dengan airmengalir pemanasan pada suhu 7500C, perbesaran 200x
Gambar 13. Foto struktur mikro baja AISI 1045 yang dikuens dengan air takmengalir setelah pemanasan pada suhu 8200C, perbesaran 200x
Gambar 13 menunjukkan spesimen baja AISI 1045 yangmengalami HT 8200C dikuens dengan air tak mengalir, terlihatadanya bagian yang lebih gelap hal ini diakibatkan olehspesiman uji yang tidak rata yang disebabkan oleh kesalahanpengampelasan. Gambar ini menunjukkan perubahan strukturmikro dengan terlihat adanya struktur jarum kecil-kecil yangstrukturnya tidak beraturan sebagai indikasi terbentuknyastruktur martensit. Masih terlihat adanya daerah berwarnaputih yang merupakan fasa α eutectoid yang tidak berubahmenjadi martensit secara sempurna. Terbentuknya martensitdan α eutectoid mengakibatkan spesimen ini lebih keras.
Gambar 14. Foto struktur mikro baja AISI 1045 yang dikuens dengan airmengalir setelah pemanasan pada suhu 8200C, perbesaran 200x
Spesimen uji baja AISI 1045 yang diberikan HT 8200Cdan selanjutnya dikuens dengan air mengalir diperlihatkanpada Gb. 14. Disini terlihat void banyak tertinggal karenaketidak sempurnaan polishing. Foto hasil pemotretan jugatampak bagian yang buram karena spesimen uji yang tidakrata. Pada gambar ini terlihat jumlah/fraksi volume martensitsemakin banyak yang ditandai dengan bentuk seperti jarumyang tersusun secara acak. Terbentuknya struktur martensitlebih banyak pada kuens dengan air mengalir dibandingdengan proses kuens tanpa aliran (pencelupan biasa)mengakibatkan spesimen yang dikuens dengan air mengalirmenjadi lebih keras sehingga menyebabkan peningkatankekuatan/tegangan tarik.
Gambar 15. Foto struktur mikro baja AISI 1045 dikuens dengan air takmengalir setelah pemanasan pada suhu 9000C, perbesaran 200x
Foto Struktur mikro spesimen uji baja AISI 1045 yangmengalami HT 9000C dengan proses kuens dengan tanpaaliran diperlihatkan Gb.15. Pada foto nampak adanya strukturmikro martensit yang ditandai dengan bentuk jarum yang lebihbanyak.
Gambar 16. Foto struktur mikro baja AISI 1045 yang dikuens dengan airmengalir setelah pemanasan pada suhu 9000C, perbesaran 200x
Gambar 16 memperlihatkan foto struktur mikro spesimenbaja AISI 1045 yang dikuens dengan aliran air, terlihat adanyabagian yang gelap agak merata dan tidak terlihat adanya batasbutir, dan nampak adanya bulatan putih sudah tidak terlihatjelas seperti pada material yang dikuens tanpa aliran, yangnampak secara jelas adalah struktur mikro martensit yangditandai dengan bentuk seperti jarum yang tersusun secaraacak. Terbentuknya struktur martensit mengakibatkan
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-28
spesimen yang dikuens dengan aliran menjadi lebih keras biladibanding dengan material yang dikuens tanpa aliran.
B. PembahasanBerdasarkan data-data hasil pengukuran dan perhitungan
yang diperoleh, berikut ini disajikan pembahasan mengenaipengaruh proses pendinginan cepat (kuens) dengan aliran(sirkulasi) setelah mengalami perlakuan panas terhadapkekuatan mekanik dan struktur mikro baja AISI 1045.
Dalam penelitian ini dilakukan variasi suhu untukperlakuan panas sebelum dilakukan kuens. Dari data dananalisa data bahwa dari ketiga variasi suhu nampak kekerasandan kekuatan mekanik tidak menunjukkan peningkatan daribertambahnya suhu heat treatment dari raw material. Hal inisesuai dengan teori bila merujuk ke diagram fasa Fe-C, bahwaperlakuan panas hardening untuk baja karbon (di sini bajaAISI 1045) dengan kandungan prosentase berat karbon sekitar0.47% berada pada suhu antara (790-830)0C.
Pada HT dengan suhu 8200C diperoleh peningkatankekuatan tarik yang paling besar seperti pada table 4.3a, padaQ0 diperoleh σu = 67.02 kgf/mm2 , Q1 diperoleh σu = 92.66kgf/mm2 , dan Q2 diperoleh σu = 97.83 kgf/mm2. Namunsebaliknya keuletan semakin kecil dengan meningkatnyakekuatan tarik. Peningkatan kekuatan tarik pada suhu iniantara Q1 dan Q2 sebesar 20,16%.
Pada spesimen raw material baja AISI 1045, nilaikekerasan rata-ratanya sebesar 13,7 HRC. Dari data diperolehbahwa pada HT 8200C nilai kekerasan rata-rata untuk prosesQ1 = 32.0 HRC dan Q2 = 35.8 HRC Peningkatan kekerasandari Q0 ke Q1 sebesar 164,4%, sedangkan Q2 meningkatsebesar 23.7% dibanding dengan Q1. Pada HT 9000C nilaikekerasan rata-rata untuk Q1 = 28.0 HRC dan Q2 =32.0 HRC .Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan angkakekerasan pada quench dengan aliran air.
Baja AISI 1045 setelah proses hardening terjadiperubahan pada struktur mikronya. Struktur mikro yangawalnya terdiri dari ferrit dan perlit, setelah proses hardeningberubah menjadi martensit. Dari foto struktur mikro antaraproses Q1(tanpa aliran) dan Q2(dengan aliran) nampak bahwamartensit semakin banyak pada foto struktur mikro darispecimen Q2. Jumlah fasa martensit akibat pendinginan cepatini berpengaruh terhadap meningkatnya kekuatan mekanikbaja karena martensit yang terdapat dalam baja umumnyamempunyai struktur non-kubik dan karena karbonterperangkap dalam kisi, sehingga tidak mudah slip.
Dari hasil di atas dapat dijelaskan bahwa adanyapeningkatan kekuatan mekanik karena media pendingin yangmengenai permukaan benda kerja senantiasa mempunyai suhuyang konstan pada kuens dengan aliran air/sirkulasi, sehinggapendinginan pada permukaan masuk ke bagian tengahspecimen adalah unifom/merata dan tingkat kecepatanpendinginan semakin besar bila dibandingkan dengan kuenstanpa aliran. Untuk membandingkan estimasi waktupendinginan antara proses Q1 dan Q2 dapat dilihat pada tabel4.2 dimana diperoleh waktu pendingian yang lebih singkatdari proses Q2 bila dibandingkan dengan proses Q1.
V. KESIMPULAN
You must submit the Electronic Copyright Form (ECF) asdescribed in your author-kit message. THIS FORM MUST BESUBMITTED IN ORDER TO PUBLISH YOUR PAPER.
ACKNOWLEDGMENT
Dari kegiatan penelitian, analisis data dan pembahasan hasilyang dilakukan, dapat disimpulkan hal-hal berikut :1. Peningkatan kekuatan mekanik (hardening) yang paling
baik pada baja AISI 1045 yaitu pada pemanasan dengansuhu 8200C. Kekuatan tarik meningkat 20,16% padapendinginan dengan air mengalir, bila dibandingkanpendinginan dengan air tak mengalir, dimana diperoleh Q0
diperoleh σu = 67.02 kgf/mm2 , Q1 diperoleh σu = 92.66kgf/mm2, dan Q2 diperoleh σu = 97.83 kgf/mm2.
2. Nilai kekerasan rata-rata baja AISI 1045 meningkatdengan melakukan proses kuens dengan pendinginan airmengalir, bila dibandingkan dengan tanpa sirkulasi/aliranair, dimana diperoleh , kekerasan pada spesimen Q0 = 13,7HRC, spesimen Q1 = 32.0 HRC dan spesimen Q2 = 35.8HRC.
3. Dari gambar foto struktur mikro nampak bahwapertumbuhan martensit semakin merata dan lebih banyakpada spesimen dengan kuens air mengalir (spesimen Q2)bila dibanding spesimen dengan air tak mengalir (spesimenQ1).
4. Tingkat kecepatan pendinginan pada proses kuens denganair mengalir lebih tinggi bila dibandingkan dengan proseskuens tanpa aliran air.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Alois Schönmetz dan Karl Gruber, “Pengetahuan Bahan DalamPengerjaan Logam”, terjemahan Diplom-Ing. Eddy D.Hardjapamekas, Penerbit Angkasa, Bandung, 1985
[2] ASM Handbook, Volume 4, “Heat Treating”, ASM International TheMaterials Information Company , 1991
[3] G. Totten, M. Howes, T. Inoue; “Handbook of Residual Stress andDeformation of Steel”, ASM International, 2002
[4] http://www.efunda.com , “Carbon Steel AISI 1045”
[5] http://media.wiley.com/product_data/excerpt , “Carbon & Alloys ofsteels”
[6] William D. Callister, Jr, “Fundamentals of Materials Science andEngineering”, Fifth Edition, John Wiley & Sons, Inc., New York,2001.
[7] Van Vlack, Lawrence H. 2004, “Elemen-elemen Ilmu dan RekayasaMaterial”, edisi keenam, Erlangga, Jakarta
[8] http://bama.ua.edu/~ywei5/spring2009me350/S09, “TTT Diagram”[9] R.E. Smallman dan R.J. Bishop, “Metalurgi Fisik Modern &
Rekayasa Material”, edisi keenam, Erlangga, Jakarta.
[10] Dieter, G. E., Metalurgi Mekanik, Jilid I dan II,terjemahan SriatiDjaprie, Erlangga, Jakarta, 1992
.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-29
Efek Tekanan Kompaksi Dan Temperatur SinterTerhadap Nilai Induksi Magnetik Hasil Metalurgi
Serbuk
Hairul ArsyadJurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik UNHASMakassar, Indonesia
Abstract— Penelitian ini bertujuan mengetahuipengaruh tekanan kompaksi dan temperatur sinteringterhadap nilai induksi remanen magnetik hasil metalurgiserbuk baja ST 42. Serbuk baja ST 42 dihasilkan denganproses cold mechanical grinding kemudian di saringdengan menggunakan ayakan berukuran 595 micron dankemudian dipisahkan dengan menggunakan magnet.Sampel serbuk baja kemudian di timbang dengan massa20 gram dan dimasukkan ke dalam cetakan silinder dankemudian di kompaksi dengan metode die pressingdengan variasi tekanan kompaksi yaitu, 800 kN, 850 kN,dan 900 kN sehingga diperoleh sampel berbentuk silindersirkular. Setelah itu sampel disinter dengan variasitemperatur sinter yaitu 700 °C, 800 °C, 900 °C. Sampelhasil sintering kemudian dimagnetisasi pada temperaturruang dengan menggunakan magnetizer. Nilai induksiremanen kemudian diukur dengan menggunakanteslameter. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwatekanan kompaksi dan temperatur sinter berpengaruhterhadap nilai induksi remanen. Kemampuan induksiremanen meningkat dengan kenaikan tekanan kompaksi.Nilai induksi remanen tertinggi diperoleh sebesar 24,6 mTpada tekanan kompaksi 900 kN dengan temperatur sinter700oC dan nilai terendah sebesar 22.6 mT pada tekanankompaksi 800 kN dengan suhu sinter 900oC.
Kata Kunci: tekanan kompaksi, temperatur sinter,induksi remanen
I. PENDAHULUAN
Metalurgi serbuk adalah salah satu metode pabrikasi logamuntuk menghasilkan produk dengan ketelitian yang tinggi.Keunggulan dari metode ini adalah tingkat efektifitaspemakaian bahan dan rendah dalam harga pabrikasi sertamampu menghasilkan produk dengan bentuk geometri yangrumit [1]. Beberapa aplikasi produk hasil metalurgi serbukadalah pada bidang kesehatan, sensor, listrik, aplikasi thermaldan aplikasi magnetik. Salah satu pengembangan produkberbasis metalurgi serbuk adalah untuk aplikasi dibidangmagnetic [2]. Material-material yang banyak digunakan untukaplikasi ini adalah material soft magnetic [3]. Salah satu jenisserbuk untuk aplikasi soft magnetic material adalah serbukbesi [3]. Sifat magnetic dari suatu bahan berhubungan dengan
kemampuan bahan tersebut untuk dimagnetisasi oleh sebuahmedan magnetik [4]. Salah satu sifat magnetic tersebut adalahinduksi remanen/induksi magnetic.
Sifat-sifat produk hasil pabrikasi metalurgi serbuk sangatbergantung pada besar tekanan kompaksi dan suhu sinter yangdiberikan. Peningkatan tekanan kompaksi mengakibatkannaiknya kekuatan dari green body dan akan mengoptimalkanproses sinter antar partikel serbuk [5]. Selain itu tingkatporositas semakin berkurang dengan naiknya tekanankompaksi dan suhu sintering. Penelitian ini menggunakanmetode metalurgi serbuk terhadap serbuk besi untuk melihatefek variasi tekanan kompaksi dan temperature sinter terhadapnilai induksi remanen..
II. METODOLOGI PENELITIAN
Sampel serbuk dari baja karbon dengan grade ST 42dipreparasi dengan metode cold mechanical grinding. Sampelkemudian diayak dengan ayakan berukuran 592 micron.Serbuk hasil ayakan kemudian dipisahkan denganmenggunakan magnet. Sampel serbuk yang telah dipisahkankemudian ditimbang dengan berat 20 gram dan dimasukkankedalam cetakan berbentuk silinder sirkular.
Sampel green body disiapkan dengan memberikantekanan sebesar 800 kN, 850 kN dan 900 kN pada temperatureruang. Setelah ditekan sampel kemudian disinter menggunakantungku muffle dengan variasi temperatur sinter adalah 700oC,800oC dan 900oC selama 2 jam. Sampel hasil sinteringkemudian dimagnetisasi pada temperatur ruang denganmenggunakan magnetizer. Nilai induksi remanen kemudiandiukur dengan menggunakan teslameter. Pengukuran induksiremanen dilakukan pada 4 (empat) titik jarak pengukuran yaitujarak 0 cm, 2 cm, 4 cm dan 6 cm.
(a)
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-30
Gambar 1. Serbuk hasil cold mechanical grinding (a), setelah proseskompaksi (b), dan setelah sinter (c).
III. HASIL DAN DISKUSI
Gambar 2 dan gambar 3 memperlihatkan grafik hubunganantara tekanan kompaksi terhadap nilai hasil induksi remanendan grafk hubungan antara temperature sintering terhadap nilaiinduksi remanen. Dari grafik terlihat bahwa dengan naiknyatekanan kompaksi maka nilai induksi remanen juga mengalamipeningkatan. Nilai induksi remanen tertinggi diperoleh sebesar24.6 mT pada kondisi tekanan kompaksi 900 kN dengantetmperatur sinter 700oC. Sedangkan nilai induksi remanenterendah pada kondisi tekanan kompaksi 800 kN dengantemperature sinter pada 900oC yaitu sebesar 22.6 mT.
Gambar 2. Grafik hubungan antara tekanan kompaksi terhadap nilai induks
remanen.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antarapengaruh tekanan kompaksi dengan pengaruh temperatursinter memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilaiinduksi remanen. Dengan naiknya tekanan kompaksiyang diberikan pada saat pencetakan memberikan efekpositif terhadap nilai induksi remanen dengan naiknyanilai induksi remanen. Sebaliknya efek temperature sintermemberikan pengaruh negatif dengan turunnya nilaiinduksi remanen.
Pengaruh peningkatan tekanan kompaksi terhadap naiknyanilai induksi remanen dapat ditinjau dari aspek terjadinyapeningkatan kepadatan atau densitas serta berkurangnya ronggaatau porositas setelah proses kompaksi. Seperti diketahuibahwa pemberian tekanan kompaksi pada proses metalurgiserbuk akan membuat kerapatan atau densitas serbukmeningkat serta mereduksi jumlah dan ukuran porositas.Setelah proses kompaksi serbuk, produk yang dihasilkan yangdisebut green body memiliki ukuran yang telah mendekatiukuran produk sebenarnya.
Peningkatan densitas tersebut menyebabkan interaksi antarserbuk semakin besar. Interaksi antar serbuk terjadi melaluimekanisme rotasi dan slip yang terjadi antar serbuk dalammengisi rongga-rongga kosong didalam cetakan sebagai tahapawal. Tahap berikutnya terjadi deformasi partikel serbuk [6].Deformasi terjadi akibat gaya kompaksi yang diberikan telahmelampaui batas luluh dari serbuk logam. Selama deformasiserbuk mengalami peningkatan luas permukaan kontak sesamaserbuk. Deformasi tersebut juga mengakibatkan terjadinyainterlocking dan fenomena cold welding antar sesame partikelserbuk [6].
Akibat pemberian tekanan kompaksi maka terjadipeningkatan sifat-sifat magnetic seperti induksi, permeability,coercive force dan residual magnetism dengan naiknyadensitas akibat proses kompaksi [2]. Seperti diketahui bahwainduksi magnetic adalah sifat yang berkaitan dengan jaraksehingga dengan semakin rapatnya partikel serbuk maka jugamenyebabkan peningkatan nilai induksi remanen. Penelitianoleh Hanejko et al menemukan bahwa magnetic performancemengalami peningkatan akibat peningkatan densitas akibatproses kompaksi [2].
Gambar 3 memperlihatkan grafik hubungan antaratemperature sinter terhadap nilai induksi remanen yangdihasilkan. Dari grafik terlihat bahwa peningkatan temperatursinter memberikan efek penurunan nilai induksi remanen.
Gambar 3. Grafik hubungan antara temperature sinter terhadap nilai
induksi remanen.
(b)
(c)
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-31
Dari hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa terjadipenurunan nilai induksi remanen dengan semakin naiknyatemperature sinter. Dari grafik terlihat bahwa pada tekanankompaksi yang sama diperoleh penurunan nilai induksiremanen. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada proses sinterpartikel serbuk mengalami pemanasan dibawah temperaturelelehnya. Namun demikian dapat terjadi proses rekristalisasi.Pada proses sintering terjadi tahapan adhesi dan rekristalisasi.Pada tahapan-tahapan tersebut terjadi perubahan microstrukturseperti perubahan fasa, partumbuhan butir dan terjadinya cacatshrinkage. Karena temperature sinter pengujian berada padadaerah temperature rekristalisasi maka dapat menyebabkanterjadinya perubahan mikrostruktur. Perbahan mikrostrukturyang paling berpengaruh terhadap penurunan nilai induksiremanen adalah semakin hilangnya orientasi serbuk yangdihasilkan pada proses kompaksi akibat semakin tingginyatemperature sinter yang diberikan.
Orientasi partikel yang diperoleh pada proses kompaksiberpengaruh pada arah domain magnetic yang dihasilkan.Orientasi tersebut menjadi berkurang dengan pemanasan yangdilakukan. Selain itu alasan lainnya adalah level oksidasi yangdihasilkan. Seperti telah diketahui bahwa rekasi oksidasisemakin tinggi dengan naiknya temparatur. Karena pemanasanyang dilakukan tanpa melibatkan gas inert maka terjadi prosesoksidasi antara produk dengan udara didalam tungku selamaproses sinter.
Semakin tinggi temparature sinter akan meningkatkanproduk oksidasi yang dihasilkan. Dengan kehadiran oksidabaik pada permukaan maupun pada bagian dalam hasilmetalurgi serbuk maka akan berdampak pada pengurangannilai induksi remanen. Pengurangan nilai induksi remanentersebut disebabkan karena produk oksida adalah produknonlogam yang tidak memiliki sifat magnetic atau masukdalam kategori diamagnetic.
Gambar 4. Grafik hubungan antara tekanan kompaksi terhadap nilaiinduksi remanen pada berbagai jarak pengujian untuk temperature sinter 700oC
Gambar 4 memperlihatkan hasil pengukuran terhadapinduksi remanen pada jarak 0 cm, 2 cm, 4 cm dan 6 cm untuktemperature sinter 700oC. dari grafik terlihat bahwa semakinjauh jarak pengukuran dari specimen maka nilai induksiremanen juga semakib berkurang. Perbedaan signifikan padanilai induksi remanen terjadi pada jarak pengukuran 0 cm dan 2cm. Dari gambar 4 juga memperlihatkan adanya penurunannilai induksi remanen secara bertahap dengan semakin jauhnya
jarak titik pengukuran. Untuk titik pengukuran 4 cm dan 6 cmmemperlihatkan perbedaan nilai induksi yang tidak terlalu jauhberbeda.
Seperti telah diketahui bahwa nilai induksiremanen/magnetic adalah sifat bahan yang sangat bergantungpada jarak atau titik pengukuran benda pada bidang atau medanmagnetic.
Hasil yang sama diperoleh untuk temperature sinter 800oCdan 900oC seperti terlihat pada gambar 5 dan gambar 6dibawah ini.
Gambar 5. Grafik hubungan antara tekanan kompaksi terhadap nilaiinduksi remanen pada berbagai jarak pengujian untuk temperature sinter 800oC
Gambar 6 Grafik hubungan antara tekanan kompaksi terhadap nilai induksiremanen pada berbagai jarak pengujian untuk temperature sinter 900oC.
Dari gambar 4, 5 dan 6 terlihat bahwa pengaruh tekanankompaksi terhadap perilaku nilai induksi remanen pada variasitemparatur sinter 700oC, 800oC dan 900oC pada titik-titikpengukuran 0 cm, 2 cm, 4 cm, dan 6 cm memiliki kemiripandimana perbedaan hanya terdapat pada nilai induksiremanennya.
IV. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dipeorleh bahwa pengaruh variasitekanan kompaksi dan temperature sinter terhadap nilai induksiremanen/magnetic memberikan efek yang berbeda.Peningkatan tekanan kompaksi pada proses metalurgi serbukmemberikan efek peningkatan nilai induksi remanen.Sebaliknya peningkatan temperature sinter pada prosesmetalurgi serbuk memberikan efek penurunan nilai induksi
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-32
remanen. Tekanan kompaksi memberikan efek peninhkatandensitas dan orientasi serbuk yang menyebabkan naiknya nilaiinduksi remanen. Sedangkan temperature sinter yang tinggicenderung menurunkan nilai induksi remanen akbat darisemakin besarnya produk oksida logam..
DAFTAR PUSTAKA
[1] Groover, G.P, ‘ Fundamentals of Modern Manufacturing,John Wiley & Sons, Inc, 2002.
[2] Hanejko Francis G, Phan Hung G. and Rutz Howard G.“Powder Metallurgy Materials for AC MagneticApplications” PM2TEC '96 World Congress, 1996.
[3] Hanejko Francis G, Rutz Howard and G. Christopher“Effects Of Processing and Materials On Soft MagneticPerformance Of Powder Metallurgy Parts, PowderMetallurgu World Congress, San Francisco, 1992..
[4] Clauster Henry R’ Industrial and Engineering Materials,McGraw-Hill, Inc 1975.
[5] Kalpakjian Serope and Schmid Steven R ‘ ManufacturingProcess for Engineering Materials’ Fourth Edition,Prentice Hall 2003.
[6] Schlenker B.R. ‘Introduction to Material Science’John Wiley & Sons, Page 153-154, 1974
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-33
Pengaruh Parameter Pemotongan (Feeding, CuttingSpeed, Depth of Cut) Terhadap Konsumsi Energi
Pada Permesinan Bubut
Hamka MunirJurusan Mesin Fakultas Teknik
Universitas HasanuddinMakassar, [email protected]
Johannes Leonard dan Rafiuddin SyamJurusan Mesin Fakultas Teknik
Universitas HasanuddinMakassar, Indonesia
[email protected]@gmail.com
Abstract— To reach development of have continuation, industrial haveto yield friendly and going concern product of environment that is bylessening consumption of energi in making and usage of product.Thisstudy aimed to determine the effect of cutting parameters, namely cuttingspeed (cutting speed), the rate of feeds (feeding) and depth feeds (depth ofcut) on energy consumption on the lathe with carbon steel specimens ST-37. The study was conducted in the Department of MechanicalEngineering Workshop Hasanuddin University, Makassar. Datacollection was performed with 3 levels of cutting speed, 5 levels withdepth Ingestion Ingestion rate constant. Retrieval of data for energyconsumption is done by using a digital clamp meter gauge analysed thenthe results using regression analysis. The results showed that the smallestvalue of the total energy consumption obtained at cutting speed 550 m /min at a feeds rate of 0.205 mm / rev Ingestion with a value Et of 254.03kWs.
Keywords— Cutting Parameters, Energy Consumption
I. PENDAHULUAN
Produksi berkelanjutan telah menjadi isu penting di sektormanufaktur. Dalam literatur umumnya pembangunanberkelanjutan harus mencakup tiga pilar, yaitu ekonomi,masalah sosial dan lingkungan. Untuk mencapai pembangunanberkelanjutan, industri harus menghasilkan produk yangramah lingkungan. Salah satu cara untuk mencapai produkramah lingkungan adalah mengurangi konsumsi energi dalampembuatan dan penggunaan produk. Produksi berkelanjutanmerupakan solusi dalam mengatasi masalah permintaan biayaenergi yang lebih tinggi. Ini berlaku di bidang rekayasa,termasuk proses permesinan (Hanafi et al, 2012). Satupertimbangan penting dalam produksi berkelanjutan adalahpengurangan konsumsi energi (Park et al, 2009; Rajemi et al,2010).
Permesinan merupakan bagian terpadu dalam produksi.Dengan mengurangi konsumsi energi dalam mesin akanmemberikan kontribusi dalam pengurangan konsumsi energiuntuk memproduksi satu bagian produk. Sebuah prasyaratdalam menargetkan pengurangan energi dalam prosespermesinan adalah kemampuan untuk menentukan total energiyang digunakan selama mesin beroperasi. Identifikasipenggunaan energi dalam proses permesinan dapat dilakukandengan mempelajari proses pemesinan tertentu secara rinci(Chapman, 1974). Karya-karya sebelumnya pada identifikasiproses pemesinan yaitu dengan menurunkan persamaan untuk
konsumsi energi total dikemukakan oleh Rajemi et al. (2010)dan Diaz et al. (2012).
Sarwar et al. (2009) menyatakan bahwa variasispesifik pengurangan energi sebagai fungsi dari bahan bendakerja yang berbeda dapat memberikan informasi yang bergunayang memungkinkan untuk memperkirakan karakteristikpermesinan untuk benda kerja yang dipilih. Mori et al. (2011)menyatakan model perhitungan dengan mengelompokkankonsumsi energi dari alat mesin menjadi konsumsi dayakonstan, dalam keadaan konsumsi daya berjalan untukmenghitung penggunaan spindel dan motor, dan konsumsidaya untuk posisi pekerjaan serta untuk mempercepat/memperlambat poros dengan kecepatan yang ditentukan. Diazet al. (2012) mengamati bahwa total konsumsi energi dapatdibagi menjadi dua bagian: konsumsi energi yang konstan dankonsumsi energi variabel yang berkaitan dengan kekuatanpemotongan.
Pada penelitian sebelumnya,Mohamad Farizal Rajemi(2010) melakukan penelitian tentang konsumsi energi padaproses permesinan bubut diperoleh energi total dalam prosespemesinan tertentu adalah 103,742 [KWS], yang meliputijumlah energi yang dikonsumsi dari setup mesin sampaiselesai. Demikian halnya Rusdi Nur (2012) pada penelitiantersebut hasilnya didapatkan total konsumsi energi diperolehpada kisaran 63.311 [KWS]
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa parameterpemotongan yaitu kecepatan potong (cutting speed), lajupemakanan (feeding) dan kedalaman pemakanan (depth ofcut) terhadap konsumsi energi pada proses mesin bubutdengan spesimen baja karbon ST-37.
II. LANDASAN TEORI
Energi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan(Rajemi et al. 2008):
E = E1 + E2 (1) E1 adalah energi yang digunakanuntuk setup mesin dan dapat dihitung dari jumlah daya yangdigunakan selama waktu setup, seperti yang ditunjukkandalam persamaan :E1 = P0 t1 (2)Dimana P0 adalah daya yang digunakan oleh modul mesin[W].Jumlah P0 dapat diasumsikan sebesar 35% dari dayamaksimum pada mesin.t1 adalah waktu yang diperlukan untuksetup mesin [s]. P dapat dihitung sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-34
P = V . I. (3)Jika energi E2 yang digunakan selama pengerjaan denganmesin dan dapat dihitung dengan jumlah daya dalam modulmesin dan energi pada pemindahan bahan, seperti yangdikemukakan oleh Gutowski dalam persamaan (Gutowski etal. 2006).
E2 = (P0 + k ) t2 (4)di mana k adalah spesifik energi pemotongan [Ws/mm3],adalah tingkat pemindahan material [mm3 / s] dan t2 adalahwaktu yang digunakan dalam proses pemotongan [s]. Energinilai tertentu k dapat mengacu pada Walsh (2000), nilainyaadalah 5 untuk stainless steel. Tingkat pemindahan bahandapat dihitung sebagai berikut:
= (5)
Nilai energi pemotongan yang digunakan untuk k, dariberbagai bahan benda kerja dapat diperoleh dari data yangdilaporkan oleh Walsh (2000) seperti yang ditampilkan dalamTabel 3.1.Waktu pemotongan (t2) dapat dihitung dengan rumus :
t2 = (6)
DimanaDavgadalah diameterrata-rata untukbenda kerja[mm],dimanaDi(diameter awal,mm) danDf(diameter akhir, mm),ladalah panjangpemotongan[mm], fadalahlaju pemakanan[mm/rev]danVcadalahkecepatan potong[m / menit].
III. METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan WaktuPenelitian ini akan dilakukan pada bulan Februari 2013sampai April 2013, bertempat di Workshop mesin Unhas dandi Laboratorium Mesin Balai Latihan Kerja Industri (BLKI)Makassar.
Metode Penelitian
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data pengaruhparameter pemotongan terhadap konsumsi energi yangdigunakan selama peroses pembubutan benda kerja.Dalampenelitian ini digunakan tiga tingkat kecepatan potong, yaitumasing-masing 180, 330 dan 550 (m/min). untuk lajupemakanan menggunakan lima tingkat, yang masing–masing0.105, 0.132, 0.158, 0.184 dan 0.205 (mm/rev). Sementarakedalaman potong yang dirancang adalah konstan sebesar 1mm untuk masing-masing pengujian.Dari proses pemotongan pada mesin bubut data pengukuranyang diperoleh berupa konsumsi energi diolah secara grafikdan statistik. Data-data yang diperoleh diploting dalam grafik,hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh kecepatanpotong, laju pemakanan, kedalaman pemotongan terhadapkonsumsi energi pada jenis benda kerja (St 37).Analisis selanjutnya ialah analisa statistik denganmenggunakan program SPSS (Statistical Package for SocialSciences), dengan metode regresi, untuk mengetahui seberapabesar pengaruh variabel-variabel (kecepatan potong, lajupemakanan, kedalaman pemotongan) terhadap konsumsienergi.Untuk perhitungan konsumsi energi digunakan alat bantudigital clamp meter, yaitu dengan megukur tegangan dan arusyang dihasilkan oleh mesin pada kondisi tanpa pembebanan.
IV. ANALIS DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah datapengaruh parameter pemotongan terhadap kekasaranpermukaan dan konsumsi energi yang digunakan selamaperoses pembubutan benda kerja.Data hasil penelitian inidigunakan tiga tingkat kecepatan potong, yaitu masing-masing180, 330 dan 550 (m/min). untuk laju pemakananmenggunakan lima tingkat, yang masing–masing 0.105, 0.132,0.158, 0.184 dan 0.205 (mm/rev). Sementara kedalamanpotong yang dirancang adalah konstan sebesar 1 mm untukmasing-masing pengujian.
Dimensi benda kerja untuk pegujian ini adalah diameterawal = 36, panjang benda kerja = 100 mm, panjangpembubutan benda kerja = 50 mm, seperti yang diperlihatkanoleh gambar sebagai berikut :
Gambar 1. Benda kerja setelah dilakukan pembubutan
Untuk mempermudah analisa data yang diperoleh, makahasil pengamatan dianalisa dengan analisa teknis. Kemudian,disusun kedalam tabel analisa desain, yang berguna untukmempermudah dalam membandingkan hasil dari setiapparameter pemotongan terhadap konsumsi energi. Setelah itudibuatkan grafik untuk mempermudah pembacaandata.Selanjutnya untuk menguji variabel-variabel bebas yangberpengaruh digunakan sebagai variabel dipendent dalamregresi, maka digunakan regresi linier berganda.
Respon dari konsumsi energi terhadap laju pemakanan,telah dilakukan pengambilan data-data sebagai berikut :
Tabel 1. Respon laju pemakanan terhadap waktu setup mesin (t1) dengankecepatan potong 180. 330 dan 550 m/min.
LajuPemakanan(mm/rev)
Waktu setup mesin (s)
Vc = 180m/min
Vc = 330m/min
Vc = 550m/min
0.105 4.8 4.51 4.550.132 4.45 4.34 4.380.158 4.6 4.78 4.460.184 4.88 4.91 4.210.205 4.59 4.6 4.17
Untuk lebih jelas dari pengambilan data dapat dilihat padagambar 2.berikut :
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-35
Gambar 2. Hubungan antara waktu setup mesin terhadap laju pemakananWaktu yang diperlukan untuk setup mesin harus ditambah
waktu non produktif yaitu, waktu pemasangan benda kerja,waktu pengecekan ukuran benda kerja, waktu yang diperlukanuntuk melepas benda kerja, waktu yang diperlukan untukmengantarkan benda kerja (dari bagian penyiapan benda kerjake mesin).
Dari gambar 2.memperlihatkan bahwa, waktu setup mesinpada masing-masing kecepatan potong cenderung sama,karena waktu setup mesin dilakukan dengan perlakuan yangsama.
Tabel 2. Respon laju pemakanan terhadap konsumsi energi (E1) dengan
kecepatan potong 180. 330 dan 550 m/min.
LajuPemakanan(mm/rev)
Konsumsi energi E1 (kWs)
Vc = 180m/min
Vc = 330m/min
Vc = 550m/min
0.105 6.76 6.35 6.40.132 6.27 6.11 6.160.158 6.48 6.73 6.280.184 6.88 6.91 5.920.205 6.47 6.47 5.87
Untuk lebih jelas dari pengambilan data dapat dilihat padagambar berikut :
Gambar 3. Hubungan antara konsumsi energi E1 terhadap laju pemakanan
Dari gambar 3.memperlihatkan bahwa, konsumsi energiyang didapatkan pada kecepatan potong 550 m/mincenderung lebih kecil, hal ini disebabkan karena pembubutanbenda kerja lebih cepat sehingga waktu yang digunakan lebihsingkat. Konsumsi energi untuk ketiga kecepatan potongsangat dipengaruhi oleh waktu setup mesin, apabila waktusetup mesin yang digunakan lebih lama maka akanberpengaruh terhadap konsumsi energi.
Tabel 3.Respon laju pemakanan terhadap jumlah geram (mm3/s) dengan
kecepatan potong 180, 330 dan 550 m/min.Laju
Pemakanan(mm/rev)
Geram yang dihasilkan (mm3/s)
Vc = 180m/min
Vc = 330m/min
Vc = 550m/min
0.105 315 577.5 962.50.132 396 726 12100.158 474 869 1448.30.184 552 1012 1686.60.205 615 1127.5 1879.1
Untuk lebih jelas dari pengambilan data dapat dilihat padagambar 4.berikut
Gambar 4. Hubungan antara jumlah geram terhadap laju pemakanan
Dari gambar 4.memperlihatkan bahwa, geram yang dihasilkanpada masing-masing kecepatan potong mengalami kenaikan.Hal ini dipengaruhi oleh kondisi laju pemakanan dimana dapatdilihat bahwa semakin tinggi laju pemakanan maka jumlahgeram yang dihasilkan semakanin besar pula.Jumlah geramyang dihasilkan pada kecepatan potong 550 m/min lebih besardibandingkan dengan kecepatan potong 180 dan 330 m/min.
Tabel 4. Respon laju pemakanan terhadap waktu pemotongan (t2) dengankecepatan potong 180. 330 dan 550 m/min.
LajuPemakanan(mm/rev)
Waktu pemotongan (s)
Vc = 180m/min
Vc = 330m/min
Vc = 550m/min
0.105 137.06 74.76 44.850.132 109.02 59.46 35.680.158 91.08 49.68 29.81
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-36
0.184 78.21 42.66 25.590.205 70.2 38.29 22.97
V.Untuk lebih jelas dari pengambilan data dapat dilihat pada
gambar 5.berikut :
Gambar 5. Hubungan antara waktu pemotongan terhadap laju pemakananDari gambar 5.memperlihatkan bahwa, waktu pemotongan
untuk panjang pemotongan benda kerja 50 mm pada masing-masing kecepatan potong cenderung menurun. Hal inidipengaruhi oleh laju pemakanan, dimana semakin tinggi lajupemakanan yang digunakan, maka waktu pemotongan bendakerja semakain kecil.Waktu pemotongan terkecil didapatakanpada kecepatan potong 550 m/min dengan laju pemakanan0.205 mm/rev.
Tabel 5. Respon laju pemakanan terhadap konsumsi energi E2 (kWs) dengankecepatan potong 180. 330 dan 550 m/min.
LajuPemakanan(mm/rev)
Konsumsi energi E2 (kWs)
Vc = 180m/min
Vc = 330m/min
Vc = 550m/min
0.105 408.88 321.14 278.990.132 369.38 299.57 266.10.158 344.12 285.81 257.840.184 325.99 275.93 251.830.205 314.72 269.78 248.16
VI.Untuk lebih jelas dari pengambilan data dapat dilihat padagambar 6.berikut :
Gambar 6. Hubungan antara konsumsi energi E2 terhadap laju pemakananDari gambar 6.memperlihatkan bahwa, konsumsi energi
yang didapatkan pada kecepatan potong 550 m/mincenderung lebih kecil, hal ini disebabkan karena pembubutanbenda kerja lebih cepat sehingga waktu yang digunakan lebihsingkat. Konsumsi energi untuk ketiga kecepatan potongmengalami penurunan seiring dengan kenaikan lajupemakanan, hal ini dipengaruhi oleh waktu pemotongan,apabila waktu pemotongan yang digunakan lebih lama makaakan berpengaruh terhadap konsumsi energi.
Tabel 6.Respon laju pemakanan terhadap Konsumsi energi Etot (kWs)dengan kecepatan potong 180. 330 dan 550 m/min.
LajuPemakanan(mm/rev)
Konsumsi energi Etot (kWs)
Vc = 180m/min
Vc = 330m/min
Vc = 550m/min
0.105 415.64 327.49 285.40.132 375.66 305.68 272.270.158 350.60 292.55 264.120.184 332.87 282.84 257.760.205 321.19 276.25 254.03
Untuk lebih jelas dari pengambilan data dapat dilihat padagambar 7.berikut :
Gambar 7. Hubungan antara konsumsi energi total (Etot) terhadap lajupemakanan
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-37
Pada gambar 7. di atas memperlihatkan bahwa nilaikonsumsi energi terkecil didapatkan pada kecepatan potong550 m/min dengan laju pemakanan 0.205 mm/rev dengan nilaikonsumsi energi 254.03 kWs. Pada masing-masing kecepatanpotong dapat dilihat bahwa nilai konsumsi energi akan turunseiring kenaikan laju pemakanan pada pada prosespembubutan benda kerja, hal ini diakibatkan oleh pengaruhdari jarak yang ditempuh oleh pahat, jika jarak yang ditempuholeh pahat semakin cepat maka waktu pemotongan bendakerja lebih singkat.
Untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel bebas lajupemakanan terhadap total konsumsi energi (Y), dilakukanpengujian dengan F-test hasilnya dapat dilihat pada tabelAnova, berikut :
Hasil uji Anova diketahui besarnya nilai F hitung adalah13.465 dengan degree of freedom/derajat bebas (df) regressionsebesar 1 dan nilai df dari residual sebesar 3, maka dapatdiketahui besarnya nilai dari F-tabel pada tingkat signifikansi5% (α = 0,05) yaitu sebesar 10.13 (Lihat Tabel F).
Berdasarkan kedua nilai F tersebut, selanjutnya dilakukanpengujian apakah persamaan garis regresi berganda yangdigunakan dalam penelitian ini dapat digunakan untukmengestimasi atau memprediksi dari setiap perubahanbesarnya nilai konsumsi energi (Y), atau menguji apakahpersamaan merupakan model regresi yang terbentuk secaralinear dengan variabel bebas yang diteliti tersebut.
Untuk pengujian yaitu dengan membandingkan besarnyanilai F hitung dan F tabel, memberikan hasil bahwa nilai Fhitung lebih besar dari F tabel atau 13.465>10.13.Oleh karenaitu, dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara variabelbebas dengan konsumsi energi. Atau dengan kata lain nilaipersamaan garis regresi linear berganda dalam penelitian inidapat digunakan dengan baik untukmemprediksi/memperkirakan setiap perubahan(kenaikan/penurunan) dari nilai konsumsi energi (Y).
V. DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan data dan analisa percobaan diatas dapatdisimpulkan sebagai berikut :
Konsumsi energi tidak berpengaruh signifikan terhadapparameter pemotongan. Sedangkan untuk nilai konsumsi
energi pada masing-masing laju pemakanan terjadi penurunannilai konsumsi energi. Nilai konsumsi energi terkecildidapatkan pada kecepatan potong 550 m/min dengan lajupemakanan 0.205 mm/rev dengan nilai konsumsi energi254.03 kWs. Nilai konsumsi energi semakin kecil pada tinggilaju pemakanan yang semakin tinggi.
REFERENCES
[1] Asmed; Yusri Mura. (2010). Pengaruh Parameter Pemotongan TerhadapKekasaran Permukaan Proses Bubut Untuk Material ST 37. Jurnal TeknikMesin. Vol. 7 No.2. ISSN 1829-8958.
[2] Chapman PF. (1974). Energy Costs: A Review of Methods. Energy Policy2(2):91– 103.
[3] Diaz, N.; Choi, S.; Helu, M.; Chen, Y.; Jayanathan, S.; Yasui, Y.; Kong, D.;Pavanaskar, S.; Dornfeld, D. (2010). Machine Tool Design and OperationStrategies for Green Manufacturing, in: Proceedings of the 4th CIRPInternational Conference on High Performance Cutting (HPC2010)1:271-276.
[4] Fnides B., M. A. Yallese, T. Mabrouki, J-F. Rigal, (2009) Surfaceroughness model in turning hardened hot work steel using mixedceramic tool, Mechanika Nr.3(77): 68-73.
[5] Gutowski T; Dahmus J; Thiriez A. (2006). Electrical Energy Requirementsfor Manufacturing Processes. 13th CIRP International Conference onLife Cycle Engineering, Leuven, Belgium, 623–627.
[6] Hanafi I; Abdellatif Khamlichia; Francisco Mata Cabrerab; EmilianoAlmansab; and Abdallah Jabbouri. (2012). Optimization of cuttingconditions for sustainablemachining of peek cf30 using tin tools.Journal of Cleaner Production.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jclepro.2012.05.005[7] Mori, M., Fujishima, M., Inamasu, Y., Oda, Y. 2011. A study on energy
efficiency improvement for machine tools. CIRP Annals eManufacturing Technology 60 (1): 145-148.
[8] Nur Rusdi; Noordin Mohd Yusof; Izman Bin Sudin; Deni Kurniawan.(2012). Department of Manufacturing and Industrial Engineering,Universiti Teknologi Malaysia, Skudai, Malaysia. Journal ofManufacturing and Industrial Engineering.
[9] Rajemi MF; Mativenga PT, Aramcharoen A. (2010). SustainableMachining: Selection of Optimum Turning Conditions based onMinimum Energy Considerations. Journal of Cleaner Production 18(10–11):1059–1065.
[10] Sarwar, M; Persson, M; Hellbergh, H; Haider, J. (2009). Measurement ofspecific cutting energy for evaluating the efficiency of bandsawingdifferent workpiece materials. International Journal of Machine Toolsand Manufacture 49 (12-13): 958-965.
[11] Walsh R. A. (2000). Handbook of Machining and MetalworkingCalculations, 1st edition. McGraw-Hill Professional.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-38
Pengaruh Putaran dan Temperatur TerhadapKekuatan Sambungan Las Hasil Friction WeldingAntara Baja AISI 1045 dengan Baja Tahan Karat
AISI 316L
Hoppy IstiawanJurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas MusamusMerauke-Papua, Indonesia
Abdul Hay Muchsin, Hammada AbbasJurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas HasanuddinMakassar-Sulawesi Selatan, [email protected]
Abstract— Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruhputaran dan temperatur terhadap kekuatan sambungan las(kekuatan tarik dan kekerasan) dari hasil pengelasan gesekantara baja AISI 1045 dengan baja tahan karat AISI 316L.Proses pengelasan gesek dilakukan dengan memvariasikanputaran (550 rpm, 1020 rpm dan 1800 rpm) serta temperatur(650ºC, 750ºC, 850ºC). Hasil pengelasan gesek tersebut kemudiandilakukan pengujian untuk mengetahui kekuatansambungannya. Data awal penelitian diperoleh melalui prosespengujian tarik dan pengujian kekerasan pada mesin tarik danmesin kekerasan. Data dianalisis dengan menggunakan metodestatistik yaitu regresi dan anova. Hasil penelitian menunjukkanbahwa nilai kekuatan tarik maksimum dan kekerasanmaksimum tertinggi terjadi pada putaran 1800 rpm dantemperatur 850ºC dengan nilai masing σmax = 480,23 N/mm2 danHB max = 219,03 BHN. Analisis statistik menunjukkan bahwa adahubungan dan pengaruh antara variabel input X (putaran dantemperatur) terhadap variabel output Y (kekuatan tarik dankekerasan)
Kata kunci : friction welding, putaran, temperatur, kekuatantarik, kekerasan
I. PENDAHULUAN
Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembanganindustrialisasi seperti sekarang ini, pengguna dan pemakaianmaterial logam merupakan sesuatu hal yang tidak dapatdihindari. Bahkan para ahli berpendapat bahwa pemakaianlogam merupakan salah satu indikasi untuk mengukurperkembangan teknologi dan industri suatu negara. Dariperkembangan tersebut, maka teknologi sambungan las banyakdigunakan baik pada konstruksi dinamis maupun statis.Pengelasan (WELDING) adalah salah satu teknikpenyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logaminduk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dandengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkansambungan yang kontinu[1].
Dalam pengelasan gesek/friction welding merupakanpengelasan tanpa menggunakan kawat las/elektroda sehinggabisa dipastikan bahwa sambungan yang diperoleh antara kedua
material yang dilas adalah sambungan yang homogen. Selainitu untuk penyambungan poros dengan proses ini dapatmeminimalisir bergesernya sumbu dari material yang dilas.
Durasi gesek, tekanan gesek dan tekanan tempa sangatberpengaruh terhadap kekuatan tarik hasil pengelasangesek/friction welding pada material baja karbon, dimanadidapatkan kekuatan tarik meningkat seiring denganbertambahnya durasi gesek, tekanan gesek, dan tekanantempa, hal ini disebabkan tekanan gesek dan durasi gesekanyang dilakukan sudah mencapai temperatur tempa sehinggatekanan tempa sebagai fungsi meningkatkan temperatur danpenyambungan dapat melakukan ikatan yang sangat baik[2].
Proses pengelasan gesek/friction welding, kecepatanputaran merupakan variabel yang sensitif dan dalam hal inidapat divariasikan jika waktu dan temperatur pemanasan sertatekanan dikontrol dengan baik. Secara umum, kecepatanputaran yang lebih tinggi dapat digunakan untuk mengelasbahan peka panas seperti baja hardenable[3].
Baja karbon merupakan salah satu jenis logam yang palingbanyak digunakan diberbagai bidang teknik terutama untukkeperluan industri strategis seperti konstruksi bangunan,pembuatan alat-alat perkakas, alat-alat Otomotif, konstruksipesawat terbang, dan lain-lain. Banyaknya pemakaian jenislogam ini terlepas dari sifat-sifat yang dimilikinya diantaranyaadalah : mudah diperoleh dipasaran, mudah dibentuk/diprosesatau mempunyai sifat permesinan yang baik dan harganyarelatif murah[5].
Berdasarkan pemikiran dan uraian diatas, maka akandilakukan Penelitian dengan judul : Pengaruh Putaran danTemperatur Terhadap Kekuatan Sambungan Las Hasil FrictionWelding Antara Baja AISI 1045 dengan Baja Tahan KaratAISI 316L.
.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Friction welding adalah proses pengelasan padat dimanapanas untuk pengelasan dihasilkan oleh gerakan relatif antaradua permukaan yang saling bergesekan. Metode inibergantung pada konversi langsung dari energi mekanik ke
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-39
energi termal untuk membentuk hasil lasan tanpa aplikasipanas dari sumber lain.
Friction welding/Pengelasan gesek mempunyai banyakkelebihan-kelebihan dibandingkan dengan proses pengelasanlainnnya, diantaranya: tidak memerlukan fluks/selaput las,bahan pengisi/elektroda ataupun gas dalam proses pengelasan,tidak ada percikan api las ataupun asap yang dihasilkan, tidakada pencairan sehingga tidak ada cacat solidifikasi yangterjadi (misalnya gas porositas), dapat menyambung dua buahlogam yang berbeda (dissimilar) sehingga dapat mengurangibiaya bahan baku dalam aplikasi pengelasan logam yangberbeda dan sebagainya.
Gambar di bawah ini menunjukkan langkah-langkah dasarproses pengelasan dengan gesekan dimana prosespenyambungan logam yang terjadi disebabkan oleh gesekanakibat perputaran logam satu terhadap lainnya di bawahpengaruh tekanan aksial.
Gambar 1. langkah-langkah dasar proses pengelasan gesekan.(a) Satu benda kerja diputar dan benda lain dalam keadaan diam(b) Kedua benda kerja saling disentuhkan permukaannya dan gaya aksialdiberikan untuk memulai proses pengelasan(c) rotasi benda kerja dihentikan dan proses pengelasan selesai3.
Gambar 2. Plot parameter waktu yang dipilih terhadap tiga tahapan prosesfriction welding.
Hubungan diantara variabel-variabel proses pengelasanditunjukkan pada gambar 2 yang diplot untuk kecepatanputaran dan tekanan sebagai fungsi waktu untuk pengelasan.Waktu yang dibutuhkan untuk menghentikan gelendong jugamerupakan variabel penting karena mempengaruhi suhupengelasan dan waktu gaya penempaan.
Hubungan antara tegangan dan regangan pada beban tarikditentukan dengan rumus sebagai berikut:
A
F ……. (1)
di mana:F = beban (N)A = luas penampang (mm2)
σ = tegangan (N/mm2)Besarnya regangan adalah jumlah pertambahan panjang
karena pembebanan dibandingkan dengan daerah ukur (gagelength), yang dapat dihitung dengan persamaan:
ol
l ……. (2)
di mana: = Regangan (mm/mm)ΔL= pertambahan panjang (mm)lo = panjang daerah ukur (mm)
Sedangkan nilai kekerasan yang terjadi dihitungmenggunakan metode Brinnell dengan persamaan:
……. (3)
di mana:P = beban yang digunakan (kg)D = diameter bola baja (mm)d = diameter lekukan (mm)
Observasi dengan SEM dilakukan untuk menyelidikistruktur mikro permukaan material (geopolimer) (termasukporositas dan pembentukan retakan), dan antar muka(Interface) antara agregat matriks. Mikroskop elektron (SEMatau TEM) adalah mikroskop yang menggunakan berkaselektron sebagai sumber energi, dan lensa elektromagnetiksebagai pengganti lensa gelas.
..........(4)Dimana :
= resolusi (jarak minimum yang masih dapat dipisahkan)
= panjang gelombangn = indeks bias medium yang dilewati sumber energiα = sudut bukaan
Metode statistik merupakan suatu metode analisis untukmelihat kecenderungan hubungan maupun pengaruh antaravariabel bebas (x) dan variabel terikat (y)
Regresi berganda merupakan perluasan dari metode regresisederhana dan penggunaannya bertujuan untuk mencarihubungan antara variabel dependen Y dengan dua atau lebihvariabel independen (X1, X2, …..Xn) dalam bentuk persamaansebagai berikut:
ŷ = a + b1x1 + b2x2 + … + bnxn …….......(5)
Untuk mencari nilai a, b1 dan b2 dalam linier regresiberganda untuk dua variabel independen X1 dan X2 dapatdigunakan kuadrat minimum (by least squares). dimanakondisi minimum turunan pertama dari SSE berturut-turutterhadap a, b1 dan b2 bernilai nol, sehingga diperoleh tigapersamaan berikut :
= na + b + b ...…(6)
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-40
= a + b1 + b2 .….(7)
= a + b1 + b2 .….(8)
Analisis varian (analysis of variance, anova) adalahsebuah teknik yang dipakai untuk membandingkan dua ataulebih parameter populasi. Teknik ini sering dipakai untukpenelitian terutama pada rancangan penelitian eksperimentaldengan cara membandingkan nilai fTabel dengan nilai fHitung
yang diperoleh dari hasil perhitungan.
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan danbertempat di Bengkel Mekanik dan Laboratorium MekanikJurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Ujung Pandang,Laboratorium Metalurgi Fakultas Teknik UniversitasHasanuddin dan Laboratorium Fisika Fakultas MIPAUniversitas Negeri Makasar.
Bahan penelitian yang digunakan adalah baja AISI 1045dan baja tahan karat AISI 316L dengan diameter 16mm danpanjang 15mm.
Peralatan penelitian yang digunakan adalah mesin bubut,Infrared digital thermometer, jangka sorong, stopwatch,kamera digital, pengukur tekanan sedangkan peralatanpengujian yang digunakan seperti mesin uji tarik, mesin ujikekerasan dan mesin uji SEM.
Penelitian dilakukan dengan proses pengelasan gesek padamesin bubut dengan memvariasikan putaran (550 rpm, 1020rpm, 1800 rpm) dan serta pencatatan temperatur pengelasandengan menggunakan Infrared digital thermometer dan waktupengelasan dengan menggunakan stopwatch. Tekanan aksialdapat diketahui dengan mengunakan pengukur tekanan yangdipasang pada kepala lepas pada mesin bubut. Prosespengelasan ini diulang sesuai dengan variasi putaran dantemperatur yang telah ditetapkan.
Gambar 3 Proses pengelasan gesek
Proses pengelasan gesek dilakukan dengan menvariasikan 3jenis putaran (550rpm, 1020rpm dan 1800 rpm) padatemperatur yang berbeda yaitu: 650oC, 750oC dan 850oC.Hasil sambungan dari proses pengelasan gesek diperlihatkanpada gambar 4 di bawah:
Gambar 4 Hasil pengelasan gesek
Hasil pengelasan gesek tersebut kemudian dibentukmenjadi specimen-spesimen untuk dilakukan pengujianmekanis yaitu specimen uji tarik, uji kekerasan dan specimenuntuk pengujian SEM.
Pengujian sifat-sifat mekanis dilakukan denganmenggunakan mesin uji tarik untuk memperoleh data kekuatantarik maksimumnya dan uji kekerasan untuk memperoleh datakekerasan maksimum serta uji SEM untuk mengetahuiperubahan struktur atomnya.
Data yang diperoleh dari hasil pengujian tarik adalah gayamaksimum yang kemudian digunakan untuk mengetahuikekuatan tarik maksimum dari bahan yang dilas.
Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahuikekerasan yang terjadi. Data awal yang diperoleh daripengujian ini adalah nilai kekerasan pada daerah sambungan(joint).
Pengujian SEM dilakukan untuk mengetahui perubahanstruktur mikro dari bahan setelah mengalami prosespengelasan dengan temperatur yang berbeda.
Setelah data sudah di peroleh melalui pengujian makadilakukan pengolahan data antara lain dengan menggunakanperhitungan, dan analisis. Metode analisis denganmenggunakan metode analisis statistik (Regresi dan ANOVA).
Regresi untuk melihat sebarapa besar hubungan variabel Xdan Y, sedangkan ANOVA untuk melihat pengaruh variabel Xterhadap variabel Y.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengujian
1. Hasil Pengujian Tarik
Dari hasil pengujian dan perhitungan, hubungan kekuatantarik dengan putaran dan temperatur ditunjukkan pada grafikberikut:
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-41
Gambar 5. Hubungan antara kekuatan tarik dan putaran pada temperatur berbeda.
Gambar 6. Hubungan antara kekuatan tarik dan temperatur pada putaran berbeda.
Kekuatan tarik logam induk (base metal) untuk baja AISI1045 adalah 683 N/mm2 sedangkan baja tahan karat AISI316L adalah 656 N/mm2. Dari gambar 3 dan 4 untuk hasilpengelasan gesek diperoleh kekuatan tarik tertinggi padaputaran 1800 rpm temperatur 8500C sebesar 480.23 N/mm2
turun sebesar 29,7 % dari kekuatan tarik base metal,sedangkan kekuatan tarik terendah pada hasil pengelesangesek adalah pada putaran 550 rpm temperatur 6500C sebesar477,34 N/mm2 turun sebesar 30.1 % dari kekuatan tarik basemetal.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan regresi linierberganda diperoleh persamaan regresinya sebagai berikut:
Y’= 471.2274+ 0.0011X1 + 0.0083X2
Sedangkan berdasarkan analisi varians yang dilakukan(Anova) diperoleh hasil sebagai berikut:
Table 1 Hasil ANOVA Uji Tarik
Fhitung Ftabel α(%)
dbnumer
dbdenumer
0.02324 3.554557 5 2 180.03657 3.554557 5 2 180.00034 2.927744 5 4 18
Berdasarkan hasil analisis atau pengujian denganmenggunakan anova, pada tabel 1 menunjukkan bahwa nilaifHitung lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai fTabel yangberarti nilai fHitung berada dalam daerah penerimaan H0.
2. Hasil Pengujian Kekerasan
Berdasarkan hasil perhitungan tegangan geser yangdilakukan terhadap data hasil pengujian maka hubungan antaraputaran, temperatur dan kekerasan ditunjukkan pada grafikberikut:
Gambar 7. Hubungan antara kekerasan dan putaran pada temperatur berbeda.
Gambar 8. Hubungan antara kekerasan dan temperatur pada putaran berbeda.Nilai kekerasan logam induk (base metal) untuk baja AISI
1045 adalah 184.6 BHN, sedangkan baja tahan karat AISI316L adalah 237.3 BHN. Gambar 5 dan 6 untuk hasilpengelasan gesek nilai kekerasan tertinggi pada putaran 1800rpm temperatur 8500C sebesar 219.03 BHN turun sebesar 7,7% dari kekerasan base metal, sedangkan nilai kekerasanterendah hasil pengelesan gesek pada putaran 550 rpmtemperatur 6500C adalah 216.57 BHN turun sebesar 8,7 %dari kekerasan base metal.
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan regresi linierberganda diperoleh persamaan regresinya sebagai berikut:
Y’ = 212.2207 + 0.0010X1 + 0.0057X2
Sedangkan berdasarkan analisi varians yang dilakukan(anova) diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2 Hasil ANOVA Uji Tarik
Fhitung Ftabel α(%)
dbnumer
dbdenumer
3.48530 3.554557 5 2 182.79881 3.554557 5 2 180.12526 2.927744 5 4 18
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-42
Berdasarkan hasil analisis atau pengujian denganmenggunakan anova, pada tabel 2 menunjukkan bahwa nilaifHitung lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai fTabel yangberarti nilai fHitung berada dalam daerah penerimaan H0.
3. Hasil Pengujian SEM
Hasil pengujian SEM dalam pengelasan gesek adalahdaerah HAZ dan daerah Fusion Line antara baja AISI 1045dengan baja tahan karat AISI 316L, adapun hasil pengujianSEM adalah sebagai berikut:
Gambar 9. Hasil foto SEM pada putaran 550 rpm temperatur 850oC
Dari gambar 7(a) hasil las gesek daerah HAZmemperlihatkan bentuk permukaan pembesaran 20 μmterdapat struktur yang tidak seragam ditunjukkan dengan anakpanah sebelah kiri, pada anak panah sebelah kananmenunjukkan struktur ferit. Pada Gambar 7(b), pembesaran500 μm terlihat fusion line antara baja karbon AISI 1045dengan AISI 316L.
Gambar 10. Hasil foto SEM pada putaran 1020 rpm temperatur 850oC
Sedangkan pada gambar 8(a) memperlihatkan pada daerahHAZ terlihat struktur mikro yang seragam yaitu struktur perlitpembesaran 5 μm ditunjukkan pada anak panah sebelah kiridan struktur ferit yang ditunjukkan pada anak panah sebelahkanan. Pada gambar 8(b), pembesaran 500 μm terlihat fusionline antara baja karbon AISI 1045 dengan AISI 316L.
Gambar 11. Hasil foto SEM pada putaran 1800 rpm temperatur 850oC
Pada gambar 9(a) permukaan hasil pengelasan gesek padadaerah HAZ terlihat struktur mikro yang tidak seragamberwarna terang ukurannya makin padat dan kasar pembesaran20 μm. Sementara Pada gambar 9(b), pembesaran 500 μmterlihat fusion line antara baja karbon AISI 1045 dengan AISI316L terlihat semakin padat sehingga kekuatannya akansemakin meningkat.
B. Pembahasan
Pada grafik tersebut diatas terlihat bahwa terjadipeningkatan kekuatan tarik maupun kekerasan seiring denganterjadinya pertambahan kecepatan putaran dan temperatur.Untuk setiap variasi putaran terlihat bahwa kekuatan tarikterbesarnya terjadi pada temperatur 850oC. Hal ini terjadikarena semakin cepat putaran maka waktu pengelasan akansemakin singkat pula sehingga daerah HAZ akan semakinkecil. Proses pengelasan yang berlangsung lamamengakibatkan daerah permukaan benda kerja yang dilasmenjadi lebih rapuh karena terjadinya pemanasan yangberlebihan begitu pula dengan daeah HAZ-nya akan semakinbesar sehingga berpengaruh terhadap sifat mekanis bahanyang dilas. Pada temperatur 850oC merupakan temperatureyang paling stabil dimana atom-atom saling berikatan danberinteraksi. Berdasarkan hasil foto SEM yang dilakukanterlihat bahwa semakin tinggi temperatur maka ukuran atomjuga semakin padat dan seragam sehingga regangan yangterjadi semakin kecil.. Ini menandakan material menjadi lebihkeras dan lebih kuat.
Berdasarkan hasil analisis atau pengujian denganmenggunakan anova, menunjukkan bahwa nilai fHitung lebihkecil jika dibandingkan dengan nilai fTabel yang berarti nilaifHitung berada dalam daerah fTabel. Hal ini dapat menjadiindikasi bahwa variabel input (putaran dan temperatur) sertainteraksinya, berpengaruh terhadap kekuatan sambungan las (tarik dan kekerasan).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari kegiatan penelitian, analisis data dan hasilpembahasan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagaiberikut:
1) Kecepatan putaran pada proses pengelasan gesek dengantekanan penempaan maksimum sekitar 60 MPaberpengaruh terhadap kekuatan sambungan las (kekuatantarik dan kekerasan). Hal ini ditandai dengan terjadinyapeningkatan kekuatan tarik dan nilai kekerasannyaseiring dengan meningkatnya putaran yang diberikan.Kekuatan tarik tertinggi terjadi pada putaran 1800 rpmdengan nilai σmax = 480,23 N/mm2 dan hasil kekerasantertinggi terjadi pada putaran 1800 rpm dengan nilaiHBmax = 219,03 BHN.
2) Temperatur pemanasan yang diberikan (650oC, 750oCdan 850oC) pada proses pengelasan gesek jugaberpengaruh terhadap kekuatan sambungan hasil lasan.Hal ini terjadi karena variasi temperatur yang diberikanmasih dalam satu fasa (α+γ). Dari hasil uji SEM terlihat
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-43
bahwa pada temperatur 850oC, ukuran atom semakinpadat dan seragam sehingga regangan yang terjadisemakin kecil yang mengindikasikan bahwa sambunganyang terjadi akan lebih kuat.
B. Saran
Pada penelitian ini proses pengelasan gesek menggunakanmaterial baja AISI 1045 dengan baja tahan karat AISI 316Lyang terjadi hanya menggunakan satu putaran spindel denganputaran tertinggi 1800 rpm pada proses pengelasan, sehinggapencapaian temperatur dan waktu pengelasan menjadi lebihlama. Hal ini mengakibatkan daerah HAZ (Head AffectedZone) menjadi lebih besar. Oleh karena itu, disarankan padapenelitian selanjutnya menggunakan dua putaran spindel yangberputar berlawanan arah atau dengan menggunakankecepatan putaran diatas 1800 rpm pada proses pengelasanserta bisa menggunakan jenis material yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Hery Sonawan, Rochim Suratman, 2006. “Pengelasan Logam”.Alfabeta, Bandung.
[2] Wahyu Nugroho. 2010, “Pengaruh Durasi Gesek dan TekananTempa terhadap Kekuatan Sambungan Lasan Gesek pada BajaKarbon AISI 1045”.
[3] ASM Handbook. 1993. “Welding, Brazing, and Soldering”.Volume 6, USA.
[4] Muhammad Iswar. 2011. “Pengaruh Variasi ParameterPengelasan (Putaran dan Temperatur) Terhadap KekuatanSambungan Las Hasil Friction Welding Pada Baja KarbonRendah”.
[5] Lawrence H.V.V. 1989 “Ilmu dan Teknologi Bahan”. Erlangga,Jakarta.
[6] Surdya Tata , Saito Shinroku, 1985 “ Pengetahuan bahan teknik“ PT Pratnyya Paramita Jakarta.
[7] Diktat Kuliah , 1991, “ Mengelas baja tahan karat “ PoliteknikManufaktur Bandung.
[8] Saifuddin, M.Noer Ilham, 2000. “Pengaruh Preheat terhadapStrukturMikro dan kekuatan tarik Las logam tak SejenisBaja Tahan karat Austenitik 304 dan Baja Karbon A 36“.
[9] Wiryosumarto Harsono. 2004. “Teknologi Pengelasan Logam”.Cetakan9, Pradnya Paramita, Jakarta
[10] 2002 by Verlag Europa Lehrmittel, Nourney, Vollmer GmbH&Co. “Formeln fur Metallberufe”.
[11] Rohyana, Solih. 1999. “Pekerjaan Logam Dasar”. Armico,bandung.
[12] Subaer. 2012. “Pengantar Fisika Geopolimer”. Dikti, Makasar[13] Walpole, Ronald E., 1995. “Pengantar Statistik”. PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
[14] Dr.Ir. Harinaldi, M.Eng, 2005. “Prinsip-prinsip Statistik untukTeknik dan Sains”, Erlangga, Jakarta.
[15] Wibisono, Yusuf., 2005, “Metode Statistik”. Gajah MadaUniversity Press, Yogyakarta
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-44
Efek Perlakuan Forging danTemperatur Anil terhadapKekerasan dan Frekuensi Natural pada Bilah
Perunggu 80%Cu-20%Sn
I Ketut Gede SugitaJurusan Teknik Mesin fakultas Teknik
Universitas UdayanaBali, Indonesia
Istri Putri Kusuma KencanawatiJurusan Teknik Mesin fakultas Teknik
Universitas UdayanaBali, Indonesia
Abstract— Perunggu merupakan suatu logam yang memilikisifat akustik yang baik, sehingga material ini dipilih sebagaiinstrumen musik. Proses produksi yaitu proses pembentukandan pemadatan (forging), proses perlakuan panas, memegangperanan terhadap sifat mekanis dan akustik yang dihasilkan.Penelitian ini dirancang untuk mengetahui perlakuan forgingdan temperatur anil terhadap kekerasan dan perubahanfrekuensi natural bilah yang terjadi. Paduan perunggu 80%Cu-20%Sn di cor pada temperatur tuang 1000⁰C. Hasil coran diberiperlakuan forging dengan variasi forging 10,15 dan,20%.. Semuasampel diberi perlakuan variasi temperatur anil, 400 ⁰C, 500⁰C,600⁰C, pada holding time 60 menit. Prosedur dan standarpengujian kekerasan mengikuti standar ASTM E 92-82 danpengujian frekuensi natural mengikuti standar ASTM E 1876-01.Pengukuran menggunakan program Lab View 8.2. Hasilpenelitian menunjukkan kekerasan dan frekuensi naturalmeningkat akibat peningkatan derajat deformasi. Temperaturanil meningkat menyebabkan kekerasan dan frekuensi naturalmenurun. Perubahan sifat kekerasan dan frekuensi naturaldiakibatkan oleh perubahan tegangan sisa dan perubahanbentuk struktur mikro yang terbentuk.
Kata kunci: derajat deformasi, temperatur anil, frekuensi natural
I. PENDAHULUAN
Umumnya perunggu yang digunakan sebagai instrumenmusik adalah paduan antara tembaga (Cu) dan timah putih(Sn). Perunggu dipilih sebagai bahan musik, karena perunggumudah dibentuk dalam plat tipis dan memiliki sifat akusti yangbaik seperti suara yang nyaring (Hosford, 2005, Schmidt,1995)
Komponen utama yang berpengaruh pada prosespembuatan instrument musik sebagai contoh gamelan adalahkomposisi paduan perunggu, proses pengecoran, prosespembentukan dan pemadatan (forging). Ketiga komponenproses tersebut berpengaruh terhadap kekuatan (sifat mekanis)dan bunyi yang dihasilkan (akustik),
Perlakuan forging pada material (bilah) menyebabkanmaterial mengalami kompresi. Peningkatan ratio kompresi(forging) menyebabkan kekuatan tarik maksimum, teganganluluh meningkat namun perpanjangan (elongation) perunggumenurun (Han,dkk, 1997). Perlakuan tingkat deformasi dantemperatur anil berpengaruh pada sifat kekerasan material
(microhardness) dan bentuk struktur mikro (Favstor,dkk.,2003).
Proses forging, berdampak terjadinya tegangan sisakompresi pada material Tegangan sisa (residual stress)merupakan tegangan yang tetap berada pada material walaupunbeban luar dilepas dari material tersebut. Efek negatif daritegangan sisa berpengaruh pada sifat mekanis dan kestabilansuara (frekuensi) yang dihasilkan. (Perin, dkk.,1995),(Wibowo, 2008)
Perlakuan temperatur anil berfungsi untuk mengeliminirtegangan sisa yang terjadi. Perubahan tegangan sisa akanberpengaruh pada frekuensi pribadi yang ditimbulkan olehmaterial tersebut. Naik turunnya frekuensi pribadi tergantungpada jenis tegangan sisa yang terjadi dan variasi perlakuantemperatur (Boutillon Xavier, 2002,
Penelitian ini menitik beratkan pada kajian perubahanfrekuensi dasara yang terjadi pada kombinasi perlakuan forgingdan temperatur anil
II. METODOLOGI PENELITIAN
Pengecoran BahanKomposisi paduan perunggu yang digunakan pada penelitianini komposisi 80%Cu-20%Sn. Proses peleburan dilakukanpada dapur peleburan (crucible furnace). Paduan yang telahmencair kemudian di tuang dengan temperatur tuang 1000⁰C,pada cetakan pasir kemudian didinginkan secara perlahansampai mencapai temperatur kamar. Karateristik cetakan pasiryang digunakan adalah: kekuatan tekan cetakan rata -rata:14.67N/cm2, kekuatan geser rata-rata :3.67N/cm2,kekerasan cetakan: 86.89 N/cm2, permeabilitas cetakan: 10.15cm3/menit
Proses forging menggunakan hummer forging yangdilengkapi dengan dies yang sesuai dengan ukuran deformasiyang diinginkan. Die berfungsi untuk menjaga beban yangterdistribusi dibenda kerja merata, mudah dalam kontrolterhadap ketebalan akhir. Tingkat deformasi dapat ditentukandengan prosentase kompresi (per-cent compression) yaituberbanding terbalik dengan perpanjangan (per-centelongation), sehingga:
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-45
o
fo
h
hhCr
100%
dimana:
%C = Persentase perubahankompresi
hf = Tebal akhir (mm)ho = Tebal awal (mm)
Temperatur material saat diforging adalah 6000CPengujian kekerasan yang digunakan adalah pengujian
vickers. .Indentor yang digunakan berbentuk piramida dengandasar bujur sangkar (a square base diamond pyramid) daribahan intan. Sudut puncak piramid adalah 1360. Angkakekerasan vickers adalah besar beban (P) dibagi luasanidentasi.
Set-up alat pengukuran frekuensi natural sepertiditunjukkan pada Gambar.2 Spesimen uji (gambar 1) dipasangpada ukuran jarak antara dudukan mengunakan standar ASTME 1876-01, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Spesimendipukul (digetarkan), kemudian getaran yang dibangkitkanditangkap oleh sensor pada tranduser. Charge amplifiermenguatkan sinyal getaran yang ditangkap dari tranduseruntuk diteruskan ke interface getaran (National Instrument).Output dari interface diteruskan ke computer/laptop, yangselanjutnya diolah pada program Lab-view 8.2.
Gambar 1 Ukuran specimen uji frekuensi natural(dalam mm)
Gambar 2 Set-up Pengujian frekuensi natural
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KekerasanPermukaan spesimen uji yang telah dihaluskan, kemudian
dilakukan pengujian kekerasan metode Vickers. Hubunganantara nilai kekerasan dengan derajat deformasi ditunjukkanpada grafik 1
Gambar 3 tampak bahwa kenaikan derajat deformasi padamaterial yaitu mulai dari 10, 15 dan 20%, menaikkankekerasan material. Material awal yag tidak mengalamipemadatan forging (0%) memiliki kekerasan 132,2 VHN,deformasi 10% dengan kekerasan 140,5 VHN dan tertinggipada derjat deformasi 20% sebesar 176,1 VHN.Gambar 5 menunjukkan hubungan kekerasan material terhadaptemperatur anil dari masing-masing perlakuan. Kekerasanmaterial memiliki kecendrungan yang menurun semakinmeningkatnya temperatur anil yang dikenakan pada material
B. Frekwensi NaturalFrekuensi nada dasar merupakan besaran utama yang
diukur akibat pengaruh forging yang dikenakan pada material.Frekuensi awal material diukur frekuensi yang dibangkitkan,kemudian material tersebut diberikan panas 400,500,6000C(Brook,1991), masing-masing selama 60 menit. Setiap tahapvariasi perlakuan diukur perubahan frekuensi yang terjadi.Hubungan frekuensi natural dengan derajar deformasiditunjukkan pda Gambar 4 dan akibat temperatur anilditunjukkan pada Gambar 6
Gambar 3 Hubungan derajat deformasi terhadap kekerasan
Gambar 4 Hubungan derajat deformasi terhadap frekuensi natural
Gambar 5 Hubungan derajat deformsi dan temperatur anil terhadap kekerasanmaterial
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-46
Gambar 6. Hubungan derajat deformsi dan temperatur anil terhadap frekuensinatural
C. Struktur MikroGambar 7a-d menunjukkan struktur mikro hasil coran dari
masing-masing perlakuan variasi forging. Peningkatan derajatdeformasi berdampak pada bentuk struktur mikro yangsemakin pipih dan memanjang. Tidak ada perubahan fase padamaterial yang terjadi selama proses. Perubahan bentuk sruktursemakain membesar seiring dengan kenaikan temperaturanealing yang dikenakan pada material (bilah). Hasilpengamatan struktur mikro proses anil tidak mengubah faseyang terbentuk selama proses (Gambar 8 a-d). Struktur mikropada spesimen dengan temperature anil 4000C lebih kecildibandingkan struktur mikro anil 5000C dan pada temperatureanil 6000C butiran kristal menjadi lebih besar lagi. Semakinbesar temperatur anil maka bentuk phase α yang terbentuksemakin besar dimana phase yang terbentuk merupakanphase yang larut pada kondisi padat tetapi lebih lunak.
Gambar 7 Struktur mikro perunggu akibat variasi derajat deformasi (pembesaran 200X)
a) tanpa perlakuanb) ingkat deformasi 10%c) tingkat deformasi 15%d) tingkat deformasi 20%
Gambar 4 Bentuk struktur mikro perunggu akibat variasiderajat deformasi (pembesaran 200X)
a) tanpa perlakuanb) temperatur anil 400oCc) temperature anil 500oCd) temperature anil 600oC
D. PembahasanProses forging (derajat deformasi) berhubungan erat
dengan kemampatan material, yang dapat mereduksi lubang-lubang porositas. Semakin besar derajat deformasi semakinbesar tingkat pemampatan material/spesimen. Kekerasanmaterial yang paling besar terjadi pada reduksi 20%.(reduksiyang paling besar). Akibat pengaruh derajat deformasi akanmenghasilkan tegangan sisa kompresi pada material. Tegangansisa muncul akibat beberapa proses pembentukan sepertideformasi plastis, perubahan temperatur dan transformasi fase.Tegangan sisa ini akan menghasilkan strain hardening(pengerasan regang), yang akan meningkatkan kekerasanmaterial. Perlakuan temperatur anil yang dikenakan padamaterial, akan mereduksi tegangan sisa (Wibowo,2008).Penurunan tegangan sisa kompresi akan menurunkankekerasan material. Semakin meningkat temperatu anil yaitu400, 500, 6000C yang dikenakan menurunkan sifat kekerasanmaterial
Proses forging pemanasan pada suhu 6000 danmenggunakan media pendinginan dengan suhu kamar yangberkisar antara 300C sampai 280C, maka phase yg terbentukadalah phase α+ε. Phase yang terbentuk merupakan phaseyang larut pada kondisi padat tetapi lebih lunak, akan tetapiuntuk phase ε mempunyai sifat terlalu keras dan getas (Brick,1997). Material yang memiliki sifat keras dan getas akanmenghasilkan frekuensi natural yang baik.
Perubahan frekuensi pribadi yang dihasilkan akibatperubahan sifat kekerasan material. Pada pengamatan strukturmikro dengan pembesaran 400X dapat dilihat bentuk butiryang semakin pipih dari tanpa perlakuan sampai padaperlakuan deformasi 20%. Semakin besar tingkat deformasimaka bentuk phase α+ε akan berbentuk pipih sehinggamenjadikan material stiffnes (kaku) yaitu modulus elastisitas(E) material meningkat. Perubahan kekakuan material (E)berpengaruh pada frekuensi pribadi (natural) yang dihasilkan.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-47
i menurut, frekuensi pribadi yang dihasilkan oleh suatumaterial berbanding lurus dengan Modulus elastis material.(Beard,1996, Thomson, 1993).
Perubahan frekuensi nada dasar yang terjadi pada bilahperunggu (spesimen uji) sesuai dengan hasil penelitian Perrindkk, (1999), yang menunjukkan bahwa kenaikan frekuensinatural material bell perunggu diakibatkan karena adanyapelepasan tegangan sisa yang terperangkap pada bell tersebutakibat proses pembentukan
IV. KESIMPULAN
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Nyoman Sudibia. Yangmenyediakan tempat pengecoran.
UCAPAN TERIMA KASIH
The preferred spelling of the word “acknowledgment” inAmerica is without an “e” after the “g”. Avoid the stiltedexpression, “One of us (R. B. G.) thanks . . .” Instead, try“R. B. G. thanks”. Put applicable sponsor acknowledgmentshere; DO NOT place them on the first page of your paper or asa footnote.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ari Wibowo, 2008, Pengaruh Tegangan Sisa terhadapFrekwensi Nada Dasar Perunggu, Tesis S2, Pasca SarjanaUniversitas Gajah Mada, Yogyakarta
[2] ASTM, E 1876-01, 2002, Standard Test Method for DynamicYoung, Shear Modulus, and Poisson’s Ratio by ImpulseExcitation of vibration, ASTM International
[3] Beard C.F., 1996, Structural Vibration, Analysis and Damping,John Willey & Sons, New York
[4] Brick R.M., Perise A.W., Gordon., R.B., 1997, Structure andProperties of Engineering Materials, McGraw-Hill BookCompany.
[5] Boutillon Xavier, David Bertrand, 2002, Assessing Tuning andDamping of Historical Carillon Bells and their ChangesThrough Restoration, Laboratoire d’Acoustique Musicale, Paris
[6] Brick Robert M, Pense Alan W., Gordon Robert B., 1997,Structure and Properties of Engineering Materials, McGraw-HillBook Company
[7] Brook C.R., 1991, Principles of Heat Treating of NonferrousAlloys, ASM Handbook, vol. 4, Heat Treating
[8] Perrin R., Swallove, G.M., Charnley T and Marshall C. 1994,On the Debossing, Anil and Mounting of Bells, Journal ofSound and Vibration. 227, pp 409-425
[9] Favstov, Y. K., Zhravel, L.V., Kochetkova, L.P., 2003, Structureand Damping Capacity of Br022 Bell Bronze, Journal MetalScience and Heat Treatment, Vol.45, pp. 449-451.
[10] Han J.M., Han, Y.S., You, S.Y., Kim, H.S., 1997, MechanicalBehaviour of a New Dispersion –Strengthened Bronze, Journalof Materials Science,32, 6613-6618.
[11] Hosford F. William, 2005, Mechanical Behaviour of Materilas,Cambridge University Press
[12] Schmidt R.F., Schmidt D.G., 1993, Selection and Application ofCopper Alloy Castings, ASM Handbook, Metals Handbook,Vol. 2, American Society of Metals, Cleveland, OH, p. 346.
[13] Thomson William., 1993, Theory of Vibration withApplications, Fourth Edition, Prentice Hall, New Jersey.
.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-48
Analisis Kekuatan Impact Dan Mode PatahanKomposit Serat Tapis Kelapa
I Made AstikaJurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas UdayanaDenpasar Bali
I Gusti Komang DwijanaJurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas UdayanaDenpasar Bali
Abstract—Pohon kelapa adalah tanaman yang sangat produktif,dimana dari daun hingga akarnya dapat diolah menjadi produkteknologi maupun untuk bangunan atau keperluan sehari-hari.Salah satu bagiannya adalah tapis kelapa yang merupakanmaterial serat alami alternatif dalam pembuatan komposit dansecara ilmiah pemanfaatannya terus dikembangkan agardihasilkan komposit yang lebih sempurna dikemudian hari. Serattapis kelapa ini mulai dilirik penggunannya karena selain mudahdidapat, murah serta dapat mengurangi polusi lingkungan.Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki sifat mekanis yaitukekuatan tarik dari komposit polyester yang diperkuat dengan serattapis kelapa. Komposit dibuat dengan menggunakan serat tapiskelapa sebagai penguat dan matriks resin Unsaturated-Polyester(UPRs) jenis Yucalac 157 BQTN, dengan campuran 1% hardenerjenis MEKPO (Methyl Ethyl Ketone Peroxide) dan perendamanserat dalam larutan alkali KMnO4 0,5%. Metode produksi adalahpoltrusion dengan orientasi serat acak. Desain komposit denganvariasi fraksi volume serat 20, 25 dan 30% dan variasi panjangserat 5, 10 dan 15 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwasemakin besar fraksi volume dan panjang serat dalam komposit,kekuatan impactnya semakin tinggi. Mode patahan yang teramatiadalah patah getas, debonding, pullout dan crack deflection.
Kata kunci: komposit, tapis kelapa, sifat tarik, mode patahan
I. PENDAHULUAN
Serat penguat komposit yang umum beredar dan seringdigunakan adalah fibergalss yang harganya cukup mahal danjuga penggunaan serat gelas yang tidak ramah lingkunganmenyebabkan munculnya masalah lingkungan serat gelastidak dapat terdegradasi secara alami serta serat gelas yangmenghasilkan gas CO dan debu yang berbahaya bagikesehatan jika serat gelas didaur ulang (Taurista dkk, 2003).Selain itu Wambua, dkk (2003) mengungkapkan bahwabeberapa dekade terakhir perhatian dunia telah bergeser darimaterial tunggal menuju konsep material komposit serat danmatrik polimer yang dalam hal ini menggunakan serat alam.Serat alam ini bisa didapat dari tanaman berserat, denganmemanfaatkan serat alam yang bersifat ramah lingkungan.
I. Mekanisme penguat komposit yang mengalami pergeserandari penggunaan serat sintetis menuju serat alami yangdisebabkan efek limbah serat sintetis yang tidak dapat teruraisecara alami tersebut juga dijadikan alternatif karena sifatmekanik cukup memadai untuk aplikasi pada struktur denganpembebanan yang tidak terlalu tinggi, mudah didapat danberlimpah serta dapat diproduksi dengan menanam tanamanyang dapat menghasilkan serat tersebut. Walaupun tidaksepenuhnya bergeser, namun penguat serat alam
menggantikan serat sintetis adalah sebuah langkah bijak dalammenyelamatkan kelestarian lingkungan dari limbah yangdibuat dan keterbatasan sumber daya alam yang tidak dapatdiperbarui.
II. DASAR TEORI
A. KompositSuatu material komposit merupakan suatu material
yang kompleks dimana terkomposisikan dari dua material ataulebih yang digabungkan/disatukan secara bersamaan padaskala makroskopik membentuk suatu produk yang berguna,yang didesain untuk menghasilkan kualitas maupun sifatterbaik. Penguat biasanya bersifat elastis, dan mempunyaikekuatan tarik yang baik namun tidak dapat digunakan padatemperatur yang tinggi, sedangkan matrik biasanya bersifatulet, lunak dan bersifat mengikat jika sudah mencapai titikbekunya. Kedua bahan yang mempunyai sifat berbeda inidigabungkan untuk mendapatkan satu bahan baru (komposit)yang mempunyai sifat yang berbeda dari sifat partikelpenyusunnya (Jacobs, 2005) [1]Di dalam komposit dapat tebentuk interphase yaitu fasediantara fase matrik dan penguat yang dapat timbul akibatinteraksi kimia antara kimia antara fase matrik dan fasepenguat.
Gambar 1. Fase-fase kalam Komposit.Sumber: Jacobs, 2005 [1]
Semakin berkembangnya teknologi memungkinkankomposit dapat didesain sedemikian rupa sesuai dengankarakteristik material yang diinginkan sehingga dapat dibuatmenjadi lebih kuat, ringan dan kaku. Dengan beberapakelebihan tersebut, menyebabkan komposit banyak
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-49
diaplikasikan dalam peralatan-peralatan teknologi tinggi dibidang industri, transportasi dan konstruksi bangunan. Karenakomposit adalah kombinasi sistem resin dan serat penguat,maka sifat-sifat yang dimiliki komposit adalah kombinasi darisifat sistem resin dan serat penguatnya, seperti grafik berikut :
Gambar 2. Grafik hubungan strain-tensile stress dari kompositSumber: Gibson,1994 [2]
B. Serat AlamiSerat alami (natural fiber) merupakan serat yang
bersumber langsung dari alam (bukan merupakan buatan ataurekayasa manusia). Serat alami biasanya didapat dari serattumbuhan seperti serat bambu, serat pohon pisang, serat nanasdan lain sebagainya. Biasanya sebelum digunakan sebagaipenguat dalam komposit, serat alami mendapat perlakuanterlebih dahulu dengan menggunakan cairan kimia sepertiNaOH, KMnO4 dan lainnya. Hal ini bertujuan untukmengurangi kadar air dan wax (lapisan minyak) dalam seratdan mengakibatkan permukaan lebih kasar sehingga akanmeningkatkan ikatan dengan matrik yang digunakan.Perlakuan alkali serat berpengaruh secara signifikan terhadapkekuatan dan modulus tarik komposit serat kenaf acak -polyester. Kekuatan dan modulus tarik tertinggi diperolehuntuk komposit dengan perlakuan alkali serat selama 2 jam(Jamasri dkk, 2005) [3].
Penelitian dan penggunaan serat alami berkembangdengan sangat pesat dewasa ini karena serat alami banyakmempunyai keunggulan dibandingkan serat buatan (sintetic)seperti beratnya lebih ringan, dapat diolah secara alami danramah lingkungan. Serat alami juga merupakan bahanterbaharukan dan mempunyai kekuatan dan kekakuan yangrelatif tinggi dan tidak menyebabkan iritasi kulit (Oksmandkk, 2003) [4]. Keuntungan-keuntungan lainnya adalahkualitas dapat divariasikan dan stabilitas panas yang rendah.Hal yang paling menonjol dari serat alami adalah ramahlingkungan dan mudah didapat. Dua sifat dasar tersebutmembuat banyak ilmuan tertarik untuk meneliti danmengembangkan kegunaan serat alami. Disampingkeunggulan tersebut, serat alami juga mempunyai kekuranganantara lain dimensinya tidak teratur, kaku, rentan terhadappanas, mudah menyerap air dan cepat lapuk (Brahmakumardkk, 2005) [5].
Penggunaan serat alami sudah merambah ke berbagaibidang kehidupan manusia. Layaknya serat buatan, serat alami
juga mampu digunakan dalam aspek yang biasanyamenggunakan serat buatan hanya saja dalam penggunaanyaterdapat modifikasi untuk menyesuaikan dengan sifat-sifatdasar dari serat alami.
C. Serat Tapis Kelapa
Tapis kelapa terdapat pada pangkal pelepah pohonkelapa yang berfungsi menutupi pelepahnya. Tapis kelapaawalnya digunakan oleh masyarakat tradisional sebagaisaringan. Namun dengan adanya saringan kawat dan plastikyang memiliki kerapatan yang lebih merata, tapis kelapa punmulai ditinggalkan. Serat ini tersusun dari bahan yangmenyerupai bahan pembentuk serabut kelapa. Walaupunjumlah yang dapat dihasilkan dalam satu pohon terbatasnamun tapis kelapa mempunyai keunggulan yaitu seratnyasudah tersusun dengan baik secara alami. Susunan serat daritapis kelapa menyilang antara lapisan serat atas dengan lapisanserat bagian bawah. Karena keunggulan tersebut serat tapiskelapa cocok untuk dijadikan serat alternatif untuk pembuatankomposit.
Gambar 3. Tapis dan serat tapis kelapa
III. METODE
Material yang digunakan pada penelitian ini adalahkomposit polymer dengan penguat serat tapis kelapa danmatriks resin Unsaturated-Polyester (UPRs) jenis Yucalac157 BQTN, campuran 1 % hardener jenis MEKPO (MethylEthyl Ketone Peroxide) dan perendaman serat dalam larutanalkali KMnO4 0,5%. Metode produksi adalah poltrusiondengan orientasi serat acak. Desain komposit dengan variasifraksi volume serat 20, 25 dan 30% dan variasi panjang serat5, 10 dan 15 mm. Sifat mekanis yang diteliti adalah kekuatan
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-50
impact (ASTM D 790-03) [6] dan pengamatan patahandengan foto mikro.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil uji impact disajikan dalam bentuk grafik sepertiberikut
Gambar 4. Grafik hubungan kekuatan impact, fraksi volume dan panjang serat
Hasil foto mikro
Gambar 5. Foto mikro patahan hasil uji impact fraksi volume serat 20%
Gambar 6. Foto mikro patahan hasil uji impact fraksi volume serat 25%
Gambar 7. Foto mikro patahan hasil uji impact fraksi volume serat 30%
Hubungan antara panjang serat dan fraksi volumeserat dengan kekuatan impact gambar 4. Dari grafik terlihatkekuatan impact semakin meningkat seiring denganbertambahnya fraksi volume dan panjang serat yangdigunakan dalam komposit. Nilai tertinggi didapatkan padakomposit dengan fraksi volume serat 30% panjang serat 15mm sebesar 0,263 Nm/mm2. Peningkatan kekuatan inidisebabkan karena dengan semakin banyak serat dan semakinpanjang serat yang digunakan dalam komposit maka ikatanantara matrik dan serat akan semakin kuat sehingga mampu
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-51
menyerap energi yang lebih besar yang berarti kemampuanmenerima beban kejut semakin tinggi.
Lokantara (2012) [7] yang meneliti kekuatan impactkomposit polyester serat tapis kelapa dengan variasi panjangdan fraksi volume serat yang diberi perlakuan NaOHmendapatkan hasil bahwa semakin panjang dan semakin besarfraksi volume serat yang digunakan, menghasilkan kekuatanimpact yang semakin tinggi pula. Menurut Juniartha, 2006 [8]menyatakan bahwa sifat mekanis terbaik komposit serat tapiskelapa/epoxy dihasilkan dengan perlakuan alkali serat denganpersentase KMnO4 sebesar 0,5%.
Hasil foto mikro menunjukkan bahwa spesimendengan fraksi volume 20 dan 25% untuk semua variasipanjang serat, patahan yang terjadi lebih dikarenakan adanyamatrix rich yaitu tidak adanya serat di daerah matrik sehinggamenyebabkan komposit menjadi rapuh dan mudah patah padasaat menerim beban. Matrix rich tersebut disebabkan karenakurang banyaknya serat yang digunakan, sehingga pada saatpencetakan serat berkumpul secara terpisah, sehingga ruangkosong tanpa ikatan matrik dan serat masih banyak ditemui.Mode patahan yang teramati adalah crack deflection,disebabkan karena posisi serat pada permukaan patahanmiring mengikuti daerah patahan yang mengakibatkan retakanakan mengikuti alur dari posisi serat yang miring, pulloutyang diakibatkan karena ikatan antara serat dengan matrikstidak kuat sehingga serat terlepas/tercabut dari matrik,debonding terjadi karena terlepasnya ikatan serat dari matriksyang menyebabkan terbentuknya lubang/rongga antara matriksdan serat dan overload yaitu putusnya serat yang diakibatkankarena batas kekuatan serat dan ikatan yang kuat antara seratdan matrik. Crack deflection, debonding, pullout dan overloadsecara merata terlihat pada patahan komposit dengan fraksivolume 30%
V. SIMPULAN
1. Semakin besar fraksi volume dan panjang serat dalamkomposit maka kekuatan impact semakin tinggi
2. Mode patahan yang teramati adalah patah getas (overload),debonding, pullout dan crack deflection.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada UniversitasUdayana atas bantuan dana yang diberikan melalui hibahpenelitian skim Penelitian Fundamental tahun 2014 denganSurat Perjanjian Penugasan Penelitian No:103.28/UN14.2/PNL.01.03.00/2014, tanggal 15 Maret 2014
DAFTAR PUSTAKA
[1] Jacobs James A Thomas F, “Engineering MaterialsTechnology Structures, Processing, Properties and Selection”.New Jersey Columbus, Ohio, 2005.
[2] Gibson, R. F., “Principles Of Composite Material Mechanics”.Mc Graw Hill Book Co, 1994
[3] Jamasri, Diharjo, K, Handiko, G. W., “Studi Perlakuan AlkaliTerhadap Sifat Tarik Komposit Limbah Serat Sawit –Polyester”, Prosiding SNTTM IV, Universitas Udayana, Bali,2005
[4] Oksman, K., Skrifvars, M., Selin, J-F., “Natural Fiber asReinforcement in Polylactic Acid (PLA) Composites”,Composites Science and Technology 63, Sciencedirect.com,1317-1324, 2003
[5] Brahmakumar, M., Pavithran, C., and Pillai, R.M., ”Coconutfiber reinforced polyethylene composites such as effect ofnatural waxy surface layer of the fiber on fiber or matrixinterfacial bonding and strength of composites”, Elsevier,Composite Science and Technology, 65 pp. 563-569, 2005.
[6] ASTM D 790-03. “Standard Test Method for Impact Propertiesof Fibre Resin Composite”. ASTM Standard and LiteratureReferences for Composites Material, 2ed., American Society forTesting and Materials, Philadelphia, PA. 1990
[7] Lokantara I Putu, “Analisa Kekuatan Impact KompositPolyester-Serat Tapis Kelapa Dengan Variasi Panjang DanFraksi Volume Serat Yang diberi Perlakuan NaOH”, JurnalDinamika Teknik Mesin Volume 2, Nomor 1, 2012
[8] Juniartha I Made, “Pengaruh Persentase KMnO4 Sebagai BahanPerlakuan Serat dan Kompsit Epoxy-Hardener Terhdap SifatMekanis Komposit Serat Tapis Kelapa/Epoxy”, Skripsi ProgramStudi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Udayana, Bali,2006
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-52
Pengembangan Metode Prediksi Propertis MaterialBerdasarkan Model Elemen Hingga Indentor Ganda(Dual Indenter) Sebagai Dasar Evaluasi Deformasi
Sambungan Las Titik
I Nyoman BudiarsaJurusan Teknik Mesin. Universitas Udayana
Bali. [email protected]
Abstrak—Dalam proses karakterisasi sifat material, parameterbahan elastis-plastik dan parameter fraktur (fractureparameters) bahan dapat dengan mudah ditentukan saatspesimen standar tersedia. Namun untuk permasalahan hasilsambungan las titik (spot welding), pengujian standar tidakberlaku untuk mengkarakterisasi HAZ dan nugget karenastruktur yang kompleks dan ukuran kecil. Dalam rangka haltersebut, pada penelitian ini model elemen hingga (FiniteElement) indentor tajam (Vickers indentation) dan indentortumpul (Spherical indentation) dikembangkan. Pengaruhbeberapa parameter pemodelan kunci seperti sensitivitas mesh,ukuran sampel dan kondisi batas (boundary conditions)dievaluasi. Tiga metode pemodelan inverse yaitu analisisdimensi, 3D mapping dan dual indenter chart approach telahdiusulkan. Validitas dan akurasi dari masing-masing pendekatandalam memprediksi sifat material secara sistematis dievaluasidengan menggunakan kurva indentasi numerik yang berpotensidigunakan untuk mengkarakterisasi sifat material berbasismetode indentor ganda (dual indenter). Konsep dan metodeyang dikembangkan ini sangat berguna digunakan untukmenguji welding zones yang berbeda dan parameter material,dimana hasil prediksi yang diperoleh akan digunakan untukmensimulasikan deformasi sambungan las titik (spot welding)pada kondisi beban yang kompleks.
Kata Kunci---Model elemen hingga, Vickers, Sphericalindentation, Dual indenter
I. PENDAHULUAN
Proses penyambungan pada alas titik (Spot welding)melibatkan proses termal, metalurgi dan mekanik proses, yangmenghasilkan struktur campuran baik sifat maupun fasenya.Ada tiga wilayah utama yang berbeda yang dihasilkan yaitu:bahan dasar, nugget dan daerah keterpengaruhan panas(HAZ). Nugget hasil las terdiri dari fase martensit dan bainitik[1]. Sedangkan daerah di sekitar nugget yang mengalamiketerpengaruhan panas (HAZ), memiliki mikrostruktur yangterdiri dari martensit, bainit, ferit dan perlit. Nugget ini jauhlebih sulit daripada bahan dasar karena efek pendinginan,sedangkan HAZ memiliki gradien sifat mekanik strukturcampuran dengan kekuatan menurun dari struktur nugget kelogam induk. Dalam banyak kasus, kegagalan las titikcenderung terjadi di sekitar daerah las, khususnya di sekitarzona yang terkena panas (HAZ)[2]. Banyak penelitian telah
dilakukan untuk meningkatkan pemahaman di tempatsambungan las sebagai interaksi antara fenomena listrik,termal, metalurgi dan mekanik. Suatu bidang penelitian yangmasih aktif adalah pada prediksi dimensi tempat sambunganlas dengan mensimulasikan proses pengelasan denganpemodelan elemen hingga[3]. Bidang penelitian aktif lainyaitu pada studi mikrostruktur. Model mikro harusmempertimbangkan sifat termo-fisik bahan dalam rangkauntuk menggambarkan transformasi fasa selama pemanasandan pendinginan tahap. Penelitian dan pengembangandiperlukan untuk menghasilkan beberapa model yang mampumenggambarkan pembentukan simultan serta memungkinkanuntuk memprediksi perkembangan mikro dan transformasiselama proses pengelasan spot, dan juga untuk mengetahuikarakteristik dan perilaku bahan, berkaitan dengan kondisibeban yang diterapkan pada las titik
II. EKSPERIMENTAL
Dua spesimen dengan bahan dan ketebalan yang berbeda(Stainless steel dan Mild steel) digunakan dalam penelitian ini.Komposisi kimia dari dua baja logam induk seperti yangtercantum dalam Tabel.1.
TABEL 1. Komposisi kimia material spot welding test
Concen-tration
C Cr Ni Mn Si P S
StainlessSteelG304
<0.08% 17.5-20% 8-11% <2% <1% <0.045% <0.03%
Mildsteel
0.14% 0.01% 0.01% 0.32% 0.03% 0.2% 0.05%
Stainless steel yang digunakan adalah stainless steel grade304 dengan lebar 25mm, dan ketebalan 0.8mm, spesimen lainadalah Mild steel dengan lebar 25mm dan ketebalan 1.44mm.Sambungan las dari dua kombinasi bahan disiapkan dan diuji.Tes tarik (Tensile tests) dilakukan menggunakan Lloyd LR30K Universal material testing machine yang dapatmelakukan test tarik maupun kompresi. Mesin ini memilikikapasitas maksimum 30kN, dengan pembacaan yang akuratuntuk 0.5% dari gaya. Mesin ini dihubungkan denganmicrocomputer sehingga keluaran grafis hasil tes serta data uji
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-53
dapat diperoleh dan disimpan. Spesimen dilakukan uji tarikdengan beban awal sekitar 50 N, dijepit dengan dua gasketuntuk menghindari lentur selama pengujian. Uji tarik dilakukanpada loading rate 5 mm / menit. Untuk pengujian kekerasanSampel Baja batang elips padat dengan diameter 5 mm danpanjang 90 mm dan memiliki dudukan di tepi. Dua bahanutama yang digunakan dalam penelitian ini mencakupStainless steel dan spesimen Mild steel. Sampel uji kekerasandisiapkan sebagai disk dengan diameter 5 mm, sampel yangdisajikan dalam bentuk arah melintang (transverse direction)dan arah panjang (length direction). Spesimen dipersiapkandalam resin menggunakan termoseting (Bakelite) dandibersihkan (polishing) sebelum dilakukan pengujiankekerasan. Uji kekerasan Vickers dilakukan denganmenggunakan Duramin-1 Struers hardness Vickers. Mesin ujiDuramin-1 Struers hardness Vickers menggunakan metodepembebanan langsung dengan berbagai beban dari 490.3 mNsampai 19.61 N. indentor memiliki bentuk piramida yang tepat
dengan dasar persegi dan sudut 136o antar sisi muka yangberlawanan.
III. MODEL NUMERIK DAN HASIL
Model elemen hingga indentasi Vickers dirancang denganmenggunakan piranti komersial ABAQUS komersial. Dalampenelitian ini indentor Vickers disimulasikan berbentukpiramida dengan dasar persegi dan sudut 136o antara sisi mukayang berlawanan seperti Gambar 1(a). Hanya seperempat dariindentor dan bahan kolom disimulasikan sebagai akibat daribangun indentor memiliki bentuk geometri simetris (symmetricgeometry). Ukuran sampel dibuat lebih dari 10 kalidibandingkan kedalaman indentasi maksimal, yang cukupbesar untuk menghindari efek ukuran sampel atau efek batas[4]Bagian dasar model dipertahankan tetap untuk semua derajatkebebasan (degree of freedom) dan memiliki bentuk simetristetap dalam arah y dan x.
1(a) 1(b) 1(c)Gambar 1(a). Model Elemen Hingga indentasi Vickers (b). Tipikal kontak antar muka dan ekspansi plastis selama loading danunloading pada indentasi Vickers (c). Tipikal perbandingan hasil numerik dengan experimental data publikasi
2(a) 2(b) 2(c)Gambar 2(a). Model Elemen Hingga indentasi Bulat (spherical) (b). Tipikal kontak antar muka dan ekspansi plastis selamaloading dan unloading pada indentasi Bulat (c). tipikal perbandingan antara Gaya (force)-hasil kedalaman indentasi (h) hasilsimulasi model FE sesuai dengan solusi analisis dengan data properties materials yang dikenal untuk indentasi bahan elastis linear
Jenis elemen yang digunakan adalah C3D8R (reducedintegration element used in stress/ displacement analysis).Kontak didefinisikan pada antar muka(interface) indentor danspesimen (Gbr.1(b)) dengan koefisien gesekan 0.2. Model FE(finite element) uji indentasi Vickers diverifikasi denganmembandingkan hasil numerik dari penelitian ini denganbeberapa model dari hasil eksperimen yang telah
dipublikasikan. Hasil ditunjukkan pada Gambar 1(c). Bahanproperti dalam model FE diadopsi dari data yang digunakanoleh [5], dan kemudian kurva P-h diprediksi dibandingkandengan data numerik dan eksperimental yang telahdipublikasikan. Seperti terlihat pada kurva, untuk kedua bahan,hasil prediksi sangat dengan data eksperimen. Hal inimenunjukkan bahwa model tersebut akurat dan valid.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-54
Gambar 2(a). menunjukkan model FE Indentasi bulat(spherical). Model 2-D simetris aksial digunakan untukmemodelkan keadaan simetri dari indentor bola. Indentortersebut diasumsikan kaku (rigid) jauh lebih soliddibandingkan dengan bahan indentor indentasi. Elemenpenyusunnya adalah simetris: CAX4R dan CAX3 (4-nodebilinear asymmetric quadrilateral and 3-node linearasymmetric triangle element). Pergerakan indentordisimulasikan dengan menggusur busur kaku (rigid body)sepanjang sumbu Z. Dalam model ini, ukuran sampel dapatdiubah untuk memastikan bahwa sampel jauh lebih besardaripada daerah radius / kontak indentor selama indentasiberlangsung, untuk menghindari potensi ukuran sampel danefek batas [4]. Ketebalan dan lebar dari model yang digunakanadalah 3mm di kedua sisi. Inti model dipertahankan tetapdalam semua tingkat kebebasan (Degree Of Freedom) dandibatasi oleh garis sentral simetris. Gambar 2(b).menunjukkan grafik ekspansi wilayah plastic selama indentasibulat (spherical indentation) berlangsung. Gambar 2(c)menunjukkan tipikal perbandingan antara Gaya (force)-hasilkedalaman indentasi (h) hasil simulasi model FE sesuaidengan solusi analisis dengan data properties materials yangdikenal untuk indentasi bahan elastis linear. Sepertiditunjukkan dalam gambar, hasil FE menunjukkankesepakatan yang baik dengan solusi analitis (analyticalsolution). Sampel material dasar (stainless steel dan mildsteel ) dilakukan sebagai dog bone spesimen dan dengan
bentuk berlekuk (notched shape) Gambar 3(a). Uji tarikdilakukan dengan memuat spesimen dalam mesin danmengencangkan pemegangan dengan pra-beban 200 N,dengan menggunakan tampilan digital pre-load di set kenilai nol. Informasi tentang jenis spesimen bentuk dan materidiberikan kepada mesin melalui unit kontrol komputer dankecepatan dilakukan pada tingkat 5mm / min. Hasil percobaanuji kekuatan tarik digunakan untuk mendapatkan kurvategangan-regangan untuk mendapatkan parameter bahan(yield stress, eksponen pengerasan regang, dan koefisienkekuatan). Perbandingan kurva gaya-perpindahan dari hasileksperimen dan pemodelan FE digunakan untuk memvalidasihasil pemodelan FE. Sebuah model simetris FE untuksambungan las dua buah lembaran plat telah ditetapkan sepertiyang ditunjukkan pada Gambar 3(b) yang akan digunakandalam pemodelan deformasi tarik geser Gambar 3(c)dandampak deformasnya. Sifat material yang digunakan dalammodel ini akan diprediksi oleh model terbalik FE. Sebuah tipeunsur C3D8R (a reduced-integration element used instress/displacement analysis) digunakan. Karena simetriperpindahan y-arah pada bagian tengah (permukaan bawah)telah diset nol. Sisi kiri dari spesimen itu tetap (Ux, y, z) = 0dan perpindahan (Ux) = L diterapkan pada akhir bergerak. Zperpindahan pada bagian pertengahan ditetapkan ke nol.Dimensi dari zona las didasarkan pada data mikrohardnesseksperimen dan observasi langsung. Semua zona inidiasumsikan memiliki properti elasto-plastik.
3(a) 3(b) 3(c)Gambar 3(a). Model Elemen Hingga tensile test material dasar dalam bentuk dogbone dan notched shape sampel test (b).Tipikal model simetris FE untuk sambungan las dua buah lembaran plat dengan spot welding (c). Spesimen hasil pengujiansambungan las titik dengan variasi perbedaan bahan dasar (kombinasi stailess steel dan mild steel)
IV. METODE PREDIKSI SIFAT MATERIAL BERDASARKAN
VICKERS DAN SPHERICAL INDENTASI
4.1.Kurva Curvature Indentasi
Kurva P-h untuk kedua indentasi yaitu Vickers danSpherical memiliki hubungan berikut:
C = P/ h2 ……………………………..… (1)
Dimana P dan beban dan kedalaman indentasi pada kurvabeban masing-masing. Cv adalah koefisien curvature dengankelengkungan untuk Vickers Indentasi dan indentor boladitunjuk sebagai Cs dan Curvature adalah fungsi dari
hubungan antara yield stress dan koefisien pengerasan kerja.Hal ini akan memberikan hubungan yang potensialmemungkinkan prediksi parameter material dari indentasitest kontinyu. Pada tahap pertama, model FE secarasistematik dikembangkan untuk membentuk ruang simulasimeliputi berbagai potensi sifat material. Pada tahapberikutnya, kurva beban yang digunakan untukmengembangkan ruang simulasi. Data kemudian akandiproses melalui tiga pendekatan yang berbeda (pemetaan 3D,analisis dimensi, dan grafik pendekatan dual indentor) untukmemprediksi parameter material. Tiga pendekatan telahdikembangkan komparatif untuk menilai kesesuaian merekauntuk memprediksi sifat bahan yang didasarkan padapendekatan indentor ganda (dual indenter). Pendekatan kedua
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-55
adalah analisis dimensi normal di mana hubungan tersebutdinormalisasi dari analisis berdimensi yang diterapkan. Dalampendekatan ketiga, hubungan antara kelengkungan untukkedua Vickers dan spherical dikembangkan kemudiandigunakan grafik untuk memprediksi semua bahan set dengankelengkungan yang sama. Hubungan ini digunakan untukmemprediksi set materi memiliki curvature indentasisebenarnya
4.2.Pendekatan 3D- Mapping
Dalam pendekatan pemetaan 3D, data curvature diplotkanterhadap material propertis, yang persamaannya telahdikembangkan berdasarkan linear fitting atau nonlinearfitting, yang akan memberikan persamaan antara curvature(Cv,Cs) pengerasan kerja (n) dan yield stress (σy). Variasicurvature (Cv,Cs) terhadap n untuk Vickers indentor yangdigambarkan oleh surface plot seperti Gambar 4. Datadiperoleh secara numerik melalui analisis elemen hinggaindentasi meliputi domain dari 100 sampai 300 MPa dan nbervariasi antara 0.01-0.5 Ini jelas menunjukkan bahwakoefisien curvature meningkat dengan meningkatnya n tetapidengan gradien yang berbeda untuk daerah yang berbeda.Evaluasi dilakukan pada surface plot 3D pada proses loadingkurva curvature dan sifat material, pendekatan ini dimulaidengan menetapkan nilai curvature dan sifat material sebagaipemetaan 3D linier fitting plane. Untuk setiap nilai curvature,ada sebuah susunan dari set properti material. Data ini diambildan diplot seperti pada Gambar 4. Properti materi ditetapkanpada titik persimpangan antara data untuk Vickers danindentasi Spherical akan mewakili sifat material yang benar.Ketepatan pendekatan telah dinilai menggunakan rentang nilaiawal. Evaluasi akurasi pada pendekatan menggunakan bagan3D mapping yang dilaksanakan dengan mengambil input dataterpilih dengan mengacak dan mewakili ruang sampel. Inputdata yang dipilih dengan 2 variasi nilai (n), yaitu n = 0.15 dann = 0.28 (kisaran n = 0.01- 0.30) dan σy = 100, 140, 190 dan300 MPa. Ketepatan studi pada pendekatan pemetaan 3D-Linier diketahui bahwa nilai rata-rata prediksi pembeda (n)terhadap n-input sebagai n = 0.056 - 0.069 dan rata-rata errorakurasi adalah 0.1% baik prediksi (n) dari Vickers Indentasimaupun pada Indentasi bulat (spherical).
Gambar4.Tipikal surface mapping (non linier) yang memplotdata loading curvature dan sifat material (materialsproperties)
Hal ini menunjukkan prediktor yang dipilih secara signifikandapat diterima dalam batas tingkat kepercayaan kurang dari0.5%. Sedangkan pada studi Akurasi pada pendekatanmenggunakan pemetaan 3D-Non Linier (parabola) diketahuibahwa nilai rata-rata prediksi pembeda (n) terhadap n-inputsebagai n = 0.059 - 0.061 dan error akurasi rata-rata adalah0.22% baik prediksi (n) dari Vickers Indentasi dan Indentasibulat. Hal ini menunjukkan prediktor yang dipilih secarasignifikan dapat diterima dalam batas tingkat kepercayaankurang dari 0.5%. Dengan Membandingkan dua pendekatanbagan pemetaan 3D, diketahui memiliki rata-rata kesalahanlebih kecil dibandingkan dengan prediksi menggunakanpemetaan 3D linear. Yaitu 0.1% dibandingkan denganmenggunakan non linear (parabola) 0.22%. Evaluasi inimenunjukkan bahwa pendekatan pemetaan 3D dapat berfungsimenilai prediktor koefisien pengerasan regang (n) dari keduaprediksi (n) dari Vickers Indentasi dan Indentasi bulat
4.3 Analisis Dimensional dan hasil
Dalam analisis dimensional, hubungan antara curvature vssifat material dikembangkan berdasarkan analisis dimensional.untuk mempelajari mekanika kontak untuk diinstrumentasiindentasi normal. Pada Indentasi yang terjadi pada elastoplastic umumnya mengikuti hukum power (power law)dimana beban P dapat ditulis sebagai :[5]
P = P (h, E, v, Ei, vi, σy, n) (2)
Dimana E = modulus Young indentor, dan v = Poisson rasio.Dengan menggabungkan efek elastisitas sebuah indentorelastis dan elasto plastik solid dapat ditulis :
P = P(h, E*,σy, n) (3)Dimana
E*= (4)
Sebagai alternative persamaan (3) dapat di tulis sebagai
P = P (h, E*,σy ,σr) (5)
Dengan mengaplikasikan theorem dalam analisa dimensi
persamaan (3) menjadi
P = (6)
Kemudian menjadi
C = (7)
Dimana 1 adalah fungsi dimensionless. Sehingga loading
curvature C dapat ditulis sebagai:
C = (8)
Bila fungsi dimensionless diberikan dalam persamaan (3),maka normalisasi diperlukan sehubungan dengan pendekatam
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-56
terhadap σy atau σr. Dengan simulasi diketahui hubunganantara normalisasi Cv Vs properties bahan dan hubunganantara normalisasi Cs Vs sifat bahan (pengerasan reganganeksponen (n) dan Yield stress (σy). Hal ini jelas menunjukkanbahwa semua data. curve fitting telah dilakukan dengan iterasihubungan antara beban curvature indentasi dan bahan properti(σy, n) sebagai persamaan berikut.
Cv = σy¾ . 374.14. e 3.197 n (9)
Demikian pula untuk Spherical indentation
Cs = σy¾ . 8011.9 e 1.984 n (10)
Dengan hubungan tersebut, untuk setiap kombinasi Cv danCs, dapat di tentukan berbagai data material seperti yangditunjukkan pada Gambar 5. Titik persimpangan akanmewakili sifat material diprediksi. Dalam hal ini, untuk = 150MPa, n = 0.2, Cv = 30647.664 dan Cs = 515752. Dan hasilprediksi adalah σy = 149 MPa, n '= 0.209. Studi Akurasi hasildilakukan untuk beberapa nilai propertis masukan, hasilnya
tercantum pada Tabel 2. Kesalahan rata-rata akurasi adalah= 0.065196 dan ʌn /n = -0.06296, yang jauh lebih baikdaripada akurasi pendekatan pemetaan 3D mapping
Gambar 5 Tipikal proses prediksi parameter materialberdasarkan interseksi antara kurva properties dual indentorpada Vickers dan indentasi spherical (σy=120 MPa, n = 0.2).
TABEL 2. Akurasi studi hasil dari inverse FE modeling pada indentor ganda (dual indenters) Vickers dan indentasi Spherical
Material Properties Value of Curvature Prediksi Beda dengan input Akurasi ( Error )
σy N Cs Cv σy n ∆ σy ∆n ∆σy/ σy ∆n/n100 0.10 303841.6 15725.8 102 0.09 -2 0.01 -0.020 0.100
100 0.20 387159.4 22631.7 105 0.19 -5 0.01 -0.050 0.050
100 0.30 495483.9 32535.1 111 0.29 -11 0.01 -0.110 0.033
200 0.10 526000.0 27710.0 202 0.10 -2 0.00 -0.010 0.000
200 0.20 629700.0 37670.0 195 0.20 5 0.00 0.025 0.000
200 0.30 754700.0 50610.0 195 0.30 5 0.00 0.025 0.000
290 0.10 689200.0 37340.0 275 0.12 15 -0.02 0.052 -0.200
290 0.20 803900.0 48850.0 265 0.22 25 -0.02 0.086 -0.100
290 0.30 936500.0 63490.0 255 0.31 35 -0.01 0.121 -0.033
V. KESIMPULAN
FE model indentor tajam (Vickers) dan indentor tumpul(indentor Bulat) dikembangkan. Pengaruh beberapa parameterpemodelan kunci seperti sensitivitas mesh, ukuran sampel dankondisi batas dinilai. Tiga metode pemodelan terbalik terbalikyaitu analisis dimensi, pemetaan 3D dan pendekatan grafikdual indentor telah diusulkan dan validitas dan akurasimasing-masing pendekatan dalam memprediksi sifat materialsecara sistematis dievaluasi dengan menggunakan kurvaindentasi numerik. Di bagian eksperimental, tes geser tariktelah melakukan di tempat sambungan las dari bahan yangberbeda. Metode yang dikembangkan telah meletakkan dasaryang baik terhadap tujuan akhir dari penelitian ini dalammembangun efek parameter pengelasan pada sifat statis dandinamis las titik (spot welding) sistem bahan yang berbeda.Pada tahap berikutnya, pendekatan inverse prediksi propertiyang akan diperluas untuk uji kekerasan konvensional untukmengkarakterisasi sifat dari zona struktur yang berbeda dalamsambungan las dari sistem bahan yang berbeda(dissimilarmaterials welding). Sifat diprediksi kemudian akan digunakandalam model numerik dengan properties bahan realistis untuk
mensimulasikan deformasi las titik dalam kondisi pembebananyang berbeda
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ni K., and Sankaran M.,Strain-based probabilistic fatigue lifeprediction of spot-welded joints, International Journal offatigue, vol 26, 7, 2004. 763-772
[2] Mukhopadhyay M., Bhattacharya S., and Ray K.K, Strengthassessment of spot-welded sheets of interstitial free steels, Mat.processing technology, vol 209, iss 4, 2009,1995-2007
[3] Emmanuel H., Lamouroux J., Detailed model of spot weldedjoints to simulate the failure of car assemblies, InteractiveDesign and manufacturing, vol.1, No.1, 2007, 33-40
[4] Taljat B., Zacharia T. and Kosel F. New analytical procedure todetermine stress-strain curve from spherical indentation data,Int. J. of Solids and Structures, Vol. 35(33), 1998,pp. 4411-4426
[5] Dao M., Chollacoop N., Van Vliet K. J., Venkatesh T. A. andSuresh S., Computational modelling of the forward and reverseproblems in instrumented sharp indentation, Acta Materialia,Vol. 49, 2001, pp. 3899–3918
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-57
Sifat Tarik Komposit Epoxy Berpenguat Serat Sisal
Pada Fraksi Volume Yang Berbeda
I Putu Lokantara
Jurusan Teknik Mesin
Universitas Udayana
Denpasar, Bali
I Wayan Surata
Jurusan Teknik Mesin
Universitas Udayana
Denpasar, Bali
Email: -
Abstract— Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
kekuatan tarik dan modulus elastisitas komposit epoxy yang
berpenguat serat sisal pada fraksi volume serat yang berbeda.
Pada penelitian ini matrik yang digunakan adalah epoxy resin
dengan fraksi volume serat 15%, 20%, 25%. Serat sisal dipotong
dengan panjang 3 cm yang disusun secara acak. Pretreatment
serat sisal diberi perlakuan kimia dengan perendaman dalam
NaOH 5% selama 2 jam. Komposit dibuat dengan teknik press
hand lay-up dengan menggunakan cetakan terbuat dari kaca.
Spesimen uji komposit berpenguat serat sisal diuji sesuai standar
uji tarik ASTM D 3039. Hasil dari penelitian uji tarik yang
dilakukan, nilai tegangan tarik tertinggi didapat pada fraksi
volume 25% yang memiliki nilai sebesar 19,774 MPa dengan
modulus elastisitas sebesar 2,831 GPa. Tegangan tarik terendah
terdapat pada fraksi volume 20% yaitu 14,853 MPa, sedangkan
modulus elastisitas terendah terdapat pada fraksi volume 15%
yaitu 1,111 GPa.
Kata Kunci: Serat Sisal, komposit, epoxy, tegangan tarik,
modulus elastisitas
I. PENDAHULUAN
Tanaman sisal banyak ditemukan di daerah kering, seperti
didaerah Nusa Penida, Klungkung, Bali. Di Nusa Penida sisal
biasa disebut dengan Bagu, dahulu pohon Bagu atau sisal
dipakai sebagai tali-temali, terutama sebagai tali perahu oleh
para nelayan. Proses ekstraksi serat sisal dapat dilakukan
dengan cara perendaman dan penyisiran serat maupun dengan
bantuan dekortikator. Proses ekstraksi secara mekanis
menggunakan dekortinator akan menghasilkan 2-4% serat ( 15
kg per 8 jam proses) yang berkualitas baik dengan kilau yang
tinggi. Sementara proses pemisahan serat sisal dengan motode
perendaman akan menghasilkan serat dengan jumlah yang
lebih banyak, namun dengan kwalitas yang rendah setelah
diekstraksi serat dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan
sisa residu seperti klorofil, lendir daun dan padatan yang
melekat.Beberapa peneliti mengkaji pengaruh perendaman
terhadap sifat serat sisal. Hasil prosesnya menunjukkan bahwa,
serat sisal segar mempunyai tenacity,kekuatan dan mulur yang
jauh lebih baik dibandingkan dengan hasil proses perendaman.
Hal tersebut disebabkan karena proses perendaman akan
memicu terjadinya oksidasi selulosa sehingga kekuatan serat
jauh lebih rendah. Komposisi kimia serat sisal telah dikaji oleh
para peneliti yang menemukan bahwa serat sisal mengandung
78% selulosa, 8% lignin, 10% hemi-celluloses, 2% wax dan
1% ash. Sementara itu ada yang menyatakan bahwa, sisal
mengandung 43-56% sellulosa, 7-9% lignin, 21-24% pentosan
dan 0,6-1,1% ash. Bervariasinya komposisi kimia serat sisal
disebabkan oleh perbedaan asal dan umur serat serta metode
pengukuran hal ini menunjukkan bahwa sellulosa dan lignin
yang terdapat pada sisal bervariasi dari 49,62-60,95 dan 3,75-
4,40% tergantung dari usia tanaman. Penelitian sebelumnya
peneliti juga mengkaji pengaruh pengaruh diameter serat,
waktu dan kecepatan pengujian terhadap kekuatan tarik,
modulus elastisitas, dan persentase mulur serat sisal saat putus.
Hasilnya menunjukkan bahwa diameter serat tidak
memberikan perbedaan yang signifikan terhadap sifat mekanis
serat sisal.( Adhi Kusumastuti, 2009). Keunggulan-keunggulan
yang dimiliki pohon sisal memberikan inspirasi untuk
melakukan penelitian pada komposit. Penguat komposit yang
sudah umum digunakan adalah fiber glass yang tidak ramah
lingkungan dan tidak dapat terdegradasi secara alami, maka
dari itu dipilih serat alam sisal sebagai penguat komposit. Serat
sisal adalah bahan yang ramah lingkungan dan jumlahnya
sangat berlimpah namun belum dimanfaatkan secara secara
optimal.
Untuk mengetahui bagaimana kekuatan dari komposit
berpenguat serat sisal, maka dalam penelitian ini penulis
memvariasikan fraksi volume 15%, 20%, 25%, sehingga
mendapatkan kekuatan tarik yang tertinggi dari variasi-variasi
tersebut.
II. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Alat:
Alat uji tarik.
Alat cetak komposit dengan teknik press hand lay-up
Alat Bantu : gergaji, ampelas, cetok, dan kapi.
Alat ukur : timbangan digital, gelas ukur, timer,
jangka sorong.
Alat keselamatan : sarung tangan karet dan masker.
Alat pemanas : Oven.
Bahan:
Matrik : Epoxy Resin 7120
Penguat ( hardener ) : versamid 140.
Serat sisal dipotong 3 cm
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-58
Aceton.
Gliserin
B. Skematik Alat Cetak Komposit
Gambar 1. Skema Alat Cetak Komposit dengan Teknik Press Hand Lay-
Up
Gambar 2 Dimensi Plat Bagian Bawah
C. Prosedur Pengujian
1. Persiapan Pembuatan Komposit
Serat sisal di potong 3 cm
Serat ditimbang dan catat beratnya (wf)
Kemudian serat sisal diberikan perlakuan alkali 5%
NaOH selama 2 jam.
Serat sisal yang sudah mengalami perlakuan ini
kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 60˚C
selama 24 jam.
Serat sisal yang sudah kering, selanjutnya ditimbang
dan catat beratnya.
Lapisi cetakan kaca dengan Gliserin agar resin tidak
melekat pada cetakan.
Campurkan Epoxy dan hardener dengan perbandingan
1:1.
2. Pembentukan Komposit
a. Perhitungan Masa Jenis Serat ( f )
Timbang serat di udara dan catat.
Timbang serat tersebut di dalam minyak tanah dan
catat.
Hitung massa jenis serat ( )dengan persamaan yang
sudah ada.
b. Komposit Dengan % Fraksi Volume Serat
Tentukan serat dan matrik dengan perbandingan
volume.
Dengan nilai ( f ) yang telah diketahui maka
dapat ditentukan berat serat yang dibutuhkan
Timbang berat serat sesuai dengan berat serat yang
dibutuhkan.
Tuang sebagian campuran Epoxy ke dalam
cetakan.
Taburkan serat sisal secara acak di atas campuran
Epoxy tersebut.
Tuang sisa campuran Epoxy di atas lapisan serat
sisal tersebut.
Tutup dengan kaca cetak bagian atas dan berikan
beban (30 Kg).
3. Pengamat Void
Komposit yang berhasil dicetak, diamati apakah ada void atau
tidak, dengan cara menerawang lembaran komposit. Void tidak
boleh mengumpul pada suatu tempat dan void content tidak
boleh lebih dari 1% ASTM D 2737[2]
4. Proses Post Curing
Komposit hasil cetakan tadi kemudian dimasukan ke dalam
oven dengan temperatur 65 °C selama 2 jam. Langkah ini
bertujuan untuk mempercepat terjadinya cross-linking dan
untuk mengetahui apakah komposit tersebut sudah homogen
yaitu lembaran komposit tidak melengkung
5. Pengamatan Bentuk Fisik Lembaran Komposit
a. Komposit yang berhasil di cetak, diamati apakah ada
void atau tidak dengan cara menerawang lembaran
komposit.
b. Lembaran komposit diamati, apakah ada cacat atau
lembaran komposit melengkung. Jika ada cacat atau
lembaran komposit melengkung, lembaran komposit
tersebut tidak dapat digunakan dan proses
pembentukan komposit harus diulang.
c. Komposit yang tidak cacat, ditimbang dan di catat beratnya
(we).
6. Pembentukan Benda Uji Tarik
a. Lembaran komposit dipotong sesuai
dengan dimensi benda uji standar untuk uji
tarik (ASTM 3039).
b. Bagian bekas potong dirapikan dengan amplas.
c. Pada setiap ujung benda uji diempel dengan
tab yang berfungsi sebagai bagian yang dijepit
pada mesin uji tarik.
d. Masing-masing jenis komposit dibuat 5 buah
benda uji
Tabel 1. Standar ASTM D 3039
Gambar 3. Dimensi Spesimen Uji Tarik
Sumber : (ASTM D 3039)[1]
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-59
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 4. Grafik Pengaruh Variasi Fraksi Volume Serat
Yang Disusun Acak Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Epoxy Serat
Sisal.
Gambar 5. Grafik Pengaruh Variasi Fraksi Volume Serat
Yang Disusun Acak Terhadap Modulus Elastisitas Komposit Epoxy
Serat Sisal.
Pembahasan Hasil Uji Tarik
Perbedaan fraksi volume terhadap serat pada komposit
serat sisal berpengaruh terhadap kekuatan tarik dan modulus
elastisitas pada komposit. Salah satu faktor penting yang
menentukan karakteristik dari komposit adalah perbandingan
antara matrik dan penguat/serat. Dari hasil pengujian tarik
yang ditunjukkan pada Gambar 4. bahwa kekuatan tarik pada
fraksi volume serat 15% kekuatan tariknya sebesar 17,436
MPa dan menurun pada fraksi volume 20% dengan kekuatan
tarik sebesar 14,853 MPa. Sebaliknya pada fraksi volume 25%
kekuatan tarik mengalami peningkatan dengan kekuatan tarik
sebesar 19,774 MPa.Penurunan kekuatan tarik ini diakibatkan
karena ikatan antara permukaan matrik dan serat yang tidak
baik. Ikatan yang sangat lemah ini akan mengakibatkan
kerusakan pada tegangan komposit dan menyebabkan
kekuatan tarik menjadi menurun seiring dengan
ditambahkannya serat pada komposit. Pada fraksi volume 25%
kekuatan tarik menjadi meningkat hal ini disebabkan adanya
ikatan yang sangat baik antara matrik dan serat. Dengan
sedikitnya matrik pada komposit ini membuat serat tidak
basah dan kekuatan tariknya menjadi meningkat.[3]
Nilai
modulus elastisitas tertinggi terdapat pada fraksi volume 25%
yaitu sebesar 2,831 GPa dan modulus elastisitas terendah
terdapat pada fraksi volume 15% yaitu 1,111 GPa, hal ini
terjadi karena serat dapat mengimbangi regangan tarik matrik
sehingga ikatan antara serat dan matrik semakit kuat dan pada
modulus elastisitas terjadi karena tingginya ikatan antar serat
dan matrik sehingga mengalami modulus elastisitas yang
tinggi.
IV. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian komposit epoxy dengan variasi fraksi
volume serat 15%, 20%, 25% yang disusun secara acak dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
Dari ketiga variasi fraksi volume yang diuji tarik, fraksi
volume 25% memiliki kekuatan tarik dan modulus elastisitas
yang tertinggi sebesar 19,774 MPa . Sedangkan tegangan tarik
terkecil terdapat pada fraksi volume 20% sebesar 14,853 MPa.
Nilai kekuatan tarik dan elastisitas lentur meningkat seiring
ditambahkannya serat kedalam matrik ini diakibatkan ikatan
yang sangat baik antar serat dan matrik, ini juga diperlihatkan
pada foto mikro yang dilakukan, dimana tidak adanya pullout
terjadi pada setiap specimen uji
DAFTAR PUSTAKA
[1] ASTM ( 2003 ) D 3039/D 3039M Standard Test Methods for
Void Content of Reinforced Plastics. ASTM Internasional,
USA
[2] ASTM (1992) Annual Book Of ASTM Standarads Plastics
[3] Adhi Kusumastuti (2009), Aplikasi Serat Sisal Sebagai
Komposit Polimer, Jurnal Kompetensi Teknik, Universitas
Negeri Semarang
[4] Bakri, Iqbal, Rifki,(2012), Analisa Variasi Panjang Serat
Terhadap Terhadap Kuat Tarik Dan Lentur Pada Komposit
Yang Diperkuat Serat Agave Angustifolia Haw. Jurnal
Mekanikal Vol.3 No,1, Teknik Mesin Universitas Tadulako
[5] Diharjo, Kuncoro(2006), Pengaruh Perlakuan Alkali terhadap
Sifat Tarik Bahan Komposit Serat Rami-Polyester. Jurnal
Teknik Mesin Vol.8 No. 1 Universitas Negeri Sebelas Maret.
[6] Jamasri, Diharjo, K, Handiko, G. W. (2005), Studi Perlakuan
Alkali Terhadap Sifat Tarik Komposit Limbah Serat Sawit –
Polyester, Prosiding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin
IV, Universitas Udayana, Bali
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-60
Analisis Kekuatan Struktur Komposit Benang Rami
Hand Spinning Dengan Matriks Thermoplastic High
Density Polyethylene (HDPE)
Lies Banowati
Teknik Material-Fakultas Teknik Mesin Dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung, Indonesia
[email protected] – optional
Aulia Lazuardi Muhammad
Teknik Penerbangan-Fakultas Teknik Mesin Dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung, Indonesis
Bambang K. Hadi Rochim Suratman
Teknik Penerbangan-Fakultas Teknik Mesin Dan Dirgantara Teknik Material- Fakultas Teknik Mesin Dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung, Indonesia Institut Teknologi Bandung, Indonesia
[email protected] rochim @material.itb.ac.id
Abstrak-Komposit serat alam merupakan salah satu
sumber hayati yang memiliki potensi yang baik untuk
dikembangkan di Indonesia . Hal ini karena serat tersebut
memiliki sifat ramah lingkungan, kemampuan serat terurai
oleh bakteri (biodegradability) dan dapat digunakan untuk
memperkuat berbagai jenis polimer (biocomposite), serta
melimpah dan ekonomis.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis
karakteristik kekuatan tarik komposit yang diperkuat
dengan serat rami yang telah di hand spinning menjadi
benang dengan matriks HDPE (High Density Polyethylene)
yang mengacu pada standar American Society for Testing
Material (ASTM) D3039/D 3039M . Komposit benang
rami/HDPE disusun dengan arah serat 0° dan 90° dengan
metode manufaktur hot compression molding pada suhu ±
135° celcius dan tekanan 250 psi. Hasil pengujian yang
didapatkan kemudian diolah menggunakan metode weibull
distribution untuk mendapatkan diagram keandalan di
setiap pengujian yang hasilnya sangat bervariasi. Analisis
ini dilengkapi juga dengan hasil SEM (Scanned Electrone
Microscope) pada patahan spesimen uji tarik 0° dengan
kekuatan yang paling tinggi.
Berdasarkan hasil pengujian dan pengolahan data yang
telah dilakukan nilai kekuatan tarik yang diperoleh adalah
12 MPa untuk keandalan 90% dan 22.5 MPa untuk
keandalan 50% pada benang rami. Untuk komposit arah
serat 0° nilai yang diperoleh adalah sebesar 24.5 MPa
untuk keandalan 90% dan 31 MPa untuk keandalan 50%.
Untuk komposit arah 90° nilai tensile strength yang
diperoleh adalah 5.2 MPa untuk keandalan sebesar 90%
dan 6.8 MPa untuk keandalan 50%.
Kata Kunci : kekuatan tarik,hand spinning,benang rami,
HDPE, weibull distribution
I. INTRODUCTION
Dengan cepatnya perkembangan dunia teknologi material,
sumber daya yang dibutuhkan untuk mengikuti perkembangan
teknologi tersebut haruslah beriringan agar tidak terjadi
kesenjangan antara teknologi dan sumber daya. Sehingga
banyak yang memulai untuk mencari sumber daya alternatif
menggunakan bahan-bahan alam, tidak seperti bahan-bahan
mineral yang harus digali dan lama untuk diperbaharui, bahan-
bahan alam yang digunakan lebih mudah untuk di olah dan
diperbaharui yaitu komposit alami.
Material Komposit adalah material yang terdiri dari dua
atau lebih bahan yang berbeda yang disatukan dan masih bisa
dibedakan secara makroskopis. Dua bahan utama suatu
komposit adalah serat dan bahan pengikat, atau sering disebut
juga fiber dan matrix. Dimana peran fiber dalam komposit
adalah menentukan karakteristik utama bahan komposit yaitu
kekuatan,kekakuan dan sifat mekanik-mekanik yang lain
sebagai penahan utama gaya-gaya yang terjadi pada suatu
komposit. Matriks lah yang mentransfer beban-beban tersebut
dan mengikat serat-serat agar serat-serat tersebut terlindungi
oleh matriks [1]. Oleh karena untuk fiber menggunakan bahan-
bahan yang kuat dan getas, sedangkan matriks menggunakan
bahan-bahan yang lunak dan liat.
Serat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
serat rami yang dapat dijadikan material yang lebih eco-
friendly, renewable, dan sustainable sebagai substitusi dari
material yang konvensional seperti logam dan serat sintetis.
Hal tersebut yang mendorong penggunaan serat alam sebagai
alternatif penguat atau fiber dalam aplikasi material komposit.
Serat tersebut telah melalui proses hand spinning menjadi
benang rami sehingga ketika manufaktur komposit benang rami
lebih mudah diatur arahnya. Serat ini diambil dari tanaman
rami (Boehmeria nivea ) yang dibudi dayakan di Garut. Dari
Penelitian sebelumnya oleh [2] serat ramie memiliki tensile
strength 330 MPa dengan massa jenis 1.4 gr/cm3.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-61
Adapun matriks yang digunakan adalah kategori Polymer
Matrix Composites (PMC) untuk menambah kekuatan dan
stiffness terbagi menjadi dua, yakni Thermoplastic dan
Thermoset. Polimer thermoset merupakan jenis polimer yang
tahan terhadap panas. Jika polimer ini dipanaskan, polimer ini
tidak akan mudah meleleh. Susunan polimer ini bersifat
permanen pada awal pembuatan polimer. Polimer thermoset
memiliki ikatan – ikatan silang yang mudah dibentuk pada
waktu dipanaskan. Hal ini membuat polimer menjadi kaku dan
keras. Sedangkan Thermoplastic merupakan jenis polymer
yang memiliki suhu leleh yang berbeda tergantung ikatan
polymer dan menjadi padat ketika didinginkan. Sehingga
matriks ini dapat didaur ulang dan dipanaskan kembali apabila
mengalami kerusakan [3]. Oleh karena itu dalam penelitian ini
penulis menggunakan matriks yang berbasis Thermoplastic
dikarenakan lebih ramah lingkungan dan dapat didaur ulang.
Bahan termoplastik HDPE (High Density Polyethylene)
merupakan matrixs yang liat, kuat, kaku dan tahan terhadap
suhu yang cukup tinggi (±1350C) , sehingga dengan
menggunakan fraksi volume serat dan matrixs yang tepat
dengan metode manufaktur hot compression molding dapat
menghasilkan komposit benang rami/HDPE yang mudah
dibentuk untuk keperluan industri otomotif, kontruksi bahkan
peralatan medis
II. MATERIAL DAN METODE
Pembuatan spesimen uji komposit benang rami/HDPE
menggunakan metode hot compression molding dan menguji
specimen tersebut dengan mengacu pada ASTM D 3039/D
3039M [4] untuk uji tarik. Jumlah sampel uji adalah 18 buah
dengan variasi arah serat dan dimensi specimen,10 buah untuk
serat kontinyu dengan arah 0°, dan 8 buah untuk serat
kontinyu arah 90°. Serat rami yang digunakan berupa serat
kontinyu dan serat diskontinyu.
Hasil uji specimen komposit dianalisis dengan
menggunakan pendekatan statisik two parameter Weibull
distribution dan ditampilkan dalam bentuk tabel kekuatan
tarik, kurva keandalan, serta kurva probabilitas kegagalan. Pengamatan kegagalan dilakukan dengan SEM
(Scanning Electron Microscope) untuk mengamati modus
kegagalan dan kriteria kegagalan
Pada gambar berikut ini memperlihatkan material dan step
manufaktur komposit benang rami hand spinning/HDPE
dengan fraksi volume serat 50%.
Gambar 1. memperlihatkan proses Hand Spinning serat rami
menjadi benang rami menggunakan mesin dengan single drive
wheels.
(a) (b) (c) Gambar 1.(a) Serat rami, (b) Hand spinning machine, (c) benang rami.
Gambar 2. benang rami dililitkan pada plat cetakan dan
ditaburi serbuk HDPE secara merata, kemudian ditutup bagian
atas dan bawah cetakan.
(a) (b) (c) (d)
Gambar 2. (a) Cetakan dililiti benang rami, (b) Serbuk HDPE (c) Cetakan
ditaburi HDPE, (d) Cetakan ditutup bagian atas dan bawah
Gambar 3.cetakan dimasukkan ke mesin hot compression
molding. Konsep dari mesin tersebut adalah dengan memberi
tekanan dan panas (±1350C) selama 30 menit , diharapkan
penyebaran matriks bisa mencair secara merata sesuai dengan
bentuk cetakan dan juga meminimalisir kemungkinan
terjadinya void. Setelah proses hot compression molding
selesai, cetakan berisi spesimen didinginkan agar matriks yang
cair mulai memadat kembali.
(a) (b) Gambar 3. (a) Cetakan dimasukkan kedalam mesin hot compression molding,
(b) Spesimen yang sudah dipotong
Cetakan komposit menggunakan material ST37 dan tekanan
pada alat cetak sebesar 250 psi dengan kemampuan tekanan
maksimum 1000 psi
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Test dilakukan dengan menggunakan menggunakan mesin
TENSILON RTF-1310 dengan kapasitas maksimum 10.000 N.
Nilai kekuatan material (fracture strength) terhadap
keandalannya dianalisa menggunakan Distribusi Weibull.
Keandalan adalah ukuran untuk reliability suatu bahan untuk
menerima beban, sehingga didunia maintenance distribusi
weibull sangatlah sering dipakai. Metoda regresi linear dipakai
untuk mengubah distribusi Weibull dua parameter ke dalam
persamaan linear dengan bentuk y= mx+c . Fungsi plot regresi
linear terhadap sumbu x dan y adalah sebagai berikut [5]:
(1)
Dari persamaan garis yang didapatkan melalui metode
regresi linear didapatkan parameter b dan c. Nilai c sama
dengan gradien garis atau sama dengan m. Sementara nilai b =
, dengan memasukkan nilai Y pada saat X = 0. Setelah
mendapatkan parameter b dan c, nilai keandalan yaitu R =
dapat dicari dan diplot. Gambar 4 dan 5
memperlihatkan plot regregasi linier grafik distribusi
keandalan bahan termoplastik HDPE pada uji kekuatan lentur
TU-0°.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-62
Gambar 4. Grafik plot model Regresi Linear spesimen TU 0°
Gambar 5. Distribusi keandalan Weibull specimen TU 0°
Dari grafik keandalan diatas,didapatkan nilai kekuatan tarik
komposit benang rami TU-0 ° sebesar 24.5 MPa untuk
keandalan 90% dan 31 MPa untuk keandalan 50%
Gambar 6 dan 7 memperlihatkan plot regregasi linier grafik
distribusi keandalan bahan termoplastik HDPE pada uji
kekuatan lentur TU-90°.
Gambar 6. Grafik Plot Model Regresi Linear spesimen TU 90°
Gambar 7. Distribusi keandalan Weibull specimen TU 90°
Dari grafik keandalan tersebut ,didapatkan nilai kekuatan tarik Komposit
benang rami TU 90°sebesar 5.2 MPa untuk keandalan sebesar 90% dan 6.8 MPa untuk keandalan 50%.
Untuk modus kegagalan, analisis dilakukan berdasarkan pengamatan visual.
Pada gambar 8. memperlihatkan arah dari kegagalan spesimen TU 0° dan TU 90° didominasi oleh tegangan normal untuk hampir seluruh spesimen uji. Pada
spesimen TU 0°, hampir semua spesimen mengalami modus patah sempurna
dimana berarti spesimen mengalami kegagalan pada serat. Pada spesimen TU 90°, semua spesimen mengalami modus kegagalan pada matriks HDPE
dikarenakan matriksnya lah yang menahan beban tarik ,sehingga patahannya
bersudut 90° dan benang rami tidak mengalami kegagalan.
(a) Spesimen TU 0° (b) Spesimen TU 90° Gambar 8. (a) Modus kegagalan specimen TU 0°, (b) Modus kegagalan specimen TU 90°
Untuk menganalisis struktur internal komposit, peneliti
menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope). Gambar
9. memperlihatkan foto SEM specimen TU 0°.
(a) Foto SEM spesimen TU 0° perbesaran 150x
(b) Foto SEM spesimen TU 0° perbesaran 2000x
Gambar 9. (a) Foto SEM spesimen TU 0° perbesaran 150x, (b) Foto SEM spesimen TU 0° perbesaran 2000x
Pada perbesaran 150x terlihat bahwa penyebaran benang
rami pada saat manufaktur masih belum sempurna, terdapat
daerah yang masih belum terisi benang rami. Terlihat lebih
banyak benang rami yang patah dan beberapa yang tercabut
dari matriks yang menyebabkan kerusakan yang dominan. Hal
ini harus menjadi perhatian pada saat spinning serat menjadi
benang rami masih belum sempurna karena menggunakan
mesin manual sehingga benang rami diameternya tidak
seragam dan masih terlalu besar rata-rata 1.5 mm dengan
kekuatan tarik rata-rata 20,480 MPa. Pada perbesaran 2000x
terlihat benang rami yang tidak tercabut dari matriks, namun
masih ada sedikit void dikarenakan proses pemanasan HDPE
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-63
yang belum merata sehingga perlu diperhatikan untuk
menambah waktu pemanasan yang sesuai.
IV. KESIMPULAN
Bersadarkan hasil penelitian bahwa komposit benang rami
hand spinning /HDPE dengan metode hot compression
molding dengan temperature berkisar 135°celcius dan tekanan
250 psi didapatkan nilai kekuatan tarik maksimum untuk
Unidirectional 0° (TU 0°) 35,744 MPa dan rata-rata 31,077
MPa dengan keandalan 90% 24,5 MPa dan 50% 31 MPa, untuk Unidirectional 90° (TU 90°) kekuatan tarik maksimum
8.1565 MPa dan rata-rata 6.3922 MPa dengan keandalan 90%
5,2 MPa dan 50% 6,8 MPa. Modus kegagalan yang terjadi
disebabkan fiber pull out dan fiber fracture. Karakterisasi
komposit benang rami hand spinning /HDPE berpotensi untuk
dikembangkan lebih lanjut sebagai material alternative untuk
peralatan medis dan industry otomotif.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Hadi Bambang K..,”Mekanika Struktur Komposit,” Diktat
KuliahPN-336 ,Bandung: Penerbit ITB, 2000.
[2] Nugraha N., “Prediksi Kekuatan Tarik dan Modulus Elastisitas
Serat Rami Dengan Metode Distribusi Weibull 2 Parameter,”
ITB. Bandung, 2013.
[3] ASTM D 3039/3039 M, “Standart Test Method for Tensile
Properties of Polymer Matrix Composite Materials. Annual
Book of ASTM Standards,” United States:ASTM InternationaI,
2002.
[4] Albernathy R.B., ”The New Weibull Hanbook,” SAE
Professional Development, 1994.
[5] http://mfg.eng.rpi.edu/aml/plastics.html, “Thermoplastic
Properties and Selection Criteria.”, 2013.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-64
Metode Elemen Hingga untuk Analisis Eksperimentaldan Numerik Pengaruh Variasi Arah Serat terhadap
Getaran Balok Komposit Serat Abaca dan IjukBermatriks Epoksi
Nanang EndriatnoJurusan Mesin, Fakultas Teknik
Universitas HaluoleoKendari, Indonesia
Hammada AbbasJurusan Mesin, Fakultas Teknik
Universitas HasanuddinMakassar, Indonesia
Email: -
Abstract—This study aims to : (1) analyze natural frequency(n) and rigidity (k) as the effect of fiber direction and variouspositions of exciter on abaca and arenga pinatta fiber epoxymatrix composite beams ; and (2) determine the elastic modulus(E) through tensile testing. The research used the finite elementmethod for numerical analysis and spectrum method forexperimental analysis. For the finite element method innumerical analysis, the beam was divided into 5 elements ;wheares for the experimental analysis, there were 5 variouspositions of exciters. The support was a fixed-free (cantilever)made of epoxy composite reinforced with abaca and arengapinatta fiber in the form of beams with a length of 50 cm, widthof 3 cm, and thickness of 2 cm. The composite material consistedof two composite fiber : abaca fiber and arenga pinatta fiber.Each composite consisted of three types of laminations : 0/0/0 ,-45/0/45, and -90/0/90. The results reveal that the values ofnatural frequency (n) , rigidity (k) , elastic modulus (E) wereinfluenced by fiber direction (maximum in abaca fiber direction0/0/0 and minimum in arenga pinatta fiber direction-90/0/90). The Value of natural frequency (n) and rigidity (k)decreased with the increase of the distance of exciter positionfrom cantilever . Natural frequency (n) and rigidity (k) valuesobtained experimentally were greater than the values obtainednumerically.
Keywords : vibration, natural frequency, rigidity, composite.
I. PENDAHULUAN
Dewasa ini perkembangan material komposit serat dibidang rekayasa sangat pesat. Pemanfaatannya sebagai bahanpengganti logam maupun pengganti bahan alternatif kompositsintetis sudah semakin luas dikembangkan. Kemajuanteknologi mendorong peningkatan dalam hal permintaanterhadap bahan komposit, bidang industri pesawat terbang,otomotif, olahraga, industri minyak dan gas telah memakaikomposit untuk membangun infrastrukturnya. Pada aplikasidi atas struktur komposit menjanjikan keuntungan khusus,selain kekuatan, ringan dan ketahanan terhadap korosi [1].
Pada penelitian ini, kami mengangkat komposit denganserat ijuk dan serat abaca sebagai serat penguatnya.
Pertimbangan menggunakan kedua serat ini sebagai alternatifbahan penguat pada material komposit karena ketersediaanbahan ini cukup banyak, harganya murah, kuat, ringan dantidak mudah rusak. Pembuatan komposit yang diperkuat seratalami dimaksudkan untuk mencari alternatif material komposityang tidak terlalu tergantung pada serat sintetis.
Dalam menentukan sifat-sifat mekanik struktur komposit,ada beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalahorientasi arah serat dalam material komposit sebagaipenguatnya dan fraksi volume serat yang digunakan.Penempatan serat dengan sudut arah tertentu dalam matrikskomposit, dimaksudkan agar tegangan yang terjadi dapatdidistribusikan merata pada bagian-bagian serat sehinggamemberikan kekakuan yang baik [2]. Salah satu keuntunganbahan komposit adalah dapat menerima beban dalam arahtertentu, artinya bahan tersebut hanya kuat dan kaku pada arahtertentu dan lemah dalam arah-arah yang tidak dikehendaki[1]. Kemampuan ini jelas tidak dipunyai oleh bahan isotropicyang mempunyai kekuatan dan kekakuan yang sama dalamsegala arah.
Getaran merupakan salah satu masalah yang sangat pentingdalam perencanaan konstruksi mesin. Ketika frekuensi gayaeksitasi bersamaan dengan salah satu frekuensi pribadi sistem,maka kondisi resonansi terjadi dan menghasilkan simpanganyang besar. Kerusakan pada struktur utama seperti jembatankonstruksi beton atau baja, gedung atau sayap pesawat terbangdapat terjadi pada kondisi resonansi. Olehnya itu penentuanfrekuensi pribadi sangat penting pada suatu sistem yangmengalami getaran. Untuk menganalisa getaran yang terjadipada batang dengan tumpuan tertentu, ada beberapa metodeyang digunakan untuk menentukan karakteristik getaran, salahsatunya adalah metode elemen hingga.
Hasil penelitian menurut [3], yang mengkaji karakteristikgetaran untuk komposit berbentuk balok menunjukkan bahwafrekuensi pribadi dan kekakuan Mengalami peningkatandengan adanya peningkatan modulus elastisitas dari komposit.
Hasil penelitian menurut [10], yang mengkajikarakteristik getaran untuk sistem balok kantilever bahwa
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-65
frekuensi pribadi dan kekakuan mengalami penurunan seiringdengan bertambahnya jarak elemen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Penelitian inibertujuan untuk menganalisis frekuensi pribadi (n) dankekakuan (k) akibat pengaruh arah serat dan variasipenempatan penggetar pada balok komposit serat abaca danijuk bermatriks epoksi dan menentukan modulus elastisitasmelalui pengujian tarik.
II. LANDASAN TEORI
A. Teori GetaranGetaran adalah gerakan bolak-balik dalam suatu interval
waktu tertentu. Semua benda yang mempunyai massa danelastisitas mampu bergetar, jadi kebanyakan mesin danstruktur rekayasa (engineering) mengalami getaran sampaiderajat tertentu dan rancangannya biasanya memerlukanpertimbangan sifat osilasinya [4].
Ada dua kelompok getaran yang umum yaitu : getaranbebas dan paksa. Getaran bebas terjadi jika sistem berosilasikarena bekerjanya gaya yang ada dalam sistem itu sendiri, dantidak ada gaya luar yang bekerja. Sistem yang bergetar bebasakan bergerak pada satu atau lebih frekuensi naturalnya, yangmerupakan sifat sistem dinamika yang dibentuk oleh distribusimassa dan kekakuannya. Sedangkan Getaran paksa adalahgetaran yang terjadi karena rangsangan gaya luar, jikarangsangan tersebut berosilasi maka sistem dipaksa untukbergetar pada frekuensi rangsangan. Jika frekuensi rangsangansama dengan salah satu frekuensi natural sistem, maka akandidapat keadaan resonansi dan osilasi besar yang berbahayamungkin terjadi. Getaran tersebut mengakibatkan terjadinyakerusakan pada suatu bagian tertentu dari sistem tersebut.Oleh karena itu, kita berusaha untuk mengurangi efek-efekmerugikan dari getaran dengan jalan mengisolasi, meredamdan lain sebagainya.
Semua sistem yang bergetar mengalami redaman sampai derajattertentu karena gesekan dan tahanan lain. Jika redamannya kecil,maka pengaruhnya sangat kecil pada frekuensi natural sistem.Olehnya itu perhitungan frekuensi natural biasanya dilaksanakanatas dasar tidak ada redaman.
Untuk memperoleh frekuensi pribadi, maka terlebih dahulumenentukan persamaan differensial gerak suatu sistem. Untukkasus pada gambar, diagram benda bebasnya adalah :
Gambar 1 Diagram Benda Bebas Sistem Pegas
Gambar menunjukkan diagram benda bebas dari pegasdengan kekakuan (k) (N/m) dan massa (m) (kg) denganperpindahan pegas () (m) dan percepatan gravitasi (g) (m/s2).Dengan memberikan perpidahan awal (x) (m) kemudiandilepaskan maka sistem bergetar bebas dengan percepatan(m/s2). Dari diagram benda bebas di atas diperoleh persamaan
differensial geraknya (PDG) adalah dengan menggunakanrumus [4] yaitu massa (m) (kg) dikalikan dengan percepatan
(m/s2) dan dijumlahkan dengan kekakuan (k) (N/m)dikalikan dengan perpindahan (x) (m):
0
0
)(
.
xm
kx
kxxm
kmgxkmgxm
amF
0
kxxm (1)
Persamaan ini merupakan persamaan diferensial gerakdari getaran bebas tanpa peredam , yang merupakanpersamaan diferensial homogen orde dua. Penyelesaianumum secara matematis menghasilkan frekuensi pribadi (n)(rad/s) dengan rumus [4] yaitu akar dua hasil perbandingankekakuan (k) (N/m) dengan massa (m) (kg) :
m
kn (2)
B. Material Komposit dan Komponen KompositKomposit merupakan bahan padatan yang dihasilkan dari
dua gabungan atau lebih bahan yang berlainan untukmendapatkan ciri-ciri yang lebih baik yang tidak dapatdiperoleh dari setiap komponennya. Komposit yang dihasilkanbukan saja memiliki sifat mekanik yang lebih baik baik tetapijuga sifat kimia, sifat panas dan berbagai sifat yang lain.
1. Matriks .Matriks adalah bahan yang diperkuat oleh serat penguat
yang berfungsi mengikat serat yang satu dengan yang lainnya.Bahan yang paling umum dipakai sebagai matriks adalahmetal atau polimer. Pada penelitian ini menggunakan matriksresin epoksi yang merupakan bahan plastik yang telahmengalami reaksi kimia oleh reaksi panas atau katalis. Plastikini tidak dapat dicairkan kembali dan diproses kembali jikadipanasi pada suhu tinggi akan terurai dan rusak, plastiktermoset ini salah satunya adalah epoksi. Keuntungan plastiktermoset ini dalam aplikasi perencanaan teknik adalahkekakuan tinggi, kestabilan suhu tinggi, kestabilan dimensitinggi, resistensi terhadap mulur dan deformasi di bawahpembebanan, ringan dan sifat isolasi termal dan listrik yangtinggi.
2. SeratKomponen penguat dari komposit adalah serat. Secara
umum dapat dikatakan bahwa fungsi serat adalah sebagaipenguat bahan untuk memperkuat komposit sehingga sifat-sifat mekaniknya lebih baik bila dibandingkan dengan tanpaserat penguat, selain itu serat juga menghemat penggunaanresin. Beberapa syarat untuk dapat memperkuat matriksantara lain serat mempunyai Modulus Elastisitas yang tinggidan mampu menerima perubahan gaya yang bekerja padanya[1]. Arah serat mempengaruhi jumlah serat yang dapatdiisikan kedalam matriks. Makin cermat penataannya, makinbanyak penguat yang dapat dimasukkan. Arah serat penguat
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-66
menentukan kekuatan komposit, sesuai dengan arah kekuatanmaksimum.
Pada Penelitian ini komposit menggunakan serat abaca danijuk sebagai penguat dan dikombinasikan dengan resin sebagaimatriksnya.
3. Serat Abaca (Musa textilis)Abaca sudah dibudidayakan di Indonesia sejak lama
mulai dari Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, sampai Jawa.Sesuai dengan namanya yaitu Musa textilis maka serat abacamemiliki kelebihan dibanding serat lain yaitu kekuatanseratnya jauh lebih tinggi dan daya serapnya lebih bagus [5].Pemisahan atau pengambilan serat abaca atau proses extraksiserat abaca atau proses pemisahan atau pengambilan seratabaca dari batangnya (fiber extraction) dapat dilakukandengan dua cara yaitu dengan tangan (manual) ataupundengan peralatan decorticator [6]. Abaca sangat cocokdibudidayakan di Indonesia asal sesuai dengan persyaratanagroklimatologis yang dibutuhkan tanaman. Saat ini belumdigunakan untuk tekstil, sehingga serat abaca sementaradiproduksi untuk pembuatan tali kapal. Perkebunan abacayang sampai saat ini masih terpelihara dengan baik ada dikebun PT Bayulor di Banyuwangi [5].
Gambar 2 Pohon Abaca (Musa textilis)
4. Serat Ijuk (Arenga Pinnata)Serat ijuk adalah serat alam yang berasal dari pohon
aren (arenga pinnata). Ijuk merupakan bahan alami yangdihasilkan oleh pangkal pelepah enau (arenga pinnata) yaitutumbuhan bangsa palma. Aren (Arenga Pinnata) termasuksuku Arecaceae (pinang-pinangan), merupakan tumbuhanberbiji tertutup (Angiospermae) yaitu biji buahnya terbungkusdaging buah. Tanaman aren banyak terdapat mulai dari pantaitimur India sampai ke Asia Tenggara. Di Indonesia tanamanini banyak terdapat hampir di seluruh wilayah Nusantara. Ijukmerupakan helaian benang-benang atau serat-serat yangberwarna hitam, berdiameter 1 mm, dan bersifat kaku. Ijukini tidak mudah rapuh, sangat tahan dalam genangan air yangasam, termasuk genangan air laut yang mengandung garam[9].
Aren (Arenga pinnata) merupakan salah satu tanamanperkebunan yang serbaguna dan telah lama dimanfaatkansecara tradisional. Tanaman aren memiliki daya adaptasi luas
pada berbagai agroklimat dari dataran rendah hingga 1.400 mdpl. Tak heran jika tanaman ini tersebar di seluruh Indonesiayang dikutip dari [7].
Pada tahun 2002, luas areal tanaman aren di Indonesiaadalah 47.730 hektar yang tersebar di berbagai provinsi.Tanaman aren banyak terdapat di Sumatera Utara, NanggroeAceh Darussalam, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat,Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan SulawesiSelatan. Hampir semua bagian tanaman aren ini berguna, baikuntuk pangan, bahan baku industri maupun energi terbarukanyang dikutip dari [7].
C. Teori Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga adalah suatu bentuk metode yangdigunakan sebagai salah satu solusi pendekatan untukmemecahkan berbagai permasalahan fisik, berupa analisisnumerik teknik .
Adapun dasar dari metode elemen hingga adalah membagibenda kerja menjadi elemen-elemen kecil yang jumlahnyaberhingga sehingga dapat menghitung reaksi akibat beban(load) pada kondisi batas (boundary condition) yangdiberikan. Dari elemen-elemen tersebut dapat disusunpersamaan-persamaan matriks yang biasa diselesaikan secaranumerik dan hasilnya menjadi jawaban dari kondisi bebanyang diberikan pada benda kerja tersebut.
Metode elemen hingga (MEH) dapat mengubah suatumasalah yang memiliki jumlah derajat kebebasan tidakberhingga menjadi suatu masalah dengan jumlah derajatkebebasan tertentu sehingga proses pemecahannya lebihsederhana. Dalam penelitian ini analisis numerikmenggunakan metode elemen hingga dengan menggunakanprogram MATLAB.
Analisis getaran untuk mengetahui frekuensi pribadi dankekakuan secara numerik dengan menggunakan metodeelemen hingga.
Prosedur perhitungan analisis secara numerik denganmenggunakan metode elemen hingga adalah sebagai berikut :
1. Menentukan jumlah elemen, titik nodal, dan derajatkebebasan.
Pada penelitian ini balok dibagi menjadi 5 elemen,titik nodalnya adalah 6, dan jumlah derajat kebebasanadalah 12, seperti ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 3. Pembagian Elemen Balok Komposit
2. Matriks massa lokal dan matriks kekakuan lokal .Matriks massa lokal dapat dihitung dengan
menggunakan rumus [8] yaitu masa persatuan panjang(m) (kg/m) dikalikan dengan panjang balok perlemen (l)(m) dan dikalikan dengan matriks massa :
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-67
22
22
422313
221561354
313422
135422156
420
llll
ll
llll
ll
mlm (3)
Sedangkan matriks kekakuan lokal dapat dihitungdengan menggunakan rumus [8] yaitu modulus elasitisitas(E) (Kg/m2) dikalikan dengan momen inersia balok (I)(m4) dan dibagi dengan panjang balok perlemen pangkattiga (l) (m3) kemudian dikalikan dengan matriks kekakuan:
22
22
3
4626
612612
2646
612612
llll
ll
llll
ll
l
EIk (4)
Untuk mendapatkan momen inersia balok berikut rumusperhitungan yaitu lebar balok (b) (m) dikalikan dengantebal balok pangkat tiga (h) (m3) kemudian dibagi duabelas :
12
3bhI
(5)
3. Transformasi matriks massa dan matriks kekakuan dalamkoordinat lokal ke koordinat global.
4. Memasukkan kondisi batas ke matriks massa dan matrikskekakuan global (sistem).Kondisi batas pada tumpuan kantilever denganpembebanan secara transversal adalah sebagai berikut :a. Pada tumpuan jepit (titik nodal 1) nilai v1 adalah nolb. Perpindahan sudut 1 bernilai nol
5. Menyusun persamaan matriks eigenvalue untukmendapatkan nilai frekuensi pribadi (n).Nilai frekuensi pribadi (n) dapat dihitung denganmenggunakan rumus [6] yaitu akar dua nilai eigen darihasil invers matriks massa [M] dikalikan dengan matrikskekakuan [K].
KMn
1
. (6)
III. ANALISIS MODEL DAN PEMBAHASAN
A. Tempat, Alat, dan Bahan PenelitianPenelitian ini dilakukan secara eksperimental di
Laboratorium Metalurgi Fisik Jurusan Teknik MesinUniversitas Hasanuddin untuk pengujian tarik dan dan di diBiro Perencanaan Pabrik PT. Semen Tonasa Pangkep untukpengujian getaran.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari :1. Alat-alat pembuatan komposit yang terdiri dari :
a. Cetakan kaca, sebagai media pembuatan spesimen.b. Gelas ukur, untuk mengukur volume resin dan serat.
c. Wadah, sebagai tempat pencampuran resin, serat danhardener (katalis).
d. Timbangan digunakan untuk menimbang seberapaberat resin dan serat yang akan dicampur dalamproses pembuatan komposit sesuai dengan fraksivolume yang ditentukan.
e. Lem kaca (silicone glass)f. Amplas dan gurinda potong, untuk meratakan dan
memotong spesimen sesuai ukuran standar.2. Alat uji tarik, untuk mengetahui kekuatan tarik dan
modulus elastisitas komposit.3. Alat uji getaran yang terdiri dari :
a. Alat pengukuran getaran model 885 AnalyzerVibration.
b. Tachometer untuk mengukur kecepatan motorpenggetar (eksiter) yang digunakan.
c. Motor penggetar (eksiter).Bahan dalam penelitian ini adalah balok komposit yang
diperkuat serat abaca (40 % serat abaca: 60 % matriks epoksi)dan komposit yang diperkuat serat ijuk (40 % serat ijuk: 60 %matriks epoksi) dengan susunan arah serat masing-masingkomposit (0o/0o/0o), (-45o/0o/45o), dan (-90o/0o/90o).
Bentuk bahan untuk uji getaran dengan dimensinyaditunjukkan pada gambar 4 berikut :
Gambar 4 Bentuk Bahan Uji Getaran
B. Prosedur Pembuatan Spesimen1. Mempersiapkan bahan penyusun komposit, berupa
serat ijuk dan abaca, resin epoksi, larutan Naoh 5 %(alkalisasi ) dan hardener (katalis).
2. Proses Alkalisasi Serat, yaitu serat direndam dalamlarutan NaOH 5 % selama 4 jam untuk mengalamipembersihan lignin yang tersisa, serat dikeringkankemudian.
3. Pemilihan dan persiapan serat abaca dan ijuk denganmengidentifikasi panjang dan diameter serat.
4. Menghitung fraksi volume komposit,5. Membuat cetakan dari kaca untuk bahan uji tarik dan
bahan uji getaran sesuai dengan dimensi yangdiperlukan.
6. Menyiapkan resin dalam wadah kemudian katalisdicampurkan sebanyak 1% dari volume resin,kemudian diaduk secara merata dan didiamkan ± 5menit agar gelembung udara terlepas.
7. Spesimen dicetak menggunakan cetakan kaca yangtelah dilapisi dengan wax/lem.
8. Susunan bahan komposit adalah lamina dengan arahserat 0o/0o/0o, -45o/0o/45o,dan -90o/0o/90o ,susunannya terdiri dari matriks-serat-matriks-serat-matriks-serat-matriks dengan komposisiperbandingan persentase fraksi volume antara seratdengan matriks epoksi masing-masing sebesar 40 %serat : 60 % matriks.
9. Melakukan pemotongan pada kedua ujung spesimensesuai dengan ukuran.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-68
10. Melakukan pengamplasan untuk meratakanpermukaan spesimen.
11. Melakukan uji getaran
C. Prosedur Pengujian GetaranBalok komposit ditumpu pada kantilever, dimana motor
penggetar (Eksiter) divariasikan pada posisi 10 cm, 20 cm, 30cm, 40 cm dan 50 cm.
Tahap pelaksanaan pengujian getaran sebagai berikut :a. Memasang balok komposit pada jepitan dengan baik.b. Meletakkan sensor getaran pada ujung atas jepitan.c. Meletakkan eksiter (motor penggetar) pada benda uji
sesuai dengan posisi yang diinginkan.d. Menghidupkan motor penggetar (ON).e. Mengambil data getaran dari alat sensor getaranf. Mengulangi langkah a-f untuk posisi penggetar dan
komposisi serat yang lain.
Skema pengambilan data pengujian getaran dapat dilihatpada gambar 5 dan 6 berikut :
Gambar 5 Skema Pengambilan Data
Gambar 6 Instalasi Pengujian
D. Teknik Analisa DataPada penelitian ini analisis secara numerik menggunakan
metode elemen hingga, dengan membagi balok menjadi lima(5) elemen, dengan panjang setiap elemennya sama.Perhitungan untuk memperoleh frekuensi pribadi (n) dankekakuan (k) dieksekusi dengan Program Matlab. Analisissecara eksperimental menggunakan metode spektrum getaran,dimana hasil yang diperoleh adalah berupa grafik frekuensi
pribadi (n), sehingga fekuensi pribadi dan kekakuan dapatdiketahui.
IV. ANALISIS MODEL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil pengujian modulus elastisitas selengkapnya darimasing-masing komposit dengan variasi arah serat dapat dilihat pada tabel 1 berikut :
Tabel 1 Hasil Pengujian tarik dan Perhitungan Modulus ElastisitasKomposit Serat – Matriks Epoksi
Jenis Komposit Arah Serat E (N/mm2)
Serat Abaca - Epoksi0°/0°/0°
-45°/0°/45°-90°/0°/90°
760.00613.85570.00
Serat Abaca - Epoksi0°/0°/0°
-45°/0°/45°-90°/0°/90°
686.92555.38496.92
Grafik 1 Hubungan Modulus Elastisitas VS Arah Serat
Analisis getaran untuk mengetahui frekuensi pribadi dankekakuan secara numerik pada penelitian ini menggunakanmetode elemen hingga yang dieksekusi melalui programmatlab sedangkan analisis secara eksperimental menggunakanmetode spektrum getaran. Dalam Analisis Getaran baik secaraeksperimental dan numerik, diketahui data input sebagaiberikut- Jumlah elemen (je) = 5- Panjang balok (L) = 0,5 m- Lebar balok (b) = 0,03 m- Tebal balok (t) = 0,02 m
Hasil perhitungan frekuensi pribadi (n) dan kekakuan (k)dieksekusi dengan metode elemen hingga (MEH) dapatdilihat pada tabel 2 dan 3 berikut :
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-69
Tabel 2 Hasil perhitungan frekuensi pribadi dan kekakuan dengan MEHuntuk komposit serat abaca - matriks epoksi
NOM
(Kg)n
(rad/s)K
(kg/m)ARAHSERAT
ABACA ()
POSISIEKSITER
(CM)
1 0°/0°/0°
10
0.074
4393.4 1428300
20 3637.1 978900
30 2576.1 491100
40 1507.7 168200
50 494.3 18100
2 -45°/0°/45°
10
0.074
3948.4 1153700
20 3268.7 790600
30 2315.2 396600
40 1355 135900
50 444.3 14600
3 -90°/0°/90°
10
0.074
3804.8 1071300
20 3149.8 734200
30 2230.9 368300
40 1305.7 126200
50 428.1 13600
Tabel 3 Hasil perhitungan frekuensi pribadi dan kekakuan dengan MEHuntuk komposit serat ijuk - matriks epoksi
NO M (kg) n
(rad/s)K
(kg/mm)ARAHSERATIJUK ()
POSISIEKSITER
(cm)
1 0°/0°/0°
10
0.082
3967.9 1291000
20 3284.8 884800
30 2326.6 443900
40 1361.6 152000
50 446.4 16300
2 -45°/0°/45°
10
0.082
3567.8 1043800
20 2953.6 715300
30 2092 358900
40 1224.3 122900
50 401.4 13200
3 -90°/0°/90°
10
0.082
3374.8 933920
20 2793.8 640050
30 1978.8 321090
40 1158.1 109980
50 379.7 11820
Hasil pengujian frekuensi pribadi (n) dan kekakuan (k)secara eksperimental dengan metode spektrum dapat dilihatpada tabel 4 dan 5 berikut :
Tabel 4 Hasil pengujian frekuensi pribadi dan kekakuan untuk komposit
serat abaca - matriks epoksi dengan variasi arah serat.
NOM
(Kg)n
(Rad/s)K (Kg/m)ARAH
SERATABACA ()
POSISIEKSITER
(CM)
1 0°/0°/0° 10 0.074 4490.20 1491980.31
20 3699.97 1013041.75
30 2650.16 519727.75
40 1550.11 177811.00
50 509.73 19226.77
2 -45°/0°/45°
10
0.074
4040.13 1207878.12
20 3359.80 835330.95
30 2400.01 426242.37
40 1399.39 144914.33
50 450.07 14989.44
3 -90°/0°/90°
10
0.074
3879.99 1114021.77
20 3210.13 762563.58
30 2260.80 378230.03
40 1339.73 132821.52
50 439.60 14300.36
Tabel 5 Hasil pengujian frekuensi pribadi dan kekakuan untuk komposit
serat ijuk - matriks epoksi dengan variasi arah serat.
NOM
(kg)n
(rad/s)K (kg/m)ARAH
SERATIJUK ()
POSISIEKSITER
(cm)
1 0°/0°/0°
10
0.082
4060.02 1351668.52
20 3370.27 931413.19
30 2409.43 476037.62
40 1409.86 162991.83
50 459.49 17312.50
2 -45°/0°/45°
10
0.082
3649.73 1092281.39
20 3039.52 757571.91
30 2140.43 375679.30
40 1260.19 130221.78
50 410.29 13803.93
3 -90°/0°/90°
10
0.082
3449.81 975899.39
20 2869.96 675406.97
30 2009.60 331156.36
40 1179.59 114098.12
50 390.41 12498.22
Grafik 2 Hubungan Frekuensi Pribadi Serat Abaca VS Posisi Eksiter
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-70
Grafik 3 Hubungan Frekuensi Pribadi Serat Ijuk VS Posisi Eksiter
Grafik 4 Hubungan Kekakuan Serat Abaca VS Posisi Eksiter
Grafik 5 Hubungan Kekakuan Serat Ijuk VS Posisi Eksiter
B. PembahasanDari Hasil perhitungan pada Tabel 1 dan Grafik 1
menunjukkan modulus elastisitas komposit serat abaca lebih
tinggi daripada komposit serat ijuk. Modulus elastisitaskomposit serat abaca tertinggi yaitu 760 N/mm2 pada padaarah serat 0/0/0. Sedangan Modulus elastisitas kompositserat ijuk tertinggi yaitu 686.92 N/mm2 pada pada arah serat0/0/0. Untuk Modulus elastisitas komposit serat abacaterendah yaitu 570.00 N/mm2 pada pada arah serat-90/0/90. Sedangan Modulus elastisitas komposit seratijuk terendah yaitu 496.92 N/mm2 pada pada arah serat-90/0/90. Penurunan modulus elastisitas pada arah serat-45/0/45 dan -90/0/90 disebabkan karena hanya satulamina saja yaitu arah 0 yang mendistribusikan gaya tariksecara penuh. Modulus elastisitas komposit serat abacaterendah pada arah serat -90/0/90 disebabkan karena 2/3lamina pada arah 90 sehingga sebagian besar serat tidakdapat mendistribusikan tegangan kearah longitudinal.
Dari Hasil perhitungan dan pengujian pada Tabel 2,3,4 dan5 serta Grafik 2 dan 3 menunjukkan nilai frekuensi pribadi(ωn) komposit serat abaca lebih tinggi daripada komposit seratijuk, baik untuk analisis secara eksperimental maupun analisissecara numerik. Untuk analisis secara numerik nilai frekuensipribadi maksimum komposit serat abaca adalah 4393.4 rad/spada arah serat abaca 0/0/0, sedangkan nilai frekuensipribadi minimum adalah 428.1 rad/s pada arah serat-90/0/90. Untuk analisis secara eksperimental nilaifrekuensi pribadi maksimum adalah 4490.20 rad/s pada arahserat abaca 0/0/0, sedangkan nilai frekuensi pribadiminimum adalah 439.60 rad/s pada arah serat abaca-90/0/90. Sedangkan pada komposit serat ijuk Untukanalisis secara numerik nilai frekuensi pribadi maksimumkomposit serat ijuk adalah 3967.9 rad/s pada arah serat ijuk0/0/0, sedangkan nilai frekuensi pribadi minimum adalah379.7 rad/s pada arah serat -90/0/90. Untuk analisis secaraeksperimental nilai frekuensi pribadi maksimum adalah4060.02 rad/s pada arah serat ijuk 0/0/0, sedangkan nilaifrekuensi pribadi minimum adalah 390.41 rad/s pada arahserat ijuk -90/0/90.
Dari Hasil perhitungan dan pengujian pada Tabel 2,3,4, dan5 serta Grafik 4 dan 5 menunjukkan nilai kekakuan (k)komposit serat abaca lebih tinggi daripada komposit serat ijuk,baik untuk analisis secara eksperimental maupun analisissecara numerik. Untuk analisis secara numerik nilai kekakuanmaksimum komposit serat abaca adalah 1428300 kg/m padaarah serat abaca 0/0/0, sedangkan nilai kekakuan minimumadalah 13600 kg/m pada arah serat -90/0/90. Untukanalisis secara eksperimental nilai kekakuan maksimumadalah 1491980.31 kg/m pada arah serat abaca 0/0/0,sedangkan nilai kekakuan minimum adalah 14300.36 kg/mpada arah serat abaca -90/0/90. Sedangkan pada kompositserat ijuk Untuk analisis secara numerik nilai kekakuanmaksimum komposit serat ijuk adalah 1291000 rad/s padaarah serat ijuk 0/0/0, sedangkan nilai kekakuan minimumadalah 11820 kg/m pada arah serat -90/0/90. Untuk analisissecara eksperimental nilai kekakuan adalah 1351668.52 kg/mpada arah serat ijuk 0/0/0, sedangkan kekakuan minimumadalah 12498.22 kg/m pada arah serat ijuk -90/0/90.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-71
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil perhitungan frekuensi pribadi dankekakuan, baik secara eksperimental maupun secara numerik,maka dapat disimpulkan sebagai berikut :1. Nilai frekuensi pribadi dan kekakuan komposit yang
diperoleh akibat pengaruh variasi arah serat :a. Nilai frekuensi pribadi dan kekakuan komposit
dipengaruhi oleh arah serat, tertinggi pada arah serat0/0/0 dan terendah pada arah serat -90/0/90.
b. Komposit serat abaca memiliki nilai frekuensi pribadidan kekakuan lebih besar dibandingkan kompositserat ijuk. Hal ini dipengaruhi oleh moduluselastisitas dari bahan.
2. Nilai frekuensi pribadi dan kekakuan komposit akibatpengaruh variasi penggetar :a. Mengalami penurunan dengan bertambah jauhnya
posisi eksiter dari tumpuan jepitan, untuk posisipenggetar mulai dari 10 cm, 20 cm, 30 cm, 40 cm,dan 50 cm, baik pada komposit serat ijuk, maupunpada komposit serat abaca.
b. Nilai frekuensi pribadi dan kekakuan yang diperolehsecara eksperimental lebih besar jika dibandingkandengan nilai yang diperoleh secara numerik.
3. Nilai Modulus Elastisitas komposit serat maksimumpada arah serat 0/0/0 dan minimum pada arah serat
-90/0/90 . Komposit serat Abaca memiliki nilaimodulus elastisitas lebih besar dibandingkan kompositserat ijuk.
DAFTAR PUSTAKA
[1] R.E Smallman, R.J. Bishop . 1999. ”Metalurgi Fisik Modern danRekayasa Material”. PT. Erlangga, Jakarta.
[2] Van Vlack . 1990. ”Ilmu dan Teknologi Bahan”. PT. Erlangga, Jakarta.[3] Mustafa. 2010. ”Analisis Numerik dan Eksperimental Getaran Balok
Komposit yang diperkuat Serat Kaca”. Tesis tidak dipublikasikan,Makassar.
[4] J.M. Krodkiewski. 2008. ”Mechanical Vibration”. The University ofMelbourne, Department of Mechanical and Manufacturing Engineering.
[5] Sujindro, Peluang dan tantangan pemanfaatan tanaman serat alamsebagai bahan baku tekstil di Indonesia.
[6] Final Technical Report CFC/FIGHF/09 2004, ABACA Improvement ofFiber Extraction and Identification of Higher Yielding Varieties,Philippines.
[7] Jurnal Warta/vol.32.no.1/2009.“Penelitian dan PengembanganPertanian”
[8] S. Graham Kelly, Ph.D. 1996. ”Theory and Problems of MechanicalVibrations”. McGraw-Hill, Inc, Unated states of America.
[9] Fausiah. 2007, ”Karakteristik Mekanik Komposit Hibrid YangDiperkuat Serat Ijuk Dan Serat Kaca“ Teknik Mesin UniversitasHasanuddin Makassar. Skripsi Yang Tidak Di Publikasikan.
[10] Yuspian Gunawan. 2009. ”Kaji Eksperimental dan Numerik PengaruhPerletakan Motor Penggetar Terhadap Karakteristik Getaran Balok”.Tesis tidak dipublikasikan, Makassar..
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-72
Pengaruh Pengelasan Logam Berbeda AISI 1045dengan AISI 316L terhadap Sifat Mekanis dan
Struktur Mikro dengan Pengelasan SMAW
Abdul Hay MuchsinJurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin, Makassare-mail:
Simon ParekkeProgram Strudi Perawatan Mekanik
Akademi Teknik Soroako,Luwu Timur,Sulawesi Selatane-mail: [email protected]
Abstrak—Pertumbuhan dan Perkembangan teknologi dibidang konstruksi yang semakin maju dan pesat, tidak dapatdipisahkan dari proses penyambungan logam yang sejenisatau penyambungan logam tak sejenis (dissimilar metalwelding). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuipengaruh pengelasan logam berbeda dengan variasi aruspada sambungan las (dissimilar metal welding) antara bajaAISI 1045 dengan baja tahan karat AISI 316L terhadap sifatmekanis dan struktur mikro. Penelitian ini menggunakanmetode eksperimental yaitu baja AISI 1045 disambungdengan baja AISI 316L menggunakan mesin las SMAWdengan filer metal E 309M0-17, tegangan 30 Volt, arus 50 A,60 A dan 70 A. Jenis sambungan yang digunakan adalahsambungan tumpul dengan kampuh V tunggal denganukuran spesimen 200 mm x 20 mm x 6 mm sesuai standarASTM E8. Selanjutnya dilakukan pengujian meliputipengujian tarik, kekerasan dan struktur mikro. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa arus las berpengaruhterhadap kekuatan tarik pengelasan SMAW. Kekuatan tariktertinggi sebesar 64,01 kg/mm2 pada arus 70 A, dan kekuatantarik terendah 61,97 kg/mm2 pada arus 50 A. Kekerasantertinggi pada arus 70 A sebesar 22,7 HRC pada daerah weldmetal dan kekerasan terendah pada arus 50 A sebesar 16,5HRC pada base metal AISI 1045. Struktur mikro yang terjadipada arus 50 A didominasi oleh struktur ferit, sementarapada arus 60 A dan 70 A struktur yang terbentuk adalahperlit yang berwarna gelap .
Kata kunci : Pengelasan berbeda, AISI, SMAW, Variasi Arus,kekerasan . struktur mikro
I. PENDAHULUAN
erkembangan pengelasan logam berbeda (dissimilarmetal welding) pada era sekarang ini semakin maju
dan pesat, utamanya pada dunia industri yangmemfokuskan pada pencapaian kualitas produk yangtinggi, ekonomis serta keamanan yang terjangkau.
Pengelasan logam berbeda (dissimilar metal welding)merupakan perkembangan dari teknologi las modern akibatdari kebutuhan akan penyambungan material-material yangmemiliki jenis logam yang berbeda. Pemilihan elektrodadan penggunaan arus yang tepat serta pemilihan jenissambungan menurut standar pengelasan sangat dibutuhkanuntuk mendapatkan hasil pengelasan yang sempurna.Metalurgi pengelasan baja tahan karat AISI 316Ldisambung dengan baja karbon AISI 1045 dapat dilihatdengan menggunakan diagram Schaeffler lihat gambar 2.3.Sifat mekanis logam termasuk pengujian tarik untukmengetahui kekuatan tarik sambungan logam berbedadengan menggunakan filer metal E 309Mo 17 setelahmengalami proses pengelasan , sehingga diperoleh suatuharga yang menunjukkan seberapa besar penurunankekuatan tarik karena pengaruh panas pengelasan. Hargakekerasan suatu bahan adalah menyatakan kemampuanbahan tersebut utuk menahan deformasi tekanan persatuanluas . Pada sambungan las tingkat kekerasan yang dicapaipada daerah logam las , daerah HAZ sangat tergantungpada sifat mampu keras bahan dalam pendinginan yangrelatif cepat.Sifat fisis suatu bahan termasuk struktur mikro pada logamlas, selama pendinginan dari logam cair sampai mencapaisuhu kamar, logam las mengalami serangkaian perubahan(transformasi) fasa. Transfomasi tersebut akan mengalamiperubahan-perubahan dari fase cair menjadi ferit α ketikapembekuan berlangsung, kemudian berubah menjadiaustenite dan akhirnya menjadi ferit dan perlit[2]
Baja karbon menengah merupakan logam yang memilikisifat mampu las (weldability) yang cukup tetapi pekaterhadap retak dingin ( Underbead Crack) karenameningkatnya sifat hardenability dan kekuatan material,logam ini juga bersifat mampu diperlaku-panaskan (heattreatble), mampu mesin (machinability) yang memilikibanyak keunggulan dan sering digunakan di dalamindustri-industri [3].
Perubahan fasa yang terjadi pada proses perlakuan panasakan terlihat dalam pengamatan struktur mikro, perubahan
P
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-73
struktur mikro yang terjadi akan mempengaruhi sifat-sifatmekanik dari baja tersebut. Pada penelitian ini ingindiketahui Pengaruh Pengelasan Logam Berbeda Baja (AISI1045) dengan Baja Tahan karat (AISI 316L) terhadap Sifatmekanis dan Struktur Mikro pada pengelasan SMAW.Pengelasan dissimilar metal welding antara baja karbonA36 dengan austenitik stainless steel S30815, kekerasanpada baja karbon untuk daerah HAZ dengan arus 70 Aadalah relatif lebih rendah dari pada daerah HAZ denganarus pengelasan 45 A dan 55 A. Kekerasan pada daerahHAZ stainless steel dengan arus pengelasan 70 A adalahrelatif lebih tinggi daripada daerah HAZ stainless steeldengan arus pengelasan 45 A dan 55 A [2] Pengelasandissimilar metal welding antara baja AISI 1045 denganAISI 304 dengan variasi arus dan menggunakan elektrodaXuper 222XHD, ketika dilakukan pengujian tarik materialmengalami perpatahan di daerah logam AISI 1045. Hargakekuatan tarik maksimum (Rm) dengan arus 100 A adalah147,5 N/mm2 . Harga kekerasan pada daerah logam lasan(titik 0 ) dengan arus100 A = 195,7 VHN.[3] Pengelasandissimilar metal welding antara baja karbon A36 denganbaja tahan karat austenitik AISI 304, di dapat hasil denganperlakuan preheat, akan menurunkan nilai kekerasan padaHAZ baja karbon dibandingkan dengan HAZ baja karbontanpa preheat, sehingga mampu menaikkanketangguhannya(toughness), Dengan perlakuan preheat,akan menaikkan nilai kekerasan pada HAZ baja tahan karatdibandingkan dengan HAZ baja tahan karat tanpa preheat[4] . Pengelasan dissimilar welding antara baja karbon A-106 dan baja tahan karat A 312 TP 304H denganmenggunakan GTAW dan menggunakan filler metalinconel 82 . Dari hasil penelitian bahwa didapatkanpelebaran ukuran dark band efek dari variasi temperaturPWHT pada batas fusi sambungan baja karbon dan weldmetal , serta terjadi pengkasaran butir pada daerah HAZbaja karbon yang berstruktur full ferit. Nilai kekerasan padadark band lebih tinggi dibanding daerah lainnya dan nilaikekerasan HAZ menurun.[5]
Pengelasan dissimilar welding dengan menggunakanGTAW dan menggunakan filler metal inconel 82 .didapatkan pelebaran ukuran dark band efek dari variasitemperatur PWHT pada batas fusi sambungan baja karbondan weld metal , serta terjadi pengkasaran butir pada daerahHAZ baja karbon yang berstruktur full ferit. Nilaikekerasan pada dark band lebih tinggi dibanding daerahlainnya dan nilai kekerasan HAZ menurun[6]
II. LANDASAN TEORI
Menurut DIN (Deutsche Industrie Normen)pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logamatau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaanlumer atau cair. Dengan kata lain, las adalah sambungansetempat dari beberapa batang logam dengan menggunakanenergi panas, dengan atau tanpa menggunakan tekanan(pressure), atau hanya tekanan, dengan atau tanpamenggunakan logam pengisi (filler). Salah satu teknikpengelasan yang dikenal dalam penyambungan baja adalahproses pengelasan busur las (Arc Welding) diantaranyaadalah GTAW (Gas Tungsten Arc Welding) dan SMAW
(Shielded Metal Arc Welding), yang digunakan dalampenelitian ini.[6]
1. Pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding)
Las elektroda terbungkus atau Shielded Metal ArcWelding (SMAW) adalah cara pengelasan yang banyakdigunakan pada masa kini. Dalam cara pengelasan inidigunakan kawat elektroda logam yang dibungkus denganfluks
Gambar 1. Las Busur dengan Elektroda terbungkus[6]
Tabel 1. Komposisi kimia baja dan Jenis elektroda [9]
2. Pengelasan Baja karbon dengan Stainless Steel(dissimilar Metal Welding)
Pengelasan logam berbeda adalah suatu prosespengelasan yang dilakukan pada dua metal atau paduanlogam yang berbeda.Pengelasan logam berbeda (dissimilar metal welding)merupakan perkembangan dari teknologi las modern akibatdari kebutuhan akan penyambungan material-material yangmemiliki jenis logam yang berbeda. Proses pengelasanlogam berbeda dilakukan dengan cara menyambung dualogam induk yang berbeda, sama halnya dengan prosespengelasan yang biasa dilakukan. Dalam proses pengelasanini, pemilihan elektroda dan penggunaan arus yang tepatserta pemilihan jenis sambungan menurut standarpengelasan sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasilpengelasan yang sempurna. Biasanya proses pengelasanyang digunakan adalah secara manual dengan las listrikbusur terlindung (SMAW) atau jenis lainnya sepertiGTAW, GMAW, dan SAW.[7]
3. Metalurgi Pengelasan Logam Berbeda (DissimilarMetal Welding)
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-74
Metalurgi pengelasan pada proses pengelasanlogam berbeda harus disesuaikan dengan metalurgipengelasan pada kedua logam induk mengingat padakedua logam induk ini memiliki metalurgi pengelasanyang berbeda, pada penelitian ini yaitu menggunakanmetalurgi pengelasan dari logam induk baja karbon danmetalurgi pengelasan dari logam induk baja tahan karat.Metalurgi pengelasan baja karbon dapat dilihatberdasarkan Karbon Equivalen (KE) Tetapi pada kasuspengelasan logam berbeda ini juga menggunakan logaminduk baja tahan karat dimana dari metalurgi pengelasanbaja tahan karat dapat dijelaskan bahwa tidak dapatdilakukan pendinginan lambat, karena dapatmeningkatkan pembentukan Kromium Karbida pada batasbutir. Oleh karena itu dari metalurgi pengelasan kedualogam induk dapat diasumsikan bahwa prosespendinginan yang dilakukan adalah proses pendinginandengan udara bebas.
Metalurgi pengelasan baja tahan karat AISI 316Ldisambung dengan baja karbon AISI 1045 dapat dilihatdengan menggunakan diagram Schaeffler pada gambar 2Pada mulanya diagram Schaeffler ditujukan untukmenyeleksi elektroda austenitik untuk pengelasan metalberbeda, namun dapat juga digunakan untuk menentukanstruktur mikro logam induk dan logam las.
Gambar 2. Diagram Schaeffler[9]
Pengujian Sifat-Sifat Mekanis
a. Pengujian tarikPengujian tarik bertujuan untuk mengetahui
tegangan, regangan, modulus elastisitas bahan dengan caramenarik spesimen sampai putus. Dasar yang digunakanuntuk mengetahui kekuatan tarik dari suatu material adalahkurva tegangan - regangan. Dari pernyataan tersebut dapatdiketahui bahwa komponen-komponen utama dari kekuatantarik adalah kekuatan maksimum (tensile strength),tegangan luluh dari material, regangan yang terjadi saatpenarikan dan pengurangan luas penampang.
Sifat–sifat tarikannya dapat dihitung sebagaiberikut: Bila Tegangan σ (Kg/mm2), F beban (kg) dan A0
luas penampang batang uji ( mm2 ) maka :
= ( / ) ( 1 )
dan Regangan dapat dihitung dengan ɛ regangan , Lpanjang mula dari batang uji , L0 panjang batang uji yangdibebani dengan rumus :
= − 100% ( 2 )
b. Pengujian kekerasanPengujian kekerasan dapat diartikan sebagai
kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalamperubahan yang tetap, artinya ketika gaya tertentudiberikan pada suatu benda uji dan karena pengaruhpembebanan benda uji akan mengalami deformasi. Hargakekerasan bahan tersebut dapat dianalisis dari besarnyabeban yang diberikan terhadap luasan bidang yangmenerima pembebanan.
Gambar 3. Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan logam ini secara garis besar adatiga metode yaitu penekanan, goresan, dan dinamik. Prosespengujian yang mudah dan cepat dalam memperoleh angkakekerasan yaitu dengan metode penekanan. Dikenal adatiga jenis metode penekanan, yaitu : Rockwell, Brinnel,Vickers, yang masing-masing mempunyai kelebihan dankekurangan.Pengujian kekerasan yang digunakan dalam penelitian iniadalah dengan metode Rockwell seperti pada gambar 3.Pengujian ini mengukur kedalaman bekas penekanan padabeban yang konstan sebagai ukuran kekerasan.
c. Pengujian MetalografiStruktur bahan dalam orde kecil sering disebut
struktur mikro. Struktur ini tidak dapat dilihat dengan matatelanjang, tetapi harus menggunakan alat pengamat strukturmikro diantaranya : mikroskop cahaya, mikroskop electron,mikroskop field on, mikroskop field emission danmikroskop sinar-X. Penelitian ini menggunakan mikroskopcahaya, adapun manfaat dari pengamatan struktur mikro iniadalah Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahandengan struktur dan cacat pada bahandan memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebutsudah diketahui. Sebelum benda uji diamati padamikroskop optik, benda uji tersebut harus melewati tahap-tahap preparasi. Tujuannya adalah agar pada saat diamatibenda uji terlihat dengan jelas, karena sangatlah pentinghasil gambar pada metalografi. Semakin sempurnapreparasi benda uji, semakin jelas gambar struktur yang diperoleh.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-75
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari2014 hingga April 2014 dengan cakupan kegiatan antaralain pembuatan benda uji, pengelasan dan pembuatanspecimen uji tarik sesuai standar ASTM E 8 denganmenggunakan beberapa jenis mesin seperti mesin gergajipotong, mesin frais, Alat-alat pendukung dalam penelitianberupa termokopel, jangka sorong, stop watch dan alat-alat lain untuk keperluan penelitian. Specimen yang telahdibuat di Akademi teknik Soroako ( ATS) diatas akan diujidibeberapa tempat laboratorium di Makassar . Penelitianini dilaksanakan di beberapa tempat yang berbeda. Untukpengambilan data awal dan pengujian Kekerasan dilakukan di laboratorium Akademi Teknik Soroako (ATS).Pengujin sifat mekanis termasuk pengujian tarikdilaksanakan di Laboratorium UKIP PAULUS Makassar.Pengujian struktur mikro dilakukan di laboratoriumMetalurgi Fisik Jurusan Teknik Mesin UniversitasHasanuddin.
B. Disain PenelitianBahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
baja karbon menengah AISI 1045 dan Baja tahan karatjenis austenik AISI 316L (Aggen dkk, 2006) dan fillermetal yang digunakan E 309Mo -17 dengan diameter 2,5mm . Standar pembuatan specimen uji uji tarik menurutASTM/ AWS E8-04[12].
C. Metode Pengumpulan DataPengumpulan data dilakukan oleh petugas/welder
yang terlatih dengan menggunakan mesin las SMAW ,penyetelan arus las pada mesin las yang telah di tetapkan,memilih elektroda yang digunakan yaitu E 309 Mo-17dengan diameter 2,5 mm, menggunakan tegangan 30 volt,melakukan preheating 1500 sebelum pengelasan dimulai.Membuat kampuh las dengan alur V tunggal dengan sudut70o dan panjang 200 mm, lebar 20 mm dan tebal plat 6 mmseperti pada gambar 3.1
Gambar 4 (a). Kampuh V tunggal, (b). Spesimen Uji Tarik menurutStandard ASTM E8[12]
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil PenelitianHasil pengelasan SMAW dengan variasi arus 50
A, 60 A, dan 70 A, dilakukan pengujian mekanis (uji tarik,dan uji kekerasan), pengamatan struktur mikro. Daripengujian tersebut diperoleh data yang selanjutnya akandianalisis.
1. Pengujian TarikPengujian tarik dilakukan untuk mengetahui
parameter kekuatan tarik (ultimate strength) maupun luluh(yield strength), parameter kaliatan/keuletan yangditunjukan dengan adanya prosentase perpanjangan(elongation) dan prosentase kontraksi atau reduksipenampang (reduction of area) maupun bentuk penampangpatahan. Perpatahan spesimen uji tarik untuk SMAWsetelah penarikan semuanya putus di daerah Base Metalbaja AISI 1045. Nilai rata-rata hasil pengujian tarik SMAWdapat dilihat pada tabel 2. Kekuatan tarik rata-rata hasilpengelasan SMAW dengan variasi arus yaitu 50 amperkekuatan tariknya 61,97 kg/mm2, 60 amper kekuatantariknya 62,96 kg/mm2 dan 70 amper kekuatan tariknya64,01 kg/mm2. Gambar 5 menunjukkan hubungan antaraarus las dengan kekuatan tarik. Terlihat bahwa semakintinggi arus las, maka akan diikuti oleh naiknya kekuatantarik
Tabel 2. Hasil Uji Tarik Rata-Rata SMAW
Gambar 5. Hubungan antara Kekuatan Tarik dengan Arus pengelasanpada pengelasan SMAW
2. Pengujian kekerasanData hasil pengujian kekerasan dengan
menggunakan metode kekerasan Rockwell C dimanaindentor yang di gunakan dalam pengujian ini adalahberbentuk kerucut intan , sudut puncak indentor 120°.Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui distribusikekerasana pada masing-masing daerah logam induk, HAZdan logam lasan[13]. Nilai rata-rata kekerasan las SMAWdapat dilihat pada Tabel 3, hubungan antara nilai kekerasandengan jarak indentor dapat dilihat pada pada gambar 7
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-76
Gambar 6. Lokasi pengujian kekerasan Rockwell
Tabel 3. Rata-rata Kekerasan Rockwell Las SMAW
Gambar 7. Hubungan antara Kekerasan dan jarak indentor Las SMAW
Gambar 8. Hubungan antara BM AISI 1045, HAZ AISI 1045,WM, HAZ AISI 316L, BM AISI 316L terhadap Kekerasan Las SMAW
3. Pengujian Struktur Mikro ( Metallografi)Pengamatan visual menunjukkan bahwa manik (rigi-
rigi) hasil las pada tiap spesimen mengalami perubahandengan meningkatnya suhu pemanasan. Hal inidimungkinkan oleh pengaruh temperatur pengelasan. Padaproses pengelasan baik pengelasan SMAW maupunGTAW logam induk dan logam pengisi menyatu denganbaik. Pengamatan struktur mikro pada fasa tersebutdimunculkan dengan dietsa oleh larutan HNO3 danpembesaran yang diambil adalah 50x, dan 400xPengamatan struktur mikro pada logam las, HAZ danlogam induk dilakukan dengan menggunakan mikroskopoptik. Pengamatan struktur mikro dengan variasi arus las
50 amper, 60 amper, dan 70 amper, terlihat bahwa secaraumum struktur mikro yang terbentuk adalah stuktur Pearlitdan Ferit.Hasil pengujian dan analisis struktur mikro padapengelasan SMAW dengan variasi arus 50 amper, 60amper dan 70 amper didapat struktur mikro yaitu strukturferit dan struktur mikro perlit seperti pada gambar 9.
Gambar 9. Struktur mikro pengelasan SMAW
B. PembahasanDalam penelitian ini menunjukkan bahwa
pengaruh variasi arus las pada pengelasan logam berbedaterhadap sifat mekanis termasuk kekuatan tarik secarasignifikan mempengaruhi kekuatan tarik dimana kekuatantarik tertinggi pada arus 70 amper sebesar 64,01 kg/mm2
turun sebesar 8,6 % dari kekuatan tarik base metal 70kg/mm2. Kekuatan tarik terendah pada arus 50 ampersebessar 61,97 kg/mm2 turun sebesar 11,5 % dari kekuatantarik base metal. Jika ditinjau dari kekuatan tarik bajakarbon sedang yang terdiri dari baja karbon setengah kerasdengan kekuatan tarik 50 – 60 kg/mm2 dan baja karbonkeras dengan kekuatan tarik sebesar 58 - 70 kg/mm2, makahasil pengujian ini masih dikategorikan sebagai baja karbonsedang[6]. Berubahnya harga kekuatan tarik hasilpengelasan baja karbon sedang dengan baja tahan karatdapat dipengaruhi oleh keadaan, cara dan prosedurpengelasan, di samping itu juga tergantung pada tempatpengambilan batang uji[ 9]
Pada gambar 7 terlihat grafik hasil pengujiankekerasan dengan metod Rockwell memperlihatkandistribusi kekerasan sepanjang sambungan las hasilpengelasan SMAW, nilai kekerasan berbeda-beda padamasing-masing daerah pengelasan. Kekerasan tertinggipada arus 70 amper sebesar 24,8 HRC pada daerah weldmetal dan kekerasan rata-rata terendah pada arus 50 dan 60amper sebesar 15,7 HRC pada daerah logam induk
Pada gambar 8 terlihat grafik Hubungan antara BMAISI 1045, HAZ AISI 1045,WM , HAZ AISI 316L, BM AISI 316Lterhadap Kekerasan Las SMAW, harga kekerasan rata-ratauntuk setiap daerah berbeda-beda. dimana arus pengelasandan tingkat kekerasan rata-rata pada daerah denganpenggunaan arus 70 Amper dengan harga kekerasan rata-rata 22,7 HRC dan kekerasan terendah pada daerah basemetal AISI 1045 dengan harga kekerasan rata-rata 16.5HRC.
Hasil pengujian dan analisis struktur mikro padapengelasan SMAW dengan variasi arus 50 amper didapatstruktur mikro pada daerah HAZ terlihat struktur ferit danstruktur perlit, namun masih didominasi oleh struktur ferityang berwarna terang berbutir kasar .Padai arus 60 amperdidapat struktur mikro pada daerah HAZ, terlihat strukturferit dan struktur perlit yang semakin padat, berbutir halusdan seragam dan i arus 70 amper didapat struktur mikro
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-77
pada daerah HAZ terlihit struktur ferit dan struktur perlityang semakin padat, berbutir halus dan seragam .
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KesimpulanBerdasarkan hasil analisis data dan pembahasan
yang dilakukan tentang Pengaruh pengelasan logamberbeda dengan variasi arus yang digunakan antara BajaAISI 1045 dengan baja Stainless Steel AISI 316L denganmenggunakan mesin las SMAW dan GTAW terhadapsifat mekanis dan sifat fisis , maka dapat disimpulkDari hasil pengelasan didapatkan bahwa variasi aruslasdapat berpengaruh terhadap kekuatan tarik padasambungan las. Kekuatan tarik tertinggi sebesar 64,01kg/mm2 pada arus 70 amper dan kekuatan tarik terendahsebesar 61,97 kg/mm2 pada arus 50 amper.Nilai kekerasan rata-rata relatif homogen yaitu mulai dari16,5 HRC sampai 22,7 HRC Kekerasan tertinggi ada padadaerah Weld metal sebesar 22,7 HRC dengan arus 70 Adan terendah 16,5 HRC pada daerah BM 1045 dengan arus60 ADari gambar foto struktur Mikro, Semakin tinggi arus lasmaka terjadi pengkasaran butir pada daerah HAZ bajakarbon AISI 1045 terlihat pada arus 50 A struktur yangterbentuk didominasi oleh ferit yang lunak, sementarapada arus 60 A dan 70 A struktur yang terbentuk adalahperlit yang keras dan berwarna gelap
B. Saran1. Hasil pengelasan sebaiknya dilakukan pengujian NDT
( Non Destruktif Test) untuk menyakinkan bahwa tidakterjadi cacat las yang menyebabkan terjadinya penurunharga kekuatan las
2. Sebaiknya juga dilakukan PWHT (Post Weld HeatTreatment) untuk memperbaiki struktur mikrokhususnya untuk menghindari terjadinya retak las
DAFTAR PUSTAKA
[1] Suharno, 2008 ” Prinsip – prinsip Teknologi danMetalurgi Pengelasan Logam”
[2] Rusihan .2010 “ Pengaruh arus pada pengelasan SMAWmulti layer antara austenitik Stainless Steel S30815 denganbaja karbon A 36 terhadap Struktur Mikro dan sifatmekanik
[3] Prasetyo Bangun,2006 “ Pengaruh Variasi Arus pada ProsesPengelasan Logam Berbeda Antara Logam Induk BajaKarbon Menengah (AISI 1045) Dengan Baja Tahan KaratAustenitik (AISI 304)”
[4] Saifuddin, M.Noer Ilham, 2000. “ Jurnal Pengaruh Preheatterhadap Struktur Mikro dan kekuatan tarik Las logam takSejenis Baja Tahan karat Austenitik 304 dan Baja Karbon A36 “
[5] Sri Nugroho, Sudiarso W. 2012, “ Jurnal Pengaruh PWHTdan Preheat pada kualitas Pengelasan Dissimilar Metalantara Baja karbon A-106 dan baja tahan karat A312 TP-304H dengan filler Mtal inconel 82”
[6] Wiryosumarto Harsono. 2004. “Teknologi PengelasanLogam”. Cetakan 9, Pradnya Paramita, Jakarta.
[7] Sonawan Hery , Suratman Rochim, 2006 “ Pengantar untukmemahami Proses Pengelasan Logam “ Alpabeta Bandung
[8] Kow Sindo, 1987 “Welding metallurgy”[9] Khan Md. Ibrahim ,2007. “ Welding Science and
Technology”
[10] Messler Robert W.Jr . 2004, “ Joining Of Material andStructur
[11] Callister, William D ,Jr “ Material Science and Engineeringand Introduction
[12] www.astm.org/DATABASE.CART/.../E8-04.htm” E8 - 04Standard Test Methods for Tension Testing of MetallicMaterials”
[13] www.astm.org/DATABASE.CART/.../E140-02.ht” E140 -02 Standard Hardness Conversion Tables for MetalsRelationship Among Brinell Hardness, Vickers Hardness,Rockwell Hardness
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-78
Kekuatan Geser dan Analisis Patahan pada Komposityang Diperkuat Serat Batang Melinjo (Gnetum
Gnemon)/Epoxy ResinUntuk Aplikasi KomponenOtomotif
Sri Chandrabakty, Leo Sumardji dan SadriJurusan Teknik MesinUniversitas Tadulako
Palu, [email protected]@gmail.com
Abstract— Tulisan ini bertujuan mengetahui kekuatan geserdan karakteristik patahan dari komposit yang diperkuat olehserat batang melinjo dan matrik resin epoxy. Hasil daripenelitian ini akan merekomendasikan material komposit dalampemanfaatan aplikasi komponen otomotif. Serat batang melinjosebagai pengikat dalam komposit terlebih dahulu dibersihkandengan merendam dalam larutan alkali NaOH 5% selama 24jam untuk menambah bonding interface antara serat danmatrik. Volume fraksi yang digunakan pada komposit yaitu 30%serat dan 70% matrik. Spesimen uji kemudian di bagi denganvariasi pemanasan dalam oven hingga 70ᵒ C selama 6 jam danspesimen tanpa pemanasan. Pengujian geser yang dilakukanmengacu pada standard ASTM D5379 atau menggunakanmetode V-Notched Iosipescu. Hasil patahan diamati dandianalisis melalui foto makro. Dari hasil penelitian diperoleh,Kekuatan geser pada komposit serat batang melinjo/resin Epoxytanpa perlakuan sebesar 24,43 MPa dan terjadi penurunansetelah mendapatkan pemanasan temperatur 70ᵒ C selama 6 jamsebesar 18,86 MPa. Dari pengamatan foto makro tidak terlihatadanya perbedaan patahan antara komposit yang tidakmendapatkan pemanasan dengan yang telah mendapatkanpemanasan 70C selama 6 jam.
Kata Kunci— Serat batang melinjo, kekuatan geser danIosipescu shear.
I. PENDAHULUAN
Material komposit yang digunakan untuk aplikasikomponen eksterior dan interior otomotif, hingga saat inimasih di dominasi oleh serat sintetik sebagai penguat.Pembuatan komponen kendaraan seperti bumper, dashboard,panel door serta trim door, pada umummnya masihmenggunakan serat sintetik sebagai bahan utamanya.Kekurangan utama dari serat sintetik seperti serat gelas, seratkarbon dan sebagainya, adalah tidak ramah lingkungan karenatidak dapat terurai di alam (un-biodegradability), selain itumenghasilkan emisi CO2 di udara dalam proses pembuatannya.
Penggunaan material-material yang tidak mudah terurai dialam ini menimbulkan kekhawatiran terhadap dampaknya padalingkungan. Mengingat hal tersebut penelitian di bidangmaterial mulai tertarik untuk mengeksplorasi bahan komposit
yang berbasis alami. Serat batang melinjo sebagai serat alamiyang mempunyai sifat mekanis yang cukup baik dibandingkandengan serat alam lainnya. Serat batang melinjo mempunyaidensitas yang cukup ringan yaitu 1.21 g/cm³ -1.81 g/cm³ sertakekuatan tarik serat tunggal yang memadai yaitu 735.4 MPa -1,043.04 MPa [1]. Beberapa keuntungan yang bisa di dapatkandari serat alam sebagai penguat komposit antara lain,[2]: Sumbernya yang terbarukan dan berkelanjutan Mampu di daur ulang. Mampu mereduksi berat antara 10% hingga 30% (di mana
merupakan hal yang utama dalam perancangan otomotif) Menghemat biaya produksi. Pasokan yang berlimpah dan mudah di akses oleh industri
komponen otomotif.Kekurangan dari komposit yang diperkuat serat dan matrik
alami antara lain disebabkan adanya ketidaksesuaian antarahydrophobic polymer matriks dengan hydrophilic serat. Hal inimengakibatkan menurunnya ikatan antar-muka antara seratdan matriks, yang berimbas pada rendahnya sifat mekanis darikomposit. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka dilakukanlah proses perlakuan permukaan pada serat untukmeningkatkan ikatan antar muka antara matrik dan serat.
Dalam bidang otomotif, Henry Ford telah mengembangkanprototipe mobil komposit yang pertama yang terbuat dari serathemp pada tahun 1942. Sejak tahun 1950 hingga 1990 mobil“Trabant” produksi Jerman Timur mengembangkan kendaraanyang dibangun dari material yang mengandung serat alam,dengan menggunakan penguat serat katun (kapas) dan matrikpolyester. Daimler-Benz pada tahun 1991, telahmengembangkan ide menggantikan serat gelas dengan seratalami dalam komponen otomotif. Perusahaan yang merupakananak perusahaan dari Mercedes-Benz, mempelopori konsep inidengan "proyek Beleem" yang berbasis di São Paolo, Brazil.Mereka menggunakan serat sabuk kelapa dalam komponenkendaraan komersial selama periode 9 tahun. Pada tahun 1996,Mercedes pertama kali menggunakan serat Jute sebagaipenguat pintu panel pada kendaraan tipe E-Class. Dan padaSeptember 2000, Daimler Chrysler mulai menggunakan serat
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-79
alam untuk produksi kendaraan mereka yang berbasis di EastLondon, Afrika Selatan. Pada tahun yang sama, Toyota telahmemaanfaatkan serat kenaf yang dipadukan dengan matrikpolypropylene (PP) sebagai material untuk door trim padakendaraan produksi mereka, karena mempunyai kekuatan yangtinggi dan mampu mereduksi berat dari serat sintetik [2].
Pemilihan serat kulit batang melinjo (gnetum gnemon)sebagai penguat pada komposit dikarenakan serat ini memilikistruktur serat yang kontinyu dan anyaman alami yang kuattetapi pemanfaatannya masih sangat terbatas. Beban yangsering terjadi material di antaranya adalah bebangeser/tegangan geser. Tegangan geser merupakan nilai tahananmaksimum yang bisa diberikan oleh suatu material terhadapgaya geser yang terjadi, di mana material tersebut beradadalam kondisi terbebani dengan berat tertentu. Dalampenelitian ini menggunakan pengujian V-notched beam(Iosipescu). Pengujian V-notched beam, pada awalnyadikembangkan oleh Iosipescu untuk mengetahui karakteristiksifat geser logam, kemudian diadaptasi untuk penggunaandengan komposit plastik yang diperkuat serat yang mengacupada ASTM D5379.
Gambar 1. Skema v-notched beam dan spesimen, [3].
Kekuatan geser spesimen, dapat diperoleh melaluipersamaan matematis sebagai berikut := .
Di mana, τ merupakan nilai kekuatan geser (MPa) , Pmax
adalah beban maksimum yang didapatkan oleh spesimen (N),w adalah jarak takikan (mm) dan h merupakan tebal spesimen(mm).
Berbagai variasi kegagalan yang dapat terjadi padapengujian v-notched beam dapat dilihat pada gambar 2.Konsentrasi tegangan geser pada akar takikan umumnyamenjadi awal inisiasi retakan, dengan pertumbuhan retakanbidang yang mengalami tegangan tarik dapat dicegah olehserat-serat sejajar, [4]. Pemisahan sumbu menyebabkanhilangnya tegangan pada akar takikan, sehingga distribusi
tegangan geser lebih seragam dan simetris terhadap sumbu akartakikan. Pembebanan lebih lanjut menyebabkan retakan aksialdapat menahan dan mencegah berbagai pembentukan sejumlahretakan antar muka pada gauge section. Pembebanan terakhirini kemudian menghasilkan kegagalan dengan beban puncakyang kemudian digunakan untuk menghitung kekuatan geserpada material.
Kerusakan berupa retak arah memanjang matriks bermuladari takik umumnya terjadi pada spesimen orientasi serat 0°.Beban yang terjadi dapat diamati pada saat perambatanretakan, hingga akhirnya berhenti. Spesimen dapat menahanbeban lebih lanjut hingga timbulnya kegagalan terakhir, yangmenimbulkan beberapa retakan matriks. Spesimen dengan arahserat 90° akan mengalami perpatahan lebih awal karena retakanmatriks dan tidak mewakili nilai tegangan patah. Cross-ply[0/90°] lay-ups akan menunjukkan distribusi microcracking, dimana merupakan perwakilan komposit lamina. Orientasi serat[±45°] and quasi-isotropic lay-ups sangat sulit untuk di ujikarena membutuhkan beban yang tinggi dalam perpatahan, [5].
Gambar 2. Mode kegagalan yang umum terjadi pada pengujian V-notchedbeam (* menunjukkan mode yang tidak dapat diterima) a) thermoplastic tanpapenguatan-shear yield, (b) thermoset tanpa penguatan- brittle tensile *, (c) arahserat 0° kontinyu searah, (d) arah serat 90° kontinyu searah*, (e) serat tenunan
pabrik-intralaminar, (f) serat tenunan pabrik-interlaminar, (g) ‘seratpanjang/thermoplastic- shear yield, (h) serat panjang/thermoplastic- brittle
tensile*, (i) sheet moulding compound (SMC), (j) chopped strand mat (CSM)[3].
Dalam tulisan ini, penulis mencoba menganalisis kekuatangeser pada komposit yang diperkuat serat kulit batang melinjo.Dengan memberikan variasi pemanasan dengan suhu 60Cselama 6 jam. Spesimen yang telah mengalami pengujian geserkemudian di analisis model patahan yang terjadi untukmengetahui mode kegagalan akibat perlakuan pemanasan.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-80
II. METODE EKSPRIMENTAL
A. Material dan perlakuan permukaan pada serat
Material komposit yang digunakan terdiri atas serat batangmelinjo sebagai penguat dan resin epoxy merek “AVIAN”sebagai pengikat atau matriks. Serat batang melinjo (GnetumGnemon) didapatkan dengan mengurai kulit batang (bast fiber),dari pohon yang berusia sekitar 5 tahun dengan diameterberkisar antara 15-20 cm untuk menjaga keseragaman sifatfisik serat alam. Kulit batang dikupas pada ketinggian 1 meterdari permukaan tanah untuk menghindari pengaruh degradasilingkungan tanah.
Serat yang sudah terurai kemudian dilakukan perendamanlarutan alkali selama 24 jam. Pada penelitian ini digunakanlarutan NaOH 5%, untuk menghilangkan kotoran seperti lignin,wax maupun impuritas lainnya pada permukaan serat. Seratyang telah direndam kemudian dikeringkan di udara luarselama 5 jam dan pengeringan oven dengan temperatur 110Cselama 60 menit untuk menghilangkan kandungan air sebelumpencetakan komposit. Komposit kemudian di cetakmenggunakan alat cetak tekan berkekuatan tekan 2 ton. Ukurancetakan 300 x 300 x 5 mm dengan fraksi volume komposit30%.
(a)
(b)Gambar 3. (a) proses penguraian serat, (b) Hasil serat yang telah di urai
Komposit yang telah dicetak kemudian dibedakan dalam 2(dua) variasi yaitu tanpa pemanasan (TP) dan pemanasan padasuhu 70C selama 6 jam (T60). Hal tersebut dilakukan untukmelihat penurunan kekuatan geser material bila digunakansebagai material interior dalam kendaraan.
B. Pengujian Geser standar ASTM D5379
Kekuatan geser material komposit dievaluasi denganmengacu pada standard ASTM D5379. Metode pengujian inimenggunakan spesimen dengan dua sisi - berlekuk, yang seringdisebut sebagai 'Wyoming' fixture test. Pengujian dilakukanmenggunakan Universal Testing Machine (UTM) typeTN20MD Controlab kapasitas 200 kN.
Gambar 4. Proses pengujian kekuatan geser dengan metode V-notchedbeam (Iosipescu).
C. Pengamatan foto makro model patahan spesimen
Analisis hasil patahan dan pengamatan foto makro padamodel patahan spesimen untuk melihat dan memprediksikegagalan yang terjadi. Pengamatan dilakukan denganmenggunakan kamera digital dan kaca pembesar hingga 10 x.
III. HASIL DAN DISKUSI
Seperti yang telihat pada grafik pada gambar 5, diperolehbahwa nilai kekuatan geser pada komposit serat batangmelinjo/resin epoksi yang tidak mengalami pemanasan sebesar24,43 MPa dan setelah mengalami pemanasan pada temperatur70 C selama 6 jam kekuatan geser menurun hingga 18,86 MPaatau terjadi penurunan sebesar 22,81%. Pemanasan temperatur70 C selama 6 jam mengakibatkan menurunnya ikatan padaunsur penyusun serat dan matriks. Kenaikan temperatur dalamwaktu yang lama dapat mengakibatkan degradasi polimer danikatan antar-muka (bonding interface) serat batang melinjo(Gnetum gnemon) dengan resin epoksi. Namun penurunantersebut tidak secara siginifikan menurunkan kekuatan gesermaterial. Pada penelitian sebelumnya komposit yang diperkuatserat jute/polyester resin dengan fraksi volume 60%, denganproses pembuatan teknik press molding diperoleh kekuatangeser interlaminar 24 MPa , [6].
Gambar 5. Perbandingan kekuatan geser komposit serat batang melinjo/resinepoksi tanpa pemanasan (TP) dan pemanasan pada temperatur 70 C selama 6
jam.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
keku
atan
ges
er (M
Pa)
TP T60
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-81
a. b.Gambar 6. (a). Komposit tanpa pemanasan (TP),
(b). Komposit dengan pemanasan 70C selama 6 jam (T60)
Hasil pengamatan foto makro dapat terlihat pada Gambar6. Pada masing spesimen terdapat 2 (dua) jenis model patahanyaitu mode patahan shear yielding pada A1 dan B2 dan modepatahan tensile brittle pada A2 dan B1. Namun modeperpatahan yang dominan terjadi pada spesimen pada masing2variabel pengujian adalah mode A1 dan B2. Faktor utamaterjadinya kegagagalan pada mode tersebut diantaranya adalahpemaparan serat yang dilakukan secara acak dan tidakunidirectional.
(a)
(b)Gambar 7. Foto makro hasil patahan spesimen pada
(a) Komposit tanpa pemanasan (TP); (b) komposit dengan pemanasan70C selama 6 jam (T60)
Dari teori transfer beban Kelly-Tyson, kekuatan geserantar-muka serat ditentukan oleh luasnya permukaan kontakantara serat dan matrik. Orientasi serat yang acak padakomposit dapat mengurangi luas permukaan kontak antar seratdan matrik yang berakibat pada menurunnya kekuatan gesrkomposit tersebut. Meskipun pada hasil yang ada, terdapatbeberapa serat yang tercabut sempurna (pull out) namun jugaditemukan serat yang tercabut dengan membawa pecahanmatriks polimer. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan alkali
pada serat mampu menimbulkan keretakan/kegagalan padamatrik. Sehingga bisa disimpulkan bahwa mechanicalinterlocking dan gesekan sangat berpengaruh terhadapmeningkatnya kekuatan komposit.
IV. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa, kekuatan geserpada komposit serat batang melinjo/ resin epoxy yang tidakmengalami pemanasan sebesar 24,43 MPa sedangkan yangmengalami pemanasan pada temperatur 70C selama 6 jamsebesar 18,86 MPa. Hal ini berarti terjadi penurunan kekuatansebesar 22.81%. Pemanasan tersebut menyebabkan degradasipada polimer yang menyebabkan lemahnya ikatan interfaceantara serat dan matrik.
Hasil analisis foto makro pada patahan terlihat 2 (dua) jenispatahan yang dialami oleh material yaitu mode patahan shearyielding dan britlle tensile. Namun mode patahan yangdominan adalah mode shear yielding, di mana mode tersebutmerupakan mode patahan ”yang dapat diterima”, sebagai modepatahan hasil pengujian v-notched beam.
Dari hasil ini, penulis merekomendasikan bahwa untukpemanfaatan sebagai material alternatif dalam aplikasiautomotive, komposit serat batang melinjo/ resin epoxy tidakdi posisikan pada area-area yang berdekatan dengan sumberpanas yang tinggi. Material komposit cocok untukdiaplikasikan sebagai material pada door panel depan atau punbelakang , sun shield (sun visor shade) dan aplikasi lainnyayang tidak menanggung beban yang berat dan temperaturtinggi dalam waktu yang cukup lama.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapkan terima kasih kami haturkan kepada LembagaPenelitian Universitas Tadulako, yang telah membiayaipenelitian ini melalui Hibah Penelitian Unggulan PerguruanTinggi, Dana BOPTN UNTAD Tahun Anggaran 2014.
REFERENCES
[1] S. Chandrabakty,”Pengaruh Perlakuan Permukaan Serat BatangMelinjo (Gnetum Gnemon) Terhadap Wettability danKemampuan Rekat dengan Matrik Epoxy-Resin” , Thesis,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2009.
[2] B. C. Suddell dan W. J. Evans, Natural Fiber Composites inAutomotive Applications, Natural fibers, biopolymers, andbiocomposites, CRC Press Taylor & Francis Group, 2005, pp.244-272.
[3] J. M. Hodgkinson, Mechanical testing of advanced fibrecomposites, Woodhead Publishing Ltd and CRC Press LLC,England, 2000.
[4] W R Broughton, M Kumosa dan D Hull, ‘Analysis of theIosispecu shear test as applied to unidirectional carbon-fibrereinforced composites’, Composites Science and Technology1990, 38 pp. 299–325
[5] ________, ASM Handbook Volume 8, Mechanical Testing andEvaluation, ASM International, 2000.
[6] Roe, P.J. dan Ansell, M.P., “Jute-reinforced polyestercomposites”, J. Mater. Sci., 20, 4015, 1985.
pull out
pull out with matrix
pull out
pull out with matrix
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-82
Perbandingan Metode Deteksi Tepi untuk PengukuranDefleksi Struktur
Trihono SewoyoFakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi BandungBandung, Indonesia
Andi Isra M, Indra Nurhadi, Tata Cipta DFakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi BandungBandung, Indonesia
Abstrak— Kegagalan struktur yang bersifat katastropik akanmenimbulkan korban jiwa serta kerugian material yang tidaksedikit. Kegagalan tersebut mungkin dapat dicegah jikadilakukan pemantauan secara kontinyu maupun periodikterhadap kondisi struktur tersebut. Pemantauan kondisi strukturdikenal dengan istilah SHM (structural health monitoring) yangberkembang pesat dewasa ini. Sebagian kondisi struktur dapatdipantau melalui parameter statik maupun dinamik. Kelebihanpemantauan parameter statik dibanding dinamik adalahkemudahan pengukuran dan biaya operasional yang lebih murahsehingga sistem pengukuran defleksi statik struktur menarikuntuk diteliti. Salah satu metode pengukuran defleksi statik yangbersifat non-kontak dan menjadi perhatian banyak penelitiadalah metode berbasis visi (vision) dengan kamera sebagaisensor utama. Dalam makalah ini dibahas perbandingan metodedeteksi tepi yang merupakan salah satu tahap penting dalamprosedur pengukuran sebidang (in-plane measurement) defleksistruktur menggunakan kamera tunggal. Kegiatan inimerupakan bagian dari pengembangan metode visi komputerberbasis deteksi tepi untuk pengukuran defleksi struktur yangmerupakan hal baru dalam bidang pengukuran defleksistruktur. Tahapan pengukuran sebidang adalah: 1. Kalibrasi, 2.Pengambilan citra obyek, 2. Filtering, 3. Deteksi Tepi, 4. Suaiankurva. Tahap deteksi tepi merupakan tahap penting karena akanmempengaruhi ketelitian pengukuran yang dilakukan. Dalamtahap ini ada beberapa metode. Beberapa metode deteksi tepiyang banyak digunakan dalam pemrosesan citra adalah Canny,Sobel, Roberts, dan Prewitt. Selain keempat metode ini,digunakan pula metode turunan dalam arah x dan y yangdisertai dengan tresholding manual. Obyek uji berupa batangbaja yang ditumpu engsel dan gelinding dengan beban terpusat.Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kurva defleksi hasildeteksi tepi dari beberapa metode tersebut mempunyai kurvalengkungan yang berbeda-beda. Hal ini mengindikasikan bahwauntuk tahap lanjutan, metode-metode ini harus dibandingkanuntuk memperoleh hasil pengukuran yang paling teliti.
Kata Kunci: Deteksi Tepi, Defleksi Struktur, Kamera, Struktur,Visi Komputer
I. PENGANTAR
Dewasa ini, penelitian dalam metode pengukuran strukturdalam kerangka SHM ( structural health monitoring)mengarah pada pengukuran berbasis visi (vision based
measurement). Pengukuran ini bersifat menyeluruh (full-field),2 Dimensi (2D) maupun 3 Dimensi (3D), dan non-kontak.
Dibanding pengukuran konvesional seperti LVDT (LinearVariable Differential Transducer), jam ukur, inclinometer,potensiometer, dan DCDT (Direct Current DifferentialTransformer) [1] metode ini lebih mudah dalampelaksanaannya, dan lebih murah dari sisi biaya.
Metode pengukuran dengan kamera sebagai sensor utamapada awalnya dikembangkan dari bidang fotogrammetri.Seiring dengan perkembangan teknologi komputer dan optik,pengukuran dengan menggunakan kamera sebagai sensorutama menjadi semakin murah [2].
Pada saat ini, metode pengukuran non-kontak yang banyakdigunakan adalah fotogrammetri dan visi komputer (computervision). Walaupun sama-sama menggunakan kamera sebagaisensor utama, tujuan utama fotogrammetri adalah ketelitian,sedangkan visi komputer mengutamakan fleksibilitas [3].Teknik yang banyak digunakan dalam fotogrammetri untukpengukuran defleksi struktur ada dua yaitu konvensional danberbasis deteksi tepi [2]. Sedangkan pada bidang visikomputer, metode yang paling luas digunakan adalah teknikkorelasi citra digital (DIC – digital image correlation).Pengukuran defleksi struktur dapat menggunakan satu kamera(in-plane measurement) atau menggunakan dua kamera (stereovision measurement). Dalam pengukuran sebidang, bidangukur dengan bidang sensor kamera haruslah sejajar (in-plane).
II. PENGUKURAN SEBIDANG
Pengukuran sebidang berbasis visi adalah pengukuran yangdilakukan dengan satu kamera pada obyek ukur, dimanaperubahan posisi obyek yang diukur ada pada bidang yangsejajar dengan bidang sensor kamera. Sistem pengukuransebidang dapat dilihat pada Gambar 1 berikut,
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-83
Gambar 1. Sistem pengukuran sebidang berbasis visi [4]
Peralatan pengukuran terdiri dari satu kamera sebagaisensor dan komputer sebagai alat pengolah data. Sumber sinardigunakan jika pengukuran dilakukan pada ruangan ataukondisi yang gelap. Tahapan pengukuran sebidang adalah: 1.Kalibrasi: Sebelum melakukan pengukuran, perlu dilakukanproses kalibrasi yang bertujuan untuk memperoleh hubunganantara piksel citra kamera dengan ukuran metrik dunia nyata. 2.Pengambilan citra obyek: Pengambilan citra dilakukan dua kaliyaitu, sebelum dan sesudah pembebanan. 3. Deteksi Tepi: Citrayang diperoleh digunakan sebagai masukan pada perangkatlunak deteksi tepi. 4. Proses suaian kurva: Garis tepi yangdiperoleh dicari persamaannya.
III. DETEKSI TEPI
Deteksi tepi pada citra merupakan masalah penting dalampemrosesan citra selama lebih dari 50 tahun [5]. Pada citralevel abu-abu (grey level image) sebuah tepi didefinisikansebagai perubahan intensitas yang signifikan. Deteksi tepiadalah proses yang mendeteksi keberadaan dan lokasi transisiintensitas ini [5]. Proses ini adalah salah satu operasi yangpaling sering digunakan pada analisis citra dan ada banyakalgoritma untuk mendeteksi tepi dibanding topik lain. Hal inidisebabkan tepi membentuk garis yang mewakili bentukobyek. Representasi tepi pada sebuah citra secara drastis jugamenurunkan jumlah data yang diproses. Ini berarti bahwa jikatepi pada sebuah citra dapat diidentifikasi secara teliti, semuaobyek dapat dilokasikan dan berbagai sifat dasar seperti luas,keliling, dan bentuk obyek dapat diukur. Oleh karena bidangvisi komputer meliputi identifikasi dan klasifikasi obyek padacitra, maka deteksi tepi merupakan perkakas yang penting[6].
Metode deteksi tepi ada beberapa macam dandikelompokkan menjadi tiga [7], yaitu:
Turunan orde pertama/ metode gradien- Operator Roberts- Operator Sobel- Operator Prewitt
Turunan orde kedua- Laplacian- Laplacian of Gaussian (LoG)- Difference of Gaussian (DoG)
Deteksi Tepi Optimal- Deteksi Tepi Canny
Secara umum, langkah utama dalam deteksi tepi adalahsebagai berikut:
1. Smoothing: menekan derau (noise) semaksimalmungkin tanpa merusak tepi. Pada prakteknya hal inidilakukan dengan proses pentapisan (filtering).
2. Enhancement/sharpening: menerapkan prosesdiferensiasi untuk meningkatkan kualitas tepi(penajaman tepi).
3. Tresholding: menentukan piksel tepi mana yangharus dibuang sebagai derau sehingga menyisakantepi yang ‘benar’.
4. Localization: menentukan secara eksak lokasi tepi.
1. Smoothing
Semua citra yang diperoleh melalui kamera akanmengandung sejumlah derau (noise). Banyak sebab timbulnyaderau. Untuk mencegah derau mengacaukan tepi, derauharuslah direduksi. Hal ini dilakukan dengan cara menerapkanproses pentapisan Gaussian.
Proses pentapisan pada deteksi tepi hakekatnya adalahmengkonvolusikan citra dengan kernel Gauss dengan ukurantertentu.Persamaan Gauss [8]:
2
22
2 2exp
2
1),(
yxyxG (1)
adalah deviasi standard, dan (x, y) adalah koordinatCartesian piksel citra.
Ukuran kernel Gaussian dapat dinyatakan oleh hubungan :6 +1. Jadi jika = 1, maka ukuran matriks kernel Gaussadalah 13 x 13.
Proses pentapisan dinyatakan oleh persamaan [9]:
F(x,y) = G(x,y)* f(x,y)
F(x,y) = citra hasil pentapisanG(x,y) = kernel Gaussianf(x,y) = citra awal* = proses konvolusi
2. Enhancement/sharpening
Proses ini dilakukan dengan cara diferensiasi citra 2Duntuk meningkatkan kualitas tepi (penajaman).Opsi diferensiasi citra ada dua, yaitu:
- Merekonstruksi citra kontinu (interpolasi), f(x,y),kemudian menghitung derivatifnya.- Melakukan derivatif diskrit (menggunakan metode bedahingga (finite difference).
3. Tresholding
Tresholding adalah proses paling sederhana yangdigunakan untuk membuat segmentasi citra.
(2)
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-84
Dalam bahasa pemrograman, hal ini dinyatakan olehstatement berikut [10]:
If f(x,y) > T then f(x,y) = 0 else f(x,y) = 225
Nilai 0 menyatakan warna hitam, dan 255 mewakili warnaputih. Sedangkan T adalah nilai treshold. Nilai 0, 255, dan Tmerupakan nilai variabel yang dapat diubah sesuaikepentingan.
IV. SET-UP PENGUJIAN
Set-up pengujian terdiri dari batang ditumpu engsel –gelinding seperti terlihat pada Gambar 1. Sebuah jam ukurdigunakan untuk mengukur defleksi yang terjadi jika batangdiberi beban. Pada kondisi ini, sebuah kamera yang diletakkansedemikian rupa sehingga bidang sensor kamera dianggapsebidang dengan bidang pergerakan vertikal batang. Untukmendekati kondisi ini, digunakan waterpass pada tumpuankamera.
Gambar 2. Batang uji tanpa beban
Pada Gambar 2 terlihat batang diberi beban yang dapatdiatur beratnya untuk menimbulkan defleksi dengan besartertentu. Pada kondisi terbebani ini, citra batang diambil.
Gambar 3. Batang uji dengan beban
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil-hasil deteksi tepi dengan berbagai metode dapatdilihat pada Gambar 4 – 8 berikut ini.
Gambar 4. Tepi obyek hasil deteksi metode Roberts
Gambar 5. Tepi obyek hasil metode Prewitt
Gambar 6. Tepi obyek hasil deteksi metode Sobel
Gambar 7. Tepi obyek hasil deteksi metode Canny
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-85
Gambar 8. Tepi obyek hasil metode gradien arah x dan y
Untuk membandingkan kurva hasil deteksi tepi berbagaimetode ini, digunakan beberapa titik acuan sepanjang batangsehingga akan diperoleh defleksi vertikal di beberapa titik itu.Lokasi titik acuan dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Lokasi titik untuk perbandingan kurva
Titik-titik ini jika diinterpolasi akan membentuk kurva.Hasilnya ditabelkan seperti pada Tabel 1 - 3.
Tabel 1. Koordinat vertikal titik batang tanpa beban
Metode Koordinat Vertikal (piksel)1 2 3 4 5
Roberts 907 912 914 915 918Prewitt 908 912 915 916 918Sobel 908 912 915 916 918Canny 907 912 915 915 918Gradientmagnitude
910 914 917 918 921
Tabel 2. Koordinat vertikal titik batang dengan bebanMetode Koordinat Vertikal (piksel)
1 2 3 4 5Roberts 909 914 917 918 919Prewitt 911 914 918 918 920Sobel 910 915 918 918 920Canny 909 914 918 918 919Gradientmagnitude
911 916 920 919 921
Tabel 3. Defleksi vertikal titik pada batang
Metode Defleksi Vertikal (piksel)1 2 3 4 5
Roberts 2 2 3 3 1Prewitt 3 2 3 2 2Sobel 2 3 3 2 2Canny 2 2 3 3 1Gradien 1 2 3 1 0
Hasil deteksi tepi metode Roberts, Prewitt, dan Sobelsecara visual terlihat mirip dan mempunyai kualitas yang samaseperti ditunjukkan Gambar 4 - 6. Metode Canny lebih sensitifdalam mendeteksi tepi, sehingga terlihat lebih banyak garispada hasilnya (Gambar 7). Sedangkan metode gradien lebihbersih dan jelas dibanding metode lainnya (Gambar 8). Dariproses pembesaran citra (zooming), dapat terlihat ketebalan dankepadatan tepi. Keempat metode standard mempunyaiketebalan garis tepi yang sama, yaitu berkisar 1 sampai 2piksel. Hal ini memudahkan dalam melokasikan koordinat titikacuan. Disisi lain. metode gradien yang menggunakandiferensiasi arah x dan y beserta tresholding manual,mempunyai ketebalan 3 – 4 piksel dan tidak padat sepertimetode standard. Dengan demikian, tepi yang dihasilkan darimetode ini, cukup sulit untuk digunakan untuk melokasikankoordinat titik acuan.
Hasil defleksi vertikal titik yang mewakili batang (Tabel 3)menunjukkan bahwa lengkungan yang dihasilkan masing-masing metode tidaklah sama. Hal ini mengindikasikan bahwaberbagai metode ini perlu diuji lagi sebagai masukan tahapberikutnya, yaitu lokalisasi/suaian kurva untuk memperolehhasil yang paling teliti.
VI. KESIMPULAN
Dari kegiatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwadeteksi tepi pada obyek yang sama dengan berbagai metode,menghasilkan lengkungan yang tidak sama. Dengan demikian,pada tahap berikutnya perlu dilakukan perbandingan berbagaimetode ini agar hasil pengukuran mempunyai ketelitian yangpaling tinggi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ditjen DIKTIKemendiknas atas beasiswa BPPS Program Doktoral di FTMDITB dan juga kepada Universitas Muhammadiyah Malang atasdukungan dananya.
REFERENSI
[1] Attanayake U., Tang P., Servi A., Aktan H., “Non-contactBridge Deflection Measurement: Application of LaserTechnology”,http://academia.edu/2717212/Non-Contact_Bridge_Deflection_Measurement_Application_of_Laser_Technology, diakses tanggal 5 Juli 2013
[2] Ye J., Fu G., Poudel U. P., “Edge-Based Close-Range DigitalPhotogrammetry for Structural Deformation Measurement”,Journal of Engineering Mechanics, ASCE, pp. 475-483 , 2011
[3] Forstner W., Computer Vision and Photogrammetry – MutualQuestions: Geometry, Statistics, and Cognition,http://www.ipb.uni-
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-86
bonn.de/fileadmin/publication/pdf/Forstner2002Computer.pdf ,diakses tanggal 1 September 2014.
[4] Sutton M. A.,McNeill S. R., Helm J. D., Chao Y. J. (2000),”Advances in Two-Dimensional and Three-DimensionalComputer Vision”, Photomechanics, Topics Appl. Phys. 77,323-372
[5] Basu M. (2002), “Gaussian-Based Edge-Detection Methods – ASurvey”, IEEE Transactions on System, Man, and Cybernetics –Part C: Applications and Reviews, Vol. 32, No. 3, 252 – 260.
[6] Nadernejad E., Sharifzadeh S., Hassanpour H., (2008) ”EdgeDetection Techniques: Evaluations and Comparisons”, AppliedMathematical Sciences, Vol. 2, no. 31, 1507 – 1520.
[7] Tandon S., Edge Detection - Course # EE6358 ComputerVision, 2005.
[8] Huttenlocher D., Edge and Corner Detection, Gaussian Filtering– CS 664 Lecture 6, Cornell University, 2003.
[9] http://www.swarthmore.edu/NatSci/mzucker1/e27/filter-slides.pdf diakses tanggal 1 September 2014.
[10] http://www.cse.unr.edu/~bebis/CS791E/Notes/Thresholding.pdf
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-86
Pengaruh Serat Cacah Terhadap Defleksi padaKomposit Serat Sabut Kelapa/Epoksi
Naharuddin, Bakri, Muh. Arafat NahrunJurusan Teknik MesinUniversitas Tadulako
Palu, [email protected]
Abstrak—Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh seratcacah terhadap defleksi pada komposit sabut kelapa/epoksi.Material komposit terbuat dari serat sabut kelapa dengan cacahdan tanpa cacah yang menggunakan resin epoksi sebagaipenguat. Penentuan defleksi menggunakan tumpuan jepit-jepitdengan beban terpusat pada jarak L/2 dari tumpuan. Bebanterpusat bervariasi 1kg, 2 kg, dan 3 kg. Material kompositberbentuk balok dengan ukuran panjang (L) 250 mm, lebar (b)30 mm, dan tebal (h)10 mm. Volume fraksi serat yang digunakan17%. Defleksi secara teoritis dibandingkan ekperimental dengancara meletakkan Dial indicator pada jarak yang sama sepanjangbatang sebanyak 5 buah.
Hasil pengujian tarik diperoleh nilai elastisitas komposit seratcacah 101,401 N/mm2 dan tanpa cacah 102,038 N/mm2. Nilaidefleksi teoritis komposit serat cacah dan tanpa cacahpembebanan 1 kg adalah 1,99 mm dan 1,84 mm, pembebanan 2kg adalah 3,99 mm dan 3,68 mm, dan pembebanan 3 kg adalah5,98 mm dan 5,52 mm. Nilai defleksi eksperimental kompositserat cacah dan tanpa cacah pembebanan 1 kg adalah 2,01 mmdan 1,84 mm, pembebanan 2 kg adalah 4,37 mm dan 4,04 mm,dan pembebanan 3 kg adalah 6,28 mm dan 5,76 mm. Nilaidefleksi, baik teoritis maupun eksperimental, komposit seratcacah lebih besar dari pada komposit serat tanpa cacah untukketiga pembebanan tersebut
Kata Kunci— Serat Cacah, Defleksi, Jepit-Jepit, Komposit
I. PENDAHULUAN
Pemilihan bahan material yang tepat dalam penerapannyapada konstruksi tidak lepas dari sifat mekanis dari material itusendiri. Sifat mekanis yang diperhatikan dalam duniakonstruksi adalah kesesuaian kemampuan fisik material dengansistem rancang atau pengaplikasiannya. Salah satu fenomenayang sering dijumpai dalam sistem konstruksi ialah terjadinyadefleksi pada material batang atau yang sering diistilahkansebagai proses deflection beam. Fenomena ini merupakanproses melendutnya suatu batang yang diakibatkan oleh adanyagaya atau beban yang bekerja pada batang tersebut.
Pada perencanaan konstruksi teknik, kemampuan untukmenentukan beban maksimum yang dapat diterima oleh suatukonstruksi adalah penting. Dalam aplikasi keteknikan,kebutuhan tersebut haruslah disesuaikan dengan pertimbanganekonomis dan pertimbangan teknis, seperti kekuatan (strength),kekakuan (stiffines), dan kestabilan (stability) [1].
Hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan defleksiyang terjadi sebanding dengan gaya yang diberikan padanya,
dimana defleksi maksimum terjadi pada x = L/2 denganmenggunakan tumpuan engsel-roll [2]. Besarnya defleksimaksimum pada balok segiempat dengan variasi materialcenderung terjadi pada pertengahan batang untuk tumpuanjepit-jepit [3].
Dalam konsep pemilihan bahan, dengan pertimbanganjumlah material alam yang mulai berkurang, maka materialkomposit dapat dijadikan alternatif yang paling baik untukdigunakan. Komposit adalah gabungan dua atau lebih materialyang disatukan oleh suatu matriks. Salah satu jenis komposityang dapat digunakan adalah komposit dengan bahan penguatserat sabut kelapa.
Serat sabut kelapa telah diteliti penggunaannya sebagaipenguat dengan berbagai variasi perlakuan permukaan, variasifraksi volume dan variasi ukuran, namun masih memerlukanpenelitian-penelitian lanjutan untuk mendapatkan kompositserat sabut kelapa yang dapat digunakan sesuai denganaplikasinya [4].
Penentuan sifat mekanis serat sabut kelapa sudah banyakdipublikasikan. Sifat mekanis telah dievaluasi sebagai fungsidari perlakuan diameter serat, dimensi panjang dan strain gate[5]. Serat sabut kelapa memiliki kekuatan dan moduluselastisitas yang lebih rendah dibanding dengan serat alamlainnya, namun elongasinya yang paling tinggi [4].
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penelitian ini bertujuanuntuk melakukan pengujian defleksi pada material kompositserat sabut kelapa, guna mengetahui kemampuan mekanismaterial tersebut dalam kaitannya menahan beban atau gayayang bekerja. Sehingga dapat diketahui besaran nilai defleksiyang ditimbulkan.
II. METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan dalam pembuatan material kompositadalah serat sabuk kelapa, matriks epoksi, dan NaOH.Peralatan yang digunakan adalah cetakan komposit, timbangandigital, gergaji listrik, oven listrik, mesin uji tarik, jangkasorong, dan alat uji defleksi.
Proses perlakuan serat dengan cara serat sabut kelapadirendam dalam larutan NaOH 5% selama ±24 jam untukmenghilangkan kandungan kotoran yang ada pada serat.Selanjutnya, serat kemudian dijemur hingga kering untukmengurangi kandungan air pada serat. Pengeringan seratselanjutnya menggunakan oven. Setelah serat kering, sebagianserat dicacah hingga rata-rata panjang serat menjadi ±3 mm.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-87
Fraksi volume serat yang digunakan pada pencetakankomposit adalah 17%. Setelah massa serat dan matriksdiperoleh, selajutnya serat sabut kelapa dan matriks resinEpoksi ditimbang sesuai perbandingan massanya masing-masing. Sedangkan pada proses pencetakan kedua variasicacah dan tanpa cacah dilakukan dengan metode penyusunanserat secara acak (random) atau tanpa pola penataan seratkhusus.
Pembentukan spesimen uji defleksi dibuat dengan profilbalok. Dimensi spesimen disesuaikan dengan panjangmaksimum cetakan komposit. Hal ini, dengan ketebalantertentu memungkinkan papan komposit akan melendut jikatelah diberikan pembebanan. Adapun dimensi spesimen ujidefleksi yakni 300 mm x 30 mm x 10 mm. Bentuk spesimenakan menentukan nilai momen inersia (I) yang dibutuhkanpada penentuan defleksi secara teoritis.
Gambar 1. Spesimen Uji Defleksi
Metode eksperimental pada penelitian ini dilakukandengan pengujian tarik dan pengujian defleksi. Pengujiantarik dilakukan untuk memperoleh modulus elastisitasbahan (E) sebagai salah satu variabel yang digunakandalam perhitungan defleksi secara teoritis. Sedangkanpada pengujian defleksi dilakukan untuk memperolehbesarnya defleksi yang terjadi sesuai dengan pembebananyang diberikan.
Gambar 2. Pengujian Defleksi
Pengujian defleksi menggunakan tumpuan jepit-jepit.Beban (P) bervariasi 1 kg, 2 kg, dan 3 kg yang diletakkanpada jarak L/2 dari tumpuan. Tahapan pengujian sebagaiberikut:
a. Memasang tumpuan jepit-jepitb. Memasang benda uji di atas tumpuanc. Mengkalibrasi dial indicator
d. Memasang dial indicatore. Memberikan pembebananf. Mencatat hasil lendutan.
Penentuan defleksi secara eksperimental dapat dibandingkandengan defleksi secara teoritis. Faktor-faktor yang menentukanbesarnya defleksi pada batang yang mengalami pembebananlateral adalah jenis tumpuan yang digunakan. Penelitian inimenggunakan tumpuan jepit-jepit dengan beban terpusat (P)pada jarak (L/2) dari tumpuan.
Gambar 3. Tumpuan jepit-jepit dengan beban P pada L/2
Persamaan defleksi adalah:Untuk : 0 x L/2
Untuk : L/2 x L
Metode penyelesaian secara teoritis dilakukan denganlangkah-langkah sebagai berikut :a. Menggambar sistematika tumpuan jepit-jepit dengan
pembebanan pada jarak L/2b. Menggunakan persamaan defleksi tumpuan jepit-jepit
dengan pembebanan pada jarak L/2c. Menghitung momen inersia material kompositd. Modulus elastisitas diperoleh dari hasil pengujian tarik.e. Menghitung defleksi dengan memasukkan nilai P, x, L, I,
E
Persentase kesalahan defleksi secara eksperimetal danteoritis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
)3(%100)
xEkspHasil
TeoritisHasilEkspHasilPK
III. HASIL DAN DISKUSI
Nilai defleksi secara teoritis dapat dihitung dengan caramengetahui nilai modulus elastitisitas material yang diperolehmelalui pengujian tarik. Nilai Modulus elastisitas materialkomposit serat tanpa cacah 102,038 N/mm2 dan serat cacah101.401 N/mm2. Pada tahapan teoritis maupun eksperimental,nilai defleksi material komposit ditentukan pada titikpengamatan berikut.
BA
L
L/2L/2
P
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-88
Gambar 4. Titik pengamatan pada beban L/2
x1, x2, x3, x4, dan x5, adalah titik pengamatan yang dipasangkandial indicator untuk menentukan defleksi secaraeksperimental.
Hasil perhitungan tabel 1, diperoleh nilai defleksi dimasing-masing titik pengamatan yaitu :
Tabel 1. Rata-rata defleksi teoritis P=L/2
Spesimen Beban(kg)
Defleksi (y) (mm)
x1 x2 x3 x4 x5
Cacah1 0,52 1,48 1,99 1,48 0,522 1,03 2,95 3,99 2,95 1,033 1,55 4,43 5,98 4,43 1,55
TanpaCacah
1 0,48 1,36 1,84 1,36 0,482 0,95 2,73 3,68 2,72 0,953 1,43 4,09 5,52 4,09 1,43
Hasil pengukuran defleksi secara eksperimental tabel 2,diperoleh nilai defleksi di masing-masing titik pengamatanyaitu:
Tabel 2. Rata-rata defleksi eksperimental P= L/2
SpesimenBeban
(kg)
Defleksi (y) (mm)
x1 x2 x3 x4 x5
Cacah1 0,53 1,44 2,01 1,52 0,562 1,07 3,23 4,37 3,27 1,073 1,44 4,84 6,68 4,50 1,57
TanpaCacah
1 0,51 1,37 1,84 1,44 0,512 1,01 2,95 4,04 2,99 1,033 1,39 4,48 5,76 4,53 1,40
Pada tabel 3 dan tabel 4, terlihat persentase perbedaandefleksi teoritis dan eksperimental serat cacah dan tanpacacah.
Tabel 3. Persentase kesalahan teoritis Vs eksperimen serat cacah
P(kg)Persentase Kesalahan (%)
41,6mm
83,3mm
125mm
166,6mm
208,3mm
1 3,33 2,75 0,84 2,83 8,442 3,53 9,24 9,67 10,76 3,603 0,92 9,35 11,68 11,23 1,34
Tabel 4. Persentase kesalahan teoritis Vs eksperimen serat tanpa cacah
P(kg)Persentase Kesalahan (%)
41,6mm
83,3mm
125mm
166,6mm
208,3mm
1 6,53 0,40 0,04 5,71 7,022 6,11 8,32 9,93 9,75 7,653 3,12 9,69 4,35 10,85 1,79
Persentase kesalahan maksimum antara perhitungan teoritisdengan pengujian eksperimental untuk serat cacah 11,68 % dantanpa cacah 10,85%.
Grafik hubungan variasi pembebanan Vs defleksimaterial komposit serat cacah
Gambar 5. Defleksi serat cacah (teoritis dan eksperimental)
Grafik hubungan variasi pembebanan Vs defleksi materialkomposit serat tanpa cacah
Gambar 6. Defleksi serat tanpa cacah (teoritis dan eksperimental)
Perbandingan nilai teoritis dan eksperimental padapembebanan di L/2, nampak perbedaan nilai defleksi. Defleksiantara komposit serat sabut kelapa dengan perlakuan seratcacah (chopped) lebih tinggi dibandingkan dengan serat tanpacacah. Hal ini dikarenakan nilai modulus elastisitas dari keduaperlakuan serat adalah berbeda. Nilai modulus elastisitasperlakuan serat cacah lebih kecil 101,401 N/mm2, sedangkanserat tanpa cacah dengan nilai modulus elastisitas 102,038N/mm2. Dengan kata lain, nilai modulus elastisitas suatu bahanberbanding terbalik dengan besaran nilai defleksi yangdihasilkan. Hasil kali momen inersia dengan moduluselastisitas akan menentukan nilai kekakuan bahan, yang manasemakin tinggi kekakuan bahan, semakit rendah defleksi yangdapat terjadi pada bahan tersebut. Sebaliknya, semakin rendah
x1 x2 x3 x4 x5
A B
P
x
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-89
kekakuan suatu bahan atau material, maka semakin tinggi nilaidefleksi yang dapat terjadi.
Menyangkut ikatan serat yang terjadi pada kedua variasiperlakuan serat. Serat dengan perlakuan cacah memiliki ikatanantar serat (interfaces) yang lebih rendah dibandingkan denganserat tanpa cacah, hal inilah yang memungkinkan terjadinyalendutan yang lebih besar pada serat dengan perlakuan seratcacah tersebut.
Pada hasil perhitungan teoritis dan pengujianeksperimental, nampak terjadi perbedaan nilai yang berlakubaik pada serat tanpa cacah maupun serat cacah. Pada kasusini, tidak secara keseluruhan persentase kesalahan yangdihasilkan adalah tinggi, dimana sebagian perbandingan datajuga menunjukan perbedaan yang tidak begitu signifikan. Halini diasumsikan sebagai dampak kemungkinan terjadinyapergeseran alat pembaca dial indicator saat penambahan bebandilakukan. Disamping itu, alat pembaca dial indicator yangmasih menggunakan sistem analog yang dianggap masih lebihmemungkinkan terjadinya kesalahan pembacaan jikadibandingkan dengan sistem digital yang lebih akurat. Tingkatketelitian 0,01 mm sangatlah kecil jika pembacaan nilainyadilakukan dengan pengamatan jarum analog, ditambah lagi alatini sangat sensitif terhadap gerakan atau getaran yang terjadi,utamanya saat pengkalibrasian jarum pada posisi nol.
III. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data maka dapat diambilkesimpulan sebagai berikut.1. Variasi beban 1 kg, 2 kg, dan 3 kg pada jarak L/2 dari
tumpuan, defleksi material komposit serat cacah lebihbesar dibanding serat tanpa cacah.
2. Nilai defleksi secara eksperimental lebih besar daripadadefleksi secara teoritis, baik pada material komposit seratcacah maupun tanpa cacah.
3. Persentase kesalahan nilai defleksi pada pembebanan L/2antara perhitungan teoritis dan pegujian eksperimentaluntuk serat tanpa cacah adalah 0,04 % sampai 10,85%.
4. Persentase kesalahan nilai defleksi pada pembebanan L/2antara perhitungan teoritis dan pegujian eksperimentaluntuk serat cacah adalah 0,84 % sampai 11,68%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasihkepada semua pihak yang telah memberikan motivasi untukselalu melakukan penelitian, terutama kepada SriChandrabakty, ST., M.Eng selaku Ketua Jurusan Teknik MesinUniversitas Tadulako.
REFERENSI
[1] Popov, E.P, “Mechanics of Materials”. Erlangga, Jakarta, 1993.
[2] Koten, Victus K, “Analisis Eksperimental dan Teoritis TerhadapDefleksi Lateral Balok dengan Tumpuan Engsel-Rol”, JurnalPembangunan Wilayah Masyarakat, Volume 4 No 2. 2005
[3] Mustafa, “Perbandingan Analisa Teoritis dan EksperimentalDefleksi pada Balok Segiempat dengan Variasi Material”. JurnalIlmiah Matematika dan Terapan ISSN 1829-8133 Vol. 4 No. 2.2007
[4] Bakri, “Tinjauan Aplikasi Serat Sabut Kelapa Sebagai PenguatMaterial Komposit”, Jurnal Mekanikal, Vol.2, pp.10-15, 2011
[5] Kulkarni A.G, Satyanarayam K.G, and Sukumaran K,“Mechanical behavior of coir under tensile load”, Journal ofMaterials Science”, Vol.16, pp.905-914
.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-90
Pengaruh Pemanasan Bahan Bakar Terhadap Unjuk
Kerja Dan Emisi Gas Buang
I Gusti Ngurah Putu Tenaya
Universitas Udayana
Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin
Kampus Bukit Jimbaran Badung – Bali 80361 Telp/Faks:
0361-703321
I Gusti Ketut Sukadana
Universitas Udayana
Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Mesin
Kampus Bukit Jimbaran Badung – Bali 80361 Telp/Faks:
0361-703321
Abstrak−Didalam menciptakan kendaraan bermotor, kita
selalu berpikir bagaimana kita bisa menciptakan kendaraan
yang mempunyai unjuk kerja yang maksimum, irit bahan bakar
dan emisi gas buang yang baik. Unjuk kerja, kebutuhan bahan
bakar dan emisi gas buang pada mesin kendaraan disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain temperatur (pemanasan),
kerapatan, komposisi dan turbulensi campuran udara-bahan
bakar. Pada pembakaran premixed pemanasan campuran udara-
bahan bakar akan membuat reaksi penguraian atau pemutus
ikatan-katan bahan bakar menjadi sangat intensif, reaksi ini
dapat membentuk radikal bebas atau ion dalam jumlah besar di
dalam penyalaan dan radikal bebas ini merupakan rantai
pembawa untuk memacu reaksi, sehingga pembakaran akan
menjadi lebih sempurna (Zel’dovich, 1938). Pemanasan bahan
bakar dilakukan dengan media radiator dimana pipa tembaga
yang berisi bahan bakar dilewatkan pada lower tank radiator.
Pengujian dilakukan pada motor 4 langkah 150 cc. Dengan
memvariasikan putaran mesin (rpm), transmisi serta melakukan
treatment tanpa pemanasan dan dengan pemanasan pada bahan
bakar. Hasil penelitian menunjukkan dengan diberikannya
treatment pemanasan pada bahan bakar unjuk kerja mesin yaitu
torsi dan daya meningkat, sedangkan laju konsumsi bahan bakar
dan konsumsi bahan bakar spesifik menurun. Emisi gas buang
seperti gas CO dan HC menurun sedangkan gas CO2 mengalami
peningkatan.
Kata Kunci: pemanasan bahan bakar, unjuk kerja, emisi
I. PENDAHULUAN
Dewasa ini otomotif mengalami perkembangan yang
begitu pesat karena didukung tingkat kemajuan teknologi pada
bidang otomotif dan kualitas sumber daya manusia yang
semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dengan jumlah
kendaraan bermotor yang digunakan pada saat ini yang
semakin banyak untuk menunjang kegiatan manusia sehari-
hari. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor saat ini
mengakibatkan menipisnya persedian bahan bakar di alam
serta polusi udara akibat emisi gas buang kendaraan bermotor.
Tingginya konsumsi bahan bakar dan tingginya kadar
NO2, SO2, CO, Pb, dan HC yang terkandung dalam emisi gas
buang disebabkan oleh beberapa factor, salah satunya ialah
karena kurang sempurnanya proses pembakaran pada ruang
bakar.
Sempurna tidaknya proses pembakaran pada ruang bakar
dipengaruhi oleh temperatur (pemanasan), kerapatan,
komposisi dan turbulensi campuran udara-bahan bakar
(Suyanto 1989 : 257). Pada pembakaran premixed pemanasan
campuran udara dengan bahan bakar akan membuat reaksi
penguraian atau pemutus ikatan-katan bahan bakar menjadi
sangat intensif, reaksi ini dapat membentuk radikal bebas atau
ion dalam jumlah besar di dalam penyalaan dan radikal bebas
ini merupakan rantai pembawa untuk memacu reaksi
(Zel’dovich, 1938). Sehingga dapat diasumsikan bahwa bila
bahan bakar dipanaskan dibawah temperature fire point maka
bahan bakar lebih cepat menguap. Bahan bakar akan lebih
mudah bercampur dengan udara dan pembakaran menjadi
lebih baik. Apabila dalam proses pencampuran udara terdapat
sebagian bahan bakar yang tidak menguap maka distribusi
campuran menjadi sangat tidak homogen. Campuran tersebut
menjadi kurus, yang berarti bahwa perbandingan udara lebih
banyak dari pada bahan bakar sehingga campuran udara
dengan bahan bakar pada ruang bakar akan sulit terbakar.
Kondisi seperti ini dapat berakibat pada unjuk kerja mesin
menurun dan tingginya kadar NO2, SO2, CO, Pb, dan HC
yang terkandung dalam emisi gas buang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hariyono pada
tahun 2007 tentang pengaruh pemanasan bahan bakar dengan
media radiator terhadap konsumsi bahan bakar pada mesin
Toyota Kijang 5K menunjukkan bahwa konsumsi bahan
bakar premium mengalami penurunan sebesar 9.09 %
dibandingkan dengan yang standar. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Tenaya (2007) dengan diberikannya
perlakuan panas pada campuran udara bahan bakar gas pada
ruang bakar model helle-shaw cell akan mempercepat
kecepatan rambat apinya dan warna apinya semakin biru.
Karena belum ada yang meneliti proses pemanasan bahan
bakar pada sepeda motor tipe injeksi terhadap unjuk kerja dan
emisi gas buang maka, penulis tertarik untuk meneliti
pengaruh pemanasan bahan bakar dengan media radiator
terhadap unjuk kerja dan emisi gas buang pada sepeda motor
tipe injeksi.
II. METODA
A. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Motor Bakar
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-91
B. Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah unjuk
kerja (torsi, daya, laju konsumsi bahan bakar dan konsumsi
bahan bakar spesifik) dan emisi gas buang (CO, HC, dan
CO2), sedangkan perlakuan yang diberikan adalah treatmen
bahan bakar (dengan pemanasan dan tanpa pemanasan),
variasi rpm (1500, 2500 dan 5000 rpm) dan transmisi ( 1, 2, 3,
4 dan 5).
C. Alat dan Bahan
Radiator sebagai media perpindahan panas. Radiator yang
digunakan bagian tankinya telah dipasangi pipa tembaga
sebagai saluran bahan bakar dari pompa ke injector, sepeda
motor bersistem injeksi, buret kapasitas 50 ml, stopwatch,
thermokopel, tachometer, pipa tembaga, selang bahan bakar,
tangki, pompa bahan bakar, peralatan perbengkelan, dynotest,
gas analyser, katup buka tutup, blower, kotak plastik, radiator
coolent. Bahan bakar yang digunakan adalah bensin.
D. Instalasi Penelitian
Instalasi penelitian yang digunakan pada penelitian ini
dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Skema Instalasi
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Setelah data didapatkan, selanjutnya dilakukan proses
perhitungan dari masing-masing data unjuk kerja dan emisi
gas buang dan dibuatkan grafik seperti gambar 2 – 8 :
Torsi
a. Transmisi 1
b. Transmisi 2
c. Transmisi 3
d. Transmisi 4
e. Transmisi 5
Gambar 2. Grafik perbandingan torsi tanpa pemanasan dan dengan pemanasan ditiap putaran mesin pada transmisi 1, 2, 3,4 dan 5.
Daya
a. Transmisi 1
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-92
b. Transmisi 2
c. Transmisi 3
d. Transmisi 4
e. Transmisi 5
Gambar 3. Grafik perbandingan daya tanpa pemanasan dan dengan
pemanasan ditiap putaran mesin pada transmisi 1, 2, 3,4 dan 5.
Laju Konsumsi Bahan Bakar (Fc)
a. Transmisi 1
b. Transmisi 2
c. Transmisi 3
d. Transmisi 4
e. Transmisi 5
Gambar 4. Grafik perbandingan laju konsumsi bahan bakar tanpa
pemanasan dan dengan pemanasan ditiap putaran mesin pada transmisi 1, 2,
3,4 dan 5.
Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Sfc)
a. Transmisi 1
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-93
b. Transmisi 2
c. Transmisi 3
d. Transmisi 4
e. Transmisi 5
Gambar 5. Grafik perbandingan konsumsi bahan bakar spesifik tanpa
pemanasan dan dengan pemanasan ditiap putaran mesin pada transmisi 1, 2,
3,4 dan 5.
Emisi gas CO
a. Transmisi 1
b. Transmisi 2
c. Transmisi 3
d. Transmisi 4
e. Transmisi 5
Gambar 6. Grafik perbandingan emisi gas CO tanpa pemanasan dan
dengan pemanasan ditiap putaran mesin pada transmisi 1, 2, 3,4 dan 5.
Emisi gas HC
a. Transmisi 1
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-94
b. Transmisi 2
c. Transmisi 3
d. Transmisi 4
e. Transmisi 5
Gambar 7. Grafik perbandingan emisi gas HC tanpa pemanasan dan
dengan pemanasan ditiap putaran mesin pada transmisi 1, 2, 3,4 dan 5.
Emisi gas CO2
a. Transmisi 1
b. Transmisi 2
c. Transmisi 3
d. Transmisi 4
e. Transmisi 5
Gambar 8. Grafik perbandingan emisi gas CO2 tanpa pemanasan dan
dengan pemanasan ditiap putaran mesin pada transmisi 1, 2, 3,4 dan 5.
B. Pembahasan
Pada gambar 2 dapat dikatakan bahwa dengan adanya
treatment pemanasan dapat meningkatkan torsi bila
dibandingkan dengan tanpa treatment pemanasan, ini
disebabkan karena dengan melakukan pemanasan, bahan
bakar akan lebih mudah mengikat oksigen. Hasil dari
meningkatnya kualitas pembakaran seiring dengan
meningkatnya temperatur bahan bakar yang masuk kedalam
ruang bakar menghasilkan tekanan dan temperatur yang
tinggi pada awal langkah ekspansi sehingga dapat menekan
torak ke TMB dan akan menghasilkan torsi yang lebih besar
dibandingkan tanpa pemanasan.
Torsi juga dipengaruhi oleh putaran mesin dan transmisi,
dimana semakin meningkat putaran mesin maka semakin
banyak siklus pembakaran yang terjadi sehingga torsi pun
akan meningkat dan akan kembali menurun setelah mencapai
titik maksimumnya pada putaran mesin tertentu. Pada putaran
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-95
mesin rendah semakin meningkat transmisinya maka torsi
yang dihasilkan akan semakin menurun, hal ini disebabkan
putaran piston yang bergerak lambat akibat perbandingan
transmisi yang terlalu berat. Semakin meningkatnya putaran
dan transmisi maka torsi yang dihasilkan akan semakin
meningkat namun peningkatan ini tidak terjadi disetiap
putaran mesin, pada putaran tertentu pada transmisi tertentu
torsi dapat menurun (namun tidak signifikan) akibat rugi-rugi
gesekan yang terjadi pada system dan tidak tercapainya
putaran mesin yang ideal pada transmisi tersebut yang
mengakibatkan gaya yang dihasilkan menurun dan akan
kembali meningkat hingga titik maksimumnya dan akan
kembali menurun yang disebabkan mesin sudah mampu
mengimbangi beban yang diberikan oleh transmisi
Pada gambar 3 dapat dikatakan bahwa dengan adanya
treatment pemanasan dapat meningkatkan daya bila
dibandingkan dengan tanpa treatment pemanasan, ini
disebabkan karena meningkatnya kualitas pembakaran pada
ruang bakar yang mengakibatkan ledakan yang terjadi pada
ruang bakar menjadi lebih besar dan kecepatan ledakan
meningkat, ledakan inilah yang akan menghasilkan daya.
Daya juga dipengaruhi oleh putaran mesin dan transmisi,
dimana semakin meningkat putaran mesin maka daya yang
dihasilkan akan semakin meningkat dan akan mengalami
penurunan setelah melewati titik maksimumnya pada putaran
tertentu. Hal ini disebabkan pada putaran yang semakin
meningkat (tinggi) waktu yang diperlukan untuk membakar
campuran bahan bakar semakin singkat.Pada putaran rendah
semakin tinggi transmisinya maka daya yang dihasilkan
semakin kecil. Namun semakin meningkatnya putaran dan
transmisi maka daya yang dihasilkan akan semakin meningkat
seiring dengan kemampuan mesin mengatasi pembebanan
transmisi pada tiap transmisi.
Pada gambar 4 dapat dikatakan bahwa dengan adanya
treatment pemanasan dapat menurunkan laju konsumsi bahan
bakar bila dibandingkan dengan tanpa treatment pemanasan.
Hal ini disebabkan karena dengan pemanasan bahan bakar,
kemampuan molekul bahan bakar untuk melepaskan diri dari
lingkungannya meningkat yang berakibat luasan bahan bakar
didalam pipa bahan bakar bertambah dan dengan
meningkatnya temperatur bahan bakar maka tekanan didalam
pipa meningkat pula sehingga mengakibatkan bahan bakar
yang kembali kedalam tangki melalui preasure regulator
meningkat, dan dengan pemanasan mengakibatkan massa jenis
bahan bakar semakin rendah yang mengakibatkan kemampuan
bahan bakar untuk mengikat oksigen pada udara semakin
meningkat sehingga pembakaran pada ruang bakar menjadi
semakin sempurna.
Laju konsumsi bahan bakar juga dipengaruhi oleh putaran
mesin dan transmisi dimana semakin tinggi putaran mesin
maka konsumsi bahan bakar meningkat dikarenakan gerakan
piston semakin cepat sehingga waktu yang diperlukan dalam
langkah kompresi dan pembakaran sangat singkat. Pada
putaran rendah, semakin tinggi transmisi maka konsumsi
bahan bakar akan semakin meningkat dikarenakan diperlukan
kemampuan mesin yang besar untuk melawan pembebanan
yang diberikan dan akan kembali menurun pada titik
optimumnya seiring mesin dapat mengatasi pembebanannya.
Pada gambar 5 dapat dikatakan bahwa dengan adanya
treatment pemanasan dapat menurunkan konsumsi bahan
bakar spesifik bila dibandingkan dengan tanpa treatment
pemanasan. Hal ini disebabkan karena dengan proses
pemanasan aktifitas struktur molekul bahan bakar untuk
melepaskan diri dari lingkungannya menjadi molekul-molekul
yang lebih kecil meningkat sehingga dalam pengabutannya
oleh injektor dapat mengikat oksigen lebih baik.
Pada gambar 6 dapat dikatakan bahwa dengan adanya
treatment pemanasan dapat menurunkan kadar gas CO bila
dibandingkan dengan tanpa treatment pemanasan, ini
disebabkan karena bahan bakar yang dipanaskan sebelum
memasuki ruang bakar butirannya akan lebih kecil, sehingga
lebih banyak dapat mengikat oksigen yang akan berdampak
pada campuran yang lebih homogen dan secara tidak langsung
akan berpengaruh terhadap kesempurnaan pembakaran dan
kandungan emisi yang dihasilkan.
Dari gambar 6 juga dapat dikatakan bahwa dari semua
transmisi, kandungan gas CO berbanding terbalik dengan
putaran mesin atau semakin tinggi putaran mesin kandungan
gas CO semakin rendah. Ini disebabkan karena pada putaran
mesin rendah (idle), mesin membutuhkan campuran bahan
bakar-udara yang cukup untuk start awal (membutuhkan AFR
yang kaya) sehingga menghasilkan kadar gas CO yang tinggi.
Bensin adalah senyawa hidrokarbon (HC), jadi setiap HC
yang didapat di emisi gas kendaraan menunjukkan adanya
bensin yang tidak terbakar dan terbuang bersama sisa
pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon terbakar
sempurna (bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi
pembakaran tersebut adalah karbondioksida (CO2) dan air
(H2O). Walaupun rasio antara udara dan bensin (AFR=Air-to-
Fuel-Ratio) sudah tepat dan didukung oleh desain ruang bakar
mesin yang sudah mendekati ideal, tetapi tetap saja sebagian
dari bensin yang tidak terbakar saat terjadi proses pembakaran
akan menyebabkan emisi HC cukup tinggi pada ujung knalpot.
Ada beberapa kemungkinan penyebabnya yaitu, AFR yang
tidak tepat (terlalu kaya) atau bahan bakar tidak terbakar
dengan sempurna di ruang bakar. Ini bisa disebabkan antara
lain kebocoran fuel pressure regulator, setelan ECU tidak
tepat, filter udara yang tersumbat, sensor temperatur mesin
yang tidak normal dan sebagainya yang dapat membuat AFR
terlalu kaya. Injector yang kotor atau fuel pressure yang
terlalu rendah dapat membuat butiran bensin menjadi terlalu
besar untuk terbakar dengan sempurna dan ini juga akan
membuat emisi gas HC menjadi tinggi.
Pada gambar 7 dapat dikatakan bahwa dengan adanya
treatment pemanasan dapat menurunkan kadar gas HC bila
dibandingkan dengan tanpa treatment pemanasan, ini
disebabkan karena bahan bakar yang dipanaskan sebelum
memasuki ruang bakar butirannya akan lebih kecil, sehingga
lebih banyak dapat mengikat oksigen yang akan berdampak
pada campuran yang lebih homogen dan secara tidak langsung
akan berpengaruh terhadap kesempurnaan pembakaran dan
kandungan emisi yang dihasilkan.Dari gambar 7 diatas dapat
juga dikatakan bahwa dari semua transmisi, kandungan gas
HC berbanding terbalik dengan putaran mesin atau semakin
tinggi putaran mesin kandungan gas HC semakin rendah. Ini
disebabkan karena pada putaran mesin rendah (idle),
kecepatan aliran juga rendah sehingga campuran udara-bahan
bakar kurang sempurna. Disamping itu pada putaran mesin
rendah mesin membutuhkan campuran bahan bakar-udara
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-96
yang cukup untuk start awal (membutuhkan AFR yang kaya)
sehingga menghasilkan kadar gas HC yang tinggi.
Kandungan gas CO2 merupakan parameter yangi dapat
digunakan untuk mengetahui sempurna tidaknya pembakaran
yang terjadi pada ruang bakar. Bila kandungan gas CO2 tinggi
maka pembakaran yang terjadi diruang bakar sudah mendekati
sempurna, begitu juga sebaliknya. Pada gambar 8 dapat
dikatakan bahwa dengan adanya treatment pemanasan dapat
menaikan kadar gas CO2 bila dibandingkan dengan tanpa
treatment pemanasan, ini disebabkan karena bahan bakar yang
dipanaskan sebelum memasuki ruang bakar butirannya akan
lebih kecil, sehingga lebih banyak dapat mengikat oksigen
yang akan berdampak pada campuran yang lebih homogen
dan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap
kesempurnaan pembakaran dan kandungan emisi yang
dihasilkan. Dari gambar 8 diatas juga dapat dikatakan bahwa
dari semua transmisi, kandungan gas CO2 berbanding lurus
dengan putaran mesin atau semakin tinggi putaran mesin
kandungan gas CO2 semakin tinggi. Ini disebabkan karena
pada putaran mesin tinggi, kecepatan aliran juga tinggi
sehingga campuran udara-bahan bakar menjadi sempurna.
IV. SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut, dengan diberikannya treatment
pemanasan pada bahan bakar unjuk kerja mesin yaitu torsi dan daya
meningkat, sedangkan laju konsumsi bahan bakar dan konsumsi
bahan bakar spesifik menurun. Emisi gas buang seperti gas CO dan
HC menurun sedangkan gas CO2 mengalami peningkatan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Arends. BPM, H. Berenschot, (1980), Motor Bensin, Erlangga, Jakarta. [2] Anonim, Unit Pelaksana Teknis Pelatihan Kerja Mojokerto 2009
[3] Anonim, 1995.New Step 1.Jakarta : PT. Toyota Astra Motor
[4] Fessenden. 1991. Kimia OrganikJilid 1. Jakarta :Erlangga. [5] G. Haryono, (1984), Uraian Praktis Mengenal Motor Bakar, Aneka
ilmu, Semarang.
[6] http://www.pertamina.com/pertamina.php?
[7] Obert, Edward F, (1968), Internal Combustion Engine And Air
Pollution. [8] Pudjanarsa Astu, Nursuhud Djati (2006), “Mesin Konversi Energi”,
ANDI Yogyakarta.
[9] Pusat Peneliti Lingkungan Hidup (PPLH), 2010, Hasil Pengukuran
Kualitas Udara Ambien pada Bulan Juli s/d Agustus tahun 2009 –
2010. [10] Suyanto, Wardana. 1989, Teori Motor Bensin, Jakarta: DEPDIKBUD.
[11] Soenarta, Nakula & Shoici Purunama.1995. Motor Serba Guna. Jakarta : PT. Pradnya Paramita
[12] Standar Nasional Indonesia, 2005, Emisi Gas Buang-Sumber
Bergerak. [13] Tenaya, 2007, Pengaruh Pemanasan Campuran Bahan Bakar Gas-
Udara Terhadap Kecepatan Rambat Api Premixed Pada Ruang
Bakar Model Helle-Shaw Cell. Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Udayana.
[14] V. Ganesan, (2004), Internal Combustion Engine Second Edition.
[15] Wijaya Kusuma, 2002, “Alat Penurun Emisi Gas Buang Pada Motor,
Mobil, Motor Tempel Dan Mesin Pembakaran Tak Bergerak”.
Teknik Mesin Universitas Udayana.
[16] Yeliana, 2003, Diktat Bahan Bakar dan Teknik Pembakaran Bahan
Bakar, Teknik Mesin Universitas Udayana.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem Manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-97
Penggunaan Agregat Batu Gampingpada Campuran Aspal Beton AC - WC
Elsa Eka PutriStaf Pengajar Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik - Universitas AndalasPadang, Indonesia
AlfathoniMahasiswa Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas AndalasPadang, Indonesia
Abstrak — Agregat merupakan komponen utama dalam perkerasanjalan, yang berkisar antara 90% - 95% dari total berat campuranperkerasan. Pada umumnya agregat berasal dari batuan sungai, yangmerupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Mencarialternatif agregat untuk bisa dijadikan sebagai agregat perkerasanjalan adalah sangat penting untuk menjaga ketersediaan bahanperkerasan. Batuan Gamping diteliti sebagai alternatif bahanperkerasan untuk mengetahui kesesuaiannya sebagai bahanperkerasan. Batuan ini berasal dari perbukitan yang berlokasididaerah Kamang Mudiak, Kabupaten Agam. Dari hasil penelitianmenunjukan bahwa penggunaan batu gamping dalam campuranAsphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC) mempunyai nilaiMarshall yang tinggi yaitu 1080 kg dibanding penggunaan batu pecahsebagai agregat, dan apabila batu Gamping ini dicampur dengan batupecah stabilitasnya akan bertambah naik lagi menjadi 1200 kg padakadar aspal 5.5%.
Kata Kunci : Batu Gamping, Nilai Parameter Marshall, AsphaltConcrete – Wearing Course (AC-WC)
I.PENDAHULUAN
Penggunaan agregat sebagai material perkerasan harusmemenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalamperencanaan perkerasan. Baik itu syarat kekakuan maupunkeawetan. Tetapi karena kebutuhan agregat ini selalumeningkat seiring bertambahnya kebutuhan akanpembangunan jalan, maka usaha untuk mencari agregatalternatif selalu diupayakan. Sumber utama agregat pada saatini adalah batuan dari sungai yang memiliki persentasekeausan tidak lebih dari 30% dari total agregat (SNI 03-2417-1991). Hal ini membuat agregat sungai lebih banyakdigunakan sebagai bahan perkerasan jalan yang mempunyaikeausan rendah. Tapi sumber batuan dari sungai inimerupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.Maka diupayakan mencari agregat alternatif yang diharapkandapat menambah sumber agregat selain dari sungai yangterbatas jumlahnya.
Salah satu lokasi sumber agregat yang diteliti kualitasnyaadalah batuan yang berasal dari perbukitan di KanagarianKamang Mudik, Kecamatan Kamang Magek, KabupatenAgam. Batuan ini berupa batu Gamping yang membentukbukit. Pada saat ini batuan ini ditambang dalam bentuk
bongkahan. Setelah melalui proses crushing, grinding danmilling, hasilnya berupa kapur pertanian (Kaptan), kapur tohor(CaO), pupuk dolomit atau batu kapur (CaCO3) yangdigunakan sebagai pupuk.
Perbukitan di daerah Kamang Mudiak ini merupakan bagiandari bukit barisan dimana sebagian besar merupakan batuanGamping. Untuk itu penelitian tentang kesesuaian batu inisebagai perkerasan jalan sangat penting untuk mencari agregatalternatif sebagai material dalam campuran perkerasan jalan.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaianbatuan dari perbukitan daerah Kamang Bukittinggi sebagaiagregat dalam perkerasan jalan. Mengidentifikasi kadar aspaldari variasi campuran yang menghasilkan nilai stabilitasperkerasan yang tinggi, sehingga batuan Gamping ini bisadipakai sebagai agregat alternatif pada campuran perkerasanjalan.
Batasan Masalah
Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi:1) Penelitian ini hanya terbatas skala laboratorium.2) Pengujian campuran aspal terdiri atas agregat kasar dan
agregat halus. Sebagai bahan pengikat digunakan aspaldengan penetrasi 60/70.
3) Agregat yang digunakan adalah batuan Gamping yangberasal dari perbukitan
4) Agregat pembanding adalah batuan standar yang berupabatu pecah yang berasal dari sungai
5) Pengujian campuran perkerasan jalan denganmenggunakan alat Marshall test untuk mengetahui nilaistabilitas perkerasan
II. TINJAUAN PUSTAKA
Agregat
Agregat yang digunakan sebagai campuran aspal berupabutiran atau pecahan-pecahan batu yang menempati bagianpada struktur perkerasan jalan. Agregat ini berupa agregatkasar, sedang, dan halus dan komposisi mineral lainnya, baikdari hasil alam (natural agregat), hasil pengolahan(manufacture agregat), maupun agregat batuan (synthetic
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem Manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-98
agregat) yang digunakan sebagai bahan penyusun utamaperkerasan jalan (Sukirman, 1992).
Sumber utama agregat adalah dari batuan sungai, yangmerupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.Dengan pemakaian yang terus meningkat seiring denganmeningkatnya pembangunan jalan, membuat ketersediaanagregat dari sungai tersebut akan segera menipis. Untuk ituupaya pencarian agregat alternatif untuk memenuhi kebutuhanmaterial perkerasan jalan menjadi sangat penting. Salah satuagregat alternatif yang diteliti kesesuaiannya sebagai bahanperkerasan adalah batuan yang berasal dari perbukitan yangberlokasi didaerah Kamang Mudiak, Kabupaten Agam.Perbukitan di daerah Kamang Mudiak ini merupakan bagiandari bukit barisan. Batuan dari daerah ini banyak digunakansebagai pupuk dengan menghaluskannya terlebih dahulu yangberguna untuk menetralkan pH tanah (Khalil dan Anwar,2005). Batuan ini dikenal dengan nama batu Gamping yangsebagian besar dikandung oleh perbukitan ini. Penelitiantentang kesesuaian batuan ini sebagai perkerasan jalan sebagaisumber alternatif agregat dalam campuran perkerasan jalandiharapkan menambah daya guna batuan ini
Batu Gamping
Pemanfaatan batu Gamping ini belum digunakan secara luasuntuk material agregat perkerasan jalan, padahal SumateraBarat merupakan salah satu propinsi yang memilikipegunungan yang merupakan batu Gamping.
Keberadaan batu Gamping ini sangat banyak di SumateraBarat yaitu di daerah Kamang Mudik, Kabupaten Agam. Luassebaran sekitar 2.900 Ha yang terdiri dari marmeran dandolomitan dengan ketinggian rata-rata 30 m, sehingga sumber
dayanya kira-kira 870.000.000 m3. Di daerah Palupuh,
keadaannya tidak jauh berbeda dengan batu gamping yangterdapat di daerah Kamang Mudik, yaitu sebagian dariendapan batu gampingnya mengandung dolomit, dan batugamping kristalin (kalsit). Penyebarannya diperkirakanmencapai 1.500 Ha, dengan ketebalan rata-rata 30 m, maka
sumber daya hipotetiknya sehingga 450.000.000 m3
(Sjahril,2002).
Gambar 1. Batu Gamping perbukitan Kamang
Batu gamping yang berasal dari perbukitan di daerah Kamang,Kabupaten Agam sudah digunakan sebagai pupuk dolomituntuk menaikkan pH tanah masam dan sebagai sumbermagnesium (Khalil dan Anwar, 2005). Batuan ini dipecah dan
dihaluskan kemudian dikemas oleh beberapa perusahaanpengusaha pupuk dolomit.
Penggunaan Batu Gamping sebagai perkerasan jalan rayamasih sangat terbatas, yang mungkin disebabkan oleh nilaikeausannya yang cukup tinggi.
Batu Gamping ini ketersediaannya cukup banyak,dilaksanakanlah pengujian Batu Gamping sebagai materialjalan, sehingga diharapkan Batu Gamping ini dapat dijadikansebagai alternatif bahan perkerasan dikarenakanketersediaannya yang masih berlimpah, daripada digunakanhanya sebagai pupuk tanaman.
Dari pemeriksaan di laboratorium, maka Berat Jenis BatuGamping dan Batu Pecah yang digunakan dalam penelitian inidapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Spesifikasi Agregat
No Uraian Pemeriksaan JenisBatuPecah
Batu Putih
1. Pemeriksaan BeratJenis,
Agg KasarAgg Halus
2,4962,467
2,6412,244
2. PenyerapanAgg KasarAgg Halus
1,88%4,471%
0,348%5,197%
3. Berat Volume
penggoyangan1,518
Kg/dm³1,631
Kg/dm³
penusukan1,474
Kg/dm³1,587
Kg/dm³
Berat Isi Lepas1,336
Kg/dm³1,448
Kg/dm³4. Kelekatan Agregat terhadap Aspal 95 % 98 %
5. Pemeriksaan Keausan dengan Mesin LosAngeles
22,28 % 48,86 %
AspalKlasifikasi aspal yang digunakan dalam penelitian inimempunyai klasifikasi seperti yang terdapat pada Tabel 2.
Tabel 2. Spesifikasi Aspal
Jenis Pemeriksaan Nilai Pemeriksaan
1. Penetrasia. Tanpa kehilangan beratb. Kehilangan berat
66,5 (0.1 mm)63,9 (0.1 mm)
2. Kehilangan Berat Aspal 0,179 %
3. Titik Nyala dan Titik Bakar 258 °C dan 297 °C
4. Pemeriksaan Daktilitas > 1100 mm
5. Berat Jenis 1,0395
6. Kelekatan Aspal terhadap Agregat 98 %
7. Titik Lembek Aspal 55 oC
Pada Tabel 2, terlihat nilai penetrasi aspalnya berada dalamrentang 60-70 maka aspal yang digunakan merupakan aspalkeras yang mempunyai penetrasi 60/70. Nilai dari kehilanganberatnya hanya 0.179% dan daktilitasnya lebih dari 1100mm,
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem Manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-99
ini menggambarkan jenis aspal yang digunakan pada iniberkualitas bagus.
Asphalt Concrete - Wearing Course (AC-WC)
Merupakan lapisan aus yaitu lapisan yang berhubunganlangsung dengan beban kendaraan dan bukan lapisanstruktural yang memikul beban kendaraan. Lapisan ini haruskedap air dan tahan terhadap cuaca.
Gradasi butiran agregat yang digunakan untuk pembentukcampuran AC-WC ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Gradasi agregat Asphalt Concrete – Wearing Course
No.Saringan
LolosSaringan (%)
Ideal (%)
3/4" 100 100
1/2" 90-100 95
3/8" 72-90 81
#4 43-63 53
#8 28-39.1 33.55
#16 19-25.6 22.3
#30 13-19.1 16.05
#50 9-15,5 12.25
#100 6-13 9.5
#200 4-10 7
Pan 0-6 0
Sumber: Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas DenganPendekatan Kepadatan Mutlak (1999)
Agregat yang berupa batu pecah yang digunakan sebagaipembanding dan batu gamping dipersiapkan sesuai dengangradasi butiran yang terdapat pada Tabel 3. Agregat yangtertahan saringan #4 adalah Agregat Kasar, agregat yangtertahan saringan #200 adalah Agregat Sedang, sedangkanyang lolos saringan #200 adalah Agregat Halus atau filler.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja batuanGamping sebagai material pada campuran perkerasan jalansebagai agregat alternatif. Kinerja Batu Gamping diuji dilaboratorium dengan benda uji Marshall sesuai dengan standarSNI 06-2489-1991.
Batu Gamping ini diteliti kesesuaiannya pada perkerasandalam bentuk agregat kasar dan agregat sedang padakeseluruhan variasi campuran. Spesifikasi yang digunakanadalah Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC) GradasiHalus, dimana kadar aspalnya ditentukan dengan melakukananalisa saringan.
Dalam penelitian ini campuran perkerasan divariasikanmenjadi 3 yaitu:
[1] Campuran agregat Kasar, Sedang dan Haluskeseluruhannya berupa batu Gamping.Campuran ini menggunakan Agregat batu putih perbukitanyang berasal dari nagari Kamang, Bukittinggi sebagai agregatkasar, sedang, halus, dan aspal Minyak sebagai bahanpengikatnya.
[2] Campuran Agregat Kasar, Sedang dan Halus yangkeseluruhannya berupa batu Pecah.Campuran ini menggunakan agregat dari batu sungai yangbersumber dari sungai Padang Ganting, Batusangkar. Agregatkasarnya yaitu hasil pecahan stone crusher ukuran 1-2 cm,agregat sedang ukuran 0,5-1 cm, agregat halus ukuran abubatu dan aspal sebagai bahan pengikat.
[3] Campuran Agregat Kasar dan Sedang berupa BatuGamping sedangkan Agregat Halus berupa batu Pecah.Campuran ini menggunakan agregat batu perbukitan sebagaiAgregat Kasar dan Sedang, abu batu sungai sebagai AgregatHalus, dan Aspal dengan penetrasi 60/70 sebagai bahanpengikatnya.
Pada variasi yang ketiga ini menggunakan kedua macam jenisbatuan ini, yaitu batu pecah sebagai agregat halusnyasedangkan Agregat Kasar dan Agregat Sedangnya adalah BatuGamping. Pemilihan variasi ini dikarenakan ketersediaanmaterial yang diinginkan tidak sukar. Dimana Batu Pecahmemang tersedia sebagai agregat halus, sedangkan batugamping pada umumnya berukuran kasar dan sedang.Sehingga apabila campuran ini menghasilkan komposisiterbaik, maka akan lebih mudah dan ekonomis dalampenyediaannya.
Pada masing-masing campuran agregat tersebut dicampurdengan 5 variasi kadar aspal, yang mana masing-masingvariasi tersebut memiliki 3 buah sampel. Pada masing-masingvariasi akan ditentukan berapa kadar aspal yang optimumyang menghasilkan stabilitas maksimum. Stabilitas adalahkemampuan suatu lapisan menerima beban lalu lintas tanpadisertai perubahan bentuk tetap yang terjadi dari hasil gesekanantar butir agregat, susunan agregat yang saling mengunci(interlocking) dan daya ikat aspal yang baik. Selanjutnyastabilitas maksimum yang dihasilkan pada masing-masingvariasi dibandingkan, dan dianalisa.
IV. PEMERIKSAAN MATERIAL DI LABORATORIUM
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa karakteristikagregat dan aspal yang akan dipergunakan sebagai campuranperkerasan jalan. Pemeriksaan agregat seperti analisa saringan,berat jenis dan penyerapan berguna untuk mengetahui kadaraspal teoritis. Kemudian pemeriksanaan kelekatan agregatterhadap aspal diperlukan untuk mengetahui apakah agregattersebut bisa terselimuti aspal dengan baik dan dilanjutkandengan pemeriksaan keausan agregat dengan Mesin LosAngeles. Pemeriksaan keausan ini bertujuan untuk memeriksadaya tahan agregat terhadap beban mekanis.Pemeriksaanagregat ini dilakukan terhadap kedua jenis batuan ini.Pemeriksaan Aspal
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem Manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-100
Pemeriksaan penetrasi aspal adalah untuk mengetahui angkapenetrasi aspal yang digunakan. Karena nilai penetrasi iniberpengaruh pada pemilihan aspal pada iklim atau temperaturyang bisa dialami oleh permukaan perkerasan tersebut. Padaiklim tropis penetrasi aspal yang biasa digunakan adalahpenetrasi 50/60 dan 60/70. Pemeriksaan titik nyala dan titikbakar aspal juga diperlukan untuk mengetahui berapa suhumaksimum aspal yang menyebabkan aspal tersebut mulaiterbakar dan berpengaruh pada suhu pencampuran. Beberapapemeriksaan standar yang dilakukan adalah pemeriksaan titiklembek, pemeriksaan kehilangan berat aspal, pemeriksaandaktilitas, pemeriksaan berat jenis aspal dan pemeriksaankelekatan aspal terhadap agregat yang diperlukan untukmengetahui kinerja dari aspal yang digunakan.
Kadar Aspal Teoritis
Dalam penelitian ini kadar aspal pendahuluan atau teoritisditentukan dengan menggunakan metode Luas Permukaanyang harga faktor luas permukaannya berdasarkan AsphaltInstitute (1971).
Pengujian Kelayakan Campuran dengan Marshall TestBerdasarkan ketentuan Marshall, perencanaan suatu campuranaspal harus memenuhi beberapa syarat dibawah ini :1. Cukup jumlah aspal untuk menjamin keawetan.2. Cukup stabil sehingga dapat menerima beban lalu lintas
tanpa mengalami perubahan bentuk.3. Cukup rongga dalam campuran untuk memungkinkan
pemadatan tambahan dan akibat pembebanan lalu lintas.4. Cukup lentur sehingga memungkinkan perubahan bentuk
tanpa terjadi keretakan.
Parameter MarshallMenurut Marshall, kondisi yang sesuai dengan persyaratancampuran perkerasan hanya akan terjadi pada kondisi kadaraspal optimum. Standar yang disyaratkan untuk lapisan AC-WC seperti yang terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4. Spesifikasi Perkerasan AC-WC
Parameter SpesifikasiStabilitas >800 kgKelelehan ± 3mm
Rongga dalam campuran 3.5% - 5%Rongga antar Agregat ± 15% total campuran
Marshall Quotient >250 kg/mmSumber: Sukirman, 2003
Untuk jenis lapis perkerasan AC-WC disyaratkan stabilitasperkerasan harus lebih besar dari 800 kg. Stabilitas lapisanperkerasan jalan adalah kemampuan lapisan perkerasanmenerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentukyang tetap, seperti gelombang, alur ataupun bleeding. Bataskelelehan haruslah berada dikisaran 3 mm sehingga perubahanbentuk yang terjadi pada campuran akibat adanya pembebanantidak terlalu besar. Rongga dalam campuran adalah ruangudara yang terjadi diantara partikel agregat yang telahterselubungi aspal dalam campuran yang telah dipadatkan.
Rongga ini dinyatakan dalam persen terhadap volumecampuran total. Untuk jenis lapis perkerasan AC-WC, ronggadalam campuran yang diharapkan berkisar antara 3,5% sampai5%.
Rongga antar mineral agregat adalah rongga udara yang adadiantara partikel agregat dalam campuran yang sudahdipadatkan, termasuk ruang yang terisi. Dengan kata lainrongga antar mineral agregat merupakan ruang yang tersediauntuk menampung volume efektif aspal dan rongga udarayang diperlukan dalam campuran yang dinyatakan dalam %terhadap volume total benda uji.
Untuk campuran AC-WC disyaratkan rongga antar agregatsedikitnya 15% dari volume campuran total.
Angka Marshall Quotient adalah hasil bagi stabilitas dankelelehan. MQ merupakan indikator kelenturan yang potensialterhadap keretakan, yang dinyatakan dalam kg/mm. Untukjenis lapis perkerasan AC-WC, MQ yang diisyaratkan untukcampuran ini adalah diatas 250 kg/mm.
V. ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pemeriksaan Agregat dilaboratorium meliputi pemeriksaananalisa saringan, pemeriksaan berat jenis dan penyerapanagregat, pemeriksaan berat volume, keausan agregat denganmesin Los Angeles, pemeriksaan kelekatan agregat terhadapaspal. Adapun hasil pemeriksaan agregat tersebut terdapatpada Tabel 1.
Pemeriksaan aspal di laboratorium meliputi pemeriksaan beratjenis aspal, pemeriksaan penetrasi aspal, titik nyala dan titikbakar aspal, kehilangan berat aspal, daktalitas, titik lembekaspal dan kelekatan aspal terhadap batuan. Hasil pemeriksaanaspal tersebut terdapat pada Tabel 2.
Analisis Hubungan Parameter MarshallLapisan perkerasan AC-WC yang diteliti menggunakan variasicampuran agregat sebagai berikut,- Variasi 1 = Agregat Kasar + Agregat Sedang + Agregat
Halus merupakan Batu Pecah,
- Variasi 2 = Agregat Kasar + Agregat Sedang + AgregatHalus merupakan Batu Gamping
- Variasi 3 = Agregat Kasar + Agregat Sedang adalahagregat Batu Gamping, dan Agregat Halus merupakanBatu Pecah.
Dari variasi tersebut dibuat benda uji untuk dilakukanpengujian Marshall. Jumlah total benda uji adalah 45 buah.Masing-masing variasi berjumlah 15 sampel.
Kemudian dilakukan pengujian. Keseluruhan variasidibandingkan dan di analisa. Selanjutnya dilihat kinerjapenggunaan Batu Gamping ini sebagai material alternatifuntuk perkerasan jalan.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem Manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-101
Stabilitas
Hasil pengujian stabilitas dari masing-masing variasi campuranperkerasan yang dilakukan pengujiannya di laboratoriumJurusan Teknik Sipil Universitas Andalas dapat dilihat padaGambar 2.
Gambar 2. Stabilitas vs Kadar Aspal Campuran
Gambar 2, menunjukkan bahwa nilai stabilitas yang palingbaik diperoleh oleh perkerasan dengan agregat berupacampuran Batu Gamping dengan Batu Pecah. Perkerasandengan menggunakan agregat bersumber dari Batu Gampingsaja tidak memiliki nilai stabilitas yang cukup tinggi. Setiappenambahan kadar aspal nilai stabilitasnya menjadi semakinmenurun.
Sedangkan jika perkerasan itu materialnya berupa agregat batuPecah saja mempunyai nilai stabilitas diantara 800kg sampai900 kg. Tapi nilai stabilitas batu Pecah saja masih dibawahstabilitas perkerasan yang terdiri dari campuran Batu Gampingdan Batu Pecah.
KelelehanHasil pengujian kelelehan pada campuran perkerasan untuksemua variasi campuran dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kelelehan vs Kadar Aspal CampuranDari Gambar 3 ini kita dapat melihat bahwa hampir semuavariasi campuran masuk ke dalam spesifikasi yang disarankanyaitu lebih kurang 3 mm.
Kelelehan yang paling besar terdapat pada perkerasan denganBatu Gamping saja, diikuti oleh perkerasan yangmenggunakan campuran Batu Gamping dan Batu Pecah,berikutnya perkerasan yang menggunakan Batu Pecah.Perkerasan yang menggunakan batu Pecah saja mengalamikelelehan yang paling sedikit. Dari kesemua variasi tersebutnilai kelelehannya yang mendekati 3 mm terdapat padaperkerasan yang terdiri dari Agregat Batu Gamping danAgregat Batu Pecah.
Rongga Udara pada Campuran (Void in Mix/VIM)Hasil Pengujian rongga udara dalam campuran dapat dilihatpada Gambar 4. Rongga udara ini diperlukan untuk kondisipemadatan perkerasan yang akan terjadi selanjutnya karenabeban yang diterima perkerasan selama masa pelayanan.Standar nilai rongga udara yang harus ada dalam perkerandiantara 3,5% sampai 5%.
Gambar 4 Void In Mix vs Kadar Aspal Campuran
Dari Gambar 4. terlihat bahwa tidak semua nilai VIM untuksemua variasi campuran yang memenuhi spesifikasi. Hanyacampuran Batu Pecah + Batu Gamping dan Batu Pecah sajayang memenuhi spesifikasi nilai VIM yaitu pada rentang kadaraspal 5,7%-6,8%.
Nilai VIM ini juga merupakan indikator dari durabilitas,dimana jika rongga antar campurannya yang terlalu besar akanmengakibatkan perkerasan aspal berkurang kekedapan airnya,sehingga berakibat meningkatnya proses oksidasi aspal danmempercepat penuaan aspal dan menurunkan sifat durabilitasaspal. VIM yang terlalu kecil akan mengakibatkan perkerasanmengalami bleeding jika temperatur meningkat karena ketidaktersedianya rongga udara untuk perkerasan menjadi lebih padatlagi akibat beban lalu lintas yang akan dialami perkerasan padamasa pelayanan.
Marshall Quotient (MQ)Marshall Quotient dipengaruhi oleh nilai stabillitas dankelelehan karena merupakan ratio antara nilai stabilitas dengankelelehan dari campuran perkerasan. Semakin tinggi nilaiMarshall Quotient maka semakin tahan campuran perkerasantahan terhadap terjadinya keretakan akibat beban lalu lintas.
Nilai Marshall Quotient untuk semua variasi campuranperkerasan yaitu Batu Gamping, Batu Pecah dan campuran
400
500
600
700
800
900
1000
1100
1200
1300
1400
4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50 8.00 8.50 9.00 9.50
Kadar aspal (%)
Stab
ilita
s(Kg
)
Batu Gamping+Batu Pecah
Batu Gamping
Batu Pecah
0
3
6
9
12
15
4.50 5.50 6.50 7.50 8.50 9.50
Kadar aspal (%)
Kel
eleh
an (
mm
)
Batu Gamping
Batu Pecah
Batu Gamping+Batu Pecah
0
1
2
3
4
5
6
7
4.50 5.50 6.50 7.50 8.50 9.50Kadar aspal (%)
VIM
(%)
Batu PecahBatu Gamping+Batu Pecah
Batu Gamping
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem Manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-102
Batu Gamping + Batu Pecah ditampilkan pada Gambar 5 yangmemperlihatkan kecenderungan dari hasil MQ untuk semuavariasi campuran tersebut.
Gambar 5. Marshall Quotient vs Kadar Aspal Campuran
Dari Gambar 5 terlihat bahwa nilai Marshall Quotientnyatidak semua variasi campuran masuk dalam spesifikasi dariBina Marga, yaitu 200-350 kg/mm.
Nilai MQ yang paling tinggi terlihat pada campuran BatuPecah saja. Sedangkan campuran agregat Batu Gamping danBatu Pecah terdapat 2 komposisi kadar aspal yang masukbatas spesifikasi, yaitu 5% dan 6%. Sedangkan variasi 3 yaituperkerasan dengan Batu Gamping saja memiliki nilai MQyang dibawah standar spesifikasi.
Void in the Mineral Agregat (VMA)Nilai VMA atau jumlah rongga diantara butir agregat juga ikutmenentukan kualitas campuran perkerasan jalan. Nilaiminimum rongga antar butir agregat ini adalah 15%.Kecenderungan nilai VMA untuk semua jenis variasicampuran perkerasan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. VMA vs Kadar Aspal CampuranPada Gambar 6 terlihat bahwa campuran perkerasan BatuGamping + Batu Pecah dan Batu Pecah saja memenuhispesifikasi nilai VMA yang disyaratkan. Sedangkanperkerasan yang menggunakan Batu Gamping saja tidaksemua kadar aspalnya memenuhi spesifikasi nilai VMA.
Dimana kadar aspal kurang dari 6,4% memiliki nilai VMAkecil dari 15 %.
Kadar Aspal Optimum
Kadar Aspal optimum adalah kadar aspal yang menghasilkanstabilitas perkerasan yang maksimum dan parameter Marshalllainnya adalah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Nilai kadar aspal optimum yang diperoleh untuk campuranBatu Gamping saja adalah 5.7% dimana stabilitas yangdihasilkan adalah 1080 kg.
Untuk perkerasan yang menggunakan Batu Pecah sajamempunyai kadar aspal optimum adalah 7.5% dimanastabilitas maksimumnya 900 kg.
Tetapi apabila perkerasan AC-WC ini dibentuk oleh dua jenismaterial yaitu Batu Gamping untuk agregat Kasar dan AgregatSedang, dan Agregat Halusnya adalah Batu Pecah makastabilitas yang dihasilkan menjadi lebih tinggi disbandingkandengan kedua variasi campuran yang lainnya. AC-WC denganBatu Gamping dan Batu Pecah menghasilkan stabilitasmaksimum sebesar 1200 kg pada kadar aspal 5.5%.
Jadi penggunaan Batu Gamping sebagai alternatif materialuntuk perkerasan AC-WC mempunyai nilai stabilitasmaksimum yang tinggi jika dicampur dengan Batu Pecahsebagai agregat Halus. Stabilitas yang dihasilkannya bisamelebihi perkerasan yang menggunakan Batu Pecah saja yangmerupakan agregat yang umum digunakan untuk materialperkerasan jalan.
VI.KESIMPULAN
Penggunaan Batu Gamping pada perkerasan lentur denganspesifikasi campuran Asphalt Concrete – Wearing Course(AC-WC) gradasi halus mempunyai nilai Parameter Marshallyang rendah dari nilai Parameter Marshall campuranpembandingnya yang berupa Batu Pecah.
Tetapi jika penggunaan agregat Batu Gamping ini dicampurdengan Batu Pecah, yaitu Agregat Kasar, dan Sedang adalahBatu Gamping sedangkan abu batunya dari Batu Pecahsebagai agregat halusnya mendapatkan nilai stabilitas yangpaling tinggi yaitu 1200 kg dengan kadar aspal 5.5%.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Departemen Pekerjaan Umum, Petunjuk Pelaksanaan Lapis AspalBeton (LASTON) untuk Jalan Raya, Badan Penerbit PekerjaanUmum, Jakarta, 1987.
[2] Khalil dan S. Anwar, “ Studi Komposisi Mineral Tepung BatuBukit Kamang sebagai Bahan Baku Pakan Sumber Mineral,”Media Peternakan, April 2007, hlm. 18-25 Vol. 30 No. 1, ISSN0126-0472
[3] Sjahril, A. Zainith, A. F. Yusuf, J. Bakara, D. Kusnadi, 2002,”Inventarisasi Dan Evaluasi Mineral Non Logam di KabupatenAgam dan Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat, KolokiumDirektorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, (DIM) TA. 2002
[4] SNI 06-2489-1991; Standar Pengujian Marshall
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
4.50 5.50 6.50 7.50 8.50 9.50
Mar
shal
l Quo
tient
(%)
Kadar aspal (%)
Batu Gamping+Batu Pecah
Batu Gamping
Batu Pecah
11
13
15
17
19
21
23
4.50 5.50 6.50 7.50 8.50 9.50
Kadar aspal (%)
VMA
(%)
Batu Gamping
Batu Pecah
Batu Gamping+Batu Pecah
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem Manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-103
[5] SNI 03-2417-1991: Standar pengujian keausan denganmenggunakan mesin Los Angeles
[6] Sukirman, Silvia, Beton Aspal Campuran Panas, Granit, Jakarta,2003.
[7] Sukirman,Silvia, Perkerasan Lentur Jalan Raya, NOVA, Bandung,1992.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-104
Pemilihan Serat Alami Untuk Penguat Tabung GasAlam (CNG)
Dedi Lazuardi, Agus SentanaProgram Studi Teknik Mesin
Universitas Pasundan (UNPAS)Bandung, Indonesia
[email protected]; [email protected]
Abstract—Salah satu issu penghematan bahan bakaradalah konversi penggunaan BBM ke BBG, yang salah satuprimadonanya adalah gas alam (Natural Gas). Permasalahanyang timbul adalah pada tabung gasnya terutama untuk gas alamiterkompresi (CNG, Compression Natural Gas). Karena tekanankerja gas alam jauh lebih tinggi daripada tekanan kerja LPG,maka kita membutuhkan tabung yang lebih tebal, artinya tabungang lebih berat. Dengan massa tabung yang lebih tinggi, makaakan kurang menguntungkan dari sisi transportasi. Salah satucara yang digunakan untuk memecahkan masalah bobot tabung,adalah menggunakan tabung COPV (Composite Overwrap PressureVessel), yaitu tabung yang dibungkus oleh komposit. Tabung jenisini terdiri dari dua bagian utama, yang pertama, yaitu tabunglogam bagian dalam yang biasa disebut liner yang berfungsisebagai kedap udara untuk mencegah kebocoran dan menahansebagian kecil beban dari tekanan gas. Yang kedua, kompositpembungkus, bagian ini mempunyai peran utama sebagaipenahan beban akibat tekanan gas. Karena komposit memilikiperbandingan antara kekuatan dengan densitinya tinggi sehinggadiharapkan bobot tabung keseluruhan menjadi rendah. Indonesiamemiliki sumber serat alami yang berlimpah, di sini dicoba dipilihserat alami yang paling menguntungkan untuk digunakan sebagaiserat komposit untuk COPV. Dari hasil karakterisasi beberapaserat alami yang pernah dilakukan serta pengujian kembalibeberapa serat, kita memiliki beberapa kandidat serat alami.Beberapa serat alami yang menjadi kandidat antara lain seratijuk, kelapa, tangkai padi dan nanas. Dengan menggunakanmetoda pembobotan, antara kekuatan, densiti dan harga, sertasimulasi kebutuhan serat untuk sebuah tabung. Dari hasil simulasidan pemilihan berdasarkan pembobotan, berhasil dipilih seratalami yang paling menguntungkan, yaitu serat kelapa dan ijuk.
Index Terms—Composite, natural fibre, pressure vessel, COPV.
I. PENDAHULUAN
Krisis energi diperkirakan masih akan berlangsung lama.Salah satu kebijakan pemerintah merespon hal tersebut, adalahdengan melakukan konversi dari bahan bakar minyak (BBM)ke bahan bakar gas (BBG). Konversi ini telah suksesdilakukan untuk konversi minyak tanah ke LPG, namun yangmasih menjadi pekerjaan rumah adalah harga LPG yangsekarang dianggap masih kurang ekonomis karena harganyayang cukup tinggi, sehingga sekarangpun masih disubsidiwalau tidak sebesar subsidi BBM. Harga keekonomian LPGmenurut Pertamina adalah Rp. 7.000,-/kg. Alternatif yangdimiliki Indonesia adalah potensi gas alam yang dapatdiperbaharui yaitu biogas, yang banyak di produksi oleh para
petani maupun LSM penggiat lingkungan. Potensi biogas diIndonesia diperkirakan mencapai 700 juta ton setara LPG pertahun (ESDM). Potensi ini belum tergali dari sisi ekonomi,masyarakat yang memproduksi biogas tidak dapat menjualnyakarena permasalahan dalam penyimpanan dan distribusi.
Salah satu alternatif untuk penyimpanan dan distribusiadalah dengan mengkompresi gas kedalam tabung. Adakendala jika kita mengkompresi gas alam (CNG =Compression Natural Gas), adalah pada tabungnya. Untuk nilaikalor yang sama dengan LPG, diperlukan volume gas alamyang lebih besar, yang artinya CNG memerlukan tekanan yanglebih besar, sehingga diperlukan tabung yang lebih tebal, yangberarti juga tabung akan lebih berat.
Permasalahan bobot tabung dipecahkan dengan dua solusi,solusi pertama membuat tabung dari material komposit, dansolusi kedua membuat tabung baja (liner) dililit kompositsehingga secara keseluruhan akan memiliki bobot lebih ringandaripada tabung baja saja. Pada solusi kedua, dinding tabungbaja bisa lebih tipis karena beban mekanik pada dindingtabung didistribusikan sebagian ke material baja dan sebagianlagi ke material komposit. Baja yang berada pada bagiandalam tabung lebih berfungsi sebagai lapisan anti bocor dankomposit yang berada pada bagian luar, lebih berfungsimenahan beban karena tekanan gas.
Dalam penelitian ini akan dirancang dan dibuat prototiptabung gas CBG dari material gabungan baja-kompositkapasitas 3 kg, dengan inovasi pada material kompositnya.Pada penelitian ini tidak akan menggunakan serat yang sudahumum digunakan di industri, seperti serat gelas atau seratkarbon, tetapi serat alami yang banyak tersedia di Indonesiadengan harga relatif lebih murah seperti serat nenas, pisangabaca, ijuk, rotan dan lain sebagainya.
II. STUDI PUSTAKA
Tabung bertekanan (pressure vessel), merupakan bejana tekanyang banyak digunakan untuk penyimpanan bulk energyseperti gas. Yang menjadi variabel utama disain tabung adalahtekanan. Tekanan yang diinginkan tergantung gas apa yangakan disimpan.
Tabung bertekanan ada dua jenis, yaitu tabung baja dantabung yang menggunakan komposit atau diperkuat dengan
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-105
komposit. Teknologi material dan pembuatan berkembangseiring dengan kebutuhan penyimpanan gas, terutama gasyang dikompresi pada tekanan tinggi, seperti gas alam dan gashidrogen.Yang menjadi fokus adalah tabung bertekanan tinggi, diatas250 bar, yaitu untuk gas alam dan gas hidrogen. Untukkegunaan ini, tabung terdiri dari dua jenis, pertama tabungyang menggunakan jenis komposit (CPV = Composite PressureVessel), dimana materialnya hampir seratus persen darikomposit dan sisanya dari logam, yaitu pada bagian outlet gas.Yang kedua, komposit yang memperkuat tabung logam (COPV= Composite Overwrapped Pressure Vessel). Pada penelitianini, subjeknya adalah tabung logam dengan penguatankomposit, dengan penekanan pada pemilihan seratnya.Tabung jenis ini memiliki dua jenis material, yaitu:
a. Logam, yang berfungsi sebagai komponen anti bocor(liner),
b. Serta komposit yang digulungkan/menyelimuti liner
Gambar 1. Skematis COPV
Dengan persamaan kesetimbangan gaya sederhana untukbejana berdinding tipis, tegangan keliling (hoop) pada tabungdapat dicari dengan persamaan:= .
(1)
di mana : tegangan pada dinding tabung (MPa)
P : Tekanan dalam tabung (MPa)D : Diameter tabung (mm)t : tebal dinding tabung (mm)
Dengan demikian ketebalan tabung dapat diperoleh jikakekuatan material diketahui. Untuk material gabungan, kitadapat menggunakan persamaan:= . (2)= . (3)
di mana F : gaya total pada dinding (N)F1 : gaya pada liner (N)F2 : gaya pada komposit (N)A1 : luas penampang liner (mm2)A2 : luas penampang komposit (mm2)E1 : Modulus elastisitas liner (GPa)E2 : Modulus elastisitas komposit (GPa)
dengan persamaan 2 dan 3 kita dapat memperoleh ketebalanliner dan komposit.
III. DATA SERAT ALAMI
Dari berbagai serat alami yang ada yang memungkinkandipilih sebagai serat untuk tabung gas hanya diteliti dua jenisserat yaitu serat ijuk dan serat sabut kelapa. Hal ini didasarkankepada ketersediaan kedua jenis serat tersebut sangatmelimpah. Adapun data teknisnya sebagai berikut:
Tabel 1. jenis seratJenis serat kekuatan
tarik (MPa)moduluselastisitas(GPa)
Massajenis(g/cm3)
harga(IDR)
ijuk 198 3.5 1,136 25000SabutKelapa
176 5 1,5 5000
IV. SIMULASI PEMILIHAN SERAT
Dengan menggunakan persamaan 1 dan 2, denganmenggunakan liner dari bahan SS304, dengan diameter tabung2”, kita peroleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Optimasi ketebalan komposit.
NoKetebalanliner (mm)
Tebal komposit dibutuhkan (mm)Ijuk Sabut kelapa
1 1 58 412 1,5 31 223 2 3 2
Dari tabel 2 di atas terlihat bahwa tebal komposit dari seratsabut kelapa lebih tipis dari pada tebal komposit serat ijukuntuk penguat tabung.
Dengan massa jenis yang hampir sama, maka dapatdipastikan bahwa biaya material komposit dari sabuk kelapaakan lebih murah.
V. KESIMPULAN
Dari simulasi dan memperhatikan biaya material, makadapat disimpulkan bahwa serat sabut kelapa lebih cocokdigunakan untuk bahan komposit penguat tabung dari padaserat ijuk.
REFERENCES
[1] Gaute Jensen, Pressure container for fluids, Paten,WO1999013263A, Mar 18, 1999
[2] Mannesmann Ag, Composite pressurised container with aplastic liner for storing gaseous media under pressure ,Paten WO1999027293A 2 Nov 12, 1998 Jun 3, 1999
[3] Gusev Anatoliy Sergeevich, High pressure compositecylinder, Paten WO2003029718A 1 Sep 26, 2002 Apr 10,2003
[4] Makoto Matsumoto High-performance pressure vessel andcarbon fiber for pressure vessel , WO2005022026A 1 Aug26, 2004 Mar 10, 2005
LINER
KOMPOSIT
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-106
[5] Institut Francais Du Petrole, Method of producing a light-weight structure by expansion of a metallic reservoir insidea reinforced corrugated tube, Paten EP0497687A 1 Jan 29,1992 Aug 5, 1992
[6] ESSEF Corporation, Filament-wound isotensoid pressurevessels having geodesic domes, Paten EP0714753A 2 Nov30, 1995 Jun 5, 1996
[7] Budd Co Composite, Missile structure, Paten US3066822Oct 19, 1959 Dec 4, 1962
[8] Koppers Co Inc, Filament wound reinforced pressurevessel, Paten US3446385 Aug 5, 1966 May 27, 1969
[9] Arde Inc, Filament wound spherical pressure vessel, PatenUS3655085 Apr 12, 1968 Apr 11, 1972
[10] US4369894 Dec 29, 1980 Jan 25, 1983 BrunswickCorporation Filament wound vessels
[11] Hembert Claude L Fluid tank and method of manufacturingit, Paten US4925044 Jul 21, 1988 May 15, 1990
[12] International Business Machines Corporation, Multipledepth buffers for graphics and solid modelling, PatenUS5027292 Apr 19, 1989 Jun 25, 1991
[13] Walter H. Tam and Paul S. Griffin Pressure Systems, Inc.And Arthur C. Jackson, Jackson Consulting, DESIGNAND MANUFACTURE OF A COMPOSITEOVERWRAPPED PRESSURANT TANK ASSEMBLY,Jurnal AIAA, 2002
[14] D. Perreux, D. Lazuardi, The effect of residual stress on thenon-linear behavior of composite laminates Part I.Experimental results and residual-stress assessment,Journal Composite Sciences & Engineering, 2001
[15] D. Perreux, D. Lazuardi, The effect of residual stress on thenon-linear behavior of composite laminates Part II. Layer,laminate non-linear models and the effect of residual stresson the model parameter, Journal Composite Sciences &Engineering, 2001
[16] D. Lazuardi, Pembuatan pipa komposit GFRP denganteknik filament winding, Seminar Piping UNIBRAW, 2001
[17] D. Lazuardi, Komposit Serat Tangkai Padi-Epoxy, SeminarTeknoin UII Yogyakarta, 2003
[18] D. Lazuardi, Komposit serat nanas-polyester, SeminarSNTTM Unand Padang, 2003
[19] D. Lazuardi, THE INFLUENCE OF WINDING ANGLEON THE INTERLAMINATE DAMAGE IN THE NON-LINEAR BEHAVIOR OF LAMINATE COMPOSITETUBE, IMTCE-06 Kualalumpur Malaysia, 2006
[20] D. Lazuardi, Pembuatan Sudu Turbin Mikrohidro darimaterial Komposit Ijuk-Polimer, Seminar NasionalRITEKRA FT-ATMAJAYA, 2011
[21] D. Lazuardi, Pembuatan Sudu Turbin Mikrohidro darimaterial Komposit Ijuk-Polimer dengan metoda VacuumBag, Seminar Nasional Teknik Mesin Jogjakarta, 2012
[22] D. Lazuardi, Pembuatan Sudu Turbin Mikrohidro 550 wattdengan Teknik VARI, Seminar Nasional Teknik Mesin,Bandar Lampung, 2013
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-107
Karakterisasi Mekanis dan Fisis Pada PermukaanTool Steel HSS (High Speed Steel) Dengan Teknik
Perlakuan PanasSaifudin
Program Studi Mesin Otomotif, Fakultas TeknikUniversitas Muhammadiyah MagelangJl. Bambang Sugeng KM.5 MagelangE-mail : [email protected]
Viktor MalauJurusan Teknik Mesin dan Industri,
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah MadaJl. Grafika No.2, Yogyakarta 55281
Abstract—Baja perkakas HSS (High Speed Steel)banyak digunakan pada aplikasi bidang teknik terutamasebagai alat iris / potong. Bahan ini masih mempunyaikelemahan yaitu cepat aus dan mudah terkorosi.Kelemahan tersebut dapat dikurangi dengan memberikanperlakuan panas tertentu pada baja HSS. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan panasquenching dan tempering terhadap sifat fisis dan mekanispermukaan baja HSS. Sifat fisis yang akan diteliti adalahstruktur mikro, sedang sifat mekanis yang ingin diketahuiadalah kekerasan dan laju keausan.Baja HSS memiliki variasi komposisi kimia (% berat):1,15 C; 1,57 Si; 0,32 Mn; 5,43 Cr; 1,43 W dan 0,68 Mo.Perlakuan panas quenching diikuti tempering denganvariasi suhu temper 200, 250, 300, 350, 400, 450, 500 dan550 oC. Kekerasan permukaan dapat diketahui denganmenggunakan alat uji kekerasan mikro Vickers dan lajukeausan diperoleh dengan uji keausan. Sedangkan strukturmikro dan komposisi kimia diamati dengan mikroskopoptik.Hasil penelitian menunjukkan nilai kekerasan bervariasisesuai suhu tempering. Perlakuan panas quenching diikutitempering dengan suhu temper 550oC dapat menurunkankekerasan permukaan tool steel HSS sebesar 67% disertaidengan penurunan keausan.
Kata Kunci : HSS, quenching, tempering, sifat fisis danmekanis.
I. PENDAHULUAN
Baja perkakas (tool steels), termasuk High SpeedSteels (HSS) banyak digunakan dalam industri manufaktursebagai alat iris. Pada umumnya bahan HSS banyakdijumpai di lapangan dengan berbagai merk dan perusahaanserta negara pembuatnya. Baja HSS masih memilikikelemahan yaitu cepat aus dan terkorosi serta kurang kerassehingga umur (lifetime) bahan ini menjadi pendek. Lajukeausan dan korosi akan semakin besar jika mekanismekeausan dan korosi terjadi secara simultan (Mesa, dkk,2003).
Salah satu usaha untuk mengatasi kelemahan ini adalahdengan memberi lapisan yang lebih keras, tahan aus dankorosi pada permukaan HSS dengan berbagai teknikpelapisan. Lapisan TiN atau TiC yang diperoleh dengan teknik
Physival Vapor Deposition (PVD) atau dengan teknikChemical Vapor Deposition (CVD) dengan tebal lapisansekitar 3 m sering dilapiskan pada permukaan baja HSS,tetapi hasilnya tidak begitu memuaskan serta biaya prosespelapisannya masih mahal. Belakangan ini lapisan DiamondLike Carbon (DLC) telah dikembangkan untuk mendapatkanlapisan keras pada permukaan spesimen (termasuk alatiris/potong) dan lapisan ini dapat diaplikasikan pada bidangteknik dan bidang kedokteran (biocompatible) untukkomponen-komponen orthopedics, cardiovascular danguidewires (Dearnaley and Arps, 2005).
Lapisan DLC pada permukaan spesimen dapat diperolehdengan teknik Chemical dan Physical Vapor Deposition (CVDdan PVD) seperti filament-assited CVD, filtered cathodicvacuum arc, microwave plasma-assisted deposition, mass-assisted ion beam deposition, pulse laser deposition (XingbinYan, dkk, 2004), RF magnetron sputtering (Sanchez, dkk,2000), plasma source ion implantation and deposition(Dearnaley and Arps, 2005).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwalapisan DLC dapat diaplikasikan dalam bidang engineeringdengan sifat-sifat yang sesuai kebutuhan (kekerasan danmodulus elastis tinggi, koefisien gesek, laju keausan dan lajukorosi rendah) dan bidang kedokteran karena sifatbiocompatible dari lapisan DLC. Sifat-sifat yang dihasilkanakan tergantung pada bahan yang dilapisi/ logam dasar, teknikpelapisan dan parameter pelapisan (suhu kerja, tekanan, lamapelapisan, energi pelapisan) dan material sumber untukmenghasilkan lapisan DLC.
II. METODE PENELITIAN
Benda uji diperoleh dengan cara memotong bahanmenurut ukuran dan bentuk sesuai standard pengujian, lalupermukaan spesimen dihaluskan dengan kertas amplas danautosol. Penelitian dilakukan dengan dua tahap pengujian.Pengujian tahap pertama dilakukan terhadap bahan dasar (rawmaterial) berupa baja HSS.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-108
Gambar 1. Skema proses quenching dan tempering
Pengujian kedua dilaksanakan terhadap spesimen yangtelah mendapat perlakuan panas quench dan temper sertaterhadap spesimen yang dilapisi dengan DLC. Pengujian yangdilakukan meliputi pengujian keausan, kekerasan, pengujiankorosi, pengujian komposisi kimia dan pengamatan strukturmikro dengan mikroskop optik.
Gambar 2. Skema sistem plasma CVD
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Material PenelitianHasil uji komposisi kimia material pahat potong HSS
seperti Tabel 1. di bawah ini.
Tabel 1. Komposisi Kimia Pahat HSS
Berdasarkan hasil uji komposisi kimia tersebut, makamaterial pahat potong yang digunakan termasuk High SpeedTool Steels standard ASTM A 600-92a (1999) type T15yang merupakan hasil paduan baja dengan tungsten danmolybdenum tanpa dilunakkan dengan kararakteristik mampumempertahankan nilai kekerasan pada suhu 300~700 C.(ASTM-Handbook of comparative world steel standard).
B. Uji KekerasanProses quenching dilakukan dengan cara
memanaskan spesimen sampai mencapai suhu austenisasiyaitu 950oC dan ditahan dalam selang waktu 1 jam agarspesimen memiliki suhu yang sama sampai ke bagian tengah(sumbunya). Selanjutnya spesimen didinginkan cepat dengancara mencelupkan ke dalam media pendingin Oli.
Bahan yang telah mendapat perlakuan quenchingakan memiliki kekerasan tinggi. Tetapi bahan yang terlalukeras tidak dikehendaki oleh user karena sifat terlalu kerastersebut membuat bahan menjadi getas (gampang patah). Sifatgetas bahan dapat dikurangi dengan melakukan prosestempering yaitu dengan cara memanaskan ulang bahan yangtelah mendapat perlakuan quenching sampai suhu temper
tertentu dengan waktu tahan tertentu pula, lalu didinginkanperlahan dengan cara mengeluarkan spesimen dari dapurpemanas dan diletakkan di udara luar.
Gambar 3. dibawah ini, menunjukkan hasil ujikekerasan yang paling tinggi terjadi pada spesimen yang telahmengalami perlakuan quenching yaitu sebesar 778,3 VHNdan kekerasan yang paling rendah terjadi pada spesimen yangtelah mengalami perlakuan tempering dengan suhu temper550oC yaitu sebesar 513,8 VHN.
Gambar 3. Grafik Hasil Uji Kekerasan
C. Struktur MikroTujuan dari pengamatan struktur mikro adalah untuk
mengetahui bentuk dan batas butir. Baja kecepatan tinggi(high speed steel) yang sudah dipoles dengan ampelas,digosok dengan pasta intan dan dietsa dengan nital 2%.Struktur mikronya dapat dilihat seperti ditunjukan padaGambar 4. dibawah ini.
Gambar 4. Struktur mikro high speed steeldengan perbesaran 160x.
Gambar 4. menunjukkan struktur mikro HSS terdiridari jarum-jarum martensit dalam butiran austenit kasar.Struktur ini dikeraskan dengan dipanaskan pada batas atasjangkauan yang diijinkan sehingga bahan HSS ini mampumempertahankan nilai kekerasan pada suhu 300~700oC tetapitidak tahan terhadap keuletan.
Gambar 5. Struktur mikro high speed steel hasil quenching denganperbesaran 160x.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-109
Gambar 5. menunjukkan spesimen HSS yang telahmendapat perlakuan quenching ini akan memiliki kekerasantinggi dengan struktur martensit dan mempunyai butirhalus. Martensit terjadi akibat pendinginan cepat daritemperatur Austenite. Akibat quenching (pendinginan cepat)dengan oli menyebabkan karbon tidak dapat berdifusi keluardan terperangkap didalam larutan jenuh sehingga terbentukfase Martensite (dalam bentuk BTC) dengan tranformasigeser.
a. Temper 200oC d. Temper 250oC
b. Temper 350oC e. Temper 450oC
c. Temper 500oC f. Temper 550oC
Gambar 6. Struktur mikro high speed steel hasil Temperdengan perbesaran 160x.
Gambar 6. menunjukkan struktur mikro HSS yangtelah mengalami perlakuan tempering. Struktur mikro HSSterdiri dari jarum-jarum martensit dalam butiran austenitkasar dengan karakteristik mampu mempertahankan nilaikekerasan pada suhu 300~700oC tetapi getas sehingga tidaktahan terhadap keuletan. Sifat getas bahan HSS dapatdikurangi dengan melakukan proses tempering yaitu dengancara memanaskan ulang bahan yang telah mendapat perlakuanquenching sampai suhu temper tertentu dengan waktu tahan 1jam, lalu didinginkan perlahan dengan cara mengeluarkanspesimen dari dapur pemanas dan diletakkan di udara luar.Variasi suhu temper mulai 200, 250, 300, 350, 400, 450, 500dan 550oC. Dari gambar 6. diatas dapat dijelaskan, pada suhutemper 550oC bentuk butiran menjadi besar sehingga bahanmenjadi lebih lunak dan ulet. Hal ini juga sesuai dengan hasilpengujian kekerasan spesimen HSS dengan suhu temper550oC mengalami penurunan kekerasan menjadi sebesar 513,8VHN.
D. Laju Keausan
Laju keausan dinyatakan dengan jumlah kehilangan/pengurangan material (massa, volume atau ketebalan) tiapsatuan panjang luncuran atau satuan waktu. Keausan spesifikdihitung berdasarkan lebar keausan benda uji yang termakanoleh pengaus yang berputar. Keausan spesifik (Ws dalammm3/kgmm) diungkapkan dengan rumus (Manual Book,2000)
oo
3
s l.P.r.8
b.BW
dengan: B = lebar disk (piringan) pengaus (mm), b = lebarkeausan pada benda uji (mm), r = radius piringan pengaus(mm), Po = beban tekan pada saat pengausan (kg) dan lo =jarak tempuh dari proses pengausan (mm).
Gambar 7. Grafik Hasil Laju Keausan
Hasil pengujian laju keausan seperti pada gambar 7.diatas, menunjukkan laju keausan yang paling tinggi terjadipada spesimen yang telah mengalami perlakuan temperingdengan suhu temper 200oC yaitu sebesar 0,575 Ws dan lajukeausan yang paling rendah terjadi pada spesimen yangtelah mengalami perlakuan quenching yaitu sebesar 0,135Ws. Hal ini juga sesuai dengan hasil pengujian kekerasan,dimana pada perlakuan quenching menunjukkan nilaikekerasan yang paling tinggi sebesar 778,3 VHN.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan1. Pengaruh quenching terhadap struktur mikro dan sifat
mekanis adalah :a. Spesimen HSS yang telah mendapat perlakuan
quenching akan memiliki struktur martensitdan mempunyai butir halus. Martensit terjadiakibat pendinginan cepat dari temperaturAustenite. Akibat quenching (pendinginan cepat)dengan oli menyebabkan karbon tidak dapatberdifusi keluar dan terperangkap didalam larutanjenuh sehingga terbentuk fase Martensite (dalambentuk BTC) dengan tranformasi geser.
b. Dengan quenching akan menaikkan nilaikekerasan spesimen HSS tetapi bersifat getasdan tidak ulet.
2. Nilai kekerasan bervariasi sesuai suhu tempering.Perlakuan panas quenching diikuti tempering dengan
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-110
suhu temper 550oC dapat menurunkan kekerasanpermukaan tool steel HSS sebesar 61%. Pada suhutemper 550oC bentuk butiran menjadi besarsehingga bahan menjadi lebih lunak.
3. Suhu temper optimum untuk untuk memperoleh lajukeausan terkecil dari baja HSS adalah suhu temper350oC - 450oC
.B. Saran
Untuk memperoleh keuletan yang optimal pada pahatpotong HSS maka disarankan menggunakan perlakuanquenching diikuti tempering dengan suhu temper 350 oC -450 oC.
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Ahmed, M.H., Byrne, J.A., McLaughlin, J.,2012, Evaluation ofglycine adsorption on diamond like carbon (DLC) andfluorinated DLC deposited by plasma-enhanced chemicalvapour deposition (PECVD), Surface and Coatings Technology,Vol. 209, pp. 8-14.
[2] Almeida, C.N., Ramos, B.C., Da-Silva, N.S., Pacheco-Soares,C., Trava-Airoldi, V.J., Lobo, A.O., Marciano, F.R., 2013,Morphological analysis and cell viability on diamond-likecarbon films containing nanocrystalline diamond particles,Applied Surface Science xxx, pp. xxx– xxx, journal home page:www.elsevier.com/loc ate/apsusc.
[3] Bao, T., Morrison Jr, P.W., Woyczynski, W.A., 2005,Parametric optimization of microhardness of diamond-likecarbon films prepared by plasma enhanced chemical vapordeposition, Thin Solid Films 485, pp. 27 – 41
[4] Chen Xinchun, Zhijian Peng, Zhiqiang Fu, Sudong Wu, WenYue, Chengbiao Wang, 2011, Microstructural, mechanical andtribological properties of tungsten-gradually doped diamond-likecarbon films with functionally graded interlayers, Surface &Coatings Technology 205, pp. 3631–3638.
[5] Cho, H., Kim, S., Ki, H., 2012, Pulsed laser deposition offunctionally gradient diamond-like carbon (DLC) films using a355 nm picosecond laser, Acta Materialia 60, pp. 6237–6246.
[6] Dearnaley, G., Arps, J. H., 2005, Biomedical application ofdiamond-like carbon (DLC) coatings: A review, Surface &Coatings Technology 200, pp. 2518-2524.
[7] Fu Zhiqiang, Sun Jian, Wang Chengbiao, Zhang Wei, Yue Wen,Peng Zhijian, Yu Xiang, Lin Songsheng, Dai Mingjiang, 2013,Tribological performance of DLC coatings deposited by ionbeam deposition under dry friction and oil lubricated conditions,Vacuum 94, pp. 14-18.
[8] Gun-Ho Noh, Adela Bordeanu, Ju-kyung Lee, Jae-Chul Pyun,2003, Development of a diamond-like carbon (DLC) electrodefor brake fluid monitoring, Current Applied Physics 9, pp. 243–245
[9] Jian Sun, Zhi-qiang Fu, Wei Zhang, Cheng-biao Wang, WenYue, Song-sheng Lin, Ming-jiang Dai, 2013, Friction and wearof Cr-doped DLC films under different lubricationConditions,Vacuum94,pp.1-5.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-111
Analisis Pengaruh Perlakuan Panas BerdasarkanDiagram TTT dan CCT Terhadap Sifat-Sifat Mekanik
Hasil Pengelasan Baja Karbon Menengah DenganPengelasan SMAW
( Shielded Metal Arc Welding)
Edi Rande PadangJurusan Mesin Fakultas Teknik
Universitas HasanuddinMakassar, Indonesia
Johannes Leonard dan Rafiuddin SyamJurusan Mesin Fakultas Teknik
Universitas HasanuddinMakassar, Indonesia
[email protected]@gmail.com
Abstract—Steel welding process will result in a steel having an uneventemperature distribution so that the resulting residual stresses and shapechanges that affect the strength of the welding connection.This study aimsto investigate the effect of heat treatment on the mechanical strength andmicro- structure of medium carbon steel (EMS 45) welding. The weldingresult is obtained using SMAW. It involves a camparison between thewelding treated with heat of varying temperatures: of 450° C; 650° C and850 ° C and the one without treatment. The method used was testingexperiment.The data were collected through direct testing with testingequipment. The test is on tensile nature of the weld, the hardness andpicture taking of its micro-structure. The data were then theoreticallyanalysed based on laboratory experiment. The reveals that the bestmechanical strength obtained is through heating process with thetemperature of 450C. On the specimens Q0 (raw material) the tensilestrength is σu = 74.45 kgf/mm2. On specimen Q1 it is σu = 64.07 kgf/mm2,specimen Q2 (TTT),it is obtaned σu = 71.24 kgf/mm2 and specimens Q2
(CCT) it is obtained σu = 67.50 kgf/mm2. The average hardness valuedecreases. The micro-structure photos of Q1 and Q2 indicate that perliteand Ferrite are evenly distributed of the specimen.
Keywords: Steels EMS 45, Tensile Strength, Hardness, microstructure
I. PENDAHULUAN
Pengelasan merupakan salah satu cara untuk menyambungdua logam atau lebih yang menggunakan berbagai macamproses las yaitu OAW, TIG, MIG, SMAW, SAW dan lain-lain.Salah satu proses las yang umum digunakan adalah denganshielded metal arc welding (SMAW) dimana proses tersebutmenggunakan elektroda sebagai kawat pengisi yang tersediadalam berbagai ukuran [7].Dalam proses pengelasan, bagian yang dilas menerima panaspengelasan setempat dan selama proses berjalan suhunyaberubah terus sehingga distribusi suhu tidak merata. Karenapanas tersebut, maka di daerah pengelasan dan daerahpengaruh panas ( HAZ) baja karbon mengalami pengerasan,terjadi pengembangan termal. Sedangkan bagian yang dingintidak berubah sehingga bisa terjadi perubahan bentuk, yangdengan sendirinya terjadi regangan maka terjadi juga teganganyang sifatnya tetap yang disebut tegangan sisa. Tegangan sisadan perubahan bentuk yang terjadi sangat mempengaruhi sifat
dan kekuatan dari sambungan ,karena itu usaha untukmengatur dan mengurangi tegangan sisa serta perubahanbentuk sangat penting dalam pengelasan [9].
Salah satu cara untuk mengurangi permasalahan diatasyaitu dengan melakukan pemanasan akhir setelah pengelasanatau perlakuan panas pasca pengelasan ( post welding heattreatment). Perlakuan panas dapat didefinisikan sebagaikombinasi perlakuan yang melibatkan pemanasan danpendinginan yang diatur dengan tujuan untuk mendapatkansifat-sifat tertentu antara lain mengurangi kekerasan didaerahpengelasan dan daerah HAZ, meningkatkan ketangguhan (toughness), meningkatkan keuletan( ductility) danmeningkatkan daya tahan terhadap retak karena faktorlingkungan dan karat [2]. Ada berbagai jenis proses perlakuanpanas yang dilakukan untuk memenuhi persyaratan sifat-sifatyang dibutuhkan. Pemanasan baja sampai pada suhu kritis723° C, dimana struktur baja tidak berubah di bawahtemperatur tersebut. Untuk pemanasan diatas diatas suhukritis 723° logam akan mengalami perubahan struktur,perubahan tersebut tergantung pada waktu dan prosespendinginan yang diberikan .
Baja karbon menengah merupakan logam yang memilikisifat mampu las (weldability) yang cukup tetapi peka terhadapretak dingin ( Underbead Crack) karena meningkatnya sifathardenability dan kekuatan material, logam ini juga bersifatmampu diperlaku-panaskan ( heat treatble), mampu mesin(machinability) yang memiliki banyak keunggulan dan seringdigunakan di dalam industri-industri [6].
Perubahan fasa yang terjadi pada proses perlakuan panasakan terlihat dalam pengamatan struktur mikro, perubahanstruktur mikro yang terjadi akan mempengaruhi sifat-sifatmekanik dari baja tersebut. Pada penelitian ini ingin diketahuipengaruh perlakuan panas pasca pengelasan terhadapkekuatan tarik,kekerasan dan perubahan struktur mikro padabaja karbon menengah.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-112
II. LANDASAN TEORI
Menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) pengelasanadalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logampaduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair.Dengan kata lain, las adalah sambungan setempat daribeberapa batang logam dengan menggunakan energi panas,dengan atau tanpa menggunakan tekanan (pressure), atauhanya tekanan, dengan atau tanpa menggunakan logampengisi (filler). Salah satu teknik pengelasan yang dikenaldalam penyambungan baja adalah proses pengelasan busur las(Arc Welding) diantaranya adalah GTAW (Gas Tungsten ArcWelding) dan SMAW (Shielded Metal Arc Welding), yangdigunakan dalam penelitian ini.SMAW biasa disebutpengelasan stick, atau pengelasan elektroda tertutup,adalahproses pengelasan busur secara manual dimana busurdihasilkan antara elektroda consumable tertutup fluks danbenda kerja. Proses menggunakan dekomposisi dari fluks yangmenutupi untuk menghasilkan gas pelindung dan untukmenyediakan elemen-elemen fluks untuk melindungi tetesanlogam las cair dan weld pool.
Perlakuan panas adalah kombinasi dari operasi pemanasandan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukanterhadap logam atau paduan dalam keadaan padat, sebagaisuatu upaya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu. Proseslaku-panas pada dasarnya terdiri dari beberapa proses, dimulaidengan pemanasan sampai ke temperatur tertentu (prosesaustenisasi) ; dalam hal ini bentuk bahan tidak berubah(kecuali perubahan akibat regangan panas), lalu diikuti denganpenahanan selama beberapa saat, baru kemudian dilakukanpendinginan dengan kecepatan tertentu, yang akanmenghasilkan fasa akhir yang terbentuk berbeda-beda.Sifat mekanik tidak hanya tergantung pada komposisi kimiasuatu paduan, tetapi juga tergantung pada struktur mikronya.Suatu bahan dengan komposisi kimia yang sama dapatmemiliki strukturmikro yang berbeda, dan sifat mekaniknyaakan berbeda [7]. Strukturmikro tergantung pada prosespengerjaan yang dialami, terutama proses laku-panas yangditerima selama proses pengerjaan.
Diagram TTT dan CCTDiagram TTT adalah sebuah gambaran dari suhu
(temperatur) terhadap waktu logaritma untuk bajakarbon dan baja paduan dengan komposisi tertentu.Diagram ini biasanya digunakan untuk menentukan kapantransformasi mulai dan berakhir pada perlakuan panas yangisothermal (temperatur konstan) sebelum menjadi campuranaustenite. Ketika austenite didinginkan secara perlahan-lahansampai pada suhu dibawah temperatur kritis, struktur yangterbentuk ialah Perlit. Semakin meningkat laju pendinginan,suhu transformasi pearlite akan semakin menurun. Strukturmikro dari materialnya berubah dengan pasti bersamaandengan meningkatnya laju pendinginan. Denganmemanaskan dan mendinginkan sebuah contohrangkaian, transformasi austenite mungkin dapat dicatat.Diagram TTT menunjukkan kapan transformasi dimulai danberakhir secara spesifik dan diagram ini jugamenunjukkan berapa persen austenit yang bertransformasipada saat suhu yang dibutuhkan tercapai. Peningkatankekerasan dapat tercapai melalui kecepatan pendinginandengan melakukan pendinginan dari suhu yang dinaikkan
seperti berikut: pendinginan furnace, pendinginan udara,pendinginan oli, cairan garam, air biasa, dan air asin.
Gambar 1.Diagram TTT( Time,Temperature ,Trasformation)
Diagram CCT merupakan diagram Temperatur (T) danWaktu (t) yang bermanfaat untuk memprediksi struktur mikrodan harga kekerasan di bawah laju pendinginan tertentu.Selain memperlihatkan hubungan tempertur dan waktu ,padadiagram ini juga terdapat fasa-fasa yang mungkin terjadi padakasus pendinginan tertentu. Garis-garis yang ada pada diagramCCT merupakan batas antara satu fasa dengan fasa yang lain .
Gambar 2.Diagram CCT ( Continuous Cooling Transformation)
Pengujian Sifat-Sifat MekanisPengujian tarik bertujuan untuk mengetahui tegangan,
regangan, modulus elastisitas bahan dengan cara menarikspesimen sampai putus. Dasar yang digunakan untukmengetahui kekuatan tarik dari suatu material adalah kurvategangan - regangan. Donan (1952) menyatakan, Theparameters which are used to describe the stress - in curve ofmetals are the tensile strength, yield strength, percentelongation and reduction of area. Dari pernyataan tersebutdapat diketahui bahwa komponen-komponen utama darikekuatan tarik adalah kekuatan maksimum (tensile strength),tegangan luluh dari material, regangan yang terjadi saatpenarikan dan pengurangan luas penampang.Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagaikemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-113
perubahan yang tetap, artinya ketika gaya tertentu diberikanpada suatu benda uji dan karena pengaruh pembebanan bendauji akan mengalami deformasi. Harga kekerasan bahantersebut dapat dianalisis dari besarnya beban yang diberikanterhadap luasan bidang yang menerima pembebanan.
Pengujian kekerasan logam ini secara garis besar ada tigametode yaitu penekanan, goresan, dan dinamik. Prosespengujian yang mudah dan cepat dalam memperoleh angkakekerasan yaitu dengan metode penekanan. Dikenal ada tigajenis metode penekanan, yaitu : Rockwell, Brinnel, Vickers,yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.Pengujian kekerasan yang digunakan dalam penelitian iniadalah dengan metode rockwell yang paling banyakdipergunakan. Hal ini disebabkan oleh sifat - sifatnya, yaitucepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu membedakankekerasan pada baja yang diperkeras, ukuran bekaspenekanannya relatif kecil, sehingga bagian yangmendapatkan perlakuan panas, dapat diuji kekerasannya tanpamenimbulkan kerusakan. Uji ini mengukur kedalaman bekaspenekanan pada beban yang konstan sebagai ukurankekerasan.
Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut strukturmikro. Struktur ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang,tetapi harus menggunakan alat pengamat struktur mikrodiantaranya : mikroskop cahaya, mikroskop electron,mikroskop field on, mikroskop field emission dan mikroskopsinar-X. Penelitian ini menggunakan mikroskop cahaya,adapun manfaat dari pengamatan struktur mikro ini adalahMempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan strukturdan cacat pada bahandan memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudahdiketahui. Sebelum benda uji diamati pada mikroskop optik,benda uji tersebut harus melewati tahap-tahap preparasi.Tujuannya adalah agar pada saat diamati benda uji terlihatdengan jelas, karena sangatlah penting hasil gambar padametalografi. Semakin sempurna preparasi benda uji, semakinjelas gambar struktur yang di peroleh.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah pengaruhperlakuan panas terhadap sifat-sifat mekanis bahan. Dalampenelitian ini menggunakan material baja karbon menengah(EMS 45). Material yang sudah di las dipotong denganmenggunakan gergaji dan di milling(frais) untuk membentukspesimen uji sesuai dengan standar ASTM E 8M untuk ujitarik dan ASTM E 12 untuk uji kekerasan. Spesimenpengujian tarik terdiri dari 15 buah yang terdiri dari 3 buahpembanding utama (raw material), 3 buah sebagai spesimenuji tarik tanpa perlakuan panas , 9 buah dengan perlakuanpanas TTT dan 9 buah dengan perlakuan panas CCT denganmasing-masing variasi suhu 450° C, 650 ° C dan 850 °C .
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data pengaruhperlakuan panas terhadap hasil pengelasan. Data hasilpenelitian ini digunakan tiga variasi suhu , yaitu masing-masing 450° C, 650 ° C dan 850 °C. Pada setiap pemanasanyang terjadi, semakin tinggi suhu pemanasan yang dilakukan
maka kekuatan tarik material menurun dan kekerasan yangterjadi juga secra umum menurun.
Pengujian tarikPengujian tarik dilakukan untuk mengetahui parameter
kekuatan tarik (ultimate strength) maupun luluh (yieldstrength), parameter kaliatan/keuletan yang ditunjukan denganadanya prosentase perpanjangan (elongation) dan prosentasekontraksi atau reduksi penampang (reduction of area) maupunbentuk penampang patahan. Perpatahan spesimen tanpaperlakuan panas terjadi di tengah spesimen yaitu di daerahlogam las (weld metal), sedangkan spesimen denganpemanasan 450 0C, 650 0C dan 850 0C perpatahan masing-masing terjadi di daerah HAZ. Untuk pengujian tarik spesimendi bentuk mengacu pada spesimen berpenanpang denganmenggunakan standar ASTM E 8M. Berdasarkaan standartersebut benda uji dibentuk dengan menggunakan mesin fraissesuai ukuran yang ada pada standar tersebut. Hasil pengujiantarik yang dilakukan dimasukkan dalam tabel kemudian dibandingkan antara yang dilakukan proses perlakuan panasdengan yang tidak dilakukan perlakuan panas berdasarkandiagram TTT dan CCT. Adapun hasil pengujian tarik dilihatpadaTabel 1.
Tabel 1a.Hasil Pengujian Tarik Perlakuan panas 450° C
Spesimen
Kekuatan(kgf/mm2)
Regangan(%)
σu σy Ε(Q0) 74,45 62,28 10,90
(Q1) 64,07 52,80 10,17
TTT (Q2) 71,24 61,00 9,10
CCT (Q2) 67,50 55,40 8,47
Tabel 1a.Hasil Pengujian Tarik Perlakuan panas 650° C
Spesimen
Kekuatan(kgf/mm2)
Regangan(%)
σu σy Ε(Q0) 74,45 62,28 10,90
(Q1) 64,07 52,80 10,17
TTT (Q2) 64,19 49,33 8,63
CCT (Q2) 62,17 54,07 9,03
Tabel 1a.Hasil Pengujian Tarik Perlakuan panas 850° C
Spesimen
Kekuatan(kgf/mm2)
Regangan(%)
σu σy Ε(Q0) 74,45 62,28 10,90
(Q1) 64,07 52,80 10,17
TTT (Q2) 55,88 36,00 9,43
CCT (Q2) 51,44 43,99 8,6
Pengujian KekerasanPengujian kekerasan dalam penelitian ini dilakukan
berurutan dari tengah lasan kekanan di tandai dengan (+) dankekiri ditandai (-) pada setiap jarak (5 mm). Pengujiankekerasan dimulai dengan spesimen raw materials dandilanjutkan pada spesimen yang dilas, tanpa perlakuan panas
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-114
dan dengan perlakuan panas . Pegujian kekerasan yang di buatdengan standar ASTM E18, dimana indentor yang di gunakandalam pengujian ini adalah menggunakan metode Rockwell Cdengan indentor berbentuk kerucut, material indentormenggunakan intan , sudut puncak indentor 120°. Pengujiankekerasan dilakukan untuk mengetahui distribusi kekerasanapada masing-masing daerah logam induk ,HAZ dan logamlasan. Secara umum, hasil pengujian kekerasan yang didapat.Peningkatan suhu menyebabkan penurunan kekerasan didaerah logam induk pada spesimen dengan pemanasan 4500C, 650 0C dan 850 0C bila di bandingkan dengan spesimentanpa pemanasan . Penurunan kekerasan tersebut karenapengaruh panas yang menghasilkan efek anil ( annealing).
Gambar 3 memperlihatkan hasil pengujian kekerasandengan perlakuan panas berdasarkan diagram TTT dan CCT.
Gambar 3a.Hasil pengujian kekerasan TTT
Pengujian Struktur Mikro ( Metallografi)Pengamatan visual menunjukkan bahwa manik (rigi-rigi)
hasil las pada tiap spesimen mengalami perubahan denganmeningkatnya suhu pemanasan. Hal ini dimungkinkan olehpengaruh temperatur pemanasan
Gambar 3b.Hasil pengujian kekerasan CCT
pada proses perlakuan panas logam induk dan logampengisi menyatu dengan baik. Pengamatanstruktur mikropada fasa tersebut dimunculkan dengan dietsa olehlarutan HNO3 dan pembesaran yang diambil adalah200x, dari pembesaran tersebut 10 garis yang terdapatdalam foto mewakili jarak 50 μm. Pengamatan strukturmikro pada logam las, HAZ dan logam induk dilakukandengan menggunakan mikroskop optik. Pengamatanstruktur mikro tanpa perlakuan panas dan denganperlakuan panas 450 0C, 650 0C dan 850 0C terlihatbahwa secara umum struktur mikro yang terbentukmelewati dominan pada area Pearlit dan Ferit.
V. KESIMPULAN
Dari hasil analisa dan pengujian percobaan diatas , dapatditarik kesimpulan sebagai berikut:.1. Pengaruh perlakuan panas hasil pengelasan, kekuatan tarik
( tensile strength) pada sambungan las semakin meningkatpada temperatur 4500 C dan diatas temperatur 4500 Csemakin menurun, hal ini karena adanya perubahan ukuranbutiran pada logam. Nilai kekerasan logam las baik tanpapemanasan maupun dengan pemanasan relatif sama ,sedangkan pada HAZ dan Logam Induk menurun.
2. Dari gambar foto struktur mikro nampak pada logam lasbahwa secara umum hasil pengelasan didaerah logam laspearlit dan ferit sebelum dipanaskan butiran agak besar danjaraknya berjauhan, setelah dipanaskan dengan variasisuhu mengecil dan menyebar merata. Pada HAZ danlogam induk terjadi perubahan pada perlit dan ferit yangcenderung lebih merata pada permukaan dan lebih besar
3. Suhu di bawah 7230C lebih baik untuk pemanasankembali hasil lasan pada baja ini, pada penelitian ini yaitusuhu 4500C. Pada suhu tersebut terjadi peningkatankekuatan tarik.
DAFTAR PUSTAKA
[1] ASM Handbook, Volume 4. (1991). Heat Treating. UnitedStates of America: ASM International The MaterialsInformation Company.
[2] Callister, D. William Jr. (2001). Fundamentals of MaterialsScience and Engineering, Fifth Edition. New York : John Wiley& Sons, Inc.
[3] G. Totten, M. Howes, T. Inoue. (2002). Handbook of ResidualStress and Deformation of Steel. United States of America:ASM International.
[4] Schönmetz Alois,Ing. Gruber, Karl. (1994). Pengetahuan Bahandalam Pengerjaan Logam. Bandung: Angkasa.
[5] Smallman, R.E. dan Bishop, R.J. (2006). Metalurgi FisikModern & Rekayasa Material, edisi keenam. Jakarta : Erlangga.
[6] Suharno. (2008). Prinsip-prinsip Teknologi dan MetalurgiPengelasan Logam, Cetakan Pertama , LPP UNS dan UNSPress, Surakarta.
[7] Sonawan, H., dan Suratman, R. (2006). Pengantar UntukMemahami Proses Pengelasan Logam, Cetakan Kedua, PenerbitAlfabeta, Bandung, email: [email protected]
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-115
[8] Wibisono, Yusuf. (2005). Metode Statistik. Yogyakarta: GajahMada University Press.
[9] Wiryosumarto, H., dan Okumura, T. (1996). Teknologipengelasan logam, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
[10] Van Vlack, Lawrence. (2004). Elemen-elemen Ilmu danRekayasa Material, 6th Edition . Jakarta : PT. Erlangga.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-116
Pengaruh Variasi Temperatur Perlakuan Panas
Terhadap Sifat Mekanis Baja Karbon Sedang
La Atina
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Dayanu Ikhsanuddin Baubau
e-mail: [email protected]
Johannes Leonard
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin, Makassar
e-mail:
Abstrak : Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh variasi
temperatur terhadap kekuatan mekanis (kekuatan tarik, impak
dan kekerasan) dari hasil perlakuan panas baja karbon AISI
1045 pada waktu pencelupan (kuens).Baja karbon sedang
dipanaskan dengan memvariasikan temperatur (750ºC, 800ºC,
850ºC, 900ºC) dan masing-masing waktu tahan yang digunakan
30 menit, kemudian dikuens kedalam media pendingin air.
Perolehan data awal penelitian melalui proses pengujian tarik,
impak, kekerasan dan mikrostruktur. Data pengujian diperoleh
kemudian dianalisis dengan menggunakan metode statistik yaitu
regresi dan anova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengaruh parameter perlakuan panas yaitu temperatur,
waktu tahan dan media pendingin terhadap kekuatan
mekanis pada baja karbon AISI 1045 memberikan
perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap
ketangguhan dan kekerasan setelah proses kuens. Dengan
kenaikan temperatur , mulai dari temperatur 7500C
sampai temperatur 9000C dan waktu tahan selama 30
menit kemudian dilakukan proses kuens. Nilai
ketangguhan yang tertinggi setelah proses kuens di
peroleh pada temperatur 7500
C
sebesar 0,57 J/mm2,
sedangkan nilai kekerasan tertinggi sebesar 83,0 HRC di
peroleh pada temperatur 9000
C setelah proses kuens. Dan
terjadi perubahan struktur mikro yaitu matrik martensit.
Kata kunci : baja karbon sedang, perlakuan panas,
kekuatan mekanis, kuens.
I. PENDAHULUAN
Baja merupakan salah satu jenis logam yang paling
banyak digunakan diberbagai bidang teknik terutama untuk
keperluan industri seperti konstruksi bangunan, konstruksi
pesawat terbang, pembuatan alat-alat perkakas, dan lain-lain.
Banyaknya pemakaian pada jenis logam ini tidak terlepas dari
sifat-sifat yang dimiliki, diantaranya adalah : mudah dibentuk,
mempunyai sifat liat tapi kuat dan mudah diproses dengan
permesinan. Baja dalam pemakaiannya dibagi menjadi
beberapa bagian diantaranya: baja karbon rendah, baja karbon
sedang, dan baja karbon tinggi[2]
.
Baja karbon sedang memiliki sifat mekanik yang lebih
baik dari pada baja karbon rendah, lebih kuat dan keras dan
tidak mudah dibentuk oleh permesinan. Perlakuan panas yang
sering diterapkan adalah proses pengerasan (quench
hardening) dan penemperan (tempering). Pada proses ini
dilakukan dengan cara memanaskan material pada temperatur
tertentu untuk mengubah struktur mikro dan mengatur laju
pendinginannya. Dalam proses variasi temperatur perlakuan
panas akan terjadi transformasi fasa dimana selalu diikuti oleh
perubahan volume. Akibat terjadinya perubahan volume dari
suatu material, maka akan menimbulkan internal stress pada
material tersebut sehingga dapat menghasilkan cacat yang
tidak diinginkan seperti keretakan atau distorsi. Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi perlakuan pada suhu
pemanasan, laju pendinginan dan lingkungan atmosfir[3]
.
Ketangguhan perpatahan dari suatu material dapat
berubah bergantung pada medan elastic-plastis di muka retak,
apakah mendekati kondisi regangan bidang atau tegangan
bidang, nilai yang lebih tinggi didapatkan untuk kondisi
tegangan bidang seperti pada lembaran tipis. Grifith
menyatakan bahwa bahan-bahan getas mengandung retakan
halus, yang menyebabkan terjadinya pemusatan tegangan yang
cukup besar, sehingga kekuatan kohesi pada daerah pemusatan
bila diberi tegangan nominal, akan lebih rendah dari harga
teoritisnya[4]
.
Berdasarkan pemikiran dan uraian diatas, maka
penelitian ini akan diarahkan untuk mempelajari bagaimana
pengaruh variasi temperatur perlakuan panas terhadap
kekuatan mekanis pada baja karbon AISI 1045.
II. LANDASAN TEORI
A. Baja
Baja karbon adalah paduan antara besi (Fe) dan karbon
(C), dimana unsur karbon (C) menjadi dasar. Disamping unsur
Fe dan C, baja juga mengandung unsur campuran lain seperti
silikon (Si), mangan (Mn), fosfor (P), sulfur (S), dan tembaga
(Cu). Sifat baja karbon tergantung pada kadar karbon. Karena
itu, baja ini di kelompokkan berdasarkan kadar karbonnya.
Baja karbon rendah adalah baja dengan kadar karbon
kurang dari 0.30%, baja karbon sedang mengandung 0.30%
sampai 0.45% karbon dan baja karbon tinggi mengandung
karbon antara 0.45% sampai 1.70%.
B. Perlakuan Panas
Perlakuan panas adalah proses pemanasan dan
pendinginan terhadap logam ataupun paduannya dalam
keadaan padat tanpa mengubah komposisi kimia dari material
tersebut. Tujuan dari perlakuan panas adalah untuk
memberikan sifat-sifat yang lebih baik terhadap bahan. Kuens
merupakan proses pencelupan baja yang telah berada pada
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-117
temeperatur pengerasannya (temperature austenisasi), dengan
laju pendinginan yang sangat tinggi (diquench) agar diperoleh
kekerasan yang diinginkan, hal ini dilakukan proses quench.
Struktur yang bertegangan ini disebut martensit dan bersifat
sangat keras dan rapuh. Biasanya baja yang dikeraskan diikuti
dengan proses penemperan untuk menurunkan tegangan yang
ditimbulkan akibat kuens karena adanya pembentukan
martensit (Suratman dalam Anrinal, 1996)
Gambar 1. Pemanasan, kuens dan tempering
Tujuan utama dari proses pengerasan adalah agar
diperoleh struktur martensit yang keras, sekurang-kurangnya
di permukaan baja. Hal ini dapat jika menggunakan media
kuens yang efektif sehingga baja dapat didinginkan pada suatu
laju yang dapat mencegah timbulnya struktur yang lebih lunak
yaitu perlit atau bainit. Dalam proses kuens, terdapat beberapa
medium yang diguanakan sebagai media kuens. Media kuens
yang lazim digunakan yaitu : Brine, Air, dan Oli.
C. Tempering
Tempering merupakan Proses memanaskan kembali
baja yang telah dikeraskan disebut proses temper. Dengan
proses ini, ductilities dapat ditingkatkan namun kekerasan dan
kekuatannya akan menurun. Pada sebagian besar baja struktur,
proses temper dimaksudkan untuk memperoleh kombinasi
antara kekuatan, ductilities dan ketangguhan yang tinggi.
Dengan demikian proses pengerasan akan menjadi baja lebih
bermanfaat karena adanya struktur yang lebih stabil.
Fenomena stransformasi yang terjadi pada martensit
disebabkan oleh adanya difusi atom karbon yang luar dari
martensit sehingga terbentuk struktur martesit temper
(tempered martensite).
Baja dengan butiran yang kasar memiliki sifat yang
kurang tangguh dan kecenderungan untuk distorsi atau retak.
Baja berbutir halus, disamping lebih halus, juga lebih ulet dan
kurang peka terhadap distorsi atau retak sewaktu perlakuan
panas. Besar butir dapat dikendalikan melalui komposisi pada
waktu proses pembuatan akan tetapi setelah baja jadi,
pengendalian dilakukan melalui perlakuan panas. Jika logam
dipanaskan sampai temperature sekitar 7230C, tidak akan
terjadi perubahan fasa maupun perubahan pada ukuran
butiran.
Hubungan antara tegangan dan regangan pada beban
tarik ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
(1)
di mana:
σ = tegangan (N/mm2)
F = beban (N)
A0= luas penampang mula-mula (m2)
Dengan mengetahui besarnyan energy potensial yang
diserap oleh material maka kekuatan impack benda uji dapat
dihitung dengan persamaan:
(2)
dimana :
K = Harga impak(J/mm2)
Eserap = energy serap (J)
= luas penampang (mm2)
Indentor yang digunakan pada pangujian metode
Vickers ialah berbentuk piramida dengan bidang alas bujur
sangkar dengan sudut puncak yang khusus. Dengan
memberikan beban pada benda kerja dengan beban F dan
diagonal identitas benda kerja (d), maka nilai kekerasannya
adalah :
(3)
(4)
dimana :
HV = Nilai Kekerasan Vickers (kgf/ )
F = Beban Penekanan (kgf)
d = Diameter Identensi (mm)
e = Sudut antara permukaan intan yang berlawanan (1360).
D. Analisis Regresi
Analisis regresi digunakan untuk mencari
kecenderungan saling ketergantungan antara dua variabel
(peubah) atau lebih, guna memprediksi kemungkinan
perubahan yang mungkin terjadi pada suatu variabel lainnya
diubah.
Regresi linear sederhana didasarkan pada hubungan
fungsional ataupun kausal satu variabel independen dengan
satu variabel dependen. Persamaan umum regresi linier
sederhana adalah :
Ŷ= a + bX (5)
Untuk mencari nilai-nilai konstanta a dan b pada
persamaan regresi yang hasilnya sebagai berikut :
(6)
Salah satu asumsi dari analisis regresi adalah linearitas
dimana garis regresi antara X dan Y membentuk garis lurus
linear atau tidak. Kalau tidak linar maka analisis regresi tidak
dapat dilnjutkan.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-118
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dan
bertempat di Politeknik Negeri Ujung Pandang, Fakultas
MIPA Universitas Negeri Makassar, Fakultas Teknik UKI-
Paulus Makassar dan Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin.
Peralatan penelitian yang digunakan adalah mesin
bubut, dapur pemanas, jangka sorong, stopwatch, kamera
digital, sedangkan peralatan pengujian yang digunakan seperti
mesin uji tarik, uji impak, mesin uji kekerasan dan mikroskop
optik.
Bahan penelitian yang digunakan adalah baja karbon
AISI 1045 yang berbentuk poros pejal dengan dimensi Ǿ16
mm x 200 mm dan 10 mm x 10 mm x 55 mm untuk uji tarik
dan impak.
Sebelum melakukan penelitian, maka terlebih dahulu
melakukan pengujian spesifikasi bahan yang telah disiapkan.
Bahan yang telah disiapkan dipotong dengan menggunakan
mesin gergaji horizontal untuk keperluan uji tarik dan uji
impak. Untuk uji tarik dilakukan pemotongan sepanjang 200
mm sebanyak 3 potong dan uji impak sebanyak 27 potong
dengan dimensi 10 mm x 10 mm x 55 mm.
Gambar 2 Proses pembuatan spesimen
Spesimen yang telah dibuat dimasukkan kedalam dapur
pemanas, kemudian mengeset temperatur 7500C dan ditahan
selama 25 menit. Setelah tertahan selama 25 menit dalam
temperatur 7500C, spesimen dikeluarkan dari tungku atau
dapur pemanas dan didinginkan dengan mencelup kedalam
media pendingin yaitu air sampai mencapai suhu kamar
(proses kuens). Proses yang sama dilakukan pada temperatur
8000C, 850
0C
dan 900
0C dengan holding time 25 menit.
Gambar 3. Posisi spesimen pada dapur pemanas
Pengujian sifat mekanis dilakukan dengan
menggunakan mesin uji tarik, impak, kekerasan serta uji
metalografi untuk mengetahui perubahan struktur atomnya.
Pengujian impak dilakukan untuk mengetahui nilai
ketangguhan setelah proses perlakuan panas dan dikuens
dengan media pendingin air. Uji kekerasan untuk mengetahui
nilai kekerasannya. Pengujian mikrostruktur dilakukan untuk
mengetahui perubahan struktur mikro dari bahan setelah
mengalami proses variasi temepratur perlakuan panas.
Setelah data sudah di peroleh melalui pengujian maka
dilakukan pengolahan data yang kemudian di analisis dengan
menggunakan metode analisis statistik (Regresi dan ANOVA).
Regresi untuk melihat sebarapa besar hubungan
variabel X dan Y, sedangkan ANOVA untuk melihat pengaruh
variabel X terhadap variabel Y.
IV. ANALISIS MODEL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengujian Impak
Dari hasil pengujian dan perhitungan, hubungan antara
temperatur terhadap nilai kekuatan impak setelah proses kuens
ditunjukkan grafik berikut :
Gambar 4. Hubungan antara temperatur terhadap
nilai kekuatan impak setelah proses kuens
2. Hasil Pengujian Kekerasan
Dari hasil pengujian dan perhitungan, hubungan antara
temperatur terhadap nilai kekerasan setelah proses kuens
ditunjukkan pada tabel dan grafik berikut :
Gambar 5. Hubungan antara temperatur terhadap
nilai kekerasan setelah proses kuens
3. Hasil pengujian baja karbon AISI 1045
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-119
Struktur mikro pembesaran 400x pada
temperatur 7500C
Struktur mikro pembesaran 400x pada
temperatur 8000C
Struktur mikro pembesaran 400x
pada temperatur 8500C
Struktur mikro pembesaran 400x pada
temperatur 9000C
Gambar 6.Struktur mikro pembesaran 400x pada temperatur 7500C, 8000C, 8500C, 000C
B. Pembahasan
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan regresi
linier sederhana diperoleh persamaan regresinya sebagai
berikut : Ŷ= 1,053-0,001X. Uji F di lakukan untuk mengetahui
apakah ada pengaruh yang signifikan atau tidak, antara
variabel independen dan variabel dependen. Pengujian dengan
memperhatikan perbandingan antara nilai Fhitung dan nilai Ftabel
dari hasil analisis statistik yang di lakukan menunjukkan nilai
Fhitung = 56,889 dan niali Ftabel = 18,5128. Dari hasil perolehan
nilai F menunjukkan bahwa nilai Fhitung lebih besar dari nilai
Ftabel, hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan antara variabel independen X (temperatur) terhadap
variabel dependen Y (ketangguhan) setelah proses kuens.
Nilai korelasi (R) sebesar 0,983 artinya hubungan
antara variabel independen X (temperatur) terhadap variabel
dependen Y (ketangguhan) dapat dikatakan mempunyai
hubungan yang signifikan atau hubungan variabel X terhadap
variabel Y sebesar 98,3 %. Kemudian nilai determinasi (R2)
yang diperoleh sebesar 0,966 atau 96,6 %.
Dari penelitian yang telah di lakukan dan berdasarkan
hasil analisis regresi dari koefisien hasil perhitungan input
SPSS diperoleh nilai persamaan regresi antara temperatur dan
kekerasan setelah proses kuens. Nilai konstan (a) = 65.741 dan
nilai (b) = 0.01942 sehingga di peroleh persamaan regresi
sederhana Ŷ= 65,741+0,01942X
Untuk mengetahui apakah variabel independen (X)
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Y)
atau untuk mengetahui apakah model regresi dapat di gunakan
untuk memprediksi variabel dependen atau tidak dapat di ukur
dengan Uji F. Pengujian dengan memperhatikan perbandingan
antara nilai Fhitung dan nilai Ftabel dengan hipotesis sebagai
berikut : Dari hasil analisis statistik yang di lakukan
menunjukkan nilai Fhitung = 18.968 dan nilai Ftabel = 18,5128.
dari hasil perolehan nilai F menunjukkan bahwa nilai Fhitung
lebih besar dari nilai Ftabel, hal ini menunjukkan bahwa ada
pengaruh yang signifikan antara variabel independen X
(temperatur) terhadap variabel dependen Y (kekerasan) setelah
proses kuens temper.
Nilai korelasi (R) sebesar 0.951 artinya hubungan
antara variabel independen X (temperatur) terhadap variabel
dependen Y (kekerasan) dapat dikatakan mempunyai
hubungan yang signifikan atau hubungan variabel X terhadap
variabel Y sebesar 95,1 %. Kemudian nilai determinasi (R2)
yang diperoleh sebesar 0,905 atau 90,5 %. Hal ini
menunjukkan presentase pengaruh variabel independen
(temperatur) terhadap variabel dependen (kekerasan) sebesar
90,5 % dapat dikatakan proporsi keragaman nilai peubah Y
(kekerasan) dapat dijelaskan oleh nilai peubah X (temperatur)
melalui hubungan linear.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian
pada baja karbon AISI 1045 dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Dari hasil anlisis regresi diperoleh variasi temperatur dan
waktu tahan memberikan perbedaan pengaruh yang
signifikan terhadap ketangguhan dan kekerasan setelah
proses kuens. Nilai ketangguhan yang tertinggi setelah
proses kuens diperoleh pada temperatur 7500C sebesar
0,60 J/mm2, pada temperatur 900
0C nilai kekerasan
tertinggi sebesar 83,0 HRC setelah proses kuens.
2. Pada spesimen temperatur 7500C pembesaran 400x
dimana struktur mikro yang tebentuk adalah fase ferit
dan fase perlit, dimana fase perlit yang berwarna gelap
dan melebar mempunyai sifat yang keras dan getas serta
dibuktikan meningkatnya nilai kekerasannya. Sedangkan
pada temperatur 9000C didominasi oleh struktur perlit
yang seragam bersifat keras dan getas serta dengan
meningkatnya nilai kekerasannya. Semakin tinggi kadar
karbon semakin banyak perlitnya, dimana nilai
kekerasannya semakin meningkat tetapi ketangguhannya
akan menurun dengan bertambahnya temperatur
perlakuan panas.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Bradbur, E, J. 1982. Dasar Metalurgi untuk Rekayasawan.
Jakarta. Gramedia Pustaka.
[2] John A. Schey, 2009, “Proses Manufaktur”. Penerbit Andi
Yogyakarta.
[3] Bondan T. Sofyan, “Pengantar Material Teknik”. Salemba
Teknika, Jakarta.
[4] Djaprie. Srianti, 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa
material edisi keenam. Penerbit Erlangga. Jakarta.
[5] ASM Handbook. 1993. “Welding, Brazing, and Soldering”.
Volume 6, USA.
[6] Yanti. 2011. “Analisis Keretakan Baja Karbon Tinggi
Akibat Variasi Perlakuan Panas”.
[7] Lawrence H.V.V. 1989 “Ilmu dan Teknologi Bahan”.
Erlangga, Jakarta.
[8] Lawrence H.V.V “Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa
Material”. Erlangga, Jakarta.
[9] Baumer, B.M.J. 1994 “Ilmu Bahan Logam”. Bhratara,
Jakarta.
[10] Rohyana, Solih. 1999. “Pekerjaan Logam Dasar”. Armico,
bandung.
[11] Supranto J. 2001. “Statistik Teori dan Aplikasi”. Erlangga,
Jakarta.
[12] Sriati Japrie. 1996. “Metalurgi Mekanik”. Erlangga, Jakarta.
[13] Walpole, Ronald E., 1995. “Pengantar Statistik”. PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
[14] Wibisono, Yusuf., 2005, “Metode Statistik”. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-120
[15] Prof. Ir. Tata Surdia M.S Met. E, “Teknik Pengecoran
Logam”. Cetakan 5, Pradnya Paramita, Jakarta.
[16] Ir. Tata surdia M.S Met. E, Prof. Dr. Shinroku Saito,
“Pengetahuan Bahan Teknik”. PT. Pradnya Paramita,
Jakarta
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-121
Prediksi kekuatan Laminat Komposit dengan
Pendekatan Analitik dan Analisis Elemen Hingga
Syarif Hidayat, Bambang K Hadi, Hendri Syamsudin,Sandro Mihradi Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
Bandung Indonesia
Abstract— Penggunaan material komposit pada struktur
modern dari waktu kewaktu mengalami peningkatan.
Penggunaan material ini mendapatkan tempat utama pada
aplikasi pesawat udara. Agar dapat memprediksi beban
kegagalan, diperlukan informasi tentang tegangan dan regangan
pada sebuah struktur. Pada penelitian ini, analisis tegangan
dilakukan pada laminat komposit CFRP (carbon Fiber
Reinforced Polymer) berlubang dan tanpa lubang dengan
pendekatan analitik dan elemen hingga.Pada pendekatan
analitik, dilakukan dengan peng-coding-an matlab untuk panel
pelat komposit menggunakan teori laminat klasik dan beberapa
teori kegagalan komposit. Sedangkan pendekatan analisis elemen
hingga menggunakan perangkat lunak MSC Nastran.
Perbandingan nilai tegangan dan regangan, untuk panel pelat,
didapatkan dari analitik dan analisis elemen hingga,
memperlihatkan hasil yang sesuai antara keduanya. Beban
kegagalan pada pelat laminat komposit tanpa lubang didapatkan
dengan menggunakan empat kriteria kegagalan yaitu kriteria
tegangan maksimum, regangan maksimum, Tsai- Hill, dan Tsai-
Wu. Hasil analitik dan elemen hingga menunjukkan nilai yang
sangat mirip. Kriteria kegagalan Tsai-Wu memperlihatkan nilai
terbaik dalam memperkirakan beban kegagalan bagi pelat
komposit dengan dan tanpa lubang.
Kata kunci : Laminat komposit, beban kegagalan, kriteria
kegagalan,analitik, analisis elemen hingga
I. PENDAHULUAN
Material komposit telah menduduki posisi penting dalam
penggunaannya, seperti pada dunia penerbangan, departeman
pertahanan, kendaraan, bangunan sipil, dan juga pada bidang
olah raga dan rekreasi. Pada awalnya material ini
dikembangkan untuk kebutuhan dunia penerbangan, namun
sekarang sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Penggunaan material komposit menjadi tidak terbatas lagi pada
bidang tertentu, penggunaan material ini akan mendominasi
pada peralatan kehidupan sehari-hari pada masa kini dan akan
dating.
Komposit serat dengan penguat polimer (Fibre Reinforced
Polymer /FRP) semakin berperan penting untuk komponen
struktur utama pesawat udara seperti sayap, ekor, dan badan;
dan substruktur seperti rib, dan penghubung spar pada pesawat
udara generasi baru. Peranan material ini dapat meningkatkan
kekakuan dan kekuatan dan juga lebih ringan. Pada penelitian
ini, prediksi beban kegagalan pada komposit sangat penting
dalam kaitannya dengan jaminan keselamatan selama dalam
pelayanan penerbangan . Analisis tegangan merupakan bagian
dari proses prediksi kegagalan.
Pelat komposit berlubang dan tanpa lubang ukuran
35mmx100mm x 2.4mm dengan pembebanan tarik statis yang
digunakan dalam penelitian ini. Pelat terdiri dari 16 lembar
serat carbon dan resin epoxy, masing-masing lembar serat
tebalnya 0.15 mm dengan susunan [45/-45/0/45/0/-45/0/90]s.
Analisis tegangan pada pelat ini akan dapat memprediksi beban
kegagalan (failure load) dengan menggunakan beberapa teori
kegagalan
II. ANALISIS TEGANGAN PADA LAMINAT KOMPOSIT
Laminat komposit yang dibentuk oleh 16 lembar CFRP
T300/914C, dengan ketebalan lamina 0.15mm dan susunan
laminanya [45/-45/0/45/0/-45/0/90]s mempunyai spesifikasi
pada table 1, diperoleh dari literature [16].
Untuk menghitung besaran tegangan-regangan digunakan
peng-coding-an Matlab dengan menggunakan Teori Laminat
Klasik.
Table 1. konstanta material untuk Lamina dan Laminat
Material Konstanta untuk lamina dan laminat
E1 E2 E3 G12 G21 G31 υ12 υ23 υ21 (GPa) (GPa) (GPa) (GPa) (GPa) (GPa)
Lamina 130 10 10 5.0 3.27 5.0 0.35 0.5 0.027
III. ANALISA ELEMEN HINGGA
Pada penelitian ini digunakan MSC NASTRAN untuk
dapat menganalisis tegangan laminat komposit. Pemodelan
metoda elemen hingga seperti finite element mesh, kondisi
batas, dan spesifikasi material diolah dengan menggunakan
pre-processor PATRAN. Demikianpun post-processor diolah
dengan PATRAN. Untuk kasus ini finite element mesh 560
elemen menghasilkan data yang konvergen [16].
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-122
Gambar 1. Model elemen hingga untuk pelat tanpa lubang
IV. HASIL DAN DISKUSI
A. Metoda Analitik Tegangan Pelat Tanpa Lubang
Regangan pada setiap lamina mempunyai nilai yang sama,
karena lapisan tengah laminat berharga nol, dan gaya yang
bekerja hanya gaya tarik tanpa adanya momen.
Laminat merupakan susunan kombinasi arah serat lamina
+45,-45, 0, dan 90 derajat, nilai regangan pada setiap
laminanya :
Tegangan global pada setiap lamina dapat dihitung
berdasarkan nilai regangan global dengan menggunakan matrik
kekakuan, seperti terlihat pada table 2
Tabel 2. Tegangan Global pada pelat tanpa lubang metoda analitik
Arah serat (MPa) (MPa) (MPa)
+45 147.4358 72.6528 89.8321
-45 147.4358 72.6528 -89.8321
0 677.3916 -4.3241 0
90 44.7486 -277.6388 0
Tegangan global pada laminat komposit selanjutnya
ditransfer menjadi tegangan lokal atau tegangan masing-
masing lamina sesuai dengan arah seratnya. Dapat dilihat pada
tabel 3.
Tabel 3. Tegangan-regangan lokal pada lamina dengan metoda analitik
pada pelat tanpa lubang
Arah
serat (MPa) (MPa) (MPa)
+45 199.8 20.2 -37.3 0.001 0.001 -0.003
-45 199.8 20.2 37.3 0.001 0.001 0.003
0 677.3 -4.32 0.00 0.005 -0.002 0
90 -277.6 44.7 0.00 -0.002 0.005 0
B. Metoda Numerik Tegangan Pelat Tanpa Lubang
Model elemen hingga dengan kondisi batas seperti terlihat
pada Gambar 1. Koordinat lokal berupa sumbu-x searah
dengan panjang, sumbu-y searah lebar, dan sumbu-z searah
tebal pelat laminat. Arah serat lamina berdasarkan sumbu-x,
misalnya arah serat lamina 0 derajat sejajar dengan sumbu-x.
Beban tarik yang bekerja berupa gaya merata sebesar 800
N/mm terdapat pada salah satu ujung pelat, sedangkan ujung
pelat yang satunya berupa jepitan fixed.
Model dengan meshing yang menghasilkan data convergent
[16] untuk pelat tanpa lubang, dapat terlihat pada table 4.
Tabel 4. Detail meshing untuk model pelat tanpa lubang NO elemen Detail 1 Jenis elemen Quad4 2 Jumlah elemen 560 3 Jumlah nodal 615
Tabel 5. Tegangan-regangan pelat tanpa lubang metoda elemen hingga Arah
serat (MPa) (MPa) (MPa)
+45 205.42 20.36 -36.68 0.0015 0.0015 -0.0036
-45 205.42 20.36 -36.68 0.0015 0.0015 0.0036
0 674.3 -4.78 0 0.0051 -0.0021 0
90 -263.45 45.50 0 -0.0021 0.0051 0
C. Metoda Numerik Pelat berlubang
Pelat komposit berukuran 100mm x 35mm x 2.4mm
dengan lubang diameter 3mm dimodelkan dengan
menggunakan MSC PATRAN. Pada ujung bawah pelat berupa
jepitan fixed dengan kondisi Ux, Uy, Uz, Rx, Ry, dan Rz
berharga nol. Sedangkan pada ujung atas pelat berupa beban
merata sebesar 550 N/mm. Model dengan detail meshing dapat
dilihat pada table 6.
Tabel 6. Detail meshing untuk model pelat tanpa lubang [16]
NO elemen Detail
1 Jenis elemen CQuad4
2 Jumlah elemen 560
3 Jumlah nodal 615
Pada Gambar 2 terlihat pemodelan pelat dengan konfigurasi
lubang dan kondisi batas dikedua ujungnya.
Gambar 2. Model elemen hingga pelat berlubang
Nilai tegangan-regangan pada pelat berlubang pada
lamina dengan arah serat masing-masing dapat dilihat pada
table 7.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-123
Tabel 7. Nilai tegangan-regangan lokal pelat berlubang Arah
serat (MPa) (MPa) (MPa)
+45 137.62 13.92 -26.35 0.001 0.001 -0.003
-45 137.62 13.92 26.35 0.001 0.001 0.003
0 474.14 -3.37 0 0.004 -0.001 0
90 -198.90 31.21 0 -0.001 0.004 0
D. Perbandingan Hasil analitik dengan Metoda Elemen
Hingga (MEH) Pelat tanpa lubang
Tabel-tabel berikut di bawah ini memperlihatkan
perbandingan hasil perhitungan metoda analitik dengan metoda
elemen hingga (MEH) untuk pelat tanpa lubang.
Tabel 8. Tegangan searah serat
Arah serat (MPa) Eror (%)
Analitik MEH
+45 199.88 205.42 2.698
-45 199.88 205.42 2.698
0 677.39 674.29 0.458
90 -277.63 -263.45 5.11
Tabel 9. Tegangan arah tegak lurus serat
Arah (MPa) Eror
serat
(%)
Analitik MEH
+45 20.21 20.36 0.711
-45 20.21 20.36 0.711
0 -4.32 -4.79 9.679
90 44.75 45.50 1.654
Tabel 10. Tegangan geser
Arah serat (MPa) Eror (%)
Analitik MEH
+45 -37.39 -36.69 1.924
-45 37.39 36.69 1.924
0 0 0 0
90 0 0 0
Tabel 11. Regangan searah serat
Arah Eror
serat
(%)
Analitik MEH
+45 0.0015 0.002 1.961
-45 0.0015 0.002 1.961
0 0.0052 0.005 0.019
90 -0.0023 -0.002 7.477
Tabel 12. Regangan arah tegak lurus serat
Arah Eror
serat
(%)
Analitik MEH
+45 0.0015 0.00153 1.961
-45 0.0015 0.00153 1.961
0 -0.0023 -0.00214 6.957
90 0.0052 0.005199 0.020
Tabel 13. Regangan geser
Arah Eror
serat
(%)
Analitik MEH
+45 -0.0037 -0.00367 0.81744
-45 0.0037 0.00367 0.81744
0 0 0 0
90 0 0 0
Persentasi error perbandingan antara hasil analitik dan
elemen hingga sangat kecil. Nilai tegangan dan regangan
antara hasil analitik dan elemen hingga mempunyai harga yang
sangat berdekatan. Tegangan dan regangan lokal searah serat
baik pelat tanpa lubang maupun berlubang berharga maksimum
pada lamina 00 dan minimum pada lamina 90
0. Tegangan dan
regangan lokal arah tegak lurus dengan serat bernilai
maksimum pada lamina 900 dan minimum pada lamina 0
0.
Tegangan dan regangan geser pada lamina 00 dan 90
0 berharga
nol, dan pada lamina +450 dan -45
0 berharga maksimum. Hasil
analis tegangan digunakan untuk memprediksi kekuatan
laminat.
E. Prediksi Kekuatan Laminat Komposit
Kriteria kegagalan pada material komposit sangat kompleks
dibandingkan dengan kriteria kegagalan pada material metal,
karena material komposit merupakan jenis anisotrop dan model
kegagalannya cenderung berbeda-beda tergantung pada jenis
pembebanan.
Pada awalnya metoda yang digunakan untuk memprediksi
kekuatan pelat adalah metoda analitik dengan menggunakan
teori kegagalan Tegangan Maksimum, Regangan Maksimum,
Tsai-Hill dan Tsai-Wu dengan koefisien Hoffman kemudian
dibandingkan dengan hasil eksperimen. Pada Metoda elemen
hingga dapat menggunakan teori kegagalan yang sudah
tersedia pada software saat analisis tegangan pada pelat tanpa
lubang ataupun berlubang.
1) Prediksi Kekuatan Pelat dengan metoda analitik
Berdasarkan nilai tegangan yang didapat pada chapter E,
digunakan untuk menentukan Failure Index (FI) dan Strength
Ratio (SR) berdasarkan beberapa teori kegagalan. Nilai FI dan
SR dapat terlihat pada tabel 14.
Tabel 14. FI dan SR untuk pelat tanpa lubang hasil metoda analitik
Arah Teori Teori Regangan Teori Tsai Teori Tsai- serat Tegangan Maks. Hill Wu
Maks. FI SR FI SR FI SR FI SR
+45 0.5753 1.738 0.3707 2.6971 0.6112 1.2791 0.7534 1.3272 -45 0.5753 1.738 0.3707 2.6971 0.6112 1.2791 0.7534 1.3272 0 0.5644 1.772 0.5657 1.7676 0.3218 1.7626 0.211 4.731 90 1.1187 0.894 1.3056 0.7659 1.341 0.8635 1.308 0.7245
Pada tabel 14 terlihat bahwa nilai FI yang lebih besar dari
1, atau SR kurang dari 1 adalah lamina 900, artinya lamina
tersebut mengalami kegagalan (failed). Prosedur selanjutnya
untuk menghitung tegangan-regangan lokal dengan
mengabaikan lamina 900. Hasil perhitungan tegangan-regangan
lokal dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel 15. Tegangan-regangan setelah mengalami First Ply Failure
Arah
serat (MPa) (MPa) (MP
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-124
a)
+45 116 11.7 -48.7 8.62E-04 8.62E-04 -4.87E-03
-45 116 11.7 48.7 8.62E-04 8.62E-04 -4.87E-03
0 739 -20.2 0 5.74E-03 -4.01E-03 0
90 - - - - - -
Selanjutnya dengan menggunakan nilai tegangan-regangan
lokal pada tabel 15, FI dan SR dihitung. Pada Tabel 16 dapat
dilihat nilai FI dan SR yang baru (tanpa lamina 900). Dari
Tabel 16 tersebut terlihat bahwa lamina +450 dan -45
0
mempunyai nilai SR terendah disbanding dengan lamina 00.
Selanjutnya abaikan lamina +450 dan -45
0, dengan prosedur
yang sama untuk menghitung tegangan-regangan lokal, dengan
mengabaikan lamina +450, -45
0, dan 90
0 .
Tabel 16. FI dan SR setelah mengalami First Ply Failure
Arah Teori Teori Teori Tsai Teori Tsai- serat Tegangan Regangan Maks. Hill Wu
Maks.
FI SR FI SR FI SR FI SR +45 0.7518 1.33 0.2154 4.6424 0.6570 1.2337 0.8 1.25
-45 0.7518 1.3
3 0.2154 4.6424 0.6570 1.2337 0.8 1.25 0 0.6155 1.625 0.6214 1.6092 0.4006 1.5799 0.0181 9.5
90 - - - - - - - -
SR, yang didapat dari beberapa teori kegagalan yang
berbeda, dikalikan dengan gaya yang bekerja, menghasilkan
beban kegagalan (failure load), dapat dilihat pada tabel 17.
Tabel 17. Beban kegagalan (failure load) Failure load Teori Teori Teori Teori
(KN) Tegangan Regangan Tsai-Hill Tsai-Wu Maks. Maks.
First ply 25 21.44 24.179 21.392 Second 45.5 45.05 34.54 34.6584 ply
Last ply 37.8 37.8 37.8 54.8716
2) Prediksi Kekuatan Pelat dengan Metoda Elemen Hingga
Dari hasil metoda analitik, diperoleh teori kegagalan yang
paling sesuai dengan data hasil eksperimen[16] adalah teori
kegagalan Tsai-Wu dengan koefisien Hoffman. Sehingga
dalam analisa dengan metoda elemen hingga hanya teori
kegagalan Tsai-Wu yang dipilih dalam memprediksi kekuatan.
Hasil perhitungan FI per lamina, dapat dilihat pada tabel 18-20.
Tabel 18. FI dan SR Arah serat Teori Tsai-Wu
FI SR +45 0.7691 1.3002 -45 0.7691 1.3002 0 0.188 5.3186 90 1.317 0.7593
Gambar 3.FI lamina +45
Gambar 4.FI lamina -45 Gambar 5.FI lamina 0
Gambar 6.FI lamina 90
Tabel 19. FI dan SR setelah First Ply Failure Arah serat Teori Tsai-Wu
FI SR +45 0.7887 1.2679 -45 0.7887 1.2679 0 0.00463 215.9 90 - -
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-125
Tabel 20. FI dan SR setelah Second Ply Failure Arah serat Teori Tsai-Wu
FI SR +45 - - -45 - - 0 0.5448 1.84 90 - - Tabel 21. Failure Load Pelat Failure load (kN)
First ply 21.26
Second ply 35.5
Last ply 51.394
3) Prediksi Kekuatan Pelat berlubang dengan metoda elemen hingga
Prediksi beban kerusakan dengan teori kegagalan Tsai-
Wu menghasilkan nilai yang mendekati data hasil
eksperimen untuk pelat komposit[16]. Untuk selanjutnya
teori kegagalan Tsai-Wu ini yang digunakan dalam analysis
pelat berlubang. Dapat dilihat pada tabel 22-24 besaran FI
dan SR pada pelat berlubang.
Tabel 22. FI dan SR Pelat berlubang Arah serat Teori Tsai-Wu
FI SR
+45 0.7854 1.27
-45 0.7854 1.27
0 0.0763 13.1
90 0.8549 1.17
Tabel 23. FI dan SR Pelat berlubang setelah First Ply
Failure
Arah serat Teori Tsai-Wu
FI SR
+45 0.7936 1.25
-45 0.7936 1.25
0 0.0975322 10.25
90 - -
Tabel 24. FI dan SR Pelat berlubang setelah Second Ply
Failure
Arah serat Teori Tsai-Wu
FI SR
+45 - -
-45 - -
0 0.70319 1.422
90 - -
Gambar 7.FI Pelat berlubang lamina +45
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-126
Gambar 10.FI Pelat berlubang lamina 90
Tabel 25. Failure Load Pelat berlubang Pelat Failure load (kN)
First ply 20.1 Second ply 24.0625
Last ply 27.37 Nilai SR didapatkan setelah first ply, second ply dan last
ply failure, dikalikan dengan gaya yang bekerja, sama dengan
failure load, seperti dapat dilihat pada tabel 25.
V. KESIMPULAN
Tegangan-regangan lokal sejajar dengan arah serat dengan
nilai maksimum didapatkan pada lamina 00, sedangkan nilai
minimum didapatkan pada lamina 900. Tegangan-regangan
lokal yang tegak lurus arah serat nilai maksimum didapatkan
pada lamina 900, sedangkan nilai minimum didapatkan pada
lamina 00. Tegangan-regangan geser berharga nol pada lamina
00dan 900, sedangkan pada lamina +45 dan -45 bernilai
maksimum. Tegangan yang didapat dari hasil analisis,
digunakan untuk memprediksi kekuatan pada setiap lamina.
Failure load (beban kegagalan) pada pelat komposit didapatkan
dengan analisis metoda analitik dan elemen hingga. Hasil yang
didapat mempunyai nilai yang nyaris sama. Failure load
didapat dengan berdasarkan pada beberapa kriteria kegagalan,
seperti kriteria tegangan maksimum, regangan maksimum,
Tsai-Hill, dan Tsai-Wu. Hasil yang diperoleh dibandingkan
dengan data hasil eksperimen[16], ternyata failure load yang
didapat dengan teori kriteria kegagalan Tsai-Wu adalah yang
terbaik. Hasil pengamatan ini menyimpulkan bahwa kriteria
kegagalan Tsai-Wu adalah kriteria yang paling tepat untuk
digunakan dalam memprediksi kegagalan pelat laminat
komposit. Untuk selanjutnya dalam analisis prediksi failure
load pelat laminat komposit berlubang digunakan kriteria
kegagalan Tsai-Wu. Dapat disimpulkan bahwa kriteria
kegagalan Tsai-Wu yang paling tepat digunakan dalam analisis
failure load pelat laminat komposit berlubang ataupun tanpa
lubang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dapat terlaksana atas bantuan dana dari Dikti
melalui dana desentralisasi penelitian Politeknik Negeri
Bandung berupa bantuan biaya Penelitian Disertasi Doktor
DAFTAR PUSTAKA
[1] M.H.R. Jen and C.H. Lee “Strength and life in thermoplastic
composite laminates under static and fatigue loads. Part I:
Experimental”, International Journal of Fatigue. 20 (1998) 605–
615.
[2] Y.V. Satish Kumar and Anand Srivastava, “First ply failure
analysis of Laminated stiffened plates” Composite Structures 60
(2003) 307–315
[3] WWW.Google search.org/ composite material.
[4] D. Bruno, G. Spadea and R. Zinno, “First-ply failure of
laminated composite plates”. Theoretical and applied fracture
mechanics 19 (1993) 29-48
[5] M. Yasar Kaltaker, “Stress concentrations and failure criteria in
anisotropic plates with circular holes subjected to tension or
compression” Computers and structures 61 (1996) 67-78.
[6] Y.X. Zhang, C.H. Yang, “Recent developments in finite element
analysis for laminated composite plates” Composite Structures
88 (2009) 147–157. 1269 International Journal of Engineering
Research & Technology (IJERT) Vol. 2 Issue 8, August – 2013
[7] Autar. K. Kaw, “Mechanics of composite Materials” Second
Edition Published in 2006 by CRC Press Taylor & Francis
[8] T.Y Kam and F.M Lai, “Experimental and theoretical
predictions of first ply failure Strength of laminated composite
plates” International Journal of Solids and Structures 36 (1999)
2379-2395
[9] S. Tolson and N. Zabaras, “Finite element analysis of
progressive failure in laminated composite plates”. Computers
and structures 38 (1991) 361-376.
[10] J.N. Reddy and A. K. Pandey, “A first-ply failure Analysis of
composite laminates”.Computers and structure 25 (1987) 371-
393
[11] T.Y. Kam & T.B. Jan, “First-ply failure analysis of laminated
composite plates based on thelayerwise linear displacement
theory”. Composite structures 32 (1995) 583-591
[12] WWW.Aerospaceweb.org/applicationof composite materials in
aircraft
[13] X W. Xu and H.C. Man, “Strength prediction of composite
laminates with multiple elliptical holes”. International journal of
solids and structures 37 (2000) 2887-2900.
[14] Robert. M. Jones, “Mechanics of Composite Materials”, Second
Edition 1998
[15] Y.S.N. Reddy & J. N. Reddy, “Linear and nonlinear failure
analysis of composite laminates with transverse shear”.
Composites Science and technology 44 (1992) 227-225
[16] Prof. Yogananda. A , Mr. R. Vijayakumar, “Strength Prediction
Of Composite Laminate”, International Journal of Engineering
Research & Technology (IJERT), Vol. 2 Issue 8, August – 2013
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-127
Analisis Gaya Pemotongan Baja Karbon Pada
Proses Bubut Dengan Variasi Putaran Spindel, GerakMakan Dan Kedalaman Potong Konstan
MunawarJurusan Teknik Mesin Fakultas TeknikUniversitas Veteran Republik Indonesia
Makassar , IndonesiaEmail: -
Abstract— Pemotongan baja karbon pada mesin
bubut adalah merupakan pekerjaan di bidang konstruksi yang
banyak dijumpai dalam masyarakat perkotaan maupun
pedesaan, baik dalam skala besar maupun kecil. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara gaya
pemotongan yang terjadi dengan variasi putaran spindel dan
gerak makan pada kedalaman potong konstan. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian langsung di
lapangan yakni dengan terlebih dahulu melakukan pengujian
tarik terhadap material untuk mengetahui kekuatan bahan yang
akan di uji. Hasil yang diperoleh dari pengujian tarik material
adalah baja karbon menengah jenis St. 50 dengan kekuatan
tertinggi σu = 51,3 (Kg/mm2). Kemudian bahan dengan diameter
yang telah ditentukan dipotong menggunakan pahat HSS dengan
geometri tertentu dengan variasi putaran spindel dan gerak
makan yang diubah-ubah. Gaya pemotongan yang terjadi
dideteksi dengan alat sensor dynamometer dan outputnya
dikeluarkan melalui strip chart recorder dalam bentuk grafik.
Gaya aksial tertinggi didapatkan pada putaran spindel 90
put/min pada gerak makan 0,225 mm/put, sebesar 95 Kg..
Sedangkan gaya radial tertinggi diberikan oleh putaran spindel
90; 155; dan 260 put/min pada gerak makan 0,225 mm/put,
sebesar 45 Kg. Selanjutnya gaya tangensial tertinggi diberikan
oleh putaran spindel 90 dan 155 put/min pada gerak makan
0,225 mm/put, sebesar 125 Kg. Prosentase rata-rata rasio gaya
aksial (FX) dan gaya radial (FY) terhadap gaya tangensial (Fz)
pada putaran spindel (n) = 90, 155, 260, 440, 740 put/min, gerak
makan (f) = 0,045; 0,090; 0,135; 0,180; 0,225 mm/put dan
kedalaman potong (a) konstan = !,0 mm masing-masing yaitu
71,76%; 72,83%; 68,94%; 68,73%; 70,84%. Dan 36,71%;
35,94%; 33,44%; 33,53%; 31,46%.(atau rata-rata terakhir
Z
X
F
F= 70,62% dan
Z
Y
F
F= 34,21%). Rasio gaya aksial (FX), dan
gaya radial (FY) serta gaya tangensial (FZ) terhadap gaya
resultan R pada variasi putaran spindel dan gerak makan serta
kedalaman potong konstan, secara berturut-turut adalah :
55,70%; 56,33%; 54,46%; 54,38%; 55,59% dan 28,52%;
27,75%; 26,39%; 26,48%; 24,48% serta 77,85%; 77,60%;
79,37%; 79,31%; 78,97%. (atau rata-rata terakhirR
FX =
55,29%;R
FY = 26,72% danR
FZ = 78,62%). Dari data hasil
penelitian diperoleh hubungan yaitu semakin besar gerak makan
dan semakin rendah putaran spindel dalam kedalaman
pemotongan konstan maka gaya pemotongan akan semakin
besar.
Kata kunci—Gaya pemotongan, putaran spindel, gaya makan,baja karbon
I. PENDAHULUAN
Sejalan dengan perkembangan industri dewasa ini, sepertidalam bidang konstruksi dan rekayasa maka peranan bahan-bahan logam sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan karenabaja karbon umum digunakan dalam bidang industri selainmempunyai sifat-sifat baik juga ekonomis.
Komponen mesin yang terbuat dari logam mempunyaibentuk yang beraneka ragam. Umumnya mereka dibuat melaluiproses pemesinan dengan bantuan mesin perkakas. Salah satumesin perkakas yang paling luas pemakaiannya dalam prosespemesinan yaitu mesin bubut, hal ini dimungkinkan karena
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-128
mesin bubut dapat melaksanakan berbagai jenis operasipemesinan.
Pembuatan komponen mesin yang baik memerlukanketelitian yang tinggi. Ketelitian geometris produk sangatditentukan oleh gaya potong. Disamping itu keberhasilanproses produksi sangat bergantung pada kehandalan mesinperkakas yang digunakan serta kemampuan operator dalammemilih kondisi pemotongan yang optimum.
Mesin perkakas yang handal dibuat dengan perencanaanyang tepat menyangkut kekakuan mesin, kemampuan mesin,bentuk mesin yang dapat melayani perkembangan perkakaspotong, kemudahan pemakaian dan lain-lain. Sedang kondisioperasi optimum umumnya dapat dicapai selama perkakaspotong, tool carrier dan pemasangan benda kerja direncanakandengan baik.
Kondisi pemotongan yang optimum bagi mesin perkakasperlu untuk menghasilkan produk yang sesuai denganspesifikasi (gambar teknis) dan juga untuk menekan ongkospemesinan serendah mungkin atau menaikkan produktivitassetinggi mungkin. Bertitik tolak dari pemikiran diatas, makapenulis bermaksud melakukan penelitian mengenai analisisgaya pemotongan baja karbon yang terjadi pada mesin bubut
Penelitian ini bertujuan untuk h menganalisis hubunganantara gaya pemotongan yang terjadi dengan variasi putaranspindel dan gerak makan pada kedalaman potong konstan
II. LANDASAN TEORI
A. Baja KarbonBaja Karbon adalah paduan besi (Fe) dengan Karbon (C) di
samping unsur-unsur lain seperti Silikon (Si), Mangan (Mn),Fosfor (P), nikel (N), Khrom (Cr), Vanadium (V), molibden(Mo), Wolfram/Tungsten (W/T), Kobalt (Co), unsur-unsurutama dari Baja Karbon yang menentukan kekerasannya.Sedangkan unsur lain dalam jumlah yang relatif di tambahdalam pembuatan dengan maksud untuk memperbaiki sifat-sifat baja tersebut
1) Kalsifikasi baja karbonMenurut standar AISI (American Iron and Steel Institute)
dan SAE (Society of Automotive Engineers) pengelompokanbaja karbon adalah sebagai berikut :Baja karbon rendah sekali (Mild steel)Baja ini mengandung 0.008 % sampai 0,1 %C, sifatnya mudahdibentuk dan tak dapat diperkeras.Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)Baja ini mengandung 0,16 % sampai 0,3 %C. sifatnya dapatdipanaskan tetapi sulit dibentuk dan tidak dapat diperkeras.Memiliki kekuatan sedang dengan keuletan yang sangat baik,digunakan dalam kondisi normal dan anil untuk keperluankonstruksi jembatan, bangunan, kendaraan dan kapal laut.Baja Karbon Menengah (Middle Carbon Steel)Baja ini mengandung 0,3 % sampai 0,83 %C. sifatnya dapatdiperkeras tetapi sulit untuk dibentuk dan bila kadar karbonyadiatas 0,35 % maka baja ini dapat disepuh. Temper pada daerahsuhu yang agak tinggi, yaitu sekitar 3500C – 5500C akanmenghasilkan karbida bulat yang dapat meningkatkanketangguhan baja sehingga dapat digunakan sebagai bahanporos, roda gigi dan suku cadang yang berkekuatan tinggi.Baja Karbon Tinggi (High Carbon steel)Baja ini mengandung 0,83-2,0 %, sifat-sifatnya sangat kerasdan sangat getas. Baja ini biasanya dicelup agar keras disusul
dengan penemperan pada suhu 2500C sehingga dapat dicapaikekuatan yang memadai dengan keuletan yang memenuhipersyaratan untuk pegas, perkakas potong dan bagian-bagianyang harus tahan terhadap gesekan.
2) Sifat-Sifat LogamPengetahuan tentang sifat-sifat logam dalam perencanaankonstruksi mesin adalah tahap yang utama yang perludiperhatikan dalam merancang. Oleh karena itu perludigunakan bahan-bahan teknik dalam hal ini logam secaraefisien , tepat, ekonomis dan aman. Seorang rekayasawan harusmengetahui sifat-sifat dan kemampuan dari bahan tersebut.Oleh karena itu beberapa sifat logam seperti sifat mekanik,sifat fisik dan sifat teknologi harus dipahami secara mendalamsebelum melakukan perencanaan.
B. Proses Pemotongan LogamProses pemotongan logam pada mesin bubut adalah akibat
dari gerak potong yang dilakukan oleh benda kerja dan gerakmakan oleh pahat potong. Proses ini menghasilkan geram(Chips) dari bagian benda kerja yang terlepas saat pemotongan.
Perkakas pemotong (Pahat) yang melepaskan gerammerupakan bagian yang sangat penting dalam prosespemotongan. Pilihan perkakas pemotong, kecepatan, gerakmakan serta kedalaman potong sangat mempengaruhi effisiensidari proses pemotongan.
Perkakas pemotong ini beraneka ragam bentuk dankegunaannya, tetapi pada dasarnya dapat dikelompokkanmenjadi 2 (dua) jenis pahat yaitu pahat mata potong tunggal(Single Point Cuttting Tools) dan pahat mata potong jamak(Multiple Point Cutting Tools). Pahat yang digunakan padamesin bubut adalah pahat mata potong tunggal.
Dalam mengubah bentuk suatu produk logam (komponenmesin) dapat dilakukan dengan cara memotong yang disebutproses pemotongan logam (Metal Cutting Process). Tergantungdari cara pemotongannya maka seluruh proses pemotonganlogam dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompokdasar, yaitu :
1. Proses pemotongan dengan mesin las,2. Proses pemotongan dengan mesin press,3. Proses pemotongan dengan mesin perkakas,4. Proses pemotongan non konvensional.Proses pemotongan dengan mesin perkakas atau yang
disebut juga proses pemesinan (Machining Process) sampaisaat ini tetap merupakan proses yang paling banyak digunakandidalam membuat suatu komponen mesin yang lengkap.
Berdasarkan jenis kombinasi dari gerak potong dan gerakmakan ini maka proses pemesinan dikelompokkan menjadi 7(tujuh) macam proses yang berlainan, yaitu :
1. Proses Membubut (Turning),2. Proses Menggurdi (Drilling),3. Proses Mengefrais (Milling),4. Proses Menggerinda Rata (Surface Grinding),5. Proses Menggerinda Silindris (Cylindrical Grinding),6. Proses Menyekrap (Shaping) dan
Proses Menggergaji atau memarut (Sawing, Broaching).
C. Mekanisme Pembentukan GeramPada saat pembentukan komponen mesin dengan proses
pemotongan logam menggunakan mesin perkakas dihasilkanbuangan dari benda kerja yang disebut geram (Chips).
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-129
Mekanisme terjadinya geram tersebut dapat dijelaskan sebagaiberikut : Logam yang pada umumnya bersifat ulet (Ductile)apabila mendapat tekanan akan timbul tegangan (Stress) didaerah sekitar konsentrasi gaya penekanan dari mata potongpahat. Tegangan pada logam (benda kerja) tersebut mempunyaiorientasi yang kompleks dan pada salah satu arah akan terjaditegangan geser (Shearing Stress) yang maksimum. Apabilategangan geser ini melebihi kekuatan logam yang bersangkutanmaka akan terjadi deformasi plastis (perubahan bentuk) yangmenggeser dan memutuskan material benda kerja di ujungpahat pada suatu bidang geser (Shear Plane).
Skematis pembentukan geram tersebut dapat dilihat padagambar berikut ini :
Gambar 1. Skematis Pembentukan Geram(B.H. Amstead,1986, hal. 78)
Jenis geram yang terjadi pada setiap proses pemotonganada beberapa macam, yaitu geram kontinu (Continuous Chip),geram tidak teratur (Sheared Chip) dan geram terputus- putus(Segmental Chip). Ketiga jenis geram tersebut dapat dilihatpada gambar di bawah ini :
Gambar 2. Jenis-Jenis Geram (B.H. Amstead,1986,hal. 87)a. Continuous Chip; b. Sheared Chip;
D. Geometri PahatPahat yang digunakan pada mesin bubut adalah pahat mata
potong tunggal (Single Point Cuttting Tools). Sebelum digunakan mata pahat ini di asah dalam bentuk baji (Tool Bit)terbuat dari baja atau paduan, biasanya berbentuk segi empatdengan bermacam ukuran dan panjang.
Gerak makan dan gerak potong dapat dilakukan denganberbagai cara sesuai dengan jenis mesin perkakas yang digunakan sehingga bentuk pahat potong dapat berlainan danuntuk suatu jenis pekerjaan pemesinan yang tertentu diperlukanpahat dari suatu material yang cocok.
Proses pembentukan geram dengan cara pemesinanberlangsung dengan cara mempertemukan dua jenis material.Untuk menjamin kelangsungan proses ini maka jelas diperlukan material pahat yang lebih unggul dari material bendakerja. Keunggulan tersebut meliputi : kekerasan, keuletan,ketahanan terhadap beban kejut thermal, sifat adhesi yangrendah dan daya larut elemen/komponen material yang rendah.
Secara berurutan material-material pahat dari yang palinglunak tetapi ulet sampai dengan material yang paling kerastetapi getas adalah :
1. Baja Karbon Tinggi (High Carbon steels, Carbon ToolSteel)
2. HSS (High Speed Steels, Tool Steel)3. Paduan Cor Non Ferro (Cast Non Ferrous Alloys, Cast
Carbides)4. Karbida ( Cemented Carbides, Hardmetals)5. Keramik (Ceramics)6. CBN (Cubic Boron Nitrides)7. Intan (Sintered Diamonds dan Natural Diamonds)
Bentuk dari mata pahat bergantung dari jenis kerja yangdilakukan. Beberapa contoh bentuk mata pahat yang umumdigunakan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 3. Bentuk Mata Pahat Bubut(Daryanto, 1985, hal 51)
E. Gaya PemotonganDalam proses pemesinan, produktifitas dan effisiensi kerja
mesin adalah hal-hal yang sangat diperhatikan. Karena keduahal ini sangat mempengaruhi biaya pemesinan suatukomponen. Untuk memperoleh effisiensi kerja mesin yang baikperlu diperhatikan kondisi pemotongan yang dipilih. Kondisipemotongan ini menyangkut kecepatan, kedalaman, gerakmakan dan geometri pahat.
Gaya potong diperlukan untuk melawan tahanan gesekanyang timbul waktu pahat memotong benda kerja (Work Piece).Sistem gaya yang timbul pada proses pemotongan oleh pahatbermata potong tunggal seperti pada mesin bubut dapatdiuraikan atas tiga komponen gaya potong seperti terlihat padagambar berikut :
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-130
Gambar 5. Tiga Komponen Gaya Potong(Syamsir A.Muin, 1989, hal.60)
Dalam gambar 5 dapat dilihat bahwa komponen-komponengaya potong (Cutting Force), gaya makan (Feed Force) dangaya radial (Radial Force) bekerja pada mata potong (CuttingEdge) dengan resultan R (Syamsir A. Muin, 1989, hal. 63)
III. METODOLOGI PENELITIAN
Langkah-langkah yang dilakukan pada pengujian tarikadalah sebagai berikut :
1. Kedua ujung spesimen dijepit, dimana salah satuujung spesimen dijepit pada penjepit atas (ClumpingUpper) dan ujung lainnya dijepit pada penjepit bawah(Clumping Down) pada jarak 100 mm. Tombolspindel up dan spindel down digunakan untukmengukur naik dan turunnya kedua penjepit.
2. Pemeriksaan kedudukan pada jarum skala padaindicator lalu distel pada posisi nol dengan memutarremove transport fuse yang dilakukan sebelum mesindijalankan. Disamping itu beban tarik yang digunakanjuga harus diketahui untuk memudahkan dalampembacaan skala.
3. Mesin dijalankan dengan memutar switch ke posisi“I” kemudian menekan tombol pump yang ditandaidengan menyalakan flash lamp.
4. Pengamatan terhadap jarum skala harus senantiasadiperhatikan sehingga besarnya beban kritis yaitubeban pada saat mulai terjadi penjalaran retak padaspesimen dapat tercatat.
5. Setelah pengujian tarik dilakukan, mesin dimatikandengan menekan tombol pump off dan flash lampmati, kemudian spesimen dikeluarkan dari pencekam
Langkah-langkah yang dilakukan pada pemotongan bajakarbon pada mesin bubut dengan dynamometer ini adalahsebagai berikut :
1. Persiapan mesin bubuta. menghubungkan mesin bubut dengan
sumber listrikb. Mains isolator di switch pada posisi ON.c. Mesin siap dioperasikan.
2. Persiapan peralatan pengukuran gaya pemotongana. Memasang pahat pada dynamometer.b. Memasang dynamometer pada dudukan
pahat mesin bubut.c. Memasang instalasi dynamometer, dynamic
strain amplifier dan strip chart recorder.d. Menentukan harga-harga kalibrasi pada
dynamic strain amplifier untuk ketiga pena
strip chart recorder yaitu pena gaya radial,pena gaya aksial, dan pena gaya tangensial.
e. Dynamic strain amplifier dan strip chartrecorder dihubungkan kesumber listrik.
f. Peralatan pengukuran gaya pemotongan siapdioperasikan.
3. Mempersiapkan spesimen percobaan4. Pelaksanaan proses pemotongan.
a. Menjalankan mesin pada putaran spindel 90put/menit.
b. Menetapkan kedalaman pemotongan 1,0mm.
c. Menetapkan gerak makan 0,045 mm/putaran.d. Menggerakkan pena pencatat sehingga gaya-
gaya yang terdeteksi dapat terlukis padakertas grafik.
e. Mengulang point 1,2,3 dan 4 untuk gerakmakan 0,90 ; 0,135 ; 0,180 ; dan 0,225mm/put.
f. Mengulang point 1,2,3 dan 4 untuk putaranspindel 155, 260, 440 dan 740 putaran/menit.
5. Proses pemotongan selesai.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis material yang dipergunakan dalam penelitian inidiperoleh dari hasil perhitungan pengujian tarik yangdilakukan terhadap spesimen. Dari hasil perhitunganpengujian tarik diperoleh bahwa kekuatan tarik maksimummaterial adalah σu = σMaks = 503,2 N/mm2 = 51,3 Kg/mm 2
(perhitungan diberikan pada lampiran 1).Sesuai dengan tabel sifat mekanik dan komposisi kimia dari
beberapa jenis karbon seperti diberikan pada lampiran 4,bahwa material ini dapat digolongkan sebagai baja karbonmenengah atau St = 50, dengan kandungan karbon antara0,32-0,38%.
Data-data yang diperoleh dari penelitian dengandynamometer dihitung dan ditabelkan pada tabel 4.1.Hubungan antara variabel-variabel kondisi pemotongan dangaya pemotongan yang terjadi dapat dilihat pada gambargrafik. Variabel-variabel tersebut meliputi putaran spindel (n),gerak makan (f) dan kedalaman potong (a)..
Berdasarkan tabel hasil perhitungan gaya pemotongan yangdiperoleh dari pengujian dengan dynamometer serta darigrafik yang dibuat untuk melihat hubungan antara gayapemotongan dengan variabel-variabel yang ditentukan, makadiperoleh hasil-hasil sebagai berikut :
Putaran Spindel (n) 90 put/minPada putaran spindel (n) 90 put/min, gerak makan (f)
0,045; 0,090; 0,135; 0,180; 0,225 mm/put dan kedalamanpotong konstan (a) 1,0 mm, Hasil perhitungan gaya aksial,gaya radial dan gaya tangensial tertinggi masing-masingadalah 95 Kg, 45 Kg dan 125 Kg pada gerak makan (f) 0,225mm/put dan kedalaman potong konstan. Prosentase rata-ratarasio gaya aksial dan gaya radial terhadap gaya tangensialpada gerak makan 0,045; 0,090; 0,135; 0,180; 0,225 mm/putdan kedalaman potong konstan adalah 71,76% dan 36,71%.Rasio gaya aksial, gaya radial dan gaya tangensial terhadap
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-131
resultan R pada variasi gerak makan dan kedalaman potongkonstan, berturut-turut adalah 55,70%; 28,52% dan 77,85%.
Putaran Spindel (n) 155 put/min.Untuk putaran spindel (n) 155 put/min, gerak makan (f) 0,045;0,090; 0,135; 0,180; 0,225 mm/put dan kedalaman potongkonstan (a) 1,0 mm, hasil perhitungan tertinggi untuk gayaaksial, gaya radial dan gaya tangensial masing-masing sebesar92,5 Kg; 45 Kg dan 125 Kg pada gerak makan 0,225 mm/putdan kedalaman potong konstan. Prosentase rata-rata rasio gayaaksial dan gaya radial terhadap gaya tangensial pada gerakmakan 0,045; 0,090; 0,135; 0,180; 0,225 mm/put dankedalaman potong konstan adalah sebesar 72, 83% dan 35,94%. Rasio rata-rata gaya aksial dan gaya radial serta gayatangensial terhadap gaya resultan R pada variasi gerak makandan kedalaman potong konstan yakni sebesar 56,33% dan27,75% serta 77,60%.
Putaran Spindel (n) 260 put/minPada putaran spindel (n) 260 put/min, gerak makan (f)
0,045; 0,090; 0,135; 0,180; 0,225 mm/put dan kedalamanpotong konstan (a) 1,0 mm, untuk gaya aksial, gaya radial dangaya tangensial tertinggi berturut-turut adalah 92,5 Kg ; 45 Kgdan 120 Kg, pada gerak makan 0,225 mm/put dan kedalamanpotong konstan. Prosentase rata-rata rasio gaya aksial dangaya radial terhadap gaya tangensial pada gerak makan 0,045;0,090; 0,135; 0,180; 0,225 mm/put dan kedalaman potongkonstan yakni sebesar 68, 94% dan 33, 44%. Untuk rasio gayaaksial, gaya radial dan gaya tangensial terhadap resultan Rpada variasi gerak makan dan kedalaman potong konstanmasing-masing yaitu 54,46% ; 26, 39% dan 79, 37%.
Putaran Spindel (n) 440 put/min.Pada putaran spindel (n) 440 put/min, gerak makan (f)
0,045; 0,090; 0,135; 0,180; 0,225 mm/put dan kedalamanpotong konstan (a) 1,0 mm, Hasil perhitungan gaya aksial,gaya radial dan gaya tangensial tertinggi masing-masingadalah 90 Kg, 42,5 Kg dan 115 Kg pada gerak makan 0,225mm/put dan kedalaman potong konstan. Prosentase rata-ratarasio gaya aksial dan gaya radial terhadap gaya tangensialpada gerak makan 0,045; 0,090; 0,135; 0,180; 0,225 mm/putdan kedalaman potong konstan yakni 68, 73% dan 33, 53%.Rasio untuk gaya aksial, gaya radial dan gaya tangensialterhadap resultan R pada variasi gerak makan dan kedalamanpotong konstan, berturut-turut adalah 54,38% ; 26,48% dan79,31%.
Putaran Spindel (n) 740 put/min.Untuk putaran spindel (n) 740 put/min, gerak makan (f) 0,045;0,090; 0,135; 0,180; 0,225 mm/put dan kedalaman potongkonstan (a) 1,0 mm. Hasil perhitungan tertinggi Untuk gayaaksial, gaya radial dan gaya tangensial masing-masing adalah85 Kg, 40 Kg dan 100 Kg pada gerak makan 0,225 mm/putdan kedalaman potong konstan. Prosentase rata-rata rasio gayaaksial dan gaya radial terhadap gaya tangensial pada gerakmakan 0,045; 0,090; 0,135; 0,180; 0,225 mm/put dankedalaman potong konstan yakni 70,84% dan 31,46%. Rasiountuk gaya aksial, gaya radial dan gaya tangensial terhadapresultan R pada variasi gerak makan dan kedalaman potongkonstan, berturut-turut adalah 55,59% ; 24,48% dan 78,97%.
Menurut Syamsir. A. Muin, Bila sudut (SCEA) = 45o,
( sudut inklinasi) = 0 dan rake angle ( ) = 15o , maka :
- gaya makan (Feed Force, FX) = (0,3 sampaidengan 0,4) FZ
-.gaya pahat (Tool Force, FY) = (0,4 sampaidengan 0,5) FZ
Pada putaran spindel (n) dan kedalaman potong (a) yangkonstan, apabila gerak makan (f) dinaikkan maka harga gayapemotongan yang terjadi akan semakin besar pula. Hal initerlihat pada hampir semua kondisi pemotongan yang diukur,baik pada gaya aksial, gaya radial maupun pada gayatangensial.
Keadaan tersebut diatas menunjukkan bahwa gerak makan(f) berpengaruh langsung terhadap gaya pemotongan. Dengansemakin besarnya gerak makan (f) maka luas penampanggeram yang terjadi akan semakin besar pula.
Pada gerak makan (f) dan kedalaman potong (a) yangkonstan, terlihat bahwa gaya pemotongan menurun seiringdengan kenaikan putaran spindel (n). Akan tetapi hargapenurunan gaya pemotongan ini relatif kecil.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KesimpulanDari hasil analisis dan pembahasan serta merujuk pada teori-
teori sebelumnya dapat ditarik kesimpulan penelitian sebagaiberikut :
Pada putaran spindel dan kedalaman potong yang konstan,apabila gerak makan dinaikkan maka gaya pemotongan yangterjadi akan semakin besar. Sedangkan pada gerak makan dankedalaman potong yang konstan, terlihat bahwa gayapemotongan menurun seiring dengan kenaikkan putaranspindel.
B. SaranBeberapa saran yang dapat diberikan sesuai dengan hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut :1. Karena banyaknya faktor yang mempengaruhi
effisiensi dan produktivitas suatu mesin perkakasmaka penelitian mengenai faktor-faktor tersebutsangat perlu, misalnya faktor-faktor seperti sudut danjenis pahat, metode pemotongan, fluida pendingin danlain-lain.
2. Penelitian dan analisis terhadap mesin perkakas lainselain mesin bubut juga sangat perlu karenapenggunaan mesin-mesin tersebut cukup penting
DAFTAR PUSTAKA
[1] Amstead, BH, 1986, Ostwald, Philip, F, Begeman, Myron, L,Priambodo, Bambang, Teknologi Mekanik Jilid II, PenerbitErlangga, Jakarta.
[2] Anonim, Mesin-Mesin Perkakas, 1989, Jurusan Teknik MesinFakultas Teknik, Penerbit UNHAS, Ujung Pandang
[3] Daryanto, 1985, Ikhtisar Praktis Teknik Mesin, Penerbit Tarsito,Bandung
Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-132
[4] Ferry, 1991, Distribusi Gaya Pemotongan Pada Bed MesinBubut, Penerbit UNHAS, Ujung Pandang
[5] Muin, Syamsir. A, 1989, Dasar-Dasar Perencanaan PerkakasDan Mesin-Mesin Perkakas, Penerbit CV. Rajawali, Jakarta
[6] M, Yatna, Yuwana, M, Wibowo, Agung, Pengenalan MesinPerkakas Dan Perkakas Potong, Jurusan Teknik Mesin FakultasTeknik Industri, Penerbit ITB, Bandung
[7] Rochim , Taufik, 1985, Teori Dan Teknologi Proses Pemesinan,Lab Teknik Produksi Dan Metrologi Industri Jurusan MesinFakultas Teknologi Industri, Penerbit ITB, Bandung
[8] Shinroku, Tata Surdia, 1995, Pengetahuan Bahan Teknik, EdisiKetiga, Penerbit PT. Pradya Paramita, Jakarta.
[9] Wahyudddin K, Wahjoe Hidayat, 1979, Pengetahuan Logam II,Penerbit Dep. Pend. Dan Kebudayaan, Direktorat Pend.Menengah Kejuruan, Jakarta
[10] Sudjana, 1995, Metoda Statistika, Edisi Ke. 6, PenerbitTarsito, Bandung
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-133
Pengaruh Perendaman Air Laut Terhadap KekuatanMaterial Komposit Serbuk Kayu Bayam
Muhammad Yusuf AliProgram Studi Teknik Mesin
Universitas Hasanuddin Makassare-mail: [email protected]
Johannes LeonardJurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin, Makassare-mail:
Abstrak— Analisa sifat bahan komposit akibat pengaruhperendaman air laut merupakan studi pemanfaatanserebuk kayu bayam sebagai matriks bahan komposit.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruhperendaman air laut terhadap kekuatan materialkomposit melaui pengujian tensile, kekerasan denganpengujian Hardnes, pengujian SEM dan FTIR untukmengetahu struktur material komposit dan gugus fungsiakibat pengaruh perendaman air laut. Bahan kompositini terdiri dari tiga variasi persentase serbukn kayubayam yaitu 20%, 40%, 60% dan proses perendamanair laut dilakukan dengan skala laboratorium denganlama perendaman 10 hari, 20 hari, 30 hari. Hasilpenelitian ini menunjukkan nilai kekuatan tarikmaksimal dan kekerasan material kompositmenunjukkan nilai persentase serbuk 40% yang palingtinggi, seiring dengan perendaman yang dilakukankekuatan dan kekerasan material komposit mengalamipenurunan ini diakibatkan kandungan NaCl pada airlaut sangat mempengaruhi kondisi material.
Kata Kunci - Komposit, Air Laut, kekuatan , Strukturmaterial, Gugus Fungsi
I. PENDAHULUAN
Seiring dengan kemajuan teknologi danperkembangan ilmu pengetahuan saat ini sangat maju, iniditandai dengan penggunaan dan pemakaian bahan-bahanyang sanagat besar untuk kebutuhan masyarakat inimenyebabkan kebutuhan akan sumber daya alam yangsangat banyak hal ini mendorong manusia mencariteknologi alternatif untuk dapat memanfaatkan sumber dayaalam yang tersedia secara efisien dan optimal. Salah satuusaha tersebut dengan memanfaatkan limbah dengan caradaur ulang. Saat ini kegiatan pemanenan dan pengolahankayu di indonesia masih menghasilkan limbah dalam jumlahyang besar. Limbah pada kegiatan pemanenan dan industripengolahan kayu, limbah umumnya berbentuk kayu bulat,mencapai 66,16%, Pada industri penggergajian, limbah kayumeliputi serbuk gergaji 10,6%, sebetan 22,9% dan potongan14,3%, dengan total libah sebesar 50,8% dari jumlah bahanbaku yang dihasilkan, Limabah pada industri kayu lapis
meliputi limbah potongan 5,6%, serbuk gergaji 0,7%,sampai vinir basah 24,8%, sampai vinir kering 12,6%, sisakupasan 11,0% dan potongan tepi kayu lapis 6,3%. Tahun1999/2000 menunjukkan bahwa produksi kayu lapisindonesia mencapi 4,61 juta sedangkan kayu gergajianmencapi 2,06 juta . Dengan asumsi, limbah yangdihasilkan mencapai 61% maka diperkirakan libah kayuyang dihasilkan mencapi lebih dari 5 juta .Dengan melihat kondisi seperti ini, ternyata limbah serbukkayu bisa dimanfaatkan dengan teknologi alternatif, limbahserbuk kayu ini dapat dimanfaatkan untuk bahan alternatifmembuat komposit serbuk kayu.. Komposit kayumerupakan istilah untuk menggambarkan setiap produkyang terbuat dari lembaran atau potongan-potongan kecilkayu yang direkat bersama-sama. Komposit yang terbuatdari serbuk kayu dimana resin sebagai matriks dan serbukkayu sebagi filler ke dalam matriks sangat memberikanmanfaat begitu besar untuk menghasilkan bahan komposit.Dari segi kayu, dengan adanya matriks polimer di dalamnyamaka kekuaatan sifat mekaniknya juga akan meningkat.Pembuatan komposit dengan menggunakan serbuk darikayu bayam, selain dapat meningkatkan efisiensipemanfaatan kayu bayam, juga dapat menghasilkan produkinovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu,keunggulan produk ini antara lain : biaya produksi lebihmurah, bahan bakunya melimpah, fleksibel dalam prosespembuatannya, kerapatannya rendah dan dapatdiaplikasikan dalam berbagai keperluan. Dalam penggunaanproduk ini antara lain sebagai komponen interior kapalnelayan, perabot rumah tangga maupun komponenbangunan yang digunakan untuk masyarakat pesisir.Dimana indonesia adalah negara maritim yang wilayahnya70% adalah lautan dengan memiliki jumlah pendudukterbesar di Asia Tenggara yang sebagian bertempat tinggaldaerah pesisir yang ,membutuhkan bahan alternatif yangdigunkan dalam kehidupan sehari-hari baik yang digunkandikapal nelayan maupun kebutuhan prabot rumah tangga.Pada penelitian kali ini, penulis akan menyajikan suatubahan yang digunakan sebagai serat penguat komposit yaituserbuk kayu bayam yang direndam di air laut. Di manaperendaman pada air laut ini dilakukan untuk membantumasyarakat peseir dalam mendapatkan bahan alternatifuntuk kebutuhan prabot rumah tangga. Untuk itu akandikemukakan mengenai sifat-sifat mekanis materialkomposit dengan menggunakan limbah serbuk kayu bayam
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-134
sebagai penguat dan resin sebagi matriksnya. Penggunaanlimbah serbuk kayu sebagi penguat komposit masih minimditemukan apalagi limbah serbuk kayu bayam yangjumlahnya cenderung meningkat tampa adanya proses daurulang.Menggunkan serat serbuk kelapa sebagai bahan penguatkomposit dengan makris polyester yang direndam dalamberbagai media lingkungan antara lain 10% NaOH, HCI INdan 10% NaCL larutan garam dan air dengan tujuan untukmengetahui sejauh mana ketahan (pengaruh) degradasi seratsabuk kelapa terhadap lingkungannya, di mana hasilnyapada media salinitas (air garam) mempengaruih sifatmekanik komposit. Dalam kontak terlalu lama padakonsetrasi natrium korida pada awalnya kekuatan tarikmenurun dan kemudian menunjukkan kencerunganmeningkat sedangkan modulus perpanjangan dan youngmenurun secara bertahap dengan fariasi waktu perendaman1, 2 dan 3 bulan. Kifli (2009) menggunnakan serat kulitbatang melinjo sebagi bahan penguat komposit denganmatriks resin epoksi yang direndam ke dalam media air lautdengan tujuan mengetahui sifat fisik dan mekanis kompositserat kulit batang melinjo di mana perendaman spesimendilakukan pada wadah segi empat yang terbuat dari kacadengan pariasi waktu 1, 2 dan 3 minggu pada materialkomposit dengan perlakukan serat NaOH 3 jam. Dari keduapenelitian di atas tidak satupun yang menggunakan serbukkayu bayam sebagai penguat jadi masih perlu dilakukanpenelitian dengan komposit serbuk kayu bayam denganmenggunakan wadah untuk media perendaman air laut.
II. LANDASAN TEORI
A. Bahan Komposit
Istila “Konposit” sering kali juga mencakup materidimana fasa kedua mempunyai partikel atau lamina. Padakasus seperti ini struktur komposit menjanjinkankeuntungan khusus, selain kekuatan, juga mempunyai nilaiekonomis dan ketahanan korosi. Sejarah perkembanganteknologi komposit mencatat berbagai temuan yang bersifatinovatif, bahkan ide yang menabjukan. Akhirnya pada skalayang lebih halus kita mempertimbangkan penerapan prinsipkomposit terhadap konstituan mikrostrutur (nanokomposit).Disini digunakan model mekanika yang relatif sederhanatetapi cukup memadai untuk memperkenalkan kaida dasaruntuk desain dan menjelaskan kompsit KekasaranPermukaan
Dalam bidang rekayasa dimana kekuatan mekanik dankekuatan merupakan persyaratan utama, istila “komposit”dikaitkan dengan material yang mengkombombinasi fasamatriks dengan campuran filament yang berfunsi sebagaifasa penguat (penguatan). Komposit dikembangkan darigagasan yang sederhana dan praktis dimana dua atau lebihmaterial homogen dengan sifat yang sangat berbedadigabungkan.B. Kayu
Kayu merupakan bahan mentah yang sangat tua. Beribu-ribu tahun yang lalu, ketika hutan lebat menutupi kawasanyang luas dipermukaan bumi, orang-orang primitif
menggunakan kayu untuk bahan bakar dan perkakas.Karena kayu merupakn bahan alami, berfungsi sebagaipenguat batang, cabang dan akar dari pohon atau tanamanlainnya, ia akan kembali pada daur ulang alami setelahmenunaikan funsinya, dan terdegradasi menjadi unsur-unsur dasarnya.
Selama periode prasejarah dan sesudahnya kayu tidakhanya digunakan untuk bahan bangunan tetapi juga semakinpenting sebagai bahan mentah kimia untuk pembuatan arang(digunakan dalam pelemburan besi), ter dan getah(digunakan untuk mengawetkan dan melapisi lambungkapal), dan kalium (digunakan dalam pembuatan gelas dansebagai bahan pemucat kain dan tektil kapas).
Jenis kayu yang digunakan yaitu kayu bayam atau namalainnya MERBAU. Dimana daerah penyebaran kayu initerdapat diseluruh sumatera, Kalimantan, Sulawesi, JawaBarat, Jawa Tengah, Maluku, Nusa tenggara Timur danIrian Jaya.
C. Air Laut
Kandungan fisik dan kimia air laut merupakan akibat daristruktur atom air. Air merupakan gabungan dari hydrogendan oksigen yang berhubungan dengan covalen bond(covalen bond hubungan antara 2 atom dalam molekul hasilpembagian dari electron). Covalen bond ada ketika elemenmembagi elektronnyake dalam bentuk campuran.di dalamair, hydrogen dan oksigen berhubungan langsung dengansudut 105º.
Masing-masing atom hydrogen dan oksigen memilikielectron yang didistribusikan tidak sama, dengan cara itulahmasing-masing atom hydrogen bermuatan positif dan atomoksigen bermuatan negative. Air yang bersifat positif dannegative secara bersama-sama memberikan struktur molekuldipolar. Masing-masing sumbu positif (atom II) saling tarikmenarik dan membentuk hubungan yang lemah, sumbunegative (atom B) dimolekul lain.
Hubungan antara hydrogen ke atom oksigen disebut“hydrogen bond”. Karena merupakan agregasi cairan, jikaada molekul yang lebih banyak yang dapat diindikasikandari jumlah H2O, jenis kandungan air terlihat tidak normalketika dibandingkan dengan zat non polar seperti methane(cha) atau hydrogen sulfide (H2S), karena adanya hydrogenbond, air mempunyai titik didih (100º C) lebih tinggi dariyang diperkirakan.
D. Resin Epoksi
Epoksi resin merupkan rumpun dari bahan polimerthermosetting yang tidak memberikan produk reaksi saathubungan silang (cross-link) sehingga mempunyaipenyusutan rendah.
Membentuk bahan termoset plastik yang solid dilakukandengan mereaksi dengan zat kataliks untuk mendapatkansifat yang diinginkan. Plastik termoset tanpa penguatdikuatkan dengan adanya kreasi jaringan dengan ikatankovalen melaui keseluruhan struktur bahan. Jarinan kovalenini dihasilkan dengan reaksi kimia dalam bahan termosetsetelah dicor atau selama penekanan bawah panas dantekanan. Karena jaringan ikatan kovalennya, bahan inirelative tinggi modulus elastic dan kekakuannya sebagaibahan plastik.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-135
E. Pengujian Sifat Mekanis
a. Pengujian tarikPengujian tarik bertujuan untuk mengetahui
tegangan, regangan, modulus elastisitas bahan dengan caramenarik spesimen sampai putus. Dasar yang digunakanuntuk mengetahui kekuatan tarik dari suatu material adalahkurva tegangan - regangan. Dari pernyataan tersebut dapatdiketahui bahwa komponen-komponen utama dari kekuatantarik adalah kekuatan maksimum (tensile strength),tegangan luluh dari material, regangan yang terjadi saatpenarikan dan pengurangan luas penampang.
Sifat–sifat tarikannya dapat dihitung sebagaiberikut: Bila Tegangan σ (Kg/mm2), F beban (kg) dan A0
luas penampang batang uji ( mm2 ) maka :
= ( / ) ( 1 )
dan Regangan dapat dihitung dengan ɛ regangan , Lpanjang mula dari batang uji , L0 panjang batang uji yangdibebani dengan rumus :
= ∆ 100% ( 2 )
b. Pengujian kekerasanPengujian kekerasan dapat diartikan sebagai
kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalamperubahan yang tetap, artinya ketika gaya tertentu diberikanpada suatu benda uji dan karena pengaruh pembebananbenda uji akan mengalami deformasi. Harga kekerasanbahan tersebut dapat dianalisis dari besarnya beban yangdiberikan terhadap luasan bidang yang menerimapembebanan.
c. Pengujian SEMScanning Electron Microscopy (SEM) adalah
mikroskop electron yang dapat digunakan untukmempelajari detil arsitektur permukaan material dalamdaerah makro dan submikron. SEM merupakan teknikanalisis menggunakan elektron sebagai sumber pencitraandan medan
elektromagnetik sebagai lensanya. Perbesaran SEMyang dalam rentang perbesaran sekitar 100 kali – 300.000kali diharapkan dapat mengidentifikasi perubahan pori yangterjadi pada zeolit sebelum dan sesudah modifikasi.. DanSEM dilengkapi juga detector EDS, sehingga dapatmenganalisis kandungan unsure yang terkandung dalamzeolite
d. Pengujian FTIRSpektroskopi fourier transform infrared merupakan
alat untuk mengidentifikasi jenis ikatan kimia dalammolekul dengan menghasilkan spektrum absorpsiinframerah seperti sidik jari “molekul”. Hal ini dapatditerapkan pada analisis zat padat, cair dan gas. Fouriertransform spektroskopi inframerah (FTIR) mengacu padaperkembangan sekarang, cukup dengan cara datadikumpulkan dan dikomversi dengan pola gangguan
spektrum. Instrumen FTIR adalah komputer yang membuatlebih cepat dan lebih sensitif dibandingkan denganinstrumen dispersif tua
Tahap IR instrumen awal adalah jenis dispersi, yangmenggunakan prisma atau kisi monokromator. Instrumendispersi adalah karakteristik dari scanning lambat. Sebuahtransform fourier infrare spekrometer memperoleh spektruminframerah dengan pertama-tama mengumpulkan sebuahinterferogram dari sinyal sampel dengan interferometer,yang mengukur semua frekuensi inframerah secarabersamaan. Spektroskopi FTIR digunakan terutama untukanalis kualitatif dan kuantitatif senyawa organik, dan jugauntuk menentukan struktur kimia anorganik.
e. Analisis Regresi
Analisis regresi digunakan untuk mempelajari danmengukur hubungan statistik yang terjadi antara dua variabelatau lebih. Dalam regresi sederhana dikaji dua variabel,sedangkan dalam regresi majemuk dikaji lebih dari duavariabel. Dalam analisis regresi, suatu persamaan regresihendak ditentukan dan digunakan untuk menggambarka polaatau fungsi hubungan yang terdapat antar variabel. Variabelyang akan diestimasi nilainya disebut variabel terikat (dependent variabel ) dan biasanya diplot pada sumbu tegak (sumbu-y). Sedangkan variabel bebas ( independent variabel)adalah variabel yang diasumsikan memberikan pengaruhterhadap variasi variabel terikat dan biasanya diplot padasumbu datar (sumbu-x).
Regressi linier Berganda. Dalam regresi linier bergandaterdapat beberapa variabel bebas (X1,X2,X3...Xn) yangdihubungkan dengan satu variabel terikat (Y) yangmerupakan bagian dari analisis multivariat dengan tujuanuntuk menduga besarnya koefisien regresi yang akanmenunjukkan besarnya koefisien regresi yang akanmenunjukkan besarnya pengaruh beberapa variabel bebasterhadap variabel terikat. Dalam uji regresi berganda, seluruhvariabel prediktor (bebas) dimasukkan ke dalam perhitunganregresi secara serentak.)
Jika terdapat dua variabel bebas (X1) dan (X2) sertavariabel terikat (Y) maka koefisien-koefisien dan konstantapersamaan regresi ganda ditentukan dengan rumus sebagaiberikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 +... bnXn (3)
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalahdengan cara mencampurkan serbuk kayu bayam dengan resinke dalam suatu wadah dan diaduk hingga merata kemudiandituangkan ke dalam cetakan gambar 1.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-136
2.002.082.162.242.322.402.48
0% 50% 100%Keku
atan
Tar
ik(N
/mm
2)
Persentase Serbuk (%)
Grafik Hubungan Persentase SerbukVs Kekuatan Tarik
10 hari
20 hari
30 hari
40,00
42,00
44,00
46,00
48,00
50,00
52,00
54,00
10 20 30 40 50 60 70
Keke
rasa
n
Persentase Serbuk (%)
Grafik hubungan persentase serbuk Vs Kekerasan
10 hari
20 hari
30 hari
Setelah proses pencetakan dilakukan maka proses yangdilakukan selanjutnya adalah prendaman material kompositselama 10 hari, 20 hari, 30 hari seperti pada gambar 2.
Gambar 2.
setelah dilakukan perendaman maka dibuat spesimen ujisesuai standar ASTM D 638-02 type 1. Pada gamabar 3.
Gamabar 3.
dengan ukuran dimensi spesimen pengujian Width ofnarrow section (W = 13 ± 0.5) mm, Length of narrowsection (L = 57 ± 0,5) mm, Width overall, min (Wo = 19 ±6.4) mm, Length overall, min (Lo = 165) mm, Gage Length(G = 50 ± 0.25) mm, Distance Between Grips (D = 115 ± 5)mm, Radius of fillet (R = 76 ± 10 mm, Thickness (T)
B. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilaksanakan oleh tenaga operatoryang terlatih dan berpengalaman dalam menggunakaninstrumen pengujian tarik, kekerasan, SEM dan FTIR.Pengambilan data disusun secara berurutan sehinggahubungan antara variabel independent dapat diamati secaralebih efektif. Variabel independent dalam penelitian iniyakni, persentase serbuk dan lama perendaman. Sedangkanvariabel dependent yang merupakan hasil pengujian adalahpengujian tarik dan kekerasan.
C. Metode Analisis Data
Dari proses pengujian yang dilakukan diperoleh datahasil pengujian tarik dan kekerasan yang diolah secaragrafik dan statistik. Data-data yang diperoleh diploting dalambentuk grafik. Analisis selanjutnya melakukan analisastatistik dengan menggunakan perhitungan manual danprogram SPSS (Statistical Package for Social Sciences)dengan metode regresi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil pengujian tarik, kekerasan, SEM dan FTIRdiperoleh data untuk dilakukan analisis.
1. Pengujian Tarik
Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahuiparameter kekuatan tarik (ultimate strength) maupun luluh(yield strength), parameter kaliatan/keuletan yang ditunjukandengan adanya prosentase perpanjangan (elongation) danprosentase kontraksi atau reduksi penampang (reduction ofarea) maupun bentuk penampang patahan. Adapun tabelhasil pengolahan data dan grafik seperti di bawah ini :
Gambar 4.
2. Pengujian Kekerasan
Hasil kekerasan yang diperoleh dengan menggunakanmetode Hard Brinell, penentuan kekerasan dengan caramenekan bola baja kepermukaan material benda uji dengandengan diameter 2,2 mm dan beban yang diberikan padaproses pengujian adalah 100 kg.
Gambar 5.
3. SEM (Scanning Electron Microscopy)
Pengujian ini memperlihatkan adanya perbedaanstruktur akibat proses perendaman yang dilakukanmulai dari perendaman 10 hari, 20 hari, 30 hari
(a) Bentuk permukaan material koposit padaperendaman 10 hari dengan persentase 20 %. (b)Persentase 40 %. (c). Persentase 60 %
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-137
(a) Bentuk permukaan material koposit pada perendaman20 hari dengan persentase 20 %. (b) Persentase 40 %. (c).Persentase 60 %
(a) Bentuk permukaan material koposit pada perendaman30 hari dengan persentase 20 %. (b) Persentase 40 %. (c).Persentase 60 %
4. FTIR
Pada pengujian ini memperlihatkan hasil adanyapengaruh yang relatif rendah akibat prosesperendaman yang dilakukan terhadap kadar garamyang terdapat pada air laut
adalah hasil pengujian FTIR yang dilakukan padamaterial komposit dengan persentase 20% padaperendaman 10 hari
B. Pembahasan
Dari grafik 4 dapat dibahas bahwa persentase serbuksangat mempengaruhi besar kecilnya kekuatan dari materialkomposit. Hal ini dapat dilihat pada grafik di atas bahwa adapersentase serbuk yang memiliki nilai tegangan tarik yangpaling tinggi ini terjadi pada variasi campuran 40% serbuk.Hal ini disebabkan karena pemcampuran serbuk dan resinsaling mengikat satu sama lain sehingga terjadipencampuran yang homogen di mana keterikan serbuk kayudengan resin menyatu sangat kuat sehingga kekuatan tarikyang dihasilkan menjadi besar di mana pada persentaseserbuk 40% serbuk ini mampu menahan sebagian besargaya-gaya yang bekerja pada material komposit jadi ketikapenggabungan komposit serbuk dan resin, di mana resin ini
mampu bertugas dengan baik melindungi dan mengikatserbuk agar dapat bekerja dengan baik. sedangkan padapersentase 60 % serbuk menunjukkan nilai kekuatan tarikmenurun ini diakibatkan karena proses pencampuran antaraserbuk dengan resin kurang mengikat antara resin denganserbuk sehingga hasil kekuatan tarik yang diperoleh kecil.Pada saat pencampuran ini ternyata matriks tidak berfungsidengan baik untuk melindungi dan mengikat serbuk agardapat bekerja dengan baik.
Jika ditinjau dari proses perendaman yang dilakukandengan perendaman 10 hari, 20 hari dan 30 hari memilikipengaruh pada kekuatan tarik yang terjadi ini terlihat padagrafik di atas bahwa pada perendaman 10 hari sampai 30hari memperlihatkan penurunan kekuatan tarik. Hal initerjadi dikarenakan pengaruh kandungan garam pada air lautmengakibatkan material komposit terdegradasi akibat prosesperendaman air laut yang dilakukan jadi proses perendamanyang dilakukan dari tingkatan hari menunjukkan penurunankekuatan tarik yang terjadi.
Setelah dilakukan perhitungan diperoleh nilai rata-ratategangan maksimum sebagai berikut : untuk perendaman 10hari dengan persentase serbuk 20 % = 2,38 / , 40 %= 2,70 / , 60 % = 2,19 / , untuk perendaman20 hari dengan persentase serbuk 20 % = 2,34 / , 40% = 2,40 / , 60 % = 2,17 / dan untukperedaman 30 hari dengan persentase serbuk 20 % = 2,31/ , 40 % = 2,38 / , 60 % = 2,16 / .
Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai kekerasanyang paling besar adalah material komposit yang persentaseserbuk kayunya yang 40% sebab pada pencampuran serbukkayu 40% dengan resin epoksi memiliki nilai kekerasanyang paling besar dibandingkan dengan persentase serbuk20% dan 60% hal ini disebabkan karena pada pencampuran40% memiliki gaya ikat antar resin dengan serbuk beradadalam keadaan yang baik dalam artian pada persentase inicampuran yang diperoleh lebih homogen. Sehinggamengakibatkan material semakin keras maka kemampuanuntuk menahan beban statis seperti penekanan akan semakinkuat. Pada persentase 60% serbuk terlihat bahwa hasilkekerasan yang diperoleh lebih kecil dibandingkanpersentase yang lain ini diakibatkan pencampuran serbukkayu dengan resin kurang begitu homogen sehinggapencampuran ini memiliki nilai kekerasan yang kecil.
Jika ditinjau dari proses perendaman air laut yangdilakukan maka hasil pengujian kekerasan memperlihatkanbahwa seiring lama perendaman yang dilakukan hasilpengujian kekerasan semakin kecil ini diakibatkan pengaruhperendaman air garam yang dilakukan yang mana semakinlama perendaman dilakukan maka material komposit akanmengalami proses degradasi sehingga material kompositakan mengalami penurunan kekuatan mekanik dalam hal inipengujian kekerasan. Terlihat pada grafik di atas bahwapada persentase serbuk 20% pada proses perendaman 10hari memiliki nilai kekerasan yang besar dibandingkandengan persentase serbuk 20% pada proses perendaman 20hari begitupun persentase serbuk 20% pada prosesperendaman 30 hari nilai kekerasannya semakin menurun.
Dari hasil pengujian dan perhitungan dilakukan makadiperoleh nilai sebagai berikut : untuk perendaman 10 haridengan persentase serbuk 20 % = 49,20, 40 % = 53,09, 60
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-138
% = 52,44, untuk perendaman 20 hari dengan persentaseserbuk 20 % = 48,42 , 40 % = 51,07, 60 % = 50,34 danuntuk peredaman 30 hari dengan persentase serbuk 20 % =46,67 , 40 % = 49,89, 60 % = 48,54.
Dari gambar 6 memperlihatkan bahwa pada waktuperendaman 10 hari dengan persentase masing-masing 20%,40%, 60% memperlihatkan adanya benda-benda asing yangmelekat pada material, setelah diidentifikasi ternyata iniakibat dari pengaruh kandungan NaCl yang terdapat padamedia perendaman. Di mana perendaman yang dilakukanselam 10 hari ini pengaruh kadar NaCl belum begitumenyebar ke daerah-daerah material yang lain dalam artianpenyebarannya belum terlihat secara menyeluruh.Begitupun dengan perendaman 20 hari terlihat adaperubahan bentuk fisik dari material yang diakibatkanpengaruh kandungan garam pada air laut.
Dari gambar 7 memperlihatkan bahwa terlihat padapersentase 20% dengan perendaman 10 hari menunjukkangugus fungsi yang memiliki banyak gelombang di mana tiapgelombang ini merupakan hasil kandungan yang terdapatpada material komposit akibat proses perendamandilakukan, dari hasil pengujian mekanik yang dilakukanbahwa pada perendaman 10 hari dengan persentase 20%memiliki nilai yang tinggi dibandingkan denganperendaman 20 hari dan 30 hari ini di karenakan pengaruhperendaman yang dilakukan pada perendaman 10 haribelum mendapat pengaruh yang siknifikan dari kandunganair laut yaitu NaCl.
C. Kesimpulan
Perbandingan rasio (20%, 40%, 60%) pada prosespencampuran material komposit berpengaruh terhadapkekuatan material komposit (kekuatan tarik dan kekerasan).Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan kekuatantarik pada pencampuran rasio 40%. Di mana kekuatan tarikdan kekerasan tertinggi terjadi pada perendaman 10 haridengan nilai 2,45 N/mm2 dan 53,09 HB. Perendaman yangdilakukan selama (10 hari, 20 hari, 30 hari) jugaberpengaruh terhadap kekuatan material komposit. Hal initerjadi karena pengaruh kandungan NaCl yang berada didalam air laut. Dari hasil uji SEM terlihat pada perendaman10 hari terdapat benda-benda asing yang melekat padamaterial begitupun perendaman 20 hari dan 30 hari.Begitupun dengan hasil uji FTIR pada perendaman 10 harisampai 30 hari terlihat bahwa pengaruh kandungan NaClsangat berpengaruh dari material komposit.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Abdulrahim Martawijaya, dkk. 1989. Atlas kayu indonesiajilid II .Departemen Kehutanan BPPK, Bogor.
[2] Baumer, B.M.J. 1994 “Ilmu Bahan Logam”. Bhratara, Jakarta.[3] Bradbur, E, J. 1982. Dasar Metalurgi untuk Rekayasawan. Jakarta.
Gramedia Pustaka.
[4] Boesono. H, 2008, pengaruh lama perendaman terhadap organismepenempel dan modulud elastisitas pada kayu ilmun kelautan.September 2008 Vol. 13 (3) : 177-180 ISSN 0853 – 7291.
[5] Bondan T. Sofyan, “Pengantar Material Teknik”. Salemba Teknika,Jakarta.
[6] Djaprie. Srianti, 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa materialedisi keenam. Penerbit Erlangga. Jakarta.
[7] Ifannosa, A.A.E. hadi,B.K dan Kunsin, M, 2010, analisis kekuatantarik komposit serat bambu lamina helai dan wooven yang dibuatdengan metode manufaktur hand lay-up, seminar nasional tahunanTeknik mesin ke 9, Palembang
[8] Lawrence H.V.V. 1989 “Ilmu dan Teknologi Bahan”. Erlangga,Jakarta.
[9] Sriati Japrie. 1996. “Metalurgi Mekanik”. Erlangga, Jakarta John A.Schey, 2009, “Proses Manufaktur”. Penerbit Andi Yogyakarta.
[10] Ir. Tata surdia M.S Met. E, Prof. Dr. Shinroku Saito, “PengetahuanBahan Teknik”. PT. Pradnya Paramita, Jakarta
[11] Palupi.L.S., 2004, Sifat Mekanis Kayu Rasmala Pada Beberapabagian Lambung Kapal Gillnet (Kasus pada KM A.S di pelabuhanratu, Jawa Barat), Skripsi pada program studi pemanfaatansumberdaya perikanan dan ilmu kelautan IPB, Indonesia.
[12] Sunaryo Rahardjono Teknik Bangunan kapa non baja, departemenpendidikan nasional Jakarta.
[13] Tarkono, 2005, Study aplikasi bahan alternatif laminasi kayu danbambu sebagai bahan pembangunan kapal kayu. Makalahdisampaikan pada seminar Pascasarjana ITS.
[14] Yusuf , E,2009, pengaruh orientasi serat dan fraksi volume terhadapsifat tarik dan impak bahan komposit serat rami anyaman bermatrikpolyester. Tesis program pasca sarjana Universitas Gajah Mada,yogyakarta.
.
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-139
Kekuatan Impact Komposit Polimer Berpenguat SeratSisal dengan Perlakuan Vulcan AF21
NPG. SuardanaJurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas UdayanaDenpasar, Bali
Ni made SuanitiJurusan Kimia
Fakultas MIPA Universitas UdayanaDenpasar, Bali
I Putu LokantaraJurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas UdayanaDenpasar, Bali
K. Sumadiasa PutraJurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas UdayanaDenpasar, Bali
Abstract – Penggunaan material alami pada akhir decade iniditujukan untuk mengamankan lingkungan. Salah satu carapengamanan lingkungan adalah dengan cara memanfaatkanbahan-bahan disekitar kita yang mudah terdegradasi di alamsecara alami. Pengamanan lingkungan lainnya adalah dengancara mendaur ulang limbah menjadi bahan atau produk lain,contohnya adalah daur ulang plastik digunakan menjadi materiallain seperti komposit. Komposit yang penulis teliti adalah bio-komposit dengan bahan dasar PP (Polypropylene) daur ulangsebagai pengikat dan serat sisal sebagai penguatnya. Penggunaanbio-komposit saat ini cenderung mengalami peningkatan, sehinggaperlu dilakukan studi tentang bio-composite untuk mendapatkankomposit yang sesuai dengan kebutuhan perencanaan. Penelitianini dilakukan untuk mengetahui kekuatan Impact kompositberpenguat serat sisal dengan variasi fraksi berat serat (25%, 35%dan 45%) dan variasi perlakuan Vulcan AF21 pada serat (5%, 10%dan 20%). Metode Pencetakan spesimen melalui Proses Blendingdan Hot Press. Hasil penelitian diplot ke dalam bentuk grafik danmorfologi patahan difoto dengan SEM. Dari hasil Penelitiandidapat semakin tinggi persentase fraksi berat serat maka semakinrendah energi Impact yang diperlukan, demikian pula semakintinggi persentase perlakuan Vulcan semakin turun kekuatanimpact komposit tersebut.
Kata Kunci : Kekuatan Impact, Fraksi berat serat, PerlakuanVulcan AF21, Serat Alam
I. PENDAHULUAN
Sampah merupakan salah satu permasalahan di kota-kotatidak saja di Indonesia namun di seluruh dunia. MenurutIndonesia Solid Waste Association (InSWA), produksisampah plastik di Indonesia mencapai 5,4 juta ton/tahun atau14% dari total sampah domestik yang dihasilkan [1]. Namunbaru sebagian kecil sampah plastik dapat tertangani sedangkansisanya masih membanjiri lingkungan. Ditambah dengankesadaran masyarakat Indonesia untuk membuang sampahpada tempatnya serta kesadaran memilah-milah sampah sejakdari rumah tangga sebelum dibuang ke tempat sampah sangatkurang, sehingga sampah organik dan anorganik bercampursedemikian rupa. Masalahnya adalah bila sampah tersebutberserakan dan tidak terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) maka akan berdampak pada penurunan kesehatanlingkungan, banjir, dan pemandangan yang kurang sedap.
Salah satu jenis sampah anorganik adalah sampah plastiksintetik. Di Indonesia regulasi penggunaan plastik sintetikbelum diatur secara spesifik walaupun Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentangPengelolaan Sampah dan PP No. 81 tahun 2012 tentangpengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampahrumah tangga secara umum mengamanatkan setiap orangwajib melakukan pengurangan sampah, produsen wajibmembuat kemasan produk yang mudah diurai di alam dan ataubisa didaur ulang. Demikian pula himbauan kepadamasyarakat untuk mengurangi penggunaan barang-barangyang terbuat dari plastik sintetik terus dikampanyekan. Akantetapi produsen terus memproduksi barang-barang yangterbuat dari plastik sintetik seperti tas plastik, kantong plastik,botol plastik, dan sebagainya. Beberapa jenis bahan plastikyang banyak diproduksi yaitu: HDPE (high-densitypolyethylene), PET (polyethylene terephthalate), PVC(polyvinyl chloride), LDPE (low-density polyethylene), PP(polypropylene), PS (polystyrene). Bahan plastik sintetik inidibuat dari minyak bumi, yang mana persediaannya jugasemakin menipis. Disamping itu sampah plastik yangditimbulkan memerlukan waktu berabad–abad untukterdegradasi di alam dan bahkan ada yang tidak bisaterdegradasi. Sehingga diperlukan upaya-upaya untukmengatasi hal tersebut seperti penerapan prinsip 4R yaituReduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), Recycle(mendaur-ulang), Replace (mengganti).
Salah satu prinsip yang penulis lakukan adalah mendaurulang sampah plastik menjadi material komposit yangberpenguat serat alam. Penggunaan plastik daur ulang akanmengurangi jumlah sampah plastik yang artinya ikutmengamankan lingkungan, demikian pula penggunaan seratalam akan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Disamping itu, aplikasi material komposit meningkatsangat tajam yaitu pada otomotif, perkapalan, pesawatterbang, interior bangunan, panel isolasi dan sebagainya [2,3],sehingga perlu dilakukan penelitian-penelitian lebih mendalamtentang komposit berbahan polimer daur ulang dengan
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-140
berbagai macam serat alam. Serat alam yang digunakan padapenelitian ini adalah serat sisal. Adapun salah satu kekurangandari serat alam ini yaitu mudah terbakar. Untuk mengatasi haltersebut maka salah satu cara dilakukan dengan memberiperlakuan kimia serat alam tersebut dengan Fire reterdants(FRs). Umumnya dengan perlakuan kimia tersebutmenyebabkan kekuatan tarik polimer/serat alam menurun,seperti yang telah dilakukan [4] bahwa dengan peningkatanperlakuan kimia (FRs) terjadi peningkatan ketahanan apinamun terjadi penurunan kekuatan tarik komposit serat alam.Yang menjadi permasalahan pada penelitian ini bagaimanapengaruh perlakuan kimia (Vulcan AF21) dan fraksi beratserat setelah diberi perlakuan kimia tersebut terhadap kekuatanimpactnya.
II. DASAR TEORI
Komposit adalah kombinasi dalam skala makroskopis daridua bahan atau lebih yang mempunyai sifat berbeda untukmembentuk material baru. Dua komponen utama kompositpolimer berpenguat serat adalah polimer sebagai matrik(matrix) atau pengikat dan serat sebagai penguat(reinforcement). Komponen lainnya adalah coupling agent,coating, dan filler. Coupling agent dan coating biasanyadigunakan untuk memperbaiki keterbasahan serat sehinggameningkatkan ikatan antar serat dengan matriknya. [3].
Polypropylene daur ulang (PP) digunakan karenajumlahnya berlimpah berupa limbah plastik yang bila tidakdigunakan lagi atau didaur ulang maka akan mencemarilingkungan. Untuk mengurangi masalah ini, PP didaur ulanguntuk membuat material komposit untuk menghasilkan nilaitambah produk baru dengan biaya produksi lebih rendah.
Tabel 1. Polypropylene Properties. [5]
Serat alam merupakan alternatif penguat (reinforcement)yang sangat mudah didapat, ramah lingkungan dan harga yangsangat murah dibandingan serat sintetis. Dengan densitasnyarendah dan dapat diuraikan secara biologi, maka pemanfaatanserat alam sebagai pengisi (filler) komposit telah diaplikasikansecara komersial di berbagai bidang seperti bidang otomotif,interior, konstruksi dan sebagainya.
Serat alam memiliki beberapa keuntungan dibandingkandengan serat sintetis, seperti beratnya lebih ringan, dapatdiolah secara alami dan ramah lingkungan. Dan juga seratalami juga merupakan bahan terbarukan (renewable material)dan mempunyai kekuatan dan kekakuan yang relatif tinggi dantidak menyebabkan iritasi kulit [6,7].
Fraksi berat serat adalah perbandingan antara berat seratdengan berat komposit.
Volume Cetakan (Vc)Vc = p x l x t (1)
dimana :
Vc : Volume Cetakan (cm3)p : Panjang Cetakan (cm)l : Lebar Cetakan (cm)t : Tinggi Cetakan (cm)
Fraksi Berat Serat ( FW )FW = x 100%) (2)
Dimana :FW : Fraksi Berat Serat (%)Wf : Berat Serat (gram)Wp : Berat Polimer (gram)
Uji Impact
Uji Impact merupakan pengujian yang cenderungterjadinya patahan getas, salah satu yang sangat seringdigunakan adalah Charpy impact test.
Rumus – rumus Impact
Dengan mengabaikan kehilangan energi akibat gesekanbantalan pada titik putar batang pendulum dan energi akibathambatan udara maka dilakukan perhitungan sebagai berikut :
Energi yang diserap ∆E = E1- E0 (3)
dimana:
E0 = Energi awal yang terbaca pada skala saat pengujiantanpa beban (kJ)
E1 = Energi akhir yang terbaca pada skala saat pengujiandengan beban (kJ)
∆E = Energi yang diserap (kJ)
Kekuatan Impact dapat diukur dengan :
Impact Strength Is = (4)
Is = Kekuatan Impact (kJ/m2)
A = Luas penampang spesimen (m2)
III. METODE PENELITIAN
Plastik PP (polypropylene recycle) dari kemasan airmineral 250 ml dengan merk Aqua dipotong-potong. Seratsisal diperoleh dari pasar lokal di Bali yang berasal dariKabupaten Karangasem. Serat Sisal dipotong-potongberukuran panjang ± 10 mm yang disusun secara acak denganvariasi fraksi berat serat 25%, 35%, dan 45%. Bahan Kimiayang diperlukan adalah NaOH (natrium hidroksida) danVulcan AF 21 untuk perlakuan serat. Gliserin digunakan untukmelapisi cetakan agar sepesimen tidak menempel padacetakan.
Adapun langkah-langkah proses perlakuan serat sisaladalah serat sisal dipotong kecil-kecil dengan ukuran 10mmkemudian direbus dengan suhu 100˚C selama 1 jam untukmenghilangkan kotoran yang menempel pada serat sisal.Setelah perebusan serat sisal dibilas dengan air mengalirsampai bersih, selanjutnya dimasukkan ke dalam oven dengansuhu 70̊ C selama 24 jam untuk pengeringan.
Untuk tahap treatment, serat sisal yang telah dikeringkantadi direndam kembali ke dalam campuran zat kimia 5%
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-141
NaOH selama 2 jam kemudian dibilas dengan air mengalirsampai bersih. Serat sisal dikeringkan kembali di dalam ovendengan suhu 70oC selama 24 jam. Selanjutnya serat diberiperlakuan masing-masing 5%, 10% dan 20% Vulcan AF21selama 2 jam, tanpa melalui proses pembilasan langsungdikeringkan di dalam oven selama 24 jam pada suhu 70oC.
Plastik PP (polypropylene) dipotong kecil - kecil dandimasukkan ke dalam mesin blending panas hingga plastikmencair. Serat sisal yang telah ditentukan fraksi beratnya(25%, 35% dan 45%) masing-masing dimasukkan ke dalamplastik yang telah mencair pada mesin blending panas sampaiserat tercampur dengan cairan plastik hingga merata.
Cetakan diberikan pelapis (gliserin) agar materialspesimen yang dihasilkan tidak melekat dengan cetakan.
Cairan plastik dan serat yang telah tercampur dimasukkanke dalam cetakan. Cetakan dimasukkan ke dalam mesin presspanas, diberi tekanan sebesar 3 ton hingga temperatur 1700Cdan ditahan selama 5 menit. Cetakan dikeluarkan dari mesin,kemudian diberi tekanan 50 kg dan didinginkan menggunakankipas angin hingga mencapai suhu ruang. Kompositdikeluarkan dari cetakan dan diamati bentuk fisik komposittersebut apakah ada void dan apakah serat sudah terdistribusimerata pada seluruh bidang specimen dengan caramenerawang lembaran komposit tersebut. Komposit yangtelah berhasil dicetak dipotong menjadi spesimen uji sesuaidengan standar ISO 179 untuk uji impact dengan sampel tanpatakikan dan posisi saat pemukulan adalah flatwise.
IV. PEMBAHASAN
Keuntungan utama dari termoplastik memiliki keuletanyang lebih tinggi dibandingkan dengan polimer termoset. Iniberarti bahwa polimer termoplastik memiliki deformasi plastiklebih besar dibandingkan polimer termoset. Hal ini sangatpenting untuk struktur yang membutuhkan ketahanan impactdan beban patah [8].
Berdasarkan hasil perhitungan uji Impact terhadapspesimen komposit yang telah dilakukan dapat digambarkanseperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Grafik pengaruh variasi fraksi berat serat dan Vulcan AF21terhadap kekuatan impact komposit PP daur ulang
Spesimen uji Impact komposit PP (polypropylene) daurulang serat sisal dengan fraksi berat serat 25%, 35%, dan 45%
dengan perlakuan 5%, 10% dan 20% Vulcan AF21 untukfraksi berat 35% diperoleh kekuatan impact tertinggi terdapatpada komposit dengan perlakuan NaOH dan fraksi berat 35%yaitu 18.6 kJ/m2 (Gambar 2). Hal ini terjadi karena denganperlakuan NaOH permukaan serat menjadi bersih dari lignindan kasar (Gambar 5b) dibandingkan dengan serat aslinyayang masih banyak mengandung lignin pada permukaannya(Gambar 5a) sehingga memperkuat ikatannya dengan matrik,akibatnya material menjadi lebih kuat. Pernyataan inididukung dengan foto SEM Gambar 6a. Perlakuan seratdengan Vulcan AF21 terjadi penurunan kekuatan impact dariperlakuan 5%, 10% dan 20% dengan fraksi berat konstan 35%yaitu masing-masing sebesar 18%, 32% dan 45%dibandingkan dengan hanya perlakuan NaOH. Hal inidisebabkan karena Vulcan melapisi permukaan serat semakinbesar persentase Vulcan semakin banyak pelapisan yangterjadi pada permukaan serat dan permukaan serat menjadilebih halus (Gambar 5c), akibatnya akan mengurangi ikatanantara serat dengan polimernya karena Vulcan kurangkompatibel dengan polimer sehingga terjadi penurunankekuatan impact komposit tersebut. Tampak pula dari patahanspecimen setelh diuji impact dimana terjadi lepasnya serat darimatrik pengikatnya (pullout) seperti ditunjukkan pada Gambar6b. Demikian pula peningkatan peningkatan fraksi berat seratdari 25%, 35% dan 45% dengan perlakuan Vulcan 5% terjadipenurunan kekuatan impact sebesar masing-masing 8%, 18%dan 29%. Penurunan ini terjadi karena semakin banyak seratyang terlapisi Vulcan maka akan semakin lemah ikatan antaraserat dan matriknya. Hal ini juga disebabkan karena padafraksi berat serat 25% spesimen komposit tersebut memilikipersentase matrik yang lebih banyak dibandingkan denganyang lainnya sehingga memiliki keuletan lebih tinggidampaknya kekuatan impactnyapun lebih tinggi. Namunpenurunan impact strength pada perlakuan 5% Vulcan denganvariasi fraksi beratnya masih lebih kecil dibandingkan denganperlakuan serat dengan 10% dan 20% Vulcan sepertiditunjukkan pada Gambar 2.
Kekuatan impact dari komposit yang diteliti yang palingrendah adalah adalah dengan persentase fraksi berat 35% danperlakuan 20% Vulcan yaitu sebesar 10.21kJ/m2.
a b
c
Prosiding Seminar Nasional Rekayasan Material, Sistem manufaktur dan Energi
Rekayasa Material I-142
Gambar 5. Foto SEM Serat dengan beberapa perlakuan: a. Serat sisalasli, b. Serat setelah perlakuan NaOH 5%, c. Serat setelah perlakuan NaOH
5%+ Vulcan 20%
Gambar 6. Penampang patahan setelah uji impact komposit: a. denganperlakuan NaOH, b. dengan perlakuan 5% Vulcan.
V. KESIMPULAN
Dari pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa ujiImpact Komposit PP ( Polypropylene ) daur ulang serat sisaldengan variasi fraksi berat serat 25%, 35%, dan 45% denganperlakuan 5%, 10% dan 20% Vulcan AF21 untuk fraksi berat35%, diperoleh semakin tinggi persentase fraksi berat seratdengan perlakuan 5% vulcan pada komposit maka semakinrendah kekuatan impactnya, demikian pula semakin besarpersentase perlakuan serat dengan vulcan pada fraksi beratkonstan kekuatan impactnya juga menurun.
ACKNOWLEDGMENT
Terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana yangtelah membiayai penelitian ini dari Dana BOPTN dengan suratperjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian No. 239-15/UN14.2/PNL.01.03.00/2014 tanggal 14 Mei 2014.
DAFTAR PUSTAKA
[1] http://www.antaranews.com/berita/417287/produksi-sampah-plastik-indonesia-54-juta-ton-per-tahun di akses 12 juli 2014pk 6.31 wita.
[2] Mortaigne B, Bourbigot S, Le Bras M, Cordellier G, BaudryA, Dufay J. Fire behaviour related to the thermal degradationof unsaturated polyesters. Poly Degrad Stab 1999;64: 443-448.
[3] Mouritz AP and Gibson AG. Fire Properties of PolymerComposite Materials. Published by Springer, P.O. Box 17,3300 AA Dordrecht, The Netherlands 2006.
[4] Suardana, NPG., Ku, MS., Lim, JK., 2011, “Effects ofdiammonium phosphate on the flammability and mechanicalproperties of bio-compoistes”, Material adn Design 32, hal :1990-1999
[5] Khalil H. P. S. A., Sharifah Shahnaz S. B., Ratnam M. M.,Faiz Ahmad and Nik Fuaad N. A. (2006) Journal ofReinforced Plastics and Composites School of IndustrialTechnology, Universiti Sains Malaysia.
[6] Hanna MA and Xu Y. Starch–Fiber Composites, IndustrialAgricultural Products Center, University of Nebraska,
Lincoln, NE 68583–0730, USA, Biodegradable polymerblends and composites from renewable resources, Edited byLong Yu, Copyright # 2009 by John Wiley & Sons, IncHoboken, New Jersey.
[7] Oksman, K., Skrifvars, M., Selin, J-F., (2003) Natural fibersas reinforcement in Polylactic acid (PLA) composites,Composites science and technology 63,Scincedirect.com,1317-1324
[8] Suong V. Hoa, Principles of the manufacturing of compositematerials. DEStech Publications, Inc. Lancaster, Pennsylvania17602 U.S.A. 2009.
a b