134

10
Mulawarman Scientifie, Volume 11, Nomor 1, April 2012 ISSN 1412-498X FMIPA Universitas Mulawarman 19 ADSORPSI FENOL OLEH ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Adsorption Phenol by Activated Carbon from Jatropha curcas L. Teguh Wirawan Jurusan Kimia FMIPA Universitas Mulawarman Jl. Barong Tongkok No.4 Tel. (0541) 749152 Fax (0541) 749140 Samarinda 75123 ABSTRAK. Telah dilakukan penelitian tentang Adsorpsi Fenol oleh Arang Aktif dari Tempurung Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Adsorpsi dilakukan dengan metode bath. Proses aktifasi arang aktif dilakukan secara fisik. Data dari variasi konsentrasi digunakan untuk menentuakan kapasitas adsorpsi maksimum dengan menggunakan persamaan isoterm freundlich. Penentuan konsentrasi fenol terlarut menggunakan spektrofotometer VU-Vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorpsi fenol oleh arang aktif tempurung biji jarak pagar (Jatropha curcas L) memiliki pH optimum 2 dengan waktu optimum 60 menit dan kapasitas adsorpsi maksimum 1,0212 mg/g. Kata kunci : fenol, adsorpsi, arang aktif, jarak pagar PENDAHULUAN Fenol dikenal juga sebagai monohidroksibenzena, merupakan kristal putih yang larut dalam air pada temperatur kamar. Dalam bentuk larutan dikenal sebagai asam karbolat. Di dalam rumah tangga, fenol banyak digunakan sebagai zat pembersih, deodoran, dan desinfektan (Goldfrank, 1990). Selain itu fenol banyak juga digunakan dalam beberapa industri, sehingga sangat potensial untuk terbuang ke lingkungan air. Kehadiran fenol di dalam lingkungan air dapat menyebabkan masalah yang serius, sebab mutagen dapat terbentuk dengan klorinasi air. Bermacam-macam klorofenol dapat terbentuk antara fenol dengan klorin, diantaranya adalah 2,4-diklorofenol, 2,6- diklorofenol, dan 2,4,6-triklorofenol. Senyawa 2,4-diklorofenol dicurigai dapat mengganggu kelenjar endokrin dan 2,4,6-triklorofenol bersifat karsiogenik terhadap manusia. Kehadiran 2,4-diklorofenol dan 2,6-diklorofenol dapat menyebabkan bau dan rasa dalam air (Nukatsuka dkk., 2000). Fenol masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, oral, dan kulit. Karena fenol volatilitasnya rendah, maka penyerapannya sebagian besar melalui oral dan kulit. Jika fenol diserap dalam sistem gastrointerestinal, dengan cepat fenol dikeluarkan melalui urine sebagai fenol bebas atau konjugasi fenol. Arang aktif telah banyak digunakan untuk mengadsorpsi logam berat, diantaranya untuk mengadsorpsi tembaga (Aliatun dkk, 2004), kadmium (Tilaki dan Ali, 2003), dan alumunium (Sigh dkk, 2006). Arang aktif juga dapat digunakan untuk menurunkan COD (Aluyor dan Badmus, 2008; Amuda dan Ibrahim, 2006), amonia (Bernaard dkk, 2001), pestisida (Hotton dkk, 2011), dan zat warna (Nwabanne dan Mordi, 2009; Ullhyan dan Ghosh, 2012). Beberapa penelitian telah dilakukan membuat karbon aktif

Upload: tazqi

Post on 11-Dec-2014

47 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

caCsV

TRANSCRIPT

Page 1: 134

Mulawarman Scientifie, Volume 11, Nomor 1, April 2012 ISSN 1412-498X

FMIPA Universitas Mulawarman

19

ADSORPSI FENOL OLEH ARANG AKTIF DARI TEMPURUNG BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

Adsorption Phenol by Activated Carbon from Jatropha curcas L.

Teguh Wirawan

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Mulawarman Jl. Barong Tongkok No.4 Tel. (0541) 749152 Fax (0541) 749140 Samarinda 75123

ABSTRAK. Telah dilakukan penelitian tentang Adsorpsi Fenol oleh Arang Aktif dari Tempurung Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Adsorpsi dilakukan dengan metode bath. Proses aktifasi arang aktif dilakukan secara fisik. Data dari variasi konsentrasi digunakan untuk menentuakan kapasitas adsorpsi maksimum dengan menggunakan persamaan isoterm freundlich. Penentuan konsentrasi fenol terlarut menggunakan spektrofotometer VU-Vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorpsi fenol oleh arang aktif tempurung biji jarak pagar (Jatropha curcas L) memiliki pH optimum 2 dengan waktu optimum 60 menit dan kapasitas adsorpsi maksimum 1,0212 mg/g.

Kata kunci : fenol, adsorpsi, arang aktif, jarak pagar

PENDAHULUAN Fenol dikenal juga sebagai monohidroksibenzena, merupakan kristal putih yang

larut dalam air pada temperatur kamar. Dalam bentuk larutan dikenal sebagai asam karbolat. Di dalam rumah tangga, fenol banyak digunakan sebagai zat pembersih, deodoran, dan desinfektan (Goldfrank, 1990). Selain itu fenol banyak juga digunakan dalam beberapa industri, sehingga sangat potensial untuk terbuang ke lingkungan air.

Kehadiran fenol di dalam lingkungan air dapat menyebabkan masalah yang serius, sebab mutagen dapat terbentuk dengan klorinasi air. Bermacam-macam klorofenol dapat terbentuk antara fenol dengan klorin, diantaranya adalah 2,4-diklorofenol, 2,6-diklorofenol, dan 2,4,6-triklorofenol. Senyawa 2,4-diklorofenol dicurigai dapat mengganggu kelenjar endokrin dan 2,4,6-triklorofenol bersifat karsiogenik terhadap manusia. Kehadiran 2,4-diklorofenol dan 2,6-diklorofenol dapat menyebabkan bau dan rasa dalam air (Nukatsuka dkk., 2000).

Fenol masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, oral, dan kulit. Karena fenol volatilitasnya rendah, maka penyerapannya sebagian besar melalui oral dan kulit. Jika fenol diserap dalam sistem gastrointerestinal, dengan cepat fenol dikeluarkan melalui urine sebagai fenol bebas atau konjugasi fenol.

Arang aktif telah banyak digunakan untuk mengadsorpsi logam berat, diantaranya untuk mengadsorpsi tembaga (Aliatun dkk, 2004), kadmium (Tilaki dan Ali, 2003), dan alumunium (Sigh dkk, 2006). Arang aktif juga dapat digunakan untuk menurunkan COD (Aluyor dan Badmus, 2008; Amuda dan Ibrahim, 2006), amonia (Bernaard dkk, 2001), pestisida (Hotton dkk, 2011), dan zat warna (Nwabanne dan Mordi, 2009; Ullhyan dan Ghosh, 2012). Beberapa penelitian telah dilakukan membuat karbon aktif

Page 2: 134

Teguh Wirawan Adsorpso Fenol Oleh Arang Aktif Dari Tempurung Biji Jarak Pagar

FMIPA Universitas Mulawarman 20

dari beberapa bagian tanaman seperti yang telah dilakukan Kawasaki dkk. (2006), Kadirvelu dan Namas (2003) membuat arang aktif dari tempurung kelapa, Catur (2002) membuat arang aktif dari tempurung kelapa sawit. Wirawan dan Lestari (2008), Maharani (2008) dan Widodo (2008) membuat arang aktif dari tempurung jarak pagar.

Produksi biji kering jarak pagar (Jatropha curcas L) per hektar dalam satu tahun adalah sekitar 5 ton (Mahmud, 2006). Sedangkan tanah tandus yang ada di Indonesia yang dapat di tanami jarak pagar sekitar 13 juta hektar (Anonim, 2007). Jika semuanya sudah bisa dimanfaatkan secara sempurna maka diperkirakan limbah tempurung jarak pagar (Jatropha curcas L) sekitar 22,55 juta ton dalam satu tahun. Dalam penelitian ini digunakan arang aktif dari tempurung jarak pagar (Jatropha curcas L). Tempurung jarak pagar adalah salah satu bagian dari biji jarak tidak dimanfaatkan untuk memproduksi minyak jarak (Jatropha oil). Kandungan tempurung pada biji jarak pagar adalah sekitar 35-42 %. Tempurung biji jarak pagar banyak mengandung karbon sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan arang aktif (Hambali, dkk., 2006).

Sejalan dengan usaha untuk mendapatkan karbon aktif sebagai adsorben fenol, maka dilakukan penelitian tentang pemanfaatan tempurung biji jarak pagar (Jatropha curcas L) sebagai adsorben untuk fenol.

Arang Aktif

Arang aktif merupakan material mikropori yang digunakan secara luas dalam penggunaan komersial sebagai adsorben untuk penghilangan polutan gas dan cairan, serta banyak dalam aplikasi lainnya. Arang aktif dihasilkan dari beberapa material yang kaya akan karbon seperti kayu, batubara, lignin, dan tempurung kelapa. Fenomena adsorpsi dari arang aktif adalah luas pori pada permukaan yang besar.

Gambar 1. Skematik dari beberapa gugus fungsional asidik pada arang aktif

Arang aktif selalu diassosiasikan dengan jumlah yang cukup besar dari gugus

fungsional heteroatom seperti oksigen, hidrogen, sulfur, dan nitrogen.Dalam matrik arang aktif, oksigen yang paling dominan membentuk gugus fungsional seperti karbonil, karboksil, hidroksil, lakton, kuinon, dan lainnya. Sifat adsorpsi yang khas dari arang aktif secara signifikan dipengaruhi oleh gugus fungsi tersebut (Bansal dan Goyal, 2005).

Page 3: 134

Mulawarman Scientifie, Volume 11, Nomor 1, April 2012 ISSN 1412-498X

FMIPA Universitas Mulawarman

21

Arang biasa dipergunakan sebagai bahan bakar. Penggunaan arang lebih menguntungkan dibanding kayu bakar karena arang memberikan kalor pembakaran yang lebih tinggi dan asap yang lebih sedikit (Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri, 2001). Selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben. Arang aktif merupakan suatu padatan berpori, yang sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Daya adsorpsi ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktivasi dengan aktivator bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi.

Arang aktif dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram dan ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai adsorben. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan (Meilita dan Tuti, 2003). Adsorpsi

Adsorpsi adalah molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair, mempunyai gaya adsorpsi.

Pada adsorpsi gas di permukaan zat padat, terjadi kesetimbangan antara gas yang terjerap dengan gas sisa. Daya jerap zat padat terhadap gas tergantung dari jenis adsorben, jenis gas, luas permukaan adsorben, temperatur gas dan tekanan gas. Makin luas permukaan adsorben, makin banyak gas yang dapat diserap. Luas permukaan sukar ditentukan, hingga biasanya daya jerap dihitung tiap satuan massa adsorben (Sukardjo, 2002).

Isoterm paling sederhana, didasarkan pada asumsi bahwa setiap tempat adsorpsi adalah ekuivalen dan kemampuan partikel untuk terikat di tempat itu tidak tergantung pada ditempati atau tidaknya tempat yang berdekatan (Atkins, 1994)

Menurut Oscik, (1982) penentuan kapasitas zat cair dalam zat padat dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan Langmuir sebagai berikut :

1

Kc

bKcm

+=

Dimana K adalah afinitas adsorpsi dan b adalah kapasitas adsorpsi, persamaan di atas dapat dijabarkan menjadi bentuk persamaan garis lurus.

cbbKm

ccbKbm

11

1

111

+=

+=

Page 4: 134

Teguh Wirawan Adsorpso Fenol Oleh Arang Aktif Dari Tempurung Biji Jarak Pagar

FMIPA Universitas Mulawarman 22

Bila data memenuhi persamaan Langmuir, maka grafik hubungan antara m

c dengan c

memberikan garis lurus, demikian juga dengan membuat plot m

1terhadap

c

1, maka harga

K dan b dapat dihitung dari slope dan intersept grafik. Beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu (Meilita T.S dan

Tuti S.S, 2003) : a. Sifat Adsorben Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang sebagian

besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing berikatan secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar. Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Jumlah atau dosisi arang aktif yang digunakan juga diperhatikan. Untuk itu dapat digunakan persamaan Freundlich, yaitu :

Persamaan ini menghubungkan kapasitas adsorpsi persatuan berat karbon (x/m) dengan konsentrasi serapan yang tersisa dalam larutan (C) pada keadaan setimbang. Dalam hal ini, dilakukan percobaan peramaan terhadap sederet sampel dengan menggunakan berat arang aktif yang berbeda, dimana waktu dan temperatur dibuat tetap untuk semua perlakuan.

b. Sifat Serapan Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif tetapi kemampuan untuk

mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari struktur yang sama. Adsorpsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.

c. Temperatur Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk menyelidikin temperatur pada saat

berlangsungnya proses. Karena tidak ada peraturan umum yang bias diberikan mengenai temperatur yang digunakan dalam adsorpsi. Faktor yang mempenggaruhi temperatur proses adsorpsi adalah vikositas dan stabilitas thermal senyawa serapan. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih kecil.

d. pH (Derajat Keasaman) Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan

penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.

Page 5: 134

Mulawarman Scientifie, Volume 11, Nomor 1, April 2012 ISSN 1412-498X

FMIPA Universitas Mulawarman

23

e. Waktu Kontak Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk mencapai

kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan jumlah arang yang digunakan. Selain ditentukan oleh dosis arang aktif, pengadukan juga mempengaruhi waktu kontak. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel arang aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang mempunyai vikositas tinggi dibutuhkan waktu kontak yang lebih lama.

Adsorpsi ada dua jenis, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Pada adsorpsi fisika, adsorpsi disebabkan oleh gaya Van der Waals yang ada pada permukaan adsorben. Sedangkan pada adsorpsi kimia, terjadi reaksi antara zat yang diserap dan adsorben (Sukardjo, 1990). METODE Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan kaca, shaker, ayakan 50 mesh, oven, tanur, pH-meter, dan spektrofotometer serapan atom. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan tempurung jarak pagar dan zat kimia dengan kualitas pro analisis (merck) fenol, NaOH, HCl, dan HNO3. Cara Kerja 1. Pembuatan arang aktif tempurung jarak pagar (Jatropha curcas L).

Tempurung jarak pagar dibakar di dalam tanur pada suhu 300OC selama 1/2 jam. Didiamkan arang tempurung jarak pagar pada suhu kamar selama 24 jam dalam desikator. Arang tempurung jarak pagar digiling atau dihaluskan sehingga ukurannya lolos pada ayakan 50 Mesh. arang aktif diaktifasi secara fisik dengan cara dikeringkan pada suhu 110oC selama 24 jam. 2. Pengukuran kadar fenol dengan metode amino antipirin

Diambil 100 mL sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL,diatur pH menjadi 7,9 ± 0,1 dengan penambahan larutan penyangga fosfat, ditambahkan 1 mL larutan aminoantipirin sambil diaduk, ditambahkan 1 mL larutan kalium ferisianida sambil diaduk, diamkan selama 15 menit, kemudian dimasukkan ke dalam cuvet pada alat spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm. 3. Penentuan pengaruh pH terhadap adsorpsi fenol

Dipipet 25 mL larutan fenol 1 mg/L, diatur pH larutannya menjadi 1 dengan menambahkan HCl 0,1 N, dimasukkan ke dalam botol 100 mL yang telah berisi 1 g arang aktif, kemudian diletakkan dalam shaker dan dihidupkan selama 60 menit. Disaring dan filtratnya diukur kadar fenol dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Diulangi langkah di atas dengan variasi pH 2, 3, 4, 5 dan 6

4. Penentuan pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi fenol

Dipipet 25 mL larutan fenol 1 mg/L, diatur pH larutannya pada pH optimum dengan menambahkan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N, dimasukkan ke dalam botol 100 mL yang telah berisi 1 g arang aktif, kemudian diletakkan dalam shaker dan dihidupkan

Page 6: 134

Teguh Wirawan Adsorpso Fenol Oleh Arang Aktif Dari Tempurung Biji Jarak Pagar

FMIPA Universitas Mulawarman 24

selama 15 menit. Disaring dan filtratnya diukur kadar fenol dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Diulangi langkah di atas dengan variasi waktu kontak 30, 45, 60, dan 90 menit.

5. Penentuan pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi fenol

Dipipet 25 mL larutan fenol 1 mg/L, diatur pH larutannya pada pH optimum dengan menambahkan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N, dimasukkan ke dalam botol 100 mL yang telah berisi 1 g arang aktif, kemudian diletakkan dalam shaker dan dihidupkan selama waktu optimum. Disaring dan filtratnya diukur kadar fenol dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Diulangi langkah di atas dengan variasi konsentrasi fenol 2, 3, 4, dan 5 mg/L. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pH

Gambar 1 menunjukkan bahwa adsorpsi fenol sangat dipengaruhi oleh pH larutan. Adsorpsi fenol meningkat pada daerah pH 1 sebesar 0,497 atau 49,7% dan 2 sebesar 0,552 mg/L atau 55,2%, dimana adsorpsi maksimum terjadi pada pH 2. Adsorpsi terus menurun hingga batas pH 6 sebesar 0,253 atau 25,3%. Dari grafik terlihat kisaran pH 1 sampai 3 berlangsung dengan baik.

Gambar 1. Grafik pengaruh pH terhadap adsorpsi fenol oleh arang aktif tempurung biji jarak pagar

Pada pH 1 jumlah proton (H+) akan lebih besar dibanding pH 2, tetapi pada pH 1

tidak terjadi adsorpsi fenol yang maksimal. Pada pH 2, interaksi antara fenol dengan arang aktif terjadi dengan baik, dapat dikatakan pula pada pH 2 ini terjadi adsorpsi maksimum, besar dimana kemampuan karbon aktif untuk membentuk muatan positif menjadi besar, sehingga adsorpsi yang terjadi menjadi lebih maksimum. Sedangkan pada kondisi diatas pH 2, proses adsorpsi menurun dikarenakan jumlah proton (H+)

Page 7: 134

Mulawarman Scientifie, Volume 11, Nomor 1, April 2012 ISSN 1412-498X

FMIPA Universitas Mulawarman

25

dalam larutan mulai berkurang sehingga kemampuan karbon aktif untuk membentuk muatan positif menjadi lebih kecil, sehingga adsorpsi yang terjadi menjadi lebih sedikit (Nursanti, 2004). Dapat dikatakan pula pada pH 4 sampai pH 6 terjadi penurunan daya adsorpsi arang aktif terhadap fenol. Hal ini dimungkinkan karena pada pH tinggi, konsentrasi ion H+ dalam larutan akan berkurang dan sebaliknya konsentrasi ion OH- akan semakin meningkat sehingga memungkinkan proses penjerapan fenol oleh arang aktif berkurang.

Pengaruh waktu kontak

Dalam penelitian ini semakin lama waktu yang digunakan adsorben (arang aktif) semakin besar pula konsentrasi fenol yang teradsorbsi. Hal ini dikarenakan semakin lama arang aktif melakukan kontak dengan fenol maka semakin besar pula kemungkinan sisi aktif (active site) dari arang aktif untuk berikatan secara kovalen dengan fenol. Kondisi ini akan terus berlanjut hingga mencapai kondisi jenuh dimana arang aktif tidak dapat mengikat fenol lagi.

Gambar 2 Grafik pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi fenol oleh arang aktif

tempurung biji jarak pagar Dalam percobaan adsorpsi fenol oleh arang aktif ini, dari gambar 3 terlihat bahwa dari kisaran waktu 15 menit hingga 60 menit konsentrasi fenol yang teradsorpsi meningkat tajam, namun pada perlakuan selanjutnya (waktu 90 menit), fenol yang teradsorpsi tidak menunjukkan peningkatan berarti sehingga grafik terlihat hampir konstan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa waktu optimum yang dicapai dalam percobaan ini adalah 60 menit dimana setelah waktu 60 menit tersebut konsentrasi fenol yang teradsorpsi tidak menunjukkan peningkatan yang berarti (jenuh) hal ini dikarenakan sisi aktif (active site) dari arang aktif untuk berikatan secara kovalen dengan fenol mencapai kondisi jenuh dimana arang aktif tidak dapat mengikat fenol lagi. Berbeda dalam adsorpsi fenol oleh arang aktif dimana keadaan jenuh dicapai saat semua pori-pori arang aktif telah dipenuhi oleh fenol,

Page 8: 134

Teguh Wirawan Adsorpso Fenol Oleh Arang Aktif Dari Tempurung Biji Jarak Pagar

FMIPA Universitas Mulawarman 26

dalam percobaan ini kondisi jenuh dicapai karena adanya batasan katersediaan ruang (sterik) dari arang aktif terhadap fenol. Pengaruh konsentrasi fenol

Dari Gambar 3 diperoleh hasil bahwa pada konsentrasi awal fenol 1 mg/L hingga 3 mg/L mengalami peningkatan yang tajam dibanding dengan 4 mg/L dan 5 mg/L. Pada kondisi dimana zat yang teradsorpsi sudah tidak menunjukkan peningkatan yang tidak berarti lagi (kondisi sudah jenuh) maka dapat dikatakan sebagai kondisi optimum (Majid, 2003) dan pada percobaan ini didapat kondisi optimum adalah pada konsentrasi awal fenol sebesar 4 mg/L. Hal ini dimungkinkan karena pada konsentrasi ini ion H+ dalam larutan akan bertambah dan sebaliknya konsentrasi ion OH- akan semakin menurun sehingga memungkinkan proses penjerapan fenol oleh arang aktif bertambah. Dapat pula dikatakan dalam adsorpsi fenol oleh arang aktif dimana keadaan jenuh dicapai saat semua pori-pori arang aktif telah dipenuhi oleh fenol, dalam percobaan ini kondisi jenuh dicapai karena adanya batasan katersediaan ruang (sterik) dari arang aktif terhadap fenol.

Gambar 3. Grafik pengaruh konsentrasi awal terhadap adsorpsi fenol oleh arang aktif

tempurung biji jarak pagar Kapasitas adsorpsi maksimum

Adapun dari perhitungan dengan menggunakan persamaan Freundlich, seperti ditunjukkan pada Gambar 4, diperoleh harga kapasitas adsorpsi maksimum 1,0212 mg/g.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: a) Kenaikan pH menaikkan adsorpsi fenol, pH yang optimum adalah 2. b) Kenaikan waktu kontak menaikkan adsorpsi fenol, waktu kontak optimum

adalah 60 menit. c) Kapasitas adsorpsi maksimum tembaga adalah 1,0212 mg/g.

Page 9: 134

Mulawarman Scientifie, Volume 11, Nomor 1, April 2012 ISSN 1412-498X

FMIPA Universitas Mulawarman

27

Gambar 4. Kurva linieritas isotherm freundlich DAFTAR PUSTAKA Aliatun, E. Wahyuni, S., dan Rachmawaty, A., 2004, Perolehan kembali Cu dari

Limbah Elektroplating dengan Menggunakan Reaktor Unggun Terfluidasi, Infomatek, (6): 27-37

Aluyor, E.U. dan and Badmus, O.A.M., 2008, COD removal from industrial wastewater using activated carbon prepared from animal horns, African Journal of Biotechnology, (7): 3887-3891

Amuda O.S. and Ibrahim A.O., 2006, Industrial wastewater treatment using natural material as adsorbent, African Journal of Biotechnology, (5): 1483-1487

Atkins, 1994. Kimia Fisika. Jilid 2. Jakarta. Erlangga. Bansal, R.C., dan Gosal, M., 2005, Activated Carbon Adsorption, Taylor & Francis,

New York Bernard, R, Ahmed, O.H., dan Ab Majid, N. M., 2001, Utilization of activated carbon

produced from Sago hampas (Metroxylon sagu) to reduce ammonia loss from urea, International Journal of the Physical Sciences, (6):6140-6146

Catur, 2002, Pengaruh Ekstrak Biji Kelor (Moringa oliefera) dan Arang Aktif Cangkang Kelapa Sawit (Elaeis quinensis Jack) Terhadap Perubahan Sifat Fisika, Kimia dan Mikrobiologi Pada Air Baku, Skripsi Sarjana Fahutan. Universitas Mulwarman

Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri. 2001. Arang Tempurung Kelapa. www.digilib.brawijaya.ac.id.19 Mei 2006.

Goldfrank, L. R., 1990, Toxicologic Emergencies, fourth editions, Prentice-Hall International Inc., New York

Hambali, E., Suryani., Dadang., Haryadi., Hanafi, H., Reksowardojo., Rifai, M., Ihsanur., Suryadarma, P., Tejitrosemito, S., Soerawidjaja., Prawitasari, T., Prakoso, T.,

Page 10: 134

Teguh Wirawan Adsorpso Fenol Oleh Arang Aktif Dari Tempurung Biji Jarak Pagar

FMIPA Universitas Mulawarman 28

Purnama,W. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Depok. Penebar Swadaya.

Hotton, A.J., Barminas, J.T., dan Osemeahon, S.A., 2011, Studies on the adsorption efficiency of activated carbon for pesticide vapour, African Journal of Pure and Applied Chemistry , (5): 466-473

Kadirvilu, K., dan Namas, 2003, Activated Carbon from Coconut Cirpith as Metal Adsorbent. Adsorption of Cd(II) from Aquoeus Solutions, Adv. Environ. Res., (7): 471-478

Kawasaki, N., Bun-ei, R., Ogah, F., Nakamura, T., Tanei, S., dan Tanada, S., 2006, Water Treadment Technology Using carbonaceus Material produced from Vegetable Biomass, J. Wat & Environ. Tech., (4): 73-83

Kumar, U., 2006, Agricultural Pruducts and by –products as a Low Cost Adsorbent for Heavy Metal Removal from Water and wastewater : A Review, Scientific Research and Essay, 1 (2), 033-037

Maharani, I., 2008, Adsorpsi Cd2+ oleh Arang Aktif Cangkang Kelapa (Cocos necifera L), Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Mulawarman, Samarinda

Meilita T. S dan Tuti S. S. 2003. Arang aktif Pengenalan dan Proses Pembuatannya. www.library.usu.ac.id.19 Mei 2006.

Nukatsuka, I., Nakamura, S., Watanabe, K., dan Ohzeki., 2000, Determination of Phenol in Tap Water and River Water Samples by Solid-Phase Spectrophotometry, Anal. Sci., 16, 269-273

Nwabanne J. T. dan Mordi M. I., 2009, Equilibrium uptake and sorption dynamics for the removal of a basic dye using bamboo, African Journal of Biotechnology, (8): 1555-1559

Oscik, J., 1982, Adsorption, John Wiley & Sons, Inc., New York Sigh, TS., Parikh, B, dan Pant, KK., 2006, Investigation on the Sorption of Alumunium

in Drinking Water by Low-Cost Adsorbent, Water SA., (32): 49-55 Sukardjo, 1990, Kimia Anorganik, Cetakan Kedua, Rineka Cipta, Jakarta Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Cetakan Ketiga. Jakarta. Rineka Cipta. Ullhyan, A. dan Ghosh U. K., 2012, Decolorization of irgalite dye by immobilized

Pseuodomonas putida on activated carbon, prepared from agriculture waste, African Journal of Environmental Science and Technology, (6): 146-154

Wirawan, T., dan Lestari, S., 2008., Pemanfaatan Arang Aktif Tempurung Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Sebagai Adsorben Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu), Jurnal Ilmiah Mahakam, (7): 59-67