1. latar belakang masalah · 2017. 7. 14. · bab i . pendahuluan . 1. latar belakang masalah ....

14
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Negara merupakan suatu bentuk kehidupan yang besar dengan jumlah anggota yang banyak sehingga dapat digolongkan ke dalam jenis secondary group. 1 Dengan banyaknya masyarakat yang ada dalam suatu negara maka rentan akan menimbulkan suatu konflik didalamnya. Sehingga dibutuhkan suatu peraturan perundang-undang yang diharapkan peraturan perundang-undang tersebut dapat membatasi masyarakat dalam melakukan aktifitasnya. Dengan demikian akan muncul kebiasaan-kebiasaan masyarakat taat akan hukum. Karena pada hakikatnya hukum menganut kebiasaan-kebiasaaan manusia selama tinggal di suatu negara. Hukum pada dasarnya membatasi agar seseorang tidak berperilaku sewenang-wenang, dengan hukum pula yang menjadikan masayarakat dalam suatu negara terlindungi dari ancaman yang dapat merugikan dan merampas hak asasinya. Permasalahan yang terjadi di negara Indonesia selalu mengalami perkembangan dan perubahan dengan seiring kemajuan zaman. Dengan berbagai permasalahan yang muncul dalam kehidupan menjadikan pemerintah mau tidak mau harus membuat suatu peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk menanggulangi berbagai permasalahan yang muncul dalam suatu masyarakat. Pada dasarnya hukum berlaku bagi setiap orang tanpa terkecuali, sehingga hukum tidak memandang status sosial yang ada dalam suatu negara. Hukum diterapkan kepada semua lapisan masyarakat dengan demikian berimplikasi pada seseorang yang melanggar ketentuan hukum yang berlaku dalam suatu negara maka seseoranng tersebut dapat dikenai dengan pidana. 1 Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik, Erlangga, Jakarta, 2010, h. 2.

Upload: others

Post on 08-Feb-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang Masalah

    Negara merupakan suatu bentuk kehidupan yang besar dengan jumlah anggota yang

    banyak sehingga dapat digolongkan ke dalam jenis secondary group.1 Dengan banyaknya

    masyarakat yang ada dalam suatu negara maka rentan akan menimbulkan suatu konflik

    didalamnya. Sehingga dibutuhkan suatu peraturan perundang-undang yang diharapkan peraturan

    perundang-undang tersebut dapat membatasi masyarakat dalam melakukan aktifitasnya. Dengan

    demikian akan muncul kebiasaan-kebiasaan masyarakat taat akan hukum. Karena pada

    hakikatnya hukum menganut kebiasaan-kebiasaaan manusia selama tinggal di suatu negara.

    Hukum pada dasarnya membatasi agar seseorang tidak berperilaku sewenang-wenang,

    dengan hukum pula yang menjadikan masayarakat dalam suatu negara terlindungi dari ancaman

    yang dapat merugikan dan merampas hak asasinya. Permasalahan yang terjadi di negara

    Indonesia selalu mengalami perkembangan dan perubahan dengan seiring kemajuan zaman.

    Dengan berbagai permasalahan yang muncul dalam kehidupan menjadikan pemerintah mau tidak

    mau harus membuat suatu peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk menanggulangi

    berbagai permasalahan yang muncul dalam suatu masyarakat.

    Pada dasarnya hukum berlaku bagi setiap orang tanpa terkecuali, sehingga hukum tidak

    memandang status sosial yang ada dalam suatu negara. Hukum diterapkan kepada semua lapisan

    masyarakat dengan demikian berimplikasi pada seseorang yang melanggar ketentuan hukum

    yang berlaku dalam suatu negara maka seseoranng tersebut dapat dikenai dengan pidana.

    1 Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik,

    Erlangga, Jakarta, 2010, h. 2.

  • Menurut Profesor Doktor W. L. G. Lemaire hukum pidana terdiri dari norma-norma keharusan

    dan larangan yang telah dikaitkan dengan sanksi berupa hukuman dan dalam keadaan-keadaan

    bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan

    bagi tindakan-tindakan tersebut.2

    Sebagai salah satu hukum yang berlaku di Indonesia hukum pidana terkait dengan segala

    hal yang menyangkut mengenai perilaku setiap warga negara di Indonesia. Dengan berlakunya

    hukum pidana di Indonesia maka norma-norma yang berlaku dalam masyarakat akan selalu

    ditaati karena didalam hukum pidana terdapat sanksi-sanksi bagi pelaku tindak pidana. Hukum

    pidana mengandung ketentuan-ketentuan tentang penderitaan yang dialami bagi pelaku tindak

    pidana apabila sebuah tindak pidana benar-benar dilakukan dengan sengaja oleh pelaku.

    Suatu perilaku dapat dikatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

    apabila akibat hukum dari perilaku tersebut dilarang dalam ketentuan dari peraturan perundang-

    undangan tersebut. Perilaku kriminal termasuk perilaku yang bertentangan terhadap hukum

    pidana yang merupakan kajian dari ilmu Kriminologi. Perilaku kriminal dilakukan dengan

    berbagai cara yaitu sebagai contoh kekerasan. Di Indonesia perilaku kekerasan sudah banyak

    terjadi dalam kehidupan masyarakat. Berbagai kalangan masyarakat bisa saja terlibat dalam suatu

    tindakan kekerasan.

    Kekerasan dapat dilakukan secara fisik maupun psikis. Perilaku kekerasan dapat terjadi

    pada orang dewasa maupun pada anak. Anak merupakan generasi penerus bangsa, sehingga

    negara mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan perlindungan terhadap anak

    dari tindakan diskriminasi maupun gangguan lain yang dapat merugikan anak.Berdasarkan

    Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) (selanjutnya disebut

    2 P.A.F. Lamintang & Franciscus Theojunior Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, Sinar Grafika,

    Jakarta Timur, 2014, h. 2.

  • UUD 1945) bahwa: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh, dan berkembang

    serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan dikriminasi”.

    Apabila membaca pada Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

    Perlindungan Anak jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

    bahwa: “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak

    yang masih dalam kandungan”. Maka dari itu status anak dalam hukum belum cakap untuk

    bertanggung jawab atas perbutan yang bertentangan dengan hukum. Anak masih membutuhkan

    pengarahan dan bimbingan dari kedua orang tuanya karena pola pikir anak masih berubah-ubah

    dengan pengaruh orang lain, lingkungan sekitar dan lingkungan keluarga. Dengan demikian anak

    mendapatkan perlindungan hukum sejak dalam kandungan karena secara otomatis negara

    menjamin dan memberikan perlindungan terhadap anak sekalipun anak tersebut masih dalam

    kandungan. Berdasarkan konvensi hak anak yang disetujui oleh majelis umum Perserikatan

    Bangsa-Bangsa pada Pasal 3 ayat 2 menyatakan bahwa:

    Negara-negara peserta berusaha untuk menjamin bahwa akan

    mendapat perlindungan dan perawatan seperti yang diperlukan bagi

    kesejahteraannya, dengan memperhatikan hak-hak dan tanggung jawab

    orangtuanya, wali atau perorangan lainnya yang secara hukum

    bertanggung jawab atas anak itu, dan untuk tujuan ini, akan

    mengambil semua langkah legislatif dan administratif yang tepat.

    Peran anak didalam keluarga sangat tergantung dari kedua orang tuanya. Perlindungan

    anak dapat dibedakan dalam 2 (dua) bagian yaitu :

    1) Perlindungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi : perlindungan dalam bidang

    hukum publik dan dalam bidang hukum keperdataan.

  • 2) Perlindungan anak yang bersifat non yuridis, meliputi : perlindungan dalam bidang

    sosial, bidang kesehatan, dan bidang pendidikan.3

    Menurut Santrock, perkembangan emosi dan sosial anak tidak terlepas peran dari faktor-

    faktor keluarga, relasi anak dengan teman sebayanya, dan kualitas bermain yang dilakukan

    bersama teman sebayanya.4 Maka dari itu anak akan sangat mudah terpengaruh oleh berbagai

    suasana dan keadaan didalam keluarga maupun di luar keluarga. Di dalam lingkungan

    pendidikan seperti sekolah anak merupakan tanggung jawab seorang guru pendidik untuk

    mendapatkan pendidikan dan mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan

    berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, dan sosial.5

    Kesadaran diri anak yang terus tumbuh terkait dengan kemampuan dirinya untuk

    merasakan tentang emosi yang semakin luas. Perkembangan emosional mereka pada masa

    kanak-kanak awal memungkinkan mereka untuk mencoba memahami reaksi emosional orang

    lain dan untuk mulai belajar mengendalikan emosi mereka sendiri.6 Dengan berbagai macam

    pengendalian diri dari seorang anak, maka anak akan selalu mencoba hal-hal baru yang dirasa

    belum pernah dia coba selama hidupnya. Tanggungjawab orang tua lah yang dibutuhkan untuk

    mengarahkan anak-anaknya agar anak-anaknya dapat berperilaku yang baik. Kehidupan anak

    akan sangat bergantung dari kedua orang tuanya dalam memberikan bimbingan serta arahan

    untuk kemajuan anak. Orang tua dapat bertindak sebagai pengatur peluang kontak sosial remaja

    dengan kawan-kawan sebaya, kawan-kawan lain, dan orang-orang dewasa.7

    3 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 34.

    4 Crisriana Hari Soetjiningsih, Perkembangan Anak, Prenada Media, Jakarta, 2012, h. 213.

    5 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 33.

    6 John W. Santrock, Masa Perkembangan Anak, Salemba Humanika, Jakarta, 2009, h. 89.

    7 John W. Santrock, Remaja, Erlangga, Jakarta, 2002, h. 13.

  • Pada hakekatnya seorang anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak

    bagi tumbuh kembang anak tersebut. Dengan pendidikan yang layak tersebut maka seorang anak

    akan membentuk pola pikir yang sehat dalam bidang pendidikan formal maupun informal.

    Dalam sistem pendidikan di Indonesia memiliki fungsi untuk membentuk karakter dari peserta

    didik sebagaimana yang termuat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

    Sistem Pendidikan Nasional bahwa:

    Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

    membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

    rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

    berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

    beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

    mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

    negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

    Dengan berbagai macam latar belakang siswa yang berbeda maka timbul perilaku

    kenakalan anak yang bisa menimbulkan dampak negatif terhadap fisik dan psikis anak. Menurut

    Soedjono Dirdjosisworo kenakalan anak mencakup 3 pengertian, yaitu :

    a. Perbuatan yang dilakukan orang dewasa merupakan tindak pidana (kejahatan), akan tetapi bila dilakukan oleh anak-anak belum

    dewasa dinamakan delinquency seperti pencurian, perampokan,

    dan pembunuhan.

    b. Perbuatan anak yang menyeleweng dari norma kelompok yang menimbulkan keonaran seperti kebut-kebutan, perkelahian

    kelompok, dan sebagainya.

    c. Anak-anak yang hidupnya membutuhkan bantuan dan perlindungan, seperti anak-anak terlantar, yatim piatu, dan

    sebagainya, yang jika dibiarkan berkeliaran dapat berkembang

    menjadi orang-orang jahat.8

    Salah satu perilaku kenakalan anak di lingkungan sekolah adalah Bullying. Bullying

    berasal dari bahasa Inggris yaitu “bully” yang artinya menggertak atau menggangu. Menurut

    8 Marlina, Peradilan Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2009, h. 40.

  • Echols dan Hassan perilaku mereka bisa mengganggu secara fisik atau emosional.9 Perilaku ini

    dapat dikategorikan menjadi suatu perilaku kekerasan terhadap anak dalam lingkungan

    pendidikan yaitu sekolah seperti yang termuat dalam Pasal 1 Angka 15a Undang-Undang Nomor

    23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

    Perlindungan Anak bahwa kekerasan adalah: “Setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat

    timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran,

    termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan

    secara melawan hukum”.

    Pelaku kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah dapat berasal dari individu

    ataupun kelompok orang yang memiliki alasan sebab tertentu untuk melakukan perilaku tersebut.

    Dalam kaitannya terhadap perilaku Bullying bahwa perilaku Bullying memberikan suatu akibat

    yang merugikan terhadap anak dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Perilaku Bullying akan

    berdampak pada perkembangan fisik dan psikis dari anak. Pelaku Bullying dapat saja melakukan

    dengan kehendak mereka oleh pihak korban namun korban dari perilaku Bullying tersebut belum

    tentu akan kuat menghadapi perilaku-perilaku Bullying yang dialami oleh korban secara terus

    menerus. Pada dasarnya seorang anak memiliki kekuatan fisik dan mental yang lebih lemah

    dibandingkan orang yang sudah dewasa. Sebagai contoh apabila seorang anak berada dalam

    lingkungan yang baru maka secara tidak langsung anak tersebut akan mulai beradaptasi

    menyesuaikan suasana keadaan dari lingkungan tersebut. Penyesuaian terhadap lingkungan yang

    baru membutuhkan waktu yang bermacam-macam tergantung dari pola pikir masing-masing

    anak.

    9Cynantia Rachmijati, “Bullying Dalam Dunia Pendidikan”, STKIP Siliwang, 2015 diakses dari http://cynantia-

    rachmijati.dosen.stkipsiliwangi.ac.id/2015/01/jurnal-bullying-dalam-dunia-pendidikan/, dikunjungi pada tanggal 07

    September 2015 pukul 20.15.

    http://cynantia-rachmijati.dosen.stkipsiliwangi.ac.id/2015/01/jurnal-bullying-dalam-dunia-pendidikan/http://cynantia-rachmijati.dosen.stkipsiliwangi.ac.id/2015/01/jurnal-bullying-dalam-dunia-pendidikan/

  • Melihat dalam realita yang terjadi saat ini banyak perilaku anak yang menyimpang

    dilingkungan Sekolah Dasar (selanjutnya disebut SD). Pada dasarnya SD merupakan tempat

    untuk belajar bagi anak, disamping itu sekolah dasar memiliki fungsi membentuk karakter serta

    membentuk perilaku seorang anak menjadi lebih baik. Selain itu, lingkungan sekolah juga

    merupakan tempat untuk mengembangan perilaku anak, fisik serta mental anak dengan dibekali

    ilmu dan akhlak yang akan membentuk anak agar menjadi manusia yang bermartabat. Tetapi

    melihat pada kenyataan yang terjadi pada saat ini di lingkungan SD malah dijadikan tempat

    untuk melakukan perilaku kekerasan Bullying. Maka dari itu perlu adanya ketentuan hukum

    mengenai perilaku Bullying di lingkungan SD dengan tujuan agar di lingkungan SD dapat

    melaksanakan kegiatan pendidikan dengan baik.

    Dengan demikian dari hasil penelitian di 3 (tiga) SD yaitu SDN mangunsari 03 Salatiga,

    SDN Salatiga 08 Salatiga dan SDN Blotongan 03 Salatiga mengungkapkan bahwa dari 3 SD

    tersebut terjadi perilaku Bullying. Saat terjadinya perilaku tersebut pihak sekolah ikut berperan

    memberikan penanganan dan penanggulangan perilaku Bullying tersebut diantaranya adalah :

    Hasil Wawancara di SDN Mangunsari 03 Salatiga

    Terdapat melakukan wawancara di SDN Mangunsari 03 Salatiga mengenai bentuk

    penanganan dan penanggulangan perilaku Bullying yang dilakukan oleh SD apabila terjadi

    perilaku Bullying di dalam lingkungan SD diantaranya guru memberikan nasehat kepada siswa

    yang bersangkutan agar perilaku Bullying tidak terjadi lagi serta memberikan nasehat untuk tidak

    saling mengejek dan saling mengucilkan antar sesama. Pihak sekolah mengharapkan anak dalam

    bersosialisasi dengan teman-temannya dapat menjaga kerukunan bersama. Selain itu guru juga

    memberikan mediasi kepada orang tua dari kedua belah pihak serta anak yang bersangkutan

  • untuk mencari solusi terbaik, namun orang tua tidak ikut campur secara penuh, karena ini

    merupakan masalah anak. Untuk sanksi yang diberikan dari pihak sekolah kepada pihak yang

    bersangkutan yaitu berupa teguran dan peringatan agar tidak diulangi lagi. Apabila pihak yang

    bersangkutan mengulangi perbuatan tersebut maka pihak sekolah memberikan sanksi yang lebih

    tegas kepada pihak yang bersangkutan yaitu berupa nilai sikap pelaku tersebut menjadi jelek

    pada bidang studi PKN.10

    Hasil Wawancara di SDN Blotongan 03 Salatiga

    Sedangkan untuk hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada Kepala Sekolah SDN

    Blotongan 03 Salatiga bahwa pada tahun 2008 terdapat insiden meninggalnya seorang siswa

    yang terjadi di SD tersebut yang disebabkan karena ketidaksengajaan seorang siswa sebagai

    pelaku bercanda dengan temannya yang tidak lain adalah korban. Pihak sekolah memberikan

    tindakan pertama ketika terjadi kasus tersebut melakukan perlindungan dan tanggungjawab

    terhadap pelaku dan korban. Saat korban pingsan pihak sekolah langsung membawa ke

    Puskesmas namun dalam perjalanan menuju Puskesmas nyawa korban tidak dapat tertolong lagi.

    Sedangkan bentuk pertanggungjawaban pihak sekolah kepada pelaku, pihak sekolah melakukan

    pendampingan selama proses perkara. Pihak sekolah juga mengklarifikasi kronologi kejadian

    kepada Polisi, wartawan, Dinas Pendidikan Kota Salatiga serta warga sekitar untuk memberikan

    suasana yang aman dan kondusif.

    Dalam hal dikaitkan dengan peran sekolah dalam kasus diatas, pihak sekolah disini

    menjadi mediator antara pihak pelaku, pihak korban serta pihak terkait untuk dilakukan mediasi

    secara kekeluargaan mengingat bahwa sebagaimana dalam ketentuanPasal 4 Undang-Undang

    10

    Wawancara dengan Guru SD N mangunsari 03 Salatiga, Salatiga, 22 Oktober 2015.

  • Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014

    tentang Perlindungan Anak menyatakan : “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,

    berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

    serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Maka dengan demikian anak

    tidak dapat dipidana karena kasus tersebut merupakan suatu ketidaksengajaan yang dilakukan

    oleh pelaku. Bentuk dari pertanggungjawaban dari pihak sekolah dan pihak pelaku terhadap

    korban yaitu dengan memberikan santunan bantuan kepada korban seperti biaya pemakaman dan

    juga peringatan 7 (tujuh) hari kematian korban.11

    Hasil Wawancara di SDN Salatiga 08 Salatiga

    Selanjutnya penulis juga melakukan wawancara di SDN Salatiga 08 Salatiga mengenai

    penanganan dan penanggulangan perilaku Bullying dari pihak sekolah apabila terjadi suatu

    perilaku Bullying yang terjadi di sekolah tersebut diantaranya bentuk peran sekolah dengan

    memberikan pengawasan dan perlindungan bagi siswa baik itu korban maupun pelaku supaya

    tidak terjadi perilaku Bullying di lingkungan sekolah dasar demi kelancaran proses belajar.

    Selain itu pihak sekolah juga melakukan tindakan pertama saat terjadi perilaku Bullying dengan

    melakukan interogasi kronologi kejadian untuk mengetahui awal mula penyebab perilaku

    Bullying, serta melakukan perlindungan bagi korban dan pelaku agar tercipta suasana yang

    kondusif.12

    Dari peran ke-3 SD di atas yang telah dilakukan mengenai penanganan dan

    penanggulangan perilaku Bullying yang pernah terjadi di sekolah tersebut maka Dinas

    Pendidikan Kota Salatiga mengetahui informasi dari sebagian SD yang pernah terjadi perilaku

    Bullying di 3 (tiga) SD tersebut. Karena dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan di 3

    11

    Wawancara dengan Kepala Sekolah SD N Blotongan 03 Salatiga, Salatiga, 9 November 2015. 12

    Wawancara di SDN Salatiga 08 Salatiga, Salatiga, 7 November 2015.

  • (tiga) SD tersebut hanya ada 1 (satu) SD yang mana informasi kejadian Bullying sampai ke

    Dinas Pendidikan kota Salatiga yaitu di SD Blotongan 03 Salatiga karena pada SD tersebut

    hingga berakibat kematian seorang siswa.

    Sedangkan dari 2 (dua) SD yaitu SDN Mangunsari 03 Salatiga dan SDN Salatiga 08

    Salatiga telah dapat menyelesaikan perkara dalam lingkup sekolah dasar dan tidak perlu melapor

    ke Dinas Pendidikan kota Salatiga karena masalah yang terjadi dapat diselesaikan secara

    kekeluargaan oleh pihak sekolah sendiri.

    Dengan demikian Dinas Pendidikan kota Salatiga tidak mengetahui adanya suatu perilaku

    Bullying yang terjadi di sekolah tersebut. Sehingga Dinas pendidikan kota Salatiga tidak dapat

    menjalankan tugasnya sepenuhnya karena tidak adanya hubungan kerjasama yang baik antara

    Dinas dengan pihak sekolah itu sendiri. Dengan tidak adanya kerjasama inilah yang akan

    menimbulkan adanya perilaku Bullying secara terus menerus.

    Perilaku Bullying dalam lingkungan sekolah dapat mengakibatkan

    anak tidak dapat mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik dan

    bermartabat karena dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan

    memiliki tujuan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

    pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

    potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

    pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

    keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

    negara.13

    Perilaku kenakalan yang dilakukan oleh anak walaupun kadang kala sama dengan

    kejahatan yang dilakukan orang dewasa, tidak berarti sanksi yang diberikan juga sama. Anak

    13

    Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional .

  • tetaplah anak yang tentu saja masih mengalami proses pengembangan fisik, mental, psikis, dan

    sosial, menuju kesempurnaan seperti yang dimiliki orang dewasa.14

    Dengan munculnya perilaku Bullying sering kali masyarakat atau orang tua masih

    menganggap hal sepele dan wajar saat dilakukan oleh seorang anak. Padahal perilaku ini

    termasuk dalam kategori perilaku kekeraan anak. Dengan demikian orang tua serta masayarakat

    kurang memperhatikan adanya ketentuan hukum yang melarang adanya perilaku Bullying. Maka

    berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan di atas, Penulis bermaksud menulis

    skripsi dengan judul “PENANGANAN DAN PENANGGULANGAN PERILAKU BULLYING

    DI BEBERAPA SEKOLAH DASAR DI KOTA SALATIGA”

    2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka disusun

    pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu:

    Bagaimana upaya penanganan dan penanggulangan dari perilaku Bullying di sekolah

    dasar oleh Dinas Pendidikan dan beberapa sekolah dasar di kota Salatiga?

    3. Tujuan

    Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang akan

    dituju dalam skripsi ini yaitu :

    1. Untuk mengetahui kasus posisi yang terjadi karena adanya perilaku Bullying di

    beberapa sekolah dasar di kota Salatiga;

    2. Untuk mengetahui bentuk penanganan perilaku Bullying yang terjadi di lingkungan

    sekolah dasar oleh pihak sekolah.

    14

    Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, h. 75.

  • 3. Untuk mengetahui penanggulangan dari perilaku Bullying di sekolah dasar oleh Dinas

    Pendidikan kota salatiga

    4. Manfaat Penelitian

    a. Manfaat Teoritis.

    Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada pembaca terkait

    dengan perilaku anak khususnya Bullying di dalam lingkungan sekolah, serta peran

    dari pihak sekolah dalam menanggulangi perilaku Bullying.Sehingga skripsi ini dapat

    menjadi referensi bagi pembaca sekaligus menjadi bahan kajian ilmiah bagi para

    mahasiswa Fakultas Hukum dan para praktisi hukum.

    b. Manfaat Praktis.

    Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para pihak

    atau instansi yang terkait terhadap perilaku Bullying sebagai kekerasan anak di

    sekolah dan juga dalam penelitian ini diharapkandapat meminimalisir terjadinya

    Bullying di lingkungan sekolah.

    5. Metode Penelitian

    a. Jenis Penelitian.

    Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Purposive Sampling, yaitu

    teknik untuk menentukan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu

    yang bertujuan agar data yang diperoleh nantinya bisa lebih representatif.15

    Dengan

    demikian penulis melakukan wawancara dengan mencari data di Dinas Pendidikan

    kota Salatiga SDN Mangunsari 03 Salatiga, SDN Salatiga 08 Salatiga dan SDN

    15

    http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-teknik-purposive-sampling-menurut-para-ahli/ diakses pada

    tanggal 21 Mei 2016 Pukul 16.15

  • Blotongan 03 Salatiga. Ketiga SD tersebut merupakan sampel data populasi SD yang

    pernah terjadi perilaku Bullying di sekolah tersebut. Karena tujuan penulis melakukan

    wawancara dengan pengambilan sampel di beberapa SD tersebut untuk dapat

    mengambil data yang nantinya akan berkaitan dengan permasalahan dan tujuan

    tulisan ini.

    b. Pendekatan Hukum.

    Dalam penelitian ini penulis menggunakan Pendekatan Socio-Legal Research. Dalam

    penelitian sosiolegal hukum dikaitkan dengan masalah sosial yang terjadi di SDN

    Mangunsari 03 Salatiga, SDN Salatiga 8 Salatiga dan SDN Blotongan 03 Salatiga

    mengenai tindakan Bullying yang pernah terjadi di sekolah tersebut. Dalam penelitian

    ini peraturan yang berlaku di Indonesia akan di kaitkan dengan penerapan dari

    ketentuan peraturan tersebut berdasarkan apa yang terjadi di lingkungan masyarakat.

    c. Lokasi penelitian.

    Dalam melakukan penelitian skripsi ini penulis menggunakan lokasi penelitian di

    Dinas Pendidikan kota Salatiga, SDN Mangunsari 03 Salatiga, SDN Salatiga 08

    Salatiga dan SDN Blotongan 03 Salatiga.

    d. Bahan Hukum.

    Menggunakan Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif

    artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undanganan,

    catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan atau

    putusan hakim.16

    Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

    a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

    b. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

    16

    Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2005, h. 128.

  • c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

    d. Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata

    Kerja Dinas Daerah Kota Salatiga

    Selain itu juga menggunakan Bahan Non-hukum.17

    Bahan Non-hukum dapat berupa

    buku-buku mengenai ilmu politik, ekonomi, sosiologi, filsafat, kebudayaan ataupun

    laporan-laporan penelitian non-hukum dan jurnal-jurnal non-hukum sepanjang

    mempunyai relevansi dengan topik penelitian.

    e. Pengumpulan Data.

    Dalam pengumpulan data dalam penelitian ini Penulis menggunakan data primer dan

    data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari

    objeknya.18

    Dalam data primer penulis menggunakan teknik wawancara (interview).

    Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi.19

    Penulis melakukan

    wawancara dengan Dinas Pendidikan Kota Salatiga, pihak sekolah SDN Blotongan

    03 Salatiga, SDN Mangunsari 03 Salatiga dan SDN Salatiga 08 Salatiga.

    Dalam penggunaan Data Sekunder penulis menggunakan teknik pengumpulan data

    atau data yang diperoleh dari suatu organisasi atau perorangan yang berasal dari pihak

    lain yang pernah mengumpulkan dan mengolah sebelumnya.

    17

    Ibid., h. 181 18

    J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2003, h. 2.

    19Ibid., h. 144.