17693423-pud

Download 17693423-PUD

If you can't read please download the document

Upload: dennys-bercia

Post on 13-Dec-2014

20 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN Dysfunctional Uterine Bleeding (DUB) adalah penyebab tersering terjadinya perdar ahan rahim abnormal pada wanita di usia reproduksi. Perdarahan uterus disfungsio nal didefinisikan sebagai perdarahan endometrium abnormal dan berlebihan tanpa a danya patologi struktural. Perdarahan ini juga didefinisikan sebagai menstruasi yang banyak dan / atau tidak teratur tanpa adanya patologi pelvik yang diketahui , kehamilan atau gangguan perdarahan umum.2 Diagnosa Dysfunctional Uterine Bleed ing dapat ditegakkan bila tidak ditemukan kelainan organ.3 Gangguan pola menstru asi adalah tampilan klinis yang umum. DUB umum terjadi pada awal dan akhir usia reproduksi, dimana sering terjadi DUB anovulatori. Selama periode ini, DUB terja di sekunder akibat penurunan esterogen. DUB dapat disebabkan oleh ketidakseimban gan endokrin atau dapat terjadi pada siklus menstruasi normal ( DUB ovulatori ). 2 Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan me nopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan m asa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah s akit untuk perdarahan disfungsional berumur di atas 40 tahun, dan 3 % di bawah 2 0 tahun.1 Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi keadaan ini dapat sembuh sendiri, sehingga jar ang diperlukan perawatan di rumah sakit. Pembagian endometrium dalam endometrium jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi penting artinya, karena dengan d emikian dapat dibedakan perdarahan yang anovulatoar dari yang ovulatoar. Klasifi kasi ini mempunyai nilai klinis karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda.1 Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoar gangguan dianggap berasal dari fac tor-faktor neuromuscular, vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedangkan perdarahan anovulatoar biasanya dianggap berasal pada gangguan endokrin.1 Karena diagnosis DUB didasarkan pada penyingkiran peny ebab patologis, maka 1

penting untuk mengetahui diagnosis banding DUB. Hingga 40 persen wanita dengan D UB pada akhirnya akan diperoleh diagnosis lain jika diselidiki secara intensif. Morbiditas psikiatrik juga berhubungan dengan DUB. Penelitian komunitas menunjuk kan bahwa wanita yang memiliki skor tinggi pada skor psikiatrik lebih sering men geluhkan gangguan menstruasi.2 DUB meliputi setiap kondisi perdarahan uterus abn ormal tanpa adanya kehamilan, neoplasma, infeksi, atau lesi intra uterin lainnya . Perdarahan ini paling sering sebagai akibat disfungsi endokrinologis yang meng hambat ovulasi normal.2 BAB II 2

PEMBAHASAN II.1 Pengertian Dysfunctional uterine bleeding (DUP) atau perdarahan uterus disf ungsional adalah perdarahan abnormal yang dapat terjadi di dalam siklus maupun d i luar siklus menstruasi, karena gangguan fungsi mekanisme pengaturan hormon (hi potalamushipofisis-ovarium-endometrium), tanpa kelainan organ.3 Perdarahan ini j uga didefinisikan sebagai menstruasi yang banyak dan / atau tidak teratur tanpa adanya patologi pelvik yang diketahui, kehamilan atau gangguan perdarahan umum.2 II.2 Siklus Menstruasi Normal Menstruasi normal terjadi akibat turunnya kadar p rogesteron dari endometrium yang kaya esterogen. Siklus menstruasi yang menimbul kan ovulasi disebabkan interaksi kompleks antara berbagai organ. Disfungsi pada tingkat manapun dapat mengganggu ovulasi dan siklus menstruasi.2 Siklus menstrua si normal terjadi setiap 21-35 hari dan berlangsung sekitar 2-7 hari. Pada saat menstruasi, jumlah darah yang hilang diperkirakan 35-150 ml, biasanya berjumlah banyak hingga hari kedua dan selanjutnya berkurang sampai menstruasi berakhir.3 II.3 Patogenesis dan Patologis Patologi DUB bervariasi. Gambaran penting salah s atu kelompok DUB adalah gangguan aksis hipotalamus pituitari ovarium sehingga me nimbulkan siklus anovulatorik. Kurangnya progesteron meningkatkan stimulasi este rogen terhadap endometrium. Endometrium yang tebal berlebihan tanpa pengaruh pro gestogen, tidak stabil dan terjadi pelepasan irreguler. Secara umum, semakin lam a anovulasi maka semakin besar resiko perdarahan yang berlebihan. Ini adalah ben tuk DUB yang paling sering ditemukan pada gadis remaja.2 Korpus luteum defektif yang terjadi setelah ovulasi dapat menimbulkan DUB ovulatori. Hal ini menyebabka n stabilisasi endometrium yang tidak adekuat, yang kemudian lepas secara irregul er. Pelepasan yang irreguler ini terjadi jika terdapat korpus luteum persisten d imana dukungan progestogenik tidak menurun setelah 14 hari 3

sebagaimana normalnya, tetapi terus berlanjut diluar periode tersebut. Ini diseb ut DUB ovulatori.2 Secara garis besar, kondisi di atas dapat terjadi pada siklus ovulasi (pengeluaran sel telur/ovum dari indung telur), tanpa ovulasi maupun ke adaan lain, misalnya pada wanita premenopause (folikel persisten). Sekitar 90% p erdarahan uterus difungsional (perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi (anovulat ion) dan 10% terjadi dalam siklus ovulasi.3 Pada siklus ovulasi Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun bersamaan dengan waktu men struasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar hormon estrogen, sementar a hormon progesteron tetap terbentuk. Ovulasi abnormal ( DUB ovulatori ) terjadi pada 15 20 % pasien DUB dan mereka memiliki endometrium sekretori yang menunjuk kan adanya ovulasi setidaknya intermitten jika tidak reguler. Pasien ovulatori d engan perdarahan abnormal lebih sering memiliki patologi organik yang mendasari, dengan demikian mereka bukan pasien DUB sejati menurut definisi tersebut. Secar a umum, DUB ovulatori sulit untuk diobati secara medis.2 Pada siklus tanpa ovula si (anovulation) Perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopause da n masa reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon e strogen berlebihan sedangkan hormon progesteron rendah. Akibatnya dinding rahim (endometrium) mengalami penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti penyangg a (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang memadai. Kondisi inilah penyebab terja dinya perdarahan rahim karena dinding rahim yang rapuh.3 Anovulasi kronik adalah penyebab DUB yang paling sering. Keadaan anovulasi kronik akibat stimulasi este rogen terhadap endometrium terus menerus yang menimbulkna pelepasan irreguler da n perdarahan. Anovulasi sering terjadi pada gadis perimenarche. Stimulasi estero gen yang lama dapat menimbulkan pertumbuhan endometrium yang melebihi suplai dar ahnya dan terjadi perkembangan kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium yang tidak sinkron. Setiap kegagalan produksi progesteron juga dapat mempengaruh i kelenjar, stroma, dan pembuluh darah 4

endometrium. Kegagalan produksi progesteron disebabkan berbagai etiologi endokri n seperti penyakit thiroid, hiperprolaktinemia, dan tumor ovarium yang menghasil kan hormon, penyakit Cushing, dan yang paling penting adalah sindroma ovarium po likistik atau sindroma Stein Leventhal.2 II.4 Gejala Klinik Perdarahan rahim yan g dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah perdarahan bisa sediki t-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Kejadian tersering pada me narche (atau menarke: masa awal seorang wanita mengalami menstruasi) atau masa p re-menopause.3 Pada siklus ovulasi Karakteristik DUB bervariasi, mulai dari perd arahan banyak tapi jarang, hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus.2 Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsionalndengan s iklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan diagnosi s perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak teratur sehingga siklus haid tidal lagi dikenali maka kadang-kada ng bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa per darahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, maka haru s dipikirkan sebagai etiologi : 1. korpus luteum persistens : dalam hal ini diju mpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga meny ebabkan pelepasan endometrium tidak teratur. 2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah k urangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diag nosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok den gan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangku tan. 3. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya p embuluh darah dalam uterus 4. Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositop enik dan gangguan dalam 5

mekanisme pembekuan darah. Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation) Perdarahan ti dak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan rahim berkepanjanga n.3 Pada tipe ini berhubungan dengan fluktuasi kadar estrogen dan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folike ini mengeluarkan estroge n sebelum mengalami atresia dan kemudian diganti oelh folikel-folikel baru . End ometrium dibawah pengaruh estrogen akan tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliperatif dapat terjadi endometrium hiperplastik kistik. Jika gamba ran ini diperoleh pada saat kerokan dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan be rsifat anovulatoar. 1 Biasanya perdarahan disfungsional ini terjadi pada masa pu bertas dan masa pramenopause. Pada masa pubertas terjadi sesudah menarche, perda rahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pa da hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing factor dan hormon gonado tropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fu ngsi ovarium tidak selalu berjalan lancar. Bila pada masa pubertas kemungkinan k eganasan kecil sekali dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal d an siklus haid menjadi ovulatoar. Sedangkan pada wanita dewasa dan terutama dala m masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan un tuk menentukan ada tidaknya tumor ganas. II.5 Faktor Penyebab Hingga saat ini pe nyebab pasti perdarahan rahim disfungsional (DUB) belum diketahui secara pasti. Beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara la in : Kegemukan (obesitas) Faktor kejiwaan Alat kontrasepsi hormonal 3 Alat kontraseps i dalam rahim (intra uterine devices) 6

Beberapa penyakit dihubungkan dengan perdarahan rahim (DUB), misalnya: trombosit openia (kekurangan trombosit atau faktor pembekuan darah), Kencing Manis (diabet us mellitus), dan lain-lain Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor organ reproduksi, kista ovarium (polycystic ovary disease), infeksi vagina, dan lain-lain. II.6 Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dal am pemeriksaan pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya p enyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika diperluk an. Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia, k enaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood, atau kram abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang te rjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan bulan, ke mungkinan bersifat anovulatori.3 Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 0,6 C ), pen ingkatan kadar progesteron serum ( > 3 ng/ ml ) dan atau perubahan sekretorik pa da endometrium yang terlihat pada biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, s emuannya merupakan bukti ovulasi. Diagnosis DUB setelah eksklusi penyakit organi k traktus genitalia, terkadang menimbulkan kesulitan karena tergantung pada apa yang dianggap sebagai penyakit organik, dan tergantung pada sejauh mana penyelid ikan dilakukan untuk menyingkirkan penyakit traktus genitalia. Pasien berusia di bawah 40 tahun memiliki resiko yang sangat rendah mengalami karsinoma endometriu m, jadi pemeriksaan patologi endometrium tidaklah merupakan keharusan. Pengobata n medis dapat digunakan sebagai pengobatan lini pertama dimana penyelidikan seca ra invasif dilakukan hanya jika simptom menetap. Resiko karsinoma endometerium p ada pasien DUB perimenopause adalah sekitar 1 persen. Jadi, pengambilan sampel e ndometrium penting dilakukan. Pemeriksaan penunjang: 7

1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH, LH, Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana. 2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan mens truasi, wanita muda dengan perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahu n ) yang gagal berespon terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan dil atasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium. 3. Laparoskopi : L aparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba terapeutik. II.7 Pengobatan Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai kemungkinan kelainan organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka langk ah selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut: 1. M enghentikan perdarahan. 2. Mengatur menstruasi agar kembali normal 3. Transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%. Menghentikan perdarahan. Langkah-l angkah upaya menghentikan perdarahan adalah sebagai berikut: Kuret (curettage). Hanya untuk wanita yang sudah menikah. Tidak bagi gadis dan tidak bagi wanita me nikah tapi belum sempat berhubungan intim. O b a t (medikamentosa) 1. Golongan est rogen. Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan tid ak 8

menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, ta pi obat ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver. Dosis dan cara pemberian: Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari. Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong) Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan Estrogen konyugasi (est radiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahanlahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari . Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit.2 Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perd arahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga d iindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ).2 Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.1 2. Obat Kombinasi Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digu nakan dan paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarah an yang banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstru asi yang normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan be rkelanjutan diperlukan. Paparan estrogen kronik dapat menimbulkan endometrium ya ng berdarah banyak selama penarikan progestin . Speroff menganjurkan pengobatan dengan menggunakan kombinasi kontrasepsi oral dengan regimen menurun secara bert ahap. Dua hingga empat pil diberikan setiap hari setiap enam hingga duabelas jam , selama 5 sampai 7 hari untuk mengontrol perdarahan akut. Formula ini biasanya mengontrol perdarahan akut dalam 24 hingga 48 jam ; penghentian obat akan menim bulkan perdarahan berat. Pada hari ke 5 perdarahan ini, mulai diberikan kontrase psi oral siklik dosis rendah dan diulangi selama 3 9

siklus agar terjadi regresi teratur endometrium yang berproliferasi berlebihan. Cara lain, dosis pil kombinasi dapat diturunkan bertahap ( 4 kali sehari, kemudi an 3 kali sehari, kemudian 2 kali sehari ) selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian dilanjutkan sekali setiap hari. Kombinasi kontrasepsi oral menginduksi atrofi en dometrium, karena paparan estrogen progestin kronik akan menekan gonadotropin pi tuitari dan menghambat steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna untuk tata laksana DUB jangka panjang pada pasien tanpa kontraindikasi dengan manfaat tamba han yaitu mencegah kehamilan. Khususnya untuk pasien perimenarche, perdarahan be rat yang lama dapat mengelupaskan endometrium basal, sehingga tidak responsif te rhadap progestin. Kuretase untuk mengontrol perdarahan dikontraindikasikan karen a tingginya resiko terjadinya sinekia intrauterin ( sindroma Asherman ) jika end ometrium basal dikuret. OC aman pada wanita hingga usia 40 dan diatasnya yang ti dak obes, tidak merokok, dan tidak hipertensi.2 3. Golongan progesterone Pertimb angan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulat oar, sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium.1 Obat untuk jenis ini, antara lain: Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum selama 7-10 hari. Norethisteron: 31 tablet, diminum selama 7-10 hari. Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular.1 Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflam asi non steroid. Fraser dan 4. OAINS Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB ovulato ri, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama menst ruasi ( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB ovula tori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi.2 Mengatur menstruasi agar kembali normal 10

Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatu r siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian: Golongan progesteron: 21 tablet d iminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi. Transfu si jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%. Terapi yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong darah (250 cc) diperkiraka n dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ing in dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu sekitar 4 kantong darah.3 Tabel 1. Strategi penatalaksanaan pada DUB Usia (tahun) Dilatasi dan Kuretase Konservatif atau histeroskopi (hormon, Histerektomi anti prostaglandin, atau anti fibrinolitik) Di bawah 20 Jarang, perdarahan hanya berat jika Selalu, jika perdarahan Tidak pernah atau berulang atau berat tidak responsif 20-39 ingin anak) (masih Selalu, dapat Upaya pertama setelah Jar ang, hanya jika punya dihindari jika perdarahan dilatasi dan kuretase atau pengo batan konservatif teratur dan biopsi serta histeroskopi gagal pemeriksaan normal tetapi dan jika Upaya pertama berulang 40 dan lebih Wajib pada seluruh kasus Temporer (tidak ingin tanpa penundaan meno lak punya anak) histerektomi, jika perdarahan menopause iminen Tabel 2. Penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional pada remaja. 11

Ringan (Hemodinamik stabil, perdarahan ringan hingga sedang, hemoglobin >12 g/dl ) Tenangkan pasien Kalender menstruasi Multivitamin dengan zat besi Evaluasi ulang dalam 3 bulan Terapi hormon bersifat pilihan Sedang (Hemodinamik stabil, perdarahan sedang hingga berat, hemoglobin 1012 g/dl ) Progestin atau kontrasepsi oral 1/35 mg Satu pil setiap 6-12 jam selama 24-48 ja m hingga perdarahan berhenti Turunkan hingga satu pil per hari menjelang hari ke -5, kemudian Mulai paket baru 28 hari Lanjutkan selama 3-6 bulan Suplementasi za t besi Kalender menstruasi Evaluasi ulang dalam 1-3 bulan. Berat (Hemodinamik stabil, perdarahan berat, hem oglobin