1. fktor variablitas
TRANSCRIPT
VARIABILITAS
Faktor-Faktor :
1. Usia Subjek
Keadaan fisiologis dan biokimia subjek berkembang sejak usia dini
sampai dewasa, dan dari dewasa ke usia lanjut, perkembangan usia berbanding
lurus dengan perkembangan hayati manusia, semakin tua perkembangan hayati
semakin kompleks sehingga perlu diatur kembali FK dan FD setiap perubahan
usia. Pengaturan FK dan FD ini berupa regimen dosis atau banyaknya dosis yang
diberikan. Pada usia dini dan usia dewasa regimen dosis akan berbeda, hal ini
disebabkan oleh fisiologis organ-organ usia dini yang belum berkembang
sepenuhnya. Pendosisan pada anak2 tidak lagi ditentukan dari berat badan sj
tetapi perlu juga perkembangan fisiologi dan biokimianya. Hal ini disebabkan
oleh kedua faktor ini mempengaruhi ADME, kadar obat dlm darah dan efek obat.
Perhitungan dosis untuk anak2 yang menggunakan perhitungan konversi dosis
org dewasa dengan berat badan tidak lagi digunakan.
a. Usia dini (Neonatus, bayi dan anak)
ICH mengklasifikasikna usia dini kedalam :
- Promatis (bayi prematur jika lahir sebelum 41 minggu)
- Neonatus (anak yang brusia 0-27 hari)
- Bayi dan anak kecil ( anak yang berusia 28 hari- 23 bulan
- Remaja (12 tahun sampai 16-18 thaun)
Pada klasifikais tidak dikenal istilah balita hal ini disebabkan blaita tidak
jelas mengklasifikasikan usia dan perkembangan fisiologis yang terjadi.
Absorpsi
Absorpsi obat pada usia dini berlangsung secara difusi pasif pada saluran
cerna dan dipengaruhi oleh :
- Tingginya pH
Tingginya pH lambung menyebabkan kenaikan jumlah obat yang
diabsorpsi jika obat bersifat labil pada asam dan lemahnya absorpsi pada
obat asam lemah.
Pada neonatus pH lambung mencapai 6-8 ketika baru lahir dan
turun menjadi 2-3 dalam beberapa jam kemudian. Namun pada usia 24
jam, pH lambung naik lagi menjadi 6-7. Penyebabnya : karena sel2
pariental belum matang.
pH lambung akan tetap tinggi hingga mencapia usia 20-30 bulan.
Pada usia ini pH lambung akan sama dengan pH ornag dewasa yaitu 2-3.
- motilitas saluran lambung-usus.
Pada neonatus pula proses pengosongan lambung masih belum
teratur dan baru akan akan teratur ketika mencapai 6-8 bulan (klasifikasi
untuk bayi). Untuk motilitas saluran cerna, proses berpindahnya obat
kesaluran cerna (usus) berlangsung panjang (lambat) hal ini disebabkan
gerakan peristaltik lambung masih lemah sehingga memperpanjang
waktu sampainya obat ke sistemik. Namun pada Bayi, waktu transit
(waktu berpindahnya obat ke usus) berlangsung lebh cepat hal ini
disebabkan gerakan peristaltik lambung telah berkembang mendekati
motilitas orang dewasa.
Pada bayi prematur, waktu transit lebih lambat lagi, yaitu 6-8 jam.
Adanya perlambatan motilitas lambung-usus ini menyebabkan perbedaan
profil absorpsi obat-obat yang kelarutannya didalam air terbatas sehingga
kurva profil obat (kadar puncak (Cmax) obat dan waktu mencapai kadar
puncak) tidak mudah diprediksi.
Pada bayi prematur, selain motilitas dan pH lambung yang masih rendah,
titter asam-asam empedu dan enzim lipase masih rendah sehingga
mneyebabkan penurunan pelarutan dan ketersediaan hayati obat lipofilik
(vitamin ADEK dan dalma bentuk konjugasi).
Pada bayi 4 bulan mekanisme absorpsi difusi pasif dan transpor aktif
mulai kompleks (telah dewasa).
Catatan : obat-obat yang merupakan lepas lambat contoh : fenitoin dan teofilin
lebih cepat, hal ini berdampak kurangnya jumlah obat yang diabsorpsi.
Ballita yang berusia 3-5 tahun telah mempunyai sisitem absorpsi
menyamai sistem absorpsi pada orang dewasa.
Kecepatan absorpsi pada usia dini : bayi prematur < Neonatus < bayi <
anak-anak. Hal ini berbanding lurus dengan lama waktu absorpsi untuk
mencapai kadar puncak.
Rute pemberian obat :
- Rektal/ perkutan
Pemberian perkutan pada neonatus akan mempercepat absorpsi. Rektal dapat
diberikan pada bayi yang berusian 3-5 tahun dan cara ini sangat efisien untuk
menghindari adanya frst pass effect (karena enzim metabolisme pada hati belum
sempurna). Pemberian obat melalui rektum (sediaan supositoria) yang benar
yaitu diletakkan direktum bagian bawah (dekat anus). Hal ini akan
mengantarkan obat vena kava inferior langsung menuju sirkulasi sistemik dan
tidak melewati hati.
- Perkutan melalui kulit pada neonatus juga efektif. Obat dapat diberikan secara
topikal. Penyebab : stratum korneum masih tipis dan lebih berair. Namun perlu
diperhatikan dosisnya sebab bayi mudah mengalami keracunan sistemik.
- Intramuskular
Pada neonatus pilihan ini sangat tidak efisien pasalnya aliran darah pada otot
relatif lambat dna kontraksi otot belum efisien, serta kandungan air pada
neonatus relatif besar ber unit masa otot.
Catatan :
- aktivitas enzim CYP1A1 meningkat bersamaan bertambahnya usia,
namun aktivitas glutation S-transferase pada duodenum menurun
seiring bertambahnya usia.
- data tentang profil absorpsi dan ketersediaan hayati obat pada usia
dini masih jauh dari harapan sehingga menyebbabkan kesulitan dalam
memprediksi regimen dosis.
IKATAN OBAT-PROTEIN DAN DISTRIBUSI OBAT
- Seiring dengan perubahan komposisi tubuh selmaa masih perkembangan bayi,
volume distribusi obat juga berubah, tergantug pada : sifat fisiko kimiawi obat,
ph, ikatan protein dan faktor hemodiamik.
- Jaringan adipose nenonatus terdiri dari 57$ air dan 35% lipid, sedangkan pad
aorang dewasa sebaliknya, yaitu 26,3 % air dan 71,7 % lipid. Dari perbedaan
proporsi air dan lipid pada neonatus dan orang dwasa dapat diperkirakan besar
volume obat yang terdistribusi pada keduanya (obat bersifat hidrofilik atau
hidrofobik).
- Namun, meskipun kandungan lipid relatif rendah pada neonatus yang berusia 3
bulan, kandungan lipid pada susunan syaraf pusat cukup tinggi, sehingga obat
yang bersifat lipofilik (misalnya propanolol) dapat mempengaruhi sistem syaraf
pusat.
- See tabel 3.3
- Ikatan obat dengan protein serum relatif leih rendah pada neonatus
dibandingkan dengan ikatannya pada orang dewasa >>> fraksi bebas atau
protein non bonding lebih banyak terdistribusikan ke jaringan neonatus dan
bayi, berikatan dengan reseptor dan tereliminasi. fraksi obat bebas lebih besar
pada neonatus atau bayi >>obat terdistribusi lebih luas ke dalam jaringan>>
Volume distribusi besar. Klirens total rendah > waktu paro rendah.
- organ-organ eliminasi (hati dna ginjal) pada neonatis atau bayi belum sempurna,
maka waktu paro eliminasi obat lebh panjang dibandingkan orang dewasa.
- Vd neonatus lebih besar dibandingkan bayi >>> waktu paro eliminasi lebih lama.
Bila dosis pada neonatus tidak dikurangi >> kenaikan intensitas efek dan durasi
obat.
METABOLISME DAN ELIMINASI OBAT
- pada umumnya proses biotransformasi pada bayi prematur lebih rendah karena
pengambilan obat oleh sel-sel hati rendah, kapasitas enzim hepatik rendah,
aliran darah hepatik dan ekskresi bilier lambat.
- Pada bayi prematur, obat yang seharusnya sebelum termetabolisme harus
berikatan dengan protein akseptor, keberadaannya rendah atau tidak ada >>
mengganggu klirens (obat kelompok kapasitas terbatas)
- Pada bayi berusia 10 hari protein akseptor berkembang secara bertahap
- Metabolisme pada neonatus dna bayi dapat dinilai dari klirens terhadap obat.
contoh pada kafein. Pada bayi terjadi proses demetilasi pada unsur kafein (kafein
adalah substrat enzim CYP1A2) dan nilai klirens mencapia nilai orang dewasa,
dan bersifat nonlinear, dengan waktu paro eliminasi rata-rata 10 jam.
- Aktivitas enzom CYP2C9 dan 2C19 pada usia bayi 2-4 minggu masih rendah >>
mengalami perkembangan pada bayi 6 bulan.
- Pada anak-anak, aktivitas kedua enzim (CYP2C9 dan 2C19) meningkat melebihi
orang dewasa dan menyamai ornag dewasa pada masa pubertas.
- Enzim metabolisme yang berperan pada fase II (reaksi konjugasi) : (N-
asetiltransferase (NAT2), tiopurin merultransferase (TMPT),
glukuronosiltransferase (UGT), dan sulfotransferase (ST). Pada neonatus sampai
usia 2 bulan aktivitas NAT2 masih lemah, mencapai optimal ketika bayi berusia
1-3 tahun.
- Semakin besar usia neonatus, semakin pendek eliminasi obat, contoh :
fenobarbital dan fenitoin sebaliknya pada usia yang sangat dini waktu paro
eliminasinya sangat lama dibandingkan pada neonatus yang berusia 2-6 minggu.
Catatan : pendeknya waktu paro eliminasi obat menunjukan meningkatnya
aktivitas enzim metabolisme seiring perkembangan usia/
SEKRESI OBAT MELLAUI GINJAL
- fungsi ginjal masih lemah pada neonatus, lebih efektif pada bayi, dan umumnya
sudha mengalami pendewasaan pada usia anak-anak.
- Perlu diperhatikan dosis pemberian obat yang dieksresikna mellaui ginjal.
Pertimbangan kemampuan klirens renal obat (kapasitas filtrasi glomerulus dan
sekresinya masih rendah.
- Perlu dilakukan pengurangan dodsis pada neonatus.
b. USIA LANJUT
- Pertambahn usia >> kondisi faal menurun lihat >> TABEL 3.14
A
Pada usia lanjut, obat-obat yang labil dalam suasan asam lambung. Lebih bnayak yang
terabsorpsi. Untuk obat-obat prodrug yang terurai menjadi metabolit pada pH rendah
hanya memiliki ketersediaan hayati kurang pada usia lanjut. Pad ausia lanjut pula
terjadi perlambatan pengosongan lambung menyebabkan tertundannya obat masuk ke
dalma usuus halus, sehingga obat mnegalami penundaan absropsi.
D
Pda proses distribusi, pengurangan kadar albumin serum, akna meningkatka kadar obat
bebas, sehingga terjadi peningakatan volume obat yang terdstribusi misalnya untuk
obat-obatan yang bersifat lipofilik. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya
usia, kandungan lipid semakin meningkan dan peningkatann ini lebih besar pda wanita
dibandingkan pria.
M
Semakin tua umur seseorang, aktivitas enzim fase 1 mulai terganggu. Aktivitas
metabolisme berkurang 30% setelah usia 70 tahun yang disebabkan oleh mneurunnya
kinerja enzim CYP1A2. Lambatnya kinerja hati >>> klirens lambat >> kenaikan kadar
obat didalma darah jika dosis obat tidak diturunkan. Pengukuran metabolisme di hati
dapat menggunakna obat2 atua senyawa yag mmepunyai rasio ekstraksi hepatik
rendah.
EKSRESI OBAT
Fungsi eksresi ginjal rata2 berkurang 6-10% kerika seseorang mulai menginjak usia 40
tahun >>> terjadi perlambatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerular sehingga obat
dan metabolitnya cenderung terakumulasi didalam darah. Mneyebabkan waktu paro
eliminasi lambat >>> nilai klirens berubah.
2. GENDER DAN KEHAMILAN
Perbedaan pria dan wanita yang menyebabkan perbedaan profil ADME
a. Berat badan
b. Luas permukaan tubuh
c. Fisiologik dan biokimia
- Tubuh wanita cenderung lebih kecil dan komposisi tubuh berbeda dengan pria
>> dosis obat tertentu kadarnya didalam darah (AUC) lebih tingggi pada wnaita,
karena klirens obat lambat pada wanita.
- Aspek farmaskodinaik : wanita kadang lbh sensitif trhadpa obat
A.
- Lama transit obat pada GI : pada pria lebih pendek 45 jam sedangkan wanita
lebih lama (92 jam). Hal ini juga berlaku pada makanan berserat.
- Kadar kholat pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita, namun pada wanita
asam khenodeoksikholat lebih tinggi dibandingkan pria. (kholat dan
khenodeokshikolat adalah asam-asam empedu yangberfungsi sebagia pelarut
senyawa atau obat lipofilik)
- Aktivitas enzim alkohol dehidrogenase pada wanita lebih rendah dibandingkan
pria, sehingga wnaita lkbeih cepat mabuk dibandingkan pria.
- Ekspresi poliglikoprotein di sel-sek usus halus lebih bnayak pada pria sehingga
lebih banyak fraksi obat yang ditolak keluar dan masuk lagi kedalam lumen usus.
D.
- Komposis tubuh m’pengaruhi voluem distribusi
- Lemak tubuh wnaita lebih besar dibanding pria >> obat larut lemak
terdistribusi secraa luas. Obat kurang larut lemak>> volume distribusinya
kecil. Catatn : volume distribusi menentuakn penetapan loading dose dan
kadar obat puncak dalam warah, waktu paro dan durasi efek.
- Kecepatan perfusi darah hepatik pada wanita rendah>> klirens hepatik
rendah. Bila volume distribusi / dosis dikurangi maka kadar obat dalma
darah akan tinggi.
- AAG (protein yang mengikat obat dalam darah dipengaruhi oleh estrgen
endogen dan eksogen. Wanita mnegeluarkan estrogen berlebih ketika
menstruasi sehingga ikatan AAG-obat berkurang. Hal ini banyak terjadi pada
obat basa lemah. Pada wnaita lebih banyak terjadi hal ini dibandingkan pria/
E.
- Kecepatan filtrasi Glomeruli pada wanita lebih rendah (10-15%) dari pria.
- Klirens ginjal pada waita lbih lambat untuk obat2 yag sebagian besar dieksresi
mellaui ginjal.
KEHAMILAN
Pendosisan pada wanita hamil menjadi perlu mengingat sedang dalma masa
pregnant, dan sangat rentan terhadap pengaruh obat. namun terdapat kesulitan
yaitu terhalang masalah legal dan ethika untuk mengungkap FK dan FD.
- 3 bulan pertama kehamilan, metabolisme janin nyaris belum berfungsi, namun
semakin meningkat pada semester berikutnya.
- Distibusi obat akan secraa menyeluruh termasuk pada kompartemen plasenta
dan jain.
Lihat tabel 3.24
- Kinerja enzim2 yang bekerja pada metabolisme reaksi 1 dan 2 dihati mengelami
penurunan mulai trimester awal kehamilan dan kenaikan kinerja enzim
(CYP3A4) selama trimester terkahir. Perubahan aktivitas enzim ini akan kembali
mebaik 2 bulan setelah melahirkan
- Selama kehamilan terjadi kenaikan darah ginjaln sebesar 25-50% dan kecepatan
filtrasi klomerulus sebesar 50% >> menyebabkan kenaikan eksresi obat mellaui
ginjal >> penurunan kadar obat didalam darah.
- Lebih banyak fraksi obat bebas pada plasma wanita hamil disebabkan rendahnya
kadar albumin dan alfa-acid glikoprotein dalam plasma
3. FARMAKOGENETIK
- Merpakan disiplin ilmu yang mempelajari pengaruh genetik terhadpa ADME dan
respon obat
- Polimorfisme genetik dapat terjadi pada proses absorpsi, distribusi, enzim-
enzim metabolisme dan target obat (mis. Reseptor).
- Pengaruh genetik paling banyak pada aspek metbaolisme (enzim CYP) dmn
enzim-enzim ini menunjukkan variasi dan beberapa diantarannya mengalami
polimorfisme genetik (CYP2D6, CYP2C9, CYP2C19 dan UGT).
- Adanya polimorfisme menyebabakn variasi efek pada setiap pasien.
- Polimorfisme yang menyerang enzim2 metabolisme menyebabkan obat tidak
dapat diubah menjadi bentuk polarnya sehingga nilai klirens obat menurun dan
obat akan terakumulasi dalam tubuh.
- Polimorfisme menyerang metabolisme 1 dan 2 yang memerikan dampak pada
efek terapi.
- Polimorfisme yang mneyerang protein transpor salah satunya pgp duodenum
menyebabkan kurangnya ekspresi gen pgp dan terjadi perubahan efek obat baik
itu melemah atau menginduksi efek obat contoh : pada pasien genotipe 3435TT,
aktivitas pgp lebih rendah, menyebabkan kenaikan ketersediaan hayati digoksin
atau penurunan ketersediaan hayati feknofenadindan nelfinavir.
- Variasi genetik pulan mempengaruhi efikasi obat. polimorfisme yang mneyerang
reseptor menyebabkan obat tidka dapat berikatan dengan reseptornya untuk
menimbulkan efek
- Efikasi obat juga dipegaruhi oleh etnik. Dimana pada seuatu etnik kejadiaan
polimorfisme akan diturunkan sehingga efek yang terjadi pada satu etnik dengan
etnik lainnya dapat saja berbeda. Contoh pada polimorfisme enzim metabolisme
CYP2C9 banyak terjadi pada etnik korea dan belum tentu pada etnik melayu
(indonesia, malaysia dll) apabila diberikan obat berdasarkan dosis yang disesuai
dengan etnik korea akan memberikan efek yang sama.
4. OBESITAS
- Kegemukan dapat mengubah profil ADME obat lihat tabel 3.32
- Penetapna dosis pada pasien obesitas dapat berdasarkan berat badan total, berat
badan iseal, berat badan langsing yang memperkirakan berat badan yang telah
dikoreksi, indeks masa tubuh, atau luas permukaan tubuh.penetapan loading
dose, volume distribusi obat lipofilik dihitung menggunakan berat badan total,
penetapan dosis maintenance yg klirensnnya tidak terpengaruhi oleh obesitas
digunakan IBW, jik aklirensnnya mneingkat digunakan LBW
- Distribusi obat2 hidrofilik ke dalam jaringan adipose sangat kecil >> nilai vd nya
tidak berubah >> tidka diperlukan perubahan loading dose pada obesitas.
- Berat badan langsing yang memerkirakan berta badan tanpa lemak (LBW) dapat
menerangkan volume ginjal dan fungsi glomeruli dibandingkan berdasarkan
berat badan total (TBW) dan berat badan yang telah dikoreksi , indeks masa
tubuh atau luas permukaan tubuh (BSA)
- Distribusi obat yang larut lemak meningkat karen akenaikan berat badan total
>> mempengaruhi loading dose, interval pemberina obat, waktu paro eliminasi
dan waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar tunak didalam darah.
- Pad aobesitas terjadi kenaikan curah jantung, alirandarah ginjal dna kecepatan
filtrasi glomeruli. Menurut konsep farmakikinetika terjadi kenaikan klirens,
penurunan volume distribusi dan waktu paro elimnasi lebih pendek pada
obesitas dibandingkan dengan subjek badan normal.
- Untuk obat2 dengan kisaran terapeutik sempit perlu dilakukan pemantauan
dosis untuk pasien obesitas. Dosisi yang diperoleh untuk obat2 hidrofilik akan
meghasilkan kadar obat didalam darah terllau tinggi dari seharusnya >>>> berat
bada subjek harus dikoreksi dengan faktor 0,4 untuk menghindri over dosis.
- Kadar albumin dalam darah meningkat pada pasien obesitas menyebabkan
fraksi beberapa jenis obat contoh propanolol bebas lebih rendah dari normal >>
mneurunkan volume distribusi.
- Pendosisan untuk pasien obesitas sebaiknya menggunakan berat badan ideal
dan bukan berat badan total.
- Pad apasien obesitas terjadi kenaikan aliran darah hepatik.
- Obesitas mempercepat filtrasi glomeruli dan sekresi obat mellaui tubuli ginjal,
namun mengurangi reabsorpsi tubuli ginjal >> kenaikan klirens ginjal
5. Penyakit GI
- Faktor yang mempengaruhi absorpsi yaitu :
a. Ph >> kenaikan pH menyebbakan pengurangan absorpsi obat yang lebih
senang diabsorpsi dalam suasana asam. Kenaikan ph dapat disebabkan oleh
usia, obat antasida atau obat-obat penekan reseptor H2
b. Sekresei lambung
c. Pankreas dan usus
d. Motilitas
e. Aktivitas berbagai enzim metabolisme didalam lumen dan epitel
gastrointestinal
f. Aliran darah splanshnik yang menuju vena.
- Kecepatan pengosongan lambung (GER)
LAMBAT >> memperlama pencapaian kaar obat didalam darah (T maks). >>
penundaan absorpsi merugikan efek terapi jika onset diharapan cepat.
CEPAT >> untung : untuk obat2 yang mekanisme absorpsinya terbatas cont :
vitmn b2 mekanisme transpor aktif dan terjadi diduodeum.
- Penyakit celiac dan crohn’s
a. Penyakit autoimun pada GI yang mempengaruhi absorpsi obat dan senyawa
eksogen lainnya karena kenaikan permeabilitas usus
b. Penyakit celiac : peradangan pada usuus halus bagian proksimal yang
disebbakan faktor genetik atau terlalu sering mengonsumsi gluten dari biji-
bijian dan gandum. Gangguan ini menyebabkan malabsorpsi nutrien,
diantaranya karbohidrat dan lemak, zat besi, asma folat dan vitamin D,
vitamin A, E dan K serta pertumbuhan bakteri berlebihan di usus.
c. Penyakit crohn’s : peradangan terjadi terutama pada usus bagian distal dan
usus besar bagian proksimal.
Lihat tabel 3.4.2