1 2 analisis kemampuan menstimulasi perkembangan 3 …
TRANSCRIPT
1
ANALISIS KEMAMPUAN MENSTIMULASI PERKEMBANGAN 2
ANAK USIA DINI di PAUD KB.Mutiara Insan Cendekia Boyolali 3
4
5
6 7
8
9
10
11 12 13
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II pada Jurusan 14 15
Magister Administrasi Pendidikan 16 Sekolah Pascasarjana Universitas Muhannadiyah Surakarta 17
18
19
20 21
Oleh : 22
23
NANIK ISNAENI 24
Q100170064 25 26
27
28
29
30
MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN 31
SEKOLAH PASCA SARJANA 32
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 33
2020 34 35
36 37
38 39
40
i
ii
1 2 3 4 5 6
7
iii
1
ANALISIS KEMAMPUAN MENSTIMULASI PERKEMBANGAN ANAK
USIA DINI di PAUD KB MUTIARA INSAN CENDEKIA BOYOLALI
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1)mengkaji dan mendeskripsikan
kemampuan pendidik dalam menstimulasi perkembangan anak usia dini melalui
pijakan lingkungan main dan (2) mengkaji dan mendeskripsikan kemampuan
pendidik dalam menstimulasi perkembangan anak usia dini melalui pijakan
individu pada saat anak main . Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kualitatif dengan desain penelitian studi kasus. Penelitian dilaksanakan di PAUD
KB Mutiara Insan Cendekia kecamatan Teras Boyolali. Data yang dikumpulkan
adalah data kemampuan guru dalam menstimulasi perkembangan anak melalui
pijakan lingkungan main dan pijakan individu saat main. Sumber data berasal dari
pendidik beserta perangkat pembelajarannya. Data yang diperoleh divalidasi
dengan triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Data dikumpulkan dianalisis
dengan teknik analisis menurut Miles and Hubberman. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa (1) Kemampuan pendidik PAUD KB Mutiara Insan Cendekia
dalam menstimulasi anak melalui pijakan lingkungan main sebesar 80% penataan
lingkungan main sesuai dengan tujuan pembelajaran dan yang 20% penataan
lingkungan main belum sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
pada rencana pembelajaran, dan (2) Kemampuan pendidik PAUD KB Mutiara
Insan Cendekia dalam menstimulasi perkembangan anak usia dini saat main
menggunakan kontinum The Teaching Behaviour Continum with
Construction/TBC berupa visually looking on/pengamatan, non direct
statement/pernyataan tidak langsung, question/pertanyaan, direct
statement/pernyataan langsung dan Physically Intervention/intervensi fisik maka
diperoleh jumlah stimulasi pendidik sebanyak 60 perilaku dan stimulasi yang
paling sering muncul yaitu question/pertanyaan sebesar 35,4%.
Kata Kunci : anak usia dini, stimulasi, pijakan lingkungan main, pijakan individu
saat main, teaching behaviour continuum
ABSTRACT
The purpose of this study was to: (1) assess and describe capacity of
educators in stimulating early childhood development through environmental
scaffolding around and (2) assess and describe capacity of educators in stimulating
early childhood development through individual scaffolding while the child is
playing . This research is a descriptive qualitative research with a case study
research design. The study was carried out in the PAUD KB Mutiara Insan
Cemndekia Teras Kabupaten Boyolali. The data collected is data on the ability of
teachers to stimulate child development through playing environment and
individual scaffolding when playing . Source data comes from educators as well as
learning devices. Data obtained was validated by triangulation techniques and
source triangulation. Data collected were analyzed using analysis techniques
according to Miles and Hubberman . The results showed that (1) The ability of
2
educators in PAUD KB Mutiara Insan Cendekia in stimulating children through the
playing environment based on 80% of the playing environment structuring
according to the learning objectives and 20% of the playing environment structuring
is not in accordance with the learning objectives set in the learning plan, and (2)
The ability of educators from PAUD KB Mutiara Insan Cendekia in stimulate child
development early age while playing using continuum The Teaching Behavior
continum with Construction / TBC form of visually looking on / observation, non-
direct statement / statement indirectly, question / questions, direct statements /
direct statements and Physically Intervention / physical intervention then obtained
the number of stimulation of educators as many as 60 behaviors and the most
frequent stimulation arises namely question / question by 35.4%.
Keywords: early childhood, stimulation, foothold play environment, individual
foothold when playing, teaching behavior continuum
1. PENDAHULUAN
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum memasuki jenjang
sekolah dasar. Pendidikan anak usia dini atau yang disebut PAUD adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Menurut National
Association for the Education Young children, Early childhood education adalah
pendidikan yang diberikan kepada anak yang berada pada rentang usia 0-8 tahun.
Pada usia dini merupakan periode awal yang sangat penting dan mendasar untuk
mengembangkan seluruh kemampuannya. Terdapat banyak potensi yang bisa
dikembangkan dari anak usia dini. Melalui pendidikan anak usia dini,
diharapkan dapat mengembangkan potensi-potensi tersebut sesuai dengan
lingkup perkembangan diantaranya nilai-nilai moral agama, fisik motorik,
kognitif, bahasa, sosial emosional dan seni. Dengan pengembangan potensi yang
tepat, maka akan berpengaruh pada kehidupan anak selanjutnya.
Keith Osborn, Bhurton L. White, dan Benyamin S. Bloom (1993)
mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak terjadi sangat pesat pada
tahun-tahun awal kehidupan. Masa anak usia dini memegang peranan yang
sangat penting, karena perkembangan otak manusia pada usia tersebut terjadi
3
lompatan yang sangat pesat. Saat lahir, anak telah mencapai perkembangan otak
sebesar 25%, kemudian pada saat usia 4 tahun mencapai 50% dan usia 8 tahun
telah mencapai 80%. Pada saat inilah, sel-sel tubuh anak akan mengalami
pertumbuhan perkembangan yang sangat pesat. Untuk itu, anak usia dini perlu
mendapatkan layanan pendidikan yang holistik melalui strategi pembelajaran
sesuai dengan prinsip dan karakteristik anak usia dini serta dan lingkungan yang
kondusif. Oleh karena itu, pendidik anak usia dini harus mendapatkan perhatian
dari beberapa pihak baik dari pemerintah , keluarga dan guru/pendidik.
Keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama bagi seorang
anak, karena dari keluarga anak berada di kandungan dan akan dihantarkan pada
masa kemandiriannya kelak menuju rumah tangga sendiri. Menurut Ki Hajar
Dewantara, “Keluarga adalan tempat pendidikan pertama dan utama.”.
Penelitian Elmanora dkk (2016) menunjukkan bahwa stimulasi dari lingkungan
keluarga mempunyai pengaruh yang kuat pada perkembangan kognitif anak
dibandingkan stimulasi dari lingkungan sekolah. Selain lingkungan keluarga,
yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak adalah
lingkungan sekolah. Pendidik PAUD mempunyai peranan penting dalam
kehidupan anak usia dini. Pendidik menjadi orangtua di lingkungan sekolah
meskipun keberadaan orangtua kandung memberikan banyak pengaruh.
Kolaborasi yang baik antara pendidik dan orangtua sangat dibutuhkan sehingga
dihasilkan kekuatan yang besar dalam menanamkan pendidikan pada anak.
Lingkungan prasekolah diharapkan dapat membantu memberikan stimulasi
tumbuh kembang anak supaya bisa berkembang optimal. Pemilihan strategi
pembelajaran yang tepat dan penataan lingkungan yang kondusif di sekolah akan
membantu anak dalam mengembangkan semua potensi yanga ada. Bermain
merupakan bagian dari perkembangan yang harus dijalani untuk menstimulasi
aspek-aspek perkembangan anak usia dini. Orang dewasa dalam hal ini pendidik
PAUD sangat berperan penting dalam membantu bermain agar anak
memperoleh pengalaman belajar (Beaty, 1996, 1998; Walker et al., 1967).
Banyak hal yang harus diketahui anak dalam bermain, diantaranya cara, aturan,
alat dan tempat bermain. Orang dewasa dapat berperan langsung dan tidak
4
langsung dalam bermain anak. Secara langsung bisa menjadi pemain, secara
tidak langsung bisa menjadi pengelolanya. Juga bisa berperan diantara keduanya
( Dockett & Fleer,2000; Dogde et al’,2000).
PAUD KB. Mutiara Insan Cendekia Teras, Boyolali merupakan PAUD
percontohan di kecamatan Teras. Dalam menerapkan pembelajaran anak usia
dini berusaha menstimulasi perkembangan anak sesuai tahap perkembangannya.
Namun berdasarkan pengamatan dan latar belakang diatas, pendidik di
Kelompok Bermain Mutiara Insan Cendekia memberikan stimulasi kepada anak
didiknya pada saat pijakan penataan lingkungan main dan pijakan individu saat
main, teramati bahwa terdapat bermacam-macam perilaku pendidik. Pada saat
pijakan penataan lingkungan main, ada beberapa pendidik yang menyiapkan
lingkungan main mendadak/tidak disiapkan sebelumnya. Ada pula, pendidik
yang telah menyiapkan penataan lingkungan main dihari sebelumnya dengan
alat dan bahan pembelajaran yang lengkap dan dengan jumlah yang cukup untuk
bermain anak.
Pada pijakan individu saat main, teramati pendidik memberikan instruksi
kepada anak. Anak diberi tugas dan anak dibiarkan dalam bermain tanpa diberi
stimulus supaya ketercapaian anak optimal sesuai dengan tujuan
pembelajarannya. Terdapat pula pendidik yang terlalu aktif dalam menstimulasi,
intervensi pendidik tinggi sehingga anak tidak banyak melakukan kegiatan
namun pendidik yang melakukan kegiatan tersebut. Dari masalah tersebut,
penulis menganalisa kasus ini melalui penelitian kemampuan pendidik dalam
menstimulasi perkembangan anak usia dini melalui pijakan lingkungan main dan
pijakan individu saat main.
Stimulasi (Kementrian Kesehatan RI Tahun 2016) adalah kegiatan
merangsang kemampuan dasar anak umur 0-6 tahun agar anak tumbuh dan
berkembang secara optimal. Menurut Soetjiningsih (1998: 106), Pemberian
stimulasi akan lebih efektif apabila mempertahankan kebutuhan-kebutuhan anak
sesuai dengan tahap perkembangannya. Penelitian Aulia Rohmawati (2018)
menunjukkan bahwa pendidik dapat mengatur jadwal, menentukan jenis
stimulasi yang diperlukan serta mengamati dan mengendalikan pelaksanaan
5
kegiatan pembelajaran tersebut. Hasil penelitian Siswina (2016) bahwa stimulasi
pendidikan yang bermakna akan berpengaruh pada peningkatan kecerdasan
anak, meningkatkan prestasi dan IQ. Dengan stimulasi yang baik akan
meningkatkan perkembangan kognitif, seperti pandangan Piaget (1952) bahwa
perkembangan kognitif merupakan rangkuman/hasil pengalaman-pengalaman
yang telah dilakukan individu dalam beradaptasi dengan lingkungannya.
Pendidik sebaiknya mengenal cara-cara pemberian rangsangan dalam
pendidikan dan memiliki keterampilan dalam melakukan pemberian
rangsangan/stimulasi pada setiap aspek perkembangan. Aspek perkembangan
sesuai dalam Permendikbud No. 137 Tahun 2014 adalah nilai agama dan moral,
fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, serta seni. Santrock dalam Sit
(2015:5) menyatakan bahwa ruang lingkup bidang pengembangan
perkembangan anak usia dini terdiri dari aspek perkembangan fisik, kognitif,
sosial-emosional, konteks sosial, moral, bahasa, identitas diri dan gender.
Tingkat pencapaian perkembangan anak merupakan capaian tumbuh kembang
anak pada rentang usia tertentu. Gambaran capaian perkembangan anak pada
akhir layanan PAUD disebut dengan Kompetensi Inti, yang disingkat menjadi
KI. Pencapaian perkembangan yang mengacu pada Kompetensi Inti dalam
konteks muatan pembelajaran, tema pembelajaran dan pengalaman belajar
disebut dengan Kompetensi Dasar atau disingkat menjadi KD. Tujuan
pembelajaran yang tercantum pada RPPH adalah KD. Seorang pendidik harus
memahami setiap rumusan yang terdapat dalam standar kompetensi tersebut.
Hasil penelitian Abdul Ghafur (2017) yaitu guru sudah menyiapkan tema serta
membuat alat permainan edukatif secara terpadu untuk mengembangkan semua
aspek yaitu nilai moral agama, fisik motorik, kognitif, sosial emosional, bahasa
dan seni.Sebelumnya guru telah menyusun Rencana Program Semestean
(Promes), Rencana program Pembelajaran Mingguan (RPPM) dan Rencana
Program Harian (RPPH) yang digunakan sebagai acuan pelaksanaan
pembelajaran.
Pijakan merupakan dukungan yang berubah-ubah sesuai dengan
perkembangan yang dicapai anak sebagai pijakan untuk meningkatkan
6
pencapaian perkembangan yang lebih tinggi. Pijakan lingkungan main
merupakan aktifitas dimana guru mempersiapkan tempat, alat, bahan, kondisi,
administrasi dan hal-hal lain yang mendukung kegiatan pembelajaran. Sebelum
memulai kegiatan belajar mengajar, pendidik sebaiknya merencanakan dan
mempersiapkan rangkaian kegiatan dalam menstimulasi perkembangan anak
sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajarannya. Penataan lingkungan main
sangat penting dalam pembelajaran karena memudahkan proses bermain anak
sehingga sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Seperti yang
dikemukakan Albert Bandura (1925) bahwa penekanan perkembangan seorang
anak berada pada lingkungan bukan keturunan.
Penataan lingkungan main sangat bermanfaat, Wolfgang dkk (1981:13)
merekomendasikan supaya guru menyiapkan alat dan bahan main yang
bervareasi. Hal ini sangat menantang bagi anak untuk mampu menguasai dan
mengontrolnya serta membantu dalam membangun pemikiran simboliknya.
Martini Jamaris (2006:122-123) merekomendasikan bahwa penyediaan
alat/bahan main dan penataannya harus didasarkan pada prinsip-prinsip seperti
meningkatkan perkembangan anak, menstimulasi perkembangan anak dan
menghindari anak dari cedera. Hasil penelitian Abdul Ghafur (2017) bahwa guru
telah melakukan penataan pijakan lingkungan main secara aman, nyaman untuk
mendorong anak berekspresi, berinteraksi dengan sesama teman maupun
lingkungan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak, anak mampu
mengembangkan sikap mandiri serta percaya diri. Guru telah menyiapkan ragam
main serta menata alat main untuk menyambut kedatangan anak dan telah
melalukan pijakan selanjutnya dengan baik.
Pijakan individu saat main merupakan kegiatan inti pembelajaran atau saat
dimana anak berperan aktif dalam bermain. Pada pijakan individu saat main,
pendidik mempunyai 3 (tiga) peran sebagai pengamat/observer, pendamping
anak main dan penilai/evaluator. Sebagai pendamping anak main, pendidik
harus mampu memberikan stimulasi-stimulasi pijakan individu pada saat anak
main. Seperti yang diungkapkan Urie Bronfenbrenner(1996) bahwa dimana
anak tumbuh akan mempengaruhi perkembangannya dan orang-orang yang
7
berinteraksi di lingkungan tersebut sangat berpengaruh termasuk pendidik yang
berada di lingkungan sekolah.. John Dewey (1859–1952) mengungkapkan
bahwa pendidik tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan keterampilan namun
harus bisa mendampingi anak dalam pembelajaran untuk hidup, melibatkan
dalam sebuah pemikiran dan membangun kerjasama.
Terdapat beberapa urutan/kontinum yang akan digunakan dalam penelitian
ini yaitu “ The Teaching Behaviour Continum with Construction/TBC” dalam
Arriyani & Wismiarti (2010:71). Kontinum TBC terdiri dari visually looking
on/pengamatan, non directive statement/pernyatan tidak langsung,
question/pertanyaan, directive statement/pernyataan terbuka dan Physical
Intervention /intervensi fisik.
2. METODE
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif kualitatif.
Metode deskriptif menurut Sugiyono (2005) adalah suatu metode yang
digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi
tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Penelitian ini
menggambarkan kemampuan pendidik dalam menstimulasi perkembangan anak
usia dini. Desain penelitian yang digunakan yaitu studi kasus. Teknik
pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Observasi dilakukan
dengan mengamati semua kegiatan pendidik dalam menstimulasi perkembangan
anak baik pada pijakan lingkungan main maupun pijakan individu saat main.
Data yang diperoleh divalidasi dengan triangulasi teknik dan triangulasi sumber.
Analisis data dilakukan dengan teknik analisis menurut Miles and Hubberman
melalui tiga langkah yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan. Reduksi data dilakukan dengan mengurangi data yang tidak perlu,
penyajian data disajikan berdasarkan rumusan masalah baik data yang
dikumpulkan maupun data hasil triangulasi kemudian dilakukan penarikan
kesimpulan.
8
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kemampuan pendidik dalam menstimulasi perkembangan anak melalui
pijakan Lingkungan Main
Mengamati hasil penelitian dari paparan data dan temuan, bahwa
pijakan main yang telah dilakukan oleh pendidik di PAUD KB Mutiara
Insan Cendekia sebesar 80% penataan lingkungan main sesuai dengan
tujuan pembelajaran. Ini artinya lembaga sudah mampu menyiapkan
penataan lingkungan main dengan baik sesuai dengan tujuan
pembelajarannya. Analisa ini menggunakan kerangka dasar dan struktur
kurikulum 2013 PAUD. Dari hasil penelitian tersebut, ketercapaian tujuan
pembelajaran dari stimulasi melalui pijakan lingkungan main sangat
beragam. Diantaranya, ada beberapa tujuan pembelajaran dalam satu RPPH
terstimulasi oleh semua penataan lingkungan main. Namun tidak semua
penataan lingkungan main mendukung pada semua tujuan pembelajaran.
Ada satu penataan lingkungan yang hanya mendukung dua tujuan
pembelajaran, bahkan ada satu penataan lingkungan main yang hanya
mendukung satu tujuan pembelajaran. Hasil kesesuaian penataan
lingkungan main dengan tujuan pembelajaran sebesar 80% sangat
bervareasi.
Temuan tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian Renti Oktaria
(2014), bahwa setelah menyusun rencana pembelajaran, dilaksanakan
penentuan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan dan saling mendukung
untuk ketercapaian tujuan pembelajaran harian. Demikian pula oleh
Soendari (2010:1), bahwa setiap sentra yang disediakan mempunyai
centerpoin yang mengacu pada tujuan pembelajaran yang sudah
direncanakan.
Tujuan pembelajaran yang telah disusun pendidik, sudah
mengandung keenam aspek perkembangan. Artinya potensi anak dapat
dikembangkan dengan stimulasi penataan lingkungan main yang
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Penelitian dari Nuryanto (2017)
menunjukkan bahwa kecerdasan spiritual menjadi pondasi kecerdasan
9
intelektual dan emosional. Anak mampu mencapai perkembangan nilai
moral agama dengan optimal maka anak terjaga dalam aturan ke-Tuhanan
yang harus dipatuhi.
Pendidik mampu menstimulasi perkembangan anak melalui pijakan
lingkungan dengan melatih motorik anak melakukan kegiatan dengan
alat/bahan yang telah dipilih. Sependapat dengan Musrifoh dalam Jamaris
(2009:103) bahwa perkembangan motorik yang terdiri dari motorik halus
dan kasar perlu distimulasi dan keterampilan motorik halus seperti
keterampilan tangan, koordinasi mata, tangan, kepekaan sentuhan, daya
tahan dan daya reflek termasuk juga mencoret-coret, menggambar dan
menulis.
Penataan kegiatan main mampu menstimulasi anak untuk bersikap
mandiri, mengambil keputusan atas inisiatif sendiri, memilih alat/bahan
dan kegiatan atas pilihan sendiri, melakukan sesuatu atas keinginan sendiri
tanpa dibantu atau dengan bantuan yang minimal. Ini merupakan dukungan
pencapaian perkembangan pada aspek sosial emosional. Temuan ini
sejalan dengan Sunar Astuti (2004:19) bahwa anak mandiri merupakan
anak yang mampu memikirkan dan berbuat atas dirinya sendiri dan
biasanya anaknya bersikap kreatif, aktif, kompeten dan tidak bergantung
kepada orang lain. Pendidik mampu menstimulasi perkembangan anak
dalam aspek sosial emosionalnya melalui kegiatan dan alat/bahan yang
menyertainya.
Pendidik mampu menstimulasi perkembangan anak dalam aspek
kognitif melalui kegiatan main beserta alat dan bahannya sesuai dengan
tujuan pembelajarannya. Sebagai contoh tujuan pembelajaran memiliki
perilaku ingin tahu, dalam pemetaan lingkup perkembangan dengan
kompetensi dasar di STPPA merupakan aspek perkembangan kognitif. Hal
ini sependapat dengan Elmanora (2016) bahwa stimulasi perkembangan
kognitif di lingkungan sekolah sangat penting untuk mendukung
perkembangan kognitif anak lebih optimal. Barnett & Ackerman (2006)
dalam Elmanora (2016) menyatakan bahwa pendidik prasekolah yang
10
mempunyai kualitas baik mampu menghasilkan anak dengan
perkembangan kognitif yang lebih baik.
Pendidik telah menstimulasi perkembangan bahasa anak melalui
media bermain. Kesesuaian ini sejalan dengan penelitian Yenny Safitri
(2017), bahwa kemampuan berbahasa merupakan indikator dari semua
aspek perkembangan anak. Jika seorang anak kurang dalam stimulasi
kemampuan berbahasanya maka akan mengganggu perkembangan
berbicara dan berbahasa, bahkan gangguan ini bisa menetap.
Stimulasi pendidik pada penataan lingkungan main juga
mengandung aspek perkembangan pada bidang seni ini sependapat dengan
pernyataan Lowenfeld dalam Ardita (2016:8) bahwa kegiatan yang
bermuatan seni berperan dalam mengembangkan kemampuan dasar
seseorang seperti kemampuan fisik, perseptual, intelektual, emosional,
kreativitas, sosial dan estetik. Pembelajaran seni yang dikemas dalam
kegiatan yang kreatif dan menyenangkan akan menjadi dasar pengalaman
edukatif.
Berdasarkan temuan diatas, sesuai pula dengan hasil penelitian
Abdul Ghafur (2017), bahwa menata lingkungan main sangat perlu dalam
menyiapkan pembelajaran karena menyediakan alat dan bahan bermanfaat
untuk memudahkan proses bermain anak, sehingga tema yang telah
dirancang dalam pembelajaran dapat disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran yang diharapkan dan tidak menyimpang dari tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan
Pendidik yang mampu menstimulasi perkembangan anak dalam hal
ini terkait dengan penataan lingkungan main maka pendidik telah
memenuhi tugas perkembangan dan telah memberikan pendidikan yang
bermakna. Sesuai dengan hasil penelitian Siswina (2016) bahwa stimulasi
pendidikan yang bermakna akan berpengaruh pada peningkatan kecerdasan
anak, meningkatkan prestasi dan IQ.
11
Dalam penelitian ini, pendidik belum mampu menstimulasi
perkembangan anak melalui pijakan main sebesar 20% dari total tujuan
pembelajaran dan penataan lingkungan main yang telah diteliti. Temuan ini
berarti bahwa sebagian penataan lingkungan main yang ditata pendidik
belum menstimulai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Dari hasil
penelitian disimpulkan bahwa pendidik kurang memahami dalam penyajian
alat dan bahan main yang terbingkai dalam kegiatan main. Penelitian Wisjnu
Martani (2017) menunjukkan bahwa pendidik telah memahami
perkembangan anak namun untuk stimulasinya didasarkan pada persepsi
masing-masing pendidik. Berdasarkan wawancara dengan beberapa
pendidik bahwa dalam penentuan alat main itu bersumber dari rapat
mingguan. Sejalan dengan penelitian Hijriati (2016) bahwa guru harus
mendapatkan umpan balik berupa kritik dan saran yang membangun tentang
cara mengajarnya sehingga yang bersangkutan dapat memperbaiki
kekurangannya, karena ini merupakan salah satu peningkatan kualitas
pendidik dan tercapainya tujuan pendidikan. Kedepan, pendidik harus tekun
belajar dan berlatih dalam memenuhi standar kompetensi. Salah satu standar
kompetensi pendidik yang berkaitan adalah kompetensi paedagogik.
Sebenarnya masih banyak kesempatan dan ada alat bahan main yang bisa
ditata untuk mendukung pembelajaran, namun karena tingkat pemahaman
pendidik terhadap prinsip perkembangan anak masih kurang maka tidak
bisa menstimulasi ketercapaian perkembangan dengan baik.
Kompetensi paedagogik sangat penting dalam pembelajaran.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan mengemukakan bahwa kompetensi paedagogik merupakan
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang meliputi
pemahaman wawasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan
dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan
pengembangan peserta didik..
12
Sependapat dengan hasil penelitian Khasanah (2011), bahwa dunia
anak adalah dunia bermain. Melalui bermain anak dapat bereksplorasi
dengan lingkungan mainnya dan kaya akan pengalaman main serta
mendapat kesempatan untk bersosialisasi dengan teman sebayanya, ini akan
menjadi media stimulasi perkembangan mereka.
Sesuai dengan penelitian Martani (2012) bahwa pendidik harus
memahami bagaimana menstimulasi anak yang dituangkan dalam
kurikulum sekolah yang kemudian menyusun rencana pembelajaran dalam
bentuk kegiatan main anak beserta alat dan bahan mainnya. Pendidik yang
belum paham akan pemberian stimulasi artinya bahwa pendidik
menghalangi ketercapaian perkembangan anak dan kreativitas anak tidak
terfasilitasi.
Hal ini sejalan dengan Pusari (2014), bahwa lingkungan main
merupakan salah satu kekuatan yang mendorong munculnya kreativitas
anak. Kreativitas akan menciptakan hal-hal baru. Sebuah kesalahan yang
besar jika pendidik tidak memahami tentang kegiatan main dimana penataan
lingkungan main tidak berorientasi pada tujuan.
3.2 Kemampuan pendidik dalam menstimulasi perkembangan anak melalui
pijakan individu saat main
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stimulasi perkembangan anak
melalui pijakan individu saat main yaitu berupa instruksi sebesar 20% dan
perilaku berdasarkan TBC sebesar 80%. Perilaku TBC tersebut berupa
visually looking on/pengamatan 14,6%, non direct statement/pernyataan
tidak langsung 8,3%, question/pertanyaan 35,4%, direct
statement/pernyataan langsung 31,3% dan intervensi fisik sebesar 10%. Jadi
perilaku pendidik dalam stimulasi perkembangan anak saat main paling
sering muncul melalui question/pertanyaan yaitu sebesar 35,4%. Berikutnya
diikuti direct statement/pernyataan langsung sebesar 31,3% dan instruksi
sebesar 20% namun untuk instruksi tidak termasuk dalam kontinum TBC.
Untuk non direct statement/pernyataan tidak langsung merupakan perilaku
pendidik paling sedikit muncul yaitu sebesar 8,3%. Jadi kontinum perilaku
13
stimulasi pendidik melalui pijakan individu saat main mulai dari yang sering
digunakan yaitu question/pertanyaan, direct statement/pernyataan
langsung, visually looking on/pengamatan, intervensi fisik dan yang paling
jarang dilakukan non direct statement/pernyataan tidak langsung.
Hasil yang paling jarang digunakan ini sejalan dengan hasil
penelitian Darsinah (2018) yang menunjukkan bahwa urutan kontinum yang
paling jarang digunakan adalah non direct statement/pernyataan tidak
langsung
Hasil penelitian terkait perilaku yang sering dilakukan sependapat
dengan Johnston, Halocha & Chater,2007 yang menyatakan bahwa seorang
pendidik harus menguasai keterampilan bertanya. Hal ini sangat penting
karena Philphot (2009) mengemukakan bahwa bertanya merupakan sarana
dalam memperluas dan mengembangkan komunikasi dengan peserta didik
serta sangat baik untuk kegiatan belajar mengajar. Jenis pertanyaan tersebut
termasuk jenis pertanyaan tertutup/ closed-ended questions
(Kyriaucou:2007 & Sale:2005), yakni pertanyaan yang membutuhkan satu
jawaban dari beberapa pilihan jawaban, atau jawaban ya/tidak. Jika menurut
Bloom (Cooper,2011) pertanyaan tersebut merupakan jenis pertanyaan
pengetahuan/Knowledge question, yaitu pertanyaan yang membutuhkan
jawaban dari pengetahuan anak atau informasi yang sudah dipelajari
sebelumnya.
Melihat pada temuan rumusan masalah kedua, 100% jenis pertanyaan yang
diajukan pendidik merupakan jenis pertanyaan dengan tingkat kognitif
rendah, yang hanya membutuhkan satu jawaban dan merupakan
pengetahuan atau informasi yang didapat anak sebelumnya.
Melihat dari jenis pertanyaan yang diajukan pendidik kepada anak
didik, sebaiknya pendidik belajar dan berlatih untuk menguasai teknik
bertanya. Kegiatan menanya sangat dominan didalam kelas, lebih-lebih
terkait dengan kurikulum 2013 PAUD terdapat pendekatan saintifik yang
mana kegiatan menanya merupakan langkah kedua yang harus dilaksanakan
anak setelah mengamati sesuatu. Siswa harus menanyakan sesuatu yang
14
sudah diamati. Artinya disini adalah pendidik menjadi inspirator
kemampuan siswa dalam menanya. Ketika pendidik menjadi inspirator
untuk anak dan pendidik tidak mempunyai keterampilan bertanya maka
pencapaian perkembangan kognitif dan bahasa anak tidak bisa optimal.
Pertanyaan harus disusun dengan baik dan teknik bertanya yang mampu
mengarahkan anak untuk mempunyai jawaban dengan kognitif tingkat
tinggi. Sehingga dengan pertanyaan yang disampaikan pendidik, maka anak
menggunakan daya pikirnya dalam menjawab dan apa yang menjadi tujuan
pembelajaran dapat tercapai karena apapun tujuan pembelajaran tersebut
tetap membutuhkan keterampilan pendidik dalam bertanya.
Sependapat dengan Djamarah ( 2010:99) pertanyaan yang diajukan
pendidik, diharapkan relevan dengan materi pembelajaran sehingga
membantu anak dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan. Jika
dikaitkan dengan hasil wawancara, jawaban pendidik tidak konsisten
dengan alat ukur penilaian melalui TBC. Namun sedikit yang bisa
disimpulkan menurut hasil wawancara bahwa stimulasi melalui pijakan
individu saat main dengan cara memberi contoh dan pendampingan bermain
bersama anak, terutama anak yang ketercapaian perkembangannya rendah.
Jika dihubungkan dengan TBC, perilaku tersebut termasuk pada perilaku
intervensi fisik. Meski demiikian secara garis besar, hasil penelitian
kemampuan pendidik dalam menstimulasi perkembangan anak melalui
pijakan individu saat main yang paling sering digunakan yaitu melalui
question/pertanyaan.
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di PAUD KB
Mutiara Insan Cendekia tentang kemampuan pendidik dalam menstimulasi
perkembangan anak dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat 80% pendidik yang melaksanakan pijakan main dengan menata
lingkungan main menggunakan alat dan bahan yang mendukung tujuan
pembelajaran. Alat dan bahan main yang disediakan digunakan untuk
15
melaksanakan kegiatan main yang dipilih. Kegiatan main dipilih
berdasarkan tema pembelajaran pada saat itu dan tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran sangat beragam setiap
harinya, namun tetap mengandung aspek-apek perkembangan anak usia
dini. Hasil penelitian menyebutkan pula bahwa sebanyak 20% penataan
lingkungan main yang telah ditata belum bisa menstimulasi tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Dikarenakan beberapa pendidik
kurang memahami penyajian alat dan bahan dalam mengemas kegiatan
main. Hasil wawancara menyebutkan bahwa sebagian besar pendidik
tidak menyebutkan tujuan pembelajarannya. Kesesuaian alat dan bahan
yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan main selalu berdasarkan
pada tema yang berlaku saat itu.
Pendidik sebaiknya lebih cermat dalam menyiapkan lingkungan
main untuk merangsang perkembangan anak sehingga tujuan
pembelajaran akan terstimulasi. Karena kemampuan pendidik dalam
melaksanakan pijakan main sangat berpengaruh dengan hasil
perkembangan anak. Dalam memilih alat dan bahan main untuk
mendukung kegiatan main sebaiknya pendidik tidak hanya
menyesuaikan pada sentra dan tema saat itu namun tetap berfokus pada
tujuan pembelajarannya.
2. Hasil penelitian menyebutkan bahwa perilaku pendidik berupa instruksi
sebesar 20%, selanjutnya yang sesuai perilaku berdasarkan TBC sebesar
80%. Berupa visually looking on/pengamatan 14,6%, non direct
statement/pernyataan tidak langsung 8,3%, question/pertanyaan 35,4%,
direct statement/pernyataan langsung 31,3% dan intervensi fisik sebesar
10%. Stimulasi pendidik pada pijakan saat main yang paling sering
muncul adalah question/pertanyaan sebesar 35,4% dengan jenis
pertanyaan tertutup/closed ended question atau bisa termasuk jenis
pertanyaan Bloom knowledge question/pertanyanan pengetahuan. Jenis
pertanyaan tersebut termasuk pertanyaan kognitif tingkat rendah.
16
Sehingga kurang merangsang daya pikir anak untuk berpikir lebih kritis
dan kurang mengoptimalkan perkembangan bahasa dan kognitif anak.
Pendidik hendaknya menggunakan kontinum perilaku mengajar
yang bervariasi terutama menggunakan non directive statement/
pernyataan langsung atau statement-statement yang dapat merangsang
anak karena hal tersebut akan membangun pemikiran anak menuju
kognitif tingkat tinggi. Sebaiknya pendidik menggunakan pertanyaan
yang membuka daya pikir anak untuk lebih kritis seperti pertanyaan
pemahaman, penerapan bahkan bisa membuat pertanyaan yang
menganalisa, sintesis ataupun mengevaluasi, tentunya yang sesuai
dengan perkembangan anak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA
Asef,Umar Fakhruddin.2018. Sukses Menjadi Pendidik PAUD. Bandung
:PT Remaja Rosdakarya
Asmah,Ayu,dkk.2018.“Pendampingan Penerapan Model Pembelajaran
Sentra Di Gugus PAUD III Keamatan Pakisaji Kabupaten
Malang.”Universitas Kanjuruan Malang. Jurnal Akses Pengbdian
Indonesia. Vol 3 No 1:42-47.
Child development theorists From Wikipedia, the free encyclopedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/Child_development
Cholifah,dkk.2016.”Hubungan Faktor Lingkungan Keluarga Dengan
Perkembangan Anak Usia Sekolah”.Artikel Ilmiah. Rakernas
AIPKEMA. University Recearch Coloquium.
Destiani, Ardita. 2016. “Upaya Peningkatan Kreativitas Seni Rupa Siswa
Melalui Teknik Pencetakan Dengan Bantuan Media Asli”.Jurnal
Ilmiah Potensial. Vol.1,7-14.
Dewi,Fitri Yuliana, dkk. “Pendekatan Beyonds Center and Circle Time
(BCCT).”Artikel Ilmiah. FKIP Universitas Lampung.
Direktorat Jenderal PAUD dan Dikmas. 2015. Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum 2013 PAUD.
Elmanora,dkk. 2016. “Lingkungan Keluarga Sebagai Sumber Stimulasi
Utama Untuk Perkembangan Kognitif Anak Usia Prasekolah”. Jur.
Ilm. Kel. & Kons., Mei 2017, p : 143-156
17
Fakhrudin, Asef U. 2018. Sukses Menjadi Guru PAUD. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Halimah, Leli. 2017. Keterampilan Mengajar. Bandung : PT Refika
Aditama.
Hapsari, Iriani Indri. 2016. Psikologi Perkembangan Anak. Penerbit Indeks
Masnipal. 2018. Menjadi Guru PAUD Profesional. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa. 2017. Strategi Pembelajaran PAUD. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Susanto, Ahmad.2017. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Bumi
Aksara.