08_makalah_prof dr pieter suling spkk(k)

17
CUTANEOUS LESIONS FROM COASTAL AND MARINE ORGANISMS Prof. dr. Pieter L. Suling, MSc., SpKK(K) 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.508 pulau dan hanya sekitar 6000 pulau yang berpenghuni. Wilayah Indonesia terdiri atas daratan dan lautan dengan perbandingan luas wilayah daratan dengan lautan adalah 3:1. Hampir 70% wilayah Indonesia terdiri atas lautan, yaitu mencapai 5,8 juta km 2 . Laut Indonesia banyak menyimpan kekayaan alam, selain itu posisi Indonesia termasuk dalam wilayah triangle coral reef. Sebesar 14% dari terumbu karang dunia ada di Indonesia, bahkan berdasarkan The World Atlas of Coral Reefs yang dikeluarkan oleh United Nations Environment Programme World Conservation Monitoring Centre (UNEP-WCMC) Indonesia merupakan Negara dengan terumbu karang yang terbesar di dunia dengan persentase 17,95% dari seluruh dunia. Diperkirakan lebih dari 2.500 jenis ikan dan 500 jenis karang hidup didalamnya. Selain merupakan kekayaan alam Indonesia, terumbu karang dan binatang yang hidup di air dapat menimbulkan masalah bagi manusia yaitu melalui gigitan atau sengatan. Gigitan atau sengatan oleh binatang yang hidup di air adalah gigitan atau sengatan yang beracun, disebabkan oleh segala bentuk kehidupan yang berasal dari air. Kebanyakkan dari tipe sengatan ini terjadi di laut. Beberapa tipe gigitan atau sengatan dapat menyebabkan kematian. Penyebab dari gigitan atau sengatan ini berasal dari berbagai tipe kehidupan yang ada di laut seperti ubur – ubur, Portuguese Man-of-War, anemon laut, karang, cacing laut, kerang, dan beberapa jenis ikan seperti ikan pari, ikan lele, scorpionfish, stonefish dan weeverfish, ikan hiu, Barracuda, dan belut Morray. Gejala yang ditimbulkan dari gigitan atau sengatan ini dapat berupa nyeri, rasa terbakar, bengkak, kemerahan, atau perdarahan pada area di dekat tempat gigitan atau sengatan. Gejala lainnya dapat mengenai seluruh tubuh, seperti kram, P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 191

Upload: naela-rizqi-ardiyanto

Post on 02-Feb-2016

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mklh

TRANSCRIPT

Page 1: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

CUTANEOUS LESIONS FROM COASTAL

AND MARINE ORGANISMS

Prof. dr. Pieter L. Suling, MSc., SpKK(K)

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.508

pulau dan hanya sekitar 6000 pulau yang berpenghuni. Wilayah Indonesia terdiri

atas daratan dan lautan dengan perbandingan luas wilayah daratan dengan lautan

adalah 3:1. Hampir 70% wilayah Indonesia terdiri atas lautan, yaitu mencapai 5,8

juta km2. Laut Indonesia banyak menyimpan kekayaan alam, selain itu posisi

Indonesia termasuk dalam wilayah triangle coral reef. Sebesar 14% dari terumbu

karang dunia ada di Indonesia, bahkan berdasarkan The World Atlas of Coral

Reefs yang dikeluarkan oleh United Nations Environment Programme World

Conservation Monitoring Centre (UNEP-WCMC) Indonesia merupakan Negara

dengan terumbu karang yang terbesar di dunia dengan persentase 17,95% dari

seluruh dunia. Diperkirakan lebih dari 2.500 jenis ikan dan 500 jenis karang hidup

didalamnya. Selain merupakan kekayaan alam Indonesia, terumbu karang dan

binatang yang hidup di air dapat menimbulkan masalah bagi manusia yaitu

melalui gigitan atau sengatan. Gigitan atau sengatan oleh binatang yang hidup di

air adalah gigitan atau sengatan yang beracun, disebabkan oleh segala bentuk

kehidupan yang berasal dari air. Kebanyakkan dari tipe sengatan ini terjadi di laut.

Beberapa tipe gigitan atau sengatan dapat menyebabkan kematian.

Penyebab dari gigitan atau sengatan ini berasal dari berbagai tipe

kehidupan yang ada di laut seperti ubur – ubur, Portuguese Man-of-War, anemon

laut, karang, cacing laut, kerang, dan beberapa jenis ikan seperti ikan pari, ikan

lele, scorpionfish, stonefish dan weeverfish, ikan hiu, Barracuda, dan belut

Morray.

Gejala yang ditimbulkan dari gigitan atau sengatan ini dapat berupa nyeri,

rasa terbakar, bengkak, kemerahan, atau perdarahan pada area di dekat tempat

gigitan atau sengatan. Gejala lainnya dapat mengenai seluruh tubuh, seperti kram,

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

191

Page 2: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

diare, sesak napas, nyeri pada daerah inguinal atau aksila, demam, nausea atau

vomitus, paralisis, berkeringat, lemas, pusing, dan pingsan.

Pertolongan pertama yang dapat dilakukan pada pasien yang terkena

gigitan atau sengatan ialah menyingkirkan penyebab gigitan atau sengatan

tersebut dengan handuk, sebaiknya penolong menggunakan sarung tangan, cuci

area yang digigit atau disengat dengan air asin, rendam luka di air panas selama

30 – 90 menit.

2. DERMATITIS KONTAK YANG DISEBABKAN OLEH UBUR-UBUR

(JELLY FISH), PORTUGUESE MAN-OF-WAR (PHYSALIA), KARANG

(CORALS), MOLUSKA (MOLLUSKS), ARTHROPODA

(ARTHROPODS), WORM, DAN IKAN (FISH)

A. Ubur-Ubur (Jelly Fish), Portuguese Man-Of-War (Physalia), Karang

(Corals)

Ubur – ubur, Portuguese Man-of-War, anemon laut dan karang termasuk

dalam filum Cnidaria, sebelumnya dikenal sebagai Coelenterata. Cnidaria

memiliki tentakel yang dapat menyebabkan sengatan listrik (nematosit),

digunakan untuk pertahanan diri.

Sengatan yang disebabkan oleh ubur-ubur, Portuguese Man-of-War,

anemon laut dan karang adalah sengatan paling beracun yang sering dialami

manusia yang hidup di lingkungan laut. Sekitar 100 dari 9000 spesies Cnidaria

yang telah teridentifikasi dapat menyebabkan cedera pada manusia.

Binatang ini dapat mengapung di air seperti ubur-ubur atau melekat seperti

karang. Hampir semua Cnidarian memiliki nematosit, atau tentakel yang dapat

digunakan untuk menyengat. Setiap nematosit mengandung toksin atau kelompok

toksin dan bagian yang dapat melilit serta berfungsi seperti suntikan. Ketika

nematosit bersentuhan dengan mangsanya, ujung sengatan dikeluarkan dan

toksinnya dimasukkan ke dalam kulit.

Sengatan Cnidarian dibagi menjad ringan, iritasi yang dapat sembuh

sendiri sampai cedera yang serius dan sangat nyeri, tergantung pada toksin dari

spesies yang terlibat dan jumlah racun. Sengatan spesies tertentu seperti

cubomedusae atau box jellyfish dapat berakibat fatal.

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

192

Page 3: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

Pada kebanyakan kasus, sengatan ubur-ubur mengeluarkan reaksi toksik

yang dapat lokalisata atau sistemik. Meskipun jarang terjadi reaksi

hipersensitivitas tipe cepat seperti urtikaria, angioedema, dan anafilaksis, tetapi

tetap membutuhkan penanganan medis yang tepat, karena syok dan kematian

dapat terjadi pada individu yang lebih sensitif. Dermatitis kontak alergi, reaksi

hipersensitivitas tipe lambat dan menetap, granuloma anulare, dan eritema

nodosum adalah reaksi-reaksi kulit yang dapat terjadi pada sengatan ubur-ubur.

A. 1. Ubur-Ubur (Jelly Fish)

Ubur-Ubur Jelatang Laut

Di antara organisme yang paling sering menyebabkan sengatan ubur-ubur

adalah jelatang laut, yang terdiri dari 2 spesies yang berbeda, keduanya hidup di

Atlantik dan juga perairan Indo-Pasifik. Cyanea capillata dan keluarganya adalah

yang paling besar dari 2 spesies ini dan Chrysaora quinquecirrha adalah yang

lebih kecil. Meskipun sengatan jelatang laut jarang mematikan, tetapi bisa sangat

nyeri. Pertama korbannya akan merasakan nyeri seperti terbakar pada daerah yang

kontak dengan tentakel. Beberapa menit kemudian di daerah yang tersengat

timbul pola seperti bekas cambuk dengan tanda merah yang zigzag sebesar 2 – 3

mm. Durasi nyeri bervariasi, tetapi seringkali mulai berkurang setelah 30 menit.

Urtika umumnya berkurang dalam 1 jam tetapi petekie ungu kecoklatan dan

pigmentasi pasca-inflamasi dapat menetap selama beberapa hari.

Cubomedusae (Class Cubozoa): Box Jellyfish

Semua spesies ubur – ubur dapat menyebabkan sengatan yang sangat nyeri

dan merupakan ancaman bagi penyelam. Spesies yang paling berbahaya adalah

cubozoans. Chironex fleckeri atau box jellyfish menyebabkan setidaknya satu

kematian setiap tahun di Australia. Paling fatal jika terjadi pada anak,

kemungkinan karena perbandingan ukuran korban dan total area sengatan. Sampai

saat ini, kebanyakkan kasus sengatan C. fleckeri yang dipublikasikan berakibat

fatal atau hampir fatal, tetapi sengatan yang kurang serius terjadi di daerah

endemik.

C. fleckeri (yang dikenal dengan sea wasp) adalah spesies ubur-ubur

dengan tingkatan yang lebih tinggi dan dapat tumbuh hingga volume 9 L dengan

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

193

Page 4: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

berat lebih dari 6 kg. Jika manusia tersentuh dengan box jellyfish beberapa

tentakel akan putus dan melekat pada kulit. Penolong korban sengatan C. fleckeri

harus berhati-hati, karena juga berisiko keracunan sehingga tentakel harus segera

dinetralisir dan dipindahkan.

Awalnya sengatan terlihat bengkak linear dengan gambaran seperti bekas

cambuk. Sengatan C. fleckeri yang masih baru mudah dikenali karena memiliki

gambaran seperti tangga atau menyilang dan tampak membeku. Diagnosis

mikroskopik mungkin dapat dilakukan dari kerokan kulit atau dengan

menempelkan selotip pada tempat sengatan. Nyeri yang hebat dapat menetap

selama beberapa jam. Area yang paling berat tersengat memberikan gambaran

sianotik yang samar dan dapat terbentuk bula dan nekrosis. Proses penyembuhan

berjalan lambat dan dapat disertai komplikasi superinfeksi bakteri dan skar.

Kematian dapat terjadi dalam beberapa menit disebabkan karena agen –

agen kardiotoksik dan neurotoksik dalam racun yang dapat menyebabkan aritmia

ventrikular dan gagal jantung, serta gagal pernapasan. Hemolisis intravaskular

yang disebabkan oleh toksin dapat mempresipitasi gagal ginjal akut. Pertolongan

pertama yang paling sering dilakukan pada korban adalah resusitasi

kardiopulmonal. Verapamil intravena telah digunakan untuk pengobatan dan

profilaksis aritmia ventrikular. Telah tersedia antiracun untuk sengatan C. fleckeri,

dan jika digunakan dari awal pada keracunan berat dapat menyelamatkan nyawa

serta mengurangi nyeri dan inflamasi pada tempat sengatan.

Sindrom Irukandji adalah respons yang berat dan terlambat (umumnya 30

menit tapi di antara 5 dan 40 menit) terhadap sengatan dari small box jellyfish,

yang dinamakan Irukandji jellyfish, yang mengakibatkan kematian pada 2 turis di

Cairns-Port Douglas, Australia. Sindrom klasik terdiri dari tanda lokal inflamasi

bersamaan dengan nyeri punggung berat, kram otot, piloereksi, berkeringat,

nausea, vomitus, sakit kepala, dan palpitasi. Pada kasus yang paling berat dapat

progresi menjadi hipertensi yang ekstrim dan gagal jantung. Hanya satu spesies,

Carukia Barnesi, yang berhubungan dengan sindrom ini, tapi setidaknya ada 6

spesies berbeda dari small jellyfish yang mungkin menjadi penyebab. Hampir

semua sengatan terjadi di perairan yang dalam. Penanganan termasuk pemberian

cuka untuk melepaskan nematosit dan membawa korban untuk mendapatkan

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

194

Page 5: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

penanganan medis termasuk antinyeri dan blokade α, karena racun diketahui

berperan sebagai agonis presinaptik neuron sodium dan menstimulasi pelepasan

norepinefrin.

A. 2. Portuguese Man-of-War (Physalia)

Physalia physalis adalah nama spesies ini, merupakan anggota kelas

Hydrozoa dan bukan ubur-ubur sejati. P. Physalis dapat ditemukan di perairan

Atlantik dan Mediterania, dan mudah dikenali karena bentuknya seperti kantong

yang mengapung, translusen biru, merah muda atau keunguan dengan banyak

tentakel. P. Physalis berbeda dengan P. utriculus yang berasal dari laut pasifik,

yang sering dikenal sebagai blue bottle. P. utriculus hanya memiliki satu tentakel

yang panjangnya tidak sampai 5 meter. Tentakel – tentakel ini terdapat di

sepanjang tubuh dengan ratusan ribu nematosit. Nematosit tetap dapat aktif

meskipun beberapa tentakel telah putus karena badai atau terdampar di pinggiran

laut oleh karena angin kencang atau gelombang. Portuguese Man-of-War yang

terdampar di pinggiran pantai dapat menyebabkan sengatan hebat apabila diinjak

ataupun disentuh. Anak – anak yang tersengat setelah memegang binatang ini dan

kemudian menangis serta menggosok matanya dapat timbul konjungtivitis akut.

Sengatan P. Physalis lebih nyeri dan berat dibandingkan yang disebabkan

oleh jelatang laut serta lebih luas dan serius dibandingkan yang diakibatkan oleh

P. utriculus. Pada saat kontak dengan tentakel dari P. Physalis, korban akan

merasakan rasa terbakar yang tajam dan mengejutkan. Dapat terjadi nyeri

parestesi atau mati rasa pada daerah yang disengat. Awalnya daerah yang disengat

tampak sebagai satu atau multipel batas ireguler yang terdiri dari papul – papul

merah atau bengkak merah. Urtika akan resolusi setelah beberapa jam tetapi dapat

progresi menjadi vesikel, hemoragik, nekrotik, atau ulseratif sebelum

penyembuhan.

Striae pasca-inflamasi dapat menetap selama berminggu – minggu sampai

berbulan – bulan. Komplikasi lokal yang berat dari sengatan P. Physalis dapat

menyebabkan spasme arterial di tempat sengatan yang dapat mengakibatkan

gangren pada jari distal.

Ketika korban tersengat Physalia, dalam 10 – 15 menit dapat timbul gejala

dari reaksi keracunan yang ditandai dengan nausea, kram di daerah perut, nyeri

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

195

Page 6: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

otot, sakit punggung, iritabilitas, dispnoe, dan sesak. Hemolisis intravaskular dan

gagal ginjal akut telah dilaporkan terjadi pada anak perempuan umur 4 tahun

setelah disengat oleh P. Physalis. Kebanyakkan laporan kematian yang

disebabkan P. Physalis tidak didokumentasikan dengan baik, tetapi terdapat

beberapa laporan kasus yang fatal pada manusia.

Pencegahan dan Penanganan dari Sengatan Ubur – Ubur

Reaksi sistemik dapat terjadi dan penanganan untuk ini termasuk

menunjang fungsi vital dengan resusitasi kardiopulmonal, oksigen, dan cairan

intravena. Aplikasi bebat yang menimbulkan kontriksi pada vena-limfatik

proksimal dari area luka dapat dipertimbangkan pada kasus dengan sengatan yang

berat ketika terjadi atau akan terjadi reaksi sistemik, jika deaktivasi tentakel secara

topikal tidak memberikan hasil, dan ketika transportasi untuk mendapatkan

antiracun spesifik untuk sengatan C. fleckeri telah tersedia. Antiracun diambil dari

serum domba dan kemungkinan dapat menyebabkan risiko terjadinya reaksi alergi

pada individu yang sensitif. Cara yang dipilih adalah intravena, tetapi antiracun

juga dapat diberikan intramuskular. Pada sengatan yang berat telah dibuktikan

dapat menyelamatan nyawa. Penanganan ini juga dapat mengurangi intensitas

nyeri dan inflamasi pada tempat sengatan dan menurunkan kemungkinan

terjadinya skar. Verapamil intravena dapat diberikan sebagai pengobatan dan

profilaksis aritmia. Untuk nyeri pada sengatan yang berat, analgesik narkotik

parenteral dan kompres es, begitu juga dengan antiracun harus dipertimbangkan.

Reaksi lokal dapat diobati dengan anestesi topikal salep, krim, losion, atau spray

untuk mengurangi gatal atau nyeri terbakar. Untuk reaksi hipersensitivitas tipe

lambat, glukokortikoid topikal, antihistamin, dan glukokortikoid sistemik dapat

digunakan jika perlu.

Infeksi sekunder harus diterapi dengan antibiotik parenteral yang sesuai,

dan terapi antitetanus harus dipertimbangkan. Pemberian es atau kompres dingin

dapat mengurangi nyeri sengatan yang ringan sampai sedang, dan aspirin atau

asetaminofen, sendiri atau kombinasi dengan kodein, dapat digunakan untuk nyeri

yang menetap.

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

196

Page 7: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

A. 3. Karang Api (Fire Coral) dan Sayatan Karang (Coral Cut)

Karang adalah organisme berkoloni dari filum Cnidaria. Luka akibat

karang mungkin disebabkan oleh sengatan nematosit atau laserasi. Keduanya

dapat terjadi pada waktu yang sama dan dapat dipersulit oleh reaksi karena benda

asing, infeksi bakteri, dan reaksi eksematosa lokal. Untuk beberapa karang sejati,

racun nematosit relatif tidak berbahaya, menyebabkan eritema, pruritik ringan

yang butuh sedikit penanganan. Calamin losion atau losion antipruritik dapat

membantu meringankan gejala.

Berbeda dengan sengatan karang sejati, sengatan karang api, Millepora

alcicornis, sangat menyakitkan, dibuktikan oleh beberapa penyelam dari Florida

Keys sampai Caribbean. Selaput lendir atau lendir yang mengelilingi organisme

mengandung banyak nematosit yang siap dilepaskan bila terjadi kontak dengan

kulit, menyebabkan rasa terbakar dan rasa sakit yang menyengat. Dalam satu

sampai beberapa jam timbul erupsi papul eritem pruritik, yang pada kasus berat

dapat menjadi pustular dan pada kasus yang jarang dapat berkembang menjadi

nekrosis dan skar. Lesi sembuh dalam 1 – 2 minggu dan sering disertai

hiperpigmentasi pasca-inflamasi. Dermatitis kontak alergi lambat dan persisten

juga dilaporkan terjadi akibat sengatan karang api di Laut Merah.

Sengatan karang api harus dibilas dengan air laut untuk mengeluarkan

nematosit yang melekat. Area sengatan dikompres dengan asam asetat 5% (cuka)

atau isopropil alkohol 40% - 70% selama 15 – 30 menit atau hingga rasa sakit

berkurang. Kompres air laut, dipanaskan sampai batas toleransi, juga dilaporkan

dapat menonaktifkan racun. Steroid topikal krim atau salep dapat mengurangi

gatal dan mempercepat penyembuhan.

Luka akibat potongan karang dan laserasi disebabkan oleh eksoskeleton

dari karang yang tajam, penyembuhannya lambat dan cenderung terjadi infeksi

sekunder.

Penanganan karena luka akibat potongan karang dimulai dengan

pembersihan luka menggunakan sabun dan air dengan menggunakan sikat lembut

atau handuk kasar, diikuti dengan irigasi menggunakan garam untuk

menghilangkan benda asing. Jika luka sangat luas, anestesi lokal mungkin

diperlukan agar dapat dilakukan pembersihan, eksplorasi, dan debridemen yang

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

197

Page 8: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

adekuat dan untuk mendapatkan hemostasis yang baik. Disarankan mencuci luka

dengan hidrogen peroksida sebelum dibalut.

Keputusan untuk menutup luka atau membiarkannya terbuka tergantung

pada lokasi luka, derajat trauma jaringan pada pinggiran luka, dan infeksi. Perban

lebih baik untuk menutup luka pada kaki, karena luka di kaki yang dijahit

berpotensi tinggi untuk menjadi abses.

B. Molluska (Mollusks)

Kerang Kerucut

Kerang kerucut adalah gastropoda univalvular yang digunakan sebagai

ornamen berbentuk kerucut dan bernilai tinggi bagi kolektor kerang dan

penyelam. Beberapa spesies memiliki bagian yang sangat beracun dengan

sengatan yang mematikan. Spesies kerang kerucut yang paling berbahaya

ditemukan di perairan dangkal Indo-Pasifik. Kerang kerucut bersifat karnivora,

hidup di dasar lautan dan memburu cacing, kerang – kerang lainnya, atau ikan,

tergantung dari spesiesnya. Racun kerang kerucut terdiri dari beberapa macam

neurotoksin yang berbeda dan kematian diakibatkan oleh paralisis sistem

pernapasan. Hingga kini belum ada antiracun untuk toksin kerang kerucut, dan

angka kematian setelah terkena racun spesies yang berbahaya (Conus

geographicus dan C. magus) sebesar 15 – 20 %.

Cedera akibat kerang kerucut memberikan luka tusuk yang bervariasi.

Tingkat nyeri bervariasi, berkisar dari sensasi tersengat yang ringan, yang

menyerupai gigitan serangga, sampai nyeri hebat. Gejala awal berupa edema,

iskemia, mati rasa, dan parestesia di sekitar luka. Parestesia dapat menjalar sampai

ke daerah bibir dan mulut. Paralisis muskular lokalisata dapat berkembang

menjadi kelemahan atau paralisis generalisata dan berakhir dengan gagal napas

dan kardiopulmonar. Gejala neurotoksik mengindikasikan adanya keracunan yang

berat berupa diplopia, pandangan kabur, afonia, disfagia, dan koma. Kasus jarang

berupa koagulasi intravaskular diseminata akibat racun kerang kerucut pernah

dilaporkan.

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

198

Page 9: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

Untuk menangani kerang kerucut harus dengan pelatihan yang baik.

Sarung tangan pelindung yang tebal sebaiknya digunakan, dan menghindari

bagian bawah yg lunak dari kerang kerucut. Kerang kerucut sebaiknya tidak

diletakkan dalam kantong pakaian atau baju renang, karena sengatannya dapat

menembus pakaian.

Penanganan pada racun kerang kerucut bersifat suportif. Korban

sebaiknya beristirahat dan area sengatan disandarkan dan tidak boleh digerakkan.

Kompres luka dapat diaplikasikan untuk mendapatkan efek oklusi pada aliran

vena-limfatik, tapi tidak pada arteri. Hisapan lokal dapat membantu jika hal

tersebut segera dilakukan pada lokasi luka dengan menggunakan alat pengisap,

seperti pompa vakum ekstraktor.

Gigitan Gurita

Gurita adalah kelompok kerang – kerangan yang lebih tinggi, termasuk

dalam kelas Cephalopoda. Kebanyakan gigitan gurita tidak mengancam nyawa

manusia. Area gigitan dapat menjadi nyeri sekali, dan ini ditandai dengan adanya

dua luka tusuk kecil, yang banyak mengeluarkan darah. Gejala dari gigitan gurita

biasanya ringan dan tampak merah, bengkak, dan gatal yang bersifat sementara.

Spesies gurita yang paling berbahaya, Hapalochlaena maculosa, telah

ditemukan di perairan pantai Australia. Angka kematian setelah digigit H.

maculosa sebesar 25%. H. maculosa memproduksi toksin di dalam kelenjar

salivanya yang dimasukkan ke tempat gigitan dan mengandung partikel yang

identik dengan tetrodotoksin; toksin ini memblok aliran saraf perifer dan

menyebabkan paralisis kemudian gagal napas. Gigitan dari gurita ini bisa nyeri

sekali ataupun tidak nyeri, karena itu korbannya tidak menyadari bahwa mereka

telah digigit sampai timbul gejala neurotoksik.

Belum ada antiracun untuk gigitan H. maculosa. Terapinya adalah

suportif dan sama seperti yang dianjurkan pada keracunan berat akibat kerang

kerucut.

C. Artropoda (Arthropod)

Krustasea (lobster, kepiting (crab), udang (shrimp), teritip (barnacles)) termasuk

kelas Arthropoda. Krustasea biasanya tidak memproduksi bisa dan trauma yang

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

199

Page 10: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

ditimbulkan oleh krustasea umumnya traumatik, tidak seperti krustasea di daratan

(kalajengking, laba-laba, & serangga). Gigitan kepiting dan lobster diterapi seperti

luka umumnya. Teritip dapat menyebabkan luka sayatan karena cangkang luarnya

yang keras. Infeksi sekunder merupakan perhatian utama. Pemberian antibiotik

profilaksis tergantung beratnya trauma dan keadaan umum penderita. Dermatitis

kontak juga dapat terjadi setelah kontak dengan krustasea.

D. Cacing Laut (Marine Worm)

Bristleworm

Bristleworm adalah cacing laut multisegmen dari filum Annelida, kelas

Polychaeta (yang berarti “banyak bulu”). Pada setiap segmen cacing terdapat

deretan bulu halus, berongga, setae berisi racun yang dengan mudah dapat

menembus kulit dan patahannya dapat tertinggal pada kulit korban seperti duri

kaktus. Kontak dengan bristleworm mengakibatkan erupsi papul eritema atau

urtikaria, disertai gejala parestesia, gatal hebat, atau rasa terbakar. Pada

kebanyakkan kasus bulu terlalu kecil dan rapuh untuk dapat dlepaskan dengan

penjepit; tetapi plester yang direkatkan dengan selotip dapat efektif. Setelah setae

dikeluarkan, aplikasi kompres amonia atau alkohol atau air dapat memberikan

perbaikan.

Gigitan Lintah

Lintah termasuk kelas dari cacing segmental yang mungkin ditemukan di

air tawar atau air asin maupun di darat. Walaupun gigitan lintah air tawar tidak

menyebabkan rasa sakit pada manusia namun gigitan lintah air asin menghasilkan

nyeri yang mirip dengan sengatan lebah. Lintah mengeluarkan antikoagulan kuat,

hirudin pada luka, serta substansi antigen lainnya yang dapat memicu rekasi alergi

(termasuk reaksi anafilaksis) pada individu yang sensitif. Gejala lokal akibat

gigitan lintah berupa perdarahan dari bekas tusukan, nyeri, bengkak, merah, dan

gatal hebat; reaksi urtikaria, bula, atau nekrotik dapat terjadi pada orang yang

sensitif.

Ulserasi berat dapat terjadi jika lintah dilepaskan secara paksa dan bagian

mulutnya tertinggal pada tempat gigitan. Lintah harus dilepaskan secara perlahan

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

200

Page 11: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

dengan menggunakan bahan (seperti alkohol, cuka, air garam, dan nyala api) pada

tempat lintah melekat agar terjatuh.

Dermatitis Cercarial (Swimmer’s atau Clam Digger’s Itch)

(lihat pada nomor 3)

E. Duri Ikan Beracun

Ichtyoacanthotoxicosis adalah istilah yang digunakan pada luka tusuk

atau laserasi yang diakibatkan oleh duri ikan beracun. Terdapat lebih dari 200

spesies ikan beracun di dunia yang dapat menyebabkan cedera pada manusia.

Paling terkenal dari spesies ini adalah ikan pari, ikan lele, lionfish, scorpionfish,

stonefish, weeverfish, toadfish, dan ikan hiu. Semua ikan ini memiliki aparatus

racun yang sama terdiri dari satu duri atau lebih, di lokasi berbeda, yang

dilindungi oleh pembungkus yang menutupi berbagai bentuk kelenjar racun. Pada

saat duri binatang menembus korbannya pembungkus dilepaskan dan kelenjar

racun mengeluarkan toksin-toksinnya pada luka. Toksin dari ikan – ikan ini dapat

bertahan 24 – 48 jam setelah ikan – ikan ini mati.

Duri Ikan Pari

Ikan pari adalah salah satu ikan beracun yang sering dijumpai sebagai

penyebab sengatan pada manusia, dilaporkan terjadi serangan ikan pari sekitar

1500 – 2000 setiap tahun di Amerika Serikat. Hampir semua cedera karena ikan

pari terjadi saat berenang, menyelam, atau nelayan yang tidak sengaja menginjak

ikan pari yang terbaring ditutupi pasir di air yang dangkal. Laserasi berat dan luka

tusuk sering disebabkan ikan pari yang membela diri dengan mangayunkan ekor

ke muka dan ke belakang pada saat terinjak atau terancam. Sebagian besar luka

terletak di punggung kaki atau tungkai bawah. Luka tembus di lokasi yang lain

biasanya terjadi pada nelayan yang mencoba mengangkat ikan pari dari tali atau

jala.

Duri Ikan Lele

Ikan lele air tawar dan air asin dipersenjatai dengan duri yang tajam

berlokasi tepat di depan pada sirip dorsal dan pektoral. Orang yang sedang

berenang dapat terkena sengatan pada tangan atau kaki jika mereka menginjak

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

201

Page 12: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

ikan lele, tapi hampir semua sengatan ikan lele pada nelayan atau pengolah

makanan laut terjadi pada tangan atau ekstremitas atas. Untuk mencegah cedera

ini, disarankan agar duri dikeluarkan dengan penjepit sebelum mulai

membersihkan ikan.

Perenang dan orang yang mandi di sungai Amazon berisiko untuk

mendapatkan cedera urologik jika bertemu dengan spesies ikan lele yang sangat

kecil yang disebut candiru, yang dapat memasuki uretra manusia. Duri di kepala

ikan menghalangi untuk keluar dari orifisium, dan intervensi pembedahan

diperlukan untuk mengeluarkan ikan tersebut.

Duri Scorpionfish

Scorpionfish, famili Scorpaenidae, dibagi dalam 3 kelompok besar

berdasarkan alat sengatannya.

Scorpionfish, genus Scorpaena, memiliki sengatan yang tingkat

keparahannya intermediat. Hidup di dasar dengan keahlian menyamar menyerupai

sekitarnya. Durinya panjang dan berat dan memiliki kelenjar racun ukuran sedang.

Stonefish, genus Synanceja, adalah golongan yang paling berbahaya dari

famili Scorpionfish. Hidup di perairan dangkal, kadang tertimbun dengan pasir

atau lumpur, atau dalam lubang batu-batuan, daerah karang. Cedera terjadi pada

waktu terinjak duri beracun pada daerah dorsal pada saat stonefish membela diri.

Duri stonefish pendek dan tebal serta sangat besar dengan kelenjar racun yang

terbentuk dengan baik. Luka yang disebabkan stonefish dapat berakibat fatal.

Antiracun stonefish telah tersedia.

Duri Weeverfish

Di perairan pantai Eropa, weeverfish merupakan ikan beracun yang

paling sering menyebabkan cedera yang serius. Ikan ini memiliki 5 – 8 duri dorsal

beracun dan dua duri operkular beracun (satu pada masing – masing sisi kepala

dekat insangnya). Orang yang berenang dan berjalan di pantai berisiko untuk

terinjak pada saat weeverfish yang terbaring tertimbun lumpur dan pasir pada

perairan dangkal.

Gejala Lokal dan Sistemik dari Duri Ikan Beracun

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

202

Page 13: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

Toksisitas akibat sengatan ikan beracun tergantung pada beberapa faktor,

termasuk spesies dari ikan tersebut, lokasi dan beratnya luka, banyaknya racun

yang dilepaskan, dan pertolongan pertolongan pertama serta pertolongan medis

yang diberikan. Pada umumnya, luka – luka ini menyebabkan nyeri tergantung

dari beratnya cedera. Nyerinya langsung dan terus – menerus. Pada kasus

sengatan scorpionfish, nyeri bisa sangat hebat yang mengakibatkan korban

mengamuk dan berteriak dan akhirnya kehilangan kesadaran.

Awalnya tempat sengatan akan tampak pucat dan sianotik. Daerah

sekitar luka dapat menjadi anestetik atau hiperestetik, kemudian terjadi eritema

dan edema, dan memberikan gambaran selulitis. Dapat terbentuk vesikel –

vesikel. Pada sengatan hebat, apalagi yang disebabkan stonefish, daerah yang

cedera dapat menjadi indurasi dan membentuk area nekrosis iskemik kemudian

terjadi pengelupasan dan pembentukan ulkus.

Efek sistemik dari duri ikan beracun bervariasi dari ringan sampai berat,

tergantung pada spesiesnya dan jumlah racun yang masuk pada luka. Berupa sakit

kepala, nausea, muntah, diare, nyeri dan kram perut, demam, limfangitis lokal dan

limfadenitis, nyeri sendi, kelemahan otot, diaforesis, neuropati perifer, paralisis

anggota gerak, kelemahan, delirium, kejang, aritmia jantung, iskemik miokardial,

perikarditis, hipotensi, dan gagal napas, dan dapat berakhir pada kematian.

Pencegahan Duri Ikan

Pencegahan cedera akibat duri ikan beracun dimulai dengan pengetahuan

dan mengetahui spesies beracun yang dapat dijumpai pada daerah-daerah tersebut.

Orang yang mandi dan berjalan di pantai dapat menggoyangkan kakinya untuk

menakuti dan menghindari agar tidak terinjak ikan pari atau scorpionfish. Nelayan

harus memiliki kemampuan untuk mengeluarkan ikan pari atau ikan lele dari jala

ikan atau saat membersihkan duri ikan beracun. Pemancing ikan dan penyelam

harus memakai pakaian pelindung dan menghindari spesies yang beracun.

Penanganan Duri Ikan

Luka tusuk dan laserasi akibat duri ikan beracun sebaiknya segera

diirigasi dengan NaCl atau air, jika tersedia, atau dengan air laut sebagai upaya

terakhir. Daerah luka harus segera direndam di air yang panas (tidak mendidih)

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

203

Page 14: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

sekitar 43°C – 46°C selama 30 – 90 menit sampai didapatkan perbaikan rasa nyeri

yang maksimal. Membasahi dengan air panas dapat diulangi jika nyeri kembali

terasa. Karena luka atau ekstremitas sebagian teranestesi maka orang yang

melakukan pertolongan pertama pada korban harus menguji suhu air.

Infiltrasi lokal pada luka dengan lidokain 1 – 2% tanpa epinefrin dapat

mengurangi nyeri yang signifikan dan memungkinkan untuk eksplorasi luka

setelah radiografi dilakukan untuk menemukan bagian duri yang tertinggal.

Anestesi yang masa kerjanya lebih lama seperti prokain dan bupivakain dapat

dipilih untuk mengurangi nyeri dalam waktu yang lama. Luka sebaiknya

dibersihkan secara keseluruhan untuk menghilangkan sisa pembungkus.

Direkomendasikan untuk membersihkan dengan menggunakan sikat gigi dan

heksaklorofen dalam alkohol 70%. Luka pada abdominal dan toraks dan luka

yang dalam pada tangan dan kaki, atau permukaan tungkai bawah harus

dieksplorasi di ruangan operasi. Debridemen jaringan nekrotik diperlukan saat

eksplorasi dan dilakukan secara bertahap. Pada umumnya luka sebaiknya

dibiarkan terbuka atau ditutup dengan plester atau jahitan untuk mendapatkan

drainase yang adekuat dan mencegah pembentukan abses.

Profilaksis tetanus sebaiknya diberikan jika ada indikasi, dan antibiotik

direkomendasikan jika luka sudah lebih dari 6 jam, jika luka lebar, atau luka

dalam pada tangan atau kaki. Pilihan antibiotik harus berdasarkan bakteriologi

dari lingkungan laut di mana luka terjadi dan kemudian berdasarkan hasil kultur

luka atau jaringan. Terapi antibiotika empirik untuk infeksi pada luka yang terjadi

di air laut harus termasuk antibiotik yang memiliki efek terhadap spesies Vibrio.

Sebelum hasil kultur luka diketahui, pilihan pertama adalah antibiotika parenteral

termasuk siprofloksasin intravena, imipenem-cilastatin, sefotaksim, seftazidim,

gentamisin, tobramisin, atau trimetoprim-sulfametoksazol.

Komplikasi sengatan stonefish dengan reaksi berat dapat diobati dengan

antiracun secara intravena yang dimasukkan secara perlahan. Antiracun tidak

selalu dibutuhkan untuk sengatan dari lionfish dan spesies lain dari scorpionfish,

hanya pada stonefish.

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

204

Page 15: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

3. ERUPSI SEA BATHER’S & SWIMMER ITCH

Erupsi Sea Bather’s

Sea Bather’s, dikenal juga sebagai marine dermatitis dan sering

disalahartikan sebagai sea lice infestation, adalah dermatitis akut yang terjadi

sesaat setelah mandi di laut. Sea Bather’s sering salah didiagnosis dengan

swimmer’s itch (dermatitis cercarial). Linuche unguiculata tampaknya merupakan

ubur – ubur yang bertanggung jawab menyebabkan terjadinya erupsi sea Bather’s

di Florida, Teluk Meksiko, dan Karibia. Antibodi IgG spesifik terhadap antigen

L.unguiculata telah didapatkan pada pasien dengan erupsi sea Bather’s dengan

menggunakan pemeriksaan ELISA, selain itu juga ditemukan bentuk larva

anemon laut Edwarsiella lineata yang menyebabkan erupsi di pantai Long Island,

New York.

Sea Bather’s dapat dibedakan dengan dermatitis cercarial oleh beberapa

karakteristik: SE primer melibatkan daerah tubuh yang ditutupi oleh baju renang

dengan evaporasi air yang lambat, sebaliknya tanda khas dari swimmer’s itch

melibatkan area yang tidak tertutup. Sebagian besar gejala tdk disadari sampai

perenang meninggalkan air (walaupun beberapa pengaruh telah dikeluhkan berupa

rasa tertusuk ketika masih di dalam air).

Erupsi disebabkan oleh sengatan nematosit larva coelenterate, yang

terjebak di bawah pakaian renang atau dapat melekat pada daerah yang berambut.

Lesi mulai muncul dalam 4 – 24 jam setelah kontak berupa makula eritematosa,

papul, atau urtika yang terasa gatal atau terbakar. Lesi dapat berkembang menjadi

vesikulopapul, kemudian krusta dan sembuh dalam 7 – 10 hari. Gejala sistemik

yang memiliki asosiasi berupa menggigil, nausea, vomitus, diare, sakit kepala,

lemas, spasme otot, dan malaise. Febris dan gejala sistemik lebih sering terjadi

pada anak-anak dan remaja. Timbulnya gejala konstitusi seperti itu menyebabkan

pemeriksa tidak mengenali pola erupsi atau tidak menanyakan mengenai riwayat

kontak dengan air laut sehingga keliru membuat diagnosis dengan sindrom virus.

Musim SE terjadi antara bulan Maret sampai Agustus dengan puncak

pada bulan Mei di perairan sepanjang pantai Selatan Florida. Insidensi pada

perenang selama bulan Mei dan Juni 1993 di daerah Palm Beach dilaporkan

menjadi 16%. Faktor risiko terbesar untuk timbulnya SE adalah riwayat keadaan

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

205

Page 16: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

pasien sebelumnya, yang sesuai dengan teori bahwa SE disebabkan karena

respons hipersensitivitas terhadap sengatan nematosit. Faktor risiko lain adalah

umur kurang dari 16 tahun dan peselancar. Mandi dengan melepas pakaian renang

ternyata mencegah terjadinya SE.

Penanganan SE bersifat simptomatik yaitu penggunaan losion

antipruritus, mandi koloidal dengan tepung atau gandum, antihistamin, dan

glukokortikoid topikal. Kasus berat dan berulang dapat diterapi dengan

glukokortikoid sistemik. Infeksi bakteri sekunder dapat menjadi penyulit dan

harus didiagnosis dan diterapi secepatnya.

Dermatitis Cercarial (Swimmer’s atau Clam Digger’s Itch)

Dermatitis cercarial disebabkan oleh cercarial cacing pipih yang lebih

sering dijumpai pada air tawar atau air payau dalam jumlah banyak dan dapat

penetrasi ke kulit manusia. Larva ini sulit untuk menembus pakaian, oleh karena

itu bercak yang dihasilkan umumnya dijumpai pada area kulit yang tidak tertutup

pakaian.

Cacing pipih melekat ke kulit manusia melalui hisapan dan umumnya

mulai melakukan penetrasi ke kulit begitu kulit mengering setelah keluar dari air.

Gejala dermatitis cercarial diawali dengan lesi mirip urtikaria dan rasa

tertusuk pada kulit, yang berlangsung sekitar setengah jam setelah terpapar

cercaria. Gatal hebat pada area yang terkena terjadi 10 – 12 jam kemudian. Dalam

waktu 24 jam, timbul papula eritematosa dan progresi menjadi vesikel kemudian

pustul. Nyeri dan bengkak disertai rasa gatal, umumnya terjadi dalam 48 – 72 jam.

Sakit kepala, demam, dan superinfeksi dengan limfangitis kadang-kadang dapat

timbul.

Diagnosis banding dermatitis cercarial termasuk gigitan serangga dari

kutu, nyamuk, dan kutu loncat; dermatitis kontak karena poison ivy; dan sengatan

coelenterate laut lainnya. Di Afrika, Asia, Amerika Selatan, dan Puerto Rico,

swimmer’s itch harus dibedakan dari dermatitis yang berhubungan dengan

schistosomiasis pada manusia, yang menyebabkan erupsi yang hampir sama tetapi

gejalanya lebih ringan dan bersifat sementara. Swimmer’s itch harus dibedakan

juga dari erupsi sea bather’s (SE).

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

206

Page 17: 08_MAKALAH_Prof Dr Pieter Suling SpKK(K)

Pencegahan dermatitis cercarial merupakan masalah yang sulit. Aplikasi

petrolatum dan bermacam-macam bahan kimia pada kulit telah dicoba, tetapi cara

ini tidak efektif. Pakaian pelindung mungkin lebih membantu.

Penanganan dermatitis cercarial sebagian besar bersifat simptomatik. Pada

kasus ringan, antipruritus atau losion, mandi air tajin atau bubur gandum, dan

antihistamin dapat meringankan gatal. Aspirin dapat membantu untuk mengurangi

nyeri dan bengkak, dan sedatif mungkin diperlukan agar pasien dapat istirahat.

Mandi dan menjaga higiene dapat mencegah superinfeksi bakteri. Pada kasus

berat, diperlukan glukokortikoid topikal poten dan kadang glukokortikoid

sistemik.

P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011 

207