mp asi.doc
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat
kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi. Kematian bayi
berkaitan erat dengan tingkat pendidikan keluarga, keadaan sosial ekonomi
keluarga, sistem nilai, adat-istiadat, kebersihan dan kesehatan lingkungan
serta pelayanan kesehatan yang tersedia. Selain faktor-faktor diatas
kematian bayi juga dipengaruhi oleh masalah persalinan, pemberian
imunisasi dan kejadian gizi buruk. Kejadian gizi buruk pada bayi antara
lain disebabkan oleh pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang salah dan
pemberian makanan tambahan yang tidak tepat. Oleh karena itu pola
pemberian ASI yang benar dan pemberian makanan tambahan yang tepat
perlu diperhatikan (Purnamawati, 2003).
ASI merupakan makanan paling ideal baik secara fisiologis
maupun secara biologis untuk diberikan kepada bayi diawal
kehidupannya. ASI sanggup memenuhi kebutuhan gizi seorang bayi untuk
masa hidup 4-6 bulan pertama. Anak yang minum ASI akan menghisap
ASI dalam jumlah serta komposisi yang sesuai dengan laju
pertumbuhannya. Bayi sebaiknya sesegera mungkin diberi ASI atau
disusukan setelah lahir, kemudaian dilanjutkan dengan pemberian ASI
eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, selanjutnya pemberian ASI
1
diberikan sampai usia 2 tahun dengan pemberian makanan tambahan
(MP-ASI) dengan benar (Swasono, 1999).
Mengingat sedemikian besar manfaat ASI bagi bayi pada bulan-
bulan pertama dan dampak yang ditimbulkan apabila bayi diberi
makanan tambahan terlalu dini, maka WHO dan Depkes RI telah
mencanangkan anjuran bagi para ibu untuk memberikan ASI secara
eksklusif kepada bayinya. Pada repelita VI diharapkan pencapaian
pemberian ASI secara eksklusif sebesar 80% pada tahun 2000. Namun
pada kenyataannya, pelaksanaan anjuran tersebut masih jauh dari harapan.
Dari berbagai studi diinformasikan bahwa masih banyak ibu yang
memberikan ASI kepada bayinya secara tidak benar. Lebih dari 50%
bayi di Indonesia sudah mendapatkan makanan pendamping ASI
(MP-ASI) pada umur kurang dari 1 bulan. Bahkan pada umur 2-3 bulan,
bayi ada yang sudah mendapat makanan padat (Soenardi, 1999).
Berbagai macam faktor dapat mempercepat pemberian makanan
tambahan, diantaranya adalah tingkat pendidikan, pengetahuan, sosial
budaya (tradisi), ekonomi dan sikap ibu (Satoto, 1992).
Penelitian sudah membuktikan, ASI membuat bayi jauh lebih
sehat, kekebalan meningkat, kecerdasan emosional dan spiritual lebih baik,
IQ pun bisa lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak ketika bayi
tidak diberi ASI eksklusif dan ASI juga mempunyai dampak ekonomi
yang sangat tinggi serta ASI tidak bisa diganti dengan zat makanan
apapun. Para ahli sepakat bahwa pemberian ASI secara eksklusif dapat
2
memenuhi kebutuhan gizi bayi sampai dengan usia 4-6 bulan (Swasono,
2005).
Tetapi kenyataannya meskipun ASI eksklusif memiliki banyak
keunggulan, jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif masih minim.
Masih banyak ditemui bahwa bayi sebelum usia 3 bulan telah diberikan
makanan semi padat. Tampaknya sudah menjadi kebiasaan sebagian ibu
di Indonesia untuk memulai pemberian makanan tambahan sejak bayi
berusia 1 bulan dengan memberi makanan utama dari golongan serealia
ditambah dengan beberapa jenis sayur-sayuran dan buah-buahan, telur dan
daging.
Berdasarkan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
2003-2004 didapatkan proporsi bayi yang mendapat ASI eksklusif pada
kelompok bayi kurang dari 2 bulan 64%, 2-3 bulan 46%, 4-5 bulan 14%.
Sedangkan bayi yang mendapat makanan pendamping ASI dini pada
kelompok usia 2-3 bulan 32% dan kelompok usia 4-6 bulan 69% (BPS,
2003). Selain itu dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnamawati
(2003) diperoleh hasil proporsi pemberian MP-ASI pada bayi kelompok
usia 0 bulan sebesar 26.9%, 1 bulan 44.5%, 2 bulan 57%, 3 bulan 64% dan
kelompok usia 4 bulan sebesar 83.3%.
Kebiasaan memberikan makanan tambahan pada bulan pertama
setelah bayi dilahirkan banyak dilakukan oleh ibu terutama di lingkungan
pedesaan. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Wiryo (1999)
diperoleh dari 64% ibu di Nusa Tenggara Barat yang baru saja
3
melahirkan dan 76% ibu di Jawa Timur memberikan pada bayinya
pisang yang telah dikunyah ketika belum keluar kolostrum.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di
wilayah kerja Puskesmas Rumbai Pekanbaru . Pada awal tahun 2012 jumlah
bayi sebanyak 65 bayi dengan latar belakang tingkat pendidikan, pengetahuan,
sosial budaya dan ekonomi yang heterogen. Dari jumlah tersebut semua bayi
mendapatkan MP-ASI.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik
mengambil judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan usia bayi saat
pertama kali mendapatkan MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Rumbai
Pekanbaru”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan, yaitu :
Faktor-faktor yang berhubungan dengan usia bayi saat pertama kali
mendapatkan MP-ASI
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan usia
bayi saat pertama kali mendapatkan MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas
Rumbai Pekanbaru
4
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan tingkat pendidikan ibu
b. Mendiskripsikan tingkat pengetahuan ibu
c. Mendiskripsikan sosial budaya (tradisi) daerah setempat
d. Mendiskripsikan tingkat ekonomi (pendapatan) keluarga
e. Mendiskripsikan sikap ibu terhadap pemberian MP-ASI
f. Mendiskripsikan usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
g. Menganalisa hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan usia bayi
saat pertama kali menerima MP-ASI
h. Menganalisa hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi
(ASI dan MP-ASI) dengan usia bayi saat pertama kali menerima MP-
ASI
i. Menganalisa hubungan antara sosial budaya (tradisi) daerah setempat
dengan usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
j. Menganalisa hubungan antara tingkat ekonomi (pendapatan) keluarga
dengan usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
k. Menganalisa hubungan antara sikap ibu dengan usia bayi saat pertama
kali menerima MP-ASI
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi profesi
Memberikan masukan untuk mengevaluasi dan meningkatkan
target pencapaian pemberian MP-ASI, serta sebagai pedoman untuk
5
mengadakan penyuluhan kesehatan mengenai usia yang tepat
pemberian MP-ASI.
2. Bagi peneliti
Memberikan pengalaman dibidang penelitian serta menambah
pengetahuan.
3. Bagi pendidikan
Menambah referensi bagi dunia pendidikan dan dapat
digunakan sebagai data dasar untuk melaksanakan penelitian
selanjutnya.
4. Bagi masyarakat
Dapat digunakan sebagai pedoman mengenai usia yang tepat
pemberian MP-ASI pada bayi.
E. Bidang Ilmu
Penelitian ini termasuk dalam bidang Ilmu Keperawatan Anak.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Air Susu Ibu (ASI)
1. Pengertian ASI
Air Susu Ibu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa dan garam-garam organik yang di sekresi oleh kedua kelenjar
mamae dari ibu, yang berguna sebagai makanan bayi. Di dalam ASI
terkandung zat-zat gizi yang diperlukan bayi untuk pertumbuhan dan
mengandung zat-zat kekebalan yang sangat penting untuk mencegah
timbulnya penyakit, serta mudah dicerna oleh pencernaan bayi. Dengan
demikian ASI adalah makanan terbaik untuk bayi, oleh sebab itu setiap
bayi setidaknya berhak memperoleh ASI (Riadi, 1997).
ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja kepada bayi umur 0–4
bulan tanpa makanan tambahan atau minuman apapun (termasuk air putih)
kecuali obat (Depkes RI, 1998).
Yang dimaksud ASI eksklusif atau pemberian ASI secara eksklusif
adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahana cairan lain seperti
susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan
padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi tim.
Pemberian ini dianjurkan untuk diberikan setidaknya selama 4 bulan,
tetapi bila mungkin sampai 6 bulan (Roesli, 2000).
7
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh
kelenjar payudara. Dimana ASI mengandung lebih banyak protein,
immunoglobulin, mineral dan vitamin tetapi sedikit mengandung lemak
dan hidrat arang. Kolostrum merupakan cairan yang berwarna kekuning-
kuningan, lebih kuning dibandingkan dengan susu yang matur yang
dihasilkan oleh payudara pada hari pertama sampai hari ke empat
(Soetjiningsih, 1997).
2. Sifat Anti Infeksi ASI
Telah diketahui sejak lama bahwa bayi yang disusui oleh ibu,
terjaga dari penyakit infeksi, karena ASI mengandung bermacam-macam
faktor pertahanan tubuh, seperti :
a. Imunoglobulin (Ig) terutama immunoglobulin A (IgA) terdapat banyak
dalam kolostrum dan lebih sedikit dalam ASI. IgA tidak akan diserap
oleh usus, tetapi akan beraksi dalam usus terhadap bakteri dan virus
tertentu. Imunoglobulin dalam ASI merupakan zat yang dapat
memberikan perlindungan terhadap penyakit alergi.
b. Laktoferin, merupakan suatu protein yang mengikat zat besi ASI. Zat
besi yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri-bakteri
usus yang berbahaya. Oleh karena itu, pemberian zat besi tambahan
kepada bayi yang disusui harus dicegah, karena dapat mempengarui
daya perlindungan yang diberikan oleh laktoferin.
8
c. Lisosim, suatu enzim yang terdapat dalam ASI yang dapat
menghancurkan bakteri-bakteri berbahaya dan juga mempunyai sifat
melindungi terhadap serangan bermacam-macam virus.
d. Sel–sel darah putih selama dua minggu pertama ASI mengandung
sampai 4000 sel-sel darah putih per milliliter. Sel-sel ini ditemukan
mengeluarkan IgA, lisosim dan interferon. Interferon adalah suatu
senyawa yang dapat menghambat aktifitas beberapa macam virus.
e. Faktor bifidus,merupakan suatu karbohidrat yang mengandung
nitrogen, diperlukan untuk pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus,
dimana bakteri ini memproduksi asam laktat dari laktosa yang dapat
menghambat bakteri-bakteri yang berbahaya (Muchtadi, 2002).
3. Komponen ASI
ASI mengandung lebih dari 200 unsur–unsur pokok, antara lain
lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim,
zat kekebalan dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara
proporsional dan seimbang satu sama lainnya.
Protein adalah bahan baku untuk tumbuh, kualitas protein sangat
penting selama tahun pertama kehidupan bayi, karena pada saat ini
pertumbuhan bayi paling cepat. ASI mengandung protein khusus yang
dirancang untuk pertumbuhan bayi manusia. Protein ASI yang utama
adalah whey, dimana whey ini lebih mudah dicerna oleh bayi
(Roesli, 2000).
9
Sekitar setengah dari energi yang terkandung dalam ASI berasal ari
lemak yang mudah dicerna dan diserap oleh usus dibandingkan dengan
lemak susu sapi, sebab ASI mengandung lebih banyakenzim pemecah
lemak (lipase).
Laktosa (gula susu) merupakan satu-satunya karbohidrat yang
terdapat dalam air susu murni. Sebagai tambahan dari fungsinya sebagai
sumber energi, didalam usus sebagian laktosa akan diubah menjadi asam
laktat. Didalam usus, asam laktat ini membantu mencegah pertumbuhan
bakteri yang tidak diinginkan dan juga membantu penyerapan kalsium
serta mineral–mineral lainnya.
ASI mengandung lebih sedikit kalsium daripada susu sapi, tetapi
karena lebih mudah diserap, jumlah ini akan mencukupi kebutuhan bayi.
Baik susu sapi maupun ASI mengandung sedikit sekali zat besi. Tetapi
sekitar 75% dari zat besi yang terdapat dalam ASI dapat diserap oleh usus.
Apabila makanan yang dikonsumsi ibu memadai, semua vitamin
yang diperlukan bayi selama empat sampai enam bulan pertama
kehidupannya dapat diperoleh dari ASI (Muchtadi, 2002).
4. Manfaat ASI
Pemberian ASI membantu bayi memulai kehidupannya dengan
baik. Kolostrum mengandung antibodi yang kuat untuk mencegah infeksi
dan membuat bayi menjadi kuat. ASI mengandung campuran yang tepat
dari berbagai bahan makanan yang baik untuk bayi. ASI mudah dicerna
oleh bayi. ASI saja, tanpa makanan tambahan lain merupakan cara terbaik
10
untuk memberi makan bayi dalam empat sampai enam bulan pertama
kehidupannya. Sesudah 6 bulan, beberapa bahan makanan yang baik lain
harus ditambahkan ke dalam menu makanan bayi.
Pemberian ASI membantu ibu memulihkan diri dari proses
persalinannya. Pemberian ASI selama beberapa hari pertama membuat
rahim berkontraksi dengan cepat dan memperlambat perdarahan. Wanita
yang menyusui bayinya akan lebih cepat pulih atau turun berat badannya
dari berat badan yang bertambah semasa kehamilan. Ibu yang menyusui,
yang haidnya belum muncul kembali akan kecil kemungkinannya untuk
menjadi hamil. Pemberian ASI adalah cara yang penting bagi ibu untuk
mencurahkan kasih sayangnya pada bayi dan membuat bayi merasa
nyaman.
ASI selalu bersih dan bebas hama yang dapat dapat menyebabkan
infeksi. Pemberian ASI tidak menuntut persiapan khusus, ASI selalu
tersedia dan gratis. Bila ibu memberi ASI bayinya pada waktu diminta
tanpa memberikan makanan tambahan, maka kecil kemungkinannya ia
akan menjadi hamil dalam 6 bulan pertama sesudah melahirkan.
B. Makanan Pendamping ASI (MP–ASI)
1. Pengertian MP – ASI
Bertambahnya usia seorang bayi selalu disertai dengan
meningkatnya kebutuhan akan makanan yang berbeda jenisnya. Bagi bayi
yang berusia 0–6 bulan, pemberian ASI dapat mencukupi untuk
pertumbuhan dam perkembangannya, mengingat ASI merupakan sumber
11
zat gizi yang sangat baik untuk bayi. Setelah bayi berusia 6 bulan, ASI
tidak mencukupi kebutuhan gizi bayi, oleh karena itu bayi perlu mendapat
makanan pendamping agar gizinya dapat terpenuhi.
MP–ASI adalah makanan yang diberikan pada bayi mulai umur
4–6 bulan untuk memenuhi kebutuhan energi dan nutrisi lain, yang tidak
dapat dicukupi oleh ASI (Azwar, 2000).
Dari definisi di atas dapat dikatakan, MP–ASI sama dengan
makanan tambahan. Makanan padat sebagai salah satu makanan tambahan
adalah makanan yang lebih padat daripada susu yaitu bubur susu atau nasi
tim. Makanan ini diberikan apabila jumlah ASI sudah tidak mampu
mencukupi kebutuhan bayi lagi. Pemberian makanan tambahan harus
memperhatikan jumlah dan macam makanan tersebut. Selain itu harus
disesuaikan dengan kebutuhan menambah dan melengkapi nutrien, serat
dan selera bayi. Jangan dipaksakan karena dapat menyebabkan gangguan
nafsu makan. Untuk pemberian makanan yang berkualitas dan
berkuantitas yang baik juga sangat penting dari pertumbuhan bayi
(Pudjadi, 1995).
2. Tujuan Pemberian MP-ASI
Tujuan pemberian makanan pendamping adalah sebagai
komplemen terhadap ASI agar anak memperoleh cukup energi, protein
dan zat-zat gizi lain (vitamin dan mineral) untuk tumbuh dan berkembang
secara normal (Muchtadi, 2002).
12
MP-ASI selain sebagai pelengkap makanan bayi juga berguna
untuk melatih dan membiasakan bayi terhadap makanan yang dimakan
dikemudian hari. Makanan tambahan juga berguna untuk memenuhi
kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi untuk keperluan pertumbuhan dan
perkembangan bayi, jadi makanan tambahan diharapkan dapat menambah
energi, protein, vitamin dan mineral. Disebutkan pula pemberian makanan
padat sebagai makanan tambahan untuk menambah energi dan gizi
(Riadi, 1997).
Berdasarkan hasil penelitian tentang tumbuh kembang balita di
Indonesia, Azrul lebih lanjut menjelaskan bahwa pemberian MP-ASI bagi
bayi penting karena selain mencukupi kekurangan gizi sejak janin dalam
kandungan, ketidaktaatan sang ibu memberikan ASI eksklusif, serta
mencegah terjadinya gangguan tumbuh kembang. Kandungan gizi
MP-ASI harus mencukupi terutama energi dan zat gizi mikro seperti besi
(Fe) dan zink (BSN, 2003).
3. Syarat MP-ASI
Dalam penyusunan standar MP-ASI sebaiknya berpedoman kepada
konsep umum MP-ASI dengan mempertimbangkan syarat mutu, antara
lain :
a. Padat gizi dan seimbang, yaitu kaya energi, cukup protein dengan
mutu tinggi, perbandingan karbohidrat dan lemak berimbang,
kandungan lemak mampu mencukupi kebutuhan asam lemak jenuh
dan tak jenuh, cukup vitamin dan mineral, batasi kandungan serat
13
kasar, gula dan garam cukup untuk memeberi rasa serta bersifat
penambahan gizi ASI, dan tercapai kecukupan gizi sehari.
b. Dapat diterima dengan baik, yaitu disukai, dibutuhkan dan terjangkau,
memenuhi nilai sosial ekonomi, budaya dan agama, serta berakar pada
tradisi yang baik.
c. Aman dikonsumsi, yaitu bebas dari gangguan organisme patogen,
bebas dari racun dan bahan-bahan berbahaya.
Codex Alimentarius Comission (1991) telah mempersyaratkan
ditetapkan MP-ASI harus mencukupi kandungan energi minimum 400
kkal/100 gram, protein 15 gram/100 gram dengan skor asam amino 70%
kasein, lemak 10-25 gram/100 gram, asam linoleat 1.4 gram/100 gram
serat kasar maksimum 5 gram/100 gram. Selain itu produk MP-ASI
seringkali ditambahkan berbagai jenis vitamin dan mineral antara lain :
vitamin A, D, E, C, B1, B2, B6, folat, B12, mineral Ca, Fe, iodine dan Zn
(BSN, 2003 ).
Menurut WHO (2003) makanan tambahan yang baik adalah :
a. Kaya energi, protein dan mikronutrient (terutama zat besi, zink,
kalsium, vitamin A, vitamin C, folat)
b. Bersih dan aman :
1) Tidak ada patogen (misal, tidak ada bakteri penyebab penyakit atau
organisme berbahaya lainnya)
2) Tidak ada bahan kimia berbahaya atau toksin
14
3) Tidak ada potongan tulang atau bagian yang keras yang membuat
anak tersedak
4) Tidak terlalu panas
c. Tidak terlalu pedas atau asin
d. Mudah dimakan oleh anak
e. Disukai anak
f. Tersedia didaerah sekitar, harganya terjangkau dan mudah disiapkan
C. Usia Pemberian ASI dan MP-ASI
1. Usia yang tepat dalam pemberian ASI
ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja kepada bayi usia 0-4
bulan tanpa makanan tambahan atau minuman apapun (termasuk air putih)
kecuali obat (Depkes RI, 1998). ASI eksklusif diberikan pada enam bulan
pertama kehidupan seorang anak (Soraya, 2005). Pemberian ASI eksklusif
adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan yang lain
setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan.
2. Usia pemberian MP-ASI
MP-ASI diberikan pada bayi selain ASI, untuk memenuhi
kebutuhan gizi anak mulai usia 3 bulan sampai usia 24 bulan
(Aritonang, 1996). Ketika bayi tumbuh kembang, diet susu tidak cukup
untuk menyokong pertumbuhannya. Bayi membutuhkan nutrisi tambahan
sejak usia 4 bulan meskipun beberapa bayi mungkin belum merasakan
kebutuhan ini (Lewis, 2004).
15
Pemberian makanan padat sebagai makanan tambahan dahulu
diberikan seawal mungkin. Tetapi setelah adanya laporan mengenai
bahaya pada bayi maka dianjurkan untuk tidak memberikan makanan
tambahan sebelum bayi berumur 4 bulan (Riadi, 1997).
Makanan bayi yang utama adalah ASI karena ASI mengandung
hampir semua zat gizi dengan komposisi sesuai kebutuhan bayi tetapi
kecukupan komposisinya hanya sampai usia 4 bulan. Cadangan vitamin
dan mineral dalam tubuh bayi yang didapat dari ibu semasa dalam
kandungan dan selama usia 3 bulan sejak lahir sudah menurun, sedangkan
dari ASI kandungan vitamin A dan C serta zat besi sudah tidak begitu
tinggi. Karena itu sejak usia 4 bulan sudah perlu diberikan makanan
tambahan yang mengandung vitamin dan mineral, selain tetap
memberikan ASI.
Pada usia 4 bulan pencernaan bayi mulai kuat. Pemberian MP-ASI
harus setelah usia 4 bulan, karena jika diberikan terlalu dini akan
menurunkan konsumsi ASI dan bayi mengalami gangguan pencernaan
atau diare. Sebaliknya bila MP-ASI diberikan terlambat akan
mengakibatkan anak kurang gizi bila terjadi dalam waktu panjang
(Soenardi, 1999).
16
D. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian MP-ASI
1. Pendidikan ibu
Tingkat pendidikan ibu sebenarnya bukan satu–satunya faktor yang
menentukan kemampuan ibu dalam menyusui dan menyiapkan hidangan
bergizi. Namun faktor pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan ibu
menyerap pengetahuan gizi yang diperoleh. Secara biologi ibu adalah
sumber hidup anak. Anak–anak dari ibu yang mempunyai latar belakang
pendidikan lebih tinggi akan mempunyai kesempatan hidup serta tumbuh
lebih baik. Keterbukaan mereka untuk menerima perubahan atau hal baru
guna pemeliharaan kesehatan anak merupakan suatu penjelasannya.
Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap dan tindak tanduknya
dalam menghadapi beberapa masalah (Satoto, 1992).
Penelitian Fatimah Muiz (1994) menyebutkan bahwa kelompok
ibu yang berpendidikan kurang, memberikan makanan tambahan kepada
bayinya 1-2 minggu setelah lahir. Sedangkan kelompok ibu yang
berpendidikan cukup memberikan makanan tambahan setelah bayinya
berusia 1 bulan.
Tingkat pendidikan formal merupakan faktor yang ikut
menentukan mudah tidaknya ibu menyerap dan memahami informasi gizi
yang diperoleh. Semkin tinggi tingkat pendidikan formal ibu, semakin
mudah ia menyerap informasi gizi dan kesehatan sehingga pengetahuan
dan kesehatannya akan baik. Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang
tinggi dapat meningkatkan daya tangkap ibu terhadap adanya masalah gizi
17
didalam keluarga maupun mengambil tindakan secepatnya
(Fatimah dan Hernanto, 1998).
2. Pengetahuan Ibu
Menurut Notoatmodjo (1997) dalam bukunya Ilmu Kesehatan
Masyarakat, menyatakan pengetahuan/kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman
dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan.
a. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan
seluruh bahan yang dipelajari/rangsangan yang telah diterima
dengan cara menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan
sebagainya.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar dengan cara
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.
18
3) Aplikasi (application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari. Aplikasi dapat diartikan penggunaan hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya.
4) Analisis (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu obyek
kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Dapat
ditunjukkan dengan menggambarkan, membedakan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Adalah menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan/menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Ditunjukkan dengan dapat menyusun
formulasi baru dari formulasi yang lama.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi. Penilaian itu berdasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri/menggunakan kriteria-
kriteria yang sudah ada. Dapat ditunjukkan dengan
membandingkan.
19
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dipengaruhi oleh
faktor-faktor sebagai berikut :
1) Faktor internal, meliputi :
a) Jasmani
Faktor jasmani diantaranya adalah indera seseorang.
b) Rohani
Faktor rohani diantaranya adalah kesehatan psikis, intelektual,
psikomotor serta kondisi afektif dan kognitif individu.
2) Faktor eksternal, meliputi:
a) Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam
memberi respon yang datang dari luar. Orang yang
berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional
terhadap informasi yang datang dan akan sejauh mana
keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan
tersebut. Ibu yang berpendidikan, tentu akan banyak
memberikan perubahan terhadap apa yang mereka lakukan
dimasa lalu.
b) Paparan media massa (akses informasi)
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik, berbagai
informasi dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang
yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah,
20
pamflet dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih
banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar
informasi media. Ini berarti paparan media massa
mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang.
c) Ekonomi (pendapatan)
Dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder,
keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah
tercukupi disbanding keluarga dengan status ekonomi rendah.
Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi yang
termasuk kebutuhan sekunder.
d) Hubungan sosial (lingkungan sosial budaya)
Manusia adalah makhluk sosial dimana saling berinteraksi
antara satu dengan lainnya. Individu yang dapat berinteraksi
secara kontinyu akan lebih besar terpapar informasi. Sementara
itu faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan
individu sebagai komonikan untuk menerima pesan menurut
model komunikasi media.
e) Pengalaman
Pengalaman seseorang tentang berbagai hal bisa diperoleh dari
lingkungan kehidupan dalam proses perkembangannya, misal
sering mengikuti kegiatan yang mendidik seperti seminar.
21
c. Pengukuran pengetahuan
Pengkuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
responden (Notoatmodjo, 2003).
3. Sosial Budaya (tradisi)
Dalam arti sempit kebudayan diartikan sebagai kebudayaan, adat
istiadat atau peradaban manusia. Kesemuanya itu akan mempengaruhi
tingkah laku seseorang. Indonesia kaya akan ragam budaya dan adat
istiadat, kebudayaan yang sudah turun temurun dari biasanya akan sangat
mendarah daging dalam kehidupan seseorang, sehingga sangat
berpengaruh terhadap tingkah laku mereka. Sebagai akibatnya mereka
akan sangat sulit menerima masukan dari dunia luar (Depkes RI, 1999).
Di daerah pedesaan (jawa dan lombok) kebenyakan masyarakat
memeberikan nasi atau pisang sebagai makanan dini sebelum bayi berusia
4 bulan. Bahkan pemberian tersebut dilakukan beberapa saat setelah bayi
lahir. Penyebabnya adalah suatu kebiasaan (cultural) masyarakat yaitu
adanya kekerabatan sosial dari tetangga yang datang pada waktu seorang
ibu melahirkan dan mereka memberikan nasi, madu, ataupun kelapa muda
pada bayi tersebut, dengan alasan kepercayaan tertentu (Wiryo, 2002).
Pemberian makanan tambahan yang sangat dini sudah menjadi
tradisi yang sangat kuat di kalangan masyarakat, yang didasari atas
pertimbangan kompleks ibu-ibu tentang kebutuhan makanan anak.
22
Semakin anak kelihatan sehat, semakin jarang anak disusui, semakin
tinggi kesempatan untuk mendapatkan makanan tambahan (Satoto, 1992).
4. Ekonomi (pendapatan) keluarga
Pada keadaan sosial ekonomi yang kurang memuaskan, perlu
dikenalkan makanan tambahan setempat yang terjangkau keluarga. Di
negara-negara industri, hal ini terjadi terutama pada golongan sosial
ekonomi yang paling rendah. Jika dalam keluarga semacam itu ibunya
bekerja di luar rumah dan tidak dapat melanjutkan menyusui anaknya,
penghasilannya mungkin terlalu rendah untuk memungkinkannya
menggunakan menu yang disesuaikan. Dalam hal semacam ini, menu
yang dibuat sendiri di rumah adalah cocok untuk pengenalan makanan
tambahan. Demikian pula, pada penduduk yang kurang mampu di negara
yang sedang berkembang, jika pemberian ASI dihentikan pada saat yang
dini, penggunaan makanan bayi buatan sendiri dan makanan tambahan
adalah sangat penting (Suhardjo, 1992).
5. Sikap ibu
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap tidak dapat langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan kondisi adanya kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu. Newcomb salah satu ahli psikologi
sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak dan merupakan motif tertentu. Sikap belum merupakan
23
suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah merupakan "predisposisi"
tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 2003).
Berbicara mengenai perubahan sikap, maka perlu diperhatikan
3 faktor yang mempengaruhinya, diantaranya :
a. Faktor fungsional atau hedonistik
Seseorang akan lebih mudah mengubah sikapnya jika ia
merasa lebih dihargai atau diperhatikan, sedangkan ia akan menolak
perubahan sikap jika ia merasa bahwa perubahan sikap itu justru akan
menjauhi atau merosotkan harga dirinya.
b. Faktor-faktor informasi
Seseorang lebih mudah menerima hal-hal baru dan mengubah
sikapnya, jika ia berhadapan dengan sesuatu yang menurut
pendapatnya cukup menarik, masuk akal dan tidak bertentangan
dengan pendapat umum.
c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan komitmen diri sendiri atau
konsep diri
Hal-hal yang dirasakan sebagai penghambat terhadap
kebebasan akan lebih mudah ditolak dan menyulitkan perubahan
sikap.
Ada 3 tahap perubahan sikap dimana pada masing-masing tahap
bisa terjadi penerimaan atau penolakan terhadap hal yang baru, yang pada
gilirannya akan mempengaruhi terjadi atau tidaknya perubahan sikap
tersebut, adalah :
24
a. Perhatian (attention) : subyek dalam tahap ini melihat atau mendengar
sesuatu yang baru
b. Pengertian (comprehension) : subyek mengerti hal yang baru itu
c. Pengalaman (yielding) : subyek mulai melakukan dan mengamalkan
apa yang sudah diketahui dan dimengertinya itu
Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen
pokok, yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek
c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
berfikir, kenyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo,
2003).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
tingkatan, yaitu :
a. Menerima (receiving)
Menerima, diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya, sikap ibu
terhadap program makanan tambahan dilihat dari kesediaan dan
perhatian ibu terhadap penyuluhan-penyuluhan tentang program
makanan tambahan.
25
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau
salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap
tingkat tiga. Misalnya, ibu-ibu yang telah mendapatkan penyuluhan
tentang makanan tambahan mau membagi informasi tersebut kepada
keluarga yang lain adalah suatu bukti bahwa keluarga tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap program makanan tambahan.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
26
E. Kerangka Teori
Sumber : Satoto (1992), Notoatmodjo (1997) dan (2003), Depkes RI (1999)
Tingkat pendidikan
Tingkat pengetahuan
Sosial budaya (tradisi)
Ekonomi (pendapatan)
Sikap ibu
Usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
27
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pemberian MP-ASI
F. Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat
G. Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota
suatu kelompok (benda, situasi, orang) yang berbeda dengan yang dimiliki
oleh kelompok tersebut (Nursalam, 2001).
Dalam penelitian ini digunakan dua variabel, yaitu :
1. Variabel Independent (bebas)
Adalah suatu stimulasi aktifitas yang dimanipulasi oleh peneliti untuk
menciptakan suatu dampak pada variabel dependent (Nursalam, 2001).
Variabel Independent dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan,
pengetahuan, sosial budaya (tradisi), ekonomi (pendapatan) keluarga,
sikap ibu.
2. Variabel Dependent (terikat)
Adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independent
(Notoatmodjo, 2002).
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah usia bayi pertama kali
menerima MP-ASI.
28
Tingkat pendidikanTingkat pengetahuan
Sosial budaya (tradisi)
EkonomiSikap ibu
Usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
H. Hipotesa
Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah :
a. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan usia bayi saat
pertama kali menerima MP-ASI
b. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dan MP-ASI
dengan usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
c. Ada hubungan antara sosial budaya (tradisi) daerah setempat dengan
usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
d. Ada hubungan antara tingkat ekonomi (pendapatan) keluarga dengan
usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
e. Ada hubungan antara sikap ibu dengan usia bayi saat pertama kali
menerima MP-ASI
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional yaitu penelitian yang
diarahkan untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel yaitu variabel
bebas dengan variabel terikat (Notoatmodjo, 2002). Sedangkan pendekatan
yang digunakan adalah cross sectional yaitu pengambilan data pada suatu
waktu tertentu, dimana data tersebut dapat menggambarkan pada waktu
tertentu (Muslim, 1996).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah seluruh objek/subjek dengan karakteristik tertentu
yang akan diteliti (Alimul, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu yang memiliki bayi usia 1 hari - 11 bulan serta memberikan
MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji yaitu sebanyak 65 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan
“sampling” tertentu untuk bisa memenuhi atau mewakili populasi
(Arikunto, 2002).
Sampling adalah proses pengambilan sampel dari populasi untuk
dapat mewakili populasi (Notoatmodjo, 2000). Apabila populasi atau
obyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua, sehingga
30
penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2002). Karena di
wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji jumlah ibu yang memilki bayi usia
1 hari - 11 bulan serta memberikan MP-ASI ada 65 orang, maka diambil
keseluruhan sebagai sampel.
C. Variabel, Definisi Operasional dan Skala Penelitian
No. Definisi operasional Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
1. Usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
Kuesioner bagian I
Dihitung dalam bulan
Dinyatakan dalam bulan
Interval
2. Pendidikan formal terakhir
Kuesioner bagian I
Sesuai yang diakui pemerintah
Dinyatakan dalam tahun
interval
3. Kemampuan ibu memahami dan menjawab pertanyaan tentang gizi
Kuesioner bagian II
Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan. Point a nilai 3, point b nilai 2, point c nilai 1
Skor nilai 1-30
interval
4. Tradisi turun temurun untuk memberikan MP-ASI
Kuesioner bagian III
Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan. Bila jawaban sesuai dengan kunci jawaban nilai 2, bila tidak sesuai nilai 1.
Skor nilai 1-20
interval
5. Penghasilan keluarga dalam satu bulan
Kuesioner bagian I
berdasarkan UMRSemarang
Dinyatakan dalam rupiah
interval
6. Reaksi/sikap ibu terhadap pemberian MP-ASI
Kuesioner bagian IV
Kuesioner terdiri dari 10 pernyataan. Sikap positif : sangat setuju (4), setuju (3), tidak setuju (2), sangat tidak setuju (1). sikap negatif : sangat setuju (1), setuju (2), tidak setuju (3), sangat tidak setuju (4).
Skor nilai 1-40
interval
31
D. Metode Pengumpulan Data
1. Instrumen penelitian
Menurut Alimul (2003), alat ukur dengan cara subyek diberikan
angket atau kuesioner dengan beberapa pertanyaan kepada responden.
Pembuatan kuesioner ini mengacu parameter yang sudah dibuat oleh
peneliti terhadap penelitian yang akan dilakukan.
Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner
tersebut (Notoatmodjo, 2002). Pertanyaan dibagian pertama digunakan
untuk mengetahui identitas responden, bagian kedua untuk mengetahui
pengetahuan ibu tentang ASI dan MP-ASI, bagian ketiga untuk
mengetahui sosial budaya (tradisi) dan bagian keempat digunakan untuk
mengetahui sikap ibu. Apabila ada responden yang mengalami kesulitan
dalam membaca kuesioner, maka peneliti akan membantu membacakan
kuesioner.
Setelah kuesioner sebagai alat penelitian selesai disusun, kemudian
dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji kuesionar diuji cobakan
terhadap 20 responden di wilayah Tambak Aji Semarang.
a. Uji validitas
Uji validitas yang akan digunakan untuk mengukur relevan
tidaknya pengukuran dan pengamatan yang dilakukan pada penelitian
(Notoatmodjo, 2002). Pada pengujian validitas kuesioner dilakukan
dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item pertanyaan
32
terhadap skor total seluruh pertanyaan dengan menggunakan uji
Pearson Product Moment (Notoatmodjo, 2002) yang rumusnya
sebagai berikut :
R =
Keterangan :
R : Koefisien korelasi X : Variabel independent
N : Banyaknya sampel Y : Variabel dependent
Hasil pengujian menunjukkan bahwa masing-masing item
pertanyaan pada variabel pengetahuan, sosial budaya (tradisi) dan
sikap menunjukkan sebagai indikator yang valid. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai koefisien korelasi (r) masing-masing variabel lebih besar
dari r tabel (0,444). Untuk pengetahuan didapatkan nilai r sebesar
0,924 , sosial budaya (tradisi) didapatkan nilai r sebesar 0,787 dan
sikap didapatkan nilai r sebesar 0,887.
b. Uji reliabilitas
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan
internal consistency, yaitu melakukan uji coba sekali saja kemudian
hasil yang diperoleh dianalisa dengan teknik tertentu. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan rumus alpha cronbach.
Instrument dinyatakan reliabel jika reliabilitas internal seluruh
instrument > 0,6.
Hasil pengujian reliabilitas menunjukkan bahwa ketiga
variabel yaitu pengetahuan, sosial budaya (tradisi) dan sikap memiliki
nilai > 0,6. untuk pengetahuan didapatkan nilai sebesar 0,9581 ,
33
sosial budaya (tradisi) didapatkan nilai sebesar 0,9105 , sikap
didapatkan nilai sebesar 0,9121. Hal ini berarti bahwa ketiga
variabel tersebut reliabel.
2. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan langkah awal dalam mendapatkan
data penelitian. Maka sebelum dilakukan pengumpulan data pada
penelitian ini dimulai dengan melakukan perizinan dari pihak Fakultas
Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
yang ditujukan kepada tempat penelitian yaitu Puskesmas Tambak Aji
Semarang. Setelah mendapat izin dan persetujuan dari tempat penelitian,
barulah melakukan penelitian. Apabila ada responden yang mengalami
kesulitan dalam membaca kuesioner, maka peneliti akan membantu
membacakan kuesioner. Data yang diperoleh :
a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden pada
saat penelitian dengan menggunakan kuesioner. Data tersebut meliputi
identitas, pengetahuan, sosial budaya dan sikap ibu dalam pemberian
MP-ASI pada bayi.
b. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
bayi yang berumur 0-11 bulan yang diperoleh dari Puskesmas Tambak
Aji Semarang.
E. Metode Pengolahan dan Analisis Data
1. Metode pengolahan data
34
Data yang sudah terkumpul kemudian dilakukan pengolahan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Editing
Editing dalam penelitian ini berupa kegiatan pengecekan kelengkapan,
kejelasan, konsistensi dan keragaman data.
b. Koding (pengkodean)
Yaitu mengklarifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya
klasifikasi. Dilakukan dengan cara memberi skor terhadap item-item
yang perlu diberi skor seperti pengkodean 1 untuk baik, 2 untuk cukup,
3 untuk kurang serta Y untuk ya dan T untuk tidak. Koding dilakukan
dengan cara menandai masing-masing jawaban dengan kode angka,
kemudian dalam lembaran kertas memudahkan dibaca.
c. Skoring
Pada tahap ini memberikan nilai pada data sesuai skor terhadap item
yang perlu diberi skor seperti pengukuran pengetahuan yaitu dikatakan
baik jika nilainya 21-30, cukup jika nilainya 11-20 dan kurang jika
nilainya 1-10.
d. Tabulating (pentabulasian)
Memasukkan data-data dari hasil penelitian kedalam tabel-tabel sesuai
kriteria.
e. Entry data (memasukkan data)
35
Tahap terakhir yaitu memasukkan data dari kuesioner kedalam paket
program komputer yang proses pengolahaan datanya menggunakan
komputer dengan aplikasi program SPSS for MS Window release 11.0
2. Analisis data
Analisis data dilakukan menggunakan komputer program SPSS for
MS Windows release 11.0. dengan analisis statistik sebagai berikut :
a. Analisis univariat
Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran umum
terhadap data hasil penelitian. Data tersebut disajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi sebagai bahan informasi meliputi : usia bayi
saat pertama menerima MP-ASI, pengetahuan, pendidikan, sosial
budaya (tradisi), ekonomi (pendapatan) dan sikap ibu.
b. Analisis bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk menguji hipotesa. Sebelum
dilakukan pengujian hipotesa, terlebih dahulu melakukan uji
kenormalan data dengan uji Kolmogorof Smirnov untuk menentukan
jenis statistik yang digunakan dalam pengujian hipotesa. Data yang
diperoleh dari tiap variabel ternyata berdistribusi tidak normal,maka
digunakan uji Spearman Rank. Pengujian menggunakan tingkat
kepercayaan 95%.
F. Etika penelitian
36
Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapat rekomendasi dari
program studi S1 Keperawatan dan permintaan izin ke Puskesmas Tambak
Aji. Setelah mendapatkan persetujuan barulah melakukan penelitian dengan
menekankan masalah etika meliputi :
1. Informed Concent (surat persetujuan)
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang diteliti disertai
judul penelitian dan tujuan penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti
tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak akan
mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data.
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi atau data yang didapatkan dari responden sangat
dijamin oleh peneliti.
G. Jadwal Penelitian
Terlampir
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji
Semarang, yaitu wilayah Wonosari pada tanggal 12 Agustus 2007. Penelitian
ini dilakukan pada saat posyandu. Pertama sebelum pembagian kuesioner,
peneliti menjelaskan dulu tentang penelitian yang akan dilakukan mengenai
tujuan, manfaat dan petunjuk pengisian kuesioner kemudian membagikan
kuesioner langsung pada responden. Hasil pengisian kuesioner dikumpulkan
langsung pada akhir pertemuan.
1. Analisis Univariat
a. Usia bayi saat pertama menerima MP-ASI
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi usia bayi saat pertama menerima MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji Semarang, 2007.
Usia Bayi (bulan) Frekuensi %
0-3 26 40
4-6 39 60
Jumlah 65 100
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar bayi
menerima MP-ASI pada usia 4-6 bulan yaitu 39 orang (60%) dan
sisanya diberikan pada usia 0-3 bulan yaitu 26 orang (40%).
38
b. Tingkat Pendidikan Ibu
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi tingkat pendidikan ibu di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji Semarang, 2007.
Tingkat Pendidikan Frekuensi %
6-9 tahun (Dasar) 19 29,2
10-14 tahun (menengah) 35 53,8
> 15 tahun (tinggi) 11 17
Jumlah 65 100
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sebagian besar tingkat
pendidikan ibu menengah yaitu 35 orang (53,8%), pendidikan dasar
sebanyak 19 orang (29,2%), dan pendidikan tinggi sebanyak 11 orang
(17%).
c. Tingkat Pengetahuan ibu
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji Semarang, 2007.
Tingkat Pengetahuan Frekuensi %
1-10 (kurang) - -
11-20 (cukup) 19 29,2
21-30 (baik) 46 70,8
Jumlah 65 100
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar tingkat
pengetahuan ibu baik yaitu 46 orang (70,8%), sedangkan 19 orang
(29,2%) termasuk cukup.
39
d. Sosial Budaya (tradisi)
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi sosial budaya (tradisi) di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji Semarang, 2007.
Sosial budaya
(tradisi)Frekuensi %
1-10 (buruk) 20 30,8
11-20 (baik) 45 69,2
Jumlah 65 100
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar sosial budaya
(tradisi)nya termasuk baik yaitu 45 orang (69,2%) dan sisanya yaitu 20
orang (30,8%) termasuk buruk.
e. Tingkat Pendapatan Keluarga
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi tingkat pendapatan keluarga di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji Semarang, 2007.
Tingkat pendapatan Frekuensi %
< 640.000 (rendah) 13 20
640.000-1.000.000 (sedang) 29 44,6
> 1.000.000 (tinggi) 23 35,4
Jumlah 65 100
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar tingkat
pendapatan keluarga sedang yaitu sebanyak 29 orang (44,6%),
sedangkan untuk pendapatan rendah sebanyak 13 orang (20%), dan
pendapatan tinggi sebanyak 23 orang (35,4%).
40
f. Sikap Ibu
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi sikap ibu terhadap pemberian MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji Semarang, 2007.
Sikap ibu Frekuensi %
1-20 (negatif) 29 44,6
21-40 (positif) 36 55,4
Jumlah 65 100
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa sebagian besar sikap ibu
positif terhadap pemberian MP-ASI yaitu 36 orang (55,4%) dan
sisanya yaitu 29 orang (44,6%) negatif.
2. Analisis Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk menguji hipotesa. Sebelum
dilakukan pengujian hipotesa, terlebih dahulu melakukan uji kenormalan
data dengan uji Kolmogorof Smirnov untuk menentukan jenis statistik
yang digunakan dalam pengujian hipotesa. Hasil uji Kolmogorof Smirnov
dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Hasil Uji Kolmogorof Smirnov
Variabel Nilai Kolmogorof Smirnov
P-value Keterangan
Pendidikan ibu 2,854 0,000 Tidak normal
Pengetahuan ibu 1,383 0,044 Tidak normal
Sosial budaya (tradisi) 1,588 0,013 Tidak normal
Pendapatan 1,685 0,007 Tidak normal
Sikap ibu 2,099 0,000 Tidak normal
Usia bayi saat pertama menerima MP-ASI
1,814 0,003 Tidak normal
41
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa variabel pendidikan ibu,
pengetahuan ibu, sosial budaya (tradisi), pendapatan, sikap ibu dan usia
bayi saat pertama menerima MP-ASI berdistribusi tidak normal (p-value <
0,05), sehingga untuk menguji hubungan antara variabel tersebut
digunakan uji korelasi Spearman Rank. Hasil uji korelasi Spearman Rank
dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Hasil uji korelasi Spearman Rank
Variabel r P-value Keterangan
Pendidikan ibu dengan usia bayi saat
pertama menerima MP-ASI0,346 0,005 Ada hubungan
Pengetahuan ibu dengan usia bayi
saat pertama menerima MP-ASI0,354 0,004 Ada hubungan
Sosial budaya (tradisi) dengan usia
bayi saat pertama menerima MP-ASI0,340 0,006 Ada hubungan
Pendapatan dengan usia bayi saat
pertama menerima MP-ASI0,259 0,037 Ada hubungan
Sikap ibu dengan usia bayi saat
pertama menerima MP-ASI0,254 0,041 Ada hubungan
Dari hasil penelitian secara keseluruhan seperti pada tabel 4,8,
terlihat bahwa terdapat hubungan yang lemah antara variable tersebut,
karena p-value < 0,05 dan nilai r berada diantara 0 - 0,5.
42
a. Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI
Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Usia Bayi
saat pertama menerima MP-ASI dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Scatter plot Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI
Terlihat dari scatter plot diatas menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan ibu mempunyai hubungan positif dengan usia bayi saat
pertama menerima MP-ASI, yang berarti semakin tinggi tingkat
pendidikan ibu maka semakin tepat usia pemberian MP-ASI kepada
bayi dan sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan ibu maka
semakin dini usia pemberian MP-ASI.
Hasil analisa data dengan uji Spearman Rank untuk mengetahui
korelasi antara tingkat pendidikan ibu dengan usia bayi saat pertama
menerima MP-ASI diperoleh nilai r = 0,346 dengan p-value = 0,005.
Oleh karena p-value < 0,05 dan r berada antara 0-0,5 maka ada
hubungan positif yang lemah antara tingkat pendidikan ibu dengan
usia bayi saat pertama menerima MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas
Tambak Aji.
43
b. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI
Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Usia Bayi
saat pertama menerima MP-ASI dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Scatter plot Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI
Terlihat dari scatter plot diatas menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan ibu mempunyai hubungan positif dengan usia bayi saat
pertama menerima MP-ASI, yang berarti semakin tinggi tingkat
pengetahuan ibu maka semakin tepat usia pemberian MP-ASI kepada
bayi dan sebaliknya, semakin rendah tingkat pengetahuan ibu maka
semakin dini usia pemberian MP-ASI.
Hasil analisa data dengan uji Spearman Rank untuk mengetahui
korelasi antara tingkat pengetahuan ibu dengan usia bayi saat pertama
menerima MP-ASI diperoleh nilai r = 0,354 dengan p-value = 0,004.
Oleh karena p-value < 0,05 dan r berada antara 0-0,5 maka ada
hubungan positif yang lemah antara tingkat pengetahuan ibu dengan
usia bayi saat pertama menerima MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas
Tambak Aji.
44
c. Hubungan antara Sosial Budaya (Tradisi) dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI
Hubungan antara sosial budaya (tradisi) dengan Usia Bayi saat
pertama menerima MP-ASI dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Scatter plot Hubungan antara sosial budaya (tradisi) dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI
Terlihat dari scatter plot diatas menunjukkan bahwa sosial
budaya (tradisi) mempunyai hubungan positif dengan usia bayi saat
pertama menerima MP-ASI, yang berarti semakin baik sosial budaya
(tradisi) maka semakin tepat usia pemberian MP-ASI kepada bayi dan
sebaliknya, semakin buruk sosial budaya (tradisi) maka semakin dini
usia pemberian MP-ASI.
Hasil analisa data dengan uji Spearman Rank untuk mengetahui
korelasi antara sosial budaya (tradisi) dengan usia bayi saat pertama
menerima MP-ASI diperoleh nilai r = 0,340 dengan p-value = 0,006.
Oleh karena p-value < 0,05 dan r berada antara 0-0,5 maka ada
hubungan positif yang lemah antara sosial budaya (tradisi) dengan usia
bayi saat pertama menerima MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas
Tambak Aji.
45
d. Hubungan antara Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI
Hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan Usia
Bayi saat pertama menerima MP-ASI dapat dilihat pada gambar 4.4.
Gambar 4.4 Scatter plot Hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI
Terlihat dari scatter plot diatas menunjukkan bahwa tingkat
pendapatan keluarga mempunyai hubungan positif dengan usia bayi
saat pertama menerima MP-ASI, yang berarti semakin tinggi tingkat
pendapatan keluarga maka semakin tepat usia pemberian MP-ASI
kepada bayi dan sebaliknya, semakin rendah tingkat pendapatan
keluarga maka semakin dini usia pemberian MP-ASI.
Hasil analisa data dengan uji Spearman Rank untuk mengetahui
korelasi antara tingkat pendapatan keluarga dengan usia bayi saat
pertama menerima MP-ASI diperoleh nilai r = 0,259 dengan p-value =
0,037. Oleh karena p-value < 0,05 dan r berada antara 0-0,5 maka ada
hubungan positif yang lemah antara tingkat pendapatan keluarga
dengan usia bayi saat pertama menerima MP-ASI di wilayah kerja
Puskesmas Tambak Aji.
46
e. Hubungan antara Sikap Ibu dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI
Hubungan antara sikap ibu dengan Usia Bayi saat pertama
menerima MP-ASI dapat dilihat pada gambar 4.5.
Gambar 4.5 Scatter plot Hubungan antara sikap ibu dengan Usia Bayi saat pertama menerima MP-ASI
Terlihat dari scatter plot diatas menunjukkan bahwa sikap ibu
mempunyai hubungan positif dengan usia bayi saat pertama menerima
MP-ASI, yang berarti semakin positif sikap ibu maka semakin tepat
usia pemberian MP-ASI kepada bayi dan sebaliknya, semakin negatif
sikap ibu maka semakin dini usia pemberian MP-ASI.
Hasil analisa data dengan uji Spearman Rank untuk mengetahui
korelasi antara sikap ibu dengan usia bayi saat pertama menerima MP-
ASI diperoleh nilai r = 0,254 dengan p-value = 0,041. Oleh karena p-
value < 0,05 dan r berada antara 0-0,5 maka ada hubungan positif
yang lemah antara sikap ibu dengan usia bayi saat pertama menerima
MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Tambak Aji.
47
B. Pembahasan
1. Analisis Univariat
a. Usia bayi saat pertama menerima MP-ASI
Dari 65 responden diketahui bahwa sebagian besar
memberikan MP-ASI kepada bayinya pada usia 4 bulan yaitu
sebanyak 39 responden (60%) dan sisanya yaitu 26 responden (40%)
memberikan MP-ASI pada usia 0-3 bulan.
Menurut Sara Lewis (2004) bayi membutuhkan nutrisi
tambahan sejak usia 4 bulan, meskipun beberapa bayi mungkin belum
merasakan kebutuhan ini. Riadi (1997) juga menganjurkan untuk tidak
memberikan makanan tambahan sebelum bayi berumur 4 bulan.
Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Tuti Soenardi (1999)
pada usia 4 bulan pencernaan bayi mulai kuat, pemberian MP-ASI
harus setelah 4 bulan, karena jika terlalu dini akan menurunkan
konsumsi ASI dan bayi mengalami gangguan pencernaan atau diare.
b. Pendidikan ibu
Berdasarkan tabel 4.2 yang terdiri dari 65 responden, ternyata
responden dengan pendidikan dasar sebanyak 19 orang (29,2%),
pendidikan menengah 35 orang (53,8%) dan pendidikan tinggi 11
orang (17%). Dengan demikian sebagian besar tingkat pendidikan
responden adalah pendidikan menengah.
Tingkat pendidikan formal merupakan factor yang ikut
menentukan mudah tidaknya responden menyerap informasi gizi yang
48
diperoleh. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal responden,
semakin mudah ia menyerap informasi gizi dan kesehatan sehingga
pengetahuan dan kesehatannya akan baik. Tingkat pendidikan dan
pengetahuan yang tinggi dapat meningkatkan daya tangkap ibu
terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga maupun mengambil
tindakan secepatnya (Fatimah dan Hernanto, 1998).
c. Pengetahuan ibu
Berdasarkan tabel 4.3 yang terdiri dari 65 responden, ternyata
responden dengan pengetahuan kurang tidak ada, pengetahuan cukup
sebanyak 19 orang (29,2%) dan pengetahuan baik sebanyak 46 orang
(70,8%). Dengan demikian sebagian besar tingkat pengetahuan
responden adalah baik.
Menurut Notoatmodjo (1997) pengetahuan/kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Berdasarkan fenomena yang diamati peneliti bahwa
pengetahuan seseorang akan meningkat jika orang tersebut sering
membaca atau mendengar informasi tentang suatu hal. Pengetahuan
seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari
berbagai macam sumber, misalnya media massa, elektronik, buku,
majalah atau tenaga kesehatan. Demikian pula dengan responden,
sebagian besar memperoleh informasi tentang ASI dan MP-ASI dari
buku dan tenaga kesehatan setempat.
49
d. Sosial budaya (tradisi)
Berdasarkan tabel 4.4 yang terdiri dari 65 responden, ternyata
sebanyak 20 orang (30,8%) memiliki sosial budaya (tradisi) buruk,
sedangkan sebanyak 45 orang (69,2%).sosial budaya (tradisi) baik
Dengan demikian sebagian besar responden sosial budaya (tradisi)nya
adalah baik.
Kebudayaan diartikan sebagai adat istiadat atau peradaban
manusia yang kesemuanya akan mempengaruhi tingkah laku
seseorang. Dimana kebudayaan yang sudah turun temurun dari leluhur
biasanya akan sangat berpengaruh terhadap tingkah laku mereka
(Depkes RI, 1994).
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ibu yang
bijaksana akan memahami seluk beluk mengenai MP-ASI, terutama
mengenai kapan MP-ASI harus diberikan, jenis, bentuk dan
jumlahnya. Perilaku yang dibentuk oleh kebiasaan, bisa dipengaruhi
oleh sosial budaya (tradisi) daerah sempat.
e. Pendapatan keluarga
Berdasarkan tabel 4.5 yang terdiri dari 65 responden, ternyata
yang memiliki pendapatan kurang sebanyak 13 orang (20%),
pendapatan sedang sebanyak 29 orang (44,6%) dan pendapatan tinggi
sebanyak 23 orang (35,4%). Dengan demikian sebagian besar
pendapatan keluarga termasuk sedang.
50
Pada penduduk yang kurang mampu dinegara yang sedang
berkembang jika pemberian ASI dihentikan pada saat yang dini,
penggunaan MP-ASI yang cocok adalah sangat penting sehingga perlu
dikenalkan makanan tambahan setempat yang terjangkau oleh keluarga
(Suhardjo, 1992).
f. Sikap ibu
Berdasarkan tabel 4.6 yang terdiri dari 65 responden, ternyata
sebanyak 29 orang (44,6%) memiliki memiliki sikap negatif terhadap
pemberian MP-ASI, sedangkan sisanya sebanyak 36 orang (55,4%)
memiliki sikap positif terhadap pemberian MP-ASI. Dengan demikian
sebagian besar sikap responden positif terhadap pemberian MP-ASI.
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang
masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap secara nyata
menunjukkan kondisi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu menerima,
diartikan bahwa orang mau memperhatikan obyek, merespon diartikan
memberikan jawaban bila ditanya, menghargai yang diartikan dengan
mengajak orang lain untuk mendiskusikan suatu masalah dan
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala
resiko (Notoatmdjo, 2003).
Dari hasil penelitian sikap positif dari responden diwujudkan
dalam bentuk separti memberikan MP-ASI pada usia 4 bulan tetapi
masih tetap memberikan ASI.
51
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan antara Tingkat Pendidikan Ibu dengan usia bayi saat
pertama menerima MP-ASI
Dari analisis korelasi dapat disimpulkan ada hubungan antara
tingkat pendidikan ibu dengan usia bayi saat pertama menerima MP-
ASI, yang artinya usia pertama pemberian MP-ASI adalah 4 bulan. Hal
ini disebabkan karena sebagian besar responden berpendidikan
menengah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Satoto (1992)
bahwa faktor pendidikan dapat mempercepat pemberian MP-ASI atau
makanan tambahan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Fatimah Muiz (1994) yang menyatakan bahwa ibu yang
berpendidikan kurang memberikan makanan tambahan kepada bayinya
1-2 minggu setelah lahir, sedangkan kelompok ibu yang berpendidikan
cukup memberikan makanan tambahan setelah bayinya berusia 1
bulan.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu,
maka usia bayi saat pertama menerima MP-ASI akan semakin
bertambah pula.
b. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan usia bayi saat
pertama menerima MP-ASI
Dari analisis korelasi dapat disimpulkan ada hubungan antara
tingkat pengetahuan ibu dengan usia bayi saat pertama menerima MP-
52
ASI, yang artinya usia pertama pemberian MP-ASI adalah 4 bulan. Hal
ini disebabkan karena sebagian besar responden berpengetahuan baik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Satoto (1992)
bahwa faktor pengetahuan dapat mempercepat pemberian makanan
tambahan atau MP-ASI. Pengetahuan merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo,2003).
Berdasarkan fenomena yang diamati oleh peneliti, sebagian besar
responden memperoleh informasi tentang MP-ASI dari buku dan
petugas kesehatan setempat dan menerapkan 6 tingkatan pengetahuan
seperti yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) yang dimulai dari
tahu, memahami, mengaplikasikan/menggunakan, menganalisis/
membedakan, mensintesis dan yang terakhir mengevaluasi
/membandingkan.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik tingkat pengetahuan
ibu maka usia bayi saat pertama menerima MP-ASI semakin
bertambah pula.
c. Hubungan antara Sosial Budaya (Tradisi) dengan usia bayi saat
pertama menerima MP-ASI
Dari analisis korelasi dapat disimpulkan ada hubungan antara
sosial budaya (tradisi) dengan usia bayi saat pertama menerima MP-
ASI, yang artinya usia pertama pemberian MP-ASI adalah 4 bulan. Hal
ini disebabkan karena sosial budaya (tradisi) daerah setempat baik.
53
Pemberian makanan tambahan sudah menjadi tradisi yang
sangat kuat di kalangan masyarakat, yang didasari atas pertimbangan
kompleks ibu-ibu tentang kebutuhan makanan anak (Satoto, 1992). Di
daerah pedesaan kebanyakan masyarakat terbiasa memberikan nasi
atau pisang sebagai makanan tambahan kepada bayi (Wiryo, 2002).
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa responden
termasuk bijaksana karena memahami seluk beluk tentang MP-ASI
sehingga dapat menerapkan ketentuan-ketentuan pemberian MP-ASI.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik sosial budaya
(tradisi) maka semakin bertambah pula usia bayi saat pertama
menerima MP-ASI.
d. Hubungan antara Tingkat Pendapatan Keluarga dengan usia bayi
saat pertama menerima MP-ASI
Dari analisis korelasi dapat disimpulkan ada hubungan antara
tingkat pendapatan keluarga dengan usia bayi saat pertama menerima
MP-ASI, yang artinya usia pertama pemberian MP-ASI adalah 4
bulan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pendapatan keluarga
termasuk sedang.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Satoto (1992)
bahwa faktor pendapatan keluarga dapat mempengaruhi pemberian
MP-ASI atau makanan tambahan. Pada penduduk yang kurang mampu
di negara yang berkembang, jika pemberian ASI dihentikan pada saat
dini penggunaan MP-ASI yang cocok adalah sangat penting sehingga
54
perlu dikenalkan makanan tambahan yang terjangkau oleh keluarga
(Suhardjo, 1992).
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan
keluarga maka semakin bertambah pula usia bayi saat pertama
menerima MP-ASI.
e. Hubungan antara Sikap Ibu dengan usia bayi saat pertama
menerima MP-ASI
Dari analisis korelasi dapat disimpulkan ada hubungan antara
sikap ibu dengan usia bayi saat pertama menerima MP-ASI, yang
artinya usia pertama pemberian MP-ASI adalah 4 bulan. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar sikap ibu positif terhadap pemberian
MP-ASI.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Satoto (1992)
bahwa faktor sikap ibu ikut mempengaruhi pemberian MP-ASI atau
makanan tambahan. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula
bersifat negatif. Dalam penelitian ini sikap positif responden,
kecenderungan tindakannya adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan pemberian MP-ASI yang benar. Sedangkan dalam
sikap negatif cenderung berkebalikan yaitu pemberian MP-ASI yang
tidak sesuai. Sikap seseorang sangat mempengaruhi tindakan yang
akan dilakukan.
Hal ini menunjukkan bahwa sikap positif ibu terhadap
pemberian MP-ASI akan mempengaruhi usia pertama bayi diberi MP-
ASI.
55
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain :
1. Penelitian ini hanya mengungkapkan faktor pendidikan, pengetahuan,
sosial budaya (tradisi), pendapatan keluarga dan sikap ibu yang
berhubungan dengan usia bayi saat pertama kali meneima MP-ASI. Disatu
sisi masih ada faktor lain, seperti faktor petugas kesehatan, tokoh
masyarakat dan lain sebagainya.
2. Penelitian ini hanya mengungkap responden yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Tambak Aji Semarang sehingga belum digeneralisasikan
secara luas.
56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Sebagian besar responden memberikan MP-ASI kepada bayinya pada usia
4 bulan yaitu sebanyak 39 responden (60%)
2. Sebagian besar tingkat pendidikan responden menengah yaitu sebanyak 35
responden (53,8%)
3. Sebagian besar tingkat pengetahuan responden tentang gizi termasuk baik
yaitu sebanyak 46 responden (70,8%)
4. Sebagian besar sosial budaya (tradisi) daerah setempat baik yaitu sebanyak
45 responden (69,2%)
5. Sebagian besar tingkat pendapatan keluarga termasuk sedang yaitu
sebanyak 29 responden (44,6%)
6. Sebagian besar sikap responden positif terhadap pemberian MP-ASI yaitu
sebanyak 36 responden (55,4%)
7. Ada hubungan antara tingkat pendidikan responden yang menengah
dengan usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
8. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan responden yang baik dengan
usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
57
9. Ada hubungan antara sosial budaya (tradisi) daerah setempat yang baik
dengan usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
10. Ada hubungan antara tingkat pendapatan keluarga yang sedang dengan
usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
11. Ada hubungan antara sikap positif responden terhadap pemberian MP-ASI
dengan usia bayi saat pertama kali menerima MP-ASI
B. Saran
1. Bagi ibu yang memiliki bayi
Diharapkan dapat mempertahankan pengetahuan dan tradisi daerah
setempat yang sebagian besar sudah baik dengan cara mengakses
informasi dari buku, majalah, media massa, media elektronik maupun dari
tenaga kesehatan.
2. Bagi keluarga dan masyarakat
Perlu adanya dukungan suami, keluarga dan masyarakat guna mendukung
waktu pemberian MP-ASI yang tepat danperlunya meningkatkan
pengetahuan masyarakat mengenai MP-ASI sehingga tidak terpancang
pada tradisi yang tidak mendukung upaya kesehatan khususnya dalam
pemberian MP-ASI.
3. Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan lebih meningkatkan upaya penyuluhan mengenai tujuan,
manfaat, syarat dan waktu pemberian MP-ASI yang tepat kepada individu,
keluarga dan masyarakat khususnya ibu yang memiliki bayi dengan
pendekatan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama.
58
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, A. (2003). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Azwar, A. (2000). Pedoman pemberian makanan pendamping ASI. Jakarta : Binarupa Aksara.
BSN. (2003). Peningkatan gizi balita melalui mutu MP-ASI. 10 Januari 2007 From http:// www.bsn.or id.
Depkes, RI. (1998). Memilih makanan seimbang untuk bayi. Jakarta : Depkes RI.
Depkes, RI. (1999). Anak anda umur 6-12 tahun. Jakarta : Pusdiknakes Depkes RI.
Hastono, Priyo Sutanto. (2001). Analisa data. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Lewis, S. (2004). Makanan pertamaku : panduan para ibu untuk menyapih dan mengenalkan makanan padat. Jakarta : Erlangga.
Machfoedz. (2005). Metodologi penelitian bidang kesehatan, keperawatan dan kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya.
Muchtadi, D. (2002). Gizi untuk bayi : ASI, susu formula dan makanan tambahan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Muiz, Fatimah dan Hernanto. (1998). Pengetahuan ibu terhadap pesan-pesan mengenai pertumbuhan anak dalam kartu menuju sehat. Semarang: Majalah Kedokteran Diponegoro.
Muslim. (1996). Aplikasi statistik. Semarang : Dosen Tarbiyah IAIN Walisongo.
Notoatmodjo, S. (1997). Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
59
Notoatmodjo, S. (2000). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan bagian I. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam. (2001). Metodologi riset keperawatan. Jakarta : Infomedika.
Pudjadi, S. (1995). Ilmu gizi klinis pada anak. Jakarta : FKUI.
Purnamawati, S. (2003). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pola pemberian asi pada bayi usia 4 bulan. Medika Litbang Kesehatan Volume XIII Nomor 3, 29.
Riadi S dan Tjokronegoro, A. (1997). Apa yang ingin anda ketahui tentang asi. Jakarta : Gramedia.
Roesli, U. (2000). Mengenal ASI eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya.
Satoto. (1992). Goncangan pertumbuhan dan faktor yang mempengaruhi. Semarang : Majalah Kedokteran Diponegoro.
Soenardi, T.(1999). Makanan pendamping ASI. 10 Januari 2007 From://www.balitanda.com.
Soetjiningsih. (1997). Petunjuk untuk tenaga kesehatan. Jakarta : EGC.
Soraya, LL. (2005). Resiko pemberian MP-ASI terlalu dini. 10 Januari 2007 From http:// www .wrm.indonesia.org .
Sugiyono. (2005). Statistika untuk penelitian. Bandung : Alfabeta.
Suhardjo. (1992). Pemberian makanan pada bayi dan anak. Yogyakarta: Kanisius.
60
Swasono, M H. (1999). Kehamilan, kelahiran, perawatan ibu dan bayi dalam konteks budaya. Jakarta : UI.
Swasono,M H. (2005). Pojok ASI perlu dikembangkan disetiap perusahaan. 10 Januari 2007 from http://www.menegp.go.id.
WHO. (2003). Pemberian makanan tambahan: makanan untuk anak menyusu. Jakarta : EGC.
Wiryo,H. (1999). Makanan pralakteal dan implementasinya terhadap kematian bayi. Makalah Konggres Jakarta : Badan Kerjasama Gastro Enterologi Anak Indonesia XI.
Wiryo, H. (2002). Peningkatan gizi pada bayi, anak, ibu hamil dan menyusui dengan bahan makanan lokal. Jakarta : Sagung Seto
61
Rahasia Hanya Untuk Penelitian
KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
USIA BAYI PERTAMA KALI MENDAPATKAN MP-ASI
Tanggal :
No. Responden :
Petunjuk : Mohon diisi dan dijawab sesuai item pertanyaan
A. Identitas Responden
1. Identitas Ibu
Usia :...................tahun
Pendidikan terakhir :...................
Identitas Bayi
Usia :...................bulan
Jenis kelamin :...................
Anak ke :...................
2. Pendapatan Keluarga : Rp ............
3. Usia bayi saat pertama kali :...................bulan
menerima MP-ASI
62
Petunjuk : Isilah dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang ibu anggap benar
B. Pengetahuan responden
1. Menurut ibu apakah ASI penting bagi bayi ?
a. Penting
b. Ragu-ragu
c. Tidak penting
2. Menurut ibu apakah arti ASI eksklusif ?
a. Memberikan ASI saja kepada bayi usia 0-4 bulan tanpa
makanan atau minuman apapun
b. Memberikan ASI dan makanan tambahan kepada bayi sampai
usia 4 bulan
c. Tidak tahu
3. Menurut ibu apakah ASI yang keluar pertama kali perlu diberikan
pada bayi ?
a. Perlu
b. Ragu-ragu
c. Tidak perlu
4. Disebut apakah cairan yang pertama kali keluar di payudara ibu ?
a. Kolostrum
b. Laktoferin
c. Tidak tahu
5. Menurut ibu sampai usia berapa seharusnya bayi diberi ASI saja ?
a. 4 bulan
b. 12 bulan
c. 24 bulan
6. Apa pengertian MP-ASIatau makanan tambahan menurut ibu ?
a. Makanan selain ASI yang diberikan pada bayi mulai usia
4 bulan
b. Makanan yang diberikan pada bayi sebagai pengganti ASI
c. Tidak tahu
63
7. Menurut ibu apakah tujuan pemberian MP-ASI setelah usia
4 bulan ?
a. Untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bayi
b. Untuk menjaga agar berat badan bayi tidak turun
c. Tidak tahu
8. Apa syarat makanan tambahan yang baik menurut ibu ?
a. Yang bergizi, disukai, bersih,tersedia di daerah sekitar
b. Yang mahal dan terkenal
c. Yang mudah didapat dan murah
9. Sebaiknya makanan tambahan diberikan pada bayi usia berapa ?
a. 4 bulan
b. 3 bulan
c. 2 bulan
10. Apa akibat bagi bayi apabila MP-ASI diberikan terlalu dini ?
a. Diare
b. Bayi kurang gizi
c. Tidak tahu
C. Sosial budaya (tradisi)
1. Apakah di daerah ibu terdapat kebiasaan memberikan makanan
tambahan kepada bayi sebelum berusia 4 bulan ?
a. Ya
b. Tidak
2. Kebiasaan untuk memberikan makanan tambahan pada bayi usia ?
a. 3 bulan
b. 4 bulan
3. Apakah ibu mengikuti kebiasaan untuk memberikan makanan
tambahan ?
a. Ya
b. Tidak
64
4. Berapa kali dalam sehari biasanya ibu memberikan makanan
tambahan ?
a. 1-2 kali
b. 2-3 kali
5. Makanan tambahan apa yang sering diberikan di daerah ibu ?
a. Bubur bayi
b. Pisang
6. Apa ibu setuju pemberian makanan tambahan sejak dini menjadi
kebiasaan yang sangat kuat dikalangan masyarakat ?
a. Ya
b. Tidak
7. Apa penyebab MP-ASI diberikan secara dini ?
a. Kebiasaan
b. Tidak tahu
8. Apakah kebiasaan dapat mempengaruhi tingkah laku dalam
pemberian MP-ASI ?
a. Ya
b. Tidak
9. Menurut ibu kebiasaan memberikan makanan tambahan kepada
bayi sebelum usia 4 bulan baik atau tidak ?
a. Tidak
b. Baik
10. Menurut ibu pada usia berapa bayi sebaiknya diberi MP-ASI ?
a. < 4 bulan
b. > 4 bulan
65
Petunjuk : Berilah tanda ( ) pada pilihan anda
Sangat Tidak Setuju (STS)
Tidak Setuju (TS)
Setuju (S)
Sangat Setuju (SS)
D. Sikap Responden
No Pernyataan Jawaban
STS TS S SS
1. Pemberian makanan tambahan diberikan 1-2
minggu setelah bayi lahir
2. Setelah bayi lahir, segera diberi pisang atau
madu
3. Bayi tidak cukup hanya diberikan ASI saja
sampai usia 6 bulan
4. Bayi sampai usia 6 bulan paling baik diberi
makanan tambahan
5. Pemberian makanan pada bayi selain ASI
membuat bayi tidak rewel
6. Saya memberikan makanan tambahan setiap
hari secara berganti-ganti
7. Makanan tambahan bagi bayi menurut saya
sangat penting
8. Makanan tambahan untuk bayi diberikan pada
usia 2 bulan
9. Setiap bayi harus diberi ASI
10. Bayi tidak perlu diberi makanan tambahan
66
JADWAL PENELITIANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2007
No KEGIATAN
BULAN
JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul
2 Penyusunan Proposal
3 Pengumpulan Proposal
4 Ujian Proposal
5 Pengambilan Data
6 Penyusunan Laporan Hasil
7 Pengumpulan Skripsi
8 Ujian Sidang Skripsi
9Revisi dan Pengumpulan
Skripsi
67