106644463 asas asas hukum pidana
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
1/166
1 2
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Apakah hukum pidana itu ? pertanyaan ini
sesungguhnya sangat sulit untuk dijawab,
mengingat hukum pidana itu mempunyai banyak
segi, yang masing-masing mempunyai arti sendiri-
sendiri. Penerapan hukum pidana berkaitan
dengan ruang lingkup hukum pidana itu sendiri
dapat bersifat luas dan dapat pula bersifat sempit.
Dalam tindak pidana dapat melihat seberapa jauhseseorang telah merugikan masyarakat dan
pidana apa yang perlu dijatuhkan kepada orang
tersebut karena telah melanggar hukum. Selain itu,
tujuan hukum pidana tidak hanya tercapai dengan
pengenaan pidana, tetapi merupakan upaya
represif yang kuat berupa tindakan-tindakan
pengamanan.
Perlunya pemahaman terhadap teori-teori
serta Asas-Asas Hukum Pidana tersebut bagi
peserta diklat, maka Pusat Pendidikan Dan
Pelatihan Kejaksaan R.I menyusun modul
mengenai asas-asas hukum pidana dengan tujuan
agar peserta Pendidikan dan Pelatihan
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
2/166
3
pendahuluan mengerti dan memahami teori-teori
maupun asas-asas hukum pidana yang perlu
diperhaitkan dalam melaksanakan tugas danfungsinya sebagai jaksa nantinya.
II. DESKRIPSI SINGKAT
Modul asas-asas hukum pidanamemberikan pemahaman bagi peserta pendidikan
dan pelatihan tentang ruang lingkup berlakunya,
tindak pidana, adanya hubungan sebab akibat
(causaliteit, causalitat), sifat melawan hukum,
kesalahan dan pertanggungjawaban pidana,
kesengajaan, kealpaan, delik pelanggaran,
pemidanaan, percobaan, penyertaan,
penggabungan tindak pidana, dasar penghapus
pidana, gugurnya wewenang menuntut dan
menjalankan pidana.
III. TUJUAN PEMBELAJARANA. Tujuan Intruksional Umum
Setelah mempelajari modul ini peserta
diharapkan mengetahui tentang teori, asas,
delik tindak pidana dan dapat menerapkannya
dalam melaksanakan tugas sebagai penyidik
dan penuntut umum dalam penanganan
perkara pidana.
4
B. Tujuan Instruksional KhususSetelah mempelajari modul ini peserta diklat
diharapkan mengetahui tentang ruang lingkupberlakunya, tindak pidana, adanya hubungan
sebab akibat (causaliteit, causalitat), sifat
melawan hukum, kesalahan dan
pertanggungjawaban pidana, kesengajaan,
kealpaan, delik pelanggaran, pemidanaan,
percobaan, penyertaan, penggabungan tindak
pidana, dasar penghapus pidana, gugurnyawewenang menuntut dan menjalankan pidana.
IV. POKOK BAHASAN
a. Ruang lingkup berlakunya Hukum Pidana.
b. Tindak Pidana.
c. Hubungan sebab akibat (causaliteit, causalitat).
d. Sifat melawan hukum (rechtswdrig, unrecht,wederrechtelijk, onrechmatig).
e. Kesalahan dan pertanggungjawaban pidana.
f. Kesengajaan (dolus, intent, opzet, vorsatz).
g. Kealpaan (culpa).
h. Kesalahan dalam delik pelanggaran.
i. Pidana dan pemidanaan (hukum penitensier).
j. Percobaan (poging, attempt).
k. Penyertaan.
l. Penggabungan tindak pidana (samenloop /concursus).
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
3/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
4/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
5/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
6/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
7/166
13
orang yang melakukan suatu tindak pidana
di Indonesia.
Pasal ini dengan tegas menyatakan asas
territorial, dan ketentuan ini sudah
sewajarnya berlaku bagi Negara yang
berdaulat. Asas territorial lebih menitik
beratkan pada terjadinya perbuatanpidana di dalam wilayah Negara tidak
mempermasalahkan siapa pelakunya,
warga Negara atau orang asing. Sedang
dalam asas kedua (asas personal atau
asas nasional yang aktif) menitikberatkan pada orang yang melakukan
perbuatan pidana, tidak
mempermasalahkan tempat terjadinya
perbuatan pidana. Asas territorial yang
pada saat ini banyak diikuti oleh Negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Hal
ini adalah wajar karena tiap-tiap orang
yang berada dalam wilayah suatu Negara
harus tunduk dan patuh kepada
14
peraturan-peraturan hukum Negara
dimana yang bersangkutan berada.
Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur
dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan :
Ketentuan pidana perundang-undangan
Indonesia berlaku bagi setiap orang yang
di luar wilayah Indonesia melakukantindak pidana didalan kendaraan air atau
pesawat udara Indonesia.
Ketentuan ini memperluas berlakunya
pasal 2 KUHP, tetapi tidak berarti bahwa
perahu (kendaraan air) dan pesawat
terbang lalu dianggap bagian wilayah
Indonesia. Tujuan dari pasal ini adalah
supaya perbuatan pidana yang terjadi di
dalam kapal atau pesawat terbang yang
berada di perairan bebas atau berada di
wilayah udara bebas, tidak termasuk
wilayah territorial suatu Negara, sehingga
ada yang mengadili apabila terjadi suatu
perbuatan pidana.
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
8/166
15
Setiap orang yang melakukan perbuatan
pidana diatas alat pelayaran Indonesia
diluar wilayah Indonesia. Alat pelayaran
pengertian lebih luas dari kapal. Kapal
merupakan bentuk khusus dari alat
pelayaran. Di luar Indonesia atau di laut
bebas dan laut wilayah Negara lain.
Asas-asas Extra Teritorial / kekebalan
dan hak-hak Istimewa (Immunity and
Previlege).
Kepala Negara asing dan anggota
keluarganya.
Pejabat-pejabat perwakilan asing
dan keluarganya.
Pejabat-pejabat pemerintahan
Negara asing yang berstatus
diplomatik yang dalam perjalanan
melalui Negara-negara lain atau
menuju Negara lain.
Suatu angkatan bersenjata yang
terpimpin.
16
Pejabat-pejabat badan
Internasional.
Kapal-kapal perang dan pesawat
udara militer / ABK diatas kapal
maupun di luar kapal.
Ad. II.Asas Personal
Asas Personal atau Asas Nasional yang
aktif tidak mungkin digunakan sepenuhnya
terhadap warga Negara yang sedang
berada dalam wilayah Negara lain yang
kedudukannya sama-sama berdaulat.
Apabila ada warga Negara asing yang
berada dalam suatu wilayah Negara telah
melakukan tindak pidana dan tindak
pidana dan tidak diadili menurut hukum
Negara tersebut maka berarti
bertentangan dengan kedaulatan Negara
tersebut. Pasal 5 KUHP hukum Pidana
Indonesia berlaku bagi warga Negara
Indonesa di luar Indonesia yang
melakukan perbuatan pidana tertentu
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
9/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
10/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
11/166
21
Pasal 4 KUHP (seteleh diubah dan
ditambah berdasarkan Undang-undang
No. 4 Tahun 1976)
Ketentuan pidana dalam perundang-
undangan Indonesia diterapkan bagi
setiap orang yang melakukan di luar
Indonesia :
1. Salah satu kejahatan berdasarkan
pasal-pasal 104, 106, 107,
108 dan 131;
2. Suatu kejahatan mengenai mata
uang atau uang kertas yang
dikeluarkan oleh Negara atau bank,
ataupun mengenai materai yang
dikeluarkan dan merek yang
digunakan oleh Pemerintah
Indonesia;
3. Pemalsuan surat hutang atau
sertifikat hutang atas tanggungan
suatu daerah atau bagian daerah
Indonesia, termasuk pula pemalsuan
22
talon, tanda deviden atau tanda
bunga yang mengikuti surat atau
sertifikat itu, dan tanda yang
dikeluarkan sebagai pengganti surat
tersebut atau menggunakan surat-
surat tersebut di atas, yang palsu
atau dipalsukan, seolah-olah asli dan
tidak palsu;
4. Salah satu kejahatan yang disebut
dalam Pasal-pasal 438, 444 sampai
dengan 446 tentang pembajakan laut
dan pasal 447 tentang penyerahan
kendaraan air kepada kekuasaan
bajak laut dan pasal 479 huruf j
tentang penguasaan pesawat udara
secara melawan hukum, pasal 479 l,
m, n dan o tentang kejahatan yang
mengancam keselamatan
penerbangan sipil.
Dalam pasal 4 KUHP ini terkandung asas
melindungi kepentingan yaitu melindungi
kepentingan nasional dan melindungi
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
12/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
13/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
14/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
15/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
16/166
31
BAB III
TINDAK PIDANA
a. PENGERTIAN TINDAK PIDANA
Hingga saat ini belum ada kesepakatan para
sarjana tentang pengertian Tindak pidana
(strafbaar feit). Menurut Prof. Moeljatno S.H.,
Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang
oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu,
bagi barang siapa yang melanggar aturan
tersebut.
Terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan :
Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh
suatu aturan hukum dilarang dan diancam
pidana.
Larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu
suatu keadaan atau kejadian yang
ditimbulkan oleh kelakuan orang),
sedangkan ancaman pidana ditujukan
kepada orang yang menimbulkan kejadian
itu.
32
Antara larangan dan ancaman pidana ada
hubungan yang erat, oleh karena antara
kejadian dan orang yang menimbulkan
kejadian itu ada hubungan erat pula.
Kejadian tidak dapat dilarang jika yang
menimbulkan bukan orang, dan orang tidak
dapat diancam pidana jika tidak karena
kejadian yang ditimbulkan olehnya.
Selanjutnya Moeljatno membedakan dengan tegas
dapat dipidananya perbuatan (die strafbaarheid
van het feit) dan dapat dipidananya orang
(strafbaarheid van den person). Sejalan dengan itumemisahkan pengertian perbuatan pidana
(criminal act) dan pertanggungjawaban pidana
(criminal responsibility). Pandangan ini disebut
pandangan dualistis yang sering dihadapkan
dengan pandangan monistis yang tidakmembedakan keduanya.
b. UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
Dalam suatu peraturan perundang-undangan
pidana selalu mengatur tentang tindak pidana.
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
17/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
18/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
19/166
37
melakukan kejahatan tersebut pasal 104,
106, 107, 108, 113, 115, 124, 187 dan 187
bis, dan pada saat kejahatan masih bisa
dicegah dengan sengaja tidak
memberitahukannya kepada pejabat
kehakiman atau kepolisian atau kepada
yang terancam, diancam, apabila
kejahatan jadi dilakukan, dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau denda paling banyak tiga ratus
rupiah.
Kewajiban untuk melapor kepada yang
berwenang, apabila mengetahui akan
terjadinya suatu kejahatan. Orang yang
tidak melapor baru dapat dikatakan
melakukan perbuatan pidana, jika
kejahatan tadi kemudian betul-betul terjadi.
Tentang hal kemudian terjadi kejahatan ituadalah merupakan unsur tambahan.
Pasal 531 KUHP : barang siapa ketika
menyaksikan bahwa ada orang yang
sedang menghadapi maut, tidak memberi
pertolongan yang dapat diberikan
38
kepadanya tanpa selayaknya
menimbulkan bahaya bagi dirinya atau
orang lain, diancam, jika kemudian orang
itu meninggal, dengan pidana kurungan
paling lama tiga bulan atau denda paling
banyak tiga ratus rupiah.
Keharusan memberi pertolongan pada
orang yang sedang menghadapi bahaya
maut jika tidak memberi pertolongan,
orang tadi baru melakukan perbuatan
pidana, kalau orang yang dalam keadaan
bahaya tadi kemudian lalu meninggal
dunia. Syarat tambahan tersebut tidak
dipandang sebagai unsur delik (perbuatan
pidana) tetapi sebagai syarat penuntutan.
(2) Keadaan tambahan yang memberatkan
pidana
Misalnya penganiayaan biasa pasal 351ayat (1) KUHP diancam dengan pidana
penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.
Apabila penganiayaan tersebut
menimbulkan luka berat; ancaman pidana
diperberat menjadi 5 tahun (pasal 351 ayat
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
20/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
21/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
22/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
23/166
45
pidana, jadi sebenarnya tidak segera
dirasakan sebagai bertentangan dengan
rasa keadilan. Dan sebaliknya ada
pelanggaran, yang benar-benar
dirasakan bertentangan dengan rasa
keadilan. Oleh karena perbedaan secara
demikian itu tidak memuaskan maka
dicari ukuran lain.
b. Ada yang mengatakan bahwa antara kedua
jenis delik itu ada perbedaan yang bersifat
kwantitatif. Pendirian ini hanya meletakkan
kriterium pada perbedaan yang dilihat dari
segi kriminologi, ialah pelanggaran itulebih ringan dari pada kejahatan.
Mengenai pembagian delik dalam kejahatan
dan pelanggaran itu terdapat suara-suara
yang menentang. Seminar Hukum Nasional
1963 tersebut di atas juga berpendapat,bahwa penggolongan-penggolongan dalam
dua macam delik itu harus ditiadakan.
Kejahatan ringan :
Dalam KUHP juga terdapat delik yang
digolongkan sebagai kejahatan-kejahatan
46
misalnya pasal 364, 373, 375, 379, 382, 384,
352, 302 (1), 315, 407.
2. Delik formil dan delik materiil (delik dengan
perumusan secara formil dan delik dengan
perumusan secara materiil)
a. Delik formil itu adalah delik yang
perumusannya dititikberatkan kepada
perbuatan yang dilarang. Delik tersebut
telah selesai dengan dilakukannya
perbuatan seperti tercantum dalam
rumusan delik. Misal : penghasutan (pasal
160 KUHP), di muka umum menyatakanperasaan kebencian, permusuhan atau
penghinaan kepada salah satu atau lebih
golongan rakyat di Indonesia (pasal 156
KUHP); penyuapan (pasal 209, 210 KUHP);
sumpah palsu (pasal 242 KUHP);pemalsuan surat (pasal 263 KUHP);
pencurian (pasal 362 KUHP).
b. Delik materiil adalah delik yang
perumusannya dititikberatkan kepada akibat
yang tidak dikehendaki (dilarang). Delik ini
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
24/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
25/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
26/166
51
(pasal 363). Ada delik yang ancaman
pidananya diperingan karena dilakukan dalam
keadaan tertentu, misal : pembunuhan kanak-
kanak (pasal 341 KUHP). Delik ini disebut
geprivelegeerd delict. Delik sederhana; misal :
penganiayaan (pasal 351 KUHP), pencurian
(pasal 362 KUHP).
9. Delik ekonomi (biasanya disebut tindak
pidana ekonomi) dan bukan delik ekonomi
Apa yang disebut tindak pidana ekonomi itu
terdapat dalam pasal 1 UU Darurat No. 7 tahun
1955, UU darurat tentang tindak pidana
ekonomi.
d. SUBYEK TINDAK PIDANA
Sebagaimana diuraika terdahulu, bahwa unsur
pertama tindak pidana itu adalah perbuatan orang,pada dasarnya yang dapat melakukan tindak
pidana itu manusia (naturlijke personen). Ini dapat
disimpulkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
a. Rumusan delik dalam undang-undang lazim
dimulai dengan kata-kata : barang siapa yang
52
.. Kata barang siapa ini tidak dapat
diartikan lain dari pada orang.
b. Dalam pasal 10 KUHP disebutkan jenis-jenis
pidana yang dapat dikenakan kepada tindak
pidana, yaitu :
1. pidana pokok :
a. pidana mati
b. pidana penjara
c. pidana kurungan
d. pidana denda, yang dapat diganti
dengan pidana kurungan
2. pidana tambahan :
a. pencabutan hak-hak tertentub. perampasan barang-barang tertentu
c. dimumkannya keputusan hakim
Sifat dari pidana tersebut adalah
sedemikian rupa, sehingga pada dasarnya
hanya dapat dikenakan pada manusia.c. Dalam pemeriksaan perkara dan juga sifat dari
hukum pidana yang dilihat ada / tidaknya
kesalahan pada terdakwa, memberi petunjuk
bahwa yang dapat dipertanggungjawabkan itu
adalah manusia.
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
27/166
55 56
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
28/166
55
bahwa badan hukum dapat menjadi subyek hukum
pidana.
Pompe (hal. 83) menyatakan mengenai persoalan
ini (terjemahan) Untuk sebagian peradilan dengan
dibantu oleh ilmu pengetahuan hukum harus
menemukan sendiri penyelesaian untuk problem
dalam materi baru ini.
Van Hattum (hal. 147) : agaknya perlu untuk
menggambarkan pertumbuhan ajaran ini agak
lebih luas dari pada biasanya dalam buku
pelajaran, sebab peradilan terhadap badan hukumkiranya akan menduduki tempat yang penting
dalam hukum pidana kita. Persoalan mengenai
penyertaan dan kesalahan dalam pada itu akan
kerap kali menjadi sumber perbedaan pendapat.
Dalam pada itu sekarang suda pasti, bahwa
menurut Hoge Raad, korporasi dapat melakukan
tindak pidana, ya bahkan kadang-kadang
korporasi sajalah yang dapat menjadi pembuat,
bahwa korporasi dapat mempunyai kesalahan dan
56
bahkan mereka itu dapat mengemukakan alasan
tidak adanya kesalahan sama sekali. Dan dalam
hal. 477 van Hattum menulis a.l. : (terjemahan)
. sebaiknya pembentuk undang-undang
membuat ketentuan-ketentuan umum dalam hal
suatu tindak pidana dilakukan oleh suatu
korporasi.
57 58
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
29/166
57
BAB IV
HUBUNGAN SEBAB AKIBAT
(CAUSALITEIT, CAUSALITAT)
A. Kausal itas
Didalam delik-delik yang dirumuskan secara
materiil (selanjutnya disebut delik materiil),
terdapat unsur akibat sebagai suatu keadaan yang
dilarang dan merupakan unsur yang menentukan
(essentialia dari delik tersebut). Berbeda dengandengan delik formil terjadinya akibat itu hanya
merupakan accidentalia, bukan suatu essentialia,
sebab jika disini tidak terjadi akibat yang dilarang
dalam delik itu, maka delik (materiil) itu tidak ada,
paling banyak ada percobaan.Misalnya :
Pasal 338 KUHP : Barang siapa dengan sengaja
merampas nyawa orang lain dihukum karena
pembunuhan.
58
Keadaan yang menentukan di sini adalah
terampasnya nyawa seseorang. Contoh : matinya
si A.
Oleh karenanya untuk dapat menuntut
seseorang (misalnya X) yang dilakukan melakukan
suatu perbuatan yang menyebabkan matinya
seseorang, maka harus dapat dibuktikan bahwa
karena perbuatan X itu maka timbul akibat matinyaA. akibat ini artinya perubahan atas suatu
keadaan dimana dapat berupa suatu
pembahayaan atau perkosaan terhadap
kepentingan hukum.
Hubungan sebab akibat(causaliteitsvraagstuk) ini penting dalam delik
materiil. Selain itu juga merupakan persoalan pada
delik-delik yang dikualifikasi oleh akibatnya (door
het gevolg gequafili ceerde delicten) misal pasal-
pasal : 187, 188, 194 ayat 2, 195 ayat 2, pasal 333ayat 2 dan 3, 334 ayat 2 dan 3, 351 ayat 2 dan 3,
355 ayat 2 dan 3 KUHP.
Persoalan kausalias ini terjadi karena
kesulitan untuk menetapkan apa yang menjadi
sebab dari suatu akibat. Perlu diketahui bahwa
59 60
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
30/166
59
persoalan ini tidak hanya terdapat dalam
lingkungan hukum pidana saja, akan tetapi juga
dalam lapangan hukum lainnya. Misalnya hukum
perdata dalam penentuan ganti rugi dan dalam
hukum dagang misalnya dalam persoalan
asuransi.
Persoalan ini pun terdapat dalam lapangan
ilmu pengetahuan lainnya, misalnya dalam filsafat.Dalam menetapkan apakah yang dapat dianggap
sebagai sebab dari suatu kejadian, maka terjadilah
beberapa teori kausalita. Teori-teori hendak
menetapkan hubungan obyektif antara perbuatan
(manusia) dan akibat, yang tidak dikehendaki olehundang-undang. Akibat kongkrit harus bisa
ditelusuri sampai ke sebab.
Akan tetapi sebenarnya tidak boleh
dipandang terlampau sederhana. Dalam filsafat
terdapat peringatan, bahwa kejadian B yangterjadi sesudah kejadian A, belum tentu
disebabkan karena kejadian A (post hoc non
propter hoc).
60
B. Teori-teori Kausalitas (ajaran-ajaran kausalitas)
B.1. Teori Ekivalensi (aquivalenz-theorie) atau
Bedingungstheorie atau teori condition sine qua
non dari von Buri
Teori ini mengatakan : tiap syarat adalah
sebab, dan semua syarat itu nilainya sama, sebab
kalau satu syarat tidak ada maka akibatnya akan
lain pula. Tiap syarat, baik positif maupun negatifuntuk timbulnya suatu akibat itu adalah sebab, dan
mempunyai nilai yang sama. Kalau satu syarat
dihilangkan, maka tidak akan terjadi akibat
kongkrit, seperti yang senyata-nyatanya, menurut
waktu, tempat dan keadaannya. Tidak ada syaratyang dapat dihilangkan (lazim dirumuskan nicht
hiin weggedacht warden kann dan seterusnya)
tanpa menyebabkan berubahnya akibat.
Contoh : A dilukai ringan, kemudian dibawa
ke dokter. Di tengah jalan ia kejatuhan genting,lalu mati. Penganiayaan ringan terhadap A itu juga
merupakan sebab dari matinya A.
Teori ekivalensi ini memakai pengertian
sebab sejalan dengan pengertian yang dipakai
dalam logika. Dalam hubungan ini baik
61 62
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
31/166
61
dikemukakan, bahwa terlepas satu sama lain,
J ohn Stuart Mill (di Inggris) dalam bukunya :
Sistem of Logic berpendapat, bahwa sebab ituadalah the whole of antecedents (1843).
Van Hamel, seorang penganut teori
ekivalensi berpendapat bahwa untuk hukum
pidana teori ini boleh digunakan, apabila diperbaiki
dan diatur oleh teori kesalahan yang harusditerapkan dengan sebaik-baiknya. Di sini
dijelaskan, bahwa harus dibedakan antara
hubungan kausal dan pertanggung jawaban
pidana.
Kritik / keberatan terhadap teori ini :hubungan kausal membentang ke belakang tanpa
akhir, sebab tiap-tiap sebab sebenarnya
merupakan akibat dari sebab yang terjadi
sebelumnya.
J adi misal : B ditikam oleh A sampai mati.Yang merupakan sebab bukan hanya ditikam A,
tetapi juga penjualan pisau itu kepada A dan
penjualan pisau itu tidak ada, apabila tidak ada
pembuatan pisau.
62
J adi pembuatan pisau itu juga sebab dan
begitu seterusnya. Berhubungan dengan
keberatan itu, maka ada teori-teori lain yanghendak membatasi teori tersebut teori-teori yang
akan disebutkan di bawah ini, mengambil dari
sekian faktor yang menimbulkan akibat itu
beberapa faktor yang kuat (dominant), sedang
faktor-faktor lainnya dipisahkan sebagai faktor-faktor yang irrelevant (yang tidak perlu / penting).
Kebaikan teori ini : mudah diterapkan,
sehingga tidak banyak menimbulkan persoalan,
dan juga karena tori ini menarik secara luas sekali
dalam membatasi lingkungan berlakunyapertanggungjawaban pidana. Teori ekivalensi ini
dapat dipandang sebagai pangkal dari teori-teori
lain.
B.2. Teori-teori IndividualisasiTeori-teori ini memilih secara post actum
(inconcreto), artinya setelah peristiwa kongkrit
terjadi, dari serentetan faktor yang aktif dan pasif
dipilih sebab yang paling menentukan dari
peristiwa tersebut; sedang faktor-faktor lainnya
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
32/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
33/166
67 68
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
34/166
Dasar penentuan (Beurteilungs standpunkte) ini
disebut objektive nachtragliche Prognose
(Rumelin).
Sebenarnya dalam teori kausal adequat
subyektif (Von Kries) itu tersimpul unsur
penentuan tentang kesalahan); oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa teori adequate subyektifdari von Kries ini bukan teori kausalitas yang
murni. Sebab suatu perbuatan baru dianggap
sebagai sebab yang adequate apabila sipembuat
dapat mengira-ngirakan atau membayangkan
(voor zien) akan terjadinya akibat atau kalau orangumumnya membayangkan terjadinya akibat itu;
jadi sipembuat dapat membayangkan dan
seharusnya dapat membayangkan. Oleh karena
dalam ajaran tersebut tersimpul unsur kesalahan,
maka ia juga menentukan pertanggunganjawab(pidana), jadi bukan teori kausalitas dalam arti
yang sesungguhnya.
Contoh : seorang majikan, yang sangat membenci
pekerjanya, tetapi tidak berani
melepasnya, ingin sekali agar pekerja itu
mati. Pada waktu hujan yang disertai
petir ia menyuruh pekerjanya itu pergi ke
suatu tempat dengan harapan agarorang itu disambar petir. Harapan itu
terkabul dan pekerjanya itu mati
disambar petir.
Menurut teori ekivalensi : ya, sebab seandainya
pekerja itu tidak disuruh keluar oleh majikan, makaia tidak mati. Konsekwensi ini umumnya
dipandang terlalu jauh. Oleh karena itu lebih
memuaskan apabila dipakai teori adequate.
Menurut teori ini : perbuatan menyuruh orang ke
tempat lain pada umumnya tidak mempunyaikadar untuk kematian seseorang karena disambar
petir. Penyambaran petir adalah hal yang
kebetulan. Dengan ini maka tidak ada hubungan
kausal, sehingga juga tidak ada pemidanaan.
Beberapa penganut teori adequat yang lain :1. Simons :
Dikatakan olehnya : suatu perbuatan dapat
disebut sebagai sebab dari suatu akibat,
apabila menuntut pengalaman manusia pada
umumnya harus diperhitungkan kemungkinan,
69 70
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
35/166
bahwa dari perbuatan sendiri akan terjadi
akibat itu.
2. Kami (Ringkasan Hukum Pidana hal. 47)berpendirian senada dengan Simons. Beliau
katakan : Kehidupan hukum dan perhubungan
hukum itu terdiri atas persangkaan,
(presumptie), bahwa alur peristiwa di dunia ini
ada biasa dan normal. Ini kesimpulanpengalaman kita sebagai manusia. Syarat yang
pada umumnya, biasanya, dengan mengikuti
hal ikhwal yang berada dan menurut
pengalaman kita, dengan kadarnya memadai
sesuatu akibat, itulah yang dianggap sebagaisuatu sebab.
3. Pompe : yang disebut sebab ialah perbuatan-
perbuatan yang dalam keadaan tertentu itu
mempunyai strekking untuk menimbulkan
akibat yang bersangkutan.
Tinjauan terhadap teori-teori kausalitas
tersebut di atas : teori ekuivalentie dapat dikatakan
teori kausalitas yang benar, akan tetapi selalu diberi
suatu penambahan. Teori ini ditambah dengan
penentuan ada dan tidaknya unsur kesalahan pada
sipembuat, dan memberi keterangan yang cukup
memuaskan apakah sesuatu perbuatan itumerupakan sebab dari sesuatu akibat yang
dimaksudkan dalam rumusan delik yang
bersangkutan.
Mengenai teori adequat dari von Kries, itu
dapat juga dikatakan, bahwa teori tersebut sesuaidengan jiwa hukum pidana. Hukum Pidana itu
mempunyai tugas untuk melindungi kepentingan
hukum terhadap perkosaan dan perbuatan yang
membahayakan. Berhubung dengan tugas tersebut
maka hukum pidana harus membuat pagar terhadapperbuatan-perbuatan yang agaknya mendatangkan
kerugian. Dalam hal ini teori adequat dapat
menunjukkan perbuatan-perbuatan tersebut. Akan
tetapi kelemahan teori ini tidak mudah dalam
kenyataan, ia menggunakan istilah-istilah yang tidakterang misalnya biasanya, kadar, pengalaman
manusia pada umumnya dan sebagainya.
Dalam yurisprudensi Hindia Belanda, yang
sesuai dengan asas konkordantie pada waktu itu,
mengikuti yurisprudensi Negeri Belanda, tidak terlihat
71 72
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
36/166
dengan nyata teori mana yang dipakai.
Hooggerechtshof condong ke teori adequate. Akan
tetapi dalam pada itu di dalam berbagai putusanpengadilan dapat ditunjukkan adanya persyaratan,
bahwa antara perbuatan dan akibat harus ada
hubungan yang langsung dan seketika (onmiddellijk
en rechtsreeks)
a. Putusan Raad van J ustitie Batavia 23 J uli 1937 (.147 hal 115) sebuah mobil menabrak sepeda
motor. Pengendara sepeda motor terpental ke atas
rel dan seketika itu dilindas oleh kereta api.
Terlindasnya pengendara sepeda motor oleh
kereta api itu dipandang oleh pengadilan sebagaiakibat langsung dan segera dari penabrakan
sepeda motor oleh mobil. Maka matinya si korban
dapat dipertanggungjawabkan atas kesalahan si
terdakwa (pengendara mobil).
b. Putusan Politierechter Bandung 5 April 1933Seorang ayah yang membiarkan anaknya yang
berumur 14 tahun mengendarai sepeda motornya.
Anak tersebut menabrak orang. Disini memang
perbuatan si ayah dapat disebut syarat
(voorwaarde) dari tabrakan itu, akan tetapi tidak
boleh disebut sebab dari tabrakan itu, oleh karena
antara perbuatan ayah dan tabrakan itu tidak ada
hubungan kausal yang langsung.c. Putusan Politierechter Palembang 8 Nopember
1936 diperkuat oleh Hooggerechtshof 2 Pebruari
1937.
Perbuatan terdakwa yang tidak menarik seorang
pengemudi mobil yang sembrono dari tempatkemudi (stuur) dan membiarkan pengemudi
tersebut terus menyopir tidak dianggap sebagai
sebab dari kecelakaan yang terjadi, oleh karena
antara perbuatan terdakwa dan terjadinya
kecelakaan itu tidak terdapat hubungan yanglangsung. Perbuatan terdakwa, yang membiarkan
pengemudi itu tetap menyopir, hanya dipandang
sebagai suatu syarat dan bukan sebab.
d. Putusan Penagadilan Negeri Pontianak 7 Mei
1951, dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi J akartaTerdakwa sebagai kerani bertanggung jawab atas
tenggelamnya satu kapal yang disebabkan oleh
terlalu berat muatannya dan yang mengakibatkan
7 orang meninggal dunia, oleh karena terdakwa
sebagai orang yang mengatur pemasukan barang-
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
37/166
75 76
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
38/166
seorang penjaga wesel yang menyebabkan
kecelakaan kereta api karena tidak
memindahkan wesel; menurut ajaran ini yangmenjadi sebab ialah apa yang dilakukan
penjaga wesel. Teori inipun tidak memuaskan,
sebab sulit dilihat hubungannya antara
penerimaan jabatan dengan akibat yang timbul.
d. Seseorang yang tidak berbuat dapat dikatakansebab dari sesuatu akibat, apabila ia
mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat.
Kewajiban itu timbul dari hukum, tidak hanya
yang nyata-nyata tertulis dalam suatu
peraturan tetapi juga dari peraturan-peraturanyang tidak tertulis, ialah norma-norma lainyang
berlaku dalam masyarakat yang teratur. Di
bawah ini diberi contoh-contoh apakah ada
kewajiban berbuat atau tidak :
1) Ada anak yang dibunuh; orang tuanyamengetahui hal ini, tetapi tidak berbuat
apa-apa. Apakah orang tua bertanggung
jawab sebagai ikut berbuat dalam
pembunuhan ?
J awab (Hof Amsterdam 23 Oktober
1883): tidak, tetapi memang sikap
semacam itu sangat tercela (laakbaar)dan tidak patut.
2) Seorang penjaga gudang membiarkan
pencuri melakukan aksinya, ia dapat
dipertanggungjawabkan, sebab sebagai
penjaga ia berkewajiban untuk menjagadan berbuat sesuatu.
Kesimpulan mengenai kausalitas dalam hal
tidak berbuat : sekarang tidak ada persoalan lagi,
bahwa tidak berbuat itu dapat menjadi sebab dari
suatu akibat. Tidak berbuat sebenarnya jugamerupakan perbuatan. Dalam delik commisionis
per omissionem commissa (delik omissi yang tidak
sesungguhnya) tidak berbuat itu bukannya tidak
berbuat sama sekali akan tetapi tidak berbuat
sesuatu, yang diharapkan untukdiperbuat/dilakukan. Maka dengan pengertian ini
hal tidak berbuat pada hakekatnya sama dengan
berbuat sesuatu, dalam arti dapat menjadi syarat
untuk terjadinya suatu akibat. Sedang menurut
teori adequate, mengingat keadaan yang kongkrit,
77 78
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
39/166
dapat juga mempunyai kadar untuk terjadinya
akibat, jadi juga dapat menjadi sebab.
Akhirnya perlu diperhatiakn bahwa soalhubungan kausal ini terletak dalam segi obyektif
(yang menyangkut perbuatan) dari keseluruhan
syarat pemidanaan, jadi harus dibedakan dari
persoalan kesalahan atau pertanggungan jawab
pidana yang merupakan segi subyektifnya, ialahyang menyangkut orangnya.
BAB IV
SIFAT MELAWAN HUKUM
(Rechtswdrig, Unrecht, Wederrechtelijk ,
Onrechmatig)
A. Ist ilah dan Pengert ian
KUHP memakai istilah bermacam-macam :
a. tegas dipakai istilah melawan hukum,
(wederrechtelijk) dalam pasal 167, 168, 335 (1),
522;
b. dengan istilah lain misalnya : tanpa mempunyai
hak untuk itu (pasal 303, 548, 549); tanpa izin
(zonder verlof) (pasal 496, 510); dengan
melampaui kewenangannya (pasal 430); tanpa
mengindahkan cara-cara yang ditentukan oleh
peraturan umum (pasal 429).
79 80
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
40/166
Alasan pembentuk undang-undang itu mencantumkan
unsur sifat melawan hukum itu tegas-tegas dalam
sesuatu rumusan delik karena pembentuk undang-undang khawatir apalagi unsur melawan hukum itu tak
dicantumkan dengan tegas, yang berhak atau
berwenang untuk melakukan perbuatan-perbuatan
sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang itu,
mungkin dipidana pula.
Arti istilah bersifat melawan hukum itu terdapat tiga
pendirian:
1. bertentangan dengan hukum (Simons)
2. bertentangan dengan hak (subyektief recht) orang
lain (Noyon)
3. tanpa kewenangan atau tanpa hak, hal ini tidak
perlu bertentangan dengan hukum (H.R).
Salah satu unsur dari tindak pidana adalahunsur sifat melawan hukum. Unsur ini merupakan
suatu penilaian obyektif terhadap perbuatan, dan
bukan terhadap si Pembuat. Bilamana sesuatu
perbuatan itu dikatakan melawan hukum ? Orang
akan menjawab : apabila perbuatan itu masuk dalam
rumusan delik sebagaimana dirumuskan dalam
undang-undang. Dalam bahasa J erman ini disebut
tatbestandsmaszig. Tasbestand disini dalam artisempit, ialah unsur seluruhnya dari delik sebagaimana
dirumuskan dalam peraturan pidana. Tasbestand
dalam arti sempit ini terdiri atas tasbestand mer male,
ialah masing-masing unsur dari rumusan delik.
Pengecualian atas tasbestand mer male,
dapat dikecualikan atas perbuatan yang memenuhi
rumusan delik (tatbestandsmaszig) itu tidak
senantiasa bersifat melawan hukum, sebab mungkin
ada hal yang menghilangkan sifat melawan hukumnya
perbuatan tersebut. Misalnya dalam melaksanakan
perintah undang-undang (ps. 50 KUHP) :
1) regu penembak, yang menembak mati seorang
terhukum yang telah dijatuhi hukuman pidana mati,
memenuhi unsur-unsur delik tersebut pasal 338
KUHP. Perbuatan mereka tidak melawan hukum.
2) J aksa menahan orang yang sangat dicurigai telah
melakukan kejahatan. Ia tidak dapat dikatakan
melakukan kejahatan tersebut pasal 333 KUHP,
81 82
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
41/166
karena ia melaksanakan undang-undang (terdapat
dalam peraturan hukum acara pidana) sehingga
tidak ada unsur melawan hukum.
Di dalam kedua contoh tersebut hal yang
menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan
terdapat di dalam undang-undang. Namun dalam
kasus :
- seorang ayah memukul seorang pemuda yang
memperkosa anak-anaknya
- seorang menembak mati temannya atas
permintaan sendiri, karena ia luka-luka berat dan
tidak mungkin hidup terus, apalagi jauh dari dokter,
karena dalam ekspedisi di Kutub Selatan
- seorang bioloog membedah binatang-binatang
(vivisectie) untuk penyelidikan ilmiah.
Maka timbul persoalan ada tidaknya sifat melawanhukumnya perbuatan. Contoh lain yang
mempermasalahkan unsur melawan hukum adalah :
- Putusan PN Sawahlunto 10 Setember 1936
Seorang perempuan Minangkabau hidup bersama
dengan seorang laki-laki dengan siapa ia menurut
hukum adat dilarang kawin. Berhubung denganpelanggaran adat ini, maka Mamak dari
perempuan ini bersama-sama dengan orang lain
mendatangi orang tersebut untuk dimintai
pertanggungjawaban dan untuk membawa laki-laki
itu ke Wali Negeri. Oleh karena perempuan itutidak mau membuka pintu rumahnya pintu
didobrak.
Pengadilan Negeri berpendapat perbuatan Mamak
cs melanggar pasal KUHP (merusak ketentraman
rumah), dan memidana Mamak 3 bulan penjara
dan lain-lainnya masing-masing 2 bulan. Alasan
- Arrest Hoge Raad 20 Pebruari 1933
Seorang dokter hewan di kota Huizen dengansengaja memasukkan sapi-sapi yang sehat ke
dalam kandang yang berisi sapi-sapi yang sudah
sakit mulut dan kuku, sehingga membahayakan
sapi-sapi yang sehat itu. Perbuatan dokter hewan
itu tegas-tegas masuk dalam rumusan delik
83 84
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
42/166
tesebut dalam pasal 82 undang-undang ternak,
ialah dengan sengaja menempatkan ternak dalam
keadaan yang membahayakan / mengkhawatirkan.Ketika dituntut, dokter hewan mengemukakan
pada pokoknya, bahwa perbuatan itu dilakukan
untuk kepentingan peternakan. Putusan
Mahkamah Agung Belanda : Pasal 82 Undang-
undang ternak tidak dapat diterapkan kepadadokter hewan itu. Pertimbangannya antara lain :
tidak dapat dikatakan, bahwa seseorang yang
melakukan perbuatan yang diancam pidana itu
mesti dipidana, apabila undang-undang sendiri
tidak dengan tegas-tegas menyebut adanyaalasan-alasan penghapus pidana, mungkin sekali
dapat terjadi, bahwa unsur sifat melawan hukum
tidak dicantumkan di dalam rumusan delik dan
meskipun demikian tidak ada pemidanaan, karena
dalam hal ini sifat melawan hukumnya perbuatanternyata tidak ada, sehingga oleh karenanya pasal
yang bersangkutan tidak berlaku terhadap
perbuatan yang secara letterlijk memenuhi
rumusan delik.
Pembagian Ajaran Sifat Melawan Hukum
Menjawab persoalan tersebut maka hukum pidana
membagi ajaran sifat melawan hukum dalam dua
sudut pandang yaitu :
1. menurut ajaran sifat melawan hukum yang formil
suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum,apabila perbuatan diancam pidana dan
dirumuskan sebagai suatu delik dalam undang-
undang; sedang sifat melawan hukumnya
perbuatan itu dapat hapus, hanya berdasarkan
suatu ketentuan undang-undang. J adi menurutajaran ini melawan hukum sama dengan melawan
atau bertentangan dengan undang-undang
(hukum tertulis).
Menurut Simons, Memang boleh diakui, bahwa
suatu perbuatan, yang masuk larangan dalam
sesuatu undang-undang itu tidaklah mutlak bersifat
melawan hukum, akan tetapi tidak adanya sifat
melawan hukum itu hanyalah bisa diterima, jika di
dalam hukum positif terdapat alasan untuk suatu
85 86
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
43/166
pengecualian berlakunya ketentuan / larangan itu.
Alasan untuk menghapuskan sifat melawan hukum
tidak boleh diambil di luar hukum positif dan jugaalasan yang disebut dalam undang-undang tidak
boleh diartikan lain daripada secara limitatief.
2. menurut ajaran sifat melawan hukum yang materiil
Suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak,
tidak hanya yang terdapat dalam undang-undang
(yang tertulis) saja, akan tetapis harus dilihat
berlakunya azas-azas hukum yang tidak tertulis.
Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-
nyata masuk dalam rumusan delik itu dapat hapus
berdasarkan ketentuan undang-undang dan juga
berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis (uber
gezetzlich).
J adi menurut ajaran ini melawan hukum samadengan bertentangan dengan undang-undang
(hukum tertulis) dan juga bertentangan dengan
hukum yang tidak tertulis termasuk tata susila dan
sebagainya sebagaimana para sarjana yang
menganut ajaran sifat melawan hukum yang
meteriil ialah :
a) Von Liszt : perkosaan atau pembahayaan
terhadap kepentingan hukum hanyalah
bersifat melawan hukum materiil (materiel
rechts widrig), jika perbuatan itu bertentangan
dengan tujuan ketertiban hukum (den
Zwecken der das Zusammenleben regelnden
Recht sordnung widerspricht); kalau tidak
bertentangan dengan tujuan itu, maka tidak
bersifat melawan hukum.
b) Zu Dohna mengatakan :
Suatu perbuatan itu tidak melawan hukum jika
perbuatan itu merupakan upaya yang haq
untuk tujuan yang haq (richtiges Mittel zum
techten zwecke). Contohnya ialah seorang
yang memukulpemuda yang memperkosa
anak perempuannya. Di sini menurut Zu
Dohna perbuatan ayahnya tidak bersifat
melawan hukum.
c) M.E. Mayer mengatakan :
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
44/166
89 90
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
45/166
alat pembenar (rechtvaardigingsgrond). Bagi mereka
yang menganut ajaran sifat melawan hukum yang
formil alasan pembenar itu hanya boleh diambil danhukum yang tertulis, sedang penganut ajaran sifat
melawan hukum yang materiil alasan itu boleh diambil
dan luar hukum yang tertulis.
Berkaitan dengan hukum tertulis maka hakim dalam
perkara kongkrit yang sedang dihadapi harus
mempertimbangkan :
a). Apabila ada persoalan mengenai hukum yang
tidak tertulis yang bertentangan dengan hukum
yang tertulis, maka perlu dipertimbangkan betul-
betul sampai dimanakah hukum tak tertulis itu
dapat menyisihkan peraturan yang tertulis, yang
dibuat dengan sah. Benarkah yang dipandang
adil oleh suatu golongan dalam masyarakat biasa,
juga dipandang adil / benar oleh seluruh
masyarakat pada umumnya.
b). Apabila ada persoalan mengenai hukum yang
tidak tertulis yang bertentangan dengan hukum
yang tertulis, maka perlu dipertimbangkan betul-
betul sampai dimanakah hukum tak tertulis itu
dapat menghapuskan kekuatan berlakunya
peraturan yang tertulis dsb.c). Sampai dimanakah rasa keadilan dan keyakinan
masyarakat dapat menyisihkan peraturan yang
tertulis, yang dibuat dengan sah.
Ini adalah beban yang berat bagi hakim, sebab tiap-
tiap keputusan harus memuat alasan yang mendasari
keputusan itu. Maka hakim harus benar-benar
mengetahui bagaimanakah keadaan masyarakat
lebih-lebih keadaan masyarakat Indonesia yang
dinamis yang bergerak menuju suatu masyarakat
yang dicita-citakan, ialah masyarakat Pancasila mata,
pikiran dan perasaan hakim harus tajam untuk dapat
menangkap apa yang sedang terjadi dalam
masyarakat, agar supaya putusannya tidak
kedengaran sumbang. Hakim dengan seluruh
kepribadiannya harus bertanggung jawab atas
kebenaran keputusannya, baik secara formil maupun
secara materiil.
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
46/166
93
2 ada pula yang tidak tercantum Terhadap delik
94
dengan pertanyaan apakah ada pengecualian yang
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
47/166
2. ada pula yang tidak tercantum. Terhadap delik-
delik semacam itu ada perbedaan paham :
a. J ika unsur sifat melawan hukum dianggap
mempunyai fungsi yang positif untuk
sesuatu delik (artinya ada delik kalau
perbuatan itu bersifat melawan hukum),
maka harus dibuktikan. Sifat melawan
hukum disini sebagai unsur konstitutif.
b. J ika unsur sifat melawan hukum dianggap
mempunyai fungsi yang negatif (artinya :
tidak ada unsur sifat melawan hukum pada
perbuatan merupakan pengecualian untuk
adanya suatu delik), maka tidak perlu
dibuktikan.
Yang menganggap sifat melawan hukum itu
mempunyai fungsi yang positif (merupakan unsur
konstitutif) a.l. van Hamel dan Zevenbergen. Yangmenganggap sifat melawan hukum mempunyai fungsi
yang negatif adalah Simons. Pendapat Simons,
ajaran sifat melawan hukum untuk hukum pidana
pada umumnya hanyalah mempunyai hubungan
dengan pertanyaan apakah ada pengecualian yang
menyebabkan hapusnya sifat melawan hukum.
Prof. Muljatno yang meskipun menganggap unsur
sifat melawan hukum adalah syarat mutlak yang tak
dapat ditinggalkan, namun berpendirian, bahwa itu
tidak berarti bahwa dalam lapangan procesueel (acara
pemeriksaan perkara) sifat itu harus dibebankan
pembuktiannya kepada penuntut umum. Beliau setuju,
jika tak disebut dalam rumusan delik, unsur dianggap
dengan diam-diam ada, kecuali jika dibuktikan
sebaliknya oleh terdakwa, karena pada umumnya
dengan mencocoki rumusan undang-undang sifat
melawan hukumnya perbuatan sudah ternyata pula.
Hazewinkel-Suringa memandang sifat melawan
hukum hanya sebagai tanda ciri dari tindak pidana.
C. Putatif Delik
Dalam pembicaraan unsur sifat melawan hukum ini
ada delik disebut wahn delict atau putativ delict. Ini
terjadi jika seorang mengira telah melakukan delict,
padahal perbuatannya itu sama sekali bukan suatu
95
delik sebab perbuatannya itu tidak bersifat melawan
96
BAB V
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
48/166
delik, sebab perbuatannya itu tidak bersifat melawan
hukum.
BAB V
KESALAHAN DANPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
1. Pengertian Kemampuan Bertanggungjawab
(Zurechnungsfahigkeit
Toerekeningsvatbaarheid)
Telah disebutkan, bahwa untuk adanya pertanggung-
jawab pidana diperlukan syarat bahwa pelaku mampu
bertanggung jawab. Tidaklah mungkin seseorang dapat
dipertanggungjawabkan apabila ia tidak mampu
bertanggung jawab.
Bilamana seseorang itu dikatakan mampu bertanggung-
jawab ? Apakah ukurannya untuk menyatakan adanya
kemampuan bertanggung jawab itu ? KUHP tidak
memberikan rumusannya. Dalam literatur hukum pidana
Belanda dijumpai beberapa definisi untuk kemampuan
bertanggung jawab.
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
49/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
50/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
51/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
52/166
105
Guna memberi pengertian lebih lanjut tentang
106
c. VAN HAMEL mengatakan, bahwa kesalahan
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
53/166
kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, di bawah
ini disebutkan pendapat-pendapat dari berbagaipenulis.
a. MEZGER mengatakan : kesalahan adalah
keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk
adanya pencelaan pribadi terhadap si pelaku
tindak pidana (Schuldist der Erbegriiffder
Vcrraussetzungen, die aus der Strafcat einen
personlichen Verwurf gegen den Tater
begrunden).
b. SIMONS mengartikan kesalahan itu sebagai
pengertian yang sociaal ethisch dan
mengatakan antara lain :
Sebagai dasar untuk pertanggungan jawab
dalam hukum pidana ia berupa keadaan
psychisch dari si pelaku dan hubungannyaterhadap perbuatannya, dan dalam arti bahwa
berdasarkan keadaan psychisch (jiwa) itu
perbuatannya dapat dicelakakan kepada si
pelaku.
dalam suatu delik merupakan pengertian
psychologis, perhubungan antara keadaan jiwa sipelaku dan terwujudnya unsur-unsur delik karena
perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungan
jawab dalam hukum (Schuld is de verant
woordelijkheid rechtens).
d. VAN HATTUM berpendapat : Pengertian
kesalahan yang paling luas memuat semua unsur
dalam mana seseorang dipertanggungjawabkan
menurut hukum pidana terhadap perbuatan yang
melawan hukum, meliputi semua hal, yang
bersifat psychisch yang terdapat dapat
keseluruhan yang berupa strafbaarfeit termasuk
si pelakunya (al het geen psychisch is aan dat
complex, dat bestaat uit een strafbaar feit en
deswege een strafbare dader).
e. KARNI yang mempergunakan istilah salah dosa
mengatakan : Pengertian salah dosa
mengandung celaan. Celaan ini menjadi
dasarnya tanggungan jawab terhadap hukum
pidana. Selanjutnya ia katakan : Salah dosa
berada, jika perbuatan dapat dan patut
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
54/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
55/166
111
dalamnya terkandung makna dapat dicelanya
112
2. Unsur-unsur dari kesalahan (dalam arti yang
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
56/166
(verwijtbaarheid) sipelaku atas perbuatannya. J adi
apabila dikatakan, bahwa orang bersalah
melakukan sesuatu tindak pidana, maka itu berarti
bahwa ia dapat dicela atas perbuatannya.
b. kesalahan dalam arti bentuk kesalahan
(sculdvorm) yang berupa :
1. kesengajaan (dolus, opzet, vorzatz atau
intention) atau
2. kealpaan (culpa, onachtzaamheid,
fahrlassigkeit atau negligence).
c. kesalahan dalam arti sempit, ialah kealpaan(culpa) seperti yang disebutkan dalam b.2 di atas.
Pemakaian istilah kesalahan dalam arti ini
sebaiknya dihindarkan dan digunakan saja istilah
kealpaan.
Dengan diterimanya pengertian kesalahan (dalam arti
luas) sebagai dapat dicelanya si pelaku atas
perbuatannya, maka berubahlah pengertian
kesalahan yang psychologis menjadi pengertian
kesalahan yang normatif (normativer schuldbegriff).
seluas-luasnya)
Kesalahan dalam arti seluas-luasnya amat berkaitan
dengan pertanggungjawaban pidana dimana meliputi :
a. adanya kemampuan bertanggungjawab pada
sipelaku (schuldfahigkeit atau
zurechnungsfahigkeit); artinya keadaan jiwasipelaku harus normal. Disini dipersoalkan apakah
orang tertentu menjadi normadressat yang
mampu.
b. hubungan batin antara sipelaku dengan
perbuatannya, yang berupa kesengajaan (dolus)atau kealpaan (culpa), ini disebut bentuk-bentuk
kesalahan. Dalam hal ini dipersoalkan sikap batin
seseorang pelaku terhadap perbuatannya.
c. tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan
atau tidak ada alasan pemaaf meskipun apa yangdisebut dalam a dan b ada, ada kemungkinan
bahwa ada keadaan yang mempengaruhi sipelaku
sehingga kesalahannya hapus, misalnya dengan
113
adanya kelampauan batas pembelaan terpaksa
114
Itulah sebabnya, maka kita harus senantiasa
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
57/166
(ps. 49 KUHP)
Kalau ketiga-tiga unsur ada maka orang yang
bersangkutan bisa dinyatakan bersalah atau
mempunyai pertanggungan jawab pidana, sehingga
bisa dipidana.
Dalam pada itu harus diingat bahwa untuk adanyakesalahan dalam arti yang seluas-luasnya
(pertanggungan jawab pidana) orang yang
bersangkutan harus pula dibuktikan terlebih dahulu
bahwa perbuatannya bersifat melawan hukum.
Kalau ini tidak ada, artinya, kalau perbuatannya tidak
melawan hukum maka tidak ada perlunya untuk
menerapkan kesalahan sipelaku.
Sebaliknya seseorang yang melakukan perbuatan
yang melawan hukum tidak dengan sendirinya
mempunyai kesalahan, artinya tidak dengan
sendirinya dapat dicela atas perbuatan itu.
menyadari akan dua pasangan dalam syarat-syarat
pemidaan ialah adanya :
1. dapat dipidananya perbuatan (strafbaarheid van
het feit)
2. dapat dipidananya orangnya atau pelakunya
(strafbaarheid van de persoon).
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
58/166
117
pada apa yang diketahui atau dibayangkan oleh
i l k i l h k j di d k i
118
c. kesengajaan dengan sadar kemungkinan (dolus
li d lijk )
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
59/166
sipelaku ialah apa yang akan terjadi pada waktu ia
akan berbuat. (Frank).
Terhadap perbuatan yang dilakukan sipelaku kedua
teori itu tak ada perbedaan, kedua-duanya mengakui
bahwa dalam kesengajaan harus ada kehendak untuk
berbuat. Dalam praktek penggunaannya, kedua teori
adalah sama. Perbedaannya adalah dalam istilahnya
saja.
2. Bentuk Kesengajaan
Dalam hal seseorang melakukan sesuatu
dengan sengaja dapat dibedakan 3 bentuk sikap
batin, yang menunjukkan tingkatan atau bentuk dari
kesengajaan sebagai berikut :
a. kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk)
untuk mencapai suatu tujuan (yang dekat); dolus
directus
b. kesengajaan dengan sadar kepastian (opzet met
zekerheidsbewustzijn atau
noodzakkelijkheidbewustzijn
eventualis atau voorwaardelijk-opzet)
Bentuk kesengajaan ini merupakan bentuk
kesengajaan yang biasa dan sederhana. Perbuatan
sipelaku bertujuan untuk menimbulkan akibat yang
dilarang. Kalau akibat ini tidak akan ada, maka ia tidak
akan berbuat demikian. Ia menghendaki perbuatan
beserta akibatnya.
Misal : A menempeleng B. Amenghendaki sakitnya B
agar B tidak membohong.
Perhatikan : haruslah ditoh:bedakan antara tujuan dan
motif. Motif suatu perbuatan adalah alasan yang
mendorong untuk berbuat misalnya cemburu, jengkel
dsb.
Dalam hal delik materiil harus dihubungkan faktor
kausa yang menghubungkan perbuatan dengan
akibat (kausalitas) dimana :
1. akibat yang memang dituju sipelaku. Ini dapat
merupakan delik tersendiri atau tidak.
119
2. akibat yang tidak didinginkan tetapi merupakan
t k h t k i t j d l
120
Contoh 2 :
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
60/166
suatu keharusan untuk mencapai tujuan dalam no.
1 tadi, akibat ini pasti timbul atau terjadi.
Contoh 1 :
A hendak membunuh B dengan tembakan pistol. B
duduk di balik kaca jendela restoran. Penembakan
terhadap B pasti akan memecahkan kaca pemilikrestoran itu.
Terhadap terbunuhnya B kesengajaan merupakan
tujuan sedangkan terhadap rusaknya kaca (ps. 406
KUHP) ada kesengajaan dengan keinsyafan
kepastian atau keharusan sebagai syarat tercapainya
tujuan.
Dalam hal ini ada keadaan tertentu yang semula
merupakan diperkirakan sipelaku sebagai
kemungkinan terjadi kemudian ternyata benar-benar
terjadi merupakan resiko yang harus diemban
sipelaku.
A hendak membalas dendam B yang bertempat
tinggal di Hoorn. A mengirim kue taart yang beracun
dengan maksud untuk membunuhnya. A tahu bahwa
ada kemungkinan istri B, yang tidak berdosa itu juga
akan makan kue tersebut dan meninggal karenanya,
meskipun A tahu akan hal terakhir ini namun ia tetap
mengirim kue tersebut, oleh karena itu kesengajaan
dianggap tertuju pula pada matinya istri B. Dalam
batin si A, kematian tersebut tidak menjadi persoalan
baginya.
J adi dalam kasus ini :
Ada kesengajaan sebagai tujuan terhadap matinya B
dan kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan
terhadap kematian istri B (Arrest H.R. 9 Maret 1911)
Contoh 3 :
Seorang yang melakukan penggelapan, merasa
bahwa akhirnya ia akan ketahuan. Ia ingin
menghindarkan diri dari peradilan dunia dan hendak
121
membunuh dirinya dengan merencanakan sustu
kecelakaan lalu lintas Ia menabrakkan mobil yang
122
3. Dolus Eventualis
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
61/166
kecelakaan lalu lintas, Ia menabrakkan mobil yang
dikendarainya kepada otobis yang berisi penumpang.
Tujuannya agar uang asuransinya yang sangat tinggi
(1 ton) itu dapat dibayarkan kepada soprnya.
Tetapi ini gagal, ia tidak mati, hanya luka-luka.
Beberapa penumpang bis mengalami luka dan
seorang diantaranya luka yang membahayakan jiwa.
R.v.J (Raad van J ustitie) Semarang yang diperkuat
oleh Hoogerechtshof dalam tingkat banding
menyatakan terdakwa bersalah telah melakukan
penganiayaan berat. Pertimbangannya antara lain
sebagai berikut:
Meskipun terdakwa tidak mengharapkan penumpang-
penumpang bis mendapat luka-luka, namun akibat ini
ada dalam kesengajaanya, sebab iatetap melakukan
perbuatan itu, meskipun ia sadr akan akibat yangmungkin terjadi. Kasus ini adalah pengalaman J okers,
ketika menjadi J aksa Tinggi (Officier van J ustitie)
pada R.v.J di Semarang.
Dolus eventualis lahir karena suatu keadaan dimana
sikap batin pelaku dimana pelaku tidak menghendaki
suatu tujuan untuk mewujudkan suatu tindak pidana,
akan tetapi keadaan menyebabkan ia tidak dapat
mengelak dari suatu keadaan tertentu.
Contoh:
Seorang mengendarai mobil angkutan umum dengan
lajunya di jalan dalam kota. Dimuka ia lihat
sekelompok anak yang sedang bermain-main. Apabila
ia tetap dalam kecepatan yang sama tanpa
menghiraukan nasib anak-anak dan tanpa mengambil
tindakan pencegahan, dan apabila akibat perbuatanya
itu beberapa anak luka atau mati, maka disini ada
kesengajaan unuk menganiaya atau membunuh,
meskipun tidak dapat dikatakan bahwa ia
mengiginkan akibat tadi, namun jelas ia menghendaki
hal itu, dalam arti, meskipun ia sadar akan
kemungkinan tentang luka dan matinya anak ia
mendesak kesadaran itu kebelakang dan menerima
123
apa boleh buat kemungkinan itu, dengan
melampiaskan naPasalunya untukmenegar kudanya
124
Dalam kedua teori itu digambarkan, bahwa dalam
batin si pelaku terjadi suatu proses bahwa ia lebih
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
62/166
melampiaskan naPasalunya untuk menegar kudanya.
Di atas telah disebutkan 2 teori yang menerangkan
bagaimana sikap batin seseorang yang melakukan
perbuatan dengan sengaja. Bagaimanakah
menerangkan adanya kesengajaan dengan sadar
kemungkinan (dolus eventualis) ?
Berdasarkan teori kehendak, jika sipelaku
menetapkan dalam batinnya, bahwa ia lebih
menghendaki perbuatan yang dilakukan itu, meskipun
nanti akan ada akibat yang ia tidak harapkan, dari
pada tidak berbuat, maka kesengajaan orang tersebutjuga ditujukan kepada akibat yang tidak diharapkan
itu.
Berdasarkan teori pengetahuan, pelaku mengetahui /
membayangkan akan kemungkinan terjadinyan akibat
yang tak dikehendaki, tetapi bayangkan itu tidak
mencegah dia untuk tidak berbuat; maka dapat
dikatakan, bahwa kesengajaan diarahkan kepada
akibat yang mungkin terjadi itu.
batin si pelaku terjadi suatu proses, bahwa ia lebih
baik berbuat dari pada tidak berbuat. Disini ada suatu
yang tidak jelas, oleh karena itu disamping kedua teori
itu ada teori yang disebut teori apa boleh buat (In
Kauf nehmen theorieatau op de koop toe nemen
theorie).
Menurut teori apa boleh buat (In Kauf nehmen theorie
atauop de koop toe nemen theorie) keadaan batin si
pelaku terhadap perbuatannya adalah sebagai
berikut:
a. akibat itu sebenarnya tidak dikehendaki, bahkan iabenci atau takut akan kemungkinan timbulnya
akibat itu
b. akan tetapi meskipun ia tidak menghendakinya,
namun apabila toh keadaan/akibat itu timbul, apa
boleh buat hak itu diterima juga, ini berarti iaberani memikul resiko.
125
Dalam perdebatan di Eerste Kamsr mengenai W.v.S.
Menteri Modderman mengatakan bahwa
126
batin yang berupa kesengajaan (atau kealpaan) itu
benar-benar ada pada pelaku Orang tidak dapat
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
63/166
Menteri Modderman mengatakan, bahwa
voorwaardelijkk opzet (dolus eventualis) itu ada,
apabila kehendak kita langsung ditujukan pada
kejahatan tersebut, tetapi meskipun telah mengetahui
bahwa keadaan tertentu masih akan terjadi, namun
kita berbuat dengan tiada tercegah oleh kemungkinan
terjadinya hal yang telah kita ketahui itu.
Dengan teori apa boleh buat ini maka sebenarnya
tidak perlu lagi untuk membedakan kesengajaan
dengan sadar kepastian dan kesengajaan dengan
sadar kemungkinan.
Dalam uraian-uraian diatas penentuan tentang
kesengajaan si-pelaku adalah dengan melihat
bagaimana sikap batinnya perbuatan ataupun akibat
perbuatannya. Demikian itu karena kesengajaan
dipandang sebagai sikap batin pelaku terhadapperbuatannya.
Dengan teori-teori itu diusahakan untuk menetapkan
kesengajaan sipelaku Dalam kejadian konkret tidaklah
mudah bagi Hakim untuk menentukan bahwa sikap
benar-benar ada pada pelaku. Orang tidak dapat
secara pasti mengetahui mengetahui batin orang lain,
lebih-lebih bagaimana keadaan batinnya pada waktu
orang ini berbuat.
Apabila orang ini dengan jujur menerangkan keadaan
batinnya yang sebenarnya maka tidak ada kesukaran.
Kalau tidak, maka sikap batinnya harus disimpulkan
dari keadaan lahir, yang tampak dari luar. J adi dalam
banyak hal hakim baru mengobyektifkan adanya
kesengajaan itu.
Contoh Van Bemmelen:
A melepaskan tembakan kepada B dalam jarak 2
meter.
Meskipun A mungkin, bahwa ia mempunyai
kesengajaan untuk membunuh B, namun Hakim tetap
akan menentukan adanya kesengajaan tersebut,
kecuali apabila dapat diterima alasan-alasan yang
sangat masuk akal bahwa A tidak tahu pistol itu berisi
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
64/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
65/166
131
kesengajaan sipelaku ditujukan kepada hal tersebut,
seperti halnya ps. 152. Lihat ps. 303 KUHP.
132
perlu mengikuti KUHP sepenuhnya. Menghadapi teks
terjemahan yang diusahakan oleh beberapa penulis
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
66/166
p y p p
Kesengajaan disini harus ditujukan kepada hal-hal
apa saja ? Pecahkanlah sendiri !
Dalam hal itu asas yang dianut M.v.T. itu tidak
berlaku untuk semua delik. Ada pengecualiannya.
Lihat ps. 187 KUHP. Di sini ada keadaan-keadaan,
yang disebut di belakang perkataan sengaja,
diobjektipkan, sehingga tak perlu dibuktian bahwa
kesengajaan pelaku ditujukan kepada hal tersebut
yang diobjektipkan, artinya yang tidak perlu
ditanyakan apakah sipelaku mengetahui atau
menghendakinya, ialah dapat terjadinya bahaya
umum atau bahaya maut tersebut.
Demikianlah teknik perundang-undangan yang
diikuti oleh KUHP dalam teks Belanda. Yang menjadi
masalah ialah apabila kita menghadapi KUHP dalamteks Bahasa Indonesia, yang sebenarnya bukan teks
resmi. Tata bahasa kedua bahasa itu tidak sama, oleh
karena itu teknik perundang-undangan dalam
menyusun kalimat tentunya tidak dapat atau tidak
j y g p p
sekarang ini tidak ada jalan lain bagi pelaksana
hukum misalnya hakim, untu melihat teks aslinya ialah
teks Bahasa Belanda dan mendasarkan penafsiran
pada teks tersebut.
Pada delik-delik yang memuat unsur-unsur met
het oogmerk om ........ (dengan tujuan untuk),
misalnya pada delik pencurian (ps. 362), pemalsuan
surat (ps. 263), ialah yang disebut Tendenz-delikte
atau Absicht-delikte, ada pendapat bahwa unsur
tersebut bukannya unsur kesengajaan, melainkan
unsur melawan hukum subjektif. Unsur ini
memberi.sifat atau arah dari perbuatan yang
dimaksud dalam rumusan delik yang bersangkutan.
Pada delik-delik yang memuat unsur-unsur met
het oogmerk om..............(dengan tujuan untuk.........),misalnya dalam delik pencurian (pasal 362),
pemalsuan surat (pasal 263), ialah apa yang disebut
Tendenz-delikte atau Absicht-delikte, ada pendapat
bahwa unsur tersebut bukannya unsur kesengajaan,
133
melainkan unsur melawan hukum yang subjektif.
Unsur ini memberi sifat atau arah dari perbuatan yang
134
pelaku harus tahu, bahwa perbuatan yang dilakukan
itu bertentangan dengan hukum, disamping ia berbuat
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
67/166
dimaksud dalam rumusan delik yang bersangkutan.
4.1. Kata dan
Dalam KUHP (teks Belanda), dalam merumuskan
sesuatu delik, terdapat bentuk rumusan:
- Sengaja tanpa ada rumusan unsur melawan
hukum (wederrechtelijk)
- Sengaja melawan hukum (wederrechtelijk) tanpa
kata dan
- Meyisipkan kata dan diantara perkataan
sengaja dan perkataan melawan hukum, jadi
merumuskan sebagai sengaja dan melawan
hukum (opzettelijk en wederrechtelijk).
Contoh:
Pasal 333: Hij die opzettelijk iemand wederrechtelijk
van devrijhiid berooft of berooft houdt..............
Dalam pasal ini jelas bahwa kesengajaan meliputi
melawan hukumnya perbuatan dengan perkatan lain
dengan sengaja. Apabila ia dengan iktikad baik (te
goeder trouw) mengira, bahwa ia dalam keadaan
tertentu boleh merampas kemerdekaan seseorang,
maka ia tak dapat dipidana. Disini ada kesesatan
yang bisa membebaskan.
Pasal 406: Hij die opzettelijk en wederrechitelijk enig
goed dat geheel of ten deele aan een onder toebe
hoort, vernielt, beschadigt, onbruik baar maakt of
wegmaakt, wordt.....................
Dalam rumusan (dalam bahasa Belanda) yangdemikian ini menjadi persoalan apakah sifat melawan
hukumnya perbuatan juga harus diliputi oleh
kesengajaan. Mengenai hal ini terdapat tiga
pandangan:
a. Perkataan en (dan) menunjukkan kedudukan
yang sejajar. Kesengajaan pelaku tidak perlu
ditujukan kepada sifat melawan hukumnya
perbuatan, dengan perkataan lain sifat melawan
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
68/166
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
69/166
139
d. dolus indirectus, Versari in re illicita
Ajaran tentang dolus indirectus mengatakan
140
dipertanggung-jawabkan atas semua akibatnya.
Dipertanggung-jawabkan dalam hukum pidana,
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
70/166
Ajaran tentang dolus indirectus mengatakan,
bahwa semua akibat dari perbuatan yang
disengaja, dituju atau tidak dituju, diduga atau
tidak diduga, itu dianggap sebagai hal yang
ditimbulkan dengan sengaja. Ajaran ini dengan
tegas ditolak oleh pembentuk undang-undang.
Macam dolus ini masih dikenal oleh Code Penal
Perancis. Dolus ini ada, apabila dari suatu
perbuatan yang dilarang dan dilakukan dengan
sengaja timbul akibat yang tidak diinginkan.
Misalnya A dan B berkelahi, A memukul B, B jatuh
dan dilindas mobil. Ini oleh Code Penal dipandang
sebagai meutre. Hazewinkel-Suringa
menganggap hal ini sebagai suatu pengertian
yang tidak baik.
Ajaran dolus indirectus ini mengingatkan orang
kepada ajaran kuno (hukum kanonik) tentang
pertanggung-jawab, ialah versari in re
illicita.menurut ajaran ini seseorang yang
melakukan perbuatan terlarang juga
meskipun akibat itu tidak dapat dibayangkan sama
sekali olehnya dan timbul secara kebetulan. Di
Inggris dan Spanyol pengertian dolus indirectus
adalah sama dengan apa yang kita sebut dolus
eventualis.
e. dolus directus
Ini berarti, bahwa kesengajaan sipelaku tidak
hanya ditukaun kepada perbuatannya, melainkan
juga kepada akibat perbuatannya.
f. dolus generalis
Pada delik materiil harus ada hubungan kausal
antara perbuatan terdakwa dan akibat yang tidak
dikehendaki undang-undang.
Misalkan seseorang yang bermaksud untuk
membunuh orang lain, telah melakukan
serangkaian perbuatan misalnya mencekik dan
kemudian melemparnya ke dalam sungai. Menurut
141
otopsi (pemeriksaan mayat) matinya orang ini
disebabkan karena tenggelam, jadi pada waktu
142
dan kedinginan. Meskipun jalannya peristiwa tidak
tepat seperti yang dibayangkan oleh sipelaku,
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
71/166
dilempar ke air ia belum mati.
Menurut ajaran kuno disini ada dolus generalis,
ialah harapan dari terdakwa secara umum agar
orang yang dituju itu mati, bagaimanapun telah
tercapai. Simons menyetujui jenis dolus ini.
Hazewinkel-Suringa menganggap hal tersebut
secara dogmatis tidak tepat. Perbuatan pertama
(mencekik) dikualifikasikan sebagai percobaan
pembunuhan, sedang perbuatan kedua
(melempar ke kali) merupakan perbuatan yang
terletak / di luar lapangan hukum pidana atau
menyebabkan matinya orang karena
kealpaannya.
Contoh :
Seorang Ibu yang ingin melepaskan diri dari
bayinya, menaruh bayi itu di pantai dengan
harapan agar dibawa oleh arus pasang. Akan
tetapi air pasangnya tidak setinggi yang
diharapkan; namun bayinya mati karena kelaparan
namun karena akibat yang dikenhendaki telah
terjadi, maka disini menurut von Hippel ada
pembunuhan yang direncanakan. Pendirian von
Hippel ada pembunuhan yang direncanakan.
Pendirian Von Hippel ini sama dengan pendapat
H.R. dalam arrestnya tanggal 26 J uni 1962.
143
BAB VII
144
menyebabkan hilangnya dan
sebagainnya barang yang disita
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
72/166
KEALPAAN (CULPA)
(CULPA dalam arti sempit), SCHULD, NALATIGHEID,
RECKLESSNESS,NEGLIGENCE, FAHRLASSIGKEIT,
SEMBRONO, TELEDOR).
Disamping sikap batin berupa kesengajaan ada pula
sikap batin yang berupa kealpaan. Hal ini terdapat dalam
beberapa delik. Akibat ini timbul karena ia alpa, ia
sembrono, teledor, ia berbuat kurang hati-hati ataukurang penduga-duga.
Dalam buku II KUHP terdapat beberapa pasal yang
memuat unsur kealpaan. Ini adalah delik-delik culpa
(culpose delicten). Delik-delik itu dimuat antara lain dalam
:
Pasal 188 : Karena kealpaannya menimbulkan
peletusan, kebakaran dst
Pasal 231 (4) : Karena kealpaannya sipenyimpan
Pasal 359 : Karena kealpaannya menyebabkan
matinya orang
Pasal 360 : Karena kealpaannya menyebabkan
orang luka berat dsb.
Pasal 409 : Karena kealpaannya menyebabkan
alat-alat perlengkapan (jalan api dsb)
hancur dsb.
Perkataan culpa dalam arti luas berarti kesalahan pada
umumnya, sedang dalam arti sempit adalah bentuk
kesalahan yang berupa kealpaan. Suatu keadaan, yang
sedemikian membahayakan keamanan orang atau
barang, atau mendatangkan kerugian terhadap
seseorang yang sedemikian besarnya dan tidak dapat
diperbaiki lagi, sehingga umdang-undang juga bertindak
terhadap larangan penghati-hati, sikap sembrono
(teledor), pendek kata schuld (kealpaan yangmenyebabkan keadaan tadi).(er zijn feiten, die de
algemene vefligheid van onen of goederen zozeer in
gevaar brengen of zo groot en onherstelbaar nadeel
bijzondere personen berokkenen, dat de wet ook de
145
onvoorzichtigheid, de tigheid, het gebrek aan voorzorg, in
een woord, schuld, waar het feit prong heeft, moet tekeer
)
146
b Van hamel
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
73/166
gaan)
1. Pengertian kealpaan atau culpa (dalam arti sempi t)
Menurut M.v.T kealpaan disatu pihak berlawanan
benar-benar dengan kesengajaan dan dipihal lain dengan
hal yang kebetulan (toevel atau caous).kealpaanmerupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari pada
kesengajaan, akan tetapi bukannya kesengajaan yang
ringan.
Beberapa penulis menyebut beberapa syarat untuk
adanya kealpaan:
a. Hazenwinkel Suringa
Ilmu pengetahuan hukum dan jurispruden
mengartikan schuld (kealpaan) sebagai:
1. kekurangan penduga duga atau
2. kekurangan penghati-hati.
b. Van hamel
Kealpaan mengandung dua syarat:
1. tidak mengadakan penduga-duga
sebagaimana diharuskan oleh hukum.
2. tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana
diharuskan oleh hukum.
c. Simons:
Pada umumnya schuld (kealpaan) mempunyai dua
unsur :
1. Tidak adanya penghati-hati, di samping
2. dapat diduganya akibat
d. Pompe.
Ada 3 macam yang masuk kealpaan
(anachtzaamheid):
147
1. Dapat mengirakan (kunnen venvachten) timbulnya
akibat
2 M t h i d k ki (k d
148
a. Orang pada umunya ini berarti bahwa tidak
boleh orang yang paling cermat, paling hati-
h ti li hli d b i
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
74/166
2. Mengetahui adanya kemungkinan (kennen der
mogelijkheid)
3. Dapat mengetahui adanya kemungkinan (kunnen
kennen van de mogelijkheid)
Tetapi nomor 2 dan 3 hanya apabila mengetahui
atau dapat mengetahuinyaitu menyangkut juga
kewajiban untuk menghindarkan perbuatannya
(=untuk tidak melakukan perbuatan).
Kealpaan orang tersebut harus ditentukan secara
normatif, dan tidak secara fisik atau psychis.
Tidaklah mungkin diketahui bagaimana sikap batin
seseorang yang sesungguh-sungguhnya maka
haruslah ditetapkan dari luar bagaimana
seharusnya ia berbuat dengan mengambil ukuran
sikap batin orang pada umunya apabila ada dalam
situasi yang sama dengan si-pelaku itu.
hati, paling ahli dan sebagainya.
b. Untuk menentukan adanya kealpaan ini harus
dilihat peristiwa demi peristiwa. Yang harus
memegang ukuran normatif dari kealpaan itu
adalah Hakim. Undang-undang mewajibkan
seseorang untuk melakukan sesuatu atau
untuk tidak melakukan sesuatu. Misalnya,
dalam peraturan lalu-lintas ada ketentuan
bahwa di simpangan jalan, apabila datangnya
bersamaan waktu maka kendaraan dari kiri
harus didahulukan.
Apabila seorang pengendara dalam hal ini
berbuat lain ini berbuat lain daripada apa yang
diatur itu, maka apabila perbuatannya itu
mengakibatkan tabrakan. Sehingga orang lain
luka berat, maka ia dapat dikatakan karenakealpaannya mengakibatkan orang lain
(Pasal. 360 (1) K.U.H.P)
149
Dalam hubungan ini VOS mengemukakan,
bahwa dalam delik-delik culpa sifat melawan
hukum telah tersimpul di dalam culpa itu
150
2. Bentuk kealpaan
Pada dasarnya orang berfikirdan berbuat secara
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
75/166
hukum telah tersimpul di dalam culpa itu
sendiri.
Ia menyatakan antara lain Memang culpa
tidak mesti meliputi dapat dicelanya si-pelaku,
namun culpa menunjukkan kepada tidak
patutnya perbuatan itu dan jika perbuatan itu
tidak bersifat melawan hukum, maka tidaklah
mungkin perbuatan itu perbuatan yang
abnormal, jadi tidak mungkin ada culpa.
Dalam delik culpoos tidak mungkin
diajukan alasan pembenar (rechtvaar
digingsgrond).
c. Untuk adanya pemidanaan perlu adanya
kekurangan hati-hati yang cukup besar, jadi
harus culpa lata dan bukanya culpa levis
(kealpaan yang sangat ringan).
y g
sadar. Pada delik culpoos kesadaran si- pelaku tidak
berjalan secara tepat. Karena Bentuk kealpaan dapat
dibagi dalam 2 (dua bentuk) yaitu
a. Kealpaan yang disadari (bewuste schuld)
Disini sipelaku dapat menyadari tentang apa yang
dilakukan beserta akibatnya, akan tetapi ia
percaya dan mengharap-harap bahwa akibatnya
tidak akan terjadi
b. Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld).
Dalam hali ini si pelaku melakukan sesuatu yang
tidak menyadari kemungkinan akan timbulnya
sesuatu akibat, padahal seharusnya ia dapat
menduga sebelumnya.
Perbedaan itu bukanlah berarti bahwa kealpaan yang
disadari itu sifatnya lebih berat dari pada kealpaan yang
tidak disadari. Kerapkali justru karena tanpa berfikir akan
kemungkinan timbulnya akibat malah terjadi akibat yang
151
sangat berat. VAN HATTUM mengatakan, bahwa
kealpaan yang disadari itu adalah suatu sebutan yang
mudah untuk bagian kesadaran kemungkinan (yang ada
152
Pasal 483, 484 (delik yang menyangkut pencetak dan
penerbit).
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
76/166
mudah untuk bagian kesadaran kemungkinan (yang ada
pada pelaku), yang tidak merupakan dolus eventualis.
Hemat kami perbedaan tersebut tidak banyak artinya.
Kealpaan merupakan pengertian yang normatif bukan
suatu pengertian yang menyatakan keadan (bukan
feitelijk begrip). Penentuan kealpaan seseorang harus
dilakukan dari luar, harus disimpulkan dari situasi
tertentu, bagaimana saharusnya si-pelaku itu berbuat.
3. Delik pro parte dolus pro parte culpa
Delik-delik yang di-rumuskan dalam pasal 359, 360, 188,
409 dapat disebut delik-delik culpoos dalam arti yang
sesungguhnya. Disamping itu ada delik-delik yang di
dalam perumusanya memuat unsur kesengajaan dan
kealpaan sekaligus, sedang ancaman pidananya sama.
Muljatno menamakan delik-delik tersebut sebagai delik
yang salah satu unsurnya diculpakan.
Misalnya:
Pasal 480 (penadahan)
Pasal 287, 288, 292 (delik-delik kesusilaan).
Rumusan yang dipakai dalam delik-delik tersebut ialah
diketahui atau mengerti bentuk kesengajaan dan
sepatutnya harus di-duga atau seharusnya menduga
bentuk kealpaan. Pada delik-delik ini kesengajaan ataukealpaan hanya tertuju kepada salah tertuju kepada
salah satu unsur dari delik itu.
- Pada delik penadahan ditujukan kepada hal
bahwa barang yang bersangkutan diperoleh dari
kejahatan.
- Pada delik-delik kesusilaan (pasal 287 dan pasal
288) ditujukan kepada umur-wanita belum lima
belas tahun, atau kalau umurnya tak ternyata,
bahwa belum mampu dikawin.
- Pada delik Pasal 292 ditujukan kepada unsur
belum cukup umur dari orang yang sama kelamin
itu.
- Pada delik-delik Pasal 483 dan Pasal 484
ditujukan kepada unsur pelaku/orang yang
153
menyuruh cetak pada saat penerbitan, tidak dapat
dituntut, atau menetap diluar Indonesia.
154
sekali tidak menagnggap penting apakah terdakwa betul-
betul mempunyai dugaan atau tidak.
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
77/166
Dalam surat dakwaan:
a. Cukup dicantumkan uraian kata-kata presis seperti
apa yang dirumuskan dalam undang-undang, jadi
misalnya untuk delik dalam pasal 480 : benda),
yang diketahui atau sepatutnya harus diduga,bahwa diperoleh dari kejahatan.
b. Ada dan tidak adanya kealpaan itu harus
dibuktikan dalam pemeriksaan pengadilan
ditetapkan oleh Hakim.
c. Pembuktiannya cukup secara normatif, jadi tidak
dilihat apakah terdakwa mengetahui.
Arrest Hooggerchtshof (dalam tingkat kasasi) yang
membatalkan keputusan Raad van J ustitie Medan, yang
membebaskan terdakwa yang dituduh melakukan
schuldheling (pasal 480), Hooggerechtshof (H.G.H)
menyatakan bahwa wet tidak mengharuskan adanya
dugaan pada terdakwa sepatutnya harus menduga
bahwa barang itu berasal dari kejahatan, dengan sama
Kelapaan orang lain tidak dapat meniadakan kealpaan
dari terdakwa. Contoh :
a. terdakwa sebagai pengendara mobil tetap dipidana
karena ia pada malam hari menabrak gerobag yang
tidak memakai lampu. Pengendara gerobag alpa,tetapi ini tidak meniadakan kealpaan terdakwa.
b. Seorang pengemudi mobil pada pagi hari jam 03.00
melanggar sekaligus 4 orang yang sedang tidur di
tengah jalan raya. Dalam kasus inipun tidak boleh
dilihat kealpaan orang lain, akan tetapi tetap harus
ditinjau ada dan tidak adanya kealpaan pada
pengemudi mobil, apakah ia kurang hati-hati dan
kurang-menduga-duga ? bagaimana keadaan
mobilnya ? kalau lampunya kurang terang, maka ini
merupakan indikasi dari kealpaannya. Apabila
lampunya normal, maka seharusnya ia dapat
mengetahui orang yang tidur di jalan itu. Kalau tidak,
maka ini merupakan kealpaan.
155
BAB VIII
KESALAHAN DALAM DELIK
156
Dalam hal ini berlakulah ajaran fait materiel (de leer an
het matericle feit ajaran perbuatan materiil) dimana
menurut M.v.T. :
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
78/166
KESALAHAN DALAM DELIK
PELANGGARAN
Persoalan kesalalahan pada tindak pidana berupa
pelanggaran. Pada tidak pidana berupa kejahatan
diperlukan adanya kesengajaan atau kealpaan. Dalam
undang-undang unsur-unsur dinyatakan dengan tegas
atau dapat diambil dari kata kerja dalam rumusan tindak
pidana itu. Dalam rumusan tindak pidana berupa
pelanggaran pada dasarnya tidak ada penyebutan
tentang kesengajaan atau kealpaan, artinya tidak disebut
apakah perbuatan dilakukan dengan sengaja atau alpa.
Hal ini penting untuk hukum acara pidana, sebab kalau
tidak tercantum dalam rumusan Undang-undang, maka
tidak perlu dicantumkan dalam surat tuduhan dan juga
tidak perlu dibuktikan.
menurut M.v.T. :
Pada pelanggaran hakim tidak perlu mengadakan
pemeriksaan secara khusus tentang adanya
kesengajaan, bahkan adanya kealpaan juga tidak, lagi
pula tidak perlu memberi keputusan tentang hal tersebut.
Soalnya apakah terdakwa berbuat/tidak berbuat sesuatu
yang bertentangan dengan Undang-undang atau tidak.
Contoh : arrest H.R tanggal 14 Pebruari 1916 (arrest air
dan susu).
Duduk perkara;
A.B., pengusaha (veehouder) menyuruh melever susu
kepada para langganan. Yang mengedarkan susu itu D,
pelayan. Pada suatu ketika susu yang dilever oleh D itu
ternyata tidak murni (dicampur air). D tidak tahu menahutentang hal itu. Pasal 303a dan 344 Peraturan Polisi
Umum mengancam dengan pidana Barang siapa melever
susu dengan nama susu murni, padahal dicampur
157
dengan sesuatu (tidak murni). Ini merupakan tindak
pidana berupa pelanggaran.
158
Permohonan kasasi ini ditolak oleh Hooge Raad, dan
terhadap alasan yang dikemukakan oleh A.B. H.R.
memberi pertimbangan antara lain sebagai berikut:
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
79/166
A.B. dituntut dan dalam tingkat banding dijatuhi pidana.
A.B. mengajukan kasasi, dengan alasan yang lebih
kurang demikian:
a. Rechtbank Amsterdam salah menerapkan Pasal 47
W.v.S Belanda (Pasal 55 K.U.H.P), sebab telah
memutuskan secara tidak benar bahwa A.B. telah
menyuruh lakukan perbuatan yang dituduhkan, tanpa
menyelidiki terlebih dahulu apakah pelaku materiil
(ialah D) tidak bertanggung-jawab atas perbuatan itu.
b. tidak terjadi persoalan apakah pelaku materiil (D)
dianggap tidak berhak untuk menyelidiki murni dan
tidaknya susu yang disuruh melevernya.
c. lebih-lebih pasal 303a dan 344 tersebut mengancam
dengan pidana barang siapa melever susu yang tidak
murni tanpa memandang ada kesalahan atau tidak.
p g g
a. Telah dinyatakan terbukti bahwa penuntut kasasi (A
B) telah menyuruh pelayannya (D) untuk melever
susu dengan sebutan susu murni padahal dicampur
dengan air. Hal mana tidak diketahui oleh D.
b. memang dalam pasal 303 tidak disebut dengan tegas
bahwa orang yang melakukan perbuatan itu harus
mempunyai kesalahan (enige schuld), akan tetapi ini
tidak dapat disimpulkan bahwa orang yang tidak
mempunyai kesalahan sama sekali (geheel gemis van
schuld) peraturan ini dapat diterapkan kepada.c. tidak ada suatu alasanpun, terutama dalam riwayat
W.v.S. yang memaksa untuk menganggap dalam hal
unsur kesalahan tidak dicantumkan dalam rumusan
delik, khususnya dalam pelanggaran, pembentuk
Undang-undang menyetujui sistem, orang yangberbuat harus dipidana yang terdapat dalam Undang-
undang, sekalipun ternyata tidak ada kesalahan sama
sekali (asas : afwezigheid van alle schuld).
159
d. Untuk menerima sistim tersebut (dalam c), yang
bertentangan dengan rasa keadilan dan asas tiada
pidana tanpa kesalahan yang juga dianut dalam
160
BAB IX
PIDANA DAN PEMIDANAAN (HUKUM
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
80/166
p p y g j g
hukum pidana kita, hal ini harus tegas-tegas ternyata
dalam rumusan delik.
Arrest air dan susu penting untuk perkembangan hukum
pidana. Dengan arrest itu, maka:
a. ajaran fait materiel pada pelanggaran ditinggalkan.
b. Diakui untuk pertama kalinya oleh badan pengadilan
yang tertinggi (Belanda) berlaku asas tiada pidana
tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld).
PIDANA DAN PEMIDANAAN (HUKUM
PENITENSIER)
Sebelum membahas materi ini terlebih dahulu kita
memahami apa yang dimaksud dengan pidana dan
pemidanaan. Pidana merupakan nestapa/derita yang
dijatuhkan dengan sengaja oleh negara (melalui
pengadilan) dimana nestapa itu dikenakan pada
seseorang yang secara sah telah melanggar hukum
pidana dan nestapa itu dijatuhkan melalui proses
peradilan pidana. Adapun Proses Peradilan Pidana (the
criminal) justice process) merupakan struktur, fungsi, dan
proses pengambilan keputusan oleh sejumlah lembaga
(kepolisian, kejaksaan,pengadilan & lembaga
pemasyarakatan) yang berkenaan dengan penanganan &
pengadilan kejahatan dan pelaku kejahatan.
Pemidanaan merupakan penjatuhan pidana/sentencing
sebagai upaya yang sah yang dilandasi oleh hukum
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
81/166
163
menerjemahkan straf. Sudarto juga berpendapat
demikian. Sedangkan R. Soesilo mendefinisikan pidana /
hukum sebagai perasaan tidak enak / sengsara yang
164
J enis-jenis hukuman yang dapat dijatuhkan oleh
Pengadilan berdasarkan plakat tgl. 22 April 1808, al:
-
7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana
82/166
dijatuh