12. bab iv

Upload: arul-rizki

Post on 03-Nov-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

data hasil

TRANSCRIPT

BAB IVDATA HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Dan Analisa Hasil PengujianBerdasarkan pengujian yang telah dilakukan terhadap material komposit matrik logam alumunium seri 6061 dengan penguat alumina (Al2O3) yang dibuat dengan melalui proses mechanical alloying menggunakan alat planetary ball mill. Meliputi pengujian : uji densitas, uji porositas, uji metalografi (struktur mikro), dan uji kekerasan didapatkan hasil yang tertera pada tabel 4.1 :Tabel 4.1. Data hasil pengujianNoParameterHasil Pengujian

Waktu milling (jam)Densitas (g/cm3)Porositas (%)Kekerasan(BHN)

163.030.2385,4

283.050.20111,67

3103.100.12132,67

4.2 Analisa Uji DensitasBerdasarkan hasil pengujian densitas yang telah dilakukan terhadap material komposit matriks logam aluminium 6061 dengan reinforce alumina dan wetting agent dengan menggunakan magnesium. Dari pengolahan data uji densitas diperoleh grafik hubungan antara pengaruh waktu penggilingan pada masing-masing sampel terhadap densitas material komposit yang terbentuk seperti terlihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Grafik waktu penggilingan (milling) terhadap nilai densitasBerdasarkan grafik 4.1 dimana untuk nilai densitas terus meningkat seiring lamanya waktu penggilingan dengan menggunalan planetary ball mill, densitas tertinggi yaitu sebesar 3.10 g/cm3 dengan waktu penggilingan selama 10 jam. Sedangkan densitas terendah yaitu 3.03 g/cm3 dengan waktu penggilingan selama 6 jam. Densitas dari suatu material dapat ditentukan dengan berat per satuan volume dari material tersebut (Smallman, 2007). Jadi, semakin padat material menyebabkan nilai densitas dari material tersebut akan semakin meningkat. Pada penelitian ini besarnya tekanan kompaksi yang digunakan tidak berubah, sehingga kepadatan material pada saat kompaksi relatif sama. Hal ini menyebabkan kenaikan nilai densitas pada material komposit Al/Al2O3 tidak terjadi mengalami kenaikan yang signifikan. Perbedaan nilai densitas terjadi karena pada hasil pengujian terdapat porositas yang menyebabkan nilai densitas berbeda.

4.3 Analisa Uji PorositasBerdasarkan hasil pengujian densitas yang telah dilakukan terhadap material komposit matriks logam aluminium 6061 dengan reinforce alumina dan wetting agent dengan menggunakan magnesium. Dari pengolahan data uji porositas diperoleh grafik hubungan antara pengaruh waktu penggilingan pada masing-masing sampel terhadap porositas material komposit yang terbentuk seperti terlihat pada Gambar 4.2

. Gambar 4.2 Grafik waktu penggilingan (milling) terhadap nilai porositasPada gambar 4.2 dengan semakin lamanya waktu penggilingan nilai porositas mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan teori dari hubungan antara densitas dan porositas dimana apabila densitas naik maka porositas turun begitu juga sebaliknya (Voshchinnikof, 2002). Nilai porositas terendah terdapat pada waktu penggilingan selama 10 jam yaitu sebesar 0.12%. Sedangkan porositas tertinggi terdapat pada sampel dengan waktu penggilingan selama 6 jam yaitu sebesar 0.23%. Penurunan porositas disebabkan butir serbuk alumunium sebagai matrik dan alumina sebagai penguat mengalami penurunan ukuran partikel sehingga pada saat kompaksi serbuk mudah mengalami penyesuaian letak pada tempat-tempat yang lebih luas atau belum terjadi deformasi pada partikel serbuk tersebut. Pergerakan dan pengaturan kembali partikel-partikel serbuk akibat adanya penekanan menyebabkan partikel serbuk tersusun lebih rata. Gerakan penyusunan kembali partikel ini dibatasi oleh adanya gaya gesek antarpartikel atau antara partikel dengan permukaan cetakan, permukaan penekan dan inti.Faktor lain yang dapat menyebabkan hal ini adalah fraksi volume dari partikel reinforce, parameter proses, serta bentuk cetakan (Aqida, 2004). Faktor-faktor tersebut sangat lah penting untuk diperhatikan agar mendapatkan hasil komposit material sesuai dengan yang dibutuhkan. Namun, apabila terjadi kesalahan pada faktor-faktor tersebut pada saat proses, maka akan dapat dipastikan bahwa hasil yang didapat tidak sesuai dengan material yang diinginkan.

4.3 Analisa Uji Kekerasan (Brinell Hardness)

Berdasarkan hasil pengujian kekerasan yang dilakukan dengan metode hardness brinell menggunakan indentor bola baja berdiameter 2,5 mm dan pembebanan 62,5 kg terhadap material komposit matriks logam Al/Al2O3 dengan penambahan unsur magnesium sebagai wetting agent yang terdapat pada Tabel 4.1, Dari pengolahan data uji kekerasan diperoleh grafik hubungan antara pengaruh waktu penggilingan masing-masing sampel seperti terlihat pada Gambar 4.3 di bawah ini.

Gambar 4.3 Grafik waktu penggilingan (milling) terhadap nilai kekerasan (brinell hardness)

Dari data dan gambar 4.3 dapat dilihat bahwa waktu penggilingan juga mempengaruhi terhadap nilai kekerasan pada sampel yang dibuat. Pada waktu penggilingan yang lebih singkat distribusi partikel masih belum homogen (S.M. Zebarjad, 2007) sehingga hal ini belum terlalu mempengaruhi nilai kekerasan pada material komposit alumunium dan alumina pada masing-masing sampel. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kekerasan semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu penggilingan, dimana nilai kekerasan terendah sebesar 85,5 HB pada waktu penggilingan selama 6 jam. sedangkan nilai kekerasan tertinggi sebesar 132,67 HB dengan waktu penggilingan selama 10 jam. Homogenitas & ukuran partikel serbuk alumunium/alumina sangat mempengaruhi nilai kekerasan yang dihasilkan pada sampel yang dibuat. Hal ini dikarenakan semakin lamanya waktu penggilingan (milling) maka proses pengerasan dan penghancuran antara matrik alumunium yang ulet & alumina yang getas dan keras semakin menghasilkan partikel serbuk dengan distribusi merata. Distribusi partikel serbuk ini berpengaruh pada ikatan matrik dan penguat sehingga nilai kekerasan pada material akan meningkat.

4.4 Analisa Pengamatan Struktur Mikro (Metalografi)Pengamatan struktur mikro dilakukan untu mengetahui fasa, bentuk butir, dan mikrostruktur pada sampel komposit alumunium seri 6061 dengan penguat alumina terhadap parameter lamanya waktu penggilingan dengan menggunakan planetary ball mill. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik dengan pembesaran yang dilakukan mencapai 200x.Warna abu-abu terang merupakan unsur aluminium sebagai matrik, hitam seperti rongga merupakan porositas/pori. Terlihat pula warna abu-abu gelap yang merupakan unsur alumina (Al2O3) sebagai reinforce. Seiring dengan penanbahan waktu milling penyebaran butir dari material penyusun komposit seperti alumunium sebagai matrik alumina (Al2O3) sebagai reinforce dan magnesium sebagai wetting agent lebih merata dalam penyebaran butirnya fasa ini terlihat foto struktur mikro, Di tinjau dari ukuran butir yang terbentuk terlihat lebih kecil dan distribusi partikel semakin homogen seiring bertambahnya waktu penggilingan (milling) begitu juga dengan porositas yang di tandai dengan warna hitam pekat semakin mengecil, mengecilnya porositas membuat nilai kekerasan pun meningkat.Proses mechanical alloying bertujuan untuk mendapatkan hasil paduan serbuk yang homogen tampak pada foto struktur mikro terlihat penyebaran antara butir penyusun komposit semakin merata dan mengecil, semakin kecil partikel dan homogen serbuk sangat baik untuk hasil proses kompaksi karena akan meningkatkan sudut kontak antara matrik dan penguat sehingga terjadi ikatan yang kuat antara kedua unsur penyusun komposit. Berikut ini adalah data hasil pengamatan struktur mikro komposit alumunium seri 6061 dengan penguat alumina,a) Struktur mikro komposit matrik logam alumunium/alumina hasil pemaduan mekanik selama 6 Jam

PorositasAluminaAlumunium

Gambar 4.4 Struktur mikro komposit matrik logam alumunium/alumina hasil penggilingan selama 6 Jam. Pembesaran 100x

Dari gambar 4.4 dapat dilihat persebaran-masing-masing serbuk penyusun sampel. Terlihat ukuran butir serbuk masih berbentuk tidak homogen sehingga porositas pada sampel yang terjadi besar juga, selain itu penyebaran serbuk masing-masing unsur terlihat tersebar secara acak tidak homogen.Pada gambar 4.5 terlihat unsur magnesium sebagai wetting yang tersebar secara acak dengan ukuran butir serbuk yang tidak homogen hal ini menyebabkan kekerasan pada sampel ini memiliki nilai terendah, selain itu terlihat pori yang terdapat pada sampel 1, dimana pada pengujian porositas yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan nilai porositas terbesar. Pada tahap ini dapat terlihat dengan jelas struktur lamellar dari matriks alumunium dengan alumina serta magnesium sebagai wetting agent.

b) Struktur mikro komposit matrik logam alumunium/alumina hasil penggilingan selama 8 Jam

AluminaPorositasAlumunium

Gambar 4.5 Struktur mikro komposit matrik logam alumunium/alumina hasil penggilingan selama 8 Jam. Pembesaran 100x

Dari 4.5 terdapat perbedaan yang cukup jelas dengan pengamatan sampel 1 pada permukaan sampel 2 terlihat persebaran masing-masing unsur semakin merata. Namun bentuk & ukuran butir masing masing unsur belum sepenuhnya berbentuk homogen, unsur aluminium sebagai matrik memiliki bentuk ukuran yang berbeda. Tampak pula pori yang terdapat pada sampel 2 yang ditunjukkan pada gambar 4.5, serta struktur lamelar pada matrik alumunium yang berikatan dengan alumina

c) Struktur mikro komposit matrik logam alumunium/alumina hasil penggilingan selama 10 Jam

AluminaAluminium

Gambar 4.6 Struktur mikro komposit matrik logam alumunium/alumina hasil pemaduan mekanik selama 10 Jam. Pembesaran 100x

Pada pengamatan sampel 3 yang ditunjukkan oleh gambar 4.6, pada permukaan sampel 3 persebaran masing-masing unsur pembentuk komposit Al/Al2O3 tersebar secara merata dimana terlihat wana abu-abu lebih mendominasi permukaan sampel 3 dan pori yang dihasilkan semakin sedikit ditunjukkan pada gambar 4.6.Ukuran butir serbuk unsur aluminium pun terlihat homogen dengan penyebaran yang merata pada sampel komposit Al/Al2O3, serta struktur alumunium yang berbentuk pipih akibat tumbukan bola-bola baja semakin berkurang. Pada pengamatan struktur mikro tiap-tiap sampel menunjukkan semakin berkurangnya ukuran partikel dari matrik alumunium dan semakin lamanya waktu penggilingan (milling) akan menghasilkan serbuk dengan distribusi yang homogen dan merata. 39