12 bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Pendidikan Luar Sekolah
1. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah
Beberapa ahli mendefiniskan Pendidikan Luar Sekolah dengan segala
aspeknya. Berbagai definisi tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk
menjelaskan batasan dan ciri-ciri pendidikan luar sekolah terutama dengan
pendidikan persekolahan. Definisi pendidikan luar sekolah menurut Coombs
dalam Sudjana (2004:22) adalah :
Setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dlam mencapai tujuan belajarnya.
Hal yang hampir senada diungkapkan The South East Asian Ministery of
Education Organization (SEAMO, 1971), adalah setiap upaya pendidikan dalam
arti luas yang di dalamnya terdapat komunikasi yang teratur dan terarah,
diselenggarakan di luar subsistem pendidikan formal, sehingga seseorang atau
kelompok memperoleh informasi, latihan, dan bimbingan sesuai dengan tingkatan
usia dan kebutuhan hidupnya (Sudjana 2004:46). Napitulu (1981) memberi
batasan bahwa pendidikan nonformal adalah setiap usaha pelayanan pendidikan
yang diselenggarakan di luar sistem sekolah, berlangsung seumur hidup,
dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang bertujuan untuk
mengaktualisasikan potensi manusia (sikap, tindak, dan karya) sehingga dapat
13
terwujud manusia seutuhnya yang gemar belajar-mengajar dan mampu
meningkatkan taraf hidupnya (Sudjana, 2004: 49).
Pada hakekatnya konsep Pendidikan Luar Sekolah ditandai oleh
karakteristik sebagai berikut: Pertama, pembelajaran bermakna sebagai bantuan
atau bimbingan untuk melayani kebutuhan belajar masyarakat pada umumnya
dengan tidak dibatasi sasaran usia tertentu serta tempat tertentu dan berlangsung
sepanjang hayat. Kedua, tujuan pembelajaran menekankan kepada pemenuhan
kebutuhan belajar masyarakat yang fungsional diluar pendidikan persekolahan,
yakni memberikan bekal pengetahuan, sikap, keterampilan untuk meningkatkan
kualitas hidup dan martabat kehidupan dalam lingkungan sosial yang lebih luas.
Ketiga, kegiatan belajar merupakan aktivitas yang disengaja serta terorganisir
secara sistematis utnuk mencapai tujuan tertentu. Keempat, isi program lebih
bersifat aplikatif sesuai dengan kebutuhan sasaran peserta didik.
2. Tujuan Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan Luar Sekolah, sebagai kegiatan terorganisir dan sistematis di
luar sub sistem pendidikan sekolah, bertujuan untuk membantu peserta didik dan
masyarakat sehingga mereka selalu belajar tentang nilai-nilai, sikap, pengetahuan,
dan keterampilan fungsional yang diperlukan untuk mengaktualisasikan diri dan
untuk membangun masyarakat dan bangsa dengan selalu berorientasi pada
kemajuan kehidupan masa depan.
Untuk mencapai kehidupan masa depan yang lebih baik harus ada upaya
dari seseorang untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.
14
Hal ini selaras dengan tujuan Pendidikan Luar Sekolah yang tercantum dalam PP
No. 73 tahun 1991 Bab II Pasal 2, yaitu:
a. Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya
b. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, atau melanjutkan ke tingkat dan jenjang yang lebih tinggi.
c. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.
Tujuan pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah menurut Sudjana (2004:47)
adalah : ”Untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai-
nilai yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok untuk berperan secara
efektif dan efisien dilingkungan keluarganya, pekerjaannya, masyarakat, dan
bahkan negaranya.”
Uraian diatas memiliki makna bahwa tujuan penyelenggaraan Pendidikan
Luar Sekolah adalah untuk menyelenggarakan pembangungan sumber daya
semaksimal mungkin agar masyarakat mampu mengembangkan segala potensi
yang dimilikinya baik potensi dasar maupun potensi penunjang dalam rangka
mewujudkan dan meningkatkan ksejahteraan masyarakat dan negaranya.
3. Fungsi Pendidikan Luar Sekolah
Pendidikan Luar Sekolah termasuk pendidikan kemasyarakatan yang
bertujuan untuk mengembangkan minat dan bakat serta kemampuan didalam
memberikan kesempatan yang lebih luas untuk bekerja dan berusaha bagi anggota
masyarakat, Sudjana (2004:74) pendidikan luar sekolah mempunyai fungsi
tersendiri terhadap pendidikan persekolahan diantaranya:
15
a. Pendidikan nonformal sebagai pelengkap bagi pendidikan persekolahan, berarti
pendidikan luar sekolah melengkapi apa yang diajarkan dalam pendidikan
persekolahan. Kegiatan pendidikan nonformal yang termasuk sebagai
pelengkap diantaranya adalah olah raga, latihan kesenian, pendidikan
keterampilan produktif.
b. Pendidikan nonformal sebagai penambah bagi pendidikan persekolahan, ini
berarti pendidikan nonformal sebagai tambahan terhadap pendidikan
persekolahan. Materi yang diperoleh dalam pendidikan nonformal sebagai
tambahan terhadap apa yang diperoleh dalam pendidikan persekolahan.
Adapun jenis kegiatannya diantaranya adalah latihan kejuruan, kursus-kursus
dan sebagainya
c. Pendidikan sebagai pengganti bagi pendidikan persekolahan, ini berarti
pendidikan nonformal sebagai pengganti pendidikan persekolahan. Materi yang
disajikan adalah materi yang sama dengan materi pelajaran dalam pelajaran
persekolahan. Adapun jenis kegiatan yang termasuk dalam fungsi ini adalah
Kejar Paket.
B. Konsep Media Pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
Arsyad (2009: 3) kata media beraasal dari bahasa Latin medius yang
secara harfiah berarti ’tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Media adalah
perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Gerlach & Ely
(1971) dalam Arsyad (2009:3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara
garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang
16
membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.
Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media.
Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung
diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atauelektronis untuk menangkap,
memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
Heinich dkk (1982) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang
mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi, televisi, film, foto, radio,
rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya
adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau
informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud
pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran. Sejalan dengan batasan
ini, Hamidjojo dan Latuheru (1993) memberi batasan media sebagai semua
bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau
menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang
dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. (Arsyad, 2009:4).
Banyak batasan yang diberikan orang tentang media. Asosiasi Teknologi
dan Komunikasi (Association of Education and Communication
Technology/AECT) di Amerika, membatasi media sebagai segala bentuk dan
saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Gagne (1970)
menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dan lingkungan siswa
yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara ituBriggs (1970)
berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan
serta merangsang siswa untuk belajar. (Sadiman , dkk 2009:6).
17
2. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Hamalik (1986) dalam Arsyad A (2009: 15) mengemukakan bahwa
pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat
membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan
ransangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengeruh-pengaruh psikologis
terhadap siswa. Penggunaan media pembelaajaran pada tahap orientasi
pembeajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan
penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan
motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa
meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya,
memudahkanpenafsiran data, dan memadatkan informasi.
Media berungsi untuk tujuan instruksi di mana informasi yang terdapt
dalam media itu harus melibatkan siswa baik dalam benak atau mental maupun
dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. Materi
harus dirancang secara lebih sistematis dan psikologis dilihat dari segi prinsip-
prinsip belajar agar dapat menyiapkan instruksi yang efektif. Di samping
menyenangkan media pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman yang
menyenangkan dan memenuhi kebutuhan perorangan siswa.
Menurut Kemp & Dayton (1985) dalam Ahmad Arsyad (2009: 21)
meskipun telah lama disadari bahwa banyak keuntungan penggunaan media
pembelajaran, penerimaannya serta pengintegrasiannya ke dalam program-
program pengajaran berjalan amat lambat. Mereka mengemukakan beberapa hasil
penelitian yang menunjukkan dampak positif dari penggunaan media sebagai
18
bagian integral pembelajaran di kelas atau sebagai cara utama pembelajaran
langsung sebagai berikut:
a. Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. Setiap pelajar yang melihat atau
mendengar penyajian melalui media menerima pesan yang sama. Meskipun
para guru menafsirkan isi pelajaran dengan cara yang berbeda-beda, dengan
penggunaan media ragam hasil tafsiran itu dapat dikurangi sehingga informasi
yang sama dapat disampaikan kepada siswa sebagai landasan untuk
pengkajian, latihan, dan aplikasi lebih lanjut.
b. Pembelajran bisa lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai penarik
perhatian dan membuat siswa tetap terjada dan memperhatiakan. Kejelasan dan
keruntunan pesan, daya tarik image yang berubah-ubah, penggunaan efek
khusus yang dapat menimbulkan keingintahuan menyebabkan siswa tertawa
dan berpikir, yang kesemuanya menunjukkan bahwa media memiliki aspek
motivasi dan meningkatkan minat.
c. Pembelajran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan
prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan
balik, dan penguatan.
d. Lama waktu pembelajran yang diperlukan dapat dipersingkat karena
kebanyakan media hanya memerlukan waktu singkat untuk mengantarkan
pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak dan
kemungkinannya dapat diserap oleh siswa.
19
e. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bilamana integrasi kata dan gambar
sebagai media pembelajaran dapat mengkomunikasikan elemen-elemen
pengetahuan dengan cara yang terorganisasikan dengan baik, spesifik dan jelas.
f. Pembelajaran dapat diberikan kapan dan di mana diinginkan atau diperlukan
terutama jika media pembelajaran dirancang untuk penggunaan secara
individu.
g. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses
belajar dapat ditingkatkan.
h. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif, beban guru untuk
penjelasan yang berulang-ulang mengenai isi pelajaran dapat dikurangi bahkan
dihilangkan sehingga ia dapat memusatkan perhatian kepada spek penting lain
dalam proses belajar mengajar, misalnya sebagai konsultan atau penasihat
siswa.
Sudjana dan Rivai (2005:3) mengemukakan manfaat media pembelajran
dalam proses belajar siswa, yaitu:
a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar;
b. Bahan pembelajran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami
oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan
pembelajaran;
c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal
melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga guru tidak bosan dan guru
tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran;
20
d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.
Dari uraian di atas, Sudjana dan Rivai dalam Arsyad (2009:24) dapat
disimpulakan bahwa secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan-
kegunaan sebagai berikut:
a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam
bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka);
b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya:
1) Objek yang terlalu besar – bisa digantikan dengan realita, gambar, film
bingkai, film, atau model;
2) Ojek yang kecil – dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau
gambar;
3) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timlapse
atau high-speed photography;
4) Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat
rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal;
5) Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan
dengan model, diagram, dan lain-lain, dan
6) Peristiwa alam seperti gunung berapi, gempa bumi, iklim dan lain-lain dapat
divisualkan dalam bentuk film, dilm bingkai, gambar, dan lain-lain.
c. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi
sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk:
21
1) Menimbulkan kegiatan belajar;
2) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan
lingkungan dan kenyataan;
3) Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan
minatnya.
d. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan
pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan
ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan
bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar
belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat
diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuannya dalam:
1) Memberikan perangsang yang sama;
2) Mempersamakan pengalaman;
3) Menimbulkan persepsi yang sama.
3. Jenis-jenis Media Pembelajaran
Adapun jenis-jenis media yang sering digunakan dalam pembelajaran
menurut Zaman, dkk (2008):
a. Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat. Jenis media visual ini
nampaknya yang paling sering digunakan oleh guru pada lembaga pendidikan
anak usia dini untuk membantu menyampaikan isi dari tema pendidikan yang
sedang dipelajari.
b. Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif
(hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
22
dan kemauan anak untuk mempelajari isi tema. Contoh media audio yaitu
program kaset suara dan program radio. Penggunaan media audio dalam
kegiatan pendidikan untuk anak usia dini pada umumnya untuk melatih
keterampilan yang berhubungan dengan aspek-aspek keterampilan
mendengarkan.
c. Media Audio Visual. Sesuai dengan namanya, media ini merupakan kombinasi
dari media audio dan mediavisual atau biasa disebut media pandang-dengar.
Dengan menggunakan media audio-visual ini maka penyajian isi tema kepada
anak akan semakin lengkap dan optimal. Selain itu media ini dalam batas-batas
tertentu dapat juga menggantikan peran dan tugas guru. Dalam hal ini guru
tidak selalu berperan sebagai penyampai materi, karena penyajian materi bisa
diganti oleh media. Peran guru bisa beralih menjadi fasilitator belajar yaitu
memberikan kemudahan bagi anak untuk belajar. Contoh dari media audio
visual ini di antaranya program televisi/video pendidikan/instruksional,
program slide suara, dsb.
Dunia anak adalah dunia bermain, bermain mampu membuat anak merasa
senang dan secara tidak langsung anak belajar melalui bermain. Bermain pada
akan lebih bermakna apabila menggunakan alat bantu yang biasa disebut mainan,
menurut Ismail (2006: 185) mainan adalah alat yang paling penting untuk
mengajar pada anak usia dini, sebagaimana halnya pensil dan kertas. Anak-anak
secara efektif melalui efektivitas bermain. Kekuatan dari bermain adalah imajinasi
yang amat baik, sampai-sampai dalam suatu permainan anak dapat
mengimajinasikan pipa karton sebagai sebual teleskop, pengeras suara, senjata
23
mesin, dan sebagainya. Mainan yang baik adalah mainan yang dapat
mengembangkan kognisi, motorik, bahasa, sosial emosional, keterampilan, dan
daya cipta. Sehingga mainan tersebut dapat menyediakan ruang imajinasi dan
mengembangkan keterampilan anak-anak. Adapun alat-alat yang dapat
mengembangkan kemampuan dasar anak usia dini terbagi menjadi dua, yaitu
peralatan indoor (di dalam ruangan) dan outdoor (di luar ruangan).
d. Peralatan Indoor
Peralatan indoor adalah sarana atau fasilitas bermain sambil belajar yang
di gunakan di dalam ruangan, baik ruangan sentra maupun ruang kelas yang akan
memberi kemudahan kepada anak dalam proses penyempaian materi tema
pelajaran. Adapun peralatan indoor yang umumnya digunakan dalam proses
belajar adalah:
1) Sentra bahasa
Sentra bahasa adalah tempat aktivitas anak untuk melatih kemampuan
berbahasa. Di sentra ini anak dapat mengembangkan kemampuannya dalam
mendengarkan, berbicara, persiapan menulis, dan membaca. Perlengkapan dan
beberapa bahan-bahan dibutuhkan untuk membantu mengoptimalkan kemampuan
berbahasa ini di antaranya adalah: Poster alfabet, buku dan kaset bercerita, kartu
bergambar untuk bercerita dengan anak-anak, objek dan gambar yang dilengkapi
dengan kata, sajak atau inisial bunyi, gambar domino, permainan menebak
gerakan (pantomim) atau gambar melalui permainan jari, syair, dan bercerita,
pertunjukan wayang golek, puzzle huruf, rekaman suara, seperti suara binatang,
suara benda-benda yang dikenal dan tanda atau bel.
24
2) Sentra matematika
Sentra matematika adalah wilayah permainan yang mengembangkan
kemampuan logika dan kognitif anak. Aktivitas di area matematika ini dapat
berbentuk pengenalan konsep angka, bentuk (geometri), ukuran, ruang, posisi, dan
arah logika sederhana. Beberapa perlengkapan yang dapat disediakan untuk
memfasilitasi pengembangan kemampuan matematika anak meliputi: sempoa
(atau alat bantu hitung), manik-manik, berbagai contoh bentuk-bentuk geometri,
kayu panjang, pendek, timbangan, bejana air dalam berbagai bentuk untuk
mengembangkan konsep ukuran, kalender, termometer, jam, skala, gelas ukur,
kartu bilangan, domino, seta puzzle.
3) Sentra Balok
Dalam permainan balok, terdapat kecenderungan ke arah agresif dan
tindakan menyendiri. Karena itu, area balok harus mengakomodasi anak yang
ingin bekerja sendiri, mengakomodasi anak yang ingin bermain dengan anak lain,
atau mengakomodasi anak yang ingin bermain secara berkelompok yang terdiri
dari empat sampai lima anak. Bahan-bahan sentra balok dan bangunan dapat
meliputi: aksesoris untuk bangunan balok seperti bintang dan orang (kayu, karet,
plastik), roda yang di dorong di lantai, setir, dan balok tambahan, kereta dorong,
balok besar, papan yang disambungkan, Lego, lassy atau balok yang
disambungkan satu sama lainnya (banyak macam yang akan didapatkan dari kayu
dan plastik), balok berlubang, papan, box, rumah kayu, tong, dan lain-lain,
perlengkapan tanda-tanda lalu-lintas, dan lain sebagainya.
25
4) Sentra Musik dan Menari
Sebagian orang berpendapat bahwa dunia musik adalah dunia yang sangat
dekat dengan anak-anak. Oleh karena itu, mengembangkan kesenangan mereka
dalam bermain musik dinilai sangat penting. Sebagai cabang dari kesenian, seni
musik memiliki unsur-unsur yang bisa diintegrasikan. Seni musik terdiri atas
bunyi nada, gerak irama, dan imajinasi melodi. Perlengkapan yang dibutuhka di
sentra musik dan menari adalah: tape recorder, VCD, gamelan, pianika, Drum
band, seruling, kostum.
5) sentra pengembangan agama
Di sentra ini mengembangkan nilai-nilai budi pekerti yang luhur dan
pengenalan tata cara peribadahan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-
masing. Pada sentra ini dapat disediakan berbagai alat peribadahan misalnya
untuk anak-anak yang beragama Islam disediakan AL-Quran, Iqro, kain mukena,
sarung, peci, dan tasbih. Dan bagi anak-anak yang non muslim dapat disediakan
berbagai peralatan peribadatan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-
masing.
b. Peralatan Outdoor
1) Sentra Pengembangan Motorik-Kasar
Peralatan outdoor pada sentra pengembangan motorik-kasar antara lain:
ayunan, jembatan layang, perosotan, panjat tebing, jungkitan, komedi putar,
tangga, tenda, kolam renang, kereta-keretaan atau mobil-mobilan kardus.
26
2) Sentra pasir dan air
3) Sentra kebun, dan sentra bermain bebas
4. Pengelolaan Media Pembelajaran Anak Usia Dini
a. Perencanaan Media Pembelajaran
Zaman (2010) perencanaan merupakan hal yang sangat penting dilakukan
dalam setiap kegiatan. Dalam konteks pembelajaran, perencanaan dapat diartikan
sebagai proses penyusunan materi pembelajaran, penggunaan media
pembelajaran, penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran, dan penilaian
dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Faktor perencanaan ini sangat penting
untuk diperhatikan mengingat banyak kegiatan yang akhirnya kurang berhasil
atau bahkan mengalami kegagalan dan tidak mencapai hasil yang maksimal akibat
tidak direncanakan dengan baik. Banyak ahli yang mengatakan bahwa
perencanaan yang baik adalah lima puluh persen keberhasilan. Pendapat tersebut
menunjukkan bahwa perencanaan tidak boleh diabaikan dan dianggap sepele.
Perencanaan media pembelajaran dimulai dengan mengadakan identifikasi
kebutuhan media di suatu lingkungan pendidikan anak usia dini. Kebutuhan-
kebutuhan ini dirumuskan melalui observasi atau pengamatan, wawancara atau
diskusi tentang masalah pendidikan khususnya masalah yang berkenaan dengan
proses pembelajaran serta penggunaan media pembelajaran untuk meningkatkan
kualitas proses dan hasil pembelajaran anak usia dini. Berdasarkan identifikasi
kebutuhan tersebut guru atau calon guru memperoleh data tentang jenis-jenis
media pembelajaran yang dibutuhkan untuk program pembelajaran anak usia dini.
27
Depdiknas (2008) jenis-jenis media yang diidentifikasi tersebut harus
disesuaikan dengan perencanaan program pembelajaran. Adapun hal-hal yang
perlu diperhatikan dan ditetapkan dalam perencanaan pembelajaran meliputi tema
kegiatan, kelompok yang akan melakukan kegiatan bermain, semester dan tahun
ajaran, jumlah waktu, hari dan tanggal pelaksanaan, jam pelaksanaan, tujuan
kegiatan bermain, materi yang akan dimainkan sesuai dengan tema, bentuk
kegiatan bermain, setting lingkungan, bahan dan alat yang diperlukan dalam
bermain, evaluasi perkembangan anak.
b. Penggunaan Media Pembelajaran
Depdiknas (2008) jenis kegiatan bermain harus sesuai dengan
perkembangan anak sehingga anak senang dan mau mematuhi peraturan yang
diberikan. Adapun contoh pengaturan waktu kegiatan main antara lain:
1) Pembukaan : 15 menit
2) Saat lingkaran : 15 menit
3) Kegiatan main : 60 menit
4) Saat mengingat kembali : 15 menit
5) Istirahat : 30 menit
Menggunakan berbagi media pembelajaran memang membutuhkan
keterampilan tertentu dan khusus. Berikut ini ada beberapa contoh penggunaan
beberapa media pembelajaran dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam
penggunaannya yang ungkapkan oleh (Zaman, dkk: 2010).
28
1) Media cetak
Buku mutlak digunakan oleh guru sebagai sumber belajar. Beberapa
kriteria yang sebaiknya menjadi dasar pertimbangan dalam menggunakan buku
adalah kriteria isi yang mencakup apakah isi buku ini relevan dengan
kurikulum/program yang berlaku, urutan isi buku, isi dan topik yang disajikan
pembahasannya mudah dipahami anak, kemampuan pengarang dan penerbit,
kebaruannya (currentness), dan lain-lain.
2) Benda sebenarnya
Sejalan dengan pembelajaran anak usia dini, guru dapat menggunakan
benda-benda sebenarnya sebagai media pembelajaran. Penggunaan benda
sebenarnya seperti pada saat guru menjelaskan tanaman misalnya bunga guru
harus dapat menggunakan secara tepat dan memanfaatkan benda-benda tersebut
agar sebuah indera anak terstimulasi dengan baik misalnya saja anak dapat
mengamati bunga yang sebenarnya, mencium harum wangi bunga, menyentuh
mahkotanya, daun dan tangkai bunga. Dengan demikian anak lebih memahami
melalui pengalaman nyata dan lebih menyenangkan.
3) Barang Bekas
Kreativitas guru dalam menggunakan barang bekas menjadi media
pembelajaran dapat membantu proses pembelajaran. Contohnya botol bekas
minuman kaleng dapat dikemas menjadi kaleng suara dengan bantuan kerikil
untuk berlatih seni musik, melatih daya pendengaran, dan mengenalkan berbagai
bunyi-bunyian kepada anak.
29
4) Model
Guru dapat menggunakan model tiruan seperti motor-motoran, mobil-
mobilan, becak dan lain-lain untuk membantu memberikan gambaran alat
angkutan kepada anak. Model ini cukup efektif digunakan untuk memberikan
pengetahuan dan informasi pada anak mengenai objek-objek tertentu yang
ditampilkan dalam bentuk model ataun tiruan dari benda sebenarnya.
Alasan perlunya penggunaan media pembelajaran secara optimal dalam
pembelajaran adalah dikaitkan dengan tugas yang diemban guru dalam
kesehariannya yaitu menyajikan pesan, membimbing dan membina anak untuk
mencapai tujuan pembelajaran yaitu mengembangkan semua aspek perkembangan
anak dalam waktu yang telah ditetapkan dan relatif terbatas. Sementara itu
banyaknya media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh
guru terkadang luput dari perhatianya. Hal tersebut salah satu penyebabnya adalah
karena guru tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan teknis untuk
menggunakan media pembelajaran tersebut.
c. Evaluasi Media Pembelajaran
Zaman, dkk (2010) evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dengan perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan dalam lingkup yang lebih
luas. Evaluasi merupakan bagian penting dalam pengembangan media
pembelajaran. Lingkup evaluasi media pembelajaran dapat dikembangkan dalam
beberapa bentuk antara lain evaluasi terhadap kelayakan media yang digunakan
dan evaluasi efektivitas media dalam mendukung proses pembelajaran yang
30
dilaksanakan. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah media yang
dibuat tersebut dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan atau tidak.
Dalam evaluasi terhadap kelayakan media pembelajaran untuk
kepentingan pembelajaran anak, sebaiknya diperhatikan kriteria-kriteria berikut
ini :
1) Ketepatan dengan tujuan pembelajaran;
2) pembelajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan;
3) Dukungan terhadap isi bahan ajar. Artinya media yang digunakan mendukung
tersampaikannya bahan ajar dengan baik dan sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.sehingga bahan ajar mudah difahami oleh anak;
4) Kemudahan memperoleh media pembelajaran. Artinya media pembelajaran
yang diperlukan mudah diperoleh, baik yang tinggal menggunakan maupun
yang harus terlebih dahulu dibuat;
5) Keterampilan guru dalam menggunakannya. Apapun media pembelajaran yang
diperlukan, syarat utama adalah guru dapat menggunakannya dalam proses
pembelajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada media
pembelajaran, tetapi dampak dari penggunaan media pembelajaran bagi
kebermaknaan yang diperoleh bagi anak;
6) Tersedia waktu untuk menggunakannya, sehingga media pembelajaran tersebut
dapat bermanfaat bagi anak selama proses pembelajaran berlangsung;
7) Sesuai dengan taraf berfikir anak, sehingga makna yang terkandung di
dalamnya dapat dipahami oleh anak.
31
Bila sumber belajar telah dirancang dan digunakan, langkah selanjutnya
adalah melakukan evaluasi terhadap efektivitas media dalam mendukung proses
pembelajaran yang dilaksanakan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
yaitu:
1) Apakah media pembelajaran yang digunakan dapat meningkatkan kemampuan
anak mencapai tujuan yang telah ditentukan;
2) Apakah media pembelajaran yang digunakan cukup memadai dalam
mengembangkan kemampuan anak;
3) Apakah isi sumber belajar sudah memenuhi syarat dalam menjelaskan bahan
ajar yang akan disampaikan;
4) Apakah sumber belajar yang digunakan mampu menarik perhatian anak dalam
kegiatan belajarnya;
5) Apakah sumber belajar yang digunakan mampu menjelaskan bahan ajar secara
detail pada anak;
6) Apakah sumber belajar yang digunakan telah memuat seluruh informasi yang
akan disampaikan.
C. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
1. Konsep Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah anak usia 0-6 tahun yang merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan sangat berpengaruh bagi kehidupan selanjutnya.
Karakteristik perkembangan anak usia dini :
a. Usia 0-1 tahun, anak mulai mempelajari keterampilan motorik, keterampilan
mempergunakan panca indera, dan mempelajari komunikasi sosial
32
b. Usia 2-3 tahun, anak sangat aktif mengeksploraasikan benda-benda yang ada
disekitarnya, mulai mengembangkan kemampuan berbahasa dan emosi
c. Usaha 4-6 tahun, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan,
perkembangan bahasa semakin baik, perkembangan kognitip (daya pikir)
sangat pesat dan permainan anak masih bersifat individu.
2. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pendidikan Anak Usia Dini sangat penting dilakukan, sebab pendidikan
bagi anak usia dini merupakan dasar pembentukan kepribadian manusia secara
utuh dalam mencapai kemajuan bangsa. Anak merupakan aset bangsa yang akan
menentukan baik buruknya masa depan bangsa. Pendidikan anak usia dini
merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan
pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi
motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa
dan komunikasi, sesuai dengan keunikan, dan tahap-tahap perkembangan yang
dilalui oleh anak usia dini (Depdiknas, 2006: 2).
Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan yang berfungsi membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani peserta didik yang dapat
dilakukan didalam maupun diluar lingkungan selanjutnya (Direktorat PAUD
2002 : 8). Pengertian lain yaitu menurut Bab 1 Pasal 1 ayat 14 UU RI No 20 tahun
2003 tentang SistemPendidikan Nasional adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
33
perkembangan jasmani dan rohani anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.
Sejalan dengan pengertian diatas menurut Bab 1 Pasal 28 UU RI No 20
Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yang dimaksud dengan
Pendidikan Anak Usia Dini adalah sebagai berikut :
a) Pendidikan Anak Usia Dini di selenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
b) Pendidikan Anak Usia Dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal atau informal
c) Pendidikan AnakUsia Dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), Raudatul Athpal (RA) atau bentuk lain yang sederajat
d) Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat
e) Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Melaui Pendidikan Anak Usia Dini diharapkan anak dapat
mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya yang meliputi agama,
intelektual, sosial, emosi, fisik, kebiasaan-kebiasaan yang positif, menguasai
sejumlah pengetahuan dan keterampilan sesuai perkembangannya serta memiliki
motivasi dan sikap untuk berkreatif.
3. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Berdasarkan PP 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan, fungsi dan tujuan PAUD diatur dalam Pasal 61. Berikut bunyi
lengkapnya:
(1) Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan
34
tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya.
(2) Pendidikan anak usia dini bertujuan: a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab; dan
b. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, kinestetis, dan social peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.
4. Lingkup Kegiatan dan Sasaran Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam Aqib (2011: 40) penyusunan rencana kegiatan pendidikan anak
usia dini diarahkan pada tiga peran pendidikan anak usia dini, yaitu sebagai
berikut:
a. Pendidikan sebagai proses belajar dalam diri anak. Anak harus diberikan
kesempatan untuk belajar secara optimal, kapan saja dan dimana saja.
Implementasinya terwujud dengan memeberikan kesempatan kepada anak
untuk mendengar, melihat, mengamati, dan menyentuh benda-benda di
sekitarnya.
b. Pendidikan sebagai proses sosialisai. Pendidikan bukan hanya untuk
mencerdaskan dan membuat anak terampil, tetapi juga membuat anak menjadi
manusia yang bertanggung jawab, bermoral, dan beretika. Pendidikan
mempersiapkan anak untuk mampu hidup sesuai dengan kebutuhan zaman di
masa depan.
c. Pendidikan sebagai proses pembentukan kerja sama peran. Dengan demikian,
anak dapat mengetahui bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling
melengkapi. Manusia membutuhkan orang lain karena secara individual
35
mempunyai kekurangan dan di sisi lain memiliki kelebihan yang dapat
memberikan nilai tambah bagi orang lain.
Aqib (2011: 42) kegiatan pendidikan anak usia dini hendaknya
memperhatikan sembilan kemampuan anak, yaitu sebagai berikut:
a. Kecerdasan linguistik (linguistic intelligence) yang dapat berkembang bila
diransang melalui berbicara, mendengarkan, membaca, menulis, berdiskusi,
dan bercerita.
b. Kecerdasan logika-matematika (logico-mathematicall intelligence) yang dapat
diransang melalui kegiatan menghitung, membedakan bentuk, menganalisis
data, dan bermain dengan benda-benda.
c. Kecerdasan visual-spasial (visual-spatial intelligence) dapat riransang melalui
bermain balok-balok dan bentuk-bentuk geometri, seperti melengkapi puzzle,
menggambar, melukis, menonton film, dan bermain dengan daya khayal
(imajinasi).
d. Kecerdasan musikal (musical intelligence) yang dapat riransang melalui irama,
nada, birama, berbagai bunyi, dan bertepuk tangan.
e. Kecerdasan kinestetik (bodily/kinesthetic intelligence) yang dapat diransang
melalui gerakan, tarian, dan terutama gerakan tubuh.
f. Kecerdasan naturalis (naturalist intelligence) yang dapat diransang melalui
pengamatan lingkungan, bercocok tanam, memelihara binatang, dan
mengamati fenomena alam, seperti hujan, angin, banjir, pelangi, siang, malam,
panas, dingin, bulan, dan matahari.
36
g. Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence) yang dapat diransang
melalui bermain bersama teman, kerjasama, bermain peran, memecahkan
masalah, dan menyelesaikan konflik.
h. Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence) yang dapat diransang
melalui pengembangan konsep diri, harga diri, mengenal diri, dan disiplin.
i. Kecerdasan spiritual (spiritual intelligence) yang dapat diransang melalui
penanaman nilai-nilai moral dan agama.
Kemampuan-kemampuan belajar anak di atas merupakan dasar perumusan
kompetensi dan hasil belajar. Adapun yang menjadi sasaran dalam program
pendidikan anak usia dini (Depdiknas 2006:8) adalah sebagai berikut:
a. Sasaran utama : 0-6 tahun
1) Program Kelompok Bermain : 3 - 6 tahun
2) Program Taman Kanak-Kanak/RA : 4 - 6 tahun
3) Program Taman Penitipan Anak : 0 - 6 tahun
4) Satuan PAUD Sejenis : 0 – 6 tahun
b. Sasaran antara :
1) Orang tua yang memiliki anak usia 0 – 6 tahun
2) Pendidik dan pengelola lembaga pendidikan anak usia dini
3) Lembaga atau masyarakat yang menyelenggarakan PAUD
5. Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
Depdiknas (2006: 4) penerapan program Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
37
a. Berorientasi pada kebutuhan anak. Kegiatan belajr harus ditujukan pada
pemenuhan kebutuhan perkembangan anak secara individu. Hal ini disebabkan,
anak merupakan indivisu yang unik dan masing-masing anak memiliki
kebutuhan ransangan yang berbeda.
b. Kegiatan belajar dilakukan melakukan melalui bermain. Bermain merupakan
pendekatan dalam mengelola kegiatan belajar anak dengan menerapkan
metode, strategi, sarana, dan media belajar yang meransang anak untuk
melakukan eksplorasi, serta menemukan dan menggunakan benda-benda yang
ada di sekitarnya.
c. Merangsang munculnya kreativitas dan inovatif. Kreativitas dan inovasi
tercermin melalui kegiatan yang emmbuat anak tertarik, fokus, serius, dan
konsentrasi.
d. Menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar. Lingkungan harus
diciptakan menjadi lingkungan yang menarik danmenyenangkan bagi anak
selama mereka bermain.
e. Mengembangkan kecakapan hidup anak. Kecakapan hidup diarahkan untuk
membantu anak menjadi mandiri, disiplin, mampu bersosialisasi, dan memiliki
keterampilan dasar yang berguna bagi kehidupan anda kelak.
f. Menggunakan berbagai sumber dan media belajar yang ada di lingkungan
sekitar.
g. Dilaksanakan secara bertahap dengan mengacu pada prinsip perkembangan
anak.
38
h. Ransangan pendidikan mencakup semua aspek perkembangan. Ransangan
pendidikan bersifat menyeluruh yang mencakup semua aspek perkembangan
anak. Saat anak melakukan sesuatu, sesungguhnya ia sedang mengembangkan
berbagai aspek perkembnagan / kecerdasannya. Sebagai contoh, saat anak
makan, ia mengembangkan kemampuan bahasa (kosakata tentang nama bahan
makanan, jenis makanan, dan sebagainya), gerakan motorik halus (memegang
sendok dan memasukkan makanan ke mulut), kemampuan kognitif
(membedakan jumlah makanan yang banyak dan sedikit), kemampuan sosial
emosional (duduk dengan tepat, saling berbagi, dna saling menghargai
keinginan teman), dan aspek moral (berdoa sebelum dan sesudah makan).
6. Unsur-unsur yang Berperan Penting dalam Penyelenggaraan Program
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Dalam Depdinkas (2006) pendidikan dan pengelola adalah:
a. Pendidik
Aqib (2011: 95) pendidik anak usia dini adalah profesional yang bertugas
merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, dan menilai hasil
pembelajaran serta melakukan pembimbingan, pengasuhan, dan perlindungan
anak didik. Pendidik kelompok bermain harus memiliki kualifikasi sebagai
berikut:
1) Memiliki kualifikasi akademik minimal SLTA sederajat;
2) Mendapat pelatihan pendidikan anak usia dini;
3) Memahami dan menyayangi anak;
4) Memahami tahapan tumbuh kembang anak;
39
5) Memahami prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini;
6) Memiliki kemampuan mengelola (merencanakan, melaksanakan,
mengevaluasi, membuat laporan) kegiatan/proses pembelaajran pendidikan
anak usia dini;
7) Diangkat secara sah oleh pengelola kelompok bermain;
8) Sehat jasmani dan rohani
Adapun hak dan kewajiban pendidik adalah sebagai berikut:
1) Hak
Pendidik kelompok bermain berhak mendapat insentif baik dalam bentuk
materi, penghargaan maupun peningkatan kinerja sesuai dengan kemampuan dan
kondisi setempat (baik melalui APBN, APBD I & II, dan masyarakat).
2) Kewajiban
Pendidik kelompok bermain berkewajiban untuk membimbing anak,
menyiapkan lingkungan belajar yang mendukung pengembangan semua potensi
anak dan pembentukan sikap serta perilaku anak.
b. Pengelola
Pengelola kelompok bermain hendaknya memiliki kualifikasi sebagai
berikut:
1) Pendidikan minimal SLTA atau sederajat
2) Memiliki kemampuan dalam mengelola program kelompok bermain secara
profesional
3) Memiliki kemampuan dalam melakukan koordinasi dengan tenaga pendidik,
instansi terkait dan masyarakat.
40
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat dan anak didik serta
orangtuanya.
5) Memiliki tanggung jawab moril mempertahankan dan meningkatkan
keberlangsungan kelompok bermain yang dikelolanya.
Sama hal nya dengan pendidik, pengelola memiliki hak dan kewajiban,
yaitu sebagai berikut:
1) Hak
a) Mendapatkan pengakuan tentang pengelolaan kelompok bermain dari
Pemerintah Daerah setempat
b) Mendapat kesempatan untuk meningkatkan mutu pengelola Kelompok
Bermain
c) Mendapat insetif baik dalam bentuk materi, penghargaan maupun peningkatan
kinerja sesuai dengan kemampuan dan kondisi setempat.
2) Kewajiban
a) Melakukan pendataan
b) Mengusulkan perizinan
c) Menyiapkan sarana dan prasarana
d) Melakukan koordinasi dengan lintas terkait
e) Melakukan fungsi manajemen terkait.
c. Peran Serta Orang tua dan Masyarakat
Peran serta orang tua dan masyarakat adalah keterlibatan orang tua dan
masyarakat dalam pemenuhan fasilitas untuk menunjang kebutuhan lingkungan
belajar anak serta keikutsertaan orang tua dan masyarakat dalam membantu
41
mendukung penyelenggaraan program pendidikan anak usia dini (PAUD), baik
berupa kerjasama atau bentuk apapun.
Kerjasama dengan orang tua dan masyarakat perlu diusahakan untuk
terciptanya lingkungan belajar yang kondusif dan menyelaraskan program yang
tertuang dalam kurikulum di sekolah dengan lingkungan anak di rumah. Orang tua
perlu mengetahui keadaan anak mereka dari unsur sekolah, dan manfaat bagi guru
adanya komunikasi dengan orang tua siswa, diantaranya untuk memahami
perilaku anak selama berada di rumah dari masukan orang tua. Sebagaimana
pendapat yang menyatakan bahwa “Jika sekolah tidak membuat dan melakukan
usaha untuk mengikutsertakan orang tua dalam proses pembelajaran, anak-anak
dapat menemukan kesulitan untuk menggabungkan dan menyatukan pengalaman-
pengalaman mereka yang terpisah antara rumah dan sekolah, (Henderson, 1988
dalam Mariyana, 2010: 150).
Adapun bentuk kerjasama yang dapat dibangun antara sekolah dengan
pihak masyarakat dapat lebih luas. Masyarakat di sini tidak hanya masyarakat
yang berada di sekitar sekolah saja yang dapat dilibatkan dalam program sekolah.
Akan tetapi semua unsur dan pihak-pihak lain yang dapat dilibatkan untuk
membantu terciptanya lingkungan belajar yang kondusif. Unsur masyarakat yang
dapat dilibatkan dalam pemenuhan kebutuhan lingkungan belajar sekolah adalah
lembaga pendidik lain yang sederajat atau yang lebih tinggi, perusahaan-
perusahaan yang bergerak di bidang pengadaan sarana dan prasarana belajar serta
fasilitas pendidikan khususnya di bidang pendidikan anak usia dini, pemerintahan,
42
serta perseorangan yang ikut terlibat dalam pengadaan dan pemenuhan
lingkungan belajar di PAUD (Mariyana, 2010: 157).
7. PAUD Sebagai Satuan PLS
Pendidikan anak usia dini ini merupakan satuan pendidikan luar sekolah
(nonformal), hal ini seperti yang dijelaskan pada pasal 26 ayat 3 UUSPN No. 20
tahun 2003, yaitu:
Pendidikan luar sekolah (nonformal) meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan, dan pealtihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Selanjutnya dijelaskan pada pasal 28 ayat 2 UU RI No. 20 tahun 2003
tentang sistem Pendidikan Nasional, bahwa: “Pendidikan anak usia dini dapat
diselenggarakan melalui jalur pendidika formal, nonformal, dan informal”.
Dengan melihat peraturan pemerintah di atas yaitu termuat dalam bentuk
Undang-undang ini menunjukkan betapa pentingnya pendidikan itu dilakukan
oleh setiap orang meskipun seseorang tersebut masih dini. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Makino dalam Sudjana (2004: 227) belajar sepanjang hayat
adalah “proses belajar yang menurut pandangan individu dan masyarakat
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan setiap orang dan harus
dilakukan selama hidupnya”.
Dalam menjalankan perannya sebagai bagian sistem pendidikan nasional
guna mencapai tujuannya, pendidikan luar sekolah memiliki sitem tersendiri yang
terbagi menjadi beberapa komponen yang saling berkaitan. Sebagai suatu sistem
pendidikan luar sekolah memiliki tujuh komponen penting, sebagaimana
43
diungkapkan oleh Sudjana (2004:34) yang dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah
ini:
Gambar 2.1 Hubungan Fungsional antara komponen, proses dan
tujuan pendidikan luar sekolah Sumber : Sudjana (2004:34)
Masukan lingkungan (environmental input) terdiri atas unsur-unsur
lingkungan yang menunjang atau mendorong berjalannya program pendidikan
anak yang meliputi lingkungan keluarga (orang tua) warga belajar dan lingkungan
sosial dimana orang tua warga belajar itu tinggal.
Masukan Sarana (instrumental Input) meliputi keseluruhan sumber dan
fasilitas yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok dapat melakukan
kegiatan belajar. Masukan sarana ini meliputi program, tutor, kurikulum, bahan
Masukan Lingkungan
Pengaruh
Masukan Lain Masukan Sarana
Masukan Lingkungan
Masukan Mentah
Keluaran Proses
44
belajar, sumber belajar, metode, media, dana belajar dan pengelolaan program
serta sarana belajar lainnya.
Masukan Mentah (Raw Input) yaitu peserta didik (warga belajar) dengan
berbagai ciri yang dimilikinya, yaitu karakteristik internal yang meliputi struktur
kognitif, pengalaman, sikap, minat, keterampilan, kebutuhan belajar, aspirasi dan
sebagainya; serta ciri-ciri yang berhubungan dengan karakteristik eksternalnya
seperti keadaan keluarga dalam segi ekonomi, pendidikan, status sosial, biaya dan
sarana belajar serta cara dan kebiasaan belajar.
Proses (Process) menyangkut interaksi edukasi antara masukan sarana,
terutama pendidik, dengan masukan mentah, yaitu peserta didik (warga belajar),
proses ini terdiri atas kegiatan pembelajaran, dalam hal ini tutor dan orang tua
berupa bimbingan, arahan anak dan pembinaan dengan memanfaatkan berbagai
sumber yang tersedia, dan proses belajarnya dilakukan baik secara mandiri atu
berkelompok.
Keluaran (Output) merupakan tujuan antara pendidikan luar sekolah.
Keluaran mencakup kuantitas lulusan yang disertai kualitas perubahan tingkah
laku yang didapat melalui kegiatan pembelajaran, yaitu kualitas lulusan yang
disertai kualitas perubahan tingkah laku yang didapat melalui kegiatan belajar
mengajar. Perubahan tingkah laku ini mencakup ranah kognitif, afektif dan
psikomotor yang sesuai dengan kebutuhan belajar yang mereka butuhkan.
Masukan Lain (Other Input) adalah daya dukung lainnya yang
memungkinkan para peserta didik dan lulusan dapat menggunakan kemampuan
45
yang telah dimiliki untuk kemajuan kehidupannya misalnya berupa informasi dari
berbagai media, baik itu media massa maupun media elektronik.
Pengaruh (Out Come atau Impact) menyangkut hasil yang dicapai warga
belajar, yang dalam hal ini adalah kerja sama tutor dan orang tua warga belajar
dalam mengembangkan kemampuan warga belajar, tutor dan orang tua warga
belajar terpengaruh dalam menciptaan iklim yang merangsang perkembangan
anak. Oleh akrena itu, kerjasama tutor dan orang tua warga belajar berperan sekali
dalam mengembangkan kemampuan anak, agar warga belajar memiliki kesiapan
setelah mengikuti pendidikan anak usia dini pada program selanjutnya.
Berdasarkan karakteristik yang terdapat dalam pendidikan anak usia dini
dan karakteristik yang terdapat dalam pendidikan luar sekolah, maka pendidikan
anak usia dini merupakan salah satu bentuk dari pendidikan luar sekolah.
D. Pembelajaran Berbasis Alam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
1. Kerangka Filosofis Pembelajaran Berbasis Alam
Depdiknas (2008) lingkungan alam merupakan salah satu komponen
terpenting dalam pengembangan tujuan, isi dan proses pendidikan pada anak usia
dini. Esensi tujuan pendidikan pada anak usia dini diantaranya adalah membantu
anak memahami dan menyesuaikan diri secara aktif dengan lingkungannya.
Lingkungan yang dimaksud memiliki konotasi pemahaman yang luas mencakup
segala sumber yang ada dalam lingkungan anak (termasuk dirinya sendiri),
lingkungan keluarga dan rumah, tetangga (tetangga pedagang, tetangga dokter,
tetangga peternak, dan petani), lingkungan yang berwujud makanan, minuman
serta pakaian, gedung atau bangunan, kebun, persawahan dan lain-lain.
46
Filosofis pembelajaran yang berbasis lingkungan alam sebenarnya telah
digagas pertama kali oleh Jan Ligthart pada tahun 1859 (Depdiknas, 2008;
Blogspot, 2009) terkenal dengan "Pengajaran Alam Sekitar". Menurut tokoh ini
pendidikan sebaiknya disesuaikan dengan keadaan alam sekitar. Ide dasarnya
adalah pendidikan pada anak dilakukan dengan mengajak anak dalam suasana
sesungguhnya melalui belajar pada lingkungan alam sekitar yang nyata. Menurut
Jan Lighthart, sumber utama bentuk pengajaran ini adalah lingkungan di sekitar
anak. Melalui bentuk pengajaran ini akan tumbuh keaktifan anak dalam
mengamati, menyelidiki serta mempelajari lingkungan. Kondisi lingkungan yang
sesungguhnya juga akan menarik perhatian spontan anak sehingga anak memiliki
pemahaman dan kekayaan pengetahuan yang bersumber dari lingkungannya
sendiri. Bahan-bahan pengajaran yang ada pada lingkungan sekitar anak akan
mudah diingat, dilihat dan dipraktikan sehingga kegiatan pengajaran menjadi
berfungsi secara praktis. Bahan pengajaran dari lingkungan oleh Jan Lighthart
dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu lingkungan alam (sebagai bahan
mentah), lingkungan produsen atau lingkungan pengrajin (pengolah dan penghasil
bahan mentah menjadi bahan jadi) serta lingkungan masyarakat pengguna bahan
jadi (konsumen). Bahan ini dapat terdiri dari tanaman, tanah, batu-batuan, kebun,
sungai dan ladang, pengrajin kayu, rotan dan pasar atau toko sebagai pusat jual
beli bahan-bahan jadi tersebut.
Landasan filosofis kedua (Depdiknas, 2008; Blogspot, 2009) dapat
ditelaah dari filsafat pendidikan naturalisme romantik yang dikemukakan J.J.
Rousseau dengan teorinya "Kembali ke Alam" menunjukkan betapa pentingnya
47
pengaruh alam terhadap perkembangan anak didik. Filosof ini mengambangkan
konsep pendidikan yang dilakukan secara naturalistik atau alami, karena itu
pendidikan anak harus dilaksanakan di lingkungan alam yang bersih, tenang,
suasana menyenangkan, dan segar, sehingga sang anak tumbuh sebagai manusia
yang baik. Ia mengemukakan filosofisnya bahwa: a) pendidikan harus
mengembangkan kemampuan-kemampuan alami atau bakat/pembawaan anak dan
b) pendidikan yang berlangsung dalam alam. Sesuai dengan pandangan di atas,
maka pendekatan untuk mendidik anak bukanlah dengan mengajar anak secara
formal atau melalui pengajaran langsung, akan tetapi dengan memberi
kesempatan kepada mereka belajar melalui proses eksplorasi dan diskoveri.
Landasan filosofis ketiga adalah konsep filosofis yang disampaikan oleh
Ovide Decroly dikenal dengan teorinya, bahwa "Sekolah adalah dari kehidupan
dan untuk kehidupan" (Ecolepourlaviepar laviej). Dikemukakan, bahwa "bawalah
kehidupan ke dalam sekolah agar kelak anak didik dapat hidup di masyarakat"
(Depdiknas,2008; Blogspot, 2009).
Depdiknas (2008) Declory (1897) filosof pendidikan ini mengemukakan
beberapa ide filosofis bahwa:
a. Sekolah harus dihubungkan dengan kehidupan alam sekitar
b. Pendidikan dan pengajaran agar didasarkan pada perkembangan anak
c. Sekolah harus menjadi laboratorium bekerja bagi anak-anak
d. Bahan-bahan pendidikan/pengajaran yang fungsional praktis.
48
Dalam Depdiknas (2008) deskripsi analisis filosofis tersebut dapat di
rangkum sebagai berikut:
Filosofis yang terkait dengan pendidikan (pembelajaran) yang berbasis
alam adalah pandangan bahwa kegiatan pendidikan (sekolah atau kurikulum)
harus dapat membantu anak mengembangkan berbagai potensi perkembangan
yang dipergunakan untuk beradaptasi secara kreatif dengan lingkungan alam. Atas
dasar pandangan filosofis tersebut, kegiatan pendidikan seharusnya menggunakan
lingkungan alam dengan berbagai variasi untuk memenuhi kebutuhan
perkembangan anak usia dini. Sebagai lembaga sosial, sekolah harus menyajikan
kehidupan nyata dan penting bagi anak sebagaimana yang terdapat di dalam
rumah, di lingkungan sekitar, atau di lingkungan masyarakat luas. (Dewey dalam
Krogh, 1994). Pandangan ini mempertegas bahwa sekolah (kurikulum :
pembelajaran yang dilaksanakan) harus mampu membantu anak usia dini
mengelaborasi dan mengeksplorasi lingkungan alam sebagai sumber belajar.
Kegiatan pendidikan seperti ini sekaligus sebagai upaya memenuhi kebutuhan
anak usia dini dalam masa-masa bermain, bereksplorasi dan bereksperimen.
Filosofis pendidikan berikutnya adalah bahwa kegiatan pembelajaran yang
berbasis pada lingkungan alam akan membantu menumbuhkan otoaktivitas atau
Autoactivity (aktivitas yang tumbuh dari dalam diri) anak sehingga dimungkinkan
terjadi proses active learning (belajar secara aktif). Filosofis ini akan membantu
pendidik merancang dan mengembangkan berbagai aktivitas yang memungkinkan
anak terlibat secara aktif penuh (penuh keaktivitas) dalam interaksi pendidikan.
Anak akan terlibat secara aktif dalam belajar melalui proses mengamati, mencari,
49
menemukan, mendiskusikan, menyimpulkan, mengkomunikasikan dan membuat
laporan sendiri tentang suatu fokus pembelajaran. Proses belajar seperti ini akan
membantu anak memperoleh sejumlah keterampilan proses yang sangat
dibutuhkan dalam mengembangkan life skill.
Filosofis ketiga dalam pembelajaran berbasis alam adalah pandangan
bahwa lingkungan alam akan memberikan sejumlah pengalaman belajar langsung
(real learning) dan/atau pembelajaran secara nyata (real instructions). Dalam
istilah Jan Lightghart ini dikenal dengan istilah pengajaran barang yang
sesungguhnya. Konsep pendidikan seperti ini akan membantu anak
mengembangkan proses berpikir komprehensif dalam situasi yang nyata tentang
berbagai aspek kehidupan dalam lingkungan alam.
Filosofis keempat, konsep pembelajaran berbasis alam akan memberikan
suasana atau kesempatan pada anak untuk mengembangkan kepekaan, kepedulian
atau sensitivitas terhadap berbagai kondisi lingkungan alam. Kegiatan ini
sekaligus tidak hanya membangun kecerdasan naturalis anak saja tetapi juga
kecerdasan intra dan interpersonal, kecerdasan spiritual dan berbagai kecerdasan
lainnya. Kepekaan yang berkembangan pada anak terhadap lingkungan alam
secara konseptual disebut sebagai perhatian spontan. Perhatian spontan anak akan
muncul ketika anak-anak berinteraksi dengan berbagai objek dan kondisi
lingkungan alam, baik secara individual maupun kelompok.
Filosofis kelima, konsep pembelajaran berbasis alam akan membantu anak
memperoleh proses dan hasil belajar yang bermakna (meaningfull learning) serta
pembelajaran yang fungsional praktis (practical and functional intruction).
50
Melalui pembelajaran berbasis alam, anak dapat menemukan, memahami dan
menerapkan secara langsung proses belajar pada berbagai aspek dalam kehidupan
secara nyata. Dengan demikian, anak dapat memaknai bahwa belajar tentang
berbagai hal akan memiliki makna dalam kehidupan kini maupun di masa yang
akan datang.
2. Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbasis Alam
Depdiknas (2008) proses pembelajaran berbasis alam perlu
memperhatikan sejumlah prinsip yang mendasarinya. Prinsip-prinsip yang
dimaksud diantaranya adalah :
a. Berpusat pada perkembangan anak dan optimalisasi perkembangan
Keberhasilan pendidikan dapat diukur pada sejauh mana pendidikan
berhasil mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengoptimalkan potensi setiap
anak sesuai dengan karakteristik perkembangannya. Oleh karena itu, keberhasilan
proses pembelajaran berbasis alam terletak pada peningkatan optimalisasi seluruh
potensi perkembangan anak dengan menjadi lingkungan alam sebagai sumber
belajar yang utama.
b. Membangun kemandirian anak
Proses pembelajaran yang berbasis alam diharapkan dapat membangun
dan mengembangkan kemampuan menolong diri sendiri (kemandirian),
kedisiplinan dan sosialisasi agar terbentuk karakter kemandirian yang kuat. Dalam
pembelajaran yang berbasis alam, anak akan terbiasa dihadapkan pada sejumlah
persoalan kehidupan secara faktual. Anak dapat berusaha memecahkan persoalan
tersebut, baik secara individual maupun bekerja sama dengan teman-temannya.
51
c. Belajar dari lingkungan alam sekitar
Proses pembelajaran berbasis alam akan memaksimalkan pemanfaatan
kekayaan alam yang ada,sebagai sumber ilmu pengetahuan,sehingga memiliki
ketajaman berpikird a n wawasan keilmuan yang aplikatif.
d. Belajar dan bermain dari lingkungan sekitar
Melalui bermain, memungkinkan anak untuk terlibat dalam
lingkungannya, melalui konflik internal maupun eksternal sehingga anak belajar
melalui berbagai pengalaman dengan objek, orang, kegiatan yang ada di
sekitarnya. Pembelajaran yang dialami anak akan menjadi lebih menarik,
menyenangkan (fun learning), bermakna dan tidak membosankan.
e. Memanfaatkan sumber belajar yang mudah dan murah
Dengan memanfaatkan lingkungan sekitar, anak dapat mempelajari banyak
hal dari lingkungan terdekatnya (lingkungan alam, lingkungan fisik, lingkungan
sosial, kultur budaya, dll) sehingga sumber belajar tidak harus sengaja dirancang
dengan mengeluarkan biaya yang mahal.
f. Pembelajaran menggunakan pendekatan tematik
Pembelajaran tema adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang
didasarkan atas ide-ide pokok/sentral tentang anak dan lingkungannya. Melalui
pembelajaran tema dapat memberikan pengalaman langsung tentang objek yang
riil bagi anak untuk menilai dan memanipulasinya, menumbuhkan cara berpikir
yang komprehensif.
52
g. Membangun kebiasaan berpikir ilmiah sejak usia dini
Berpikir ilmiah yang dimaksud pada prinsip ini adalah memperkenalkan
dan membiasakan anak untuk menemukan berbagai permasalahan yang ada di
lingkungannya dan berpikir untuk menemukan cara memecah-kannya. Kegiatan
berpikir seperti ini dapat dilakukan melalui eksplorasi berbagai hal yang
terjadi/ada dari lingkungannya, dari hal yang mudah/sederhana ke arah yang lebih
kompleks/sukar.
h. Pembelajaran inspiratif, menarik, kreatif dan inovatif
Anak adalah subjek dalam pembelajaran. Kegiatan-kegiatan pembelajaran
perlu disiapkan untuk membangun rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk
berpikir kritis dan menemukan hal-hal yang baru.
i. Memberikan ruang bagi anak untuk belajar secara aktif (active learning).
Dengan belajar dari sumber lingkungan sekitar dan lingkungan lain yang
mendukung akan mendorong anak untuk menunjukkan aktivitas belajarnya. Anak
akan berusaha mengamati, mencari dan menemukan berbagai pengetahuan dan
konsep yang penting berkaitan dengan berbagai bidang perkembangan.
3. Media Pembelajaran Berbasis Alam
Depdiknas (2008) media dan sumber belajar akan membantu
mendekatkan jarak pemahaman antara anak dan pendidik tentang suatu konsep
dan proses yang dipelajari. Pendidik dapat menemukan dan mengembangkan
media serta sumber belajar yang berbasis alam sekitar sehingga mendorong dan
memudahkan anak untuk menemukan sendiri tentang konsep dan proses yang
dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
53
Depdiknas (2008) media dan sumber belajar yang digunakan dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian utama, yaitu :
a. Lingkungan Alam
Lingkungan alam adalah objek-objek dan benda-benda yang ada di alam
yang sudah tersedia yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar.
Jenis-jenis sumber belajar meliputi: 1) Tanaman; 2)Binatang; 3) Hutan; 4) Kebun;
5) Kolam, dll.
b. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik adalah objek yang terdapat di sekitar anak berupa
bangunan atau benda yang dibuat/dibangun oleh masyarakat sekitar.
Jenis-jenis sumber belajar meliputi : 1. Masjid; 2. Kantor pos; 3. Kantor Polisi; 4.
Perpustakaan; 5. Rumah sakit; 6. Supermarket, dll
c. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah objek, kegiatan, peristiwa yang terjadi di
masyarakat/ lingkungan sekitar yang dapat dijadikan sumber belajar.
Jenis-jenis sumber belajar meliputi : 1. Tokoh Masyarakat; 2. Pasar; 3. Banjir; 4.
Kebakaran; 5. Kultur/ budaya;
Media pembelajaran yang dapat digunakan dalam memfasilitasi
pembelajaran berbasis alam meliputi:
a. Media Visual: yang hanya dapat dilihat melalui indera penglihatan, seperti
media gambar.
54
b. Media Audio: yang mengandung pesan auditif (hanya dapat didengar) yang
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan pemahaman untuk
mempelajari bahan ajar.
c. Media Audio Visual: merupakan kombinasi audio dan visual yang biasa
disebut media pandang dengar.
d. Media Objek: merupakan media tiga dimensi yang menyampaikan informasi
tidak dalam bentuk penyajian melainkan melalui ciri fisik nya sendiri seperti:
ukuran, bentuk, berat, susunan, warna, fungsi dsb. Media ini dapat dibagi
dalam 2 kelompok: media objek alami dan media objek buatan.
e. Media Sederhana: media yang mudah dibuat dan mudah diperoleh bahan-
bahannya.