09410157 bab ii - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/1815/6/09410157_bab_2.pdf · ......
TRANSCRIPT
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Komitmen Organisasional
1. Pengertian Komitmen Organisasional
Komitmen organisasional sebagai sebuah keadaan psikologi yang
mengkarakteristikan hubungan karyawan dengan organisasi atau implikasinya
yang mempengaruhi apakah karyawan akan tetap bertahan dalam organisasi
atau tidak, yang teridentifikasi dalam tiga komponen yaitu komitmen afektif,
komitmen kontinyu, dan komitmen normatif (Zurnali C. , 2010, p. 127).
Menurut Luthans (2006, p. 224) komitmen organisasional adalah
keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi, keinginan untuk
berusaha keras sesuai keinginan organisasi, keyakinan tertentu, dan
penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain merupakan sikap
yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses
keberlanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya
terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.
Komitmen organisasional menurut L. Mathis dan Jackson dalam
(Sopiah, 2008, p. 155) ”Organizational Commitment is the degree to which
employess believe in and accept organizational goals and desire to remain
with the organization” (komitmen organisasional adalah derajat yang mana
karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap
tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi).
15
Lincoln dalam (Sopiah, 2008, p. 155) mendefinisikan komitmen
organisasional mencakup kebanggan anggota, kesetiaan anggota, dan
kemauan anggota pada organisasi.
Definisi lain juga dikemukakan oleh Porter dalam (Sopiah, 2008, p.
156) yang menjelaskan bahwa suatu bentuk komitmen yang muncul bukan
hanya bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang
aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan memberikan segala usaha
demi keberhasilan organisasi yang bersangkutan.
Robbins dalam (Sopiah, 2008, p. 155) mendefinisikan bahwa
komitmen organisasional sebagai suatu sikap yang merefleksikan perasaan
suka atau tidak suka dari karyawan terhadap organisasi.
Menurut Richard M. Steers dalam (Sopiah, 2008, p. 156) menyatakan
bahwa komitmen organisasional sebagai rasa identifikasi (kepercayaan
terhadap nilai-nilai organisasi ), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha
sebaik mungkin demi kepentingan organisasi, dan loyalitas (keinginan untuk
tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh
seorang karyawan terhadap perusahaannya.
Berdasar beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa definisi
komitmen organisasisional adalah kemampuan pada karyawan dalam
mengidentifikasi dirinya dengan nilai-nilai, aturan-aturan, tujuan organisasi
atau perusahaan, mencakup unsur loyalitas terhadap perusahaan, dan
keterlibatan dalam pekerjaan.
16
2. Bentuk Komitmen Organisasional
Menurut Allen & Meyer (1993, p. 49-61) mengemukakan bahwa ada
tiga komponen komitmen organisasional, yaitu :
1. Affective Commitment (komitmen afektif) terjadi apabila karyawan
ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional.
2. Continuance Commitment (komitmen kontinyu) terjadi apabila
karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan
gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut
tidak menemukan pekerjaan lain.
3. Normative Commitment (komitmen normatif) adalah perasaan yang
mengharuskan untuk bertahan dalam organisasi dikarenakan
kewajiban dan tanggung jawab terhadap organisasi yang didasari atas
pertimbangan norma, nilai, dan keyakinan karyawan.
Lebih jelasnya Spector dalam (Sopiah, 2008, p. 157) menggambarkan
bentuk-bentuk komitmen organisasional serta faktor-faktor yang membentuk
sebagai berikut :
17
Gambar 2.1
Faktor-Faktor Pembentuk Komitmen Organisasional
Keterangan : Faktor yang membentuk
Sumber : Spector dalam (Sopiah, 2008, p. 158).
Sedangkan menurut Mowday et.al. dalam (Curtis, Susan, &
Wright, 2001) mengemukakan bahwa komitmen organisasional dapat dipecah
menjadi tiga komponen, yaitu :
1. Keinginan memelihara keanggotaan dalam organisasi.
2. Keyakinan dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi.
3. Kesediaan bekerja keras sebagai bagian dari organisasi.
Job
Conditions
Affective
Commitment Met
Expextatio
Benefit
Acorued Continuance
Commitment Jobs
Available
Personal
Values Normative
CommitmeFelt
Obligations
18
Kanter dalam (Sopiah, 2008, p. 158) juga mengemukakan tiga bentuk
komitmen organsasional, yaitu :
1. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment) yaitu
komitmen yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam
melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang
yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi.
2. Komitmen terpadu (cohesion commitment) yaitu komitmen anggota
terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan
anggota lain di dalam organisasi.
3. Komitmen terkontrol (control commitment) yaitu komitmen
anggota pada norma organisasi yang memberikan perilaku ke arah
yang diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sesuai
dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang
diinginkannya.
Bentuk komitmen organisasional menurut Porter dalam (Sopiah, 2008,
p.159) telah dikembangkan tiga bagian dari definisi komitmen organisasional,
yaitu :
1. Keyakinan dan penerimaan yang kuat dari tujuan dan nilai
organisasi.
2. Kesedian untuk bekerja keras sebagai bagian dari organisasi.
3. Keinginan yang kuat untuk mengingat organisasi.
19
3. Proses Terjadinya Komitmen Organisasional
Komitmen organisasional timbul secara bertahap dalam diri pribadi
karyawan. Berawal dari kebutuhan pribadi terhadap organisasi, kemudian
beranjak menjadi kebutuhan bersama, dan rasa memiliki dari para anggota
(karyawan) terhadap organisasi.
Bashaw dan Grant dalam (Sopiah, 2008, p. 159) menjelaskan bahwa
komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan sebuah proses
berkesinambungan dan merupakan sebuah pengalaman individu ketika
bergabung dalam sebuah organisasi.
Wursanto dalam (Sopiah, 2008) mengemukakan bahwa rasa memiliki
dari para karyawan terhadap kelompoknya dapat dilihat dalam hal-hal sebagai
berikut :
1. Adanya loyalitas dari para anggota terhadap anggota lainnya.
2. Adanya loyalitas anggota terhadap kelompoknya.
3. Kesediaan berkorban dari para anggota baik moral maupun
material demi kelangsungan hidup kelompoknya.
4. Adanya rasa bangga dari para anggota kelompok apabila kelompok
tersebut mendapat nama baik dari masyarakat.
5. Adanya letupan emosi dari para anggota apabila kelompoknya
mendapat celaan, baik itu dilakukan oleh individu maupun
kelompok lain.
6. Adanya niat baik dari para anggota kelompok untuk tetap menjaga
nama baik kelompoknya dalam keadaan apapun.
20
Menurut Garry Dessler dalam (Sopiah, 2008, p. 159-161) yang dapat
dilakukan untuk membangun komitmen karyawan pada organisasi yaitu :
1. Make it charismatic : Jadikan visi dan misi organisasi sebagai
sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam
berperilaku, bersikap, dan bertindak.
2. Build the tradition : Segala sesuatu yang baik dalam organisasi
jadikanlah sebagai suatu tradisi yang secara terus menerus
dipelihara, dijaga oleh generasi berikutnya.
3. Have comprehensive grievance prosedures : Bila ada keluhan dari
pihak luar ataupun dari internal organisasi maka organisasi harus
memiliki prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara
menyeluruh.
4. Provide extenxive two-way communications : Jalinlah komunikasi
dua arah di organisasi tanpa memandang rendah bawahan.
5. Create a sense of community : Jadikan semua unsur dalam
organisasi sebagai suatu komunitas di mana di dalamnya ada nilai-
nilai kebersamaan, rasa memiliki, kerjasama, dan lain-lain.
6. Build value –based homogenity : Membangun nilai-nilai yang
didasarkan adanya kesamaan. Setiap anggota organisasi memiliki
kesempatan yang sama.
7. Share and share a like : Organisasi membuat kebijakan di mana
antara karyawan level bawah sampai paling atas tidak terlalu
21
berbeda dalam kompensasi yang diterima, gaya hidup, penampilan
fisik, dan lain-lain.
8. Emphasize barnraising , cross utilization, and teamwork :
Organisasi sebagai suatu komunitas yang harus bekerja sama,
saling berbagi, saling memberi manfaat, dan memberikan
kesempatan yang sama pada anggota organisasi.
9. Get together : Adakan acara yang melibatkan semua anggota
organisasi sehingga kebersamaa terjalin.
10. Support employee development : Organisasi memperhatikan
perkembangan karier karyawan dalam jangka panjang.
11. Commit to actualizing : Setiap karyawan diberi kesempatan yang
sama untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi
sesuai kapasitas masing-masing.
12. Provide first year job chalengge : Karyawan masuk ke organisasi
dengan membawa mimpi, harapan dan kebutuhannya.
13. Enrich and empower : Ciptakan kondisi agar karyawan bekerja
tidak secara monoton, karena rutinitas akan menimbulkan perasaan
bosan bagi karyawan.
14. Promote from within : Bila ada lowongan jabatan sebaiknya
kesempatan pertama diberikan kepada intern perusahaan sebelum
merekrut karyawan dari luar perusahaan.
15. Provide developmental activities : Bila organisasi membuat
kebijakan untuk merekrut karyawan dari dalam sebagai prioritas
22
maka dengan sendirinya akan memotivasi karyawan untuk
berkembang.
16. The question of employee security : Bila karyawan merasa aman
baik fisik maupun psikis, maka komitmen akan muncul dengan
sendirinya.
17. Commit to people first value : Membangun komitmen karyawan
pada perusahaan merupakan proses yang panjang dan tidak bisa
dibentuk secara instan. Oleh karena itu perusahaan harus memberi
perlakuan yang benar pada masa awal karyawan memasuki
organisasi.
18. Put in writting : Data tentang organisasi dimuat dalam bentuk
tulisan, tidak hanya dalam bentuk lisan.
19. Hire right kind managers : Bila pimpinan ingin menanamkan nilai-
nilai, kebiasaan, dan lain-lain sebaiknya pimpinan sendiri
memberikan teladan dala bentuk sikap dan perilaku sehari-hari.
20. Walk the walk : Tindakan jauh lebih efektif dari pada kata-kata.
Mowday et.al dalam (Curtis, Susan, & Wright, 2001) faktor-faktor
pembentuk komitmen organisasional akan berbeda bagi karyawan yang baru
bekerja, setelah mengalami masa kerja yang cukup lama, serta bagi karyawan
yang bekerja dalam tahapan yang lama yang menganggap perusahaan atau
organisasi tersebut sudah menjadi bagian dalam hidupnya
Proses komitmen organisasional juga dijelaskan oleh Minner dalam
(Sopiah, 2008, p. 161 ) sebagai berikut :
23
Gambar 2.2
Proses Terjadinya Komitmen Organisasional
1. Initial Commitment
2. Commitment During Early Employement
Personal Characteristic :
Values, Beliefs
Espectations
About Jobs
Characteristic
of Jobs Choice
- Volition
- Irrevocability
- Sacrifice
Level of Initial
Commitmen Organization
Initial Work Experiences :
- Job - Supervision - Work group - Play - Organizational
Initial Commitment
Felt Responsibility
Availability of Alternative Jobs
Commitment During Early
Employement Period
24
3. Commitment During Later Career
Sumber : Minner dalam (Sopiah, 2008, p. 162)
Gambar 2.2 menjelaskan bahwa proses terjadinya komitmen
karyawan pada organisasi berbeda. Pada fase awal (initial commitment) faktor
yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan organisasi adalah :
1. Karakteristik individu
2. Harapan-harapan karyawan pada organisasi
3. Karakteristik pekerjaan
Fase kedua disebut sebagai commitment during early employement.
Pada fase kedua ini faktor yang berpengaruh pada komitmen organisasional
adalah pengalaman kerja yang dirasakan pada tahapa awal seorang karyawan
bekerja, bagaimana pekerjaan, bagaimana sistem penggajian, dan bagaimana
hubungan karyawan dengan teman sejawat atau hubungan dengan
pimpinannya. Semua faktor ini akan membentuk komitmen awal dan
tanggung jawab karyawan pada perusahaan.
Tahap terakhir adalah commitment during later career. Faktor yang
berpengaruh pada fase ketiga ini berkaitan dengan investasi, mobilitas kerja,
hubungan sosial yang tercipta di organisasi, dan pengalaman-pengalaman
selama seorang karyawan bekerja.
Length of service
Investment
Social involvement
Job Mobility
Sacrifice
A commitment in Later Career
25
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasional
Komitmen karyawan pada organisasi tidak begitu saja, tetapi melalui
proses yang panjang dan bertahap. Komitmen karyawan pada organisasi juga
ditentukan oleh sejumlah faktor. Menurut Steers dalam (Sopiah, 2008, p. 163)
ada tiga faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi,
yaitu :
1. Ciri pribadi kinerja, termasuk masa jabatannya dalam organisasi
dan variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap
karyawan.
2. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi
dengan rekan kerja dalam organisasi tersebut.
3. Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi dimasa lampau
dan cara pekerja mengutarakan dan membicarakan perasaannya
mengenai organisasi.
David dalam (Sopiah, 2008, p. 163) mengemukakan empat faktor
yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu :
1. Faktor personal : usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pengalaman kerja, kepribadian, dan lain-lain.
2. Karakteristik pekerjaan : lingkup jabatan, tantangan dalam
pekerjaan, konflik pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan,
dan lain-lain.
3. Karakteristik struktur : besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi,
kehadiran serikat pekerja, dan lain-lain.
26
4. Pengalaman kerja : pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh
terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi.
Steers dan Poter dalam (Sopiah, 2008, 164) mengemukakan ada
sejumlah faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi
yaitu :
1. Faktor Personal yang meliputi : job expectations, psychological
contract, job choice factors, karakteristik personal. Keseluruhan
faktor ini akan membentuk faktor awal.
2. Faktor Organisasi yang meliputi : inittial work experience, job
scope, supervision, goal consistency organizational. Semua faktor
ini akan membentuk dan memunculkan tanggung jawab.
3. Non-Organizational Factors yang meliputi : avaibility of
alternative jobs. Merupakan faktor yang bukan berasal dari dalam
organisasi.
5. Komitmen Organisasional dalam Kajian Islam
Komitmen organisasional menurut teks psikologi adalah proses pada
individu karyawan dalam mengidentifikasi dirinya dengan nilai-nilai, norma
dan tujuan organisasi. Seorang karyawan akan merasa bangga menjadi anggota
atau bagian dari perusahaan tersebut, dan akan memiliki kemauan yang tinggi
untuk mencapai tujuan dari perusahaan.
Dalam islam komitmen seseorang tercemin dalam setiap aktifitas atau
tindakan yang dilakukannya. Komitmen dalam menjalankan kewajiban dan
27
menjauhi larangan-Nya merupakan perwujudan komitmen seorang manusia
sebagai khalifah di muka bumi ini.
āω Î) šÏ% ©!$# (#θ ç/$s? (#θ ßsn=ô¹r& uρ (#θ ßϑ|Á tGôã$#uρ «!$$ Î/ (#θ ÝÁ n=÷zr&uρ óΟßγ oΨƒ ÏŠ ¬! š�Í× ‾≈ s9 'ρé' sù yìtΒ
šÏΖÏΒ ÷σßϑø9 $# ( t∃ ôθ y™uρ ÏN÷σムª! $# tÏΖÏΒ ÷σßϑø9 $# # ��ô_ r& $ VϑŠÏà tã ∩⊇⊆∉∪
Artinya: Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. QS. An Nisa: 146 (Depag RI, 2005).
No Teks Makna
Indikator Harfiah Substantif
1 Alladzina Orang-orang Pegawai Subjek
2 Tabu Taubat Koreksi diri Normative
3 Aslahuu Mengadakan
perbaikan Introspeksi Affective
4 I’tashamu bi
Allah
Berpegang teguh
pada Agama Komitmen Komitmen
5 Aklhasuu Tulus ikhlas Tidak cari
muka Normative
6 Ajran Adziima Pahala besar Reward Continuance
Ayat tersebut di atas memperlihatkan bahwa komitmen yang diberikan
oleh seorang muslim dalam bentuk tetap berpegang teguh dengan agama Allah,
mengadakan perbaikan atau melakukan pekerjaan yang baik untuk
28
menghilangkan akibat-akibat yang jelek dan kesalahan-kesalahan yang
dilakukan, dan dengan rasa ikhlas mengerjakan kewajiban tersebut, maka Allah
akan memberikan imbalan baginya (Jalalain, no date, p. 223).
QS Al-Fath : 10
¨βÎ) š Ï%©!$# y7tΡθ ãè ΃$ t6 ム$ yϑ‾ΡÎ) šχθãè ΃$ t7ム©! $# ߉tƒ «!$# s−öθ sù öΝÍκ‰É‰÷ƒ r& 4 yϑsù y]s3‾Ρ $ yϑ‾ΡÎ* sù
ß]ä3Ζtƒ 4’ n? tã ϵš ø�tΡ ( ôtΒ uρ 4’ nû÷ρr& $ yϑÎ/ y‰yγ≈ tã çµø‹ n=tæ ©!$# ϵ‹Ï?÷σã‹ |¡sù # �� ô_ r& $ Vϑ‹ Ïàtã ∩⊇⊃∪
Artinya: Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya, niscaya akibat ia melanggar, janji itu akan menimpa dirinya sendiri, dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar (Depag RI, 2005).
Al-Qur’an surah Al Fath 10 di atas menjelaskan bahwa ketika
seorang sudah berkomitmen dalam sesuatu, dalam ayat tersebut dijabarkan
tentang berjanji maka orang tersebut harus memenuhi komitmen yang sudah
dibuatnya. Ketika komitmen tersebut dipenuhi Tuhan akan memberi nikmat
yang besar, namun apabila komitmen tersebut dilanggar maka kerugian akan
menimpa orang tersebut (Jalalain, no date, p. 91).
B. Kompetensi Pegawai
1. Pengertian Kompetensi Pegawai
Menurut Palan (2005, p. 5), ada dua istilah yang muncul dari dua
aliran pemikiran yang berbeda tentang konsep kesesuaian dalam pekerjaan.
Kedua istilah tersebut adalah Competency (kompetensi) yaitu deskripsi
29
mengenai perilaku, dan Competence (kecakapan) yang merupakan deskripsi
tugas atau hasil pekerjaaan.
Menurut Poerwodarminta (1999) kompetensi berarti (kewenangan),
kekuasaan, untuk menentukan, atau memutuskan sesuatu hal. Sedangkan
pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan atau
kecakapan.
Kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku
yang menggambarkan motif, karakteritik pribadi, konsep diri, nilai-nilai,
pengetahuan, atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul
(superior perfomer) di tempat kerja (Palan, 2005, p. 5).
Menurut Manullang (2004) menyatakan bahwa kompetensi sebagai
suatu karakter mendasar dari seorang yang menyebabkannya sanggup
menunjukkan kinerja yang efektif atau superior di dalam pekerjaannya.
Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh
seorang berupa pengetahuan, keahlian, dan sikap perilaku yang diperlukan
dalam pelaksanaan tugas jabatannya (Nitisemito, 2002).
Menurut Nick Boulter dalam (Palan, 2005, p. 41) mengemukakan
bahwa kompetensi adalah suatu karakteristik dasar dari seseorang yang
memungkinkannya memberikan kinerja yang unggul dalam pekerjaan, peran,
atau situasi tertentu.
Anna Mariana dalam (Palan, 2005) mengemukakan definisi ke dalam
tiga definisi. Definisi pertama menunjukkan bahwa kompetensi itu pada
dasarnya menunjukkan kepada kecakapan atau kemampuan untuk
30
mengerjakan suatu pekerjaan. Definisi kedua menyatakan bahwa kompetensi
pada dasarnya merupakan sifat atau karakteristik orang-orang kompeten,
yakni memiliki kecakapan, daya (kemampuan), otoritas (kewenangan),
kemahiran (keterampilan), pengetahuan, dan sebagainya untuk mengerjakan
apa yang diperlukan. Kemudian definisi yang ketiga, menyatakan bahwa
kompetensi adalah menunjukkan kepada (kinerja) rasional yang dapat
mencapai tujuannya-tujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi
(prasyarat) yang diharapkan.
Menurut Kusmana dalam (Palan, 2005, p. 86) kemampuan umum
yang diperlukan atau dituntut untuk mendukung penampilan (peformance)
dalam suatu usaha atau pekerjaan tertentu yang mencakup sejumlah tingkah
laku yang amat penting dan menjadi syarat utama sebagai penampilan yang
memuaskan dalam menjalankan suatu usaha.
Berdasar definisi para tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa
kompetensi pegawai adalah kemampuan yang mendasar yang dimiliki
seseorang, yang menggambarkan motif seorang karyawan dalam bekerja,
karakteristik pribadi, konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan, atau keahlian yang
dibawa seorang karyawan di tempat dia bekerja
2. Karakteristik Kompetensi
Menurut Moenir (2008) karakteristik kompetensi ada lima yaitu :
1. Motif (motive) adalah hal-hal yang seseorang pikir atau inginkan
secara konsisten yang menimbulkan tindakan.
31
2. Traits adalah karakteristik fisik dan respon-respon konsisten
terhadap situasi atau informasi.
3. Konsep diri (Self Concept) adalah sikap dan nilai-nilai yang dimilki
seseorang.
4. Pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang
untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang
kompleks.
5. Keahlian (Skills) adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu
tugas tertentu secara fisik maupun mental.
3. Dimensi Kompetensi Pegawai
Kompetensi merupakan karakteristik dasar orang yang
mengindikasikan cara berperilaku atau berfikir, yang berlaku dalam cakupan
situasi yang sangat luas dan bertahan untuk waktu yang lama.
Kompetensi menurut Palan (2005,p.12) memiliki dimensi dasar yaitu :
a) Dimensi Karakteristik Dasar
1. Pengetahuan
Pengetahuan merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran.
2. Keterampilan
Keterampilan merujuk pada kemampuan seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan
b) Dimensi Karakteristik Pembeda
1. Konsep diri dan nilai-nilai
32
Konsep diri dan nilai-nilai merujuk pada sikap, nilai-nilai, dan
citra diri seseorang.
2. Karakteristik pribadi
Karakteristik pribadi merujuk pada karakteristik fisik dan
konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi.
3. Motif
Motif merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis, atau
dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan.
4. Kategori Kompetensi
Menuru Winardi (2004) bahwa kompetensi dapat dibagi menjadi dua
kategori yaitu (threshold) dan (differentiating).
a) Threshold Competencies adalah karakteristik utama (biasanya
pengetahuan atau keahlian) yang harus dimiliki oleh seseorang agar
dapat melaksanakan pekerjaannya.
b) Differentiating Competencies adalah faktor-faktor yang
membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah.
5. Tahapan dalam Peningkatan Kompetensi
Proses perolehan kompetensi (competency acquisition process)
menurut (Winardi, 2004) telah dikembangkan untuk meningkatkan tingkat
kompetensi yang meliputi :
a) Recognition : suatu simulasi atau studi kasus yang memberikan
kesempatan peserta untuk mengenali satu atau lebih kompetensi
yang dapat memprediksi individu berkinerja tinggi di dalam
33
pekerjaannya sehingga seseorang dapat berjalan dari pengalaman
tersebut.
b) Understanding : instruksi kasus termasuk modeling perilaku
tentang apa itu kompetensi dan bagaimana penerapan kompetensi
tersebut.
c) Assesment : umpan balik kepada seseorang tentang berapa banyak
kompetensi yang dimiliki seseorang.
d) Feedback : suatu latihan di mana seseorang dapat mempraktekan
kompetensi dan memperoleh umpan balik.
e) Job Application : agar dapat menggunakan kompetensi di dalam
kehidupan nyata.
6. Manfaat Kompetensi
Menurut Gibson (2005) manfaat kompetensi adalah :
a) Prediktor kesuksesan kerja.
Model kompetensi yang akurat akan dapat menentukan dengan tepat
pengetahuan serta keterampilan apa saja yang dibutuhkan untuk
berhasil dalam suatu pekerjaan.
b) Merekrut karyawan yang handal
Apabila telah berhasil ditentukan kompetensi-kompetensi apa saja
yang diperlukan suatu posisi tertentu, maka dengan mudah dapat
dijadikan kriteria dasar dalam rekrutmen karyawan baru.
c) Dasar penilaian dan pengembangan karyawan
34
Identifikasi kompetensi pekerjaan yanag akurat juga dapat dipakai
sebagai tolak ukur kemampuan seseorang.
7. Kompetensi Pegawai dalam Kajian Islam
Kompetensi diartikan sebagai sesuatu yang merupakan bagian dalam
kepribadian seseorang dan dapat memprediksikan tingkah laku dan
perfomansi secara luas pada semua situasi. Islam juga mengajarkan bahwa
dalam melakukan segala perbuatan harus didasarkan pada kemampuan
masing-masing individu.
* ¨βÎ) ©! $# ã� ãΒù' tƒ ÉΑô‰yè ø9 $$Î/ Ç≈|¡ ômM}$#uρ Ç›!$ tGƒ Î)uρ “ÏŒ 4† n1ö� à)ø9 $# 4‘sS÷Ζtƒ uρ Ç tã Ï !$ t±ós x�ø9 $# Ì� x6Ψßϑø9 $#uρ Ä øöt7 ø9 $#uρ 4 öΝä3Ýà Ïètƒ öΝà6 ‾=yès9 šχρã�©.x‹ s? ∩⊃∪
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. QS. An-Nahl: 90 (Depag RI, 2005).
Menurut tafsir jalalain pada ayat ini ada beberapa indikator kompetensi, yaitu:
No Teks Makna
Indikator Harfiah Substantif
1 Adl Berlaku adil
Keseimbangan, artinya seorang pegawai harus bisa menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Karakteristik pembeda
2 Ihsan Berbuat kebajikan
Melaksanaan segala kewajiban, seorang pegawai harus melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya.
Karakteristik dasar
3 Iita’idzil qurba Memberi kepada kaum kerabat
Menyambung tali silaturahim, baik secara horisontal antara pegawai dengan pegawai yang lain, dan vertikal, yakni
Karakteristik pembeda
35
antara pegawai dengan atasan
4 yanha anil fakhsya’ wal munkar
Menghindari perbuatan keji dan mungkar
Pegawai hendaknya menghindari perbuatan yang dilarang dalam sebuah perusahaan, agar dalam perusahaan tercipta suasana kondusif
Karakteristik dasar
5 al-baghy Permusuhan
Permusuhan/ berbuat dholim kepada manusia. Pegawai harus bisa berinteraksi secara efektif, empatik, santun dengan sesama pegawai, dan semua unsur perusahaan.
Kararteristik pembeda
C. Totalitas Kerja
1. Pengertian Totalitas Kerja
Menurut Kahn dalam (May & dkk, 2004) work engagement dalam
pekerjaan dikonsepsikan sebagai anggota organisasi yang melaksanakan
peran kerjanya, bekerja, dan mengekspresikan dirinya secara fisik, kognitif,
dan emosional selama bekerja. Keterikatan karyawan yang demikian itu
sangat diperlukan untuk mendorong timbulnya semangat kerja karyawan.
Work engagement atau worker engagement merupakan sebuah konsep
manajemen bisnis yang menyatakan bahwa karyawan yang memiliki
engagement tinggi adalah karyawan yang memiliki keterlibatan penuh dan
memiliki semangat bekerja tinggi dalam pekerjaannya maupun dalam hal-hal
yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan jangka panjang. Kata lain,
definisi work engagement mengacu pada keterlibatan, kepuasan, dan
antusiasme karyawan dalam bekerja. Work engagement telah berkembang
36
dari berbagai konsep melingkupi motivasi, kepuasan kerja, dan komitmen
organisasional (Agustian, 2012).
Brown dalam (Robbins, 2003) memberikan definisi work engagement
yaitu di mana seorang karyawan dikatakan work engagement dalam
pekerjaannya apabila karyawan tersebut dapat mengidentifikasikan diri secara
psikologis dengan pekerjaannya, dan menganggap kinerjanya penting untuk
dirinya, selain untuk organisasi. Karyawan dengan work engagement yang
tinggi dengan kuat memihak pada jenis pekerjaan yang dilakukan dan benar-
benar peduli dengan jenis kerja itu
Work engagement lebih daripada keadaan sesaat dan spesifik,
mengacu ke keadaan yang begerak tetap meliputi aspek kognitif dan afektif
yang tidak fokus pada objek, peristiwa, individu atau perilaku tertentu
(Martinez & Schaufeli, 2002, p. 464-481).
Secara lebih spesifik Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma dan Bakker
(2002, p. 71-92) mendefinisikan work engagement sebagai positivitas,
pemenuhan, kerja dari pusat pikiran yang dikarakteristikkan. Work
engagement merupakan sebuah motivasi dan pusat pikiran positif yang
berhubungan dengan pekerjaan yang dicirikan dengan vigor, dedication, dan
absorption (Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, & Bakker, 2002, p. 71-92).
Schmidt (2004) mengartikan work engagement sebagai gabungan
antara kepuasan dan komitmen, dan kepuasan tersebut mengacu lebih kepada
elemen emosional atau sikap, sedangkan komitmen lebih melibatkan pada
elemen motivasi dan fisik. Meskipun kepuasan dan komitmen adalah dua
37
elemen kunci, secara individu mereka tidak cukup untuk menjamin work
engagement, terdapat tema berulang yang menunjukkan work engagement
yang melibatkan pekerja yaitu “going extra mile” (akan bekerja ekstra) dan
mengupayakan sesuatu untuk pekerjaan di atas apa yang biasanya diharapkan
Institute of Employee Studies (2004) mendefinisikan employee work
engagement sebagai suatu sikap positif dari karyawan terhadap sikap
organisasi tempat dirinya bekerja. Karyawan yang terpacu akan peduli
terhadap bisnis organisasi dan bekerja secara tim untuk meningkatkan
performasi organisasi.
Pendapat lain mengenai work engagement adalah sikap positif yang
dimiliki oleh karyawan terhadap organisasi dan nilai-nilai yang berada di
dalamnya. Karyawan yang engaged menyadari konteks bisnis dan bekerja
dengan rekan-rekan sesama karyawan untuk meningkatkan kinerja dalam
pekerjaan untuk kepentingan organisasi (Robinson, Perryman, & Hayday,
2004).
Lockwood (2007,p.5) dalam Society for Human Resource
Management (SHRM) memberi pengertian mengenai work engagement
sebagai keadaan di mana seseorang mampu berkomitmen dengan organisasi
baik secara emosional maupun secara intelektual.
Berdasar beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
work engagement merupakan sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh
seorang karyawan dalam bekerja dengan mengekspresikan dirinya secara
total baik dalam aspek kogntif, fisik, maupun emosional.
38
2. Dimensi Work Engagement
Work engagement merupakan hal positif, yang terkait dengan keadaan
pikiran yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan absorbsi atau
penyerapan (Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, & Bakker, 2002, 71-92).
Vigor atau semangat mencerminkan kesiapan untuk mengabdikan
upaya dalam pekerjaan seseorang, sebuah usaha untuk terus energik saat
bekerja dan kecenderungan untuk tetap berusaha dalam menghadapi tugas
kesulitan atau kegagalan Dedikasi mengacu pada identifikasi yang kuat
dengan pekerjaan seseorang dan mencakup perasaan antusiasme, inspirasi,
kebanggaan, dan tantangan. Dimensi ketiga dari work engagement adalah
penyerapan atau Absorbsi. Absorpsi ditandai di mana seseorang menjadi
benar-benar tenggelam dalam pekerjaan dengan waktu tertentu ia akan
merasa sulit untuk melepaskan diri dari pekerjaannya (Schaufeli, Bakker, &
Salanova, 2006, 701-706)
Secara ringkas Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, & Bakker,
(2002, p. 71-92) menjelaskan mengenai dimensi yang terdapat dalam work
engagement, yaitu:
a. Vigor
Merupakan curahan energi dan mental yang kuat selama bekerja,
keberanian untuk berusaha sekuat tenaga dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan, dan tekun dalam menghadapi kesulitan kerja. Juga
kemauan untuk menginvestasikan segaala upaya dalam suatu
pekerjaan, dan tetap bertahan meskipun menghadapi kesulitan.
39
b. Dedication
Merasa terlibat sangat kuat dalam suatu pekerjaan dan mengalami
rasa kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan, inspirasi, dan
tantangan.
c. Absorption
Dalam bekerja karyawan selalu penuh konsentrasi dan serius
terhadap suatu pekerjaan. Dalam bekerja waktu terasa berlalu begitu
cepat dan menemukan kesulitan dalam memisahkan diri dengan
pekerjaan.
Dimensi work engagement yang dikemukakan oleh Schaufeli dan
Baker juga didukung oleh pendapat Lockwood (2007, p. 2-11) yang
menyatakan bahwa work engagement mempunyai tiga dimensi yang
merupakan perilaku utama, aspek tersebut mencakup:
a. Membicarakan hal-hal positif mengenai organisasi pada rekannya
dan mereferensikan organisasi tersebut pada karyawan dan
pelanggan potensial.
b. Memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi anggota organisasi
tersebut, meskipun terdapat kesempatan untuk bekerja di tempat
lain.
c. Memberikan upaya dan menunjukkan perilaku yang keras untuk
berkontribusi dalam kesuksesan bisnis perusahaan.
40
Pendapat lain tentang dimensi work engagement dikemukakan oleh
Macey. Menurut Macey, Schneider, Barbera & Young (2008, p. 3-30), work
engagement mencakup 2 dimensi penting, yaitu:
1. Work engagement sebagai energi psikis:
Karyawan merasakan pengalaman puncak (peak experience)
dengan berada di dalam pekerjaan dan arus yang terdapat di dalam
pekerjaan tersebut. Work engagement merupakan tendangan fisik
dari perendaman diri dalam pekerjaan (immersion), perjuangan
dalam pekerjaan (striving), penyerapan (absorption), fokus
(focus), dan juga keterlibatan (involvement).
2. Work engagement sebagai energi tingkah laku:
Work engagement terlihat oleh orang lain dalam bentuk tingkah
laku yang berupa hasil. Tingkah laku yang terlihat dalam
pekerjaan berupa:
1. Karyawan akan berfikir dan bekerja secara proaktif, akan
mengantisipasi kesempatan untuk mengambil tindakan dan
akan mengambil tindakan dengan cara yang sesuai dengan
tujuan organisasi.
2. Karyawan yang engaged tidak terikat pada “job description”,
mereka fokus pada tujuan dan mencoba untuk mencapai secara
konsisten mengenai kesuksesan organisasi.
41
3. Karyawan secara aktif mencari jalan untuk dapat memperluas
kemampuan yang dimiliki dengan jalan yang sesuai dengan
yang penting bagi visi dan misi perusahaan.
4. Karyawan pantang menyerah walau dihadapkan dengan
rintangan atau situasi yang membingungkan.
Menurut Development Dimensions International (DDI) dalam (Bakker
& Leiter, 2010, p.10), terdapat 3 komponen dalam work engagement, yaitu:
a. Cognitive
Memiliki keyakinan dan mendukung atas tujuan dan nilai-nilai
organisasi.
b. Affective
Memiliki rasa kepemilikan, kebanggaan dan kelekatan terhadap
organisasi di mana seorang karyawan bekerja.
c. Behavioral
Keinginan untuk melangkah jauh bersama organisasi dan memiliki
niat yang kuat untuk bertahan dengan organisasi.
3. Ciri-Ciri Work Engagement
Karyawan yang memiliki work engagement terhadap organisasi atau
perusahaan memiliki karakteristik tertentu. Berbagai pendapat mengenai
karakteristik karyawan yang memiliki work engagement yang tinggi banyak
dikemukakan dalam berbagai literatur, diantaranya Federman (2009)
mengemukakan bahwa karyawan yang memiliki work engagement yang
tinggi dicirikan sebagai berikut :
42
1. Fokus dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dan juga pada pekerjaan
yang berikutnya
2. Merasakan diri adalah bagian dari sebuah tim dan sesuatu yang lebih
besar daripada diri mereka sendiri
3. Merasa mampu dan tidak merasakan sebuah tekanan dalam membuat
sebuah lompatan dalam pekerjaan
4. Bekerja dengan perubahan dan mendekati tantangan dengan tingkah
laku yang dewasa
Menurut Hewitt dalam (Bakker & Leiter, 2010, p. 54 ) karyawan yang
memiliki work engagement yang tinggi akan secara konsisten
mendemonstrasikan tiga perilaku umum, yaitu:
1. Say – secara konsisten bebicara positif mengenai organisasi di mana ia
bekerja kepada rekan sekerja, calon karyawan yang potensial, dan
juga kepada pelanggan
2. Stay – memiliki keinginan untuk menjadi anggota organisasi di mana
ia bekerja dibandingkan kesempatan bekerja di organisasi lain
3. Strive- memberikan waktu yang lebih, tenaga, dan inisiatif untuk dapat
berkontribusi pada kesuksesan bisnis organisasi
Menurut Smythe (2007) berpendapat bahwa karyawan yang engaged
menunjukkan antusiasme, hasrat yang nyata mengenai pekerjaannya, dan
untuk organisasi yang mempekerjakan mereka. Karyawan yang engaged
menikmati pekerjaan yang mereka lakukan dan berkeinginan untuk
memberikan segala bantuan yang mereka mampu untuk dapat mensukseskan
43
organisasi di mana mereka bekerja. Karyawan yang engaged juga mempunyai
level energi yang tinggi dan secara antusias terlibat dalam pekerjaannya
(Schaufeli, Salanova, Gonzales-Roma, & Bakker, 2002, p. 71-92).
Leiter & Bakker (2010, p. 69), ketika karyawan engaged, mereka
merasa terdorong untuk berusaha maju menuju tujuan yang menantang,
mereka menginginkan kesuksesan. Lebih lanjut, work engagement
merefleksikan energi karyawan yang dibawa dalam pekerjaan.
Work engagement juga berkaitan dengan semua jenis tantangan dalam
pekerjaan, work engagement menjelaskan kemampuan karyawan secara
penuh dalam menyelesaikan permasalahan, berhubungan dengan orang lain,
dan membangun pelayanan yang inovatif. Work engagement berkembang
secara aktif dalam suatu pengaturan di mana adanya hubungan yang kuat
antara perusahaan dan nilai individual.
4. Faktor- Faktor Work Engagement
Menurut Lockwood (2007, p. 2-11) engagement merupakan konsep
yang kompleks dan dipengaruhi banyak faktor, diantaranya adalah budaya di
dalam tempat bekerja, komunikasi organisasional, gaya manajerial yang
memicu kepercayaan, dan penghargaan serta kepemimpinan yang dianut dan
reputasi perusahaan itu sendiri. Engagement juga dipengaruhi karakteristik
organisasional, seperti reputasi untuk integritas, komunikasi internal yang
baik, dan inovasi budaya. Robinson et al, (dalam Smythe, 2007), faktor kunci
pendorong dari engagement karyawan adalah di mana apabila karyawan dapat
44
merasa dihargai dan dilibatkan (feeling valued and involved), yang
mempengaruhi hal ini adalah:
1. Karyawan dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
2. Karyawan dapat menyalurkan ide atau suara sehingga mereka
dapat merasa berharga.
3. Kesempatan untuk mengembangkan pekerjaan.
4. Organisasi memperhatikan akan keberadaan dan kesehatan
karyawan.
Faktor pendorong work engagement yang dijabarkan oleh Perrin
(2003, p. 10-14) meliputi 10 hal yang dijabarkan secara berurutan:
1. Senior Management yang memperhatikan keberadaan karyawan
2. Pekerjaan yang memberikan tantangan
3. Wewenang dalam mengambil keputusan
4. Perusahaan/ organisasi yang fokus pada kepuasan pelanggan
5. Memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk berkarier
6. Reputasi perusahaan
7. Tim kerja yang solid dan saling mendukung
8. Kepemilikan sumber yang dibutuhkan untuk dapat menunjukkan
performa kerja yang prima
9. Memiliki kesempatan untuk memberikan pendapat pada saat
pengambilan keputusan.
10. Penyampaian visi organisasi yang jelas oleh senior management
mengenai target jangka panjang organisasi.
45
5. Totalitas Kerja dalam Kajian Islam
Totalitas kerja diartikan sebagai usaha yang dilakukan seorang
individu dalam melakukan aktifitasnya guna mencapai tujuan-tujuan yang
ingin dipenuhi. Dalam islam sendiri mengajarkan bahwa dalam melakukan
kegiatan apapun kita harus maksimal.
Æ'tGö/$#uρ !$ yϑ‹Ïù š�9t?#u ª!$# u‘# ¤$!$# nοt� ÅzFψ$# ( Ÿωuρ š[Ψs? y7 t7ŠÅÁ tΡ š∅ÏΒ $ u‹ ÷Ρ‘‰9 $# ( Å¡ ôm r& uρ !$yϑŸ2 z|¡ ôm r& ª!$# š�ø‹ s9 Î) ( Ÿωuρ Æ'ö7 s? yŠ$ |¡x�ø9 $# ’Îû ÇÚ ö‘F{ $# ( ¨βÎ) ©!$# Ÿω �=Ïtä†
tωš ø�ßϑø9 $# ∩∠∠∪
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Al- Qashas : 77 (Depag R1, 2005).
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan aspek bekerja dengan
total bagi para pemeluknya. Bahkan di beberapa nash keagamaan (quran/
hadits), banyak ditemukan anjuran, bahkan perintah bagi setiap muslim untuk
tidak melupakan aspek ekonomi (bekerja total), sehingga diharapkan bisa
menjadi muslim yang sukses di dunia maupun di akherat.
Selain itu dijelaskan pula totalitas kerja dijelaskan pula dalam
kandungan Surat Az Zumar ayat 39 dalam (Depag RI, 2005).
ö≅è% ÉΘ öθ s)≈ tƒ (#θè=yϑôã$# 4’n? tã öΝà6 ÏGtΡ% s3tΒ ’ÎoΤ Î) ×≅Ïϑ≈ tã ( t∃ öθ |¡sù šχθßϑn=÷ès? ∩⊂∪
Artinya : Katakanlah: "Hai kaumku, Bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, Sesungguhnya aku akan bekerja (pula), Maka kelak kamu akan mengetahui.
46
Pada ayat ini dijelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada seluruh
umatnya untuk bekerja sesuai dengan kemampuanya, apabila manusia benar-
benar melakukannya dengan baik maka Allah akan memberikan nikmat yang
lebih kepada umat yang mau bekerja secara sungguh-sungguh dan
memaksimalkan kemampuanya untuk memperoleh hasil yang baik. Berikut
adalah inventarisasi ayat Al-Qur’an terkait dengan totalitas kerja.
No Teks Substansi Sumber Al-Qur'an Jumlah
1 Νà6 ÏGtΡ% s3tΒ sesuai dengan keadaanmu (absorption)
Az Zumar 39
5 Al An Aam 135 Al Baqoroh 267 Al Baqoroh 58 An Nisa 5
2 Nö� yf ø↔tGó™$# Kuat (vigor)
Al Qashash 26 1
3 Ÿ$ £ϑÏiΒ (#θç7 |¡x.
Dari apa yang telah mereka
usahakan (dedication)
Al Qashash 77
4 Al Lail 4
Al Ankabut 69
Al-Baqarah 202
Totalitas kerja dalam islam ditunjukkan dengan beberapa firman Allah
SWT kepada umat manusia agar dalam melakukan sesuatu (bekerja) sesuai
dengan kemampuannya yang maksimal sehingga memperoleh hasil yang
baik. Dalam sejarah Islam tercatat, bahwa peranan totalitas dalam bekerja
tidak bisa dipungkiri, sedikit banyak mewarnai dinamika perkembangan dan
pengembangan Islam (Sihab, 1994, p. 258-259). Dalam sejarah
perkembangan Islam di Indonesia pun sering dikaitkan dengan kegiatan
perdagangan-terlepas dari perdebatan yang ada-terbukti dengan adanya hasil
47
penelitian bahwa salah satu penyebar Islam di Indonesia adalah pedagang dari
Gujarat (Abdullah, 1979, p. 1-10).
Kepedulian Islam terhadap totalitas dalam bekerja untuk kehidupan
juga tampak dalam konsep Maqaashid al Syari’ah, klasifikasi hukum Islam
yang diutarakan oleh Abu Ishaq Asy-Syatibi , yaitu penjagaan terhadap
agama (Hifdzu al din), penjagaan terhadap tubuh (Hifdzu al nafsi), penjagaan
terhadap akal (Hifdzu al ’Aqli), penjagaan terhadap harta (Hifdzu al maal ),
dan penjagaan terhadap keturunan (Hifdzu al nasli). Sedangkan Mohammad
Muslihuddin menambahkan dengan adanya tujuan hukum Islam yang
keenam, yaitu penjagaan terhadap kehormatan diri manusia (Djubaedah,
2003, p. 5).
D. Hubungan Antara Komitmen Organisasional dan Kompetensi Pegawai
dengan Totalitas kerja
Setiap organisasi cenderung berusaha mendapatkan sumber daya
manusia yang berkualitas dan kompetitif sehingga akan diperoleh hasil yang
diharapkan. Hasil yang akan diperoleh suatu perusahaan sulit dipisahkan dari
sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan itu sendiri. Semakin tinggi
kualitas sumber daya manusia di suatu perusahaan, semakin tinggi pula hasil
yang akan dicapai perusahaan tersebut (Dessler, 2010, p. 25).
Sumber daya manusia merupakan modal dan kekayaan terpenting
dalam setiap kegiatan manusia dalam suatu organisasi, baik organisasi
pemerintah maupun non pemerintah. Manusia sebagai unsur terpenting
mutlak dikembangkan dan sangat dibutuhkan bagi sebuah perusahaan untuk
48
mencapai tujuan dari perusahaan tersebut. Waktu, tenaga, dan
kemampuannya benar-benar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi
kepentingan perusahaan, maupun bagi kepentingan individu itu sendiri
(Dessler, 2010, p. 277).
Perusahaan akan berusaha mencapai tujuan yang telah dicita-citakan
dengan efektif dan efisien. Untuk mencapai tujuan tersebut, banyak usaha
yang dilakukan oleh suatu perusahaan, salah satu upaya yang dapat dilakukan
oleh sebuah perusahaan adalah meningkatkan totalitas kerja karyawan dengan
menjaga kualitas komitmen organisasional dan kompetensi pegawai yang
dimiliki oleh perusahaan.
Totalitas kerja atau work engagement merupakan sikap dan perilaku
yang ditunjukkan oleh seorang karyawan dalam bekerja dengan
mengekspresikan dirinya secara total baik dalam aspek kogntif, fisik, maupun
emosional.
Seorang karyawan yang memiliki totalitas kerja atau work
engagement akan memiliki kekuatan yang memotivasi karyawan itu sendiri
dalam meningkatkan kinerja pada level yang lebih tinggi, energi ini berupa
komitmen terhadap organisasi, rasa memiliki pekerjaan dan kebanggaan,
usaha yang lebih dalam waktu dan energi, semangat, ketertarikan, dan
komitmen dalam melaksanakan pekerjaan (May & dkk, 2004).
Karyawan dengan tingkat komitmen organisasional tinggi akan
memiliki dorongan untuk terlibat (engaged) dalam setiap proses pekerjaan di
49
perusahaan tempat dia bekerja dengan antusiasme serta komitmen tinggi
untuk mengerjakannya.
Komitmen organisasional dan kompetensi pegawai merupakan salah
satu proses yang mendukung totalitas kerja dalam suatu perusahaan. Menurut
Bashaw dan Grant dalam (Sopiah, 2008, p. 156) komitmen karyawan dalam
suatu organisasi merupakan sebuah proses berkesinambungan dan merupakan
pengalaman individu ketika bergabung dalam sebuah organisasi.
Pengalaman seorang individu tidak terlepas dengan kompetensi yang
dimiliki individu itu sendiri dan akan menjadi aspek yang bisa berdampak
pada totalitas kerja seorang pegawai. Kompetensi yang dimiliki seorang
karyawan merupakan modal dasar seorang karyawan dalam keterlibatan kerja
di perusahaan tempat dia bekerja.
Kompetensi seorang pegawai merupakan karakteristik yang mendasari
perilaku seorang karyawan dalam pekerjaannya. Kompetensi pegawai itu
sendiri bisa menggambarkan motif seorang karyawan dalam bekerja,
karakteristik pribadi, konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan, atau keahlian yang
dibawa seorang karyawan di tempat dia bekerja.
Komitmen organisasional dan kompetensi pegawai dapat dipandang
sebagai faktor yang dapat menahan karyawan untuk tetap bertahan dan
memberikan yang terbaik bagi perusahaan, dengan kata lain karyawan total
dalam menjalankan pekerjaannya. Tidak hanya terikat secara fisik dengan
perusahaan, namun juga mampu mencurahkan pikiran, perhatian, dan
50
dedikasi terbaiknya bagi pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seorang
karyawan dalam suatu perusahaan.
Hubungan yang positif antara komitmen organisasional dengan
totalitas kerja dijelaskan oleh Demerouti dan Schaufeli bahwa dengan
komitmen organisasional yang tinggi seorang karyawan akan menemukan arti
dalam bekerja. Seorang karyawan akan bekerja total untuk mencapai visi dan
misi keseluruhan sebuah perusahaan. Karyawan akan bekerja ekstra dan
mengupayakan sesuatu untuk pekerjaan di atas apa yang seorang karyawan
baik dalam waktu dan energi (Xanthopoulo, Bakker, Demerouti, & Schaufeli,
2009, p. 235-244).
Lebih dari sebuah hubungan yang positif karyawan yang berkompeten
dan berkomitmen pada organisasi akan selalu engaged dengan perusahaan,
karyawan tersebut akan merasa memiliki (ownership) terhadap pekerjaan dan
perusahaan, saling percaya, loyal terhadap perusahaan, dan akhirnya bangga
menjadi bagian dari perusahaan tersebut.
Demerouti juga menyatakan pada saat perusahaan mengetahui tingkat
engagement karyawan dan memeliharanya untuk tetap tinggi maka secara
umum perusahaan atau organisasi akan diuntungkan dengan berbagai hal
seperti: 1) Dapat mempertahankan dan meningkatkan produktivitas karyawan
karena mereka merasa happy berkarya di perusahaan tersebut, 2) Membantu
mempertahankan karyawan terbaik, karena mereka tidak mudah tergiur
dengan tawaran perusahaan lain, 3) Membantu pencapaian target perusahaan,
karena beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya work
51
engagement dengan pencapaian target perusahaan membuktikan kebenaran
hipotesanya bahwa korelasinya adalah sangat positif (Xanthopoulo, Bakker,
Demerouti, & Schaufeli, 2009, 235-244).
Karyawan yang memiliki work engagement tinggi akan bekerja lebih
dari kata “cukup baik”, mereka bekerja dengan berkomitmen pada tujuan,
menggunakan kompetensi pribadi untuk membuat pilihan bagaimana cara
terbaik untuk menyelesaikan suatu tugas, memonitor tingkah laku mereka
untuk memastikan apa yang mereka lakukan benar dan sesuai dengan tujuan
yang akan mengambil keputusan untuk mengkoreksi jika diperlukan
(Thomas, 2009).
Sorang karyawan yang merasa terlibat (engaged) dengan perusahaan
akan menjadi lebih produktif, serta lebih mengetahui kontribusi pekerjaan
yang mereka lakukan bagi perusahaan, dibandingkan karyawan yang tidak
memiliki engagement tersebut. Karyawan yang engaged akan bekerja dengan
semangat dan merasakan hubungan yang mendalam dengan perusahaan di
mana karyawan tersebut bekerja, mereka akan merasa percaya dan menikati
pekerjaan yan mereka lakukan.
Schaufeli menjelaskan bahwa karyawan yang terlibat dalam
pekerjaan, pasti akan memberikan sikap semangat, dedikasi, dan absopsi yang
akan berpengaruh pada keterlibatan kerja pada perusahaan dan berhubungan
pada komitmen organisasional yang dimiliki (Schaufeli, Salanova, Gonzalez-
Roma, & Bakker, 2002, 71-92).
52
Adanya komitmen organisasional dan kompetensi yang tepat, para
karyawan akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam
melaksanakan tugasnya demi kepentingan pribadi karyawan itu sendiri dan
juga perusahaan.
Dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasional dan kompetensi
pegawai diperlukan dalam membentuk totalitas kerja seorang karyawan
dalam perusahaan. Seperti yang diutarakan oleh para ahli bahwa dengan
adanya komitmen organisasional dan kompetensi, seorang karyawan akan
total dalam bekerja dengan menemukan arti dalam bekerja, kebanggaan, serta
memiliki sebuah hubungan dengan visi dan misi keseluruhan sebuah
perusahaan.
E. Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data
yang terkumpul (Arikunto, 2006, p. 64). Hipotesis penelitian ini adalah :
Ha : Ada hubungan antara komitmen organisasional dan kompetensi pegawai
dengan totalitas kerja di Divisi Munisi PT.Pindad (Persero) Turen-Malang.