123758902-keratokonjungtivitis

35
Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata Laporan Kasus Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman KERATOKONJUNGTIVITIS Oleh : Pembimbing : 0

Upload: lina-rotua-eunike-purba

Post on 11-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mata

TRANSCRIPT

Page 1: 123758902-keratokonjungtivitis

Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

KERATOKONJUNGTIVITIS

Oleh :

Pembimbing :

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

SMF/Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2012

0

Page 2: 123758902-keratokonjungtivitis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Keratokonjungtivitis yang merupakan peradangan pada kornea dan konjungtiva

yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor dan seringkali mengalami kekambuhan.

Keratoconjunctivitis sicca digunakan ketika peradangan karena kekeringan. ("Sicca"

berarti "kering" dalam konteks medis.) Hal ini terjadi dengan 20% pasien RA; Istilah

" Vernal keratokonjunctivitis "(VKC) digunakan untuk merujuk keratokonjungtivitis

terjadi di musim semi , dan biasanya dianggap karena alergen; Atopik

keratokonjunctivitis adalah salah satu manifestasi dari atopi; Epidemi

keratokonjunctivitis disebabkan oleh infeksi adenovirus; Keratokonjungtivitis limbus

superior diduga disebabkan oleh trauma mekanik.1

Konjungtivitis sendiri yang merupakan peradangan pada konjungtiva merupakan

penyakit mata yang paling sering di dunia dan menyerang semua usia. 2% dari seluruh

kunjungan ke dokter adalah untuk pemeriksaan mata dengan 54% nya adalah antara

konjungtivitis atau abrasi kornea. Untuk konjungtivitis yang infeksius, 42% sampai 80%

adalah bakterial, 3% chlamydial, dan 13% sampai 70% adalah viral. Konjungtivitis viral

menggambarkan hingga 50% dari seluruh konjungtivitis akut di poli umum.

konjungtivitis dapat pula bertambah parah menjadi infeksi akut yang mengganggu

penglihatan apabila telah terjadi komplikasi seperti adanya keterlibatan kornea.1-7

Insidensi keratokonjungtivitis relatif kecil, yaitu sekitar 0,l%--0,5% dari pasien

dengan masalah mata yang berobat, dan hanya 2% dari semua pasien yang diperiksa di

klinik mata. Hal yang perlu mendapat perhatian ialah bagaimana cara penatalaksanaan

kasus ini agar dapat mengalami penyembuhan maksimal dan mencegah terjadinya

rekurensi ataupun komplikasi yang dapat mengurangi kualitas hidup.

1

Page 3: 123758902-keratokonjungtivitis

1.2. Tujuan

Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini ialah untuk meningkatkan keilmuan

dokter muda agar dapat memahami anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang, penetapan diagnosis kerja maupun diagnosis banding serta penatalaksanaan

hingga prognosis pasien keratokonjungtivitis.

2

Page 4: 123758902-keratokonjungtivitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. A

2.1. Anatomi dan Fisiologi

2.1.1. Kornea

Kornea adalah jaringan transparan yang merupakan selaput bening mata yang

tembus cahaya dan menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari 5 lapisan. lapisan

tersebut antara lain lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris),

lapisan Bowman, stroma, membran Descement dan lapisan endotel. Batas antara sklera

dan kornea disebut limbus kornea. Kornea juga merupakan lensa cembung dengan

kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika terjadi oedem kornea akan bertindak sebagai

prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1,8

Lapisan epitel

Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling

tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal

sering terlihat mitosis sel, sel muda terdorong kedepan menjadi lapisan sel

poligonal dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berikatan

erat dengan sel basal disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui

desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit

dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal

yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi

rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

Membran bowman

Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang

tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis

ini tidak mempunyai daya regenerasi.

Jaringan sroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan

yang lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur, sedang dibagian

3

Page 5: 123758902-keratokonjungtivitis

perifer serat kolagen ini bercabang. Terbentuknya kembali serat kolagen

memakan waktu yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel

stroma kornea yang merupakan fibroblast yang terletak diantara serat kolagen

stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar serat kolagen dalam

perkembangan embrio atau sesudah trauma.

Membran Descement

Merupakan membran aseluler dan merupakan batas belakang stroma kornea

yang bersifat sangat elastis dan tebalnya sekitar 40 μm.

Endotel

Berasal dari mesotelium, bentuk heksagonal, besar 20-40 μm. Endotel melekat

pada membran descement melalui hemidoson dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar

longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke

dalam stroma kornea, menembus membran bowman melepaskan selubung schwannya.

Bulbus krause untuk sensasi dingin ditemukan diantaranya. Daya regenerasi saraf

sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Sumber nutrisi kornea

adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquos dan air mata. Kornea

superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea

dipertahankan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitas dan deturgensinya.8

4

Page 6: 123758902-keratokonjungtivitis

Gambar 1. Anatomi Kornea Gambar 2. Anatomi Konjungtiva

2.1.2. Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang

membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan

permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan

kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.

Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:8

1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).

2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).

3. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian

posterior palpebra dan bola mata)

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat

erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior

(pada fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi

konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di

fornices dan melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan

memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (Duktus-duktus kelenjar lakrimalis

bermuara ke forniks temporal superior.) Kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan

konjungtiva menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul

tenon dan sklera di bawahnya. Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula)

menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona transisi

yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa.8

Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi

hubungan dengan jaringan di bawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan.

Juga mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat

ini mudah terjadi bila terdapat peradangan mata. Jika dilihat dari segi histologinya,

lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder

bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas

karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari

5

Page 7: 123758902-keratokonjungtivitis

sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau

oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan

untuk dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal

berwarna lebih pekat daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung

pigmen.8

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial)dan satu

lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di

beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum

germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3

bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat

papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa

tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini

menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun

longgar pada bola mata. Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang

struktur dan funginya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar

kelenjar Krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar

Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas. 8

2.2. Definisi

Keratokonjungtivitis adalah peradangan ("-itis") dari kornea dan konjungtiva.

Ketika hanya kornea yang meradang, hal itu disebut keratitis, ketika

hanya konjungtiva yang meradang, hal itu disebut konjungtivitis.1,8

2.3. Etiologi

Konjungtivitis dapat diakibatkan oleh virus, bakteri, fungal, parasit, toksik,

chlamydia, kimia dan agen alergik. Konjungtivitis viral lebih sering terjadi daripada

konjungtivitis bakterial. Insidensi konjungtivitis meningkat pada awal musim semi.

Etiologi konjungtivitis dapat diketahui berdasarkan klinis pasien. Pada tingkat seluler

terdapat infiltrat seluler dan eksudat pada konjungtiva. Etiologi keratitis superfisial

6

Page 8: 123758902-keratokonjungtivitis

antara lain adalah infeksi (bakteri, viral, dan fungal), degeneratif (dry eye, defek

neurotropik atau berhubungan dengan penyakit sistemik), toksik dan alergi. Morfologi

dan distribusi lesi pada kornea dapat membantu mengetahui penyebab keratitis. Ada

beberapa penyebab potensial keratokonjungtivitis yaitu kekeringan, infeksi virus,

manifestasi dari atopi atau allergen maupun trauma mekanik.

2.4. Klasifikasi

Keratokonjunctivitis sicca digunakan ketika peradangan karena

kekeringan. ("Sicca" berarti "kering" dalam konteks medis.) Hal ini terjadi

dengan 20% pasien RA.

Istilah " Vernal keratokonjunctivitis "(VKC) digunakan untuk merujuk

keratokonjungtivitis terjadi di musim semi, dan biasanya dianggap

karena alergen.

Atopik keratokonjunctivitis adalah salah satu manifestasi dari atopi.

Epidemi keratokonjunctivitis disebabkan oleh adenovirus infeksi.

Keratokonjungtivitis limbus superior diduga disebabkan oleh trauma mekanik

2.5. Patofisiologi

Konjungtivitis alergika disebabkan oleh respon imun tipe 1 terhadap alergen.

Alergen terikat dengan sel mast dan reaksi silang terhadap IgE terjadi, menyebabkan

degranulasi dari sel mast dan permulaan dari reaksi bertingkat dari peradangan. Hal ini

menyebabkan pelepasan histamin dari sel mast, juga mediator lain termasuk triptase,

kimase, heparin, kondroitin sulfat, prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. histamin

dan bradikinin dengan segera menstimulasi nosiseptor, menyebabkan rasa gatal,

peningkatan permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi

konjungtiva.2,5,8

Konjungtivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu dan

kontaminasi eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat yang

berdekatan atau dari jalur aliran darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa konjungtiva.

7

Page 9: 123758902-keratokonjungtivitis

Kedua infeksi bakterial dan viral memulai reaksi bertingkat dari peradangan leukosit

atau limfositik meyebabkan penarikan sel darah merah atau putih ke area tersebut. Sel

darah putih ini mencapai permukaan konjungtiva dan berakumulasi di sana dengan

berpindah secara mudahnya melewati kapiler yang berdilatasi dan tinggi

permeabilitas.2,3,5

Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang menutupi

konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk terjadinya infeksi. Pertahanan

sekunder adalah sistem imunologi (tear-film immunoglobulin dan lisozyme) yang

merangsang lakrimasi.2

2.6. Diagnosis

Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau

panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Sensasi benda asing dan

tergores atau terbakar sering berhubungan dengan edema dan hipertrofi papiler yang

biasanya menyertai hiperemi konjungtiva. Sakit pada iris atau corpus siliaris

mengesankan terkenanya kornea. Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, berair

mata, eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma konjungtiva),

folikel (hipertrofi lapis limfoid stroma), pseudomembranosa dan membran, granuloma,

dan adenopati pre-aurikuler.8

Hiperemia adalah tanda paling mencolok pada konjungtivitis akut. Kemerahan

paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus disebabkan dilatasi pembuluh-

pembuluh konjungtiva posterior. Warna merah terang mengesankan konjungtivitis

bakteri dan keputihan mirip susu mengesankan konjungtivitis alergika. Berair mata

(epiphora) sering mencolok, diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau

gatal. Kurangnya sekresi airmata yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis

sicca. Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat berlapis-lapis dan

amorf pada konjungtivitis bakterial dan dapat pula berserabut seperti pada konjungtivitis

alergika, yang biasanya menyebabkan tahi mata dan saling melengketnya palpebra saat

bangun tidur pagi hari, dan jika eksudat berlebihan agaknya disebabkan oleh bakteri

8

Page 10: 123758902-keratokonjungtivitis

atau klamidia. Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke

muskulus muller (M. Tarsalis superior). Keadaan ini dijumpai pada konjungtivitis berat.

Misalnya Trachoma dan keratokonjungtivitis epidemika.8

Hipertrofi papila adalah reaksi konjungtiva non-spesifik yang terjadi karena

konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus.

Ketika berkas pembuluh yang membentuk substansi papila (selain unsur sel dan

eksudat) sampai di membran basal epitel, pembuluh ini bercabang-cabang di atas papila

mirip jeruji payung. Eksudat radang mengumpul di antara serabut-serabut dan

membentuk tonjolan-tonjolan konjungtiva. Pada penyakit yang mengalami nekrosis

(mis.,trachoma), eksudat dapat digantikan oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat.8

Bila papilanya kecil, konjungtiva umumnya tampak licin mirip beludru.

Konjungtiva papiler merah mengesankan penyakit bakteri atau klamidia

(mis.,konjungtiva tarsal merah mirip beludru adalah khas untuk trachoma akut).

Infiltrasi nyata ke konjungtiva menghasilkan papilla besar dengan atap rata, poligonal,

dan berwarna merah-keputihan. Pada tarsus superior papilla seperti ini mengesankan

keratokonjungtivitis vernal dan konjungtivitis papiler besar dengan sensitivitas lensa

kontak; pada tarsus inferior, mengesankan keratokonjungtivitis atopik. Papila besar

dapat pula timbul di limbus, terutama di daerah yang biasanya terpapar saat mata dibuka

(antara pukul 2 dan 4 dan antara pukul 8 dan 10). Di sini papila tampak berupa tonjolan-

tonjolan gelatinosa yang dapat meluas sampai ke kornea. Papila limbus khas untuk

keratokonjungtivitis vernal tetapi jarang pada keratokonjungtivitis atopi.8

Kemosis dari konjungtiva sangat memberi kesan konjungtivitis alergik akut tapi

dapat juga timbul pada konjungtivitis gonococcal atau meningococcal akut dan terutama

pada konjungtivitis adenoviral. Kemosis dari konjungtiva bulbar terlihat pada pasien

dengan trichinosis. Kadang-kadang, kemosis dapat muncul sebelum infiltrat seluler atau

eksudasi terlihat.8

Folikel terlihat pada kebanyakan kasus konjungtivitis virus. Pada semua kasus

konjungtivitis klamidia kecuali konjungtivitis inklusi pada neonatus, pada beberapa

kasus konjungtivitis parasitik, dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik yang

9

Page 11: 123758902-keratokonjungtivitis

disebabkan obat-obatan topikal seperti idoxuridine, dipivefrin, dan miotic. Foikel pada

forniks inferior dan pada batas tarsus mempunyai nilai diagnostik yang rendah, tapi saat

terletak pada tarsus (terutama tarsus atas), konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik

(yang menyertai obat-obatan topikal) harus dicurigai. Folikel terdiri dari hiperplasia

limfoid fokal berada dalam lapisan limfoid konjungtiva dan biasanya mengandung

sentrum germinativum. Secara klinis, folikel dapat dikenali sebagai struktur bulat, putih

atau abu-abu avaskuler. Dengan pemeriksaan slitlamp, pembuluh darah kecil dapat

terlihat timbul dari batas folikel dan mengelilingi folikel.8

Pseudomembran dan membran adalah hasil proses eksudatif dan berbeda

derajatnya. Sebuah pseudomembran adalah pengentalan di atas permukaan epitel. Bila

diangkat, epitel tetap utuh. Sebuah membran adalah pengentalan yang meliputi seluruh

epitel dan jika diangkat akan meninggalkan permukaan yang kasar dan berdarah.

Pseudomembran atau membran dapat menyertai keratokonjungtivitis epidemika,

konjungtivitis herpes simplex virus primer, konjungtivitis streptokokal, difteri, cicatrical

pemphigoid, dan eritema multiforme mayor. Juga mungkin timbul sebagai akibat buruk

luka bakar kimiawi, khususnya basa.8

Granuloma konjungtiva selalu mengenai stroma dan yang paling sering adalah

chalazia. Penyebab endogen lain termasuk sarcoid, sifilis, cat-scratch disease, dan, yang

jarang koksidiomikosis. Parinaud’s oculoglandular syndrome meliputi granuloma

konjungtival dan nodus limfe periaurikuler yang menonjol, dan kelompok penyakit ini

memerlukan pemeriksaan biopsy untuk menegakkan diagnosa.8

Limfadenopati periaurikuler adalah tanda penting dari konjungtivitis. Nodus

periaurikuler yang terlihat mencolok tampak pada Parinaud’s oculoglandular syndrome

dan, yang jarang, pada epidemic keratoconjunctivitis. Nodus periaurikuler yang besar

maupun kecil, kadang sedikit nyeri tekan, muncul pada konjungtivitis herpes simplex

primer, keratokonjungtivitis epidemika, konjungtivitis inklusi, dan trachoma. Nodus

periaurikuler yang kecil dan tidak nyeri tekan muncul pada demam faringokonjungtival

dan konjungtivitis hemoragik akut. Kadang-kadang limfadenopati periaurikuler dapat

terlihat pada anak dengan infeksi kelenjar meibomian.8

10

Page 12: 123758902-keratokonjungtivitis

Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus, pemeriksaan

eksternal dan slit-lamp biomikroskopi. Pemeriksaan eksternal harus mencakup elemen

berikut ini:8

· Limfadenopati regional, terutama sekali preaurikuler

· Kulit: tanda-tanda rosacea, eksema, seborrhea

· Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan warna, malposisi,

kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan

· Konjungtiva: bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis, perubahan

sikatrikal, simblepharon, massa, secret

Slit-lamp biomikroskopi harus mencakup pemeriksaan yang hati-hati terhadap:

· Margo palpebra: inflamasi, ulserasi, sekret, nodul atau vesikel, sisa kulit berwarna

darah, keratinisasi

· Bulu mata: kerontokan bulu mata, kerak kulit, ketombe, telur kutu

· Punctum lacrimal dan canaliculi: penonjolan, secret

· Konjungtiva tarsal dan forniks: Adanya papila, folikel dan ukurannya; perubahan

sikatrikal, termasuk penonjolan ke dalam dan simblepharon; membran dan

psudomembran, ulserasi, perdarahan, benda asing, massa, kelemahan palpebra

· Konjungtiva bulbar/limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, kelemahan, papila,

ulserasi, luka, flikten, perdarahan, benda asing, keratinisasi

· Kornea: Defek epithelial, keratopati punctata dan keratitis dendritik, filament,

ulserasi, infiltrasi, termasuk infiltrat subepitelial dan flikten, vaskularisasi, keratik

presipitat

· Bilik mata depan: rekasi inflamasi, sinekia, defek transiluminasi

· Corak pewarnaan: konjungtiva dan kornea

11

Page 13: 123758902-keratokonjungtivitis

Gambar 3. Keratokonjungtivitis epidemika Gambar 4. Keratokonjungtivitis alergi

Gambar 5. Keratokonjungtivitis limbus superior Gambar 6. Keratokonjungtivitis vernalis

12

Page 14: 123758902-keratokonjungtivitis

2.7. Diagnosis Banding

Gejala subyektif dan obyektif

Glaukoma akut

Uveitis akut

Keratitis K Bakteri K. virus K. alergi

PenurunanVisus +++ +/++ +++ - - -Nyeri ++/+++ ++ ++ - - -

Fotofobia + +++ +++ - - -

Halo ++ - - - - -

Eksudat - - -/++ +++ ++ +

Gatal - - - - - ++

Demam - - - - -/++ -

Injeksi siliar + ++ +++ - - -Injeksi konjungtiva ++ ++ ++ +++ ++ +Kekeruhan kornea +++ - +/++ - -/+ -Kelainan pupil Midriasis

nonrekatifMiosis iregular

Normal/miosis

N N N

Kedalaman COA Dangkal N N N N NTekanan intraokular

Tinggi Rendah N N N N

Sekret - + + ++/+++ ++ +

Kelenjar preaurikular

- - - - + -

2.8. Komplikasi

Kebanyakan konjungtivitis dapat sembuh sendiri, namun apabila konjungtivitis

tidak memperoleh penanganan yang adekuat maka dapat menyebabkan komplikasi:1

a. Blefaritis marginal hingga krusta akibat konjungtivitis akibat staphilococcus

b. Jaringan parut pada konjungtiva akibat konjungtivitis chlamidia pada orang

dewasa yang tidak diobati adekuat

c. Keratitis punctata akibat konjungtivitis viral

d. Keratokonus (perubahan bentuk kornea berupa penipisan kornea sehingga

bentuknya menyerupai kerucut) akibat konjungtivitis alergi.

e. Ulserasi kornea marginal, perforasi kornea hingga endoftalmitis dapat terjadi

pada infeksi N. gonorrhoeae, N. kochii, N. meningitidis, H. aegypticus, S. aureus

dan M. catarrhalis.

f. Pneumonia terjadi 10-20 % pada bayi yang mengalami konjungtivitis chlamydia

g. Meningitis dan septikemia akibat konjungtivitis yang diakibatkan

meningococcus.

13

Page 15: 123758902-keratokonjungtivitis

2.9. Penatalaksanaan

Masing-masing jenis konjungtiva memberikan gejala klinis yang berbeda.

Penatalaksanaan keratokonjungtivitis tergantung pada berat ringannya gejala klinik.

Pada kasus ringan sampai sedang, cukup diberikan obat tetes mata tergantung jenis

penyebabnya seperti pada KKV dapat diberikan anti histamin topikal dan dapat

ditambahkan vasokontriktor, kemudian dilanjutkan dengan stabilasator sel mast. Pada

kasus yang berat dapat dikombinasi dalam pengobatannya ataupun dilakukan

pembedahan.1,8

Pada konjungtivitis virus yang merupakan “self limiting disease” penanganan

yang diberikan bersifat simtomatik serta dapat pula diberikan antibiotic tetes mata

(chloramfenikol) untuk mencegah infeksi bakteri sekunder. Steroid tetes mata dapat

diberikan jika terdapat lesi epithelial kornea, namun pemberian steroid hanya

berdasarkan pengawasan dokter spesialis mata karena bahaya efek sampingnya cukup

besar bila digunakan berkepanjangan, antara lain infeksi fungal sekunder, katarak

maupun glaucoma.9,10

Penanganan primer keratokonjungtivitis epidemika ialah dengan kompres dingin

dan menggunakan tetes mata astrigen. Agen antivirus tidak efektif. Antibiotic topical

bermanfaat untuk mencegah infeksi sekunder. Steroid topical 3 kali sehari akan

menghambat terjadinya infiltrate kornea subepitel atau jika terdapat kekeruhan pada

kornea yang mengakibatkan penurunan visus yang berat, namun pemakaian

berkepanjangan akan mengakibatkan sakit mata yang berkelanjutan. Pemakaian steroid

harus di tapering off setelah pemakaian lebih dari 1 minggu.1,11,12

Penanganan konjungtivitis bakteri ialah dengan antibiotika topical tetes mata

(misalnya kloramfenikol) yang harus diberikan setiap 2 jam dalam 24 jam pertama

untuk mempercepat proses penyembuhan, kemudian dikurangi menjadi setiap empat

jam pada hari berikutnya. Penggunaan salep mata pada malam hari akan mengurangi

kekakuan pada kelopak mata di pagi hari. Antibiotik lainnya yang dapat dipilih untuk

gram negative ialah tobramisin, gentamisin dan polimiksin; sedangkan untuk gram

positif icefazolin, vancomysin dan basitrasin.10

14

Page 16: 123758902-keratokonjungtivitis

Penanganan infeksi jamur ialah dengan natamisin 5 % setiap 1-2 jam saat

bangun, atau dapat pula diberikan pilihan antijamur lainnya yaitu mikonazol,

amfoterisin, nistatin dan lain-lain.1

2.10. Prognosis

Prognosis pada kasus keratokonjungtivitis tergantung pada berat ringannya

gejala klinis yang dirasakan pasien, namun umumnya baik terutama pada kasus yang

tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada kornea.8

15

Page 17: 123758902-keratokonjungtivitis

BAB III

LAPORAN KASUS

3. A

Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan

pada hari kamis, 5 April 2012 di Poliklinik Mata RSUD Abdul Wahab Sjahranie

Samarinda pukul 10.00 WITA.

Identitas Pasien

Nama : Ny. S

Usia : 40 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Rinjani Indah No. 45 L-4

Anamnesis

Keluhan Utama : mata sebelah kanan merah

Riwayat Penyakit Sekarang:

Mata sebelah kanan merah sudah dialami sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya

mata timbul kemerahan dan kemudian dirasakan rasa sedikit nyeri (tidak bertambah jika

ditempat terang). pasien kemudian mengeluhkan penglihatannya mulai terasa kabur

sejak 3 hari yang lalu. Mata kanan dirasakan seperti ada yang mengganjal, timbul

kotoran mata yang tidak banyak, dirasakan pula adanya sering berair namun tidak

banyak, namun tidak dirasakan silau ataupun seperti pelangi pada penglihatannya. Tidak

ada keluhan lain seperti demam, pilek, ataupun nyeri tenggorokan yang dirasakan

pasien.

Pasien sudah mencoba mengunakan tetes mata fresh sejak 3 hari yang lalu,

namun keluhan masih tetap dirasakan. Pasien juga mengaku tidak ada kontak

sebelumnya dengan orang yang mengalami hal serupa.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa seperti ini sebelumnya. Tidak ada

riwayat hipertensi, diabetes melitus maupun asma atau alergi sebelumnya.

16

Page 18: 123758902-keratokonjungtivitis

Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan sakit : sakit sedang

Kesadaran : komposmentis

Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Frekuensi Nadi : 82 kali/menit

Frekuensi Nafas : 20 kali/menit

Status generalisata : Kepala/leher : pembesaran KGB preauriukuler (-)

Thorax : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : dalam batas normal

Status Oftalmologi :

Pemeriksaan Subjektif: VOD : 6/15, pinhole 6/9

VOS : 6/6

Pemeriksaan Oculi Dextra Oculi SinistraPosisi bola mata Ortoforia OrtoforiaPergerakan bola mata Normal ke segala arah Normal ke segala arahSekret - -Palpebra superior Oedem (+) Oedem (-)Palpebra inferior Oedem (-)

Papil (+)Folikel (+)

Oedem (-)Papil (-)Folikel (-)

Cilia Normal NormalKonjungtiva Bulbi Hiperemi (+) Hiperemi (-)Konjungtiva Tarsal Hiperemi (+) Hiperemi (-)Kornea Keruh JernihCOA Dalam DalamPupil- Bentuk- Diameter- Refleks

Bulat3 mm+

Bulat3 mm+

Iris Warna coklat Warna coklatLensa Jernih Jernih

17

Page 19: 123758902-keratokonjungtivitis

TIO (palpasi) Normal NormalSlitlamp Bintik-bintik putih kecil

pada korneaNormal

Funduskopi Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi

Diagnosis : Keratokonjungtivitis Oculi Dekstra

Diagnosis Banding

- Uveitis akut

- Glaukoma akut

Penatalaksanaan

- Ximex optixitrol ED 4 gtt 1 OD

- Asam mefenamat 500 mg tab 2 x 1 tab

- Becom C 1 dd tab 1

- KIE: menggunakan pelindung mata (kacamata) agar terhindar dari kotoran,

menjaga kebersihan mata serta menjaga kesehatan tubuh (cuci tangan), kontrol

kembali satu minggu untuk mengavaluasi kembali kemajuan terapi.

Prognosis

Dubia ad bonam

18

Page 20: 123758902-keratokonjungtivitis

BAB IV

PEMBAHASAN

4. A

Diagnosis keratokonjungtivitis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Konjungtivitis sebaiknya dibedakan dengan keratitis

dengan perbedaan sebagai berikut:

Tanda Konjungtivitis KeratitisTajam penglihatan Normal Turun nyataSilai Tidak ada NyataSakit Pedas, rasa kelilipan SakitMata merah Injeksi konjungtiva Injeksi siliarSekret Serous, mukous, purulen Tidak adaLengket kelopak Terutama pagi hari Tidak adaEdem kelopak mata

Tidak ada/ringan, terutama pada konjungtivitis adenoviral

Tidak ada/berat

Pupil Normal MengecilKornea Normal Keruh, defek epitel pada

pewarnaan fluoreseinBeradasarkan hasil anamnesa diperoleh kombinasi gejala dan tanda pada

penyakit konjungtivitis dan keratitis sehingga pasien ini didiagnosis dengan

keratokonjungtivitis. Gejala dan tanda konjungtivitis pada pasien ini antara lain mata

merah, terasa seperti ada yang mengganjal serta adanya sekret/kotoran mata. Selain itu

bukti keterlibatan kornea ialah adanya keluhan penglihatan yang menjadi kabur dan rasa

nyeri yang dirasakan seperti ada benda asing.

Pada literatur disebutkan bahwa pemeriksaan penunjang untuk kelainan mata

luar dengan pemeriksaan biomikroskop (slitlamp) dengan atau tanpa pewarnaan

fluoresein juga dapat dilakukan. Pemeriksaan dengan mata telanjang tidak akan

memperlihatkan kekeruhan kornea, namun penggunaan slitlamp akan tampak adanya

kekeruhan pada kornea baik berupa gambaran infiltrat seperti titik putih kecil atau

becabang, bentuk dan lokasi lainnya. Pada pasien ini ditemukan adanya gambaran

beberapa titik putih kecil di kornea namun halus dan sedikit tersebar.

Meskipun melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat diperkirakan etiologi

keratokonjungtivitis, pemeriksaan penunjang lain seperti hapusan dari konjungtiva

19

Page 21: 123758902-keratokonjungtivitis

maupun kornea juga dapat dilakukan guna penegakan diagnosis. Dengan melakukan

apusan serta pewarnaan untuk menemukan beberapa gambaran berupa sel-sel yang khas

ditemukan pada masing-masing kasus keratokonjungtivitis.

Penatalaksanaan keratokonjungtivitis disesuaikan dengan etiologinya. Pada

kasus ini diberikan medikamentosa meliputi ximex optixitrol (dexametasone Na

phoshate 1 mg, neomysin sulfat 3,5 mg, polimyxin B sulfat 6.000 iu) yang merupakan

pengobatan topikal steroid dengan kombinasi antibiotik. Pada pasien ini diagnosis

mengarah pada keratokonjungtivitis virus sehingga sebenarnya ialah ”sel limiting

disease” namun untuk penanganan pemberian steroid dapat difikirkan karena telah

adanya keterlibatan epitel kornea, antibiotik diberikan karena untuk mencegah adanya

infeksi sekunder. Sebenarnya pemakaian steroid harus dalam penanganan dokter

spesialis mata mengingat bahaya efek sampingnya yang cukup besar. Analgetik asam

mefenamat yang merupakan golongan NSAID dapat diberikan untuk mengurangi nyeri

yang dirasakan pasien. Sedangkan vitamin C, B dan Ca-pantotenat dalam sediaan

Becom C merupakan tambahan untuk proses reepitelisasi kornea.

Edukasi yang diberikan ialah menggunakan pelindung mata seperti kacamata

untuk menghindari mata dari pajanan luar. Jangan mengusap atau menggaruk mata

karena dapat memperburuk kondisi peradangan pada mata. Membudayakan cuci tangan

dan perbaikan higiene agar mencegah infeksi ulang maupun sekunder serta mencegah

penularan. Selain itu melakukan pengobatan sesuai yang dianjurkan dan kembali kontrol

1 minggu kemudian untuk memantau kemajuan maupun respon penyakit terhadap terapi

yang diberikan serta mengontrol efek samping obat yang mungkin timbul.

Prognosis keratokonjungtivitis ini tergantung pada luasnya jaringan parut kornea

yang terbentuk dimana penanganan dini dan tepat dapat mencegah kerusakan mata

permanen. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena infiltrat yang

ditemukan sebenarnya tidak banyak dan hanya berupa titik kecil yang mana proses

penyembuhan kembali lagi pada ketahanan dan kepatuhan pasien sendiri.

20

Page 22: 123758902-keratokonjungtivitis

BAB VI

PENUTUP

5. A

Telah dilaporkan kasus pada seorang wanita berusia 40 tahun, yang merupakan

apsien rawat jalan di poliklinik mata RSUD AW Swjahranie. Dari hasil anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dieproleh, ditegakkan diagnosis

keratokonjungtivitis. Penderita diberikan terapi antiradang, antibiotik dan vitamin.

Prognosis pasien ini dubia ad bonam.

21

Page 23: 123758902-keratokonjungtivitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas DSM, Sidarta,. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta. 2006.

2. American Academy of Ophthalmology. Preferred practice pattern: conjunctivitis,

2nd ed. San Francisco, CA: American Academy of Ophthalmology; 2003.

3. Stenson S, Newman R, Fedukowicz H. Laboratories studies in acute conjunctivitis.

Arch Opthalmology. 1982; 100: 1275-1277.

4. Weiss A, Brinser J, Nasae-Stewart V. Acute conjunctivitis in childhood. J Pediatr

Med. 1993; 122:10-14.

5. Gigliotti F, Williams WT, Hayden FG. Etiology of acute conjunctivitis in children.

J. Pediatr. 1981;98: 531-536.

6. Fitch CP, Rapoza PA, Owens S. Epidemiology and diagnosis of acute conjunctivitis

at an inner-city hospital. Opthalmology. 1989;96:1215-1220.

7. Sambursky RP, Fram N, Cohen Ej. The prevalence of adenoviral conjunctivitis at

the Wills Eye Hospital emergency room. Optometry. 2007;78:236-914.

8. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000.

9. Scott IU and Luu K. Conjunctivitis, viral.

http://www.emedicine.medscape.com/article/1197851. [Online] Emedicine, April

2012.

10. Khaw PT, Shah Pand Elkington AR. ABC of Eyes. Fourth edition. BMJ Publishing

Group, 2004.

11. Bawazeer A and Hodge WG. Keratoconjunctivitis Epidemic.

http://emedicine.medscape.com/article/1192751-print. [Online] Emedicine. January

7, 2008.

12. Yanoff, Myron, Duker JS and Augsburger JJ. Opthalmology 2nd edition: Mosby,

2003.

22