11 bab ii - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii ....

19
BAB II KETIDAKSESUAIAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN MINERAL DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2014 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 1. Ketentuan Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri Dalam rangka meningkatkan mutu mineral serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan maka dilakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri terhadap hasil tambang. Pengolahan dan pemurnian di dalam negeri ini bertujuan untuk: 17 1) Meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambang dari produk; 2) Tersedianya bahan baku industri; 3) Penyerapan tenaga kerja; dan 4) Peningkatan penerimaan Negara. Definisi pengolahan dan pemurnian tidak ditemukan di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, hanya disebutkan bahwa pengolahan dan pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaaatkan dan memperoleh mineral ikutan. 18 Menurut pengamat pertambangan Kurtubi, pemurnian adalah pekerjaan pengolahan atau pengilangan untuk memurnikan atau meninggikan kadar bahan galian dengan memisahkan mineral berharga dan yang tidak berharga, selanjutnya membuang mineral yang tidak berharga tersebut yang dapat dilakukan dengan cara kimia. 19 Sedangkan pengolahan (treatment) adalah 17 Salim HS, Op.cit, hlm. 4. 18 Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 19 Rangga Prakoso, Wahyu Sudoyo, Definisi Pengolahan dan Pemurnian Perlu Diperjelas, http://www.ima-api.com/index.php?option=com_content&view=article&i...n-pemurnian-perlu- diperjelas&catid=47:media-news&Itemid=98&lang=id, 2014 11 ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA LIONITA DEBRINA SAFIETY

Upload: vuongkhuong

Post on 08-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

11

BAB II

KETIDAKSESUAIAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN

MINERAL DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2014

TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009

1. Ketentuan Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri

Dalam rangka meningkatkan mutu mineral serta untuk memanfaatkan dan

memperoleh mineral ikutan maka dilakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri

terhadap hasil tambang. Pengolahan dan pemurnian di dalam negeri ini bertujuan untuk:17

1) Meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambang dari produk;

2) Tersedianya bahan baku industri;

3) Penyerapan tenaga kerja; dan

4) Peningkatan penerimaan Negara.

Definisi pengolahan dan pemurnian tidak ditemukan di dalam Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2009, hanya disebutkan bahwa pengolahan dan pemurnian adalah

kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta

untuk memanfaaatkan dan memperoleh mineral ikutan.18

Menurut pengamat

pertambangan Kurtubi, pemurnian adalah pekerjaan pengolahan atau pengilangan untuk

memurnikan atau meninggikan kadar bahan galian dengan memisahkan mineral berharga

dan yang tidak berharga, selanjutnya membuang mineral yang tidak berharga tersebut

yang dapat dilakukan dengan cara kimia.19

Sedangkan pengolahan (treatment) adalah

17

Salim HS, Op.cit, hlm. 4. 18

Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 19

Rangga Prakoso, Wahyu Sudoyo, Definisi Pengolahan dan Pemurnian Perlu Diperjelas,

http://www.ima-api.com/index.php?option=com_content&view=article&i...n-pemurnian-perlu-

diperjelas&catid=47:media-news&Itemid=98&lang=id, 2014

11

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 2: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

12

proses untuk menyiapkan bahan mentah mineral untuk diolah lebih lanjut sekaligus

diolah untuk produk akhir.20

Definisi pengolahan dan pemurnian dapat ditemukan dalam Peraturan Menteri

Energi, Sumber Daya dan Mineral Nomor 1 Tahun 2014, yang menyatakan bahwa

pengolahan adalah upaya untuk meningkatkan mutu mineral atau batuan yang

menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang tidak berubah dari mineral atau

batuan asal, antara lain berupa konsentrat mineral logam dan batuan yang dipoles.21

Sedangkan pemurnian merupakan upaya untuk meningkatkan mutu mineral logam

melalui proses ekstraksi serta proses pengingkatan kemurnian lebih lanjut untuk

menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang berbeda dari mineral asal, antara

lain berupa logam dan logam paduan.22

Dari berbagai definisi yang telah dipaparkan di atas, antara pengolahan dan

pemurnian memiliki makna yang berbeda yang menunjukan bahwa antara pengolahan

dan pemurnian adalah proses yang saling berkaitan. Pengolahan merupakan langkah awal

sebelum dilakukan pemurnian, dimana pengolahan adalah proses mempersiapkan mineral

mentah dengan memisahkan antara mineral yang berharga dan mineral yang tidak

berharga, mengingat mineral mentah yang ditemukan pada umumnya masih bercampur

dengan kotoran atau mineral bawaan, maka dari itu perlu dilakukannya pemisahan.

Pemurnian sebagai langkah lanjut dari proses pengolahan yang mana dalam proses

20

Ibid 21

Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014

tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam

Negeri. 22

Pasal 2 ayat (4) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014

tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam

Negeri.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 3: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

13

pemurnian ini hasil pemisahan dari proses pengolahan yang menghasilkan mineral

berharga kemudian ditingkatkan kadarnya hingga mencapai kadar maksimal yang

diinginkan, sehingga menghasilkan produk akhir dengan sifat fisik dan kimia yang

berbeda dari mineral asal.

Kewajiban untuk melakukan pengolahan dan pemurnian ditegaskan dalam Pasal

102, dan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, yang menyatakan bahwa

pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan /

atau batubara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan, dan pemurnian, serta

pemanfaatan mineral dan batubara, Berdasarkan ketentuan tersebut berarti bagi

pemegang IUP dan IUPK operasi produksi berkewajiban untuk melakukan pengolahan

dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Sedangkan bagi pemegang kontrak

karya dan perjanjian karya pertambangan batubara kewajiban melakukan pengolahan dan

pemurnian di dalam negeri ditegaskan dalam Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 tahun

2009.

Pengolahan dan pemurnian, dapat dilakukan dengan membangun unit pengolahan

sendiri atau menggunakan unit pengolahan dan pemurnian yang terdapat di daerah

lainnya atau dapat pula dilakukan dengan kerjasama dengan pemegang Izin Usaha

Pertambangan dan Izin Usaha Pertambangan Khusus lainnya.23

Bagi pengusaha yang

benar-benar berkomitmen untuk melakukan pembangunan unit pengolahan dan

pemurnian yang dikenal dengan “smelter” di dalam negeri harus dilakukan selambat-

lambatnya lima tahun semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009,24

yang berarti bahwa seluruh perusahaan tambang yang telah berproduksi harus telah

23

Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 24

Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 4: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

14

memiliki atau membangun unit pengolahaan dan pemurniaan atau menggunakan unit

pengolahan dan pemurnian milik perusahaan tambang lainnya pada tahun 2014.

1.1. Komoditas Tambang Mineral Yang Dapat Ditingkatkan Nilai Tambahnya

Pengolahan dan pemurnian merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan

nilai tambah hasil tambang. Dimana golongan komoditas tambang mineral yang dapat

ditingkatkan nilai tambahnya, yaitu mineral logam, mineral bukan logam, dan batuan.25

Mineral logam adalah mineral yang unsur utamanya mengandung logam, memiliki kilap

logam, dan umumnya bersifat sebagai penghantar panas dan listrik yang baik.26

Yang

termasuk dalam mineral logam, yaitu tembaga, nikel, bauksit, bijih besi, pasir besi, timah,

mangan, timbal, seng, emas, perak, dan kromium.27

Mineral bukan logam adalah mineral yang unsur utamanya terdiri atas bukan

logam.28

Yang termasuk mineral yang bukan logam yaitu zircon, kaolin, zeolit, bentonit,

silica (pasir kuarsa), kalsit (batu kapur atau gamping), felspar, dan intan.29

Sedangkan

yang dimaksud dengan batuan adalah massa padat yang terdiri atas satu jenis mineral

atau lebih yang membentuk kerak bumi, baik dalam keadaan terikat (massive) maupun

25

Pasal 2 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. 26

Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014

tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam

Negeri. 27

Lampiran I Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. 28

Pasal 1 ayat (3) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014

tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam

Negeri. 29

Lampiran II Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 5: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

15

lepas (loose).30

Yang termasuk dalam komoditas tambang batuan, yaitu marmer, granit,

onik, opal, giok, agat, topas, perlit, toseki, batu sabak (slate), granodiorit, gabro, peridotit,

basalt, kalsedon, rijang (chert), jasper, krisopras, dan garnet.31

Pengolahan dan pemurnian sebagai kegiatan peningkatan nilai tambah tidak

dilakukan untuk seluruh komoditas tambang mineral. Pengolahan dilakukan untuk

komoditas tambang mineral bukan logam dan batuan. Sedangkan pengolahan dan

pemurnian dilakukan untuk komoditas tambang mineral logam. Dengan ini berarti bahwa

komoditas tambang mineral yang wajib untuk dilakukan pengolahan dan pemurnian

sebelum dilakukan ekspor adalah mineral logam, yaitu tembaga, nikel, bauksit, bijih besi,

pasir besi, timah, mangan, timbal, seng, emas, perak, dan kromium. Sedangkan untuk

komoditas tambang mineral bukan logam dan batuan dapat ekspor sekalipun hanya

dengan dilakukan proses pengolahan.

1.2. Pihak-Pihak yang Berkewajiban Melakukan Pengolahan dan Pemurnian

Pemerintah sebagai badan publik sudah tidak lagi bersanding sejajar secara

perdata atau sebagai mitra bisnis dengan pelaku usaha di dalam kontrak pertambangan.32

Sebelumnya dengan menundukkan diri sebagai pihak di dalam kontrak, hanya akan

mengganggu imunitas dan kedaulatan negara.33

Terlebih jika dikaji secara historis,

30

Pasal 1 ayat (4) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014

tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam

Negeri. 31

Lampiran III Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. 32

Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, Hlm. 113. 33

Ibid.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 6: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

16

kontrak pertambangan dengan pemerintah sebenarnya tidak pernah diatur di dalam

Undang-Undang Pertambangan Umum.34

Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, sudah tidak lagi

menggunakan kontrak namun diberlakukan Perizinan, dimana pemerintah sebagai pihak

pemberi izin dalam proses pemberian izin. Objektivitas dominasi negara terlihat pada

sistem perizinan usaha pertambangan (IUP) yang mengikuti kaidah hukum pertambangan

internasional melalui mekanisme yang transparan dan akuntabel serta simple secara

administratif.35

Negara yang menentukan pihak yang layak diberikan izin pengelolaan

atau pengusahaan mineral batubara, tanpa membedakan status domestik atau asing.36

Bentuk izin pertambangan yang diberikan adalah Izin Pertambangan Rakyat

(IPR), Izin Usaha Pertambangan (IUP), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Diantara ketiga jenis izin pertambangan hanya ada dua izin yang dibebani kewajiban

untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, yaitu Izin Usaha

Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagaimana diatur

dalam Pasal 102 dan 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Izin Pertambangan Rakyat (IPR) adalah izin untuk melaksanakan usaha

pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi

terbatas.37

Yang berwenang memberikan IPR, yaitu Bupati atau Walikota.38

Namun,

demikian Bupati atau Walikota dapat melimpahkan kewenangan pelaksanaan pemberian

34

Ibid. 35

Ibid. 36

Ibid. 37 Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 38 Salim HS, Op.Cit, h.7

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 7: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

17

IPR kepada camat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.39

Sebelum

IPR diberikan, maka Bupati atau Walikota menetapkan wilayah pertambangan rakyat

(WPR).40

Sedangkan yang dapat mengajukan IPR, yaitu penduduk setempat.41

Ada tiga

klasifikasi penduduk setempat, yaitu:42

1. Perorangan;

2. Kelompok masyarakat; dan/atau

3. Koperasi.

Izin Usaha Pertambangan (IUP) adalah izin untuk melaksanakan usaha

pertambangan.43

Usaha pertambangan atau mining business merupakan kegiatan dalam

rangka pengusahaan mineral yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum,

eksplorasi, studi kelayakan (feasibility study), kontruksi, penambangan, pengolahan dan

pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.44

Pejabat yang

memiliki wewenang untuk menetapkan IUP, yaitu:45

1. Bupati/Walikota;

2. Gubernur; dan

3. Menteri.

Pihak yang berhak mengajukan permohonan atas IUP, adalah:46

1. Badan usaha;

2. Koperasi; dan

3. Perorangan.

Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) adalah izin untuk melaksanakan usaha

pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.47

Pejabat yang berwenang

39 Ibid. 40 Pasal 47 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan

Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. 41 Salim HS, Op.Cit, h.7 42 Ibid 43

Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 44

Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 45

Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 46

Pasal 38 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 8: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

18

menetapkan IUPK, yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.48

Pihak yang dapat

mengajukan permohonan IUPK, yaitu badan usaha yang berbadan hukum Indonesia,

meliputi:49

1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);

2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); atau

3. Badan Usaha Swasta (BUS).

Selain pemegang IUP dan IUPK, pemegang kontrak karya dan PKP2B yang telah

melakukan kegiatan produksi juga berkewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian

di dalam negeri.50

Kewajiban ini adalah hal baru bagi pemegang kontrak karya dan

PKPB2. Mengingat hal ini adalah ketentuan yang baru bagi pemegang Kontrak Karya

dan PKPB2 yang sebelumnya bukan merupakan bagian dari isi kontrak karya dan

PKPB2, maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap isi kontrak karya dan PKPB2.51

2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 Sebagai Aturan Turunan

Sebagai wujud tindak lanjut dari ketentuan pengolahan dan pemurnian di dalam

negeri yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, Pemerintah membuat

aturan turunan. Beberapa dari aturan turunan tersebut adalah Peraturan Pemerintah

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksana Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan

Batubara dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014

tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian

di Dalam Negeri.

47

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 48

Pasal 74 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 49

Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 50

Salim HS, Op.cit., Hlm. 4 51

Pasal 169 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 9: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

19

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 adalah perubahan kedua dari

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan Pemerintah ini mengatur lebih lanjut

tentang pelaksanaan kewajiban kepada pemegang IUP operasi produksi untuk melakukan

kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang undangan yang ditetapkan oleh

Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.52

Materi muatan

Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang- Undang. Di dalam UU

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan dinyatakan

bahwa Peraturan Pemerintah sebagai aturan organik daripada Undang-Undang menurut

hierarkinya tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang.

Fungsi dari Peraturan Pemerintah adalah menyelenggarakan:53

1. Pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang yang tegas-tegas

menyebutnya.

2. Menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan lain dalam undang-undang

yang mengatur meskipun tidak tegas-tegas menyebutnya.

Umumnya, Peraturan Pemerintah ditetapkan karena diminta secara tegas oleh undang-

undang, karena Peraturan Pemerintah itulah yang pada dasarnya merupakan pelaksana

langsung ketentuan undang-undang sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945,

yaitu peraturan untuk menjalankan undang-undang.54

Pertimbangan hukum dari ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun

2014 adalah:

52

Pasal 1 angka 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan. 53

Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan - jenis, fungsi, dan materi muatan, kanisius,

Yogyakarta, 2007, hlm. 221-223. 54

Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Raja Grafindo, Jakarta, 2010, hlm. 78.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 10: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

20

a. Bahwa dalam rangka meningkatkan manfaat mineral bagi rakyat dan untuk

kepentingan pembangunan daerah, maka perlu peningkatan nilai tambah mineral

melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian sumber daya mineral di dalam negeri

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2009;

b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagimana dimaksud dalam huruf a, perlu

menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Pertambangan Mineral dan Batubara.

2.1. Ketentuan Pengolahan dan Pemurnian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun

2014

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 dibuat oleh Pemerintah bagi para

pengusaha komoditas tambang untuk pelaksanaan kegiatan pengolahan dan pemurnian di

dalam negeri dengan unit pengolahan dan pemurnian (smelter) sebagai salah satu upaya

guna meningkatkan nilai tambah bagi komoditas tambang mineral tersebut yang juga

tentunya mempengaruhi besaraan penerimaan bagi negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 dikeluarkan sebagai perubahan kedua

atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor

23 Tahun 2010 tepatnya Pasal 112 ayat (4) huruf c, disebutkan bahwa adanya kewajiban

untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam jangka waktu paling

lambat 5 (lima) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Yang

berarti bahwa jangka waktu paling lambat jatuh pada tahun ini, yakni 2014.

Namun kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri menjadi

menarik ketika dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014. Dalam

Peraturan Pemerintah pengganti ini, Pasal 112 ayat (4) poin c dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 dinyatakan “dihapus”. Dengan kata lain, menurut

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 11: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

21

Peraturan Pemerintah ini dimungkinkan melakukan penjualan mineral ke luar negeri

sekalipun tanpa dilakukan pemurnian.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014, terdapat Pasal baru yang

disisipkan di antara Pasal 112B dan 113, yaitu Pasal 112C. Pasal 112C tersebut berbunyi:

1. Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara wajib

melakukan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.

2. Pemegang IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 angka 4

huruf a Peraturan Pemerintah ini wajib melakukan pengolahan dan pemurnian

hasil penambangan di dalam negeri.

3. Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang melakukan

kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan pemurnian,

dapat melakukan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu.

4. Pemegang IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada angka 2 yang

melakukan kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan

pengolahan, dapat melakukan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengolahan dan pemurnian serta

batasan minimum pengolahan dan pemurnian diaturan dengan Peraturan Menteri.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 telah menegaskan adanya kewajiban untuk

dilakukan pengolahan dan pemurnian terhadap hasil penambangan di dalam negeri yang

diatur dalam Pasal 102, dan Pasal 103. Namun Pasal 112 C justru memberi kelonggaran

bagi pengusaha komoditas tambang mineral yang seharusnya diberi kewajiban

pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebelum melakukan penjualan ke luar negeri.

Hal ini tepatnya diatur dalam Pasal 112 C angka (4)

Pasal 112 C angka (4) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 menyatakan

bahwa, Pemegang IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada angka 2 yang

melakukan kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan pengolahan, dapat

melakukan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu. Dengan mendasarkan pada

ketentuan tersebut, berarti pengusaha komoditas tambang mineral logam dapat

melakukan penjualan ke luar negeri tanpa dengan dilakukan pemurnian. Pengusaha dapat

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 12: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

22

melakukan penjualan komoditas tambang mineral logam yang hanya dilakukan

pengolahan sesuai dengan batasan minimum kadar pengolahan komoditas tambang

mineral logam yang diatur dalam lampiran I Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya

Nomor 1 Tahun 2014.

2.2. Mineral Logam Yang Dikecualikan

Pasal 112 C angka (4) memberi celah bagi Pemegang IUP Operasi Produksi yang

melakukan kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan pengolahan,

untuk dapat melakukan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu. Hal ini berarti

hanya mineral logam sajalah yang dimungkinkan dilakukan penjualan ke luar negeri

tanpa harus dilakukan pemurnian terlebih dahulu.

Jenis-jenis mineral logam dapat ditemui di dalam Lampiran Peraturan Menteri

Energi, Sumber Daya, dan Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai

Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.

Yang termasuk dalam mineral logam, yaitu tembaga, nikel, bauksit, bijih besi, pasir besi,

timah, mangan, timbal, seng, emas, perak, dan kromium.55

Namun ternyata tidak semua jenis mineral logam dapat dijual ke luar negeri

dengan hanya dilakukan pengolahan di dalam negeri. BAB VI Ketentuan Peralihan Pasal

12 ayat (3) Peraturan Menteri Energi, Sumber Daya, dan Mineral Nomor 1 Tahun 2014

menyatakan bahwa, “Pemegang IUP Operasi Produksi Mineral Logam sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 112 C angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dapat melakukan penjualan ke luar

55

Lampiran I Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang

Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 13: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

23

negeri dalam jumlah tertentu hasil pengolahan termasuk hasil pemurnian setelah

memenuhi batasan minimum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari Peraturan Menteri ini”.

Penjualan hasil pengolahan mineral logam ke luar negeri sebagaimana dimaksud

pada Pasal diatas tidak berlaku bagi komoditas tambang mineral logam, sebagai berikut:56

1. Nikel;

2. Bauksit;

3. Timah;

4. Emas;

5. Perak; dan

6. Kromium.

Dengan ini berarti bahwa, jenis mineral logam yang diperbolehkan dilakukan penjualan

ke luar negeri dengan hanya dilakukan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

112C ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 yakni:

1. Tembaga;

2. Pasir besi;

3. Bijih besi;

4. Seng;

5. Timbal; dan

6. Mangan.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 Dalam Hierarki Peraturan Perundang-

Undangan

Bicara tentang hierarki norma hukum, maka tidak terlepas dalam benak kita

dengan Hans Kelsen yang mengemukakan teori mengenai jenjang norma hukum

“Stufentheorie”. Hans Kelsen berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-

jenjang berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan), dalam arti suatu norma yang

56

Pasal 12 ayat (4) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014

tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam

Negeri.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 14: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

24

lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada suatu yang lebih tinggi, norma yang

lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian

seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat

hipotesis dan fiktif yaitu norma dasar (Grundnorm).57

Teori Hans Kelsen tersebut diilhami oleh seorang muridnya, yaitu Adolf Merkl

yang mengemukakan bahwa suatu norma hukum itu selalu mempunyai dua wajah (das

Doppelte Rechtsantlitz).58

Menurut Adolf Merkl suatu norma hukum itu ke atas ia

bersumber dan berdasar pada norma yang di atasnya, tetapi ke bawah juga menjadi

sumber dan menjadi dasar bagi norma hukum di bawahnya, sehingga suatu norma hukum

itu mempunyai masa berlaku (rechtskracht) yang relatif, oleh karena masa berlakunya

suatu norma hukum itu tergantung pada norma hukum yang berada di atasnya.59

Apabila

norma hukum hukum yang berada di atasnya dicabut atau dihapus, pada dasarnya norma-

norma hukum yang berada di bawahnya akan tercabut atau terhapus pula.60

Stufentheorie dari Hans Kelsen diperjelas dalam hukum positif di Indonesia dalam

bentuk undang-undang yaitu undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-

undangan. Peraturan perundang-undangan, dalam konteks negara Indonesia, adalah

peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang

mengikat secara umum. Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih

rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Undang-Undang yang pertama kali mengatur pembentukan peraturan perundang-

undangan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

57

Maria Farida Indrati S, Op.Cit, Hlm. 41, dikutip dari Hans Kelsen, General Theory of Law and

State, Russel & Russel, New York, 1945, hal 113. 58

Ibid. 59

Maria Farida, Op,cit, Hlm. 41-42 60

Ibid, Hlm 42

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 15: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

25

Peraturan Perundang-Undangan. Seiring berkembangnya zaman, undang-undang ini

dianggap masih memiliki kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan

kebutuhan masyarakat mengenai aturan pembentukan peraturan perundang-undangan

yang baik sehingga perlu undang-undang yang baru. Sebagai gantinya lahirlah Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

(Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011).

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang terdiri atas :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi; dan

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Kajian tentang hierarki perundang-undangan, tidak lepas dengan asas

pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dimana kepatuhan terhadap hierarki

merupakan bagian dari pada asas pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang

baik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Dalam

membentuk peraturan perundang-undangan harus berdasarkan pada Asas Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan yang baik, meliputi:61

1. Kejelasan tujuan;

2. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

3. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

4. Dapat dilaksanakan;

5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;

6. Kejelasan rumusan; dan

7. Keterbukaan.

61

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 16: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

26

Mengacu pada ketentuan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia

yang diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 yang mana letak

Peraturan Pemerintah berada di bawah Undang-Undang, hendaknya Peraturan

Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tidak menyimpangi materi muatan aturan yang ada di

atasnya, dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009.

Pasal 112 C angka (4) memberi kesempatan bagi pemegang IUP Operasi Produksi

yang melakukan kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan pengolahan,

dapat melakukan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu. Selain itu, Pemegang

IUP Operasi Produksi untuk dapat melakukan penjualan keluar negeri terhadap hasil

penambangan mineral logam yang hanya telah dilakukan pengolahan di dalam negeri

dikenakan tarif bea keluar progresif.

Bea keluar adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang mengenai

kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ekspor.62

Pengenaan tarif bea keluar

terhadap hasil pengolahan mineral logam diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 6/PMK/011/2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar

dan Tarif Bea Keluar, yakni dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d. Pasal tersebut menyatakan

bahwa barang ekspor yang dikenakan bea keluar, adalah:63

1. kulit dan kayu;

2. biji kakao;

3. kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya; dan

4. produk mineral hasil pengolahan.

Pengenaan bea keluar hanya untuk jenis mineral logam hasil pengolahan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 112 C angka 4, yaitu tembaga, pasir besi, bijih besi, seng, timbal,

62

Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar

Terhadap Barang Ekspor. 63

Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK/011/2014 tentang Penetapan

Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 17: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

27

dan mangan. Besaran tarif bea keluar untuk keenam jenis mineral logam tersebut diatur

dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK/011/2014.

Peraturan Pemerintah tersebut telah melanggar asas pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011. Asas yang dilanggar oleh Peraturan Pemerintah tersebut yaitu

asas kesesuaian materi muatan. Yang dimaksud dengan kesesuaian materi muatan adalah

bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar- benar

memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan

Perundang-undangan.64

Dalam pembuatan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014

nampaknya kurang memperhatikan materi muatan yang tepat agar sesuai dengan jenis

dan hierarki peraturan perundang-undangan.

Ditinjau dari fungsinya, fungsi dari pada Peraturan Pemerintah adalah untuk

menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan di dalam Undang-Undang, maka

seharusnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tidak menyimpangi apa yang

sudah diatur oleh Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 1

Tahun 2014 seharusnya menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut mengenai upaya

peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian sumber

daya alam mineral di dalam negeri oleh pemegang IUP dan IUPK sebagimana dimaksud

dalam Pasal 102, dan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 mengamanatkan

untuk dilakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sebelum dilakukan penjualan

ke luar negeri, berarti bahwa tidak hanya sampai pada proses pengolahan saja, tetapi juga

64

Penjelasan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 18: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

28

harus sampai pada proses pemurnian. Pasal 112 C Angka (4) Peraturan Pemerintah

Nomor 1 Tahun 2014 ditinjau dari materi muatannya tidak sesuai dengan apa yang telah

ditegaskan dalam Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009.

Menurut Pasal 112 C Angka (4) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014,

pemegang IUP Operasi Produksi yang melakukan kegiatan penambangan mineral dan

telah melakukan kegiatan pengolahan, dapat melakukan penjualan ke luar negeri dalam

jumlah tertentu, berarti bahwa hanya dengan dilakukan pengolahan saja pemegang IUP

Operasi Produksi sudah dapat melakukan penjualan ke luar negeri.

Ketentuan tersebut tidak sesuai dengan Pasal 102 dan Pasal 103 yang mewajibkan

pemegang IUP dan IUPK untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, antara pengolahan dan pemurnian merupakan

proses yang berbeda namun saling berkaitan. Pengolahan adalah sebagai langkah awal

yang merupakan bagian dari proses pemurnian guna memisahkan antara mineral yang

berharga dan mineral yang tidak berharga, sedangkan pemurnian merupakan proses

selanjutnya setelah dilakukan pengolahan guna meningkatkan kadar mineral berharga

hingga diperoleh hasil akhir.

Mengingat tujuan dilakukannya kegiatan pengolahan dan pemurnian adalah

sebagai upaya peningkatan nilai tambah bagi komoditas tambang mineral, seharusnya

tidak hanya dilakukan pengolahan saja. Tetapi sebagaimana yang diamanatkan oleh

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 haruslah dilakukan pemurnian di dalam negeri,

sehingga tujuan dari pengolahan dan pemurnian tersebut benar-benar tercapai sesuai

dengan apa yang diharapkan.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY

Page 19: 11 BAB II - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/13766/9/9. bab 2.pdf · 11 bab ii . ketidaksesuaian ketentuan pengolahan dan pemurnian mineral dalam peraturan pemerintah

29

Padahal apabila ketentuan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri

sebagaimana yang ditegaskan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 benar-benar

ditegakkan, akan menghasilkan nilai tambah yang cukup signifikan dari sisi ekonomi.

Nilai tambah tersebut bukan hanya berasal dari bijih mineral mentah yang berubah

menjadi mineral olahan yang telah meningkat kadarnya, namun juga dapat membuka

lapangan kerja baru dari adanya pembangunan unit pengolahan dan pemurnian (smelter)

di dalam negeri dan meningkatnya penerimaan negara.

Dengan mempertimbangkan potensi logam di Indonesia, maka dengan adanya

kebijakan peningkatan nilai tambah melalui kewajiban untuk melakukan kegiatan

pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri, maka bijih besi, pasir besi, bijih

tembaga, bauksit (aluminium), bijih nikel dapat dijadikan bahan baku dasar yang strategis

untuk menopang industri strategis nasional yang berbasis mineral.65

Mengingat selama

ini ekspor bahan mentah mineral yang selama ini dilakukan membuat struktur industri

nasional menjadi kropos. Selain itu, Indonesia kehilangan nilai tambah yang besar dan

menjadi bangsa yang bergantung dengan bangsa lain.66

65

Julkifli Marbun, Pemerintah: UU Minerba Tidak Mengandung Larangan Ekspor,

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/14/03/12/n2bapv-pemerintah-uu-minerba-tidak-

mengandung-larangan-ekspor, 2014 66

Agustina Melani, Pemerintah Dinilai Melanggar UU Minerba,

http://bisnis.liputan6.com/read/2033547/pemerintah-dinilai-melanggar-uu-minerba, 2014

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi KONFLIK PENGATURAN EKSPOR MINERAL DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 DENGAN ATURAN PELAKSANANYA

LIONITA DEBRINA SAFIETY