148903195-askep-disritmia

38
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER “DESRITMIA” OLEH : KELOMPOK III YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGRA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN MATARAM 2010

Upload: heppymei

Post on 18-Dec-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

DISRITMIA

TRANSCRIPT

  • LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

    PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN

    SISTEM KARDIOVASKULER DESRITMIA

    OLEH :

    KELOMPOK III

    YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGRA BARAT

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

    PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

    MATARAM

    2010

  • Nama Keloampok III

    1. Isah Agustini (20)

    2. Ramdani Awaludin

    3. Mursidin

    4. M. Sukirman Hadi

    5. Usmawarni

    6.

    7.

  • LAPORAN PENDAHULUAN

    I. Pengertian Disritmia/Aritmia

    Beberapa tipe malfungsi jantung yang paling mengganggu tidak

    terjadi sebagai akibat dari otot jantung yang abnormal tetapi karena irama

    jantung yang abnormal. Sebagai contoh, kadang-kadang denyut atrium tidak

    terkoordinasi dengan denyut dari ventrikel, sehingga atrium tidak lagi

    berfungsi sebagai pendahulu bagi ventrikel.

    Aritmia adalah kelainan elektrofisiologi jantung dan terutama kelainan

    system konduksi jantung. Aritmia adalah gangguan pembentukan dan/atau

    penghantaran impuls. Terminology dan pemakaian istilah untuk aritmia

    sangat bervariasi dan jauh dari keseragaman di antara para ahli.

    Beberapa sifat system konduksi jantung dan istilah-istilah yang penting untuk

    pemahaman aritmia :

    a Periode Refrakter

    Dari awal depolarisasi hingga awal repolarisasi sel-sel miokard tidak

    dapat menjawab stimulus baru yang kuat sekalipun. Periode ini

    disebut periode refrakter mutlak.Fase selanjutnya hingga hamper akhir

    repolarisasi, sel-sel miokard dapat menjawab stimulus yang lebih kuat.

    Fase ini disebut fase refrakter relative.

    b Blok

    Yang dimaksud dengan blok ialah perlambatan atau penghentian

    penghantaran impuls.

    c Pemacu Ektopik atau Focus Ektopik

    Ialah suatu pemacu atau focus di luar sinus. Kompleks QRS yang

    dipacu dari sinus disebut kompleks sinus. Kompleks QRS yang

    dipacu dari focus ektopik disebut kompleks ektopik, yang bias

  • kompleks atrial, kompleks penghubung AV atau kompleks

    ventricular.

    d Konduksi Tersembunyi

    Hal ini terutama berhubungan dengan simpul AV yaitu suatu impuls

    yang melaluinya tak berhasil menembusnya hingga ujung yang lain,

    tetapi perubahan-[erubahan akibat konduksi ini tetap terjadi, yaitu

    terutama mengenai periode refrakter.

    e Konduksi Aberan.

    Konduksi aberan ialah konduksi yang menyimpang dari jalur normal.

    Hal ini disebabkan terutama karena perbedaan periode refrakter

    berbagai bagian jalur konduksi.

    Konduksi aberan bias terjadi di atria maupun ventrikel, tetapi yang

    terpenting ialah konduksiventricular aberan, yang ditandai dengan

    kompleks QRS yang melebar dan konfigurasi yang berbeda.Konduksi

    atrial aberan diandai dengan P yang melebar dan konfigurasi yang

    berbeda.

    f Re-entri.

    Re-entri ialah suatu keadaan dimana suatu impulas yang sudah keluar

    dari suatu jalur konduksi, melalui suatu jalan lingkar masuk kembali

    ke jalur semula. Dengan demikian bagian miokard yang bersangkutan

    mengalami depolarisasi berulang.

    g Mekanisme Lolos.

    Suatu kompleks lolos ialah kompleks ektopik yang timbul karena

    terlambatnya impuls yang datang dari arah atas. Kompleks lolos

    paling sering timbul di daerah penghubung AV dan ventrikel, jarang

    di atria. Jelas bahwa mekanisme lolos ialah suatu mekanisme

    penyelamatan system konduksi jantung agar jantung tetap berdenyut

    meskipun ada gangguan datangnya impuls dari atas.

  • II. KLASIFIKASI DISRITMIA

    Pada umumnya disritmia dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu :

    1). Gangguan pembentukan impuls.

    a. Gangguan pembentukan impuls di sinus

    1. Takikardia sinus

    2. Bradikardia sinus

    3. Aritmia sinus

    4. Henti sinus

    b. Gangguan pembentukan impuls di atria (aritmia atrial).

    1. Ekstrasistol atrial

    2. Takiakardia atrial

    3. Gelepar atrial

    4. Fibrilasi atrial

    5. Pemacu kelana atrial

    c. Pembentukan impuls di penghubung AV (aritmia penghubung).

    1. Ekstrasistole penghubung AV

    2. Takikardia penghubung AV

    3. Irama lolos penghubung AV

    d. Pembentukan impuls di ventricular (Aritmia ventricular).

    1. Ekstrasistole ventricular.

    2. Takikardia ventricular.

    3. Gelepar ventricular.

  • 4. Fibrilasi ventricular.

    5. Henti ventricular.

    6. Irama lolos ventricular.

    2). Gangguan penghantaran impuls.

    a. Blok sino atrial

    b. Blok atrio-ventrikular

    c. Blok intraventrikular.

    III. PENYEBAB / ETIOLOGI

    Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan

    berikut ini dalam sistem irama-konduksi jantung :

    a Irama abnormal dari pacu jantung.

    b Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung.

    c Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls

    melalui jantung.

    d Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.

    e Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hamper semua

    bagian jantung.

    Beberapa kondisi atau penyakit yang dapata menyebabkan aritmia/disritmia

    adalah :

    a Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard

    (miokarditis karena infeksi).

    b Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri

    koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.

  • c Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-

    obat anti aritmia lainnya.

    d Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).

    e Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang

    mempengaruhi kerja dan irama jantung.

    f Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.

    g Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).

    h Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).

    i Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.

    j Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.

    k Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system

    konduksi jantung).

    IV. PATOFISIOLOGI

    Dalam jantung terdapat sel-sel yang mempunyai automatisitas,

    artinya dapat dengan sendirinya secara teratur melepaskan ransangan

    (Impuls). Sel-sel ini setelah repolarisasi fase 1,2 dan 3, akan masuk ke

    fase 4 yang secara sepontan perlahan-lahan akan mengalami

    depolarisasi, dan apabila telah melewati ambang batasnya akan

    timbulah impuls. Impuls ini kemudian akan merangsang sel-sel

    serkitarnya, selanjutnya akan disebarkan keseluruh jantung sehingga

    menghasilkan denyut jantung sepontan. Kelompok-kelompok sel yang

    mempunyai automasitas, misalnya terdapat pada nodus SA, kelompok

    sel-sel yang terdapat diatrium dan ventrikel, AV junction, sepanjang

    berkas (bundle) His dll. Pada keadaan normal yang paling dominan

  • adalah yang berada di nodus SA. Bila ia mengalami depresi dan tak

    dapat mengeluarkan impuls pada waktunya, maka fokus yang berada

    pada tempat lain akan mengambil alih pembentukan impuls sehingga

    terjadilah irama jantung yang baru, yang kita katakan sebagai

    disritmia/aritmia. Kadang-kadang fokus lainnya secara aktif

    mengambil alih dominasi nodus SA dan menentukan irama jantung

    tersebut, dengan frekuensi yang lebih cepat misalnya pada ventrikular.

    Maka dapat di simpulkan disritmia/aritmia bisa timbul melalui

    mekanisme berikut :

    a. Pengaruh persarafan autonom (simpatis dan parasimpatis) yang

    mempengaruhi HR.

    b. Nodus SA mengalami depresi sehingga fokus irama jantung

    diambil alih yang lain.

    c. Fokus yang lain lebih aktif dari nodus SA dan mwngontrol irama

    jantung.

    d. Nodus SA membentuk impuls, akan tetapi tidak dapat keluar

    (Sinus arrest) atau mengalami hambatan dalam perjalanannya

    keluar nodus SA (SA Block).

    e. Terjadi hambatan perjalanan impuls sesudah keluar nodus SA.

    V. PATHWAY

    Gangguan Pembentukan implus Gangguan Penghantaran Implus

    HR Cepat HR lambat

  • Sinus

    Atria

    1. Takikardia sinus

    2. Bradikardia sinus

    3. Aritmia sinus

    1. Ekstrasistol atrial

    2. Takiakardia atrial

    3. Gelepar atrial

    4. Fibrilasi atrial

    AV

    1. Ekstrasistole ventricular.

    2. Takikardia ventricular.

    3. Gelepar ventricular.

    4. Fibrilasi ventricular.Ventrikuler

    1. Ekstrasistole penghubung AV

    2. Takikardia penghubung AV

    Blok sino atrial

    Blok atrio- ventrikular

    Blok intraventrikular

    Terjadi Aritmia

  • VI. TANDA DAN GEJALA

    1. Bradikardia Sinus

    Bradikardi sinus bisa terjadi karena stimulasi vagal, intoksikasi

    digitalis, peningkatan tekanan intrakanial, atau infark miokard (MI).

    Bradikardi sinus juga dijumpai pada olahragawan berat, orang yang

    sangat kesakitan, atau orang yang mendapat pengobatan (propanolol,

    reserpin, metildopa), pada keadaan hipoendokrin (miksedema,

    penyakit adison, panhipopituitarisme), pada anoreksia nervosa, pada

    hipotermia, dan setelah kerusakan bedah nodus SA.

    Berikut adalah karakteristik disritmia

    a. Frekuensi: 40 sampai 60 denyut per menit

    b. Gelombang P: mendahului setiap kompleks QRS; interval PR

    normal

    c. Kompleks QRS: biasanya normal

    d. Hantaran: biasanya normal

    e. Irama: reguler

    Semua karakteristik bradikardi sinus sama dengan irama sinus

    normal, kecuali frekuensinya. Bila frekuensi jantung yang lambat

    mengakibatkan perubahan hemodinamika yang bermakna, sehingga

    menimbulkan sinkop (pingsan), angina, atau disritmia ektopik, maka

    penatalaksanaan ditujukan untuk meningkatkan frekuensi jantung.

    Bila penurunan frekuensi jantung diakibatkan oleh stimulasi vagal

  • (stimulasi saraf vagul) seperti jongkok saat buang air besar atau buang

    air kecil, penatalaksanaan harus diusahakan untuk mencegah stimulasi

    vagal lebih lanjut. Bila pasien mengalami intoksikasi digitalis, maka

    digitalis harus dihentikan. Obat pilihan untuk menangani bradikardia

    adalah atropine. Atropine akan menghambat stimulasi vagal, sehingga

    memungkinkan untuk terjadinya frekuensi normal.

    2. Takikardia Sinus

    Takiakrdia sinus (denyut jantung cepat) dapat disebabkan oleh

    demam, kehilangan darah akut, anemia, syok, latihan, gagal jantung

    kongestif, nyeri, keadaan hipermetabolisme, kecemasan,

    simpatomimetika atau pengobatan parasimpatolitik.

    Pola EKG takikardia sinus adalah sebagai berikut :

    a. Frekuensi : 100 sampai 180 denyut permenit.

    b. Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS, dapat

    tenggelam dalam gelombang T yang mendahuluinya; interval

    PR normal.

    c. Kompleks QRS : Biasanya mempunyai durasi normal.

    d. Hantaran : Biasanya normal.

    e. Irama : Reguler.

    Semua aspek takikardia sinus sama dengan irama sinus normal

    kecuali frekeunsinya. Tekanan sinus karotis, yang dilakukan pada

    salah satu sisi leher, mungkin efektif memperlambat frekuensi untuk

  • sementara, sehingga dapat membantu menyingkirkan disritmia

    lainnya. Begitu frekuensi jantung meningkat, maka waktu pengisian

    diastolic menurun, mengakibatkan penurunan curah jantung dan

    kemudian timbul gejala sinkop dan tekanan darah rendah. Bila

    frekwensi tetap tinggi dan jantung tidak mampu mengkompensasi

    dengan menurunkan pengisian ventrikel, pasien dapat mengalami

    edema paru akut.

    Penanganan takikardia sinus biasanya diarahkan untuk

    menghilangkan penyebabknya. Propranolol dapat dipakai untuk

    menurunkan frekwensi jantung secara cepat. Propranolol menyekat

    efek serat adrenergic, sehingga memperlambat frekwensi.

    3. Disritmia Atrium

    Kontraksi premature atrium

    Penyebab :

    a. Iritabilitas otot atrium karena kafein, alcohol, nikotin.

    b. Miokardium teregang seperti pada gagal jantung kongestif

    c. Stress atau kecemasan

    d. Hipokalemia

    e. Cedera

    f. Infark

    g. Keadaaan hipermetabolik.

    Karakteristik :

    a. Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.

  • b. Gelombang P : Biasanya mempunyai konfigurasi yang berbeda

    dengan gelombang P yang berasal dari nodus SA.

    c. Kompleks QRS : Bisa normal, menyimpang atai tidak ada.

    d. Hantaran : Biasanya normal.

    e. Irama : Reguler, kecuali bila terjadi PAC. Gelombang P akan

    terjadi lebih awal dalam siklus dan baisanya tidak akan

    mempunyai jeda kompensasi yang lengkap.

    Kontraksi atrium premature sering terlihat pada jantung normal.

    Pasien biasanya mengatakan berdebar-debar. Berkurangnya denyut

    nadi (perbedaan antara frekwensi denyut nadi dan denyut apeksi) bisa

    terjadi. Bila PAC jarang terjadi, tidak diperlukan penatalaksanaan.

    Bila terjadi PAC sering (lebih dari 6 per menit) atau terjadi selama

    repolarisasi atrium, dapat mengakibatkan disritmia serius seperti

    fibrilasi atrium. Sekali lagi, pengobatan ditujukan untuk mengatasi

    penyebabnya.

    4. Takikardia Atrium Paroksimal

    Adalah takikardia atrium yang ditandai dengan awitan

    mendadak dan penghentian mendadak. Dapat dicetuskan oleh emosi,

    tembakau, kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau

    alcohol. Takikardia atrium paroksimal biasanya tidak berhubungan

    dengan penyakit jantung organic. Frekwensi yang sangat tinggi dapat

    menyebabkan angina akibat penurunan pengisian arteri koroner.

    Curah jantung akan menurun dan dapat terjadi gagal jantung.

    Karakteristik :

    a. Frekwensi : 150 sampai 250 denyut per menit.

  • b. Gelombang P : Ektopik dan mengalami distorsi dibanding

    gelombang P normal; dapat ditemukan pada awal gelombang T;

    interval PR memendek (Kurang dari 0, 12 detik).

    c. Kompleks QR : Biasanya normal, tetapi dapat mengalami distorsi

    apabila terjadi penyimpangan hantaran.

    d. Hantaran : Biasanya normal.

    e. Irama : Reguler.

    Pasien biasanya tidak merasakan adanya PAT. Penanganan

    diarahkan untuk menghilangkan penyebab dan menurunkan frekwensi

    jantung. Morfin dapat memperlambat frekwensi tanpa

    penatalaksanaan lebih lanjut. Tekanan sinus karotis yang dilakukan

    pada satu sisi, akan memperlambat atau menghentikan serangan dan

    biasanya lebih efektif setelah pemberian digitalis atau vasopresor,

    yang dapat menekan frekwensi jantung. Penggunaan vasopresor

    mempunyai efek refleks pada sinus karotis dengan meningkatkan

    tekanan darah dan sehingga memperlambat frekwensi jantung.

    Sediaan digitalis aktivitas singkat dapat digunakan. Propranolol dapat

    dicoba bila digitalis tidak berhasil. Quinidin mungkin efektif, atau

    penyekat kalsium verapamil dapat digunakan. Kardioversion mungkin

    diperlukan bila pasien tak dapat mentoleransi meningkatnya frekwensi

    jantung.

    5. Fluter Atrium

    Terjadi bila ada titik focus di atrium yang menangkap irama

    jantung dan membuat impuls antara 250 sampai 400 kali permenit.

    Karakter penting pada disritmia ini adalah terjadinya penyekat tetapi

    terhadap nodus AV, yang mencegah penghantaran beberapa impuls.

  • Penghantaran impuls melalui jantung sebenarnya masih normal,

    sehingga kompleks QRS tak terpengaruh. Inilah tanda penting dari

    disritmia tipe ini, karena hantaran 1:1 impuls atrium yang dilepaskan

    250 400 kali permenit akan mengakibatkan fibrilasi ventrikel, suatu

    disritmia yang mengancam nyawa.

    Karakteristik :

    a. Frekwensi : frekwensi atrium antara 250 sampai 400 kali denyut

    per menit.

    b. Irama : Reguler atau ireguler, tergantung jenis penyekatnya

    (misalnya 2:1, 3:1 atua kombinasinya).

    c. Gelombang P : Tidak ada, melainkan diganti oleh pola gigi

    gergaji yang dihasilkan oleh focus di atrium yang melepaskan

    impuls dengan cepat. Gelombang ini disebut sebagai gelombang

    F.

    d. Kompleks QRS : Konfigurasinya normal dan waktu hantarannya

    juga normal.

    e. Gelombang T : Ada namun bisa tertutup oleh gelombang flutter.

    Penanganan yang sesuai sampai saat ini untuk flutter atriuma

    dalah sediaan digitalis. Obat ini akan menguatkan penyekat nodus

    AV, sehingga memperlambat frekwensinya. Quinidin juga dapat

    diberikan untuk menekan tempat atrium ektopik.penggunaan digitalis

    bersama dengan quinidin biasanya bisa merubah disritmia ini menjadi

    irama sinus. Terapi medis lain yang berguna adalah penyekat kanal

    kalsium dan penyekat beta adrenergic.

    Bila terapi medis tidak berhasil, fluter atrium sering berespons

    terhadap kardioversi listrik.

  • 6. Fibrilasi atrium

    Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi

    dan tidak terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit

    jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal jantung

    kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung

    congenital.

    Karakteristik :

    a. Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut

    permenit; respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut

    per menit.

    b. Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak

    indulasi yang iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau

    gelombang F, interval PR tidak dapat diukur.

    c. Kompleks QRS : Biasanya normal .

    d. Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh

    respons ventrikuler ireguler, karena nodus AV tidak berespon

    terhadap frekwensi atrium yang cepat, maka impuls yang

    dihantarkan menyebabkan ventrikel berespon ireguler.

    e. Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol.

    Ireguleritas irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada

    nodus AV.

    Penanganan diarahkan untuk mengurangi iritabilitas atrium dan

    mengurangi frekwensi respons ventrikel. Pasien dengan fibrilasi

    atrium kronik, perlu diberikan terapi antikoagulan untuk mencegah

    tromboemboli yang dapat terbentuk di atrium.

    Obat pilihan untuk menangani fibrilasi atrium sama dengan yang

    digunakan pada penatalaksanaan PAT, preparat digitalis digunakan

  • untuk memperlambat frekwensi jantung dan antidisritmia seperti

    quinidin digunakan untuk menekan disritmia tersebut.

    7. Disritmis Ventrikel

    a. Kontraksi Prematur Ventrikel

    Kontraksi ventrikel premature (PVC) terjadi akibat

    peningkatan otomatisasi sel otot ventrikel. PVC bisa

    disebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia, hipokalemia,

    demam, asidosis, latihan, atau peningkatan sirkulasi

    katekolamin.

    PVC jarang terjadi dan tidak serius. Biasanya pasien

    merasa berdebar-debar teapi tidak ada keluhan lain. Namun,

    demikian perhatian terletak pada kenyataan bahwa kontraksi

    premature ini dapat menyebabkan disritmia ventrikel yang

    lebih serius.

    Pada pasien dengan miokard infark akut, PVC bisa

    menjadi precursor serius terjadinya takikardia ventrikel dan

    fibrilasi ventrikel bila :

    a. Jumlahnya meningkat lebih dari 6 per menit

    b. Multi focus atau berasal dari berbagai area di jantung.

    c. Terjadi berpasangan atau triplet

    d. Terjadi pada fase hantaran yang peka.

    Gelombang T memeprlihatkan periode di mana jantung

    lebih berespons terhadap setiap denyut adan tereksitasi secara

    disritmik. Fase hantaran gelombang T ini dikatakan sebagai

    fase yang peka.

  • Karakteristik :

    a. Frekwensi : 60 sampai 100 denyut per menit.

    b. Gelombang P : Tidak akan muncul karena impuls berasal

    dari ventrikel.

    c. Kompleks QRS : Biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih

    dari 0, 10 detik. Mungkin berasal dari satu focus yang

    sama dalam ventrikel atau mungkin memiliki berbagai

    bentuk konfigurasi bila terjadi dari multi focus di ventrikel.

    d. Hantaran : Terkadang retrograde melalui jaringan

    penyambung dan atrium.

    e. Irama : Ireguler bila terjadi denyut premature.

    f. Untuk mengurangi iritabilitas ventrikel, harus ditentukan

    penyebabnya dan bila mungkin, dikoreksi. Obat anti

    disritmia dapat dipergunakan untuk pengoabtan segera atau

    jangka panjang. Obat yang biasanya dipakai pada

    penatalaksanaan akut adalah lidokain, prokainamid, atau

    quinidin mungkin efektif untuk terapi jangka panjang.

    b. Bigemini Ventrikel

    Bigemini ventrikel biasanya diakibatkan oleh

    intoksikasi digitalis, penyakit artei koroner, MI akut, dan CHF.

    Istilah bigemini mengacu pada kondisi dimana setiap denyut

    adalah prematur.

    Karakteristik :

    a. Frekwensi : Dapat terjadi pada frekwensi jantung

    berapapun, tetapi biasanya kurang dari 90 denyut per

    menit.

  • b. Gelombang P : Seperti yang diterangkan pada PVC; dapat

    tersembunyi dalam kompleks QRS.

    c. Kompleks QRS : Setiap denyut adalah PVC dengan

    kompleks QRS yang lebar dan aneh dan terdapat jeda

    kompensasi lengkap.

    d. Hantaran : Denyut sinus dihantarkan dari nodus sinus

    secara normal, namun PVC yang mulai berselang seling

    pada ventrikel akan mengakibatkan hantaran retrograde ke

    jaringan penyambung dan atrium.

    e. Irama : Ireguler.

    Bila terjadi denyut ektopik pada setiap denyut ketiga

    maka disebut trigemini, tiap denyut keempat, quadrigemini.

    Penanganan bigemini ventrikel adalah sama dengan

    PVC karena penyebab yang sering mendasari adalah

    intoksikasi digitalis, sehingga penyebab ini harus disingkirkan

    atau diobati bila ada. Bigemini ventrikel akibat intoksikasi

    digitalis diobati dengan fenitoin (dilantin).

    c. Takikardia Ventrikel

    Disritmia ini disebabkan oleh peningkatan iritabilitas

    miokard, seperti PVC. Penyakit ini biasanya berhubungan

    dengan penyakit arteri koroner dan terjadi sebelum fibrilasi

    ventrikel. Takikardia ventrikel sangat berbahaya dan harus

    dianggap sebagai keadaan gawat darurat. Pasien biasanya

    sadar akan adanya irama cepat ini dan sangat cemas. Irama

    ventrikuler yang dipercepat dan takikardia ventrikel

    mempunyai karakteristik sebagai berikut :

  • a. Frekwensi : 150 sampai 200 denyut per menit.

    b. Gelombang P : Biasanya tenggelam dalam kompleks

    QRS; bila terlihat, tidak slealu mempunyai pola yang

    sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak

    berhubungan dengan kontraksi atrium.

    c. Kompleks QRS : Mempunyai konfigurasi yang sama

    dengan PVC- lebar dan anerh, dengan gelombang T

    terbalik. Denyut ventrikel dapat bergabung dengan QRS

    normal, menghasilkan denyut gabungan.

    d. Hantaran : Berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan

    hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium.

    e. Irama : Biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi

    takiakrdia ventrikel ireguler.

    Terapi yang akan diberikan dtentukan oleh dapat atau

    tidaknya pasien bertoleransi terhadap irama yang cepat ini.

    Penyebab iritabilitas miokard harus dicari dan dikoreksi

    segera. Obat antidisritmia dapat digunakan. Kardioversi perlu

    dilakukan bila terdapat tanda-tanda penurunan curah jantung.

    e. Fibrilasi Ventrikel

    Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat

    dan tak efektif. Pada disritmia ini denyut jatung tidak

    terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya

    sangat ireguler dan dapat dibedakan dengan disritmia tipe

    lainnya. Karena tidak ada koordinasi antivitas jantung, maka

    dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel

    tidak segera dikoreksi.

    Karateristik :

  • a. Frekwensi : Cepat, tak terkoordinasi dan tak efektif.

    b. Gelombang P : Tidak terlihat.

    c. Kompleks QRS : CEpat, undulasi iregulertanpa pola

    yang khas (multifokal). Ventrikel hanya memiliki

    gerakan yang bergetar.

    d. Hantaran : Banyak focus di ventrikel yang melepaskan

    impuls pada saat yang sama mengakibatkan hantaran

    tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi ventrikel.

    e. Irama : Sangat ireguler dan tidak terkordinasi, tanpa pola

    yang khusus.

    f. Penanganan segera adalah melalui defibrilasi.

    f. Abnormalitas Hantaran

    1. Penyekat AV Derajat Satu

    Penyekat AV derajat satu biasanya berhubungan

    dengan penyakit jantung organic atau mungkin disebabkan

    oleh efek digitalis. Hal ini biasanya terlihat pad apasien

    dengan infark miokard dinding inferior jantung.

    Karakteristik :

    a. Frekwensi : Bervariasi, biasanya 60 sampai 100 denyut

    per menit.

    b. Gelombang P : Mendahului setiap kompleks QRS.

    Interval PR berdurasi lebih besar dari 0, 20 detik.

    c. Kompleks QRS : Mengikuti setiap gelombang P,

    biasanya normal.

  • d. Hantaran : Hantaran menjadi lambat, biasanya di setiap

    tempat antara jaringan penyambung dan jaringan

    purkinje, menghasilkan interval PR yang panjang.

    Hantaran ventrikel biasanya normal.

    e. Irama : Biasanya regular.

    f. Disritmia ini penting karena dapat mengakibatkan

    hambatan jantung yang lebih serius. Merupakan tanda

    bahaya. Maka pasien harus dipantau ketat untuk setiap

    tahap lanjut penyekat jantung.

    2. Penyekat AV Derajat Dua

    Penyekat AV derajat dua juga disebabkan oleh

    penyakit jantung organic, infark miokard atau intoksikasi

    digitalis. Bentuk penyekat ini menghasilkan penurunan

    frekwensi jantung dan biasanya penurunan curah jantung.

    Karakteristik :

    a. Frekwensi : 30 sampai 55 denyut per menit. Frekwensi

    atrium dapat lebih cepat dua , tiga atau empat kali

    disbanding frekwensi ventrikel.

    b. Gelombang P : Terdapat dua, tiga atau empat

    gelombang untuk setiap kompleks QRS. Interval PR

    yang dihantarkan biasanya berdurasi normal.

    c. Kompleks QRS : Biasanya normal.

    d. Hantaran : Satu atau dua impuls tidak dihantarkan ke

    ventrikel.

    e. Irama : Biasanya lambat dan regular. Bila terjadi irama

    ireguler, hal ini dapat diebabkan oleh kenyataan adanya

  • penyekat yang bervariasi antara 2:1 sampai 3:1 atau

    kombinasi lainnya.

    Penanganan diarahkan untuk meningkatkan frekwensi

    jantung guna mempertahankan curah jantung normal.

    Intoksikasi digitalis harus ditangani dan seitap pengoabtan

    dengan fungsi depresi aktivitas miokard harus ditunda.

    3. Penyekat AV Derajat Tiga

    Penyekat AV derajat tiga (penyekat jantung lengkap)

    juga berhubungan dengan penyakit jantung organic,

    intoksikasi digitalis dan MI. frekwensi jantung berkurang

    drastic, mengakibatkan penurunan perfusi ke organ vital,

    seprti otak, jantung, ginjal, paru dan kulit.

    Karakteristik :

    a. Asal : Impuls berasal dari nodus SA, tetapi tidak

    dihantarkan ke serat purkinje. Mereka disekat secara

    lengkap. Maka setiap irama yang lolos dari daerah

    penyambung atau ventrikel akan mengambil alih

    pacemaker.

    b. Frekwensi : frekwensi atrium 60 sampai 100 denyut

    per menit, frekwensi ventrikel 40 sampai 60 denyut per

    menit bila irama yang lolos berasal dari daerah

    penyambung, 20 sampai 40 denyut permenit bila irama

    yang lolos berasal dari ventrikel.

    c. Gelombang P : Gelombang P yang berasal dari nodus

    SA terlihat regular sepanjang irama, namun tidak ada

    hubungan dengan kompleks QRS.

  • d. Kompleks QRS : Bila lolosnya irama berasal dari

    daerah penyambung , maka kompleks QRS

    mempunyai konfigurasi supraventrikuler yang normal,

    tetapi tidak berhubungan dengan gelombang P.

    kompleks QRS terjadi secara regular. Bila irama yang

    lolos berasal dari ventrikel, kompleks QRS berdurasi 0,

    10 detik lebih lama dan baisanya lebar dan landai.

    Kompleks QRS tersebut mempunyai konfigurasi

    seperti kompleks QRS pada PVC.

    e. Hantaran : Nodus SA melepaskan impuls dan

    gelombang P dapat dilihat. Namun mereka disekat dan

    tidak dihantarkan ke ventrikel. Irama yang lolos dari

    daerah penyambung biasnaya dihantarkan secara

    normal ke ventrikel. Irama yang lolos dari ventrikel

    bersifat ektopik dengan konfigurasi yang menyimpang.

    f. Irama : Biasanya lambat tetapi regular.

    g. Penanganan diarahkan untuk meningkatkan perfusi ke

    organ vital. Penggunaan pace maker temporer sangat

    dianjurkan. Mungkin perlu dipasang pace maker

    permanent bila penyekat bersifat menetap.

    g. Asistole Ventrikel

    Pada asistole ventrikel tidak akan terjadi kompleks

    QRS. Tidak ada denyut jantung, denyut nadi dan pernapasan.

    Tanpa penatalaksanaan segera, asistole ventrikel sangat fatal.

    Karakteristik :

    a. Frekwensi : tidak ada.

  • b. Gelombang P : Mungkin ada, tetapi tidak dapat

    dihantarkan ke nodus AV dan ventrikel.

    c. Kompleks QRS : Tidak ada.

    d. Hantaran : Kemungkinan, hanya melalui atrium.

    e. Irama : Tidak ada.

    Resusitasi jantung paru (CPR) perlu dilakukan agar pasien

    tetap hidup. Untuk menurunkan stimulasi vagal, berikan

    atropine secara intravena. Efinefrin (intrakardiak) harus

    diberikan secara berulang dengan interval setiap lima menit.

    Natrium bikarbonat diberikan secara intravena. Diperlukan

    pemasangan pacemaker secara intratoraks, transvena atau

    eksternal.

    VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    a. EKG : Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan

    konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek

    ketidakseimbangan elektrolit dan oabt jantung.

    b. Monitor Holter : gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan

    untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala

    khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan

    untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.

  • c. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung

    sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.

    d. Skan pencitraan miokardia : Dapat menunjukkan area

    iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi

    normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan

    pompa.

    e. Tes stress latihan : Dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan

    latihan yang menyebabkan disritmia.

    f. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan

    magnesium dapat menyebabkan disritmia.

    g. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas jantung, adanya

    obat jalanan atau dugaan interaksi obat, contoh digitalis,

    quinidin dan lain-lain.

    h. Pemeriksaan Tiroid : Peningkatan atau penurunan kadar tiroid

    serum dapat menyebabkan /meningkatnya disritmia.

    i. Laju Sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses

    inflamasi akut/aktif, contoh endokarditis sebagai faktor pencetus

    untuk disritmia.

    j. GDA/Nadi Oksimetri : Hipoksemia dapat

    k. menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

    VIII. PENATALAKSANAAN

  • Pada prinsipnya tujuan terapi aritmia adalah (1)

    mengembalikan irama jantung yang normal (rhythm control), (2)

    menurunkan frekuensi denyut jantung (rate control), dan (3)

    mencegah terbentuknya bekuan darah.

    Terapi sangat tergantung pada jenis aritmia. Sebagian

    gangguan ini tidak perlu diterapi. Sebagian lagi dapat diterapi dengan

    obat-obatan. Jika kausa aritmia berhasil dideteksi, maka tak ada yang

    lebih baik daripada menyembuhkan atau memperbaiki penyebabnya

    secara spesifik. Aritmia sendiri, dapat diterapi dengan beberapa hal di

    bawah ini;

    Disritmia umumnya ditangani dengan terapi medis. Pada

    situasi dimana obat saja tidak memcukupi, disediakan berbagai terapi

    mekanis tambahan. Terapi yang paling sering adalah kardioversi

    elektif, defibrilasi dan pacemaker. Penatalaksanaan bedah, meskipun

    jarang, juga dapat dilakukan.

    a. Obat-obatan

    Obat-obatan. Ada beberapa jenis obat yang tersedia untuk

    mengendalikan aritmia. Pemilihan obat harus dilakukan dengan

    hati-hati karena mereka pun memiliki efek samping. Beberapa di

    antaranya justru menyebabkan aritimia bertambah parah. Evaluasi

    terhadap efektivitas obat dapat dikerjkan melalui pemeriksaan

    EKG (pemeriksaan listrik jantung).

    b. Kardioversi

    Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk

    menghentikan disritmia yang memiliki kompleks QRS, biasanya

  • merupakan prosedur elektif. Pasien dalam keadaan sadar dan

    diminta persetujuannya.

    c. Defibrilasi

    Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada

    keadaan gawat darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi

    ventrikel apabila tidak ada irama jantung yang terorganisasi.

    Defibrilasi akan mendepolarisasi secara lengkap semua sel

    miokard sekaligus, sehingga memungkinkan nodus sinus

    memperoleh kembali fungsinya sebagai pacemaker.

    d. Defibrilator Kardioverter Implantabel

    Adalah suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode

    takiakrdia ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang

    mempunyai risiko tinggi mengalami fibrilasi ventrikel.

    e. Terapi Pacemaker

    Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan

    stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol

    frekwensi jantung. Alat ini memulai dan memeprtahankan

    frekwensi jantung kerika pacemaker alamiah jantung tak mampu

    lagi memenuhi fungsinya. Pacemaker biasanya digunakan bila

    pasien mengalami gangguan hantaran atau loncatan gangguan

    hantaran yang mengakibatkan kegagalan curah jantung.

  • f. Pembedahan Hantaran Jantung

    Takikardian atrium dan ventrikel yang tidak berespons

    terhadap pengobatan dan tidak sesuai untuk cetusan anti takikardia

    dapat ditangani dengan metode selain obat dan pacemaker.

    Metode tersebut mencakup isolasi endokardial, reseksi

    endokardial, krioablasi, ablasi listrik dan ablasi frekwensi radio.

    Isolasi endokardial dilakukan dengan membuat irisan ke dalam

    endokardium, memisahkannya dari area endokardium tempat

    dimana terjadi disritmia. Batas irisan kemudian dijahit kembali.

    Irisan dan jaringan parut yang ditimbulkan akan mencegah

    disritmia mempengaruhi seluruh jantung.

    Pada reseksi endokardial, sumber disritmia diidentifikasi dan

    daerah endokardium tersebut dikelupas. Tidak perlu dilakukan

    rekonstruksi atau perbaikan.

    Krioablasi dilakukan dengan meletakkkan alat khusus, yang

    didinginkan sampai suhu -60C (-76F), pada endokardium di

    tempat asal disritmia selama 2 menit. Daerah yang membeku akan

    menjadi jaringan parut kecil dan sumber disritmia dapat

    dihilangkan.

    Pada ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada atau dekat

    sumber disritmia dan satu sampai lima syok sebesar 100 sampai

    300 joule diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan

    jaringan sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar dan

    menjadi parut, sehingga menghilangkan sumber disritmia.

    Ablasi frekwensi radio dilakukan dengan memasang kateter

    khusus pada atau dekat asal disritmia. Gelombang suara frekwensi

    tinggi kemudian disalurkan melalui kateter tersebut, untuk

    menghancurkan jaringan disritmik. Kerusakan jaringan yang

    ditimbulkan lebih spesifik yaitu hanya pada jaringan disritmik saja

  • disertai trauma kecil pada jaringan sekitarnya dan bukan trauma

    luas seperti pada krioablasi atau ablasi listrik.

    IX. PENGKAJIAN

    A. AKTIVITAS /ISTIRAHAT

    Gejala : Kelemahan, kelelahan umum dan karena kerja.

    Tanda : Perubahan frekwensi jantung/TD dengan aktivitas/olahraga.

    B. SIRKULASI

    Gejala : Riwayat IM sebelumnya/akut 90%-95% mengalami

    disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung,

    hipertensi.

    Tanda : Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama

    periode disritmia.

    Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan

    (denyut kuat teratur/denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak

    teratur/denyut lemah).

    Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).

    Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.

    Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis,

    berkeringat (gagal jantung, syok).

    Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).

    Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.

  • C. INTEGRITAS EGO

    Gejala : Perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam.

    Stressor sehubungan dengan masalah medik.

    Tanda : Cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis.

    D. MAKANAN/CAIRAN

    Gejala: Hilang nafsu makan, anoreksia.

    Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat).

    Mual/muntah.

    Perubahan berat badan.

    Tanda : Perubahan berat badan.

    Edema

    Perubahan pada kelembaban kulit/turgor.

    Pernapasan krekels.

    E. NEURO SENSORI

    Gejala : Pusing, berdenyut, sakit kepala.

    Tanda : Status mental/sensori berubah, contoh disorientasi, bingung,

    kehilangan memori, perubahan pola bicara/kesadaran,

    pingsan, koma.

    Perubahan perilaku, contoh menyerang, letargi, halusinasi.

    Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar).

  • Kehilangan refleks tendon dalam dengan disritmia yang

    mengancam hidup (takikardia ventrikel , bradikardia berat).

    F. NYERI/KETIDAKNYAMANAN

    Gejala : Nyeri dada, ringan sampai berat, dimana dapat atau tidak bisa

    hilang oleh obat anti angina.

    Tanda : Perilaku distraksi, contoh gelisah.

    G. PERNAPASAN

    Gejala : Penyakit paru kronis.

    Riwayat atau penggunaan tembakau berulang.

    Napas pendek.

    Batuk (dengan /tanpa produksi sputum).

    Tanda : Perubahan kecepatan/kedalaman pernapasan selama episode

    disritmia.

    Bunyi napas : bunyi tambahan (krekels, ronki, mengi)

    mungkin ada menunjukkan komplikasi pernapasan,

    seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau

    fenomena tromboembolitik pulmonal.

    H. KEAMANAN

    Tanda : Demam.

    Kemerahan kulit (reaksi obat).

    Inflamasi, eritema, edema (trombosis superficial).

  • Kehilangan tonus otot/kekuatan.

    I. PENYULUHAN

    Gejala : Faktor risiko keluarga contoh, penyakit jantung, stroke.

    Penggunaan/tak menggunakan obat yang disresepkan,

    contoh obat jantung (digitalis); anti koagulan (coumadin)

    atau obat lain iyang dijual bebas, contoh sirup batuk dan

    analgesik berisi ASA.

    Adanya kegagalan untuk memeprbaiki, contoh disritmia

    berulang/tak dapat sembuh yang mengancam hidup.

    X. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

    1) risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan

    gangguan konduksi, penurunan kontraktilitas miokardia.

    Tujuan : menstabilkan daya konduksi jantung dan kontraktilitas jantung.

    Intervensi

    a nadi (radial, carotid, femoral, dorsalis pedis) catat frekwensi,

    keteraturan, amplitude (penuh/kuat) dan simetris. Catat adanya pulsus

    alternan, nadi bigeminal atau defisit nadi.

    b Auskultasi bunyi jantung, catat frekwensi, irama. Catat adanya denyut

    jantung ekstra, penurunan nadi.

    c Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi

    jaringan. Tentukan tipe disritmia dan catat irama (bila pantau

    jantung /telemetri tersedia).

  • d Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas

    selama fase akut.

    e Demonstrasikan /dorong penggunaan perilaku pengaturan stress,

    contoh tehnik relaksasi , bimbingan imajinasi, napas lambat/dalam.

    f Selidiki laporan nyeri dada, catat lokasi, lamanya, intensitas, dan

    faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal,

    g Siapkan /lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi.

    h Kolaborasi, Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit.Kadar

    obat.

    i Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

    j Berikan obat sesuai indikasi,KaliumAntidisritmia.

    k Siapkan untuk/Bantu kardioversi elektif.

    l Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung.

    m Masukan/pertahankan masukan IV

    n Siapkan untuk prosedur diagnostic invasive/bedah sesuai indikasi.

    o Siapkan untuk/Bantu penanaman otomatik kardioversi atau

    defibrilator (AICD) bila diindikasikan.

    Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :

    a Mempertahankan /meningkatkan curah jantung yang adekuat.

    b Menunjukkan penurunan frekwensi/tak adanya disritmia.

    c Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.

  • 2) kurang pengetahuan tentang penyebab/kondisi pengobatan berhubungan

    dengan kurangnya informasi tentang pengertian kondisi medis, tidak

    mengenal sumber informasi, dan kurang mengingat.

    Tujuan : memberikan pengetahuan tentang bagaimana cara mencegah

    penyakit disritmia agar tidak terjadi penyakit yang berkelanjutan atau

    komplikasi.

    INTERVENSI

    a. Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal.

    b. Jelaskan/tekankan masalah disritmia khusus dan tindakan terapeutik

    pada pasien/orang terdekat.

    c. Identifikasi efek merugikan/komplikasi disritmia khusus.

    d. Anjurkan /catat pendidikan tentang obat.

    e. Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan.

    f. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan aktivitas cepat, contoh

    pusing, silau, dispnea, nyeri dada.

    g. Kaji ulang kebutuhan diet individu/pembatasan, contoh kalium dan

    kafein.

    h. Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien/orang

    terdekat untuk dibawa pulang.

    i. Anjurkan pasien melakukan pengukuran nadi dengan tepat.

    j. Kaji ulang kewaspadaan keamanan, tehnik untuk

    mengevaluasi/mempertahankan pacu jantung atau fungsi AICD dan

    gejala yang memerlukan intervensi medis.

    k. Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan

    karotis/sinus maneuver. Valsalva bila perlu.

  • Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi :

    a. Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan dan

    fungsi pacu jantung (bila menggunakan).

    Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek

    samping merugikan dari obat.

    b. Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an

    tindakan.

    c. Menghubungkan dengan benar prosedur tanda

    gagal pacu jantung.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support,

    1997-1999, American Heart Association.

    Noer Sjaifoellah, M.H. Dr. Prof, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I,

    Edisi ketiga, 1996, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

    Smeltzer Bare, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah

    Brunner & Studdarth, edisi 8 , EGC, Jakarta.

    Guyton & Hall, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Cetakan I, EGC,

    Jakarta.

    Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC,

    Jakarta.

    Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,

    Edisi 6, Volume I, EGC, Jakarta.

    http//www.nursingworld.org/Patofisilogis of nursing. Diakses 08 Juni 2010.

    Pukul 20.00 WITA