115_dapatkah wp mengubah data spt saat pemeriksaan dan penyidikan pajak.pdf

6
Page 1 Wajib Pajak “mengubah” data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak ? (Oleh : Johannes Aritonang -Widyaiswara Madya pada BDK Pontianak) Pendahuluan Seorang teman bertanya kepada saya. “Dapatkah Wajib Pajak ‘mengubah’ data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak berlangsung ?” Bagaimana caranya? Hal ini sering sekali saya dengar di saat Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak oleh pemeriksa pajak bahkan saat sebuah pemeriksaan pajak telah dinaikkan menjadi Penyidikan Pajak. “Salah satu sisi manusiawi manusia adalah melakukan kekeliruan. Hal ini juga terjadi dengan Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah disampaikan Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), juga tidak luput dari kekeliruan. Terlepas dari bentuk kekeliruan yang dilakukan Wajib Pajak , ternyata Undang-Undang Perpajakan memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk memperbaiki kekeliruan terhadap SPT yang dilaporkannya.. Namun adakalanya Wajib Pajak baru menyadari kekeliruan pengisian SPT pada saat pemeriksaan pajak berlangsung, atau bahkan pada saat penyidikan pajak sedang berlangsung. Pembahasan Salah satu ciri dari sistem pemungutan pajak Indonesia adalah self assessment yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Sistem self assessment ini tergambar jelas pada SPT yang disampaikan Wajib Pajak ke KPP. “Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak” pasal 3 ayat 1 UU Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (UU-KUP). Mengisi Surat Pemberitahuan yaitu mengisi formulir Surat Pemberitahuan, dalam bentuk kertas dan/atau dalam bentuk elektronik, dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Yang dimaksud dengan: a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya; b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur- unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan; dan c. jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.

Upload: ariesuria

Post on 08-Aug-2015

100 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

115_Dapatkah WP mengubah data SPT saat pemeriksaan dan penyidikan pajak.pdf

TRANSCRIPT

Page 1: 115_Dapatkah WP mengubah data SPT saat pemeriksaan dan penyidikan pajak.pdf

Page 1

Wajib Pajak “mengubah” data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak ? (Oleh : Johannes Aritonang -Widyaiswara Madya pada BDK Pontianak)

Pendahuluan Seorang teman bertanya kepada saya. “Dapatkah Wajib Pajak ‘mengubah’ data SPT saat Pemeriksaan atau Penyidikan Pajak berlangsung ?” Bagaimana caranya? Hal ini sering sekali saya dengar di saat Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak oleh

pemeriksa pajak bahkan saat sebuah pemeriksaan pajak telah dinaikkan menjadi Penyidikan Pajak. “Salah satu sisi manusiawi manusia adalah melakukan kekeliruan. Hal ini juga terjadi dengan Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah disampaikan Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), juga tidak luput dari kekeliruan. Terlepas dari bentuk kekeliruan yang dilakukan Wajib Pajak , ternyata Undang-Undang Perpajakan memberikan kesempatan kepada

Wajib Pajak untuk memperbaiki kekeliruan terhadap SPT yang dilaporkannya.. Namun adakalanya Wajib Pajak baru menyadari kekeliruan pengisian SPT pada saat pemeriksaan pajak berlangsung, atau bahkan pada saat penyidikan pajak sedang berlangsung.

Pembahasan Salah satu ciri dari sistem pemungutan pajak Indonesia adalah self assessment yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Sistem self assessment ini tergambar jelas pada SPT yang disampaikan Wajib Pajak ke KPP. “Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak” pasal 3 ayat 1 UU Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (UU-KUP). Mengisi Surat Pemberitahuan yaitu mengisi formulir Surat Pemberitahuan, dalam bentuk kertas dan/atau dalam bentuk elektronik, dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Yang dimaksud dengan:

a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan; dan

c. jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.

Page 2: 115_Dapatkah WP mengubah data SPT saat pemeriksaan dan penyidikan pajak.pdf

Page 2

Secara tidak langsung menyatakan bahwa untuk mengisi SPT harus dilakukan oleh orang yang memang mengerti tentang Undang-Undang Perpajakan yang berlaku, bahkan juga harus mengerti tentang “pembukuan” dan juga “ pencatatan”. Jika dilihat dari kesempurnaan sebuah SPT , maka di dalam mengisi SPT sangat mungkin terjadi adanya kekeliruan-kekeliruan yang disebabkan oleh kesulitan-kesulitan baik yang disebabkan karena luasnya kegiatan usaha , kesulitan sehubungan dengan masalah-masalah teknis penyusunan laporan keuangan, juga karena sebab lainnya. Sehubungan dengan kesulitan – kesulitan dalam penyampaian SPT , UU-KUP memberikan ”hak” kepada Wajib Pajak sehubungan dengan penyampaian SPT yaitu : 1. Memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT (Pasal 3 ayat 4 UU KUP); 2. Membetulkan SPT (Pasal 8 ayat 1 dan ayat 6 UU KUP); 3. Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT (Pasal 8 ayat 3 dan ayat 4 UU KUP). Semua hak ini dapat mengubah data SPT yang telah disampaikan sebelumnya. Hak untuk Memperpanjang Jangka Waktu Penyampaian SPT dan Hak Membetulkan SPT dapat dilakukan Wajib Pajak terhadap SPT nya dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan

pemeriksaan, dan sanksi pajak yang diterapkan terhadap kedua “hak” ini hanyalah sanksi administrasi berupa “bunga” sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar , dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran .

Bagaimana jika Wajib Pajak menyadari kekeliruannya saat telah dimulainya pemeriksaan pajak ataupun bahkan saat penyidikan pajak berlangsung ?

Yang dimaksud dengan “mulai melakukan tindakan pemeriksaan” adalah pada saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.

Pemeriksaan Pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (UU KUP Pasal 1 poin 25). Yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak , jika terhadap SPT-nya “telah

dimulai tindakan pemeriksaan” dan “Wajib Pajak menyadari adanya kekeliruan atau kesalahan pada SPT-nya adalah dengan “mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT “. Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT dapat dibagi 2: 1) Mengungkapkan kesalahan pengisian SPT setelah dilakukan pemeriksaan. Pasal 8 ayat 4 UU KUP menyatakan bahwa:”Walaupun Dirjen Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Dirjen Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak (SKP), Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:

Page 3: 115_Dapatkah WP mengubah data SPT saat pemeriksaan dan penyidikan pajak.pdf

Page 3

a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;

b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;

c. jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau d. jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.” Sanksi pengungkapan ini diatur dalam Pasal 8 ayat 5 yaitu sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan.” Dalam Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2007 menjelaskan lebih lanjut Pasal 8 ayat (4) UU KUP sbb :

a. Laporan tersendiri dimaksud harus ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dilampiri dengan :

Penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam format SPT;

SSP bukti pelunasan pajak yang kurang dibayar; dan

SSP bukti pembayaran sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50%. b. Untuk membuktikan kebenaran pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT, pemeriksaan

tetap dilanjutkan dan dari hasil pemeriksaan diterbitkan SKP dengan mempertimbangkan laporan pengungkapan ketidakbenaran Wajib Pajak tersebut beserta pelunasan pajak yang telah dibayar.

c. Dalam hal hasil pemeriksaan membuktikan bahwa pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT yang dilakukan oleh Wajib Pajak ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, SKP diterbitkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tersebut.

d. Apabila hasil pemeriksaan tersebut (pada poin c) ditindaklanjuti dengan penerbitan SKPKB, SSP (bukti pelunasan pajak dan pelunasan sanksi) tidak dihitung sebagai kredit pajak.

e. Pelunasan pajak yang kurang dibayar dan sanksi administrasi berupa kenaikan di atas dapat diperhitungkan sebagai pembayaran atas surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan berdasarkan permohonan WP.

Ada beberapa hal yang dapat dicermati pada Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT: a. Pengungkapan dilakukan setelah pemeriksaan pajak berlangsung, tetapi:

belum dilakukan penetapan pajak (belum menerbitkan surat ketetapan pajak). b. belum dilakukan penyidikan pajak karena kealfaan (psl 38 UU KUP). c. Pengungkapan dilakukan bagi Wajib Pajak yang belum pernah membetulkan SPT maupun yang

pernah membetulkan SPT. d. Diungkapkan dengan Laporan Tersendiri (sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam format

SPT) e. Pengungkapan ini berlaku untuk semua SPT baik SPT Tahunan maupun SPT Masa, yang dapat

mengakibatkan: i) pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil; ii) rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;

Page 4: 115_Dapatkah WP mengubah data SPT saat pemeriksaan dan penyidikan pajak.pdf

Page 4

iii) jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau iv) jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.”

2) Mengungkapkan Ketidakbenaran Pengisian SPT karena Kealpaan. Pada tahapan ini terhadap pemeriksaan SPT Wajib Pajak dibuatkan Laporan Sumir oleh pemeriksa karena pemeriksa menemukan petunjuk adanya indikasi tindak pidana perpajakan. Selanjutnya pemeriksaan ini ditingkatkan menjadi Pemeriksaan Bukti Permulaan . Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara (pasal 1 poin 26 , UU KUP). Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

SKEMA PENGAWASAN DAN PENEGAKAN HUKUM: Pasal 8 ayat 3 UU KUP menyatakan bahwa: ”Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi

belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 UU KUP, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila WP dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa

denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar”. Ketentuan ini dijelaskan oleh PP No. 80 Tahun 2007 sbb :

a. Ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 UU KUP adalah “Setiap orang yang karena kealpaannya:

tidak menyampaikan SPT; atau

menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar ,

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan kealpaan yang pertama kali dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A UU KUP , didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau

Pemeriksaan

pa

pa

Pemeriksaan Bukti Permulaan

Penyidikan Pajak

pa

Page 5: 115_Dapatkah WP mengubah data SPT saat pemeriksaan dan penyidikan pajak.pdf

Page 5

kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.”

b. Pernyataan tertulis harus ditandatangani oleh WP dan dilampiri dengan :

Penghitungan kekurangan pembayaran pajak yang benar, dengan format SPT;

SSP bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak; dan

SSP bukti pembayaran sanksi administrasi denda sebesar 150 %. c. Terhadap WP yang telah mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya dan sekaligus melunasi

kekurangan pembayaran pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasinya tidak akan dilakukan penyidikan, sepanjang tidak ditemukan data yang menyatakan lain dari pengungkapan ketidakbenaran perbuatan tersebut.

d. Apabila telah dilakukan tindakan penyidikan dan mulainya penyidikan tersebut diberitahukan kepada Penuntut Umum, kesempatan untuk membetulkan sendiri sudah tertutup bagi WP yang bersangkutan.

Dan pajak yang masih harus dibayar tersebut harus segera di setor ke negara, dan Surat Setoran Pajak dijadikan sebagai satu kesatuan dengan “laporan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT”.

Bagaimana jika terhadap SPT telah dilakukan tindakan Penyidikan? Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 UU KUP sepanjang mulainya penyidikan belum diberitahukan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (pasal 5 PP No.80 tahun 2007). Sehingga jika penyidikan tersebut telah diberitahukan kepada Penuntut Umum, maka kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT sudah tertutup bagi WP yang bersangkutan.

Penutup Salah satu “kata kunci” bagi Wajib Pajak pada saat SPT Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan bahkan penyidikan pajak adalah “ adanya kesadaran sendiri “ terhadap “kekeliruan ataupun kesalahan SPT” yang telah disampaikan. Kata kesadaran sendiri ini dapat juga diartikan sebagai sebuah “kesadaran yang sebenarnya” atas sebuah kekeliruan ataupun sebuah “ketakutan” akan sanksi yang akan diterima Wajib Pajak sehubungan dengan kekeliruan ataupun kesalahan yang telah diperbuatnya. Sanksi itu bisa berupa sanksi administrasi dan atau sanksi pidana. Bagi Wajib Pajak yang merasa SPT yang telah disampaikannya sudah benar, seharusnya tidak perlu takut, karena terhadap produk-produk dari hasil pemeriksaan berupa surat ketetapan pajak dapat diajukan Keberatan ke Kantor Wilayah DJP tempat dimana KPP Wajib Pajak berada , ataupun ke Direktorat Keberatan jika pemeriksaannya dilakukan oleh Direktorat Pemeriksaan Pajak, bahkan Wajib Pajak dapat mengajukan Banding ke Pengadilan Pajak , jika Wajib Pajak tidak puas atas hasil keputusan keberatan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sumber bacaan: Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 80 tahun 2007 :Tata Cara Pelaksanaan Hak dan

Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

Page 6: 115_Dapatkah WP mengubah data SPT saat pemeriksaan dan penyidikan pajak.pdf

Page 6

Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 tahun 2007

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007, Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Tim DJP dan Pusdiklat Pajak : Modul Informasi Data Laporan Pengaduan dan Pemeriksaan Bukti Permulaan , Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan , Pusdiklat Pajak, 2011

Kurniawan,Anang Mury: Upaya Hukum Terkait dengan Pemeriksaan,Penyidikan dan Penagihan Pajak, Graha Ilmu, 2011