135967997-glaukoma-fakolitik

Upload: gianjar-sukma-spp

Post on 14-Oct-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Glaukoma menjadi penyebab kebutaan yang semakin penting seiring dengan

    bertambahnya populasi dunia. Statistik baru yang dikumpulkan oleh WHO pada tahun

    2002, dan diterbitkan pada edisi Buletin WHO tahun 2004, menunjukkan bahwa

    glaukoma kini menjadi penyebab kedua kebutaan secara global, setelah katarak.

    Bagaimanapun, glaukoma mungkin merupakan sebuah tantangan kesehatan yang lebih

    besar dibandingkan katarak karena kebutaannya bersifat ireversibel.1 Menurut

    Riskesdas (2007) prevalensi nasional glaukoma adalah 0,5% dan prevalensi di

    Indonesia sebesar 4,6 . Prevalensi penyakit ini di Sumatera Utara sebesar 0,6.2

    Istilah glaukoma mengacu pada sekelompok penyakit yang memiliki

    karateristik umum neuropati optik bersamaan dengan hilangnya fungsi penglihatan.3,4

    Meskipun tekanan intraokular meningkat merupakan salah satu faktor risiko utama,

    ada atau tidaknya tekanan tinggi tidak memiliki peranan dalam definisi penyakit.

    Secara tradisional, glaukoma diklasifikasikan menjadi sudut terbuka atau tertutup dan

    menjadi primer dan sekunder. Berdasarkan definisinya, glukoma primer tidak terkait

    dengan gangguan sistemik atau okular diketahui yang menyebabkan meningkatnya

    resistensi terhadap aliran aqueous atau penutupan sudut. Glaukoma primer biasanya

    mempengaruhi kedua mata. Sebaliknya, glaukoma sekunder terkait dengan gangguan

    mata atau sistemik yang bertanggung jawab atas menurunnya aliran aqueous. Penyakit

    yang menyebabkan glaukoma sekunder sering bersifat asimetris atau unilateral.3

    Salah satu jenis glaukoma sudut terbuka sekunder yaitu glaukoma fakolitik,

    yang merupakan glaukoma akibat induksi lensa.3 Glaukoma fakolitik merupakan

    glaukoma inflamatori yang disebabkan oleh kebocoran protein lensa melalui kapsul

    katarak matur atau hipermatur.3,5,6

    Glaukoma ini biasanya memiliki tekanan

    intraokular yang normal.4 Seiring dengan bertambahnya usia lensa, komposisi protein

    lensa menjadi berubah dengan meningkatkan konsentrasi protein lensa yang berat

    molekulya tinggi.3 Ketika kapsul lensa menjadi permeabel untuk zat cair lensa, akan

    terjadi kebocoran sehingga volumenya akan hilang. Kapsul akan menjadi keriput.7

  • 2

    Protein ini dilepaskan melalui lubang mikroskopis pada kapsul lensa yang intak.

    Protein-protein ini memicu reaksi inflamasi makrofag. Makrofag yang dibesarkan

    dengan bahan lensa, menyumbat trabecular meshwork, sehingga mengarah ke sudut

    terbuka glaukoma sekunder.3,6,7,8

    Gambaran klinis biasanya terjadi pada seorang pasien tua dengan riwayat

    penglihatan buruk yang memiliki onset nyeri mendadak, hiperemia konjungtiva, dan

    penglihatan yang semakin memburuk. Pemeriksaan menunjukkan adanya tekanan

    intraokular yang meningkat secara nyata, edema kornea mikrosistik, sel menonjol dan

    reaksi flare tanpa adanya presipitat keratik dan sudut ruang anterior terbuka.

    Kurangnya presipitat keratik membantu membedakan glaukoma fakolitik dari

    glaukoma fakoantigenik. Debris selular dapat dilihat melapisi sudut ruang anterior dan

    pseudohipopion mungkin terjadi. Partikel putih besar (gumpalan protein lensa) dapat

    dilihat di ruang anterior. Katarak matur atau hipermatur (morgagni) terjadi, sering

    dengan kerutan dari kapsul lensa anterior yang mewakili hilangnya volume dan

    pelepasan bahan lensa.3

    Terapi awal glaukoma fakolitik difokuskan pada penurunan akut tekanan

    intraokular menggunakan kombinasi agen menurunkan tekanan intraokular topikal dan

    sistemik. Steroid topikal juga dapat memfasilitasi penurunan tekanan intraokular dan

    mengurangi rasa sakit. Terapi medis hanya merupakan tindakan sementara sampai

    operasi katarak dapat dijadwalkan.9 Meskipun obat untuk mengontrol tekanan

    intraokular harus segera digunakan, terapi definitif memerlukan ekstraksi katarak.3,9

    Ekstraksi katarak ekstrakapsular (misalnya fakoemulsifikasi) dengan implant lensa

    intraokular telah banyak digantikan oleh ekstrasi katarak intrakapsular sebagai

    prosedur pilihan.9 Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai glaukoma

    fakolitik

  • 3

    1.2. Tujuan

    Tujuan dari penyusunan makalah glaukoma fakolitik ini adalah sebagai berikut:

    1. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu

    Kesehatan Mata di RSU Pirngadi Medan

    2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan

    pembaca, terutama mengenai glaukoma fakolitik.

  • 4

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Sekresi aqueous

    2.1.1. Anatomi

    Mata adalah organ yang terdiri dari tiga lapisan atau tunika, yaitu lapisan

    fibrosa terluar membentuk kornea dan sklera lapisan vaskular medial (uvea) dan

    lapisan neural terdalam yaitu retina.10

    Uvea terbagi atas 3 bagian yaitu iris, badan

    siliari, dan koroid (mulai dari depan hingga belakang).11

    Badan siliari memanjang dari

    akar iris ke ora serata. Badan siliari terbagi atas dua bagian yaitu anterior pars plikata

    dan posterior pars plana.10,12

    Pars plikata memiliki 70 prosesus siliari berorientasi

    radial yang berproyeksi ke dalam ruang posterior. Setiap prosesus siliari dilapisi oleh

    lapisan epitel yang berpigmen bersambung dengan epitel pigmen retina dan lapisan

    epitel tidak berpigmen bersambung dengan neuroretina. Setiap prosesus memiliki

    arteriol sentral yang berakhir dalam jaringan kapiler yang kaya. Kapiler dari stroma

    dan prosesus siliari berlubang, sehingga memungkinkan mudahnya aliran cairan dan

    makromolekul. Tight junction antara sel epitel tidak berpigmen merupakan blood

    aqueous barrier.12

    2.1.2. Fisiologi

    Aqueous humor merupakan cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior

    (0,25ml) dan kamera okuli posterior (0,06ml) bola mata. Fungsi aqueous humor adalah

    untuk mempertahankan tekanan intraokular yang memadai, peran metabolik penting

    (menyediakan substrat dan memindahkan metabolit dari kornea avaskular dan lensa),

    mempertahankan transparansi optik, dan menggantikan limfe yang tidak ditemukan

    dalam bola mata.10,13

    Komposisi aqueous humor normal sebagai berikut

    Air 99,9% dan solid 0,1%, yang termasuk

    o Protein (kandungan koloid). Karena blood aqueous barrier, kandungan

    protein dalam aqueous humor (5-16mg%) lebih sedikit dibandingkan

    di plasma (6-7 gm%). Namun, pada inflamasi uvea (iridosiklitis),

  • 5

    blood aqueous barrier rusak dan kandungan protein aqueous

    meningkat (plasmoid aqueous)

    o Asam amino ditemukan sebanyak 5mg/kg air

    o Non-koloid yaitu glukosa (6 milimol/kg air), urea (7 milimol/kg air),

    askorbat (0,9 milimol/kg air), asam laktat (7,4 milimol/kg air), inositol

    (0,1 milimol/kg air), Na+ (144 milimol/kg air), K

    + (4,5 milimol/kg air),

    Cl- (10 milimol/kg air) dan HCO3

    - (34 milimol/kg air)

    o Oksigen ditemukan dalam aqueous pada kondisi dissolved.

    Catatan Kandungan aqueous serupa dengan plasma kecuali di aqueous

    terdapat konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang tinggi,

    sedangkan protein, urea, dan glukosa yang rendah.13

    Komposisi aqueous humor di kamera okuli anterior berbeda dengan di posterior

    karena adanya pertukaran metabolik. Perbedaan utama adalah HCO3 (kadar di kamera

    okuli posterior lebih tinggi), Cl-

    (di posterior lebih rendah), Askorbat (di posterior

    sedikit lebih tinggi).13

    Aqueous humor berasal dari plasma dalam jaringan kapiler prosesus siliari.

    Kecepatan produksi normal adalah 2,3 l/menit.13 Aqueous humor diproduksi melalui

    dua tahap, yaitu11,12

    Pembentukan filtrat plasma dalam stroma badan siliar.

    Pembentukan aqueous dari filtrat ini melewati blood-aqueous barrier.

    Menurut ada tiga mekanisme, yaitu ultrafiltrasi, difusi, dan sekresi berperan

    dalam produksi aqueous humor pada tingkat yang berbeda. Ultrafiltrasi yaitu proses

    dimana kebanyakan substansi plasma keluar dari epitel pigmen prosesus siliari. Filtrat

    plasma berakumulasi di epitel prosesus siliari.13

    Ada dua mekanisme terlibat, sebagai berikut12

    1. Sekresi aktif kebanyakan oleh epitel siliar yang tidak berpigmen. Ini

    adalah hasil proses metabolik yang bergantung pada beberapa sistem enzim,

    terutama pompa Na+/K+/ATPase yang menyekresi ion Na+ ke dalam ruang

    posterior. Ini menyebabkan adanya perbedaan tekanan osmotik di sel epitel

    siliar sehingga air dapat lewat secara pasif mengikuti gradien osmotik.

    Sekresi Cl- pada permukaan sel tidak berpigmen mungkin merupakan faktor

  • 6

    yang menghammbat. Karbonik anhidrase juga memainkan peran, tetapi

    mekanisme pastinya tidak jelas. Sekresi aqueous berkurang akibat faktor

    yang menghambat metabolisme aktif seperti hipoksia dan hipotermia tetapi

    tidak bergantung pada kadar tekanan intraokular.12

    2. Sekresi pasif oleh ultrafiltrasi dan difusi (yang tergantung pada tingkat

    tekanan hidrostatik kapiler. Tekanan onkotik dan tekanan intraokular

    diperkirakan memainkan peranan kecil dalam kondisi normal.12

    2.2. Aliran Aqueous

    2.2.1. Anatomi

    1. Anyaman trabekular merupakan saringan seperti struktur di sudut kamera

    okuli anterior dimana sekitar 90% aqueous humor melalui anyaman ini untuk

    meninggalkan mata. Ini terbagi atas tiga yaitu

    a. Anyaman uveal merupakan bagian terdalam yang terdiri dari anyaman

    seperti kabel yang membentang dari akar iris ke garis Schwalbe. Rongga

    intertrabekular relatif besar dan memberikan sedikit resistensi terhadap

    aliran aqueous.12

    b. Anyaman korneosklera membentuk bagian medial yang memanjang dari taji

    sklera ke garis Schwalbe. Anyamannya seperti lembaran dan rongga

    intertrabekular lebih kecil dibanding pada anyaman uvea.12

    c. Anyaman endotel (jukstakanalikular) merupakan bagian terluar trabekulum

    yang menghubungkan anyaman korneosklera dengan endotel dinding dalam

    kanal Schlemm. Jaringan jukstakanalikula memberikan kontribusi besar

    resistensi terhadap aliran aqueous.12

  • 7

    Gambar 2.1. Iris dan Lensa.14

    2. Kanal Schlemm merupakan saluran melingkar di sklera perilimbus yang

    dijembatani oleh septa.12

    Kanal ini terletak di luar anyaman trabekula dan anterior

    taji sklera.15

    Dinding dalam kanal dilapisi oleh sel endotel berbentuk gelendong tidak

    beraturan yang mengandung vakuola besar.12

    Lubang-lubang dan vesikel pinositik di

    membran sel dapat menjadi jalan dari aliran aqueous humor. Area yang memisahkan

    lapisan sel endotel kanal dari anyaman trabekula disebut lapisan kribriform atau

    jaringan jukstakanalikular.15

    Dinding luar kanal dilapisi oleh sel datar licin dan

    mengandung bukaan saluran kolektor yang terhubung secara langsung atau tidak

    langsung dengan vena episklera.12

    Gambar 2.2 Anatomi aliran aqueous. (a) anyaman uveal (b) anyaman korneosklera (c) garis Schwalbe (d) kanal Schlemm (e) saluran penghubung (f) otot longitudinal badan siliar (g) taji

    sklera.12

  • 8

    2.2.2. Fisiologi

    Aqueous mengalir dari kamera okuli posterior melalui pupil ke dalam kamera

    okuli anterior. Terdapat dua jalur utama untuk keluar dari mata, yaitu12

    1. Sekitar 90% aliran aqueous melalui jalur trabekula (konvensional). Aliran

    aqueous melalui trabekulum ke dalam kanal Schlemm dan kemudian dialiri oleh

    pembuluh darah vena episklera. Ini adalah jalur yang sensitif terhadap tekanan

    sehingga dengan peningkatan tekanan kepala akan meningkatkan aliran.12

    2. Jalur uveosklera (tidak konvensional) berperan untuk 10% aliran aqueous.

    Aqueous melewati tubuh siliari ke ruang suprakoroidal dan didrainase oleh sirkulasi

    vena dalam badan siliar, koroid dan sklera. Cairan ini bergerak ke dalam rongga

    suprakoroidalis dan diserap ke dalam vena siliari anterior dan vena vorteks. Sisa

    aqueous bergerak ke lubang anyaman korneosklera yang lebih sempit dan melalui

    jaringan jukstakanalikular dan lapisan endotel ke kanal Schlemm. Dalam bagian

    histologis, banyak sel-sel endotel yang melapisi dinding dalam kanal ditemukan

    mengandung vakuola besar.15

    Aliran uveosklera berkurang dengan pemberian miotik

    dan ditingkatkan dengan atropine, simpatomimetik dan prostaglandin. Sebagian

    aqueous juga mengalir melalui iris.12

    Gambar 2.3.Jalur aliran aqueous. (a)trabekula (b) uveosklera (c)iris.12

  • 9

    Gambar 2.4. Sistem aliran aqueous.

    13

    Gambar 2.5. Bagan aliran aqueous humor.13

    2.3. Glaukoma

    2.3.1. Definisi

    Istilah glaukoma mengacu pada sekelompok penyakit yang memiliki

    karateristik umum neuropati optik bersamaan dengan hilangnya fungsi penglihatan.

    Meskipun tekanan intraokular meningkat merupakan salah satu faktor risiko utama,

    ada atau tidaknya tekanan tinggi tidak memiliki peranan dalam definisi penyakit.

  • 10

    Tiga faktor yang menentukan tekanan intraokular adalah sebagai berikut3

    Tingkat produksi aqueous humor oleh resistensi badan siliar terhadap

    aliran aqueous di trabecular meshwork Schlemms canal system

    Lokasi resistensi tertentu umumnya diduga berada di juxtacanalicular

    meshwork

    Kadar tekanan vena episklera

    Secara tradisional, glaukoma diklasifikasikan menjadi sudut terbuka atau

    tertutup dan menjadi primer dan sekunder. Berdasarkan definisinya, glukoma primer

    tidak terkait dengan gangguan sistemik atau okular diketahui yang menyebabkan

    meningkatnya resistensi terhadap aliran aqueous atau penutupan sudut. Glaukoma

    primer biasanya mempengaruhi kedua mata. Sebaliknya, glaukoma sekunder terkait

    dengan gangguan mata atau sistemik yang bertanggung jawab atas menurunnya aliran

    aqueous. Penyakit yang menyebabkan glaukoma sekunder sering bersifat asimetris

    atau unilateral.3

    Salah satu jenis glaukoma sudut terbuka sekunder yaitu glaukoma fakolitik,

    yang merupakan glaukoma akibat induksi lensa.3 Glaukoma fakolitik merupakan

    glaukoma inflamatori yang disebabkan oleh kebocoran protein lensa melalui kapsul

    katarak matur atau hipermatur.3,5,6

    2.3.2. Epidemiologi

    Glaukoma menjadi penyebab kebutaan yang semakin penting seiring dengan

    bertambahnya populasi dunia. Statistik baru yang dikumpulkan oleh WHO pada tahun

    2002, dan diterbitkan pada edisi Buletin WHO tahun 2004, menunjukkan bahwa

    glaukoma kini menjadi penyebab kedua kebutaan secara global, setelah katarak.

    Bagaimanapun, glaukoma mungkin merupakan sebuah tantangan kesehatan yang lebih

    besar dibandingkan katarak karena kebutaannya bersifat ireversibel.1 Menurut

    Riskesdas (2007) prevalensi nasional glaukoma adalah 0,5% dan prevalensi di

    Indonesia sebesar 4,6 . Prevalensi penyakit ini di Sumatera Utara sebesar 0,6.2

    Glaukoma fakolitik biasanya terjadi pada orang tua. Pasien termuda yang

    pernah dilaporkan berusia 35 tahun. Glaukoma ini juga tidak didapati adanya

    predileksi seksual.9

  • 11

    2.3.3. Etiologi

    Etiologi glaukoma fakolitik adalah9

    Katarak matur (terjadi kekeruhan secara keseluruhan)

    Katarak hipermatur (korteks mencair dan nukleus mengambang secara

    bebas)

    Katarak imatur yang mencair secara fokal (jarang terjadi)

    Lens katarak yang dislokasi dalam vitreus.

    2.3.4. Pafisiologi

    Seiring dengan bertambahnya usia lensa, komposisi protein lensa menjadi

    berubah dengan meningkatkan konsentrasi protein lensa yang berat molekulya tinggi.3

    Ketika kapsul lensa menjadi permeabel untuk zat cair lensa, akan terjadi kebocoran

    sehingga volumenya akan hilang. Kapsul akan menjadi keriput.7 Protein ini dilepaskan

    melalui lubang mikroskopis pada kapsul lensa yang intak. Protein-protein ini memicu

    reaksi inflamasi makrofag. Makrofag yang dibesarkan dengan bahan lensa, menyumbat

    trabecular meshwork, sehingga mengarah ke sudut terbuka glaukoma sekunder.3,6,7,8

    2.3.5. Diagnosis

    Glaukoma ini biasanya memiliki tekanan intraokular yang normal.4 Gambaran

    klinis biasanya terjadi pada seorang pasien tua dengan riwayat penglihatan buruk yang

    memiliki onset nyeri mendadak, hiperemia konjungtiva, dan penglihatan yang semakin

    memburuk.3,16

    Pemeriksaan slit lamp menunjukkan adanya edema kornea mikrosistik,

    kamera okuli anterior mengandung flare hebat tanpa adanya presipitat keratik, sel

    besar (makrofag), agregat material putih, dan partikel yang warna warni. Partikel-

    partikel ini mewakili adanya kalsium oksalat dan kristal kolesterol yang bebas dari

    lensa bersifat katarak yang mengalami degenerasi.9 Dari tonometri didapati adanya

    tekanan intraokular yang meningkat secara nyata.3,9,16

    Selain itu, juga didapati adanya

    sel aqueous yang lebih besar dibandingkan limfosit yang tampak di uveitis. Sel-sel ini

    diperkirakan merupakan makrofag yang membengkak dengan material lentikular

    eosinofilik dimana mereka telah ditelan.3,16,17

    Diagnosis dapat ditegakkan dengan

  • 12

    parasentesis cairan kamera okuli anterior dan pemeriksaan material untuk makrofag

    dengan material lensa.17

    Gambar 2.6. Glaukoma fakolitik. A. menunjukkan adanya katarak Morgagni. B. Makrofag

    yang mengandung material lensa tampak di sudut kamera okuli anterior dan anyaman trabekula.17

    Pada pemeriksaan gonioskopi didapati sudut terbuka.3,16

    Kurangnya presipitat

    keratik membantu membedakan glaukoma fakolitik dari glaukoma fakoantigenik.

    Debris selular dapat dilihat melapisi sudut ruang anterior dan pseudohipopion mungkin

    terjadi.3 Partikel putih besar (gumpalan protein lensa) dapat dilihat di ruang anterior.

    3,16

    Katarak matur atau hipermatur (morgagni) terjadi, sering dengan kerutan dari kapsul

    lensa anterior yang mewakili hilangnya volume dan pelepasan bahan lensa.3

    Gambar 2.7. Glaukoma fakolitik. Manifestasi klinis berupa hyperemia konjungtiva, edema

    kornea mikrositik, katarak matur, dan reaksi ruang anterior yang menonjol, seperti yang

    ditunjukkan dalam gambar. Perhatikan protein lensa berkumpul di endothelium dan berlapis di

    sudut, membentuk pseudohipopion.2

  • 13

    Gambar 2.8. Karakteristik katarak hipermatur dengan kerutan kapsul lensa anterior, yang

    terjadi akibat hilangnya volume korteks. Sinekia posterior ekstensif terjadi, membuktikan

    adanya inflamasi sebelumnya.2

    Gambar 2.9 Hipopion dalam glaukoma fakolitik.

    18

    2.3.6. Diferensial Diagnosis

    Glaukoma fakolitik tidak memiliki presipitat keratik, yang tidak serupa dengan

    glaukoma uveitis (seperti yang terlihat di glaukoma fakoanafilaktik).3,9

    Pada glaukoma

    fakolitik juga didapati adanya bercak berwarna putih di kapsul anterior lensa. Ini juga

    membedakannya dengan glaukoma yang diinduksi lensa lainnya (seperti lens particle

    glaucoma, glaukoma fakoanafilaktik), dimana kapsul lensanya intak.9

    2.3.7. Penatalaksanaan

    Terapi awal glaukoma fakolitik difokuskan pada penurunan akut tekanan

    intraokular menggunakan kombinasi agen menurunkan tekanan intraokular topikal dan

    sistemik.9,19

    Selain itu terapi juga diperlukan untuk meredakan reaksi inflamasi akut.19

    Steroid topikal juga dapat memfasilitasi penurunan tekanan intraokular dan

    mengurangi rasa sakit. Terapi medis hanya merupakan tindakan sementara sampai

  • 14

    operasi katarak dapat dijadwalkan. Beberapa penggunaan beta bloker topikal, alfa-

    adrenergik 2 topikal, karbonik anhidrase inhibitor topikal, dan kortikosteroid topikal

    harus dimulai bila sudah terdapat gejala klinis. Tekanan intraokular harus diukur ulang

    30 menit sampai 1 jam. Jika tekanan intraokular sangat tinggi atau tidak respon

    terhadap obat topikal awal, karbonik anhidrase inhibitor sistemik dan agen osmotik

    juga harus diberikan. Prostaglandin analog mungkin tidak terlalu berguna untuk

    pengobatan glaukoma fakolitik karena onset kerjanya lambat dan risiko eksaserbasi

    inflamasi intraokular.9

    Beta bloker menurunkan produksi aqueous humor oleh epitel iliari, sehingga

    menurunkan tekanan intraokular. Beta bloker ini menurunkan pembentukan aqueous

    sebesar 24-48%. Selain itu, juga dapat menurunkan kardiak output, frekuensi jantug

    dan tekanan darah, menghambat reseptor beta adrenergik di bronkus dan bronkiolus,

    dan memiliki sedikit atau tidak ada efek pada ukuran pupil dan akomodasi.20

    Contohnya timolol maleat 0,25-0,5%, levobunolol (beta bloker nonselektif), karteolol

    (nonselektif), dan betaxolol (selekif reseptor beta-1 adrenergik).9,20

    Agen alfa2 adrenergik yang merupakan inhibitor poten produksi aqueous

    dengan menurunkan sebesar 35-40%. Selain itu, juga dapat meningkatkan aliran

    uveosklera.20

    Contohnya brimonide tartrat 0,2% dan apraklonidin.9,20

    Karbonik anhidrase merupakan sulfonamide nonbakteriostatik yang

    menghambat enzim karbonik anhidrase (seperti dorzolamid, brinzolamid topikal,

    metazolamid sistemik, dan asetazolamid). Kerjanya adalah dengan menurunkan

    kecepatan produksi aqueous humor. Dorzolamide 2% diberikan secara topikal. Inhibisi

    karbonik anhidrase di prosesus siliari menurunkan sekresi aqueous humor,

    kemungkinan dengan menurunkan pembentukan ion bikarbonat dengan reduksi

    transpor sodium dan cairan. Asetazolamid digunakan untuk pengobatan tambahan

    glaukoma. Obat ini dapat menurunkan produksi aqueous humor sebesar 20-40% tanva

    adanya perubahan signifikan pada fasilitas aliran. Efek maksimal tampak 2-4 jam

    setelah administrasi oral dan 10-15 menit setelah administrasi intravena.9,20

    Meskipun obat untuk mengontrol tekanan intraokular harus segera digunakan,

    terapi definitif memerlukan ekstraksi katarak.3,9,18

    Ekstraksi katarak ekstrakapsular

  • 15

    (misalnya fakoemulsifikasi) dengan implan lensa intraokular telah banyak digantikan

    oleh ekstrasi katarak intrakapsular sebagai prosedur pilihan.9

    2.3.8. Komplikasi

    Pasien dapat kehilangan penglihatannya bila tidak diobati dan/ atau terjadi

    edema kornea yang persisten. Komplikasi operasi, seperti perdarahan suprakoroid,

    ruptur kapsular dengan hilangnya material lensa ke dalam segmen posterior, luka di

    kornea, dan terjadi prolapsus vitreus.9

    2.3.9. Prognosis

    Prognosisnya baik pada kebanyakan pasien yang mengalami perbaikan

    penglihatan setelah dilakukan ekstraksi katarak. Namun, pengobatan yang terlambat

    dapat menyebabkan prognosis yang buruk. Pasien dengan glaukoma fakolitik memiliki

    prognosis buruk dibandingkan pasien dengan glaukoma fakomorfik.9

  • 16

    BAB 3

    KESIMPULAN

    Istilah glaukoma mengacu pada sekelompok penyakit yang memiliki

    karateristik umum neuropati optik bersamaan dengan hilangnya fungsi penglihatan.

    Meskipun tekanan intraokular meningkat merupakan salah satu faktor risiko utama,

    ada atau tidaknya tekanan tinggi tidak memiliki peranan dalam definisi penyakit.

    Secara tradisional, glaukoma diklasifikasikan menjadi sudut terbuka atau tertutup dan

    menjadi primer dan sekunder.

    Salah satu jenis glaukoma sudut terbuka sekunder yaitu glaukoma fakolitik,

    yang merupakan glaukoma akibat induksi lensa. Glaukoma fakolitik merupakan

    glaukoma inflamatori yang disebabkan oleh kebocoran protein lensa melalui kapsul

    katarak matur atau hipermatur. Glaukoma ini biasanya memiliki tekanan intraokular

    yang normal. Seiring dengan bertambahnya usia lensa, komposisi protein lensa

    menjadi berubah dengan meningkatkan konsentrasi protein lensa yang berat molekulya

    tinggi. Ketika kapsul lensa menjadi permeabel untuk zat cair lensa, akan terjadi

    kebocoran sehingga volumenya akan hilang. Kapsul akan menjadi keriput. Protein ini

    dilepaskan melalui lubang mikroskopis pada kapsul lensa yang intak. Protein-protein

    ini memicu reaksi inflamasi makrofag. Makrofag yang dibesarkan dengan bahan lensa,

    menyumbat trabecular meshwork, sehingga mengarah ke sudut terbuka glaukoma

    sekunder.

    Gambaran klinis biasanya terjadi pada seorang pasien tua dengan riwayat

    penglihatan buruk yang memiliki onset nyeri mendadak, hiperemia konjungtiva, dan

    penglihatan yang semakin memburuk. Pemeriksaan menunjukkan adanya tekanan

    intraokular yang meningkat secara nyata, edema kornea mikrosistik, sel menonjol dan

    reaksi flare tanpa adanya presipitat keratik dan sudut ruang anterior terbuka.

    Kurangnya presipitat keratik membantu membedakan glaukoma fakolitik dari

    glaukoma fakoantigenik. Debris selular dapat dilihat melapisi sudut ruang anterior dan

    pseudohipopion mungkin terjadi. Partikel putih besar (gumpalan protein lensa) dapat

    dilihat di ruang anterior. Katarak matur atau hipermatur (morgagni) terjadi, sering

  • 17

    dengan kerutan dari kapsul lensa anterior yang mewakili hilangnya volume dan

    pelepasan bahan lensa.

    Terapi awal glaukoma fakolitik difokuskan pada penurunan akut tekanan

    intraokular menggunakan kombinasi agen menurunkan tekanan intraokular topikal dan

    sistemik. Steroid topikal juga dapat memfasilitasi penurunan tekanan intraokular dan

    mengurangi rasa sakit. Terapi medis hanya merupakan tindakan sementara sampai

    operasi katarak dapat dijadwalkan. Meskipun obat untuk mengontrol tekanan

    intraokular harus segera digunakan, terapi definitif memerlukan ekstraksi katarak.

    Ekstraksi katarak ekstrakapsular (misalnya fakoemulsifikasi) dengan implant lensa

    intraokular telah banyak digantikan oleh ekstrasi katarak intrakapsular sebagai

    prosedur pilihan.

  • 18

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Kingman, S. 2004. Glaucoma is Second Leading Cause of Blindness

    Globally. Bulletin of the World Health Organization 82(11) 811-90.

    2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan,

    Republik Indonesia. 2008. Laporan Nasional 2007 Riset Kesehatan Dasar

    2007. Depkes RI. pXIV-V 117-8.

    3. American Academy of Opthalmology. 2012. Basic and Clinical Science

    Course Section 10 Glaucoma. p3-5,108-9.

    4. Eva, P.R., Whitcher, J.P. 2007. Chapter 11 Glaucoma. In Vaughn &

    Asburys General Ophthalmology 17th Edition. Mc Graw Hill- Lange.

    5. Forster, D.J. 2009. Part 7 Uveitis and Other Intraocular Inflammations

    Section 7 Traumatic Uveitis 7.18 Phacogenic Uveitis. In Yanoff, M.,

    Duker, J.S. Opthalmology 3rd

    Edition. China Mosby Elsevier. p857.

    6. Wagner, P. Lang, G.K. 2000. Chapter 10 Glaucoma. In: Lang,G.K.

    Opthalmology A Short Textbook. New York: Thieme. p271

    7. Lang, G.K. 2000. Chapter 7 Lens. In: Lang,G.K. Opthalmology A Short

    Textbook. New York: Thieme. p165-8,79.

    8. Howes, F.W. Part 5 The Lens 5.4. Indications for Lens Surgery/

    Indications for Application of Different Lens Surgery Techniques. In

    Yanoff, M., Duker, J.S. Opthalmology 3rd

    Edition. China Mosby Elsevier.

    p424-5.

    9. Yi, K. 2011. Phacolytic Glaucoma. Available from

    http://emedicine.medscape.com/article/1204814-overview#showall.

    [Accessed 4th

    November 2012].

    10. Remington, A. 2005. Chapter 1 Visual System. In: Clinical Anatomy of

    the Visual System. USA: Elsevier Inc p1.

    11. Remington, A. 2005. Chapter 3 Uvea. In: Clinical Anatomy of the Visual

    System. USA: Elsevier Inc p34-49.

  • 19

    12. Kanski, J.J. 2007. Chapter 13 Glaucoma. In Clinical Ophthalmology A

    Systematic Approach 6th

    Edition. Philadelphia Butterworth Heinemann

    Elsevier. P372-4.

    13. Khurana, A.K. 2003. Chapter 9 Glaucoma. In Comprehensive

    Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi New Age International (P)

    Ltd. p206-8.

    14. Schlote, T., Rohrbach, J., Grueb, M., Mielke, J. 2006. Chapter 1 Anatomy.

    In Pocket Atlas of Ophthalmology. NewYork Thieme. p7.

    15. Remington, A. 2005. Chapter 6 Aqueous and Vitreus Chambers. In:

    Clinical Anatomy of the Visual System. USA: Elsevier Inc p103-9.

    16. Papaconstantinou, D. et al. 2009. Lens-induced Glaucoma in the Elderly.

    Clinical Interventions in Aging 4 331-6.

    17. Rao, N.A., See, R.F. 2006. Chapter 41 Lens-Induced Uveitis and Related

    Intraocular Inflammations. In Duanes Ophthalmology on CD-ROM.

    Lippincott Williams & Wilkins. Available from

    http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v4/v4c041.

    html#phacot. [Accessed 8th

    November 2012].

    18. Gressel, M.G. 2006. Chapter 54A Lens-Related Glaucomas. In Duanes

    Ophthalmology on CD-ROM. Lippincott Williams & Wilkins. Available

    from http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v3

    /v3c054a.html. [Accessed 8th

    November 2012].

    19. Anonimous. 2004. Phacolytic Glaucoma. In Handbook on Ocular Disease

    Management. Available from http://cms.revoptom.com/handbook

    /March_2004/sec4_2.htm. [Accessed 8th November 2012].

    20. Graham, R.H. 2012. Phacoanaphylaxis. Available from http://emedicine

    .medscape.com/article/1211403-overview#showall. [Accessed 8th

    November 2012].