192-779-1-pb.pdf
TRANSCRIPT
MODEL BELAJAR VAN HIELE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA
SEKOLAH DASAR
Fitri Nurhidayanti, Yeni Yuniarti1 Program Studi PGSD Kampus Cibiru Universitas Pendidikan Indonesia.
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa
dalam mengidentifikasi sifat-sifat geometri bangun datar. Hal tersebut disebabkan oleh
kebiasaan pendidik dalam menggunakan model pembelajaran ekspositori (teacher
centered approach), sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya penalaran siswa
dalam berfikir logis, analitis dan kritis terhadap permasalahan matematika. Penelitian
dilaksanakan di kelas V di salah satu SDN di Kota Bandung dengan metode penelitian
kuasi eksperimen dengan pretest posstest design. Teknik analisis data yang digunakan
adalah analisis data kuantitatif. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan
prinsip-prinsip statistika. Berdasarkan analisis data kuantitatif, dari hasil pretest dan
postes kemudian dilakukan uji normalitas, uji homogenitas, uji gain ternormalisasi,
dan uji perbedaan rerata (menggunakan uji-t dan uji tᶦ) dengan taraf signifikansi 0,05.
Sedangkan untuk melihat peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa
digunakan uji gain ternormalisasi. Hasil penelitian menunjukkan: (1)Kemampuan
penalaran matematis siswa pada pembelajaran matematika menggunakan model
belajar Van Hiele lebih baik dibandingkan dengan kemampuan penalaran matematik
yang menggunakan metode ekspositori; (2)Terdapat peningkatan kemampuan
penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen sebesar 57% dari 33 siswa;
(3)Terdapat peningkatan hasil kemampuan penalaran matematis siswa di kelas kontrol
sebesar 21% dari 32 siswa.
Kata Kunci: Geometri, Model Belajar Van Hiele, Penalaran matematis
ABSTRACT
This research is motivated by the lack of students' mathematical reasoning ability in
identifying properties flat wake geometry . This is due to the habit of educators in
using expository learning model ( teacher centered approach) , thus resulting in no
growth of the students in thinking logical reasoning , analytical and critical of
mathematical problems . The experiment was conducted in the fifth grade at one
elementary schools in Bandung with a quasi- experimental research methods to pretest
posstest design . The data analysis technique used is the analysis of quantitative data .
Data were analyzed using statistical principles . Based on the quantitative data
analysis, the results of the pretest and posttest then the normality test , homogeneity
test , normalized gain test , and test the mean differences ( using t-test and t-test ᶦ )
with a significance level of 0.05 . As for seeing an increase in the ability of students to
use mathematical reasoning test normalized gain . The results showed : (1 ) students
'mathematical reasoning ability in learning mathematics using the Van Hiele model of
learning is better than the mathematical reasoning skills using expository method , (2 )
There is an increase in students' mathematical reasoning abilities in the experimental
class of 33 students by 57 % ; ( 3 ) There is an increase in the results of mathematical
reasoning abilities of students in the control classes of 32 students by 21 % . Keywords : Geometry , Van Hiele Model Learning , students' mathematical reasoning
1 Penulis Penanggung Jawab
Dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan Nasional, pemerintah terus
menerus melakukan suatu usaha perubahan
menuju ke arah pendidikan yang progresif
dan berorientasi pada mutu pendidikan
Indonesia yang lebih berkualitas.
Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas) melakukan perubahan dalam
proses pembelajaran, yaitu dari teacher
active teaching (guru aktif dalam
mengajar) menjadi student active learning
(siswa aktif dalam belajar).
Penalaran matematis merupakan
aspek penting yang berpengaruh besar
terhadap pola berfikir logis, analitis, dan
kritis siswa. Berdasarkan hal tersebut,
penalaran matematis tertuang pada salah
satu tujuan pembelajaran matematika
secara umum dalam Permendiknas No. 22
tahun 2006, yaitu agar siswa dapat
menggunakan penalaran pada pola, sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan, dan pernyataan
matematika.
Penalaran merupakan salah satu
aspek kognitif yang dimiliki oleh setiap
individu. Penalaran dan matematika
merupakan aspek yang saling terkait.
Menurut Windayana (2004:3), “Penalaran
adalah proses penarikan kesimpulan dari
sejumlah data atau keterangan yang
tersedia”.
Selanjutnya penalaran matematika
diklasifikasikan menjadi indikator-
indikator penalaran matematika. Menurut
Susilawati (2001:68) mengemukakan
indikator penalaran matematika sebagai
berikut.
a. Menarik kesimpulan secara logis
b. Memberikan penjelasan dengan
menggunakan model, fakta, sifat
dan hubungan.
c. Memperkirakan jawaban dan proses
solusi.
d. Menggunakan pola dan hubungan
untuk menganalisis situasi
matematika, menarik analogi dan
generalisasi.
e. Menyusun dan menguji konjektur.
f. Memberikan lawan contoh (counter
example) atau non contoh.
g. Mengikuti aturan inferensi (menarik
kesimpulan), memeriksa validitas
argumen.
h. Menyusun argumen yang valid.
i. Menyusun pembuktian langsung,
pembuktian tak langsung, dan
induksi matematik.
Secara empiris yang terjadi di
lapangan, kebanyakan pendidik lebih
menggunakan metode pembelajaran
ekspositori yaitu pembelajaran berorientasi
pada guru (teacher centered approach),
guru merupakan subjek dan siswa berperan
sebagai objek dalam pembelajaran. Dalam
metode belajar ini lebih mengutamakan
siswa dalam menghafal konsep dan sebagai
penerima informasi. Hal inilah yang
mengakibatkan tidak berkembangnya daya
berfikir kreatif siswa, karena kegiatan
belajar mengajar yang tidak interaktif,
kurang adanya partisipasi aktif dan tidak
adanya kreativitas siswa karena
keterbatasan ruang gerak dalam
memperoleh pengalaman belajarnya.
Diakui oleh guru dan siswa bahwa
geometri itu sulit untuk dipelajari. Sejalan
dengan hal tersebut, menurut Abdussakir
(2011) dalam artikelnya yang mengatakan
bahwa “Bukti-bukti empiris di lapangan
menunjukkan bahwa masih banyak siswa
yang mengalami kesulitan dalam belajar
geometri, mulai tingkat dasar sampai
perguruan tinggi”. Melihat kenyataan-
kenyataan tersebut, salah satu alternatif
pembelajaran yang memungkinkan dapat
mengembangkan kemampuan penalaran
matematis siswa Sekolah Dasar khususnya
dalam Geometri yaitu dengan Model
Belajar Van Hiele.
Van Hiele mengemukakan tiga unsur
utama dalam pengajaran geometri yaitu
waktu, materi pengajaran dan metode
pengajaran yang diterapkan, jika ditata
secara terpadu akan dapat meningkatkan
kemampuan berfikir anak kepada tingkat
berfikir yang lebih tinggi (Suwangsih dan
Nurhidayanti dan Yuniarti Model Belajar Van Hiele untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SD
Tiurlina, 2006:96). Selanjutnya menurut D’
Augustine dan Smith (1992) dan Crowley
(1987) (Siregar, 2012: 23-25), menyatakan
bahwa ‘kemajuan tingkat pemikiran
geometri siswa maju dari satu tingkatan ke
tingkatan berikutnya melibatkan lima
tahapan, atau sebagai hasil dari pengajaran
yang diorganisir ke dalam lima tahap
pembelajaran’. Lima tahapan tersebut
yaitu:
Tahap 1: Informasi (Information),
pada tahap ini, siswa diarahkan untuk
menggunakan visualisasinya dalam melihat
objek yang dikaitkan dengan materi
pembelajaran yang akan dilaksanakan
(misal, disajikan gambar geometri bangun
datar dengan berbagai bentuk). Guru dapat
menerapkan metode tanya jawab untuk
menggali sejauh mana pengetahuan awal
siswa tentang materi geometri yang akan
diajarkan.
Tahap 2 : Orientasi Terpadu (Guided
orientation), siswa mengerjakan tugas-
tugas yang melibatkan berbagai hubungan
dari bangun datar yang akan dibentuk
dengan menggunakan bahan atau media
(misal, melipat, menggunting, mengukur
panjang, mengukur besar sudut, dsb). Guru
menyajikan berbagai bangun datar.
Berdasarkan cara tersebut, siswa dapat
mengkonstruk pemikirannya sendiri,
memanipulasi benda/media belajar yang
disediakan oleh guru.
Tahap 3 : Eksplisitasi (Explicitation),
pada tahap ini pemikiran siswa lebih
berkembang lagi. Siswa dapat
mengkomunikasikan benda yang mereka
manipulasi dengan kata-kata mereka
sendiri. Guru membantu siswa dalam
menggunakan kosakata yang benar
misalnya sisi, sudut, sudut siku-siku, sisi
berhadapan, sisi sejajar, sudut berhadapan,
sudut dalam bersebrangan. Pada tahap ini,
tugas guru adalah membimbing siswa dan
memberikan bantuan sedikit mungkin pada
siswa dalam menganalisis sifat – sifat
bangun datar melalui pembuktian langsung.
Tahap 4 : Orientasi bebas (Free
orientation), pada tahap ini, tugas siswa
menjadi semakin kompleks, misalkan siswa
tidak hanya diminta untuk menyebutkan
sifat – sifat bangun datar tetapi siswa harus
dapat membandingkan sifat bangun datar
yang satu dengan bangun datar yang
lainnya serta menyebutkan keterhubungan
bangun melalui bahasanya sendiri.
Tahap 5 : Integrasi (integration),
pada tahap ini siswa dibimbing dalam
menyimpulkan bangun datar berdasarkan
sifat – sifatnya, persamaan perbedaannya,
dan hubungan bangun.
METODE
Penelitian ini berjenis kuasi
eksperimen dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif. Adapun jenis desain
penelitiannya yaitu menggunakan
Nonequivalent Control Group Design.
“Desain ini hampir sama dengan pretest-
posttest control group design, hanya saja
pada desain ini kelompok eksperimen
maupun kelompok kontrol tidak dipilih
secara random” (Sugiyono, 2011:79).
Penelitian ini dilaksanakan di salah
satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kota
Bandung. Sampel dalam penelitian dipilih
dua kelas dari kelas V. Satu kelas sebagai
kelas eksperimen dengan perlakuan dengan
model Van Hiele dan kelas lainnya sebagai
kelas kontrol dengan menggunakan metode
ekspositori.
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu berupa soal tes yang
mengukur kemampuan penalaran
matematis dalam bentuk uraian bebas yang
menuntut siswa dapat menguraikan
pemahamannya secara terbuka yang telah
diuji validitas, reliabilitas, daya pembeda,
dan tingkat kesukarannya dan lembar
observasi yang berfungsi untuk menjaga
konsistensi peneliti dalam menggunakan
model Belajar Van Hiele dalam proses
pembelajaran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Data Hasil Penelitian
Langkah awal yang dilakukan
terhadap kedua kelompok sampel adalah
memberikan pretes dengan tujuan untuk
mengetahui kemampuan awal penalaran
matematik yang dimiliki siswa mengenai
materi yang akan diajarkan. Setelah
dilakukan pretest selanjutnya kelas
eksperimen diberikan pembelajaran
menggunakan model Van Hiele sedangkan
kelas kontrol dengan metode ekspositori,
selanjutnya masing-masing sampel
diberikan postest dengan tujuan untuk
mengetahui kemampuan penalaran
matematis siswa setelah perlakuan.
Hasil analisis data pretes dan postes
dapat dilihat pada tabel berikut. Rekapitulasi Nilai Statistik Penalaran Matematik Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
2. Analisis Data Penelitian
a. Pengujian Prasyarat Analisis
Pengujian prasyarat analisis yaitu
dilakukan sebelum data tersebut di uji
hipotesis melalui uji perbedaan rerata. Data
yang terkumpul terlebih dahulu harus di uji
normalitas dan homogenitasnya.
Uji normalitas dimaksudkan dengan
tujuan untuk mengetahui data berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau
tidak.
Berdasarkan data hasil uji normalitas
pretest kelas eksperimen dengan
signifikansi = 0,05, didapatkan hasil pretest
chi kuadrat hitung 12,00 dan Chi-kuadrat
tabel dengan df=14 dan sig 0,05 yaitu
23,68. Sedangkan chi kuadrat hitung di
kelas kontrol 11,500. Chi-kuadrat tabel
dengan df=11 dan sig 0,05 yaitu 19,70.
Hasil uji normalitas postest kelas
eksperimen dengan chi kuadrat 16,818 dan
Chi-kuadrat tabel dengan df=11 dan
signifikansi 0,05 yaitu 19,70.
Asymp.Signifikansi yaitu 0,113. Chi-
kuadrat ( ) kelas kontrol yaitu 11,750.
Chi-kuadrat tabel dengan df=19 dan
signifikansi 0,05 yaitu 30,10. Berdasarkan
data tersebut, hitung ≤ tabel., dan dapat
disimpulkan bahwa data pretest dan postest
berasal dari populasi yang berdistribusi
normal
Uji homogenitas digunakan untuk
memperlihatkan bahwa dua kelompok data
sampel berasal dari populasi yang memiliki
variance sama. Digunakan taraf
signifikansi 0,05. Perumusan hipotesis
untuk uji-F atau Levene’s test adalah
sebagai berikut.
H0 : Tidak terdapat perbedaan variance
antara kedua kelompok sampel
Ha : Terdapat perbedaan variance antara
kedua kelompok sampel
Kriteria pengambilan keputusannya
adalah:
H0 diterima apabila nilai signifikansi lebih
besar (>) dari 0,05
Ha diterima apabila nilai signifikansi lebih
kecil (<) dari 0,05
Uji homogenitas pretest kelas
eksperimen dan kelas kontrol dengan uji-F
(Levene’s test) diperoleh hasil signifikasi
penalaran matematis siswa sebesar 0,79
(homogen). uji homogenitas postest kelas
eksperimen dan kontrol penalaran
matematis siswa sebesar 0,013 (tidak
homogen).
b. Pengujian Hipotesis
Uji perbedaan rerata bertujuan untuk
menguji hipotesis dalam membuktikan
bahwa kemampuan awal siswa mengenai
penalaran matematik itu sama, maka
dilakukan uji rerata dalam bentuk two
tailed. Pengujian yang digunakan adalah uji
t (t-test Sample Independent) dengan
asumsi data berasal dari populasi yang
berdistribusi normal dan homogen. Hasil
tersebut menunjukan bahwa 0,218 ≥ 0,05
sehingga Ho diterima, yaitu tidak terdapat
perbedaan kemampuan penalaran
matematik antara kelas eksperimen dengan
kelas kontrol.
Pengujian hipotesis untuk
membuktikan bahwa kemampuan
Descriptive Statistics
N Min Max SU
M
Me
an
Std.
Dev Variance
Pretes
Eksp
33
9 39
695
21,06 7,582
57.496
Pretes
Kontrol 32 13 39 746 23,31 6,976 48.673
Postes
Eksp
33
48 92 2184 66,18 10,122
102.466
Postes
Kontrol 32 21 81 1263 39,46 16, 010 256.322
Nurhidayanti dan Yuniarti Model Belajar Van Hiele untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SD
penalaran matematis siswa tentang
geometri bangun datar dengan
menggunakan model belajar Van Hiele
lebih baik dibandingkan kemampuan siswa
dengan menggunakan metode ekspositori
dalam pembelajarannya, maka dilakukan
uji rerata dalam bentuk one tailed (uji satu
pihak). Didapatkan hasil 0,000. Karena
pengujian menggunakan uji hipotesis one
tailed, maka nilai p-value (sig.2-tailed)
harus dibagi dua menjadi
Hasil tersebut menunjukan bahwa
0,000 < 0,05 sehingga Ha diterima, yaitu
kemampuan penalaran matematis siswa
yang pembelajarannya menggunakan
model belajar Van Hiele lebih baik
daripada menggunakan metode ekspositori.
3. Pembahasan
Terdapat beberapa kelemahan
penggunaan model Van Hiele terhadap
pembelajaran di kelas eksperimen, yaitu:
a. Pada tahap orientasi, siswa senang
dengan kegiatannya sendiri. Hal ini
menyebabkan guru harus berulang-
ulang memberikan penjelasan kepada
siswa karena pertanyaan yang berulang
dari siswa.
b. Pada tahap Eksplisitasi, siswa belum
terbiasa mengkonstruk penalaran
matematiknya melalui analisis dan
berfikir logis. Hal tersebut diakibatkan
karena kebiasaan belajar teacher
centered approach, yaitu guru sebagai
center dalam kegiatan pembelajaran.
c. Pada tahap orientasi bebas, siswa
membutuhkan waktu yang lama dalam
mengaplikasikan penalaran matematis
siswa dalam bentuk lisan atau tertulis.
d. Pada tahap Integrasi, sulit
membiasakan siswa menggunakan
penalarannya dalam
menggeneralisasikan materi ajar yang
telah mereka terima.
Penggunaan teori belajar Van Hiele
disamping terdapat kelemahan terdapat
juga kelebihannya, yaitu diantaranya:
a. Model ini disesuaikan dengan tahapan
berfikir siswa yang hierarkis, yaitu dari
tahap berfikir sederhana sampai pada
tahap berfikir kompleks. Pada model
belajar Van Hiele pembelajaran
dimulai dengan tahap informasi yaitu
dengan melibatkan kemampuan visual
siswa untuk selanjutnya siswa dengan
kemampuan motoriknya memanipulasi
benda konkrit dengan cara melipat,
memotong, menempel dan mengukur
hingga sampai pada tahap integrasi.
Pada tahap ini, siswa mengintegrasikan
kemampuan bernalarnya dengan
menggeneralisasikan dan
menyimpulkan kegiatan pembelajaran
yang telah berlangsung.
b. Siswa dapat mengasimilasikan
pemikirannya yaitu dengan cara
menyeimbangkan pengetahuan yang
dimiliki sebelumnya untuk kemudian
diakomodasikan pengetahuan yang
dimiliki dengan pengetahuan baru
yang didapatkannya melalui proses
bernalar matematiknya melalui
tahapan belajar Van Hiele dalam
proses pembelajaran.
c. Model belajar Van Hiele membiasakan
siswa untuk belajar penemuan
sehingga dapat menggiring siswa
menggunakan kemampuan penalaran
matematisnya.
Berdasarkan tabel dan diagram di
atas, dapat dilihat kenaikan rerata
kemampuan penalaran matematis kelas
eksperimen yaitu 45,12, sedangkan
kenaikan kemampuan penalaran matematis
pada kelas kontrol yaitu 16,15.
Berdasarkan hasil uji dua rerata pretest
pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
dalam tingkat keberartian α = 0,05
0
10021.06 23.31
66.18 39.46
Nilai rata-rata
Kelas
Peningkatan Hasil Penalaran Matematik
pretest postest
menggunakan signifikansi two tailed
dengan hasil perhitungan 0,218 > 0,05,
yaitu terdapat perbedaan yang signifikan
kemampuan penalaran matematis siswa
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Perbedaan kemampuan penalaran
matematis siswa secara signifikan dilihat
dari peningkatannya berdasarkan uji gain
ternormalisasi, didapatkan hasil
perhitungan pada kelas eksperimen sebesar
0,57 yaitu berada pada taraf peningkatan
sedang, sedangkan pada kelas kontrol
peningkatan kemampuan penalaran
matematis siswa yaitu sebesar 0,21 berada
pada taraf peningkatan rendah. Hasil uji
gain ternormalisasi tersebut, dapat dilihat
pada diagram berikut.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, peneliti memberikan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kemampuan penalaran matematis
siswa pada pembelajaran matematika
menggunakan model belajar Van Hiele
lebih baik dibandingkan dengan
kemampuan penalaran matematis
siswa yang menggunakan metode
ekspositori.
2. Berdasarkan hasil uji dua rerata
postest, hasil dari pengujian tersebut
yaitu bahwa “kemampuan penalaran
matematis siswa pada pembelajaran
matematika menggunakan model
belajar Van Hiele lebih baik
dibandingkan dengan pembelajaran
matematika menggunakan metode
ekspositori” dapat dibuktikan dari
peningkatan kemampuan penalaran
matematis siswa dengan menggunakan
model belajar Van Hiele dan metode
ekspositori berdasarkan hasil uji gain
ternormalisasi. Uji gain ternormalisasi
membuktikan:
a. Hasil pretes dan postes di kelas
eksperimen terhadap 33 siswa
melalui pengujian gain
ternormalisasi membuktikan
adanya peningkatan kemampuan
penalaran matematis siswa yaitu
sebesar 57% dan menunjukan taraf
peningkatan kemampuan penalaran
matematis siswa sedang.
b. Hasil pretest dan postest di kelas
kontrol berdasarkan uji gain
ternormalisasi terhadap 32 siswa
membuktikan adanya peningkatan
hasil kemampuan penalaran
matematis siswa dalam
pembelajaran geometri bangun
datar dengan menggunakan metode
ekspositori sebesar 21% dan ini
menunjukan bahwa taraf
peningkatan kemampuan penalaran
matematis siswa pada kelas kontrol
rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdussakir. (2011). Pembelajaran Geometri Sesuai Teori Van Hiele. Artikel dimuat dalam
El-Hikmah: Jurnal Kependidikan dan Keagamaan, Vol 7, (2). [online]. Tersedia:
http://abdussakir.wordpress.com/category/artikel/ [21 September 2012, 16:55:00]
Siregar, A. S. (2012). Pembelajaran Geometri Melalui Model Van Hielle Berbantu
Geogebra Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
dalam SMP. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung.
Diterbitkan [online]. Tersedia
http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=12265 [24 September 2012,
10:32:00]
57%
43%
Uji Gain Ternormalisasi
Kelas Eksperimen
meningkat
21%
79%
Uji Gain
Ternormalisasi di
Kelas Kontrol
Nurhidayanti dan Yuniarti Model Belajar Van Hiele untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SD
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Cetakan ke-13) .
Bandung : Alfabeta.
Susilawati, W. (2001). Perencanaan Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI Press.
Suwangsih E., & Tiurlina. (2006). Model pembelajaran Matematika (Edisi Kesatu).
Bandung: UPI PRESS.
Windayana, et al. (2004). Konsep Dasar Matematika. Bandung : UPI Press.