1 the last ucapan terima kasih frontier telapak dan eia ... · illegal logging in papua and ......

24
1 The Last Frontier Illegal Logging in Papua and China’s Massive Timber Theft Penebangan Liar di Papua dan Pencurian Kayu yang Masif oleh China Ucapan Terima Kasih Telapak dan EIA juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai lembaga masyarakat, individu dan Ornop yang telah bekerja bersama dengan EIA/Telapak dalam isu penebangan liar. EIA dan Telapak juga mengucapkan terima kasih kepada Sigrid Rausing Trust dan lembaga donor lainnya untuk dukungannya terhadap kerja-kerja yang kami lakukan. Ditulis dan diedit oleh Julian Newman dan Sam Lawson. Penelitian dan editing tambahan oleh Arbi Valentinus, Dave Currey, Faith Doherty, Hapsoro, Harry Gunawan, Mardi Minangsari, Pallavi Shah, Juge Gregg, Ridzki R. Sigit, Vanessa Frey, M.Yayat Afianto dan Adriana Sri Adhiati. Laporan ini didisain oleh Joaquim Pereira. Februari 2005. Ringkasan Eksekutif Asia telah kehilangan sembilan puluh lima persen dari hutan alamnya. Sebagian besar dari yang tersisa terletak di kepulauan Indonesia – dan propinsi Papua memiliki bagian yang terbesar. Laporan ini mengungkapkan bagaimana hutan terakhir yang amat berharga ini ditebangi secara ilegal dan hasilnya dijual secara besar-besaran ke China, yang kini merupakan konsumen kayu curian terbesar di dunia. Dari berbagai jenis kayu, merbau - yang merupakan kayu keras bernilai tinggi - merupakan incaran nomor satu para penebang liar di Papua. Dalam aksi penyamaran, EIA/Telapak berhasil melakukan beberapa pertemuan dengan para penebang, pedagang dan pembeli kayu, dan mengungkapkan skala perdagangan kayu merbau bernilai milyaran dollar yang amat mengejutkan dengan rincian bagaimana hal ini dilakukan. Untuk pertama kalinya, laporan ini mengungkapkan jaringan yang rumit dari para makelar dan penyokong dana dari berbagai tempat yang bertanggungjawab mendalangi penjarahan atas hutan-hutan Indonesia. Dari para jutawan raja kayu di Jakarta dan aparat yang membekinginya, cerita ini menelusuri peranan berbagai perusahaan multinasional di Malaysia, para broker/pedagang di Singapura dan pedagang kayu bulat di Hongkong. Laporan ini mengungkapkan bagaimana hanya dalam waktu beberapa tahun yang singkat, sebuah pelabuhan kecil di bagian timur Cina telah berubah menjadi pelabuhan perdagangan kayu tropis terbesar di dunia. Sementara itu, sebuah kota kecil di dekatnya berubah menjadi pusat pembuatan flooring (lantai kayu) untuk dunia, di mana 500 pabrik besar mengkonsumsi satu pohon merbau setiap menit dalam tiap hari kerjanya. Sebagian besar produk flooring ini dipasarkan ke negara-negara konsumen, termasuk Amerika Serikat dan Inggris. Setiap bulannya, sejumlah kayu merbau curian diangkut dari Papua untuk menghasilkan flooring senilai lebih dari 600 juta dolar pada harga eceran di negara-negara barat. Untuk setiap dolar yang dibayarkan untuk flooring yang mewah tersebut, masyarakat lokal di sekitar hutan asal kayu merbau tersebut hanya mendapatkan kurang dari setengah sennya. Sementara itu, penyusutan hutan di Indonesia semakin meningkat pesat, dimana hutan seluas negara Swiss musnah setiap tahunnya. Para pemerintahan di seluruh dunia telah berulang kali berkomitmen untuk membasmi penebangan liar dan perdagangan kayu curian. Sampai saat ini mereka tidak mampu menindaklanjuti komitmen tersebut dengan tindakan nyata. Laporan ini memuat sejumlah rekomendasi yang spesifik untuk memberantas perdagangan kayu curian antara Indonesia dan China yang amat merusak ini. E 0 Rujukan nomor halaman pada laporan bahasa Inggris

Upload: phungkhanh

Post on 26-Apr-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

1

The Last Frontier Illegal Logging in Papua and China’s Massive Timber Theft Penebangan Liar di Papua dan Pencurian Kayu yang Masif oleh China

Ucapan Terima Kasih Telapak dan EIA juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai lembaga masyarakat, individu dan Ornop yang telah bekerja bersama dengan EIA/Telapak dalam isu penebangan liar. EIA dan Telapak juga mengucapkan terima kasih kepada Sigrid Rausing Trust dan lembaga donor lainnya untuk dukungannya terhadap kerja-kerja yang kami lakukan. Ditulis dan diedit oleh Julian Newman dan Sam Lawson. Penelitian dan editing tambahan oleh Arbi Valentinus, Dave Currey, Faith Doherty, Hapsoro, Harry Gunawan, Mardi Minangsari, Pallavi Shah, Juge Gregg, Ridzki R. Sigit, Vanessa Frey, M.Yayat Afianto dan Adriana Sri Adhiati. Laporan ini didisain oleh Joaquim Pereira. Februari 2005.

Ringkasan Eksekutif Asia telah kehilangan sembilan puluh lima persen dari hutan alamnya. Sebagian besar dari yang tersisa terletak di kepulauan Indonesia – dan propinsi Papua memiliki bagian yang terbesar. Laporan ini mengungkapkan bagaimana hutan terakhir yang amat berharga ini ditebangi secara ilegal dan hasilnya dijual secara besar-besaran ke China, yang kini merupakan konsumen kayu curian terbesar di dunia.

Dari berbagai jenis kayu, merbau - yang merupakan kayu keras bernilai tinggi -merupakan incaran nomor satu para penebang liar di Papua. Dalam aksi penyamaran, EIA/Telapak berhasil melakukan beberapa pertemuan dengan para penebang, pedagang dan pembeli kayu, dan mengungkapkan skala perdagangan kayu merbau bernilai milyaran dollar yang amat mengejutkan dengan rincian bagaimana hal ini dilakukan.

Untuk pertama kalinya, laporan ini mengungkapkan jaringan yang rumit dari para makelar dan penyokong dana dari berbagai tempat yang bertanggungjawab mendalangi penjarahan atas hutan-hutan Indonesia. Dari para jutawan raja kayu di Jakarta dan aparat yang membekinginya, cerita ini menelusuri peranan berbagai perusahaan multinasional di Malaysia, para broker/pedagang di Singapura dan pedagang kayu bulat di Hongkong.

Laporan ini mengungkapkan bagaimana hanya dalam waktu beberapa tahun yang singkat, sebuah pelabuhan kecil di bagian timur Cina telah berubah menjadi pelabuhan perdagangan kayu tropis terbesar di dunia. Sementara itu, sebuah kota kecil di dekatnya berubah menjadi pusat pembuatan flooring (lantai kayu) untuk dunia, di mana 500 pabrik besar mengkonsumsi satu pohon merbau setiap menit dalam tiap hari kerjanya. Sebagian besar produk flooring ini dipasarkan ke negara-negara konsumen, termasuk Amerika Serikat dan Inggris.

Setiap bulannya, sejumlah kayu merbau curian diangkut dari Papua untuk menghasilkan flooring senilai lebih dari 600 juta dolar pada harga eceran di negara-negara barat. Untuk setiap dolar yang dibayarkan untuk flooring yang mewah tersebut, masyarakat lokal di sekitar hutan asal kayu merbau tersebut hanya mendapatkan kurang dari setengah sennya. Sementara itu, penyusutan hutan di Indonesia semakin meningkat pesat, dimana hutan seluas negara Swiss musnah setiap tahunnya.

Para pemerintahan di seluruh dunia telah berulang kali berkomitmen untuk membasmi penebangan liar dan perdagangan kayu curian. Sampai saat ini mereka tidak mampu menindaklanjuti komitmen tersebut dengan tindakan nyata. Laporan ini memuat sejumlah rekomendasi yang spesifik untuk memberantas perdagangan kayu curian antara Indonesia dan China yang amat merusak ini.

E 0

Rujukan nomor

halaman pada laporan

bahasa Inggris

Page 2: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

2

Pendahuluan Isu penebangan liar mendapatkan perhatian politik dan media dari seluruh dunia dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sejumlah pemerintah secara resmi telah mengumumkan dan menandatangani deklarasi dan perjanjian untuk menangani masalah ini. Di saat yang sama, media telah membangkitkan kesadaran masyarakat akan biaya yang harus ditanggung masyarakat lokal dan ekosistem hutan yang amat berharga atas pencurian kayu secara sistematis.

Namun, upaya global menentang penebangan liar kini sedang memasuki tahap yang vital saat seluruh komitmen ini diterjemahkan ke dalam langkah-langkah nyata untuk mengurangi perdagangan kayu liar di seluruh dunia. Sejauh ini, hasil diagnosa menunjukkan perkembangan yang terjadi tidaklah berjalan dengan baik. Banyak kesepakatan-kesepakatan politik yang masih belum membuahkan hasil, dan hanya terdapat sedikit bukti yang menunjukkan komitmen-komitmen yang serius untuk menangani arus kayu ilegal ini.

Indonesia sedang mengalami laju penyusutan hutan (deforestasi) yang paling parah di dunia, dan telah menjadi fokus perhatian politik internasional yang ditujukan pada operasi penebangan liar. EIA/Telapak telah melakukan investigasi di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an, dan telah berhasil mengungkapkan bagaimana usaha penebangan liar ini dilakukan dan menyebutkan nama pihak-pihak kunci yang mendalanginya. EIA/Telapak telah melakukan advokasi perlunya kontrol yang lebih ketat terhadap impor dan perdagangan kayu curian di negara-negara konsumen di Asia, Amerika Utara, dan Eropa.

Meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini telah dilakukan penangkapan-penangkapan besar atas kapal-kapal pengangkut kayu liar di perairan Indonesia, uapay pengadilan sejauh ini hanya ditujukan bagi awak kapal, sementara para raja kayu ‘yang tidak tersentuh hukum’ yang mendalangi perdagangan yang destruktif ini tidak pernah diusut.

Hanya memproses para pengangkut kayu ilegal ini dan bukan para pihak yang sebenarnya mengeruk keuntungan, tidak menghentikan perdagangan ilegal ini. Sampai Pemerintah Indonesia bersedia mengejar para raja kayu berpengaruh yang menikmati jutaan dolar lewat pencurian sumberdaya alam nasional ini, penebangan liar masih akan terus berlanjut.

Analisa yang dilakukan EIA/Telapak menunjukkan terjadinya pengalihan pencurian kayu komersial ke arah timur Indonesia, seiring maraknya para raja kayu berusaha menguasai

lahan yang tersisa, yaitu hutan rimba di Propinsi Papua. EIA/Telapak telah menelusuri jejak, dari masyarakat adat Papua sampai pencakar langit kota Hong Kong dan Shanghai. Sekitar 300.000 meter kubik kayu merbau diselundupkan keluar Propinsi Papua setiap bulannya. Pencurian kayu yang masif ini dikendalikan oleh sindikat berpengaruh (brokers dan fixers) yang meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, India dan China. Sebagian besar kayu merbau ini diperuntukkan bagi pabrik-pabrik pembuat flooring (lantai kayu) di sebelah selatan kota Shanghai. Skala perdagangan ini amat mengejutkan – pabrik-pabrik ini memproses satu pohon kayu merbau liar dari Papua setiap menit dalam tiap hari kerjanya.

Keuntungan dari perdagangan yang merusak ini amat besar. Masyarakat lokal di Papua hanya dibayar sekitar $10-$11 per meter kubik kayu merbau, yang berharga sekitar $240 di pelabuhan tujuan di China. Seluruh keuntungan ini dinikmati oleh segelintir raja kayu dan makelar yang menikmati kemewahan di Jakarta, Singapura dan Hong Kong, sedangkan masyarakat Papua nyaris tidak mendapatkan apa-apa.

Namun keadaan tidak semestinya seperti itu. Baik China dan Indonesia telah menandatangani deklarasi Forest Law Enforcement and Governance (FLEG) regional, termasuk di dalamnya komitmen untuk mengurangi perdagangan kayu liar. Kedua negara juga telah menandatangani MoU untuk bekerja sama memerangi penebangan liar. Namun, dalam bentuk implementasi tindakan nyata, kedua negara tampaknya tidak memiliki keinginan/upaya yang nyata untuk menghentikan kayu ilegal yang mengalir secara konstan keluar dari Papua ke China.

Pemerintahan Indonesia yang baru di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyerukan tindakan keras terhadap korupsi dan para mafia kayu. Saatnya untuk bertindak tegas dalam usaha memerangi penebangan liar. Saatnya untuk meminta pertanggungjawaban para pemerintah yang telah menyatakan komitmen untuk bertindak tegas memerangi penebangan liar. Saatnya untuk mengejar para raja kayu yang bertanggung jawab atas pengrusakan yang terjadi. Saatnya untuk menjalin kerja sama penegakan hukum antar negera untuk menghentikan momok penebangan liar. Hutan Indonesia dan mereka yang bergantung padanya tidak dapat menunggu lebih lama.

Arbi Valentinus Koordinator Kampanye Hutan, Telapak

Julian Newman Koordinator Kampanye Hutan, EIA

E 1

Page 3: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

3

Krisis Penebangan Liar Dari hutan hujan Amerika Selatan yang berkabut sampai padang Siberia yang bersalju, penebangan liar marak dilakukan di seluruh dunia, dan memicu percepatan kehancuran hutan alam dunia. Di negara-negara produsen kayu paling utama di dunia, termasuk Brazil, Kamerun dan Myanmar, mayoritas produksi kayunya dihasilkan secara ilegal, dan di beberapa negara jumlahnya dapat mencapai 90 persen. (1)

Walaupun terdapat tindakan-tindakan hukum yang dilakukan negara-negara produsen untuk melindungi sumberdaya alamnya yang terancam kerakusan dunia industri, para milyarder raja kayu terus mendalangi aksi-aksi yang merusak alam. Sebagian besar dari kayu-kayu curian ini diekspor ke negara-negara barat sebagai produk kayu murah. Di Indonesia, yang memiliki 10 persen hutan tropis dunia yang tersisa, (2) kegiatan penebangan liar yang anarkis telah memacu laju penyusutan hutan (deforestasi) yang tiada taranya di dunia. Areal hutan seluas negara Swiss musnah setiap tahunnya.(3)

Biaya sosial, finansial dan lingkungan yang ditimbulkannya amat besar. Penebangan liar telah mengakibatkan negara penghasil kayu kehilangan pendapatan sedikitnya sebesar US$15 milyar setahunnya,(4) dan hilangnya hutan langsung mempengaruhi sumber penghidupan lebih dari satu milyar penduduk di negara berkembang yang hidup dalam kemiskinan yang parah.(5) Hilangnya hutan juga diikuti oleh maraknya kebakaran, tanah longsor dan banjir yang mengambil nyawa ribuan orang. Penebangan liar juga telah mengancam eksistensi banyak spesies yang terancam punah.

Kesenjangan dalam Tindakan Hampir tidak diragukan lagi bahwa penebangan liar merupakan salah satu isu yang paling mendesak yang dihadapi dunia saat ini. Memahami hal ini, pada Konferensi Tingkat Tinggi tahun 1998 negara-negara maju yang tergabung dalam Kelompok G8 berkomitmen untuk melakukan aksi.(6) Sejak saat itu sudah banyak deklarasi dan kesepakatan ditandatangani untuk membasmi penebangan dan perdagangan kayu liar, dan isu ini masih tetap berada dalam agenda utama politik internasional (lihat tabel).

Sejak pertemuan G8 di atas, telah banyak studi yang menghabiskan banyak biaya dilakukan terhadap masalah penebangan liar ini, dan para pakar dari kalangan pemerintahan, industri dan masyarakat sipil telah lama berdebat mengenai pilihan aksi yang harus dilakukan. Namun, sejauh ini upaya tersebut nyaris tidak berdampak

terhadap hutan atau perdagangan kayunya, dan terlepas dari adanya seluruh pernyataan politik ini, penebangan liar masih terus berlangsung.

Salah satu perkembangan yang paling awal dicetuskan dan yang paling menjanjikan adalah Deklarasi tingkat Menteri tentang Forest Law Enforcement and Governance (FLEG) (Ministerial Declaration on Forest Law Enforcement and Governance), yang disepakati oleh berbagai negara Asia Timur pada bulan September 2001.(7) Namun sampai saat ini aksi tindak lanjutnya masih mengalami kemacetan. Tidak ada pertemuan dari ‘gugus tugas’ (Task Force) yang dibentuk selama dua tahun, sedangkan tindak lanjut pertemuan tingkat menteri untuk tahun 2003 masih berada dalam tahap perencanaan.

Beberapa tahun terakhir ini juga tercatat cukup banyak penandatanganan kesepakatan bilateral antara negara produsen dan negara konsumen berkenaan dengan komitmen untuk bekerja sama memberantas perdagangan bilateral kayu curian. Namun, berbagai MoU yang sejauh ini telah ditandatangani oleh Indonesia dengan Inggris, Jepang, Norwegia dan China belum menghentikan satu pun pengiriman kayu liar. Di Indonesia, meskipun terjadi penangkapan-penangkapan besar, belum ada satu pun raja kayu (cukong besar) yang ditindak menurut hukum. Sementara itu, negara-negara konsumen utama masih belum memiliki ketentuan hukum yang melarang impor ataupun perdagangan kayu dan produk kayu yang diperoleh/dihasilkan secara ilegal di negara asalnya.

Namun, harapan masih ada. Beberapa pengiriman kayu lintas batas negara telah berhasil digagalkan, termasuk yang tercatat terjadi di Malaysia dan Inggris. Pencantuman kayu ramin (Gonystylus spp.) – kayu keras berwarna cerah yang bernilai tinggi yang hanya dapat ditemukan di Asia Tenggara – dalam pada Appendix III Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) telah menunjukkan efektifitasnya, dimana telah menjadi landasan bagi dinas pabean untuk menahan kayu curian sedikitnya di tujuh negara.(8) Larangan ekspor kayu bulat yang diterapkan pemerintah Indonesia, beserta sinergi dari larangan impor yang diterapkan pemerintah Malaysia telah berhasil menurunkan aliran kayu liar antar kedua negara secara dramatis. Hal ini juga telah membawa dampak yang terukur di Sumatera, dimana dilaporkan bahwa sebagian penebang liar telah menghentikan kegiatan ilegalnya dan kembali mengolah sawah.(9) Pihak berwewenang di Malaysia Timur (Borneo) kini juga mewajibkan penyertaan dokumen-dokumen sah dari Indonesia untuk impor kayu gergajian di sepanjang perbatasan – sebuah langkah yang unik.

E 2

Page 4: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

4

Dari seluruh negara pengimpor kayu utama dunia, Uni Eropa (EU) telah menunjukkan kemajuan yang paling besar. Rencana Aksi EU (EU Action Plan) untuk tahun 2003 tentang masalah ini meliputi bidang yang amat luas dan didukung oleh pendanaan yang memadai. (10) Rencana Aksi tersebut mencitrakan adanya sebuah kesepakatan sukarela untuk melaksanakan skema perijinan legalitas antara negara produsen dan negara konsumen untuk menghentikan perdagangan kayu liar lintas negara. Namun, lewat perkiraan seoptimis apa pun, masih membutuhkan beberapa tahun lagi untuk dapat menerapkan sistem tersebut secara penuh. Sementara itu, perdagangan ilegal masih akan berlanjut.

Di Indonesia sendiri, penebangan liar masih terus berlangsung di tengah-tengah semakin meningkatnya perhatian dan komitmen pada beberapa tahun belakangan ini, dan laju penyusutan hutan dalam kenyataannya semakin meningkat. Selama tiga tahun terakhir ini, EIA dan Telapak telah berhasil menyingkapkan apa yang mungkin merupakan suatu jalur perdagangan kayu liar terbesar dan yang paling merusak di dunia. Berawal dari hutan alam di Propinsi Papua, Indonesia, sampai kota-kota yang sedang marak dibangun di delta Sungai Yangtze, China, studi kasus ini secara dramatis berhasil menunjukkan bahwa kecuali bila kedua negara segera menindaklanjuti pernyataan-pernyataan dan komitmen-komitmen mereka dengan langkah dan tindakan nyata, maka segalanya akan segera menjadi terlambat.

Perjanjian dan Pernyataan Politk tentang Penebangan Liar, 2001-2003

Forest Law Enforcement & Governance (East Asia) Bali Ministerial Declaration; Deklarasi Bali tingkat Menteri untuk FLEG (East Asia)

Sept 2001

International Tropical Timber Organisation (ITTO) Decision on Forest Law Enforcement; Keputusan ITTO tentang Penegakan Hukum Kehutanan

Nop 2001

Memorandum of Understanding (MoU) between the UK and Indonesia on Forest Law Enforcement & Governance

MoU antara Indonesia dan Pemerintah Inggris untuk FLEG

April 2002

World Summit on Sustainable Development (WSSD) Plan of Implementation, Bab 45, Paragraf c); Rencana Implementasi WSSD tentang penegakan hukum dan perdagangan ilegal produk hutan internasional

Sept 2002

Asia Forest Partnership (AFP) (diantara tujuan-tujuan utamanya adalah pemerintahan yang baik dan penegakan hukum serta kontrol terhadap penebangan liar)

Nop 2002

Memorandum of Understanding (MoU) antara China dan Indonesia untuk FLEG

Des 2002

European Union (EU) Action Plan on Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT); Rencana Aksi Uni Eropa untuk FLEGT

Mei 2003

Memorandum of Understanding (MoU) antara Jepang dan Indonesia untuk FLEG

Juni 2003

US President’s Initiative Against Ilegal Logging; Inisiatif Presiden Amerika Serikat untuk Menentang/Menghentikan Penebangan Liar.

Juli 2003

Forest Law Enforcement & Governance (Africa) Yaounde Ministerial Declaration; Deklarasi Yaounde tingkat Menteri untuk FLEG (Afrika)

Okt 2003

April 2003

Sept 2004

E 3

Page 5: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

5

Penebangan Liar di Propinsi Papua New Guinea merupakan pulau tropis terbesar di dunia dan terbagi dua antara Indonesia (Propinsi Papua) di bagian barat dan Papua New Guinea di bagian timur. Pulau ini terkenal akan hutan alamnya yang lebat dan ekologinya yang unik, termasuk beberapa spesies endemiknya. Dengan hutan perawan meliputi sekitar 70% dari keseluruhan luasannya, pulau ini memiliki hutan penting yang belum tersentuh manusia yang masih tersisa di kawasan Asia-Pasifik. Hutan tersebut merupakan hutan tropis terbesar ketiga di dunia setelah DAS Amazon dan DAS Kongo.(1)

Habitat yang unik dari pulau ini terdiri dari berbagai ekosistem, dari glasier tropis dan padang rumput sampai terumbu karang dan rawa bakau. Keanekaragaman hayati seperti itu menjadi tempat tinggal berbagai spesies flora dan fauna yang tak terhitung banyaknya, yang meliputi 5% dari seluruh spesies dunia yang hidup di atas daratan seluas 1% luasan dunia. Sekitar dua pertiga dari spesies-spesies dunia hanya dapat ditemukan di pulau tersebut.(2)

Hutan lebat di pulau ini memiliki sekitar 11.000 spesies tanaman, dimana 60% diantaranya hanya ditemukan di pulau ini, dan memiliki spesies anggrek lebih banyak dari tempat mana pun di dunia. Pulau ini merupakan tempat tinggal berbagai spesies binatang, dengan 56 spesies mamalia, 76 spesies burung dan 365 spesies ikan, ampibi dan reptil yang hanya dapat ditemukan di pulau ini.(3) Keanekaragaman hayati yang tak ternilai harganya ini juga meliputi mamalia seperti kangguru pohon dan walabi hutan Papua, lebih dari 40 macam burung cendrawasih dan kupu-kupu terbesar di dunia.

Total penduduk yang mendiami pulau ini berjumlah sekitar 6 juta, dengan 3,8 juta diantaranya tinggal di Papua New Guinea dan 2,2 juta lainnya tinggal di Propinsi Papua, Indonesia. Para penduduk ini menggunakan lebih dari 1.100 bahasa daerah dan memiliki berbagai budaya yang unik. Untuk Indonesia, Papua merupakan propinsi yang paling sedikit penduduknya dengan mayoritas penduduknya hidup secara subsisten. Beberapa tahun terakhir ini, populasinya semakin beragam dengan datangnya berbagai kelompok masyarakat dari daerah lain di Indonesia. Meskipun menurut indikator sosial seperti kesehatan, pendidikan dan infrastruktur Papua berada di bawah indikator nasional, propinsi ini memiliki sumberdaya alam nasional yang berlimpah, termasuk mineral, kayu, minyak dan gas.

Merbau – Target Utama Penebangan Di tengah lebatnya hutan hujan di Pulau New Guinea, jenis pohon yang paling bernilai adalah merbau, dan kayu ini merupakan target utama industri penebangan yang ada di sana. Merbau merupakan nama yang paling umum digunakan untuk genus Intsia spp., yang terdiri dari tiga spesies yang terpisah – Intsia bijuga, Intsia palembanica, dan Intsia retusa. Merbau juga dikenal dengan nama “kwila” di Papua New Guinea, “ipil” di Filipina, dan “kayu besi” di Malaysia Barat.

Pohon merbau tumbuh di hutan hujan tropis dataran rendah, dan sering kali ditemukan di daerah pesisir yang berbatasan dengan rawa bakau, sungai dan dataran sedimentasi (floodplain). Penyebaran merbau meliputi wilayah Asia Tenggara sampai Filipina dan Papua New Guinea, dan beberapa pulau di Pasifik, namun akibat eksploitasi besar-besaran tegakan komersial yang tersisa hanya didapati di tiga negara saja – Intsia bijuga di Papua New Guinea dan Indonesia, dan Intsia palembanica di Indonesia dan Malaysia. Di Indonesia sendiri, merbau hanya ditemukan di Propinsi Papua dan sebagian Sumatera. Sebagian besar kayu merbau yang diperdagangkan di dunia berasal dari pulau Papua New Guinea ini.

Menurut the World Conservation Union (IUCN) merbau digolongkan sebagai spesies yang rentan terancam kepunahan (vulnerable), sementara the World Conservation Monitoring Centre menggolongkan kayu merbau Indonesia sebagai spesies yang terancam (threatened). Kepedulian terhadap eksplolitasi merbau yang melampaui batas telah mendorong usaha-usaha untuk mencantumkannya dalam Appendix II Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) pada tahun 1992.(4)

Merbau adalah salah satu dari kayu paling berharga dari Asia Tenggara, yang dihargai dan diminati karena kekuatan dan daya tahannya. Kayu berwarna gelap ini sering digunakan untuk membangun bangunan-bangunan mewah, jalan penghubung luar rumah, lantai, perabotan luar ruangan (outdoor furniture), decking, balok (beams), dan lemari. Harga kayu merbau bervariasi, namun dapat dikatakan sekitar $200 per meter kubik untuk kayu bulat dan $450 sampai $600 untuk kayu gergajian di pelabuhan tujuan ekspor.

Di Propinsi Papua eksploitasi komersial kayu merbau meningkat secara drastis. Untuk merbau asal Indonesia volume ekspornya meningkat dari 50.000 meter kubik di tahun 1998 menjadi 660.000 meter kubik di tahun 2001, suatu peningkatan lebih dari sepuluh kali lipat dalam

E 4

E 5

Page 6: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

6

kurun waktu kurang dari 4 tahun.(5) Sejak Pemerintah Indonesia mengeluarkan larangan ekspor kayu bulat pada tahun 2001, ekspor resmi kayu bulat merbau telah menurun, namun penyelundupan yang marak dan masih terus berlangsung telah meningkatkan eksploitasi komersial merbau dalam skala besar dimana kini mencapai laju 300.000 meter3 per bulan.

Politik dan Kehutanan di Papua Baik sistem politik maupun sektor kehutanan di Propinsi Papua dilingkupi oleh ketidakpastian dan peraturan yang saling bertentangan. Meskipun kebingungan tersebut merupakan konsekuensi logis dari transisi Indonesia menuju sistem pemerintahan yang demokratis yang meliputi otonomi daerah yang lebih besar, kekacauan legislatif yang mengikutinya telah menciptakan wilayah abu-abu dimana bisnis penebangan liar tumbuh subur.

Tahun 2001 Pemerintah Indonesia mengeluarkan ketentuan otonomi khusus bagi Papua, termasuk di dalamnya pembentukan Majelis Rakyat Papua, pengakuan atas sistem penguasaan tanah adat, dan porsi pendapatan yang lebih besar dari eksploitasi sumberdaya alam – 80% dari kehutanan, pertambangan dan perikanan, dan 70% dari minyak dan gas.(6)

Akan tetapi, implementasi ketentuan otonomi khusus tersebut amat membingungkan dan kontroversial. Sampai sekarang Majelis Rakyat Papua, yang diposisikan sebagai suatu badan legislatif (upper legislative chamber), belum dibentuk, dan pada tahun 2003 pemerintah pusat berusaha menghidupkan kembali peraturan tahun 1999 yang akan memekarkan Papua menjadi 3 propinsi.

Di bulan Nopember 2004, Mahkamah Konstitusi Indonesia menjungkirbalikkan peraturan tahun 1999 dengan menyatakan bahwa peraturan tersebut tidak konstitusional, namun memutuskan bahwa karena propinsi baru Papua Barat sudah dibentuk maka propinsi tersebut tetap resmi, sehingga pada akhirnya Papua terbagi menjadi dua buah propinsi dan menunjukkan ketidakpastian hukum.(7)

Pengelolaan hutan di Papua tidak kalah kacaunya, dengan dikeluarkannya berbagai peraturan yang tumpang tindih dan saling bertentangan oleh pemerintah pusat, pemerintah propinsi di Jayapura dan pemerintah di tingkat kabupaten.

Pada tahun 1999, pemerintah pusat mengeluarkan Surat Keputusan yang mengijinkan pengalokasian konsesi kecil lokal seluas 100 hektar bagi kehutanan masyarakat. Hal ini menyebabkan terbentuknya sistem KOPERMAS (Koperasi Peran Serta

Masyarakat) di Papua, dimana masyarakat lokal bisa mendapatkan ijin untuk mengolah lahan adat mereka.

Menyusul banyaknya laporan tentang penyalahgunaan perijinan tersebut, SK tersebut ditarik kembali pada tahun 2002, namun validitas tindakan ini terbuka bagi berbagai interpretasi hukum. Saat ini terdapat lebih dari 300 KOPERMAS di seluruh Papua.

Bulan Oktober 2001, Departemen Kehutanan memberlakukan larangan ekspor kayu bulat dari Indonesia, yang mendorong Gubernur Papua untuk mengeluarkan Surat Keputusannya sendiri yang mengijinkan ekspor kayu bulat jenis merbau. Meskipun larangan ekspor tersebut memiliki preseden hukum yang jelas dan juga berlaku untuk Papua, tindakan Gubernur Papua tersebut menunjukkan adanya ketegangan antara Jakarta dan Jayapura tentang penguasaan sumberdaya alam. Hal yang sama, di tahun 2003, pemerintah propinsi mengeluarkan ijin penebangan bagi 3 juta meter kubik kayu, dua kali lipat lebih tinggi dari ketentuan yang disahkan Departemen Kehutanan di Jakarta.(8)

Sementara perselisihan hukum ini menciptakan kebingungan, aksi penebangan di seluruh Papua telah meningkat secara drastis. Karena tegakan komersial kayu di Sumatera dan Kalimantan semakin menipis, industri perkayuan yang rakus mengalihkan kegiatannya ke wilayah timur, yaitu Papua, yang memiliki hutan alam dunia yang masih tersisa. Antara tahun 1989 dan 1997, Departemen Kehutanan mengeluarkan 40 ijin HPH di Papua. Pada tahun 1991, jatah tebangan tahunan di propinsi ini adalah 732.000 meter kubik, namun sampai tahun 1998 angka tersebut telah membengkak menjadi 2,3 juta meter kubik.(9)

Sampai tahun 2002, Departemen Kehutanan telah mengeluarkan 54 ijin HPH, meliputi daerah seluas 13 juta hektar, hampir sepertiga luas daratan Papua. Banyak dari HPH-HPH ini terkait dengan konglomerasi kehutanan terbesar Indonesia, seperti Djajanti Group yang menguasai lebih dari dua juta hektar lahan di Papua, serta yayasan milik militer seperti perusahaan penebangan Hanurata.(10) Dengan perkembangan HPH dan konsesi KOPERMAS di Papua, hutan alam propinsi tersebut sedang mengalami eksploitasi dalam skala yang belum pernah terjadi dan secara tidak lestari.

E 6

Page 7: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

7

Penebangan Liar di Papua – Modus Operandi Akibat dari letaknya yang terpencil, ketidakpastian hukum dan sumberdaya alam yang berlimpah dalam wujud hutan, Papua dengan cepat menjadi sasaran utama penebangan liar di Indonesia. Departemen Kehutanan memperkirakan bahwa lebih dari 7 juta meter kubik kayu diselundupkan keluar Papua setiap tahunnya, setara dengan 70% dari total volume kayu yang diangkut keluar Indonesia secara ilegal setiap tahunnya.(11) Lokasi-lokasi utama penebangan liar adalah Sorong, Manokwari, Fak Fak, Nabire, dan Serui. Sedikitnya 300.000 meter kubik kayu bulat merbau diselundupkan keluar Papua setiap bulannya.

Karakteristik-karakteristik kunci penebangan liar di Papua meliputi eksploitasi hutan lewat sistem KOPERMAS, keterlibatan pihak militer, kepolisian dan petugas kehutanan, sindikat penyelundupan internasional yang terkoordinasi dengan baik, dan lemahnya penegakan hukum.

Subversi terhadap Hak Kelola Masyarakat Meskipun tujuan dari pembentukan KOPERMAS adalah baik, yaitu memungkinkan masyarakat mendapatkan manfaat dari penebangan skala kecil yang dilokalisir, sistem ini telah disalahgunakan oleh kepentingan bisnis untuk mendapatkan kayu murah.

Metode yang lazim digunakan adalah para makelar, yang biasa disebut bapak angkat, menghubungi masyarakat yang memiliki banyak pohon merbau di lahannya. Sering kali para makelar ini adalah anggota militer atau pegawai negeri lainnya. Masyarakat pemilik kayu kemudian diundang ke kota terdekat, disuguhi hiburan dan dibujuk untuk menandatangani suatu kerja sama. Kerja sama tersebut umumnya meliputi harga yang ditetapkan untuk kayunya, ditambah janji akan diberi hadiah bagi masyarakat – umumnya berupa gereja baru atau generator mesin speedboat.

Tak lama setelah penandatanganan kesepakatan kerja sama, serombongan penebang mendatangi lahan dimaksud, menebangi pohon merbau yang ada dan memuat kayunya ke atas tongkang-tongkang atau kapal, lalu pemilik lahan menerima pembayaran yang tidak seberapa. Tindakan para makelar ini mengakibatkan munculnya konflik di tengah masyarakat, yang seringkali merasa tidak berdaya dalam menghadapi para makelar.

Contoh-contoh eksploitasi seperti itu amat banyak. Pada salah satu kasus, sekelompok masyarakat di daerah Sorong, Papua Barat, dijanjikan pembayaran senilai Rp100 juta ($10.920) untuk 3.000 meter kubik kayu merbau,

namun mereka hanya menerima Rp25 juta ($2.750) ditambah beberapa karung beras dan mie instan. Di daerah lain di dekat Sorong, pihak EIA/Telapak bertemu dengan masyarakat yang harus rela menerima pembayaran Rp100.000 ($11) per meter kubik kayu merbau di bawah tekanan personil militer.

Kepulauan Raja Ampat di ujung barat Papua mengalami dampak dari aksi penebangan KOPERMAS, meskipun daerah tersebut telah dinyatakan sebagai kawasan lindung. Dari 120 ijin KOPERMAS yang dikeluarkan untuk daerah Sorong sampai awal tahun 2003, lebih dari 40%-nya terletak di Raja Ampat. Kepulauan ini hanya dihuni oleh 7.500 orang, dan aksi penebangan dilakukan lewat kerja sama antara pihak pengusaha dan pejabat setempat.

Pada tahun 2002 sekelompok masyarakat lokal di pulau Salawati mendapat 4 buah ijin konsesi 100 hektar KOPERMAS untuk menggalang dana bagi pembangunan gereja baru. Kesepakatan dicapai dengan perusahaan PT Wahana Papua dengan bayaran sebesar Rp30.000 ($3,5) per meter kubik kayu merbau. Pihak perusahaan akhirnya menebang 14.000 meter kubik dan melakukan penebangan di luar daerah konsesi KOPERMAS. Dalam pembayarannya, masyarakat menerima Rp60 juta ($6.500) uang tunai, beberapa mesin speedboat dan sebuah gereja senilai Rp150 juta ($15.500). Pihak perusahaan berhasil mendapatkan kayu senilai hampir 3 juta dollar di pasar internasional dengan hanya mengeluarkan modal sebesar $22.000.

Penebangan liar di Papua juga meliputi praktek-praktek berikut: penebangan di kawasan lindung, misalnya di cagar alam Raja Ampat; perusahaan pemegang HPH melakukan penebangan di luar daerah konsesinya; serta perusahaan meng-subkontrak-kan HPHnya kepada pihak ketiga secara ilegal.

Keterlibatan Pihak Berwenang Perusahaan yang terlibat dalam pencurian kayu di Papua mendapat dukungan personil militer, kepolisian dan dinas kehutanan dalam setiap tahapan aksinya selama uang suap yang diminta dapat dipenuhi pihak perusahaan.

Pihak militer di Papua terlibat dalam setiap aspek penebangan liar. Beberapa HPH di sana terkait dengan berbagai yayasan milik militer, terutama perusahaan Hanurata, yang menguasai 5 HPH di Papua dan memiliki kantor pusat di Jayapura dengan sepasukan prajurit dari tim khusus Angkatan Darat.

Oknum personil militer sering kali direkrut perusahaan untuk menjamin pengamanan dan kelancaran kegiatan penebangan. Salah satu pedagang kayu di Jakarta memberitahu pihak

E 7

E 8

Page 8: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

8

EIA/Telapak bahwa 30 prajurit ada dalam daftar pembayaran perusahaannya untuk mengamankan konsesi ilegalnya. Pihak militer juga dimanfaatkan untuk mengintimidasi masyarakat lokal yang menentang kegiatan penebangan di atas tanah mereka. Sebuah laporan yang diterbitkan pengamat HAM mendokumentasikan aksi-aksi pelanggaran yang terkait dengan operasi penebangan yang dilakukan oknum militer yang bermarkas di dekat Jayapura. Pelanggaran tersebut meliputi intimidasi, penganiayaan dan pemerkosaan.(12)

Angkatan Laut yang beroperasi di perairan timur Indonesia mendapatkan pujian atas keberhasilannya menangkap sejumlah kapal yang memuat kayu liar dari Papua. Namun, aksi penangkapan tersebut sering kali dilakukan jika pemilik kayu tidak membayar uang keamanan sebesar yang diminta oknum Angkatan Laut. Pemilik kayu harus membayar biaya tambahan untuk membebaskan kapalnya. Oknum Angkatan Laut juga sering dibayar oleh raja kayu yang kaya untuk mengganggu kegiatan penyelundupan pesaingnya.

Selain pihak militer, oknum dinas kehutanan dan kepolisian juga terlibat dalam aksi penebangan liar. Pada bulan Januari 2002 diketahui ada 4 buah kapal mengangkut kayu merbau ilegal di dekat Sorong, namun hanya satu yang ditangkap. Penyelidikan atas kasus tersebut menunjukkan bahwa pihak kepolisian dan dinas kehutanan berperan serta dalam lepasnya kapal-kapal yang lain beserta muatan mereka.

Kapal berbendera Panama MV Africa ditangkap oleh Airud membawa 12.000 meter kubik kayu bulat merbau, dan kasusnya dilimpahkan ke Kepolisian Sorong untuk ditindaklanjuti. Namun, kapal dan muatan haramnya kemudian menghilang. Menyusul keluhan dari seorang pengusaha kayu setempat yang mengatakan bahwa oknum kepolisian telah menyita kayu miliknya untuk menutupi kejahatan mereka, kasus ini dibuka kembali dan mengakibatkan 5 orang polisi ditangkap di bulan Desember 2004, termasuk diantaranya mantan Kepala Kepolisian Sorong. Salah satu dari anggota kepolisian yang ditangkap menyatakan bahwa mereka diinstruksikan untuk melepas kapal tersebut setelah seorang pejabat tinggi kepolisian propinsi menerima suap sebesar Rp700 juta ($75.000).(13)

Kapal lain yang ditangkap dalam operasi tersebut adalah MV Sukaria, yang didapati mengangkut kayu bulat tanpa SKSHH. Di bulan Mei 2002, polisi membebaskan kapal tersebut setelah pejabat kehutanan setempat menyatakan bahwa tidak ada kasus yang harus ditindaklanjuti karena ketiadaan SKSHH tersebut diakibatkan oleh habisnya formulir kosong di dinas kehutanan. Kayu yang dimuat di kapal tersebut

berasal dari KOPERMAS di Pulau Waigeo dan terkait dengan kantor Bupati Sorong, yang sekretarisnya telah menjamin biaya pembuatan konsesi skala kecil. Uang sebesar Rp150 juta ($16.000) dibayarkan kepada dinas kehutanan untuk membebaskan kapal tersebut. (14)

Pejabat di dinas kehutanan kabupaten di Sorong juga terlibat dalam perubahan tanpa ijin batas cagar alam di Kepulauan Raja Ampat untuk memfasilitasi akses ke tegakan merbau.

Skala penebangan penyelundupan kayu liar yang besar yang terjadi di Papua tidak mungkin terjadi tanpa keterlibatan para pejabat yang korup. Seorang pedagang kayu merbau yang telah memiliki banyak pengalaman di Hong Kong memberitahu pihak EIA/Telapak yang menyamar bahwa besar uang suap yang dibayar untuk mengamankan pengiriman kayu merbau liar dari Papua rata-rata mencapai $200.000. Uang suap tersebut diterima oleh para oknum di Angkatan Darat, Angkatan Laut, Kepolisian dan Dinas Kehutanan.

Sindikat Internasional Penebangan dan penyelundupan kayu bulat merbau di Papua didalangi oleh sindikat kejahatan internasional yang terorganisir dengan rapi. Hasilnya, keuntungan yang amat besar dari perdagangan liar ini terakumulasi di bank-bank di Singapura dan Hong Kong, sementara masyarakat penghuni hutan di Papua hanya menerima sedikit sekali dan harus menanggung kerugian yang terjadi.

Jika saja sistem KOPERMAS dilaksanakan dengan benar, masyarakat bisa mendapatkan manfaat dari penebangan merbau yang berkelanjutan. Dalam kenyataannya, KOPERMAS telah bertindak sebagai penyumbang jutaan dolar bagi organisasi kejahatan lewat over-eksploitasi kayu merbau. Manfaat yang dinikmati masyarakat Papua sangatlah tidak berarti dan jauh sekali dibandingkan dengan biaya dan beban yang harus mereka tanggung.

Pelaku kunci dalam sindikat penyelundupan merbau ini berasal dari sejumlah negara di Asia. Di Jakarta, terdapat banyak pedagang kayu yang menawarkan kayu merbau liar, dan juga pelaku lainnya yang dapat menjamin kelancaran pengiriman kayu liar tersebut dengan biaya sekitar $50 per meter kubik.

Di Papua sendiri, sejumlah perusahaan dan pengusaha asal Malaysia yang terkait langsung dengan kegiatan penebangan menggunakan peralatan berat yang diangkut dari Papua New Guinea dan Sarawak.

Berbagai perusahaan di Singapura bertindak sebagai makelar penting dalam perdagangan ini

E 9

Page 9: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

9

– yang menyewakan kapal pengangkut dan tongkang untuk mengangkut muatan haram tersebut dan menghubungkan penjual merbau di Papua dengan para pembeli di India. Sebagian besar transaksi keuangan dalam perdagangan merbau ini dilakukan oleh bank-bank Singapura, termasuk pembukaan LC antara pembeli dan pemasok.

Para pedagang di Hong Kong bertindak sebagai jembatan penting ke daratan China, yang mengamankan pasokan kayu di Papua dan menghubungkan para pembeli dari daerah Shanghai dan Propinsi Guangzhou.

Metode Penyelundupan Kelompok kriminal yang mengatur perdagangan merbau dari Papua menggunakan berbagai cara untuk menghindari hukum. Metode yang paling mudah adalah menyuap pihak yang berwewenang, namun hal ini akan mengurangi margin keuntungannya. Cara ini juga hanya terbuka bagi sebagian pelaku, karena para pemain kunci yang memiliki hubungan erat dengan militer pelindungnya akan mengambil tindakan untuk mengenyahkan pemain baru yang tidak memiliki kontak dan pengaruh seperti mereka.

Jika suap bukanlah opsi yang layak dilakukan, ada beberapa metode penyelundupan lain yang digunakan:

• Mengibarkan bendera palsu di atas kapal: Tahun 2003 Pemerintah Indonesia melarang kapal kargo berbendera asing untuk mengangkut kayu di perairan Indonesia. Metode ini pernah digunakan oleh kapal Bravery Falcon (lihat Boks tentang Kasus Bravery Falcon) (15)

• Tongkang: Karena kapal kargo lebih mudah ditangkap, para penyelundup menggunakan tongkang baja, termasuk tongkang batubara yang mampu mengangkut sampai 5.000 meter kubik kayu bulat. Pihak intelijen mengungkapkan bahwa tongkang-tongkang ini berlayar ke Labuan di Malaysia atau Davao dan Mati di Filipina bagian selatan. Begitu melewati batas perairan Indonesia kayu-kayu bulat liar tersebut dipindahkan ke kapal kargo yang lebih besar dan diangkut ke China dan India.(16) Sumber-sumber di kalangan industri juga menyatakan bahwa tongkang-tongkang bermuatan kayu bulat merbau juga ada yang berlayar dari Papua langsung menuju China.

• Dokumen palsu: Pengangkutan seluruh jenis kayu membutuhkan dokumen SKSHH. Karena pengangkutan kayu bulat merbau ke luar Indonesia secara tegas adalah tindakan pelanggaran hukum, maka para penyelundup sering kali menggunakan dokumen SKSHH

palsu yang menyatakan bahwa kayu merbau tersebut diperuntukan bagi sawmill-sawmill di Indonesia sendiri. Dokumen SKSHH palsu pernah digunakan oleh kapal Surabaya Express(17) dan Bravely Falcon(18) (lihat Daftar Kasus Merbau 2001-2004 dan Boks tentang Kasus Bravery Falcon).

• Keterangan di bawah yang sebenarnya (underdeclaring): Kapal digunakan untuk mengangkut melebihi 30% kayu bulat yang dicantumkan dalam daftar pengangkutan barang dan dokumen pengapalan.

• Dokumen dari negara tetangga, yaitu Papua New Guinea. Dokumen dari negara tetangga Papua New Guinea, yang tidak menerapkan larangan ekspor kayu bulat digunakan untuk menutupi asal-usul kayu merbau yang dikirim, yang sesungguhnya berasal dari Indonesia.(19) Terdapat laporan-laporan yang menyebutkan kapal-kapal kargo bermuatan kayu bulat merbau dari Papua berlabuh di pelabuhan-pelabuhan di Papua New Guinea untuk menambah muatan dan mendapatkan dokumen.(20)

Upaya Penegakan Hukum

Serangkaian penangkapan atas kayu bulat merbau ilegal, baik di darat maupun di laut, menunjukkan upaya-upaya keras individu-individu penegak hukum untuk menghentikan aliran kayu ilegal dari Papua. Namun dalam kenyataannya masih banyak pengiriman kayu ilegal yang lolos sampai ke tempat tujuannya, karena dibantu oleh lembaga penegakan hukum dan pengadilan yang korup. Dengan kenyataan bahwa jarangnya keberhasilan dalam operasi penangkapan, ternyata upaya membawa para dalangnya ke meja hijau bahkan lebih jarang lagi.

Menurut analisa yang dilakukan Conservation International (CI), pihak Kepolisian Papua hanya berhasil mencegat 3% dari pengiriman kayu ilegal. Delapan puluh persen (80%) dari kasus-kasus ini tidak berakhir dengan jatuhnya denda, dan hanya sedikit kasus yang melibatkan denda; denda yang dijatuhkan pun jumlahnya tidak berarti, yaitu kurang dari $1.000. Analisa tersebut mendapati bahwa berdasarkan keuntungan rata-rata sebesar $100.000 untuk kegiatan penebangan liar, ancaman denda hanya mencapai $7, yang berarti bahwa besar insentif untuk melakukan penebangan liar mencapai 14.000 lebih besar dari pada dis-insentif/resikonya. Bahkan apabila biaya kayu liar yang disita ikut diperhitungkan, besar insentifnya masih 1.000 kali lebih besar daripada disinsentifnya.(21) Menjadi jelas bahwa rendahnya resiko mengalami penangkapan dan

E 10

E 11

Page 10: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

10

diadili merupakan faktor utama yang mendorong maraknya aksi penebangan liar di Papua.

Pencegahan yang efektif juga menghadapi kendala kurangnya sumberdaya yang diberikan kepada lembaga penegakan hukum, yang hanya memiliki tiga orang penyidik sipil terlatih yang ditugaskan Departemen Kehutanan untuk seluruh Propinsi Papua.

Secara keseluruhan, tingkat penangkapan hanya merupakan sebagian kecil dari total volume kayu merbau liar yang diangkut dari Papua. Antara tahun 2001 dan 2003 pihak kepolisian Papua melaporkan 19 kasus penebangan liar, yang meliputi penangkapan sekitar 100.000 meter kubik kayu bulat merbau, 250 unit peralatan berat untuk menebang pohon, dan penyebutan nama 68 tersangka yang 42 diantaranya merupakan warga negara Malaysia. Dari seluruh jumlah ini, hanya tiga kasus yang dideteksi terjadi di Bintuni dan Nabire selama kuartal pertama tahun 2003, yang melibatkan 76.000 meter kubik kayu bulat dan 142 unit mesin.(22) Berdasarkan perkiraan yang dapat diandalkan tentang adanya pengiriman 300.000 meter kubik kayu bulat merbau yang meninggalkan Papua setiap bulannya, maka tingkat penangkapan yang terjadi tersebut nyaris tidak berarti. Selama tiga tahun, pihak kepolisian hanya berhasil menangkap pengiriman kayu bulat yang jumlahnya setara dengan kisaran jumlah kayu yang diangkut dari Papua dalam 10 hari.

Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja penegakan hukum di Papua mengalami kendala dari faktor-faktor berikut, terutama: peraturan-peraturan yang menimbulkan kebingungan; kurangnya kerja sama antara berbagai lembaga penegakan hukum; ketidakefektifan kerja sama berbagai lembaga di tingkat nasional, propinsi mau pun regional; dan sumberdaya manusia dan keuangan yang tidak memadai; serta korupsi.

Pada tahun 2003, Gubernur Papua mengeluarkan suatu keputusan tentang pembentukan sebuah tim terpadu untuk menghentikan dan memberantas penebangan liar di Papua, yang melibatkan lembaga-lembaga kunci seperti Kepolisian, Angkatan Darat, Angkatan Laut, Dinas Kehutanan, Kejaksaan, dan perwakilan masyarakat.(23) Tindakan seperti itu amat penting untuk meningkatkan koordinasi, namun pembentukan tim seperti itu sendiri masih belum cukup untuk menyelesaikan masalah ini tanpa adanya sumberdaya yang memadai dan komitmen yang jelas untuk menangkap cukong-cukong kayu utama yang bermain di Papua.

Sementara itu, pengrusakan hutan di Papua masih terus berlangsung. Mengenai situasi ini, Jhon Poly Menanti dari Forum Komunikasi Generasi Papua mengatakan, ”Hutan kami dirusak dan dijarah. Namun, sebagai pemilik asli tanah ini kami tidak menerima satu dolar

pun dari itu. Sebaliknya, penebangan liar telah menghancurkan sumber kehidupan masyarakat adat yang menggantungkan hidupnya dari hutan dan keanekaragaman hayatinya."(24)

(c) SC

TV

(c) SC

TV

Nov 2002

Jan 2004

Des 2003

Jan 2002

Feb 2003

E 12

Page 11: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

11

Kasus-Kasus Besar Penebangan Liar Merbau, 2001-2004 Nopember 2004 Kepolisian Papua menangkap kapal kargo MV Fitria Perdana untuk yang kedua kalinya. Kapal ini didapati mengangkut 5.000 meter kubik kayu merbau dan dalam perjalanan menuju Pulau Biak.(29)

Nopember 2004 Kepolisian Papua menangkap 4.000 meter kubik kayu bulat merbau liar dan menahan kapal kargo berbendera Malaysia KM Godri II. Kapal tersebut didapati mengangkut peralatan berat untuk menebang untuk dua perusahaan, yaitu PT Duta Jaya Perkasa dan PT Papua Limbah Mewah, yang akan melakukan operasi penebangan di Takar, Jayapura.(30)

Agustus 2004 Kapal kargo berbendera Kroasia MV Mirna Rijeka yang memuat 16.000 meter kubik kayu merbau liar berhasil dicegat Angkatan Laut di Laut Arufuru dalam perjalanannya menuju Likupan, Manado. Diketahui bahwa agen kapal tersebut adalah PT Alamanda Mitra Setia di Jayapura. Di bulan yang sama, Angkatan Laut juga menahan kapal kargo berbendera Singapura MV Heng Li di Manokwari.(31)

Januari 2004 Angkatan Laut menahan dua kapal berbendera Indonesia KM Fitria Perdana dan KM Semangat Lestari yang didapati sedang mengangkut 1.268 kayu bulat merbau di dekat Pulau Aru, Maluku.(32)

Januari 2004 Kepolisian Bintuni menangkap 15 warga negara Malaysia karena melakukan penebangan liar, dan menahan 10.000 meter kubik kayu bulat merbau dan peralatan berat yang didatangkan dari Malaysia.(33)

Desember 2003 Kapal kargo berbendera Mongolia MV Bravery Falcon ditangkap Angkatan Laut Indonesia saat sedang memuat lebih dari 17.000 meter kubik kayu bulat merbau ilegal di Pulau Daram, sebelah barat Sorong (lihat Boks tentang Kasus Bravery Falcon)

Desember 2003 Kepolisian menangkap dua orang pegawai PT Sri Mewah Maju Jaya, dan menahan kapal tunda (tugboat) dan tongkang bermuatan 9.000 meter kubik kayu bulat merbau di Sungai Tami di Desa Womba, Kabupaten Aifat, Sorong.(34)

Oktober 2003 Menurut laporan, kapal kargo MV Irawati memuat 10.000 meter kubik kayu bulat merbau di Papua dan berlayar menuju Singapura.(35)

September 2003 Menurut laporan yang diterima EIA, kapal kargo MV Lok Prakash yang memuat 9.000 meter kubik kayu bulat merbau berlayar dari Papua menuju pelabuhan Zhangjiagang di China.

Februari 2003 Pihak EIA/Telapak menemukan 2.700 meter kubik kayu bulat merbau sedang menunggu pemuatan di sebuah logpond di Srer, Kabupaten Seremuk.(36)

Januari 2003 Kepolisian Papua melakukan penyergapan di Merdey, Kabupaten Manokwari, menangkap 9 orang penebang liar berkebangsaan Malaysia yang bermukim di kawasan hutan tersebut dan menyita 16.000 meter kubik kayu bulat merbau.(37)

Desember 2002 Angkatan Laut Indonesia mencegat kapal kargo MV Niaga 56 di perairan Pulau Selayar, Sulawesi Selatan. Kapal yang dimiliki PT Pann Multi Finance tersebut didapati memuat 1.094 meter kubik kayu bulat merbau.(38)

Nopember 2002 Angkatan Laut Indonesia menangkap 5.000 meter kubik kayu bulat merbau liar di atas kapal Surabaya Express di lepas perairan Pulau Madura. Kayu-kayu tersebut berasal dari Serui, Papua Barat.(39)

September 2002 Pusat Informasi Kehutanan melaporkan penangkapan 3.500 meter kubik kayu merbau dan 17 unit peralatan berat di Desa Kalobo, Kecamatan Samate, Sorong.(40)

April 2002 Sekelompok penebang menyiapkan pengiriman lebih dari 5.000 meter kubik kayu merbau dari Cagar Alam Salawati yang akan dikirim ke Malaysia.(41)

Januari 2002 Kapal kargo MV Africa yang memuat sekitar 5.000 meter kubik kayu langsung dibebaskan. Kapal kargo MV Everwise, yang menurut laporan memuat sekitar 7.300 meter kubik kayu, melarikan diri dan akhirnya berhasil ditangkap di China selatan atas permintaan pemerintah Indonesia, namun kemudian dibebaskan. Kapal kargo MV Sukaria, yang memuat 1.500 meter kubik kayu bulat merbau juga dibebaskan. Kapal kargo Asean Premier, yang memuat 3.000 meter kubik kayu bulat merbau, ditahan di pelabuhan Sorong.(42)

Desember 2001: Sebuah ornop lokal menemukan dua buah kapal kargo berbendera Panama, yaitu MV Millennium Dragon dan MV Huadi, meninggalkan Sorong pada tanggal 16 Desember, mengangkut 20.000 metrik ton kayu bulat merbau.(43)

Nopember 2001: Kepolisian pabean di Batam, Riau, mendeteksi keberadaan 2.500 ton (350 kayu bulat) merbau dari Papua di atas kapal yang akan menuju Port Klang, Malaysia.(44)

E 14

Page 12: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

12

Boks: Kasus Bravery Falcon Tanggal 9 Desember 2003, kapal kargo berbendera Mongolia Bravery Falcon ditangkap Angkatan Laut Indonesia saat hampir selesai melakukan pemuatan kayu bulat merbau di dekat Pulau Daram, di lepas pantai pesisir barat Propinsi Papua. Kapal tersebut dibawa ke Tanjung Priok, Jakarta, di bawah pengawalan Angkatan Laut. Kapten kapal yang berkebangsaan Vietnam dan para awak kapalnya ditahan sambil menunggu saat diinterogasi.

Banyaknya muatan kayu yang diangkut, yaitu lebih dari 17.000 meter kubik kayu bulat merbau, membuat kasus ini menjadi penting, dan informasi yang didapat selama penyelidikan selanjutnya memberikan gambaran yang mengejutkan tentang metode yang digunakan untuk mengapalkan kayu liar dari Papua.

Menurut pengakuan kapten dan kepala administrasi kapal tersebut, Bravery Falcon disewa pada tanggal 26 Nopember oleh sebuah perusahaan Singapura E-Maritime dan diperintahkan untuk berlayar langsung menuju Pulau Daram, dengan tujuan akhirnya akan diberitahu kemudian setelah pemuatan selesai.

Saat berada tiga mil dari Pulau Daram pada tanggal 2 Desember, kapal tersebut mendapat tambahan penumpang seorang agen berkebangsaan Indonesia dan sekelompok pekerja dan tiga orang pemeriksa kayu. Selama satu minggu berikutnya, 8 buah tongkang baja merapat ke sisi kapal, dan para pekerja dari Indonesia tersebut sibuk memindahkan muatan kayu bulat ke atas kapal dengan menggunakan crane kapal. Saat pemuatan dilakukan, agen berkebangsaan Indonesia tersebut memberikan sehelai bendera Indonesia dan penyewa dari Singapura memanggil kapten kapal dan memerintahkan untuk mengibarkan bendera Indonesia tersebut.

Saat ditangkap, sang agen menunjukkan dokumen SKSHH kepada pihak Angkatan Laut dan mengatakan bahwa mereka telah mendapatkan ijin untuk mengangkut 2.800 meter kubik kayu meranti ke sebuah perusahaan bernama CV Kalang Group di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Ijin tersebut dikeluarkan

oleh Dinas Kehutanan Sorong, dan biayanya telah dibayarkan oleh PT Hasrat Wira Mandiri, sebuah perusahaan pemegang konsesi hutan di Papua. Sang kapten menyatakan tidak tahu menahu atas dokumen SKSHH, dan mengatakan bahwa tujuan akhir mereka adalah China. Pada saat kapal tersebut tiba di Jakarta, sang agen telah menghilang dan meninggalkan sang kapten berkebangsaan Vietnam dan para awak kapal untuk menghadapi interogasi.

Tanggal 24 Nopember 2004 kapten kapal tersebut, Ngo Van Tuan, divonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas peranannya dalam usaha penyelundupan kayu bulat keluar Indonesia.

Namun, informasi yang melingkupi kasus ini menunjukkan bahwa kapten kapal tersebut dapat dikatakan hanya separuh bersalah, dia telah dijadikan kambing hitam sementara dalang sesungguhnya belum diselidiki. • Nama pengusaha asal Singapura, pihak E-

Maritime yang menyewa kapal tersebut telah dipublikasikan atas keterlibatannya dalam penyelundupan kayu.(45)

• Selama masa penahanan di Jakarta, perwakilan dari perusahaan Alamanda Mitra Setia mendatangi kapal membawa perbekalan bagi awak kapal. Perusahaan ini ternyata tercatat sebagai pemilik kayu bulat merbau liar yang ditangkap di atas kapal kargo berbendera Kroasia MV Mirna di lepas pantai Manokwari, Papua, pada bulan Agustus 2004 (lihat Boks tentang Ahi).(46)

• Sumber yang dekat dengan kasus ini menyatakan bahwa penangkapan tersebut dilakukan atas perintah salah satu raja kayu terbesar di Papua, dalam usahanya menjegal operasi penyelundupan pesaingnya.(47)

• Kayu-kayu yang dimuat kapal MV Bravery Falcon dilelang di Surabaya pada bulan Juni 2004. Kayu-kayu tersebut dibeli oleh perusahaan Tri Tulus dengan harga Rp450.000 ($50) per meter kubik, dan langsung dijual dengan harga Rp1,2 juta ($130) per meter kubik.

E 15

Page 13: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

13

Boks: Intimidasi Militer terhadap Masyarakat Knasaimos Bulan Februari 2003, pihak EIA/Telapak mengunjungi Seremuk, sebuah daerah terpencil di selatan kota pelabuhan Sorong, untuk menyelidiki dugaan penebangan liar kayu merbau di tanah adat masyarakat Knasaimos. Di Seremuk, masyarakat Knasaimos terbagi ke dalam 4 sub-suku bangsa, dengan 52 kelompok keluarga yang menghuni 17 desa. Mereka hidup secara tradisional, dan menggantungkan hidup mereka dari hutan dan sungai (bertani, menangkap ikan dan berburu).

Pembicaraan dengan pemimpin masyarakat ini mengungkapkan bagaimana di tahun 2001 seorang Kapten Polisi Militer bernama Kaspar Ohoiwirin, yang bermarkas di Sorong, datang – dengan seragam dan senjata lengkap – membujuk penghuni desa menandatangani kesepakatan kerja sama untuk menebang pohon merbau di tanah mereka. Kapten tersebut dengan cepat berhasil mendapatkan persetujuan dari salah satu anggota keluarga setempat, dan tak lama kemudian datanglah sebuah tongkang dengan berbagai peralatan berat dan kegiatan penebangan dimulai. Saat EIA/Telapak tiba di daerah tersebut, Kaspar didapati telah memulai penebangan di tiga daerah, yaitu Tofot, Sayal dan Srer.

EIA/Telapak menyaksikan timbunan sekitar 2.700 meter kubik kayu bulat merbau di Srer, menanti kedatangan tongkang dari pembeli Malaysia. Masyarakat setempat hanya mendapatkan pembayaran sebesar Rp100.000 ($11) untuk setiap meter kubik kayu merbau. Kegiatan penebangan tersebut berlangsung di luar kehendak mayoritas masyarakat Knasaimos, dan jelas ilegal, meskipun ada kesepakatan, karena tidak ada ijin penebangan yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan Sorong.

Dokumen-dokumen yang berhasil dilihat EIA/Telapak menunjukkan bahwa Kaspar bekerja mewakili perusahaan Rimbunan Hijau Jaya, yang memiliki hubungan dengan konglomerasi perkayuan Malaysia Rimbunan Hijau. Pada bulan Maret 2003, EIA/Telapak melaporkan temuan mereka kepada Departemen Kehutanan di Jakarta, yang lalu mengangkat kasus ini kepada Panglima TNI saat itu, yaitu Jenderal Endriartono Sutarto. Meskipun di bulan Januari 2003 Jenderal Endriartono telah melakukan tindakan keras terhadap personil militer yang terlibat dalam aksi penebangan liar, Kaspar dibiarkan melanjutkan kegiatan penebangan dan intimidasinya terhadap masyarakat Knasaimos.(48)

Seorang tokoh masyarakat menjelaskan, “Ya, saya dapat mengatakan bahwa investor asing di Sorong didukung oleh pihak militer. Jelas terlihat bahwa pihak militer berada di belakang mereka

di Papua ini, karena kita lihat bahwa Pak Kaspar adalah Wadanpom di Sorong, dan dia berada di belakang bisnis ini. Inilah yang dapat kita lihat di lapangan, pihak militer berada di belakang kegiatan ini.”

Pada bulan Maret 2004, reporter dari stasiun televisi Indonesia mengunjungi Seremuk untuk mencari tahu fakta terbaru mengenai kegiatan Kaspar ini. Para reporter ini menemukan kegiatan penebangan di daerah Mlaswat, Seremuk, yang dilakukan perusahaan Papua Silva Lestari. Operator lapangan di lokasi penebangan memberikan konfirmasi bahwa perusahaan tersebut memang benar adalah kedok dari kegiatan perusahaan Rimbunan Hijau. Seorang tetua desa memberitahu bahwa perusahaan tersebut telah menebang 5.000 meter kubik kayu merbau dari lokasi dan hanya membayar masyarakat desa sebesar Rp7 juta ($765), dan bukan Rp125 juta ($13.650) seperti yang dijanjikan.

Para reporter tersebut juga menelusuri jejak Kaspar dan mendapati bahwa ia masih terlibat dalam kegiatan penebangan. Kepala Desa setempat mengatakan, “Pak Kaspar tampak seperti pelindung perusahaan. Sedangkan, kami cuma masyarakat biasa. Di bawah intimidasi, kami tidak punya pilihan lain. Hanya Pak Kaspar yang dapat mengambil kayu dengan harga Rp100.000 yang kami terima sekarang, meskipun kami tidak menyukainya.”(49)

(c) SCTV

E 16

Page 14: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

14

Sindikat Penyelundupan Kayu Internasional Penelitian EIA/Telapak terhadap penyelundupan kayu bulat merbau yang masif dari Papua mengungkapkan keterlibatan beberapa sindikat internasional yang terintegrasi, yang beroperasi di wilayah Papua, Jakarta, Malaysia, Singapura, Hong Kong dengan tujuan akhir China dan India.

Hasil analisa menegaskan bahwa tiap komponen dari sindikat tersebut memainkan sebuah peranan yang penting – dari bos di Jakarta yang bertugas ‘mengamankan’ pengiriman dan kelompok penebang asal Malaysia di Papua, sampai perusahaan pengapalan Singapura yang mengatur pengiriman kayu serta pedagang Hong Kong yang menjual sejumlah besar kayu merbau ke perusahaan-perusahaan di daratan China. Ada beberapa sindikat besar yang bermain, dan sering kali di antara mereka sendiri terjadi persaingan untuk mengamankan pasokan dan menjalin kontak berpengaruh dengan instansi-instansi penegak hukum.

Skala perdagangan kayu bulat merbau liar jelas terlihat dari buletin perdagangan kayu di internet. Hanya dalam waktu sebulan di pertengahan tahun 2004, EIA/Telapak mendapati 25 permintaan kayu bulat merbau Indonesia pada satu situs perdagangan kayu. Surat-surat dari calon pembeli menunjukkan bahwa permintaan kayu bulat merbau dapat mencapai 115.000 meter kubik setiap bulannya, sementara penawaran mencapai 118.000 meter kubik sebulannya. Secara keseluruhan, jumlah yang ditawarkan setara dengan pasokan tahunan sejumlah satu setengah juta meter kubik kayu bulat merbau yang seluruhnya ilegal menurut ketentuan larangan ekspor kayu bulat yang diberlakukan negara Indonesia. Seluruh perusahaan yang mencari kayu merbau berdomisili di China atau di India.

Indonesia: Makelar dan Penyedia Jasa Keamanan Kegiatan penebangan liar di Papua sering kali dikuasai oleh para pedagang di Jakarta dan Surabaya – dua kota yang menjadi pelabuhan dan pusat perdagangan kayu utama di pulau Jawa. Para pedagang ini umumnya memiliki kaitan dengan perwira senior militer dan berbagai lembaga penegak hukum lainnya untuk memuluskan akses keluar bagi muatan ilegal tersebut, dan umumnya juga memiliki hubungan dengan pembeli dari luar negeri.

Banyak tawaran kayu bulat merbau yang dapat ditemukan di internet yang ditelusuri oleh EIA/Telapak datang dari para pedagang di pulau Jawa. Berpura-pura sebagai perwakilan dari

sebuah perusahaan, EIA/Telapak menghubungi beberapa dari pedagang-pedagang kayu ini di bulan September 2004, dan mendapati bahwa meskipun pada awalnya mereka menaruh kecurigaan, hampir seluruh pedagang yang dihubungi memiliki persediaan kayu merbau dan amat berminat untuk mengadakan transaksi, meskipun tidak ada jaminan atas keamanan pengiriman dan sebagian besar dari mereka lebih suka mengadakan transaksi secara FOB, yang berarti mereka tidak bertanggung jawab atas pengirimannya.

Perusahaan Sinar Remaja di Jakarta mengiklankan dirinya sebagai pedagang khusus kayu bulat. Permintaan dari pihak EIA/Telapak dijawab oleh seseorang bernama Slamet Adisubroto. Pada awalnya, ia mengatakan bahwa ekspor kayu bulat merbau dari Papua adalah ilegal, namun kemudian meminta rincian jumlah kayu yang ingin dipesan. Lalu ia menjawab bahwa ia mengetahui tentang penyedia kayu bulat merbau yang ada di Jayapura, dan meminta pihak EIA/Telapak untuk menghubungi rekannya di Surabaya yang bernama Latif. Saat dihubungi, Pak Latif ini pada awalnya mengatakan bahwa ia tidak dapat mengekspor kayu bulat tersebut karena tidak memiliki dokumen-dokumen yang dibutuhkan, dan bertanya apakah kapal yang akan digunakan untuk mengangkut kayu-kayu tersebut kapal Indonesia atau kapal asing. Beberapa hari kemudian ia memberikan detil-detil kontak kepada seseorang bernama Ruslan, yang bertempat di Sorong, Papua, dan menjelaskan bahwa Pak Ruslan ini memiliki 12.000 meter kubik kayu bulat merbau yang siap diekspor.

PT Cipta Kayumas Abadi di Surabaya didapati menawarkan kayu bulat merbau untuk ekspor dari Sorong di bulan Juni 2004. Bulan September 2004, pihak EIA/Telapak menghubungi perusahaan tersebut lewat telepon dan berbicara dengan seseorang bernama Deddy. Deddy menjelaskan bahwa perusahaan tersebut hanya memiliki 1.000 meter kubik kayu bulat merbau di Sorong dan menawarkan penjualan kayu tersebut secara FOB. Ia menambahkan bahwa kegiatan penebangan akan segera dimulai kembali dan ia memperkirakan akan mampu menawarkan sekitar 10.000 meter kubik kayu setiap bulannya. Ia menjelaskan bahwa pimpinannya adalah seorang berkebangsaan Thailand yang pernah memiliki masalah keimigrasian di Sorong, namun ia menambahkan bahwa masalah keimigrasian tersebut sudah selesai dan pimpinannya baru saja mendapatkan sebuah konsesi baru di wilayah Sorong. Beberapa hari kemudian, Deddy menawarkan 5.000 meter kubik kayu bulat merbau dengan harga Rp1,4 juta per meter kubik, dengan pembelian sistem FOB dan sudah termasuk dokumennya.

E 17

Page 15: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

15

Dalam sebuah e-mail bertanggal 27 September, Deddy menulis ke ‘perusahaan’ EIA/Telapak, “Pimpinan saya saat ini ada di Surabaya, dan kami memiliki persediaan sekitar 5.000 m3 kayu bulat merbau, dengan harga Rp.1,4 juta/m3, FOB Sorong, termasuk dokumen. Dan dimungkinkan untuk membicarakan kontrak untuk melakukan pengiriman secara rutin setiap bulannya. Jika Anda berminat dengan ke-5.000 meter kubik kayu kami, tolong jawab segera … karena ada pihak lain yang berniat membelinya esok pagi.”

PT Graha Dharma Sakti di Jakarta menyatakan dirinya di internet sebagai salah satu pemasok kayu terbesar di Indonesia, yang mengkhususkan diri pada kayu bulat dari Papua dan beroperasi sebagai sebuah “organisasi yang ramah lingkungan”. Pihak EIA/Telapak sempat bertemu dengan pimpinan perusahaan tersebut, Yaman Yeo, setelah sebelumnya bertanya-tanya tentang pengiriman kayu bulat merbau ke China lewat telepon.

Dalam pertemuan selama satu jam tersebut, Yeo mengungkapkan bahwa saat itu ia tengah memuat 11.000 meter kubik kayu merbau di pelabuhan Jayapura untuk diekspor ke China. Ia mengatakan bahwa sang pembeli mengamati keamanan pengirimannya, dan peranan Yeo adalah mengirimkan kayu-kayu tersebut ke Jayapura dan mengatur pemuatannya. Yeo menyatakan ia sering pergi ke Papua dan mempekerjakan 20 perwira militer untuk mengamankan konsesinya. Ia menambahkan bahwa ia tidak memiliki kontak tingkat tinggi yang dibutuhkan untuk menjamin kelancaran pengiriman, namun lanjutnya ia tahu beberapa kontak di Jakarta yang dapat menjamin kelancaran pengiriman dengan biaya $50 per meter kubik. Ia juga menjelaskan bagaimana dokumen palsu Malaysia sering kali digunakan untuk mengelabui asal usul kayu bulat asal Indonesia, dan mengatakan bahwa ia memiliki rekan di Malaysia yang telah memindahkan kegiatan penebangannya dari Papua New Guinea ke Propinsi Papua untuk mendapatkan kayu bulat murah.

Ketika pihak EIA/Telapak mempertanyakan apakah tidak ada permasalahan untuk mengekspor dari Papua, Yeo menjawab, “Itu sulit, namun karena letaknya jauh dari Jakarta, Anda masih bisa mengekspor. Tidak ada orang Indonesia yang dapat mengekspor kargonya, namun kami bisa karena di Indonesia ini … segalanya mungkin saja … Bahkan saat ini, saya sedang memuat 11.000 (meter kubik kayu), di Jayapura, Papua. Besok kapal tersebut akan berlayar ke China.”

Malaysia: Operasi Penebangan dan Logistik Baik perusahaan maupun warga negara Malaysia terlibat jauh dalam kegiatan penebangan liar di Papua. Sebagai contoh, antara tahun 2001 dan 2003, pihak kepolisian di Papua menangani 19 kasus penebangan liar, dimana 42 dari ke-68 tersangkanya adalah warga negara Malaysia. Peran warga negara Malaysia ini di Papua adalah untuk menyediakan peralatan berat dan kemampuan teknis yang dibutuhkan untuk menebang pohon merbau, dan mayoritas operatornya adalah warga negara Malaysia asal Sarawak.

Dalam kasus terbesar sampai saat ini yang melibatkan warga negara Malaysia, Kepolisian Manokwari menangkap 15 warga Sarawak di bulan Januari 2004 karena terlibat dalam penebangan liar kayu merbau. Dalam operasi penangkapan itu, kepolisian menahan lebih dari 100 unit peralatan berat, empat buah kapal tunda (tugboat), tiga buah tongkang dan 60.000 meter kubik kayu bulat merbau. Kegiatan penebangan tanpa ijin tersebut dilakukan di Kecamatan Tohiba tanpa ijin resmi dan telah menjarah kawasan lindung Cagar Alam Teluk Bintuni.(3)

Para tersangkanya adalah seluruh karyawan PT Marindo Utama Jaya, namun sang pimpinan yang bernama Wong Sie King (juga dikenal sebagai Wong Ah King dan Wong Si Tong) sempat meloloskan diri. Wong, yang berasal dari Sibu di Sarawak, merupakan dalang utama penebangan liar besar-besaran di Teluk Bintuni. Sebelumnya ia bekerja di Kalimantan lalu pindah ke Papua dan memasok mesin-mesin penebang pohon untuk konsesi-konsesi yang ada di Papua. Di Manokwari ia membangun kegiatan penebangannya dengan memanfaatkan konsesi milik KOPERMAS dan merekrut oknum pejabat pemerintahan dan aparat keamanan setempat ke dalam perusahaannya.

Wong berkembang menjadi salah satu pemain utama dalam bisnis kayu merbau ileal di Papua, namun operasinya kemudian menjadi sasaran penertiban setelah ia tidak dapat membayarkan uang keamanan yang diminta. Keruntuhan usahanya mengakibatkan terjadinya kompetisi yang sengit di antara bawahannya untuk menggantikan posisinya. Investigasi lapangan yang dilakukan EIA/Telapak di Manokwari pada bulan Juli 2004 mengungkapkan bahwa rekan Wong – terutama Su dan Ti – masih terus melakukan penebangan merbau di wilayah Sabubar, dimana operasi yang dilakukan Su telah menjarah ke Taman Nasional Cendrawasih.

E 18

Page 16: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

16

Kasus-kasus lain yang melibatkan warga negara Malaysia di Papua adalah:

• Bulan Nopember 2004 pihak kepolisian di Sarmi, sebuah daerah dekat perbatasan dengan Papua New Guinea, menahan kapal kargo berbendera Malaysia Godri II. Kapal tersebut dilaporkan disewa oleh seorang bos kayu asal Malaysia bernama Lai Rue Tang untuk memasok kayu bagi kedua perusahaan kayu, yaitu PT Jutha Daya Perkasa dan PT Papua Limbah Mewah, yang beroperasi di Kabupaten Takar.(4)

• Bulan Agustus 2003 pihak kepolisian menahan 6 warga negara Malaysia karena melakukan penebangan liar di Bintuni. Polisi menahan 1.255 kayu bulat merbau dalam operasi tersebut, dan menyebutkan identitas salah satu tersangka utamanya, yaitu Lau Woo yang berasal Sarawak dan merupakan pemilik PT Trillion Abadi Perkasa.(5)

• Bulan Januari 2003 kepolisian Sorong menangkap seorang warga negara Malaysia bernama Hii Eii Sing karena terlibat dalam aksi penebangan liar di Kecamatan Merdey, Manokwari. Setelah itu, 9 warga negara Malaysia lainnya diinterogasi, seluruhnya bekerja untuk PT Rimba Kayu Arthamas, sebuah perusahaan di Jakarta yang memiliki konsesi di Papua. Operasi itu berhasil menahan 16.000 meter kubik kayu bulat merbau.(6)

• Bulan Oktober 2002, pihak EIA/Telapak menemukan lokasi penebangan liar di dalam kawasan lindung Pulau Batanta, Raja Ampat. Berdasarkan pengakuan para pekerja di sana, pimpinan mereka berasal dari Malaysia yang baru saja mengalihkan operasinya dari Kalimantan Barat. Sebuah tongkang yang terdaftar di Labuan, Malaysia, terlihat berlabuh di sekitar lokasi penebangan, menanti muatan kayu bulat merbau.

Singapura: Pedagang dan Perusahaan Pengapalan Singapura, sebuah negara-kota yang megah, bertindak sebagai penghubung regional utama dalam bisnis penebangan liar. Kapal-kapal dan tongkang-tongkang yang terdaftar di Singapura berlayar mengangkuti kayu liar asal Indonesia, dan bank-banknya menyimpan sebagian besar keuntungan hasil kegiatan penebangan liar di Indonesia ini. Bank-bank tersebut merupakan tempat pilihan untuk membuka L/C untuk transaksi kayu liar, dan para pedagang asal Singapura memiliki hubungan internasional untuk mencari calon pembeli kayu bulat.

Sebagian besar raja kayu terkemuka di Indonesia, seperti Abdul Rasyid dan Ahong, memiliki

perusahaan dan rekening bank di Singapura (lihat Boks tentang Ahi). Perusahaan Singapura E-Maritime merupakan salah satu pengangkut utama kayu bulat merbau liar dari Papua ke China, sementara dua perusahaan lainnya, yaitu Wajilam Exports dan Fa Lin, mengkhususkan diri pada pengiriman kayu bulat merbau liar asal Indonesia kepada klien di India.

Hong Kong: Makelar dan Pembeli Perusahaan-perusahaan dagang di Hong Kong mengatur hubungan antara para pemasok kayu di Indonesia dan pihak pembeli yakni industri pengolahan kayu yang menjamur di daratan China. Penelitian yang dilakukan EIA/Telapak mendapati bahwa mayoritas perusahaan yang menawarkan kayu merbau di internet berasal dari Hong Kong. Salah satunya, yaitu Howei Marketing, mencatat permintaan sebesar 10.000 meter kubik setiap bulannya.

Perusahaan lainnya – Greatwin Asia – memiliki sebuah anak perusahaan di Indonesia, yaitu CV Bangkit Perkasa, di Pulau Jawa, yang menangani pasokan kayu bulat merbau dari Papua. Pimpinan perusahaan tersebut – Shelman Siu – telah beberapa kali bertemu dengan pihak EIA/Telapak dan mengungkapkan informasi yang rinci tentang pasokan kayu bulat merbau untuk industri flooring (lantai kayu) yang menjamur di China (lihat Bab berikutnya tentang China: Raksasa yang Sedang Bangkit).

China dan India: Tujuan Akhir Tujuan utama sindikat kayu merbau ini adalah mengirimkan sejumlah besar kayu bulat merbau dari Papua ke pasar China dan India yang tumbuh pesat. Konsumsi kayu merbau di kedua negara ini meningkat dengan cepat untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya dan untuk diproses menjadi lantai kayu dan furnitur untuk tujuan ekspor. Di China, pelabuhan utama tempat masuk kayu merbau adalah Zhangjiagang dan Shenzhen, sementara di India kayu merbau masuk melalui Ticorin, Calcutta. Sebagian besar pengiriman dilengkapi dengan dokumen palsu untuk menutupi asal usul kayu dari Indonesia.

E 19

Page 17: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

17

Boks: Dokumen tentang Ahi Keterangan mengenai salah satu organisasi yang menjadi bagian dari salah satu sindikat internasional diperoleh dari sumber yang tidak diduga, yaitu dari seorang kakak salah satu bos kayu besar yang beroperasi di Papua.

Pada bulan September 2003, Husin Gunawan, yang juga dikenal sebagai Ahi, menulis surat kepada Presiden Indonesia, Kepala Kepolisian, Kepala Angkatan Laut dan beberapa Menteri yang memuat penjelasan tentang kegiatan penyelundupan salah satu perusahaan kayu terkemuka. Ia juga menyampaikan cerita ini kepada majalah bisnis Indonesia Trust.(7)

Peran Ahi sebagai orang dalam di perusahaan memberikan ia pengetahuan yang unik tentang bagaimana praktek penebangan dan pengiriman kayu keluar dari Papua dilakukan. Ia menyatakan telah menjalankan bisnis pengiriman kayu sebagai salah satu bagian dari sindikat, dan menyatakan bahwa sindikat tersebut telah menggunakan lebih dari 50 buah kapal selama dua tahun untuk mengangkut kayu bulat keluar dari Indonesia. Ia menyebutkan nama-nama anggota sindikat yang berada di Jakarta, Hong Kong, Singapura dan Sarawak, serta menjelaskan dengan rinci bagaimana suap menyuap sudah menjadi peristiwa sehari-hari untuk mengamankan keluarnya pengiriman muatan ilegal tersebut.

Motivasi Ahi dalam membeberkan fakta-fakta ini adalah untuk membalas dendam kepada adik laki-lakinya yang ia salahkan atas kehancuran bisnis transportasinya. Meskipun surat yang ia tulis tidak menyebut-nyebut nama adiknya, penyelidikan yang dilakukan EIA/Telapak berhasil mengungkapkan identitas sang adik, yaitu Heng Ijat Hong, juga dikenal sebagai Antonio Yatmoko dan biasa dipanggil Ahong. Orang ini dikenal pihak berwewenang sebagai salah satu pemain utama pengiriman kayu bulat merbau dari bagian barat Propinsi Papua. Ahong memulai bisnis kayunya di Kalimantan Tengah dan telah lama menjalin hubungan erat dengan Abdul Rasyid, raja kayu besar di Kalimantan Tengah yang kelompok usahanya -Tanjung Lingga Group - bertanggung jawab atas maraknya penebangan liar di Taman Nasional Tanjung Puting.(8) Ahong menjalankan perusahaan bernama Rimau Kalimantan, dan juga menguasai perusahaan asal Singapura yaitu Rimau Timber dan Rimau Shipping.

Ngo Cheng Long: Orang ini disebut Ahi sebagai penyokong dana utama sindikat dan merupakan anggota yang paling berkuasa. Perusahaan miliknya yang terletak di Hong Kong Wayne Wood memesan kayu ke Indonesia dan mencari pembelinya di China. Kantor pusat perusahaan tersebut terletak di kawasan utama Hong Kong.

Yusri Mohsen Bell: Ahi menyatakan bahwa Bell, warga negara Singapura, bertanggung jawab atas pengaturan pengiriman kayu milik sindikat. Meskipun Ahi mencantumkan nama perusahaan tempat Bell bekerja sebagai King Spice, dari alamat e-mailnya dapat diketahui bahwa Bell pernah bekerja untuk ASP Ship Management Singapore. Penyelidikan lebih lanjut oleh EIA/Telapak mengungkapkan bahwa Bell mendirikan perusahaan pengangkutannya sendiri pada bulan Januari 2003 dengan nama E-Maritime Pte. Ltd. Perusahaan ini memiliki dua buah kapal, yaitu kapal berbendera Panama Emir dan kapal berbendera Kamboja Nooraine. Bell bertanggung jawab atas pelayaran kapal sewaan ke perairan Papua untuk mengangkut kayu bulat merbau liar. Perusahaannya menyewa kapal Bravery Falcon, yang ditangkap Angkatan Laut Indonesia dengan muatan lebih dari 17.000 meter kubik kayu merbau dalam pelayarannya menuju China.

Frankie Chua: Menurut Ahi, warga negara Singapura bernama Frankie Chua (Chua Khee Hin) dari perusahaan Century Wood Products bertanggung jawab untuk menyediakan dokumen palsu untuk keperluan pengiriman kayu sindikat ini. Ia memalsukan dokumen resmi seperti Certificate of Origin untuk menutupi asal usul kayu dari Indonesia dan untuk memuluskan pengiriman kayu ke pelabuhan-pelabuhan tujuan di China. Ia juga diketahui telah lama berhubungan erat dengan Abdul Rasyid.

Pihak EIA/Telapak bertemu dengan Chua secara kebetulan di Singapura di bulan April 2003 saat mencari informasi tentang impor ilegal kayu ramin dari Indonesia. Dalam penyamaran, pihak EIA/Telapak berhasil mengadakan pertemuan dengan perusahaan bernama Xinzhan Materials untuk membicarakan perdagangan kayu ramin. Pihak EIA/Telapak dikenalkan dengan seseorang yang sedang menghitung uang pecahan $100. Pimpinan Xinzhan mengatakan bahwa laki-laki tersebut adalah Frankie Chua dan menjelaskan bahwa Chua adalah seorang penyelundup dan anggota mafia kayu. Dalam percakapan selanjutnya Chua mengatakan, “Penyelundupan (kayu) ini lebih baik dari penyelundupan obat bius. Penyelundupan obat bius tidak bagus. Yang ini OK betul.” Pihak EIA/Telapak juga diajak melihat-lihat tumpukan merbau asal Indonesia untuk tujuan China di dalam gudang perusahaan Xinzhan Materials.

E 20

Page 18: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

18

China – Raksasa yang Sedang Bangkit “There lies a sleeping giant. Let him sleep, for when he wakes he will shake the world.”

- Ada raksasa yang sedang tidur. Biarkan tertidur, karena jika bangun, ia akan mengguncang dunia.

Napoleon Bonaparte, 1806

Pengamatan Napoleon benar-benar tepat. Selama berabad-abad yang lalu China pernah menjadi kekuatan ekonomi global yang paling utama. Dilimpahi dengan kekayaan alam dan jumlah penduduk yang luar biasa, hanya masalah waktu bagi China untuk kembali ke kancah ekonomi dunia.

Setelah mengalami beberapa dekade penjajahan, perang dan gejolak dalam negeri, perubahan besar di China dimulai di akhir tahun 1970-an saat Presiden Deng Xiaoping mengumumkan bahwa ‘menjadi kaya adalah suatu hal yang mulia’. Kebangkitan kembali China menjadi isu nomor satu dunia di abad ini. Dipimpin oleh sektor manufaktur yang berkembang amat pesat, ekonomi China meningkat dua kali lipat setiap sepuluh tahun, dan saat ini merupakan yang terbesar keenam di dunia.(1) Akibatnya, jumlah penduduk yang berhasil keluar dari kemiskinan dalam tiga dekade terakhir merupakan yang catatan yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah dunia. Sementara itu, negara ini telah berubah menjadi pabrik dunia untuk memenuhi permintaan akan produk manufaktur murah yang tampaknya tak habis-habis untuk tujuan Amerika Serikat, Eropa dan Jepang.

Tabel: Estimasi Impor Kayu Ilegal China tahun 2004

Volume (juta m3 skb*)

Nilai ($ juta)

Rusia 9,2 706 Indonesia 2,3 367 Malaysia 2,3 342 Burma 1,4 139 Papua Nugini 0,9 116 Thailand 0,6 71 Brasil 0,5 121 Gabon 0,4 115 Kongo 0,4 100 Equatorial Guinea 0,2 36 TOTAL 18,2 2.113

*skb = setara kayu bulat

Sumber: Dinas Bea Cukai Cina untuk impor kayu bulat, kayu gergajian dan plywood periode Januari-Nopember 2004. Data untuk Desember merupakan perkiraan. Negara asal ayu illegal merupakan perkiraan AF&PA, WWF (lihat bagian referensi 4 & 5), Global Witness (komunikasi pribadi). Persentase kayu liar Malaysia disesuaikan untuk mencakup kayu bulat asal Indonesia yang disamarkan sebagai kayu asal Malaysia. NB: tidak termasuk impor kayu illegal yang tidak tercatat oleh Bea Cukai Cina.

China sudah menjadi konsumen terbesar di dunia untuk berbagai macam komoditas, seperti baja, tembaga dan semen, dan merupakan konsumen minyak terbesar kedua setelah Amerika.(3) Terlepas dari kekayaan sumberdaya alamnya, permintaan bahan baku untuk pabrik-pabrik yang tak terhitung banyaknya di China telah melampaui kemampuan produksi sumberdaya domestiknya. Terpaksa mengalihkan pemenuhan bahan bakunya ke luar negeri, banyak perusahaan-perusahaan ini telah menimbulkan kerusakan sumberdaya alam di negara sekitarnya – dengan akibat yang amat memprihatinkan.

Tak ada pola kerusakan lain yang lebih mengejutkan dari pada kayu. Dipicu oleh permintaan akan kayu, di akhir tahun 1990-an hutan-hutan China telah rusak berat dan mengakibatkan banjir, yang di tahun 1998 mengakibatkan ribuan orang tewas. Akibatnya, pemerintah China melarang penebangan di hutan alam dan melaksanakan program penanaman pohon besar-besaran. Di tahun-tahun berikutnya pemerintah China memberlakukan kebijakan penghapusan tarif impor kayu bulat. Sejak kebijakan tersebut dijalankan, impor kayu dan produk kayu China membumbung tinggi. Dari satu juta meter kubik di tahun 1997, impor kayu bulat saja telah mencapai 16 juta meter kubik di tahun 2002, dan di tahun 2010 diperkirakan akan mencapai 100 juta meter kubik.(4) Di tahun 2005, total permintaan kayu dan produk kayu China diperkirakan mencapai 240 juta meter kubik.(5) Sebagai perbandingan, ijin/alokasi tebangan tahunan Indonesia untuk tahun 2004 hanya mencapai 5,74 juta meter kubik.(6) Dengan tidak mampunya pasokan berkelanjutan mencukupi permintaan, kebijakan China yang baru telah memindahkan kehancuran hutan alamnya ke negara-negara lain.

Melampaui tindakan-tindakan hukum yang dilakukan negara-negara sumber kayu untuk melindungi hutan mereka yang tersisa dari permintaan yang amat besar ini, industri perkayuan China telah menggantungkan kebutuhan bahan bakunya pada impor kayu liar. China merupakan pembeli kayu terbesar dari negara-negara yang dilanda persoalan penebangan liar, termasuk Indonesia. China merupakan pembeli utama kayu dari Liberia (47% dari ekspornya ditujukan ke China), Myanmar (42%) dan Kamboja (78%) – seluruh negara yang penjualan kayu liarnya telah mengobarkan konflik bersenjata.(7) Impor dari China juga termasuk kayu liar dari Kamerun, Gabon, Papua New Guinea dan Thailand.(8) Pemasok kayu terbesar untuk China adalah Rusia, dimana separuh dari kegiatan penebangan kayunya dilakukan secara ilegal dan menimbulkan kerugian negara sebesar US$1 milyar.(9) Dengan sekitar 44% dari impornya diperkirakan berasal dari sumber yang ilegal,(10) China kini merupakan pembeli kayu liar terbesar di dunia.

E 22

Page 19: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

19

Keterkaitannya dengan Indonesia Dari sepuluh kayu bulat tropis yang dikapalkan di seluruh dunia, lima ditujukan untuk pasar China.(11) Sebagai pemilik hutan tropis terbesar yang masih tersisa di Asia, Indonesia telah sekian lama menjadi pemasok kayu terbesar. Data statistik impor China menunjukkan kenaikan yang dramatis dalam volume kayu bulat Indonesia yang masuk ke negara tersebut antara tahun 1997 dan 2001. Di tahun 1997, volume kayu yang diimpor dari Indonesia baru mencapai 31.000 meter kubik, namun memasuki tahun 2001 jumlah tersebut meningkat menjadi 1,14 juta.(12) Selama periode tersebut impor kayu Indonesia lewat pelabuhan Nanjing meningkat sebesar 830%.(13) Namun, statistik ekspor Indonesia untuk periode yang sama nyaris tidak mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan pertumbuhan tersebut dipicu sepenuhnya oleh kayu liar.

Bulan Nopember 2001, perdagangan liar yang terus meningkat ini telah menimbulkan ketegangan antar kedua negara setelah Angkatan Laut Indonesia menangkap tiga buah kapal kargo dalam perjalanannya menuju China dengan muatan kayu bulat liar.(14) Kapal-kapal tersebut terkait dengan raja kayu Indonesia Abdul Rasyid dan perusahaannya Tanjung Lingga. Pengapalan tersebut bertentangan dengan larangan ekspor kayu bulat yang mulai diberlakukan Pemerintah Indonesia bulan Oktober 2001 untuk membantu tegaknya hukum. Bulan Desember 2002, pemerintah China dan Indonesia menandatangani kesepakatan bilateral untuk bekerja sama menghentikan pengiriman kayu curian.(15)

Amat disayangkan langkah ini tidak membawa banyak perubahan. Hanya sedikit kapal yang berhasil ditangkap di Indonesia, dan kapal yang ditangkap pun sering kali kemudian dibebaskan.

Dua tahun setelah kesepakatan bilateral tersebut ditandatangani, belum ada satu kayu liar pun yang berhasil dicegah masuk ke China. Meskipun Pemerintah Indonesia telah menyampaikan pemberitahuaan kepada China tentang sedikitnya mengenai salah satu kapal yang sedang dalam perjalanan menuju China dengan muatan kayu bulat merbau liar, tidak terjadi reaksi/tindakan apapun dari Pemerintah China.(16) Sementara itu, kayu bulat Indonesia terus masuk ke China dalam jumlah yang mengejutkan.

Meskipun volume kayu yang terdaftar sebagai impor dari Indonesia ke China menurun tajam setelah larangan ekspor kayu bulat diberlakukan,(17) penelitian yang dilakukan EIA/Telapak menunjukkan bahwa penurunan ini dikarenakan kayu-kayu asal Indonesia tersebut dipalsukan sebagai kayu Malaysia. Jadi, sementara angka impor Indonesia menurun, angka ekspor Malaysia meningkat. Pada tahun 2002, China mencatat impor sebesar 2,1 juta meter kubik dari Malaysia – meningkat tajam dibandingkan tahun sebelumnya.(18) Namun, dinas pabean Malaysia hanya mencatat ekspor sejumlah satu juta meter kubik ke China dalam periode yang sama.(19) Hal ini mengindikasikan bahwa lebih dari separuh jumlah kayu yang tercatat pada dinas pabean China sebagai berasal dari Malaysia sebenarnya berasal dari Indonesia.

Sebagian besar dari kayu bulat liar ini adalah kayu merbau dari hutan alam Papua. Merbau merupakan jenis kayu bulat keras tropis nomor dua yang paling banyak diimpor China, dan jumlahnya terus membumbung. Lebih dari 280.000 meter kubik kayu bulat merbau diimpor ke China selama 4 bulan pertama tahun 2004 – mencapai 148% dari jumlah pada periode yang sama satu tahun sebelumnya.(20) Total impor yang tercatat untuk tahun 2004 tampaknya mencapai lebih dari 950.000 meter kubik.(21) Terlepas dari keterangan yang dicatat oleh statistik resmi ini, sebagian besar kayu bulat tersebut sesungguhnya berasal dari Indonesia.

Meskipun telah dilakukan serangkaian penangkapan atas kapal bermuatan merbau ke China, para pembeli di China jelas tidak akan menangguhkan pesanan mereka. Dari situs-situs perdagangan di internet saja tampak bahwa permintaan kayu merbau Indonesia dari para pembeli di China saja mencapai sedikitnya 39.000 meter kubik setiap bulannya, atau hampir setengah juta meter kubik dalam setahun.(22) Sebagai perbandingan, ekspor kayu merbau legal dari Malaysia hanya sebagian kecil dari angka ini – di tahun 2003, Semenanjung Malaysia hanya mengekspor 2.200 meter kubik kayu gergajian per bulannya.(23)

E 23

Page 20: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

20

Zhangjiagang – Pelabuhan Kayu Bulat Dalam penyamaran, pihak EIA/Telapak selama lebih dari enam bulan terakhir telah berhasil mengungkap tata cara perdagangan kayu merbau di China secara rinci. Lewat pertemuan-pertemuan dengan penjual kayu, makelar kayu, pemilik pabrik kayu dan para pejabat, EIA/Telapak menghadirkan sebuah cerita yang mengejutkan. Sebuah cerita mengenai bagaimana sebuah pasar yang tidak terkontrol dari sebuah produk kayu, dengan skala dan kecepatan pertumbuhan yang tinggi, mengancam keberadaan hutan alam tropis terbesar yang masih tersisa di Asia.

Dengan penyamaran sebagai pedagang, pihak EIA/Telapak menghubungi sejumlah pedagang kayu bulat merbau di Jakarta, China dan Hong Kong. Sambil menghirup tehnya di sebuah lobi hotel berbintang lima yang menghadap ke teluk Hong Kong, salah seorang pedagang – Shelman Siu – dengan bersemangat bercerita tentang keuntungan yang dapat dihasilkan oleh bisnis kayu merbau, dan berterus terang tentang metode yang digunakan untuk menyelundupkan kayu bulat liar keluar dari Indonesia, termasuk besar suap yang diberikan kepada pihak yang berwenang. Ia menyebutkan sekitar 60 kapal kargo besar, masing-masing memuat 10.000 meter kubik merbau, merapat ke China dari Papua setiap tahunnya. Kapal-kapal tersebut dilengkapi dengan dokumen Malaysia yang dipalsukan termasuk Certificates of Origin, Bills of Lading dan sertifikat Phytosanitary. Sebagian besar muatan tersebut, katanya, ditujukan untuk pelabuhan Zhangjiagang.(24)

Shelman Siu: “Seluruh ekspor kayu bulat dari Jayapura, Indonesia, mirip dengan aksi penyelundupan. Penyelundupan ini dilakukan dengan menggunakan dokumen Malaysia (yang dipalsukan).”

Pihak EIA/Telapak: “Kalau begitu, asal usulnya jadi berbeda? Mereka mengubah asal usulnya sehingga tampak seperti dari Malaysia, begitu?”

Shelman Siu: “Mereka mengatur segalanya, negara asal kayunya, seluruh dokumennya, jadi Malaysia … [tertawa] … Saya ahlinya di bidang tersebut.”

Pelabuhan Zhangjiagang terletak di dekat muara Sungai Yangtze. Lima tahun yang lalu daerah ini cuma merupakan tempat yang sepi – amat kontras bila dibandingkan dengan terminal kontainer besar di dekat Shanghai. Sejak saat itu, tempat ini berubah menjadi apa yang mungkin merupakan pusat perdagangan kayu tropis terbesar di dunia. Kapal-kapal kargo raksasa

bermuatan kayu dari Amerika bagian tengah dan selatan, Afrika Barat dan Asia Tenggara antri menunggu kesempatan membongkar muatannya di sana, tak henti-hentinya siang dan malam. Menurut data terakhir dari Biro Karantina dan Inspeksi Zhangjiagang, pada tahun 2003 impor kayu nyaris meningkat dua kali lipat, dengan nilai lebih dari setengah milyar dolar.(25)

Mengelilingi pelabuhan ditemani seorang pedagang, pihak EIA/Telapak berjalan di antara tumpukan kayu bulat tropis yang berbaris sepanjang pantai sejauh beberapa mil. Pelabuhan ini juga berfungsi sebagai pasar, dan lobi sebuah hotel di dekat pelabuhan telah berubah menjadi pasar kaget dengan berbagai tempelan iklan kayu bulat bergambar dan nomor ponsel pedagang kayu. Kayu merbau merupakan jenis kayu yang paling banyak diiklankan.(26)

Sambil berdiri di samping sebuah tumpukan kayu merbau, pedagang yang menyertai EIA/Telapak menjelaskan bahwa sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar pengiriman tersebut membawa kayu bulat merbau ‘Malaysia’ dari Indonesia, dan bahwa mudah sekali mengetahui perbedaan dari metode pengukuran yang digunakan dan tanda yang dibubuhkan pada ujung kayu. Petugas bea cukai China cermat sekali dalam mencatat pengukuran untuk keperluan pajak, namun mereka jarang bertanya dan dokumen yang menyertai pengiriman tidak pernah dicek ulang ke negara asal kayunya.(27)

Nanxun – Kota Merbau Kembali ke Hong Kong, Shelman Siu juga menceritakan tentang sebuah ‘kota merbau’ yang menjadi tujuan akhir sebagian besar kayu bulat yang masuk ke China. Kota ini – Nanxun – terletak beberapa jam perjalanan ke arah selatan Zhangjiagang. Seperti pelabuhan Zhangjiagang, beberapa tahun yang lalu tempat ini hanya merupakan pelabuhan kecil yang sepi. Sekarang, kota ini berkembang menjadi pusat pembuatan flooring (lantai kayu) dunia. Didorong oleh insentif dari pemerintah setempat, hanya dalam waktu lima tahun, lebih dari 500 pabrik lantai kayu telah berdiri, mengambil alih sang kota. Sekitar 70% dari kayu merbau yang diimpor ke China diolah menjadi lantai kayu – sebagian besar dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan di Nanxun.(28)

Bepergian kota Nanxun sebagai ‘calon pembeli’, pihak EIA/Telapak mengunjungi beberapa dari perusahaan-perusahaan tersebut, dan diajak melihat-lihat kegiatan perusahaan. Perusahaan-perusahaan tersebut menjelaskan bagaimana kayu merbau sampai menjadi jenis kayu yang paling banyak digunakan untuk lantai dan bahwa kota ini menghasilkan sedikitnya 2,5 juta meter persegi flooring berwarna gelap setiap tahunnya

Zhangjiagang SHANGHAI

Nanxun

E 24

E 25

Page 21: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

21

– senilai lebih dari $200 juta dihitung dengan harga eceran di Barat. Pembuat lantai kayu membeli kayu merbau dari para agen di Zhangjiagang yang bertindak mewakili sekelompok importir besar. Mereka lalu mengirimkan kayu-kayu tersebut dengan tongkang ke pinggiran kota Nanxun, dimana terdapat 200 sawmill yang memang ditujukan untuk melakukan penggergajian.(29)

Sebagian besar pabrik flooring di daerah tersebut merupakan pabrik-pabrik utama, lengkap dengan mesin-mesin termodern, gudang-gudang besar, perkantoran dan ruang pamer yang mewah. Salah satu pabrik yang lebih besar, Zhejiang FangYuan Wood Co Ltd, memiliki turnover sebesar $15 juta dan mempekerjakan lebih dari dua ratus karyawan. Perusahaan ini memproduksi dua juta meter persegi lantai kayu setiap tahunnya.(30) Merbau merupakan produk nomor satu perusahaan ini, dan kepada pihak EIA/Telapak yang diajak mengelilingi pabrik ditunjukkan gudang-gudang perusahaan yang besar tempat bahan baku disimpan, yang seluruhnya berasal dari kayu bulat yang didatangkan dari Zhangjiagang. Suara deruan dan dentuman mesin terdengar dari kompleks utama pabrik, dimana mesin-mesin sedang memotong, mengkilapkan, menghaluskan dan memvernis kayu merbau, papan demi papan. Di bagian lainnya, para wanita terlihat sibuk mengepak dan membungkus flooring yang sudah jadi, tangan-tangan trampil mereka bekerja dengan kecepatan yang mencengangkan. Berusaha mengimbangi rekan-rekan kerjanya, pengemudi forklift sibuk mengangkuti kotak-kotak berisi lantai kayu yang telah dibungkus ke dalam kontainer kapal. Di dua pabrik lainnya yang dikunjungi, yaitu Lujia Flooring dan Fu Ming, juga terlihat pemandangan serupa.

Berdasarkan angka yang diberikan orang dari kalangan industri, EIA/Telapak menghitung bahwa sawmill-sawmill dan pabrik-pabrik di Nanxun paling tidak memproses sebuah pohon merbau setiap menit dalam setiap hari kerjanya. Lantai kayu merbau yang mereka produksi dalam setahun, jika diletakkan sambung menyambung, akan cukup panjang untuk melingkari bumi.(31)

Kebiasaan Lama Sulit Dihilangkan Terlepas dari keajaiban ekonomi China dan besarnya volume impor bahan baku mereka, ‘jejak’ ekologis China per unit penduduk masih kecil. Sesungguhnya, konsumsi berlebihan yang merusak sumberdaya alam ini tetap milik negara-negara kaya di Eropa, Amerika Utara dan Jepang. Rata-rata masyarakat Amerika mengkonsumsi sumberdaya alam dunia tujuh kali lebih tinggi dari mitra mereka di China.(32) Hanya saja sebagian besar sumberdaya alam tersebut diproses dulu lewat pabrik-pabrik di China.

Ditopang oleh bahan baku ilegal, ekspor produk kayu China meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir ini. Pengiriman produk furnitur saja telah mencapai $5,3 milyar di tahun 2002, meningkat sebanyak 25% tiap tahunnya selama tujuh tahun.(33) Kuantitas furnitur kamar tidur dari kayu murah yang masuk ke pasar Amerika Serikat dari China akhirnya menimbulkan tuduhan praktek dumping ilegal, dan tarif yang memberatkan diberlakukan untuk melindungi pengusaha Amerika yang mengaku tidak mampu bersaing dengan China.

Ekspor lantai kayu China juga meningkat secara drastis. Dalam kurun waktu sembilan bulan sampai bulan September 2004, China telah mengekspor 193.000 ton lantai kayu senilai $240 juta – sebuah peningkatan sebesar 77% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.(34) Amerika Serikat merupakan pasar terbesar ekspor lantai kayu China, yang meliputi 30% dari total penjualan China, dengan nilai mencapai $96 juta per tahun. Pasar utama China lainnya adalah Kanada, Jepang dan Inggris.(35)

Meskipun sebagian besar lantai kayu merbau yang diproduksi di China dikonsumsi oleh pasar domestik, porsi yang cukup signifikan ditujukan untuk ekspor, terutama ke Eropa dan Amerika Utara. Didorong oleh potongan pajak sebesar 13% terhadap penjualan kayu bulat untuk ekspor ulang sebagai produk jadi, jumlah ini juga meningkat dengan mengesankan.

Perusahaan barat yang menjual lantai kayu produksi China ikut menikmati keuntungan yang besar dari perdagangan kayu merbau curian. Masyarakat Papua hanya menerima $0,46 untuk setiap kayu yang dibutuhkan untuk membuat satu meter persegi lantai kayu.(36) Setelah dibuat dan dikemas, harga lantai kayu merbau di Shanghai hanya sebesar $18 per meter persegi – tidak terpaut jauh dari harga pabrik.(37) Lantai kayu yang sama dijual di toko-toko besar di Amerika Serikat atau Inggris dengan harga mencapai $88 –melonjak sebesar 489%.(38)

Di pabrik FangYuan di Nanxun, 50% produksi lantai kayu ditujukan untuk ekspor. Direktur penjualan menjelaskan kepada pihak EIA/Telapak bahwa saat itu perusahaan tersebut mengekspor lantai kayu merbau semi-gross ke AS, Jepang, Hungaria dan Kanada. Baru beberapa hari sebelumnya, perusahaan tersebut mengirimkan 10 kontainer flooring – termasuk yang terbuat dari merbau – ke AS dan Kanada.(39)

Perusahaan lantai kayu lainnya di daerah yang sama, Sihe Wood Co Ltd, hampir seluruh produksinya memang ditujukan untuk ekspor. Manajer penjualan perusahaan yang cerdik menjelaskan kepada EIA/Telapak yang mengunjungi perusahaan tersebut bagaimana perusahaan tersebut secara rutin mengirim lantai

E 26

Page 22: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

22

kayu merbau ke AS, Kanada dan Inggris. Catatan pengiriman yang diperoleh EIA/Telapak menegaskan bahwa dalam kurun waktu 10 bulan sampai bulan Mei 2004, terdapat 26 pengiriman lantai kayu ke AS dan Kanada, termasuk sedikitnya dua pengiriman lantai kayu merbau.(40) Pihak importir, sebuah perusahaan Kanada, Goodfellow Inc., menjual lantai kayu merbau tersebut dengan merek sendiri lewat sebuah rantai distribusi di Kanada dan AS, tanpa terlihat bahwa perusahaan ini terlibat dalam pelanggaran hukum ataupun adanya kesadaran perusahaan terhadap asal kayu sesungguhnya.(41) Salah satu contoh produk yang terlihat di Washington DC pada awal tahun 2005 dijual dengan harga eceran $7,20 per kaki persegi.(42) Sihe mendapat pasokan kayu merbau dari pasar lokal di Shanghai, yang tidak memungkinkan untuk memastikan legalitas asal usulnya. Manajer penjualan tersebut memberitahu EIA/Telapak bahwa kayu-kayu tersebut berasal dari Indonesia dan Malaysia, dan menyatakan bahwa tidak ada pembatasan ekspor yang berlaku di kedua negara tersebut. (43)

Meskipun perusahaan di China memproduksi sebagian besar flooring merbau untuk dunia, sejumlah pemasok terkenal di Inggris dan AS mendapatkan pasokan flooring ataupun kayu gergajian dari Malaysia.(44) Namun, hal ini bukan merupakan jaminan bahwa kayu-kayu tersebut berasal dari sumber yang legal ataupun yang berkelanjutan. Ketika baru-baru ini ditantang oleh sebuah ornop, salah satu dari pemasok tersebut, setelah menanyakannya pada pemasoknya di Malaysia, baru diberitahu bahwa informasi yang pasti mengenai asal usul kayu tersebut ‘tidak tersedia’, (45) dan bahwa 30% dari bahan baku merbau yang diperoleh pemasok Malaysia tersebut berasal dari negara lain.(46) Tidak banyak lagi pohon merbau yang tersisa di Malaysia, dan para pedagang kayu yang dihubungi EIA/Telapak mengaku bahwa sebagian besar dari lantai kayu yang dihasilkan negara tersebut juga dibuat dari kayu curian asal Papua.

Perubahan harga satu meter kubik kayu merbau (47)

Harga yang dibayarkan pada masyarakat lokal di Papua US$ 11,00 Harga kayu bulat pada titik ekspor di Papua US$ 120,00 Harga saat tiba di China US$ 240,00 Harga flooring di China* US$ 468,00 Harga eceran di Inggris atau AS* US$ 2.288,00

* angka di atas adalah harga 26 meter kubik flooring, yaitu rata-rata jumlah yang dihasilkan dari satu meter kubik kayu bulat.

Page 23: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

23

Memorandum of Misundertanding – Nota Ketidaksepakatan Pemerintah China telah mengakui pentingnya upaya memberantas penebangan dan perdagangan kayu ilegal, dan telah berulang kali mengeluarkan komitmen untuk menghentikan impor kayu curian. Deklarasi Menteri tentang FLEG Asia Timur pada bulan September 2001, yang juga ditandatangani China, meliputi komitmen spesifik untuk ”melakukan tindakan, termasuk kerja sama di antara berbagai instansi penegak hukum di negara masing-masing dan antar negera, untuk mencegah pengiriman kayu ilegal.”(48)

Pemerintah China juga telah menandatangani sebuah kesepakatan bilateral yang secara khusus menyatakan komitmen negara tersebut untuk ikut serta dalam aksi kerja sama menghentikan pengiriman kayu curian dari Indonesia. Pasal 3 dari ‘Nota Kesepakatan’ (Memorandum of Understanding) ini menyatakan bahwa kedua negara sepakat untuk membuat suatu Rencana Aksi untuk mengimplementasikan kesepakatan tersebut, dan untuk mengadakan pertemuan rutin untuk mengkaji kemajuan yang dibuat.(49) Namun, instansi pemerintahan China yang menandatangani kesepakatan tersebut, yaitu State Forestry Administration, tampaknya tidak memiliki kewenangan yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan kesepakatan tersebut, sedangkan Kementerian Perdagangan yang memiliki kewenangan lebih tinggi tidak memiliki kemauan yang cukup.(50) Bulan Agustus 2003, Departemen Kehutanan Indonesia mengirimkan sebuah draft Rencana Aksi, yang secara khusus meminta kedua negara untuk membentuk sebuah gugus tugas (task force) untuk memerangi masalah perdagangan kayu merbau ilegal ini.(51) Namun, sampai saat ini pemerintah China belum memberikan tanggapan resminya. Dua tahun sejak penandatanganan kesepakatan tersebut, tidak ada rencana sama sekali, tidak ada pertemuan sama sekali, dan tidak ada tindakan nyata sama sekali.

Terlepas dari kurangnya tindakan nyata, banyak yang dapat dilakukan dengan mudah. Seluruh kapal yang mengangkut kayu bulat merbau dari Papua ke China disertai dengan dokumen Malaysia yang dipalsukan, termasuk Certificates of Origin dan ijin Phytosanitary. Sesuai dengan peraturan Bea Cukai negara China, pihak importir harus menyatakan asal usul sesungguhnya dari barang mereka, dengan memperlihatkan Certificate of Origin yang sah.(52) Di samping itu, peraturan Karantina negara China mewajibkan bahwa impor kayu bulat harus disertai dengan sertifikat pengawasan phytosanitary yang sah yang dikeluarkan oleh negara pengekspor, serta dokumen-dokumen lainnya.(53) Ancaman hukuman untuk pemalsuan dokumen-dokumen ini amat berat,

termasuk proses hukum pidana untuk kasus yang serius.(54) Penipuan yang sedang berlangsung dapat menimbulkan dampak yang serius bagi upaya China melenyapkan penyebaran hama (tindak kejahatan) yang berpotensi menimbulkan bahaya.

Penyelundupan kayu bulat merbau tidak dilakukan secara canggih, dan penegakan hukum untuk mencegahnya bukanlah sesuatu yang terlalu sulit. Tidak banyak tempat dimana Anda dapat menyembunyikan atau memberangkatkan sebuah kapal kargo besi berbobot 20.000 dan bermuatan kayu bulat. Cukup dengan proses pemeriksaan silang sederhana dengan pihak berwewenang di Malaysia, dinas pabean China dapat dengan cepat memastikan sah tidaknya dokumen yang menyertai pengiriman kayu merbau yang tiba di Zhangjiagang. Pasal 14 Peraturan Ekspor Impor (Certification of Origin) secara khusus menyatakan bahwa dinas pabean ‘dapat memohon bantuan dari negara pengekspor untuk memverifikasi keaslian certificate of origin’.(55) Bahkan, terdapat tanda-tanda dan pelabelan khusus yang didapati pada kayu bulat asal Malaysia yang tidak didapati pada kayu bulat asal Indonesia yang tiba di Zhangjiagang.(56)

Deklarasi FLEG Asia Timur mengikat para pemerintahan di kawasan tersebut untuk mengeksplorasi kemungkinan membuat sebuah sistem ‘pemberitahuan sebelumnya (prior notification)’ untuk pengiriman kayu yang legal.(57) Jika Malaysia dan PNG – yang merupakan negara sumber kayu lainnya di luar Indonesia – dapat memberitahu pihak China tentang seluruh pengiriman kayu merbau legal mereka, pengiriman ilegal dari Indonesia dapat dengan mudah diketahui, dengan demikian dinas pabean China tidak perlu menghubungi negara mitra untuk memastikan keaslian setiap dokumen.

Pihak berwewenang China juga harus segera mengkaji landasan hukum untuk menghentikan pengiriman kayu curian dari Indonesia dan dari negara lainnya, dan bila perlu memperkuat statuta mereka. Larangan yang diberlakukan pemerintah Malaysia atas impor kayu dari Indonesia, misalnya, telah membuahkan keberhasilan dan dapat direplikasi di negara lain. Indonesia dan China juga harus mencantumkan kayu merbau pada Appendix III CITES – sebuah langkah yang telah terbukti amat efektif dalam kasus kayu ramin.

Secara umum, ada suatu kebutuhan mendesak bagi perwakilan Pemerintah China dan Indonesia untuk duduk bersama dalam semangat kerja sama untuk mewujudkan komitmen yang baru sebatas kata-kata manis yang terkandung dalam MoU menjadi aksi (langkah nyata) yang positif untuk menghentikan perdagangan kayu ilegal antar kedua negara. Dengan melakukan hal tersebut, kedua negara dapat memberikan pelajaran yang berharga bagi negara-negara lain di kawasan Asia Timur dan negara-negara lainnya.

E 28

Page 24: 1 The Last Ucapan Terima Kasih Frontier Telapak dan EIA ... · Illegal Logging in Papua and ... pada laporan bahasa Inggris . 2 Pendahuluan ... Analisa yang dilakukan EIA/Telapak

24

Rekomendasi Pemerintah Indonesia dan China perlu segera mengadakan dialog untuk menyepakati Rencana Aksi (Action Plan) pengimplementasian kesepakatan bilateral untuk memberantas penebangan dan perdagangan kayu liar yang telah ditandatangani kedua negara pada tahun 2002. Rencana Aksi tersebut perlu mencantumkan pembentukan sebuah gugus tugas untuk memberantas perdagangan ilegal kayu merbau. Di samping itu, Pemerintah Indonesia perlu: • Memprioritaskan Papua dalam tindakan

penegakan hukum pemberantasan pencurian kayu.

• Segera mengadakan penyelidikan tingkat tinggi terhadap para raja kayu yang mendalangi penebangan liar di Papua, termasuk terhadap keterlibatan personil militer dan pejabat pemerintahan.

• Mengadili para raja kayu utama beserta aparat yang terlibat dalam aksi penebangan dan perdagangan kayu liar.

• Mencantumkan kayu merbau (Intsia spp.) pada daftar Appendix III Convention on International Trade in Endangered Species, dengan kuota ekspor terbatas untuk produk merbau.

Pemerintah China perlu: • Menginstruksikan badan Customs General

Administration-nya untuk memeriksa keabsahan dokumen yang menyertai seluruh pengiriman kayu bulat merbau yang dinyatakan berasal dari Malaysia.

• Menyita pengiriman kayu bulat merbau dari Indonesia dan menindak mereka yang terlibat.

• Menguatkan landasan hukum untuk bertindak dengan memberlakukan larangan impor kayu bulat dari Indonesia.

• Bekerja sama dengan pemerintah Malaysia untuk membuat sebuah sistem ‘pemberitahuan awal (prior notification)’ untuk seluruh pengiriman merbau legal antara kedua negara.

• Menawarkan bantuan teknis kepada Indonesia di bidang reforestasi, dan mendorong industri pengolah kayu dalam negerinya untuk mengadopsi sistem sertifikasi yang setara dengan sistem sertifikasi Forest Stewardship Council.

Negara konsumen utama perlu: • Memberlakukan hukum/regulasi yang

melarang impor dan penjualan kayu dan produk kayu yang dihasilkan secara ilegal di negara asal.

Asosiasi penyedia jasa pengiriman dan pengapalan nasional, regional dan internasional perlu: • Menginformasikan kepada seluruh

anggotanya akan larangan ekspor kayu bulat yang diberlakukan pemerintah Indonesia dan memberi peringatan kepada para pemilik kapal akan sanksi bagi yang melanggar

Konsumen kayu di China, Amerika Utara, Eropa dan Jepang perlu: • Menghentikan pembelian flooring dan

produk lainnya yang dibuat dari kayu merbau.

• Hanya membeli kayu dan produk kayu yang disertifikasi secara independen sebagai produk dari sumber yang legal dan lestari.

EIA UK 62-63 Upper Street London N1 ONY United Kingdom [email protected] Tel +44 (0)20 7354 7960 Fax +44 (0)20 7354 7961

EIA US PO BOX 53343 Washington DC 20009 United States of America [email protected] Tel +1 202 483 6621 Fax +1 202 986 8626

TELAPAK Jl. Palem Putri 3 No. 1-3 Taman Yasmin Sektor 5 Bogor, Indonesia [email protected] Tel +62 251 715 9902 Fax +62 251 508 375

www.eia-international.org www.telapak.org

E 29