12013030_nopriawan_psa02.pdf

9
TUGAS II ANALISIS BAHAYA GEOLOGI (GL3021) “Problem Set Assignment 01: Earthquake Harzard Analysis” Disusun oleh Nopriawan 12013030 PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015

Upload: nopriawan

Post on 05-Jan-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 12013030_Nopriawan_PSA02.pdf

TUGAS II ANALISIS BAHAYA GEOLOGI (GL3021)

“Problem Set Assignment 01: Earthquake Harzard Analysis”

Disusun oleh

Nopriawan 12013030

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2015

Page 2: 12013030_Nopriawan_PSA02.pdf

1. Jelaskan beberapa jenis skala magnitudo gempabumi yang Anda ketahui dan

berikan contoh penggunaannya.

2. Bagaimana cara memperkirakan magnitudo maksimum gempabumi yang

mungkin terjadi (maximum credible earthquake/MCE) yang bersumber pada

suatu sesar yang berada di daratan.

3. Apa perbedaan mendasar antara analisis bahaya gempabumi secara

deterministik (DSHA) dan probabilistik (PSHA), serta berikan contoh

penggunaannya.

Jawaban:

1. Beberapa jenis skala magnitudo gempabumi yang saya ketahui dan contoh

penggunaannya.

A. Magnitudo Lokal (ML) merupakan skala magnitudo yang pertama kali

dikembang oleh Charles Richter pada tahun 1935. Ide dasar beliau

mengembangkan skala Magnitudo Lokal ini adalah untuk mengukur

kekuatan gempabumi yang kerap terjadi di California berdasarkan skala

sebuah alat dan bukan berdasarkan skala yang dirasakan oleh manusia.

Skala berdasarkan pengukuran alat (instrumen) ini sangat bergantung pada

jarak alat terhadap sumber gempa yang dapat dibaca berdasarkan

simpangan Amplitudo maksimumnya yang terekam pada seismogram. Data

gempa yang terjadi di California ini akan terus dikumpul oleh Pak C.

Richter sehingga menjadi data gempa dalam jangka waktu tertentu yang

disebut katalog gempa. Skala Magnitudo yang dikembangkan oleh C.

Richter inilah yang saat ini kita kenal sebagai Skala Richter (SR). Skala

Richter atau Magnitudo Lokal ini hanya cocok digunakan untuk gempa-

gempa lokal saja atau gempabumi yang berjarak kurang dari 600 Km dan

gempa-gempa kecil. Apabila jaraknya sudah melebihi 600 Km dan skala

gempanya juga besar, maka skala Richter ini sudah tidak sesuai lagi untuk

Page 3: 12013030_Nopriawan_PSA02.pdf

digunakan. Saat ini, stasiun pengamat gempa yang ada di seluruh dunia

sudah sangat jarang menggunakan skala magnitudo ini.

B. Magnitudo Gelombang Badan (Mb)

Magnitudo gelombang badan ini dibuat untuk mengatasi kelemahan

Magnitudo lokal yang sangat terbatas (pada jarak kurang dari 600 Km).

Pada gempa-gempa yang jauh, fasa-fasa gelombang badan primer terekam

sangat jelas sehingga Magnitudo Mb ini memanfaatkan gelombang badan

primer ini. Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa fasa gelombang ini

sangat bergantung terhadap jarak dan makin jauh dengan sumber maka

akan ada efek pelemahan gelombang. Untuk mengatasi efek

peluruhan/pelemahan gelombang ini, pada perumusan dasar untuk

menghitung magnitudo harus ada fungsi kalibrasi jarak dan kedalaman

gempa sehingga stasiun pengamat gempa yang berjarak 700 Km dengan

stasiun pengamatan 900 Km mendapatkan skala yang sama yang satu

kejadian gempa yang sama.

C. Magnitudo Gelombang Permukaan (Ms)

Apabila magnitudo Mb memanfaatkan gelombang badan, maka Magnitudo

gelombang permukaan atau disingkat Ms menggunakan

simpangan/amplitudo gelombang permukaan. Penggunaan magnitudo

gelombang permukaan ini disebabkan karena gempa yang berjarak lebih

dari 600 Km dimana pusat gempanya dangkal, maka gelombang gempa

yang akan terekam didominasi oleh gelombang permukaan. Nilai periode

gelombang gempabumi yang digunakan untuk mengukur magnitudo

gelombang permukaan adalah periode 20 detik dari gelombang Rayleigh

dari seismometer komponen vertikal.

D. Magnitudo Momen (Mw)

Magnitudo ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1979 oleh Hiroo

Kanamori dan Tom Hanks dan paling banyak digunakan saat ini.

Magnitudo ini mengukur “seismic moment” atau momen seismik yang

Page 4: 12013030_Nopriawan_PSA02.pdf

menunjukkan seberapa besar energi yang dilepaskan untuk menghasilkan

gempabumi berdasarkan luas rekahan, panjang slip, dan sifat rigiditas

(kekakuan) batuan. Saat ini, hampir semua stasiun pengamat gempabumi

yang ada di seluruh dunia menggunakan skala ini.

2. Cara memperkirakan magnitudo maksimum gempabumi yang mungkin

terjadi (maximum credible earthquake/MCE) yang bersumber pada suatu sesar

yang berada di daratan:

Setelah terjadinya gempabumi, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah

mengamati sesar yang ada pada lokasi kejadian gempabumi tersebut.

Kemudian tentukan jenis sesarnya, apakah jenisnya adalah sesar geser, sesar

normal, atau sesar naik.

Pada umumnya sesar geser tidak memiliki dampak yang signifikan jika

dibandingkan dengan sesar normal (normal fault) ataupun sesar naik (thrust

fault), dengan kata lain magnitudo atau kekuatan gempabumi yang

diakibatkan oleh sesar geser itu tidak sebesar magnitudo yang diakibatkan

oleh sesar normal ataupun sesar naik. Thrust fault (sesar naik) merupakan

jenis sesar yang berbahaya karena sesar ini berpotensi untuk menimbulkan

gelombang tsunami. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa kekuatan

atau magnitudo gempabumi pemicu gelombang tsunami tergolong besar,

yakni > 8 SR.

Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menghitung slip rate atau

kecepatan pergeseran, dari slip rate inilah kita dapat menentukan kekuatan

atau magnitudo maksimum gempabumi tersebut.

3. Perbedaan mendasar antara analisis bahaya gempabumi secara

deterministik (DSHA) dan probabilistik (PSHA), serta contoh

penggunaannya.

A. Metode Deterministik (DSHA)

Page 5: 12013030_Nopriawan_PSA02.pdf

Metode deterministik merupakan metode dengan menggunakan input data

skenario gempabumi dari satu sumber patahan gempabumi yang paling

potensial untuk menimbulkan bencana di wilayah yang bersangkutan.

Metode ini terutama baik dilakukan untuk wilayah yang kebetulan dilintasi

atau berada pada jarak cukup dekat dari suatu patahan gempa utama

sehingga diperkirakan akan mengalami kerusakan yang signifikan apabila

gempa besar terjadi pada patahan tersebut. Secara umum, metode

deterministik digambarkan dalam empat tahapan proses (Reiter, 1990)

yaitu:

1). Identifikasi dan karakterisasi semua sumber-sumber gempa yang

mempunyai kapasitas menghasilkan gerakan tanah pada suatu lokasi

(lokasi, geometri, mekanisme kegempaan, sejarah kegempaan, dan

parameter kegempaan seperti magnitudo maksimum dan frekuensi

keberulangan kejadian gempa).

2). Pemilihan parameter jarak dari sumber ke lokasi. Biasanya dalam

metode DSHA, jarak yang dipilih adalah jarak terdekat dari zona

sumber gempa (source zone) dengan lokasi yang ditinjau. Jarak yang

digunakan dapat diekspresikan sebagai jarak dari episenter atau jarak

dari hiposenter, dimana hal ini tergantung pada pengukuran jarak dari

persamaan empiris yang akan digunakan untuk mempredikasi pada

tahap berikutnya.

3 ) . Pemilihan controlling earthquake, yaitu gempa yang diperkirakan

akan menghasilkan tingkat goncangan yang terkuat, dimana biasanya

diekspresikan dalam parameter gerakan tanah dalam suatu lokasi.

Pemilihan ini dilakukan dengan membandingkan tingkat goncangan

yang dihasilkan oleh gempa yang diidentifikasi dalam tahap

pertama yang diasumsikan terjadi pada jarak yang diidentifikasi

pada tahap kedua. Controlling earthquake ini biasanya dideskripsikan

dengan besar (umumnya diekspresikan sebagai magnitude) dan

jaraknya dari lokasi yang bersangkutan.

Page 6: 12013030_Nopriawan_PSA02.pdf

4). Bencana yang terjadi pada suatu lokasi biasanya didefinisikan

dalam bentuk gerakan tanah yang terjadi pada lokasi tersebut akibat

controlling earthquake. Karakteristik tersebut biasanya

dideskripsikan oleh satu atau lebih parameter gerakan tanah yang

diperoleh dari persamaan empiris yang digunakan. Percepatan

puncak, kecepatan puncak, dan ordinat respons spectrum biasanya

digunakan untuk mengkarakteristikkan bencana gempa.

Gambar 1.

TAHAPAN ANALISA BENCANA GEMPA DENGAN METODE DSHA

Sumber: Kramer, S.L, 1996

B. Metode Probabilistik (PSHA)

Analisis goncangan gempabumi dengan cara probabilistik adalah cara

yang paling umum dilakukan di dunia. Metode ini tidak hanya

memperhitungkan satu sumber patahan gempabumi saja tetapi

menghitung semua efek goncangan gempa dari semua sumber-sumber

gempabumi pada sekitar wilayah studi. Metode ini tidak mengasumsikan

satu atau beberapa skenario gempa pada setiap sumber (patahan)

gempanya tetapi semua kemungkinan magnitudo gempabumi yang dapat

Page 7: 12013030_Nopriawan_PSA02.pdf

terjadi yaitu nilai periode ulang atau frekuensi masing-masing. Umumnya

metode ini memakai pendekatan rumus-rumus empiris, mirip dengan yang

dipakai dalam metode deterministik standar tetapi diaplikasikan untuk

banyak sumber gempa sekaligus memakai prinsip probabilistik bukan

skenario gempa. Metode PSHA dapat dideskripsikan dalam empat

tahapan prosedur (Reiter, 1990) sebagai berikut:

1). Tahap pertama adalah identifikasi dan karakterisasi sumber

gempa, termasuk didalamnya adalah karakterisasi distribusi probabilitas

dari lokasi rupture yang berpotensi pada sumber. Dalam kebanyakan

kasus, diterapkan distribusi probabilitas yang sama untuk masing-masing

zona sumber. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa gempa

mungkin sama-sama akan terjadi pada setiap titik dalam zona sumber

gempa. Distribusi ini, dikombinasikan dengan bentuk geometri sumber

untuk mendapatkan distribusi probabilitas yang sesuai dengan jarak sumber

ke lokasi.

2). Langkah berikutnya adalah karakterisasi dari seismisitasi atau distribusi

sementara dari perulangan kejadian gempa. Hubungan empiris perulangan

kejadian gempa (recurrence relationship), yang mengekspresikan

kecepatan rata-rata dari suatu gempa dengan besar yang berbeda akan

terlampaui, digunakan untuk mengkarakterisasikan seismisitasi dari

masing-masing zona sumber gempa. Hubungan empiris ini dapat

mengakomodasikan besarnya magnitudo maksimum dari gempa.

3). Gerakan tanah yang terjadi di suatu lokasi akibat adanya gempa

dengan besar gempa berapapun dan lokasi dimanapun dalam masing-

masing zona sumber gempa, dapat ditentukan dengan menggunakan

predictive relationships.

4). Langkah terakhir adalah mengkombinasikan ketidakpastian dari

lokasi gempa, besarnya gempa dan prediksi parameter gerakan tanah untuk

mendapatkan probabilitas dimana parameter gerakan tanah akan terlampaui

selama periode waktu tertentu.

Page 8: 12013030_Nopriawan_PSA02.pdf

Gambar 2.

EMPAT TAHAPAN ANALISA BAHAYA GEMPA DENGAN METODE PSHA

Sumber: Kramer, S.L, 1996

Page 9: 12013030_Nopriawan_PSA02.pdf

DAFTAR PUSTAKA

http://geosciences.unsyiah.ac.id/kemahasiswaan/penelitian-mahasiswa/103-skala-

magnitudo-gempa-bumi.html (diakses pada 8 Oktober 2015, 06.32 WIB)

http://xa.yimg.com/kq/groups/30176128/1105296049/name/GEMPA (diakses

pada 8 Oktober 2015, 06.45 WIB)