144160908 referat delirium

Upload: betet-suddrajat

Post on 03-Mar-2016

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mxxm

TRANSCRIPT

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. LATAR BELAKANG

    Delirium adalah kondisi yang sering dijumpai pada pasien di rumah sakit. Sindrom

    ini sering tidak terdiagnosis dengan baik saat pasien berada di rumah (akibat kurangnya

    kewaspadaan keluarga) maupun saat pasien berada di unit gawat darurat atau unit rawat jalan.

    Gejala dan tanda yang tidak khas merupakan salah satu penyebabnya. Setidaknya 32%-67%

    dari sindrom ini tidak dapat terdiagnosis oleh dokter, padahal kondisi ini dapat dicegah.

    Literature lain menyebutkan bahwa 70% dari kasus sindrom delirium tidak terdiagnosis atau

    salah terapi oleh dokter. Sindrom delirium sering muncul dalam keluhan utama atau tak jarang

    justru terjadi pada hari pertama pasien dirawat dan menunjukkan gejala yang berfluktuasi.

    Keadaan yang terakhir ini tentu jika tidak ada keterangan yang memadai dari dokter-dapat

    disalahartikan keluarga pasien sebagai kesalahan pengelola di rumah sakit.

    Prevalensi sindrom delirium di ruang rawat geriatric RSCM adalah 23% (tahun

    2004) sedangkan insidensnya mencapai 17% pada pasien yang sedang dirawat inap (2004).

    Sindrom delirium mempunyai dampak buruk, tidak saja karena meningkatkan resiko kematian

    samopai 10 kali lipat namun juga karena memperpanjang masa rawat serta meningkatkan

    kebutuhan perawatan (bantuan ADL) dari petugas kesehatan dan pelaku rawat.

    Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk

    mengidentifikasi dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk mencegah

    perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium.

    1.2. BATASAN MASALAH

    Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,

    klasifikasi, gambaran klinis, penatalaksanaan dan prognosis dari delirium.

    1

  • 1.3. TUJUAN PENULISAN

    Penulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang definisi,

    epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding,

    penatalaksanaan, dan prognosis delirium.

    1.4. METODE PENULISAN

    Penulisan ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan merujuk pada

    berbagai literatur.

    2

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. DEFINISI

    Kata delirium berasal dari bahasa latin yang artinya lepas jalur. Sindrom ini pernah

    dilaporkan pada masa Hippocrates dan pada tahun 1813 Sutton mendeskripsikan sebagai

    delirium tremens, kemudian Wernicke menyebutnya sebagai Encephalopathy Wernicke.4

    Delirium merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium adalah suatu

    gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara

    global. Biasanya delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari),

    perjalanan singkat dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat jika factor penyebab diidentifikasi

    dan dihilangkan.1

    2.2. EPIDEMIOLOGI

    Prevalensi delirium di ruang rawat akut geriatric RSCM adalah 23% (tahun 2004)

    sedangkan insidensnya mencapai 17% pada pasien yang sedang dirawat inap (2004).

    Sindroma delirium mempunyai dampak buruk, tidak saja karena meningkatkan resiko kematian

    sampai 10 kali lipat namun juga karena memperpanjang masa rawat serta meningkatkan

    kebutuhan perawatan (bantuan ADL) dari petugas kesehatan.3

    Selain itu, diduga sekitar 10-15% pasien rawat bedah umum pernah mengalami

    delirium, 15-25% pasien rawat medik umum pernah mengalami delirium selama dirawatdi

    rumah sakit. Juga diperkirakan sekitar 30% pasien bedah ICU dan 40-50% pasien ICCU pernah

    mengalami delirium. Yang tertinggi yaitu 90% ditemukan pada pasien post cardiotomy.2

    3

  • 2.3. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

    Berdasarkan aktivitas psikomotor (tingkat/ kondisi kesadaran, aktivitas perilaku)

    delirium diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:3

    1. Hiperaktif: didapatkan pada pasien dengan gejala putus substansi antara lain; alkohol,

    amfetamin, lysergic acid diethylamide atau LSD. Pasien bisa nampak gaduh gelisah,

    berteriak-teriak, jalan mondar-mandir, atau mengomel sepanjang hari.

    2. Hipoaktif: didapatkan pada pasien pada keadaan hepatic encephalopathy dan

    hipercapnia.

    3. Campuran: pada pasien dengan gangguan tidur, pada siang hari mengantuk tapi pada

    malam hari terjadi agitasi dan gangguan sikap.

    Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. Beberapa

    peneliti mengatakan bahwa delirium terjadi karena terdapat kerusakan metabolisme oksidatif

    serebral dan abnormalitas pada beberapa neurotransmitter. Berikut terdapat beberapa hipotesis

    mengenai delirium:2,4

    a. AsetilkolinData studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu dari

    neurotransmiter yang penting dari pathogenesis terjadinya delirium. Hal yang mendukung teori

    ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan bingung. Pada

    pasien dengan transmisi kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini dan pada pasien post

    operatif delirium serum antikolinergik juga meningkat.

    b. DopaminePada otak, hubungan timbal balik muncul antara aktivitas kolinergik dan

    dopaminergik. Pada delirium muncul aktivitas berlebih dari dopaminergik. Gejala simptomatis

    membaik dengan pemberian obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat

    dopamine.

    c. Neurotransmitter lainnyaSerotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan encephalopati

    hepatikum. Peningkatan inhibitor GABA (Gamma-Aminobutyric acid);

  • 4

  • pada pasien dengan hepatic encephalopati, peningkatan inhibitor GABA juga ditemukan.

    Peningkatan level ammonia terjadi pada pasien hepatic encephalopati, yang menyebabkan

    peningkatan pada asam amino glutamat dan glutamine (kedua asam amino ini merupakan

    precursor GABA). Penurunan level GABA pada susunan saraf pusat juga ditemukan pada

    pasien yang mengalami gejala putus benzodiazepine dan alkohol.

    d. Mekanisme peradangan/inflamasiStudi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1 dan interleukin-6,

    dapat menyebabkan delirium. Saat terjadi proses infeksi, inflamasi dan paparan toksik dalam

    tubuh, bahan pirogen endogen seperti interleukin-1 dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan

    iskemia, yang sering dihubungkan dengan delirium, dihubungkan dengan hubungan respon

    otak yang dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6.

    e. Mekanisme reaksi stressStress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya delirium.

    f. Mekanisme struktural Formatio reticularis dan jalurnya memainkan peranan penting dari bangkitan

    delirium. Jalur tegmentum dorsal diproyeksikan dari formation retikularis mesensephalon ke

    tectum dan thalamus adalah struktur yang terlibat pada delirium. Kerusakan pada sawar darah

    otak juga dapat menyebabkan delirium, mekanismenya karena dapat menyebabkan agen neuro

    toksik dan sel-sel peradangan (sitokin) untuk menembus otak.

    Tabel 1. Beberapa Kondisi yang Lazim Mencetuskan Kondisi Delirium 3

    Iatrogenik Pembedahan, kateterisasi, urin, psysical restraintsObat-obatan PsikotropikaGangguan Insufisiensi ginjal, dehidrasi, hipoksia, azotemia,metabolic/ cairan hiperglikemia, hipernatremia, hipokalemiaPenyakit psikis/ Demam, infeksi, stres, alcohol, putus obat (tidur),psikiatrik fraktur, malnutrisi, gangguan pola tidurOverstimulation Perawatan di ICU, atau perpindahan ruang rawat

    2.4. MANIFESTASI KLINIS

    5

  • Delirium ditandai dari perubahan mental akut dari pasien,perubahan fluktuatif pada

    kognitif termasuk memori,berbahasa dan organisasi.3, 4

    1. Gangguan atensi

    Pasien dengan delirium mengalami kesulitan untuk memperhatikan. Mereka mudah

    melupakan instruksi dan mungkin dapat menanyakan instruksi dan pertanyaan untuk

    diulang berkali-kali. Metode untuk mengidentifikasi gangguan atensi yaitu dengan

    menyuruh pasien menghitung angka terbalik dari 100 dengan kelipatan 7.

    2. Gangguan memori dan disorientasi

    Defisit memori, hal yang sering jelas terlihat pada pasien delirium. Disorientasi

    waktu,tempat dan situasi juga sering didapatkan pada delirium.

    3. Agitasi

    Pasien dengan delirium dapat menjadi agitasi sebagai akibat dari disorientasi dan

    kebingungan yang mereka alami. Sebagai contoh; pasien yang disorientasi menggangap

    mereka dirumah meskipun ada dirumah sakit sehingga staff rumah sakit dianggap sebagai

    orang asing yang menerobos kerumahnya.

    4. Apatis dan menarik diri terhadap sekitar/withdrawal

    Pasien dengan delirium dapat menampilkan apatis dan withdrawal. Mereka dapat terlihat

    seperti depresi, penurunan nafsu makan, penurunan motivasi dan gangguan pola tidur.

    5. Gangguan tidur

    Pada pasien delirium sering tidur pada waktu siang hari tapi bangun pada waktu malam

    hari. Pola ini digabungkan dengan disorientasi dan kebingungan yang dapat menimbulkan

    situasi berbahaya pada pasien, yaitu resiko jatuh dari tempat tidur, menarik kateter atau IV

    dan pipa nasogastric.

    6. Emosi yang labil

    Delirium dapat menyebabkan emosi pasien yang labil seperti gelisah, sedih, menangis dan

    kadang kadang gembira yang berlebih. Emosi ini dapat muncul bersamaan ketika

    seseorang mengalami delirium.

    7. Gangguan persepsi

    Terjadi halusinasi visual dan auditori.

    8. Tanda tanda neurologis

    6

  • Pada delirium dapat muncul tanda neurologis antara lain: tremor gait, asterixis mioklonus,

    paratonia dari otot terutama leher, sulit untuk menulis dan membaca, dan gangguan visual.

    2.5. DIAGNOSA

    Secara klinis penegakkan diagnosis delirium dapat menggunakan DSM IV-TR. Di

    bawah ini adalah criteria diagnostik delirium berdasarkan DSM IV TR:2

    Kriteria diagnostik delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum:

    1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam

    bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian).

    2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun

    daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama

    visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham

    sementara, tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan

    orang).

    3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan

    ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.

    4. Berdasarkan bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk

    menemukan penyebab delirium ini.

    Kriteria diagnostik delirium yang disebabkan intoksikasi zat:

    1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam

    bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian)

    2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun

    daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama

    visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak

    7

  • dengan atau tanpa waham sementara, tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi,

    disorientasi waktu, tempat dan orang).

    3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan

    ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.

    4. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk

    menemukan delirium ini (1) atau (2):

    (1) Gejala pada kriteria A dan B berkembang selama

    intoksikasi zat.

    (2) Penggunaan intoksikasi disini untuk mengatasipenyebab

    yang ada hubungan dengan gangguannya.

    Kriteria diagnostik delirium yang disebabkan putus zat:

    1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam

    bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian)

    2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun

    daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama

    visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham

    sementara, tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan

    orang).

    3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan

    ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.

    4. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk

    menemukan penyakit delirium ini dalam kriteria A dan B. Keadaan ini berkembang

    selama atau dalam waktu singkat sesudah sindroma putus zat.

    Kriteria diagnostik delirium yang berkaitan dengan berbagai penyebab:

    1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam

    bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian)

    8

  • 2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun

    daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama

    visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham

    sementara, tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan

    orang).

    3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan

    ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.

    4. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk

    menemukan etiologi delirium ini yang disebabkan oleh lebih dari satu penyebab kondisi

    medik umum, disertai intoksikasi zat atau efek samping medikasi.

    2.6. DIAGNOSA BANDING

    Banyak gejala yang menyerupai delirium. Demensia dan depresi sering

    menunjukkan gejala yang mirip delirium; bahkan kedua penyakit/ kondisi tersebut acap kali

    terdapat bersamaan dengan sindrom delirium. Pada keadaan tersebut informasi dari keluarga

    dan pelaku rawat menjadi sangat berarti pada anamnesis.3

    a. Delirium versus demensia

    Yang paling nyata perbedaannya adalah mengenai awitannya, yaitu delirium

    awitannya tiba-tiba, sedangkan pada demensia berjalan perlahan. Meskipun kedua kondisi

    tersebut mengalami gangguan kognitif, tetapi pada demensia lebih stabil, sedangkan pada

    delirium berfluktuasi.2

    Tabel 2. Perbandingan Delirium dan Demensia 2

    Gambaran Klinis Delirium DemensiaGangguan daya ingat +++ +++Gangguan proses berpikir +++ +++Gangguan daya nilai +++ +++Kesadaran berkabut +++ -Major attention deficits +++ +Fluktuasi perjalanan +++ +penyakit (1 hari)Disorientasi +++ ++Gangguan persepsi jelas ++ -

    9

  • Inkoherensi ++ +Gangguan siklus tidur- ++ +BangunEksaserbasi nocturnal ++ +Insight/tilikan ++ +Awitan akut/subakut ++ -

    b. Delirium versus skizofrenia dan depresi

    Sindrom delirium dengan gejala yang hiperaktif sering keliru dianggap sebagai

    pasien yang cemas (anxietas), sedangkan hipoaktif keliru dianggap sebagai depresi. Keduanya

    dapat dibedakan dengan pengamatan yang cermat. Pada depresi terdapat perubahan yang

    bertahap dalam beberapa hari atau minggu sedangkan pada delirium biasanya gejala

    berkembang dalam beberapa jam.3

    Beberapa pasien dengan skizofrenia atau episode manik mungkin pada satu

    keadaan menunjukkan perilaku yang sangat kacau yang sulit dibedakan dengan delirium.

    Secara umum, halusinasi dan waham pada pasien skizofrenia lebih konstan dan lebih

    terorganisasi dibandingkan dengan kondisi pasien delirium.2

    2.7. TATALAKSANA

    Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan

    delirium, tujuan lainnya adalah untuk memberikan bantuan fisik sensorik dan lingkungan.

    a. Pengobatan farmakologis

    Dua gejala utama delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis

    adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih untuk psikosis adalah Haloperidol (haldol),

    obat antipsikotik golongan butyrophenon. Pemberian tergantung usia, berat badan,dan kondisi

    fisik pasien, dosis awal dengan rentang antara 2 sampai 10 mg intramuscular, diulang dalam

    satu jam jika pasien teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan

    konsentrat atau bentuk

    10

  • tablet dapat dimulai. Dua dosis oral harian harus mencukupi, dengan duapertiga dosis diberikan

    sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-kira 1,5 kali kali

    lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral. Dosis harian efektif total haloperidol mungkin

    terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium.

    Droperidol (inapsine) adalah suatu butyrophenon yang tersedia sebagai suatu

    formula intravena alternative, walaupun monitoring elektrokardiogram adalah sangat penting

    untuk pengobatan ini. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium, karena

    obat tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna.

    Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh

    pendek atau hydroxizine (vistaril), 25 sampai 100 mg. Golongan benzodiazepine dengan waktu

    paruh panjang dan barbiturate harus dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai

    bagian dari pengobatan untuk gangguan dasar (sebagai contohnya, putus alcohol).1

    b. Non-farmakologis (pencegahan)

    Berbagai literature menyebutkan bahwa pengobatan sindrom delirium sering tidak

    tuntas. 96% pasienyang dirawat karena pulang dengan gejala sisa. Hanya 20% dari kasus-

    kasus tersebut yang tuntas dalam 6 bulan setelah pulang. Hal tersebut menunjukkan bahwa

    sebenarnya prevalensi sindrom delirium di masyarakat lebih tinggi dari pada yang diduga

    sebelumnya. Pemeriksaan penapisan oleh dokter umum atau dokter keluarga di masyarakat

    menjadi penting dalam rangka menemukan kasus dini dan mencegah penyulit yang fatal.

    Rudolph (2003) melaporkan bahwa separuh dari kasus yang diamatinya mengalami

    delirium saat dirawat di rumah sakit. Berarti ada karakteristik pasien tertentu dan

    suasana/situasi rumah sakit sedemikian rupa yang dapat mencetuskan delirium. Beberapa obat

    juga dapat mencetuskan delirium, terutama yang mempunyai efekanti kolinergik dan gangguan

    faal kognitif. Beberapa obat yang diketahui meningkatkan resiko delirium antara lain:

    benzodiazepine, kodein, amitriptilin (antidepresan), difenhidramid,ranitidine, tioridazin, digoksin,

    amiodaron, metildopa, procainamid, levodopa, fenitoin, siprofloksasin. Beberapa tindakan

    11

  • sederhana yang dapat dilakukan di rumah sakit (di ruang rawat akut geriatric) terbukti cukup

    efektif mampumencegah delirium. Inouye et all (1999) menyarankan beberapa tindakanyang

    terbukti dapat mencegah delirium seperti yang tertera pada tabel 3

    Tabel 3. Pencegahan Delirium dan Keluarannya3

    Panduan intervensi Tindakan Keluaran PReorientasi Pasang jam dinding Memulihkan 0,04

    Kalender orientasi

    Memulihkan siklus Padamkan lampu Tidur tanpa obat 0,001tidur Minum susu hangat

    atau the herbal

    Musik yang tenangPemijata(massage)punggung

    Mobilisasi Latihan lingkup Pulihnya mobilisasi 0,06gerak sendiMobilisasi bertahapBatasi penggunaanrestrain

    Penglihatan Kenakan kacamata Meningkatkan 0,27Menyediakan kemampuan

    penglihatanbacaan denganhuruf berukuranbesar

    Pendengaran Bersihkan serumen Meningkatkan 0,10prop kemampuan

    Alat Bantu dengar pendengaran

    Rehidrasi Diagnosis dini BUN/Cr < 18 0,04rehidrasiTingkatkan asupan cairan oral kalau perlu per infuse

    2.8. PROGNOSIS

    12

  • Awitan delirium yang akut, gejala prodromalnya seperti gelisah dan perasaan takut

    mungkin muncul pada awal awitan. Bila penyebabnya telah diketahui dan dapat dihilangkan

    maka gejala-gejalanya akan hilang dalamwaktu 3-7 hari dan akan hilang seluruhnya dalam

    waktu dua minggu.2

    13

  • BAB III

    PENUTUP

    3.1. KESIMPULAN

    Sindrom delirium sering tidak terdiagnosis dengan baik karena berbagai sebab.

    Keterlambatan diagnosis memperpanjang masa rawat dan meningkatkan mortalitas. Defisiensi

    asetilkolin yang berhubungan dengan beberapa factor predisposisi dan factor pencetus

    merupkana mekanisme dasar yang harus selalu diingat. Pencetus tersering adalah pneumonia

    dan infeksi saluran kemih.

    Gangguan kognitif global, perubahan aktivitas psikomotor, perubahan siklus tidur,

    serta perubahan kesadaran yang terjadi akut dan berfluktuatif merupakan gejala yang sering

    ditemukan. Beberapa peneliti menggolongkan delirium ke dalam beberapa tipe. Kriteria

    diagnosis baku menggunakan DSM-IV; instrument baku yang digunakan untuk membantu

    menegakkan diagnosis.

    Beberapa penyakit mempunyai gejala dan tanda mirip sehingga diperlukan

    kewaspadaan serta pemikiran kemungkinan diferensial diagnosis. Pengelolaan pasien terutama

    ditujukan untuk mengidentifikasi serta menatalaksana factor predisposisi dan pencetus.

    Penatalaksanaan non-farmakologik dan farmakologik sama pentignnya dan diperlukan

    kerjasama dengan psikiater geriatric terutama dalam pengelolaan pasien yang gelisah.

    14

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Kaplan, Harold I. Sinopsis Psikiatri; Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 2010;

    hal. 519-528

    2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Psikiatri. 2010; hal. 99-105

    3. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 2009; hal. 907-912

    4. http://emedicine.medscape.com/article/288890-overview diakses pada tanggal

    25 Februari 2013.

    5. Damping, Andri Cahrles E. Majalah Kedokteran Indonesia: Peranan Psikiatri Geriatri

    dalam Penanganan Delirium Pasien Geriatri. 2007.

    15