122930953-terjemahan-cpr-doc.doc

Upload: dovec-junayd

Post on 01-Nov-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RESUSITASI CARDIOPULMONALDavid Shimabukuro dan Linda L. Liu

Cardiopulmonary Resuscitation adalah istilah yang pertama kali digunakan pada awal tahun 60-an oleh Safar dan Kouwenhoven untuk menjelaskan suatu teknik gabungan dari mulut ke mulut dan penekanan pada rongga dada pada seorang pasien yang sudah tak berdenyut. Selama lebih 40 tahun, telah dibuat perkembangan yang signifikan pada CPR dan Cardiovascular Life Support, khususnya pada penerapannya di luar Rumah Sakit. Saat ini, CPR dianggap sebagai Basic Life Support (BLS), sedangkan Adult Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) dan Pediatric Advanced Cardiovascular Life (PALS) dianggap sebagai penggunaan Farmokoterapi yang lebih canggih dan teknik yang lebih sulit. Resusitasi di luar Rumah Sakit sudah dijelaskan dengan baik dalam literatur ini, namun di dalam Rumah Sakit, Resusitasi jarang dijelaskan.Pada tahun 1986, the American Heart Association menerbitkan Algoritma ACLS yang pertama. Pada tahun 2000, the International Liaison on Resuscitation mengadakan konferensi international yang pertama untuk menghasilkan Petunjuk Global untuk penanganan Emergensi cardiovascular dan CPR. Para pakar ini bertemu secara berkala dalam beberapa tahun untuk membuat Petunjuk dan Algoritma untuk CPR dan ACLS yang baru yang disesuaikan dengan hasil penelitian mutakhir. Petunjuk yang paling mutakhir diterbitkan pada tahun 2010 ada dalam buku ini. I,2BASIC LIFE SUPPORT (BLS)

Bagi pasien yang mengalami serangan jantung sebaiknya melakukan tahapan-tahapan berikut (1) segera kenali gejalanya (2) periksa sesak nafas dan pernafasan yang tidak normal (3) aktifkan sistem emergensi respons dan ambil Automated External defibrillator (AED) (4) periksa denyut nadi (tidak lebih dari 10 detik) dan (5) mulai siklus kompresi dada 30 kali dalam diikuti 2 kali pernafasan.

Gejala Sebelum jatuh korban, seorang penolong harus yakin kalau lokasi kejadian betul-betul aman; kemudian respon pasien harus diuji dengan menepuk atau menanyakan pertanyaan (apakah anda baik baik saja?). Cepat periksa pernafasan korban apa normal atau tidak. Jika ada keanehan terjadi, Emergency Response System cepat dilakukan dan AED segera diambil.

SirkulasiKarena denyut nadi sangat sulit dideteksi, ada beberapa petunjuk biasa digunakan, seperti apakah pasien bernafas secara spontan atau naik-turun. Penolong harus juga memeriksa denyut nadi kurang dari 10 detik pada daerah leher atau pergelangan tangan. Jika pasien tidak punya denyut nadi, tidak ada tanda-tanda kehidupan, atau penolong tidak yakin, segera lakukan penekanan pada bagian dada. Bagian bertulang pada telapak tangan diletakkan pada tulang dada pasien di bawah putting secara membujur. Tulang dada ditekan sepanjang 5 cm dengan rata-rata 100 kali tekanan dalam 1 menit. Dada pasien ditekan agar aliran darah kembali ke jantung dan inilah yang disebut CPR. Polanya harus dalam 30 kali tekanan untuk 2 kali pernafasan ( 30 : 2 sama dengan 1 siklus CPR), tidak masalah apakah ada 1 saja atau 2 orang penolong).

Airway Dengan adanya Petunjuk BLS 2010 yang baru, menguasai manajemen jalur pernafasan sudah tidak terlalu penting. Menguasai cara yang lama seperti ABCD (Airway, Breathing, Circulation, Defibrillation) dengan Lihat, Dengar dan Rasakan telah diganti dengan CAB (Compression, Airway dan Breathing). Perubahan ini dikarenakan adanya bukti yang ditemukan kalau pentingnya penekanan pada bagian dada pasien dan perlunya segera menormalkan aliran darah pasien ke jantung (ROSC). Melancarkan saluran pernafasan biasa dilakukan tapi harus sesegera mungkin dan kurangi tekanan dibagian dada. Membuka saluran nafas pasien dapat dilakukan dengan cara yang mudah yaitu dengan menggunakan teknik mengangkat rahang pipi pasien (lihat gbr. 44-3). Teknik ini biasa digunakan pada pasien yang mengalami cedera tulang belakang. Alat-alat pernafasan seperti rongga hidung dan mulut dapat dimasukkan untuk menggantikan lidah dari orofaring posterior.

Breathing Meskipun studi-studi besar di luar Rumah Sakit menunjukkan bahwa kompresi dada dengan CPR tidak mudah dilakukan dibandingkan dengan kompresi-ventilasi CPR yang lama, penolong kesehatan masih harus menyediakan ventilasi bantuan. Seorang penolong bila sendirian dan bukan seorang yang berpengalaman dalam manajemen jalur pernafasan, tidak diharuskan memakai masker dalam ventilasi, tapi justru harus menggunakan mulut ke mulut atau mulut ke masker. Penanganan harus dilakukan untuk menghindari pernafasan yang dipaksakan. Volume yang naik turun harus diberikan dalam 1 detik dan menimbulkan kenaikan pada dada pasien. Kurang dari 1 menit ventilasi (cardiac output kurang dari normal) adalah tujuannya karena hiperventilasi akan mengakibatkan kerusakan pada sistem saraf.

Defibrillation Alat defiblirator sebaiknya segera dipasangkan pada pasien. Alat pendenyut jantung yang ditempelkan di dada pasien sebaiknya diletakkan di sebelah kanan atas batas tulang dada dan di bawah clavicle dan sebelah kiri puting dengan posisi di tengah garis dada (lihat gbr 44-4). Kebanyakan alat pendenyut jantung sekarang berbentuk diagram yang meperlihatkan posisi yang benar. Posisi-posisi alternatifnya meliputi anterior-posterior, anterior kiri intrascapular, dan anterior kanan inrascapular. Anterior axilla kanan ke anterior axilla kiri tidak dianjurkan.

ENERGI YANG DIGUNAKAN UNTUK DEFIBLIRASIJumlah energi yang dibutuhkan (joules) tergantung dari jenis alat defibrilasi yang digunakan. Dua jenis defibrillator yang umum digunakan (monophasic dan biphasic). Defibrillator dengan gelombang monophasic bermuatan energy yang satu arah, sedangkan defibrillator dengan biphasic bermuatan energy dengan berbagai arah. Berdasarkan fakta di lapangan tentang defiblirator, yang bermuatan energy berbagai arah yang sering berhasil mengatasi ventricular tachycardia (VT) dan ventricular fibrillation (VF). Selain itu defiblirator biphasic lebih sedikit menggunakan tenaga listri dibandingkan dengan yang monophasic dan juga tidak mudah rusak.

WAKTU UNTUK MENDEFIBRILASIDefibrilasi dilakukan pada saat pasien dalam keadaan kritis, karena kejadian yang paling sering terjadi pada pasien dewasa adalah VT/VF. Rata-rata kehidupan setelah pasien mengalami VF semakin menurun 7%-10% dengan tiap menit yang berlalu. Jika pasien mendapatkan tekanan di dada yang cukup berkurangnya kehidupan bias meningkat jadi 3% sampai 4% diang tiap menit berlalu sebagai penundaan hingga defiblirasi dilakukan.

Tiga algoritma ACLS yang relevan bagi pelaku anastesi di dalam ruang operasi adalah (1) pulseless cardiac arrest (2) simptomatik bradikardi (3) sImptomatik takikardi.

Pulseless Cardiac Arrest Cardiac disritmia yang menghasilkan pulseless cardiac arrest adalah (1) VF, (2) VT yang cepat, (3) pulseless electrical activity (PEA), dan (4) asystole (lihat gbr. 44-5). Selama terjadi pulseless cardiac arrest, yang perlu dilakukan adalah memberikan kompresi dada yang tepat dan defibrilasi dini jika iramanya VT dan VF. Pemberian obat adalah hal yang kedua karena obat sangat sulit dibuktikan kemanjurannya pada keadaan ini. Setelah pemberian CPR dan defibrilasi, penolong kemudian dapat memberikan akses jika dalam tubuh pasien, membuka saluran pernafasan dan mempertimbangkan pemberian obat, semuanya dilakukan sambil terus memberikan kompresi dada dan ventilasi.

MANAJEMEN AIRWAY

Bag-mask ventilasi dan ventilasi melalui saluran pernafasan tambahan (endotracheal tube, supraglottic airway adalah metode ventilasi yang efektif selama CPR. Karena kompresi dada tidak bisa dilakukan selama intubasi endotrakeal, penolong harus mempertimbangkan kebutuhan akan kompresi dada dan kebutuhan akan manajemen saluran pernafasan. Mungkin perlunya memasukkan saluran pernafasan tambahan jika pasien tidak memberikan respon setelah dilakukan beberapa kali CPR dan defibrilasi. Akan tetapi, keputusan ini tidak selalu benar. Misalnya pasien yang mengalami edema pulmonal yang boleh diberikan intubasi endotracheal cepat atau lambat.

Dengan adanya saluran pernafasan tambahan ini, pemberian ventilasi perlu dipertimbangkan lagi. Dada pasien seharusnya terangkat dua-duanya dan suara nafas seharusnya auskultasi. Selain itu, posisi yang tepat dari endotracheal tube sebaiknya dites dua kali untuk mengurangi ditemukannya false positive dan false negative. Capnograhy untuk mengukur end-tidal carbon dioxide (PETCO2) adalah tes yang ideal dan sangat direkomendasikan. Tes alternative termasuk pH (perubahan warna) dan esopagheal detector device (EDD). Sebuah EDD menggunakan pengisap balon lampu yang disambungkan di ujung endotracheal tube bila balon tersebut ditekan. Jika endotrakheal tube ada di trakhea, balon segera mengembang dengan udara dalam paru-paru karena cincin-cincin trachea kenyal dan tidak akan memecahkan tabung. Jika endotrakheal tube ada di esophagus, dinding-dinding esophagus yang lunak akan pecah di sekitar endotrakheal tube, dan balon tetap dalam keadaan tertekan. Begitu endotrakhea tube sudah diketahui ada di trakhea, ia akan aman. Satu nafas dapat diberikan dalam 6-8 detik tanpa harus bersamaan dengan kompresi. Gagalnya kesadaran pasien mungkin disebabkan karena buruknya cara kompresi dada dan migrasi endotrachea tube di dalam trachea. Memonitor PETCO2 secara menerus adalah cara yang paling baik untuk mengembalikan kesadaran pasien. Walaupun hasilnya belum dibuktikan dalam ROSC, sehingga dapat menuntun penolong dalam mengembalikan aliran darah pasien. Jika monitor carbon dioxide tidak tersedia, penempatan tabung dapat diperiksa secara berkala, khususnya selama kesadaran pasien berlangsung lama.

PENGOBATAN Mempersiapkan akses penyuntikan sangat penting, tapi sebaiknya dilakukan bersamaan dengan CPR dan Defibrilisasi. kateter yang besar sudah cukup untuk menyadarkan banyak pasien yang sudah tidak berdenyut. Obat sebaiknya diberikan dengan cepat diikuti dengan 20mL cairan pil jika diberikan belakangan. Jika akses penyuntikan obat tidak biasa dilakukan, obat-obat tertentu (epinephrine, lidocaine, vasopressin, atropine, naloxone) dapat diberikan melalui endotracheal tube. Dosis endotracheal tube adalah 2 3 kali dosis penyuntikan yang direkomendasikan, dan obatnya sebaiknya dicairkan dalam 5 sampai 10 mL air steril sebelum dimasukkan dalam endotrachea tube. Alternative cara penyuntikan biasa dilakukan dengan cara intraosseus. Peralatannya sudah banyak dijual di mana-mana. Tidak ada perubahan dosis pada cara-cara yang lain.

VENTRICULAR FIBRILLATION/VENTRICULAR TACHYCARDIA

Jika cardiac arrest terlihat, penolong kesehatan segera memasangkan alat defibrillator di dada pasien, mencari tahu irama jantungnya dan memberikan kejutan jika terjadi VT dan VF (lihat gbr 44-5). Bila cardiac arrestnya tidak terraba, penolong dapat memberikan 5 kali CPR kemudian memeriksa denyutnya dan mempertimbangkan memberikan defibrillator. CPR sebaiknya dilakukan segera setelah diberikan kejutan dilanjutkan 5 kali tekanan dalam 2 menit diikuti dengan mengecek ulang denyut jantung. Bila pasien masih tetap dalam keadaan VF/VT, defibrillator sebaiknya dichas apa energy yang tepat (360 J untuk monophasic dan 120 J untuk biphasic) sementara CPR masih terus dilakukan.

Jika VF dan VT masih tetap ada meski tetap dilakukan CPR-Defibrilasi selama 1 sampai 2 set, vasopressor sebaiknya diberikan (table 44-1). Epinephrine, 1 mg IV diberikan tiap 3 5 menit. Satu dosis vasopressin, 40 unit IV, mungkin menggantikan dosis epinephrine yang pertama atau yang kedua. Pemberian obat sebaiknya tepat waktu untuk mengurangi gangguan pada chest compression. Bila VF dan VT masih tetap ada setelah pemberian CPR-Defibrilasi dan Pemberian Vasopressin, sebuah pengobatan anti aritmia seperti amioradone, dianjurkan diberikan. Lidocaine juga biasa diberikan jika Amioradone tidak tersedia, tetapi Lidocaine belum terbukti punya kelebihan atas Amioradone. Magnesieum Sulfate juga biasa jika diduga ada torasdes de pointes.

ASYSTOLE DAN PULSELESS ELECTRICAL ACTIVITYAsystole biasanya irama yang menyilang, sedangkan PEA sering disebabkan oleh keadaan yang terbalik dan dapat diobati jika penyebabnya dapat diidentifikasi (Table 44-2). Kedua jenis detak jantung ini telah digabungkan menjadi bagian kedua pulseless arrest algoritma karena kesamaannya (lihat gbr 44-5). Karena defibrilasi hanya memberikan sedikit harapan, jadi CPR sebaiknya dilakukan secara efectif dan mengurangi gangguan, mengenal penyebab-penyebabnya, dan membuat saluran pernafasan tambahan. Vasopressor bias diberikan setelah inisiasi CPR. Epinephrine, 1 mg IV, bias diberikan setipa 3 5 menit. Secara bergantian, satu dosis vasopressin, 40 unit IV, bias menggantikan dosis pertama atau kedua epinephrine. Atropine telah dikeluarkan dari Algoritma karena studi membuktikan pemakaian terus menerus Atropine tidak memberikan perubahan apapun. Pemeriksaan detak jantung bisa dilakukan setelah tiap lima siklus atau 2 menti CPR. Jika detak jantung yang diatur muncul, penolong sebaiknya mengidentifikasi detaknya dan melakukan tindakan masin-masing. Tidak diberikannya perawatan yang maksimal pada pasien yang mengalami asystole menyebabkan sedikitnya pasien yang selamat.

BRADICARDIABradicardia adalah detak jantung yang kurang dari 60 bit / menit(Gambar 44-6). Beberapa pasien, terutama atlit muda, mengalami detak jantung kurang dari 60 bit / menit dalam keadaan istirahat namun tetap nampak sehat. Pasien asymptomatic tidak memerlukan perawatan. Perawatan farmakologi atau yang menggunakan alat listrik harus didasarkan oleh gejala atau simptomnya. Symptom tidak dapat diketahui melalui anastesi, jadi penyedia anastesi sebaiknya menyerahkan keputusannya pada pasien apakah akan memeriksa detak jantungnya. Perawatan awal pada symptom Bradycardia sebaiknya fokus pada saluran pernafasan, pernafasan dan sirkulasi. Pasokan oxygen harus tetap diberikan, mengecek detak jantung, tekanan darah, denyut nadi harus tetap dimonitor. Terapi tambahan termasuk atropine (0.5 mg IV tiap 3 to 5 menit; kurang dari 3 mg), infus b-adrenergic agonists (dopamine, epinephrine), atau langkah intrakutan

Takikardia

Meskipun penyebab Takikardia sudah jelas, pasien yang mengalami simptom ini sebaiknya segera dikejutkan dengan cardioversion yang disinkronkan (lihat gbr. 44-7). Percobaan pemakaian adenosine sebelum cardioversion dapat dipertimbangkan pada kasus Takikardia yang rumit. Pada pasien yang stabil dengan ventricular yang cepat sangat penting mengetahui apakah mereka memiliki QRS komplex yang sempit atau lebar (0.12 detik) pada electrocardiogram. Pasien dengan asymptomatic cardiac sebaiknya diperiksa oleh konsultan utnuk mengetahui apakah detak jantung mereka asalnya ventricular atau atrial. Perawatannya sebaiknya mengikuti saran konsultan yang mana pengobatannya meliputi pemakaian anti aritmia atau atrioventucular (AV) obat-obatan yang menahan detak jantung. Jika irama jantungnya adalah narrow-complex tachycardia yang tidak beraturan, iramanya kemungkinan besar adalah atrial fibrillation. Heart rate kontrol sebaiknya dilakukan dengan AV nodal blocking drugs. Jika iramanya adalah narrow-complex tachicardia yang beraturan, perubahannya yang kembali ke sinus rhythm sebaiknya dilakukan dengan menggunakan vagal atau adonesine. Cardiac rhythm conversions menunjukkan masuknya kembali supraventicular tachycardia, dan kekambuhannya dapat diatasi dengan adenosine atau AV nodal blocking drugs. Jika cardiac rhythm conversions tidak terjadi, rhythmnya kemungkinan atrial flutter atau junctional tachycardia. Hal ini bisa dilakukan dengan tetap mengendalikannya menggunakan AV nodal blocking drugs.

Epinephrine, vasopressin, amiodarone adalah diantara obat-yang paling umum digunakan pada algoritma ACLS (lihat Table 44-1) dan membutuhkan perhatian khusus.

EpinephrineEpinephrine adalah kombinasi antara dan adrenergic receptor agonists. Ia meningkatkan konsumsi oxygen myocardial sehingga meningkatkan detak jantung. Pada studi beberapa hewan, epinephrine sangat efektif mengembalikan spontanitas sirkulasi. Epinephrine dapat meningkatkan diastolic pressure dan menyimpan coronary perfusion dan mengembalikan aliran ke myocardium.

Vasopressin Vasopressin adalah terjadinya hormon antidiuretic secara alami dengan sisa kehidupan 10-20 menit. Ia adalah adrenergic peripheral vasoconstrictor yang bergerak oleh rangsangan langsung otot lembut vasopressin 1 receptor dan mengarah ke vasoconstriction vasculator yang intense di kulit. Otot-otot rangka, usus besar dan lemak. Vasopressin juga ditemukan di hewan yang secara selektif memvasodilate cerebral, coronary dan pulmonary vascular beds. Seperti halnya epinephrine, vasopressin dipercaya dapat meningkatkan diastolic pressure bahkan coronary perfusion pressure yang menyimpan aliran darah ke myocardium. Agar dapat memberikan kehidupan yang lebih lama, vasopressin dianjurkan diberikan hanya sekali pada saat sadarnya seorang pasien yang sudah tak punya denyut nadi.

Tidak ada perbedaan perlakuan yang mencolok pada pasien yang dirawat di dalam rumah sakit ataupun yang di temukan di luar dalam hal pemberian epinephrine ataupun mengalami vasopressin. Bila dibandingkan dengan pemberian epinephrine pada pasien yang mengalami asystole, vasopressin lebih diasosiasikan pada perawatan rumah sakit yang tidak dikenakan biaya, dan bukan usaha penyelamatan. Studi sekarang menunjukkan vasopressin yang dilakukan dengan pemberian epinephrine pada penderita asystole di rumah sakit tidak memberikan perkembangan yang berarti. Karena efek vasopressin dan epinephrine pada pasien yang mengalami henti jantung tidak jauh berbeda. Satu dosis vasopressin dapat menggantikan dosis pertama atau kedua epinephrine pada pasien pulseless cardiac arrest.

AmiodaroneAmiodarone awalnya dikembangkan sebagai obat antianginal pada tahun 1950 an tapi sudah tidak dipakai lagi karena efek sampingya. Karena ia mempunyai dampak pada cardiac sodium dan postassium channels juga dan reseptor, amiodarone kini kembali diteliti karena memiliki efek anti-aritmia. Amidarone memperpanjang repolarization dan refractoriness di sinoatrial node, atrial dan ventricular myocardium, AV node, His-Purkinje cardiac conduction system. Amiodarone dapat memperburuk atau menimbulkan arrhythmias, khususnya torsades de pointes. Obat ini dapat berinteraksi dengan volatile anasthetics dan menutup jantung, menyebabkan vasolidation, depresi myocardial, dan hypotensi yang parah. Ia dapat berinteraksi dengan banyak obat dan dapat memperpanjang efek oral anticoagulants, phenytoin, digoxin dan diltiazem. Meskipun punya dampak yang banyak, amiodarone sering dipakai pada pasien dewasa yang mengalami VF/VT di luar rumah sakit untuk memepertahankan nyawa mereka daripada placebo dan lidocaine. Dosis yang dianjurkan pada amiodarone adalah 300mg IV untuk VF/VT. Tambahan dosis 150mg IV untuk VF/VT yang akut.

Kembalinya kesadaran pada anak-anak mengikuti prinsip yang sama dengan orang dewasa. Perlu diingat bahwa kebanyakan kejadian pediatric cardiac adalah hasil dari kompromi antara hypoxemia dan respiratory dan menyebabkan nafas dan saluran pernafasan sulit mengembalikan kesadaran. Sebaliknya orang dewasa justru mengalami henti nafas karena hasil dari VF/VT myocardial ischemia. Defibrilasi adalah tindakan yang paling dini yang perlu diambil dalam hal ini. Walaupun BLS pada anak-anak mengikuti algoritma yang sama dengan orang dewasa C A B. alaminya, ada perbedaan dasar pada pasien dewasa dan anak-anak karena anak-anak lebih kecil. Bagi petugas kesehatan dianggap belum sampai 1 tahun sedangkan anak-anak dianggap 1 tahun sampai dewasa. BLS pada orang dewasa guidelines dapat digunakan pada anak-anak di atas 1 tahun.

AirwayAirway pada anak-anak agak berbeda dari orang dewasa. Tapi head-tilt chin lift adalah teknik untuk membuka saluran pernafasan. Anak-anak cenderung memiliki lidah dan epiglottis yang lebih besar dalam hal mulut dan kerongkongan dan memiliki kepala yang lebih besar dalam hal tubuh. Pembengkokan yang berlebihan di kepala dapat mempersulit terlihatnya epiglottis yang terbuka selama laryngoscopy langsung. Laryngoscopy yang lurus lebih disukai daripada yang bergelombang untuk mengangkat epiglottis di depan dan menjauh dari epiglottis yang tebuka pada anak-anak.

SirkulasiPulse checks dan closed chest compressions dilakukan dengan sedikit berbeda, tergantung apakah pasiennya infant atau anak-anak. Pada anak-anak, denyut dapat diperiksa pada carotid atau fermoral artery, sama dengan orang dewasa. Pada infant, denyut diperiksa pada brachial atau femoral artery.

External CompressionsPada seorang anak, tangan atau kedua-duanya sebaiknya diletakkan agak ke bawah dari sternum di antara nipples sedangkan jari-jari menghindari iga dan tetap dalam process xyphoid. Pada bayi, chest compression dilakukan dengan teknik dua jari. Dua jari dari satu tangan diletakkan di bawah sternum kira-kira 1 jari tangan di bawah intermammary line sambil teruskan process xyphoid. Bagi bayi dan anak-anak, sternum sebaiknya ditekan paling sedikit sepertiga atau seperdua diameter anterior-posterior dada dengan rata-rata paling sedikit 100 compressions permenit. Polanya sebaiknya 30 kali kompresi untuk 2 kali nafas (30:2) jika hanya ada satu penolong dan 15 kali kompresi untuk 2 kali nafas (15:2) jika ada dua penolong.

DefibrillationPada anak-anak, defibrilasi sebaiknya dilakukan jika terjadi pulseless rhythym (VF / VT). Energi dini 2 4 J/kg segera diberikan, tidak masalah apapun jenis waveformnya. Defibrilasi berikutnya paling sedikit 4J/kg, tapi tidak bias lebih dari 10 J/kg. defibrilasi biphasic dapat diberikan pada anak-anak di atas 1 tahun yang kasusnya terjadi di luar rumah sakit. American Heart guidelines menganjurkan pemakaian pediatric dose attenuator system yang dapat mengurang jumlah energi. Jika itu tidak ada, defibrilasi standar dapat digunakan sebagai pengganti.

Obat-obatanKebanyakan dosis obat disesuaikan dengan berat dan tinggi badan. Namun rata unit-unit pediatric sudah memiliki data tentang dosis yang telah disesuaikan dengan berat dan tinggi badan sehingga tidak perlu membuang waktu untuk mengukur tinggi dan berat badan hanya untuk menentukan dosis.

Perawatan Setelah Resusitasi

Setelah kesadaran berhasil pulih dengan kembalinya sirkulasi spontan, pasein sebaiknya dibawa ke ICU (jika belum berada d situ) agar mendapatkan perwatan pendukung (lihat gbr 44-8). Post cardiac arrest care sebaiknya difokuskan untuk mengoptimalkan fungsi cardiopulmonary untuk memastikan organ perfusion layak. Sebaiknya konsisten, menyatu dan multidisiplin. Kalau perlu, terapinya dilakukan bersamaan. Khususnya percutaneous coronary interventions (PCI) tidak bisa menunda dimulainya hypothermia dan mulainya hypothermia tidak boleh menunda PCI. Sering, vasopressor dan inotropes diberikan pada masa setelah kesadarankarena munculnya myocardial yang menarik perhatian dan ketidakstabilan hemodynamic. Central venous acces untuk memasukkan obat juga perlu bersama dengan intraarterial catheter untuk dapat memonitor hemodynamic. Selain cardiac recovery, neurogical recovery juga sangat penting. Hal ini benar saat pase setelah kesadaran. Hypothermia protocol sebaiknya segera disusun untuk memulai hypothermia. Akibat penggunaan hypothermia yang meluas, cara-cara traditional untuk menentukan neurologic prognosis pada pasien yang telah didinginkan belum disahkan dan sebaiknya dilakukan sendiri-sendiri.

Hipotermia Ringan Temperatur harus selalu diperiksa, dan selalu hindari terjadinya hipertermia. Pemberian hipotermia ringan pada 24 dan 48 jam pertama dapat mengembalikan neurogical pasien yang mengalami VF/VT di luar rumah sakit.10-11 Anjurannya adalah untuk mendinginkan comatose pasien (dianggap sebagai ketidakmampuam mengikuti perintah verbal) yang berhasil sadar dari VF / VT yang terjadi di luar rumah sakit dengan suhu tubuh 32 C 34 C pada selama 12 24 jam pertama. Hipotermia belum diteliti secara seksama pada pasien yang mengalami asystole atau PEA. Akan tetapi, dengan kemajuan teknologi yang diterapkan pada pasien semuanya menjadi cepat dan mudah, hipotermia ringan sudah diterapkan pada semua comatose pasien yang mengalami VF/VT baik di dalam maupun di luar rumah sakit dan dapat mengembalikan kesadaran dan spontanitas sirkulasi pasien meskipun pasiennya sudah tak berdenyut. Warming boleh dilakukan secara pasif asalkan tidak lebih dari 48 jam.

Level GlukosaMeningkatnya konsentrasi gula darah setelah tersadar dari cardiac arrest dianggap sebagai buruknya hasil neurogical. Namun, studi menunjukkan control yang ketat pada serum glucose meningkatkan hasil neurogical. Makanya, level glukosa setelah kesadaran perlu dimonitor lebih ketat untuk menghindari hipoglikemia atau hiperglikemia.

NormocapniaHiperventilasi tidak dapat melindungi otak atau organ vital yang lain setelah sadar dari cardiac arrest. Faktanya, iatrogenic hiperventilasi dapat mengarah pada meningkatnya airway pressure dan intrinsic positive and-respiratory pressure (auto PEEP), meningkatnya intrathoracic pressure dan intracranial pressure. Pada pasien yang mengalami cedera otak, hiperventilasi dapat memperburuk neurogical outcome. Tidak ada data yang mendukung sasaran sebagian pressure pada arterial carbon dioxide PaCO2 setelah sadar, jadi ventilation pada normocapnic level sangat dianjurkan.

Pelaku anastesi sering mengalami situasi dan pengalaman yang unik yang tidak terlihat oleh pelaku medis lainnya. Cardiac arrest selama anastesi berbeda dengan cardiac arrest yang terjadi di tempat lain karena pasien memiliki patofisiologi. Cardiac arrest sering terjadi selama anatesi dan dapat diantisipasi. Guideline lama sering tidak menerjemahkan dengan baik ke dalam tindak periperative. Atas dasar itu, the American Society of Anesthesiologists (ASA) Committee on Critical Care Medicine menerbitkan spesifik monograf untuk Adavanced Life for Anesthesia. Mereka mengembangkan tradisional 5 Hs dan 5 Ts yang sudah ditemukan oleh the American Heart Association (AHA) 8 Hs dan 8 Ts. Yang ada dalam daftar itu adalah hypoglycemia, malignant hyperthermia, hypervagal response, trauma, QT interval prolongation, and hipertensi pulmonal (lihat Table 44-2). Untuk situasi yang unik dan penyedia anestesi umum akan dijelaskan pada Bab selanjutnya.

AnaphylaxisReaksi obat ringan seperti ruam sudah umum terjadi di dalam ruang operasi. Reaksi yang berat seperti anaphylactic kurang lebih sering terjadi namun hanya sekali pada tiap pelaku anestesi. Obat-obat yang umum yang dapat diberikan jika terjadi anaphylaxis seperti latex, beta-lactam

antibiotik, succinylcholine, nondepolarizing muscle relaxants (mis. rocuronium; lihat juga Bab 12), dan intravenous contrast material. Tindakan pada anaphylaxis dapat dilakukan dengan memberikan epinephrine untuk mencegah munculnya vasolidation yang besar dan kebocoran vascular. Epinephrine dan vasopressin dapaty dilakukan untuk menopang tekanan darah, sedangkan anti steroid dan anti histamin diberikan selanjutnya untuk mengurangi respons. Cairan intravenous diberikan selanjutnya untuk mengatasi kebocoran vascular. CPR dan ACLS segera dilakukan jika tidak ada denyut. Pada kasus cardiovascular utuh epinephrine pada dosis yang besar dianjurkan. (table 44-4)

Gas Emboli (lihat juga Bab 30)

Meskipun jarang terjadi, kejadian gas embolis punya potensi meningkatkan yang parallel dengan meningkatnya prosedur operasi laparoscopic, dan prosedur laser endobronchial, posterior spine surgery. Langkah yang paling dini adalah mencegah penyebabnya (mis. Penghentian insufflations), menghentikan urat yang terbuka, dan mengisi surgical field dengan cairan garam. Pasien sebaiknya diletakkan pada Treledenburg position dengan posisi kiri ke bawah untuk menahan gas agar tidak masuk dan membiarkan pengisian saline.

Toksisitas Pada Lokal Anestesi (Lihat juga Bab 11)Bius lokal mempengaruhi sodium channel di seluruh tubuh, termasuh otak dan jantung. Umumnya keracunan terjadi karena dosis yang diberikan disesuaikan dengan keumuman cardiovascular collapse yang terjadi di ujung spectrum. Pada pasien non anestesi, central nervous system symptom sangat penting diketahui karena cenderung menimbulkan efek cardiac. Cardiac rhythm dapat diatur dari premature ventricular contractions kea systole. Kalau perlu, bius lokal dihentikan dulu. Intralipid sebaiknya diberikan pada cardiovascular toxicity. Sudah laporan dengan membaiknya neurogical system selain kesadaran yang lebih lama.

Anestesi Neuroaxial (lihat juga Bab 17)Cardiovascular collapse akibat neuroaxial anesthesia telah dijelaskan namun masih sulit dipahami. Nampaknya ini sering terjadi pada pasien muda yang sehat dan sering mengalami neuroaxial anesthesia. Mekanisme yang ditemukan yang menyebabkan hal ini trejadi adalah ada shift pada keseimbangan autonomic terhadap sistem parasimpatik, menurunnya aliran darah di splancnic circulation dan aktifnya baroreceptor yang merangsang response paradoxical Bezol-Jaricsh. Spinal anesthesia tinggi nampaknya yang menjadi masalah besarnya. Meskipun standar CPR dan ACLS telah dianjurkan.

PENYEDIA PELAYANAN KESEHATAN BLS PADA ORANG DEWASA

Nadi teraba

Nadi tidak teraba

Bagian Ilmu Anestesiologi, Perawatan Intensif,

dan Manajemen Nyeri

Fakultas KedokteranTEXTBOOK READINGUniversitas Hasanuddin DESEMBER 2012

RESUSITASI CARDIOPULMONAL (Ronald D. Miller, Manuel C. Pardo, Jr. Cardiopulmonary Resuscitation. In Basics of Anesthesia ed 6. University of California : USA. 2011. P715-728)

Oleh:

Icha Marissa Sofyan

C11108318

Pembimbing:

dr. Christa

Supervisor:

dr. Hisbullah , Sp.An., KIC-KAKV

DISUSUN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU ANASTESIOLOGI, PERAWATAN INTENSIF, DAN MANAJEMEN NYERI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2012

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama

: Icha Marissa Sofyan

Nim

: C 111 08 318

Judul refarat: Cardiopulmonary ResuscitationTelah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Anestesiologi, Perawatan Intensif, dan Manajemen Nyeri Falkultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Desember 2012

Konsulen,

Pembimbing,

(dr. Hisbullah, Sp.An., KIC-KAKV)

(dr. Christa)

Tidak ada respon

henti napas

Sistem Response Emergensi

Automatic external defibrillator

(AED)

Atau

Defiblilator

Atau segera kirim penyelamat kedua(jika tersedia) untuk melakukan hal ini

-Beri 1x napas setiap 5 atau 6 detik

-Kembali cek nadi setiap 2 menit

Cek nadi : Nadi teraba dalam 10 detik?

Mulai siklus dari 30 kompresi dan ventilasi 2x

AED/defibrillator tiba

Cek irama

Irama shock?

Segera ulangi CPR selama 2 menit

Chek selalu irama 2menit; teruskan sampai penyedia ALS mengambil alih atau korban segera berpindah.

Segera 1 shock, Segera Ulangi CPR selama 2 menit

ADVANCED CARDIOVASCULAR LIFE SUPPORT PADA ORANG DEWASA: ALGORITMA

ADVANCED CARDIOVASCULAR LIFE SUPPORT PADA ORANG DEWASA: DRUG THERAPY (Lihat juga Bab 7)

ADVANCED SUPPORT LIFE PADA ANAK-ANAK (lihat juga Bab 34)

PERTIMBANGAN PERIOPERATIVE KHUSUS