1. cover s.d pengesahan - ipb repositoryrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/55228/3/bab...

Download 1. COVER s.d PENGESAHAN - IPB Repositoryrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/55228/3/BAB I... · murni tersebut maka tahap isolasi, pemisahan, dan pemurnian menjadi langkah

If you can't read please download the document

Upload: hoangdiep

Post on 06-Feb-2018

217 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Kajian bioprospeksi senyawa aktif dari bahan alam dan cara memperoleh

    senyawa aktif murni merupakan salah satu topik penelitian yang terus digali

    seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan permintaan akan senyawa aktif

    murni dalam industri farmasi maupun kimia. Untuk menghasilkan senyawa aktif

    murni tersebut maka tahap isolasi, pemisahan, dan pemurnian menjadi langkah

    utama yang dibutuhkan dan terus dikembangkan sampai saat ini. Dari beberapa

    teknik pemisahan untuk menghasilkan senyawa aktif murni, kromatografi

    merupakan teknik yang paling banyak digunakan. Kromatografi merupakan teknik

    pemisahan yang cepat, mudah, dan tidak membutuhkan contoh yang banyak

    (Sastrohamidjojo 1991).

    Pada prinsipnya, semua teknik kromatografi melibatkan dua fase, yaitu fase

    diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Klasifikasi utama metode

    kromatografi dilakukan berdasarkan fase geraknya, subklasifikasi lebih lanjut

    didasarkan pada fase diam dan interaksi antara analit dan fase diam (Miller 1975).

    Fase diam dalam kromatografi dapat berupa zat padat atau zat cair, sedangkan

    fase gerak dapat berupa zat cair atau gas. Fase diam yang berbentuk zat padat

    pada teknik kromatografi untuk selanjutnya disebut material separator dalam

    penelitian ini.

    Pemilihan dan penggunaan material separator dalam kromatografi

    bergantung pada sifat dan jenis senyawa aktif yang akan dipisahkan

    (Sastrohamidjojo 1991). Salah satu material separator yang dapat digunakan untuk

    pemisahan senyawa aktif adalah material separator yang berbasis senyawa

    polisakarida, seperti selulosa dan amilosa. Material separator jenis ini telah

    digunakan sebagai fase diam pada kolom HPLC (high performance liquid

    chromatography) dan dapat diperoleh secara komersial. Beberapa material

    separator berbasis polisakarida adalah kolom HPLC kromasil seperti AmyCoat

    yang berbasis amilosa dan CelluCoat yang berbasis selulosa, serta kolom HPLC

    Astec Cellulose DMP yang berbasis selulosa. Namun demikian, sampai saat ini

    material separator belum dapat diproduksi di Indonesia. Untuk penggunaannya

  • 2

    diperoleh dengan cara mengimpor dan harganya relatif mahal. Sebagai ilustrasi

    untuk kolom HPLC Astec Cellulose DMP dengan panjang kolom 25 cm, diameter

    internal 2,1 mm, dan ukuran partikel sebesar 5 m mempunyai harga 2.365 SGD

    (dolar Singapura).

    Di dalam material separator berbasis senyawa polisakarida, salah satu

    polimer backbone yang dapat digunakan adalah selulosa. Selulosa merupakan

    senyawa penyusun utama hampir sebagian besar jaringan tanaman. Jumlahnya

    yang cukup banyak menjadikan selulosa sebagai bahan baku potensial yang dapat

    digunakan di berbagai industri. Selulosa dapat diisolasi dari kayu dan bahan

    organik lainnya. Limbah pertanian seperti ampas sagu atau ela sagu, ampas tebu

    atau bagas tebu, jerami padi, ampas tapioka, dan lain-lain dapat dijadikan sumber

    alternatif untuk mendapatkan selulosa. Di dalam penelitian ini, 3 jenis limbah

    pertanian, yaitu ela sagu, bagas tebu, dan jerami padi digunakan sebagai bahan

    baku untuk menghasilkan polimer backbone pada material separator.

    Di Indonesia, potensi ela sagu sangat besar. Sampai saat ini, luas area

    tanaman sagu belum dapat diketahui dengan pasti. Namun, beberapa pakar

    memperkirakan luas lahan sagu mencapai 2.201.000 ha, dengan luas lahan

    terbesar berada di Papua (Papilaya 2009). Satu hektar lahan sagu memiliki rerata

    masak tebang 20 pohon dengan tingkat produksi sekitar 4.400 kg tepung sagu.

    Sementara itu, nisbah antara tepung sagu dan ela sagu yang dihasilkan adalah 1:6

    (Rumalatu 1981 yang diacu Matitaputty dan Alfons 2006). Dengan demikian, ela

    sagu yang dapat dihasilkan dapat mencapai kira-kira 58 juta ton.

    Beberapa kajian potensi ela sagu telah dilaporkan, yaitu sebagai pakan

    ternak (Horigome et al. 1990 yang diacu Bintoro 2008; Matitapputty dan Alfons

    2006), sebagai pupuk dan media tumbuh tanaman (Bintoro 2008), juga sebagai

    arang briket (Papilaya 2009). Namun, pemanfaatan ela sagu belum maksimal dan

    jika limbah ini tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak pencemaran

    terhadap lingkungan karena menimbulkan bau yang kurang sedap. Selain itu, akan

    mencemari sungai terutama daerah aliran sungai di sekitar tempat pengolahan

    tepung sagu tersebut karena biasanya sungai menjadi tempat pembuangan ela

    sagu. Sampai saat ini, belum ditemukan kajian tentang pemanfaatan selulosa dari

    ela sagu sebagai polimer backbone untuk material separator.

  • 3

    Selain ela sagu, ampas tebu juga berpotensi sebagai sumber alternatif

    selulosa. Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas (bagasse) adalah hasil samping

    dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu di pabrik gula. Pada tahun 2009,

    produksi tebu di Indonesia mencapai 2,7 juta ton per tahun dengan luas lahan

    400 ribu ha (Direktorat Jenderal Perkebunan 2010). Areal perkebunan tebu di

    Indonesia tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan Makassar. Ampas

    tebu yang dapat dihasilkan setiap pabrik gula sekitar 35-40% dari berat tebu yang

    digiling (Husin 2007). Jumlah total tebu giling pada tahun 2009 sebesar 33,3 juta

    ton sehingga ampas tebu yang dihasilkan mencapai 9,9 juta ton. Sebanyak 60%

    dari ampas tebu yang dihasilkan tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula itu sendiri

    sebagai bahan bakar, sedangkan sisanya sekitar 3,96 juta ton ampas tebu per tahun

    belum dimanfaatkan secara maksimal. Jumlah ini akan terus bertambah seiring

    dengan penambahan lahan perkebunan tebu dan peningkatan produktivitas

    tanaman tebu yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka

    menuju swasembada gula di tahun 2012.

    Kajian pemanfaatan bagas tebu selain sebagai bahan bakar adalah sebagai

    bahan baku industri kertas, bahan baku industri kanvas rem, pakan ternak

    (Tarmidi 2004; Widodo 2006), membran (Rodrigues et al. 2000), campuran

    pembuatan asbes (Mubin & Fitriadi 2005), produksi furfural (Wijanarko et al.

    2006), produksi bioetanol (Samsuri et al. 2007), metilselulosa (Viera et al. 2007),

    plastisizer (Hamid et al. 2009), dan lain-lain. Bagas tebu juga telah dimanfaatkan

    sebagai bahan baku pembuatan papan partikel serta bahan bakar. Sampai saat ini,

    belum diperoleh informasi mengenai pemanfaatan selulosa dari bagas tebu

    sebagai polimer backbone dalam material separator.

    Sumber alternatif selulosa lainnya adalah jerami padi. Di Indonesia, limbah

    pertanian berupa jerami padi ditemukan dalam jumlah yang cukup banyak.

    Perkiraan total produksi padi pada tahun 2011 adalah 67,31 juta ton (BPS 2011).

    Menurut Kim dan Dale (2004), nisbah jerami padi terhadap padi yang dipanen

    adalah 1,4. Jadi, untuk menghasilkan 1 ton padi akan diperoleh 1,4 ton jerami

    padi. Jadi, total potensi jerami padi di Indonesia pada tahun 2011 adalah 94,23

    juta ton.

  • 4

    Beberapa kajian tentang pemanfaatan jerami padi telah dilaporkan, di

    antaranya sebagai bahan baku pembuat kertas (Sun et al. 2000), bahan untuk

    pupuk kompos (Zayed dan Abdel-Motaal 2005), bahan baku untuk pakan ternak

    (van Soest 2006), karbon aktif (Basta et al. 2009; Fierro et al. 2010), adsorben

    (Gong et al. 2008), bahan bakar gas hidrogen (Huang et al. 2010) ), papan partikel

    (Li et al. 2011). Sampai saat ini, belum diperoleh informasi mengenai

    pemanfaatan selulosa dari jerami padi sebagai polimer backbone dalam material

    separator.

    Untuk memperbaiki/meningkatkan sifat fisik dan kimia biopolimer yang

    dihasilkan dari limbah pertanian berbasis selulosa seperti ela sagu, bagas tebu, dan

    jerami padi, maka perlu dilakukan kajian untuk merekayasa biopolimer tersebut

    melalui teknik pencangkokan (grafting) dan taut silang (crosslinking). Berbagai

    jenis polimer dapat dicangkokkan ke rantai selulosa melalui gugus hidroksil pada

    posisi C2, C3, dan C6 (Enomoto-Rogers et al. 2009). Dengan memilih monomer

    yang tepat, maka kekuatan mekanik dan stabilitas termal material berbasis

    selulosa yang direkayasa/dimodifikasi dengan teknik pencangkokan dan taut

    silang juga dapat ditingkatkan (Princi 2005). Selain itu, produk yang dihasilkan

    akan memiliki struktur makromolekular seperti gel atau hidrogel, resin polimer,

    membran atau material komposit yang dapat diaplikasikan untuk teknologi

    pemisahan (Crini 2005).

    Berdasarkan analisis peluang dan permasalahan tersebut di atas, maka masih

    perlu dilakukan penelitian mengenai rekayasa biopolimer dari limbah pertanian

    berbasis selulosa dan mengevaluasi kinerja produk hasil rekayasa dengan cara

    mengaplikasikannya sebagai material separator untuk pemisahan senyawa aktif

    dari bahan alam pada skala laboratorium. Pada penelitian ini, biopolimer berupa

    selulosa diisolasi dari 3 jenis limbah pertanian, yaitu ela sagu, bagas tebu, dan

    jerami padi. Isolat selulosa selanjutnya akan digunakan sebagai backbone pada

    tahap rekayasa dengan teknik kopolimerisasi cangkok dan taut silang untuk

    menghasilkan material separator. Isolat selulosa dari ketiga limbah pertanian

    memiliki karakteristik khusus dan berbeda, sesuai dengan jenis limbahnya

    sehingga material separator yang dihasilkan juga akan memiliki karakteristik yang

    berbeda untuk setiap jenis backbone selulosa yang digunakan. Uji kinerja material

  • 5

    separator dievaluasi sebagai kolom pemisahan pada teknik kromatografi untuk

    memisahkan senyawa aktif xantorizol pada ekstrak kasar temu lawak.

    Rekayasa biopolimer dari limbah pertanian berbasis selulosa untuk

    diaplikasikan sebagai material separator seperti yang dilakukan pada penelitian ini

    dapat menjadi solusi permasalahan dalam teknologi separasi dan juga

    permasalahan yang ditimbulkan akibat pemanfaatan limbah pertanian yang belum

    optimal. Selain itu, akan mendorong kemandirian nasional dalam memenuhi

    kebutuhan material separator dan penyediaan senyawa aktif xantorizol ekstrak

    kasar temu lawak untuk kebutuhan industri farmasi.

    Perumusan Masalah

    Berbagai limbah pertanian seperti ela sagu, bagas tebu, dan jerami padi

    diketahui mengandung selulosa (Awg-Adeni et al. 2010; Samsuri et al. 2007;

    Jiang et al. 2011). Selulosa yang diperoleh dari tanaman berbeda akan memiliki

    karakteristik yang berbeda pula, sehingga melalui tahapan isolasi dan pencirian

    selulosa akan diperoleh informasi karakteristik selulosa dari ela sagu, bagas tebu,

    dan jerami padi. Selanjutnya, selulosa dari ela sagu, bagas tebu, dan jerami padi

    akan dijadikan sebagai backbone pada tahap rekayasa untuk menghasilkan

    material separator.

    Selulosa merupakan polimer hidrofilik dengan tiga gugus hidroksil reaktif di

    tiap unit hidroglukosa, tersusun atas ribuan gugus anhidroglukosa yang

    tersambung melalui ikatan 1,4--glikosida membentuk molekul berantai yang

    panjang dan linier (Lehninger 1993). Gugus hidroksil pada selulosa ini dapat

    dimanfatkan pada saat memodifikasi selulosa, yaitu dengan cara memasukkan

    gugus fungsi tertentu pada selulosa melalui teknik pencangkokan. Modifikasi

    kimia dengan teknik pencangkokan ini bertujuan memperbaiki dan meningkatkan

    sifat hidrofilik atau hidrofobik, elastisitas, kemampuan pertukaran ion, ketahanan

    panas, dan ketahanan terhadap serangan mikroba. Modifikasi lebih lanjut terhadap

    selulosa melalui teknik taut silang membuat struktur material polimer yang

    terbentuk menjadi lebih kuat dan stabil (Saika dan Ali 1999; Princi 2005).

    Umumnya, material separator konvensional berbasis pada penggunaan satu

    jenis gugus fungsi yang bertindak sebagai tapak dimana proses pemisahan terjadi.

  • 6

    Pada penelitian ini, material separator yang dihasilkan memiliki multigugus

    fungsi (-OH, -COOH, -COONH2, dsb.) yang diharapkan dapat meningkatkan

    resolusi dan efisiensi pemisahan melalui sistem multipartisi. Adanya taut silang

    juga dapat membantu proses pemisahan melalui efek sterik, di samping

    memberikan kontribusi terhadap stabilitas material separator sehingga lebih tahan

    dan dapat diregenerasi untuk penggunaan ulang. Teknik kopolimerisasi

    pencangkokan dan taut silang terhadap selulosa dari limbah pertanian berbasis

    selulosa yang dipadu dengan proses hidrolisis parsial, memungkinkan diperoleh

    material separator dengan multigugus fungsi seperti tersebut di atas.

    Secara spesifik permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

    1. Kondisi proses isolasi selulosa dari ela sagu, bagas tebu, dan jerami padi,

    serta karakteristik selulosa yang dihasilkan dari ketiga contoh tersebut di

    atas

    2. Kondisi proses rekayasa biopolimer untuk menghasilkan material

    separator dengan menggunakan selulosa sebagai polimer backbone,

    akrilamida sebagai monomer untuk menghasilkan polimer cangkok, dan

    N,N-metilena-bis-akrilamida sebagai pereaksi penaut silang.

    3. Uji kinerja material separator dalam pemisahan senyawa aktif xantorizol

    pada ekstrak temu lawak.

    Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan mendapatkan material separator molekul melalui

    rekayasa biopolimer dari limbah pertanian berbasis selulosa dengan teknik

    kopolimerisasi cangkok dan taut silang.

    Manfaat Penelitian

    Material separator yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat

    diaplikasikan dalam teknologi separasi senyawa aktif bahan alam, meningkatkan

    nilai tambah limbah pertanian berbasis selulosa, dan mendorong kemandirian

    nasional dalam memenuhi kebutuhan material separator, serta penyediaan

    senyawa aktif xantorizol dalam ekstrak temu lawak untuk kebutuhan industri

    farmasi.

  • 7

    Hipotesis

    Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

    1. Selulosa yang diperoleh dari ketiga jenis limbah pertanian yang digunakan

    bersifat khas/unik. Hal ini akan terlihat melalui nilai derajat polimerisasi,

    bobot molekul, indeks kristalinitas, dan stabilitas termal.

    2. Material separator dapat diperoleh melalui rekayasa biopolimer selulosa

    melalui teknik kopolimerisasi cangkok dan taut silang.

    3. Material separator yang dihasilkan dapat memisahkan senyawa aktif

    xantorizol secara efektif dan efisien. Hal ini akan terlihat dari efisiensi dan

    resolusi pemisahan senyawa tersebut dengan teknik kromatografi.

    Ruang Lingkup Penelitian

    Ruang lingkup tahapan penelitian yang dikerjakan adalah sebagai berikut:

    1. Analisis komponen kimia ela sagu, bagas tebu, dan jerami padi

    2. Isolasi dan pencirian selulosa yang diperoleh dari ela sagu, bagas tebu, dan

    jerami padi.

    3. Penentuan kondisi rekayasa biopolimer dengan teknik kopolimerisasi

    cangkok dan taut silang dari ela sagu, bagas tebu, dan jerami padi untuk

    menghasilkan material separator

    4. Uji kinerja material separator untuk pemisahan senyawa aktif xantorizol

    dalam ekstrak kasar temu lawak dengan teknik kromatografi

    5. Analisis finansial dan nilai tambah material separator potensial

  • 8

    Kebaruan

    Kebaruan dari penelitian ini adalah:

    1. Teknik isolasi selulosa, khususnya isolasi selulosa dari ela sagu

    2. Rekayasa biopolimer selulosa dari ela sagu, bagas tebu, dan jerami padi

    dengan teknik pencangkokan dan taut silang menggunakan akrilamida dan

    N,N-metilena-bis-akrilamida.

    3. Teknik pemisahan senyawa aktif xantorizol dari ekstrak temu lawak

    dengan material separator berbasis limbah pertanian