106644463 asas asas hukum pidana

Upload: erlanggaherp

Post on 10-Feb-2018

338 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    1/166

    1 2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I. LATAR BELAKANG

    Apakah hukum pidana itu ? pertanyaan ini

    sesungguhnya sangat sulit untuk dijawab,

    mengingat hukum pidana itu mempunyai banyak

    segi, yang masing-masing mempunyai arti sendiri-

    sendiri. Penerapan hukum pidana berkaitan

    dengan ruang lingkup hukum pidana itu sendiri

    dapat bersifat luas dan dapat pula bersifat sempit.

    Dalam tindak pidana dapat melihat seberapa jauhseseorang telah merugikan masyarakat dan

    pidana apa yang perlu dijatuhkan kepada orang

    tersebut karena telah melanggar hukum. Selain itu,

    tujuan hukum pidana tidak hanya tercapai dengan

    pengenaan pidana, tetapi merupakan upaya

    represif yang kuat berupa tindakan-tindakan

    pengamanan.

    Perlunya pemahaman terhadap teori-teori

    serta Asas-Asas Hukum Pidana tersebut bagi

    peserta diklat, maka Pusat Pendidikan Dan

    Pelatihan Kejaksaan R.I menyusun modul

    mengenai asas-asas hukum pidana dengan tujuan

    agar peserta Pendidikan dan Pelatihan

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    2/166

    3

    pendahuluan mengerti dan memahami teori-teori

    maupun asas-asas hukum pidana yang perlu

    diperhaitkan dalam melaksanakan tugas danfungsinya sebagai jaksa nantinya.

    II. DESKRIPSI SINGKAT

    Modul asas-asas hukum pidanamemberikan pemahaman bagi peserta pendidikan

    dan pelatihan tentang ruang lingkup berlakunya,

    tindak pidana, adanya hubungan sebab akibat

    (causaliteit, causalitat), sifat melawan hukum,

    kesalahan dan pertanggungjawaban pidana,

    kesengajaan, kealpaan, delik pelanggaran,

    pemidanaan, percobaan, penyertaan,

    penggabungan tindak pidana, dasar penghapus

    pidana, gugurnya wewenang menuntut dan

    menjalankan pidana.

    III. TUJUAN PEMBELAJARANA. Tujuan Intruksional Umum

    Setelah mempelajari modul ini peserta

    diharapkan mengetahui tentang teori, asas,

    delik tindak pidana dan dapat menerapkannya

    dalam melaksanakan tugas sebagai penyidik

    dan penuntut umum dalam penanganan

    perkara pidana.

    4

    B. Tujuan Instruksional KhususSetelah mempelajari modul ini peserta diklat

    diharapkan mengetahui tentang ruang lingkupberlakunya, tindak pidana, adanya hubungan

    sebab akibat (causaliteit, causalitat), sifat

    melawan hukum, kesalahan dan

    pertanggungjawaban pidana, kesengajaan,

    kealpaan, delik pelanggaran, pemidanaan,

    percobaan, penyertaan, penggabungan tindak

    pidana, dasar penghapus pidana, gugurnyawewenang menuntut dan menjalankan pidana.

    IV. POKOK BAHASAN

    a. Ruang lingkup berlakunya Hukum Pidana.

    b. Tindak Pidana.

    c. Hubungan sebab akibat (causaliteit, causalitat).

    d. Sifat melawan hukum (rechtswdrig, unrecht,wederrechtelijk, onrechmatig).

    e. Kesalahan dan pertanggungjawaban pidana.

    f. Kesengajaan (dolus, intent, opzet, vorsatz).

    g. Kealpaan (culpa).

    h. Kesalahan dalam delik pelanggaran.

    i. Pidana dan pemidanaan (hukum penitensier).

    j. Percobaan (poging, attempt).

    k. Penyertaan.

    l. Penggabungan tindak pidana (samenloop /concursus).

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    3/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    4/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    5/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    6/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    7/166

    13

    orang yang melakukan suatu tindak pidana

    di Indonesia.

    Pasal ini dengan tegas menyatakan asas

    territorial, dan ketentuan ini sudah

    sewajarnya berlaku bagi Negara yang

    berdaulat. Asas territorial lebih menitik

    beratkan pada terjadinya perbuatanpidana di dalam wilayah Negara tidak

    mempermasalahkan siapa pelakunya,

    warga Negara atau orang asing. Sedang

    dalam asas kedua (asas personal atau

    asas nasional yang aktif) menitikberatkan pada orang yang melakukan

    perbuatan pidana, tidak

    mempermasalahkan tempat terjadinya

    perbuatan pidana. Asas territorial yang

    pada saat ini banyak diikuti oleh Negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Hal

    ini adalah wajar karena tiap-tiap orang

    yang berada dalam wilayah suatu Negara

    harus tunduk dan patuh kepada

    14

    peraturan-peraturan hukum Negara

    dimana yang bersangkutan berada.

    Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur

    dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan :

    Ketentuan pidana perundang-undangan

    Indonesia berlaku bagi setiap orang yang

    di luar wilayah Indonesia melakukantindak pidana didalan kendaraan air atau

    pesawat udara Indonesia.

    Ketentuan ini memperluas berlakunya

    pasal 2 KUHP, tetapi tidak berarti bahwa

    perahu (kendaraan air) dan pesawat

    terbang lalu dianggap bagian wilayah

    Indonesia. Tujuan dari pasal ini adalah

    supaya perbuatan pidana yang terjadi di

    dalam kapal atau pesawat terbang yang

    berada di perairan bebas atau berada di

    wilayah udara bebas, tidak termasuk

    wilayah territorial suatu Negara, sehingga

    ada yang mengadili apabila terjadi suatu

    perbuatan pidana.

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    8/166

    15

    Setiap orang yang melakukan perbuatan

    pidana diatas alat pelayaran Indonesia

    diluar wilayah Indonesia. Alat pelayaran

    pengertian lebih luas dari kapal. Kapal

    merupakan bentuk khusus dari alat

    pelayaran. Di luar Indonesia atau di laut

    bebas dan laut wilayah Negara lain.

    Asas-asas Extra Teritorial / kekebalan

    dan hak-hak Istimewa (Immunity and

    Previlege).

    Kepala Negara asing dan anggota

    keluarganya.

    Pejabat-pejabat perwakilan asing

    dan keluarganya.

    Pejabat-pejabat pemerintahan

    Negara asing yang berstatus

    diplomatik yang dalam perjalanan

    melalui Negara-negara lain atau

    menuju Negara lain.

    Suatu angkatan bersenjata yang

    terpimpin.

    16

    Pejabat-pejabat badan

    Internasional.

    Kapal-kapal perang dan pesawat

    udara militer / ABK diatas kapal

    maupun di luar kapal.

    Ad. II.Asas Personal

    Asas Personal atau Asas Nasional yang

    aktif tidak mungkin digunakan sepenuhnya

    terhadap warga Negara yang sedang

    berada dalam wilayah Negara lain yang

    kedudukannya sama-sama berdaulat.

    Apabila ada warga Negara asing yang

    berada dalam suatu wilayah Negara telah

    melakukan tindak pidana dan tindak

    pidana dan tidak diadili menurut hukum

    Negara tersebut maka berarti

    bertentangan dengan kedaulatan Negara

    tersebut. Pasal 5 KUHP hukum Pidana

    Indonesia berlaku bagi warga Negara

    Indonesa di luar Indonesia yang

    melakukan perbuatan pidana tertentu

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    9/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    10/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    11/166

    21

    Pasal 4 KUHP (seteleh diubah dan

    ditambah berdasarkan Undang-undang

    No. 4 Tahun 1976)

    Ketentuan pidana dalam perundang-

    undangan Indonesia diterapkan bagi

    setiap orang yang melakukan di luar

    Indonesia :

    1. Salah satu kejahatan berdasarkan

    pasal-pasal 104, 106, 107,

    108 dan 131;

    2. Suatu kejahatan mengenai mata

    uang atau uang kertas yang

    dikeluarkan oleh Negara atau bank,

    ataupun mengenai materai yang

    dikeluarkan dan merek yang

    digunakan oleh Pemerintah

    Indonesia;

    3. Pemalsuan surat hutang atau

    sertifikat hutang atas tanggungan

    suatu daerah atau bagian daerah

    Indonesia, termasuk pula pemalsuan

    22

    talon, tanda deviden atau tanda

    bunga yang mengikuti surat atau

    sertifikat itu, dan tanda yang

    dikeluarkan sebagai pengganti surat

    tersebut atau menggunakan surat-

    surat tersebut di atas, yang palsu

    atau dipalsukan, seolah-olah asli dan

    tidak palsu;

    4. Salah satu kejahatan yang disebut

    dalam Pasal-pasal 438, 444 sampai

    dengan 446 tentang pembajakan laut

    dan pasal 447 tentang penyerahan

    kendaraan air kepada kekuasaan

    bajak laut dan pasal 479 huruf j

    tentang penguasaan pesawat udara

    secara melawan hukum, pasal 479 l,

    m, n dan o tentang kejahatan yang

    mengancam keselamatan

    penerbangan sipil.

    Dalam pasal 4 KUHP ini terkandung asas

    melindungi kepentingan yaitu melindungi

    kepentingan nasional dan melindungi

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    12/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    13/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    14/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    15/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    16/166

    31

    BAB III

    TINDAK PIDANA

    a. PENGERTIAN TINDAK PIDANA

    Hingga saat ini belum ada kesepakatan para

    sarjana tentang pengertian Tindak pidana

    (strafbaar feit). Menurut Prof. Moeljatno S.H.,

    Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang

    oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai

    ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu,

    bagi barang siapa yang melanggar aturan

    tersebut.

    Terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan :

    Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh

    suatu aturan hukum dilarang dan diancam

    pidana.

    Larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu

    suatu keadaan atau kejadian yang

    ditimbulkan oleh kelakuan orang),

    sedangkan ancaman pidana ditujukan

    kepada orang yang menimbulkan kejadian

    itu.

    32

    Antara larangan dan ancaman pidana ada

    hubungan yang erat, oleh karena antara

    kejadian dan orang yang menimbulkan

    kejadian itu ada hubungan erat pula.

    Kejadian tidak dapat dilarang jika yang

    menimbulkan bukan orang, dan orang tidak

    dapat diancam pidana jika tidak karena

    kejadian yang ditimbulkan olehnya.

    Selanjutnya Moeljatno membedakan dengan tegas

    dapat dipidananya perbuatan (die strafbaarheid

    van het feit) dan dapat dipidananya orang

    (strafbaarheid van den person). Sejalan dengan itumemisahkan pengertian perbuatan pidana

    (criminal act) dan pertanggungjawaban pidana

    (criminal responsibility). Pandangan ini disebut

    pandangan dualistis yang sering dihadapkan

    dengan pandangan monistis yang tidakmembedakan keduanya.

    b. UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA

    Dalam suatu peraturan perundang-undangan

    pidana selalu mengatur tentang tindak pidana.

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    17/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    18/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    19/166

    37

    melakukan kejahatan tersebut pasal 104,

    106, 107, 108, 113, 115, 124, 187 dan 187

    bis, dan pada saat kejahatan masih bisa

    dicegah dengan sengaja tidak

    memberitahukannya kepada pejabat

    kehakiman atau kepolisian atau kepada

    yang terancam, diancam, apabila

    kejahatan jadi dilakukan, dengan pidana

    penjara paling lama satu tahun empat

    bulan atau denda paling banyak tiga ratus

    rupiah.

    Kewajiban untuk melapor kepada yang

    berwenang, apabila mengetahui akan

    terjadinya suatu kejahatan. Orang yang

    tidak melapor baru dapat dikatakan

    melakukan perbuatan pidana, jika

    kejahatan tadi kemudian betul-betul terjadi.

    Tentang hal kemudian terjadi kejahatan ituadalah merupakan unsur tambahan.

    Pasal 531 KUHP : barang siapa ketika

    menyaksikan bahwa ada orang yang

    sedang menghadapi maut, tidak memberi

    pertolongan yang dapat diberikan

    38

    kepadanya tanpa selayaknya

    menimbulkan bahaya bagi dirinya atau

    orang lain, diancam, jika kemudian orang

    itu meninggal, dengan pidana kurungan

    paling lama tiga bulan atau denda paling

    banyak tiga ratus rupiah.

    Keharusan memberi pertolongan pada

    orang yang sedang menghadapi bahaya

    maut jika tidak memberi pertolongan,

    orang tadi baru melakukan perbuatan

    pidana, kalau orang yang dalam keadaan

    bahaya tadi kemudian lalu meninggal

    dunia. Syarat tambahan tersebut tidak

    dipandang sebagai unsur delik (perbuatan

    pidana) tetapi sebagai syarat penuntutan.

    (2) Keadaan tambahan yang memberatkan

    pidana

    Misalnya penganiayaan biasa pasal 351ayat (1) KUHP diancam dengan pidana

    penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.

    Apabila penganiayaan tersebut

    menimbulkan luka berat; ancaman pidana

    diperberat menjadi 5 tahun (pasal 351 ayat

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    20/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    21/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    22/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    23/166

    45

    pidana, jadi sebenarnya tidak segera

    dirasakan sebagai bertentangan dengan

    rasa keadilan. Dan sebaliknya ada

    pelanggaran, yang benar-benar

    dirasakan bertentangan dengan rasa

    keadilan. Oleh karena perbedaan secara

    demikian itu tidak memuaskan maka

    dicari ukuran lain.

    b. Ada yang mengatakan bahwa antara kedua

    jenis delik itu ada perbedaan yang bersifat

    kwantitatif. Pendirian ini hanya meletakkan

    kriterium pada perbedaan yang dilihat dari

    segi kriminologi, ialah pelanggaran itulebih ringan dari pada kejahatan.

    Mengenai pembagian delik dalam kejahatan

    dan pelanggaran itu terdapat suara-suara

    yang menentang. Seminar Hukum Nasional

    1963 tersebut di atas juga berpendapat,bahwa penggolongan-penggolongan dalam

    dua macam delik itu harus ditiadakan.

    Kejahatan ringan :

    Dalam KUHP juga terdapat delik yang

    digolongkan sebagai kejahatan-kejahatan

    46

    misalnya pasal 364, 373, 375, 379, 382, 384,

    352, 302 (1), 315, 407.

    2. Delik formil dan delik materiil (delik dengan

    perumusan secara formil dan delik dengan

    perumusan secara materiil)

    a. Delik formil itu adalah delik yang

    perumusannya dititikberatkan kepada

    perbuatan yang dilarang. Delik tersebut

    telah selesai dengan dilakukannya

    perbuatan seperti tercantum dalam

    rumusan delik. Misal : penghasutan (pasal

    160 KUHP), di muka umum menyatakanperasaan kebencian, permusuhan atau

    penghinaan kepada salah satu atau lebih

    golongan rakyat di Indonesia (pasal 156

    KUHP); penyuapan (pasal 209, 210 KUHP);

    sumpah palsu (pasal 242 KUHP);pemalsuan surat (pasal 263 KUHP);

    pencurian (pasal 362 KUHP).

    b. Delik materiil adalah delik yang

    perumusannya dititikberatkan kepada akibat

    yang tidak dikehendaki (dilarang). Delik ini

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    24/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    25/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    26/166

    51

    (pasal 363). Ada delik yang ancaman

    pidananya diperingan karena dilakukan dalam

    keadaan tertentu, misal : pembunuhan kanak-

    kanak (pasal 341 KUHP). Delik ini disebut

    geprivelegeerd delict. Delik sederhana; misal :

    penganiayaan (pasal 351 KUHP), pencurian

    (pasal 362 KUHP).

    9. Delik ekonomi (biasanya disebut tindak

    pidana ekonomi) dan bukan delik ekonomi

    Apa yang disebut tindak pidana ekonomi itu

    terdapat dalam pasal 1 UU Darurat No. 7 tahun

    1955, UU darurat tentang tindak pidana

    ekonomi.

    d. SUBYEK TINDAK PIDANA

    Sebagaimana diuraika terdahulu, bahwa unsur

    pertama tindak pidana itu adalah perbuatan orang,pada dasarnya yang dapat melakukan tindak

    pidana itu manusia (naturlijke personen). Ini dapat

    disimpulkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut :

    a. Rumusan delik dalam undang-undang lazim

    dimulai dengan kata-kata : barang siapa yang

    52

    .. Kata barang siapa ini tidak dapat

    diartikan lain dari pada orang.

    b. Dalam pasal 10 KUHP disebutkan jenis-jenis

    pidana yang dapat dikenakan kepada tindak

    pidana, yaitu :

    1. pidana pokok :

    a. pidana mati

    b. pidana penjara

    c. pidana kurungan

    d. pidana denda, yang dapat diganti

    dengan pidana kurungan

    2. pidana tambahan :

    a. pencabutan hak-hak tertentub. perampasan barang-barang tertentu

    c. dimumkannya keputusan hakim

    Sifat dari pidana tersebut adalah

    sedemikian rupa, sehingga pada dasarnya

    hanya dapat dikenakan pada manusia.c. Dalam pemeriksaan perkara dan juga sifat dari

    hukum pidana yang dilihat ada / tidaknya

    kesalahan pada terdakwa, memberi petunjuk

    bahwa yang dapat dipertanggungjawabkan itu

    adalah manusia.

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    27/166

    55 56

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    28/166

    55

    bahwa badan hukum dapat menjadi subyek hukum

    pidana.

    Pompe (hal. 83) menyatakan mengenai persoalan

    ini (terjemahan) Untuk sebagian peradilan dengan

    dibantu oleh ilmu pengetahuan hukum harus

    menemukan sendiri penyelesaian untuk problem

    dalam materi baru ini.

    Van Hattum (hal. 147) : agaknya perlu untuk

    menggambarkan pertumbuhan ajaran ini agak

    lebih luas dari pada biasanya dalam buku

    pelajaran, sebab peradilan terhadap badan hukumkiranya akan menduduki tempat yang penting

    dalam hukum pidana kita. Persoalan mengenai

    penyertaan dan kesalahan dalam pada itu akan

    kerap kali menjadi sumber perbedaan pendapat.

    Dalam pada itu sekarang suda pasti, bahwa

    menurut Hoge Raad, korporasi dapat melakukan

    tindak pidana, ya bahkan kadang-kadang

    korporasi sajalah yang dapat menjadi pembuat,

    bahwa korporasi dapat mempunyai kesalahan dan

    56

    bahkan mereka itu dapat mengemukakan alasan

    tidak adanya kesalahan sama sekali. Dan dalam

    hal. 477 van Hattum menulis a.l. : (terjemahan)

    . sebaiknya pembentuk undang-undang

    membuat ketentuan-ketentuan umum dalam hal

    suatu tindak pidana dilakukan oleh suatu

    korporasi.

    57 58

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    29/166

    57

    BAB IV

    HUBUNGAN SEBAB AKIBAT

    (CAUSALITEIT, CAUSALITAT)

    A. Kausal itas

    Didalam delik-delik yang dirumuskan secara

    materiil (selanjutnya disebut delik materiil),

    terdapat unsur akibat sebagai suatu keadaan yang

    dilarang dan merupakan unsur yang menentukan

    (essentialia dari delik tersebut). Berbeda dengandengan delik formil terjadinya akibat itu hanya

    merupakan accidentalia, bukan suatu essentialia,

    sebab jika disini tidak terjadi akibat yang dilarang

    dalam delik itu, maka delik (materiil) itu tidak ada,

    paling banyak ada percobaan.Misalnya :

    Pasal 338 KUHP : Barang siapa dengan sengaja

    merampas nyawa orang lain dihukum karena

    pembunuhan.

    58

    Keadaan yang menentukan di sini adalah

    terampasnya nyawa seseorang. Contoh : matinya

    si A.

    Oleh karenanya untuk dapat menuntut

    seseorang (misalnya X) yang dilakukan melakukan

    suatu perbuatan yang menyebabkan matinya

    seseorang, maka harus dapat dibuktikan bahwa

    karena perbuatan X itu maka timbul akibat matinyaA. akibat ini artinya perubahan atas suatu

    keadaan dimana dapat berupa suatu

    pembahayaan atau perkosaan terhadap

    kepentingan hukum.

    Hubungan sebab akibat(causaliteitsvraagstuk) ini penting dalam delik

    materiil. Selain itu juga merupakan persoalan pada

    delik-delik yang dikualifikasi oleh akibatnya (door

    het gevolg gequafili ceerde delicten) misal pasal-

    pasal : 187, 188, 194 ayat 2, 195 ayat 2, pasal 333ayat 2 dan 3, 334 ayat 2 dan 3, 351 ayat 2 dan 3,

    355 ayat 2 dan 3 KUHP.

    Persoalan kausalias ini terjadi karena

    kesulitan untuk menetapkan apa yang menjadi

    sebab dari suatu akibat. Perlu diketahui bahwa

    59 60

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    30/166

    59

    persoalan ini tidak hanya terdapat dalam

    lingkungan hukum pidana saja, akan tetapi juga

    dalam lapangan hukum lainnya. Misalnya hukum

    perdata dalam penentuan ganti rugi dan dalam

    hukum dagang misalnya dalam persoalan

    asuransi.

    Persoalan ini pun terdapat dalam lapangan

    ilmu pengetahuan lainnya, misalnya dalam filsafat.Dalam menetapkan apakah yang dapat dianggap

    sebagai sebab dari suatu kejadian, maka terjadilah

    beberapa teori kausalita. Teori-teori hendak

    menetapkan hubungan obyektif antara perbuatan

    (manusia) dan akibat, yang tidak dikehendaki olehundang-undang. Akibat kongkrit harus bisa

    ditelusuri sampai ke sebab.

    Akan tetapi sebenarnya tidak boleh

    dipandang terlampau sederhana. Dalam filsafat

    terdapat peringatan, bahwa kejadian B yangterjadi sesudah kejadian A, belum tentu

    disebabkan karena kejadian A (post hoc non

    propter hoc).

    60

    B. Teori-teori Kausalitas (ajaran-ajaran kausalitas)

    B.1. Teori Ekivalensi (aquivalenz-theorie) atau

    Bedingungstheorie atau teori condition sine qua

    non dari von Buri

    Teori ini mengatakan : tiap syarat adalah

    sebab, dan semua syarat itu nilainya sama, sebab

    kalau satu syarat tidak ada maka akibatnya akan

    lain pula. Tiap syarat, baik positif maupun negatifuntuk timbulnya suatu akibat itu adalah sebab, dan

    mempunyai nilai yang sama. Kalau satu syarat

    dihilangkan, maka tidak akan terjadi akibat

    kongkrit, seperti yang senyata-nyatanya, menurut

    waktu, tempat dan keadaannya. Tidak ada syaratyang dapat dihilangkan (lazim dirumuskan nicht

    hiin weggedacht warden kann dan seterusnya)

    tanpa menyebabkan berubahnya akibat.

    Contoh : A dilukai ringan, kemudian dibawa

    ke dokter. Di tengah jalan ia kejatuhan genting,lalu mati. Penganiayaan ringan terhadap A itu juga

    merupakan sebab dari matinya A.

    Teori ekivalensi ini memakai pengertian

    sebab sejalan dengan pengertian yang dipakai

    dalam logika. Dalam hubungan ini baik

    61 62

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    31/166

    61

    dikemukakan, bahwa terlepas satu sama lain,

    J ohn Stuart Mill (di Inggris) dalam bukunya :

    Sistem of Logic berpendapat, bahwa sebab ituadalah the whole of antecedents (1843).

    Van Hamel, seorang penganut teori

    ekivalensi berpendapat bahwa untuk hukum

    pidana teori ini boleh digunakan, apabila diperbaiki

    dan diatur oleh teori kesalahan yang harusditerapkan dengan sebaik-baiknya. Di sini

    dijelaskan, bahwa harus dibedakan antara

    hubungan kausal dan pertanggung jawaban

    pidana.

    Kritik / keberatan terhadap teori ini :hubungan kausal membentang ke belakang tanpa

    akhir, sebab tiap-tiap sebab sebenarnya

    merupakan akibat dari sebab yang terjadi

    sebelumnya.

    J adi misal : B ditikam oleh A sampai mati.Yang merupakan sebab bukan hanya ditikam A,

    tetapi juga penjualan pisau itu kepada A dan

    penjualan pisau itu tidak ada, apabila tidak ada

    pembuatan pisau.

    62

    J adi pembuatan pisau itu juga sebab dan

    begitu seterusnya. Berhubungan dengan

    keberatan itu, maka ada teori-teori lain yanghendak membatasi teori tersebut teori-teori yang

    akan disebutkan di bawah ini, mengambil dari

    sekian faktor yang menimbulkan akibat itu

    beberapa faktor yang kuat (dominant), sedang

    faktor-faktor lainnya dipisahkan sebagai faktor-faktor yang irrelevant (yang tidak perlu / penting).

    Kebaikan teori ini : mudah diterapkan,

    sehingga tidak banyak menimbulkan persoalan,

    dan juga karena tori ini menarik secara luas sekali

    dalam membatasi lingkungan berlakunyapertanggungjawaban pidana. Teori ekivalensi ini

    dapat dipandang sebagai pangkal dari teori-teori

    lain.

    B.2. Teori-teori IndividualisasiTeori-teori ini memilih secara post actum

    (inconcreto), artinya setelah peristiwa kongkrit

    terjadi, dari serentetan faktor yang aktif dan pasif

    dipilih sebab yang paling menentukan dari

    peristiwa tersebut; sedang faktor-faktor lainnya

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    32/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    33/166

    67 68

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    34/166

    Dasar penentuan (Beurteilungs standpunkte) ini

    disebut objektive nachtragliche Prognose

    (Rumelin).

    Sebenarnya dalam teori kausal adequat

    subyektif (Von Kries) itu tersimpul unsur

    penentuan tentang kesalahan); oleh karena itu

    dapat dikatakan bahwa teori adequate subyektifdari von Kries ini bukan teori kausalitas yang

    murni. Sebab suatu perbuatan baru dianggap

    sebagai sebab yang adequate apabila sipembuat

    dapat mengira-ngirakan atau membayangkan

    (voor zien) akan terjadinya akibat atau kalau orangumumnya membayangkan terjadinya akibat itu;

    jadi sipembuat dapat membayangkan dan

    seharusnya dapat membayangkan. Oleh karena

    dalam ajaran tersebut tersimpul unsur kesalahan,

    maka ia juga menentukan pertanggunganjawab(pidana), jadi bukan teori kausalitas dalam arti

    yang sesungguhnya.

    Contoh : seorang majikan, yang sangat membenci

    pekerjanya, tetapi tidak berani

    melepasnya, ingin sekali agar pekerja itu

    mati. Pada waktu hujan yang disertai

    petir ia menyuruh pekerjanya itu pergi ke

    suatu tempat dengan harapan agarorang itu disambar petir. Harapan itu

    terkabul dan pekerjanya itu mati

    disambar petir.

    Menurut teori ekivalensi : ya, sebab seandainya

    pekerja itu tidak disuruh keluar oleh majikan, makaia tidak mati. Konsekwensi ini umumnya

    dipandang terlalu jauh. Oleh karena itu lebih

    memuaskan apabila dipakai teori adequate.

    Menurut teori ini : perbuatan menyuruh orang ke

    tempat lain pada umumnya tidak mempunyaikadar untuk kematian seseorang karena disambar

    petir. Penyambaran petir adalah hal yang

    kebetulan. Dengan ini maka tidak ada hubungan

    kausal, sehingga juga tidak ada pemidanaan.

    Beberapa penganut teori adequat yang lain :1. Simons :

    Dikatakan olehnya : suatu perbuatan dapat

    disebut sebagai sebab dari suatu akibat,

    apabila menuntut pengalaman manusia pada

    umumnya harus diperhitungkan kemungkinan,

    69 70

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    35/166

    bahwa dari perbuatan sendiri akan terjadi

    akibat itu.

    2. Kami (Ringkasan Hukum Pidana hal. 47)berpendirian senada dengan Simons. Beliau

    katakan : Kehidupan hukum dan perhubungan

    hukum itu terdiri atas persangkaan,

    (presumptie), bahwa alur peristiwa di dunia ini

    ada biasa dan normal. Ini kesimpulanpengalaman kita sebagai manusia. Syarat yang

    pada umumnya, biasanya, dengan mengikuti

    hal ikhwal yang berada dan menurut

    pengalaman kita, dengan kadarnya memadai

    sesuatu akibat, itulah yang dianggap sebagaisuatu sebab.

    3. Pompe : yang disebut sebab ialah perbuatan-

    perbuatan yang dalam keadaan tertentu itu

    mempunyai strekking untuk menimbulkan

    akibat yang bersangkutan.

    Tinjauan terhadap teori-teori kausalitas

    tersebut di atas : teori ekuivalentie dapat dikatakan

    teori kausalitas yang benar, akan tetapi selalu diberi

    suatu penambahan. Teori ini ditambah dengan

    penentuan ada dan tidaknya unsur kesalahan pada

    sipembuat, dan memberi keterangan yang cukup

    memuaskan apakah sesuatu perbuatan itumerupakan sebab dari sesuatu akibat yang

    dimaksudkan dalam rumusan delik yang

    bersangkutan.

    Mengenai teori adequat dari von Kries, itu

    dapat juga dikatakan, bahwa teori tersebut sesuaidengan jiwa hukum pidana. Hukum Pidana itu

    mempunyai tugas untuk melindungi kepentingan

    hukum terhadap perkosaan dan perbuatan yang

    membahayakan. Berhubung dengan tugas tersebut

    maka hukum pidana harus membuat pagar terhadapperbuatan-perbuatan yang agaknya mendatangkan

    kerugian. Dalam hal ini teori adequat dapat

    menunjukkan perbuatan-perbuatan tersebut. Akan

    tetapi kelemahan teori ini tidak mudah dalam

    kenyataan, ia menggunakan istilah-istilah yang tidakterang misalnya biasanya, kadar, pengalaman

    manusia pada umumnya dan sebagainya.

    Dalam yurisprudensi Hindia Belanda, yang

    sesuai dengan asas konkordantie pada waktu itu,

    mengikuti yurisprudensi Negeri Belanda, tidak terlihat

    71 72

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    36/166

    dengan nyata teori mana yang dipakai.

    Hooggerechtshof condong ke teori adequate. Akan

    tetapi dalam pada itu di dalam berbagai putusanpengadilan dapat ditunjukkan adanya persyaratan,

    bahwa antara perbuatan dan akibat harus ada

    hubungan yang langsung dan seketika (onmiddellijk

    en rechtsreeks)

    a. Putusan Raad van J ustitie Batavia 23 J uli 1937 (.147 hal 115) sebuah mobil menabrak sepeda

    motor. Pengendara sepeda motor terpental ke atas

    rel dan seketika itu dilindas oleh kereta api.

    Terlindasnya pengendara sepeda motor oleh

    kereta api itu dipandang oleh pengadilan sebagaiakibat langsung dan segera dari penabrakan

    sepeda motor oleh mobil. Maka matinya si korban

    dapat dipertanggungjawabkan atas kesalahan si

    terdakwa (pengendara mobil).

    b. Putusan Politierechter Bandung 5 April 1933Seorang ayah yang membiarkan anaknya yang

    berumur 14 tahun mengendarai sepeda motornya.

    Anak tersebut menabrak orang. Disini memang

    perbuatan si ayah dapat disebut syarat

    (voorwaarde) dari tabrakan itu, akan tetapi tidak

    boleh disebut sebab dari tabrakan itu, oleh karena

    antara perbuatan ayah dan tabrakan itu tidak ada

    hubungan kausal yang langsung.c. Putusan Politierechter Palembang 8 Nopember

    1936 diperkuat oleh Hooggerechtshof 2 Pebruari

    1937.

    Perbuatan terdakwa yang tidak menarik seorang

    pengemudi mobil yang sembrono dari tempatkemudi (stuur) dan membiarkan pengemudi

    tersebut terus menyopir tidak dianggap sebagai

    sebab dari kecelakaan yang terjadi, oleh karena

    antara perbuatan terdakwa dan terjadinya

    kecelakaan itu tidak terdapat hubungan yanglangsung. Perbuatan terdakwa, yang membiarkan

    pengemudi itu tetap menyopir, hanya dipandang

    sebagai suatu syarat dan bukan sebab.

    d. Putusan Penagadilan Negeri Pontianak 7 Mei

    1951, dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi J akartaTerdakwa sebagai kerani bertanggung jawab atas

    tenggelamnya satu kapal yang disebabkan oleh

    terlalu berat muatannya dan yang mengakibatkan

    7 orang meninggal dunia, oleh karena terdakwa

    sebagai orang yang mengatur pemasukan barang-

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    37/166

    75 76

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    38/166

    seorang penjaga wesel yang menyebabkan

    kecelakaan kereta api karena tidak

    memindahkan wesel; menurut ajaran ini yangmenjadi sebab ialah apa yang dilakukan

    penjaga wesel. Teori inipun tidak memuaskan,

    sebab sulit dilihat hubungannya antara

    penerimaan jabatan dengan akibat yang timbul.

    d. Seseorang yang tidak berbuat dapat dikatakansebab dari sesuatu akibat, apabila ia

    mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat.

    Kewajiban itu timbul dari hukum, tidak hanya

    yang nyata-nyata tertulis dalam suatu

    peraturan tetapi juga dari peraturan-peraturanyang tidak tertulis, ialah norma-norma lainyang

    berlaku dalam masyarakat yang teratur. Di

    bawah ini diberi contoh-contoh apakah ada

    kewajiban berbuat atau tidak :

    1) Ada anak yang dibunuh; orang tuanyamengetahui hal ini, tetapi tidak berbuat

    apa-apa. Apakah orang tua bertanggung

    jawab sebagai ikut berbuat dalam

    pembunuhan ?

    J awab (Hof Amsterdam 23 Oktober

    1883): tidak, tetapi memang sikap

    semacam itu sangat tercela (laakbaar)dan tidak patut.

    2) Seorang penjaga gudang membiarkan

    pencuri melakukan aksinya, ia dapat

    dipertanggungjawabkan, sebab sebagai

    penjaga ia berkewajiban untuk menjagadan berbuat sesuatu.

    Kesimpulan mengenai kausalitas dalam hal

    tidak berbuat : sekarang tidak ada persoalan lagi,

    bahwa tidak berbuat itu dapat menjadi sebab dari

    suatu akibat. Tidak berbuat sebenarnya jugamerupakan perbuatan. Dalam delik commisionis

    per omissionem commissa (delik omissi yang tidak

    sesungguhnya) tidak berbuat itu bukannya tidak

    berbuat sama sekali akan tetapi tidak berbuat

    sesuatu, yang diharapkan untukdiperbuat/dilakukan. Maka dengan pengertian ini

    hal tidak berbuat pada hakekatnya sama dengan

    berbuat sesuatu, dalam arti dapat menjadi syarat

    untuk terjadinya suatu akibat. Sedang menurut

    teori adequate, mengingat keadaan yang kongkrit,

    77 78

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    39/166

    dapat juga mempunyai kadar untuk terjadinya

    akibat, jadi juga dapat menjadi sebab.

    Akhirnya perlu diperhatiakn bahwa soalhubungan kausal ini terletak dalam segi obyektif

    (yang menyangkut perbuatan) dari keseluruhan

    syarat pemidanaan, jadi harus dibedakan dari

    persoalan kesalahan atau pertanggungan jawab

    pidana yang merupakan segi subyektifnya, ialahyang menyangkut orangnya.

    BAB IV

    SIFAT MELAWAN HUKUM

    (Rechtswdrig, Unrecht, Wederrechtelijk ,

    Onrechmatig)

    A. Ist ilah dan Pengert ian

    KUHP memakai istilah bermacam-macam :

    a. tegas dipakai istilah melawan hukum,

    (wederrechtelijk) dalam pasal 167, 168, 335 (1),

    522;

    b. dengan istilah lain misalnya : tanpa mempunyai

    hak untuk itu (pasal 303, 548, 549); tanpa izin

    (zonder verlof) (pasal 496, 510); dengan

    melampaui kewenangannya (pasal 430); tanpa

    mengindahkan cara-cara yang ditentukan oleh

    peraturan umum (pasal 429).

    79 80

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    40/166

    Alasan pembentuk undang-undang itu mencantumkan

    unsur sifat melawan hukum itu tegas-tegas dalam

    sesuatu rumusan delik karena pembentuk undang-undang khawatir apalagi unsur melawan hukum itu tak

    dicantumkan dengan tegas, yang berhak atau

    berwenang untuk melakukan perbuatan-perbuatan

    sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang itu,

    mungkin dipidana pula.

    Arti istilah bersifat melawan hukum itu terdapat tiga

    pendirian:

    1. bertentangan dengan hukum (Simons)

    2. bertentangan dengan hak (subyektief recht) orang

    lain (Noyon)

    3. tanpa kewenangan atau tanpa hak, hal ini tidak

    perlu bertentangan dengan hukum (H.R).

    Salah satu unsur dari tindak pidana adalahunsur sifat melawan hukum. Unsur ini merupakan

    suatu penilaian obyektif terhadap perbuatan, dan

    bukan terhadap si Pembuat. Bilamana sesuatu

    perbuatan itu dikatakan melawan hukum ? Orang

    akan menjawab : apabila perbuatan itu masuk dalam

    rumusan delik sebagaimana dirumuskan dalam

    undang-undang. Dalam bahasa J erman ini disebut

    tatbestandsmaszig. Tasbestand disini dalam artisempit, ialah unsur seluruhnya dari delik sebagaimana

    dirumuskan dalam peraturan pidana. Tasbestand

    dalam arti sempit ini terdiri atas tasbestand mer male,

    ialah masing-masing unsur dari rumusan delik.

    Pengecualian atas tasbestand mer male,

    dapat dikecualikan atas perbuatan yang memenuhi

    rumusan delik (tatbestandsmaszig) itu tidak

    senantiasa bersifat melawan hukum, sebab mungkin

    ada hal yang menghilangkan sifat melawan hukumnya

    perbuatan tersebut. Misalnya dalam melaksanakan

    perintah undang-undang (ps. 50 KUHP) :

    1) regu penembak, yang menembak mati seorang

    terhukum yang telah dijatuhi hukuman pidana mati,

    memenuhi unsur-unsur delik tersebut pasal 338

    KUHP. Perbuatan mereka tidak melawan hukum.

    2) J aksa menahan orang yang sangat dicurigai telah

    melakukan kejahatan. Ia tidak dapat dikatakan

    melakukan kejahatan tersebut pasal 333 KUHP,

    81 82

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    41/166

    karena ia melaksanakan undang-undang (terdapat

    dalam peraturan hukum acara pidana) sehingga

    tidak ada unsur melawan hukum.

    Di dalam kedua contoh tersebut hal yang

    menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan

    terdapat di dalam undang-undang. Namun dalam

    kasus :

    - seorang ayah memukul seorang pemuda yang

    memperkosa anak-anaknya

    - seorang menembak mati temannya atas

    permintaan sendiri, karena ia luka-luka berat dan

    tidak mungkin hidup terus, apalagi jauh dari dokter,

    karena dalam ekspedisi di Kutub Selatan

    - seorang bioloog membedah binatang-binatang

    (vivisectie) untuk penyelidikan ilmiah.

    Maka timbul persoalan ada tidaknya sifat melawanhukumnya perbuatan. Contoh lain yang

    mempermasalahkan unsur melawan hukum adalah :

    - Putusan PN Sawahlunto 10 Setember 1936

    Seorang perempuan Minangkabau hidup bersama

    dengan seorang laki-laki dengan siapa ia menurut

    hukum adat dilarang kawin. Berhubung denganpelanggaran adat ini, maka Mamak dari

    perempuan ini bersama-sama dengan orang lain

    mendatangi orang tersebut untuk dimintai

    pertanggungjawaban dan untuk membawa laki-laki

    itu ke Wali Negeri. Oleh karena perempuan itutidak mau membuka pintu rumahnya pintu

    didobrak.

    Pengadilan Negeri berpendapat perbuatan Mamak

    cs melanggar pasal KUHP (merusak ketentraman

    rumah), dan memidana Mamak 3 bulan penjara

    dan lain-lainnya masing-masing 2 bulan. Alasan

    - Arrest Hoge Raad 20 Pebruari 1933

    Seorang dokter hewan di kota Huizen dengansengaja memasukkan sapi-sapi yang sehat ke

    dalam kandang yang berisi sapi-sapi yang sudah

    sakit mulut dan kuku, sehingga membahayakan

    sapi-sapi yang sehat itu. Perbuatan dokter hewan

    itu tegas-tegas masuk dalam rumusan delik

    83 84

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    42/166

    tesebut dalam pasal 82 undang-undang ternak,

    ialah dengan sengaja menempatkan ternak dalam

    keadaan yang membahayakan / mengkhawatirkan.Ketika dituntut, dokter hewan mengemukakan

    pada pokoknya, bahwa perbuatan itu dilakukan

    untuk kepentingan peternakan. Putusan

    Mahkamah Agung Belanda : Pasal 82 Undang-

    undang ternak tidak dapat diterapkan kepadadokter hewan itu. Pertimbangannya antara lain :

    tidak dapat dikatakan, bahwa seseorang yang

    melakukan perbuatan yang diancam pidana itu

    mesti dipidana, apabila undang-undang sendiri

    tidak dengan tegas-tegas menyebut adanyaalasan-alasan penghapus pidana, mungkin sekali

    dapat terjadi, bahwa unsur sifat melawan hukum

    tidak dicantumkan di dalam rumusan delik dan

    meskipun demikian tidak ada pemidanaan, karena

    dalam hal ini sifat melawan hukumnya perbuatanternyata tidak ada, sehingga oleh karenanya pasal

    yang bersangkutan tidak berlaku terhadap

    perbuatan yang secara letterlijk memenuhi

    rumusan delik.

    Pembagian Ajaran Sifat Melawan Hukum

    Menjawab persoalan tersebut maka hukum pidana

    membagi ajaran sifat melawan hukum dalam dua

    sudut pandang yaitu :

    1. menurut ajaran sifat melawan hukum yang formil

    suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum,apabila perbuatan diancam pidana dan

    dirumuskan sebagai suatu delik dalam undang-

    undang; sedang sifat melawan hukumnya

    perbuatan itu dapat hapus, hanya berdasarkan

    suatu ketentuan undang-undang. J adi menurutajaran ini melawan hukum sama dengan melawan

    atau bertentangan dengan undang-undang

    (hukum tertulis).

    Menurut Simons, Memang boleh diakui, bahwa

    suatu perbuatan, yang masuk larangan dalam

    sesuatu undang-undang itu tidaklah mutlak bersifat

    melawan hukum, akan tetapi tidak adanya sifat

    melawan hukum itu hanyalah bisa diterima, jika di

    dalam hukum positif terdapat alasan untuk suatu

    85 86

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    43/166

    pengecualian berlakunya ketentuan / larangan itu.

    Alasan untuk menghapuskan sifat melawan hukum

    tidak boleh diambil di luar hukum positif dan jugaalasan yang disebut dalam undang-undang tidak

    boleh diartikan lain daripada secara limitatief.

    2. menurut ajaran sifat melawan hukum yang materiil

    Suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak,

    tidak hanya yang terdapat dalam undang-undang

    (yang tertulis) saja, akan tetapis harus dilihat

    berlakunya azas-azas hukum yang tidak tertulis.

    Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-

    nyata masuk dalam rumusan delik itu dapat hapus

    berdasarkan ketentuan undang-undang dan juga

    berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis (uber

    gezetzlich).

    J adi menurut ajaran ini melawan hukum samadengan bertentangan dengan undang-undang

    (hukum tertulis) dan juga bertentangan dengan

    hukum yang tidak tertulis termasuk tata susila dan

    sebagainya sebagaimana para sarjana yang

    menganut ajaran sifat melawan hukum yang

    meteriil ialah :

    a) Von Liszt : perkosaan atau pembahayaan

    terhadap kepentingan hukum hanyalah

    bersifat melawan hukum materiil (materiel

    rechts widrig), jika perbuatan itu bertentangan

    dengan tujuan ketertiban hukum (den

    Zwecken der das Zusammenleben regelnden

    Recht sordnung widerspricht); kalau tidak

    bertentangan dengan tujuan itu, maka tidak

    bersifat melawan hukum.

    b) Zu Dohna mengatakan :

    Suatu perbuatan itu tidak melawan hukum jika

    perbuatan itu merupakan upaya yang haq

    untuk tujuan yang haq (richtiges Mittel zum

    techten zwecke). Contohnya ialah seorang

    yang memukulpemuda yang memperkosa

    anak perempuannya. Di sini menurut Zu

    Dohna perbuatan ayahnya tidak bersifat

    melawan hukum.

    c) M.E. Mayer mengatakan :

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    44/166

    89 90

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    45/166

    alat pembenar (rechtvaardigingsgrond). Bagi mereka

    yang menganut ajaran sifat melawan hukum yang

    formil alasan pembenar itu hanya boleh diambil danhukum yang tertulis, sedang penganut ajaran sifat

    melawan hukum yang materiil alasan itu boleh diambil

    dan luar hukum yang tertulis.

    Berkaitan dengan hukum tertulis maka hakim dalam

    perkara kongkrit yang sedang dihadapi harus

    mempertimbangkan :

    a). Apabila ada persoalan mengenai hukum yang

    tidak tertulis yang bertentangan dengan hukum

    yang tertulis, maka perlu dipertimbangkan betul-

    betul sampai dimanakah hukum tak tertulis itu

    dapat menyisihkan peraturan yang tertulis, yang

    dibuat dengan sah. Benarkah yang dipandang

    adil oleh suatu golongan dalam masyarakat biasa,

    juga dipandang adil / benar oleh seluruh

    masyarakat pada umumnya.

    b). Apabila ada persoalan mengenai hukum yang

    tidak tertulis yang bertentangan dengan hukum

    yang tertulis, maka perlu dipertimbangkan betul-

    betul sampai dimanakah hukum tak tertulis itu

    dapat menghapuskan kekuatan berlakunya

    peraturan yang tertulis dsb.c). Sampai dimanakah rasa keadilan dan keyakinan

    masyarakat dapat menyisihkan peraturan yang

    tertulis, yang dibuat dengan sah.

    Ini adalah beban yang berat bagi hakim, sebab tiap-

    tiap keputusan harus memuat alasan yang mendasari

    keputusan itu. Maka hakim harus benar-benar

    mengetahui bagaimanakah keadaan masyarakat

    lebih-lebih keadaan masyarakat Indonesia yang

    dinamis yang bergerak menuju suatu masyarakat

    yang dicita-citakan, ialah masyarakat Pancasila mata,

    pikiran dan perasaan hakim harus tajam untuk dapat

    menangkap apa yang sedang terjadi dalam

    masyarakat, agar supaya putusannya tidak

    kedengaran sumbang. Hakim dengan seluruh

    kepribadiannya harus bertanggung jawab atas

    kebenaran keputusannya, baik secara formil maupun

    secara materiil.

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    46/166

    93

    2 ada pula yang tidak tercantum Terhadap delik

    94

    dengan pertanyaan apakah ada pengecualian yang

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    47/166

    2. ada pula yang tidak tercantum. Terhadap delik-

    delik semacam itu ada perbedaan paham :

    a. J ika unsur sifat melawan hukum dianggap

    mempunyai fungsi yang positif untuk

    sesuatu delik (artinya ada delik kalau

    perbuatan itu bersifat melawan hukum),

    maka harus dibuktikan. Sifat melawan

    hukum disini sebagai unsur konstitutif.

    b. J ika unsur sifat melawan hukum dianggap

    mempunyai fungsi yang negatif (artinya :

    tidak ada unsur sifat melawan hukum pada

    perbuatan merupakan pengecualian untuk

    adanya suatu delik), maka tidak perlu

    dibuktikan.

    Yang menganggap sifat melawan hukum itu

    mempunyai fungsi yang positif (merupakan unsur

    konstitutif) a.l. van Hamel dan Zevenbergen. Yangmenganggap sifat melawan hukum mempunyai fungsi

    yang negatif adalah Simons. Pendapat Simons,

    ajaran sifat melawan hukum untuk hukum pidana

    pada umumnya hanyalah mempunyai hubungan

    dengan pertanyaan apakah ada pengecualian yang

    menyebabkan hapusnya sifat melawan hukum.

    Prof. Muljatno yang meskipun menganggap unsur

    sifat melawan hukum adalah syarat mutlak yang tak

    dapat ditinggalkan, namun berpendirian, bahwa itu

    tidak berarti bahwa dalam lapangan procesueel (acara

    pemeriksaan perkara) sifat itu harus dibebankan

    pembuktiannya kepada penuntut umum. Beliau setuju,

    jika tak disebut dalam rumusan delik, unsur dianggap

    dengan diam-diam ada, kecuali jika dibuktikan

    sebaliknya oleh terdakwa, karena pada umumnya

    dengan mencocoki rumusan undang-undang sifat

    melawan hukumnya perbuatan sudah ternyata pula.

    Hazewinkel-Suringa memandang sifat melawan

    hukum hanya sebagai tanda ciri dari tindak pidana.

    C. Putatif Delik

    Dalam pembicaraan unsur sifat melawan hukum ini

    ada delik disebut wahn delict atau putativ delict. Ini

    terjadi jika seorang mengira telah melakukan delict,

    padahal perbuatannya itu sama sekali bukan suatu

    95

    delik sebab perbuatannya itu tidak bersifat melawan

    96

    BAB V

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    48/166

    delik, sebab perbuatannya itu tidak bersifat melawan

    hukum.

    BAB V

    KESALAHAN DANPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

    1. Pengertian Kemampuan Bertanggungjawab

    (Zurechnungsfahigkeit

    Toerekeningsvatbaarheid)

    Telah disebutkan, bahwa untuk adanya pertanggung-

    jawab pidana diperlukan syarat bahwa pelaku mampu

    bertanggung jawab. Tidaklah mungkin seseorang dapat

    dipertanggungjawabkan apabila ia tidak mampu

    bertanggung jawab.

    Bilamana seseorang itu dikatakan mampu bertanggung-

    jawab ? Apakah ukurannya untuk menyatakan adanya

    kemampuan bertanggung jawab itu ? KUHP tidak

    memberikan rumusannya. Dalam literatur hukum pidana

    Belanda dijumpai beberapa definisi untuk kemampuan

    bertanggung jawab.

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    49/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    50/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    51/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    52/166

    105

    Guna memberi pengertian lebih lanjut tentang

    106

    c. VAN HAMEL mengatakan, bahwa kesalahan

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    53/166

    kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, di bawah

    ini disebutkan pendapat-pendapat dari berbagaipenulis.

    a. MEZGER mengatakan : kesalahan adalah

    keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk

    adanya pencelaan pribadi terhadap si pelaku

    tindak pidana (Schuldist der Erbegriiffder

    Vcrraussetzungen, die aus der Strafcat einen

    personlichen Verwurf gegen den Tater

    begrunden).

    b. SIMONS mengartikan kesalahan itu sebagai

    pengertian yang sociaal ethisch dan

    mengatakan antara lain :

    Sebagai dasar untuk pertanggungan jawab

    dalam hukum pidana ia berupa keadaan

    psychisch dari si pelaku dan hubungannyaterhadap perbuatannya, dan dalam arti bahwa

    berdasarkan keadaan psychisch (jiwa) itu

    perbuatannya dapat dicelakakan kepada si

    pelaku.

    dalam suatu delik merupakan pengertian

    psychologis, perhubungan antara keadaan jiwa sipelaku dan terwujudnya unsur-unsur delik karena

    perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungan

    jawab dalam hukum (Schuld is de verant

    woordelijkheid rechtens).

    d. VAN HATTUM berpendapat : Pengertian

    kesalahan yang paling luas memuat semua unsur

    dalam mana seseorang dipertanggungjawabkan

    menurut hukum pidana terhadap perbuatan yang

    melawan hukum, meliputi semua hal, yang

    bersifat psychisch yang terdapat dapat

    keseluruhan yang berupa strafbaarfeit termasuk

    si pelakunya (al het geen psychisch is aan dat

    complex, dat bestaat uit een strafbaar feit en

    deswege een strafbare dader).

    e. KARNI yang mempergunakan istilah salah dosa

    mengatakan : Pengertian salah dosa

    mengandung celaan. Celaan ini menjadi

    dasarnya tanggungan jawab terhadap hukum

    pidana. Selanjutnya ia katakan : Salah dosa

    berada, jika perbuatan dapat dan patut

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    54/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    55/166

    111

    dalamnya terkandung makna dapat dicelanya

    112

    2. Unsur-unsur dari kesalahan (dalam arti yang

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    56/166

    (verwijtbaarheid) sipelaku atas perbuatannya. J adi

    apabila dikatakan, bahwa orang bersalah

    melakukan sesuatu tindak pidana, maka itu berarti

    bahwa ia dapat dicela atas perbuatannya.

    b. kesalahan dalam arti bentuk kesalahan

    (sculdvorm) yang berupa :

    1. kesengajaan (dolus, opzet, vorzatz atau

    intention) atau

    2. kealpaan (culpa, onachtzaamheid,

    fahrlassigkeit atau negligence).

    c. kesalahan dalam arti sempit, ialah kealpaan(culpa) seperti yang disebutkan dalam b.2 di atas.

    Pemakaian istilah kesalahan dalam arti ini

    sebaiknya dihindarkan dan digunakan saja istilah

    kealpaan.

    Dengan diterimanya pengertian kesalahan (dalam arti

    luas) sebagai dapat dicelanya si pelaku atas

    perbuatannya, maka berubahlah pengertian

    kesalahan yang psychologis menjadi pengertian

    kesalahan yang normatif (normativer schuldbegriff).

    seluas-luasnya)

    Kesalahan dalam arti seluas-luasnya amat berkaitan

    dengan pertanggungjawaban pidana dimana meliputi :

    a. adanya kemampuan bertanggungjawab pada

    sipelaku (schuldfahigkeit atau

    zurechnungsfahigkeit); artinya keadaan jiwasipelaku harus normal. Disini dipersoalkan apakah

    orang tertentu menjadi normadressat yang

    mampu.

    b. hubungan batin antara sipelaku dengan

    perbuatannya, yang berupa kesengajaan (dolus)atau kealpaan (culpa), ini disebut bentuk-bentuk

    kesalahan. Dalam hal ini dipersoalkan sikap batin

    seseorang pelaku terhadap perbuatannya.

    c. tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan

    atau tidak ada alasan pemaaf meskipun apa yangdisebut dalam a dan b ada, ada kemungkinan

    bahwa ada keadaan yang mempengaruhi sipelaku

    sehingga kesalahannya hapus, misalnya dengan

    113

    adanya kelampauan batas pembelaan terpaksa

    114

    Itulah sebabnya, maka kita harus senantiasa

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    57/166

    (ps. 49 KUHP)

    Kalau ketiga-tiga unsur ada maka orang yang

    bersangkutan bisa dinyatakan bersalah atau

    mempunyai pertanggungan jawab pidana, sehingga

    bisa dipidana.

    Dalam pada itu harus diingat bahwa untuk adanyakesalahan dalam arti yang seluas-luasnya

    (pertanggungan jawab pidana) orang yang

    bersangkutan harus pula dibuktikan terlebih dahulu

    bahwa perbuatannya bersifat melawan hukum.

    Kalau ini tidak ada, artinya, kalau perbuatannya tidak

    melawan hukum maka tidak ada perlunya untuk

    menerapkan kesalahan sipelaku.

    Sebaliknya seseorang yang melakukan perbuatan

    yang melawan hukum tidak dengan sendirinya

    mempunyai kesalahan, artinya tidak dengan

    sendirinya dapat dicela atas perbuatan itu.

    menyadari akan dua pasangan dalam syarat-syarat

    pemidaan ialah adanya :

    1. dapat dipidananya perbuatan (strafbaarheid van

    het feit)

    2. dapat dipidananya orangnya atau pelakunya

    (strafbaarheid van de persoon).

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    58/166

    117

    pada apa yang diketahui atau dibayangkan oleh

    i l k i l h k j di d k i

    118

    c. kesengajaan dengan sadar kemungkinan (dolus

    li d lijk )

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    59/166

    sipelaku ialah apa yang akan terjadi pada waktu ia

    akan berbuat. (Frank).

    Terhadap perbuatan yang dilakukan sipelaku kedua

    teori itu tak ada perbedaan, kedua-duanya mengakui

    bahwa dalam kesengajaan harus ada kehendak untuk

    berbuat. Dalam praktek penggunaannya, kedua teori

    adalah sama. Perbedaannya adalah dalam istilahnya

    saja.

    2. Bentuk Kesengajaan

    Dalam hal seseorang melakukan sesuatu

    dengan sengaja dapat dibedakan 3 bentuk sikap

    batin, yang menunjukkan tingkatan atau bentuk dari

    kesengajaan sebagai berikut :

    a. kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk)

    untuk mencapai suatu tujuan (yang dekat); dolus

    directus

    b. kesengajaan dengan sadar kepastian (opzet met

    zekerheidsbewustzijn atau

    noodzakkelijkheidbewustzijn

    eventualis atau voorwaardelijk-opzet)

    Bentuk kesengajaan ini merupakan bentuk

    kesengajaan yang biasa dan sederhana. Perbuatan

    sipelaku bertujuan untuk menimbulkan akibat yang

    dilarang. Kalau akibat ini tidak akan ada, maka ia tidak

    akan berbuat demikian. Ia menghendaki perbuatan

    beserta akibatnya.

    Misal : A menempeleng B. Amenghendaki sakitnya B

    agar B tidak membohong.

    Perhatikan : haruslah ditoh:bedakan antara tujuan dan

    motif. Motif suatu perbuatan adalah alasan yang

    mendorong untuk berbuat misalnya cemburu, jengkel

    dsb.

    Dalam hal delik materiil harus dihubungkan faktor

    kausa yang menghubungkan perbuatan dengan

    akibat (kausalitas) dimana :

    1. akibat yang memang dituju sipelaku. Ini dapat

    merupakan delik tersendiri atau tidak.

    119

    2. akibat yang tidak didinginkan tetapi merupakan

    t k h t k i t j d l

    120

    Contoh 2 :

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    60/166

    suatu keharusan untuk mencapai tujuan dalam no.

    1 tadi, akibat ini pasti timbul atau terjadi.

    Contoh 1 :

    A hendak membunuh B dengan tembakan pistol. B

    duduk di balik kaca jendela restoran. Penembakan

    terhadap B pasti akan memecahkan kaca pemilikrestoran itu.

    Terhadap terbunuhnya B kesengajaan merupakan

    tujuan sedangkan terhadap rusaknya kaca (ps. 406

    KUHP) ada kesengajaan dengan keinsyafan

    kepastian atau keharusan sebagai syarat tercapainya

    tujuan.

    Dalam hal ini ada keadaan tertentu yang semula

    merupakan diperkirakan sipelaku sebagai

    kemungkinan terjadi kemudian ternyata benar-benar

    terjadi merupakan resiko yang harus diemban

    sipelaku.

    A hendak membalas dendam B yang bertempat

    tinggal di Hoorn. A mengirim kue taart yang beracun

    dengan maksud untuk membunuhnya. A tahu bahwa

    ada kemungkinan istri B, yang tidak berdosa itu juga

    akan makan kue tersebut dan meninggal karenanya,

    meskipun A tahu akan hal terakhir ini namun ia tetap

    mengirim kue tersebut, oleh karena itu kesengajaan

    dianggap tertuju pula pada matinya istri B. Dalam

    batin si A, kematian tersebut tidak menjadi persoalan

    baginya.

    J adi dalam kasus ini :

    Ada kesengajaan sebagai tujuan terhadap matinya B

    dan kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan

    terhadap kematian istri B (Arrest H.R. 9 Maret 1911)

    Contoh 3 :

    Seorang yang melakukan penggelapan, merasa

    bahwa akhirnya ia akan ketahuan. Ia ingin

    menghindarkan diri dari peradilan dunia dan hendak

    121

    membunuh dirinya dengan merencanakan sustu

    kecelakaan lalu lintas Ia menabrakkan mobil yang

    122

    3. Dolus Eventualis

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    61/166

    kecelakaan lalu lintas, Ia menabrakkan mobil yang

    dikendarainya kepada otobis yang berisi penumpang.

    Tujuannya agar uang asuransinya yang sangat tinggi

    (1 ton) itu dapat dibayarkan kepada soprnya.

    Tetapi ini gagal, ia tidak mati, hanya luka-luka.

    Beberapa penumpang bis mengalami luka dan

    seorang diantaranya luka yang membahayakan jiwa.

    R.v.J (Raad van J ustitie) Semarang yang diperkuat

    oleh Hoogerechtshof dalam tingkat banding

    menyatakan terdakwa bersalah telah melakukan

    penganiayaan berat. Pertimbangannya antara lain

    sebagai berikut:

    Meskipun terdakwa tidak mengharapkan penumpang-

    penumpang bis mendapat luka-luka, namun akibat ini

    ada dalam kesengajaanya, sebab iatetap melakukan

    perbuatan itu, meskipun ia sadr akan akibat yangmungkin terjadi. Kasus ini adalah pengalaman J okers,

    ketika menjadi J aksa Tinggi (Officier van J ustitie)

    pada R.v.J di Semarang.

    Dolus eventualis lahir karena suatu keadaan dimana

    sikap batin pelaku dimana pelaku tidak menghendaki

    suatu tujuan untuk mewujudkan suatu tindak pidana,

    akan tetapi keadaan menyebabkan ia tidak dapat

    mengelak dari suatu keadaan tertentu.

    Contoh:

    Seorang mengendarai mobil angkutan umum dengan

    lajunya di jalan dalam kota. Dimuka ia lihat

    sekelompok anak yang sedang bermain-main. Apabila

    ia tetap dalam kecepatan yang sama tanpa

    menghiraukan nasib anak-anak dan tanpa mengambil

    tindakan pencegahan, dan apabila akibat perbuatanya

    itu beberapa anak luka atau mati, maka disini ada

    kesengajaan unuk menganiaya atau membunuh,

    meskipun tidak dapat dikatakan bahwa ia

    mengiginkan akibat tadi, namun jelas ia menghendaki

    hal itu, dalam arti, meskipun ia sadar akan

    kemungkinan tentang luka dan matinya anak ia

    mendesak kesadaran itu kebelakang dan menerima

    123

    apa boleh buat kemungkinan itu, dengan

    melampiaskan naPasalunya untukmenegar kudanya

    124

    Dalam kedua teori itu digambarkan, bahwa dalam

    batin si pelaku terjadi suatu proses bahwa ia lebih

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    62/166

    melampiaskan naPasalunya untuk menegar kudanya.

    Di atas telah disebutkan 2 teori yang menerangkan

    bagaimana sikap batin seseorang yang melakukan

    perbuatan dengan sengaja. Bagaimanakah

    menerangkan adanya kesengajaan dengan sadar

    kemungkinan (dolus eventualis) ?

    Berdasarkan teori kehendak, jika sipelaku

    menetapkan dalam batinnya, bahwa ia lebih

    menghendaki perbuatan yang dilakukan itu, meskipun

    nanti akan ada akibat yang ia tidak harapkan, dari

    pada tidak berbuat, maka kesengajaan orang tersebutjuga ditujukan kepada akibat yang tidak diharapkan

    itu.

    Berdasarkan teori pengetahuan, pelaku mengetahui /

    membayangkan akan kemungkinan terjadinyan akibat

    yang tak dikehendaki, tetapi bayangkan itu tidak

    mencegah dia untuk tidak berbuat; maka dapat

    dikatakan, bahwa kesengajaan diarahkan kepada

    akibat yang mungkin terjadi itu.

    batin si pelaku terjadi suatu proses, bahwa ia lebih

    baik berbuat dari pada tidak berbuat. Disini ada suatu

    yang tidak jelas, oleh karena itu disamping kedua teori

    itu ada teori yang disebut teori apa boleh buat (In

    Kauf nehmen theorieatau op de koop toe nemen

    theorie).

    Menurut teori apa boleh buat (In Kauf nehmen theorie

    atauop de koop toe nemen theorie) keadaan batin si

    pelaku terhadap perbuatannya adalah sebagai

    berikut:

    a. akibat itu sebenarnya tidak dikehendaki, bahkan iabenci atau takut akan kemungkinan timbulnya

    akibat itu

    b. akan tetapi meskipun ia tidak menghendakinya,

    namun apabila toh keadaan/akibat itu timbul, apa

    boleh buat hak itu diterima juga, ini berarti iaberani memikul resiko.

    125

    Dalam perdebatan di Eerste Kamsr mengenai W.v.S.

    Menteri Modderman mengatakan bahwa

    126

    batin yang berupa kesengajaan (atau kealpaan) itu

    benar-benar ada pada pelaku Orang tidak dapat

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    63/166

    Menteri Modderman mengatakan, bahwa

    voorwaardelijkk opzet (dolus eventualis) itu ada,

    apabila kehendak kita langsung ditujukan pada

    kejahatan tersebut, tetapi meskipun telah mengetahui

    bahwa keadaan tertentu masih akan terjadi, namun

    kita berbuat dengan tiada tercegah oleh kemungkinan

    terjadinya hal yang telah kita ketahui itu.

    Dengan teori apa boleh buat ini maka sebenarnya

    tidak perlu lagi untuk membedakan kesengajaan

    dengan sadar kepastian dan kesengajaan dengan

    sadar kemungkinan.

    Dalam uraian-uraian diatas penentuan tentang

    kesengajaan si-pelaku adalah dengan melihat

    bagaimana sikap batinnya perbuatan ataupun akibat

    perbuatannya. Demikian itu karena kesengajaan

    dipandang sebagai sikap batin pelaku terhadapperbuatannya.

    Dengan teori-teori itu diusahakan untuk menetapkan

    kesengajaan sipelaku Dalam kejadian konkret tidaklah

    mudah bagi Hakim untuk menentukan bahwa sikap

    benar-benar ada pada pelaku. Orang tidak dapat

    secara pasti mengetahui mengetahui batin orang lain,

    lebih-lebih bagaimana keadaan batinnya pada waktu

    orang ini berbuat.

    Apabila orang ini dengan jujur menerangkan keadaan

    batinnya yang sebenarnya maka tidak ada kesukaran.

    Kalau tidak, maka sikap batinnya harus disimpulkan

    dari keadaan lahir, yang tampak dari luar. J adi dalam

    banyak hal hakim baru mengobyektifkan adanya

    kesengajaan itu.

    Contoh Van Bemmelen:

    A melepaskan tembakan kepada B dalam jarak 2

    meter.

    Meskipun A mungkin, bahwa ia mempunyai

    kesengajaan untuk membunuh B, namun Hakim tetap

    akan menentukan adanya kesengajaan tersebut,

    kecuali apabila dapat diterima alasan-alasan yang

    sangat masuk akal bahwa A tidak tahu pistol itu berisi

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    64/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    65/166

    131

    kesengajaan sipelaku ditujukan kepada hal tersebut,

    seperti halnya ps. 152. Lihat ps. 303 KUHP.

    132

    perlu mengikuti KUHP sepenuhnya. Menghadapi teks

    terjemahan yang diusahakan oleh beberapa penulis

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    66/166

    p y p p

    Kesengajaan disini harus ditujukan kepada hal-hal

    apa saja ? Pecahkanlah sendiri !

    Dalam hal itu asas yang dianut M.v.T. itu tidak

    berlaku untuk semua delik. Ada pengecualiannya.

    Lihat ps. 187 KUHP. Di sini ada keadaan-keadaan,

    yang disebut di belakang perkataan sengaja,

    diobjektipkan, sehingga tak perlu dibuktian bahwa

    kesengajaan pelaku ditujukan kepada hal tersebut

    yang diobjektipkan, artinya yang tidak perlu

    ditanyakan apakah sipelaku mengetahui atau

    menghendakinya, ialah dapat terjadinya bahaya

    umum atau bahaya maut tersebut.

    Demikianlah teknik perundang-undangan yang

    diikuti oleh KUHP dalam teks Belanda. Yang menjadi

    masalah ialah apabila kita menghadapi KUHP dalamteks Bahasa Indonesia, yang sebenarnya bukan teks

    resmi. Tata bahasa kedua bahasa itu tidak sama, oleh

    karena itu teknik perundang-undangan dalam

    menyusun kalimat tentunya tidak dapat atau tidak

    j y g p p

    sekarang ini tidak ada jalan lain bagi pelaksana

    hukum misalnya hakim, untu melihat teks aslinya ialah

    teks Bahasa Belanda dan mendasarkan penafsiran

    pada teks tersebut.

    Pada delik-delik yang memuat unsur-unsur met

    het oogmerk om ........ (dengan tujuan untuk),

    misalnya pada delik pencurian (ps. 362), pemalsuan

    surat (ps. 263), ialah yang disebut Tendenz-delikte

    atau Absicht-delikte, ada pendapat bahwa unsur

    tersebut bukannya unsur kesengajaan, melainkan

    unsur melawan hukum subjektif. Unsur ini

    memberi.sifat atau arah dari perbuatan yang

    dimaksud dalam rumusan delik yang bersangkutan.

    Pada delik-delik yang memuat unsur-unsur met

    het oogmerk om..............(dengan tujuan untuk.........),misalnya dalam delik pencurian (pasal 362),

    pemalsuan surat (pasal 263), ialah apa yang disebut

    Tendenz-delikte atau Absicht-delikte, ada pendapat

    bahwa unsur tersebut bukannya unsur kesengajaan,

    133

    melainkan unsur melawan hukum yang subjektif.

    Unsur ini memberi sifat atau arah dari perbuatan yang

    134

    pelaku harus tahu, bahwa perbuatan yang dilakukan

    itu bertentangan dengan hukum, disamping ia berbuat

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    67/166

    dimaksud dalam rumusan delik yang bersangkutan.

    4.1. Kata dan

    Dalam KUHP (teks Belanda), dalam merumuskan

    sesuatu delik, terdapat bentuk rumusan:

    - Sengaja tanpa ada rumusan unsur melawan

    hukum (wederrechtelijk)

    - Sengaja melawan hukum (wederrechtelijk) tanpa

    kata dan

    - Meyisipkan kata dan diantara perkataan

    sengaja dan perkataan melawan hukum, jadi

    merumuskan sebagai sengaja dan melawan

    hukum (opzettelijk en wederrechtelijk).

    Contoh:

    Pasal 333: Hij die opzettelijk iemand wederrechtelijk

    van devrijhiid berooft of berooft houdt..............

    Dalam pasal ini jelas bahwa kesengajaan meliputi

    melawan hukumnya perbuatan dengan perkatan lain

    dengan sengaja. Apabila ia dengan iktikad baik (te

    goeder trouw) mengira, bahwa ia dalam keadaan

    tertentu boleh merampas kemerdekaan seseorang,

    maka ia tak dapat dipidana. Disini ada kesesatan

    yang bisa membebaskan.

    Pasal 406: Hij die opzettelijk en wederrechitelijk enig

    goed dat geheel of ten deele aan een onder toebe

    hoort, vernielt, beschadigt, onbruik baar maakt of

    wegmaakt, wordt.....................

    Dalam rumusan (dalam bahasa Belanda) yangdemikian ini menjadi persoalan apakah sifat melawan

    hukumnya perbuatan juga harus diliputi oleh

    kesengajaan. Mengenai hal ini terdapat tiga

    pandangan:

    a. Perkataan en (dan) menunjukkan kedudukan

    yang sejajar. Kesengajaan pelaku tidak perlu

    ditujukan kepada sifat melawan hukumnya

    perbuatan, dengan perkataan lain sifat melawan

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    68/166

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    69/166

    139

    d. dolus indirectus, Versari in re illicita

    Ajaran tentang dolus indirectus mengatakan

    140

    dipertanggung-jawabkan atas semua akibatnya.

    Dipertanggung-jawabkan dalam hukum pidana,

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    70/166

    Ajaran tentang dolus indirectus mengatakan,

    bahwa semua akibat dari perbuatan yang

    disengaja, dituju atau tidak dituju, diduga atau

    tidak diduga, itu dianggap sebagai hal yang

    ditimbulkan dengan sengaja. Ajaran ini dengan

    tegas ditolak oleh pembentuk undang-undang.

    Macam dolus ini masih dikenal oleh Code Penal

    Perancis. Dolus ini ada, apabila dari suatu

    perbuatan yang dilarang dan dilakukan dengan

    sengaja timbul akibat yang tidak diinginkan.

    Misalnya A dan B berkelahi, A memukul B, B jatuh

    dan dilindas mobil. Ini oleh Code Penal dipandang

    sebagai meutre. Hazewinkel-Suringa

    menganggap hal ini sebagai suatu pengertian

    yang tidak baik.

    Ajaran dolus indirectus ini mengingatkan orang

    kepada ajaran kuno (hukum kanonik) tentang

    pertanggung-jawab, ialah versari in re

    illicita.menurut ajaran ini seseorang yang

    melakukan perbuatan terlarang juga

    meskipun akibat itu tidak dapat dibayangkan sama

    sekali olehnya dan timbul secara kebetulan. Di

    Inggris dan Spanyol pengertian dolus indirectus

    adalah sama dengan apa yang kita sebut dolus

    eventualis.

    e. dolus directus

    Ini berarti, bahwa kesengajaan sipelaku tidak

    hanya ditukaun kepada perbuatannya, melainkan

    juga kepada akibat perbuatannya.

    f. dolus generalis

    Pada delik materiil harus ada hubungan kausal

    antara perbuatan terdakwa dan akibat yang tidak

    dikehendaki undang-undang.

    Misalkan seseorang yang bermaksud untuk

    membunuh orang lain, telah melakukan

    serangkaian perbuatan misalnya mencekik dan

    kemudian melemparnya ke dalam sungai. Menurut

    141

    otopsi (pemeriksaan mayat) matinya orang ini

    disebabkan karena tenggelam, jadi pada waktu

    142

    dan kedinginan. Meskipun jalannya peristiwa tidak

    tepat seperti yang dibayangkan oleh sipelaku,

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    71/166

    dilempar ke air ia belum mati.

    Menurut ajaran kuno disini ada dolus generalis,

    ialah harapan dari terdakwa secara umum agar

    orang yang dituju itu mati, bagaimanapun telah

    tercapai. Simons menyetujui jenis dolus ini.

    Hazewinkel-Suringa menganggap hal tersebut

    secara dogmatis tidak tepat. Perbuatan pertama

    (mencekik) dikualifikasikan sebagai percobaan

    pembunuhan, sedang perbuatan kedua

    (melempar ke kali) merupakan perbuatan yang

    terletak / di luar lapangan hukum pidana atau

    menyebabkan matinya orang karena

    kealpaannya.

    Contoh :

    Seorang Ibu yang ingin melepaskan diri dari

    bayinya, menaruh bayi itu di pantai dengan

    harapan agar dibawa oleh arus pasang. Akan

    tetapi air pasangnya tidak setinggi yang

    diharapkan; namun bayinya mati karena kelaparan

    namun karena akibat yang dikenhendaki telah

    terjadi, maka disini menurut von Hippel ada

    pembunuhan yang direncanakan. Pendirian von

    Hippel ada pembunuhan yang direncanakan.

    Pendirian Von Hippel ini sama dengan pendapat

    H.R. dalam arrestnya tanggal 26 J uni 1962.

    143

    BAB VII

    144

    menyebabkan hilangnya dan

    sebagainnya barang yang disita

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    72/166

    KEALPAAN (CULPA)

    (CULPA dalam arti sempit), SCHULD, NALATIGHEID,

    RECKLESSNESS,NEGLIGENCE, FAHRLASSIGKEIT,

    SEMBRONO, TELEDOR).

    Disamping sikap batin berupa kesengajaan ada pula

    sikap batin yang berupa kealpaan. Hal ini terdapat dalam

    beberapa delik. Akibat ini timbul karena ia alpa, ia

    sembrono, teledor, ia berbuat kurang hati-hati ataukurang penduga-duga.

    Dalam buku II KUHP terdapat beberapa pasal yang

    memuat unsur kealpaan. Ini adalah delik-delik culpa

    (culpose delicten). Delik-delik itu dimuat antara lain dalam

    :

    Pasal 188 : Karena kealpaannya menimbulkan

    peletusan, kebakaran dst

    Pasal 231 (4) : Karena kealpaannya sipenyimpan

    Pasal 359 : Karena kealpaannya menyebabkan

    matinya orang

    Pasal 360 : Karena kealpaannya menyebabkan

    orang luka berat dsb.

    Pasal 409 : Karena kealpaannya menyebabkan

    alat-alat perlengkapan (jalan api dsb)

    hancur dsb.

    Perkataan culpa dalam arti luas berarti kesalahan pada

    umumnya, sedang dalam arti sempit adalah bentuk

    kesalahan yang berupa kealpaan. Suatu keadaan, yang

    sedemikian membahayakan keamanan orang atau

    barang, atau mendatangkan kerugian terhadap

    seseorang yang sedemikian besarnya dan tidak dapat

    diperbaiki lagi, sehingga umdang-undang juga bertindak

    terhadap larangan penghati-hati, sikap sembrono

    (teledor), pendek kata schuld (kealpaan yangmenyebabkan keadaan tadi).(er zijn feiten, die de

    algemene vefligheid van onen of goederen zozeer in

    gevaar brengen of zo groot en onherstelbaar nadeel

    bijzondere personen berokkenen, dat de wet ook de

    145

    onvoorzichtigheid, de tigheid, het gebrek aan voorzorg, in

    een woord, schuld, waar het feit prong heeft, moet tekeer

    )

    146

    b Van hamel

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    73/166

    gaan)

    1. Pengertian kealpaan atau culpa (dalam arti sempi t)

    Menurut M.v.T kealpaan disatu pihak berlawanan

    benar-benar dengan kesengajaan dan dipihal lain dengan

    hal yang kebetulan (toevel atau caous).kealpaanmerupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari pada

    kesengajaan, akan tetapi bukannya kesengajaan yang

    ringan.

    Beberapa penulis menyebut beberapa syarat untuk

    adanya kealpaan:

    a. Hazenwinkel Suringa

    Ilmu pengetahuan hukum dan jurispruden

    mengartikan schuld (kealpaan) sebagai:

    1. kekurangan penduga duga atau

    2. kekurangan penghati-hati.

    b. Van hamel

    Kealpaan mengandung dua syarat:

    1. tidak mengadakan penduga-duga

    sebagaimana diharuskan oleh hukum.

    2. tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana

    diharuskan oleh hukum.

    c. Simons:

    Pada umumnya schuld (kealpaan) mempunyai dua

    unsur :

    1. Tidak adanya penghati-hati, di samping

    2. dapat diduganya akibat

    d. Pompe.

    Ada 3 macam yang masuk kealpaan

    (anachtzaamheid):

    147

    1. Dapat mengirakan (kunnen venvachten) timbulnya

    akibat

    2 M t h i d k ki (k d

    148

    a. Orang pada umunya ini berarti bahwa tidak

    boleh orang yang paling cermat, paling hati-

    h ti li hli d b i

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    74/166

    2. Mengetahui adanya kemungkinan (kennen der

    mogelijkheid)

    3. Dapat mengetahui adanya kemungkinan (kunnen

    kennen van de mogelijkheid)

    Tetapi nomor 2 dan 3 hanya apabila mengetahui

    atau dapat mengetahuinyaitu menyangkut juga

    kewajiban untuk menghindarkan perbuatannya

    (=untuk tidak melakukan perbuatan).

    Kealpaan orang tersebut harus ditentukan secara

    normatif, dan tidak secara fisik atau psychis.

    Tidaklah mungkin diketahui bagaimana sikap batin

    seseorang yang sesungguh-sungguhnya maka

    haruslah ditetapkan dari luar bagaimana

    seharusnya ia berbuat dengan mengambil ukuran

    sikap batin orang pada umunya apabila ada dalam

    situasi yang sama dengan si-pelaku itu.

    hati, paling ahli dan sebagainya.

    b. Untuk menentukan adanya kealpaan ini harus

    dilihat peristiwa demi peristiwa. Yang harus

    memegang ukuran normatif dari kealpaan itu

    adalah Hakim. Undang-undang mewajibkan

    seseorang untuk melakukan sesuatu atau

    untuk tidak melakukan sesuatu. Misalnya,

    dalam peraturan lalu-lintas ada ketentuan

    bahwa di simpangan jalan, apabila datangnya

    bersamaan waktu maka kendaraan dari kiri

    harus didahulukan.

    Apabila seorang pengendara dalam hal ini

    berbuat lain ini berbuat lain daripada apa yang

    diatur itu, maka apabila perbuatannya itu

    mengakibatkan tabrakan. Sehingga orang lain

    luka berat, maka ia dapat dikatakan karenakealpaannya mengakibatkan orang lain

    (Pasal. 360 (1) K.U.H.P)

    149

    Dalam hubungan ini VOS mengemukakan,

    bahwa dalam delik-delik culpa sifat melawan

    hukum telah tersimpul di dalam culpa itu

    150

    2. Bentuk kealpaan

    Pada dasarnya orang berfikirdan berbuat secara

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    75/166

    hukum telah tersimpul di dalam culpa itu

    sendiri.

    Ia menyatakan antara lain Memang culpa

    tidak mesti meliputi dapat dicelanya si-pelaku,

    namun culpa menunjukkan kepada tidak

    patutnya perbuatan itu dan jika perbuatan itu

    tidak bersifat melawan hukum, maka tidaklah

    mungkin perbuatan itu perbuatan yang

    abnormal, jadi tidak mungkin ada culpa.

    Dalam delik culpoos tidak mungkin

    diajukan alasan pembenar (rechtvaar

    digingsgrond).

    c. Untuk adanya pemidanaan perlu adanya

    kekurangan hati-hati yang cukup besar, jadi

    harus culpa lata dan bukanya culpa levis

    (kealpaan yang sangat ringan).

    y g

    sadar. Pada delik culpoos kesadaran si- pelaku tidak

    berjalan secara tepat. Karena Bentuk kealpaan dapat

    dibagi dalam 2 (dua bentuk) yaitu

    a. Kealpaan yang disadari (bewuste schuld)

    Disini sipelaku dapat menyadari tentang apa yang

    dilakukan beserta akibatnya, akan tetapi ia

    percaya dan mengharap-harap bahwa akibatnya

    tidak akan terjadi

    b. Kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld).

    Dalam hali ini si pelaku melakukan sesuatu yang

    tidak menyadari kemungkinan akan timbulnya

    sesuatu akibat, padahal seharusnya ia dapat

    menduga sebelumnya.

    Perbedaan itu bukanlah berarti bahwa kealpaan yang

    disadari itu sifatnya lebih berat dari pada kealpaan yang

    tidak disadari. Kerapkali justru karena tanpa berfikir akan

    kemungkinan timbulnya akibat malah terjadi akibat yang

    151

    sangat berat. VAN HATTUM mengatakan, bahwa

    kealpaan yang disadari itu adalah suatu sebutan yang

    mudah untuk bagian kesadaran kemungkinan (yang ada

    152

    Pasal 483, 484 (delik yang menyangkut pencetak dan

    penerbit).

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    76/166

    mudah untuk bagian kesadaran kemungkinan (yang ada

    pada pelaku), yang tidak merupakan dolus eventualis.

    Hemat kami perbedaan tersebut tidak banyak artinya.

    Kealpaan merupakan pengertian yang normatif bukan

    suatu pengertian yang menyatakan keadan (bukan

    feitelijk begrip). Penentuan kealpaan seseorang harus

    dilakukan dari luar, harus disimpulkan dari situasi

    tertentu, bagaimana saharusnya si-pelaku itu berbuat.

    3. Delik pro parte dolus pro parte culpa

    Delik-delik yang di-rumuskan dalam pasal 359, 360, 188,

    409 dapat disebut delik-delik culpoos dalam arti yang

    sesungguhnya. Disamping itu ada delik-delik yang di

    dalam perumusanya memuat unsur kesengajaan dan

    kealpaan sekaligus, sedang ancaman pidananya sama.

    Muljatno menamakan delik-delik tersebut sebagai delik

    yang salah satu unsurnya diculpakan.

    Misalnya:

    Pasal 480 (penadahan)

    Pasal 287, 288, 292 (delik-delik kesusilaan).

    Rumusan yang dipakai dalam delik-delik tersebut ialah

    diketahui atau mengerti bentuk kesengajaan dan

    sepatutnya harus di-duga atau seharusnya menduga

    bentuk kealpaan. Pada delik-delik ini kesengajaan ataukealpaan hanya tertuju kepada salah tertuju kepada

    salah satu unsur dari delik itu.

    - Pada delik penadahan ditujukan kepada hal

    bahwa barang yang bersangkutan diperoleh dari

    kejahatan.

    - Pada delik-delik kesusilaan (pasal 287 dan pasal

    288) ditujukan kepada umur-wanita belum lima

    belas tahun, atau kalau umurnya tak ternyata,

    bahwa belum mampu dikawin.

    - Pada delik Pasal 292 ditujukan kepada unsur

    belum cukup umur dari orang yang sama kelamin

    itu.

    - Pada delik-delik Pasal 483 dan Pasal 484

    ditujukan kepada unsur pelaku/orang yang

    153

    menyuruh cetak pada saat penerbitan, tidak dapat

    dituntut, atau menetap diluar Indonesia.

    154

    sekali tidak menagnggap penting apakah terdakwa betul-

    betul mempunyai dugaan atau tidak.

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    77/166

    Dalam surat dakwaan:

    a. Cukup dicantumkan uraian kata-kata presis seperti

    apa yang dirumuskan dalam undang-undang, jadi

    misalnya untuk delik dalam pasal 480 : benda),

    yang diketahui atau sepatutnya harus diduga,bahwa diperoleh dari kejahatan.

    b. Ada dan tidak adanya kealpaan itu harus

    dibuktikan dalam pemeriksaan pengadilan

    ditetapkan oleh Hakim.

    c. Pembuktiannya cukup secara normatif, jadi tidak

    dilihat apakah terdakwa mengetahui.

    Arrest Hooggerchtshof (dalam tingkat kasasi) yang

    membatalkan keputusan Raad van J ustitie Medan, yang

    membebaskan terdakwa yang dituduh melakukan

    schuldheling (pasal 480), Hooggerechtshof (H.G.H)

    menyatakan bahwa wet tidak mengharuskan adanya

    dugaan pada terdakwa sepatutnya harus menduga

    bahwa barang itu berasal dari kejahatan, dengan sama

    Kelapaan orang lain tidak dapat meniadakan kealpaan

    dari terdakwa. Contoh :

    a. terdakwa sebagai pengendara mobil tetap dipidana

    karena ia pada malam hari menabrak gerobag yang

    tidak memakai lampu. Pengendara gerobag alpa,tetapi ini tidak meniadakan kealpaan terdakwa.

    b. Seorang pengemudi mobil pada pagi hari jam 03.00

    melanggar sekaligus 4 orang yang sedang tidur di

    tengah jalan raya. Dalam kasus inipun tidak boleh

    dilihat kealpaan orang lain, akan tetapi tetap harus

    ditinjau ada dan tidak adanya kealpaan pada

    pengemudi mobil, apakah ia kurang hati-hati dan

    kurang-menduga-duga ? bagaimana keadaan

    mobilnya ? kalau lampunya kurang terang, maka ini

    merupakan indikasi dari kealpaannya. Apabila

    lampunya normal, maka seharusnya ia dapat

    mengetahui orang yang tidur di jalan itu. Kalau tidak,

    maka ini merupakan kealpaan.

    155

    BAB VIII

    KESALAHAN DALAM DELIK

    156

    Dalam hal ini berlakulah ajaran fait materiel (de leer an

    het matericle feit ajaran perbuatan materiil) dimana

    menurut M.v.T. :

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    78/166

    KESALAHAN DALAM DELIK

    PELANGGARAN

    Persoalan kesalalahan pada tindak pidana berupa

    pelanggaran. Pada tidak pidana berupa kejahatan

    diperlukan adanya kesengajaan atau kealpaan. Dalam

    undang-undang unsur-unsur dinyatakan dengan tegas

    atau dapat diambil dari kata kerja dalam rumusan tindak

    pidana itu. Dalam rumusan tindak pidana berupa

    pelanggaran pada dasarnya tidak ada penyebutan

    tentang kesengajaan atau kealpaan, artinya tidak disebut

    apakah perbuatan dilakukan dengan sengaja atau alpa.

    Hal ini penting untuk hukum acara pidana, sebab kalau

    tidak tercantum dalam rumusan Undang-undang, maka

    tidak perlu dicantumkan dalam surat tuduhan dan juga

    tidak perlu dibuktikan.

    menurut M.v.T. :

    Pada pelanggaran hakim tidak perlu mengadakan

    pemeriksaan secara khusus tentang adanya

    kesengajaan, bahkan adanya kealpaan juga tidak, lagi

    pula tidak perlu memberi keputusan tentang hal tersebut.

    Soalnya apakah terdakwa berbuat/tidak berbuat sesuatu

    yang bertentangan dengan Undang-undang atau tidak.

    Contoh : arrest H.R tanggal 14 Pebruari 1916 (arrest air

    dan susu).

    Duduk perkara;

    A.B., pengusaha (veehouder) menyuruh melever susu

    kepada para langganan. Yang mengedarkan susu itu D,

    pelayan. Pada suatu ketika susu yang dilever oleh D itu

    ternyata tidak murni (dicampur air). D tidak tahu menahutentang hal itu. Pasal 303a dan 344 Peraturan Polisi

    Umum mengancam dengan pidana Barang siapa melever

    susu dengan nama susu murni, padahal dicampur

    157

    dengan sesuatu (tidak murni). Ini merupakan tindak

    pidana berupa pelanggaran.

    158

    Permohonan kasasi ini ditolak oleh Hooge Raad, dan

    terhadap alasan yang dikemukakan oleh A.B. H.R.

    memberi pertimbangan antara lain sebagai berikut:

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    79/166

    A.B. dituntut dan dalam tingkat banding dijatuhi pidana.

    A.B. mengajukan kasasi, dengan alasan yang lebih

    kurang demikian:

    a. Rechtbank Amsterdam salah menerapkan Pasal 47

    W.v.S Belanda (Pasal 55 K.U.H.P), sebab telah

    memutuskan secara tidak benar bahwa A.B. telah

    menyuruh lakukan perbuatan yang dituduhkan, tanpa

    menyelidiki terlebih dahulu apakah pelaku materiil

    (ialah D) tidak bertanggung-jawab atas perbuatan itu.

    b. tidak terjadi persoalan apakah pelaku materiil (D)

    dianggap tidak berhak untuk menyelidiki murni dan

    tidaknya susu yang disuruh melevernya.

    c. lebih-lebih pasal 303a dan 344 tersebut mengancam

    dengan pidana barang siapa melever susu yang tidak

    murni tanpa memandang ada kesalahan atau tidak.

    p g g

    a. Telah dinyatakan terbukti bahwa penuntut kasasi (A

    B) telah menyuruh pelayannya (D) untuk melever

    susu dengan sebutan susu murni padahal dicampur

    dengan air. Hal mana tidak diketahui oleh D.

    b. memang dalam pasal 303 tidak disebut dengan tegas

    bahwa orang yang melakukan perbuatan itu harus

    mempunyai kesalahan (enige schuld), akan tetapi ini

    tidak dapat disimpulkan bahwa orang yang tidak

    mempunyai kesalahan sama sekali (geheel gemis van

    schuld) peraturan ini dapat diterapkan kepada.c. tidak ada suatu alasanpun, terutama dalam riwayat

    W.v.S. yang memaksa untuk menganggap dalam hal

    unsur kesalahan tidak dicantumkan dalam rumusan

    delik, khususnya dalam pelanggaran, pembentuk

    Undang-undang menyetujui sistem, orang yangberbuat harus dipidana yang terdapat dalam Undang-

    undang, sekalipun ternyata tidak ada kesalahan sama

    sekali (asas : afwezigheid van alle schuld).

    159

    d. Untuk menerima sistim tersebut (dalam c), yang

    bertentangan dengan rasa keadilan dan asas tiada

    pidana tanpa kesalahan yang juga dianut dalam

    160

    BAB IX

    PIDANA DAN PEMIDANAAN (HUKUM

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    80/166

    p p y g j g

    hukum pidana kita, hal ini harus tegas-tegas ternyata

    dalam rumusan delik.

    Arrest air dan susu penting untuk perkembangan hukum

    pidana. Dengan arrest itu, maka:

    a. ajaran fait materiel pada pelanggaran ditinggalkan.

    b. Diakui untuk pertama kalinya oleh badan pengadilan

    yang tertinggi (Belanda) berlaku asas tiada pidana

    tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld).

    PIDANA DAN PEMIDANAAN (HUKUM

    PENITENSIER)

    Sebelum membahas materi ini terlebih dahulu kita

    memahami apa yang dimaksud dengan pidana dan

    pemidanaan. Pidana merupakan nestapa/derita yang

    dijatuhkan dengan sengaja oleh negara (melalui

    pengadilan) dimana nestapa itu dikenakan pada

    seseorang yang secara sah telah melanggar hukum

    pidana dan nestapa itu dijatuhkan melalui proses

    peradilan pidana. Adapun Proses Peradilan Pidana (the

    criminal) justice process) merupakan struktur, fungsi, dan

    proses pengambilan keputusan oleh sejumlah lembaga

    (kepolisian, kejaksaan,pengadilan & lembaga

    pemasyarakatan) yang berkenaan dengan penanganan &

    pengadilan kejahatan dan pelaku kejahatan.

    Pemidanaan merupakan penjatuhan pidana/sentencing

    sebagai upaya yang sah yang dilandasi oleh hukum

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    81/166

    163

    menerjemahkan straf. Sudarto juga berpendapat

    demikian. Sedangkan R. Soesilo mendefinisikan pidana /

    hukum sebagai perasaan tidak enak / sengsara yang

    164

    J enis-jenis hukuman yang dapat dijatuhkan oleh

    Pengadilan berdasarkan plakat tgl. 22 April 1808, al:

  • 7/22/2019 106644463 Asas Asas Hukum Pidana

    82/166

    dijatuh