09e01943

Upload: ardy-shinici

Post on 08-Jan-2016

27 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • IMPLIKASI PERUBAHAN BENTUK PERUMKA MENJADI PERSERO TERHADAP HAK-HAK KARYAWAN

    PT. KERETA API INDONESIA

    TESIS

    Oleh

    SUPARDI 077005134/HK

    S

    EK O L A

    H

    PASCASARJ

    ANA

    SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    MEDAN 2009

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • IMPLIKASI PERUBAHAN BENTUK PERUMKA MENJADI PERSERO TERHADAP HAK-HAK KARYAWAN

    PT. KERETA API INDONESIA

    TESIS

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

    dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

    Oleh

    SUPARDI 077005134/HK

    SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    MEDAN 2009

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • Judul Tesis : IMPLIKASI PERUBAHAN BENTUK PERUMKA MENJADI PERSERO TERHADAP HAK-HAK KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA

    Nama Mahasiswa : Supardi Nomor Pokok : 077005134 Program Studi : Ilmu Hukum

    Menyetujui Komisi Pembimbing

    (Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

    (Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) (Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum) Anggota Anggota

    Ketua Program Studi D i r e k t u r

    (Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc) Tanggal lulus : 19 Agustus 2009

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • Telah diuji pada Tanggal 19 Agustus 2009 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

    2. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum

    3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum

    4. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • ABSTRAK

    Perubahan status Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api menjadi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) terjadi pada tahun 1999 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk Perum Kereta Api Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Perubahaan bentuk ini didasarkan pada keinginan ideal untuk mewujudkan perusahaan kereta api yang mandiri dan mampu menghasilkan laba dengan pengelolaan yang lebih profesional dan berbasis pada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik. Terwujudnya keinginan tersebut dengan sendirinya akan membawa pengaruh yang lebih baik terhadap karyawan berupa peningkatan kesejahteraan karyawan. Namun pada kenyataannya perubahan bentuk perusahaan tersebut menimbulkan sejumlah persoalan, tidak terkecuali persoalan yang menyangkut pada kejelasan status dan kesejahteraan karyawan. Penelitian tentang implikasi perubahan bentuk Perumka menjadi Persero terhadap hak-hak karyawan PT. Kereta Api Indonesia ini dilakukan dengan mempergunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Bahan-bahan hukum yang dikumpulkan dengan tehnik studi pustaka (library research) dianalisis dengan menggunakan metode analisis normatif kualitatif dengan mengacu pada kerangka teoritis yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahaan status Perum Kereta Api menjadi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) tidak diiukti dengan kesiapan untuk menyelesaikan masalah status karyawan dan hak-hak karyawan. Pada periode Perusahaan Jawatan status karyawan perusahaan kereta api adalah pegawai negeri sipil. Berdasarkan PP No. 57 Tahun 1990 status Perusahaan Jawatan Kereta Api diubah menjadi Perumka dan status karyawan lebih lanjut akan ditetapkan dengan Surat Keputusan Bersama antara Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara sesuai tuntutan Pasal 15 PP No. 57 Tahun 1990. Pada tahun 1992 Menteri Perhubungan RI mengeluarkan Surat Keputusan No. 18/KP/601/Phb-1992 yang terkesan mengarahkan secara sepihak pilihan karyawan PJKA untuk melepaskan status PNS mereka dengan dalih pilihan tersebut atas permintaan sendiri. Sementara itu SKB sesuai Pasal 15 PP No. 57 Tahun 1990 sampai saat ini belum dikeluarkan yang berarti bahwa masalah status dan hak-hak karyawan eks PJKA belum terselesaikan sepenuhnya, kemudian diundangkan PP No. 19 Tahun 1998 yang membatalkan PP No. 57 Tahun 1990, sehingga menambah rumit permasalahan dikarenakan perusahaan kereta api berubah status lagi menjadi Perusahaan Persero. Seiring perjalan waktu ternyata janji peningkatan tingkat kesejahteraan dan hak-hak karyawan semakin jauh dari kenyataan. Hal ini terbukti dari besaran gaji pokok dasar pensiun dan tunjangan hari tua pegawai Perum maupun PT. Kereta Api Indonesia (Persero) lebih kecil dibandingkan PNS, pelayanan kesehatan pegawai tidak memadai

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • dan berada dibawah pelayanan yang diterima PNS, serta tidak adanya kepastian kelangsungan dana pensiun akibat ketidak mampuan perusahaan dalam mengelola dana pensiun. Berdasarkan hal tersebut disimpulkan bahwa perubahan status perusahaan dari perusahaan jawatan menjadi perusahaan umum dan selanjutnya menjadi perusahaan persero lebih didasarkan pada dorongan eksternal dan pengurangan beban anggaran pemerintah bukan didasarkan pada analisis kelayakan terhadap kondisi perusahaan dan kesejahteraan pegawai. Dengan kata lain, perubahan status yang lebih mengarah pada melepaskan perusahaan kereta api sepenuhnya pada mekanisme pasar tersebut pada dasarnya belum tepat untuk dilakukan, apalagi mengingat jasa yang diselenggarakan oleh perusahaan kereta api adalah layanan publik untuk memenuhi tuntutan rakyat atas transportasi yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut sangat diharapkan agar Pemerintah Republik Indonesia segera menyelesaikan masalah pekerja kereta api agar tidak berlarut-larut seperti saat ini dan dengan tetap mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan hak-hak pegawai kerta api tersebut. Kata Kunci : Implikasi Perum, Perubahan menjadi Persero, Hak hak

    Karyawan

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • ABSTRACT Change of Public Company status (Perum) Train become PT. Train

    Indonesia (Persero) happened in the year 1999 pursuant to Regulation of Government of No. 19 Year 1998 about Transfer Of Form of Perum Train Become Company Of Copartnership (Persero). Perubahaan this form of relied on ideal desire to realize company of self-supporting train and can yield profit with more professional management and base on principles arrange good company management. Its form of the desire by itself will bring better influence to employees in the form of make-up of prosperity of employees. But practically transformation of the company generate a number of problem, do not aside from problem which concerning at clarity of status and prosperity of employees. Research about implication transformation of Perumka become Persero to employees rights of this PT. Train Indonesia is conducted by utilizing method research of law of normatif having the character of is descriptive. collected Law materialss technicsly book study (research library) analysed by using method analyse normatif qualitative by relate [at] relevant theoretical framework.

    Result of research find that Transformation of status of Perum Train become PT. Train Indonesia (Persero) do not follow with readiness of to finish the problem of employees status and employees rights. At period of Company of Post employees status company of train is public servant of civil. Pursuant to PP No. 57 Year 1990 status Company of Railroads turned into Perumka and furthermore employees status will be specified by letter Decision With between Minister of Communication, Minister for Finance and Minister Utilization of State Aparatus according to demand Section 15 PP No. 57 Year 1990. In the year 1992 Minister of Communication of RI release Decree of No. 18/KP/601/Phb-1992 impressing instruct unilaterally employees choice of PJKA to discharge status of PNS their under the cloak of the choice by request of by self. Meanwhile SKB according to Section 15 PP No. 57 Year 1990 till now not yet been released meaning that the problem of employees rights and status of[is ex PJKA not yet been finished fully, is later;then invited by PP No. 19 Year 1998 canceling PP No. 57 Year 1990, so that growing complicatedly of problems because of company of train change status again become Company of Persero. Along time road;street in the reality promise the make-up of prosperity storey;level and employees rights progressively far from fact. This matter [is] proven from fundamental salary besaran of retired base and old day subsidy of officer of Perum and also of PT. Train Indonesia (compared to Smaller Persero) of PNS, service of health of officer is not adequate and reside in below/ under accepted by service is PNS, and also certainty inexistence of[is continuity of pension fund effect of company unmanageable in managing pension fund. Pursuant to the mentioned concluded that change of company

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • status of company of post become public company and hereinafter become company of persero more relied on is motivation of eksternal and mitigation of governmental budget non relied on elegibility analysis to condition of company and prosperity of officer. Equally, change of more status is flange at discharging company of train fully at the market mechanism basically not yet precisely to be conducted, more than anything else remember service carried out by company of train is public service to fulfill people demand of transportation reached by all walks of life. Pursuant to result of the research very expected Republic Government To Indonesia immediately finish the problem of worker of train in order not to long draw out like in this time and fixed strive the make-up of rights and prosperity officer of Train. Key words : Public Company, Company Of Persero, PT. Train Indonesia

    (Persero), Rights Employees.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis Panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala

    karunia-Nya, rahmat dan hidayah-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan

    dengan baik dan tepat pada waktunya.

    Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar

    Magister Humaniora pada Program Studi Ilmu Hukum, Sekolah Pascasarjana

    Univesitas Sumatera Utara, Medan.

    Adapun judul proposal penelitian ini adalah: Implikasi Perubahan

    Bentuk PERUMKA Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT.

    Kereta Api Indonesia Di dalam menyelesaikan Tesis ini, penulis banyak

    memperoleh bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan dan arahan dari

    berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis menyampaikan ucapan terima kasih

    dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat para pembimbing:

    Prof. Dr. H. Bismar Nasution, S.H., M.H., Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum. dan Dr.

    Mahmul Siregar, S.H., M.Hum. Dimana di tengah-tengah kesibukannya masih

    tetap meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan

    mendorong semangat penulis untuk menyelesaikan penulisan Tesis ini.

    Perkenankanlah juga, penulis menyampaikan ucapan terima kasih

    kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian studi ini, kepada:

    1. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumetera Utara, Ibu Prof.

    Dr. Ir. T.Chairun Nisa B, M.Sc, atas kesempatan menjadi mahasiswa

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas

    Sumatera Utara.

    2. Prof. Dr. H. Bismar Nasution, S.H., M.H., sebagai Ketua Program studi

    Magister Ilmu Hukum sekaligus sebagai Pembimbing Utama penulis,

    yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam

    penulisan Tesis ini, serta dorongan dan masukan yang penulis pikir

    merupakan hal yang sangat penting sehingga Tesis ini selesai di tulis.

    3. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., sebagai Komisi Pembimbing dengan penuh

    perhatian memberikan dorongan, bimbingan dan saran kepada penulis.

    4. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., sebagai Komisi Pembimbing,

    dengan penuh perhatian memberikan arahan serta dorongan dalam

    penulisan Tesis ini.

    5. Kedua Orang Tua tercinta yang mendidik dengan penuh rasa kasih

    sayang, menanamkan budi pekerti yang luhur serta iman dan taqwa

    kepada ALLAH SWT.

    6. Kepada Istri dan Anak-anakku, Saudara-saudara ku, Kakak dan Adik

    Penulis sayangi, atas kesabaran dan pengertiannya serta memberikan

    doa dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan Tesis

    ini.

    7. Kepada Rekan-rekan di Sekolah pascasarjana, dan rekan-rekan kerja

    saya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • Semoga ALLAH SWT membalas jasa, amal dan budi baik tersebut

    dengan pahala yang berlipat ganda.

    Akhirnya penulis berharap semoga Tesis ini dapat memberi manfaat

    dan menyampaikan permintaan yang tulus jika seandainya dalam penulisan ini

    terdapat kekurangan dan kekeliruan di sana-sini, penulis juga menerima kritik

    dan saran yang bertujuan serta bersifat membangun untuk menyempurnakan

    penulisan Tesis ini.

    Medan, Juli 2009

    Penulis,

    SUPARDI

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • RIWAYAT HIDUP

    Nama : Supardi

    Tempat/Tanggal Lahir : Lubuk Pakam, 24 September 1962

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Agama : Islam

    Pekerjaan : BUMN PT. Kereta Api (Persero)

    Alamat : Jalan. Bilal Gg Karya No. 294 B Medan

    Pendidikan : SD Negeri Lubuk Pakam Tamat Tahun 1976 ST Negeri Lubuk Pakam Tamat Tahun 1980 STM Swasta Lubuk Pakam Tamat Tahun 1983 Strata Satu (S1) Universitas Dharmawangsa Tamat Tahun 2001 Strata Dua (S2) Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun 2009

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • DAFTAR ISI Halaman

    ABSTRAK ................................................................................................. i ABSTRACT ................................................................................................ iii KATA PENGANTAR ............................................................................... v RIWAYAT HIDUP ................................................................................... viii DAFTAR ISI ............................................................................................. ix BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1

    A. Latar Belakang .................................................................... 1

    B. Perumusan Masalah ............................................................ 21

    C. Tujuan Penelitian ................................................................. 22

    D. Manfaat Penelitian .............................................................. 23

    E. Keaslian Penulisan .............................................................. 24

    F. Kerangka Teori dan Konsepsi .............................................. 24

    G. Metode Penelitian ............................................................... 33 BAB II LATAR BELAKANG PERUBAHAN BENTUK PERUSAHAAN KERETA API DARI PERUSAHAAN UMUM (PERUM) MENJADI BADAN PERUSAHAAN PERSERO ............................................................................... 39

    A. Peranan Birokrasi Dalam Mengupayakan Good Governance . 39

    B. Good Governance dan Implementasi Kebijakan Sumber Daya Manusia (SDM) SPKA PT KA (Persero) .................... 48

    1. Upaya Pemerintah Untuk Menerapkan Prinsip-Prinsip Good Governance ............................................................ 49

    2. Transparansi Dalam Keuangan Berdasarkan Good Governance ..................................................................... 52

    3. Peran Aparatur Biro Hukum Dalam Good Governance .... 53

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • 4. Implementasi GCM dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) ...................................... 59

    5. Latar Belakang Perubahan bentuk Perusahaan Kereta Api dari Perusahaan Umum (Perum) menjadi Perusahaan Persero...........................................................................64

    BAB III IMPLIKASI PERUBAHAN BENTUK PERUM MENJADI PERSERO TERHADAP STATUS KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA ............... 70

    A. Dampak Pengalihan Bentuk Perusahaan............................. 70 B. Frekuensi Tuntutan Meninggi ........................................... 84

    C. Santunan Purna Jabatan ..................................................... 89

    D. Masukan Untuk RUPS ...................................................... 93

    BAB IV HAK-HAK KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA SETELAH TERJADINYA PERUBAHAN BENTUK PERUM MENJADI PERSERO ........................ 101

    A. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ..101

    B. Hak-Hak Karyawan PT KA (Persero) ...............................115

    C. Hak-Hak Pekerja Perum Kereta Api...................................125

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................128

    A. Kesimpulan .......................................................................128

    B. Saran .................................................................................132 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................133

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi memiliki

    karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk

    mengangkut, baik orang maupun barang secara massal, menghemat energi,

    menghemat penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi,

    memiliki tingkat pencemaran yang rendah, serta lebih efisien dibandingkan

    dengan moda transportasi jalan untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah

    yang padat lalu lintasnya, seperti angkutan perkotaan.

    Berdasarkan keunggulan dan karakteristik perkeretaapian tersebut,

    peran perkeretaapian perlu lebih ditingkatkan dalam upaya pengembangan

    sistem transportasi nasional secara terpadu. Untuk itu, penyelenggaraan

    perkeretaapian yang dimulai dari pengadaan, pengoperasian, perawatan, dan

    pengusahaan perlu diatur dengan sebaik-baiknya sehingga dapat terselenggara

    angkutan kereta api yang menjamin keselamatan, aman, nyaman, cepat, tepat,

    tertib, efisien, serta terpadu dengan moda transportasi lain. Dengan demikian,

    terdapat keserasian dan keseimbangan beban antarmoda transportasi yang

    mampu meningkatkan penyediaan jasa angkutan bagi mobilitas angkutan orang

    dan barang.1

    1 Suryo Hapsoro Tri Utomo, Sejarah Transportasi Kereta Api, Dikutip dari

    http://sipilugm.wordpress.com/2008/08/11/sejarah-kereta-api-indonesia/, Diakses tanggal 12 Februari 2009.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang

    Perkeretaapian, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 23

    Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, kondisi perkeretaapian nasional yang

    masih bersifat monopoli dihadapkan pada berbagai masalah, antara lain

    kontribusi perkeretaapian terhadap transportasi nasional masih rendah,

    prasarana dan sarana belum memadai, jaringan masih terbatas, kemampuan

    pembiayaan terbatas, tingkat kecelakaan masih tinggi, dan tingkat pelayanan

    masih jauh dari harapan.2

    Memperhatikan hal-hal tersebut, peran Pemerintah dalam

    penyelenggaraan perkeretaapian perlu dititikberatkan pada pembinaan yang

    meliputi penentuan kebijakan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan

    dengan mengikutsertakan peran masyarakat sehingga penyelenggaraan

    perkeretaapian dapat terlaksana secara efisien, efektif, transparan, dan dapat

    dipertanggungjawabkan.

    Secara de-facto hadirnya kereta api di Indonesia dimulai dengan

    dibangunnya jalan rel sepanjang 26 km pada lintas Kemijen-Tanggung yang

    dibangun oleh NV. Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).

    Pembangunan jalan rel tersebut dimulai dengan penyangkulan pertama

    pembangunan badan jalan rel oleh Gubernur Jenderal Belanda Mr. L.A.J.

    Baron Sloet Van De Beele pada hari Jumat tanggal 17 Juni 1864. Jalur kereta

    api lintas Kemijen-Tanggung mulai dibuka untuk umum pada hari Sabtu, 10

    2 Ibid.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • Agustus 1867. Sedangkan landasan de-jure pembangunan jalan rel di Jawa

    ialah disetujuinya undang-undang pembangunan jalan rel oleh pemerintah

    Hindia Belanda tanggal 6 April 1875.3

    Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia mencatat pengambilalihan

    kekuasaan perkereta-apian dari pihak Jepang oleh Angkatan Moeda Kereta Api

    (AMKA) pada peristiwa bersejarah tanggal 28 September 1945. Pengelolaan

    kereta api di Indonesia telah ditangani oleh institusi yang dalam sejarahnya

    telah mengalami beberapa kali perubahan. Institusi pengelolaan dimulai

    dengan nasionalisasi seluruh perkereta-apian oleh Djawatan Kereta Api

    Indonesia (DKARI), yang kemudian namanya dipersingkat dengan Djawatan

    Kereta Api (DKA), hingga tahun 1950. Institusi tersebut berubah menjadi

    Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) pada tahun 1963 dengan PP. No. 22

    tahun 1963, kemudian dengan PP. No. 61 tahun 1971 berubah menjadi

    Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA).

    Perubahan kembali terjadi pada tahun 1990 dengan PP. No. 57 tahun

    1990 status perusahaan jawatan diubah menjadi perusahaan umum sehingga

    PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kerata Api (Perumka). Perubahan

    besar terjadi pada tahun 1998, yaitu perubahan status dari Perusahaan Umum

    Kereta Api menjadi PT Kereta Api (Persero), berdasarkan PP. No. 19 tahun

    1998.

    3 Ibid.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api yang didirikan dengan

    Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990 dialihkan bentuknya menjadi

    Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagaimana dimaksud dalam Undang-

    undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

    Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969

    No. 16; Tambahan Lembaran Negara No. 2890) tentang Bentuk-Bentuk Usaha

    Negara Menjadi Undang-Undang.4

    Pengalihan bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api dinyatakan

    bubar pada saat pendirian Perusahaan Perseroan (PERSERO) tersebut dengan

    ketentuan bahwa segala hak dan kewajiban, kekayaan serta pegawai

    Perusahaan Umum (PERUM) Kereta Api yang ada pada saat pembubarannya

    beralih kepada Perusahaan Perseroan (PERSERO) yang bersangkutan.5

    Maksud dan tujuan Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 1 adalah untuk menyelenggarakan usaha sebagai

    berikut:

    a. Usaha pengangkutan orang dan barang dengan kereta api;

    b. Kegiatan perawatan prasarana perkeretaapian;

    c. Pengusahaan prasarana kereta api;

    d. Pengusahaan usaha penunjang prasarana dan sarana kereta api.6

    4 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk

    Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), Pasal 1 angka (1). 5 Ibid., Pasal 1 angka (2) 6 Ibid., Pasal 2.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • Peralihan status PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang semula berbentuk perum

    menjadi PT Persero mengakibatkan beban yang karena harus digolongkan

    dalam kelompok harus dapat untung.7 Meskipun pemberian status PT

    (perseroan terbatas) Persero itu merupakan pemberian "gengsi" yang lebih baik

    daripada status sebagai perusahaan umum (perum) atau perusahaan jawatan

    (Perjan). Bahkan status Persero membuat manajemen mengalami kesulitan

    sebab kalau ingin untung harus dengan pengetatan di berbagai pos sehingga

    mengurangi mutu layanan. Tetapi, kalau memberi layanan wajar berarti harus

    merugi.

    Setelah perubahan PT KAI memang berkembang menjadi perusahaan yang

    kurang efisien, produktivitas per pegawainya sangat rendah. Dengan

    pendapatan tahun 2000 sekitar Rp 2,2 trilyun dan 32.000 pegawai, maka

    produktivitas per pegawai cuma Rp 68,7 juta dan untung perusahaan sekitar Rp

    10,7 milyar. Bandingkan dengan PT Telkom yang pendapatannya sekitar Rp 10

    trilyun, 38.000 pegawai, produktivitas mencapai sekitar Rp 263 juta,

    untungnya sekitar Rp 3,4 trilyun.8

    Dilihat dari biaya operasi dan perawatan yang sangat tinggi, maka ada dua

    yang dikorbankan, biaya pegawai dan biaya perawatan. Biaya operasi tinggi

    karena memang komponen-komponen produksinya juga tinggi. Tanpa dihitung

    7 Moch S. Hendrowijono, PT KA Menerima Beban Begitu Berat, Dikutip dari

    http://www.hendrowijono.com/index.php?option=com_content&view=article&id=473:pt-kereta-api-indonesia-menerima-beban-terlalu-berat&catid=34:perhubungan, Diakses tanggal 12 Februari 2009.

    8 Ibid.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • harga pokok kereta dan lokomotif saja, biaya operasi langsung sudah sangat

    besar. Misalnya harga BBM yang naik terus, tarif listrik (khususnya untuk

    KRL) juga tinggi karena PT KAI masuk dalam kelompok usaha.

    Permasalahannya adalah PT KAI masih menanggung beban penugasan

    pemerintah tanpa mendapat kompensasi, sehingga sangat memberatkan

    keuangannya. Dari hitungan PSO (public service obligation) sebagai pelaksana

    tugas dari pemerintah, seharusnya tahun 2000 pemerintah membayar Rp 434,5

    milyar, ditambah biaya pemeliharaan dan operasi prasarana (IMO-

    Infrastructure Maintenance & Operation) Rp 399 milyar, tetapi harus

    mengembalikan ke pemerintah sewa track dan aksesnya (TAC-Track Access

    Charge) sebesar Rp 592 milyar. Alhasil, mestinya PT KAI menerima bersih

    dari pemerintah sekitar Rp 241 milyar. Berapa yang diterima tahun lalu, cuma

    Rp 59,2 milyar, karena kemampuan pemerintah memang sebesar itu.9 Padahal,

    utamanya kereta-kereta kelas ekonomi tingkat biaya perawatannya lebih tinggi,

    antara lain karena selalu dipadati penumpang sehingga mudah aus, juga akibat

    kejahilan masyarakat. Misalnya pencurian kelengkapan kereta, pelemparan

    kaca jendela, atau naik KA tidak bayar.

    Apabila di perhatikan, PT KAI sebenarnya mempunyai peluang besar dalam

    meraih penumpang kelas-kelas eksekutif, yang hasilnya bisa digunakan untuk

    menutup biaya operasinya. Apalagi pemerintah sudah memberi peringatan akan

    makin sedikitnya dana APBN untuk sektor transportasi. Menurut mantan ketua

    9 Ibid.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • Komisi V, Burhanuddin Napitupulu, hanya Rp 6,5 trilyun di tahun 2002, yang

    untuk Jawa saja sudah kurang. Padahal PT KAI berambisi membangun jalur

    ganda baik Jakarta-Surabaya maupun Kroya-Surabaya yang biayanya bisa

    trilyunan. Menurut Dirjen Perhubungan Darat Susmono Soesilo, biaya double

    track kalau dari APBN pasti murah, sementara dari pos bantuan luar negeri

    (BLN) sangat mahal.10 PT KAI, ingin tarif KA ekonomi naik untuk menutup

    kekurangan PSO. Selain itu, dipikirkan juga untuk menutup trayek-trayek KA

    yang sangat merugi, dengan dampak mengurangi beban lintas dan beban

    perawatan prasarana. Yang jadi masalah, apakah pemerintah punya keberanian

    politik untuk menaikkan tarif kelas ekonomi.11

    Kereta api termasuk salah satu sarana angkutan tua di Indonesia.

    Dibangun dan dioperasikan oleh pemerintah Belanda dan dikembangkan oleh

    Indonesia setelah merdeka. Banyak stasiun kereta api buatan Belanda sampai

    sekarang masih dioperasikan, baik di Jakarta maupun di kota-kota lainnya.

    Tapi banyak pula stasiun kereta api yang ditinggalkan alias tidak dioperasikan

    lagi tanpa alasan yang jelas.

    Dilihat dari regulasi yang mengatur perkeretaapian Indonesia, dapatlah

    disimpulkan sarana angkutan massal itu sejak diambil alih dari Belanda hingga

    kini telah mengalami perubahan status yang luar biasa. Pada mulanya

    perusahaan Negara terdiri atas tiga bentuk badan usaha, yaitu perusahaan

    10 Ibid. 11 Ibid.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • jawatan (Perjan), perusahaan umum (Perum) dan perusahaan perseroan

    (Persero). Setelah keluarnya UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN maka

    perubahan Negara terdiri atas Perum dan Persero.

    Perkeretaapian Indonesia pada awal kemerdekaan hanyalah berstatus

    sebagai salah satu bagian dari Departemen Perhubungan dengan nama jawatan

    kereta api Indonesia. Dalam perkembangannya instansi ini kemudian diubah

    menjadi perusahaan jawatan. Sejak itulah badan-badan usaha milik negara di

    Indonesia terkelompok dalam apa yang disebut Perjan, Perum dan Persero.

    Perkeretaapian Indonesia pada mulanya berstatus Perjan. Di sini campur

    tangan pemerintah 100 persen. Semua hal yang menyangkut manajemen,

    perencanaan dan keuangan, diatur dan ditetapkan pemerintah. Dengan berbagai

    alasan, statusnya kemudian ditingkatkan menjadi Perum. Di sini unsur-unsur

    bisnis mulai dilekatkan dalam manajemen perusahaan. Tidak lama setelah itu

    statusnya dinaikkan lagi menjadi Persero dengan embel-embel PT (Perseroan

    Terbatas), yang tak sama dengan PT swasta murni.

    Tapi bagaimana hasil dari semua peningkatan itu? Apakah telah

    terjadi perbaikan yang signifikan akibat perubahan status itu? Jawabannya

    tidak. PT KAI masih merugi. Memang terjadi perbaikan dan pengembangan,

    tapi secara keseluruhan perbaikan itu belumlah seimbang dengan pelayanan

    yang masih jauh dari bagus. Keluhan calon penumpang dan penumpang, masih

    terdengar di sana sini. Penumpang naik di atap kereta api masih jadi tontonan

    biasa. Penumpang tak berkarcis masih sangat banyak, dan petugas yang

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • menerima bayaran di atas kereta, yang menyimpang dari ketentuan, juga masih

    bebas melakukan aksinya seolah tak takut dengan sanksi administrasi.

    Kesemuanya mencerminkan pengelolaan perkeretaapian Indonesia masih

    semrawut kalau tak mau dikatakan amburadul.12

    Sepintas, menyangkut aturan-aturan perjalanan kereta api barangkali

    menjadi wewenang Departemen perhubungan telekomunikasi sedang mengenai

    penggajian atau kesejahteraan wewenang BUMN.13

    Tahun 1996, Bank Dunia memberikan utang berupa Railway Efficiency

    Project atau Proyek Efisiensi Perkeretaapian (PEP) kepada Pemerintah

    Indonesia. PEP merupakan proyek ketiga yang diberikan Bank Dunia untuk

    moda transportasi kereta api sampai tahun 1996. PEP sendiri diberikan setelah

    the first railway project di tahun 1974 dan The Railway Technical Assistance

    Project yang diberikan pada tahun 1987. Proyek pertama untuk kereta api

    bertujuan to arrest the decline in the railways share in land transport and to

    increase its capacity and efficiency through a program of rehabilitation and

    modernization, including a substantial amount of technical assistance and

    practical training14 Proyek utang kemudian dilanjutkan dengan The Railway

    Technical Assistance Project yang menurut laporan Bank Dunia dianggap

    berhasil. Proyek Bantuan Teknis untuk pengelolaan perkeretaapian Indonesia

    telah mengubah struktur pengelolaan perkeretaapian Indonesia dari Perusahaan

    12 Ibid. 13 Ibid.

    14 World Bank 1996 Hal 6

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • Jawatan Kereta Api (PJKA) menjadi Perusahaan Umum Kereta Api

    (PERUMKA) tahun 1990. Dua proyek ini yang mendorong Bank Dunia

    memberikan utang ketiga untuk pengelolaan perkeretaapian Indonesia melalui

    PEP.

    Tujuan utama yang diharapkan dari PEP ini sendiri seperti yang

    tertuang dalam dokumen Staff Appraisal Report Bank Dunia15 meliputi : a)

    reformasi sektor perkeretaapian melalui hubungan antara pengelola kereta api

    (operator) dengan pemerintah, sekaligus membangun landasan dalam

    mendorong partisipasi swasta, b) rasionalisasi investasi modal sektor

    perkeretaapian, c) pengembangan manajemen dan operasional perkeretaapian,

    dan d) peningkatan kapasitas fisik pada koridor utama kereta api. Kalau

    dibandingkan dengan pemberian utang Bank Dunia untuk sektor transportasi

    lainnya terutama pengembangan infrastruktur angkutan jalan raya yang

    berbasis pada otomotif, proyek Bank Dunia untuk kereta api relatif sedikit di

    mana sampai pada tahun 1996 utang Bank Dunia untuk jalan raya sudah

    mencapai 15 proyek.

    PEP terdiri atas lima komponen yang terdiri atas:

    a) Policy reform involving restructuring of Perumka into a persero and

    reform of government corporate interfaces;

    15 Ibid, Hal 27

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • b) Improvements to the railway between Jakarta and Bandung (170 km) to

    expand capacity, shorten passenger journey times, and improve safety

    in this important passenger and freight corridor;

    c) Implementation of a modern track maintenance system on Java;

    d) Implementation of e diesel electric locomotive unit exchange

    maintenance system on Java;

    e) Strengthening of Perumkas management16

    Secara keseluruhan, besarnya anggaran Proyek Efisiensi Perkeretaapian

    ini mencapai US$ 207.3 juta yang ditanggung oleh tiga pihak yaitu Pemerintah

    Indonesia, PT Kereta Api, dan Bank Dunia. Bank Dunia berkomitmen akan

    memberikan utang sebesar US$ 105 juta, meskipun kemudian implementasinya

    hanya mencapai US$ 85,2 juta dengan alasan proyek tidak berjalan sesuai

    dengan yang diharapkan alias tidak memuaskan17. Pada bulan Agustus 1998

    terjadi pembatalan US$ 20 juta dari yang direncanakan oleh Bank Dunia,

    sehingga pinjaman yang diterima tinggal US$ 85 juta, terdiri atas pinjaman

    pemerintah US$ 65,2 juta dan pinjaman PT KAI US$ 19,8 juta. Pinjaman

    pemerintah digunakan untuk pengembangan koridor Jakarta-Bandung,

    perbaikan dan pemeliharaan track. Pinjaman PT KAI digunakan untuk

    reformasi kebijakan/restrukturisasi perkeretaapian, pemeliharaan lokomotif,

    16 Ibid 17 Ibid, World Bank, Hal 5

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • dan penguatan kelembagaan18. Penjelasan mengenai jalannya proyek pada

    beberapa laporan yang diulas oleh Bank Dunia (2008), PEP berjalan tidak

    sesuai dengan target yang diharapkan atau unsatisfactory. Hal yang sama juga

    diungkap dalam laporan pelaksanaan proyek yang dirilis tahun 2005, di mana

    PEP dianggap tidak sesuai terutama dengan tujuan pertama proyek ini yaitu

    reformasi sektor perkeretaapian. Menurut Bank Dunia, sampai hari ini belum

    ada perubahan secara signifikan dalam struktur perkeretaapian yang

    memberikan ruang bagi masuknya swasta.

    Adapun penyebab utama tidak tercapainya tujuan tersebut adalah adanya

    resistensi internal perkeretaapian terhadap perubahan itu sendiri, terutama

    masuknya peran swasta dalam perkeretaapian Indonesia. Selain juga karena

    kondisi obyektif yang terjadi di tahun 1997 yaitu adanya krisis ekonomi yang

    melanda Indonesia, sehingga berdampak pada terhambatnya beberapa rencana

    pengembangan sistem perkeretaapian yang sudah direncanakan dalam PEP.

    Pertanyaan mendasar adalah benarkah penyebab utama gagalnya PEP ini

    disebabkan oleh faktor internal perkeretaapian itu sendiri, atau karena kondisi

    obyektif yang tengah terjadi di Indonesia? Kemungkinan lain rekomendasi

    yang tertuang dalam proyek itu sendiri tidak sesuai dengan kehendak

    masyarakat perkeretaapian yang meliputi para pengambil kebijakan (regulator),

    operator (PT KA), atau kehendak masyarakat sebagai pengguna kereta api?

    Lebih tragis lagi bilamana rekomendasi tersebut lebih mencerminkan 18 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Tahun 2003

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • kepentingan Bank Dunia sendiri terhadap sistem perkeretaapian di Indonesia.

    Nyatanya, situasi perkeretaapian di Indonesia hingga kini belum menunjukkan

    peningkatan kualitas layanan secara berarti. Sebaliknya, yang terjadi justru

    semakin menurunnya kualitas pelayanan kereta api terutama kereta api

    ekonomi dan juga masih tingginya angka kecelakaan kereta api. Menurut Bank

    Dunia, kerugian yang harus ditanggung kereta api sangat memberatkan

    pemerintah dengan pemberian subsidi yang besar. Juga terjadi inefisiensi

    dalam pengelolaan sistem perkeretaapian akibat sistem ketenagakerjaan yang

    tidak efisien. Itu sebabnya, perlu ada restrukturisasi dalam pengelolaan kereta

    api di Indonesia. Belum lagi beban anggaran yang sangat besar yang harus

    ditanggung untuk merawat dan mengembangkan infrastruktur perkeretaapian

    yang sebagian besar sudah tua.

    Bahkan hingga kini masih digunakan infrastruktur kereta api yang

    dibangun di masa Belanda. Alasan inilah yang dipakai Bank Dunia untuk

    menyatakan bahwa kereta api harus melakukan efisiensi dengan menerapkan

    prinsip-prinsip bisnis untuk meraih keuntungan, sehingga ke depan kereta api

    seyogyanya tidak mendapatkan subsidi pemerintah. Berkaitan dengan hal

    tersebut, Bank Dunia mendorong diterapkannya sistem pembiayaan melalui

    sistem public service obligation (PSO), infrastructure maintenance and

    operation (IMO), dan track access charge (TAC) yang diharapkan transparan

    dan akuntabel. Saran Lembaga Keuangan Multilateral itu, swasta perlu diberi

    peranan untuk mengurangi monopoli perkeretaapian di Indonesia yang selama

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • ini dipegang oleh PT Kereta Api (PT KA). Saran tersebut dibarengi dengan

    saran agar diadakan rasionalisasi buruh PT KA yang selama ini strukturnya

    dianggap terlalu gemuk. Termasuk juga pengembangan beberapa koridor

    dengan tingkat beban, baik penumpang maupun barang, yang lebih

    menjanjikan seperti pengembangan koridor Jakarta - Bandung.

    Perubahan kondisi kereta api tidak hanya terjadi di sarana dan

    prasarana, melainkan juga dalam struktur manajemen. Melalui Peraturan

    Pemerintah (PP) No. 61/1971, struktur pengelolaan perkeretaapian Indonesia

    diubah menjadi PJKA yang memiliki tujuan penuh bagi pelayanan publik.

    Status badan hukum ini mengalami perubahan seiring dengan keluarnya PP No.

    57/1990 tentang pengalihan bentuk usaha dari PJKA ke PERUMKA.

    Lahirnya PP ini merupakan hasil rekomendasi Proyek Bantuan Teknis

    untuk Perkeretaapian yang didanai utang Bank Dunia. Pada saat inilah

    pengelolaan kereta api didorong untuk meraih keuntungan dengan menerapkan

    prinsip-prinsip efisiensi dan efektivitas. Dorongan untuk meraih keuntungan

    kemudian diperteguh dalam PP No. 19/1998 tentang pengalihan bentuk usaha

    dari PERUM menjadi persero (PT) yang tunduk pada aturan Kitab Undang-

    Undang Hukum Dagang (KUHD).19

    Sejarah gerakan buruh kereta api juga berjalan seiring dengan

    perkembangan perkeretaapian di Indonesia, baik perkembangan maupun

    19 Infid, Working Paper No. 1, 2008, Proyek Efisiensi Perkeretaapian, hal.5

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • kemundurannya. Gerakan buruh kereta api di Indonesia memiliki sejarah yang

    panjang seiring dengan sejarah perkeretaapian. Serikat buruh kereta api

    merupakan serikat buruh pertama di Indonesia dengan berdirinya Staats Spoor

    Bond (SS-Bond) yang dibentuk oleh para amtenar dan pegawai perusahaan

    pemerintah tahun 1905, kemudian diikuti berdirinya Vereniging van Spoor en

    Tramweg Personeel (VSTP) yang dibentuk oleh buruh kereta api di Semarang

    tahun 190820. VSTP inilah yang menjadi kekuatan buruh paling progresif di

    masanya dan menjadi cikal bakal gerakan yang terorganisasi melawan

    kolonialisme Belanda dan melahirkan organisasi perlawanan rakyat seperti

    Sarikat Islam di bawah kepemimpinan Semaoen.

    Serikat buruh kereta api merupakan serikat buruh yang secara aktif

    memperjuangkan nasib para anggotanya mulai dari tuntutan jam kerja delapan

    jam sehari, upah yang layak, tunjangan dan penyelesaian perselisihan

    perburuhan.

    Ketentuan-ketentuan yang digunakan dalam hal proses pengalihan status

    pegawai Perumka menjadi pegawai PT KA:

    a) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1998 tentang Pendirian

    Perusahaan Perseroan. Isi Pasal 1 ayat (2) berbunyi; Pendirian

    perusahaan perseroan dengan ketentuan bahwa segala hak dan

    kewajiban, kekayaan serta pegawai Perusahaan Umum Kereta Api yang

    20 Sadali 2002 Hal 24

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • saat pembubarannya beralih kepada Perusahaan Perseroan (Persero)

    yang bersangkutan.

    b) Pasal 38 PP No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero)

    berbunyi; Pegawai Persero merupakan pekerja persero yang

    pengangkatan dan pemberhentian, kedudukan, hak serta kewajibannya

    ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja sesuai dengan perundang-

    undangan di bidang ketenagakerjaan.

    Berdasarkan isi Pasal 6 PP No. 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan

    bentuk (Perum) Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) berbunyi;

    terhitung sejak berdirinya Perusahaan perseroan, maka PP No. 57 Tahun 1990

    dinyatakan tidak berlaku lagi. Masalahnya kemudian adalah penyelesaian

    status kepegawaian belum tuntas, karena belum dikeluarkannya SKB menteri

    sesuai isi Pasal 57 PP No. 57 Tahun 1990 dan sudah dinyatakan tidak berlaku

    lagi sesuai isi Pasal 6 PP No. 16 Tahun 1998. Sehubungan dengan itu ada 2

    (dua) kemungkinan proses yang dapat dilaksanakan dalam rangka penyelesaian

    persoalan status kepegawaian yaitu:

    (1) PNS PJKA dialihkan menjadi pegawai Perumka lalu dialihkan pula

    menjadi pegawai PT. Kereta Api (Persero);

    (2) PNS PJKA langsung dialihkan menjadi pegawai PT K (Persero), karena

    PP No. 57 Tahun 1990 sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.

    PT. Kereta Api (Persero) Didirikan berdasarkan PP No. 19 Tahun 1998

    tentang Pengalihan Bentuk Perum Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • (Persero). Akte Notaris Imas Fatimah, SH No. 2 Tahun 1999 tanggal 1 Juni

    1999 tentang Pendirian Perusahaan (Perseroan) PT Kereta Api (Persero).Masa

    status perusahaan mulai dari 1 Juni 1999 sampai saat ini. Kemudian pada era

    PT Kereta Api (Persero), status pegawai adalah Pegawai Persero. Adapun

    mengenai Pembinaan Kepegawaiannya PT Kereta Api (Persero)Tunduk pada

    UU Ketenagakerjaan.

    Pasal 38 PP No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero)

    menyebutkan Pegawai persero merupakan pekerja persero yang pengangkatan

    dan pemberhentian, kedudukan, hak serta kewajibannya ditetapkan berdasarkan

    perjanjian kerja sesuai dengan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

    Pada bagian Penjelasan disebutkan dengan status ini maka peraturan

    mengenai kesejahteraan pegawai seperti jaminan kesehatan, kecelakaan,

    kematian ataupun hari tua diatur oleh persero baik melalui program jamsostek

    maupun dana pensiun. Pembinaan kepegawaian juga bisa dilakukan melalui

    Peraturan perusahaan yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk

    dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Kemudian dapat pula diatur

    dalam Surat kesepakatan bersama antara pengelola perusahaan dengan serikat

    pekerja.

    Proses perubahan status kepegawaian itu sendiri diarahkan sedemikian

    rupa agar pegawai memilih opsi tertentu. Keputusan Mentri Perhubungan RI

    No. 18/KP/.601/Phb-1992 tersebut antara lain didasarkan pada kesepakatan

    antara Kepala Biro Kepegawaian Departemen Perhubungan dengan Direktur

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • Personalia Perumka. Kesepakatan itu antara lain berisi: (1) Pegawai (PNS)

    yang telah berusia di atas 50 tahun tetap sebagai Pegawai Negeri Sipil yang

    diperbantukan di Perumka; (2) Pegawai (PNS) yang berusia di bawah 50 tahun

    otomatis berubah menjadi Pegawai Perumka dengan melepaskan statusnya

    sebagai Pegawai Negeri Sipil.21

    Opsi ini pula kemudian mengarahkan pegawai seolah-olah menjatuhkan

    pilihan atas permintaan sendiri (APS). Secara praktis peraturan atau opsi ini

    memang terkesan akal-akalan. Karena pembuat peraturan pasti sudah

    menghitung berapa banyak mereka yang telah berusia 50 tahun dan yang masih

    berada di bawah 50 tahun. Logikanya tanpa opsi yang demikian maka bisa saja

    mayoritas pegawai PJKA saat itu memilih tetap berstatus Pegawai Negeri Sipil.

    Dan bila itu yang terjadi maka dapat dibayangkan betapa beratnya beban

    pemerintah untuk mendukung perusahaan kereta api saat itu.

    Lagipula kalau saja pekerja/ karyawan harus keluar dari Perumka, lalu

    akan kemana harus dipindahkan. Kalau pun ada tempat atau formasi yang bisa

    menampung, tidak kecil. Banyak faktor yang akan membebani pekerja/

    karyawan, apalagi harus pindah tempat tinggal, pindah keluarga, memindahkan

    pendidikan anak-anak.

    Pada akhirnya, peraturan dan ketentuan tentang alih status kepegawaian

    itu secara formal memang menawarkan alternatif atau opsi. Namun secara

    21 Jainul A. Dalimunthe, Dari Jalan Hingga Istana, Serikat Pekerja Kereta Api, Bergerak

    dan Menggebrak, (Jakarta: TIOPS, 2006), hal. 2.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • praktis dan psikologis pegawai PJKA pada waktu itu, digiring untuk

    menanggalkan status PNS-nya menjadi pegawai Perumka. Terlepas apakah

    proses itu dipandang sebagai proses yang berjalan mulus atau bermasalah,

    nyatanya peralihan status kepegawaian tersebut tetap berlangsung. Hasilnya

    mayoritas pegawai PJKA yang berstatus PNS saat itu beralih menjadi pegawai

    Perumka.

    Pada mulanya ada semacam keyakinan di kalangan pegawai yang

    beralih status tersebut bahwa masa depan mereka akan lebih cerah.

    Kesejahteraan mereka akan menjadi lebih baik. Keyakinan itu tentu didasarkan

    pada kenyataan bahwa pendapatan karyawan/pegawai BUMN pada umumnya

    lebih baik dibanding PNS. Namun demikian sejalan dengan perputaran waktu,

    keyakinan tersebut ternyata mengalami degradasi. Apa yang menjadi keyakinan

    tersebut ternyata tidak terwujud.22 Ternyata yang terjadi justru pendapatan

    pegawai Perumka lebih rendah dibanding PNS. Tentu saja hal ini menjadi

    sangat ironis.

    Tuntutan SPKA tampak pada kesepakatan bersama antara Direksi PT

    Kereta Api (Persero) dengan SPKA pada 28 Agustus 2001 pukul 16.20 WIB.

    Ada dua poin yang disepakati ketika itu, antara lain:

    (1) Gaji pokok pegawai PT Kereta Api (Persero) naik menjadi 100% gaji

    pokok PNS baru sesuai Keppres No.64 Tahun 2001, terhitung mulai

    tanggal 1 Juni sampai dengan 1 Desember 2001;

    22 Ibid., hal. 3.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • (2) Terhitung mulai 1 Januari 2002 gaji pokok pegawai PT Kereta Api

    (Persero) naik 10 % (menjadi 110% gaji pokok PNS baru sesuai

    Keppres No.64 Tahun 2001) diproses melalui RUPS RKAP 2002.

    Kesepakatan yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT Kereta Api

    (Persero) Badar Zaenie dan Ketua Umum SPKA Soedarmo Ramadhan

    itu menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan pegawai PT Kereta Api

    (Persero) masih berada di bawah standar pendapatan PNS pada

    umumnya.23

    Konsisten dengan tuntutan dan kesepakatan tersebut, SPKA kemudian

    mengeluarkan pernyataan sikap pada tanggal 16 Januari 2002. Intinya

    mengingatkan Direksi tentang kesepakatan yang ditandatangani sebelumnya.

    Tiga poin yang menjadi substansi pernyataan sikap ini adalah:

    (1) Menunjuk surat kesepakatan bersama tanggal 28 Agustus 2001 pukul

    16.20 WIB antara Direksi PT Kereta Api (Persero) dengan SPKA;

    (2) SPKA menuntut dilaksanakan segera kenaikan gaji pokok sebesar 10%

    dari gaji pokok pegawai PT Kereta Api (Persero) yang berlaku saat itu

    (dengan dasar perhitungan gaji pokok sesuai dengan Keppres No. 64

    Tahun 2001 mengenai Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil);

    (3) Pelaksanaan pembayaran kenaikan gaji pokok dimaksud paling lambat 1

    Februari 2002 (tmt 1 Januari 2002). Kenyataan seperti ini menunjukkan

    bahwa pendapatan pegawai PT Kereta Api (Persero) ternyata belum juga

    23 Ibid., hal. 4.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • beranjak naik di atas gaji pokok PNS sebagaimana yang diharapkan

    sebelumnya.

    Hingga kemudian SPKA berkesimpulan bahwa sesuatu yang salah telah

    terjadi terkait proses peralihan status pegawai PNS-PJKA menjadi Perumka.

    Dan sumber masalah munculnya permasalahan tersebut diyakini SPKA adalah

    Keputusan Menteri Perhubungan RI No. 18/KP.601/Phb-1992 yang dianggap

    telah merugikan hak-hak pegawai kereta api.24

    Sepintas, menyangkut aturan-aturan perjalanan kereta api barangkali

    menjadi wewenang Dephubtel sedang mengenai penggajian atau kesejahteraan

    wewenang BUMN.25

    Manfaat penyelesaian PSL (past service liability) Eks PNS PJKA, yaitu:

    Menciptakan ketenangan karyawan menghadapi masa pensiun sehingga

    mendorong kegairahan kerja dan memberi peluang kepada PT. Kereta Api

    (persero) untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai karena tidak dibebani

    oleh angsuran dana pensiun eks PNS yang belum terselesaikan.26

    B. Perumusan Masalah

    Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut di atas, selanjutnya

    dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

    24 Ibid., hal. 5. 25 Ibid. 26 Dokumen : tentang Pemyelesaian PSL (Edisi Maret 2005) Bandung, Maret 2005 hal. 4

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • 1. Pertimbangan apa yang melatarbelakangi perubahan bentuk perusahaan

    Kereta Api dari Perusahaan Umum (Perum) menjadi badan Perusahaan

    Persero?

    2. Bagaimanakah implikasi perubahan bentuk Perum menjadi Persero

    terhadap status karyawan PT. Kereta Api Indonesia?

    3. Bagaimana hak-hak karyawan PT. Kereta Api Indonesia setelah

    terjadinya perubahan bentuk Perum menjadi Persero?

    C. Tujuan Penelitian

    Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan dalam penelitian ini

    dapat diuraikan sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui Pertimbangan-pertimbangan yang melatarbelakangi

    perubahan bentuk perusahaan Kereta Api dari Perusahaan Umum

    (Perum) menjadi perusahaan perseroan terbatas (PT. Persero).

    2. Untuk mengetahui implikasi perubahan bentuk Perum menjadi Persero

    terhadap hak-hak karyawan PT. Kereta Api Indonesia.

    3. Untuk mengetahui pengaruh perubahan bentuk Perum menjadi

    Perusahaan Persero tersebut dengan kesejahteraan karyawan dan

    upaya-upaya yang dilakukan PT. Kereta Api Indonesia untuk

    memenuhi kesejahteraan karyawan.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • D. Manfaat Penelitian

    Manfaat penulisan yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini

    adalah sebagai berikut:

    1. Secara Teoritis

    Dapat mengetahui peraturan hukum apa yang dipakai pemerintah

    untuk tercapainya kesejahteraan karyawan PT. Kereta Api Indonesia.

    Mengacu pada UU No. 3 Tahun 1992 tentang Kesejahteraan Jamsostek,

    yaitu terbagi dalam dua hal:

    a. Untuk pegawai Perum Eks PNS mengacu pada PP No. 64 Tahun

    2007;

    b. Untuk pegawai PT Kereta Api (Persero) murni mengacu pada UU No.

    13 Tahun 2003 dan JHT harus membuat Perjanjian Kerja Bersama

    antara PT Kereta Api (Persero) dengan asuransi jiwasraya (AJS),

    karena masih mengacu gaji pokok 2001 dan tahun 2009 serta

    mengacu pada Perjanjian Kerja Bersama.

    2. Secara Praktis

    Dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui

    lebih lanjut mengenai implikasi perubahan bentuk Perum menjadi Persero

    terhadap hak-hak karyawan PT. Kereta Api Indonesia. Sehingga dengan

    adanya penulisan ini pemerintah dapat mengatur upaya peningkatan

    kesejahteraan karyawan PT. Kereta Api Indonesia.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • E. Keaslian Penulisan

    Proposal penelitian yang berjudul Implikasi perubahan bentuk Perum

    menjadi Persero terhadap hak-hak karyawan PT. Kereta Api Indonesia, ini

    sengaja penulis angkat menjadi judul penelitian ini merupakan karya ilmiah

    yang sejauh ini belum pernah ditulis di lingkungan Sekolah Pascasarjana

    Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), terutama yang

    berkaitan dengan Implikasi perubahan bentuk Perum menjadi Persero terhadap

    hak-hak karyawan PT. Kereta Api Indonesia. Penulis menyusun penelitian ini

    berdasarkan referensi buku-buku, media cetak dan media elektronik, juga

    melalui bantuan dari berbagai pihak.

    F. Kerangka Teori dan Konsepsi

    1. Kerangka Teori

    Di antara hiruk pikuk dan berita-berita seputar masalah suprastruktur

    Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tampaknya ada masalah lain yang cukup

    mendesak untuk disikapi oleh seluruh jajaran manajemen BUMN. Masalah itu

    adalah bagaimana menciptakan good corporate governance (selanjutnya

    disingkat dengan GCG) di masing-masing BUMN, mengingat bahwa GCG

    adalah sebuah sistem yang cukup strategis di dalam pengolahan sebuah entitas

    bisnis semacam BUMN.

    Dari sisi lain keinginan pemerintah untuk menciptakan clean

    government dan GCG sudah sangat menggebu. Pemerintah malah sedang giat

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • membangun kepercayaan masyarakat dunia, memperkuat struktur ekonomi dan

    jaringan investasi yang ditandai seringnya presiden beserta rombongan

    mengunjungi luar negeri. Jika langkah strategis presiden tersebut tidak

    ditindaklanjuti dalam tahapan operasional, seperti halnya penciptaan clean

    government dan GCG pada tingkatan entitas bisnis yang ada, maka akan

    terpupuslah harapan seluruh masyarakat Indonesia yang mendambakan

    pemulihan perekonomian dalm waktu dekat ini.

    Sudah selayaknya semua pihak memahami bahwa tanpa adanya satu

    langkah konkret dari jajaran manajemen masing-masing BUMN untuk

    mengimplementasikan GCG, tentu tidak akan ada jaminan bahwa suatu

    perusahaan akan dikelola dengan memperhatikan kepentingan seluruh

    stakeholder secara optimal. Selama ini dampak bagi sebagian BUMN juga

    telah dirasakan. Yaitu lemahnya suatu perusahaan untuk mempertahankan diri

    dari intervensi berbagai pihak.

    Dengan demikian timbul kesan kalau roda organisasi dikelola secara

    tidak profesional dan lebih bernuansa kekerabatan atau politik belaka. Bahkan

    akronim baru bagi BUMN mulai merebak. Bukan lagi BUMN tetapi bergeser

    menjadi Bagi-bagi Uang Milik Negara atau Bagian Upaya Mencari

    Nafkah.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • Kegamangan dari beberapa jajaran top manajemen BUMN, sepertinya

    tidak terlepas dari situasi belum dilakukannya GCG secara konsisten dan full

    commited.27

    Selain itu, teori yang menyatakan bahwa hukum sebagai sarana

    pembangunan dapat diartikan, bahwa hukum sebagai penyalur arah kegiatan

    manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan. Teori

    ini dikemukakan oleh Roscoe Pound, yakni Law as A Tool of Social

    Engineering28. Dimana hukum harus diusahakan bersifat antisipatif, sehingga

    tidak menghambat laju perkembangan efisiensi ekonomi nasional, mewujudkan

    iklim usaha yang kondusif melalui peningkatan kesejahteraan karyawan PT.

    Kereta Api Indonesia.

    Secara umum terdapat dua faham tentang pelayanan publik. Pertama,

    yang didasarkan pada prinsip negara kesejahteraan (welfare state); Kedua,

    yang menganggap pelayanan publik merupakan usaha untuk mendapatkan

    keuntungan. Konsepsi negara kesejahteraan (welfare state) menempatkan

    layanan publik sebagai tanggung jawab negara dan digunakan sepenuhnya

    untuk kesejahteraan rakyatnya. Prinsip ini dianut oleh sebagian besar negara

    Eropa terutama negara-negara Skandinavia di mana welfare state dipahami

    sebagai berikut:

    27 Dibyo Soemantri Priambodo, Refleksi BUMN 1993-2003, (Yogyakarta: Media Presindo, 2004), hal. 65-66.

    28 Roscoe Pound, Social Control Through Law: Jurnal Postulets, Cet.1, dikutip dalam Filsafat Hukum dari Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2001), hal. 578-579, dikutip dari Pound, Jurisprudence, Vol.3, hal.8-10, dikutip dari Stone, Human Law and Human Justice (1965), hal.280.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • Political system under which the state (rather than the individual or the private sector) has responsibility for the welfare of its citizens, providing a guaranteed minimum standart of life, and insurance against the interruption or earning through sickness, injury, old age, or unemployment. They take the forms of unemployment and sickness benefits, family allowances, and incomes also include health and education, financed typically through taxation, and the provision of subsidized social housing. Subsidized public transport, leisure facilities, and public libraries, with special discounts for the elderly, unemployment, and disabled, are other noncore elements of a welfare state29 Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa pelayanan publik bagi negara

    welfare state adalah tanggung jawab negara, termasuk di dalamnya transportasi

    publik. Pendanaan pelayanan publik oleh negara disediakan baik melalui

    asuransi sosial yang diterapkan di Jerman maupun melalui pajak seperti yang

    dilakukan oleh Inggris.30

    Pilihan para pendiri (founding fathers) Indonesia pada sejarah awal

    pembebasan dari kolonialisme meletakkan landasan konsep Indonesia sebagai

    negara kesejahteraan. Pendirian para pendiri bangsa ini bisa dilihat dalam

    amanat konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada Pasal 33 yang

    menyatakan bahwa:

    1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

    kekeluargaan;

    2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai

    hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; 29 Infid, Working Paper No. 1, 2008, Proyek Efisiensi Perkeretaapian, hal.2

    30 Ibid, hal 3

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • 3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai

    oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar bagi kemakmuran

    rakyat.

    Dalam penjelasan Pasal 33 terdapat penegasan bahwa Hanya

    perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan

    orang-seorang. Sebagai bagian agenda liberalisasi pasar global yang didorong

    oleh IMF dan Bank Dunia, para legislator melakukan amandemen terhadap

    UUD 1945 sampai empat kali, dimulai tahun 1999 setelah Indonesia

    mengalami krisis ekonomi. Amandemen keempat UUD 1945 yang ditetapkan

    tahun 2002, secara eksplisit menghilangkan kewajiban negara dalam

    pengelolaan sumber daya yang penting dan menguasai hajat hidup orang

    banyak dan tidak lagi membatasi aktor-aktor ekonomi mana yang akan terlibat.

    Pasal 34 ayat 3 amandemen keempat hanya menegaskan bahwa Negara

    bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas

    pelayanan umum yang layak.

    Berangkat dari amanat konstitusi di atas, negara berkewajiban

    menyediakan layanan transportasi yang mampu menjawab kebutuhan mobilitas

    warga. Untuk daerah dengan penduduk yang padat, kereta api merupakan

    sarana transportasi massal dengan daya angkut yang besar, memiliki tingkat

    keselamatan yang lebih tinggi dibanding dengan sarana transportasi darat

    lainnya seperti jalan tol, juga merupakan sarana transportasi yang ramah

    lingkungan. Dengan demikian, penyediaan dan pengelolaan sarana dan

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • prasarana angkutan kereta api seyogyanya menjadi tanggung jawab negara.

    Sebagai fasilitas publik yang menjadi kebutuhan sebagian besar rakyat

    Indonesia dan merupakan badan usaha vital bagi peri kehidupan rakyat, negara

    bertanggungjawab dalam penyediaan dan pengelolaan kereta api.31

    Dalam pembahasan mengenai Implikasi perubahan bentuk Perum

    menjadi Persero terhadap hak-hak karyawan PT. Kereta Api Indonesia, teori

    utama yang digunakan adalah teori kedaulatan negara (staats-souvereiniteit)

    yang dikemukakan oleh Jean Boudin dan George Jellinek. Menurut teori

    kedaulatan negara, kekuasaan tertinggi ada pada negara dan negara mengatur

    kehidupan anggota masyarakatnya. Negara yang berdaulat melindungi anggota

    masyarakatnya terutama anggota masyarakat yang lemah. Pasal 33 Undang-

    undang Dasar 1945 merupakan ketentuan dasar yang mengatur tentang susunan

    perekonomian Indonesia.32 Dalam penjelasan pasal tersebut diuraikan

    ketentuan dasar mengenai demokrasi ekonomi Indonesia. Perekonomian

    disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan yang bercorak

    kolektivistis dengan tidak mengabaikan prinsip hak individu.

    Secara umum, semua orang adalah sama kedudukannya dalam hukum,

    berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hak

    perseorangan dilindungi oleh hukum. Hak perseorangan adalah relatif, sifat

    31 Ibid. hal.4. 32 Mahfud MD, Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1999), hal.

    69., Lihat Buku Imam Kabul, MH, Paradigma Pembangunan Hukum di Indonesia, (Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005), hal. 7.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • perseorangan dalam hukum perjanjian menimbulkan gejala-gejala hukum

    sebagai akibat hubungan hukum antara persoon dengan persoon lainnya.

    Konsep hukum dan teori hukum dalam sistem mendekatkan hukum pada

    permasalahan peran sekaligus fungsi hukum. Orang (termasuk dalam

    pengertian kelembagaan) dapat melakukan sesuatu kehendak melalui

    pemanfaatan hukum.33

    2. Kerangka Konsepsi

    Penelitian tesis ini menggunakan sejumlah konsep hukum yang

    terkandung dalam variabel penelitian maupun dalam rumusan permasalahan

    penelitian. Agar tidak terjadi kesalahahaman mengenai konsep-konsep

    tersebut, maka perlu diuraikan defenisi operasional sebagai berikut:

    a. Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana,

    sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan

    prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api;34

    b. Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik

    berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian

    lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait

    dengan perjalanan kereta api;35

    33 Ibid. 34 Undang-undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 1 angka 1. 35 Undang-undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 1 angka 2.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • c. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

    hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan

    perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

    seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang

    ditetapkan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

    Terbatas serta peraturan pelaksanaannya.36

    d. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN

    yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham

    yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen)

    sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan

    utamanya mengejar keuntungan.37

    Saham kepemilikan Persero sebagaian besar atau setara 51%

    harus dikuasai oleh pemerintah. Karena Persero diharapkan dapat

    memperoleh laba yang besar, maka otomatis persero dituntut untuk

    dapat memberikan produk barang maupun jasa yang terbaik agar produk

    output yang dihasilkan tetap laku dan terus-menerus mencetak

    keuntungan. Organ Persero yaitu direksi, komisaris dan RUPS/rapat

    umum pemegang saham. Contoh persero yaitu: PT Jasamarga, Bank

    BNI, PT Asuransi Jiwasraya, PT PLN, PT Kereta Api dan lain

    sebagainya.

    36 Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 angka 1. 37 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1 angka 2.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • e. Perusahaan umum atau disingkat Perum adalah perusahaan unit bisnis

    negara yang seluruh modal dan kepemilikan dikuasai oleh pemerintah

    dengan tujuan untuk memberikan penyediaan barang dan jasa publik

    yang baik demi melayani masyarakat umum serta mengejar keuntungan

    berdasarkan prinsip pengolahan perusahaan. Organ Perum yaitu dewan

    pengawas, menteri dan direksi. Contoh perum/perusahaan umum yakni:

    Perum Peruri/PNRI (Percetakan Negara RI), Perum Perhutani, Perum

    Damri, Perum Pegadaian, dll.38

    f. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan

    guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi

    kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.39

    g. Kesejahteraan pekerja/buruh adalah suatu pemenuhan kebutuhan

    dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam

    maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak

    langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam

    lingkungan kerja yang aman dan sehat.40

    h. Hak-hak Karyawan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Peraturan

    Pemerintah Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2007 tentang

    38 Jenis BUMN (Badan Usaha Milik Negara), Persero dan Perum (Perusahaan Umum),

    Dikutip dari http://organisasi.org/macam-jenis-bumn-badan-usaha-milik-negara-persero-dan-perum-perusahaan-umum, Diakses tanggal 16 Februari 2009.

    39 Republik Indonesia, Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 2.

    40 Republik Indonesia, Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 31.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • Penyesuaian Pensiun Eks Pegawai Negeri Sipil Departemen

    Perhubungan Pada PT Kereta Api Indonesia (Persero), yang

    menyebutkan bahwa:

    Pegawai berhak menerima:

    a) Pensiun;

    b) Tunjangan keluarga;

    c) Tunjangan pangan;

    d) Tunjangan pajak penghasilan pensiun.41

    G. Metode Penelitian

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.

    Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal

    research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di

    dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan

    oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through

    judicial process)42 Penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder dan

    menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-

    kualitatif.43

    41 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2007 tentang Penyesuaian

    Pensiun Eks Pegawai Negeri Sipil Departemen Perhubungan Pada PT Kereta Api Indonesia (Persero), Pasal 2.

    42 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Grafitti Press, 2006), hal. 118.

    43 J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 2003), hal. 3.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • 1. Jenis dan Sifat Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif,

    yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah

    atau norma-norma dalam hukum positif. Penelitian ini bersifat deskriptif

    yang ditujukan untuk menggambarkan secara tepat, sifat individu, suatu

    gejala, keadaan atau kelompok tertentu.44 Berdasarkan hal tersebut

    penelitian ini menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-

    teori hukum dan pelaksanaanya, serta menganalisis fakta secara cermat

    tentang implikasi perubahan bentuk Perum menjadi Persero terhadap hak-

    hak karyawan PT. Kereta Api Indonesia.

    2. Pendekatan Masalah

    Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan

    (statute approach). Penelitian ini menggunakan pendekatan tersebut karena

    yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus

    tema sentral suatu penelitian.45 Analisis hukum yang dihasilkan oleh suatu

    penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-

    undangan, akan menghasilkan suatu penelitian yang akurat. Pendekatan

    tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang

    berhubungan dengan Implikasi perubahan bentuk Perum menjadi Persero

    terhadap hak-hak karyawan PT Kereta Api Indonesia.

    44 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : Prenada Media, 1997),

    hal. 42. 45 Johnny Ibrahim, Op.cit., hal 302.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • 3. Sumber Data Penelitian

    Sumber-sumber penelitian dapat dibedakan menjadi sumber-sumber

    penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum

    sekunder serta bahan hukum tersier, yang digunakan dalam penelitian ini.

    a. Bahan Hukum Primer

    Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,

    artinya mempunyai otoritas. Terdiri dari perundang-undangan, catatan-

    catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan

    putusan-putusan hakim. Bahan hukum primer yang dipergunakan, antara

    lain: Undang-undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Undang-

    undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU BUMN, UU

    Ketenagakerjaan, PP No. 45 tahun 2005, Peraturan Pemerintah No. 19

    Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta

    Api Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) atau peraturan suatu badan

    hukum atau lembaga negara lainnya, serta Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

    PT. KAI.

    b. Bahan Hukum Sekunder

    Berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan

    dokumen- dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku

    teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar

    atas putusan pengadilan. Bahan hukum sekunder terutama adalah buku

    teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi

    tinggi.46

    c. Bahan hukum tersier

    Berupa bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan

    terhadap bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum,

    majalah dan jurnal ilmiah.47

    Jadi penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan

    tertier sebagai sumber penelitian.

    4. Tehnik Pengumpulan Data

    Tehnik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

    adalah teknik Studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan untuk

    mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan

    perundang-undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar hukum,

    bahan kuliah, dan putusan-putusan pengadilan yang berkaitan dengan

    penelitian ini. Studi pustaka dalam penelitian ini bertujuan untuk:

    (1) Memperdalam pengetahuan peneliti tentang masalah yang diteliti;

    (2) Menegaskan kerangka teoritis dan konseptual yang menjadi landasan

    kajian;

    46 Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Pradnya Paramitha, 2005), hal 141. 47 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudi, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,

    (Jakarta : Grafitti Press, 1990), hal. 14.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • (3) Menghindarkan terjadi duplikasi;

    (4) Melalui studi pustaka dibangun konsep-konsep dan teori-teori yang

    relevan dengan masalah yang diteliti.48

    Selain dengan menggunakan Teknik Pengumpulan data dengan cara

    studi kepustakaan, juga dilakukan wawancara, wawancara dilakukan dengan

    pihak-pihak yang dianggap memiliki kompetensi dan ada kaitannya dengan

    permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, teknik wawancara

    dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam.

    5. Analisis Data

    Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif

    dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaedah hukum dan

    kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam

    kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum

    tersebut.49 Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang berupa

    peraturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan, diolah dan

    dianalisis berdasarkan metode kualitatif, yaitu dengan melakukan:

    a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan-bahan hukum

    (konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara memberikan interpretasi

    terhadap bahan hukum tersebut ;

    48 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, (Bandung. Mandar Maju, 2008) hal.101 49 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Grafindo, 2006), hal. 225.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis

    atau berkaitan. Kategori-kategori dalam penelitian ini adalah Implikasi

    perubahan bentuk Perum menjadi Persero terhadap hak-hak karyawan

    PT. Kereta Api Indonesia;

    c. Menemukan hubungan di antara pelbagai kategori atau peraturan

    kemudian diolah ;

    d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan di antara pelbagai kategori

    atau peraturan perundang-undangan, kemudian dianalisis secara

    deskriptif kualitatif. Sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan

    dan kesimpulan atas permasalahan.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • BAB II LATAR BELAKANG PERUBAHAN BENTUK PERUSAHAAN KERETA

    API DARI PERUSAHAAN UMUM (PERUM) MENJADI BADAN PERUSAHAAN PERSERO

    A. Peranan Birokrasi Dalam Mengupayakan Good Governance

    1. Etos Kerja dan Mutu Kepemimpinan

    Etos kerja dalam konteks birokrat atau sebagai administrator

    pemerintahan, administrator pembangunan, dan administrator kemasyarakatan

    diharapkan memiliki sikap-sikap yang baik, sekaligus menyangkut moralitas.

    Artinya, sikap-sikap tersebut memiliki etos kerja bersadarkan tanggung jawab.

    Beratus tahun yang lalu Aristoles dalam bukunya The Nicomachean Ethics

    mengatakan, bahwa pelajaran tentang kebaikan hanya dapat diberikan kepada

    orang yang sudah tahu apa itu baik. Pendapat itu relevan dengan adanya

    pendapat yang mengatakan, bahwa kalau orang sama sekali tidak tahu apa itu

    adil, percuma kita menjelaskan kepadanya kewajiban untuk memperlakukan

    orang lain dengan adil.50

    Begitu pula dengan hal berkenaan dengan tanggung jawab, orang

    sudah mesti merasakan apa itu tanggung jawab, bahkan orang tersebut, mesti

    ingin menjadi manusia yang bertanggung jawab, baru masuk akal ia diberi

    pegertian tentang tanggung jawab tersebut. Oleh karena itu, ajaran yang berisi

    50 Bismar Nasution, Disampaikan pada Diseminasi Policy Paper Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia Reformasi Hukum di Indonesia Melalui Prinsip-prinsip Good Governance, yang diadakan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia berkerjasama dengan Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, tanggal 1-2 Oktober 2003, Medan, Sumatera Utara, hal. 1-2.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • mengenai kewajiban manusia untuk bertanggung jawab hanya akan efektif

    pada seseorang apabila ia sudah bersedia bertanggung jawab.

    Namun, perlu juga diingat bahwa masalah dasar pembangunan

    sebenarnya bukan hanya masalah etos kerja masyarakat, jajaran birokrat dan

    sebagainya, melainkan mutu kepemimpinan di semua tingkat kehidupan

    masyarakat. Bukan mutu masyarakat pada umumnya yang perlu diragukan,

    melainkan mutu para pemimpinnya yang ditantang. Kalau para pemimpin jujur,

    terbuka, rendah hati, adil, berdedikasi tinggi, bebas pamrih, bertanggung

    jawab, berorientasi pada prestasi dan pada pelayanan masyarakat, dapat

    dipercaya dan bersedia untuk memimpin dan mendahului juga dalam berbuat

    kebajikan atau pengorbanan, maka etos kerja mereka yang dipimpin dengan

    sendirinya akan terangkat.

    Dengan demikian mutu kepemimpinan untuk mewujudkan good

    governance, penting diformulasikan dengan penegakan hukum atau peraturan

    perundang-undangan yang memuat prinsip-prinsip yang dapat mendukung

    pemerintahan tersebut, agar kualitas pengelolaannya dapat mendorong jalannya

    fungsi utama pemerintahan tersebut, sekaligus untuk menjaga kepercayaan

    masyarakat, dimana prinsip-prinsip tersebut harus berdasarkan pada keadilan,

    keterbukaan, pertanggungjawaban dan tanggung jawab.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • 2. Prinsip Keadilan

    Peraturan berkenaan dengan pengelolaan atau pemerintahan harus

    menentukan jaminan yang cukup secara tegas dengan sanksi yang cukup,

    dimana pelaksanaan pemerintahan dikelola dengan adil. Di samping itu, tata

    pemerintahan itu harus menentukan secara cukup antisipasi terhadap

    kemungkinan praktik pemerintahan yang dapat merugikan. Selanjutnya

    peraturan tersebut harus menentukan secara cukup bahwa setiap kebijakan

    publiknya harus dapat dilaksanakan secara efektif.51

    Formulasi prinsip keadilan tersebut, juga harus melakukan

    pendekatan pada prinsip pengawasan, dimana kepemimpinanya

    mempunyai peran yang cukup untuk mengawasi pemerintahan. Alasan

    dilakukan pengawasan itu berkaitan dengan upaya menjaga kepercayaan

    masyarakat. Pemeliharaan kepercayaan masyarakat terhadap integritas sistim

    pemerintahan diupayakan, oleh karena kepercayaan masyarakat merupakan

    faktor yang sangat krusial dalam pemerintahan.52

    Alasan lainnya, tanpa pengawasan akan berfotensi membuat kekuasaan

    tidak terkontrol, akibatnya akan membuat kekuasaan menjadi korup. Oleh

    karena itu, perlu menciptakan struktur-struktur yang mengarahkan seluruh

    aparatur pemerintahan ke pola pekerjaan yang diharapkan masyarakat..

    51 Ibid hal 3 52 Ibid

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • Selanjutnya, perlu juga diadakan mekanisme-mekanisme kontrol terhadap

    setiap pelaksanaan kekuasaan.53

    3. Prinsip Transparansi

    Prinsip transparansi dalam pemerintahan berkaitan dengan prinsip

    keadilan sebagaimana diuraikan di muka. Oleh karena jalannya prinsip

    keadilan harus didukung oleh transparansi keadaan pemerintahan. Oleh karena

    prinsip transparansi tersebut dapat berfungsi untuk menciptakan pemerintahan

    yang efisien. Barry A.K. Rider mengatakan, sun light is the best disinfectant

    and electric light the best policeman. 54

    4. Prinsip Tanggung Jawab

    Peraturan itu juga harus menentukan antisipasi persoalan antara

    pemerintah dan stakeholders yang muncul karena adanya perbedaan

    pendapat kepentingan antara Pemerintah dan stakeholders. Di samping itu,

    ditentukan secara cukup dan jelas fungsi, hak, wewenang dan tanggung jawab

    masing-masing jajaran birokrat dalam pengelolaan atau pemerintahan.

    Prinsip tanggung jawab dan transparansi termasuk pula publikasi yang

    akurat dan arti tanggung jawab terhadap seseorang adalah kunci dari sebuah

    keputusan.55

    53 Ibid., hal. 2-3. 54 Ibid

    55 Reginal Herbold Green, Bureaucracy and Law and Order, dalam Julio Faundez, Good Government and Law Legal and Institution Reform in Developing Countries, The British Council, 1977, hal. 54.

    Supardi : Implikasi Perubahan Bentuk Perumka Menjadi Persero Terhadap Hak-Hak Karyawan PT. Kereta Api Indonesia, 2009

  • 5. Prinsip Pertanggungjawaban

    Peraturan perundang-undangan harus membuat ketentuan secara

    cukup, agar pengelola atau pemerintahan selalu patuh terhadap ketentuan-

    ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemerintahan. Untuk itu, perlu

    diciptakan kondisi-kondisi sistematis yang menghukum kelakukan yang

    menyeleweng dari etos kerja yang diharapkan dan menganjari kelakukan yang

    sesuai.

    6. Perlu Penekanan Moral

    Ada yang sangat menarik untuk disimak pada konstitusi negara-negara

    lain, dimana pengaturan hukum dasarnya berpedoman pada pola pikir hukum

    yang bermuatan moral. Hal itu menunjukkan budaya hukum (legal culture)

    yang dianut tidak hanya memandang hukum an sich atau hukum adalah hukum.

    Pandanga