13 parwati verifikasi air mampu curah

11
  Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV “Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa” VERIFIKASI AIR MAMPU CURAH DARI DATA MODIS UNTUK MENDUKUNG INFORMASI CUACA SPASIAL DI LAHAN PERTANIAN PULAU JAWA Parwati Sofan 1 , Agus Hidayat 1 , Totok Sugiharto 1 , dan Hasnaeni 1 1 LAPAN, J l. LAPAN No. 70 Jakarta 13710, Indonesia Telp. +62 21 8710065;8710786, Fax. +62 21 8711960 email: [email protected]  Abstract Verification Of Precipitable Water From Modis Data For Supporting Spasial Weather Information In Agricultural Land Over Java Island. This research was performed to monitor atmospheric properties especially  precipitable water over Java island using remote sensing data. MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) data on board of TERRA/AQUA satellites were used to calculate the precipitable water. As one of dynamic atmospheric parameter s, the  precipitable water data is able to indicate the dryness or wetness of a certain region. Such data can be derived from MODIS data at the wavelength range of 0.865, 1.24, 0.905, 0.936 and 0.940 µm. Verification of remotely sensed (MODIS) precipitable water data were done using radiosonde data at 2 climatological stations in Java island (Jakarta and Surabaya). The verification results illustrate that the standard deviation between MODIS precipitable water and radiosonde data for the period of August – October 2004, is ± 1.6 cm and the correlation coefisien is 0.82. In adition, the relation ship between the MODIS precipitable water and the altitude is significant (r = 0.98). It means that the  precipitable water tends to decrease along with the increase of altitude. We found that the relation ship between the MODIS precipitable water and relative humidity at the height range of 0 – 1.5 km is moderate (r = 0.649). However, the correlation between the MODIS precipitable water and surface relative humidity is quite significant ( r = 0.733 – 0.878). Keywords: precipitable water vapor, MODIS, radiosonde, verification, relative humidity  1. PENDAHULUAN Dalam rangka mencapai swasembada pangan,  pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan  produksi tanaman padi baik melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi. Upaya intensifikasi dapat dilakukan diantaranya dengan pengaturan  pemberian pupuk, pengendalian hama penyakit tanaman, dan pengaturan pemberian air irigasi sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman. Sedangkan ekstensifikasi dilakukan dengan memperluas areal tanaman. Sementara itu  pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor internal (genetik) dan faktor eksternal, yaitu kondisi tanah dan iklim setempat. Faktor iklim merupakan faktor yang sulit dikendalikan karena bersifat dinamis dari waktu ke waktu. Oleh karenanya diperlukan pemantauan kondisi cuaca yang intensif guna mengantisipasi adanya gangguan terhadap pertumbuhan dan  perkembangan tanaman, baik berupa serangan hama penyakit tanaman maupun bahaya kekurangan dan kelebihan air di suatu areal  pertanian. Pemantauan kondisi tanaman dan kondisi cuaca dalam skala luas dan real time dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan  jauh, salah s atunya dengan satelit Terra/Aqua yang membawa sensor MODIS (  Moderate Resolution  Imaging Spektroradiometer ). Satelit ini mampu meliput areal dengan luasan 2330 km. Selain itu satelit ini dilengkapi dengan 36 kanal dan mempunyai tiga jenis resolusi spasial, yaitu 250 m, 500 m dan 1000 m. Satelit ini mempunyai kemampuan meliput tempat yang sama setiap 1-2 hari. Pemanfaatan data MODIS untuk pemantauan kondisi pertumbuhan padi di Pulau Jawa telah dilakukan oleh Dirgahayu (2004). Sedangkan  penelitian mengenai pemantauan kondisi cuaca Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember  Surabaya, 14 – 15 September 2005 TIS - 85

Upload: anggi-kurniawan

Post on 09-Jul-2015

31 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah

5/10/2018 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/13-parwati-verifikasi-air-mampu-curah 1/10

  Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 

“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

VERIFIKASI AIR MAMPU CURAH DARI DATA MODIS UNTUK

MENDUKUNG INFORMASI CUACA SPASIAL DI LAHAN PERTANIAN

PULAU JAWA

Parwati Sofan1, Agus Hidayat

1, Totok Sugiharto

1, dan Hasnaeni

1

1LAPAN, Jl. LAPAN No. 70 Jakarta 13710, Indonesia

Telp. +62 21 8710065;8710786, Fax. +62 21 8711960

email: [email protected]

 

Abstract

Verification Of Precipitable Water From Modis Data For Supporting Spasial Weather Information In Agricultural Land

Over Java Island. This research was performed to monitor atmospheric properties especially  precipitable water overJava island using remote sensing data. MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) data on board of 

TERRA/AQUA satellites were used to calculate the precipitable water. As one of dynamic atmospheric parameters, the

precipitable water data is able to indicate the dryness or wetness of a certain region. Such data can be derived from

MODIS data at the wavelength range of 0.865, 1.24, 0.905, 0.936 and 0.940 µm. Verification of remotely sensed

(MODIS) precipitable water data were done using radiosonde data at 2 climatological stations in Java island (Jakarta

and Surabaya). The verification results illustrate that the standard deviation between MODIS precipitable water and

radiosonde data for the period of August – October 2004, is ± 1.6 cm and the correlation coefisien is 0.82. In adition,

the relation ship between the MODIS precipitable water and the altitude is significant (r = 0.98). It means that the

precipitable water tends to decrease along with the increase of altitude. We found that the relation ship between the

MODIS precipitable water and relative humidity at the height range of 0 – 1.5 km is moderate (r = 0.649). However, the

correlation between the MODIS precipitable water and surface relative humidity is quite significant ( r = 0.733 – 0.878).

Keywords: precipitable water vapor, MODIS, radiosonde, verification, relative humidity 

1. PENDAHULUAN

Dalam rangka mencapai swasembada pangan,

pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan

produksi tanaman padi baik melalui upaya

intensifikasi dan ekstensifikasi. Upaya intensifikasi

dapat dilakukan diantaranya dengan pengaturanpemberian pupuk, pengendalian hama penyakit

tanaman, dan pengaturan pemberian air irigasi

sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman.

Sedangkan ekstensifikasi dilakukan dengan

memperluas areal tanaman. Sementara itu

pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman

dipengaruhi oleh faktor internal (genetik) dan

faktor eksternal, yaitu kondisi tanah dan iklim

setempat. Faktor iklim merupakan faktor yang sulit

dikendalikan karena bersifat dinamis dari waktu ke

waktu. Oleh karenanya diperlukan pemantauan

kondisi cuaca yang intensif guna mengantisipasi

adanya gangguan terhadap pertumbuhan dan

perkembangan tanaman, baik berupa serangan

hama penyakit tanaman maupun bahaya

kekurangan dan kelebihan air di suatu areal

pertanian.

Pemantauan kondisi tanaman dan kondisi cuaca

dalam skala luas dan real time dapat dilakukandengan menggunakan teknologi penginderaan

 jauh, salah satunya dengan satelit Terra/Aqua yang

membawa sensor MODIS (  Moderate Resolution

  Imaging Spektroradiometer ). Satelit ini mampu

meliput areal dengan luasan 2330 km. Selain itu

satelit ini dilengkapi dengan 36 kanal dan

mempunyai tiga jenis resolusi spasial, yaitu 250 m,

500 m dan 1000 m. Satelit ini mempunyai

kemampuan meliput tempat yang sama setiap 1-2

hari. Pemanfaatan data MODIS untuk pemantauan

kondisi pertumbuhan padi di Pulau Jawa telah

dilakukan oleh Dirgahayu (2004). Sedangkan

penelitian mengenai pemantauan kondisi cuaca

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember  

Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 85

Page 2: 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah

5/10/2018 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/13-parwati-verifikasi-air-mampu-curah 2/10

  Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 

“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

dari data MODIS di Indonesia belum banyak 

dilakukan. Salah satu kondisi atmosfer yang dapat

diturunkan dari data MODIS adalah  precipitable

water (Kaufman and Gao, 1992; Lim, et al, 2002;Gao and Kaufman, 2003; Gao, et al, 2003;

Sobrino, et al, 2003;). Melalui pendekatan jumlah

 precipitable water (Air Mampu Curah) di atmosfer

dapat diketahui kondisi kelembaban udara dan

potensi terjadinya curah hujan di suatu daerah.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini

dilakukan untuk mengkaji nilai Air Mampu Curah

(AMC) dari data MODIS dan hubungannya dengan

kelembaban nisbi di wilayah Pulau Jawa.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan

informasi awal kondisi cuaca secara spasial untuk kemudian dianalisis dan dikembangkan lebih lanjut

oleh instansi pemerintah terkait (Departemen

Pertanian) dalam upaya-upaya penyelamatan

tanaman guna meningkatkan produksi pangan

khususnya di Pulau Jawa.

2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Uap air dan Kelembaban Udara

Uap air merupakan perwujudan air dalam bentuk 

gas. Jumlah kandungan uap air di udara dapatdisebut dengan kelembaban udara yang dapat

diekspresikan dalam jumlah aktualnya, atau

konsentrasinya di udara, serta dari rasio jumlah

aktual uap air terhadap jumlah uap air yang dapat

membuat jenuh udara (kelembaban nisbi).

Konsentrasi uap air di atmosfer hanya kurang dari

2% dari total volume atmosfer, biasanya

diekspresikan dalam satuan gram/kilogram.

Sedangkan kerapatan uap air yang merupakan

  jumlah massa uap air yang dikandung oleh udara

dapat diekspresikan dalam satuan gram/m3. Jika

semua uap air di udara pada suatu waktu

terkondensasi dan jatuh sebagai hujan, maka uap

air tersebut dapat dinyatakan sebagai  precipitable

water  (Air Mampu Curah). Jumlah uap air yang

terkandung pada massa udara merupakan indikator

potensi atmosfer untuk terjadinya presipitasi

(American Geophysical Union, 2002; Handoko,

1995).

Keberadaan uap air di atmosfer dapat dijelaskan

dari siklus hidrologi yang terdiri dari proses

evaporasi dari permukaan, proses kondensasimenjadi bentuk awan, kemudian jatuh ke bumi

melalui presipitasi. Jumlah uap air di atmosfer

dipengaruhi oleh variasi suhu dari ketinggian, dan

kondisi geografi setempat. Dengan kata lain

kandungan uap air di atmosfer dapat dilihat dari

penyebarannya secara vertikal atau horizontal.Sebaran vertikal dari suhu udara dan uap air di

atmosfer dapat dijelaskan pada Gambar 1. Uap air

akan menurun terhadap ketinggian atmosfer,

dimana suhu udara menjadi rendah. Semakin tinggi

suhu udara, maka kapasitas untuk menampung uap

air semakin besar. Sebaliknya, ketika udara

bertambah dingin, kapasitas untuk menampung uap

air semakin rendah, gumpalan awan semakin besar,

dan kemudian akan jatuh sebagai hujan (American

Geophysical Union, 2002; Asdak, 2002; Handoko,

1995).

Sebagian besar dari total uap air di atmosfer

terdapat di antara permukaan laut hingga 1.5 km di

atas permukaan laut, kemudian sebanyak 5 – 6%

uap air terdapat di atas ketinggian 5 km dari

permukaan laut, 1% di stratosfer sekitar 12 km di

atas permukaan laut (American Geophysical

Union, 2002).

Gambar 1. Skema lapisan troposfer, stratosfer, dan

tropopause. Penyebaran suhu (° C) dan uap air (gr/kg)

secara vertikal di atmosfer. Skala nilai uap air adalah

logaritmik, sedangkan skala vertikal merupakan nilai

tekanan atmosfer (milibar) dan ketinggian atmosfer (km),

(American Geophysical Union, 2002) 

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember  

Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 86

Page 3: 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah

5/10/2018 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/13-parwati-verifikasi-air-mampu-curah 3/10

  Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 

“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

2.2. Penurunan Nilai Air Mampu Curah dari

Radiosonde

Radiosonde merupakan seperangkat alat elektronik yang terdiri dari sensor-sensor pengukur tekanan

udara (barometer arenoid), suhu (termistor) dan

kelembaban (hygrometer ) yang diterbangkan oleh

balon seberat 500 gram dengan kecepatan 0.5 m/s.

Unsur cuaca yang dapat diketahui dari radiosonde

adalah tekanan udara, suhu udara, kelembaban

udara, arah angin, kecepatan angin, dan suhu titik 

embun. Data-data tersebut diturunkan berdasarkan

ketinggian lapisan tekanan udara yaitu 1000, 925,

850, 700, 600, 500, 400, 300, 200, 150, 100, 50,

40, 30, 20, dan 10 mb (Prasasti, 2004). Pada

penelitian ini digunakan data radiosonde di PulauJawa yaitu stasiun Cengkareng-Jakarta (6.117° LS,

106.65° BT) dan stasiun Juanda-Surabaya (7.367°

LS, 112.77° BT).

Unsur cuaca yang digunakan dalam perhitungan

AMC dari radiosonde adalah suhu udara,

kelembaban udara, dan tekanan udara melalui

persamaan Butler (1998) sebagai berikut:

mw Po Hh =

ρ k To(1)

 

dimana h adalah jumlah AMC (mm), mw adalah

massa uap air (mw = 18.016), Po adalah tekanan

uap air di permukaan (mb), H adalah ketinggian

uap air (diasumsikan 1.5 km), ρ adalah massa jenis

air (ρ= 1000 kg/m3), k adalah konstanta Boltzmann

(5.67 10-8

W/m2), dan To adalah suhu permukaan

(K). Pers (1) dapat disederhanakan menjadi Pers

(2) berikut:

Poh ≈ 

3 To

(2)

 

Tekanan uap air di permukaan dapat diturunkan

dari nilai kelembaban nisbi di permukaan dengan

Pers (3) (Liebe, 1989 dalam Butler, 1998).

Po = 2.409 1012

RH θ4e

-22.64 θ (3)

dimana RH adalah kelembaban nisbi (%), θ adalah

invers suhu (θ = 300/To, To dalam K).

2.3. Penurunan Nilai Air Mampu Curah dari

Data MODIS

Metoda penginderaan jauh pada prinsipnyadidasarkan pada pendeteksian absorbsi radiasi

matahari oleh uap air. Radiasi matahari yang

dimaksud adalah radiasi matahari yang

direflektansikan setelah ditransmisikan ke

permukaan bumi dan dipantulkan kembali ke

atmosfer. Total jumlah uap air vertikal dari data

satelit dapat diturunkan dari nilai rasio antara

spektral radiasi matahari yang direflektansikan dan

diabsorsi oleh uap air (kanal absorbsi) terhadap

spektral radiasi yang direfelektansikan dan tidak 

diabsorspsi oleh uap air (kanal non-absorbsi).

Radiasi matahari antara 0.86 dan 1.24 µm padaperlintasan matahari–permukaan bumi–sensor

(sun-surface-sensor ) ditentukan oleh absorbsi uap

air atmosfer, pemencaran aerosol atmosferik dan

pantulan permukaan. Pemencaran radiasi akibat

aerosol pada wilayah 1 µm dapat diabaikan dan

konsentrasi aerosol diasumsikan kecil sehingga

tidak diperlukan dalam menurunkan jumlah kolom

uap air (Kaufman and Gao, 1992; Gao and

Kaufman, 2003).

MODIS kanal 2, 5, 17, 18 dan 19 dengan tengah

panjang gelombang 0.865, 1.24, 0.905, 0.936 dan

0.940 µm digunakan dalam mengungkap jumlah

kandungan uap air (Tabel 1). Kanal 0.865 µm dan

1.24 µm merupakan kanal yang tidak diserap oleh

uap air, sedangkan kanal 0.905 µm, 0.935 µm, dan

0.940 µm merupakan kanal yang diserap oleh uap

air. Di antara kanal-kanal absorbsi, kanal 18

umumnya kuat diserap uap air, sehingga lebih peka

  jika diaplikasikan di daerah yang kering.

Sedangkan kanal 17 lebih lemah diserap uap air,

sehingga lebih peka jika diaplikasikan di daerah

basah (Kaufman and Gao, 1992).

Tabel 1. Posisi dan rentang kanal (bandwidht) dari kanal

IR MODIS yang digunakan dalam mengungkap uap air

Kanal

MODIS

Posisi

(µm)

Bandwidht

(µm)sifat

2 0.865 0.040 window

(non absorbsi) 

5 1.240 0.020 window

(non absorbsi) 

17 0.905 0.030 absorbsi

18 0.936 0.010 absorbsi

19 0.940 0.050 absorbsi

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember  

Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 87

Page 4: 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah

5/10/2018 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/13-parwati-verifikasi-air-mampu-curah 4/10

  Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 

“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Transmitans uap air atmosfer yang tepat dapat

diturunkan dengan melakukan perbandingan

reflektans permukaan antara kanal absorbsi dan

kanal non-absorbsi, dengan mengabaikan pengaruhvariasi reflektansi permukaan. Jika reflektansi

permukaan tidak berubah (konstan) dengan

berubahnya panjang gelombang, maka

perbandingan 2-kanal sudah dapat menurunkan

transmitans uap air. Sebagai contoh, transmitans

pada kanal 19 (0.94 µm) dapat diperoleh dengan

menggunakan Pers (4) berikut:

ρ*(0.940µm)T abs (0.94 µm) =

ρ*(0.865µm)(4)

 

dimana Tabs adalah transmitans pada kanalabsorbsi; ρ* adalah reflektansi terukur pada sensor.

Sebagian besar permukaan daratan ditutupi oleh

tanah, bebatuan, vegetasi, salju atau es.

Reflektansi dari permukaan daratan kebanyakan

tidak konstan. Berdasarkan penelitian Condit

(1970) dalam Kaufman and Gao (1992) dapat

diketahui bahwa permukaan yang bebatuan, tanah-

tanah yang kaya ion besi dan tanah yang

mengandung mineral mempunyai nilai reflektansi

yang semakin linear pada spektral radiasi antara

0.8 dan 1.25 µm. Sehingga, persamaan (1)

umumnya tidak berlaku dan digunakan nilai

perbandingan 3 kanal, dengan kombinasi 1 kanal

absorbsi dan 2 kanal non-absorbsi. Adapun nilai

transmitans menggunakan perbandingan 3 kanal

dapat dinyatakan sebagai berikut:

ρ*(λ0)T abs (λ0) =

C1ρ*(λ1)+ C2ρ*(λ2)

λ2–λ0 λ0–λ1C1 =

λ2–λ1

dan C2 =λ2–λ1

(5)

 dimana Tabs adalah transmitans pada kanal

absorbsi; ρ* adalah reflektansi terukur pada sensor;

λ0 adalah nilai tengah panjang gelombang kanal

absorbsi (kanal 17, 18, 19); λ1, λ2 adalah nilai

tengah panjang gelombang kanal non-absorbsi

(kanal 2, 5).

Teknik perbandingan 3 kanal dapat digunakan

untuk menurunkan jumlah kandungan uap air di

atmosfer pada daerah permukaan daratan yang

bebas awan, sedangkan teknik perbandingan 2kanal digunakan pada wilayah sun glint  di laut,

serta di awan. Wilayah laut yang bebas dari awan

dan sun glint  menyerap kuat spektral radiasi pada

panjang gelombang yang lebih dari 0.8 µm,

terlebih lagi di laut dalam dimana reflektansi

spektral Infra Merah Dekat sangat rendah sehinggadapat diabaikan. Oleh karenanya penurunan jumlah

kandungan uap air di laut tidak dapat dilakukan.

Pada pendugaan nilai aktual uap air di awan yang

berinteraksi dengan radiasi matahari, perlu

diketahui ketinggian puncak awan. Penurunan

ketinggian awan dengan menggunakan data remote

sensing passive sangat sulit dilakukan, sehingga

untuk menurunkan jumlah kandungan uap air di

awan digunakan asumsi ketinggian awan berada

pada ketinggian permukaan laut (Gao and

Kaufman, 2003).

Kaufman dan Gao dalam penelitiannya pada tahun

1992 dan 2003 mengenai penurunan uap air dari

satelit, juga menganalisis korelasi antara nilai

transmitans uap air dengan jumlah AMC. Korelasi

tinggi hubungan antara transmitans uap air pada

kanal 19 (0.940 µm) dengan AMC didapatkan

dalam bentuk eksponensial (r2

= 0.999). Adapun

grafik hubungan antara transmitans uap air yang

diperoleh dari metode perbandingan 2 kanal,

dengan AMC dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Simulasi nilai rasio reflektans dari 2 kanal

(kanal absorbsi/ kanal non-absorbsi) sebagai fungsi dari

 jumlah Air Mampu Curah ( precipitable water) pada jalur

matahari-permukaan-sensor (Gao and Kaufman, 2003)

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember  

Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 88

Page 5: 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah

5/10/2018 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/13-parwati-verifikasi-air-mampu-curah 5/10

  Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 

“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Dalam kondisi atmosferik yang sama, serapan

spektral radiasi oleh uap air pada 3 kanal absorbsi

masing-masing mempunyai sensivitas yang

berbeda-beda. Spektral radiasi pada kanal 18umumnya kuat diserap uap air, sehingga lebih peka

di daerah yang kering. Sedangkan kanal 17 lebih

lemah diserap uap air, sehingga lebih peka di

daerah basah. Rata-rata jumlah AMC pada suatu

kondisi atmosfer dapat diturunkan berdasarkan

Pers (6) berikut (Kaufman and Gao, 1992; Gao and

Kaufman, 2003; Sobrino and Li, 2004):

Data MODIS

Agustus,

Oktober 2004

Pengolahan

Awal:

Koreksi Bow-tie

& Geometrik 

Konversi Digital

Number ke

Reflektansi

W = f 1 W1 + f 2 W2 + f 3 W3 (6) 

dimana W1, W2, dan W3 adalah AMC yangditurunkan dari kanal 17 (0.905 µm), kanal 18

(0.936 µm), dan kanal 19 (0.940 µm). Sedangkan

f 1, f 2, dan f 3 merupakan fungsi pembobot masing-

masing kanal berdasarkan sensivitas transmitans

(Ti) di setiap kanal (i) terhadap AMC (W), yang

dapat digambarkan dalam Pers (7) berikut:

f i = ηi / (η1 + η2 + η3)  ; ηi = | ∆Ti /  ∆W |  (7)

2.4.  Metode Verifikasi Hasil

Metode yang digunakan untuk verifikasi hasil

pengolahan AMC dari data MODIS adalah dengan

menggunakan metode regresi dan korelasi terhadap

hasil estimasi AMC dari data MODIS dengan

acuan hasil perhitungan AMC dari data

radiosonde. Selain itu juga dilakukan analisis

AMC pada berbagai topografi wilayah berdasarkan

data SRTM (Shuttle Radar Topography Mission)

dengan resolusi spasial 90 m di wilayah Pulau

Jawa.

Agar dapat diaplikasikan dalam bidang pertanian,

maka jumlah kandungan uap air di atmosfer yang

diestimasi dari data satelit perlu direpresentasikan

dalam nilai kelembaban nisbi (RH). Data RH yang

yang digunakan berasal dari pengukuran

radiosonde dan pengukuran dari stasiun

klimatologi. Melalui analisis korelasi maka dapat

diketahui besarnya kelembaban nisbi berdasarkan

kandungan uap air di atmosfer.

Adapun tahapan proses pengolahan data pada

penelitian ini dapat dilihat pada diagram alirGambar 3 berikut.

Gambar 3. Diagram Alir Pengolahan Data 

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Verifikasi Air Mampu Curah dari Data

MODIS dengan Data Radiosonde

Sesuai dengan penyebaran uap air secara vertikal

yang lebih banyak berada pada ketinggian antara

permukaan laut hingga 1.5 km di atas permukaan

laut, atau pada tekanan atmosfer antara 1013 mb –

850 mb (American Geophysical Union, 2002;

Butler, 1998), maka analisis AMC dari data

radiosonde dilakukan pada ketinggian tersebut.

Sehingga dalam verifikasi nilai AMC dari MODIS

terhadap AMC dari radiosonde digunakan asumsibahwa hasil estimasi AMC dari MODIS diperoleh

pada ketinggian vertikal antara 1013 mb – 850 mb.

Kroping P. Jawa

Pemisahanawan, darat dan

laut.

Penurunan

AMC

Data

SRTM

Data

RH

Kontur Kontur

Analisis regresi

dan korelasi

DataRadio-

sonde

Penurunan

AMC

Analisis

regresi dan

korelasi

AMC

MODIS

Akurasi

AMC

MODIS

Hubungan

antara AMC,

Ketinggian

dan RH

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember  

Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 89

Page 6: 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah

5/10/2018 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/13-parwati-verifikasi-air-mampu-curah 6/10

  Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 

“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

y = 0.9894x

R2 = 0.6775

0

4

8

12

16

20

0 4 8 12 16 20

AMC dari radiosonde (cm)

   A   M   C

   d  a  r   i   M   O   D   I   S

   (  c  m   )

 

Gambar 4. Plot nilai AMC (cm) dari data radiosonde (y)

di Cengkareng dan Juanda terhadap AMC (cm) dari

MODIS (x) pada ketinggian 1013 – 850 mb (1.5 km di atas

permukaan laut) periode bulan Agustus – Oktober 2004 

Hasil verifikasi AMC di Pulau Jawa pada periode

Agustus – Oktober 2004 menunjukkan bahwa

AMC yang diestimasi dari data MODIS rata-rata

mempunyai nilai simpangan baku sebesar ± 1.6 cm

terhadap AMC dari radiosonde. Pada Gambar 4dapat dilihat hubungan linier antara AMC dari

MODIS ( x) terhadap AMC dari radiosonde ( y)

dengan faktor koreksi sebesar 0.9894. Meskipun

korelasi (r) antara AMC dari data MODIS terhadap

AMC dari radiosonde cukup tinggi, yaitu sebesar

82 %, namun hanya sekitar 68 % dari keragaman

AMC MODIS yang dapat dipresentasikan oleh

model persamaan tersebut untuk mendekati nilai

AMC sebenarnya.

3.2. Pengaruh Topografi Wilayah terhadap Air

Mampu Curah

Berdasarkan analisis AMC dari data MODIS pada

berbagai topografi wilayah di Pulau Jawa dapat

diketahui bahwa secara umum AMC akan menurun

dengan semakin tingginya topografi wilayah. Hal

ini berkaitan dengan semakin rendahnya suhu

udara terhadap naiknya ketinggian, dimana pada

suhu udara yang rendah maka kapasitas udara

untuk menampung uap air lebih sedikit

dibandingkan dengan udara yang bersuhu tinggi.

Hasil analisis ini sesuai dengan teori penyebaranuap air secara vertical yang dikemukakan oleh

American Geophysical Union (2002).

Sementara itu analisis AMC dari data MODIS

dilakukan juga berdasarkan adanya perbedaan

kondisi iklim yang signifikan antara Jawa Barat

yang lebih basah dengan Jawa Timur yang lebihkering. Hasil analisis menunjukkan bahwa AMC

di Jawa Barat lebih rendah dibandingkan dengan

AMC di Jawa Timur (Gambar 5). Hal ini dapat

dijelaskan dari kondisi suhu udara rata-rata di Jawa

Timur (25.7° C) yang lebih tinggi dibandingkan

dengan Jawa Barat (24.7° C) yang merupakan hasil

pengolahan data suhu rata-rata periode 1994 –

2000 dari stasiun pengamatan iklim. Berdasarkan

kondisi suhu udara yang lebih tinggi di Jawa

Timur, maka udara di atmosfer Jawa Timur pada

bulan Agustus – Oktober 2004 mampu

menampung AMC dalam kisaran antara 2.5 – 9.6cm dengan simpangan baku sebesar 2.05,

sedangkan kondisi atmosfer di Jawa Barat yang

suhu udaranya lebih rendah dari Jawa Timur,

hanya mampu menampung AMC dalam kisaran

1.9 – 8.1 cm, dengan simpangan baku sebesar 1.74

pada bulan Agustus – Oktober 2004.

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

2200

0 2 4 6 8 10 12

AMC dari MODIS (cm)

   K  e   t   i  n  g  g   i  a  n   (  m

   d  p   l   )

Jabar

Jatim

 

Gambar 5. Perbandingan AMC wilayah Jawa Barat dan

Jawa Timur pada ketinggian 0 – 2000 m dpl periode

bulan Agustus – Oktober 2004 

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember  

Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 90

Page 7: 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah

5/10/2018 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/13-parwati-verifikasi-air-mampu-curah 7/10

  Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 

“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Adapun sebaran AMC secara horizontal di wilayah

Jawa Timur dan Jawa Barat dalam bentuk spasial

dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7. Terlihat pada

ketinggian yang sama yaitu 0 – 200 m dpl, diwilayah Jawa Barat memiliki AMC yang berkisar

antara 5 – 9 cm (Gambar 6), sedangkan AMC di

wilayah Jawa Timur berkisar antara 8 – 14 cm

(Gambar 7).

Batas Kabupaten

Kontur Ketinggian (m dpl) 

Gambar 6. Contoh sebaran AMC (cm) dari data MODIStanggal 10 Oktober 2004 di wilayah Jawa Barat

berdasarkan topografi wilayah 

Batas Kabupaten

Kontur Ketinggian (m dpl) 

Gambar 7. Contoh Sebaran AMC (cm) dari data MODIS

tanggal 10 Oktober 2004 di wilayah Jawa Timur

berdasarkan topografi wilayah

y = 33.10x2

- 649.04x + 3284.3

R2

= 0.9894

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

2200

0 3 6 9 12 15

AMC dari MODIS (cm)

   K  e   t   i  n  g  g   i  a  n   (  m    d

  p   l   )

AMC Agustus

AMC Oktober

 

Subang

100

200

Gambar 8. Variasi AMC bulanan (Agustus & Oktober) di

daerah Jawa Timur berdasarkan ketinggian wilayah

dengan rata-rata simpangan baku sebesar 1.35

Hubungan antara AMC terhadap ketinggian sangat

baik direpresentasikan dalam bentuk model

polynomial dengan korelasi lebih dari 0.9.

Berdasarkan variasi waktu periode bulan Agustus –

Oktober 2004, hasil ekstraksi AMC di daerah studi

Jawa Timur pada Gambar 8 terlihat bahwa rata-rata

variasi nilai AMC selama bulan Agustus dan

Oktober relatif sama. Hal ini mungkin disebabkan

karena di daerah tropika basah seperti Indonesia,

kelembaban rata-rata harian atau bulanan relatif 

tetap sepanjang tahun, umumnya lebih dari 60 %,

berbeda dengan variasi kelembaban di daerah

lintang tinggi yang relatif lebih besar karena

variasi suhu hariannya yang juga besar (Handoko,

1995).

Selat

Maduraawan

Pasuruan

3.3. Hubungan Air Mampu Curah dengan

Kelembaban Nisbi

Berkaitan dengan kelembaban nisbi (RH), analisis

regresi AMC MODIS terhadap RH dari data

radiosonde menghasilkan koefisien determinasi

(R2) sebesar 42 % atau korelasi (r) sebesar 0.649

pada ketinggian vertikal 0 – 1.5 km dpl. Hasil

analisis tersebut kurang representatif untuk 

menggambarkan kondisi RH wilayah berdasarkan

AMC MODIS. Hal ini disebabkan oleh kurangnyadata yang digunakan. Selain itu cakupan daerah

verifikasinya hanya dari 2 stasiun radiosonde, yaitu

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember  

Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 91

Page 8: 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah

5/10/2018 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/13-parwati-verifikasi-air-mampu-curah 8/10

  Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 

“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

Cengkareng (Jakarta) dan Juanda (Surabaya),

sehingga tidak dapat diaplikasikan untuk 

mengestimasi RH di Pulau Jawa.

Berdasarkan kurang representatifnya data

radiosonde untuk menggambarkan RH wilayah,

maka dilakukan analisis AMC MODIS terhadap

RH dari data stasiun iklim. Daerah yang dikaji

adalah Jawa Timur dengan menggunakan analisis

kontur RH dari 8 stasiun iklim. Mengingat bahwa

AMC berkorelasi tinggi dengan topografi wilayah,

maka analisis RH dilakukan menurut ketinggian

dengan interval 50 m pada kisaran 0 – 2000 m dpl.

Hasil analisis regresi dan korelasi menunjukkan

bahwa RH wilayah dapat diestimasi lebih baik oleh

AMC MODIS berdasarkan topografi wilayah,dengan nilai R

2yang berkisar antara 54 – 77% atau

r antara 0.733 – 0.878 (Lampiran 1). Variasi nilai

R2

pada berbagai ketinggian ini dimungkinkan oleh

adanya pengaruh kondisi lahan atau penutup lahan

yang berbeda – beda terhadap proses penguapan

sebagai sumber uap air di atmosfer yang

memberikan kontribusi besarnya kelembaban

udara di suatu wilayah.

Perubahan kelembaban nisbi terhadap ketinggian

dapat digambarkan oleh kandungan uap air dalam

udara. Pada Gambar 9 diperlihatkan pola RHterhadap AMC MODIS pada ketinggian 100 – 150

m dpl, dimana pada saat AMC rendah, maka RH

akan naik, dan sebaliknya pada saat AMC tinggi,

maka RH akan turun. Hal ini dapat dijelaskan oleh

adanya fenomena penurunan suhu secara adiabatik 

dimana suhu menurun dengan semakin tingginya

suatu tempat dari permukaan laut. Pada suhu udara

yang rendah, kemampuan udara untuk menampung

uap air rendah, dan udara akan mencapai suhu

yang terendah (suhu titik embun) di ketinggian

tertentu dimana RH mencapai 100 %. Sehingga

dapat dijelaskan bahwa RH semakin tinggi dengan

semakin tingginya suatu tempat dari permukaan

laut. Proses ini kemudian akan berlanjut untuk 

menghasilkan hujan (Asdak, 2002; Handoko,

1995).

100 - 150 m dpl

y = -3.0877x + 97.095

R2 = 0.6802

50

55

60

65

70

75

80

7 8 9 10 11 12

AMC MODIS (cm)

   R   H   (   %   )

 

Gambar 9. Hubungan antara kelembaban nisbi (RH) dan

 jumlah uap air (AMC) dari MODIS di wilayah Jawa

Timur pada ketinggian 100 – 150 m dpl

3.4. Aplikasi Informasi Kelembaban Nisbi dari

AMC MODIS di Lahan Pertanian

Pada Lampiran 2 disajikan contoh informasi

spasial dari aplikasi model estimasi RH

berdasarkan AMC MODIS di daerah Jawa Timur.Dengan menambahkan informasi areal pertanian,

misalnya areal sawah yang diperoleh dari hasil

analisis penggunaan lahan dari data satelit dengan

resolusi spasial yang lebih tinggi dari MODIS,

seperti Landsat, maka dapat diketahui kondisi

kelembaban nisbi pada areal sawah. Sehingga

dapat segera dilakukan upaya-upaya penyelamatan

tanaman, misalnya saja pencegahan terhadap

serangan hama penyakit tanaman pada kondisi

kelembaban nisbi tertentu selama beberapa periode

waktu.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Secara umum Air Mampu Curah (AMC) yang

diestimasi dari data MODIS menggunakan kanal

Infra Merah Dekat dapat digunakan untuk 

monitoring kondisi cuaca di Pulau Jawa.

Penyebaran AMC dari MODIS berdasarkan

ketinggian mempunyai korelasi sangat tinggi (r =

0.98), dimana AMC cenderung menurun dengan

semakin tingginya topografi suatu wilayah.

Berkaitan dengan kelembaban nisbi, maka AMC

dari MODIS dapat mengestimasi RH wilayah

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember  

Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 92

Page 9: 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah

5/10/2018 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/13-parwati-verifikasi-air-mampu-curah 9/10

  Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 

“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

berdasarkan topografi wilayah dengan nilai R2 

yang berkisar antara 54 – 77%.

Hasil estimasi RH dari AMC MODIS perlu

diverifikasi terhadap data RH sebenarnya dilapangan. Hal ini penting untuk mengetahui

besarnya akurasi estimasi RH dari data MODIS.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C, 2002. Hidrologi dan pengelolaan daerah

aliran sungai. Gadjah Mada University Press

American Geophysical Union, 2002. Water vapor

in the climate system. Florida Ave., N.W.,

Washington, DC 20009

Butler, B, 1998. Precipitable Water at KP 1993 –

1998. National Radio Astronomy Observatory

Dirgahayu, D, 2004. Identifikasi tingkat kehijauan

tanaman padi menggunakan EVI (Enhanced

Vegetation Index) MODIS 250 m. Procedding PIT

MAPIN ke 13. 22 – 23 Desember, Jakarta

Gao, B.C. and Y. J. Kaufman, 2003. Water vapor

retrievals using moderate resolution imaging

spectroradiometer (MODIS) near-infrared

channels. J. Geophys Research. Vol. 108, No. D13,4389: 1 – 10

Gao, B.C., P. Yang, G. Guo, S.K. Park, W.J.

Wiscombe, and B. Chen,  2003. Measurements of 

water vapor and high clouds over the Tibetan

Plateau with the Terra MODIS Instrument. IEEE

Trans. Geosci. Remote Sens. Vol. 41, No.4: 895 –

900

Handoko, 1995. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya

Kaufman, Y.J, and B.C. Gao, 1992. Remote

sensing of water vapor in the near IR from

EOS/MODIS. IEEE Trans. Geosci. Remote Sens.

Vol. 30, No.5: 871 – 884

Lim, A., C.W. Chang, S.C. Liew, and L.K. Kwoh,

2002. Computation of atmosferic water vapor map

from MODIS data for cloud-free pixels. Centre for

Remote Imaging, Snsor and Processing (CRISP).

National Univ of Singapore

Prasasti, I, 2004. Model ekstraksi data NOAA-

TOVS/NOAA-KLM-ATOVS untuk pendugaan

  jeluk dan peluang curah hujan wilayah. Laporan

Akhir Riset Unggulan KemandirianKedirgantaraan (RUKK). LAPAN

Sobrino, J.A., J.E. Kharraz, and Z.L. Li, 2003.

Surface temperature and water vapor retrieval from

MODIS data. Int. J. Remote Sens, Vol. 24, No. 24:

5161 – 5182

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember  

Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 93

Page 10: 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah

5/10/2018 13 Parwati Verifikasi Air Mampu Curah - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/13-parwati-verifikasi-air-mampu-curah 10/10

  Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV 

“Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa”

LAMPIRAN

Lampiran 1. Model persamaan antara RH (y) dengan AMC (x) di wilayah Jawa Timur pada berbagai

ketinggian tempat di atas permukaan laut

Ketinggian

(m dpl)

Persamaan R2

(%)

Ketinggian

(m dpl)

Persamaan R2

(%)

0 – 50 y = -1.0234x + 78.008 64.6 >1000 – 1050 y = -3.1462x + 76.693 60.0

>50 – 100 y = -1.1417x + 79.405 73.4 >1050 – 1100 y = -3.7264x + 78.388 60.1

>100 – 150 y = -3.0877x + 97.095 68.0 >1100 – 1150 y = -4.3345x + 81.515 61.6

>150 – 200 y = -3.2184x + 99.681 67.3 >1150 – 1200 y = -3.8164x + 80 61.7

>200 – 250 y = -2.2851x + 91.35 66.0 >1200 – 1250 y = -5.3425x + 84.189 60.2

>250 – 300 y = -5.5568x + 98.805 68.9 >1250 – 1300 y = -2.9818x + 77.222 61.9

>300 – 350 y = -5.8733x + 98.857 69.3 >1300 – 1350 y = -5.5322x + 84.619 62.9

>350 – 400 y = -6.3539x + 100.57 66.3 >1350 – 1400 y = -2.1595x + 74.575 61.1

>400 – 450 y = -4.8993x + 93.619 70.1 >1400 – 1450 y = -4.0432x + 78.222 60.2

>450 – 500 y = -5.7865x + 96.712 72.9 >1450 – 1500 y = -3.5485x + 78.056 66.9

>500 – 550 y = -3.1852x + 84.644 61.5 >1500 – 1550 y = -10.121x + 92.806 64.3>550 – 600 y = -1.2979x + 76.53 64.9 >1550 – 1600 y = -4.6433x + 79.224 61.5

>600 – 650 y = -4.4249x + 91.994 77.2 >1600 – 1650 y = -15.952x + 103.3 59.5

>650 – 700 y = -3.6157x + 83.45 62.7 >1650 – 1700 y = -10.442x + 89.926 61.9

>700 – 750 y = -3.3308x + 82.811 61.0 >1700 – 1750 y = -13.174x + 93.594 63.8

>750 – 800 y = -4.1247x + 83.561 60.6 >1750 – 1800 y = -5.6779x + 80.584 65.6

>800 – 850 y = -7.3365x + 98.225 55.4 >1800 – 1850 y = -9.5678x + 84.165 62.9

>850 – 900 y = -7.6139x + 97.679 53.7 >1850 – 1900 y = -5.0137x + 77.221 65.9

>900 – 950 y = -6.0087x + 89.534 65.9 >1900 – 1950 y = -15.493x + 91.125 64.8

>950 – 1000 y = -4.5766x + 83.658 60.7 >1950 – 2000 Y = -14.347x + 88.364 63.8

Lampiran 2. Contoh informasi spasial hasil esimasi kelembaban nisbi berdasarkan Air Mampu Curah

dari data MODIS

Gedung Rektorat lt. 3 Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember  

Surabaya, 14 – 15 September 2005

TIS - 94