1) dr. raja oloan saut gurning, st., m.sc. 2) ir. alam...

12
Pemilihan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain) Daging Segar yang Memenuhi Persyaratan Halal Gamma Halim 1) Dr. Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc. 2) Ir. Alam Baheramsyah, M.Sc 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sistem Perkapalan , Fakultas Teknologi Kelautan, ITS, Surabaya 60111 2) Dosen Jurusan Teknik Sistem Perkapalan , Fakultas Teknologi Kelautan, ITS, Surabaya 60111 E-mail : [email protected] ; [email protected] ; [email protected] ABSTRAK Sistem rantai dingin (cold chain) adalah jenis rantai suplai dimana pada prosesnya bertujuan untuk menjaga suhu agar produk tetap terjaga selama proses distribusi. Daging beku adalah salah satu produk dari cold chain karena daging merupakan bahan yang mudah rusak bila tidak dijaga suhunya. Faktor penting dalam menjaga produk cold chain adalah perlakuan yang benar di tiap-tiap titik distribusi utama dalam rantai dingin sehingga jalur distribusi yang tepat akan memberikan kualitas yang baik dari produk cold chain. Dalam skripsi ini terdapat tiga skenario dalam jalur distribusi rantai dingin. Ketiga skenario tersebut adalah skenario 1 (Rumah Potong Hewan/RPH-Pelabuhan-Kapal), skenario 2 (RPH- Sentral Distribusi-Kapal), dan skenario 3 (RPH-Sentral Distribusi-Pelabuhan-Kapal). Skenario ini akan dinilai dengan kriteria utama kualitas serta beberapa kriteria lainnya berdasarkan dari hasil observasi mengenai kondisi lapangan yang saat ini berjalan di RPH PT Z kemudian di sentral distribusi PT Y dan lapangan kontainer berpendingin di pelabuhan PT X. Pemilihan ini menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan dibantu software Expert Choice. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa skenario 2 (RPH-Sentral Distribusi-Kapal) merupakan skenario yang dipilih dengan persentase keterpilihan 41 %. Kata Kunci: rantai dingin, rantai suplai, distribusi, AHP, expert choice, halal, HACCP, RPH. 1. PENDAHULUAN Rantai Suplai dapat didefinisikan sebagai sekumpulan aktifitas yang terlibat dalam proses perubahan dan distribusi barang mulai dari bahan baku sampai produk jadi pada konsumen akhir. Sebuah supply chain (rantai suplai) yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai suplai tersebut. Salah satu produk vital yang harus memiliki rantai suplai yang baik adalah produk yang mudah rusak, salah satunya daging. Cold chain management yang tepat untuk sangat dibutuhkan sekali untuk menjaga kualitas daging dan ikan yang dikirim, karena bisa dilihat dari gambar 1.2 diatas bahwa ada titik-titik dimana temperatur daging yang dibekukan berubah drastis yang diakibatkan oleh kontaknya produk dengan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan suhu naik dan mengaktifkan bakteri pathogen sehingga kualitas daging menjadi turun. Gambar 1.1. Fluktuasi temperature process cold chain (Sumber: http://blogs.swisslog.com) Datangnya era globalisasi tidak dapat dihindari lagi. Hal ini akan membawa konsekuensi banyak makanan dan minuman impor baik yang jelas keharamannya atau yang tidak jelas keharamannya beredar di tengah-tengah kita. Ditambah lagi, sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat bahwa pengertian halal itu hanya dilihat dari sudut pandang agama saja, padahal ada aspek lain yang perlu diperhatikan, yakni kualitas daging itu sendiri. Adapun kualitas selama proses cold chain jelas mengalami perubahan, dimana itu juga akan mempengaruhi kehalalan dari daging. Dengan demikian, apabila tidak ada jaminan kehalalan suatu bahan atau produk pangan, maka akan sulit sekali bagi awam untuk memilih mana makanan dan minuman yang halal dan mana yang haram. Untuk itulah diperlukan adanya peraturan dan pengaturan yang jelas, yang menjamin kehalalan suatu bahan atau produk pangan. Oleh karena itu, Sistem Rantai Dingin yang baik merupakan salah satu langkah pengaturan untuk menjaga kehalalan produk pangan. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rantai Dingin (Cold Chain) Cold Chain adalah termasuk bagian dari rantai supply (supply chain) di mana di dalamnya bertujuan untuk menjaga suhu agar produk tetap terjaga selama proses distribusi pada rangkaian rantai suplai (supply chain). Kegagalan dari sebuah sistem cold chain merupakan kegagalan seluruh aktivitas yang dialami oleh seluruh rangkaian rantai suplai (supply chain) secara seri dalam memelihara range suhu sesuai dengan produknya. Untuk mendapatkan sebuah sistem rantai dingin yang tepat ada empat tahap kritis yang harus dicermati betul dalam sistem rantai dingin produk beku yaitu: o Penanganan saat diproses awal o Penyimpanan dan pengolahan saat tiba di darat o Penanganan saat transportasi ke negara tujuan o Penanganan saat bongkar muat dan sistem distribusi ke konsumen Pada dasarnya Cold Chain diterapkan pada industri makanan dan obat-obatan juga pada bebarapa kapal bermuatan bahan kimia. Pada industri obat-obatan suhu dijaga antara 2 - 8 0 C, tetapi temperatur ini tentunya akan berbeda tergantung dari produk yang ditanganinya. Untuk daging mulai membeku pada suhu antara -0,60 0 C sampai - 20 0 C, atau rata-rata pada -14 0 C. Sedangkan Cold Chain Management sendiri merupakan sebuah menajemen dari seluruh aktivitas Cold Chain agar berjalan secara efektif dan efisien baik secara ekonomis. Cold Chain sendiri dapat diatur melalui sebuah sistem manajemen kualitas. Hal ini harus dianalisa, diukur, dikontrol, didokumentasikan dan divalidasi.

Upload: buidiep

Post on 18-Feb-2018

232 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1) Dr. Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc. 2) Ir. Alam ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-34733-4209100036-Paper.pdf · Pemilihan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain) Daging Segar

Pemilihan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain) Daging Segar yang Memenuhi Persyaratan Halal

Gamma Halim 1) Dr. Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc. 2) Ir. Alam Baheramsyah, M.Sc 2)

1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sistem Perkapalan , Fakultas Teknologi Kelautan, ITS, Surabaya 60111 2) Dosen Jurusan Teknik Sistem Perkapalan , Fakultas Teknologi Kelautan, ITS, Surabaya 60111

E-mail : [email protected] ; [email protected] ; [email protected] ABSTRAK

Sistem rantai dingin (cold chain) adalah jenis rantai suplai dimana pada prosesnya bertujuan untuk menjaga suhu agar

produk tetap terjaga selama proses distribusi. Daging beku adalah salah satu produk dari cold chain karena daging merupakan bahan yang mudah rusak bila tidak dijaga suhunya. Faktor penting dalam menjaga produk cold chain adalah perlakuan yang benar di tiap-tiap titik distribusi utama dalam rantai dingin sehingga jalur distribusi yang tepat akan memberikan kualitas yang baik dari produk cold chain. Dalam skripsi ini terdapat tiga skenario dalam jalur distribusi rantai dingin. Ketiga skenario tersebut adalah skenario 1 (Rumah Potong Hewan/RPH-Pelabuhan-Kapal), skenario 2 (RPH-Sentral Distribusi-Kapal), dan skenario 3 (RPH-Sentral Distribusi-Pelabuhan-Kapal). Skenario ini akan dinilai dengan kriteria utama kualitas serta beberapa kriteria lainnya berdasarkan dari hasil observasi mengenai kondisi lapangan yang saat ini berjalan di RPH PT Z kemudian di sentral distribusi PT Y dan lapangan kontainer berpendingin di pelabuhan PT X. Pemilihan ini menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan dibantu software Expert Choice. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa skenario 2 (RPH-Sentral Distribusi-Kapal) merupakan skenario yang dipilih dengan persentase keterpilihan 41 %.

Kata Kunci: rantai dingin, rantai suplai, distribusi, AHP, expert choice, halal, HACCP, RPH.

1. PENDAHULUAN

Rantai Suplai dapat didefinisikan sebagai sekumpulan aktifitas yang terlibat dalam proses perubahan dan distribusi barang mulai dari bahan baku sampai produk jadi pada konsumen akhir. Sebuah supply chain (rantai suplai) yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai suplai tersebut. Salah satu produk vital yang harus memiliki rantai suplai yang baik adalah produk yang mudah rusak, salah satunya daging.

Cold chain management yang tepat untuk sangat dibutuhkan sekali untuk menjaga kualitas daging dan ikan yang dikirim, karena bisa dilihat dari gambar 1.2 diatas bahwa ada titik-titik dimana temperatur daging yang dibekukan berubah drastis yang diakibatkan oleh kontaknya produk dengan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan suhu naik dan mengaktifkan bakteri pathogen sehingga kualitas daging menjadi turun.

Gambar 1.1. Fluktuasi temperature process cold chain

(Sumber: http://blogs.swisslog.com) Datangnya era globalisasi tidak dapat dihindari lagi. Hal

ini akan membawa konsekuensi banyak makanan dan minuman impor baik yang jelas keharamannya atau yang tidak jelas keharamannya beredar di tengah-tengah kita. Ditambah lagi, sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat bahwa pengertian halal itu hanya dilihat dari sudut pandang agama saja, padahal ada aspek lain yang perlu diperhatikan, yakni kualitas daging itu sendiri. Adapun kualitas selama proses cold chain jelas mengalami perubahan, dimana itu juga akan mempengaruhi kehalalan dari daging.

Dengan demikian, apabila tidak ada jaminan kehalalan suatu bahan atau produk pangan, maka akan sulit sekali bagi

awam untuk memilih mana makanan dan minuman yang halal dan mana yang haram. Untuk itulah diperlukan adanya peraturan dan pengaturan yang jelas, yang menjamin kehalalan suatu bahan atau produk pangan. Oleh karena itu, Sistem Rantai Dingin yang baik merupakan salah satu langkah pengaturan untuk menjaga kehalalan produk pangan.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rantai Dingin (Cold Chain)

Cold Chain adalah termasuk bagian dari rantai supply (supply chain) di mana di dalamnya bertujuan untuk menjaga suhu agar produk tetap terjaga selama proses distribusi pada rangkaian rantai suplai (supply chain). Kegagalan dari sebuah sistem cold chain merupakan kegagalan seluruh aktivitas yang dialami oleh seluruh rangkaian rantai suplai (supply chain) secara seri dalam memelihara range suhu sesuai dengan produknya.

Untuk mendapatkan sebuah sistem rantai dingin yang tepat ada empat tahap kritis yang harus dicermati betul dalam sistem rantai dingin produk beku yaitu:

o Penanganan saat diproses awal o Penyimpanan dan pengolahan saat tiba di darat o Penanganan saat transportasi ke negara tujuan o Penanganan saat bongkar muat dan sistem

distribusi ke konsumen Pada dasarnya Cold Chain diterapkan pada industri

makanan dan obat-obatan juga pada bebarapa kapal bermuatan bahan kimia. Pada industri obat-obatan suhu dijaga antara 2 - 8 0 C, tetapi temperatur ini tentunya akan berbeda tergantung dari produk yang ditanganinya. Untuk daging mulai membeku pada suhu antara -0,600C sampai -200C, atau rata-rata pada -140C. Sedangkan Cold Chain Management sendiri merupakan sebuah menajemen dari seluruh aktivitas Cold Chain agar berjalan secara efektif dan efisien baik secara ekonomis. Cold Chain sendiri dapat diatur melalui sebuah sistem manajemen kualitas. Hal ini harus dianalisa, diukur, dikontrol, didokumentasikan dan divalidasi.

Page 2: 1) Dr. Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc. 2) Ir. Alam ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-34733-4209100036-Paper.pdf · Pemilihan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain) Daging Segar

2

Gambar 2.1. Cold Chain Process

(sumber :http://logisticsweek.com, 2011)

Rantai aliran makanan beku atau rantai dingin (cold chain) umumnya terdiri dari: pembekuan, penyimpanan dalam gudang dingin, diangkut dengan mobil berpendingin (refrigerated truck), dipamerkan dalam lemari dingin di toko makanan, akhirnya disimpan di dalam freezer lemari es di rumah. Dalam sistem Cold Chain ini tidak hanya melibatkan kapal sebagai alat angkut yang utama saja melainkan beberapa komponen yang harus berjalan secara terintegrasi seperti yang terlihat pada gambar 2.1 di atas. 2.3. Multi Criteria Decision Making

Menurut Kusumadewi (2007) “Mutiple Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu”. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran, aturan-aturan atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan tujuannya. MCDM dapat dibagi menjadi 2 model (Zimmermann, 1991): Multi Attribute Decision Making (MADM); dan Multi Objective Decision Making (MODM). Seringkali MCDM dan MADM digunakan untuk menerangkan kelas atau kategori yang sama. MADM digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam ruang diskret. Oleh karena itu, pada MADM biasanya digunakan untuk melakukan penilaian atau seleksi terhadap beberapa alternatif dalam jumlah yang terbatas. Sedangkan MODM digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah pada ruang kontinyu (seperti permasalahan pada pemrograman matematis).

2.4. Analitical Hierarchy Process (AHP) Metode Analitical Hierarchy Process (AHP)

Analitical Hierarchy Process (AHP) memungkinkan pengguna untuk menentukan nilai bobot realtif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan. Mengubah perbandingan berpasangan tersebut menjadi suatu himpunan bilangan yang mempresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif dengan cara yang konsisten (Saaty, 1983, dalam Marimin, 2004).

Prinsip AHP menurut Wignyosukarto, (2001), adalah salah satu metode yang dianggap tepat untuk menentukan suatu kriteria. Metode ini digunakan untuk pengukuran guna mendapatkan skala rasio, baik dari perbandingan pasangan yang diskret maupun kontinyu. AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsitensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan diantara kelompok elemen struktur. Ada beberapa prinsip dalam penyelesaian masalah menggunakan AHP, yakni: decomposition, comparatif judgement, syntetic of priority dan logical consitensy.

Decomposition, yaitu suatu proses memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi.

Comparatif Judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu, dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan lebih baik bila dalam bentuk matrik yang dinamakan matrik pairwise comparisions (perbandingan berpasangan).

Syntetic of Priority, yaitu setiap matrik pairwise comparisons kemudian dicari eigen vector-nya untuk mendapatkan local priority. Karena matrik pairwise comparisions terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara local priority.Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hirarki.Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting.

Logical Consistensy, yaitu semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis.

Analisis Metode Analitical Hierarchy Process (AHP)

AHP merupakan salah satu metode untuk membantu menyusun suatu prioritas dari berbagai pilihan dengan menggunakan beberapa kriteria (multi criteria). Karena sifatnya yangmulti kriteria, AHP cukup banyak digunakan dalam penyusunan prioritas.

Di samping bersifar multi kriteria, AHP juga didasarkan pada suatu proses yang terstruktur dan logis. Pemilihan atau penyusunan prioritas dilakukan dengan suatu prosedur yang logis dan terstruktur. Kegiatan tersebut dilakukan oleh ahli-ahli yang representatif berkaitan dengan alternatif-alternatif yang akan disusun prioritasnya (Bougeois, 2005).

Dalam pengambilan keputusan dengan metode AHP, langkah-langkah kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Mendefinisikan suatu kegiatan yang memerlukan pemilihan dalam pengambilan keputusannya,;

b. Menentukan kriteria dan alternatif-alternatif tersebut terhadap indentitas kegiatan membuat hierarkinya.

c. Membuat matriks “pairwise comparison” berdasarkan criteria focus dengan memperhatikan prinsip-prinsip “comparative judgment”

d. Buatlah matriks pairwise comparison dengan memperhatikan prinsip-prinsip comparative judgment berdasarkan kriteria pada tingkat diatasnya.

Penyusunan Prioritas

Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki. Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks. Contoh, terdapat n objek yang dinotasikan dengan (A1, A2,…, A) yang akan dinilaiberdasarkan pada nilai tingkat kepentingannya antara lain Ai dan Aj dipresentasikan dalam matriks Pair-wise Comparison.

Tabel 2.1. Matrik Berpasangan dari Tiap Kriteria

(Saaty, L 1993)

Page 3: 1) Dr. Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc. 2) Ir. Alam ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-34733-4209100036-Paper.pdf · Pemilihan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain) Daging Segar

3

Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris)

terhadap A1 (kolom) yang menyatakan hubungan : a) Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris)

terhadap kriteria C dibandingkan dengan A1 (kolom) atau

b) Seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadap A1 (kolom) atau

c) Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada A1 (baris) dibandingkan dengan A1 (kolom).

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh

perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 2.1 Skala Saaty

Intensitas kepentingan

Definisi verbal Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya

Kedua elemen yang sama terhadap tujuan

3

Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada yang lain.

Pengalaman dan pertimbangan sedikit memihak pada sebuah elemen dibanding elemen lainnya

5

Elemen yang mempunyai tingkat kepentingan yang kuat terhadap yang lain, jelas lebih penting dari elemen yang lain

Pengalaman judgment secara kuat memihak pada sebuah elemen dibandingkan elemen lainnya.

7

Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya.

Satu elemen dengan disukai, dan dominasinya tampak dalam praktek. …..dilanjutkan

9 Satu elemen mutlak lebih dari elemen lainnya

Bukti bahwa satu element penting dari element lainnya dalah dominan.

2,4,6,8

Nilai-nilai tengah diantara dua pertimbangan yang berdampingan

Nilai ini diberikan bila diperlukan adanya dua pertimbangan

Bila komponen I mendapat salah satu nilai, saat dibandingkan dengan elemen J, maka elemen J mempunyai nilai kebalikannya saat dibandingkan dengan elemen J

Model AHP didasarkan pada pair-wise comparison

matrix, dimana elemen-elemen pada matriks tersebut merupakan judgement dari decision maker. Seorang decision maker akan memberikan penilaian,

mempersepsikan, ataupun memperkirakan kemungkinan dari suatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap level of hierarchy dari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan.

Berikut ini contoh suatu Pair-Wise Comparison Matrix pada suatu level of hierarchy, yaitu:

Baris 1 kolom 2: jika E dibandingkan dengan F, maka E

lebih penting/disukai/dimungkinkan daripada F yaitu sebesar 5, artinya: E essential atau strong importance daripada F, dan seterusnya.

Eigen value dan Eigen vector

Apabila decision maker sudah memasukkan persepsinya atau penilaian untuk setiap perbandingan antara kriteria – kriteria yang berada dalam satu level (tingkatan) atau yang dapat diperbandingkan maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan di setiap level (tingkatan).

Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka akan diberikan definisi – definisi mengenai matriks dan vektor.

1) Matriks Matriks adalah sekumpulan himpunan objek

(bilangan riil atau kompleks, variabel–variabel) yang disusun secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dan kolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku atau biasa. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n kolom maka matriks tersebut berukuran (ordo) m x n. Matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika m = n. Dan skalar–skalarnya berada di baris ke-i dan kolom ke-j yang disebut (ij) matriks entri.

2) Vektor dari n dimensi

Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen – elemen yang teratur berupa angka–angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kiri ke kanan (disebut vektor baris atau Row Vector dengan ordo 1 x n ) maupun menurut kolom, dari atas ke bawah (disebut vektor kolom atau Colomn Vector dengan ordo n x 1). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan R".

Untuk vektor u dirumuskan sebagai berikut:

Page 4: 1) Dr. Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc. 2) Ir. Alam ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-34733-4209100036-Paper.pdf · Pemilihan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain) Daging Segar

4

3) Eigen value dan Eigen vector Definisi: jika A adalah matriks n x n maka vektor

tak nol x di dalam R" dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni:

Skalar λ dinamakan eigen value dari A dan x

dikatakan eigen vector yang bersesuaian dengan lamda. Untuk mencapai eigen value dari matriks A yang berukuran n x n, maka dapat ditulis pada persamaan berikut:

Atau secara ekivalen

Agar λ menjadi eigen value, maka harus ada

pemecahan tak nol daripersamaan ini. Akan tetapi, persamaan di atas akan mempunyai pemecahan noljika dan hanya jika:

Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar

yang memenuhi persamaan ini adalah eigen value dari A. Bila diketahui nilai perbandingan elemen A j terhadap elemen A ij adalah a ij, maka secara teoritis matriks tersebut positif berkebalikan, yakni aij = 1/aij. Bobot yang dicari dinyatakan vektor ω = (ω1, ω2, ω3,....., ωn).

Nilai ωn menyatakan bobot kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem tersebut.

Jika aij mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan a jk menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan aij. ajk atau jika aij. ajk = aik untuk semua i, j, k maka matriks tersebut konsisten.

Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor w,

maka elemen a ij dapat ditulis menjadi:

Jadi matriks konsisten adalah:

Seperti yang diuraikan di atas, maka untuk pair-

wise comparison matrix diuraikan seperti berikut ini:

Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat

bahwa:

Dengan demikian untuk pair-wise comparison

matrix yang konsisten menjadi:

Persamaan di atas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini:

Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan

bahwa ω adalah eigen vector dari matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut:

Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa:

Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena unsur

manusia (decision maker) tidak selalu dapat konsisten mutlak (absolute consistent) dalam mengekspresikan preferensinya terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa judgement yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy dapat saja inconsistent.

Jika: a) Jika λ1,λ1,....λn adalah bilangan-bilangan yang

memenuhi persamaan:

Dengan eigen value dari matriks A dan jika maka dapat ditulis:

Misalkan jika suatu pair-wise comparison matrix

bersifat ataupun memenuhi kadiah konsistensi seperti pada persamaan (2), maka perkalian elemen matriks sama dengan 1.

Eigen value dari matriks A,

Jika diuraikan lebih jauh untuk persamaan (13),

hasilnya adalah:

Dari persamaan (14) jika diuraikan untuk mencari

harga eigen value maximum (λ-max) yaitu:

Page 5: 1) Dr. Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc. 2) Ir. Alam ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-34733-4209100036-Paper.pdf · Pemilihan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain) Daging Segar

5

Dengan demikian matriks pada persamaan (12)

merupakan matriks yang konsisten, dimana nilai λ-max sama dengan harga dimensi matriksnya.

Jadi untuk n > 2, maka semua harga eigen value-nya sama dengan nol dan hanya ada satu eigen value yang sama dengan n (konstanta dalam kondisi matriks konsisten).

b) Bila ada perubahan kecil dari elemen matriks a ij

maka eigen value-nya akan berubah menjadi semakin kecil pula. Dengan menggabungkan kedua sifat matriks (aljabar linier), jika:

i) Elemen diagonal matriks A

ii) Dan jika matriks A yang konsisten, maka

variasi kecil dari 푎 ∀푖, 푗 = 1,2,3, … ,푛akan membuat harga eigen value yang lain mendekati nol.

Uji Konsistensi Indeks dan Rasio

Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model – model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidak konsistenan jawaban yang diberikan responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistenan juga tidak diinginkan. Pengulangan wawancara pada sejumlah responden yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistensinya besar. Saaty telah membuktikan bahwa Indeks Konsistensi dari matriks berordo n dapat diperoleh dengan rumus:

CI = Rasio penyimpangan konsistensi

(consistency index) λmax = Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n n = Orde matriks

Apabila CI bernilai nol, maka pair wise comparison

matrix tersebut konsisten. Batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Thomas L. Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai random indeks (RI) yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan oleh Wharton School dan diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsistensi dapat dirumuskan sebagai berikut :

CR = rasio konsistensi RI = indeks random

Tabel 2.2. Nilai Random Indeks (RI)

Bila matriks pair–wise comparison dengan nilai CR

lebih kecil dari 0,100 maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak maka penilaian perlu diulang. 2.5 Expert Choice – Analytical Hierarcy Process

Expert Choice adalah nama sebuah Software terkait dengan Analytical Hierarchy Process yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Analytical Hierarchy Process atau lebih dikenal dengan AHP masuk dalam rumpun Decision Moldeling.

Aplikasi yang terdapat secara umum pada program expert choice adalah :

a) Perencanaan strategi b) Teknologi informasi dalam pemilihan keputusan c) Project / Manajemen risiko d) Penyeleksian sumber data

Gambar 2.1. Software Expert Choice

(sumber :http://fe.uajy.net)

2.6. Daging Halal Daging dikatakan halal bila:

- bukan berasal dari binatang/hewan yang di-haram-kan dan pastikan bukan daging : babi, anjing, kucing, ular, katak, dll.

- Disembelih sesuai dengan Syari’at Islam o Memantapkan niat yang benar o Membaca Basmallah o Menggunakan pisau yang tajam o Memotong 3 saluran pada leher bagian depan o Tidak melakukan perlukaan pada ternak hingga

ternak benar-benar mati Namun poin di atas hanya dari sudut pandang agama,

sedangkan dalam sudut pandang kesehatan dan kelayakan daging tersebut harus benar-benar halal jika sudah daging thoyib, yakni daging halal yang didapatkan melalui proses yang aman.

2.7. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)

Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) adalah suatu pendekatan utk mengenal dan megukur bahaya yg spesifik sbg upaya pencegahan utk menjamin keamanan makanan. HACCP juga merupakan alat utk mengukur tingkat bahaya, menduga perkiraan resiko dan menetapkan ukuran yg tepat dlm pengawasan, dg menitikberatkan pd

Page 6: 1) Dr. Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc. 2) Ir. Alam ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-34733-4209100036-Paper.pdf · Pemilihan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain) Daging Segar

6

pencegahan dan pengendalian proses pengolahan makanan. Metode ini diterapkan pada seluruh rantai perjalanan makanan mulai dari produsen primer sampai produsen akhir. Sampai saat ini HACCP merupakan pilihan tepat bagi manajemen keamanan makanan di dunia Ada 7 prinsip pada HACCP diantaranya sebagai berikut :

1. Melakukan analisis bahaya, menetapkan bahaya, dan ukuran pengendalian bahaya yang spesifik.

2. Mengidentifikasi titik kendali kritis. 3. Menentukan batas kritis pada setiap titik kendali kritis. 4. Melakukan pemantauan dan pelaksanaan pemantauan. 5. Melakukan tindakan perbaikan (koreksi). 6. Melakukan verifikasi (membandingkan dengan yang

seharusnya). 7. Menyimpan data dan dokumenasi yang memadai.

3. METODE PENELITIAN

Untuk membantu pelaksanaan skripsi ini, maka perlu dibuat suatu urutan metode yang menjadi kerangka acuan dalam pelaksanaan tugas skripsi ini.Kerangka ini berisi tahapan – tahapan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan dari pengerjaan skripsi ini. Dimulai dari identifikasi masalah sampai nantinya mendapatkan kesimpulan atas pengerjaan skripsi ini.

Gambar. 3.1 Metode Penelitian

Perumusan Masalah Tahapan yang pertama adalah mengidentifikasi dan

merumuskan permasalahan yang ada. Pada Skripsi ini permasalahan yang diambil yaitu manakah sistem cold chain terbaik dalam rantai pasok dingin daging beku dan bagaimana menggabungkan dan menerapkan konsep halal dan pendinginan dari Cold Chain Management terhadap rantai suplai daging sapi di Indonesia.

Studi Literatur

Studi Literatur dilakukan dengan mengumpulkan bahan referensi untuk dipelajari sebagai bahan pendukung yang sangat penting untuk kegiatan penelitian ini. Kegiatan yang dilakukan meliputi:

Pencarian beberapa jurnal ataupun paper yang berhubungan dengan Cold Chain

Mencari standar kehalalan daging yang ada di Indonesia.

Studi literatur mengenai metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

Studi literatur mengenai Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

Studi literatur mengenai Haram Analysis Critical Control Point (HrACCP)

Observasi

Observasi yang akan dilakukan di beberapa pelabuhan di Jakarta dan Surabaya sebagai salah satu otoritas memegang kendali untuk masuknya daging di Indonesia dan perusahaan cold storage di Surabaya sebagai salah satu titik dari bagian suatu Cold Chain Management. Observasi ini selanjutnya akan menjadi dasar pengerjaan Tugas Akhir ini. Adapun data-data yang kan dicari selama proses observasi adalah data-data real yang berhubungan dengan proses Cold Chain yang selama ini telah berjalan. Dari observasi diaharapkan mampu memberikan gambaran umum sehingga mampu memilih sistem yang efektif dan efisien untuk proses Cold Chain.

Penentuan Kriteria

Penilaian kinerja tiap kriteria adalah menentukan kinerja yang diharapkan dari tiap kriteria berdasarkan data yang ada. Untuk penilaian kriteria dilakukan dengan kuantitatif tidak langsung melalui perbandingan pasangan atau pairwise comparison berdasarkan input dari stakeholders.

Input tersebut berupa jawaban terhadap serangkaian pertanyaan yang dalam bentuk umum dapat diekspresikan sebagai berikut : ”Seberapa penting kriteria A relative terhadap kriteria B”, kondisi ini menyatakan adanya perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Dalam hal ini penilaian dapat dilakukan dengan memberikan suatu skala penilaian yang menunjukkan seberapa besar tingkat kepentingan antara dua kriteria.

Pembuatan Kuesioner

Pembuatan kuesioner bertujuan untuk mengetahui nilai relative weight. Untuk mengetahui tingkat kepentingan (relative weight) dari tiap-tiap kriteria yang didapatkan digunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan cara membandingkan setiap kriteria dengan kriteria lainya. Dimana kuesioner ini akan diisi oleh beberapa stakeholder terkait dan mahasiswa yang ada di Lab Kehandalan dan keselamatan Teknik Sistem perkapalan ITS.

Pemilihan Sistem

Setelah melakukan analisis hasil observasi maka selanjutnya adalah melakukan pengolahan data dengan bantuan menggunakan Software Expert Choice.

Uji Konsistensi

Setelah dilakukan pemilihan maka selanjutnya adalah melihat sensitivitas dari hasil pemilihan yang didapatkan. Apabila dalam sensitivitas terjadi inkonsistensi (CR) lebih dari 0.1 maka dilakukan evaluasi ulang nilai pembobotan pada kriteria yang telah ditentukan.

Page 7: 1) Dr. Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc. 2) Ir. Alam ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-34733-4209100036-Paper.pdf · Pemilihan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain) Daging Segar

7

Penilaian Sistem Jaminan Halal Pada tahap ini, penentuan sistem telah dilakukan

sehingga disini akan dilakukan analisis sistem jaminan halal yang berupa HrACCP dimana HrACCP ini dilakukan di titik awal Cold Chain yang merupakan penentu awal kualitas daging, yakni di RPH (Rumah Pemotongan Hewan).

Kesimpulan dan Saran

Pada tahap ini pemilihan sudah diputuskan sehingga bisa diberikan kesimpulan, saran dan rekomendasi dengan harapan dapat diterapkan atau diaplikasikan di tempat lain di Indonesia.

4. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemilihan Sistem Cold Chain

Salah satu tujuan dalam bahasan ini adalah mendapatkan sistem cold chain yang paling baik untuk diterapkan. Untuk melakukan pemilihan tersebut maka dilakukan hal-hal berikut ini.

Penentuan Skenario (Alternatif)

Dalam melakukan pemilihan sistem cold chain dengan AHP, maka diharuskan untuk menentukan skenario/alternatifnya. Adapun skenario yang ditentukan dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1. Skenario Jalur Rantai Dingin

Dari gambar diatas dapat dilihat pada skenario aliran distribusi rantai dingin dibagi menjadi 3, yakni:

I. Rumah Pemotongan Hewan – Pelabuhan – Kapal

Adapun pada jalur distribusi ini, daging yang awalnya di proses di rumah pemotongan hewan selanjutnya langsung didistribusikan ke luar daerah namun sebelumnya disimpan di lapangan reefer pelabuhan selama beberapa hari sebelum diangkut ke kapal.

II. Rumah Pemotongan Hewan – Sentral Distribusi –

Kapal Adapun pada jalur distribusi ini, daging yang awalnya di proses di rumah pemotongan hewan selanjutnya didistribusikan ke sentral distribusi daerah dimana disana daging disimpan di dalam Cold Storage yang telah disediakan untuk didistribusikan ke wilayah terdekati sebelum diangkut ke kapal. Namun di skenario ini, asumsinya yakni bahwa produk tidak ditunda di pelabuhan sehingga langsung diangkut melalui kapal.

III. Rumah Pemotongan Hewan – Sentral Distribusi –

Pelabuhan – Kapal Adapun pada jalur distribusi ini, daging yang awalnya di proses di rumah pemotongan hewan selanjutnya didistribusikan ke sentral distribusi daerah dimana

disana daging disimpan di dalam Cold Storage yang telah disediakan untuk didistribusikan ke wilayah terdekati sebelum distribusikan ke luar wilayah dengan perlakuan disimpan dulu di reefer pelabuhan sebelum ke kapal.

Observasi Lapangan

Sebelum menentukan kriteria serta subkriteria dalam pemilihan sistem, maka dilakukan observasi lapangan di beberapa titik cold chain. Adapun hasil observasi dijelaskan sebagai berikut.

1. Pelabuhan PT X

Adapun dalam tugas akhir ini, objek yang diteliti adalah kontainer berpendingin (reefer container) di pelabuhan. PT X sendiri mempunyai kapasitas reefer container sebanyak 324 buah.

Kondisi Lapangan

Pelabuhan peti kemas PT X menyediakan fasilitas untuk kontainer berpendingin sebanyak 324 namun perusahaan tidak mempunyai data akan komoditas dari reefer kontainer tersebut. Akan tetapi komoditas bisa dilihat dari suhu yang diset pada reefer kontainer tersebut. Pada daging beku, suhu yang diset adalah -20 C. Untuk mengetahui kualitas daging yang ada dalam container tersebut, maka diambil sampel beberapa kontainer dengan data suhu sebagai berikut.

Tabel 4.1. Sampel suhu reefer di Pelabuhan Peti Kemas

PT X Reefer Set Suhu Suhu Berjalan

Reefer 1 -20oC -12.5 oC Reefer 2 -20oC -12.4 oC Reefer 3 -20oC -20oC Reefer 4 -20oC -19.7 oC Reefer 5 -20oC -14.6 oC Reefer 6 -20oC -15.4 oC Reefer 7 -20oC -18.3 oC Reefer 8 -20oC -20 oC Reefer 9 -20oC -19.8 oC Reefer 10 -20oC -17.6 oC

RATA-RATA -17.03oC

Dari sampel tersebut dapat dilihat bahwa hampir semua reefer container yang di plug di pelabuhan tidak memenuhi standar suhu set yang telah ditentukan dengan rata-rata suhu -17.03 C. Akan tetapi berdasarkan asumsi yang ada dapat diasumsikan bahwa kualitas daging yang berada di pelabuhan adalah cukup baik. Asumsi tersebut didasarkan pada tabel storage life dari daging beku pada buku ASHRAE, sebagai berikut.

Tabel 4.2. Storage Life Komoditas berdasarkan suhu

Page 8: 1) Dr. Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc. 2) Ir. Alam ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-34733-4209100036-Paper.pdf · Pemilihan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain) Daging Segar

8

Tabel diatas menunjukkan bahwa tujuan dari pembekuan adalah menjaga kualitas daging baik dan dapat bertahan lama. Dari tabel bisa dilihat bahwa dengan rata-rata suhu berkisar 17 C masa hidup frozen meat cukup baik yang berarti kualitas terjaga cukup baik.

Teknis

Dari sisi teknis didapatkan beberapa indikator penting yang dibutuhkan untuk pengolahan dan analisa data.

a. COP (Koefisien Performansi)

Dari hasil wawancara dan studi literatur yang dilakukan dengan pihak teknisi dari reefer container didapatkan bahwa rata-rata nilai koefisien prestasi yang dimiliki reefer container berkisar antara 1 – 1.5. b. Konsumsi Daya

Konsumsi daya tiap reefer container yang ada di Pelabuhan peti kemas adalah 5.5 kW tiap reefer container dengan set suhu -18 C. c. Cost

Adapun biaya untuk jasa penyimpanan kontainer per hari (3 shift) di pelabuhan adalah sebagai berikut.

20 ft reefer container : Rp. 545.248 40 ft reefer container : Rp. 1.451.000

Penanganan

Dalam penilaian handling di pelabuhan, ada kekurangan yang bisa menyebabkan turunnya kualitas dari komoditas. Berikut kekurangan-kekurangan yang ditemukan di pelabuhan PT X.

1. Tidak semua plug berfungsi Plug atau tempat untuk mencolokkan kabel dari lapangan kontainer ke reefer kontainer yang berjumlah 216 buah tidak berarti semuanya berfungsi. Ada sekitar 5% - 10% dari jumlah plug yang tidak bekerja sehingga jika ada permintaan layanan reefer kontainer yang berlebih, tidak dapat terakomodasi dengan baik oleh PT X.

2. Fasilitas handling dimodifikasi tidak sesuai dengan

spesifikasi RTG atau alat untuk mengatur peletakan kontainer menurut teknisi PT X pernah dimodifikasi dengan cara menambah jangkauan tinggi dari RTG dengan tujuan agar pengaturan tata letak dari kontainer bisa ditinggikan lebih dari spesifikasi yang dimiliki alat tersebut. Modifikasi tidak resmi ini jelas akan sangat membahayakan handling dari kontainer karena sewaktu-waktu RTG tidak mampu menahan beban sesuai dengan masa waktu yang ditentukan oleh pihak pembuat mesin (engine maker).

3. Tidak ada regulasi untuk maksimal waktu kontainer

yang diplug Di PT X menerapkan apabila reefer kontainer

yang ditempatkan di container yardnya tidak diambil oleh pihak pemilik dalam jangka waktu yang disepakati maka reefer kontainer akan tetap diplug selama mungkin sampai reefer kontainer tersebut diambil.

Hal ini jelas pada beberapa komoditas akan sangat merugikan karena tidak semua komoditas mampu bertahan dalam kondisi plug yang lama.

Perlakuan lapangan di PT X berdasarkan observasi yang

dilakukan dapat dirangkum seperti tabel di bawah ini.

Tabel 4.3. Rekap Observasi di PT X

2. Sentral Distribusi PT Y

PT Y adalah sebuah perusahaan penyimpanan daging (cold storage) di daerah Surabaya yang berperan sebagai salah satu distributor utama dari komoditas daging di daerah Surabaya.

Observasi Data Standar Kualitas

Adapun standar yang digunakan PT Y untuk menilai kualitas daging adalah mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 3932:2008 mengenai mutu karkas dan daging sapi sebagai berikut.

Kondisi Lapangan

Cold storage pada PT Y ini merupakan tempat penyimpanan daging beku serta ikan. Adapun pada penelitian di tempat ini kualitas dari komoditas bisa dilihat langsung dari daging bekunya. Adapun penelitian dilakukan dengan cara diambil beberapa sampel daging untuk dinilai kualitasnya.

Tabel 4.4. Penilaian Kualitas Daging PT Y

Faktor Kejadian

Manusia

- Pelayanan kontainer yang tidak kompeten, yang mengarah pada kegagalan unit pendingin atau terputus dari sumber pasokan listrik

- Kesalahan dalam menetapkan suhu kontainer penyimpanan

- Penutupan pintu kontainer yang tidak rapat - Terlalu lama membuka pintu kontainer - Pencurian isi kontainer - Penggunaan alat penyusun kontainer

(RTG) yang dipaksakan - Plug yang tidak berfungsi dibiarkan saja

Teknis

- Kegagalan dari box kontainer yang dihasilkan dari proses penuaan material

- Kegagalan unit pendinginan kontainer - Kegagalan perangkat pemuatan kargo - Kegagalan platform truk - Lokasi container yard dekat dengan ladang

gas

Faktor Alami

dan Iklim

- Konslet pada jaringan pasokan listrik terminal

- Kondisi dibanjiri dari pelayanan kontainer di pelabuhan karena kondisi atmosfer yang tidak menguntungkan

- Perubahan posisi spasial dari kontainer yang mengarah ke pergesaran kargo yang ada di dalamnya

Page 9: 1) Dr. Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc. 2) Ir. Alam ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-34733-4209100036-Paper.pdf · Pemilihan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain) Daging Segar

9

Dari contoh penilaian diatas, dimana daging dilihat dari sisi kualitas, maka bisa dikatakan kualitas daging saat berada di sentral distribusi masih pada persyaratan mutu II artinya masih lumayan baik kualitasnya. Teknis 1.COP

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan mengenai nilai COP, diambil contoh perhitungan pada cold storage dengan kapasitas 70 ton di PT Y. Dari perhitungan didapatkan bahwa nilai COP dari cold storage ini adalah 8,92 yang berarti bahwa COP di fasilitas penyimpanan jauh lebih baik dibandingkan COP di fasilitas pelabuhan.

2.Konsumsi Daya

Konsumsi daya untuk sebuah cold storage dengan kapasitas 70 ton adalah sebagai berikut.

Data peralatan listrik a. Jumlah motor penggerak van : 4 buah b. Daya motor penggerak van : @380 watt c. Jumlah lampu penerangan : 4 buah d. Daya lampu penerangan : @60 watt

Dari data di atas, didapatkan bahwa total konsumsi

daya untuk cold storage kapasitas 70 ton adalah sebesar 1760 watt atau 1,76 kW.

3.Cost

Dari hasil wawancara dengan pihak PT Y. Biaya untuk penyimpanan dengan kapasitas 50 ton adalah sekitar 16 juta per bulan atau Rp 533.300 per hari.

Penanganan

Handling di PT Y berdasarkan observasi yang dilakukan dapat dirangkum seperti tabel di bawah ini.

Tabel 4.5. Rekap Observasi di PT Y

Faktor Kejadian

Manusia

- Pelayanan komoditas cold storage yang

kurang kompeten - Kesalahan dalam menetapkan suhu kontainer

penyimpanan - Penutupan pintu cold storage yang tidak rapat - Terlalu lama membuka pintu cold storage - Penyortingan yang terlalu lama

Faktor Teknis

- Kegagalan dari cold storage yang dihasilkan

dari proses penuaan material

- Kegagalan unit pendinginan cold storage

Faktor alami dan

iklim

- Konslet pada jaringan pasokan listrik sekitar

4.2 Penentuan Kriteria Setelah dilakukan observasi, maka didapatkan beberapa

fakta lapangan yang digunakan sebagai kriteria dan subkriteria dalam pemilihan sistem. Adapun kriteria yang digunakan pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut.

Kualitas Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa aspek penilaian utama yang digunakan sebagai kriteria utama adalah kualitas karena kualitas merupakan indikator penting yang bisa digunakan sebagai jaminan kehalalan. Adapun subkriteria yang ada pada kriteria ini adalah sebagai berikut.

- Warna - Tekstur - Marbling

Biaya Kriteria biaya merupakan kriteria tambahan dalam pemilihan sistem. Biaya disini maksudnya adalah kriteria yang dilihat dari sisi keekonomisannya. Adapun subkriteria dari biaya ini adalah sebagai berikut.

- Biaya Penyimpanan - Biaya Pemeliharaan

Delivery Delivery adalah kriteria yang berhubungan dengan

kemampuan pemenuhan kuantitas dan waktu pengiriman. Adapun subkriteria dari kriteria handling ini adalah sebagai berikut

- Tepat Kuantitas - Tepat Waktu

Lingkungan Kriteria lingkungan merupakan kriteria dimana dalam hubungannya antara jalur distribusi serta pengaruh faktor lingkungan terhadap jalur distribusi masing-masing skenario.

- Kondisi Jalan/Kemacetan - Cuaca

Pasar Kriteria pasar merupakan kriteria dimana dalam hubungannya antara jalur distribusi serta pengaruh faktor pasar terhadap jalur distribusi masing-masing skenario.

- Konsumsi/Pasar Industri - Pembeli Potensial rantaDari penentuan kriteria tersebut maka diperoleh

struktur dari AHP pada pemilihan sistem yakni ditunjukkan pada gambar 4.12 berikut.

Gambar 4.2. Struktur Pemilihan AHP Cold Chain

4.2 Analisis Data Kuesioner Hasil dari observasi lapangan yang dilakukan di

lapangan akan dijadikan sebagai preferensi dalam pembobotan di kuesioner. Setelah kuesioner telah dilakukan maka dianalisis hasil dari kuesioner sebagai berikut.

Page 10: 1) Dr. Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc. 2) Ir. Alam ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-34733-4209100036-Paper.pdf · Pemilihan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain) Daging Segar

10

Analisis Rekap Hasil Kuesioner Pembagian kuesioner dilakukan untuk mengetahui penilaian responden mengenai hubungan kriteria-kriteria dan subkriteria dalam pemilihan sistem cold chain yang terwakili oleh pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan dalam kuesioner. Jumlah responden adalah 25 orang. Terdapat kelompok pertanyaan yang harus dijawab oleh responden,yaitu :

Bagian I Kuesioner Kriteria dan Subkriteria Pada kuesioner ini diperoleh informasi

mengenai hubungan antar kriteria maupun subkriteria pemilihan sistem. Bagian II Kuesioner Alternatif

Pada kuesioner ini diperoleh pendapat dari responden mengenai hubungan antar alternatif skenario yang ditentukan terhadap kriteria dalam pemilihan sistem.

Pembahasan Analisis rekap hasil Kuesioner Bagian I

Dari hasil rekap kuesioner bagian I dapat diketahui beberapa poin penting dalam pemilihan, yakni sebagai berikut. - Hampir rata-rata responden yakni 19 responden atau sekitar 76% dari total responden menempatkan bahwa kualitas merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan dengan minimal 3 faktor selainnya. Hal ini terjadi karena konsumen dirasa mempunyai hak untuk mendapatkan konsumsi daging dengan kualitas bagus yang mana juga mendukung kampanye kehalalan dari produk daging. Adapun total relatif bobot yang diperoleh kualitas adalah 0.311.

Pembahasan Analisis rekap hasil Kuesioner Bagian II

Dari hasil rekap kuesioner bagian II dapat diketahui beberapa poin penting dalam pemilihan, yakni sebagai berikut. - Sejumlah 11 responden atau sekitar 44% dari total responden yakin bahwa alternatif kedua, yakni RPH - Sentral Distribusi - Kapal merupakan alternatif terbaik mengacu pada faktor kualitas produk yang dijalankan. Hal ini terjadi karena pendeknya rantai yang dijalani alternatif tersebut berpengaruh besar terhadap kualitas daging karena dengan tidak adanya penumpukan daging maka kualitasnya pun jadi lebih baik. Adapun total relatif bobot yang diperoleh alternatif kedua ini dalam hal kualitas adalah 0.416.

4.3 Perhitungan Global Weight

Setelah kuesioner dilakukan maka dalam proses perhitungan langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung relative weight tiap subkriteria. Dalam skripsi ini metode yang digunakan adalah analytic hierarchy process (AHP).

Sebelum melakukan pengolahan data dengan bantuan

perangkat lunak expert choice, bisa digunakan terlebih dahulu microsoft excel untuk mengetahui tingkat prioritas dari masing kriteria dan subkriteria.

Misalkan dari hasil kuesioner kriteria, didapatkan

hasil penilaian dari responden sebagai berikut.

.................................................................................................. ..................................................................................................

Lalu dari responden-responden tersebut dicari nilai

rata-rata geometric dengan rumus :

퐺 = √푋1.푋2.푋3 … . .푋푛 Dimana :

G = rata – rata geometrik X1X2….Xn = penilaian ke 1,2,….,n n = banyaknya penilaian

Misalkan untuk rata-rata geometrik untuk

perbandingan berpasangan antara kualitas dan biaya adalah : 퐺 = √5푥5푥…푥… .3푥2 퐺 = 1.63

Sehingga didapatkan nilai berikut.

Nilai-nilai tersebut nantinya digunakan sebagai masukan data untuk melakukan pemilihan sistem dengan software expert choice.

4.4 Pengolahan Data dengan Expert Choice

Pengolahan data dengan bantuan perangkat lunak expert choice digunakan untuk mengetahui tingkat prioritas dari masing kriteria dan subkriteria yang mempengaruhi pemilihan sistem cold chain. Struktur model AHP yang diterapkan expert choice adalah model dari sebuah pohon terbalik. Ada suatu tujuan tunggal di puncak pohon yang mewakili tujuan dari masalah pengambilan keputusan. 100 % bobot keputusan ada pada titik ini. Tepat di bawah tujuan adalah semua kriteria-kriteria yang mempengaruhi kinerja tersebut. Bobot dari tujuan harus dibagi diantara titik kriteria berdasarkan rating yang diperoleh. Ada beberapa metode dalam expert choice untuk melakukan hal tersebut. Semua didasarkan dengan membandingkan semua kriteria untuk menetapkan distribusi atau penyebaran bobot kriteria

Kualitas Biaya Delivery Lingkungan PasarKualitas 1.00 1.63 1.93 2.09 1.88Biaya 0.61 1.00 1.05 1.67 1.57Delivery 0.52 0.95 1.00 1.85 0.78Lingkungan 0.48 0.60 0.54 1.00 0.46Pasar 0.53 0.64 1.28 2.18 1.00

Jmlh 3.14 4.82 5.80 8.78 5.69

Page 11: 1) Dr. Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc. 2) Ir. Alam ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-34733-4209100036-Paper.pdf · Pemilihan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain) Daging Segar

11

tersebut. Hasil dari perbandingan dengan software ini yaitu didapatkan kriteria dengan skala prioritas yang lebih diutamakan dan nilai konsistensi rasio yang menunjukkan bahwa apakah nilai pembobotan risiko ini masih cukup konsisten untuk dipakai. Berikut ini langkah dalam menggunakan perangkat lunak expert choice :

Langkah pertama membuat hirarki dari struktur AHP yang dibuat sesuai kriteri dan sub kriteria yang ada, setelah itu adalah memberi nilai-nilai pada perbandingan berpasangan yang telah didapatkan dari kuesioner. Nilai-nilai dari perbandingan berpasangan tersebut dimasukkan kedalam tabel yang telah disediakan pada perangkat lunak ini. Berikut ini adalah tampilan dari tabel perbandingan berpasangan pada perangkat lunak Expert Choice dan pengisian tabelnya:

Gambar 4.3. Perbandingan Berpasangan dari Kriteria di Expert Choice

Gambar 4.3 di atas memberikan sebuah perbandingan berpasangan dalam perangkat lunak Expert Choice, disini dijelaskan bahwa terdapat dua kondisi yang memiliki nilai kepentingan yang berbeda tingkat nilainya. Pengisian dalam Expert Choice ini dilakukan setelah mendapatkan nilai matrik perbandingan dari hasil kuesioner. Setelah mengisi semua nilai-nilai dari kriteria dan subkriteria pada tabel tersebut maka langkah selanjutnya adalah menghitung bobot dari perbandingan berpasangan tersebut.

Langkah selanjutnya adalah setelah memasukkan

nilai pembobotan maka kita kalkulasi nilainya. Hasil dari proses tersebut dapat dilihat pada gambar 4.4 dibawah ini:

Gambar 4.4. Kriteria dan Subkriteria pada Expert Choice

4.5 Hasil Pemilihan Sistem Cold Chain Setelah dimasukkan data nilai input AHP ke dalam

perangkat simulasi expert choice, maka tiap pembandingan kriteria tersebut akan dikelompokkan berdasarkan nilai. Nilai tersebut akan dibuat menjadi kata pembanding seperti moderat, equal, extereme dan yang lainnya. Hasil data dari kuesioner akan dilakukan analisa keputusan kriteria kinerja menggunakan expert choice ini, akan didapatkan sebuah nilai prioritas dari tahapan pembanding kriteria yang telah

dilakukan. Penjumlahan nilai tersebut akan menghasilkan suatu nilai konsistensi rasio atau nilai akhir pembanding keputusan tersebut. Skala hasil yang digunakan yaitu apabila hasil konsistensi rasio lebih kecil dari 0,1 atau 10%, maka hasil kriteria tersebut dapat diperbolehkan untuk dipakai, kalau nilai hasil melebihi nilai konsistensi rasio lebih dari 0,1 maka perhitungan nilai bobot pembanding kriteria harus diulang.

Hasil dari perangkat lunak tersebut akan menghasilkan nilai masing-masing kriteria yang secara kumulatif membentuk urutan peringkat nilai dari yang tertinggi sampai yang terendah dari semua kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil pemilihan dari perangkat lunak expert choice adalah ditunjukkan pada gambar 4.5 sebagai berkut.

Gambar 4.5. Hasil Pemilihan Cold Chain Dari hasil pengujian dengan software expert choice

didapatkan hasil pemilihan sistem terbaik dimana jalur distribusi cold chain dengan alternatif skenario RPH - Sentral Distribusi - Kapal memiliki skor pemilihan tertinggi sebesar 0.410, setelah itu di RPH - Pelabuhan Kapal sebesar 0.330 dan terakhir RPH - Sentral Distribusi - Pelabuhan - Kapal dengan skor 0.253. Berikut urutan hasil pemilihan skenario yang dilakukan:

1. RPH - Sentral Distribusi - Kapal 0.410 2. RPH - Pelabuhan - Kapal 0.343 3. RPH - Sentral Distribusi - Pelabuhan - Kapal 0.247

Adapun hasil penilaian tersebut dapat dilihat bisa

diterima atau tidaknya dengan melihat nilai inkonsistensinya (CR). Adapun dari penilaian ini didapatkan nilai CR sebesar 0.02. Dengan syarat keterimaan penilaian CR harus kurang dari 0.1, maka penilaian ini bisa diterima.

5. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang “Pemilihan Sistem Cold Chain Daging Beku yang Memenuhi Aspek Kualitas sebagai Penjamin Kehalalan” diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Hasil observasi lapangan untuk rantai dingin (Cold

Chain) daging segar masih jauh dari ideal, dimana banyak perlakuan-perlakuan yang tidak standar dilakukan di titik-titik distribusi cold chain.

2. Skenario jalur distribusi model II (RPH-Sentral Distribusi-Kapal) merupakan model yang paling ideal dari ketiga model yang diajukan dengan persentase pemilihan sebesar 41% dibandingkan skenario pertama (RPH-Pelabuhan-Kapal) sebesar 34% dan skenario III (RPH-Sentral Distribusi-Pelabuhan-Kapal) sebesar 25%. Hasil ini merupakan hasil dari pemilihan dengan menggunakan metode Analitic Hierarcy Process (AHP) dengan bantuan software Expert Choice.

Page 12: 1) Dr. Raja Oloan Saut Gurning, ST., M.Sc. 2) Ir. Alam ...digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-34733-4209100036-Paper.pdf · Pemilihan Sistem Rantai Dingin (Cold Chain) Daging Segar

12

5.2 Saran Setelah melakukan penilaian pemilihan sistem cold chain daging beku di Surabaya. Maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. AHP belum sepenuhnya bisa merepresentasikan hasil pemilihan karena AHP hanya model matematis tanpa adanya pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari model yang terbentuk. Penelitian selanjutnya diharapkan bisa dikembangkan dengan metode pemilihan lainnya.

2. Mengimplementasikan salah satu model skenario jalur distribusi cold chain dari ketiga model skenario yang diajukan.

3. Perlu dilakukan observasi penangangan produk cold chain di Kapal karena pada tugas akhir ini tidak melakukan observasi sepenuhnya pada semua lokasi utama dari rantai suplai dikarenakan keterbatasan waktu.

6. DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono A. (2001). Pengaruh Perkembangan Teknologi Pangan dalam Menentukan Status Kehalalan Produk Pangan. Makalah pada Seminar Good Manufacturing Practices yang Sesuai dengan Good Halal Practice. Jakarta: 26 Juli 2001.

Bonne K., Verbeke W. (2007). Religious Values Informing Halal Meat Production and The Control and Delivery of Halal Credence Quality.

Charlebois, P. (2006) “Changing Demand in Emerging & Developing Country”.

Desrosier, N. W. (1988). Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Estuti, W. (2005). Pengembangan Konsep Model Sistem Jaminan Halal di Rumah Potong Ayam. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Expert Choice Tutorial. http://cashflow88.com/ decisiones/saaty2.pdf. Tanggal akses: 5 Oktober 2013.

FAO/WHO Report. (1995). Application Of Risk Analysis To Food Standards Issues (Report of the Joint FAO/WHO Expert Consultation)

Lailossa, G. W. (2009). Studi Awal Design Model Sistem Rantai Dingin (Cold Chain System) Komoditas Unggulan Ekspor Sektor Perikanan Maluku (Ikan Beku/Frozen Fish). Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Multiple Criteria Decision Making (MCDM). http:// informatika.web.id/multiple-criteria-decision-making-mcdm.htm. Tanggal akses: 20 September 2013.

N Saaty, T. L. (1993). Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hierarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Pustaka Binama Pressindo.

Panduan Umum Sistem Jaminan Halal. (2008). Majelis Ulama Indonesia.

Santoso, W.B. (2004). Perhitungan Beban Pendingin Cold Storage Daging Sapi dengan Kapasitas 70 Ton. Jurusan D3 Teknik Mesin FTI ITS.

Sinaga, J. (2009). Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Pemilihan Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sebagai Tempat Kerja Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU). Departemen Matematika Universitas Sumatera Utara.

Singarimbun, M. dan Effendi, S. (1989). Metode Penelitian Survei. PT Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.

Supranto, J. (1998). Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Jakarta: Rineka Cipta.