analisis manajemen program pemberian mp...
TRANSCRIPT
ANALISIS MANAJEMEN PROGRAM PEMBERIAN MP-ASI BISKUIT
PADA BADUTA YANG MENJADI KORBAN BANJIR
DI KELURAHAN PETOGOGAN JAKARTA SELATAN
TAHUN 2012
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh :
MIZNA SABILLA
NIM: 108101000011
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H / 2012 M
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI
Skripsi, Oktober 2012
Mizna Sabilla, NIM: 108101000011
Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang
menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan Jakarta Selatan Tahun 2012
xxi + 124 halaman, 9 tabel, 1 gambar, 3 bagan, 5 lampiran
ABSTRAK
Program MP-ASI biskuit untuk korban bencana bertujuan untuk mengantisipasi
agar baduta di daerah bencana tidak mengalami gizi kurang serta mempertahankan status
gizi baduta yang sudah baik.Sasaran pemberian MP-ASI adalah anak usia 6-24 bulan di
daerah rawan bencana. Akan tetapi, berdasarkan studi pendahuluan, MP-ASI tersebut
diberikan kepada semua anak usia 0-5 tahun, sedangkan usia 0 – 6 bulan masih harus
diberikan ASI secara eksklusif. Selain itu pengawasan dan penilaian program ini juga
belum dilaksanakan, sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manajemen
yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaian
program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di
Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara
mendalam, observasi dan telaah dokumen. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-
Agustus 2012 dengan sasaran objek yang diteliti yaitu Staf Subdit Bina Konsumsi
Makanan Kemenkes RI, Koordinator Gizi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Selatan, TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, TPG Puskesmas
Kelurahan Petogogan, Kader Kesehatan Puskesmas Kelurahan Petogogan dan ibu
baduta korban bencana banjir yang mendapat MP-ASI.
Dalam melaksanakan program MP-ASI buffer stock untuk bencana ini masih
terdapat ketidaksesuaian dengan perencanaan dan pedoman pemberian MP-ASI serta
ketentuan pemberian makan pada baduta. Hal ini terbukti dengan adanya pemberian
MP-ASI pada usia di bawah 6 bulan dan di atas 2 tahun. Pengawasan, pelaporan hasil
kegiatan dan penilaian program ini belum dilakukan oleh petugas pelaksana tingkat
manapun. Kelemahan tersebut disebabkan belum adanya ketentuan konsumsi MP-ASI
iii
biskuit serta belum adanya sosialisasi terhadap pedoman MP-ASI biskuit pada kondisi
bencana ini.
Agar program ini dapat mencapai tujuannya, maka dalam perencanaan perlu
dilakukan pendataan sasaran terlebih dahulu. Perencanaan untuk melakukan
pengawasan, penilaian dan pelaporan hasil kegiatan juga perlu dilakukan. Petunjuk
teknis mengenai ketentuan konsumsi MP-ASI ini perlu ditambahkan dalam pedoman
MP-ASI buffer stock yang telah dibuat. Selain itu, sosialisasi dan publikasi buku
pedoman program ini perlu dilakukan kembali, salah satunya bisa melalui situs
perpustakaan Kemenkes RI.
Kata kunci: MP-ASI buffer stock, Bencana banjir, Manajemen
Daftar bacaan: 39 (1986-2012)
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH DEPARTMENT
SPECIALIZATION NUTRITION
Undergraduate Thesis, October 2012
Mizna Sabilla, NIM: 108101000011
Analysis of Management of Providing Complementary Breastfeeding Program
among Children Less than Two Years at the Flood Victims in Petogogan Village,
South Jakarta in 2012
xxi + 124 pages, 9 tables, 1 picture, 3 charts, 5 attachments
ABSTRACT
Complementary breastfeeding in disaster aims to anticipate that toddlers in the
affected areas did not experience poor nutrition and maintaining nutritional status of
children that have been good. The goal of providing a complementary breastfeeding is
children aged 6-24 months in disaster prone areas, but the complementary breastfeeding
is given to all children aged 0-5 years. Though the age of 0-6 months should still be
breastfed exclusively. Besides monitoring and assessment program also has not been
implemented. So, the research is done to make aware about the implementation of
management include planning, organizing, actuating, monitoring and evaluation of
complementary breastfeeding to under two years of age children victims of the floods in
the village Petogogan, sub-district Kebayoran Baru, South Jakarta in 2012.
This study used a qualitative approach with in-depth interviews, observation and
document review. The research was conducted in June-August2012 with the object to be
studied is Staff of Sub-Directorate Development Food Consumption of Indonesia
Ministry of Health, Nutrition Coordinator of South Jakarta Health Department, Nutrition
Staff of Kebayoran Baru District Health Center, Nutrition Staff of Petogogan Village
Health Center, Health Cadre and mother toddler flood victims who received
complementary breastfeeding biscuits. This study can be used as an evaluation of the
complementary breastfeeding in South Jakarta, especially Petogogan Village.
In the implementation of the program, there is still a discrepancy with the
planning and provision of guidelines for complementary breastfeeding and feeding in
children. This is proven by the provision of complementary breastfeeding at under 6
months of age and over 2 years. Monitoring, reporting and assessment of the results of
the activities of this program has not been done by any level executive officers.
So that the program can achieve its objectives, it is necessary to inventory
planning goals first. Planning for monitoring, assessment and reporting of the results of
v
activities also need to be done. Technical guidelines on the provision of complementary
breastfeeding consumption needs to be added to the guidelines that has been created. In
addition, dissemination and publication of the manual it needs to be done again, one can
go through the library website Indonesia Ministry of Health.
Key word: Buffer Stock complementary breastfeeding, Flood Disaster, Management
References: 39 (1986-2012)
“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati
dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan
berikutnya tanpa kehilangan semangat.”
-Winston Churcill-
Skripsi ini kupersembahkan untuk Mama,
Papa, dan Kakakku, kalian adalah semangatku
untuk mencapai keberhasilan.
I love you all.
ix
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Mizna Sabilla
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 30 Juli 1990
Alamat : Jln. Abdul Wahab No. 30 Rt. 04
Rw. 08 Kedaung, Sawangan Depok 16516
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Email : [email protected]
No. Ponsel : 085715610600
Riwayat Pendidikan :
1994 – 1996 TK Raudhatul Ilmiyah, Jakarta Selatan
1996 – 2002 SDN 04, Jakarta Selatan
2002 – 2005 SMPN 68 Jakarta
2005 – 2008 SMAN 34 Jakarta
2008 - sekarang Peminatan Gizi - Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Riwayat Organisasi :
2004 – 2006 Bendahara Ikatan Pemuda Musholla Kedaung, Depok
2006 – 2007 Bendahara Karang Taruna Kelurahan Kedaung, Depok
2006 – 2007 Anggota ROHIS SMAN 34 Jakarta
2009 – 2010 Anggota Divisi Kesenian dan Olahraga BEM Jurusan Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2010 – 2012 Sekretaris Divisi Kesenian dan Olahraga BEM Jurusan Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2012 – sekarang Sekretaris Karang Taruna Kelurahan Kedaung, Depok
x
Pengalaman Kerja :
1. Penyiar Radio komunitas Depok “Dapur Remaja Radio” tahun 2005 – 2006
2. Jurnalis majalah “Sehat Plus” tahun 2009
3. Magang di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2012
xi
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘Alaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas
limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang Menjadi
Korban Banjir di Kelurahan Petogogan, Jakarta Selatan Tahun 2012” dengan baik,
meskipun tidak terlepas dari kekurangan. Shalawat dan salam senantiasa tecurahkan
kepada Rosul tercinta yang telah menjadi suri tauladan bagi umatnya.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan,
petunjuk, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu dengan ikhlas dan
penuh kerendahan hati penulis ingin menghaturkan rasa syukur sebagai implementasi
dari rasa terima kasih kepada:
1. Orang tua penulis, Mama Tri Lestari dan Papa Zunawan, SH, MBA tercinta atas
doa, kasih sayang dan dukungan yang tak terhingga.
2. Kakanda Aby Maulana, SH atas dukungan dan doanya.
3. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Prof. Dr (HC). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And beserta staf.
4. Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat, dr. Yuli Prapanca Satar, MARS
selaku dan Sekretaris Program Studi Kesehatan Masyarakat, Yuli Amran, MKM
yang senantiasa mengorganisasi Prodi Kesehatan Masyarakat dengan baik.
5. Ketua panitia skripsi, Riastuti Kusuma Wardhani, SKM, MKM.
xii
6. Dosen pembimbing skripsi, Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn.Kes dan Catur
Rosidati, SKM, MKM yang telah dengan sabar memberikan arahan, nasihat,
petunjuk serta motivasi kepada penulis selama penyusunan skripsi.
7. Dosen pembimbing akademik, Iting Shofwati, ST, MKKK, terima kasih atas
bimbingannya selama perkuliahan.
8. Penguji skripsi, Febrianti, M.Si, Riastuti Kusumawardhani, SKM, MKM dan
Ir. Itje Aisah Ranida, M.Kes yang bersedia meluangkan waktunya untuk menguji
serta memberi kritik serta saran guna perbaikan skripsi penulis.
9. Seluruh informan penelitian yang telah bersedia menerima, membantu dan
memberikan informasi kepada penulis seputar topik penelitian.
10. Staf Program Studi Kesehatan Masyarakat, Ahmad Ghozali yang telah
membantu mengurus kelancaran administrasi selama proses perkuliahan dan
penyusunan skripsi.
11. Seluruh teman-teman Kesehatan Masyarakat tahun 2008, terutama teman-teman
seperjuangan Rovita, Novia dan Zumrotun yang telah saling membantu, memberi
dukungan dan bersama-sama berbagi suka duka hingga penyusunan skripsi
selesai. Peristiwa 1 Oktober 2012 sepertinya tidak akan terlupakan ya, Zum.
12. Sahabat terbaik, Meyta Fitriani yang senantiasa berbagi dan memberi dukungan
dalam hidup penulis.
13. Para kakak kelas Kesmas, Kak Tika, Kak Hapsari, Kak Arbi, Kak Tamalia, Kak
Pipit dan Kak Ayu Pradipta atas diskusi dan masukkannya.
14. Seseorang yang berinisial “SB”, terima kasih ya, kau adalah semangat baru
bagiku.
xiii
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar di masa
mendatang penulis dapat menyusun karya ilmiah yang lebih baik lagi. Semoga skripsi
ini akan memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Wassalamu ‘Alaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Jakarta, Oktober 2012
Penulis
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………..…. i
ABSTRAK …………………………………………………………......... ii
ABSTRACT ……………………………………………………….......... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ……………………………………... vi
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………..…. vii
LEMBAR PERSEMBAHAN ………………………………………….. viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP..................................................... ix
KATA PENGANTAR………………………………………………….. xi
DAFTAR ISI …………………………………………………………….. xiv
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. xviii
DAFTAR BAGAN ………………………………………………………. xix
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. xx
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. xxi
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………...
1.3 Pertanyaan Penelitian ………………………………………
1
5
6
1.4 Tujuan Penelitian ……………………………………………. 7
1.4.1 Tujuan Umum……………………………………..... 7
1.4.2 Tujuan Khusus ……………………………………… 7
1.5 Manfaat Penelitian ……………………………………….. 8
1.5.1 Bagi Peneliti………………………………………….
1.5.2 Bagi Kader Posyandu di Kelurahan Petogogan……...
8
8
1.5.3 Bagi Puskesmas Kelurahan Petogogan dan
Kecamatan Kebayoran Baru………………………..
9
1.5.4 Bagi Koordinator Gizi Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Selatan………………………………………………
9
xv
Halaman
1.5.5 Bagi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes
RI…………………………………………………….
9
1.5.6 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ………………………... 9
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ………..……..……………….. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………...... 11
2.1 Bencana………………………………….…………………. 11
2.1.1 Pengertian Bencana ……..………………………… 11
2.1.2 Jenis-jenis Bencana………………………………… 11
2.1.3 Tanggap Darurat Bencana………………………….. 12
2.1.4 Prinsip dan Tujuan Penanggulangan Bencana......... 12
2.2 Pengertian MP-ASI…………………………………………. 13
2.3 Pemberian Makan Anak dalam Situasi Darurat …………...... 15
2.4 Program MP-ASI Buffer Stock ……………………………. 16
2.4.1 Buffer Stock MP-ASI untuk Daerah Bencana.............. 16
2.4.2 Tujuan Pemberian MP-ASI ………………………… 17
2.4.3 Spesifikasi MP-ASI Biskuit ………………………. 18
2.4.4 Cara Menghidangkan MP-ASI Biskuit …………… 20
2.4.5 Langkah Kegiatan Pemberian MP-ASI di Lokasi
Bencana ……………………………………………..
21
2.5 Manajemen Kesehatan ……………………………………… 27
2.5.1 Pengertian Manajemen Kesehatan ………………….. 27
2.5.2 Fungsi Manajemen Kesehatan …………………….. 28
2.6 Kerangka Teori ……………………………………………… 34
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ………….... 36
3.1 Kerangka Pikir …………….………………………………… 36
3.2 Definisi Istilah ………………………………………………. 37
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 40
4.1 Jenis Penelitian ........................................................................ 40
xvi
Halaman
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 40
4.3 Informan Penelitian ………………..………………………... 41
4.4 Pengumpulan Data ………………………………………….. 44
4.5 Instrumen Penelitian …………………………………………
4.6 Sumber Data …………………………………………………
4.7 Validasi Data ………………………………………………..
4.8 Pengolahan dan Analisis Data ……………………………..
4.9 Penyajian Data ……………………………………………...
44
45
45
46
47
BAB V HASIL …………………………………………………………… 48
5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian………………………. 48
5.1.1 Keadaan Geografis………………………………….. 49
5.1.2 Visi dan Misi Puskesmas Kelurahan Petogogan…….. 50
5.1.3 Ketenagaan Puskesmas Kelurahan Petogogan……… 50
5.1.4 Sarana Pelayanan Kesehatan……………………….. 53
5.1.5 Keadaan Sosial Ekonomi…………………………… 54
5.2 Gambaran Umum Informan Penelitian…………………….. 54
5.2.1 Karakteristik Informan Penelitian…………………… 54
5.3 Gambaran Umum Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta
Korban Bencana di Puskesmas Kelurahan
Petogogan………………………………………...
59
5.4 Gambaran Perencanaan Program MP-ASI Biskuit untuk
Baduta Korban Bencana…………………………………….
61
5.5 Gambaran Pengorganisasian Program MP-ASI Biskuit untuk
Baduta Korban Bencana…………………………………….
68
5.6 Gambaran Penggerakan Program MP-ASI Biskuit untuk
Baduta Korban Bencana……………………………………
72
5.7 Gambaran Penggerakan Program MP-ASI Biskuit untuk
Baduta Korban Bencana……………………………………
82
xvii
Halaman
5.8 Gambaran Penilaian Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta
Korban Bencana……………………………………………..
84
BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………………….. 87
6.1 Keterbatasan Penelitian…………………………………… 87
6.2 Gambaran Perencanaan Program MP-ASI Biskuit untuk
Baduta Korban Bencana ……………………………………
87
6.3 Gambaran Pengorganisasian Program MP-ASI Biskuit untuk
Baduta Korban Bencana…………………………………….
97
6.4 Gambaran Penggerakan Program MP-ASI Biskuit untuk
Baduta Korban Bencana…………………………………….
100
6.5 Gambaran Pengawasan Program MP-ASI Biskuit untuk
Baduta Korban Bencana……………………………………..
111
6.6 Gambaran Penilaian Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta
Korban Bencana……………………………………………..
113
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN …………………………………... 117
7.1 Simpulan …………………………………………………….. 117
7.2 Saran ………………………………………………………… 118
7.2.1 Bagi Kader Posyandu……………………………….. 118
7.2.2 Bagi TPG Puskemas Kelurahan Petogogan…………. 119
7.2.3 Bagi TPG Puskemas Kecamatan Kebayoran Baru….. 120
7.2.4 Bagi Koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan…… 120
7.2.5 Bagi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI.. 121
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 122
LAMPIRAN
xviii
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
2.1 Komposisi Gizi dalam 100 gram MP-ASI Biskuit 19
4.1 Informan Penelitian 42
5.1 Daerah Rawan Banjir di Wilayah Kelurahan Petogogan 49
5.2 Tugas Pokok dan Fungsi Tenaga Kesehatan Puskesmas
Kelurahan Petogogan Tahun 2011
51
5.3 Sarana Pelayanan Kesehatan di wilayah Kelurahan
Petogogan
53
5.4 Distribusi Penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan 54
5.5 Karakteristik Informan Pendukung Program MP-ASI
Bencana
55
5.6 Karakteristik Kader Posyandu RW 01, 02 dan 03 57
5.7 Karakteristik Informan Ibu Baduta yang Mendapat MP-
ASI biskuit
58
xix
DAFTAR BAGAN
No. Bagan Halaman
2.1 Kerangka Teori 35
3.1 Kerangka Pikir Program MP-ASI Biskuit pada Korban
Bencana
37
4.1 Pengolahan dsn Analisis Data 46
xx
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
5.1 Kemasan MP-ASI Biskuit
80
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Persetujuan Penelitian
Lampiran 2 Pedoman Wawancara Mendalam
Lampiran 3 Lembar Observasi
Lampiran 4 Lembar Telaah Dokumen
Lampiran 5 Matriks Hasil Wawancara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bertambahnya umur bayi, bertambah pula kebutuhan gizinya, sebab itu sejak
usia 6 bulan bayi mulai diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian MP-
ASI yang tepat merupakan bekal terbaik bagi seorang bayi untuk menjamin proses
tumbuh kembang yang optimal. Diperkirakan lebih dari satu juta anak meninggal
setiap tahun akibat diare, infeksi saluran pernafasan, dan infeksi lainnya karena
berbagai sebab yang salah satunya akibat pemberian MP-ASI yang tidak tepat. Hal
ini terutama terjadi pada korban bencana (Depkes, 2007a).
Salah satu indikator keluaran Pembinaan Gizi Masyarakat yang berkaitan
dengan pemberian MP-ASI dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun
2010 – 2014 adalah penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana sebesar
100 %. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan daerah rawan bencana alam.
Bencana merupakan keadaan darurat kesehatan yang akan mengakibatkan dampak
yang luas, tidak saja pada kehidupan masyarakat di daerah bencana, namun juga
pada kehidupan bangsa dan negara. Dalam kondisi tersebut anak-anak seringkali
lebih banyak yang menjadi korban (Kemenkes, 2010b).
Dalam keadaan darurat (bencana dan pasca bencana) banyak masalah yang
timbul berkaitan dengan anak di bawah dua tahun (baduta). Kondisi tersebut dapat
meningkatkan angka kesakitan pada bayi dan anak. Mereka merupakan kelompok
yang paling rawan dan memerlukan penanganan khusus agar terhindar dari sakit dan
2
kematian. Pengalaman di pengungsian di Asia dan Afrika menunjukkan bahwa
angka kematian tinggi terutama terjadi pada kelompok rawan tersebut (Depkes,
2001). Penelitian lain menunjukkan bahwa kematian anak baduta 2-3 kali lebih besar
dibandingkan kematian pada semua kelompok umur (WHO-UNICEF, 2001 dalam
Depkes, 2007a).
Risiko kematian lebih tinggi pada anak-anak yang menderita kekurangan
gizi. Bayi yang kekurangan gizi lebih mudah meninggal dibandingkan dengan bayi
yang berstatus gizi baik (cukup makan). Pemberian makanan yang tidak tepat pada
usia ini meningkatkan risiko terhadap penyakit dan kematian. Data WHO 2001
menyebutkan bahwa 51 % angka kematian anak baduta disebabkan oleh pneumonia,
diare, campak, dan malaria. Lebih dari separuh kematian baduta yang menjadi
pengungsi tersebut (54%) berkaitan erat dengan buruknya status gizi (Depkes, 2001
dan Depkes, 2007a).
Selama ini bantuan pangan yang diberikan pada korban bencana lebih
banyak ditujukan untuk usia dewasa, seperti mie instan. Mie instan memiliki
kandungan gizi yang rendah serta masih memerlukan pengolahan lebih lanjut,
sedangkan di daerah bencana ditemukan kondisi seperti kekurangan pangan dan air
bersih, padatnya penghuni, serta sanitasi yang buruk. Akan tetapi korban bencana
usia baduta membutuhkan asupan gizi yang lebih baik. Terlebih lagi dua
tahun pertama pasca kelahiran merupakan masa yang kritis dalam upaya
menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas. Masa tersebut disebut juga masa
emas dimana sel-sel otak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal (Hadi, 2005). Oleh karena itu prioritas penanganan utama pada baduta
3
ditekankan pada upaya pencegahan dan pengobatan, yakni dengan memperbaiki
pemberian makan kepada bayi dan anak. Pemenuhan gizi baduta ini didapatkan
dari MP-ASI (Depkes, 2007a).Upaya pemenuhan gizi di tempat pengungsian seperti
pemberian makanan tambahan tersebut belum optimal karena adanya keterbatasan
seperti tenaga, sarana, tata laksana pemberian makanan tambahan dan sistem
surveilans (Depkes, 2001).
Banjir merupakan bencana alam yang rutin terjadi di DKI Jakarta setiap
tahunnya. Menurut salah seorang Anggota Komisi IX DPR, mayoritas lokasi banjir
berada di Jakarta Selatan (Fitriadi, 2012). Di Jakarta Selatan, Kecamatan Kebayoran
Baru merupakan wilayah yang memiliki beberapa daerah rawan banjir. Di
Kecamatan Kebayoran Baru, daerah rawan banjir terbanyak terdapat di Kelurahan
Petogogan (Sudinkes Jakarta Selatan, 2011). Kelurahan Petogogan sejak dahulu
memang dikenal sebagai daerah banjir. Jika dilihat secara geografis, keberadaan
daerah ini persis cekungan yang melintang serta dialiri air Sungai Krukut. Letak
wilayah yang berbentuk seperti wajan atau penggorengan semakin memperbesar
kemungkinan timbulnya genangan air ketika hujan turun (Sumandoyo, 2012).
Lintasan air Sungai Krukut di Kelurahan Petogogan memang menjadi masalah besar,
karena setiap meluap maka seluruh pemukiman yang berada di tiga RW, yaitu RW
01, 02 dan 03 akan tergenang air setinggi 2 hingga 3 meter (Husaini, 2012).
Berdasarkan penelitian Tunjiah (2005) dalam Ningrum (2008) tentang
evaluasi kegiatan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Makanan Pendamping
ASI Blended Food (PMT-P MP-ASI) dalam keadaan tidak darurat menunjukkan
hasil bahwa penyelenggaraan fungsi-fungsi proses perencanaan (P1), pelaksanaan
4
dan penggerakan (P2) dan monitoring evaluasi (P3) belum efektif karena
penyelenggaraannya belum sesuai dengan yang telah digariskan, hal ini terjadi
sebagai akibat dari aspek kinerja para pengelola program yang belum produktif.
Program pemberian MP-ASI untuk baduta dalam keadaan tidak darurat belum
efektif karena pelaksanaan pemberian MP-ASI secara gratis tidak tepat sasaran,
ditolak (tidak disukai) oleh masyarakat dan akhirnya tidak sedikit yang menumpuk
di gudang serta tempat penyimpanan lainnya. Nilai efektif dari program MP-ASI
tersebut hanya kurang lebih 12,4% (Sofia et al., 2004 dalam Hadi, 2005). Program
bantuan pangan seperti MP-ASI ini untuk baduta dalam keadaan normal (bukan
darurat) umumnya tidak efektif, kecuali jika diberikan dalam keadaan darurat seperti
bencana tsunami di Aceh, perang, gejolak politik, banjir dan sebagainya (Hadi,
2005). Pemberian MP-ASI tersebut bertujuan untuk mengantisipasi agar baduta di
daerah bencana tidak mengalami gizi kurang serta mempertahankan status gizi
baduta yang sudah baik (Kemenkes, 2011). Sehingga baduta korban banjir di
kelurahan Petogogan diberikan bantuan pangan berupa MP-ASI biskuit.
Berdasarkan studi pendahuluan terhadap koordinator gizi Sudinkes Jakarta
Selatan, Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru dan
Kelurahan Petogogan, diketahui bahwa pada saat banjir di wilayah Petogogan
tahun 2012 sudah dilaksanakan pemberian MP-ASI biskuit. Pemberian MP-ASI
pada baduta yang menjadi korban banjir tersebut bertujuan untuk memberi bantuan
pangan dan mencegah terjadinya gizi buruk. Apalagi para korban banjir bukanlah
keluarga yang tergolong ekonomi menengah atas. Dalam program tersebut,
perencanaan belum dilakukan secara optimal, yakni belum melakukan perencanaan
5
kebutuhan MP-ASI berdasarkan dengan jumlah baduta yang ada. Selain itu dalam
pelaksanaannya, MP-ASI tersebut diberikan kepada semua anak usia 0-5 tahun.
Sedangkan sasaran pemberian MP-ASI buffer stock tersebut adalah anak usia 6-24
bulan di daerah rawan bencana (Kemenkes, 2011). Kemudian dalam Pedoman
Pemberian Makanan Bayi dan Anak dalam Situasi Darurat tahun 2007, usia 0 – 6
bulan masih harus diberikan ASI secara eksklusif. Selain itu, pengawasan dan
penilaian program ini juga belum dilakukan, sedangkan menurut Kemenkes
(2012a), frekuensi pengamatan kegiatan pemberian MP-ASI buffer stock adalah
setiap saat dan menurut Kemenkes (2011), penilaian dilakukan secara berjenjang
sebanyak 2 kali dalam setahun. Dari fakta tersebut, maka peneliti bermaksud
melakukan kajian lebih mendalam tentang manajemen program pemberian MP-ASI
biskuit pada baduta korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaian .
1.2 Rumusan Masalah
Pemberian MP-ASI biskuit di Kelurahan Petogogan dilakukan di 3 RW yang
menjadi daerah rawan banjir, yaitu RW 01, 02 dan 03 untuk menanggulangi
bencana dan mencegah terjadinya gizi buruk. Apalagi para korban banjir bukanlah
keluarga yang tergolong ekonomi menengah atas.Dalam program tersebut,
perencanaan belum dilakukan secara optimal, yakni belum melakukan perencanaan
kebutuhan MP-ASI berdasarkan dengan jumlah baduta yang ada, sedangkan
menurut Kemenkes (2011), permintaaan MP-ASI dilakukan sesuai kebutuhan untuk
6
baduta usia 6-24 bulan. Kemudian dalam pelaksanaannya, MP-ASI tersebut juga
diberikan kepada bayi berusia di bawah 6 bulan. Sedangkan dalam Pedoman
Pemberian Makanan Bayi dan Anak dalam Situasi Darurat tahun 2007, usia 0 – 6
bulan masih harus diberikan ASI secara eksklusif. Selain itu, pengawasan dan
penilaian program ini juga belum dilakukan, sedangkan menurut Kemenkes
(2012a), frekuensi pengamatan kegiatan pemberian MP-ASI ini adalah setiap saat
dan menurut Kemenkes (2011), penilaian dilakukan secara berjenjang sebanyak 2
kali dalam setahun.
Berdasarkan hal tersebut, terjadoi perbedaan antara pelaksanaan dengan
ketentuan program yang belum diketahui penyebabnya. Oleh sebab itu, peneliti
bermaksud melakukan analisis tentang fungsi manajemen yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaian program
pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di
Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012.
1.3 Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana gambaran manajemen yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaianprogram
pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir
di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun
2012?
b. Mengapa program MP-ASI biskuit pada baduta di Kelurahan Petogogan
Jakarta Selatan belum berjalan sesuai ketentuan program?
7
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
pengawasan dan penilaian program pemberian MP-ASI biskuit pada
baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan,
Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012 serta
mengetahui penyebab belum terlaksanaanya program tersebut sesuai
ketentuan yang telah dibuat Kemenkes.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran perencanaan serta penyebab masalah
dalam perencanaan program pemberian MP-ASI biskuit pada
baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan
Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun
2012.
b. Diketahuinya gambaran pengorganisasian serta penyebab masalah
dalam pengorganisasian program pemberian MP-ASI biskuit pada
baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan
Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun
2012.
c. Diketahuinya gambaran penggerakan serta penyebab masalah
dalam penggerakan program pemberian MP-ASI biskuit pada
8
baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan
Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun
2012.
d. Diketahuinya gambaran pengawasan serta penyebab masalah
dalampengawasan program pemberian MP-ASI biskuit pada
baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan
Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun
2012.
e. Diketahuinya gambaran penilaian serta penyebab masalah
dalampenilaian program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta
yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan,
Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
1. Melatih pola berpikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah
khususnya dalam bidang gizi.
2. Sebagai aplikasi nyata dari keilmuan yang diperoleh selama
perkuliahan
1.5.2 Bagi Kader Posyandu di Kelurahan Petogogan
Sebagai masukan dalam menindaklanjuti pengembangan program
pemberian MP-ASI Kemenkes sebagai salah satu model intervensi gizi
buruk pada baduta di lokasi bencana.
9
1.5.3 Bagi Puskesmas Kelurahan Petogogan dan Kecamatan Kebayoran
Baru
1. Sebagai masukan dalam menindaklanjuti pengembangan program
pemberian MP-ASI Kemenkes sebagai salah satu model intervensi
gizi buruk pada baduta di lokasi bencana.
2. Sebagai sebuah studi efektivitas program pemberian MP-ASI
Kemenkes di lokasi bencana banjir di Kelurahan Petogogan.
1.5.4 Bagi Koordinator Gizi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan
1. Sebagai masukan dalam meningkatkan upaya manajemen yang baik
guna meningkatkan efektifitas program MP-ASI.
2. Sebagai sebuah studi efektivitas program pemberian MP-ASI
Kemenkes di salah satu lokasi bencana banjir di Jakarta Selatan,
yaitu Kelurahan Petogogan.
1.5.5 Bagi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI
1. Sebagai masukan dalam meningkatkan upaya manajemen yang baik
guna meningkatkan efektifitas program MP-ASI bencana.
2. Sebagai sebuah studi efektivitas program pemberian MP-ASI
Kemenkes di salah satu lokasi bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta,
yaitu Kota Administrasi Jakarta Selatan.
1.5.6 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
1. Sebagai referensi keilmuan mengenai gizi, khususnya gambaran
manajemen program pemberian MP-ASI Kemenkes.
10
2. Sebagai informasi dan dokumentasi data penelitian serta dapat
menjadi referensi tambahan bagi penelitian serupa.
3. Sebagai wujud peran akademisi dalam penerapan keilmuan di bidang
gizi.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa semester akhir Program Studi
Kesehatan Masyarakat untuk mengetahui gambaran manajemen yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaianprogram
pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di
Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012.
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2012 dengan sasaran
objek yang diteliti yaitu Staf Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI,
Koordinator Gizi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, TPG
Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan,
Kader Kesehatan Puskesmas Kelurahan Petogogan dan ibu baduta korban bencana
banjir yang mendapat MP-ASI. Penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi
terhadap program pemberian MP-ASI Kemenkes di wilayah Jakarta Selatan,
khususnya Kelurahan Petogogan. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode wawancara mendalam, observasidan telaah dokumen.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bencana
2.1.1 Pengertian Bencana
Dalam UU No. 24 tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis.
2.1.2 Jenis-jenis Bencana
Bencana terdiri dari berbagai bentuk. Undang-Undang No. 24
tahun 2007 mengelompokan bencana ke dalam 3 kategori yaitu:
a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain
berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan,
angin topan, dan tanah longsor.
b. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah
penyakit.
12
c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang
meliputi konflik sosial antarkelompok atau antar komunitas
masyarakat, dan teror.
2.1.3 Tanggap Darurat Bencana
Dalam UU No. 24 tahun 2007, tanggap darurat bencana adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang
meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Lebih lanjut didefinisikan pula bantuan darurat bencana, yaitu
upaya memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada
saat keadaan darurat. Sedangkan korban bencana adalah orang atau
sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana.
2.1.4 Prinsip dan Tujuan Penanggulangan Bencana
Dalam pasal 3 UU No. 24 tahun 2007, prinsip-prinsip dalam
penanggulangan bencana, yaitu:
a. cepat dan tepat;
b. prioritas;
c. koordinasi dan keterpaduan;
13
d. berdaya guna dan berhasil guna;
e. transparansi dan akuntabilitas;
f. kemitraan;
g. pemberdayaan;
h. nondiskriminatif; dan
i. nonproletisi.
Sedangkan dalam pasal 4 UU No. 24 tahun 2007, penanggulangan
bencana bertujuan untuk:
a. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman
bencana;
b. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;
c. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;
d. menghargai budaya lokal;
e. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;
f. mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan
kedermawanan; dan
g. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
2.2 Pengertian MP-ASI
Makanan bayi dan anak usia 6-24 bulan adalah terdiri dari Air
Susu Ibu dan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (Depkes, 2006).
14
Memasuki usia 4-6 bulan, bayi telah siap menerima makanan bukan cair,
karena gigi telah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setengah
padat. Di samping itu, lambung juga telah baik mencerna zat tepung.
Menjelang usia 9 bulan bayi telah pandai menggunakan tangan untuk
memasuki benda ke dalam mulut. Jelaslah bahwa pada saat itu bayi siap
mengonsumsi makanan (setengah) padat. Akan tetapi, bukan berarti karena
bayi telah siap menerima makanan selain ASI, tetapi juga karena
kebutuhan gizi bayi tidak lagi cukup dipasok hanya oleh ASI. Yang perlu
diingat ialah bahwa makanan yang diberikan bukan untuk menggantikan
melainkan mendampingi ASI (Arisman, 2004).
MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi,
diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi
kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes, 2006). MP-ASI dapat berbentuk
bubur, nasi tim dan biskuit yang dapat dibuat dari campuran beras, dan atau
beras merah, kacang-kacangan, sumber protein hewani/nabati, terigu,
margarine, gula, susu, lesitin kedelai, garam bikarbonat dan diperkaya
dengan vitamin dan mineral (Depkes, 2004). Sedangkan MP-ASI pabrikan
berupa bubur instan untuk bayi usia 6-11 bulan dan biskuit untuk anak usia
12-24 bulan (Depkes, 2008). Akan tetapi, kini Kemenkes RI mengadakan
MP-ASI dalam bentuk biskuit sebagai buffer stock (cadangan) dengan
sasaran balita usia 6-24 bulan di daerah rawan bencana (Kemenkes, 2011).
15
2.3 Pemberian Makan Anak dalam Situasi Darurat
Setelah umur 6 bulan, setiap bayi membutuhkan makanan lunak yang bergizi
yang sering disebut MP-ASI. MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke
makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara
bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan
bayi/anak. Dalam keadaan darurat, bayi dan balita seharusnya mendapat MP-ASI
untuk mencegah kekurangan gizi (Depkes, 2007a).
Intervensi Gizi untuk bayi dan baduta dalam situasai darurat adalah:
a. Bayi
1) Bayi tetap diberi ASI.
2) Bila bayi piatu, bayi terpisah dari ibunya atau ibu tidak dapat
memberikan ASI, upayakan bayi mendapat bantuan ibu susu/donor.
3) Bila tidak memungkinkan bayi mendapat ibu susu/donor, bayi
diberikan susu formula dengan pengawasan atau didampingi oleh
petugas kesehatan.
b. Baduta
1) Baduta tetap diberi ASI.
2) Pemberian MP-ASI yang difortifikasi dengan zat gizi mikro,
pabrikan atau makanan lokal pada anak usia 6-23 bulan.
3) Pemberian makanan olahan yang berasal dari bantuan ransum
umum yang mempunyai nilai gizi tinggi.
16
4) Pemberian kapsul vitamin A warna biru pada bayi usia 6-11 bulan
dan kapsul vitamin A warna merah pada anak usia 12-59 bulan, bila
kejadian bencana terjadi pada bulan Februari dan Agustus.
5) Dapur umum wajib menyediakan makanan untuk anak usia 6-24
bulan
6) Air minum dalam kemasan di upayakan selalu tersedia di tempat
pengungsian.
Dalam keadaan darurat MP-ASI yang diberikan adalah makanan buatan. Hal
ini disebabkan beberapa hal seperti:
a. Tidak adanya air bersih
b. Sanitasi buruk
c. Alat masak tidak memadai
d. Kurangnya bahan bakar
e. Ketersediaan bahan pangan lokal yang terbatas (Depkes, 2007a).
2.4 Program MP-ASI Buffer Stock
2.4.1 Buffer Stock MP-ASI untuk Daerah Bencana
Buffer stock MP-ASI adalah MP-ASI yang disediakan untuk
mengantisipasi situasi darurat akibat bencana, KLB gizi dan situasi
sulit lainnya (Kemenkes, 2012a). MP-ASI buffer stock bertujuan untuk
mengantisipasi agar balita di daerah bencana tidak mengalami gizi kurang
serta mempertahankan status gizi balita yang sudah baik. MP-ASI dibuat
17
dalam bentuk biskuit yang dapat dikonsumsi langsung atau dengan
ditambahkan air matang (Kemenkes, 2011).
Persentase penyediaan buffer stock MP-ASI adalah jumlah MP-
ASI yang diadakan dibagi dengan jumlah buffer stock MP-ASI yang
diperlukan untuk antisipasi situasi darurat akibat bencana, KLB gizi dan
situasi sulit lainnya. Target yang ditetapkan Kemenkes adalah sebesar
100%. Kinerja dinilai baik jika pengadaan buffer stock MP-ASI sesuai
dengan target. Sumber data yang digunakan adalah laporan pendistribusian
MP-ASI dengan frekuensi pengamatan setiap saat dan pelaporan setiap
bulan (Kemenkes, 2012a).
2.4.2 Tujuan Pemberian MP-ASI
Pemberian MP-ASI bertujuan untuk menanggulangi dan mencegah
terjadinya gizi buruk dan gizi kurang sekaligus mempertahankan status gizi
baik pada bayi dan anak 6-24 bulan (Depkes, 2005). Sebagai pelengkap
ASI, pemberian MP-ASI sangat membantu bayi dalam proses belajar
makan dan kesempatan untuk menanamkan kebiasaan makan yang baik
(Husaini, 1999 dalam Simanjuntak, 2007).
Sedangkan menurut Persagi (1994) dalam Ramadhan (2011) tujuan
pemberian Makanan Pendamping ASI adalah:
a. Melengkapi zat gizi yang kurang terdapat dalam ASI
b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-
macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa
18
c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan
menelan
d. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung
energi yang tinggi.
2.4.3 Spesifikasi MP-ASI Biskuit
Menurut Depkes (2007b), spesifikasi MP-ASI biskuit yang
diberikan Kemenkes adalah sebagai berikut:
a. Bahan
1) MP-ASI biskuit terbuat dari campuran terigu, margarin,
gula, susu, lesitin kedelai, garam bikarbonat, dan
diperkaya dengan vitamin dan mineral serta ditambah
dengan penyedap rasa dan aroma (flavour).
2) Gula yang digunakan dalam bentuk sukrosa dan atau
fruktosa dan atau sirup glukosa dan atau madu. Jika
menggunakan fruktosa, jumlahnya tidak boleh lebih dari
15 gr/100 gr.
19
b. Komposisi Gizi dalam 100 gram
Tabel 2.1
Komposisi Gizi dalam 100 gram MP-ASI Biskuit
No. Zat Gizi Kadar Satuan
1 Energi Min 400 kkal
2 Protein (kualitas protein tidak kurang
dari 70 % kasein)
8 – 12 gram
3 Lemak (kadar asam linoleat mim. 300
mg per 100 kkal atau 1,4 gr per 100 gr
produk)
10 - 15 gram
4 Karbohidrat
Serat
Gula
Maks. 5
15 – 20
gram
gram
5 Vitamin A (accetate) 350 mcg
6 Vitamin D 5 – 12 mcg
7 Vitamin E 5 mg
8 Vitamin B1 (Thiamin) 0,6 mg
9 Vitamin B2 (Riboflavin) 0,6 mg
10 Vitamin B6 (Pyridoksin) 0,8 mcg
11 Vitamin B12 1 mcg
12 Niasin 8 mg
13 Folic acid 40 mcg
14 Iron (Fumarate) 6 mg
15 Iodine 70 mcg
16 Zinc 3 mg
17 Kalsium 200 mg
18 Selenium 13 – 15 mcg
19 Air Maks. 5 %
Sumber: Depkes (2007b)
20
c. Karakteristik Produk
1) Bentuk
MP-ASI biskuit berbentuk keping bundar berdiameter
5-6 cm, berat 10 gram per keping. Pada permukaan
atas biskuit tercantum tulisan “MP-ASI”.
2) Tekstur
MP-ASI biskuit bertekstur renyah yang bila dicampur
air menjadi lembut.
3) Rasa
MP-ASI biskuit mempunyai rasa manis gurih yang
disukai anak.
4) Kedaluarsa
MP-ASI biskuit aman dikonsumsi dalam waktu 24
bulan setelah tanggal produksi (Depkes, 2007b).
2.4.4 Cara Menghidangkan MP-ASI Biskuit
Setiap anak 12-24 bulan akan mendapat MP-ASI biskuit sebanyak
120 gr/hari. Makanan dapat diberikan 3-4 kali sehari (Depkes dan Kesos
RI, t.t). Cara menghidangkan MP-ASI biskuit adalah sebagai berikut:
a. Cuci tangan dengan sabun terlebih dahulu
b. Biskuit dapat langsung dikonsumsi atau terlebih dahulu
ditambah air dalam mangkok bersih sehingga dikonsumsi
dengan menggunakan sendok
21
c. Setiap 120 gr biskuit harus dihabiskan dalam sehari, jumlah dan
waktu pemberian pada setiap kali makan disesuaikan dengan
kondisi dan kemampuan anak
d. Selama pemberian MP-ASI biskuit, ASI dan makanan lainnya
tetap diberikan (Depkes, 2005).
2.4.5 Langkah Kegiatan Pemberian MP-ASI di Lokasi Bencana
a. Pendataan Sasaran
1) Petugas di lokasi pengungsian melakukan registrasi sasaran
baduta dan kelompok balita lainnya yang mungkin
membutuhkan.
2) Menghitung kebutuhan MP-ASI: Anak usia 12-24 bulan = 120
gr/hari/anak,
3) Mengajukan usulan kebutuhan MP-ASI kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota (Dekpes dan Kesos RI, t.t.).
b. Pengajuan Rencana Kebutuhan MP-ASI
Khusus di daerah pengungsian, ketua kelompok
mengajukan rencana kebutuhan MP-ASI kepada petugas di
pengungsian. Petugas pengungsian meneliti dan merekap
kebutuhan MP-ASI kemudian mengajukan ke Dinas kesehatan
Kabupaten/Kota (Dekpes dan Kesos RI, t.t.).
22
c. Sosialisasi
Dinas kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota bersam
apemerintah daerah mensosialisasikan ketersediaan MP-ASI
buffer stock pada lintas program dan lintas sektor terkait di daerah
rawan bencana (Kemenkes, 2011).
Koordinator Gizi Kabupaten/Kota melakukan sosialisasi
kepada TPG setiap Puskesmas. TPG Puskesmas atau petugas di
pengungsian langsung melakukan penjelasan ke tempat bencana.
1) Penjelasan Koordinator Gizi Kabupaten/Kota ke TPG
a) Model penyelenggaraan MP-ASI ke sasaran
b) Komposisi dan kemasan MP-ASI
c) Cara penyiapan, jumlah dan frekuensi pemberian
d) Lama pemberian
e) Cara menghitung kebutuhan dan mengusulkan
permintaan MP-ASI
f) Cara penyimpanan
g) Pengisian register MP-ASI
h) Cara pencatatan MP-ASI
i) Cara melakukan rujukan
j) Tanda-tanda MP-ASI tidak layak konsumsi
2) Penjelasan petugas di pengungsian kepada ketua kelompok
dan ibu sasaran adalah mengenai:
a) Sasaran
23
b) Cara penyiapan, jumlah dan frekuensi pemberian
c) Cara penyimpanan
d) Tanda-tanda MP-ASI tidak layak konsumsi
e) Anjuran melapor ke petugas kesehatan/puskesmas
jika ada tanda-tanda gangguan kesehatan setelah
mengkonsumsi MP-ASI (Dekpes dan Kesos RI, t.t.).
d. Penyimpanan MP-ASI
Syarat dan cara penyimpanan MP-ASI di tingkat
Puskesmas antara lain:
1) Tempat penyimpanan MP-ASI harus selalu bersih dan
higienis
2) MP-ASI diletakkan di atas alas dan usahakan tidak
menempel di dinding
3) Atap tidak bocor, mempunyai ventilasi dan
pencahayaan yang baik serta tidak lembab
4) Tempat penyimpanan harus bebas dari tikus, kecoa
dan binatang pengerat lainnya
5) Tumpukan maksimum adalah 12 karton dan tidak
boleh diinjak
6) Penyimpanan dikelompokkan sesuai dengan jenis dan
rasa MP-ASI
7) MP-ASI yang masuk ke tempat penyimpanan lebih
awal dikeluarkan terlebih dahulu (First In First Out)
24
8) Penyimpanan MP-ASI tidak boleh dicampur dengan
bahan berbahaya
9) MP-ASI biskuit dinyatakan rusak apabila bungkus
berlubang, sobek, pecah atau biskuit tidak renyah
(Depkes, 2005).
e. Distribusi sampai ke sasaran
Khusus untuk lokasi pengungsian, MP-ASI dari Pusat
dikirimkan langsung ke propinsi, kemudian ke gudang
kabupaten/kota, puskesmas dan sasaran tempat kejadian bencana
(Depkes dan kesos RI, t.t.).
Selama pengangkutan diupayakan agar MP-ASI tidak
mengalami penurunan mutu. Untuk itu hal yang dapat dilakukan
antara lain :
1) Alat angkut yang digunakan hanya untuk mengangkut
bahan pangan.
2) Selama pengangkutan tidak dicampur dengan barang-
barang non pangan.
3) Selama pengangkutan kondisi barang harus terlindung
sedemikian rupa agar terhindar dari kotoran atau kerusakan
yang menyebabkan kontaminasi selama dalam perjalanan
(Depkes, 2005).
25
f. Model penyelenggaraan di tempat bencana
Model penyelenggaraan di lokasi pengungsian adalah:
1) Masing-masing ketua kelompok menerima MP-ASI sesuai
dengan rencana kebutuhan.
2) Ketua kelompok diberikan informasi cara penyiapan dan
pemberian MP-ASI.
3) Ketua kelompok dibantu oleh beberapa ibu menyiapkan
dan menghidangkan MP-ASI, kemudian membagikan
kepada anggota sesuai dengan jumlah sasaran.
4) Ketua kelompok mencatat semua pemberian MP-ASI ke
dalam register pemberian MP-ASI
5) Ketua kelompok dibantu oleh petugas di lokasi
pengungsian melakukan penimbangan bayi setiap bulan
dan mencatat hasil penimbangan pada register pemberian
MP-ASI
6) Ketua kelompok dibantu oleh petugas di lokasi
pengungsian untuk memberikan penyuluhan mengenai:
manfaat MP-ASI, cara pengolahan dan penyimpanan,
nasihat agar pemberian ASI diteruskan, pemberian MP-
ASI yang tepat, serta informasi mengenai tanda-tanda MP-
ASI yang tidak layak dikonsumsi (kadaluarsa, warna,
aroma dan bentuk makanan berubah, tercemar bahan
berbahaya) (Dekpes dan Kesos RI, t.t.).
26
g. Pemantauan dan evaluasi
Pengawasan merupakan komponen penting dalam kegiatan
pemberian MP-ASI. Mekanisme pemantauan di tingkat
Puskesmas adalah:
1) Pemantauan penyimpanan MP-ASI buffer stock
Pemantauan dilaksanakan oleh petugas kabupaten/kota
dengan melakukan pengamatan terhadap kondisi fisik
tempat penyimpanan, cara penyimpanan, pencatatan dan
pelaporan maupun administrasi tempat penyimpanan.
2) Pemantauan pendistribusian MP-ASI buffer stock
Pemantauan dilaksanakan oleh petugas kabupaten/kota
dengan melakukan pengamatan terhadap rencana
distribusi (Rensi) dan pelaksanaan pendistribusian MP-
ASI buffer stock (Kemenkes, 2011). Sedangkan TPG
dan petugas di lokasi pengungsian secara periodik
memantau unit pelaksana MP-ASI seperti ketua
kelompok pengungsi (Depkes dan Kesos RI, t.t).
3) Evaluasi
Evaluasi pelaksanaan pendistribusian MP-ASI buffer
stock dilakukan 2 kali dalam setahun yang dilaksanakan
secara berjenjang dengan mempertimbangkan
ketersediaan sumber daya yang ada. Data yang dicatat
dan dilaporkan adalah:
27
a) Data dan informasi jumlah baduta 6-24 bulan
yang mendapat MP-ASI
b) Data dan informasi jumlah MP-ASI yang
dibagikan ke sasaran
2.5 Manajemen Kesehatan
2.5.1 Pengertian Manajemen Kesehatan
Menurut Terry (1986), manajemen adalah suatu proses yang khas,
yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan,
dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran
yang telah ditentukan dengan memanfaatkan sumberdaya manusia dan
sumberdaya lainnya.
Menurut Muninjaya (2004), secara klasik manajemen adalah ilmu atau
seni tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien, efektif dan
rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan batasan tersebut, manajemen mengandung tiga prinsip pokok
yang menjadi ciri utama penerapannya yaitu efisien dalam pemanfaatan
sumber daya, efektif dalam memilih alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan
organisasi, rasional dalam pengambilan keputusan manajerial.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan
umum bahwa manajemen adalah suatu kegiatan untuk mengatur orang lain
guna mencapai tujuan atau menyelesaikan pekerjaan. Bila diterapkan dalam
bidang kesehatan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa manajemen
28
kesehatan adalah suatu kegiatan atau seni untuk mengatur para petugas
kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna meningkatkan kesehatan
masyarakat melalui program kesehatan. Dengan kata lain manajemen
kesehatan masyarakat adalah penerapan manajemen umum dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi objek dan sasaran
manajemen adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat (Notoatmodjo,
2007).
2.5.2 Fungsi Manajemen Kesehatan
Menurut Muninjaya (2004), yang dimaksud fungsi manajemen
adalah langkah-langkah penting yang wajib dilaksanakan oleh manajer untuk
mencapai tujuan organisasi. Banyak pakar manajemen yang mengemukakan
teorinya tentang fungsi manajemen, tergantung dari fungsi mana yang lebih
disorotinya. Tetapi dalam proses pencapaian tujuan organisasi, semua fungsi
manajemen mempunyai peranan yang sama pentingnya. Fungsi manajemen
yang digunakan oleh Depkes RI diambil dari fungsi manajemen yang
dikemukakan oleh Goerge Terry. Fungsi tersebut terdiri dari Planning,
Organizing, Actuating, dan Controlling (POAC).
a. Perencanaan
Menurut Muninjaya (2004), perencanaan adalah proses yang
dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi sampai dengan
menetapkan alternatif kegiatan untuk mencapainya. Terry (1986)
mengatakan perencanaan adalah memilih dan menghubungkan
29
fakta-fakta, membuat dan menggunakan asumsi-asumsi berdasar
masa yang akan datang, dalam gambaran dan perumusan kegiatan-
kegiatan yang diusulkan yang diperlukan guna mencapai hasil yang
diinginkan. Sedangkan menurut Siagian (2012), perencanaan
merupakan usaha sadar dan pengambilan keputusan yang telah
diperhitungkan secara matang tetang hal-hal yang akan dikerjakan
di masa depan dalam dan oleh suatu organisasi dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari beberapa
definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah
upaya untuk menentukan tujuan, sasaran, target dan kegiatan dalam
suatu program yang akan dilaksanakan oleh organisasi.
Perencanaan merupakan fungsi manajemen yang pertama
karena fungsi-fungsi manajemen lainnya baru berperan apabila
perencanaan telah selesai dilaksanakan. Perencanaan menjadi
landasan pokok fungsi manajemen lainnya. Selain itu, perencanaan
juga dijadikan standar untuk mengukur hasil pencapaian kegiatan.
Jika tidak ada perencanaan, tidak akan ada kejelasan kegiatan yang
dilaksanakan untuk mencapai tujuan.
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah rangkaian kegiatan manajemen
untuk menghimpun semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh
organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai
tujuan organisasi (Muninjaya, 2004). Menurut Azwar (1996),
30
pengorganisasian adalah pengelompokkan berbagai kegiatan yang
diperlukan untuk melaksanakan suatu rencana sedemikian rupa
sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan
memuaskan. Pengorganisasian juga merupakan pengaturan
sejumlah personil yang dimiliki untuk memungkinkan tercapainya
suatu tujuan yang telah disepakati dengan jalan mengalokasikan
masing-masing fungsi dan tanggung jawabnya.
Terry (1986) mengatakan pengorganisasian adalah tindakan
mengusahakan hubungan-hubungan perilaku yang efektif antara
masing-masing orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara
efisien dan memperoleh kepuasan diri dalam melaksanakan tugas-
tugas terpilih di dalam kondisi lingkungan yang ada, untuk
mencapai tujuan dan sasaran.
Dari beberapa pengertian tersebut pengorganisasian
merupakan pembagian tugas dan wewenang kepada para pekerja
sesuai potensi yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan organisasi.
c. Penggerakan
Fungsi penggerakan adalah proses bimbingan kepada staf
agar mereka mampu bekerja secara optimal menjalankan tugas-
tugas pokoknya sesuai dengan keterampilan yang telah dimiliki, dan
dukungan sumber daya yang tersedia. Penggerakan dimaksudkan
sebagai rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas
31
mempengaruhi orang lain agar mereka suka melaksanakan usaha-
usaha ke arah pencapaian sasaran atau tujuan administrasi.
Fungsi manajemen ini merupakan fungsi penggerak semua
kegiatan program (ditetapkan pada fungsi pengorganisasian)
untuk mencapai tujuan program (dirumuskan dalam fungsi
perencanaan) (Muninjaya, 2004).
Terry (1986) menyatakan penggerakan adalah membuat
semua anggota kelompok agar mau bekerja sama dan bekerja secara
ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan
perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian. Sedangkan Siagian
(2012) mendefinisikan penggerakan sebagai keseluruhan cara,
teknik dan metode untuk mendorong para anggota organisasi agar
mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi tercapainya
tujuan organisasi.
Pekerjaan pelaksanaan atau penggerakan bukanlah
merupakan pekerjaan yang mudah, karena dalam melaksanakan
suatu rencana terkandung berbagai aktivitas yang bukan saja satu
sama lain saling berhubungan, melainkan juga bersifat komplek dan
majemuk. Kesemua aktivitas ini harus dipadukan sedemikian rupa
sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan
memuaskan. Memadukan berbagai aktivitas yang seperti ini dan
apalagi menugaskan semua orang yang terlibat dalam organisasi
32
untuk melaksanakan aktivitas yang dimaksud, memerlukan
keterampilan khusus (Azwar, 1996).
Untuk dapat melaksanakan suatu rencana, seorang manajer
perlu menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. Menurut
Muninjaya (2004), berdasarkan tingkatan manajer, ada tiga jenis
keterampilan yang harus dimiliki oleh manajer, yaitu keterampilan
yang bersifat teknis (Technical Skill), hubungan antar manusia
(Human Relation Skill), dan konseptual (Conseptual Skill).
Technical Skill adalah kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan, metode, teknik atau peralatan yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas-tugas organisasi. Kemampuan tersebut sangat
perlu dimiliki oleh manajer tingkat bawah. Human Relation Skill
meliputi kemampuan bekerjasama dengan orang lain, termasuk
memotivasi orang lain. Conseptual Skill membutuhkan pengetahuan
tentang seluruh aspek organisasi yang dipimpinnya. Semakin tinggi
kedudukan seorang manajer, ia semakin tidak memerlukan
keterampilan yang bersifat teknis, tetapi semakin tinggi tuntutan
untuk mengembangkan keterampilan yang bersifat konseptual.
Akan tetapi, yang penting semua manajer membutuhkan
kemampuan untuk mengembangkan Human Relation Skill karena
manusia adalah sumber daya utama sebuah organisasi (Muninjaya,
2004).
33
d. Pengawasan
Pengawasan ialah suatu proses untuk mengukur penampilan
suatu program yang kemudian dilanjutkan dengan mengarahkannya
sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat
tercapai (Azwar, 1996). Terry (1986) menyatakan bahwa
pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan,
mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam hasil yang
dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan.
Koontz dan Donnell mengatakan bahwa perencanaan dan
pengawasan merupakan “dua sisi satu mata uang” karena
perencanaan tanpa pengawasan akan timbul penyimpangan.
Sebaliknya pengawasan tanpa perencanaan tidak akan mungkin
terlaksana karena tidak ada pedoman untuk mengawasi (Siagian,
2012).
e. Penilaian
Menurut Siagian (2012), berbagai penelitian tentang fungsi
manajerial pada umumnya mengakhiri dengan pengawasan. Akan
tetapi, Siagian berpendapat lain, bahwa masih ada satu lagi fungsi
organik manajerial yang dapat dipertanggungjawabkan dan dengan
mudah dapat dibuktikan dalam praktik manajemen, yaitu penilaian.
Penilaian adalah suatu proses yang teratur dan sistematis
dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau
kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan
34
kesimpulan serta penyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan
pada setiap tahap dari pelaksanaan program (The International
Clearing House and Adolescent Fertility Control for Population
Option dalam Azwar, 1996). Menurut Siagian (2012) penilaian
adalah pengukuran dan pembandingan hasil-hasil yang nyatanya
dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai.
2.6 Kerangka Teori
Fungsi manajemen yang digunakan oleh Depkes RI diambil dari fungsi
manajemen yang dikemukakan oleh Goerge Terry. Fungsi tersebut terdiri dari
Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling (POAC). Akan tetapi, Siagian
(2012) berpendapat lain, bahwa masih ada satu lagi fungsi manajerial yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dengan mudah dibuktikan dalam praktik
manajemen, yaitu penilaian. Dengan demikian, fungsi manajemen terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian.
Perencanaan merupakan awal dari suatu program yang kemudian diikuti
pengorganisasian untuk menghimpun semua sumber daya yang dimiliki oleh
organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan
organisasi. Kemudian dilakukan penggerakan kepada para staf agar mau
melaksanakan pelaksanaan program sesuai apa yang telah direncanakan. Fungsi
pengawasan dilakukan di semua fungsi manajemen, mulai dari perencanaan
hingga penilaian. Sedangkan fungsi penilaian merupakan akhir dari siklus fungsi
manajemen dimana hasil dari fungsi tersebut dipergunakan kembali pada fungsi
35
perencanaan guna memperbaiki perencanaan program di masa yang akan datang.
Kerangka teori manajemen menurut Terry (1986) dan Siagian (2012)
digambarkan pada bagan 2.1.
Bagan 2.1
Kerangka Teori
Sumber: Terry (1986), Siagian (2012)
Perencanaan
Pengorganisasian Pengawasan
Penggerakan
Penilaian
36
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Pikir
Fungsi manajemen yang digunakan oleh Depkes RI diambil dari fungsi
manajemen yang dikemukakan oleh Goerge Terry. Fungsi tersebut terdiri dari Planning,
Organizing, Actuating, dan Controlling (POAC). Akan tetapi, Siagian (2012)
berpendapat lain, bahwa masih ada satu lagi fungsi manajerial yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dengan mudah dibuktikan dalam praktik manajemen, yaitu
penilaian. Berdasarkan teori yang telah diuraikan pada studi kepustakaan, maka fokus
penelitian yang peneliti ingin kaji lebih dalam adalah manajemen dalam program
pemberian MP-ASI biskuit pada korban bencana mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian sesuai dengan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Kerangka pikir manajemen program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta
yang menjadi korban bencana ini dimulai dengan fungsi perencanaan, kemudian setealah
dilakukan perencanaan maka dilakukanlah pengorganisasian sesuai kemampuan dan
potensi petugas. Setelah itu dilakukan penggerakan kepada para petugas dan
pelaksanaan program sesuai perencanaan. Fungsi pengawasan dilakukan pada setiap
fungsi manajemen, mulai dari perencanaan hingga penilaian. Sedangkan fungsi penilaian
merupakan akhir dari siklus fungsi manajemen dimana hasil dari fungsi tersebut
dipergunakan kembali pada fungsi perencanaan guna memperbaiki perencanaan
37
program di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, kerangka pikir dari penelitian ini
dapat digambarkan pada bagan 3.1.
Bagan 3.1
Kerangka Pikir Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Korban Bencana
3.2 Definisi Istilah
1. Perencanaan
Definisi :
Proses untuk merumuskan tujuan, target, sasaran, anggaran dan
kegiatan dalam program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta di
lokasi bencana.
Metode :
Wawancara mendalam dan telaah dokumen
Instrumen :
Pedoman wawancara mendalam dan pedoman telaah dokumen
Perencanaan
Pengorganisasian Pengawasan
Penggerakan
Penilaian
38
2. Pengorganisasian
Definisi :
Proses untuk membagi tugas dan wewenang kepada para petugas
sesuai potensi yang dimiliki dalam program MP-ASI biskuit pada
baduta korban bencana.
Metode :
Wawancara mendalam dan telaah dokumen
Instrumen :
Pedoman wawancara mendalam dan pedoman telaah dokumen
3. Penggerakan
Definisi :
Proses untuk melaksanakan program sesuai rencana dan memotivasi
petugas agar mau melaksanakan program MP-ASI biskuit pada
baduta korban bencana sesuai rencana.
Metode :
Wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen
Instrumen :
Pedoman wawancara mendalam, observasi dan pedoman telaah
dokumen
39
4. Pengawasan
Definisi :
Proses untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan-
penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan pemberian MP-ASI
biskuit pada baduta di lokasi bencana.
Metode :
Wawancara mendalam dan telaah dokumen
Instrumen :
Pedoman wawancara mendalam dan pedoman telaah dokumen
5. Penilaian
Definisi :
Proses untuk membandingkan hasil kegiatan yang telah dicapai dalam
pemberian MP-ASI biskuit pada baduta korban bencana dengan target
yang telah ditentukan.
Metode :
Wawancara mendalam dan telaah dokumen
Instrumen :
Pedoman wawancara mendalam dan pedoman telaah dokumen
40
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif mengenai
manajemen program MP-ASI pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di
Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012.
Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2007), penelitian kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penggunaan metode
kualitatif pada penelitian ini untuk memperoleh informasi yang mendalam sehingga
dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai pelaksanaan program
pemberian MP-ASI biskuit dari Kemenkes kepada baduta korban banjir tersebut.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Petogogan pada bulan Juni-Agustus
tahun 2012. Kelurahan Petogogan dijadikan tempat penelitian karena memiliki
daerah rawan banjir terbanyak di Kecamatan Kebayoran Baru dan sudah dilakukan
pemberian MP-ASI biskuit untuk mencegah gizi buruk baduta yang menjadi korban
banjir tersebut.
41
4.3 Informan Penelitian
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi
tentang kondisi latar penelitian, sehingga informan harus mempunyai banyak
pengalaman tentang latar penelitian (Moleong, 2007). Pemilihan informan dalam
penelitian ini tidak dilakukan secara acak, tetapi dengan menggunakan metode
purposive sampling (informan bertujuan), yaitu penentuan informan yang
dilakukan secara langsung melalui pertimbangan-pertimbangan yang ditentukan
oleh peneliti sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian untuk memperoleh
informasi yang lengkap dan mencukupi dengan prinsip kesesuaian
(appropriatness) dan kecukupan (adequency).
Informan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu informan
utama, pendukung dan informan kunci. Informan utama adalah objek utama dalam
penelitian, yaitu TPG yang melaksanakan program pemberian MP-ASI di Puskesmas
Kelurahan Petogogan. Informan pendukung yaitu Koordinator program gizi
Sudinkes Jakarta Selatan, TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, Kader dan
ibu baduta yang mendapat MP-ASI biskuit. Informan Kunci adalah Kasie Bimbingan
dan Evaluasi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI. Dalam lingkup
penelitian perencanaan, dilakukan wawancara mendalam terhadap para informan dan
telaah dokumen perencanaan kebutuhan dan pendistribusian MP-ASI. Dalam
lingkup pengorganisasian, dilakukan wawancara mendalam terhadap para informan
dan telaah dokumen profil ketenagaan Puskesmas. Dalam lingkup penggerakan,
dilakukan wawancara mendalam terhadap para informan, obserrvasi terhadap produk
MP-ASI dan telaah dokumen tanda terima pendistribusian MP-ASI. Dalam lingkup
42
pengawasan dan penilaian, dilakukan wawancara mendalam terhadap para informan.
Kriteria informan penelitian berikut teknik yang digunakan dalam penelitian tertera
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Informan Penelitian
No. Lingkup
penelitian
Kriteria Informan
Teknik Unsur yang
diteliti
1 Perencanaan - Koordinator gizi Sudinkes
Jaksel
- TPG Puskesmas
Kecamatan Kebayoran
Baru
- TPG Puskesmas
Kelurahan Petogogan
- Kader
- Kasie bimbingan dan
evaluasi Subdit Bina
Konsumsi Makanan
Kemenkes RI
- Wawancara
mendalam
- Telaah
dokumen
- Pembuatan
perencanaan
2 Peng-
organisasian
- Koordinator gizi Sudinkes
Jaksel
- TPG Puskesmas
Kecamatan Kebayoran
Baru
- TPG Puskesmas
Kelurahan Petogogan
- Kader
- Kasie bimbingan dan
evaluasi Subdit Bina
Konsumsi Makanan
Kemenkes RI
- Wawancara
mendalam
- Telaah
dokumen
- Pembagian
tugas dan
wewenang
sesuai
tupoksi
dalam
organisasi
3 Penggerakan - Koordinator gizi Sudinkes
Jaksel
- TPG Puskesmas
Kecamatan Kebayoran
Baru
- TPG Puskesmas
- Wawancara
mendalam
- Observasi
produk MP-
ASI biskuit
- Telaah
- Pelaksanaan
pemberian
MP-ASI dari
perencanaan
yang telah
dibuat
43
Kelurahan Petogogan
- Kader
- Ibu baduta yang mendapat
MP-ASI biskuit
- Kasie bimbingan dan
evaluasi Subdit Bina
Konsumsi Makanan
Kemenkes RI
dokumen
- Upaya
menggerkan
petugas
pelaksana
- Observasi
produk MP-
ASI
4 Pengawasan - Koordinator gizi Sudinkes
Jaksel
- TPG Puskesmas
Kecamatan Kebayoran
Baru
- TPG Puskesmas
Kelurahan Petogogan
- Kader
- Ibu baduta yang mendapat
MP-ASI biskuit
- Kasie bimbingan dan
evaluasi Subdit Bina
Konsumsi Makanan
Kemenkes RI
- Wawancara
mendalam
- Telaah
dokumen
Upaya yang
dilakukan
dalam
pengawasan
terhadap
pelaksanaan
program MP-
ASI
5 Penilaian - Koordinator gizi Sudinkes
Jaksel
- TPG Puskesmas
Kecamatan Kebayoran
Baru
- TPG Puskesmas
Kelurahan Petogogan
- Kader
- Kasie bimbingan dan
evaluasi Subdit Bina
Konsumsi Makanan
Kemenkes RI
- Wawancara
mendalam
- Telaah
Dokumen
Pelaporan dan
Penilaian
terhadap hasil
kegiatan
pemberian
MP-ASI
44
4.4 Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara
mendalam, oservasi dan telaah dokumen. Wawancara mendalam dilakukan tatap
muka terhadap informan dengan menggunakan pedoman wawancara mendalam
yang telah disiapkan peneliti terlebih dahulu. Hasil wawancara mendalam direkam
dengan alat perekam dan ditulis oleh peneliti. Observasi dilakukan dengan
mengamati produk MP-ASI yang diberikan Kemenkes. Telaah dokumen dilakukan
untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian melalui
laporan dan dokumen lain yang berkaitan dengan program pemberian MP-ASI.
Beberapa contoh dokumen yang dapat dianalisis adalah laporan tahunan
Puskesmas, tanda terima distribusi MP-ASI, buku pedoman MP-ASI, data baduta di
Posyandu dan lain-lain.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Pedoman wawancara mendalam
b. Pedoman observasi
c. Pedoman telaah dokumen
d. Perekam suara
e. Kamera
f. Buku tulis dan alat pencatat
45
4.6 Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan langsung oleh
peneliti dari informan. Sumber data primer penelitian ini adalah hasil
wawancara mendalam langsung dengan informan tentang manajemen
program pemberian MP-ASI dan data hasil observasi terhadap produk MP-
ASI yang diberikan.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang tidak langsung diperoleh peneliti
dari informan. Sumber data sekunder adalah dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan topik penelitian seperti laporan tahunan Puskesmas, tanda
terima distribusi MP-ASI, buku pedoman pelaksanaan program MP-ASI
dan lain-lain.
4.7 Validasi Data
Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data yang valid maka dilakukan
triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2007). Triangulasi yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan metode.
a. Triangulasi sumber dilakukan dengan mengecek data dari sumber yang
berbeda, yaitu TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan, TPG Puskesmas
Kecamatan Kebayoran Baru, Koordinator gizi Sudinkes Jaksel, Kader,
46
Staf Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI serta ibu baduta yang
mendapat MP-ASI.
b. Triangulasi metode dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber
yang sama melalui metode pengumpulan data yang berbeda. Data
diperoleh dengan wawancara mendalam, lalu dicek dengan observasi dan
telaah dokumen, seperti melalui laporan tahunan Puskesmas, tanda terima
distribusi MP-ASI, buku pedoman MP-ASI buffer stock serta artikel
berita terkait topik penelitian.
4.8 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
model Miles dan Hubberman. Menurut Miles dan Huberman, analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif, sehingga disebut juga model interaktif. Aktivitas dalam
analisis data kualitatif, yaitu data reduction (Reduksi Data), data display (penyajian
data), dan conclusion drawing/verification (kesimpulan/verifikasi). Analisis data
model interaktif tergambar pada bagan 4.1.
Bagan 4.1
Pengolahan dan Analisis Data
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Kesimpulan/Verifikasi
47
Setelah data mengenai perencanaan, pengorganisasian, penggerakan
pengawasan dan penilaian terkumpul dari hasil wawancara mendalam, observasi
dan telaah dokumen, kemudian data direduksi. Data direduksi dengan cara
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting dan dicari pola sesuai unsur penelitian. Data yang sudah direduksi
kemudian disajikan dalam bentuk tulisan berdasarkan unsur-unsur yang diteliti
sesuai kerangka pikir penelitian. Namun demikian, setelah merangkum hasil
penelitian dapat juga sudah diketahui kesimpulannya. Hasil penelitian yang telah
terkumpul dan terangkum kemudian diulang kembali dengan mencocokkan pada
reduksi data dan penyajian data agar kesimpulan yang telah dikaji dapat ditulis
sebagai laporan yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.
4.9 Penyajian Data
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasi berdasarkan unsur-unsur yang
diteliti sesuai kerangka pikir penelitian.
48
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
5.1.1 Keadaan Geografis
a. Batas Wilayah
Kelurahan Petogogan merupakan bagian dari wilayah
administrasi Kecamatan Kebayoran Baru. Luas wilayah Kelurahan
Petogogan adalah 86,46 km2. Wilayah Kelurahan Petogogan terdiri
dari 6 RW yang meliputi 80 RT dengan jumlah penduduk sebesar
10.814 jiwa. Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Petogogan adalah
sebagai berikut :
Sebelah Utara : Jl. Wolter Monginsidi, Kelurahan Rawa Barat
Sebelah Selatan : Jl. Prapanca Raya, Kelurahan Pulo
Sebelah Barat : Jl. Prof. Joko Sutono, Kelurahan Melawai
Sebelah Timur : Sungai Krukut, Kelurahan Pela Mampang
b. Daerah Rawan Banjir
Wilayah Kelurahan Petogogan sejak dahulu memang dikenal
sebagai daerah banjir. Terjadinya banjir di wilayah Kelurahan
Petogogan selain diakibatkan oleh hujan yang terus menerus juga
akibat luapan air dari Sungai Krukut yang melalui wilayah ini.
Meskipun frekuensi banjir dalam setahun tidak dapat dipastikan,
namun terkadang jika hujan tidak turun pun air Sungai Krukut kerap
49
meluap membanjiri seluruh wilayah tersebut. Apalagi jika hujan terus
menerus dalam 2-3 jam sudah dapat terjadi banjir. Daerah di tengah
Kota Administrasi Jakarta Selatan itu tidak pernah sepi dari berita
banjir. Adapun daerah rawan banjir yang ada di wilayah Kelurahan
Petogogan tertera pada tabel 5.1.
Tabel 5.1
Daerah Rawan Banjir di Wilayah Kelurahan Petogogan
No. RW Jumlah
RT
Jumlah
KK
Jumlah
Jiwa
1 01 5 739 2901
2 02 15 833 3079
3 03 15 1121 3063
Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Kelurahan Petogogan
Tahun 2011
Berdasarkan tabel 5.1, dapat diketahui bahwa di kelurahan
Petogogan terdapat 3 RW yang menjadi daerah rawan banjir. Untuk
jumlah KK dan penduduk terendah dimiliki oleh RW 01, yaitu
sebanyak 739 KK dan 2901 jiwa. Sedangkan RW 02 memiliki jumlah
penduduk tertinggi sebanyak 3079 jiwa dan RW 03 memiliki jumlah
KK tertinggi sebanyak 1121 KK. Selain menjadi daerah rawan banjir,
RW 02 dan 03 juga merupakan daerah kumuh di wilayah Kecamatan
Kebayoran Baru.
50
5.1.2 Visi dan Misi Puskesmas Kelurahan Petogogan
a. Visi
Menjadi Puskesmas Mandiri yang berkualitas
b. Misi
1) Mengembangkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
paripurna
2) Memberdayakan SDM dan masyarakat
3) Menggalang keikutsertaan Lintas Program dan Lintas
Sektoral serta fasilitas kesehatan yang lain
4) Mengembangkan manajemen Puskesmas
5.1.3 Ketenagaan Puskesmas Kelurahan Petogogan
Pada tahun 2011 Puskesmas Kelurahan Petogogan memiliki 7
orang pegawai yang terdiri dari :
- Dokter Umum : 1 orang
- Dokter Gigi : 1 orang
- Bidan : 2 orang
- Perawat : 1 orang
- Petugas kebersihan : 1 orang
- Petugas jaga malam : 1 orang
Dari 7 orang pegawai, terdapat 5 tenaga kesehatan yang masing-
masing memiliki fungsi dan tugas pokok untuk melaksanakan program
51
Puskesmas. Tugas pokok dan fungsi dari tenaga kesehatan tersebut tertera
pada tabel 5.2.
Tabel 5.2
Tugas Pokok dan Fungsi Tenaga Kesehatan
Puskesmas Kelurahan Petogogan Tahun 2011
No
Jenis
Tenaga
Kesehatan
Tugas Pokok Fungsi
1. Dokter Gigi - Ka. Puskesmas
- BP Gigi
- UKGS
- UKGM
- Menjalankan tugas
kepemimpinan
- Melaksanakan pemeriksaan dan
pengobatan gigi di BPG
- Pembinaan Kesehatan Gigi di SD
- Pembinaan Kesehatan Gigi di
Posyandu & TK
2.
Dokter
Umum
- Keuangan
- BP Umum
- Askes
- Alkes
- Jiwa
- MTBS
- Pelaporan keuangan
- Pemeriksaan & pengobatan
- Penanggung jawab Askes
- Penanggung jawab Alkes
- Pelayanan Jiwa
- Pelayanan MTBS
3.
Bidan - KIA
- Imunisasi
- Obat
- UKS
- SP2TP & SIK
- Pemeriksaan Ibu Hamil
- Pembinaan APRAS ( TK )
- Pelayanan Imunisasi
- BIAS anak Sekolah
- Pelayanan resep obat
- Pembinaan Anak Sekolah
- Pelaporan SP2TP & SIK
4.
Bidan - Gizi
- Pembinaan & pelayanan
Posyandu
52
- KB
- Lansia
- Promkes
- Laboratorium
- PSM
- Pelayanan KB
- Pelayanan Kesehatan Lansia
- Penyuluhan Promkes
- Pelayanan Laboratorium
5. Perawat - Gakin
- DBD
- Kesling
- TBC Paru
- Surveilans
- Perkesmas
- Tata Usaha
- Pelayanan Gakin
- Melaksanakan PE DBD dan
kegiatan Fogging Fokus
- Pelaksanaan Kegiatan
- PSN 30 menit
- Kesehatan Lingkungan
- Penjaringan Kasus & Pelayanan
Pasien
- Pelaksanaan PE penyakit menular
- Perawatan Kesehatan keluarga
binaan
- Pelaporan Tata Usaha
Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Kelurahan Petogogan Tahun 2011
Berdasarkan tabel 5.2, dapat diketahui bahwa Puskesmas
Kelurahan Petogogan memiliki 5 orang tenaga kesehatan. Setiap tenaga
kesehatan tersebut memiliki lebih dari satu tugas pokok dan fungsi
(Tupoksi). Salah satu contohnya, untuk program gizi dilaksanakan oleh
seorang bidan yang merangkap juga sebagai pelaksana program KB,
lansia, promkes dan petugas laboratorium. Hal ini disebabkan minimnya
sumber daya manusia di puskesmas tersebut. Kendati demikian,
Puskesmas Kelurahan Petogogan masih tetap dapat melaksanakan tugas
dan fungsinya dengan cukup baik karena senantiasa melakukan
53
peningkatan kualitas SDM dengan mengikuti pelatihan yang diadakan
oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan.
5.1.4 Sarana Pelayanan Kesehatan
Dalam wilayah kelurahan Petogogan terdapat beberapa sarana
pelayanan kesehatan, sebagaimana tertera pada tabel 5.3.
Tabel 5.3
Sarana Pelayanan Kesehatan di wilayah Kelurahan Petogogan
No. Sarana Kesehatan Jumlah
1 Puskesmas 1
2 Klinik Swasta 3
3 Praktek Dokter Umum 14
4 Apotek 3
5 Posyandu 9
5 Lain-lain 3
Jumlah 31
Sumber: Laporan Kegiatan program Gizi Puskesmas Kecamatan
Kebayoran Baru Tahun 2011
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sarana pelayanan
kesehatan terbanyak di wilayah kelurahan Petogogan adalah Praktek
Dokter Umum sebanyak 14 unit. Sedangkan Puskesmas hanya terdapat 1
unit di Jalan Pulo Raya VIII No.3 RT 002 RW 01.
54
5.1.5 Keadaan Sosial Ekonomi
Tabel 5.4
Distribusi Penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan
No. Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa)
1 PNS 189
2 Swasta 2088
3 ABRI 75
4 Buruh 2203
5 Dagang 1546
6 Usia produktif & tidak bekerja 1753
Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Kelurahan Petogogan
Tahun 2011
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar warga
kelurahan Petogogan bermata pencaharian sebagai buruh, yaitu sebanyak
2203 jiwa. Usia produktif dan tidak bekerja pun memiliki angka yang
cukup tinggi, yaitu sebesar 1753 jiwa. Namun juga terdapat 2088
penduduk yang menjadi pegawai swasta. Dengan demikian terlihat bahwa
keadaan sosial ekonomi di kelurahan Petogogan beragam dari golongan
ekonomi bawah hingga atas.
5.2 Gambaran Umum Informan Penelitian
5.2.1 Karakteristik Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan utama, informan
pendukung dan informan kunci. Berikut adalah gambaran dari masing-
masing informan:
55
a. Informan Utama
Informan utama dalam penelitian ini ialah TPG Puskesmas
Kelurahan Petogogan. Beliau berusia 25 tahun dan berpendidikan
terakhir D3 kebidanan. Beliau telah bekerja di bidang gizi selama 2
tahun, yaitu mulai tahun 2010. Dalam program pemberian MP-ASI
pada balita korban banjir ini, beliau memberikan informasi mengenai
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan
penilaian.
b. Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini ialah 1 orang
Koordinator Gizi Sudinkes Kota Jakarta Selatan, 1 orang TPG
Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, 6 orang kader (1 orang dari
RW 01, 2 orang dari RW 02 dan 3 orang dari RW 03), serta 18 orang
ibu balita (3 orang ibu balita dari RW 01, 6 orang ibu balita dari RW
02 dan 9 orang ibu balita dari RW 03). Kriteria informan pendukung
dalam penelitian ini yang merupakan tenaga pelaksana program gizi
tertera dalam tabel 5.5.
Tabel 5.5
Karakteristik Informan pendukung Program MP-ASI Bencana
No. Inisial Usia Keterangan
1 LH 39 tahun Koordinator Gizi Sudinkes Kota
Jakarta Selatan
2 SD 42 tahun TPG PKM Kecamatan
Kebayoran Baru
56
1) Koordinator Gizi Sudinkes Kota Jakarta Selatan berusia 39
tahun dan berpendidikan terakhir S1 gizi. Beliau bekerja di
bidang gizi sejak tahun 2001. Kemudian menjabat sebagai
koordinator program gizi Sudinkes Kota Jakarta Selatan
pada awal tahun 2012. Kendati demikian, beliau mampu
memberikan informasi mengenai perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian
program pemberian MP-ASI pada balita korban banjir
dengan baik.
2) TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru berusia 42
tahun dan berpendidikan terakhir D3 gizi. Beliau telah
bekerja di bidang gizi selama 18 tahun, yaitu sejak tahun
1994. Dalam program pemberian MP-ASI pada balita
korban banjir ini, beliau memberikan informasi mengenai
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan
dan penilaian.
Sedangkan untuk karakteristik kader Posyandu yang mendistribusikan
kepada ibu balita tertera dalam tabel 5.6.
57
Tabel 5.6
Karakteristik Kader Posyandu RW 01, 02 dan 03
No. Nama Usia Pendidikan
Terakhir Posyandu / RW
1 ET 51 tahun D3 Dahlia / 01
2 A 54 tahun SD Melati / 02
3 TH 44 tahun SMA Kuntum Mekar / 02
4 SU 55 tahun SMA Anggrek / 03
5 MT 42 tahun SMA Seruni / 03
6 NR 46 tahun SMA Kenanga / 03
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa kader Posyandu yang
melaksanakan pendistribusian MP-ASI biskuit kepada ibu balita
berusia antara 42 sampai dengan 54 tahun. Para kader mayoritas
berpendidikan terakhir SMA, namun ada juga yang berpendidikan
terakhir D3 dan SD. Meskpiun demikian, kader dapat memberikan
informasi terkait pelaksanaan program ini dengan baik. Setelah terjadi
banjir, para kader mengaku telah mendistribusikan MP-ASI untuk para
balita di Posyandu. Dalam wawancara yang dilakukan dengan mereka,
dapat digali informasi mengenai pelaksanaan, pengawasan dan
pencatatan serta pelaporan data guna penilaian program MP-ASI
tersebut.
Sedangkan untuk karakteristik informan ibu balita yang mendapat
MP-ASI tertera dalam tabel 5.7.
58
Tabel 5.7
Karakteristik Informan Ibu Baduta yang Mendapat MP-ASI
No. Inisial Usia Posyandu / RW
1 RY 40 tahun Dahlia / 01
2 N 24 tahun Dahlia / 01
3 AN 30 tahun Dahlia / 01
4 YJ 44 tahun Melati / 02
5 YN 34 tahun Melati / 02
6 YL 37 tahun Melati / 02
7 E 38 tahun Kuntum Mekar / 02
8 J 44 tahun Kuntum Mekar / 02
9 M 27 tahun Kuntum Mekar / 02
10 R 39 tahun Anggrek / 03
11 RN 45 tahun Anggrek / 03
12 W 30 tahun Anggrek / 03
13 S 30 tahun Seruni / 03
14 K 35 tahun Seruni / 03
15 D 28 tahun Seruni / 03
16 W 25 tahun Kenanga / 03
17 AR 29 tahun Kenanga / 03
18 U 35 tahun Kenanga / 03
Berdasarkan tabel 5.7, dapat diketahui bahwa ibu baduta yang
mendapat MP-ASI biskuit berusia antara 25 sampai dengan 45 tahun.
Setelah terjadi banjir, para ibu balita mengaku telah mendapat MP-ASI
untuk balitanya di Posyandu. Dalam wawancara yang dilakukan
dengan mereka, dapat digali informasi mengenai pelaksanaan dan
pengawasan program pemberian MP-ASI tersebut.
59
c. Informan Kunci
Informan kunci dalam penelitian ini ialah Kasie Bimbingan dan
Evaluasi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI. Beliau
berusia 49 tahun dan berpendidkan terakhir S2 Kesehatan Masyarakat.
Dalam program pemberian MP-ASI pada balita korban banjir ini,
beliau memberikan informasi mengenai perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian di tingkat
pusat.
5.3 Gambaran Umum Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana di
Puskesmas Kelurahan Petogogan
Program MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana merupakan salah satu
program gizi yang dilaksanakan oleh Puskesmas Kelurahan Petogogan pada tahun
2012. MP-ASI tersebut merupakan dropping dari Kemenkes yang ditujukan bagi
baduta korban bencana. Hal ini disesuaikan dengan indikator gizi yang tercantum
dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010 – 2014, yaitu 100 %
buffer stock MP-ASI bencana. Selain itu, karena pengadaan program MP-ASI
reguler sudah dapat diselenggarakan secara mandiri oleh Puskesmas melalui dana
Bantuan Opersional Kesehatan (BOK). MP-ASI yang diberikan adalah MP-ASI
biskuit untuk usia 6-24 bulan. Tujuannya untuk mencegah terjadinya gizi buruk dan
mempertahankan gizi yang sudah baik agar tidak jatuh ke gizi kurang atau buruk.
Berikut kutipan hasil wawancaranya:
60
“MP-ASI untuk bencana memang diperlukan untuk situasi bencana, tidak
untuk situasi program yang normal. Sekarang ini MP-ASI reguler untuk
balita gizi kurang yang ada di masyarakat sudah ditolong oleh dana BOK,
itu salah satunya untuk melakukan pembelian atau penyelenggaraan MP-
ASI. Seharusnya MP-ASI kita kan 100 persen mutlak untuk diberikan kepada
balita-balita yang mengalami bencana, misal di kabupaten/kotamadya
tertentu mengalami bencana, banjir, gempa dan sebagainya, kemudian dia
ke tempat pengungsian, nah itu kita berikan MP-ASI kepada baduta-baduta
supaya kalau memang dia gizi baik kalau MP-ASI-nya cukup tetap
diberikan, tetap kita berikan karena enggak ada makanan kan, jadi
makanan itu makanan terbaik supaya dia tidak jatuh ke gizi kurang dan
yang gizi kurang supaya tidak jatuh ke gizi buruk. Tujuan utamanya itu.”
(Informan MS)
Hal yang sama juga disampaikan oleh petugas gizi di Sudinkes jakarta
Selatan hingga Puskesmas kelurahan bahwa program MP-ASI biskuit pada baduta
korban bencana sudah dilaksanakan pada tahun 2012 ini. Di Puskesmas Kelurahan
Petogogan, program MP-ASI ini disebut juga MP-ASI Gawat Darurat Bencana
(Gadarben). Pemberian makanan tambahan berupa MP-ASI biskuit tersebut
dilaksanakan untuk penanggulangan bencana dan kemiskinan serta mencegah
kekurangan pangan dan gizi kurang. Sasarannya adalah baduta yang menjadi korban
banjir. Berikut beberapa kutipan mengenai gambaran umum program MP-ASI di
Puskesmas Kelurahan Petogogan:
“MP-ASI biskuit tahun 2012 ini adalah dropping dari Kementerian
Kesehatan. MP-ASI itu diperuntukkan korban bencana. Diberikan kepada
baduta korban banjir, bisa melalui kader atau langsung dari petugas. Saya
baru dikasih tahu bahwa itu jangan diperuntukkan yang lain dulu, hanya
untuk bencana (banjir) saja. Tujuannya untuk penanggulangan bencana dan
kemiskinan.” (Informan LH)
“MP-ASI biskuit yang khusus untuk korban banjir, baru 2012 ini. Disebut
juga MP-ASI Gadarben. Sasarannya baduta juga, sebagai bantuan pangan
dan untuk mencegah gizi kurang.“ (Informan YAP)
61
5.4 Gambaran Perencanaan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban
Bencana
Berdasarkan wawancara dengan koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan
dan Kasie Bimbingan dan Evaluasi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes
RI, MP-ASI biskuit yang diajukan untuk bencana kepada Kemenkes untuk Jakarta
Selatan sebanyak 1 ton. Pengajuan ini dilakukan untuk mengantisipasi kejadian
banjir 5 tahunan di wilayah DKI Jakarta, termasuk Jakarta Selatan pada tahun
2012. Jumlah tersebut disamaratakan untuk setiap Kota Administrasi di Provinsi
DKI Jakarta. Tidak ada perencanaan anggaran di tingkat Kota karena pengadaan
MP-ASI bencana ini dilakukan oleh Kemenkes. Berikut kutipan pernyataannya:
“Di Jakarta, kita diminta 1 ton untuk antisipasi terjadi bencana. Kira-kira di
Jakarta ini bulan-bulan banjir kan sudah tahu kapan, nah makanya mereka
minta ditujukan untuk korban banjir.” (Informan MS)
“MP-ASI tahun 2012 ini sebanyak 1 ton untuk antisipasi bencana banjir
tahun ini.” (Informan LH)
Kemudian koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan melakukan perencanaan
distribusi MP-ASI kepada semua Puskesmas Kecamatan di wilayah Kota
Administrasi Jakarta Selatan. Perencanaan ini dilakukan berdasarkan data
geografi, yaitu dengan melihat daerah rawan banjir di wilayah Jakarta Selatan.
Karena rata-rata semua wilayah di Jakarta Selatan memiliki daerah rawan banjir,
maka perencanaan pembagian MP-ASI dilakukan secara merata. Perencaanaan
anggaran tidak dilakukan karena MP-ASI ini merupakan dropping dari Kemenkes,
biaya pengiriman dari Kemenkes hingga kotamadya ditanggung oleh Kemenkes,
sedangkan untuk distribusi dari Sudinkes Jakarta Selatan ke kecamatan,
koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan merencanakan agar MP-ASI tersebut
62
diambil oleh pihak Puskesmas Kecamatan sesegera mungkin. Selain itu juga tidak
terdapat perencanaan untuk melakukan pengawasan dan penilaian, sedangkan
untuk pelaporan hasil kegiatan akan dilakukan jika ada permintaan laporan dari
Dinas Kesehatan Provinsi atau Kemenkes. Berikut kutipan pernyataannya:
“Rencana disribusinya merata aja, kita kan didrop 1 ton atau 143 dus, jadi
setiap Puskesmas dapat 14 dus – 18 dus. Harusnya kan ada alokasi,
proporsi, cuma karena kita belum ada penentuan lokasi banjir, jadi
disamakan saja. Di laptah (laporan tahunan) kan ada keterangan daerah
rawan banjir ya, dan setiap kecamatan itu pasti ada, rata-rata hampir sama
wilayah banjirnya, jadi disamaratakan saja alokasinya. Kita juga
rencananya minta mereka (pihak Puskesmas Kecamatan) yang ambil,
karena enggak ada anggaran transportasinya ya, atau biasa disebut juga
„handling cost‟. Untuk pengawasan dan evaluasi juga enggak ada
perencanaan karena enggak ditekankan untuk itu dan kita percaya aja sama
kadernya. Kalau untuk pelaporan baru kita lakukan kalau ada permintaan
dari Dinas (Dinkes Provinsi DKI Jakarta) atau Kemenkes.” (Informan LH)
Berdasarkan hasil telaah dokumen, diperoleh hasil bahwa Sudinkes Jakarta Selatan
memang menerima 1 ton atau sebanyak 143 dus MP-ASI biskuit, kemudian dari
143 dus tersebut Puskesmas Kecamatan diberi sebanyak 14 dus. Selain itu juga
ditemukan bahwa memang tidak ada perencanaan anggaran dalam program MP-
ASI biskuit untuk baduta korban bencana ini.
Begitu pula perencanaan yang dilakukan di tingkat Puskesmas Kecamatan
Kebayoran Baru dan Kelurahan Petogogan. Perencanaan ini tidak dilakukan secara
khusus dalam rapat koordinasi tetapi sesegera mungkin setelah mendapat
informasi bahwa ada pemberian MP-ASI dari Sudinkes Jakarta Selatan untuk
dibagikan kepada baduta korban banjir. Perencanan yang dilakukan di tingkat
kecamatan dilakukan oleh TPG. Perencanaan distribusi ini dilakukan berdasarkan
fakta pengalaman kejadian banjir sebelumnya dan data geografi, yaitu data daerah
63
rawan banjir yang terdapat di kelurahan Petogogan. Selain menggunakan fakta dan
data geografi, juga menggunakan asumsi bahwa wilayah yang luas memiliki balita
yang banyak. Untuk pendistribusian, TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru
berencana segera mendistribusikannya setelah mengambil MP-ASI dari Sudinkes
Jakarta Selatan. Perencanaan untuk pengawasan tidak dilakukan karena merasa
tidak perlu ada pengawasan jika pemberiannya hanya sedikit, selain itu
mempercayakan saja kepada kader. Perencanaan metode penilaian juga belum
dilakukan. Sedangkan perencanaan pelaporan hasil kegiatan akan dilakukan jika
ada permintaan laporan data hasil kegiatan dari Sudinkes Jakarta Selatan. Berikut
kutipan pernyataannya:
“Mungkin kalau perencanaan itu alokasi tempatnya yang mau dikasih di
mana dan berapa dikasihnya. Enggak ada penghitungan khusus, enggak ada
pengajuan juga. Langsung aja sesuai droppingan. Kita ngerencanain mulai
ngambil dari Sudin sampai pendistribusian ke puskesmas kelurahan. Kan
kemarin kita dapet dari Sudin 14 dus untuk banjir, itu saya harus cari lokasi
yang ada bencana banjir. Kita „mapping‟ dulu kan wilayah mana yang
banyak, jadi udah ada ancer-ancer wilayah mana yang mau dikasih. Nah,
dari 10 kelurahan di kecamatan ini, kita ada 3 daerah rawan banjir, ada
Rawa Barat, Petogogan, dan Cipete Utara. Wilayah yang daerah rawan
banjir terbanyak dapetnya ya lebih banyak, Petogogan kan banyak ya, ada 3
RW, jadi dapet 5 dus. Cipete Utara juga balitanya banyak kan, jadi dapet 5
dus juga. Kemudian 2 dus untuk Rawa Barat dan 2 dus lagi untuk stok di
kecamatan, karena untuk antisipasi banjir di wilayah lain. Biasanya
awalnya kita memang pendataan dulu, yang wilayah banjir mana aja, tapi
memang kebetulan yang wilayahnya luas ya banyak juga balitanya.
Kemudian ditambah berita banjir di Petogogan ini sampai masuk TV
(televisi) juga, karena cukup besar. Kalau perencanaan pengawasan enggak
ada ya, dan sepertinya juga tidak perlu pengawasan karena dapetnya hanya
sedikit sekali. Kalaupun ada nanti yang mengawasi adalah TPG kelurahan
dan dibantu kader, dipercayakan saja kepada mereka. Pelaporan juga nanti
saja kalau ada permintaan dari Sudin, tapi selama ini belum ada.”
(Informan SD)
Berdasarkan hasil telaah dokumen, hal yang disampaikan oleh telah sesuai dengan
dokumen yang ada, bahwa Puskesmas Kecamatan menerima 14 dus MP-ASI
64
biskuit yang direncanakan untuk didistribusikan pada Puskesmas Kelurahan
Petogogan dan Cipete Utara masing-masing sebanyak 5 dus, sedangkan
Puskesmas Kelurahan Rawa Barat mendapat 2 dus, dan 2 dus lagi menjadi stok
cadangan di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru.
Perencanaan pendistribusian kepada baduta yang berada di wilayah rawan
banjir juga dilakukan oleh TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan. Perencanaan
distribusi juga dilakukan berdasarkan fakta pengalaman sebelumnya dan data
geografi, yaitu wilayah yang memiliki daerah rawan banjir. Dari data tersebut
diketahui bahwa terdapat 3 RW yang menjadi daerah rawan banjir dan alokasinya
disamaratakan saja untuk setiap Posyandu di ketiga RW tersebut. TPG Puskesmas
Kelurahan Petogogan juga merencanakan untuk membuat stok MP-ASI di
Puskesmas sebagai antisipasi kejadian banjir di waktu atau tempat yang lain.
Untuk distribusi, direncanakan melalui kader Posyandu di wilayah banjir.
Perencanaan pengawasan tidak dilakukan karena MP-ASI yang diberikan hanya
sedikit sehingga tidak memerlukan pengawasan yang intensif. Perencanaan
penilaian juga tidak dilakukan karena tidak ada instruksi untuk melakukan
penilaian. Sedangkan untuk pelaporan hasil kegiatan akan dilakukan jika ada
permintaan dari Puskesmas Kecamatan. Berikut kutipan pernyataannya:
“Kita enggak ada perencanaan khusus, paling cuma pas didrop kita siapin
buat daerah yang rawan banjir. Dari data dan fakta yang ada kan di sini
ada 3 wilayah nih, RW 01, 02 dan 03. Itu juga instruksi dari Kecamatan
juga, kan Bu SD (TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru) udah tahu
kalau di sana wilayah rawan banjir dan MP-ASI nya diperuntukkan ke
mereka. Tapi kalau untuk jumlahnya saya bagi rata aja ke RW yang banjir
sesuai yang kita terima. Kita akan kasih ke kader di tiap Posyandu yang
terkena banjir untuk membagikan langsung ke ibu balita. Tahun 2012 ini
saya terima 5 dus MP-ASI biskuit. Saya bagi rata ke setiap Posyandu di RW
01, 02 dan 03 sebanyak 28 rol (bungkus). Sisa 2 dus untuk antisipasi kalau
65
ada banjir lagi. Pengawasan dan pelaporan enggak ada perencanaannya
sih, karena ini kan cuma sedikit ya, enggak seperti MP-ASI yang untuk
baduta gizi kurang yang 90 hari, mungkin baru dibagi juga mereka bisa
kangsung habis di tempat. Perencanaan evaluasi juga enggak ada, karena
enggak diminta. Kalau pelaporan nanti kita lakukan kalau ada permintaan
saja.” (Informan YAP)
Berdasarkan hasil telaah dokumen, hal yang disampaikan oleh TPG Puskesmas
Kecamatan Kebayoran Baru dan TPG Puskesmas Kelurahan telah sesuai dengan
dokumen yang ada, bahwa Puskesmas Kelurahan Petogogan mendapat 5 dus MP-
ASI biskuit. Setelah itu, TPG Puskesmas Kelurahan merencanakan pembagian ke
posyandu secara merata.
Perencanaan pendistribusian langsung kepada sasaran dilakukan oleh kader
di ketiga RW di Kelurahan Petogogan yang mendapat bantuan MP-ASI.
Perencanaan ini tidak dilakukan secara khusus, tetapi melalui kesepakatan antar
kader saja di masing-masing posyandu. Perencanaan tersebut sangat memudahkan
kader dalam menentukan sasaran dan metode pendistribusian MP-ASI tersebut.
Ada yang menggunakan data jumlah balita sebagai dasar pendistribusian dan
menyesuaikan dengan MP-ASI yang diterima sehingga setiap anak mendapat
jumlah yang sama dengan harapan pembagiannya dilakukan secara adil. Berikut
kutipan hasil wawancaranya:
“Kita lihat jumlah balitanya. Kebetulan di posyandu Dahlia ini ada 28.
Sesuai ya dengan jumlah MP-ASI yang kita dapat, jadi rencananya langsung
dibagi rata semua aja. Tiap anak dapet 1 bungkus.” (Informan ET)
“Balitanya ada 68, tapi kita dapat MP-ASI-nya cuma 4 pak. Kita siapinnya
tiap 2 bungkus untuk 3 anak. Jadi tiap anak dapetnya 8 biji. Yang penting
rata, adil pembagiannya.” (Informan A)
66
Selain itu, karena MP-ASI yang diperoleh tidak sesuai dengan jumlah balitanya,
ada juga kader yang berencana menambahkan makanan lain dengan menggunakan
dana swadaya masyarakat. Berikut kutipan hasil wawancaranya:
“Karena kita (para kader) dapetnya sedikit tapi balitanya banyak, jadi ya
gimana caranya semua harus dapet, makanya setiap anak enggak mungkin
dapet 1 bungkus. Tapi biar dapat banyakan, kita tambahin biskuit lain pakai
uang kaleng (swadaya masyarakat) aja.” (Informan NR)
Akan tetapi ada juga yang berencana hanya membagi kepada baduta dan balita
BGM berdasarkan data di Posyandu, berikut kutipan hasil wawancaranya:
“Kita (para kader) enggak ngerencanain gimana-gimana, pas abis dikasih
ya kita lihat aja yang kurus sama yang BGM-BGM. Karena kita utamain
ke mereka, ya udah kita kasih ke mereka.” (Informan SU)
“Perencanaan, enggak ada sih, tapi abis dapet MP-ASI, terus pas
ditimbang dia BGM, ya kita kasih. Karena kan kadang bisa berubah ya.”
(Informan MT)
Berdasarkan telaah dokumen, diketahui bahwa perencanaan pendistribusian yang
dilakukan kader tersebut telah sesuai dengan pernyataan kader, bahwa
pembagiannya berbeda-beda karena jumlah balita dan baduta di setiap posyandu
berbeda-beda. Perbedaan dalam perencanaan pendistribusian tersebut dikarenakan
kader diberi kebebebasan dalam membagikan MP-ASI biskuit tersebut, selain itu
pemberitahunnya adalah agar diberikan kepada balita, bukan hanya baduta.
Berikut hasil wawancaranya:
“Tolong dikasih aja sesuai nama-nama (balita) yang pernah ibu (kader)
kasih waktu itu.” (Informan YAP)
“Model bagiiinya beda-beda ya, terserah kita (kader) yang penting habis
dibagikan.” (Informan MT)
67
Dalam melakukan perencanaan tersebut terdapat hambatan. Hambatan yang
ditemui di tingkat Kota adalah dalam menentukan jumlah konsumsi per hari, lama
pemberian dan tempat penyimpanan MP-ASI. Hal ini disebabkan tidak adanya
ketentuan konsumsi dan anggaran daerah untuk biaya penyimpanan serta
distribusi. Berikut kutipan hasil wawancaranya:
“Hambatannya itu menentukan berapa lama dikasihnya, berapa banyak per
hari dan tempat penyimpanan. Karena tidak ada ketentuan konsumsi di
panduannya ya. Yang saya ketahui dari Dinas (Dinkes Provinsi DKI
Jakarta) hanya kalau lebih dari 14 hari harus sudah didirikan dapur umum.
Jadi pemberiannya perkiraan saja. Kemudian tempat penyimpanan,
harusnya ada tempatnya lah untuk nyimpen, karena yang didrop kan
lumayan banyak ya, tapi di Puskesmas kecamatan dan kelurahan kan tidak
ada tempat penyimpanan khusus. Sedangkan kalau disimpan di gudang
sudin yang di Jl. Pejaten itu tidak bisa karena tidak ada handling cost (biaya
transportasi, ongkos angkut).” (Informan LH)
Pernyataan tersebut dibuktikan dengan tidak adanya dokumen perencanaan
anggaran dari Sudinkes Jakarta Selatan serta tidak adanya ketentuan konsumsi
MP-ASI biskuit dalam pedoman MP-ASI buffer stock yang telah dibuat oleh
Kemenkes.
Sedangkan hambatan yang dirasakan di tingkat kecamatan adalah belum
adanya pemberitahuan pengalihan MP-ASI jika tidak terjadi banjir di wilayah-
wilayah yang sudah diberikan MP-ASI. Selain itu, dikhawatirkan pula tanggal
kadaluarsanya sudah mau habis, sehingga MP-ASI tersebut tidak terpakai. Berikut
kutipan pernyataannya:
“Hambatannya itu kalau sudah dikasih tapi enggak ada banjir, terus barang
mau diapakan? Gitu aja, karena kadaluarsanya ternyata juga kan enggak
lama. Dan belum ada instruksi jelas juga terkait itu.”(Informan SD)
68
Hambatan ini diperkuat oleh pernyataan Koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan
bahwa MP-ASI biskuit tersebut hanya untuk bencana banjir, belum diperbolehkan
untuk yang lain. Berikut kutipan pernyataannya:
“Saya dikasih tahu bahwa itu jangan diperuntukkan yang lain dulu, hanya
untuk bencana (banjir) saja.” (Informan LH)
Sedangkan menurut staf Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes, jika MP-ASI
yang ditujukan untuk bencana namun tidak terjadi bencana hingga MP-ASI
tersebut hampir kadaluarsa, MP-ASI dapat diberikan kepada baduta yang
membutuhkan sebagai program penganggulangan gizi buruk. Kebijakan tersebut
dapat dibuat oleh kotamadya setempat. Berdasarkan hasil wawancara dengan
Koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan, pada akhirnya, para pelaksana program
di tingkat kecamatan dan kelurahan ada juga yang melakukan pengalihan MP-ASI
bencana ini kepada baduta 2T atau BGM. Sehingga MP-ASI masih dapat
dimanfaatkan dan tidak mubazir.
5.5 Gambaran Pengorganisasian Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta
Korban Bencana
Berdasarkan wawancara mendalam dengan koordinator Gizi Sudinkes
Jakarta Selatan, setelah perencanaan dilakukanlah pengorganisasian.
Pengorganisasian yang dilakukan adalah pemberian tugas kepada para pelaksana
program, yaitu TPG Puskesmas Kecamatan, TPG Puskesmas Kelurahan hingga
kader. Di tingkat Kota, penugasan dilakukan oleh Koordinator Gizi kepada TPG
Puskesmas Kecamatan, tugas tersebut diberikan kepada TPG sebab mereka adalah
69
tenaga yang bertanggung jawab melaksanakan program gizi di wilayah mereka.
Hal ini disesuaikan dengan tupoksi para pelaksana gizi di Puskesmas masing-
masing. Setiap Puskesmas Kecamatan memiliki TPG yang bertugas untuk
mengelola dan melaksanakan program gizi. Tupoksi tersebut juga telah
disesuaikan dengan bidang pendidikan mereka, yaitu gizi.
Dalam program MP-ASI bencana ini, tugas yang diberikan kepada para
TPG tidak dibuat secara tertulis tetapi secara lisan. Di tingkat Kota, penugasan
dilakukan dalam rapat koordinasi yang diadakan oleh Koordinator gizi Sudinkes
Jakarta Selatan. Tugas tersebut adalah mengambil MP-ASI di Sudinkes Jaksel dan
mendistribusikan MP-ASI tersebut. Selanjutnya, TPG diberikan wewenang untuk
mengatur pendistribusiannya, yaitu dapat dilakukan melalui para TPG kelurahan
atau langsung kepada sasaran. Berikut kutipan pernyataannya:
“Di puskesmas yang bertanggung jawab adalah TPG, sesuai dengan
tupoksinya sebagai pengelola dan pelaksana program gizi, juga sesuai
dengan bidangnya kan, yaitu lulusan gizi. Pembagian tugasnya adalah
ketika saya terima barang, nanti saya tinggal ngomong ke TPG-TPG untuk
ngambil, terus didistribusikan. Nanti terserah mereka mau melalui
Puskesmas Kelurahan atau langsung ke lokasi, tapi teman-teman (TPG
Puskesmas Kecamatan) kebanyakan membagikan ke Kelurahan.”
(Informan LH)
Pengorganisasian ini memang tidak dilakukan secara tertulis, namun berdasarkan
hasil telaah dokumen dari profil Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, juga
diperoleh hasil bahwa pengorganisasian dilakukan kepada TPG Puskesmas
Kecamatan yang memiliki tupoksi sebagai penanggung jawab program gizi yang
juga merupakan lulusan bidang gizi.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan TPG Puskesmas
Kecamatan Kebayoran Baru, pengorganisasian yang dilakukan dari tingkat Kota
70
ke kecamatan sudah sesuai dengan pernyataan Koordintor gizi Sudinkes Jakarta
Selatan. Setelah tugas dari koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan diterima TPG
Puskesmas Kecamatan kebayoran Baru, tugas tersebut selanjutnya diberikan
kepada TPG Puskesmas kelurahan, salah satunya Puskesmas Kelurahan
Petogogan. Penugasan dan pemberian wewenang yang sama juga dilakukan secara
lisan melalui telepon. Berikut kutipan pernyataannya:
“Habis itu saya juga menugaskan TPG Kelurahan yang dapet MP-ASI ini.
Kan sesuai sama jabatannya, penanggung jawab program gizi. Jadi yang
bertanggung jawab dalam pemberian MP-ASI ini TPG kelurahan
langsung, begitu banjir di situ langsung dibagikan ke keluarga tersebut.
Bisa lewat kader atau langsung ya, tapi pasti dibantu kader. Saya juga
minta nanti dibuat pencatatan jumlah MP-ASI yang diberikan.” (Informan
SD)
Menurut TPG Puskesmas Kelurahan, pengorganisasian yang dilakukan oleh
TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru telah sesuai dengan pernyataaanya.
Sedangkan pembagian tugas yang dilakukan oleh TPG Puskesmas Kelurahan
Petogogan kepada para kader dilakukan secara lisan dengan mengumpulkan
mereka di puskesmas sekaligus langsung membagikan MP-ASI tersebut. TPG juga
memberikan wewenang kepada kader untuk mengatur pembagian MP-ASI
tersebut kepada balita di wilayahnya. Berikut kutipan pernyataannya:
“Kan ada 6 posyandu, saya minta mereka (kader) datang ke puskesmas.
Saya bilang ke kader, ini ada MP-ASI biskuit untuk yang kena banjir.
Tolong dikasih aja sesuai nama-nama (balita) yang pernah ibu kasih
waktu itu.” (Informan YAP)
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasie Bimbingan dan Evaluasi
Subdit Bina Konsumsi makanan Kemenkes RI, diketahui bahwa pengorganisasian
di tingkat Kemenkes tertera dalam panduan pengelolaan MP-ASI buffer stock
tahun 2010 dan 2011. Pengelolaan MP-ASI buffer stock saat ini dilakukan oleh
71
pusat. Provinsi, kotamadya dan sebagainya bertugas melakukan pengajuan MP-
ASI sesuai kebutuhan mereka, mendistribusikan, melakukan pemantauan serta
pencatatan dan pelaporan. Sosialisasi, termasuk pembagian buku panduan telah
dilakukan oleh Kemenkes kepada Dinas Kesehatan Provinsi pada tahun 2010.
Akan tetapi, penugasan dari Kemenkes terkait pemantauan dan pelaporan hasil
kegiatan luput dilakukan. Sehingga penugasan untuk melakukan pengawasan dan
pelaporan hasil kegiatan juga tidak dilakukan hingga tingkat kelurahan.
Selain karena belum adanya penekanan untuk melakukan pemantauan dan
pelaporan hasil kegiatan pemberian MP-ASI ini, hambatan lain yang ditemui
dalam melakukan pembagian tugas kepada para tenaga pelaksana ialah kordinator
gizi Sudinkes Jakarta Selatan belum menerima petunjuk pelaksanaan dan teknis
(juklak juknis) Kemenkes terkait program ini, sehingga beliau merasa belum
begitu jelas ketentuan pengorganisasiannya. Hal ini dikarenakan beliau baru
menjabat sebagai koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan awal tahun 2012,
sedangkan sosialisasi program MP-ASI buffer stock oleh Kemenkes sudah
dilakukan pada tahun 2010, sehingga yang mendapat sosialisasi program tersebut
dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta adalah koordinator gizi yang
sebelumnya. Oleh sebab itu, tugas yang ia berikan kepada TPG Kecamatan tidak
mengacu pada juklak juknis tetapi disesuaikan dengan tujuan program yaitu
memberikan MP-ASI kepada baduta yang menjadi korban bencana banjir di
Jakarta Selatan. Sedangkan pembagian tugas di tingkat kecamatan dan kelurahan
mengikuti tugas dari tingkat Kota. Kemudian berdasarkan telaah dokumen,
pedoman MP-ASI buffer stock tersebut tidak ditemukan di tingkat Kota hingga
72
kelurahan, sehingga ketentuan-ketentuan terkait program ini tidak dapat diketahui
secara lengkap.
5.6 Gambaran Penggerakan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban
Bencana
Berdasarkan wawancara dengan Kasie Bimbingan dan Evaluasi Subdit Bina
Konsumsi makanan Kemenkes RI, setelah permintaan MP-ASI diterima oleh pusat
kemudian disesuaikan dengan stok MP-ASI yang ada. Melihat stok MP-ASI masih
cukup, maka dikeluarkanlah MP-ASI sebanyak 1 ton untuk Jakarta Selatan sesuai
permintaan yang diajukan. MP-ASI tersebut langsung disitribusikan ke tingkat
kota karena prinsip pendistribusian dapat dilakukan hingga tingkat kota dan untuk
wilayah DKI Jakarta pendistribusian memang bisa dilakukan hingga tingkat kota
agar lebih efisien. Berikut kutipan pernyataannya:
“Kita terima permintaan MP-ASI untuk Jakarta Selatan, setelah ada
persetujuan kemudian kita drop. Sebenarnya prinsipnya kita bisa ngirim
sampai lokasi paling jauh itu sampai tingkat kota, selama kita ada anggaran
distribusinya. Untuk wilayah DKI Jakarta bisa langsung ke kotamadya,
enggak masalah, karena pertimbangan biaya dan agar lebih efisien juga ya.
Tapi kalau distribusi ke sasaran itu wewenang pemerintah daerah, silakan
bikin kebijakan sendiri.” (Informan MS)
Pendistribusian tersebut sesuai dengan hasil wawancara mendalam dengan
Koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan bahwa distribusi memang dilakukan
oleh Kemenkes. Kemenkes, melalui rekanannya dan dengan berkoordinasi dengan
Dinas Provinsi DKI Jakarta, langsung mendistribusikan MP-ASI ke kantor
Sudinkes Jakarta Selatan. Hal ini karena tidak ada anggaran untuk penyimpanan di
73
gudang serta agar memudahkan pendistribusian kepada Puskesmas Kecamatan.
Berikut kutipan pernyataannya:
“Jadi dari kementerian lewat rekanannya, terus dikoordinasikan ke dinas
provinsi untuk langsung didrop ke sudin, nah nanti dinas provinsi hubungi
kita, terus langsung dianter ke kita. Kalau yang 1 ton sekarang ini karena
enggak ada anggaran penyimpanan dan distribusi, jadi langsung didrop ke
kantor aja. Kalau di gudang kan nanti kalau Puskesmas mau ambil susah
kan, karena gudangnya enggak jadi satu dengan Sudin.” (Informan LH)
Pelaksanaan pendistribusian di tingkat Kota telah sesuai perencanaan singkat
yang disusun, yaitu membagikan secara merata dan sesegera mungkin setelah
menerima barang. Berdasarkan telaah dokumen melalui tanda terima dan surat
pengiriman MP-ASI, dari 1 ton atau sebanyak 143 dus MP-ASI biskuit yang
diterima, dibagikan secara merata kepada semua Puskesmas Kecamatan, yaitu
sebanyak 14-18 dus MP-ASI. Pendistribusian tidak dilakukan oleh Sudinkes
Jakarta Selatan, tetapi pihak Puskesmas Kecamatan yang mengambil MP-ASI
tersebut.
Begitu pula dengan pelaksanaan pendistribusian MP-ASI di tingkat
kecamatan, bahwa telah sesuai dengan perencanaan teknis yang dilakukan dan
telah sesuai dengan dokumen tanda terima distribusi MP-ASI biskuit.
Pendistribusiannya dilakukan langsung kepada puskesmas-puskesmas kelurahan
yang memiliki daerah rawan banjir. Di Puskesmas Kelurahan, TPG yang
bertanggung jawab dalam pemberian kepada keluarga balita. Berikut kutipan
pernyataannya:
“Kita ambil barang (MP-ASI) sebanyak 14 dus ke Sudin pakai ambulans,
terus langsung dibagikan ke 3 Puskesmas Kelurahan yang rawan banjir,
karena kita juga enggak ada tempat buat nyimpen. Instruksinya hanya via
telepon ke TPG. Sasarannya ya baduta di wilayah banjir itu. Diberikannya
hanya saat banjir dan harusnya pas banjir ya. Nanti Bu YAP (TPG
74
Puskesmas Kelurahan Petogogan) yang kasih ke keluarga balita, bisa juga
dibantu kader ya. Satu anak dapet 1 pak yang isinya 7 bungkus. Itu untuk 1
minggu, jadi 1 bungkus untuk makan 1 hari. Kalau pun nimbul banjir lagi,
ya dikasih lagi kalau stok masih ada, dan kalau kurang di sini masih ada
kok, tapi biasanya sebelum diminta, saya udah tau, nanti kita kasih dari stok
kita, atau misal dari Cipete Utara kan belum dipakai, ini bisa kita alihkan ke
sana.” (Informan SD)
Pendistribusian di tingkat kelurahan juga telah sesuai dengan perencanaan
yang dibuat, yaitu membagi rata MP-ASI yang diterima kepada seluruh kader di
wilayah rawan banjir. MP-ASI yang diberikan pun sesuai dengan pernyataan TPG
Puskesmas Kelurahan Petogogan dan kader, serta sesuai dengan dokumen tanda
terima distribusi MP-ASI. MP-ASI yang diberikan kepada setiap kader sebanyak 4
pak atau sebanyak 28 bungkus. Sedangkan sisa 2 buah dus MP-ASI yang
direncanakan untuk antisipasi banjir lagi, kemudian diberikan kepada Posyandu
lain karena banjir tidak terjadi lagi dan dengan pertimbangan tanggal kadaluarsa
yang tidak lama lagi dan agar MP-ASI tersebut tidak mubazir. Setelah dibagikan
kepada para kader, mereka yang menentukan pembagiannya kepada para ibu
balita. Berikut kutipan pernyataannya:
“Dari 5 dus yang saya dapet, 3 dus dikasih ke 3 RW yang kena banjir. Aku
bagiinnya itu samain aja sih, kan ada 6 posyandu, jadi setiap posyandu aku
kasih 28 roll (4 pak). Nah terus kan sisa 2 dus, aku bagiin ke tempat lain
yang enggak kena banjir tapi disana ada juga balita BGM-nya, habis saya
rasa perlu juga, dan dari pada expired numpuk disini. Setelah diberikan,
nanti terserah kader ngebagiin ke balitanya.”(Informan YAP)
Hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan pemberian MP-ASI ini adalah
belum adanya ketentuan konsumsi, sehingga pelaksanaannya di lapangan bisa
dilakukan ketika banjir atau bahkan lain waktu. Sasaran yang diberikan pun bisa
terjadi bukan hanya yang usia 6-24 bulan, melainkan semua balita. Begitu pula
porsi pemberian MP-ASI, ada yang membagikan rata kepada seluruh balita sesuai
75
MP-ASI yang diterima dan ada juga yang membagikannya kepada baduta BGM
sebanyak 7 bungkus untuk konsumsi 7 hari. Hal ini dikarenakan bencana tidak
bisa diprediksi. Selain itu, anak usia di bawah 6 bulan juga diberikan MP-ASI
biskuit ini. Hal ini terjadi karena petugas tidak ingin para ibu balita saling iri.
Pertimbangan lainnya adalah karena mereka termasuk kelompok rentan yang perlu
diberikan bantuan pangan juga.
Berdasarkan wawancara dengan para kader, diketahui bahwa pelaksanaan
pemberian MP-ASI dilakukan di Posyandu setelah banjir surut, sebab banjir yang
terjadi cukup besar sehingga ketika banjir mereka tidak bisa dan tidak berani
keluar rumah. Model pembagian MP-ASI di setiap posyandu berbeda-beda, ada
yang membagi rata kepada semua balita yang menimbang di posyandu dengan
pertimbangan agar semuanya mendapat tambahan makanan yang sama, selain itu
juga para ibu balita tidak saling iri dan karena di wilayah mereka tidak ada balita
BGM. Pembagian secara merata ini dilakukan di Posyandu Kenanga, Dahlia,
Kuntum Mekar dan Melati. Berikut kutipan pernyataannya:
“Kita dikasih Bu YAP (TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan) di
Puskesmas, sama semua dapetnya, dapet 4 pak. Model bagiiinya beda-beda
ya, terserah kita. Di sini (Posyandu Kenanga) semua balita usia 0-5 tahun
yang nimbang dapet biskuit itu. Balitanya kan ada 83 balita, saya bagi rata
semua. MP-ASI itu saya bukain, terus saya bungkusin kecil, isinya 3 atau 4
keping. Nanti 3 atau 4 keping itu dimasukin ke plastik, trus kita tambah susu
biar banyakan dapetnya. Pokoknya kita kasih aja semuanya. Biar enggak
pada ngiri. Saya bilangin ke ibunya supaya dimakan anaknya.” (Informan
NR)
“Saya bagiinya di Posyandu setelah banjir surut, soalnya pas banjir enggak
bisa keluar rumah. Banjirnya cukup besar ya sampe hampir sedada. MP-
ASI-nya dikasih ke anak usia yang sesuai tulisan di bungkusnya itu. Di sini
ada 28 balita, sesuai dengan yang kita terima, ada 28 bungkus. Jadi semua
dapat.” (Informan ET)
76
“Ngasihnya pas udah selesai banjir, gimana mau bagiin ya, takut hanyut
kita. Kita kasih di posyandu aja pas besokannya. Bagiinnya rata, kan
dapetnya 4 pak yang gede, 28 bungkus kan enggak cukup, jadi, 2 bungkus
dibagi buat 3 orang. Tapi 68 balita di sini dapet semua. Pokoknya dibagi
rata lah. Nah pas ngasih mereka mah enggak pakai kita bilangin lagi ya,
soalnya udah pernah dapet, terutama buat yang BGM.” (Informan A)
“Dari 4 pak yang kita dapet, kita bukain, kita masukin ke plastik kiloan, 1
plastik 5 biji biskuit isinya. Nanti kita tambahin susu sama pisang. Karena di
sini kan banyak balitanya ada 115 balita. Tapi kita enggak ada yang BGM,
jadi kita bagiin semua rata, semua dikasih. Semua umur 0- 5 tahun dapet.
Aku lupa Bu YAP (TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan) bilangnya apa,
pokoknya dibagiin habis itu aja. Pas ngasih saya bilang: Abisin ya bu. Tapi
rata-rata pada langsung dimakan sih, apalagi dapetnya dikit, bisa langsung
habis.” (Informan TH)
Berdasarkan wawancara mendalam dengan para ibu baduta di masing-masing
Posyandu, pelaksanaan pemberian MP-ASI tersebut telah sesuai dengan yang
disampaikan oleh para kader. Jumlah yang mereka terima pun sesuai dengan
pernyataan tersebut.
Sedangkan di Posyandu Anggrek dan Seruni, MP-ASI tersebut diberikan
kepada anak usia 12-24 bulan dan baduta BGM. Dengan pertimbangan bahwa
mereka lebih membutuhkan dibanding baduta yang bergizi baik. Di Posyandu
Anggrek, jika baduta BGM tidak hadir ketika penimbangan di posyandu, maka
MP-ASI diantar langsung kerumah baduta tersebut. Sedangkan di Posyandu Seruni
dibagikan di Posyandu. Berikut kutipan pernyataannya:
“Dapat dari Bu YAP (TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan) 4 pak gede.
Saya bagiiinya di posyandu. Kalau dia enggak datang ke posyandu saya
kasih kerumahnya. Saya kasih ke anak usia sesuai tulisan di bungkusnya aja.
Karena dapetnya sedikit, cuma berapa pak, jadi kita pilihin, pokoknya
diutamakan yang BGM dan kurus. Saya kasih ke Bu R (Ibu dari balita
kurus) 2 pak, 2 nya lagi dibagiinya ke Bu RN dan Bu W (Ibu dari balita
BGM). Tapi pas kita kasih, kita bilangin harus dihabisin dan dimakan
anaknya.” (Informan SU)
77
“Kita utamain umur 2 tahun itu, kalau sisa, kita kasih yang BGM, jadi dia
dapet banyakan. Kalau ngasih, semua pengennya kita kasih, tapi ini kan
untuk 12-24 bulan, jadi kita kasih ke mereka aja, yang di atas enggak
dikasih, mereka dapetnya biskuit yang kita beli sendiri pakai duit kaleng
(swadaya). Kalau kata Bu YAP (TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan) kan
harus habis 1 bungkus 1 hari, cuma kita enggak mendetil bilang ke ortunya
itu.” (Informan MT)
Dengan model pembagian seperti itu, para kader mengaku tidak mengalami
hambatan. Bagi mereka yang terpenting mereka dapat menjalankan tugas dengan
membagi habis semua MP-ASI kepada balita di wilayah mereka. Ibu Balita yang
mendapat MP-ASI juga merasa senang bisa mendapat bantuan tambahan makanan
untuk balitanya yang sudah terjamin kandungan gizinya. Berikut kutipan
pernyataannya:
“Aku dapat dari Bu SU (kader Posyandu Anggrek Dapatnya 2 bungkus
gede. Dia bilang ke saya harus dihabisin, jangan emaknya yang makan.
Anak saya mau sih makannya. Dicampur air, kan enak tuh jadi empuk,
lagian itu kan rasa susu juga ya. Ini mah pasti bagus gizinya, lumayan mbak
buat tambahan makanan, buat ngemil si adik (balitanya) juga. Soalnya saya
mah tetep ngasih nasi juga.” (Informan R)
Perbedaan pendistribusian tersebut disebabkan kader diberi kebebasan oleh
TPG kelurahan untuk membagikan kepada balita di wilayahnya sesuai MP-ASI
yang diberikan. Selain itu juga disebabkan oleh belum adanya ketentuan konsumsi
MP-ASI biskuit bagi korban bencana. Berdasarkan wawancara dengan Kasie
Bimbingan dan Evaluasi Subdit Bina Konsumsi makanan Kemenkes RI, diketahui
bahwa buku panduan pengelolaan program MP-ASI buffer stock telah dibuat dan
dikeluarkan pada tahun 2010. Pedoman tersebut juga sudah disebarkan kepada
Dinas Kesehatan Provinsi ketika rapat koordinasi pada tahun 2010. Hingga saat
ini, belum dilakukan sosialisasi kembali terhadap buku pedoman yang terbaru,
yaitu tahun 2011. Hal ini disebabkan hampir semua dari isi buku panduan tersebut
78
sama, hanya ditambahkan bagan alur distibusi MP-ASI. Akan tetapi, berdaasrkan
telaah dokumen, pedoman MP-ASI tersebut belum merinci hingga ketentuan
konsumsi MP-ASI yang meliputi porsi konsumsi per hari dan lama waktu
pemberian. Berikut kutipan hasil wawancaranya:
“Sosialisasi secara lisan sudah ya. Panduan MP-ASI buffer stock kita juga
punya dan sudah kita sebarkan ke dinas provinsi ketika rapat koordinasi
tahun 2010. Buku pedoman ini juga sudah ada yang baru, yaitu tahun 2011,
tapi belum ada sosialisasi lagi karena tidak ada perubahan. Untuk ketentuan
konsumsi tidak ada di sini (buku pan duan pengelolaan MP-ASI buffer
stock)ya, sebenarnya kan itu ada di pedoman MP-ASI yg reguler (MP-ASI
untuk baduta gakin) dan kita masih menggunakan pedoman MP-ASI yang
lama untuk itu. Kita belum ada rencana untuk melakukan sosialisasi lagi,
karena sudah dilakukan pada waktu itu. Kita juga belum ada rencana untuk
melakukan publikasi pedoman MP-ASI buffer stock ini ke perpustakaan,
sedangkan ini mendesak saja buatnya waktu itu, yang penting untuk buffer
stock ini kita ada dasarnya, petunjuk teknisnya ini lho, jadi ada aturannya,
enggak sembarangan saja.” (Informan MS)
Berdasarkan hasil observasi, produk biskuit MP-ASI yang diberikan oleh
Kemenkes telah sesuai dengan produk MP-ASI yang direncanakan. Produk
tersebut adalah produk MP-ASI biskuit dengan model pelabelan kemasan yang
telah sesuai dengan ketentuan pelabelan menurut Kemenkes. Pendistribusian
produk dikemas dalam dus, dimana 1 dus berisi 4 pak, dan setiap pak berisi 7
bungkus MP-ASI biskuit.
MP-ASI biskuit tersebut dikemas dengan metalized plastic berwarna silver
yang bertuliskan MP-ASI. Pada kemasan metalized plastic tersebut bertuliskan:
a. Nama Produk: “MP-ASI biskuit” disertai lambang Kemenkes dan logo
halal Majelis Ulama Indonesia (MUI)
b. Keterangan berat bersih sebesar 120 gram
c. Nama dan alamat produsen
79
d. Daftar bahan (Komposisi):
Tepung terigu, gula, minyak nabati, susu bubuk, bahan pengembang
(Natrium bikarbonat, Amonium bikarbonat), pengemulsi (lesitin
kedelai), garam, perisa susu, premix vitamin dan mineral.
e. Kandungan gizi per 100 gram = energi total 180 kkal
f. Informasi gizi:
- Ukuran takaran saji = 4 keping
- Jumlah sajian perkemasan = 3
- persentase AKG per takaran saji
g. Petunjuk penyimpanan sebelum dan sesudah kemasan dibuka
Setelah digunakan, tutup rapat dan masukkan ke dalam wadah kering,
bersih dan tertutup. Simpan di tempat sejuk dan kering. Jangan
dimakan bila biskuit telah berubah warna, bau dan rasanya secara
mencolok.
h. Tanggal kadaluwarsa: “Baik digunakan sebelum tanggal … bulan …
tahun …”
i. Kode produksi
j. Nomor pendaftaran pangan (registrasi) BPOM …
k. Pesan “Hanya untuk anak 12 – 24 bulan”
l. Tulisan “GRATIS”
Kemasan tersebut telah sesuai dengan ketentuan kemasan dan pelabelan
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
224/Menkes/SK/II/2007 tentang Spesifikasi Teknis Makanan Pendamping Air
80
Susu Ibu (MP-ASI) Biskuit untuk Anak 12 – 24 Bulan. Kemasan MP-ASI biskuit
tersebut tergambar pada gambar 5.1.
Gambar 5.1
Kemasan MP-ASI Biskuit
Koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan mendapat informasi seputar
program MP-ASI ini secara lisan ketika rapat koordinasi di Dinas Kesehatan
Provinsi DKI Jakarta. MP-ASI ini diberikan kepada baduta di daerah bencana.
Ketentuan konsumsi MP-ASI ini adalah 1 bungkus untuk 1 hari dan dapat
diberikan sampai paling lama 14 hari jika cukup, karena setelah itu harus dibuat
dapur umum. Instruksi yang diberikan koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan
kepada para TPG juga secara lisan ketika rapat program gizi di Sudin. Informasi
yang diberikan pun sama, yaitu sasarannya adalah baduta dan diberikan selama
banjir dengan ketentuan konsumsi 1 bungkus per hari.
Akan tetapi, berdasarkan informasi yang diperoleh dari para informan,
sosialisasi dari pelabelan kemasan tersebut tidak dilakukan, sedangkan informasi
tersebut dapat dijadikan petunjuk dalam melaksanakan pemberian porsi makan.
Oleh sebab itu, hanya ada beberapa kader yang memperhatikan tulisan tersebut
sebagai petunjuk pemberian kepada sasaran. Berikut kutipan hasil wawancaranya:
“Saya bagiinya ke anak 12-24 bulan doang, kan ada tulisannya di
bungkusnya.” (Informan SU)
81
“Pas saya lihat ada tulisan hanya untuk anak 12-24 bulan di bungkusnya, ya
saya kasihnya ke mereka aja.” (Informan MT)
Penggerakan yang dilakukan oleh TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran
Baru kepada TPG Puskemas Kelurahan Petogogan telah sesuai dengan pernyataan
TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru saat wawancara mendalam, yaitu
bahwa penggerakan hanya dilakukan secara lisan melalui telepon. Penggerakan
secara lisan juga dilakukan TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan kepada Kader
Posyandu. Beliau selalu mengingatkan kader agar selalu membuat catatan dalam
setiap kegiatan posyandu. Menurut para kader posyandu, penggerakan yang
dilakukan oleh TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan kepada para kader telah
sesuai dengan pernyataannya, bahwa penggerakan hanya dilakukan secara lisan
dengan meminta para kader datang ke Puskesmas.
Berdasarkan wawancara dengan TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan,
dalam menggerakan kader juga terdapat sedikit kendala, karena setiap kader
memiliki kepribadian dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Akan tetapi,
sejauh ini TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan masih bisa mengatasi dan
menjaga hubungan baik dengan para kader tersebut agar mereka tetap dapat
membantu pelaksanaan program Puskesmas dengan baik juga. Berikut kutipan
pernyataannya:
“Sebenarnya enggak ada masalah yang terlalu gimana sih sampai sekarang,
karena hubungan ke kader juga masih bagus. Tapi yang namanya kader kan
beda-beda orang, ada yang mudah dibilangin ada yang enggak. Jadi
sebisanya kita aja menjaga hubungan baik dengan mereka. Misalnya untuk
MP-ASI ini, makanya saya bagi rata aja, biar enggak ada iri-irian, karena
dulu pernah ada yang enggak saya kasih, terus minta, akhirnya untuk
sekarang ini saya bagi rata aja, yang penting berdasarkan nama balitanya
dan ada datanya.” (Informan YAP)
82
5.7 Gambaran Pengawasan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban
Bencana
Berdasarkan wawancara mendalam dengan TPG Puskesmas Kelurahan
Petogogan, pengawasan belum dilaksanakan. Pengawasan tidak dilakukan karena
selain MP-ASI yang terlalu sedikit juga karena berlandaskan rasa kepercayaan
kepada para kader. Berikut kutipan pernyataannya:
“Enggak ada pengawasan karena sangat sedikit sekali, begitu dikasih bias
langsung habis di tempat ya. Dan saya azas kepercayaan aja sih ya ke
mereka (kader).” (Informan YAP)
Begitu pula di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, pengawasan belum
dilaksanakan karena TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru memberikan
kepercayaan yang tinggi terhadap TPG Puskesmas Kelurahan dan kader dalam
melaksanakan program ini.
Demikian juga pengawasan kepada ibu baduta dan badutanya baik dari TPG
Puskesmas Kelurahan Petogogan maupun kader, pengawasan tidak dilakukan
karena tidak ada instruksi untuk melakukan pengawasan dan selain itu setiap
baduta mendapat MP-ASI biskuit yang sedikit sehingga setelah mendapat biskuit
tersebut bahkan dapat segera habis dimakan saat itu juga. Berikut kutipan hasil
wawancaranya:
“Pengawasan dari saya (TPG) dan kader ke ibu balita untuk banjir ini
enggak ada ya, karena instruksinya juga enggak jelas. Pokoknya setelah
dibagikan, mereka terima, ya sudah. Enggak ada pemantuan seperti MP-ASI
yang untuk 90 hari itu ya.” (Informan YAP)
“Enggak ada. Karena kita cuma disuruh bagiin.” (Informan ET)
“Kita cuma kasih aja, enggak ngawasin ke rumah. Orang Cuma dikit
dapatnya.” (Informan TH)
83
“Enggak ada. Cuma sedikit mba dapatnya. Malah bisa langsung dimakan di
Posyandu sama mereka.” (Informan NR)
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu baduta yang mendapat MP-ASI, mereka
juga mengaku bahwa tidak ada pengawasan dari kader dan TPG Puskesmas.
Berikut kutipan hasil wawancaranya:
“Enggak ada pengawasan.” (Informan RY)
“Pengawasannya enggak ada. Habis dikasih ya udah.” (Informan R)
Berdasarkan wawancara dengan Kasie Bimbingan dan Evaluasi Subdit Bina
Konsumsi makanan Kemenkes RI, diketahui bahwa pengawasan seharusnya
dilakukan oleh petugas kesehatan di tingkat kabupaten hingga bawah. Pengawasan
tersebut perlu dilakukan agar pelaksanaan konsumsi MP-ASI sesuai prosedur
sehingga dapat memberikan manfaat kepada sasaran. Berikut kutipan
pernyataannya:
“Seharusnya petugas kesehatan di tingkat kabupaten ke bawah yang awasin
untuk melihat ke sasaran.”
Sedangkan berdasarkan wawancara mendalam dengan koordinator Gizi
Sudinkes Jakarta Selatan, sejauh ini belum dilakukan pengawasan kepada TPG
Puskesmas Kecamatan terkait program MP-ASI biskuit untuk bencana, termasuk
salah satunya pada saat pelaksanaan program tersebut di Kelurahan Petogogan.
Pengawasan belum dilakukan karena belum ada rencana untuk melakukan
pengawasan. Hal ini juga diperkuat dengan tidak adanya pedoman untuk
melakukan pengawasan. Selain itu dikarenakan tidak semua wilayah terkena
bencana pada waktu yang dan adanya rasa kepercayaan yang tinggi pada petugas
di Puskesmas dan kader. Berikut kutipan hasil wawancaranya:
84
“Sejauh ini kita memang agak lemahnya di situ ya. Sampai sekarang belum
ada pengawasan untuk pemberian MP-ASI bencana ini. Pertama karena
kejadian bencana ini kan beda-beda, ada yang di sini banjir, di sana enggak
kita juga enggak ditekankan untuk itu, kemudian karena kita percaya aja sih
sama TPG dan kadernya untuk bertanggung jawab dalam memberikan MP-
ASI ke ibu balita. Karena yang bagiin kan TPG kelurahan langsung dan
mungkin dibantu kadernya juga. Tapi seharusnya ada pengawasan dari
Sudin ke Kecamatan, nanya sudah sampai belum, dikasihnya ke kelurahan
mana, cuma sejauh ini belum dilaksanakan. Tapi kalau untuk di lokasi,
seharusnya ada pengawasan dari TPG puskesmasnya ya.” (Informan LH)
Tidak adanya pengawasan ini diperkuat dengan hasil telaah dokumen bahwa tidak
ditemukannya dokumen yang digunakan dalam melakukan pengawasan seperti
lembar pengecekan tempat penyimpanan MP-ASI, pendistribusian MP-ASI dan
konsumsi MP-ASI.
5.8 Gambaran Penilaian Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban
Bencana
Berdasarkan wawancara di tingkat kecamatan dan kelurahan, pencatatan
sudah dilakukan melalui tanda terima, namun pelaporan dan evaluasi belum
dilaksanakan karena belum ada instruksi untuk melaporkan hasil kegiatan
pemberian ini. Berikut kutipan pernyataannya:
“Kalau untuk bencana ini cuma dari tanda terima aja. Evaluasinya belum,
saya belum ngecek karena memang belum ada laporan yang jelas ya.
Kebetulan juga dari Sudin belum ada review. Tapi biasanya kalau ada rapat
atau pertemuan baru diminta. Sekarang belum diminta, jadi saya juga belum
tau barang (MP-ASI) di sana (Petogogan) gimana karena memang belum
ada pelaporan ya. Cuma setahu saya di sana sudah terpakai semua.”
(Informan SD)
“Penilaian dan pelaporan belum ya. Karena enggak ada instruksi kalau
harus melapor. Saya juga enggak diminta sama Bu SD (TPG Puskesmas
Kecamatan Kebayoran Baru), yang penting udah dikasih ya sudah. Paling
tahunya udah nyampe itu ya dari tanda terima aja.” (Informan YAP)
85
Sedangkan pencatatan di kader tidak lengkap. Selain karena kader merasa
tidak mendapat instruksi untuk melapor, juga karena beberapa kekurangan, seperti
hilangnya catatan ketika banjir dan tercampurnya catatan dengan catatan yang lain.
Berikut kutipan pernyataannya:
“Enggak pernah lapor. Bu YAP (TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan)
juga enggak minta, kalau habis dikasih ya udah, di posyandu juga enggak
minta. Dia juga kalau di posyandu ribet, banyak kerjaannya. Lagian catatan
saya hilang. Kalau banjir udah kebingungan, maen bruk-bruk ja.
Kemarenan kan enggak lama ini banjir tuh, saya berbenah sendirian, jadi
enggak tahu dah catatannya kemana.” (Informan SU)
“Tapi kalau data MP-ASI ini, belum ya. Kita juga enggak diminta ngelapor.
Kalau catatan, hambatannya paling itu karena banjir, jadi kadang suka
kecampur, keselip, gitu. Karena kan kita kader juga ngerjain Dasa Wisma,
RW siaga, PKK, PAUD, jadi kader keder dah.” (Informan MT)
Di tingkat kota, hambatan yang ditemukan yaitu sulitnya melakukan
permintaan laporan. Hal ini disebabkan tidak semua wilayah terkena bencana
banjir pada waktu yang sama. Selain itu juga karena pada saat memberikan
instruksi, koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan tidak menekankan kepada
petugas di Puskesmas untuk membuat tanda terima dan laporan hasil kegiatan,
sehingga mereka tidak melakukannya. Tidak dilakukannya evaluasi program ini
diperkuat dengan hasil telaah dokumen bahwa tidak ada dokumen yang
dipergunakan sebagai alat untuk melakukan evaluasi program, tidak ada dokumen
yang telah dilaporkan dan dokumen yang menyatakan hasil pembandingan anatara
hasil kegiatan pemberian MP-ASI biskuit ini dengan ketentuan dan target
program.
Pernyataan-pernyataan dari tingkat bawah tersebut sama dengan hasil
wawancara dengan Kasie Bimbingan dan Evaluasi Subdit Bina Konsumsi
86
makanan Kemenkes RI, yaitu diketahui bahwa sejauh ini penilaian program ini
belum dilakukan karena belum ada pelaporan dari tingkat bawah. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya penekanan kepada petugas pelaksana untuk
mengirimkan laporan hasil kegiatan pemberian MP-ASI bencana ini. Berdasarkan
wawancara dengan koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan, penilaian belum
dilakukan. Pencatatan dilakukan melalui tanda terima yang telah dibuat pada saat
pembagian MP-ASI kepada para petugas Puskesmas kecamatan. Sedangkan untuk
pelaporan belum dilakukan karena belum ada permintaan dari Dinas Kesehatan
Provinsi DKI Jakarta untuk melaporkan hasil program MP-ASI bencana ini.
Berikut kutipan pernyataannya:
“Evaluasinya belum, paling pencatatan dan pelaporan aja. Pencatatan sih
ada dari tanda terima. Sudin buat tanda terima untuk bukti dari Sudin ke
Kecamatan, nanti Kecamatan buat sendiri untuk ke Kelurahan, nanti
Kelurahan buat sendiri untuk ke lokasi kejadian atau untuk RT/RW
setempat. Kalau pelaporannya seharusnya berjenjang aja, kelurahan lapor
ke kecamatan, kecamatan lapor ke saya, nanti saya ke Dinas. Yang dilaporin
jumlah yang diberikan aja, ke kelurahan mana aja, tidak sampai berapa
balita dan 1 balita dapet berapa. Nah, sampai sekarang saya belum minta
laporan dari bawah, karena belum ada permintaan dari Dinas. Jadi, kalau
Dinas minta karena Kementrian minta, baru kita bikin pelaporannya.”
(Informan LH)
87
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan, yaitu tidak adanya pembedaan
pertanyaan wawancara mendalam di tingkat Kemenkes dan organisasi pelaksana
tingkat bawah, sehingga infomasi yang diperoleh kurang mendalam, khususnya di
tingkat kemenkes sebagai perencana strategis program ini.
6.2 Gambaran Perencanaan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban
Bencana
Dalam penelitian ini, perencanaan adalah upaya untuk merumuskan
tujuan, target, sasaran dan kegiatan dalam program pemberian MP-ASI di lokasi
bencana. Dari hasil wawancara mendalam terhadap para informan, perencanaan
dilakukan dari tingkat Kemenkes hingga Posyandu. Perencanaan yang dilakukan
oleh Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI adalah penyusunan tujuan,
sasaran, target, hingga prosedur pelaksanaan program. Menurut Muninjaya (2004)
dan Siagian (2012), rencana yang baik dapat menjawab pertanyaan Apa, Dimana,
Siapa, Kapan, Bagaimana dan Mengapa. Rencana yang dibuat dalam program ini
telah dapat menjawab keenam pertanyaan tersebut, yaitu:
a. Apa – program ini adalah program MP-ASI biskuit diberikan kepada
baduta usia 6-24 bulan di daerah rawan gizi atau bencana untuk
mengantisipasi agar balita tersebut tidak mengalami gizi kurang serta
88
mempertahankan status gizi balita yang sudah baik. Target persentase
MP-ASI buffer stock di daerah bencana ialah sebesar 100 %. Persentase
ini dijabarkan dengan penghitungan jumlah MP-ASI yang diadakan
dibagi dengan jumlah buffer stock MP-ASI yang diperlukan untuk
antisipasi situasi darurat akibat bencana, KLB gizi dan situasi sulit
lainnya.
b. Dimana – dilaksanakan di seluruh daerah rawan gizi dan bencana di
seluruh Indonesia, jika ada permintaan dari daerah tersebut.
c. Siapa – MP-ASI diberikan kepada anak usia 6-24 bulan gizi kurang di
daerah rawan gizi/keadaan darurat/bencana.
d. Kapan – program MP-ASI buffer stock dilaksanakan tahun 2010 hingga
2014. MP-ASI dikeluarkan jika ada permintaan dari stakeholder tempat
kejadian bencana.
e. Bagaimana – MP-ASI didistribusikan secara berjenjang dari pusat ke
provinsi atau bisa langsung ke tingkat kota sesuai permintaan.
f. Mengapa – karena Indonesia merupakan wilayah rawan bencana alam.
Bencana tersebut mengakibatkan permasalahan kesehatan dan gizi. Bayi
dan anak merupakan kelompok rentan yang perlu mendapat perhatian
saat terjadi bencana. Selain itu karena program MP-ASI reguler untuk
baduta gakin dan gizi kurang sudah dikelola sendiri oleh Puskesmas
dengan menggunakan dana BOK.
Menurut Siagian (2012), rencana yang baik harus disertai oleh suatu
rincian yang cermat. Dengan kata lain, suatu rencana tidak hanya merupakan
89
keputusan tentang apa yang akan dikerjakan di masa depan, tetapi juga merupakan
petunjuk operasionalisasinya. Sedangkan Kemenkes belum membuat petunjuk
teknis pelaksanaan yang lengkap yang memuat ketentuan konsumsi dan teknis
pemantauan kepada sasaran. Muninjaya (2004) berpendapat bahwa tanpa ada
perencanaan yang tersusun lengkap, maka tidak lengkap pula kejelasan kegiatan
yang akan dilaksanakan dan akan berakibat pada pelaksanaan fungsi manajemen
lainnya.
Tidak adanya ketentuan konsumsi MP-ASI ini membuat para pelaksana
program di tingkat bawah berusaha melaksanakannya sebaik mungkin dengan cara
mereka sendiri. Ada yang berencana membagikan secara merata, sehingga setiap
anak hanya mendapat sedikit MP-ASI, namun ada pula yang berencana
membagikan seorang balita untuk konsumsi selama 7 hari. Meskipun program
tersebut merupakan program Kemenkes dan belum mendapat petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknisnya, sebaiknya Dinas Kesehatan Provinsi/Kota
lebih aktif dan kritis untuk meminta petunjuk tersebut. Jika memang Kemenkes
belum menyusunnya, seyogyanya berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, asas desentralisasi yang sudah diterapkan dapat dijadikan
dasar untuk membuat prosedur teknis pemberian MP-ASI sesuai kondisi di
wilayah DKI Jakarta, termasuk Jakarta Selatan.
Sedangkan perencanaan yang dilakukan dari tingkat Kota hingga Posyandu
adalah perencanaan dalam menentukan lokasi rawan bencana banjir yang akan
diberikan MP-ASI, jumlah MP-ASI yang akan diberikan dan pendistribusiannya.
Perencanaan yang dilakukan oleh Koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan ialah
90
perencanaan distribusi yang meliputi pengalokasian tempat dan jumlah MP-ASI
yang akan diberikan. Berdasarkan data geografi dalam profil Sudinkes Jakarta
Selatan, semua Kecamatan di wilayah Jakarta Selatan memiliki jumlah daerah
rawan banjir yang hampir sama. Oleh sebab itu, pembagian MP-ASI tersebut
disamakan saja untuk setiap Puskesmas Kecamatan. Perencanaan yang dilakukan
tersebut tidak berdasarkan data jumlah balita, sehingga dapat terjadi
ketidaksesuaian antara jumlah balita dengan jumlah alokasi MP-ASI yang
diberikan.
Begitu pula perencanaan yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan
Kebayoran Baru. Perencanaan yang dilakukan ialah pengalokasian tempat yang
akan diberikan MP-ASI dan jumlah MP-ASI yang akan diberikan. Pengalokasian
tempat yang akan mendapat MP-ASI dilakukan dengan pemetaan terhadap daerah
rawan banjir terlebih yang diperoleh dari data geografi Kecamatan Kebayoran
Baru. Dari 10 Kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Kebayoran Baru, ada 3
kelurahan yang memiliki daerah rawan banjir. Setelah itu dilakukan penentuan
jumlah MP-ASI yang akan diberikan berdasarkan banyaknya daerah rawan banjir
tersebut. Penentuan jumlah MP-ASI tersebut juga menggunakan asumsi bahwa
wilayah rawan banjir yang luas juga memiliki balita yang banyak. Akan tetapi
asumsi tersebut tidak berdasarkan data jumlah balita, sehingga bisa terjadi
ketidaksesuaian antara MP-ASI yang diberikan dengan jumlah balita yang ada.
Menurut Muninjaya (2004), perencanaan kesehatan akan menjadi efektif
jika perumusannya dilakukan berdasarkan fakta dan data. Akan tetapi,
perencanaan distribusi yang dilakukan di tingkat kota dan kecamatan tersebut
91
hanya melihat dari fakta yang terjadi bahwa daerah yang menjadi daerah rawan
banjir memang seringkali dilanda banjir dan data geografi saja, tidak sampai
melihat data demografi berupa jumlah balita, status gizi dan data sosial ekonomi.
Dengan perencanaan tersebut, dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara jumlah
balita dengan jumlah alokasi MP-ASI yang diberikan. Dampak yang dapat terjadi
adalah kurangnya makanan di wilayah yang jumlah balitanya melebihi MP-ASI
yang diberikan. Menurut UNICEF (1998) dalam Azwar (2004), tidak cukupnya
asupan gizi secara kuantitas maupun kualitas secara langsung mempengaruhi
masalah gizi balita. Sebaliknya, kelebihan bantuan pangan dapat terjadi di wilayah
yang jumlah balitanya lebih sedikit dari MP-ASI yang diberikan.
Hambatan yang dirasakan oleh Koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan
adalah dalam penentuan lama hari pemberian MP-ASI dan tempat penyimpanan
MP-ASI. Hal ini disebabkan belum adanya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk
teknis dari Kemenkes terkait hal tersebut tersebut dan terbatasnya jumlah MP-ASI
yang diberikan, sehingga bisa terjadi ketidaksesuaian dengan jumlah balita dan
lamanya kejadian banjir. Jika banjir yang terjadi melebihi stok MP-ASI yang
diberikan dapat mengakibatkan kekurangan pangan dan kelaparan. Sebaliknya,
jika lamanya kejadian banjir hanya beberapa hari, sedangkan MP-ASI yang
diberikan melebihi lamanya kejadian banjir, maka makanan tersebut akan berlebih
dan mubazir. Berdasarkan wawancara dengan para informan, masalah terbatasnya
stok tersebut dapat diatasi dengan pengalihan MP-ASI dari lokasi lain yang belum
terpakai dan pengadaan makanan tambahan serupa, yaitu biskuit produk lain
dengan menggunakan dana swadaya masyarakat.
92
Sedangkan untuk tempat penyimpanan, karena tidak ada dana khusus untuk
penyimpanan, maka MP-ASI tersebut tidak disimpan dahulu di gudang khusus
yang berada di Jl. Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan tetapi langsung dibawa
ke gedung Sudinkes Jakarta Selatan untuk segera didistribusikan ke seluruh
Puskesmas kecamatan. Selain itu, juga karena keterbatasan gedung Puskesmas
untuk menyimpan barang, dikhawatirkan MP-ASI yang diberikan terlalu banyak
sehingga tidak ada tempat yang memadai untuk menyimpannya. Dengan tidak
adanya tempat khusus penyimpanan ini, MP-ASI dapat diletakkan di mana saja.
Jika tempat tersebut tidak aman, baik dari manusia maupun hewan dapat
mengakibatkan rusak dan hilangnya MP-ASI biskuit tersebut. Akan tetapi,
berdasarkan wawancara dengan TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, hal
ini dapat diatasi dengan dilakukannya pendistribusian langsung ke Puskesmas
kelurahan sehingga MP-ASI tidak menumpuk di Puskesmas kecamatan.
Selain itu, perencanaan yang dibuat oleh petugas pelaksana juga belum
memperhitungkan risiko. Hal ini terlihat pada hasil penelitian yang menunjukkan
belum adanya rencana alternatif jika suatu wilayah yang sudah mendapat alokasi
MP-ASI ternyata tidak mengalami banjir tetapi tidak lama lagi akan mengalami
kadaluarsa. Sedangkan menurut Siagian (2012), rencana yang baik harus
memperhitungkan risiko, sehingga faktor ketidakpastian dalam menghadapi masa
depan dapat dikurangi sampai tingkat yang minimal. Berdasarkan wawancara
dengan TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, risiko itu sebenarnya sudah
dipikirkan, akan tetapi masih belum ditentukan alternatif untuk mengatasinya
sebab belum ada instruksi terkait hal tersebut. Jika penentuan alternatif risiko ini
93
belum direncanakan, maka stok MP-ASI tersebut dapat tidak terpakai dan
mubazir. Oleh sebab itu, sebaiknya dilakukan perencanaan yang memperhitungkan
risiko mubazirnya MP-ASI ini, seperti pengalihan MP-ASI kepada balita gizi
kurang dari keluarga miskin yang membutuhkan bantuan pangan. Hal ini perlu
dilakukan sebab bencana merupakan sesuatu yang tidak pasti.
Perencanaan yang dilakukan di Puskesmas Kelurahan Petogogan ialah
perencanaan distribusi, yaitu pengalokasian tempat dan jumlah MP-ASI yang akan
diberikan. Penentuan lokasi yang berhak mendapat MP-ASI dilakukan
berdasarkan data demografi Kelurahan Petogogan. Dari 6 RW di kelurahan
Petogogan, terdapat 3 RW yang merupakan daerah rawan banjir. Kemudian ketiga
RW tersebut mendapat alokasi MP-ASI secara merata. Sedangkan berdasarkan
hasil telaah dokumen data geografi dan demografi di daerah tersebut, luasnya
daerah rawan banjir dan jumlah balita di ketiga RW tersebut tidaklah sama. RW 01
hanya memiliki 5 RT yang menjadi daerah rawan banjir. Sedangkan RW 02 dan
03 memiliki 15 RT yang menjadi daerah rawan banjir. RW 01 terdapat 28 balita.
Sedangkan RW 02 terdapat 217 balita dan RW 03 terdapat 248 balita. Dari data
tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah balita yang berada di wilayah RW 02 dan
03 lebih banyak dari RW 01. Pemerataan distribusi jumlah MP-ASI tersebut
tidaklah sesuai dengan data yang ada di lapangan. Akibatnya, balita di RW 02 dan
03 berpeluang mendapat MP-ASI yang lebih sedikit.
Sedangkan jika melihat data jumlah baduta, di RW 02 terdapat 4 orang
baduta, di RW 02 terdapat 44 orang baduta dan di RW 03 terdapat 44 orang
baduta. Dengan menggunakan data jumlah baduta tersebut, sebaiknya dapat
94
dilakukan pembagian MP-ASI sesuai dengan jumlah baduta yang ada dengan
perhitungan 120 gr/hari/anak (Depkes dan kesos RI, t.t). Dengan demikian dapat
diketahui bahwa dari sejumlah MP-ASI yang diterima setiap anak berhak
mendapat berapa banyak MP-ASI. Sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya
kekurangan ataupun kelebihan MP-ASI. Atau jika terbentur dengan ketersediaan
MP-ASI, maka dapat diprioritaskan mana yang sebaiknya diberikan MP-ASI,
yaitu baduta BGM dan 2T. Sebab pemberian MP-ASI dapat diprioritaskan untuk
kasus gizi kurang di masyarakat (Kemenkes, 2011).
Selain itu, dua hal lagi yang menjadi kelemahan dalam perencanaan baik di
tingkat kota maupun kelurahan adalah tidak adanya perencanaan pengawasan serta
penilaian termasuk pelaporan hasil kegiatan pemberian MP-ASI. Dengan tidak
adanya perencanaan pengawasan kegiatan pemberian MP-ASI maka petugas tidak
akan melakukan pengawasan jalannya program ini. Seperti apa yang dikatakan
Koontz dan Donnell bahwa tanpa perencanaan, pengawasan tidak akan mungkin
terlaksana karena tidak ada pedoman untuk mengawasi (Siagian, 2012). Tidak
adanya pengawasan akan mengakibatkan tidak diketahuinya penyimpangan dan
kesenjangan dalam pelaksanaan program. Sehingga tidak dapat diketahui apakah
program tersebut sudah berjalan dengan baik atau belum. Hal ini seperti teori
Muninjaya (2004), yaitu fungsi pengawasan sangat erat kaitannya dengan fungsi
perencanaan. Sebab dengan adanya pengawasan, maka kesenjangan dan
penyimpangan dari suatu program dapat dideteksi, yang kemudian harus
dikendalikan atau dikurangi. Hal ini bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat
95
lebih diefisienkan dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih
diefektifkan.
Sedangkan untuk pelaporan hasil kegiatan pemberian MP-ASI, mereka
menunggu adanya instruksi untuk melapor terlebih dahulu. Jika tidak ada
permintaan untuk melaporkan hasil kegiatan pemberian MP-ASI ini, maka
pelaporan tidak dilakukan. Dengan perencanaan yang seperti ini, maka pelaporan
belum tentu dilakukan, sebab tidak jelas unsur perencanaannya, seperti data apa
saja yang dilaporkan dan setiap kapan harus melaporkannya. Hal ini juga
berdampak pada tidak jelasnya hasil program dan berakibat pada tidak adanya
masukan dan perbaikan untuk pelaksanaan program di waktu mendatang.
Perencanaan yang telah dilakukan oleh para pelaksana program tersebut
pada dasarnya telah sesuai dengan pedoman yang dibuat Kemenkes mengenai
pengelolaan MP-ASI buffer stock, yaitu Dinkes Kota, lintas program dan sektor,
serta stakeholder menyusun rencana distribusi (Rensi) sampai ke sasaran
(Kemenkes, 2011). Meskipun masih terdapat kekurangan, perencanaan tersebut
telah memenuhi beberapa ciri rencana yang baik menurut Siagian (2012), antara
lain mempermudah tercapainya tujuan, keterkaitan rencana dengan pelaksanaan,
kesederhanaan, dan fleksibilitas. Berdasarkan hasil wawancara dengan para
informan yang melakukan perencanaan, secara garis besar perencanaan yang
dilakukan telah memenuhi ciri-ciri tersebut, antara lain:
a. mempermudah tercapainya tujuan
Tujuan dari program MP-ASI bencana ini adalah mengantisipasi
kejadian luar biasa yang berdampak pada status gizi dan kesehatan
96
masyarakat dalam mencegah terjadinya gizi kurang dan gizi buruk pada
balita (Kemenkes, 2012b). Rencana yang disusun para petugas untuk
mendistribusikan MP-ASI sesegera mungkin setelah menerimanya telah
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan tersebut. Selain itu, juga sesuai
dengan prinsip dan tujuan penanggulangan bencana, yaitu cepat. Selain
itu, perencanaan untuk diberikan kepada semua balita dan metode
distribusi yang melibatkan kader sebagai pelaksana kegiatan pemberian
MP-ASI tersebut sesuai dengan prinsip dan tujuan penanggulangan
bencana, yaitu pemberdayaan, nondiskriminatif, membangun partisipasi
dan kemitraan publik, mendorong semangat gotong royong dan
kedermawanan.
b. keterkaitan rencana dengan pelaksanaan
Menurut Siagian (2012), untuk mempermudah pelaksanaan
diperlukan data, saran dan informasi dari dalam organisasi. Dalam
perencanaan yang telah dilakukan oleh petugas program gizi tersebut
telah berdasarkan data geografi, namun masih belum baik karena tidak
menggunakan data jumlah balita. Sehingga terjadi ketidaksesuaian
antara MP-ASI yang dialokasikan dengan jumlah balita yang ada.
c. kesederhanaan
Menurut Siagian (2012), kesederhanaan menyangkut berbagai
hal seperti teknik penyusunan, bahasa yang digunakan, format, dan
sebagainya. Rencana yang dibuat oleh para petugas program gizi dibuat
begitu sederhana yaitu dengan membagi habis MP-ASI yang ada kepada
97
sasaran, sehingga mudah dipahami oleh para pelaksana kegiatan,
terutama kader sebagai perpanjangan tangan Puskesmas dalam
melaksanakan kegiatan di masyarakat.
d. fleksibilitas
Fleksibilitas berarti memperhitungkan apa yang mungkin
dilaksanakan, tergantung pada kenyataan yang dihadapi (Siagian, 2012).
Fleksibilitas ini ditunjukkan dengan adanya perencanaan pengalihan
MP-ASI yang ada di wilayah lain jika di suatu wilayah mengalami
kekurangan MP-ASI untuk balita yang ada di sana. Selain itu rencana
pengalihan MP-ASI ke Puskesmas lain jika Puskesmas yang akan
diberikan tersebut menolak diberikan sebanyak yang direncanakan
karena masih memiliki stok yang banyak.
6.3 Gambaran Pengorganisasian Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta
Korban Bencana
Dalam penelitian ini, pengorganisasian merupakan upaya untuk membagi
tugas dan wewenang kepada para petugas sesuai potensi yang dimiliki. Di setiap
organisasi pelaksana sudah terdapat struktur organisasi. Dalam setiap organisasi
pelaksana tersebut terdapat tenaga kesehatan yang bertanggung jawab mengelola
dan melaksanakan program gizi di wilayahnya. Berdasarkan hasil penelitan,
pengorganisasian telah dilakukan dengan baik berdasarkan kapasitas dan
spesialisasi bidang yang disesuaikan dengan bidang pendidikan para tenaga
98
pelaksananya, sehingga sebagai pelaksana program MP-ASI yang merupakan
bagian dari program gizi diberikan kepada lulusan bidang gizi.
Berdasarkan hasil penelitian, program gizi di Puskesmas Kelurahan
Petogogan masih dipegang oleh lulusan kebidanan. Hal ini disebabkan minimnya
sumber daya manusia yang dimiliki Puskesmas tersebut sehingga 1 orang pegawai
dapat bertanggung jawab terhadap beberapa tupoksi. Akan tetapi hal tersebut tidak
menjadi masalah sebab bidang kebidanan juga masih berkaitan dengan kesehatan
anak balita. Selain itu TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan juga senantiasa
mengikuti peningkatan wawasan dan pengetahuan tentang gizi yang diadakan
Sudinkes Jakarta Selatan agar ia dapat memahami program gizi dengan baik
sehingga dapat melaksanakannya dengan baik pula.
Pendelegasian wewenang dari Sudinkes Jakarta Selatan kepada TPG
Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, kemudian TPG Puskesmas Kecamatan
Kebayoran Baru kepada TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan dan TPG
Puskesmas Kelurahan Petogogan kepada kader terbilang baik. Sebab
pendelegasian wewenang ini seimbang dengan tanggung jawab yang mereka
emban. Tanggung jawab untuk mendistribusikan MP-ASI kepada baduta yang
menjadi korban banjir dan wewenang untuk meminta agar petugas pelaksana di
organisasi tingkat bawahnya melaksanakan tugas yang diberikan ini tidak berat
sebelah. Hal ini sesuai dengan pendapat Muninjaya (2004) yang menyatakan
bahwa dalam pembagian tugas harus ada keseimbangan antara wewenang dan
tanggung jawab staf. Sebab wewenang yang terlalu besar akan mendorong
terjadinya korupsi jika pengawasannya lemah. Sebaiknya, tanggung jawab yang
99
terlalu besar akan mengakibatkan staf sangat berhati-hati dan sering ragu dalam
melaksanakan tugasnya sehingga dapat menghambat produktivitas.
Kelemahan dalam pengorganisasian program ini yaitu belum
dilakukannya penugasan terkait pengawasan dan pelaporan hasil kegiatan. Hal ini
disebabkan belum adanya penugasan dari tingkat pusat, sehingga penekanan
tentang pengawasan dan pelaporan juga tidak dilakukan hingga tingkat kelurahan.
Padahal menurut Muninjaya (2004), hal yang paling pokok dalam fungsi
pengorganisasian adalah pembagian tugas. Jika pembagian tugas dilakukan dengan
jelas, kelompok kerja akan mempunyai spesialisasi tugas yang terarah, sehingga
staf akan berusaha mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya untuk
melaksanakan tugasnya mencapai tujuan program yang telah ditetapkan. Jika
penugasan tidak dilakukan dengan jelas, seperti penugasan mengenai pengawasan
dan pelaporan ini, maka tidak akan jelas juga dalam pelaksanaannya. Bahkan
pengawasan dan penilaian program ini bias saja tidak dilakukan oleh petugas
pelaksana program.
Selain itu, di tingkat kota, koordinator gizi juga mengalami kesulitan
dalam pembagian tugas karena beliau kurang memperoleh informasi seputar
program tersebut. Hal ini disebabkan sosialisasi program dari Dinas Kesehatan
Provinsi DKI Jakarta kepada seluruh petugas gizi se-Jakarta Selatan terkait
program tersebut sudah dilakukan sebelum beliau menjabat sebagai koordinator
gizi Sudinkes Jakarta Selatan. Tugas yang diterima dari tingkat provinsi adalah
untuk mendistribusikannya kepada sasaran sesuai stok yang ada. Oleh sebab itu,
penugasan yang dilakukan kepada petugas pelaksana tingkat kecamatan dan
100
seterusnya disesuaikan dengan penugasan yang diterima, yaitu memberikan MP-
ASI kepada baduta korban banjir. Lemahnya pengorganisasian ini sebaiknya
diatasi dengan meningkatkan pemahaman terhadap program tersebut, serta
berperilaku aktif dan kritis mengenai prosedur pelaksanaan program MP-ASI ini,
sehingga gambaran pelaksanaan program dapat diketahui dengan jelas dan
pembagian tugas dapat dilakukan dengan baik. Dengan pengorganisasian yang
baik, maka akan jelas setiap kegiatan yang harus dilakukan oleh petugas
pelaksana, sehingga petugas pelaksana dapat melakukannya serta
mengembangkanny asesuai kemampuan yang dimiliki.
6.4 Gambaran Penggerakan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban
Bencana
Dalam penelitian ini, penggerakan adalah upaya untuk melaksanakan
program sesuai rencana dan memotivasi petugas agar mau melaksanakan program
MP-ASI sesuai rencana. Pendistribusian dilakukan secara berjenjang. Setelah
Sudinkes Jakarta Selatan menerima dari Pusat (Kemenkes) yang juga melalui
koordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, kemudian
didistribusikan sesegera mungkin ke Puskesmas Kecamatan, kemudian ke
Puskesmas Kelurahan kemudian kepada kader di tempat kejadian bencana banjir.
Pendistribusian tersebut sesuai dengan perencanaan distribusi yang dibuat
Kemenkes yaitu bahwa Kemenkes dapat mendistribusikan paling jauh hingga kota.
Hal ini juga sesuai ketentuan pendistribusian MP-ASI bencana menurut Depkes
101
dan Kesos RI (t.t.) bahwa MP-ASI dari Pusat dikirimkan ke provinsi, ke kota,
kemudian ke puskesmas dan sasaran tempat kejadian bencana.
Pelaksanaan kegiatan pemberian MP-ASI di Sudinkes Jakarta Selatan telah
sesuai dengan perencanaan yang dibuat yaitu membagi habis 143 dus MP-ASI
kepada seluruh Puskesmas kecamatan di Jakarta Selatan. Pada perencanaan, setiap
Puskesmas berhak mendapat 14-18 dus MP-ASI. Ketika pembagian dilakukan, ada
Puskesmas yang mendapat sebanyak 14 dus dengan alasan masih memiliki stok
MP-ASI yang cukup banyak. Ada pula yang meminta lebih karena stok MP-ASI
yang dimiliki sudah mau habis, sehingga puskesmas tersebut bisa mendapat
sampai 18 dus MP-ASI. Hal ini tidak menjadi masalah karena ketentuan yang
dibuat berarti bersifat fleksibel seperti yang telah dikemukakan pada sub
pembahasan mengenai perencanaan.
Begitu juga pelaksanaan yang dilakukan di tingkat Kecamatan, kegiatan
pelaksanaan pemberian MP-ASI kepada puskesmas-puskesmas kelurahan yang
memiliki daerah rawan banjir telah sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Dari 3
puskesmas kelurahan yang direncanakan mendapat MP-ASI, semua dapat
menerima dengan baik karena MP-ASI tersebut merupakan droppingan, bukan
atas permintaan mereka. Sehingga, nanti mereka yang mengatur pembagiannya
kepada sasaran sesuai jumlah MP-ASI yang diterima.
Hambatan yang dirasakan di tingkat Sudinkes Jakarta Selatan dalam
melaksanakan pendistribusian MP-ASI tersebut adalah transportasi dan tempat
penyimpanan, karena tidak ada rencana handling cost yang meliputi anggaran
biaya transportasi dan penyimpanan di gudang. Beliau juga khawatir kalau
102
Puskesmas kecamatan mengalami kendala yang sama, sebab Puskesmas tidak
selalu tersedia alat transportasi yang cukup untuk mengangkut dan tempat
penyimpanan untuk menyimpan MP-ASI. Akan tetapi, hambatan tersebut tidak
dirasakan oleh TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru. Beliau bisa
mengatasinya dengan mengupayakan penggunaan alat transportasi berupa mobil
ambulans dan pendistribusiannya dilakukan secara langsung ke kelurahan-
kelurahan yang berhak mendapat MP-ASI tersebut, sehingga tidak perlu disimpan
dahulu di Puskesmas Kecamatan. Dengan demikian dapat mencegah rusaknya atau
hilangnya MP-ASI tersebut sebelum sampai ke sasaran.
Untuk pelaksanaan di Puskesmas Kelurahan Petogogan sudah sesuai dengan
perencanaan yang dibuat di tingkat Kecamatan, bahwa MP-ASI tersebut diberikan
kepada 3 RW yang menjadi daerah rawan banjir. Sedangkan untuk sisa stok MP-
ASI yang disimpan di puskesmas, pada akhirnya diberikan kepada posyandu lain
yang cukup banyak terdapat balita BGM dan 2T. Pemberian MP-ASI kepada balita
BGM tersebut tidak bermasalah sebab pemberian MP-ASI dapat diprioritaskan
untuk:
1) kejadian bencana alam, kebakaran, KLB kelaparan,
2) kasus gizi kurang di masyarakat atas permintaan Posyandu
3) cadangan MP-ASI buffer stock regional untuk Pusat Krisis Kesehatan
(Kemenkes, 2011).
Melihat poin ke-dua di atas, maka apa yang telah dilakukan petugas pelaksana,
khususnya di tingkat kelurahan ini masih sesuai dengan ketentuan yang dibuat
103
oleh Kemenkes RI. Hal ini juga baik dilakukan karena dapat memanfaatkan
sesuatu agar tidak mubazir tetapi masih tepat pada sasaran.
Ketidaksesuaian terjadi antara pelaksanaan pendistribusian di masyarakat
yang menjadi korban banjir dengan ketentuan program yang telah ditetapkan
Kemenkes. Hal ini dikarenakan perencanaan yang kurang baik terutama dalam
menentukan usia sasaran, sehingga berakibat pada kurang tepatnya sasaran yang
mendapat bantuan MP-ASI ini. Masalah ini juga ditemukan Kemenkes dalam
tinjauan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana tahun 2009, bahwa
pemberian bantuan MP-ASI kurang tepat sasaran (Kemenkes, 2010c). Kurang
tepatnya sasaran ini ditunjukkan dengan hasil bahwa MP-ASI juga diberikan
kepada bayi berusia di bawah 6 bulan, sedangkan sasaran dalam perencanaan ialah
baduta usia 6-24 bulan. Akan tetapi, jika melihat tulisan dalam kemasan produk
MP-ASI tersebut terdapat pesan “Hanya untuk anak 12 – 24 bulan”. Pesan tersebut
tidak sesuai dengan ketentuan sasaran pemberian MP-ASI biskuit dalam program
ini yaitu anak usia 6-24 bulan. Pesan tersebut juga menjadi salah satu penyebab
tidak tepatnya sasaran dalam pelaksanaan program ini. Kurangnya sosialisasi
menyebabkan ada beberapa kader yang memberikan biskuit MP-ASI tersebut
kepada korban yang berusia 12-24 bulan saja karena mereka mematuhi pesan
dalam kemasan, sehingga ddi Posyandu tersebut anak usia 6-11 bulan tidak
mendapat MP-ASI biskuit tersebut. Dengan melihat terganggunya pelaksanaan
program tersebut oleh karena pesan dalam kemasan produk MP-ASI biskuit, maka
sebaiknya pesan dalam kemasan MP-ASI biskuit tersebut disesuaikan dengan
ketentuan program bahwa sasarannya adalah anak usia 6-24 bulan.
104
Bukan hanya tidak sesuai dengan perencanaan saja, pelaksanaan progam ini
juga tidak sesuai dengan kebijakan Kemenkes tentang pemberian makanan bayi,
yaitu kebijakan tentang pemberian ASI saja atau ASI eksklusif sejak bayi lahir
sampai umur 6 bulan, pemberian MP-ASI pada bayi mulai umur 6 bulan dan tetap
dilakukan pemberian ASI sampai anak umur 2 tahun (Kemenkes, 2010a). Bahkan
Allah juga telah mengatur tentang pemberian ASI hingga usia 2 tahun dalam surat
Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi:
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun
penuh, bagi yang ingin menyusui dengan sempurna....”(QS. Al-
Baqarah: 233).
Menurut Shihab (2000), ayat tersebut menjelaskan tentang petunjuk Al-
Quran mengenai pemberian ASI serta menetapkan masa penyusuan yang ideal
selama 2 tahun tersebut termasuk proposional, dalam arti sesuai dengan kebutuhan
pemakan, tidak berlebih dan tidak berkurang. Aspek proposional ini termasuk ke
dalam makanan thayyib. Dengan memakan makanan yang thayyib maka akan
membawa dampak yang baik bagi tubuh.
Pemberian ASI hingga 2 tahun memiliki pertimbangan bahwa pemberian
ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama pada bayi
umur kurang dari 6 bulan, selain itu juga bermanfaat bagi ibu. ASI mengandung
semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada
6 bulan pertama kehidupannya. Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih
merupakan makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60 % kebutuhan
105
bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan MP-ASI.
Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30 % dari kebutuhan
bayi, akan tetapi pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan
manfaat (Kemenkes, 2010a). Manfaat pemberian ASI eksklusif bagi bayi antara
lain meningkatkan daya tahan tubuh bayi, meningkatkan jalinan kasih sayang
antara ibu dan bayi dan meningkatkan kecerdasan bayi (Emilia, 2009).
Menurut Pudjiadi (2000) dan Syarief (1993) dalam Simanjuntak (2009),
apabila MP-ASI diberikan belum pada waktunya, maka terdapat risiko jangka
pendek dan jangka panjang, yaitu:
a. risiko jangka pendek
1) gangguan menyusui
Jika makanan selain ASI diberikan secara dini akan menurunkan
frekuensi dan intensitas pengisapan bayi, sehingga semakin besar
risiko terjadinya penurunan volume ASI.
2) penyakit diare
b. risiko jangka panjang
1) obesitas
Bayi yang mendapat ASI dapat mengatur asupannya sehingga
dapat disesuaikan dengan kebutuhannya.
2) beban ginjal yang berlebihan dan hiperosmolaris
Kandungan NaCl yang tinggi dalam makanan padat akan
menambah beban kerja ginjal.
106
3) aterosklerosis
Diet yang mengandung tinggi energi dan kalori merupakan faktor
nutrisi yang berperan sebagai penyebab penyakit jantung iskemik.
4) alergi terhadap makanan
Belum matangnya sistem kekebalan usus pada umur yang dini,
dapat menyebabkan terjadinya alergi terhadap makanan pada masa
kanak-kanak. Pemberian MP-ASI secara dini menambah terjadinya
alergi bayi terhadap makanan.
Selain itu, hampir di semua posyandu, MP-ASI juga diberikan kepada anak
usia di atas 2 tahun, sehingga stok MP-ASI tidak dapat mencukupi sasaran.
Sehingga setiap anak hanya mendapat beberapa keping MP-ASI biskuit. Hal ini
terjadi di Posyandu Dahlia, Melati, Kuntum Mekar dan Kenanga. Balita-balita di
sana hanya mendapat 3-8 keping biskuit MP-ASI. Hal ini tidak sesuai dengan hasil
wawancara dengan staf Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes dan Depkes
(2005), bahwa setiap anak 12-24 bulan akan mendapat MP-ASI biskuit sebanyak
120 gr/hari selama 90 hari. Tidak tepatnya porsi pemberian ini berakibat pada
tidak efektifnya pemberian bantuan pangan MP-ASI ini kepada sasaran, karena
berdasarkan wawancara dengan para informan pemberian bantuan pangan bencana
ini tidak efektif dikarenakan pemberiannya terlalu sedikit, sehingga tidak dapat
meningkatkan status gizi sasaran. Dalam penelitian Hazwin dan Sudrago (2008)
pemberian MP-ASI selama 90 hari kepada anak baduta saja tidak berhasil
meningkatkan status gizi anak baduta dari gizi buruk ke gizi baik. Oleh sebab itu,
107
akan semakin tidak efektif jika tidak diberikan selama 90 hari dan bahkan belum
mencukupi ketentuan konsumsi per hari.
Ketidaksesuaian pelaksanaan program ini dikarenakan belum adanya
sosialisasi atau instruksi secara tertulis baik dari Kemenkes maupun Sudinkes
Jakarta Selatan serta belum dimuatnya ketentuan konsumsi ini dalam buku
pedoman MP-ASI buffer stock, sehingga para petugas pelaksana program di
tingkat kecamatan dan kelurahan juga belum melakukan sosialisasi kepada sasaran
program. Tidak adanya sosialisasi tersebut mengakibatkan rendahnya kinerja
petugas pelaksana dan rendahnya tingkat efektivitas program. Hal ini juga
ditemukan dalam penelitian Hazwin dan Sudrago (2008) bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi ketidakefektifan program MP-ASI adalah rendahnya kinerja
TPG yang ditunjukkan dengan rendahnya sosialisasi MP-ASI kepada sasaran.
Oleh sebab itu, untuk mengatasinya sebaiknya Kemenkes selaku penyusun
kebijakan, termasuk penyusun ketentuan dan petunjuk pelaksanaan program
senantiasa melakukan sosialisasi terkait ketentuan konsumsi MP-ASI bencana ini.
Kemudian ditekankan agar Dinas Kesehatan Provinsi mensosialisasikannya lagi ke
organisasi tingkat bawahnya, yaitu Dinas Kesehatan Kota, dan begitu seterusnya
hingga tingkat masayarakat. Sehingga, para pelaksana program dapat memahami
program dengan baik, dan program MP-ASI buffer stock yang terbilang baru ini
dapat terlaksana dengan baik pula di semua tingkat organisasi pelaksana program.
Dengan terlaksananya program dengan baik, maka program ini akan berhasil
mencapai tujuannya dan memberi manfaat bagi sasarannya.
108
Menurut Kemenkes (2011), sosialisasi dilakukan oleh Dinkes
Provinsi/Kota bersama pemerintah daerah kepada lintas program dan lintas sektor
terkait di daerah rawan gizi/bencana. Selain itu, menurut Depkes dan Kesos RI
(t.t.), sosialisasi dilakukan oleh Koordinator Gizi Kota dan TPG Puskesmas atau
petugas di lokasi bencana. Penjelasan Koordinator Gizi Kota ke TPG antara lain:
model penyelenggaraan MP-ASI ke sasaran, komposisi dan kemasan MP-ASI cara
penyiapan, jumlah dan frekuensi pemberian, lama pemberian, cara menghitung
kebutuhan dan mengusulkan permintaan MP-ASI, cara penyimpanan, pengisian
register MP-ASI, cara pencatatan MP-ASI, cara melakukan rujukandan tanda-
tanda MP-ASI tidak layak konsumsi. Sedangkan penjelasan petugas di
pengungsian kepada ketua kelompok dan ibu sasaran adalah mengenai:
a. Sasaran
b. Cara penyiapan, jumlah dan frekuensi pemberian
c. Cara penyimpanan
d. Tanda-tanda MP-ASI tidak layak konsumsi
e. Anjuran melapor ke petugas kesehatan/puskesmas jika ada tanda-tanda
gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi MP-ASI.
Jika memang belum juga ada sosialisasi terkait ketentuan konsumsi MP-
ASI buffer stock ini, tidak ada salahnya jika Koordinator gizi Sudinkes Jakarta
Selatan dapat lebih aktif untuk menanyakan juklak dan juknis serta berbagai hal
tentang program tersebut kepada Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta ketika
rapat koordinasi atau pertemuan lainnya agar Dinas Kesehatan Provinsi juga
melakukan hal yang sama kepada pihak Kemenkes. Begitu pula yang dapat
109
dilakukan oleh TPG Puskesmas Kecamatan atau Kelurahan kepada pelaksana
program di organisasi tingkat atasnya. Jika juklak dan juknis tersebut belum juga
dipublikasikan, maka dapat dilakukan sosialisasi menggunakan tulisan yang
terdapat pada kemasan MP-ASI tersebut, seperti sasaran pemberian dan takaran
saji. Pada kemasan tertulis hanya untuk anak usia 12-24 bulan dan ada keterangan
takaran saji, yaitu dengan ukuran takaran saji sebanyak 4 keping dan jumlah sajian
per kemasan sebanyak 3 kali. Dari informasi tersebut dapat diketahui bahwa tiap
kemasan MP-ASI biskuit tersebut adalah untuk konsumsi 1 hari yang dapat
disajikan sebanyak 3 kali, dan setiap sajian sebanyak 4 keping. Jadi pemberian
MP-ASI ini dapat diberikan dalam 3 kali, pada saat makan pagi, siang dan malam
atau sore dengan jumlah biskuit sebanyak 4 keping setiap kali makan. Jadi, 1
bungkus MP-ASI tersebut dapat habis dalam 1 hari.
Kemudian karena Kemenkes tidak memiliki rencana untuk melakukan
sosialisasi kembali, maka Subdit Bina Konsumsi Makanan yang bertanggung
jawab dalam pembuatan prosedur pelaksanaan program ini dapat melengkapi
pedoman MP-ASI buffer stock yang telah dibuat sebelumnya dengan
menambahkan ketentuan konsumsi MP-ASI yang meliputi porsi per hari dan lama
pemberian. Setelah itu dapat mempublikasikannya melalui situs perpustakaan
Kemenkes. Dengan demikian, pedoman program MP-ASI buffer stock ini dapat
diakses oleh semua orang, khususnya petugas pelaksana program di semua tingkat.
Untuk menggerakan para petugas pelaksana program agar mau
melaksanakan program dengan baik, selama ini dilakukan secara lisan.
Penggerakan dari Koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan kepada TPG
110
Puskesmas kecamatan dilakukan ketika rapat bulanan di Sudin. Sedangkan
penggerakan dari TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru kepada TPG
Puskesmas Kelurahan Petogogan melalui telepon ketika MP-ASI didistribusikan.
Sedangkan penggerakan yang dilakukan kepada kader Posyandu juga melalui lisan
dengan mengadakan pertemuan kecil di Puskesmas Kelurahan Petogogan
sekaligus pembagian MP-ASI kepada para kader. Menurut Muninjaya (2004),
upaya penggerakan tersebut termasuk dalam penerapan komunikasi secara formal
dan informal. Penerapan komunikasi formal dilakukan oleh Koordinator Gizi
Sudinkes Jakarta Selatan ketika rapat bulanan. Sedangkan penerapan komunikasi
informal dilakukan oleh TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru kepada TPG
Puskesmas kelurahan melalui telepon. Komunikasi sangat perlu diterapkan dengan
baik dalam manajemen organisasi, sebab komunikasi merupakan unsur yang
sangat menentukan suksesnya sebuah organisasi. Dengan adanya komunikasi yang
baik, maka dapat mengefektifkan kepemimpinan manajer organisasi, terutama
dalam menjalin hubungan antar pribadi (human relation). Keterampilan
berkomunikasi ini termasuk dalam keterampilan hubungan antar manusia (Human
Relation Skill), dan Human Relation Skill ini sangat penting dimiliki oleh semua
manajer karena manusia adalah sumber daya utama sebuah organisasi (Muninjaya,
2004).
Dalam upaya penggerakan terhadap TPG Puskesmas Kecamatan
Kebayoran Baru dan Kelurahan Petogogan tidak ada hambatan, sebab para petugas
kesehatan memiliki tingkat kesadaran dan tanggung jawab yang tinggi terhadap
pekerjaannya. Para petugas kesehatan tersebut tidak menjadikan pekerjaannya
111
sebagai sebuah beban tetapi menikmatinya sebagai suatu pekerjaan yang
menyenangkan karena dapat melayani dan membantu orang lain. Hal ini juga
diperkuat oleh penggerakan yang telah dilakukan oleh pelaksana tingkat kota dan
kecamatan secara formal maupun informal. Sehingga, kendati program MP-ASI
bencana ini belum ada ketentuan baku dan petunjuk pelaksanaannya, namun
mereka berupaya melaksanakannya semaksimal mungkin.
6.5 Gambaran Pengawasan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban
Bencana
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pengawasan adalah upaya
untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan-penyimpangan dalam
pelaksanaan kegiatan pemberian MP-ASI di lokasi bencana. Berdasarkan hasil
penelitian, pengawasan di semua tingkat organisasi pelaksana belum dilaksanakan.
Tidak adanya pengawasan dalam penelitian ini dikarenakan memang belum
adanya perencanaan untuk melakukan pengawasan program ini. Hal ini sesuai
dengan pendapat Koontz dan Donnell dalam Siagian (2012) yang mengatakan
bahwa tanpa adanya perencanaan tentang pengawasan, maka pengawasan tidak
akan mungkin terlaksana karena tidak ada pedoman untuk mengawasi. Selain itu
juga karena tidak semua daerah terkena bencana sehingga sulit untuk melakukan
pengawasan dan tidak adanya instruksi terkait pengawasan program ini sehingga
petugas pelaksana tidak melakukannya.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian, pengawasan dipercayakan kepada
pelaksana di tingkat bawah, yaitu TPG dan kader. Meskipun sudah terdapat
112
penanggung jawab kegiatan operasional di lapangan, namun pengawasan juga
perlu dilakukan oleh koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan kepada TPG
Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru yang bertugas mendistribusikan MP-ASI
di wilayahnya. Begitu pula pengawasan dari TPG Puskesmas Kecamatan
Kebayoran Baru kepada TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan. Menurut
Kemenkes (2011), pengawasan tidak hanya dilakukan terhadap pelaksanaan
pendistribusian MP-ASI buffer stock, tetapi dapat dilakukan terhadap tempat
penyimpanan, cara penyimpanan, pencatatan dan pelaporan tempat penyimpanan.
Bahkan menurut Kemenkes (2012a), frekuensi pengamatan kegiatan pemberian
MP-ASI buffer stock adalah setiap saat. Sebab tanpa pengawasan, berakibat pada
terjadinya penyimpangan-penyimpangan pada pelaksanaan program seperti yang
telah dikemukakan pada sub-pembahasan penggerakan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Muninjaya (2004) yang menyatakan bahwa tanpa pengawasan atau
pengawasan yang lemah, berbagai penyalahgunaan wewenang dapat dengan
mudah terjadi. Begitu pula apa yang dikemukakan Koontz dan Donnell dalam
Siagian (2012) yang mengatakan bahwa perencanaan dan pengawasan merupakan
“dua sisi satu mata uang” karena perencanaan tanpa pengawasan akan timbul
penyimpangan. Hal ini terbukti dengan perbedaan pelaksanaan di Posyandu dan
kurang tepatnya sasaran yang mendapat MP-ASI.
Mengingat mudah dan canggihnya teknologi di era globalisasi ini,
seharusnya pengawasan semakin mudah untuk dilakukan. Jika para petugas
pelaksana tingkat atas tidak bisa mengawasi petugas pelaksana tingkat bawah
dengan cara observasi langsung, maka sebaiknya dilakukan melalui telepon atau
113
melalui laporan khusus program MP-ASI. Sebagaimana metode pengawasan yang
dikemukakan Azwar (1996) bahwa pengawasan dapat dilakukan dengan beberapa
metode, diantaranya adalah melalui laporan khusus, observasi personal dan alat
elektronik.
Selain itu, sebaiknya dibuat pula instruksi untuk melakukan pengawasan
program MP-ASI ini, paling tidak ketika melakukan pendistribusian MP-ASI.
Sehingga para pelaksana program MP-ASI di seluruh tingkat organisasi pelaksana
dapat mengetahui bahwa terdapat ketentuan pengawasan program ini yang juga
sangat perlu untuk dilakukan.
6.6 Gambaran Penilaian Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban
Bencana
Dalam penelitian ini, yang dimaksud penilaian adalah upaya untuk
membandingkan hasil yang dicapai dengan target yang telah ditentukan. Akan
tetapi, dalam pelaksanaan program ini, penilaian belum dilakukan. Hal ini
disebabkan belum adanya perencanaan dan sosialisasi untuk melakukan penilaian
terhadap hasil pelaksanaan program ini. Sedangkan menurut Kemenkes (2011),
penilaian dilakukan 2 kali dalam setahun yang dilaksanakan secara berjenjang.
Menurut Muninjaya (2004), dengan adanya penilaian dapat memperbaiki
kebijaksanaan perencanaan dan pelaksanaan program yang akan datang. Selain itu
juga berguna sebagai alat untuk memperbaiki efisiensi dan efektivitas program.
Jika tidak dilakukan, maka tidak akan diketahui keefektifan dan keefisiensian
114
program. Sehingga kelemahan yang terjadi dapat terjadi kembali pada pelaksanaan
program di waktu mendatang.
Sedangkan untuk pencatatan di Sudinkes Jakarta Selatan hingga Puskesmas
Kelurahan sudah dapat dilakukan dengan baik, karena tertib membuat tanda terima
keluar-masuknya barang. Sedangkan pencatatan di tingkat Posyandu belum
dilakukan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan tidak lengkapnya data penerima
MP-ASI. Sehingga penggunaanya tidak jelas diberikan kepada siapa saja. Dalam
arti, apakah sudah tepat sasaran atau belum. Berdasarkan informasi para kader,
pencatatan tersebut tidak lengkap karena ada beberapa buku catatan yang hilang
dikarenakan daerah mereka kerap terkena banjir. Banjir yang melanda kawasan
mereka secara tiba-tiba mengakibatkan kader tidak ingat akan catatan tersebut
ketika membereskan barang-barangnya atau bahkan mungkin catatan tersebut
hilang terbawa arus sungai.
Pencatatan yang tidak baik ini juga disebabkan lemahnya tuntutan
melakukan pelaporan data kepada organisasi pelaksana yang lebih tinggi. Bukan
hanya di tingkat Posyandu saja, lemahnya pelaporan ini juga terjadi hingga tingkat
Kota. Tidak adanya instruksi terkait pelaporan dan penilaian program ini
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap lemahnya pelaporan yang
berakibat pada belum adanya penilaian terhadap pelaksanaan program MP-ASI
buffer stock ini. Sedangkan menurut Kemenkes (2012a), sumber data berupa
laporan pendistribusian MP-ASI dengan frekuensi pengamatan setiap saat dan
pelaporan setiap bulan. Berdasarkan informasi baik dari pihak Kemenkes maupun
Koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan, mereka mengaku memang luput dalam
115
hal pencatatan dan pelaporan guna dilakukan penilaian. Beliau mengaku belum
menekankan tentang pencatatan dan pelaporan data hasil kegiatan pemberian MP-
ASI tersebut. Sedangkan menurut Kemenkes (2011), terdapat 2 data yang
dilaporkan, yaitu data dan informasi jumlah baduta 6-24 bulan yang mendapat
MP-ASI dan jumlah MP-ASI yang dibagikan kepada sasaran tersebut. Sehingga,
dengan adanya data tersebut, dapat diketahui apakah MP-ASI buffer stock tersebut
benar-benar tepat sasaran sesuai kriteria yang ditetapkan dan apakah MP-ASI yang
diberikan mencukupi jumlah sasaran yang ada. Sebab menurut Kemenkes (2012a),
target persentase MP-ASI buffer stock di daerah bencana ialah sebesar 100%.
Persentase ini dijabarkan dengan penghitungan jumlah MP-ASI yang diadakan
dibagi dengan jumlah buffer stock MP-ASI yang diperlukan untuk antisipasi
situasi darurat akibat bencana, KLB gizi dan situasi sulit lainnya. Rumus
perhitungan persentase tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Dari rumus tersebut dapat dilihat hasil kinerja program. Kinerja dinilai baik
jika pengadaan buffer stock MP-ASI sesuai dengan target.
Akan tetapi, dengan tidak adanya pelaporan secara berjenjang dari tingkat
Posyandu hingga Dinas kesehatan, maka hingga saat ini belum dapat dilakukan
penilaian. Sehingga belum dapat diketahui apakah MP-ASI yang mereka berikan
tepat pada sasaran, mencukupi kebutuhan atau bahkan sebaliknya. Jika penilaian
dilakukan, faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan dari program MP-ASI ini
dapat dicari, dianalisis dan diberikan pemecahan masalah tertentu sehingga
116
sumber-sumber dari faktor-faktor penyebab tersebut dapat dihilangkan secara
mendasar. Dengan demikian, maka dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan
organisasi faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan tersebut tidak timbul lagi,
meskipun faktor-faktor negatif mungkin saja timbul di masa yang akan datang
(Siagian, 2012). Oleh sebab itu, agar program MP-ASI buffer stock ini efektif dan
efisien, yang dapat diketahui melalui fungsi penilaian, maka sangat diperlukan
sosialisasi secara resmi dari Kemenkes kepada Dinas Kesehatan Provinsi yang
kemudian diteruskan secara berjenjang hingga masyarakat. Selain itu dapat juga
dilakukan dengan mempublikasikan pedoman MP-ASI buffer stock yang telah
direvisi ke dalam situs perpustakaan Kemenkes. Dengan demikian, para pelaksana
program di semua tingkat dapat memahami program dengan baik termasuk
memahami tugasnya untuk melakukan pelaporan dengan baik yang berguna untuk
fungsi penilaian program tersebut.
117
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan data penelitian yang telah dilakukan
pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan :
1. Perencanaan yang telah dilakukan oleh para pelaksana program masih
terdapat kekurangan dalam menentukan jumlah MP-ASI yang diberikan dan
ketentuan konsumsinya, menentukan handling cost serta tidak adanya
perencanaan untuk melakukan pengawsaan dan penilaian. Sehingga MP-ASI
yang diberikan belum seluruhnya tepat pada sasaran. Hal ini disebabkan
kurangnya sosialisasi serta belum adanya ketentuan konsumsi dalam buku
pedoman MP-ASI buffer stock.
2. Pengorganisasian oleh para pelaksana program sudah berjalan dengan baik
karena sudah sesuai dengan jabatan, tugas pokok dan fungsi para pelaksana
program di masing-masing organisasi. Kelemahan dalam pembagian tugas
adalah belum adanya penekanan pentingnya pencatatan, pengawasan dan
pelaporan. Hal ini disebabkan belum adanya instruksi terkait hal tersebut dari
tingkat Sudinkes Kota, sehingga berakibat pada kurangnya penekanan akan
pencatatan dan pelaporan data MP-ASI ini di tingkat Posyandu.
3. Dalam melaksanakan program MP-ASI buffer stock untuk bencana ini masih
terdapat ketidaksesuaian dengan perencanaan dan pedoman pemberian MP-
ASI serta pemberian makan pada anak, yaitu anak usia kurang dari 6 bulan
118
dan di atas 2 tahun juga mendapat MP-ASI tersebut. Sehingga balita di lokasi
sasaran hanya mendapat MP-ASI biskuit yang sangat sedikit, tidak sampai 1
bungkus untuk 1 hari. Hal ini disebabkan belum adanya sosialisasi serta
ketentuan konsumsi MP-ASI ini dalam buku pedoman MP-ASI buffer stock
ini serta tidak sesuainya pesan dalam kemasan MP-ASI biskuit dengan sasarn
program yaitu anak usia 6-24 bulan.
4. Pengawasan program ini belum dilakukan oleh petugas pelaksana tingkat
manapun karena belum adanya perencanaan untuk melakukan pengawasan
dan instruksi yang menekankan bahwa pengawasan perlu dilakukan untuk
melihat apakah program sudah berjalan sesuai rencana atau belum.
5. Penilaian program ini juga belum dilakukan. Hal ini disebabkan tidak adanya
perencanaan untuk melakukan penilaian hasil kegiatan pemberian MP-ASI
biskuit ini. Selain itu dikarenakan belum adanya instruksi terkait pelaporan
data program MP-ASI ini sehingga sejauh ini belum juga dilakukan
pelaporan.
7.2 Saran
7.2.1 Bagi Kader Posyandu
a. Melakukan pendataan sasaran baduta yang membutuhkan MP-ASI
terlebih dahulu sebelum melakukan pendistribusian MP-ASI. Hal ini
dilakukan agar MP-ASI yang jumlahnya terbatas tersebut dapat
diberikan kepada sasaran yang tepat sehingga bermanfaat bagi
mereka.
119
b. Lebih memperhatikan pencatatan sebagai bukti otentik terhadap
pelaksanaan program MP-ASI bencana ini.
c. Data hasil kegiatan pemberian MP-ASI tersebut sebaiknya tetap
dilaporkan kepada TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan meskipun
belum diminta sebab data ini sangat berguna untuk penilaian program
MP-ASI tersebut. Jika sewaktu-waktu ada permintaan dari
Puskesmas Kecamatan, maka dapat dilaporkan dengan mudah.
7.2.2 Bagi TPG Puskemas Kelurahan Petogogan
a. Menggunakan data jumlah baduta dan status gizi baduta dari kader
sebagai dasar perencanaan pendistribusian MP-ASI. Hal ini dilakukan
agar MP-ASI yang jumlahnya terbatas tersebut dapat diberikan
kepada sasaran yang tepat sehingga bermanfaat bagi mereka.
b. Membuat metode pengawasan program dan melakukan pengawasan.
Pengawasan dapat dilakukan melalui observasi langsung, telepon atau
melalui laporan khusus program MP-ASI.
c. Membuat metode penilaian dan pelaporan hasil kegiatan serta
melaporkannya kepada TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru
sesegera mungkin setelah pelaksanaan program agar dapat diketahui
hasil kegiatan tersebut. Selain itu agar data yang diberikan juga dapat
dilaporkan kepada Sudinkes Jakarta Selatan hingga Kemenkes.
120
7.2.3 Bagi TPG Puskemas Kecamatan Kebayoran Baru
a. Menggunakan data jumlah baduta dan status gizi baduta dari TPG
Kelurahan sebagai dasar perencanaan pendistribusian MP-ASI. Hal
ini dilakukan agar MP-ASI yang jumlahnya terbatas tersebut dapat
diberikan kepada sasaran yang tepat sehingga bermanfaat bagi
mereka.
b. Membuat metode pengawasan program ini dan melakukan
pengawasan. Pengawasan dapat dilakukan melalui observasi
langsung, telepon atau melalui laporan khusus program MP-ASI.
c. Membuat teknis penilaian dan pelaporan hasil kegiatan serta
melaporkannya kepada Koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan
sesegera mungkin setelah mendapat laporan dari Puskesmas
Kelurahan agar dapat diketahui hasil kegiatan tersebut. Selain itu agar
data yang diberikan dapat dilaporkan juga kepada Dinkes Provinsi
DKI Jakarta hingga Kemenkes.
7.2.4 Bagi Koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan
a. Menigkatkan keaktifan untuk menanyakan petunjuk pelaksanaan dan
teknis (juklak juknis) program MP-ASI yang dibuat Kemenkes
kepada Dinas Kesehatan provinsi DKI Jakarta. Jika memang juklak
juknis tersebut belum ada, dengan berdasarkan asas desentralisasi
dapat dibuat mekanisme pelaksanaan program tersebut sesuai kondisi
wilayah DKI Jakarta, khususnya Jakarta Selatan.
121
b. Membuat perencanaan handling cost untuk biaya pendistribusian
MP-ASI, metode pengawasan program dan melakukan pengawasan.
Pengawasan dapat dilakukan melalui observasi langsung, telepon
atau melalui laporan khusus program MP-ASI.
c. Membuat teknis penilaian dan pelaporan hasil kegiatan serta
melaporkannya kepada Seksi Gizi Dinkes Provinsi DKI Jakarta
sesegera mungkin setelah mendapat laporan dari Puskesmas
Kelurahan agar dapat diketahui hasil kegiatan tersebut. Selain itu
agar data yang diberikan juga dapat dilaporkan kepada Kemenkes.
d. Lebih menekanakan dan mengingatkan para TPG Puskesmas
Kecamatan akan pentingnya pencatatan dan pelaporan data hasil
kegiatan pemberian MP-ASI ini.
7.2.5 Bagi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI
a. Melengkapi pedoman MP-ASI buffer stock dengan menambahkan
ketentuan konsumsi MP-ASI dan mempublikasikannya. Jika memang
tidak bisa menyebarkan pedoman kepada seluruh Dinas kesehatan
Provinsi di Indonesia, dapat dimuat di situs perpustakaan Kemenkes,
sehingga para petugas pelaksana program MP-ASI ini dapat dengan
mudah mendapatkannya.
b. Memperbaiki pesan “Hanya untuk anak 12 – 24 bulan” pada kemasan
MP-ASI biskuit dengan menyesuaikan sasaran program, yaitu anak
usia 6-24 bulan.
122
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemahannya
Arisman, MB. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara
_________. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Datang.
Disampaikan pada Pertemuan Advokasi Program Perbaikan Gizi Menuju
Keluarga Sadar Gizi, di Hotel Sahid Jaya. Jakarta:
Bappenas. 2011. Rencana Aksi Pangan dan Gizi tahun 2011-2015
Depkes dan Kesos RI. Tanpa tahun. Pedoman Pengelolaan Makanan Pendamping
ASI (MP-ASI).
Depkes RI. 2001. Pedoman Penanggulangan Masalah Gizi dalam Keadaan
Darurat. Jakarta: Depkes RI
___________. 2004. Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
___________. 2005. Pedoman Pelaksanaan Pendistribusian dan Pengelolaan
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Tahun 2005. Jakarta:
Depkes RI
___________. 2006. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu
Ibu (MP-ASI) Lokal Tahun 2006. Jakarta: Depkes RI
___________. 2007 a. Pedoman Pemberian Makanan Bayi dan Anak dalam Situasi
Darurat. Jakarta: Depkes RI
___________. 2007 b. Spesifikasi Teknis Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-
ASI). Jakarta: Depkes RI
___________. 2008. Petunjuk Teknis Bantuan Sosial (Bansos) Program Perbaikan
Gizi Masyarakat. Jakarta: Depkes RI
Emilia, Rika Chandra. 2009. Pengaruh penyuluhan ASI eksklusif terhadap
pengetahuan dan sikap ibu hamil di mukim Laura-E kecamatan Simeulue
Tengah Kabupaten Simeulue (NAD) Tahun 2008. Skripsi. Medan: FKM
Universitas Sumatera Utara
123
Fitriadi. 2012. Sebagian Besar Banjir di Jakarta Selatan. Tersedia di
http://bangka.tribunnews.com Diakses pada 20 April 2012 pkl. 08.00
WIB
Hadi, Hamam. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya terhadap
Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Hazwin, dan Sudrago, Toto. 2008. Kinerja TPG Puskesmas Hubungannya Dengan
Efektivitas Program MP-ASI pada Anak Bawah Dua Tahun dengan Gizi
Buruk Di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Yogyakarta: Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan. No.03 September 2008. Vol.11 UGM
Husaini, Nazar. 2012. Kelurahan Petogogan yang Dikenal sebagai Daerah Banjir.
Tersedia di http://www.pelita.or.id Diakses pada 1 Juli 2012 pkl. 20.00
WIB.
Kemenkes RI. 2010a. Pedoman Penanggulangan Masalah Gizi dalam Keadaan
Darurat. Jakarta: Kemenkes RI
___________. 2010b. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.
___________. 2010c. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana
Tahun 2009. Jakarta: Kemenkes RI
___________. 2011. Panduan Pengelolaan MP-ASI Buffer Stock. Jakarta: Kemenkes
RI
___________. 2012a. Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi. Jakarta: Kemenkes RI
___________. 2012b. Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat 2012. Jakarta:
Kemenkes RI
Moleong, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Muninjaya, A.A Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC
Ningrum, Setya Fatma. 2008. Analisis Hubungan Fungsi Manajemen Oleh Tenaga
Pelaksana Gizi Dengan Tingkat Keberhasilan Program Pemberian
Makanan Tambahan Pada Balita Gizi Buruk di Puskesmas Kabupaten
Tegal Tahun 2006. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro
124
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta
Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru. 2012. Laporan Kegiatan Gizi Tahun 2011.
Puskesmas Kelurahan Petogogan. 2012. Laporan Tahunan Tahun 2011.
Ramadhan, M. Arbi. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berat Badan Tidak
Naik (2T) pada Baduta Gakin setelah Pemberian Program MP-ASI
Kemenkes di Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan Tahun 2011.
Skripsi. Jakarta: FKIK UIN
Shihab, M. Quraish. 2000. Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai
Persoalan Umat. Bandung: Penerbit Mizan
Siagian. Sondang P. 2012. Fungsi-fungsi Manajerial. Edisi Revisi. Cetakan ketiga.
Jakarta: Bumi Akasara
Simanjuntak, Elvi N. 2007. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Pola Pemberian
ASI, MP-ASI dan Pola Penyakit pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Dusun III
Desa Limau Manis Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2007. Skripsi. Medan: USU
Sugiyono. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabet
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. 2011. Laporan Tahunan
Tahun 2010.
Sumandoyo, Arbi. 2012. Tiga Wilayah yang Jadi Langganan Banjir karena Kali
Krukut. Tersedia di http://www.merdeka.com Diakses pada 20 April 2012
pkl. 08.00 WIB
Terry, George R. 1986. Asas-asas Menejemen. Penerjemah: Winardi. Cetakan ke-4.
Edisi ke-8. Bandung: Penerbit Alumni
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana
Pedoman Wawancara Mendalam untuk
Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Kelurahan Petogogan
“Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang
Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan
Jakarta Selatan Tahun 2012”
Tanggal :
Nama Pewawancara :
Karakteristik Informan
1. Nama Informan :
2. Tempat, Tanggal lahir :
3. Pendidikan terakhir :
4. Lama bekerja sebagai pelaksana program MP-ASI :
5. Nomor Ponsel :
Pertanyaan
1. Bagaimana cara Bapak/Ibu merencanakan kegiatan pemberian MP-ASI di lokasi
banjir?
2. Hambatan apa sajakah yang biasanya muncul dalam perencanaan?
3. Bagaimana cara menentukan kegiatan dan pembagian tugas dalam program MP-
ASI ini?
4. Hambatan apa sajakah yang biasanya muncul dalam pengorganisasian?
5. Bagaimana cara Bapak/Ibu mensosialisasikan program pemberian MP-ASI
kepada kader yang melaksanakan kegiatan pemberian MP-ASI?
6. Bagaimana cara Bapak/Ibu menggerakan kader dalam pelaksanaan program MP-
ASI ini? Bagaimana kesesuaian dengan perencanaan yang telah dibuat?
7. Apa sajakah kesulitan Bapak/Ibu dalam menggerakan kader tersebut?
8. Bagaimana cara Bapak/Ibu melakukan pengawasan terhadap kinerja kader
dalam pelaksanaan program pemberian MP-ASI?
9. Apa sajakah kesulitan dan hambatan yang dialami dalam melaksanakan
pengawasan program pemberian MP-ASI?
10. Seperti apa evaluasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan program MP-ASI di
tingkat masyarakat?
11. Apa saja hambatan dalam penilaian/evaluasi pelaksanaan program MP-ASI?
Pedoman Wawancara Mendalam untuk
Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Kebayoran Baru
“Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang
Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan
Jakarta Selatan Tahun 2012”
Tanggal :
Nama Pewawancara :
Karakteristik Informan
1. Nama Informan :
2. Tempat, Tanggal lahir :
3. Pendidikan terakhir :
4. Lama bekerja sebagai pelaksana program MP-ASI :
5. Nomor Ponsel :
Pertanyaan
1. Dengan pihak mana saja Bapak/Ibu berkoordinasi dalam penyusunan rencana
pelaksanaan kegiatan pemberian MP-ASI ini? Hal apa saja yang
dikoordinasikan?
2. Hambatan apa sajakah yang biasanya muncul dalam perencanaan?
3. Bagaimana cara menentukan kegiatan dan pembagian tugas dalam program MP-
ASI ini?
4. Hambatan apa sajakah yang biasanya muncul dalam pengorganisasian?
5. Bagaimana cara Bapak/Ibu mensosialisasikan program pemberian MP-ASI
kepada TPG kelurahan yang melaksanakan kegiatan pemberian MP-ASI?
6. Bagaimana cara Bapak/Ibu menggerakan TPG kelurahan dalam pelaksanaan
program MP-ASI ini? Bagaimana kesesuaian dengan perencanaan yang telah
dibuat?
7. Apa sajakah kesulitan Bapak/Ibu dalam menggerakan TPG kelurahan tersebut?
8. Bagaimana metode pengawasan untuk pelaksanaan program pemberian MP-
ASI ini?
9. Bagaimana metode penilaian/evaluasi terhadap pelaksanaan program MP-ASI
ini?
10. Apa saja hambatan dalam penilaian/evaluasi pelaksanaan program MP-ASI?
Pedoman Wawancara Mendalam untuk
Koordinator Gizi Sudinkes Kota Jakarta Selatan
“Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang
Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan
Jakarta Selatan Tahun 2012”
Tanggal :
Nama Pewawancara :
Karakteristik Informan
1. Nama Informan :
2. Tempat, Tanggal lahir :
3. Pendidikan terakhir :
4. Nomor Ponsel :
Pertanyaan
1. Bagaimana cara Ibu menyusun kebutuhan tenaga, logistik, tempat, anggaran dan
sasaran program MP-ASI?
2. Dengan pihak mana saja Ibu berkoordinasi dalam penyusunan rencana
pelaksanaan kegiatan pemberian MP-ASI ini? Hal apa saja yang
dikoordinasikan?
3. Hambatan apa sajakah yang biasanya muncul dalam perencanaan?
4. Bagaimana cara menentukan kegiatan dan pembagian tugas dalam program MP-
ASI ini?
5. Hambatan apa sajakah yang biasanya muncul dalam pengorganisasian?
6. Bagaimana cara Ibu mensosialisasikan program pemberian MP-ASI kepada TPG
yang melaksanakan kegiatan pemberian MP-ASI?
7. Bagaimana cara Ibu menggerakan kader dalam pelaksanaan program MP-ASI
ini? Bagaimana kesesuaian dengan perencanaan yang telah dibuat?
8. Bagaimana cara Ibu menggerakan TPG dalam pelaksanaan program pemberian
MP-ASI ini? Bagaimana kesesuaian dengan perencanaan yang telah dibuat?
9. Apa sajakah kesulitan Ibu dalam menggerakan TPG tersebut?
10. Bagaimana metode pengawasan untuk pelaksanaan program pemberian MP-
ASI ini?
11. Bagaimana cara pemantauan terhadap gudang penyimpanan MP-ASI di
Puskesmas?
12. Bagaimana cara Ibu melakukan pengawasan terhadap kinerja TPG dalam
pelaksanaan program pemberian MP-ASI?
13. Apa sajakah kesulitan dan hambatan yang dialami dalam melaksanakan
pengawasan program pemberian MP-ASI?
14. Bagaimana metode penilaian/evaluasi terhadap pelaksanaan program MP-ASI
ini?
15. Apa saja hambatan dalam penilaian/evaluasi pelaksanaan program MP-ASI?
Pedoman Wawancara Mendalam untuk Kader Posyandu
“Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang
Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan
Jakarta Selatan Tahun 2012”
Tanggal :
Nama Pewawancara :
Karakteristik Informan
1. Nama Informan :
2. Tempat, Tanggal lahir :
3. Pendidikan terakhir :
4. Nomor Ponsel :
Pertanyaan
1. Bagaimana cara Ibu merencanakan kegiatan pemberian MP-ASI di lokasi banjir?
Apa saja rencana yang disusun?
2. Hambatan apa sajakah yang biasanya muncul dalam perencanaan?
3. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pemberian MP-ASI ini, sesuaikah dengan
rencana yang telah dibuat?
4. Bagaimana cara pengawasan program pemberian MP-ASI ini?
5. Apa sajakah kesulitan dan hambatan yang dialami dalam melaksanakan
pengawasan pemberian MP-ASI?
6. Bagaimana metode penilaian/evaluasi terhadap pelaksanaan program MP-ASI
ini?
7. Apa saja hambatan dalam penilaian/evaluasi pelaksanaan program MP-ASI?
Pedoman Wawancara Mendalam untuk Ibu Baduta
“Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang
Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan
Jakarta Selatan Tahun 2012”
Tanggal :
Nama Pewawancara :
Karakteristik Informan
1. Nama Informan :
2. Tempat, Tanggal lahir :
3. Pendidikan terakhir :
4. Nomor Ponsel :
Pertanyaan
1. Berapa banyak MP-ASI biskuit yang ibu terima?
2. Siapa yang memberikannya dan bagaimana cara memberikannya?
3. Bagaimana cara kader dalam melakukan sosialisasi program MP-ASI ini?
4. Siapa saja yang mengonsumsi biskuit tersebut?
5. Bagaimana cara ibu menghidangkan MP-ASI biskuit tersebut?
6. Bagaimana pengawasan yang dilakukan kader atau TPG terhadap ibu saat
memberikan MP-ASI pada badutanya? Hal apa saja yang dipantau?
7. Apa saja hambatan yang ditemui dalam memperoleh MP-ASI biskuit tersebut?
Pedoman Wawancara Mendalam untuk
Staf Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI
“Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang
Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan
Jakarta Selatan Tahun 2012”
Tanggal :
Nama Pewawancara :
Karakteristik Informan
1. Nama Informan :
2. Tempat, Tanggal lahir :
3. Pendidikan terakhir :
4. Nomor Ponsel :
Pertanyaan
1. Bagaimana cara Bapak/Ibu menyusun tujuan, sasaran serta prosedur
pelaksanaan program MP-ASI bencana?
2. Bagaimana cara menentukan kegiatan dan pembagian tugas dalam program MP-
ASI ini?
3. Bagaimana cara Bapak/Ibu mensosialisasikan program MP-ASI bencana ini?
4. Bagaimana metode pengawasan untuk pelaksanaan program MP-ASI ini?
5. Bagaimana metode penilaian/evaluasi terhadap pelaksanaan program MP-ASI
ini?
Lembar Observasi Karakteristik Produk MP-ASI
“Gambaran Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang
Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan
Jakarta Selatan Tahun 2012”
Spesifikasi Teknis Produk MP-ASI Biskuit
No. Hal yang diamati Ya Tidak Keterangan
1 MP-ASI biskuit terbuat dari campuran terigu,
margarin, gula, susu, lesitin kedelai, garam
bikarbonat, dan diperkaya dengan vitamin dan
mineral serta ditambah dengan penyedap rasa
dan aroma (flavour).
√
2 MP-ASI biskuit berbentuk keping bundar
berdiameter 5-6 cm, berat 10 gram per keping.
Pada permukaan atas biskuit tercantum tulisan
“MP-ASI”.
√
3 Nama Produk: “MP-ASI biskuit” disertai
lambang Kemenkes dan logo halal Majelis
Ulama Indonesia (MUI)
√
4 Keterangan berat bersih sebesar 120 gram √
5 Nama dan alamat produsen √
6 Informasi dan kandungan gizi per 100 gram √
7 Petunjuk penyimpanan sebelum dan sesudah
kemasan dibuka
√
8 Kode produksi √
9 Nomor pendaftaran pangan (registrasi) BPOM √
10 Tanggal kadaluarsa (bulan dan tahun) √
11 Pesan “Hanya untuk anak 12 – 24 bulan” √
12 Tulisan “GRATIS” √
Lembar Telaah Dokumen
“Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang
Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan
Jakarta Selatan Tahun 2012”
No. Dokumen yang ditelaah Ya Tidak Keterangan
1 Tanda terima distribusi MP-
ASI dari Kemenkes
√
2 Tanda terima distribusi MP-
ASI Sudinkes Jakarta Selatan
√ Perencanaan distribusi
dibuat langsung di
tanda terima
3 Tanda terima distribusi MP-
ASI Puskesmas Kecamatan
Kebayoran Baru
√ Perencanaan distribusi
dibuat langsung di
tanda terima
4 Tanda terima distribusi MP-
ASI Puskesmas Kelurahan
Petogogan
√ Perencanaan distribusi
dibuat langsung di
tanda terima
5 Data balita di Posyandu √
6 Profil ketenagaan puskesmas
Kecamatan Kebayoran Baru
√
7 Profil ketenagaan puskesmas
Kelurahan Petogogan
√
9 Buku Pedoman Pengelolaan
MP-ASI buffer stock (di tingkat
kemenkes)
√
10 Buku Pedoman Pengelolaan
MP-ASI buffer stock (di tingkat
Sudinkes Jaksel)
√ Tidak terdapat buku
pedoman tersebut
11 Buku Pedoman Pengelolaan
MP-ASI buffer stock (di tingkat
Puskesmas Kecamatan dan
Kelurahan)
√ Tidak terdapat buku
pedoman tersebut
12 Lembar pengecekan tempat
penyimpanan MP
√ Tidak terdapat lembar
pengecekan tersebut
13 Lembar pengecekan
pendistribusian MP
√ Tidak terdapat lembar
pengecekan tersebut
14 Lembar pengawasan konsumsi
MP
√ Tidak terdapat lembar
pengawasan tersebut
15 Lembar evaluasi program
pemberian MP
√ Tidak terdapat lembar
evaluasi tersebut
Matriks Wawancara Mendalam pada Kader Posyandu
No. Aspek Keterangan Kader Posyandu
Dahlia Melati Kuntum Mekar Anggrek Seruni Kenanga
1. Perencanaan
Penyusunan
rencana
kegiatan
pemberian
MP-ASI
biskuit untuk
baduta korban
bencana
Perencanaan dibuat oleh kader posyandu yang meliputi perencanaan sasaran dan jumlah MP-ASI biskuit yang
akan diberikan. Tidak ada perencanaan pengawasan dan penilaian hasil kegiatan.
Hambatan
dalam
penyusunan
perencanaan
kegiatan
pemberian
MP-ASI
biskuit untuk
baduta korban
bencana
Tidak ada
hambatan, yang
penting
membagi habis
MP-ASI yang
ada sebab
kebetulan
jumlah MP-ASI
yang diberikan
sesuai dengan
jumlah
balitanya,
sehingga 1
orang mendapat
1 bungkus MP-
ASI.
MP-ASI yang
diberikan
sedikit, sehingga
perlu
mensiasatinya
dengan
membagi 2
bungkus MP-
ASI biskuit
untuk 3 orang
anak. Serta
menambahkan
biskuit produk
lain. Sehingga 1
orang mendapat
8 keping biskuit
MP-ASI dan
produk lain.
MP-ASI yang
diberikan
sedikit, sehingga
1 orang
mendapat 3-4
keping biskuit
dan kader
menambahkan
biskuit produk
lain dengan
menggunakan
dana swadaya
mayarakat.
MP-ASI yang
diberikan
memang sedikit,
sehingga
pemberiannya
diutamakan
kepada baduta
BGM. Setiap
baduta
mendapat 1 pak
besar yang
berisi 7 bungkus
MP-ASI.
MP-ASI yang
diberikan
memang sedikit,
sehingga
pemberiannya
diutamakan
kepada baduta
BGM. Setiap
baduta
mendapat 1 pak
besar yang berisi
7 bungkus MP-
ASI.
MP-ASI yang
diberikan
sedikit, sehingga
1 orang
mendapat 5
keping biskuit
dan kader
menambahkan
makanan lain
dengan
menggunakan
dana swadaya
mayarakat.
2. Pengorganisasian
Pembagian
tugas dalam
program MP-
ASI biskuit
untuk baduta
korban
bencana
Tugas diberikan oleh TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan untuk mendistribusi-kan MP-ASI ketika banjir.
3. Penggerakan
Pelaksanaan
kegiatan sesuai
rencana
Kegiatan
dilaksanakan
sesuai rencana,
yaitu membagi
MP-ASI kepada
semua ibu balita
secara merata.
Kegiatan
dilaksanakan
sesuai rencana,
yaitu membagi
MP-ASI kepada
semua ibu balita
secara merata.
Kegiatan
dilaksanakan
sesuai rencana,
yaitu membagi
MP-ASI kepada
semua ibu balita
secara merata
Kegiatan
dilaksanakan
sesuai rencana,
yaitu membagi
MP-ASI kepada
baduta BGM.
Kegiatan
dilaksanakan
sesuai rencana,
yaitu membagi
MP-ASI kepada
baduta BGM.
Kegiatan
dilaksanakan
sesuai rencana,
yaitu membagi
MP-ASI kepada
semua ibu balita
secara merata
Kesulitan
dalam
melaksanakan
kegiatan sesuai
rencana
Tidak terdapat
kesulitan karena
dapat membagi
secara adil.
Tidak terdapat
kesulitan karena
dapat membagi
secara adil
meskipun
sedikit.
Tidak terdapat
kesulitan karena
dapat membagi
secara adil
meskipun
sedikit.
Tidak terdapat
kesulitan karena
dapat memberi
pengertian
kepada ibu
balita yang lain
yang tidak
mendapat MP-
ASI.
Tidak terdapat
kesulitan karena
dapat memberi
pengertian
kepada ibu
balita yang lain
yang tidak
mendapat MP-
ASI.
Tidak terdapat
kesulitan karena
dapat membagi
secara adil
meskipun
sedikit.
4. Pengawasan
Cara
melakukan
pengawasan
program
pemberian
MP-ASI
biskuit untuk
Tidak ada pengawasan karena tidak ada perencanaan dan isnstruksi untuk melakukan pengawasan.
baduta korban
bencana
Hambatan
dalam
melaksanakan
pengawasan
program
pemberian
MP-ASI
biskuit untuk
baduta korban
bencana
Tidak adanya instruksi untuk melakukan pengawasan dan karena MP-ASI yang diberikan hanya sedikit,
sehingga bisa langsung habis setelah dibagikan.
5. Penilaian
Cara penialian
program MP-
ASI biskuit
untuk baduta
korban
bencana
Penilaian belum dilakukan karena tidak ada perencanaan untuk melakukan penilaian yang disebabkan tidak
adanya instruksi untuk melapor dan malakukan penilaian hasil kegiatan pemberian MP-ASI biskuit bencana ini.
Hambatan
dalam
penilaian/evalu
asi
program MP-
ASI biskuit
untuk baduta
korban
bencana
Tidak adanya instruksi untuk melapor dan malakukan penilaian hasil kegiatan pemberian MP-ASI biskuit
bencana ini.
Matriks Wawancara Mendalam pada Ibu Baduta yang Mendapat MP-ASI
No. Aspek Keterangan Kader Posyandu
Dahlia Melati Kuntum Mekar Anggrek Seruni Kenanga
1. Penggerakan
MP-ASI yang
diperoleh
Tiap 1 anak
mendapat 1
bungkus MP-
ASI.
Tiap 1 anak
mendapat 8
keping biskuit
MP-ASI dan
ditambah
produk lain.
Tiap 1 anak
mendapat 3
keping biskuit
MP-ASI dan
ditambah
produk lain.
Tiap 1 anak
mendapat 1 pak
besar yang berisi
7 bungkus MP-
ASI.
Tiap 1 anak
mendapat 1 pak
besar yang berisi
7 bungkus MP-
ASI.
Tiap 1 anak
mendapat 5
keping biskuit
MP-ASI dan
ditambah
makanan lain.
Sosialisasi dari
kader
MP-ASI yang diberikan harus dihabiskan dan hanya boleh dikonsumsi oleh baduta.
Cara
memperoleh
MP-ASI
biskuit
Dibagikan di
Posyandu
setelah banjir
surut.
Dibagikan di
Posyandu
setelah banjir
surut.
Dibagikan di
Posyandu
setelah banjir
surut.
Dibagikan di
Posyandu
setelah banjir
surut dan diantar
kerumah bagi
yang tidak hadir
di Posyandu.
Dibagikan di
Posyandu
setelah banjir
surut dan diantar
kerumah bagi
yang tidak hadir
di Posyandu.
Dibagikan di
Posyandu
setelah banjir
surut.
Siapa dan cara
mengonsumsi
MP-ASI
biskuit
Dikonsumsi
hanya oleh
balita dengan
dimakan
langsung dan
dicelup air.
Dikonsumsi
hanya oleh
balita karena
hanya mendapat
sedikit, caranya
dengan dimakan
langsung.
Dikonsumsi
hanya oleh
balita karena
hanya mendapat
sedikit, caranya
dengan dimakan
langsung.
Dikonsumsi
hanya oleh
balita dengan
dimakan
langsung dan
dicelup air.
Dikonsumsi
hanya oleh
balita dengan
dimakan
langsung dan
dicelup air.
Dikonsumsi
hanya oleh
balita karena
hanya mendapat
sedikit, caranya
dengan dimakan
langsung.
2. Pengawasan
Pengawasan
dari kader
Tidak ada pengawasan, kader hanya membagikan biskuit.
Matriks Wawancara Mendalam pada Koordinator Gizi Sudinkes
Kota Jakarta Selatan
No. Aspek Keterangan
1. Perencanaan
Penyusunan rencana
kegiatan pemberian MP-ASI
biskuit untuk baduta korban
bencana
Perencanaan dibuat oleh Koordinator Gizi
Sudinkes Kota Jakarta Selatan yang meliputi
perencanaan jumlah MP-ASI biskuit dan
wilayah yang akan diberikan serta
penanggung jawab kegiatan pemberian di
tingkat kecamatan. Tidak ada perencanaan
anggaran distribusi (handling cost). Tidak ada
perencanaan untuk melakukan pengawasan
dan penilaian.
Hambatan dalam
penyusunan perencanaan
kegiatan pemberian
MP-ASI biskuit untuk baduta
korban bencana
Tidak adanya ketentuan konsumsi MP-ASI
biskuit tersebut, tidak adanya ketentuan
anggaran untuk distribusi (handling cost).
2. Pengorganisasian
Penentuan kegiatan dan
pembagian tugas dalam program
MP-ASI biskuit untuk baduta
korban bencana
Penugasan diberikan kepada TPG Puskesmas
Kecamatan yang disesuaikan dengan
kapasitasnya sebagai penanggung jawab
program gizi di Puskesmas Kecamatan.
Hambatan dalam melakukan
pengorganisasian
Belum adanya ketentuan pengorganisasian
program ini, sehingga penugasan disesuaikan
dengan tujuan program untuk memberikan
MP-ASI tersebut. Tugas yang diberikan
kepada TPG Puskesmas Kecamatan adalah
untuk mendistribusikan MP-ASI biskuit
tersebut pada wilayah rawan banjir.
3. Penggerakan
Cara menggerakan petugas
program pemberian MP-ASI
biskuit untuk baduta korban
bencana
Penggerakan dilakukan melalui rapat koordinasi antar TPG
Puskesmas Kecamatan. Pembagian MP-ASI
dilakukan sesuai dengan perencanaan yang
telah dibuat. Kesulitan dalam menggerakan
TPG Puskesmas Kelurahan
Petogogan
Tidak terdapat kesulitan karena dapat
menjaga hubungan baik melalui komunikasi
yang baik dengan TPG Puskesmas
Kecamatan.
4. Pengawasan
Cara Tidak ada pengawasan karena tidak ada
melakukan pengawasan program pemberian MP-ASI
biskuit untuk baduta korban
bencana
perencanaan untuk melakukan pengawasan
yang disebabkan tidak adanya instruksi untuk
mengawasinya dan adanya asumsi untuk
mempercayakan kepada TPG dan kader
dalam melakukan pengawasan.
Hambatan dalam melaksanakan pengawasan
program pemberian MP-ASI
biskuit untuk baduta korban
bencana
Tidak adanya instruksi untuk melakukan
pengawasan dan karena tidak semua wilayah
terjadi bencana pada waktu yang sama,
sehingga sulit mengawasi jalannya program
ini.
5. Penilaian
Cara penialian program MP-ASI biskuit untuk
baduta korban bencana
Penilaian belum dilakukan karena tidak ada
perencanaan untuk melakukan penilaian yang
disebabkan tidak adanya instruksi untuk
melapor dan malakukan penilaian hasil
kegiatan pemberian MP-ASI biskuit bencana
ini.
Hambatan dalam
penilaian/evaluasi program MP-ASI biskuit untuk
baduta korban bencana
Tidak adanya instruksi untuk melapor dan
malakukan penilaian hasil kegiatan pemberian
MP-ASI biskuit bencana ini.
Matriks Wawancara Mendalam pada Kasie Bimbingan dan Evaluasi
Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI
No. Aspek Keterangan
1. Perencanaan
Penyusunan rencana
program pemberian MP-ASI
biskuit untuk baduta korban
bencana
Perencanaan yang dibuat adalah mengenai
tujuan, sasaran, target da prosedur
pelaksanaan program, tetapi masih belum
dilengkapi dengan ketentuan konsumsi MP-
ASI.
Hambatan dalam
penyusunan perencanaan
kegiatan pemberian
MP-ASI biskuit untuk baduta
korban bencana
Tidak adanya ketentuan konsumsi MP-ASI
biskuit tersebut karena pembuatan pedoman
dilakukan secara cepat untuk memenuhi
kebutuhan mendesak, yang penting program
ini memiliki petunjuk pelaksanaannya.
2. Pengorganisasian
Penentuan kegiatan dan
pembagian tugas dalam program
MP-ASI biskuit untuk baduta
korban bencana
Pengorganisasian program terdapat dalam
pedoman MP-ASI yang telah dibuat yang
disesuaikan dengan kapasaitas pelaksana di
tiap tingkat organisasi pelaksana.
3. Penggerakan
Cara mensosialisasikan program Sosialisasi dilakukan satu kali pada tahun
2010 melalui pertemuan regional antar
pelaksana program gizi tingkat provinsi.
Tidak ada rencana untuk mensosialisasikan
program ini kembali. 4. Pengawasan
Metode pengawasan program pemberian MP-ASI
biskuit untuk baduta korban
bencana
Seharusnya pengawasan dilakukan secara
berjenjang, untuk di lapangan yang
mengawasi adalah petugas gizi dan dibantu
kader. Namun sejauh ini belum ada
pengawasan.
Hambatan dalam melaksanakan pengawasan
program pemberian MP-ASI
biskuit untuk baduta korban
bencana
Belum adanya pelaporan dari tingkat bawah.
5. Penilaian
Metode penialian program MP-ASI biskuit untuk
baduta korban bencana
Seharusnya penilaian dilakukan secara
berjenjang setelah kegiatan pemberian MP-
ASI, minimal 2 kali dalam setahun, dengan
melihat apakah MP-ASI yang diberikan
sesuai dengan jumlah baduta yang ada, namun
sejauh ini belum dilakukan.
Hambatan dalam penilaian program MP-ASI biskuit untuk
baduta korban bencana
Belum adanya pelaporan hasil kegiatan dari
tingkat bawah.