14.bab 10 dgempab

Upload: ableh-ndomble

Post on 10-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 137

    BAB X DESAIN FONDASI DAN DINDING PENAHAN

    AKIBAT GEMPA

    10.1 Umum Dalam bab ini dibahas aspek-aspek geoteknik dari desain fondasi, dinding penahan, dan komponen bendungan urugan akibat pengaruh gempa. Dalam hal ini, biasanya goncangan permukaan tanah di lokasi itu ditentukan oleh tenaga ahli geologi (geologist) dan/atau geoteknik serta gaya-gaya pengaruh gempa terhadap tubuh bendungan urugan ditentukan oleh tenaga ahli struktur bangunan. Pedoman ini cocok untuk desain infrastruktur (bendungan, jembatan dan bangunan bertingkat) akibat gempa yang mencakup beberapa masalah berkaitan dengan desain fondasi dan dinding penahan akibat pengaruh gempa.

    10.2 Respons Sistem Fondasi Akibat Gempa Dengan cara yang sama untuk evaluasi stabilitas lereng yang mengalami goncangan gempa permukaan tanah (bab 8), pengaruh gempa pada fondasi dapat dimodelkan menggunakan pendekatan pseudo-statik (diwakili oleh gaya-gaya statik dan/atau momen pada fondasi), atau pendekatan dinamik (sejarah waktu dari gaya-gaya gempa siklik transien dibebankan pada tubuh dan fondasi bendungan urugan).

    Dalam analisis pseudo-statik, pengaruh beban gempa dinamik pada fondasi diwakili dengan gaya-gaya statik dan momen. Daya dukung dan perlawanan lateral dari elemen fondasi dievaluasi menggunakan formula statik dan dibandingkan terhadap beban pseudo-statik. Namun, untuk menghitung kondisi beban dinamik perlu diperhatikan bahwa kuat geser statik dapat mengalami penurunan atau peningkatan, tergantung pada tipe tanah dan kondisi air tanah. Gaya-gaya pseudo-statik dan momen-momen secara tipikal dihitung dengan mengalikan gaya horisontal sama dengan berat bendungan dikalikan koefisien gempa melalui pusat gravitasi bendungan. Pada umumnya, koefisien gempa merupakan bagian dari percepatan puncak permukaan dari gempa desain dan bergantung pada respons karakteristik bendungan, perilaku tanah fondasi, dan kemampuan bendungan untuk menahan deformasi permanen akibat gempa. Secara alternatif, beban puncak gempa kemungkinan sesuai dengan analisis respon dinamik bangunan. Pada umumnya beban puncak ini dikurangi dengan suatu faktor reduksi untuk digunakan dalam analisis pseudo-statik. Sama seperti koefisien gempa, faktor reduksi beban puncak juga tergantung pada perilaku tanah fondasi dan kemampuan bendungan menahan deformasi permanen akibat gempa.

    Beban pengaruh gempa pada fondasi bendungan urugan, tanggul, dan jembatan secara khusus didominasi oleh gaya-gaya inersia dari bangunan atas. Gaya-gaya pengaruh gempa pada tubuh bendungan urugan bekerja secara horisontal. Akan tetapi, gaya-gaya horisontal ini dipindahkan pada fondasi dalam bentuk gaya-gaya horisontal dan vertikal serta momen lendut (rocking) dan puntir (torsi). Untuk mewakili pengaruh gabungan dari gaya dan momen pengaruh gempa, sebaiknya diaplikasikan resultan beban pseudo-statik pada fondasi. Beban resultan kemungkinan berposisi miring dan bekerja secara eksentrisitas, seperti diperlihatkan dalam Gambar 10.1, untuk menghitung pembebanan beban vertikal dan momen. Kemudian solusi daya dukung tiang dengan beban eksentrisitas dapat digunakan untuk evaluasi kinerja fondasi. Secara alternatif, daya dukung vertikal dan perlawanan longsor horisontal fondasi dapat dihitung secara terpisah. Akan tetapi, pengaruh momen-momen yang bekerja pada beban vertikal dan horisontal harus diperhitungkan dalam analisis. Untuk bendungan sederhana di daerah tidak berisiko gempa biasanya (seperti dalam evaluasi fondasi dangkal)

  • 138

    stabilitas dasar fondasi dianalisis dengan pendekatan pseudo-statik, dan tidak dilakukan analisis respon dinamik fondasi maupun evaluasi interaksi antara fondasi dan bendungan. Dalam hal lain (seperti evaluasi respon dari tiang yang dibebani secara lateral), kekakuan atau deformasi fondasi yang mengalami beban pseudo-statik dihitung sebagai tambahan pada evaluasi daya dukung.

    Gambar 10.1 Prinsip superposisi beban-beban pada fondasi

    Dalam analisis respon dinamik, kekakuan dinamik fondasi dibuat model analitik bendungan urugan (tanggul dan jembatan) untuk evaluasi respons dinamik seluruh sistem. Fondasi bendungan yang mengalami pengaruh dinamik mempunyai 6 derajat kebebasan (degrees of freedom) mode goncangan gempa: longsoran horisontal dalam dua arah tegak (orthogonal); goncangan vertikal; ungkitan terhadap dua sumbu horisontal orthogonal; dan puntir (rotasi) terhadap sumbu vertikal. Oleh karena itu, dalam analisis dinamik bendungan urugan, respon fondasi pada mode pengaruh ini dijelaskan dengan matriks kekakuan 6x6 dengan 36 koefisien kekakuan Kij. Ke enam mode goncangan (derajat kebebasan) dari fondasi dangkal dan matriks kekakuannya diperlihatkan dalam Gambar 10.2. Setiap butir Kij dari matriks kekakuan menggambarkan respon deformasi fondasi dalam arah koordinat i terhadap beban satuan dalam arah koordinat j (contoh: jika mode i adalah goncangan horisontal dalam arah y dan mode j adalah ungkitan terhadap sumbu y, lalu Kij adalah translasi horisontal akibat gaya satuan horisontal dan Kji adalah respon rotasi ungkitan terhadap beban satuan horisontal). Sebuah matriks similar 6x6 dapat dievaluasi untuk redaman fondasi, seperti dibahas dalam subbab 10.4.3.3. Redaman internal tanah umumnya dimasukkan ke dalam model respons dinamik untuk menghitung goncangan permukaan desain, seperti dijelaskan dalam bab 6 dan 7, tetapi tidak ke dalam model fondasi sendiri. Ahli geoteknik memberikan nilai-nilai koefisien kekakuan dan redaman fondasi kepada ahli struktur untuk digunakan dalam analisis respons dinamik bendungan. Walaupun dilakukan analisis respons dinamik, namun stabilitas fondasi tetap dievaluasi dengan menggunakan analisis daya dukung pseudo-statik. Akan tetapi, dalam hal ini beban kerja pada elemen-elemen fondasi dapat diambil langsung dari hasil analisis respons dinamik dengan memberi faktor beban puncak, seperti dibahas dalam subbab 10.4.2.2.

    r

    M

    H V

    e

  • 139

    Gambar 10.2 Derajat kebebasan fondasi dan matriks kekakuan terkait

    10.3 Kinerja Dinding Penahan Akibat Gempa Kinerja dinding penahan akibat gempa merupakan komponen utama dari teknik kegempaan untuk sistem bendungan urugan dan bangunan pelengkapnya. Dinding penahan digunakan secara ekstensif untuk ebatmen bendungan dan jembatan, segmen tertekan dari alinyemen jalan raya, dan keruntuhan struktur karena tekanan lateral. Dinding penahan umumnya didesain tahan terhadap beban gempa dengan menggunakan analisis pseudo-statik. Akan tetapi, metoda analisis berdasarkan kekakuan juga berlaku untuk desain dinding penahan. Apalagi untuk longsoran dinding graviti, biasanya digunakan metodologi desain berdasarkan deformasi.

    10.4 Desain Fondasi Dangkal 10.4.1 Umum Fondasi dangkal biasanya digunakan sebagai fondasi pelimpah dan bangunan pembantu lainnya. Fondasi dangkal cocok untuk lokasi batuan atau bila ditemukan tanah kaku pada kedalaman yang dangkal yang memicu potensi deformasi pengaruh longsor menjadi rendah dan risiko likuifaksi menjadi sangat rendah atau dianggap tidak ada. Di daerah yang ditemukan deposit tanah tertekan, ekspansif atau kolapsibel/runtuh di sekitar permukaan tanah, fondasi dangkal mungkin tidak sesuai. Bila kondisi tanah tidak sesuai untuk fondasi dangkal, sebaiknya digunakan fondasi dalam.

    Kinerja fondasi dangkal akibat gempa dapat dievaluasi menggunakan analisis keseimbangan batas pseudo-statik atau analisis respons dinamik. Elemen kritis dalam analisis pseudo-statik fondasi dangkal merupakan evaluasi beban pseudo-statik (gaya dan momen) yang digunakan dalam analisis. Dalam analisis respons dinamik suatu sistem bendungan urugan dan bangunan pelengkapnya yang menggunakan fondasi dangkal, perlu dilakukan evaluasi koefisien matriks kekakuan. Jika dilakukan analisis respon dinamik, maka stabilitas fondasi dangkal harus tetap dievaluasi menggunakan analisis keseimbangan batas pseudo-statik. Sebagai tambahan evaluasi stabilitas fondasi dangkal yang mengalami beban dinamik, risiko penurunan dan likuifaksi tanah akibat gempa berlebihan harus dievaluasi juga untuk fondasi di atas tanah pasir jenuh. Evaluasi potensi likuifaksi dan penurunan dijelaskan dalam bab 9 pedoman ini.

  • 140

    10.4.2 Analisis pseudo-statik 10.4.2.1 Umum Dua metoda alternatif yang umum digunakan dalam geoteknik untuk evaluasi daya dukung batas fondasi dangkal bendungan urugan dan bangunan pelengkapnya adalah : a) persamaan daya dukung menggunakan faktor daya dukung yang diturunkan dari

    parameter kuat geser tanah (c, ), lihat Pd.T-02-2005-A. b) persamaan daya dukung berdasarkan jumlah pukulan dari uji penetrasi standar (lihat SIN

    03-4153-1996).

    Secara teoritis ke dua metoda yang disebutkan di atas akan memberikan hasil yang sama jika parameter kekuatan tanah fondasi konsisten dengan jumlah pukulan SPT. Beberapa engineer lebih banyak menggunakan metoda jumlah pukulan untuk analisis daya dukung dinamik, sebab SPT adalah uji dinamik yang memperhitungkan kekuatan tanah yang berkurang akibat beban dinamik. Akan tetapi, metoda persamaan umum daya dukung lebih fleksibel dalam memperhitungkan pembebanan miring dengan eksentrisitas. Daya dukung juga dapat dianalisis menggunakan hasil CPT. Akan tetapi, perlawanan CPT telah dikonversi secara khusus terhadap jumlah pukulan SPT ekivalen untuk penggunaan metoda berdasarkan jumlah pukulan atau untuk menentukan parameter kuat geser tanah yang digunakan dalam persamaan umum daya dukung.

    Fondasi dangkal harus didesain dapat menahan longsoran akibat beban gempa. Perlawanan longsor ditentukan khusus menggunakan friksi bidang kontak (interface) dan adhesi antara dasar fondasi dan tanah fondasi untuk menahan beban gempa yang bekerja. Friksi dan adhesi pada bidang sisi fondasi juga tercakup dalam evaluasi perlawanan fondasi terhadap longsoran. Beberapa engineer memasukkan perlawanan tanah pasif akibat gempa pada bidang muka fondasi (front of the footing) dalam menghitung perlawanan longsoran. Apabila perlawanan pasif diperhitungkan dalam evaluasi perlawanan longsor, maka tekanan tanah pasif akibat gempa yang dihitung biasanya dibagi dua untuk memperhitungkan deformasi lateral yang relatif besar agar dapat menggerakkan perlawanan pasif tanah. Apalagi jika perlawanan pasif akibat gempa pada bidang muka fondasi diperhitungkan dalam analisis, maka tekanan tanah aktif akibat gempa pada bidang belakang fondasi harus diperhitungkan pula. Evaluasi tekanan tanah pasif dan aktif akibat gempa dibahas dalam subbab 10.6.

    10.4.2.2 Evaluasi beban untuk analisis daya dukung pseudo-statik Beban fondasi dangkal yang digunakan dalam analisis daya dukung pseudo-statik dapat dievaluasi dengan aplikasi beban pseudo-statik pada bendungan ataupun dari hasil analisis respon dinamik. Dalam menentukan beban fondasi dengan aplikasi gaya pseudo-statik pada bendungan, diperhitungkan ke dua gaya inersia horisontal dan vertikal dari bendungan. Gaya-gaya inersia yang dimodel dengan aplikasi melalui pusat gravitasi bendungan urugan, beban dianggap sama dengan berat bendungan dikalikan koefisien gempa. Jika beban bekerja secara sentris, beban vertikal yang berlaku hanya gaya vertikal pada fondasi. Akan tetapi, jika bekerja secara eksentris pada fondasi, akan menimbulkan pembebanan momen. Beban horisontal khususnya bekerja baik sebagai gaya vertikal maupun momen pada fondasi. Beban dinamik puncak vertikal dan horisontal bekerja bersamaan pada bendungan urugan. Dalam setiap kasus, gaya resultan dan momen yang bekerja pada elemen fondasi digunakan dalam analisis daya dukung pseudo-statik. Kinerja fondasi harus dievaluasi baik untuk beban vertikal tekan maupun tarik akibat gempa. Lagi pula dalam analisis sistem fondasi, beban mati vertikal dan horisontal dari tubuh dan fondasi bendungan urugan harus ditambahkan pada beban gempa.

    Tidak ada perjanjian umum dalam menentukan koefisien gempa untuk evaluasi beban pseudo-statik dalam analisis fondasi akibat gempa. Berdasarkan pengalaman stabilitas lereng akibat gempa (bab 8), koefisien gempa untuk desain fondasi harus merupakan bagian dari percepatan puncak permukaan tanah (PGA), yang dinyatakan sebagai bagian gravitasi. Untuk beberapa kasus, percepatan puncak efektif dari Peta Zona Gempa Indonesia bisa

  • 141

    digunakan sebagai koefisien gempa dalam analisis pseudo-statik, karena nilai ini khususnya telah dikurangi dari percepatan puncak permukaan maksimum yang ditentukan. Cara lain berdasarkan pengalaman analisis deformasi lereng bendungan urugan dan tanggul akibat gempa, termasuk analisis balik bendungan pengaruh gempa, dapat diambil nilai sama dengan satu setengah PGA (dinyatakan sebagai bagian gravitasi). Namun, untuk bendungan yang tidak dapat mengalami deformasi fondasi (beberapa centimeter) dan yang dibangun di atas tanah yang mengalami keruntuhan berlanjut dan/atau penurunan kekuatan pasca gempa, nilai sama dengan PGA (sebagai bagian gravitasi) cukup memadai. Apalagi, potensi amplifikasi dari PGA oleh bendungannya sendiri harus diperhitungkan. Untuk bendungan ramping yang fleksibel, harus hati-hati menggunakan faktor amplifikasi yang diberikan oleh engineer struktural.

    Jika beban-beban yang digunakan dalam analisis fondasi pseudo-statik ditentukan dari hasil analisis respons dinamik bendungan, maka potensi amplifikasi dari goncangan permukaan tanah termasuk beban puncak dari analisis respons dinamik. Dalam hal ini, beban puncak yang diberikan oleh engineer struktural harus diberi faktor dengan cara yang sama seperti dijelaskan di atas untuk evaluasi koefisien gempa dari PGA; yaitu faktor satu setengah cukup beralasan, sedangkan nilai satu dapat digunakan untuk bendungan yang tidak mungkin mengalami deformasi yang berarti dan di atas tanah yang mengalami keruntuhan berlanjut dan/atau penurunan pasca kekuatan puncak. Bila menggunakan beban dari analisis respons dinamik untuk evaluasi kinerja fondasi, beban puncak yang terjadi pada waktu yang berbeda dalam analisis tidak boleh digabungkan (superimposed). Beban-beban yang digabungkan harus berupa beban yang bekerja di atas fondasi pada waktu yang sama. Sebagai contoh, beban horisontal puncak harus digunakan dalam kombinasi dengan beban vertikal yang bekerja pada fondasi dan dengan beban vertikal lainnya yang bekerja pada fondasi pada waktu yang sama seperti beban horisontal puncak, tetapi tidak digabung dengan momen puntir puncak atau beban vertikal puncak.

    10.4.2.3 Persamaan umum daya dukung Teori evaluasi daya dukung batas dari fondasi dangkal yang komprehensif telah disajikan oleh Terzaghi. Dengan menggunakan analisis keseimbangan batas, Terzaghi menyatakan daya dukung batas sebagai fungsi dari geometri fondasi, geometri bidang keruntuhan yang diasumsi, dan sifat-sifat geoteknik tanah fondasi. Kemudian, dikembangkan untuk menghasilkan rumus perhitungan untuk bentuk fondasi yang berbeda, inklinasi beban dan eksentrisitas beban, lokasi muka air tanah, dan faktor lainnya. Rumus-rumus ini juga didasarkan atas keputusan dari masalah keseimbangan batas dan evaluasi sifat kekuatan geser dari tanah fondasi. Untuk menghitung beban eksentris, momen, beban miring (berinklinasi), dan bentuk fondasi yang berbeda, dilakukan serangkaian faktor koreksi pada persamaan daya dukung Terzaghi awal. Aplikasi faktor-faktor koreksi ini menghasilkan persamaan daya dukung turunan dalam bentuk :

    qult = c Nc sc ic + 0,5 BN s i + qs Nq sq iq ................................................ (10.1)

    dengan : qult : daya dukung batas; qs : beban surcharge seragam yang bekerja di permukaan tanah dekat fondasi; B : lebar fondasi; sc, s dan sq : faktor-faktor bentuk fondasi; ic, i dan iq : faktor-faktor inklinasi beban; c dan : kohesi dan berat volume tanah; Nc, N dan Nq : faktor-faktor daya dukung. Catatan bahwa qs sama dengan D untuk fondasi yang tertanam pada kedalaman D di bawah permukaan tanah.

  • 142

    Faktor-faktor daya dukung Nc, N dan Nq adalah fungsi dari sudut geser tanah (). Grafik faktor daya dukung versus pada umumnya tersedia dalam literatur geoteknik. Untuk lembaran perhitungan terpisah, dapat digunakan persamaan berikut :

    Nq = etan tan2 (45+ /2) ................................................ (10.2)

    Nc = (Nq 1) cot () ............................................... (10.3)

    N = (Nq 1) tan (1,4 ) ............................................... (10.4)

    a) Aturan pembebanan eksentris (momen) Langkah pertama dalam analisis daya dukung pseudo-statik akibat gempa adalah menghitung beban pseudo-statik. Kemudian beban pseudo-statik dan beban statik digabungkan menjadi gaya resultante tunggal dengan inklinasi () dan eksentrisitas (e), seperti diperlihatkan dalam Gambar 10.1.

    Berikut ini perhitungan gaya resultante, dan dimensi ekivalen fondasi untuk mendapatkan eksentrisitas beban pada fondasi. Eksentrisitas beban disebabkan oleh momen yang bekerja pada fondasi yang menyebabkan tekanan tidak seragam pada dasar fondasi dan kehilangan tekanan kontak antara dasar fondasi dan tanah. Oleh karena itu, lebar fondasi yang mengalami beban eksentris dinyatakan oleh sebuah pengurangan, lebar efektif B'. Perhitungan dimensi ekivalen untuk eksentrisitas beban diperlihatkan dalam Gambar 10.3.

    Persamaan yang sering digunakan untuk bidang kontak efektif adalah B' = (B-2e), seperti disarankan Meyerhof (1953), dan B' = (3B/2-3e) yang berkaitan dengan distribusi tekanan tanah linier. Nilai yang terhitung cenderung konservatif, dan bidang kontak aktual biasanya akan lebih besar daripada nilai terhitung menggunakan persamaan ini.

    eB = My / V , eL = Mx / V B' = B 2eB ; L' 2 eL Tekanan tanah maksimum (distribusi linier): qmax = V [1+(6 eL/L)] / (BL) untuk eL < L/6 ; qmax = 2V / [3B(L/2 - eL)] untuk L/6 < eL < L/2 ;

    Gambar 10.3 Evaluasi momen putir

  • 143

    Untuk mencegah gaya angkat dari tepi fondasi, syarat batas biasanya ditentukan pada eksentrisitas yang diizinkan dari beban dinamik. Hansen (1953) menunjukkan bahwa jika e B/4, tidak menimbulkan tekanan angkat (uplift), dan menyarankan ukuran fondasi seperti e dibatasi = B/6. Di daerah bergempa tinggi, goncangan permukaan tanah lebih besar dari 0,4 g, walaupun hal ini tidak praktis, sehingga untuk membatasi e = B/6, disarankan e = B/4.

    Beban vertikal ke atas yang bekerja pada fondasi akan cenderung meningkatkan e, sehingga mengurangi luas daerah fondasi efektif, dan menyebabkan peningkatan tekanan tanah minimum terhitung. Oleh karena itu, fondasi harus dievaluasi untuk beban gempa vertikal yang bekerja baik ke atas maupun ke bawah.

    b) Aturan pembebanan miring (lateral) dan bentuk empat persegi Rekomendasi faktor-faktor koreksi dalam persamaan 10.1 untuk beban miring/bersudut dan bentuk fondasi bukan lingkaran diberikan oleh Meyerhof (1953) adalah sebagai berikut : Untuk beban miring :

    [ ])tan()1( cqqc Niii = untuk > 0 .............................................. (10.5a) [ ])(1 cc BLcNnHi = untuk = 0 .............................................. (10.5b) [ ]nq BLcVHi ))(cot(1 += .............................................. (10.5c) [ ] )1())(cot(1 ++= nBLcVHi .............................................. (10.5d)

    dengan : H dan V : beban resultante horisontal ; V : beban resultante vertikal ; L : panjang fondasi; B : lebar fondasi.

    n = [(2+L/B)/(1+L/B)] cos2 + [(2 + B/L)/(1+B/L)] sin2 ........................ (10.6a)

    dengan : = tan-1 (eB/eL).

    Jika beban bekerja sejajar dengan panjang fondasi L :

    n = [2+B/L)/(1+B/L)] cos2 + [2+L/B)/(1+L/B)] sin2 ........................ (10.6b)

    Untuk fondasi empat persegi dengan panjang kurang dari 5x lebar :

    sc = 1 + (B/L) (Nq/Nc) .............................................. (10.7a)

    sq = 1 + (B/L) tan .............................................. (10.7b)

    s = 1 0,4 (B/L) .............................................. (10.7c)

    Untuk pembebanan eksentris, ganti B' untuk B dalam persamaan di atas.

    c) Kasus lain Untuk situasi yang kompleks seperti tanah berlapis banyak, fondasi miring, atau fondasi yang dibuat di atas atau dekat lereng, telah dikembangkan solusi alternatif untuk faktor-faktor daya dukung. Grafik dan tabel yang menunjukkan kasus tersebut, lihat Pd.T-02-2005-A.

  • 144

    10.4.2.4 Daya dukung dari uji penetrasi Daya dukung fondasi dangkal dapat dievaluasi langsung dari hasil-hasil SPT dan CPT. Meyerhof (1956) mengusulkan persamaan daya dukung batas yang berhubungan dengan jumlah pukulan SPT berikut :

    qult = 0,1 N* B (Cw1 + Cw2Df /B) RI ...................................................... (10.8)

    dengan : qult : tekanan dukung batas (tons/ft2); N* : jumlah pukulan rata-rata ditentukan untuk pengaruh terendam (pukulan/ft); B : lebar fondasi (dimensi terkecil); Df : kedalaman dasar fondasi dari permukaan tanah; R1 : faktor inklinasi beban dari Tabel 10.1 ; Cw1 dan Cw2 : faktor-faktor koreksi yang bergantung pada kedalaman muka air tanah, Dw menurut :

    Tabel 10.1 Faktor inklinasi untuk daya dukung fondasi dangkal (menurut Meyerhof, 1956) Faktor inklinasi beban fondasi empat persegi, RI H/V

    Df /B =0 Df /B =1 Df /B =5 0,10 0,75 0,80 0,85 0,15 0,65 0,75 0,80 0,20 0,55 0,65 0,70 0,25 0,50 0,55 0,65 0,30 0,40 0,50 0,55 0,35 0,35 0,45 0,50 0,40 0,30 0,35 0,45 0,45 0,25 0,30 0,40 0,50 0,20 0,25 0,30 0,55 0,15 0,20 0,25 0,60 0,10 0,15 0,20

    Faktor inklinasi beban, RI Beban miring dalam arah lebar Beban miring dalam arah panjang

    H/V

    Df /B =0 Df /B =1 Df /B =5 Df /B =0 Df /B =1 Df /B =5 0,10 0,70 0,75 0,80 0,80 0,85 0,90 0,15 0,60 0,65 0,70 0,70 0,80 0,85 0,20 0,50 0,60 0,65 0,65 0,70 0,75 0,25 0,40 0,50 0,55 0,55 0,65 0,70 0,30 0,35 0,40 0,50 0,50 0,60 0,65 0,35 0,30 0,35 0,40 0,40 0,55 0,60 0,40 0,25 0,30 0,35 0,35 0,50 0,55 0,45 0,20 0,25 0,30 0,30 0,45 0,50 0,50 0,15 0,20 0,25 0,25 0,35 0,45 0,55 0,10 0,15 0,20 0,20 0,30 0,40 0,60 0,05 0,10 0,15 0,15 0,25 0,35

    Cw1 = Cw2 = 1,0 untuk Dw Df + 1,5B ............................................ (10.9a)

    Cw1 = 0,5 dan Cw2 = 1,0 untuk Dw = Df ........................................... (10.9b)

    Cw1 = Cw2 = 0,5 untuk Dw = 0 ............................................. (10.9c)

    Interpolasi harus dilakukan untuk evaluasi Cw1 dan Cw2 untuk Dw antara 0 dan Df atau antara Df dan Df + 1,5B.

  • 145

    Koreksi jumlah pukulan SPT untuk keadaan terendam hanya berlaku untuk pasir halus dan pasir lanauan. Jumlah pukulan tanah terendam terkoreksi N* diperoleh sebagai berikut :

    N* = 15 + 0,5 (N 15) jika N >15

    ................................................... (10.10a)

    N* = N jika N 15

    ................................................... (10.10b)

    dengan N adalah jumlah pukulan yang diukur. Nilai jumlah pukulan terukur yang digunakan dalam persamaan 10.10 diratakan dalam rentang kedalaman dari dasar fondasi sampai 1,5B di bawah fondasi.

    Eksentrisitas beban dapat dihitung menggunakan persamaan 10.8 dengan menggantikan B' untuk B, dengan B' dievaluasi sesuai dengan Gambar 10.3. Tidak ada faktor koreksi untuk fondasi berbentuk bukan lingkaran seperti diusulkan oleh Meyerhof. Akan tetapi, persamaan daya dukung umum yang disajikan dalam subbab terdahulu dapat digunakan untuk menghitung faktor koreksi daya dukung dari fondasi berbentuk bukan lingkaran.

    10.4.2.5 Perlawanan longsor dari fondasi dangkal Perlawanan longsor dari fondasi dangkal harus dihitung terpisah dari daya dukung. Dalam perhitungan perlawanan longsor, satuan perlawanan adhesi dan/atau friksi dasar fondasi terhadap longsor dikalikan dengan luas dasar. Perlawanan adhesi dan friksi bidang kontak (interface) dari dasar fondasi bergantung pada tipe tanah dan material fondasi. Khususnya untuk fondasi beton, adhesi dan koefisien friksi bidang kontak akan berkurang dengan 20% 33% dari kohesi dan koefisien friksi dari tanah di bawahnya. Navy Design Manual DM 7.2 (NAVFAC, 1986) mengusulkan nilai adhesi dan friksi bidang kontak material bendungan yang berbeda (misal pasir/beton, lempung/baja). Nilai-nilai ini dapat digunakan untuk desain fondasi bendungan urugan maupun dinding penahan terhadap longsor. Untuk fondasi yang mengalami beban eksentris, harus digunakan luas dasar efektif B' dalam evaluasi perlawanan longsor. Komponen vertikal dari beban gempa pada fondasi harus diperhitungkan dalam evaluasi perlawanan longsor terhadap beban vertikal maksimum dan minimum (pembebanan gempa ke atas dan ke bawah).

    Untuk fondasi tertanam, perlawanan gempa pasif di depan fondasi biasanya diperhitungkan dalam evaluasi perlawanan longsor fondasi dangkal. Akan tetapi, untuk deformasi yang relatif besar dalam mendukung perlawanan pasif, tekanan tanah pasif harus dikurangi dengan faktor dua dalam analisis perlawanan longsor. Lagi pula, gaya gempa aktif di depan fondasi harus dikurangi dari perlawanan longsor pasif atau ditambahkan pada gaya dorong longsor. Hasil bersih dari faktor perlawanan gempa pasif dan pengurangan gaya gempa aktif biasanya dapat memberikan perubahan dalam perlawanan longsor dari fondasi.

    10.4.2.6 Faktor keamanan Beban gempa dapat menggambarkan kondisi beban ekstrim, karena itu pada umumnya diperhitungkan faktor keamanan relatif rendah dalam analisis pseudo-statik. Faktor keamanan sebesar 1,1 dan 1,15 khususnya digunakan untuk daya dukung dan perlawanan longsor. Pemilihan faktor keamanan dan koefisien gempa (atau faktor reduksi beban puncak) sebaiknya disesuaikan dengan metode analisisnya. Sebagai contoh, jika koefisien gempa sama dengan PGA (dibagi dengan percepatan gravitasi) telah digunakan dalam analisis pseudo-statik karena fondasi tidak dapat mengalami pergerakan besar, maka tidak perlu mengubah faktor keamanan kurang dari 1,0. Secara alternatif, jika koefisien gempa = PGA (one-half) dan tanah dapat menerima pengurangan kekuatan pasca puncak, maka sebaiknya digunakan faktor keamanan 1,1 atau 1,15.

  • 146

    10.4.3 Analisis respons dinamik 10.4.3.1 Umum Analisis respons dinamik berkaitan dengan sistem fondasi dalam model dinamik bendungan secara umum. Analisis gabungan umumnya mengacu pada analisis interaksi tanah dan bendungan (SSI). Dalam analisis SSI, sistem fondasi dapat dinyatakan dengan sistem pegas (pendekatan klasik) ataupun matriks kekakuan (dan redaman) fondasi. Pendekatan kedua, yang biasanya digunakan untuk analisis bendungan (SSI), biasanya mengacu pada pendekatan metoda matriks kekakuan.

    Bentuk umum matriks kekakuan untuk fondasi kaku disajikan dalam Gambar 10.2. Matriks kekakuan 6x6 dapat digabungkan dalam program teknik bendungan umumnya untuk analisis respon dinamik dalam menghitung kekakuan fondasi bendungan urugan. Bagian diagonal dari matriks kekakuan menyatakan respon langsung dari mode goncangan gempa untuk mempengaruhi mode, di mana bagian diagonal yang bernilai nol (off-diagonal terms) menyatakan pasangan respons. Beberapa bagian diagonal yang bernilai nol atau mendekati nol, menunjukkan bahwa kedua mode yang berkaitan tidak berpasangan (misal gerakan torsi dan vertikal) sehingga dapat diabaikan. Kenyataannya, untuk fondasi simetris yang dibebani secara sentris, puntiran dan longsoran (translasi horisontal) adalah pasangan mode goncangan gempa yang diperhitungkan dalam analisis dinamik.

    Semua bagian diagonal yang bernilai nol (berpasangan) sering diabaikan karena dua alasan: (1) nilai bagian diagonal yang nol ini kecil, terutama untuk fondasi dangkal; dan (2) nilai tersebut sulit dihitung. Akan tetapi, pasangan dari dua komponen translasi horisontal pada dua derajat kebebasan rotasi goyangan (puntiran) mungkin cukup berarti dalam kasus tertentu. Sebagai contoh, pasangan puntiran dan longsoran dapat bermanfaat untuk fondasi yang tertanam dalam dengan rasio kedalaman terhadap diameter fondasi ekivalen lebih besar dari lima. Untuk masalah ini, sebaiknya mengacu pada Lam dan Martin (1986).

    Matriks kekakuan K dari fondasi berbentuk tidak teratur dan/atau tertanam dapat dinyatakan dengan persamaan umum berikut :

    K = KECF ........................................................... (10.11)

    dengan : KECF : matriks kekakuan dari fondasi permukaan berbentuk lingkaran ekivalen, yang

    dijelaskan dalam subbab 10.4.3.2 ; : faktor koreksi bentuk fondasi, yang dijelaskan dalam subbab 10.4.3.4 ; : faktor urugan fondasi, yang dijelaskan dalam subbab 10.4.3.5.

    10.4.3.2 Matriks kekakuan dari fondasi dengan penampang lingkaran Solusi untuk fondasi bentuk lingkaran yang terpasang kaku pada permukaan media setengah elastis memberikan koefisien kekakuan dasar untuk berbagai mode deformasi fondasi. Untuk translasi vertikal, koefisien kekakuan K33 dapat dinyatakan sebagai :

    K33 = 4 GR / (1 - ) ......................................................... (10.12a)

    Untuk translasi horisontal, koefisien kekakuan K11 dan K22 dapat dinyatakan sebagai :

    K11 = K22 = 8 GR / (2 - ) ......................................................... (10.12b)

    Untuk rotasi torsi, koefisien kekakuan K66 dapat dinyatakan sebagai :

    K66 = 16 GR3 / 3 ......................................................... (10.12c)

  • 147

    Untuk rotasi goyangan, koefisien kekakuan K44 dan K55 dapat dinyatakan sebagai :

    K44 = K55 = 8 GR3 / 3 (1 ) ......................................................... (10.12d)

    Dalam persamaan 10.12, G dan adalah modulus geser dinamik dan angka Poisson untuk media setengah elastis (tanah fondasi) dan R adalah jari-jari fondasi.

    Modulus geser dinamik (G) yang digunakan untuk evaluasi kekakuan fondasi harus didasarkan atas regangan geser tanah fondasi yang mewakili atau rata-rata. Akan tetapi, tidak ada pedoman praktis untuk evaluasi regangan geser yang representatif untuk fondasi dangkal yang dibebani secara dinamik. Biasanya nilai modulus geser (Gmax) pada regangan sangat rendah, digunakan untuk menghitung kekakuan fondasi. Akan tetapi, hal ini adalah suatu gambaran pengembangan dari persamaan di atas untuk kekakuan fondasi dalam desain fondasi mesin. Untuk beban gempa, disarankan nilai G dievaluasi pada tingkat regangan geser yang dihitung dari analisis respon gempa setempat menggunakan kurva reduksi modulus yang disajikan dalam bab 7. Jika hasil dari analisis respon gempa setempat tidak tersedia, G dapat dievaluasi menggunakan kurva reduksi modulus yang disajikan dalam bab 6 dan suatu tingkat regangan geser yang diasumsi tergantung pada magnitudo gempa, intensitas goncangan tanah, dan tipe tanah. Untuk kejadian gempa dengan magnitudo 6,0, dan untuk intensitas goncangan tanah 0,4g, nilai G sesuai dengan tingkat regangan 0,1% cukup memadai. Untuk gempa dengan magnitudo lebih besar dan/atau intensitas lebih tinggi, dapat digunakan tingkat regangan lebih besar. Untuk kejadian gempa dengan magnitudo sangat besar (M>7,5) dan dengan intensitas goncangan sangat tinggi (PGA>0,6 g), disarankan nilai G sesuai dengan regangan geser 1%.

    10.4.3.3 Redaman Salah satu keuntungan metoda matriks kekakuan daripada pendekatan klasik adalah bahwa matriks redaman dapat diperhitungkan dalam analisis SSI. Format matriks redaman sama dengan format matriks kekakuan yang diperlihatkan dalam Gambar 10.2. Sementara koefisien matriks redaman dapat menyatakan baik redaman internal material maupun redaman radiasi geometrik tanah, yang khusus diperhitungkan dalam tipe analisis ini.

    Seperti telah dibahas dalam subbab 6.3.4, redaman internal tanah adalah tergantung regangan secara predominan dan dapat dinyatakan relatif teliti dengan rasio redaman viskos ekivalen (). Pada tingkat regangan kecil yang dihubungkan secara khusus dengan respon fondasi, adalah dengan order 2%-5%. Redaman radiasi, misal redaman yang memperhitungkan energi gelombang yang beradiasi ke luar dari fondasi, bergantung pada frekuensi dan dalam analisis SSI, secara signifikan lebih besar daripada redaman material. Risikonya, redaman radiasi mendominasi matriks redaman dalam analisis SSI.

    Evaluasi koefisien matriks redaman adalah kompleks dan hanya sedikit pedoman yang tersedia untuk para engineer. Teori vibrasi dengan redaman biasanya digunakan untuk membentuk matriks redaman fondasi awal. Teori itu yang umumnya digunakan untuk mempelajari masalah vibrasi fondasi (regangan kecil), menganggap bahwa redaman tanah dapat dinyatakan melalui rasio redaman (D), yang ditentukan sebagai rasio koefisien redaman fondasi terhadap redaman kritis untuk sistem dengan derajat kebebasan 6.

    Rasio redaman untuk fondasi dangkal bergantung pada rasio massa (atau inersia) fondasi. Tabel 10.2 menunjukkan rasio massa dan koefisien redaman serta rasio redaman untuk berbagai derajat kebebasan dari fondasi. Rasio redaman harus digunakan seperti diperlihatkan dalam Gambar 10.2 untuk mengembangkan matriks redaman dari sistem fondasi. Yang harus diperhatikan, pendekatan ini hanya menghitung sebagian geometri fondasi dan mengasumsi bahwa regangan gempa kecil dipengaruhi deposit tanah. Untuk fondasi tiang atau geometri fondasi yang kompleks, harus dilakukan dengan pendekatan

  • 148

    yang ketat, biasanya disarankan mengacu pada analisis interaksi tanah-fondasi-bangunan (SFSI). Namun SFSI di luar lingkup pedoman ini.

    10.4.3.4 Fondasi dengan penampang persegi-empat Aplikasi persamaan (10.11) umum kekakuan fondasi (K = KECF) untuk fondasi empat persegi mencakup dua langkah berikut : 1) Langkah 1: Hitung jari-jari fondasi bentuk lingkaran ekivalen untuk berbagai mode

    deformasi menggunakan Tabel 10.2 dan Gambar 10.4. Untuk deformasi vertikal dan horisontal (translasi), jari-jari ekivalen (ro) adalah jari-jari fondasi lingkaran dengan luas sama dengan fondasi empat persegi. Untuk gerakan puntiran dan torsi, perhitungan jari-jari ekivalen lebih sulit, karena bergantung pada momen inersia fondasi. Kemudian jari-jari ekivalen digunakan dalam persamaan dari subbab 10.4.3.2 untuk menyelesaikan koefisien kekakuan batas dasar KECF dalam persamaan 10.11.

    Tabel 10.2 Rasio redaman ekivalen untuk fondasi kaku (Richart dkk, 1970) Mode vibrasi Rasio massa (atau

    inersia) Koefisien redaman Rasio redaman Jari-jari ekivalen

    Translasi vertikal 3

    0

    .

    4)1(

    r

    mBz

    = Grcz =

    14,3 20

    z

    z BD 425,0= piBLRr z ==0

    Translasi horisontal (longsoran) 3

    0)1(32)87(

    r

    mBx

    = Grcx =

    26,4 20

    x

    x BD 288,0= piBLRr x ==0

    Goyangan sumbu-X dan sumbu-Y

    508

    )1(3r

    IB

    = )1).(1(8,0 40

    BGr

    c+

    =

    BB

    D)1(

    15,0+

    =

    4/13

    10 3))((16

    ==

    piLBRr

    5/13

    50 3)()(16

    ==

    pi

    LBRr

    Rotasi sumbu-Z (torsi) 5

    0r

    IB

    =

    B

    GBc

    21.4

    +=

    B

    D215,0

    +=

    5/122

    50 6)(16

    +==

    piLBBLRr

    Catatan: m = massa fondasi c = koefisien redaman (Cz, Cx, C , C) I = momen inersia fondasi = kerapatan massa tanah fondasi ro = jari-jari ekivalen ( Rx, Rz, R) B = lebar fondasi (sepanjang sumbu rotasi untuk goyangan) L = panjang fondasi (dalam bidang rotasi untuk goyangan) G = modulus geser tanah = angka Poisson tanah D = rasio redaman ( Dz, Dx, D, D).

    2) Langkah 2: Tentukan faktor bentuk yang digunakan dalam persamaan 10.11 menggunakan Gambar 10.5. Gambar ini memberikan faktor-faktor bentuk untuk berbagai rasio aspek (L/B) untuk berbagai mode deformasi yang dibahas dalam subbab 10.4.3.1.

  • 149

    Gambar 10.4 Perhitungan jari-jari ekivalen fondasi empat persegi

    Gambar 10.5 Faktor bentuk untuk fondasi bentuk empat persegi (Lam dan Martin, 1986)

  • 150

    Gambar 10.6 Faktor-faktor urugan untuk fondasi dengan D/R < 0,5 (Lam dan Martin, 1986)

    10.4.3.5 Pengaruh urugan (embedment) Pengaruh urugan pada respons fondasi dangkal dibahas rinci dalam Lam dan Martin (1986). Nilai-nilai faktor urugan fondasi dari hasil studi yang disajikan dalam Gambar 10.6 adalah untuk nilai D/R 0,5 dan dalam Gambar 10.7 untuk nilai D/R>0,5. Untuk kasus dengan puncak fondasi di bawah permukaan tanah, disarankan ketebalan tanah dasar di atas puncak fondasi diabaikan dan ketebalan fondasi (bukan kedalaman urugan sebenarnya Df) digunakan untuk menghitung rasio urugan (D/R) dalam penentuan faktor urugan .

    Gambar 10.7 Faktor-faktor urugan untuk fondasi dengan D/R > 0,5 (Lam dan Martin, 1986)

    10.4.3.6 Implementasi analisis respons dinamik Engineer geoteknik khususnya memberikan nilai-nilai bagian dari matriks kekakuan untuk engineer struktural yang digunakan dalam analisis respons dinamik. Berdasarkan hasil-hasil analisis, lalu engineer struktural harus memberikan beban dinamik puncak dan deformasi

  • 151

    dari elemen fondasi kembali kepada engineer geoteknik. Kemudian engineer geoteknik membandingkan beban dinamik dan deformasi terhadap nilai-nilai yang dapat diterima untuk menentukan kinerja fondasi akibat gempa. Jika beban fondasi atau deformasi tidak dapat diterima atau koefisien kekakuan bergantung pada besarnya deformasi atau pada magnitudo beban dinamik, maka diperlukan iterasi untuk memperoleh desain fondasi yang baik. Bahkan bila dilakukan analisis respons dinamik untuk evaluasi kinerja fondasi dangkal akibat gempa, kestabilan dasar fondasi harus tetap dievaluasi menggunakan analisis pseudo-statik untuk daya dukung dan perlawanan longsor, seperti dijelaskan dalam subbab 10.4.2.

    10.5 Desain Fondasi Dalam 10.5.1 Umum Fondasi dalam merupakan fondasi yang dapat digunakan untuk memindahkan beban bendungan pada tanah fondasi. Fondasi dalam biasanya digunakan dalam kondisi fondasi berikut (Lam dan Martin, 1986) : 1) strata/lapisan tanah bagian atas lemah atau bersifat kompresibel; 2) lapisan tanah yang lebih dangkal kemungkinan mengalami likuifaksi; 3) fondasi tidak dapat memancarkan gaya arah miring, horisontal, atau tekanan angkat; 4) dapat terjadi penggerusan berlebihan; 5) penggalian di masa mendatang dapat direncanakan sekitar bangunan; 6) tanah ekspansif atau kolapsibel berkembang sampai kedalaman yang diperhitungkan.

    Dalam bab ini, bagian fondasi dalam mengacu pada tiang yang dibor, dipancang, dan dicor setempat, tiang jembatan (piers), dan terowongan tegak (shafts). Selanjutnya istilah tiang digunakan untuk membahas metodologi desain umum fondasi dalam akibat gempa. Akan tetapi, pembahasan tiang berlaku juga untuk tipe fondasi dalam lainnya.

    Seperti diperlihatkan dalam Gambar 10.8, masalah dasar respons gempa dari fondasi tiang termasuk distribusi dari serangkaian beban bendungan urugan ke massa tanah sekitarnya melalui batang-batang tiang. Hal umum yang mencakup pertimbangan dari enam derajat kebebasan yang sama dalam desain fondasi dangkal, yaitu: tiga komponen gaya-gaya translasi (satu gaya aksial dan dua gaya geser lateral) dan tiga komponen momen rotasi (satu momen torsi terhadap sumbu tiang dan dua momen rotasi terhadap dua sumbu horisontal ortogonal) sepanjang batang tiang. Jika diinginkan dalam analisis desain, karakteristik tumpuan aksial tiang dianggap bebas/dapat berbeda dari karakteristik tumpuan lateral. Asumsi ini biasanya dibenarkan karena reaksi tanah lateral terpusat sepanjang puncak 5-10 kali diameter tiang, sedangkan perlawanan tanah aksial tiang khususnya dikembangkan pada kedalaman yang lebih besar. Oleh karena itu, perilaku tumpuan tanah aksial dan lateral dari tiang dapat dianalisis secara terpisah.

    Sama seperti dengan analisis fondasi dangkal, evaluasi respons dinamik fondasi tiang dapat dilakukan menggunakan baik analisis pseudo-statik ataupun analisis respons dinamik. Dalam evaluasi respons tiang atau grup tiang terhadap beban lateral, deformasi lateral tiang atau grup tiang dievaluasi dan dibandingkan sampai derajat deformasi yang dapat diterima. Dalam evaluasi respons beban vertikal, beban pada tiang dibandingkan sampai kapasitas tekanan angkat dan kapasitas tekan tiang. Dalam ke dua analisis beban lateral dan beban vertikal, kapasitas struktural tiang dan kepala tiang juga harus dibandingkan terhadap beban kerja.

    Bahkan di bawah beban lateral kecil, beberapa bagian massa tanah dapat mengalami rayapan selama pembebanan, yang terutama terjadi dekat permukaan tanah. Lagi pula, pada umumnya beberapa lapisan tanah yang berbeda akan digabungkan sepanjang tiang. Oleh karena itu, pendekatan realistis dari analisis dinamik fondasi tiang harus memperhitungkan perilaku nonlinier tanah dekat permukaan dan lapisan alami profil tanah tipikal. Dengan adanya batasan ini, desain praktis biasanya membuat model karakteristik tumpuan tanah sepanjang tiang dengan anggapan sebagai pegas non linier. Analisis sistem

  • 152

    tanah dan tiang ini biasanya mencakup pemodelan tiang sebagai balok dan kolom yang ditumpu oleh serangkaian pegas lateral dan rangkaian lainnya dari pegas aksial. Kurva-kurva tumpuan yang menggambarkan karakteristik reaksi tanah lateral versus defleksi lateral tiang biasanya diacu pada kurva p-y. Kurva yang berhubungan dengan beban aksial yang menggambarkan karakteristik tiang diacu pada kurva t-z. Perlawanan torsi terhadap rotasi tiang tunggal biasanya diabaikan, karena fondasi dalam umumnya ditumpu oleh grup tiang dan beban torsi pada grup tiang diselesaikan menjadi beban lateral pada tiang tunggal.

    Gambar 10.8 Interaksi tiang dan tanah tiga-dimensi (Bryant dan Matlock, 1977)

    Kendala pada kepala tiang akan sangat berpengaruh pada respons beban lateral tiang. Tiang yang bebas berotasi pada kepala tiang umumnya akan mengalami deformasi lateral lebih besar daripada tiang tetap dengan beban yang sama. Oleh karena itu, untuk memperoleh respons tiang lateral yang lebih kaku, kepala tiang dapat ditanam lebih dalam ke dalam puncak (penutup) tiang. Pemancangan tiang lebih dalam akan meningkatkan kekakuan lateral dan kapasitas fondasi tiang. Akan tetapi, penahanan kepala tiang terhadap rotasi dapat mempengaruhi momen yang besar pada kepala tiang. Karena itu, ke dua tiang dan penutup tiang harus didesain agar dapat menerima momen ini.

    10.5.2 Metode analisis 10.5.2.1 Umum Analisis fondasi tiang akibat gempa yang komprehensif diberikan dalam Lam dan Martin (1986). Dalam Martin dan Lam (1995) diberikan informasi tambahan tentang desain fondasi tiang akibat gempa yang telah diperbaharui, yang membahas aspek utama permasalahan.

  • 153

    Pembaca sebaiknya mengacu pada Lam dan Martin (1986), Martin dan Lam (1995), dan referensi lainnya, untuk memperdalam pokok permasalahan.

    Karena sifat alami tanah yang variabel dan nonlinier saling berkaitan, maka sebaiknya dicoba menerapkan solusi secara matematik atau mengembangkan grafik desain untuk desain fondasi tiang akibat gempa. Analisis respons tiang terhadap beban lateral sebaiknya dilakukan menggunakan program komputer yang tersedia. Pertukaran (variety) program komputer untuk respons beban lateral dan vertikal dari tiang dan grup tiang telah tersedia. Pada umumnya, program ini menggunakan metoda yang dikembangkan Reese dan asistennya (misal Reese dkk, 1984; Wang dan Reese, 1991). Beberapa dari program ini memfasilitasi masukan dan keluaran yang mudah, sehingga mudah digunakan oleh para engineer geoteknik atau pemakai lain yang kemampuan komputernya terbatas. Dalam hal tertentu, dengan profil tanah terdiri atas lapisan homogen, dapat digunakan solusi manual berdasarkan teori balok di atas fondasi elastis (Lam dan Martin, 1986), namun tidak dibahas dalam pedoman ini.

    Pembuatan rangkaian kurva p-y sepenuhnya untuk analisis tiang yang dibebani secara lateral mencakup perhitungan kurva p-y pada kedalaman terpilih sepanjang tiang. Perhitungan kurva p-y untuk tiang terbebani secara lateral dijelaskan rinci oleh Reese dkk (1984), yang dilakukan khususnya secara internal dengan program komputer berdasarkan masukan tipe tanah dan parameter kuat geser. Interpolasi yang dilakukan secara internal dalam program komputer memberikan karakteristik p-y pada titik-titik tambahan antara titik-titik kurva p-y sebagai masukan. Titik-titik tambahan yang diturunkan oleh komputer harus ditempatkan pada kira-kira setengah diameter tiang untuk memberikan keputusan yang baik bagi tumpuan tanah terdistribusi. Penempatan kurva p-y khususnya meliputi puncak dan dasar tiang (atau anggapan dasar untuk tiang yang sangat panjang). Karena respons lateral tiang dipusatkan dekat permukaan tanah, maka kurva p-y tambahan umumnya ditempatkan pada jarak berdekatan dengan puncak tiang. Pada umumnya, respons tiang relatif tidak peka terhadap kurva p-y yang diatur pada kedalaman lebih besar. Namun, harus ditempatkan pada puncak dan dasar dari lapisan tanah yang signifikan. Dalam analisis tiang terbebani secara lateral, tiang biasanya dapat ditempatkan pada kedalaman 30-40 kali diameter di bawah permukaan tanah tanpa mempengaruhi perilaku lateral dari tiang bagian atas.

    Untuk evaluasi respons vertikal tiang akibat beban dinamik, kurva t-z umumnya dihitung melebihi seluruh panjang tiang. Prosedur evaluasi kurva t-z sama dengan evaluasi kurva p-y seperti di atas, yang diberikan oleh Lam dan Martin (1986). Analisis tiang dan grup tiang yang mengalami beban vertikal dinamik biasanya juga dilakukan menggunakan program komputer yang tersedia.

    10.5.2.2 Matrik kekakuan kepala tiang pancang Pengembangan matriks kekakuan kepala tiang linier ekivalen adalah langkah yang diperlukan dalam evaluasi respons gempa struktural dari tiang dan tumpuan tiang. Hubungan kekakuan antara tiang dan kepala tiang dapat dinyatakan dengan persamaan Martin dan Lam (1995) berikut :

    P = K + K ......................................................... (10.13a)

    M = K + K ......................................................... (10.13b)

    dengan : : satuan defleksi horisontal; :satuan rotasi; K + K : koefisien kekakuan yang menyatakan gaya per satuan defleksi horisontal dengan

    rotasi nol, dan momen per satuan rotasi dengan defleksi nol pada kepala tiang masing-masing.

  • 154

    K dan K : bagian pasangan melintang (cross-coupling) yang menyatakan gaya yang diperlukan untuk menjaga deformasi nol untuk satuan rotasi, dan momen yang diperlukan untuk menjaga rotasi nol untuk satuan defleksi masing-masing.

    Dalam Martin dan Lam (1995) disajikan grafik-grafik untuk koefisien kekakuan sebagai fungsi dari kekakuan lentur tiang, EI, dan modulus reaksi lapisan bawah tanah (soil subgrade) pada tiang dengan kepala tiang tetap.

    10.5.2.3 Pengaruh grup tiang Salah satu masalah yang paling sulit dalam evaluasi respons lateral dari fondasi tiang adalah evaluasi pengaruh pada kekakuan tiang. Secara historis pengaruh grup tiang umumnya dinyatakan dalam dua cara yang berbeda. Baik kekakuan kurva p-y dari tiang tunggal berkurang karena pengaruh grup, ataupun grup tiang dianalisis sebagai tiang tunggal ekivalen. Karena pengetahuan tentang pengaruh grup tiang pada perilaku tiang tunggal telah berkembang, maka penggunaan analisis tiang tunggal ekivalen menjadi berkurang. Dalam praktek, analisis tiang tunggal ekivalen hanya digunakan untuk grup besar dari tiang yang jaraknya berdekatan, karena pedoman yang cocok untuk perilaku tiang tunggal dalam grup tidak berlaku.

    Perilaku tiang tunggal dalam grup tiang 3x3 yang dibangun di atas pasir telah dibahas oleh Brown dkk (1988), McVay dkk (1995), dan Pinto dkk (1997). Penemuan penyelidikan ini dapat diringkas sebagai berikut : 1) Untuk jarak pusat ke pusat S > 5D (5x diameter tiang), pengaruh grup dihilangkan dan

    dapat diabaikan; 2) Untuk jarak pusat ke pusat S 5D, perilaku tiang tunggal dalam grup tergantung pada

    kepadatan relatif pasir dan posisi dalam grup tiang; 3) Efisiensi grup tiang, yang ditentukan sebagai kapasitas grup sebenarnya dibagi dengan

    kapasitas ideal grup jika tidak berpengaruh, akan berkurang dengan mengurangi jarak (kapasitas ditentukan sebagai beban lateral pada deformasi lateral sebesar 76 mm);

    4) Dalam tanah lebih padat, baris terdahulu dalam grup akan menerima persentasi beban total lebih besar daripada dalam tanah yang kurang padat;

    5) Baris terdahulu dalam grup tiang menunjukkan respons beban lateral yang lebih kaku daripada baris gandengan.

    Tabel 10.3 Rangkuman hasil-hasil uji model sentrifugal dalam pasir grup 3x3, dengan kepala tiang bebas dan tetap (Pinto dkk, 1997)

    Jarak Dr > 90% (1) Dr = 55% Dr = 45% Dr = 33% Dr = 17% Kepala bebas (3D) Pbaris / Ptotal Pengali Efisiensi Beban (kN)

    0,45; 0,32; 0,23 0,8; 0,4; 0,3 0,74

    0,41; 0,32; 0,27 0,8; 0,45; 0,3 0,73 1,050

    0,41; 0,32; 0,27

    0,37; 0,33; 0,30 0,65; 0,45; 0,35 0,73 807

    0,37; 0,33; 0,30

    Ruang bebas (5D) Pbaris / Ptotal Pengali Efisiensi Beban (kN)

    0,36; 0,33; 0,31 1,0; 0,85; 0,7 0,95 1,440

    0,35; 0,33; 0,31 1,0; 0,85; 0,7 0,92 1,135

    0,36; 0,33; 0,31

    Kepala tetap (3D) Beban (kN)

    1,628 (+55%) (2)

    1,094 (+36%) (2)

    Kepala tetap (5D) Beban (kN)

    2,028 (+41%) (2)

    1,334 (+18%) (2)

    Catatan: (1) Uji beban lapangan oleh Brown dkk (1988)

    (2) Peningkatan kapasitas relatif terhadap kepala tiang bebas (pada defleksi 76 mm)

    Dalam tabel 10.3 disajikan rangkuman hasil uji model sentrifugal dalam pasir akibat pengaruh tersebut dari Pinto dkk (1997). Istilah pengali (multipliers) dalam tabel ini mengacu pada pengali (atau faktor reduksi) yang bekerja pada istilah beban (p) dari kurva p-y tiang tunggal untuk menyatakan perilaku tiang dalam grup tiang. Pengali p-y yang diperlihatkan

  • 155

    dalam tabel ini konsisten dengan yang disarankan oleh Brown dkk (1988). Reduksi kekakuan dan kapasitas tiang dalam baris gandengan biasanya diacu pada pengaruh bayangan (shadow). Untuk grup tiang 4x4 atau lebih besar, tiang dalam baris 4 atau lebih besar dapat dianggap berperilaku sama dengan tiang dalam baris ketiga dari grup 3x3 menurut pengaruh bayangan. Apabila tidak ada data pengaruh grup yang sama yang berlaku untuk tiang dalam lempung, grup tiang dalam lempung kaku dapat dianggap bersifat sebagai grup tiang dalam pasir padat dan grup tiang dalam lempung lunak dapat dianggap bersifat sebagai tiang dalam pasir lepas sesuai dengan pengaruh bayangan.

    Kegiatan grup tiang sebagian besar bergantung pada interaksi antara tiang dan kepala tiang. Lam dan Martin (1986) dan Reese (1984) menjelaskan metoda evaluasi kegiatan grup tiang dan kepala tiang. Akhir-akhir ini, Departemen Transportasi Florida telah mengembangkan program komputer FLPIER untuk mengevaluasi gabungan struktural dan respons geoteknik dari grup tiang. FLPIER mencakup pengali p-y dan faktor efisiensi grup dalam evaluasi perilaku grup tiang.

    Cara lain untuk mereduksi kekakuan dari kurva p-y tiang tunggal adalah memperbaiki grup sebagai tiang tunggal ekivalen. Metoda tiang tunggal ekivalen umumnya digunakan untuk memperkirakan pengaruh grup untuk beban vertikal. Hanya friksi selimut dari grup tiang yang diperhitungkan berdasarkan deformasi besar untuk memindahkan perlawanan ujung ke dalam tanah. Reese (1984) mengusulkan bahwa, dalam analisis tiang tunggal ekivalen untuk beban lateral, kekakuan struktural grup tiang (EI, dengan E adalah modulus Young dari tiang dan I adalah momen inersia tiang) harus diatur sama dengan jumlah kekakuan dari tiang-tiang tunggal. Kemudian, dimensi grup tiang digunakan seperti dimensi tiang tunggal ekivalen, dan kurva p-y untuk tiang ekivalen dihitung menggunakan metoda konvensional.

    Brown dan Bollmann (1996) memberikan pedoman tambahan untuk desain umum tiang atau grup shaft yang dibor untuk jembatan dan pemodelan rotasi dan kekakuan lateral fondasi.

    10.5.2.4 Kapasitas gaya angkat tiang pancang Pada tiang dalam grup tiang biasanya mengalami tekanan angkat signifikan akibat pengaruh beban gempa. Momen yang disebabkan oleh gaya lateral akibat gempa pada kepala tiang khususnya ditahan oleh beban-beban aksial tiang. Berarti, tiang terluar dalam grup akan mengalami beban aksial siklik relatif besar. Berdasarkan pengalaman dalam analisis fondasi tiang akibat gempa untuk jembatan di California menunjukkan bahwa tiang fondasi, yang mengalami beban angkat (uplift) seperti itu, akan mencapai atau melebihi kapasitas tariknya. Karena itu, dilakukan perbaikan (retrofit) menurut kapasitas tarik yang sudah tidak sesuai dibandingkan dengan beban angkat puncak akibat gempa.

    Analog dengan respons dinamik dari lereng bendungan urugan dan tanggul diperlihatkan bahwa kapasitas tarik tiang hanya akan menjadi bagian dari beban angkat puncak selama pembebanan gempa. Di luar kapasitas angkat hanya dapat menahan siklus beban dengan deformasi permanen tiang yang terbatas. Hal ini konsisten dengan rekomendasi AASHTO (1994). Selain itu, diusulkan beberapa pemisahan yang diizinkan antara fondasi dukung ujung dan bawah tanah, asal tanah fondasi tidak mengalami kehilangan kekuatan akibat beban siklik imbas. Untuk grup tiang, pemisahan dapat mencapai satu setengah luas dukung ujung dari grup tiang. Di samping itu, kapasitas batas tiang dapat digunakan dalam desain fondasi untuk gaya-gaya angkat. Akan tetapi, saran ini harus dipertimbangkan dengan persyaratan struktural termasuk panjang tiang yang tertanam dari kepala tiang dan rincian sambungannya.

    Analog dengan respons dinamik dari lereng bendungan urugan dan tanggul dapat juga diinterpretasikan sebagai berikut. Dalam grup tiang ganda, kepala tiang tidak boleh mengalami deformasi permanen apapun sampai sepanjang setengah dari grup tiang telah mencapai kapasitas tariknya. Bahkan jika sebuah tiang mengalami tekanan angkat tetap

  • 156

    berada dalam batasan beban, kepala tiang tidak boleh terjadi rotasi yang tidak dapat dipulihkan. Lam dan Martin (1997) telah menunjukkan ciri (tradeoff) antara kapasitas tambahan yang diturunkan dengan mengizinkan sejumlah tiang dalam grup mengalami rayapan karena tekanan dan deformasi permanen dari kepala tiang. Pada umumnya, deformasi permanen kecil dengan syarat paling sedikit satu tiang pada kepala tiang tidak kritis (yielded).

    Kapasitas angkat tiang harus dibandingkan dengan beban angkat yang dihitung dengan menggunakan momen gempa puncak yang bekerja pada kepala tiang dikalikan dengan faktor reduksi. Berdasarkan pengalaman dengan stabilitas lereng akibat gempa, dapat diambil nilai 0,5 sebagai faktor reduksi dari beban angkat puncak. Lagi pula, dalam grup tiang 4, paling sedikit dua tiang harus mencapai kapasitas angkatnya secara bersamaan sebelum desain fondasi dinyatakan tidak cukup. Akan tetapi, dalam praktek desain fondasi diatur agar tidak ada tiang yang mengalami beban yang melebihi kapasitas angkat batasnya.

    10.5.2.5 Likuifaksi Tanah fondasi suatu bangunan disarankan tidak boleh mengalami likuifaksi sampai selesai kejadian gempa. Oleh karena itu, tiang di dalam tanah yang mengalami likuifaksi masih diharapkan dapat mendukung tanah di arah vertikal dan lateral dalam zona berpotensi likuifaksi selama terjadi gempa. Akan tetapi, karena keraguan akan terjadinya likuifaksi, sebaiknya ditentukan reduksi perlawanan vertikal dan lateral pada tanah berpotensi likuifaksi sekitar tiang jika tiang diperkirakan berfungsi meneruskan beban selama dan setelah gempa. Hasil pendahuluan oleh Dobry dkk (1996) mengusulkan bahwa perlawanan lateral tiang dalam tanah berlikuifaksi kira-kira 10% dari perlawanan lateral dalam tanah tidak terjadi likuifaksi. Oleh karena itu, jika fondasi tiang dalam tanah berpotensi likuifaksi diperkirakan dapat meneruskan beban lateral setelah tanah sekitarnya likuifaksi, maka diperlukan tiang batter untuk memberikan dukungan lateral yang cukup. Jika digunakan tiang batter, maka sambungan kepala tiang harus didesain dapat menahan beban momen yang disebabkan oleh pergerakan lateral dan menahan beban lateral karena penurunan tanah. Penyebaran lateral dapat menyebabkan beban besar pada ebatmen bendungan.

    10.6 Dinding Penahan Tanah 10.6.1 Umum Dinding penahan tanah gravitasi yang mengalami beban gempa akan menerima pergerakan besar dan kegagalan yang hebat, meskipun telah didesain dengan faktor keamanan yang cukup terhadap tekanan tanah statik. Dalam beberapa kasus, kegagalan ini diikuti dengan likuifaksi, tetapi bisa juga kegagalan diikuti dengan meningkatnya tekanan tanah lateral selama kejadian gempa. Seed dan Whitman (1970) telah melaporkan beberapa kasus keruntuhan dinding penahan gravitasi akibat gempa dengan rotasi terhadap dinding dan pangkal sebagai akibat dari tekanan tanah dinamik. Deskripsi kegagalan pada dinding penahan gravitasi yang mengalami gempa juga diberikan oleh Seed dan Whitman (1970), Nazarian dan Hadjian (1979), dan lainnya. Dinding penahan tanah secara mekanik (mechanically stabilized earth, MSE), dinding yang diangker, dan dinding dengan pemakuan tanah pada umumnya, telah dilaksanakan sangat baik walaupun mengalami kejadian gempa, namun tidak ada laporan kegagalan yang berarti.

    Kegagalan pada dinding penahan karena gempa dapat diklasifikasi dalam tiga kategori utama berikut : 1) Kegagalan dinding penahan gravitasi dengan urugan tanah jenuh. Kegagalan jenis

    ini sering dilaporkan terjadi pada bangunan kota pelabuhan (port) dan pelabuhan seperti dinding jembatan/pangkalan (quay walls). Seed dan Whitman (1970) mengusulkan bahwa keruntuhan dinding jembatan akibat beban dinamik terutama karena kombinasi dari meningkatnya tekanan tanah lateral di belakang dinding, reduksi tekanan air di muka dinding, dan potensi likuifaksi dari tanah fondasi. Likuifaksi dari urugan tanah dinding

  • 157

    penahan menimbulkan tekanan lateral yang besar yang menyebabkan pergerakan ke luar dari dinding penahan sebesar 8 meter selama gempa di Jepang.

    2) Kegagalan dinding penahan gravitasi dengan urugan tanah tidak jenuh. Kasus keruntuhan dinding penahan dengan urugan tidak jenuh yang dilaporkan lebih sedikit daripada kegagalan dinding dengan urugan jenuh. Jennings (1971) dan Evans (1971) melaporkan pergerakan dan keruntuhan dinding penahan dan ebatmen jembatan dalam gempa San Fernando. Ross dkk (1969) melaporkan bahwa hasil gempa Alaska tahun 1964, geladak yang fleksibel dari jembatan yang mengalami buckling karena pergerakan dinding penahan pada ebatmen. Dinding penahan gravitasi konvensional yang mendukung bagian-bagian yang dinaikkan dari alinyemen jalur Shinkansen (keretaapi peluru/bullet) d Kobe mengalami kegagalan dalam gempa tahun 1995.

    3) Kegagalan dinding penahan tanah secara mekanik (MSE), dinding yang diangker, dan dinding dengan pemakuan tanah. Tatsuoka dkk (1995) melaporkan bahwa dinding penahan tanah secara mekanik (dinding tanah bertulang) sepanjang jalur alinyemen yang sama dan dinding gravitasi konvensional gagal, walaupun telah dilaksanakan sangat baik dalam kejadian gempa Kobe tahun 1995. Dinding penahan tanah secara mekanik juga telah dilaksanakan dengan baik, mengalami gempa Loma Prieta tahun 1989, namun tidak ada laporan tentang kegagalan hebat pada dinding yang diangker. Hal ini mencakup beberapa dinding yang diangker yang berada di daerah pusat gempa (region epicentral) Northridge. Felio dkk (1990) melaporkan bahwa 8 dinding dengan pemakuan tanah di daerah San Francisco Bay tidak menunjukkan tanda-tanda kesulitan yang berarti walaupun mengalami goncangan gempa Loma Prieta.

    10.6.2 Evaluasi dinding penahan akibat gempa Kinerja dinding penahan tanah akibat gempa pada umumnya dievaluasi menggunakan analisis pseudo-statik, dan gaya tekanan tanah lateral dinamik diestimasi sebagai jumlah dari gaya tekanan tanah statik awal dan inkremen gaya tanah lateral aktif/pasif karena beban gempa. Untuk sejumlah kasus, pendekatan dapat dilakukan berdasarkan deformasi dan kekakuan yang berlaku. Pada umumnya, pendekatan berdasarkan deformasi digunakan untuk dinding penahan gravitasi dan metoda kekakuan digunakan untuk dinding penahan ebatmen jembatan.

    Desain gempa untuk dinding penahan gravitasi dijelaskan rinci oleh Whitman (1990). Tingkat pengetahuan tentang desain gempa untuk dinding penahan tanah stabil secara mekanik dijelaskan oleh Tatsuoka dkk (1995) dan Elias dan Christopher (1996). Desain gempa untuk dinding dengan pemakuan tanah dijelaskan dalam Byrne dkk (1997). Dalam bagian ini, hanya disajikan elemen dasar dari desain gempa untuk dinding penahan. Penjelasan yang lebih rinci mengacu pada referensi yang disebutkan di atas dan referensi lainnya.

    10.6.2.1 Teori pseudo-statik Metoda yang paling umum digunakan untuk desain gempa untuk dinding penahan adalah metoda pseudo-statik yang dikembangkan oleh Okabe (1926) dan Mononobe (1929), yang didasarkan pada teori tekanan tanah Coulomb. Dalam mengembangkan metodanya, Mononobe dan Okabe mengasumsi hal-hal berikut : 1) Dinding bebas bergerak untuk mempengaruhi persyaratan tekanan tanah aktif; 2) Urugan benar-benar terdrainase dan tidak berkohesi; 3) Pengaruh goncangan gempa dinyatakan dengan gaya inersia pseudo-statik (khWs) dan

    (+kvWs atau - kvWs), dengan keterangan: Ws adalah berat bagian baji longsoran, seperti diperlihatkan dalam Gambar 10.9.

  • 158

    Gambar 10.9 Gaya-gaya di belakang dinding gravitasi menurut teori Mononobe-Okabe

    Dengan menggunakan teori Mononobe-Okabe, tekanan tanah dinamik dalam keadaan aktif dan pasif diberikan sebagai berikut :

    )1(.2/1 2 vaeae kHKP = ......................................................... (10.14)

    )1(.2/1 2 vpepe kHKP = ......................................................... (10.15)

    DK ae )cos(coscos

    )(cos2

    2

    ++

    = .................................................... (10.16)

    22/1

    )cos()cos()sin()sin(1

    ++

    ++=

    i

    iD ............................................ (10.17)

    ')cos(coscos)(cos

    2

    2

    DK pe

    +

    += ................................................. (10.18)

    22/1'

    )cos()'cos()sin()sin(1

    +

    +=

    i

    iD .......................................... (10.19)

    ))1/((tan 1 vh kk = ......................................................... (10.20)

    ))1/((tan' 1 vh kk += ......................................................... (10.21) dengan : : berat volume urugan ; H : tinggi dinding ; : sudut friksi internal bahan urugan ; : sudut friksi dari bidang kontak antara dinding dan urugan ; i : kemiringan permukaan urugan ; : kemiringan belakang dinding ; khg : koefisien gempa horisontal ; kvg : koefisien gempa vertikal ; g : percepatan gravitasi.

  • 159

    Pada gambar 10.10 dari Lam dan Martin (1986), disajikan nilai-nilai Kae untuk = 200-450 untuk dinding vertikal dengan tingkat urugan dan sudut friksi bidang kontak dinding dan urugan = untuk koefisien gempa horisontal dan koefisien gempa vertikal (kh dan kv) dari 0 - 0,5 dan dari 0 0,2 masing-masing.

    Gambar 10.10 Pengaruh koefisien gempa dan sudut friksi pada koefisien tekanan aktif akibat gempa (Lam dan Martin, 1986)

    Di samping penentuan besaran tekanan tanah akibat gempa, diperlukan distribusi tekanan tanah gempa atau lokasi resultante tekanan tanah gempa untuk analisis. Prakash dan Basavanna (1969) menunjukkan bahwa, secara teoritis komponen gempa dari tekanan tanah aktif harus bekerja pada 1/3 tinggi dinding ke bawah dari puncak dinding (misal 2/3 tinggi di atas dasar). Whitman (1990) menyatakan bahwa pengamatan perilaku dinding dan hasil uji model menunjukkan bahwa resultante komponen gempa dari tekanan aktif bekerja pada 0,6 kali tinggi di atas dasar. Lam dan Martin (1986) mengusulkan bahwa, untuk keperluan praktis, tekanan tanah aktif gempa total dianggap terdistribusi seragam di seluruh tinggi dinding, berarti resultante tekanan tanah bekerja di tengah-tengah tinggi dinding. Asumsi Lam dan Martin menggambarkan permasalahan untuk ebatmen bendungan urugan, tanggul dan jembatan pada umumnya.

    Modifikasi metoda Mononobe-Okabe dikembangkan oleh Richards dan Elms (1979) dengan memperhitungkan berat dinding penahan dalam analisis. Dengan mengacu pada dinding yang diperlihatkan dalam Gambar 10.11, diperkenalkan dua gaya baru (khWw) dan (kvWw) dalam analisis, dengan Ww adalah berat dinding. Richards dan Elms telah mengembangkan rumus untuk menentukan berat dinding minimum yang diperlukan untuk menentukan stabilitas dari dinding gravitasi sebagai berikut :

    )tan)(tan1(tan)sin()(cos2

    ++=

    bv

    aebw k

    PW ........................................... (10.22)

    dengan : b : sudut friksi internal antara dasar dinding dan tanah fondasi. Perlawanan pasif yang bekerja pada kaki dinding penahan diabaikan dalam persamaan ini.

  • 160

    Gambar 10.11 Gaya-gaya di belakang dinding gravitasi menurut teori Richards dan Elms

    Persamaan Mononobe-Okabe digunakan secara luas untuk analisis pseudo-statik dari semua tipe dinding penahan. Tekanan tanah aktif akibat gempa yang dihitung menggunakan teori Mononobe-Okabe dapat digunakan untuk desain dinding gravitasi, dinding yang diangker, dan dinding MSE. Seperti setiap analisis pseudo-statik, tantangan utama dalam aplikasi teori Mononobe-Okabe adalah pemilihan koefisien gempa yang memadai. Bukti dari pengujian tabel goncangan dan model sentrifugal, yang dirangkum oleh Whitman (1990) menunjukkan bahwa percepatan puncak permukaan tanah harus digunakan untuk evaluasi tekanan tanah lateral puncak pada dinding penahan. Berarti, untuk bendungan kritis dengan dinding kaku yang tidak dapat menerima sebarang deformasi serta untuk ebatmen yang ditahan sebagian dan dinding yang ditahan terhadap pergerakan lateral oleh tiang batter, dapat diwakili dengan menggunakan percepatan puncak permukaan tanah dibagi dengan percepatan gravitasi sebagai koefisien gempa. Akan tetapi, untuk dinding penahan yang hanya dapat mengalami deformasi gempa yang terbatas, sebaiknya digunakan koefisien gempa antara - 2/3 dari percepatan puncak permukaan horisontal dibagi dengan gravitasi sehingga memberikan desain dinding yang dapat membatasi deformasi dengan gempa desain yang cukup kecil. Konsisten dengan analisis stabilitas lereng, percepatan vertikal biasanya diabaikan dalam praktek desain dinding penahan.

    10.6.2.2 Pendekatan deformasi Untuk menanggulangi (to circumvent the shortcomings) hal-hal yang kurang sesuai dengan pemilihan koefisien gempa yang memadai, telah dikembangkan analisis berdasarkan deformasi untuk desain dinding penahan gravitasi. Beberapa teori telah dikembangkan untuk menghitung deformasi dan rotasi dinding selama terjadi gempa. Richards dan Elms (1979) mengembangkan penelitian Franklin dan Chang (1977) tentang deformasi gempa dari bendungan tipe urugan tanah terhadap dinding penahan gravitasi. Richards dan Elms mengusulkan rumus simplifikasi untuk deformasi dinding gravitasi sebagai berikut :

    42 )/).(./(087,0 = ANgAVd ......................................................... (10.23)

    dengan : d : alihan (inci) ; V : kecepatan puncak dari data gempa (inci/s) ; N : koefisien perlawanan gempa puncak yang dapat ditahan oleh dinding sebelum longsor

    (sama dengan percepatan kritis dari dinding penahan dibagi gravitasi) ;

  • 161

    A : percepatan maksimum dari data gempa.

    Apabila tidak ada informasi tentang sejarah waktu dari kecepatan atau deformasi, dapat digunakan nilai-nilai berikut :

    V = 30 (A) ......................................................... (10.24) )/(3,0 45 NAd = ......................................................... (10.25)

    dengan : V : kecepatan puncak dari data gempa (inci/s) ; d : deformasi (inci).

    Bila menggunakan pendekatan deformasi, dinding penahan juga harus dievaluasi terhadap putaran (overturning) menggunakan analisis pseudo-statik.

    10.6.2.3 Pendekatan kekakuan Lam dan Martin (1986) menyajikan persamaan hubungan kekakuan dinding ebatmen ke dalam model dinamik dari sistem bendungan. Para peneliti mengusulkan persamaan berikut untuk kekakuan translasi KS, dan kekakuan rotasi K dari kesatuan dinding ebatmen :

    BEK SS .425,0= .......................................................... (10.26)

    2..072,0 HBEK S= .......................................................... (10.27)

    dengan : H : tinggi dinding (m) ; Es : modulus Young tanah ; B : lebar dinding ebatmen. Persamaan 10.26 dan 10.27 digunakan, bila kekakuan dinding ebatmen sesuai dengan analisis respon dinamik dari dinding ebatmen bendungan.

    Modulus Young tanah Es, yang digunakan dalam persamaan 10.26 dan 10.27 dapat dievaluasi menggunakan persamaan dalam bab 6. Untuk itu, disarankan menggunakan nilai modulus Young tanah yang mengalami regangan dalam persamaan 10.26 dan 10.27. Nilai-nilai modulus yang mengalami regangan dapat ditentukan dari regangan geser yang dihitung dalam analisis respon setempat dengan asumsi bahwa reduksi modulus Young mengikuti kurva reduksi modulus yang sama seperti modulus geser. Jika hasil-hasil analisis respon setempat tidak tersedia, maka modulus Young yang mengalami regangan (strain-compatible) dapat ditentukan menggunakan kurva reduksi modulus yang sama dan anggapan tingkat regangan geser tergantung pada magnitudo gempa, intensitas goncangan permukaan tanah, dan tipe tanah. Untuk kejadian gempa dengan magnitudo 6,0, dan untuk intensitas goncangan permukaan 0,4 g, dapat digunakan Es pada tingkat regangan =0,1%. Untuk magnitudo yang lebih besar dan/atau gempa dengan intensitas lebih tinggi, disarankan nilai Es sesuai dengan regangan geser = 1%.

    Lokasi gaya resultante karena translasi dinding dapat dikerjakan pada 0,6H dari dasar dinding dan gaya resultan dari rotasi dinding dapat dikerjakan pada 0,37H dari dasar dinding.

    10.6.2.4 Stabilitas dinding penahan tanah secara mekanik Desain gempa untuk dinding MSE dan dinding dengan pemakuan tanah berdasarkan metoda Mononobe-Okabe digunakan untuk evaluasi stabilitas gempa eksternal. Analisis stabilitas gempa internal juga dilaksanakan sebagai bagian dari desain sistem dinding tersebut. Analisis stabilitas internal berhubungan dengan pengaruh gaya inersia yang

  • 162

    diturunkan dari volume tanah bertulang terhadap elemen bertulang masing-masing selama kejadian gempa sebagai beban horisontal pseudo-statik. Elemen-elemen bertulang harus mempunyai panjang dan luas potongan melintang yang cukup untuk melawan beban horisontal tambahan ini. Analisis ini dijelaskan rinci dalam Bathurst dan Cai (1995), Elias dan Christopher (1996), dan Byrne dkk (1997).