15_makalah_prof dr made swasrika spkk(k)

Upload: filberta

Post on 05-Apr-2018

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    1/25

    UPD ATE TREATMENT IN INGUIN AL INTERTRIGO

    AND ITS DEFFER ENTIAL DIAGNOSIS

    Made Swastika Adiguna

    Bagian/SMF Imu Kesehatan Kulit dan Kelamin

    FK UNUD/RSUP Sanglah

    Denpasar

    ABSTRAK

    Intertrigo adalah penyakit kulit yang timbul pada daerah lipatan , apabila terjadi

    didaerah inguinal : yaitu daerah dibagian perut bawah sekitar kanalis inguinalis

    hingga daerah lipatan paha atas maka disebut golongan penyakit inguinal

    intertrigo. Ada beberapa penyakit yang tergolong kedalamnya, antara lain yang

    paling sering adalah tinea kruris, kandidosis intertriginosa, eritrasma, dermatitis

    seboroik, scabies, psoriasis inversa serta folikulitis. Beberapa penyakit tersebut

    mempunyai tampilan klinis yang mirip sehingga diperlukan pemahaman yang

    baik mengenai diagnosis dan diagnosis banding, sehingga dapat melakukan

    penanganan yang tepat terhadap penyakit-penyakit tersebut.

    ABSTRACT

    Intertrigo is skin desease that arises in the crease area. The terms Inguinal

    intertrigo desease are used if the lesion spread from lower abdominal around the

    canalis ingunalis to the groin area. There are several diseases that belong to them,

    among others, which much often are tinea cruris, intertriginous candidiasis,erythrasma, seborrheic dermatitis, scabies, inverse psoriatic and foliculitis. Some

    of this diseases have similar clinical manifestation, that required a good

    understanding about the diagnosis and differential diagnosis, so it can perform the

    proper handling of such diseases.

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    30 9

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    2/25

    PENDAHULUAN

    Penyakit kulit dapat mengenai berbagai regio pada tubuh manusia, mulai dari

    ujung kepala hingga ujung kaki, termasuk juga pada daerah lipatan. Penyakit-

    penyakit ini dapat menimbulkan inflamasi, dapat juga tidak. Penyakit kulit

    inflamasi yang timbul pada daerah lipatan disebut juga sebagai intertrigo. Apabila

    terjadi di daerah inguinal, yaitu di bagian perut bawah sekitar kanalis inguinalis

    hingga daerah lipatan paha atas, maka penyakit tersebut sering dimasukkan ke

    dalam golongan penyakit yang disebut inguinal intertrigo.

    Terdapat banyak penyakit yang tergolong ke dalam inguinal intertrigo, beberapa

    yang paling sering diantaranya adalah tinea kruris, kandidiasis intertriginosa,

    eritrasma, dermatitis seboroik, skabies, psoriasis inversa serta folikulitis. Beberapa

    penyakit ini mempunyai tampilan klinis yang mirip sehingga diperlukan

    pemahaman yang baik mengenai diagnosis dan diagnosis banding sehingga bisa

    melakukan penanganan yang tepat terhadap penyakit-penyakit ini.

    TINEA KRURIS

    Dermatofita adalah suatu kelompok taksonomi jamur yang menyerang kulit

    superfisial. Kemampuannya untuk membentuk ikatan molekuler terhadap keratin

    dan menggunakannya sebagai sumber makanan menyebabkan mereka mampu

    berkolonisasi pada jaringan keratin, termasuk juga pada stratum korneum

    epidermis di inguinal dan rambut pubis. Tinea kruris merupakan dermatofitosis

    yang sering ditemukan pada kulit lipat paha, genitalia, daerah pubis, perineum dan

    perianal. Penamaan penyakit ini merupakan istilah yang tidak cocok, karena

    dalam bahasa Latin kruris berarti kaki. Penyakit ini merupakan penyakitterbanyak yang ditemukan di daerah inguinal, yaitu sekitar 65-80% dari semua

    penyakit kulit di inguinal, sehingga beberapa kepustakaan menyatakan inguinal

    intertrigo sebagai sinonim dari tinea kruris.2,3

    Kebanyakan tinea kruris disebabkan oleh Tricophyton rubrum dan

    Epidermophyton floccosum, dimanaE. floccosum merupakan spesies yang paling

    sering menyebabkan terjadinya epidemi. T. mentagrophytes dan T. verrucosum

    jarang menyebabkan tinea kruris.2 Seperti halnya tinea korporis, tinea kruris

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    310

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    3/25

    menyebar melalui kontak langsung ataupun kontak dengan peralatan yang

    terkontaminasi, dan dapat mengalami eksaserbasi karena adanya oklusi dan

    lingkungan yang hangat, serta iklim yang lembab. Kelainan ini terjadi tiga kali

    lebih sering pada pria bila dibandingkan dengan wanita, dan orang dewasa lebih

    sering menderita penyakit ini bila dibandingkan dengan anak-anak. Autoinfeksi

    dari sumber penularan yang jauh letaknya seperti halnya tinea pedis yang

    disebabkan oleh T. rubrum atau T. mentagrophytes sering kali terjadi.2

    Tinea kruris biasanya tampak sebagai papulovesikel eritematosa yang multipel

    dengan batas tegas dan tepi meninggi. Pruritus sering ditemukan, seperti halnya

    nyeri yang disebabkan oleh maserasi ataupun infeksi sekunder. Tinea kruris yang

    disebabkan oleh E. floccosum paling sering menunjukkan gambaran central

    clearing, dan paling sering terbatas pada lipatan genitokrural dan bagian

    pertengahan paha atas. Sebaliknya, infeksi oleh T. rubrum sering memberikan

    gambaran lesi yang bergabung dan meluas sampai ke pubis, perianal, pantat, dan

    bagian abdomen bawah. Tidak terdapat keterlibatan pada daerah genitalia.2,4

    Pada sediaan KOH 10 sampai 20 persen, tampak hifa bersepta dan bercabang

    tanpa penyempitan; akan tetapi kultur perlu dilakukan untuk menentukan

    spesiesnya karena semua spesies dermatofita tampak identik pada sediaan

    langsung.5

    Sangat penting bagi masing-masing laboratorium untuk menggunakan media

    standar yakni tersedia beberapa varian untuk kultur. Media kultur diinkubasi pada

    suhu kamar (260C (78,8

    0F)) maksimal selama 4 minggu, dan dibuang oleh bila

    tidak ada pertumbuhan.2,6

    Diagnosis banding

    Kandidiasis intertriginosa

    Gambaran klinis kandidiasis berupa pruritus, eritema, maserasi pada daerah

    intertriginosa dengan lesi satelit berupa vesikopustula. Pustul ini pecah

    meninggalkan dasar eritema dengan koloret dari epidermis yang mengalami

    nekrosis yang mudah dilepaskan. Diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan

    pemeriksaan KOH dari kerokan kulit. Pemeriksaan mikroskop langsung untuk

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    311

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    4/25

    menemukan jamur merupakan cara cepat untuk menegakkan diagnosis klinis.

    Bahan kerokan jaringan harus diberi zat pembersih seperti KOH 10% atau tinta

    sebelum bahan-bahan tersebut diperiksa. Jamur kandida akan menunjukkan

    penampakan sel bertunas berbentuk oval, sel-sel dengan filamen yang memanjang

    berhubungan seperti bentuk sosis atau seperti hifa bersepta (pseudohifa).2,6

    Eritrasma

    Eritrasma tidak menimbulkan keluhan subyektif, kecuali bila terjadi ekzematisasi

    oleh karena penderita berkeringat banyak atau terjadi maserasi pada kulit.

    Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginosa.1Pada

    pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi merah membara

    (coral-red). Fluoresensi ini terlihat karena adanya porfirin. Pencucian atau

    pembersihan daerah lesi sebelum diperiksa akan mengakibatkan hilangnya

    fluoresensi. Pada pemeriksaan sediaan langsung didapatkan mikroorganisme yang

    terlihat sebagai batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1u atau kurang, yang

    mudah putus sebagai bentuk basil kecil atau difteroid. Kultur biasanya tidak

    diperlukan.6

    Dermatitis kontak

    Tanda dan gejala dermatitis kontak sangat tergantung dari bahan kontaktan.

    Dermatitis kontak alergi biasanya terbatas pada daerah kontak yang memicu

    keradangan kulit, sedangkan dermatitis kontak iritan mungkin melibatkan area

    yang lebih luas. Secara subjektif dermatitis kontak iritan cenderung lebih

    menyebabkan perih daripada gatal, sementara dermatitis kontak alergi lebih sering

    gatal. Keduanya memberikan tampilan efloresensi yang polimorfik. Kedua bentuk

    dermatitis kontak dapat mempengaruhi setiap bagian tubuh, tidak ada predileksi

    yang khas untuk penyakit ini. Pemeriksaan mikologis memberikan hasil yang

    negatif.2,6

    Akantosis nigrikan

    Secara subjektif biasanya asimtomatik dengan hiperpigmentasi dan penebalan

    kulit. Pruritus sesekali mungkin muncul. Lesi makula hiperpigmentasi dapat

    membentuk palpable patch atau plak yang tersusun simetris. Onset penyakit ini

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    312

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    5/25

    mungkin berhubungan dengan penggunaan obat atau suplemen tertentu. Paling

    sering muncul pada daerah intertriginosa dari ketiak, pangkal paha, dan leher

    posterior. Leher posterior adalah tempat yang paling sering terkena pada anak-

    anak. Acrochordons (skin tag) sering ditemukan disekitar daerah yang terkena.

    Kadang-kadang, lesi akantosis nigrikan dapat muncul pada selaput lendir rongga

    mulut, hidung, mukosa laring dan kerongkongan. Areola mamae juga dapat

    terkena. Keterlibatan mata, termasuk lesi papillomatous pada kelopak mata dan

    konjungtiva, mungkin terjadi. Perubahan kuku, seperti leukonikia dan

    hiperkeratosis, telah dilaporkan. Pada penyakit ini, semua pemeriksaan mikologis

    memberikan hasil yang negatif, kecuali terjadi koinfeksi.2,5,6

    Penatalaksanaan

    Untuk lesi yang kecil, obat topikal seperti derivat alilamin (naftifin,terbinafin),

    derivat imidazol(mikonazol, klotrimazol, ketekonazol, ekonazol, sulkonazol,

    bifonazol dan oksikonazol), tolnaftat, hidroksipiridon (siklopirosolamin) ataupun

    butenafin merupakan obat yang efektif. Kebanyakan obat tersebut diberikan dua

    kali sehari selama 2 sampai 4 minggu. Beberapa penelitian telah membuktikan

    terbinafin efektif dan ditoleransi dengan baik pada anak-anak, dan terbinafin gel

    emulsi 1% ditemukan lebih efektif daripada krim ketokonazol 2% pada

    pengobatan tinea kruris.2,7

    Antijamur oral diberikan pada infeksi yang luas ataupun lesi yang tidak membaik

    dengan pengobatan topikal. Penelitian perbandingan pada orang dewasa

    menunjukkan bahwa pemberian flukonazol dengan dosis 150 mg setiap minggu

    selama 4 sampai 6 minggu, itrakonazol dengan dosis 100 mg setiap hari selama 15

    hari, dan terbinafin dengan dosis 250 mg setiap hari selama 2 minggu, merupakan

    pengobatan yang memiliki keefektifan serupa dengan griseofulvin dosis 500 mg

    setiap hari selama 2 sampai 6 minggu, dengan efek samping yang tidak berbeda

    secara signifikan. Regimen pengobatan yang aman dan efektif pada anak-anak

    adalah griseofulvin dengan dosis 10 sampai 20 mg/kg/hari selama 6 minggu,

    itrakonazol dengan dosis 5mg/kg/hari selama 1 minggu, dan terbinafin dengan

    dosis 3 sampai 6 mg/kg/hari selama 2 minggu. Griseofulvin, yang mempunyai

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    313

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    6/25

    aktivitas fungistatik dengan menghambat pembelahan sel jamur melalui hambatan

    pada mikrotubulus, saat ini dihubungkan dengan resistensi jamur yang makin

    lama makin tinggi. Beberapa penelitian jangka panjang menemukan griseofulvin

    kurang efektif dibandingkan itrakonazol dalam pengobatan tinea kruris.2,8

    Pencegahan reinfeksi tinea kruris merupakan komponen yang sangat penting dari

    manajemen penyakit. Pasien dengan tinea kruris sering mengalami infeksi

    dermatofita lain pada kaki dan tangan secara bersamaan.9

    Mengobati semua daerah infeksi aktif secara bersamaan untuk mencegah infeksi

    ulang pada inguinal yang berasal dari daerah tubuh lainnya. Menyarankan pasien

    dengan tinea pedis untuk mengenakan kaus kaki mereka sebelum mengenakan

    celana dapat mengurangi kemungkinan kontaminasi langsung. Sarankan pasien

    untuk mengeringkan daerah inguinal sepenuhnya setelah mandi dan menggunakan

    handuk terpisah untuk pengeringan pangkal paha dan bagian tubuh lainnya, serta

    menggunakan celana yang longgar dan mudah menyerap keringat. Disarankan

    untuk menurunkan berat badan pada pasien tinea kruris yang mengalami

    obesitas.8,9

    KANDIDIASIS INTERTRIGINOSA

    Kandidiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur kandida. Jamur

    ini biasanya menginfeksi kulit, kuku, membran mukosa, dan traktus

    gastrointestinal, bahkan juga dapat menyebabkan infeksi sistemik. Penyebab

    kandidiasis adalah dari jenis spesies C. albicans, C. tropicalis, C. parapsilosis

    ataupun C. glabrata. Candida albicans merupakan spesies yang tersering

    menyebabkan penyakit ini, yaitu sebesar 80-85%.5,10

    Jamur kandida dapat ditemukan di mana-mana sebagai mikroorganisme yang

    menetap di dalam rongga tubuh yang berhubungan langsung dengan lingkungan

    luar (rektum, rongga mulut dan vagina). Prevalensi kandidiasis pada manusia

    dihubungkan dengan kekebalan tubuh yang menurun, sehingga invasi dapat

    terjadi. Meningkatnya prevalensi infeksi kandida dihubungkan dengan kelompok

    penderita dengan gangguan sistem imunitas seperti pada penderita AIDS,

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    314

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    7/25

    penderita yang menjalani transplantasi organ, penderita penyakit kronis,

    penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan kemoterapi. Selain itu makin

    meningkatnya tindakan invasif, seperti penggunaan kateter dan jarum infus sering

    dihubungkan dengan terjadinya invasi Candida albicans ke dalam jaringan.

    Edward (1990) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dari 344.610 kasus

    infeksi nosokomial yang ditemukan, 27.200 kasus (7,9 %) disebabkan oleh jamur

    dan 21.488 kasus (79%) diantaranya disebabkan oleh kandida. Penelitian lain oleh

    Odds dkk. (1990) mengemukakan bahwa diantara 6.545 penderita AIDS, sekitar

    44,8 % nya adalah penderita kandidiasis. Banyak studi epidemiologi melaporkan

    bahwa terjadinya kasus-kasus kandidiasis tidak dipengaruhi oleh iklim dan

    geografis. Hal itu menunjukkan bahwa Candida albicans sebagai penyebab

    kandidiasis dapat ditemukan di berbagai negara. Penyakit ini dapat mengenai laki-

    laki dan perempuan dengan rasio yang sama.10,11

    Candida albicans sering ditemukan sebagai saprofit dan membentuk koloni pada

    permukaan membran mukosa pada binatang berdarah hangat. Hingga 50%

    individu normal, terjadi kolonisasi di orofaring. Perlu diketahui juga, C.albicans

    dapat sebagai organisme komensal pada mukosa vagina sekitar 20-25% bersifat

    asimtomatis pada wanita sehat dan mencapai 30% pada wanita hamil. Jamur ini

    jarang dapat diisolasi dari kulit manusia yang normal kecuali pada daerah lipatan.

    Organisme ini jarang dapat diisolasi dari tanah, tumbuhan, atau dari sampel

    udara.10,11

    Jamur kandida mempunyai predileksi pada tempat-tempat yang lembab serta

    lipatan kulit yang mengalami maserasi. Lipatan kulit merupakan tempat yang

    paling sering mengalami kandidiasis terutama kulit yang tidak berambut. Lokasi

    intertrigo pada daerah genitokruris, aksila, gluteal, interdigital, dan daerahdibawah mamae dan diantara lipatan kulit dari dinding abdomen adalah predileksi

    yang paling sering. Keadaan predisposisi lain termasuk obesitas dan pakaian yang

    bersifat oklusif. Gambaran klinis kandidiasis intertriginosa menunjukan adanya

    pruritus, eritema, maserasi pada daerah intertriginosa dengan lesi satelit

    vesikopustula. Pustul ini pecah meninggalkan dasar eritema dengan koloret dari

    epidermis yang mengalami nekrosis yang mudah dilepaskan. Pemeriksaan

    penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis suatu kandidiasis

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    315

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    8/25

    adalah dengan melakukan pemeriksaan sediaan langsung yang ditetesi KOH untuk

    menemukan adanya pseudohifa dan blastospora. Suatu pemeriksaan kultur tidak

    banyak membantu oleh karena C. albicans dapat ditemukan sebagai flora normal

    pada kulit.5,10,11

    Diagnosis banding

    Tinea kruris

    Pada tinea kruris akut, lesi dimulai dengan suatu makula dan papul eritema di

    lipatan pangkal paha, biasanya pada kedua sisi. Lesi kemudian lama kelamaan

    membesar dan dapat berkembang dalam pola yang tidak tertentu. Ruam kemudian

    menjadi makula eritema bentuknya semilunar dan berskuama dengan batas tegas,

    tepi lesi tampak lebih eritema. Tidak ditemukan adanya maserasi dan lesi satelit.

    Jika terdapat koinfeksi dengan organisme kandida, ruam cenderung lebih merah

    dan basah. Kulit penis mungkin terlibat. Pemeriksaan laboratorium, baik sediaan

    langsung dengan KOH 10-20% maupun histopatologi dengan pengecatan PAS

    akan ditemukan adanya elemen-elemen dermatofita seperti hifa dan spora, sedangpemeriksaan kultur dengan SDA dapat dibiakkan spesies dermatofita.

    2,5

    Folikulitis

    Pada folikulitis, keradangan terjadi pada folikel rambut, berisi cairan yang dengan

    cepat berubah menjadi pustul. Pada daerah inguinal, pustul ini sering pecah dan

    mengering membentuk krusta. Pada pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH

    tidak ditemukan elemen jamur. Untuk memastikan agen penyebab, bisa dilakukan

    pengambilan sediaan langsung dan dilakukan pengecatan gram serta pembiakan

    contoh jaringan yang terinfeksi di laboratorium.12

    Dermatitis seboroik

    Dermatitis seboroik secara klinis, ditandai dengan dengan adanya rasa perih atau

    gatal, kadang disertai maserasi. Berbeda dengan kandidiasis intertriginosa, disini

    biasanya dijumpai adanya eritema yang ditutupi skuama berminyak berwarna

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    316

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    9/25

    putih kekuningan. Keparahan bervariasi dari skuama ringan sampai eritroderma

    eksfoliatif. Selain di inguinal, biasanya lesi juga dijumpai di area seboroik lain.

    Pemeriksaan KOH tidak dijumpai pseudohifa ataupun blastospora.5

    Eritrasma

    Pada eritrasma akan sama-sama terdapat peradangan dengan klinis yang dominan

    adalah eritema. Tempat predileksi yang paling sering adalah pada toe webspaces

    (di antara jari kaki), lipat paha, aksila. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang

    eritematosa dan serpiginosa, tidak terlihat vesikulasi. Eritrasma tidak

    menimbulkan keluhan subyektif, kecuali bila terjadi terjadi maserasi pada kulit.

    Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi merah

    membara (coral-red).Pada sediaan langsung dari hasil kerokan lsi tampak

    organisme berupa batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1m atau kurang

    dengan bentuk basil kecil atau difteroid.13

    Psoriasis inversa

    Gejala subjektif seperti gatal dan nyeri pada psoriasis inversa dapat sangat

    mengganggu. Secara klinis, penyakit ini pertama muncul sebagai lesi yang sangat

    merah pada lipatan tubuh, dapat tampak halus dan mengkilat. Biasanya juga

    dijumpai lesi psoriasis di bagian tubuh yang lain selain inguinal. Pemeriksaan

    KOH tidak menunjukkan adanya pseudohifa dan blastospora.14

    Penatalaksanaan

    Pengobatan ditujukan untuk menjaga kulit kering, dengan penambahan bedak atau

    krim nistatin, klotrimazol, mikonazol atau ketokonazol dua kali sehari, pada

    keadaan yang sangat inflamasi dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid

    potensi rendah atau sedang dalam waktu singkat 5-10 hari. Pasien dengan infeksi

    yang luas mungkin memerlukan penambahan flukonazol (100 mg oral selama 1-2

    minggu) atau itrakonazol (100 mg oral selama 1-2 minggu).2

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    317

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    10/25

    Perkembangan terbaru pada perawatan kasus-kasus kandidiasis intertriginosa

    disesuaikan berdasarkan apakah terdapat peradangan akut (basah dan eritema),

    subakut (eritema dan maserasi), atau kronis (eritema yang kering). Untuk kasus

    akut, larutan Domeboro, cat Castellani, atau larutan cuka dan air dengan

    perbandingan 4:1 dapat diterapkan dua kali per hari selama 5-10 menit selama 3-5

    hari sesuai kebutuhan. Daerah lesi dapat dikeringkan dengan pengering rambut.

    Dapat dioleskan lotion kocok dua kali per hari dengan campuran sederhana 40 g

    bedak, 40 g seng oksida, 10 g gliserin; tambahkan air suling sebanyak 100-120

    mL. Beberapa pasien menunjukkan respon yang baik untuk pemberian krim

    triamsinolon-nistatin selama 7 hari.15,16

    Untuk kasus subakut, benzoil peroksida dapat digunakan untuk membersihkan

    daerah lesi. Obat topikal golongan azol mempunyai efektifitas yang tinggi, dengan

    kesembuhan mikologis dicapai dalam 10-21 hari. Penambahan steroid hanya

    disarankan dalam potensi yang rendah.17

    Untuk kasus kronis, bedak kocok yang mengandung seng dapat digunakan satu

    atau dua kali sehari, dan krim antijamur dapat dipakai pada malam hari.

    Hiperhidrosis lokal dapat diatasi dengan antiperspirant. Nistatin dalam bedak

    (100.000 U / g) dapat diterapkan dua kali per hari selama beberapa hari, kemudian

    diganti dengan bedak bayi.17

    Pengobatan untuk dermatitis popok akibat kandida juga mencakup langkah-

    langkah untuk mengurangi kondisi panas dan lembab di area popok. Jaga popok

    tetap kering, sering mengganti popok, dan penggunaan bedak bayi adalah

    tindakan pencegahan yang biasa dilakukan. Untuk terapi topikal dapat digunakan

    nistatin, amfoterisin B, mikonazol, klotrimazol dan ketokonazol. Obat-obat

    topikal ini mempunyai efektifitas yang hampir setara.2,17

    ERITRASMA

    Eritrasma merupakan infeksi pada lapisan kulit superfisial yang disebabkan oleh

    Corynebacterium minutissimum. Bakteri ini adalah bakteri gram positif

    (difteroid), tidak membentuk spora dan merupakan basil yang bersifat aerob atau

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    318

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    11/25

    anaerob yang fakultatif. Corynebacterium minitussismum merupakan flora normal

    di kulit yang dapat menyebabkan infeksi epidermal superfisial pada keadaan-

    keadaan tertentu.13

    Eritrasma banyak menyerang orang dewasa, penderita diabetes, dan banyak

    ditemukan di daerah tropik. Penyakit ini sering ditemukan pada regio tubuh

    dimana kulit bersentuhan dengan kulit, misalnya di bawah payudara dan ketiak,

    sela-sela jari kaki dan daerah inguinal. Gambaran klinis yang dominan dari

    penyakit ini adalah adanya lesi berupa eritema dan skuama halus di tempat

    predileksi.

    Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat. Lesi

    eritoskuamosa, berskuama halus kadang-kadang dapat terlihat merah kecoklat-

    coklatan. Variasi ini tergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. Tempat

    predileksi dimulai dari tempat yang paling sering, yakni toe webspaces (di antara

    jari kaki), lipat paha, aksila. Selain itu, juga bisa ditemukan di daerah

    intertriginosa lain (terutama pada penderita gemuk), intergluteal, inframamary

    (submammary). Lesi di daerah lipat paha dapat menunjukkan gejala berupa gatal

    dan terasa terbakar. Sedangkan lesi pada tempat lain asimtomatik.Perluasan lesi

    terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginosa. Lesi tidak menimbul dan

    tidak terlihat vesikulasi. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada

    perabaan terasa berlemak. Eritrasma di tempat selain inguinal biasanya tidak

    menimbulkan keluhan subyektif, kecuali bila terjadi terjadi maserasi pada

    kulit.13,18,19

    Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi merah

    membara (coral-red). Fluoresensi ini terlihat karena adanya porfirin. Pencucian

    atau pembersihan daerah lesi sebelum diperiksa akan mengakibatkan hilangnya

    fluoresensi.

    Bahan untuk sediaan langsung didapat dengan cara mengerok lesi danbahan kerokan ditambahkan dengan metilen biru atau laktofenol biru. Organisme

    terlihat sebagai batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1u atau kurang

    dengan bentuk basil kecil atau difteroid. Kultur bukanlah baku emas untuk

    menunjang diagnosis.13,20

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    319

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    12/25

    Diagnosis Banding

    Tinea kruris

    Pada tinea kruris, awalnya dijumpai ruam berupa eritema yang kemudian dapat

    berubah menjadi plak dan berskuama dengan batas tegas, tepi lesi tampak lebih

    eritama dan terdapat central clearing. Lesi anular dan sirsinar dapat bersatu

    membentuk pola geografika. Kulit penis mungkin terlibat. Pemeriksaan

    laboratorium, baik sediaan langsung dengan KOH 10-20% maupun histopatologi

    dengan pengecatan PAS akan ditemukan adanya elemen-elemen dermatofita

    seperti hifa dan spora, sedang pemeriksaan kultur dengan SDA dapat dibiakkan

    spesies dermatofita.2

    Dermatitis seboroik

    Dermatitis seboroik biasanya dijumpai adanya eritema yang ditutupi skuama

    berminyak berwarna putih kekuningan. Keparahan bervariasi dari skuama ringan

    sampai eritroderma eksfoliatif. Selain di inguinal, biasanya lesi juga dijumpai di

    area seboroik lain. Pemeriksaan sediaan langsung tidak dijumpai

    Corynebacterium minutissimum.20,21

    Penatalaksanaan

    Tujuan dari pengobatan eritrasma adalah untuk mengurangi morbiditas,

    memberantas infeksi, dan mencegah komplikasi. Sediaan antibiotika dan / atau

    antijamur yang digunakan untuk memberantas infeksi C. minutissimum dapat

    digunakan secara tunggal atau bersamaan sebagai kombinasi. Eritromisin masih

    merupakan obat pilihan, yang digunakan secara topikal dan / atau oral, yang

    bekerja dengan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghalangi disosiasi

    peptidil t-RNA dari ribosom sehingga menghambat sintesis protein bakteri. C.

    minutissimum umumnya juga rentan terhadap penisilin, sefalosporin generasi

    pertama, klindamisin, siprofloksasin, tetrasiklin, dan vankomisin. Namun, saat ini

    strain multiresistant ternyata telah diisolasi dari beberapa lesi eritrasma.22

    Untuk eritrasma lokal, gel benzoil peroksida 5% efektif dalam kebanyakan

    kasus. Klindamisin (larutan 2%) atau krim azol adalah beberapa dari banyak agen

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    320

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    13/25

    topikal yang efektif. Pada lesi dengan keterlibatan kulit yang luas, klaritromisin 1

    g dosis tunggal mempunyai efektivitas yang hampir setara dengan eritromisin.

    Untuk mencegah kekambuhan, penggunaan benzoil peroksida saat mandi adalah

    cara yang efektif dan murah.20,23

    DERMATITIS SEBOROIK

    Dermatitis seboroik adalah lesi papulosquamous pada daerah yang kaya sebum,

    terutama di kulit kepala, wajah, badan dan inguinal. Selain produksi sebum,

    penyakit ini juga terkait dengan jamur golongan Malassezia, kelainan imunologi,

    dan aktivasi komplemen. Hal ini biasanya diperparah oleh perubahan kelembaban,

    perubahan musim, trauma (misalnya garukan), atau stres emosional. Keparahan

    bervariasi dari skuama ringan sampai eritroderma eksfoliatif. Dermatitis seboroik

    dapat memburuk pada penyakit Parkinson dan AIDS.24

    Pada beberapa kepustakaan, dermatitis seboroik dikaitkan dengan tingkat normal

    Malassezia, tetapi respon imun yang abnormal. Produksi sel T helper,

    phytohemagglutinin dan stimulasi concanavalin, dan titer antibodi yang tertekan

    juga dikaitkan dengan penyakit ini. Peranan Malassezia pada dermatitis seboroik

    mungkin berasal dari aktivitas lipase jamur yang melepaskan asam lemak bebas

    dan dari kemampuannya untuk mengaktifkan jalur alternatif komplemen.25,26

    Tingkat prevalensi dermatitis seboroik adalah 3-5% dari populasi, dengan

    distribusi di seluruh dunia. Ketombe, bentuk paling ringan dari dermatitis

    seboroik, mungkin jauh lebih umum dan diperkirakan mengenai15-20% dari

    populasi. Onset lebih sering terjadi pada usia pubertas. Pada bayi, penyakit ini

    dapat membentukcradle cap dan pada keadaan yang jarang dapat menyebabkan

    eritroderma.24

    Secara klinis, ditandai dengan dengan adanya rasa perih, gatal, adanya eritema

    yang ditutupi skuama berminyak berwarna putih kekuningan. Aktivitas meningkat

    pada musim dingin, dengan remisi sering terjadi di musim panas, akan tetapi pola

    ini sepertinya tidak dijumpai di negara-negara tropis. Fase aktif dermatitis

    seboroik dapat dipersulit dengan adanya infeksi sekunder di daerah intertriginosa.

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    321

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    14/25

    Eritroderma generalisata seboroik jarang terjadi. Hal ini terjadi lebih sering terkait

    dengan AIDS, gagal jantung kongestif, penyakit Parkinson, dan imunosupresi

    pada bayi prematur. Efloresensi bentuk plakat jarang ditemukan. Makula

    hipopigmentasi sering terlihat pada orang kulit hitam.24

    Berbagai obat dikatakan dapat menginduksi terjadinya dermatitis seboroik. Obat-

    obat ini termasuk auranofin, aurothioglucose, buspirone, chlorpromazine,

    cimetidine, etionamid, emas, griseofulvin, haloperidol, interferon alfa, lithium,

    methoxsalen, metildopa, fenotiazin, psoralen, stanozolol, thiothixene, dan

    trioxsalen.24,25

    Diagnosis banding

    Kandidiasis intertriginosa

    Gambaran klinis kandidiasis intertriginosa yang dominan adalah adanya eritema

    dan maserasi pada daerah intertriginosa dengan lesi satelit vesikopustula. Pustul

    dapat pecah meninggalkan dasar eritema dengan koloret dari epidermis yang

    mengalami nekrosis yang mudah dilepaskan. Pemeriksaan penunjang sediaan

    langsung yang ditetesi KOH ditemukan adanya pseudohifa dan blastospora.10

    Eritrasma

    Pada eritrasma tidak terdapat adanya skuama berminyak di atas kulit yang

    eritema. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginosa.

    Eritrasma tidak menimbulkan keluhan subyektif, kecuali bila terjadi terjadi

    maserasi pada kulit. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat

    berfluoresensi merah membara (coral-red).Pada sediaan langsung dari hasil

    kerokan lsi tampak organisme berupa batang pendek halus, bercabang,

    berdiameter 1m atau kurang dengan bentuk basil kecil atau difteroid.13

    Dermatitis kontak

    Predileksi tidak terbatas pada daerah seboroik. Pada umumnya kulit akan tampak

    kemerahan, dapat disertai dengan vesikulasi atau bula. Kemudian akan timbul

    papul eritema. Vesikel atau bula dapat pecah memberikan gambaran erosi disertai

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    322

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    15/25

    dengan krusta. Pada keadaan yang kronis menunjukkan gambaran plak dan

    skuama. Menemukan adanya riwayat kontak sangat penting. Bila diperlukan dapat

    dilakukan tes tempel untuk memastikan diagnosis.24

    Penatalaksanaan

    Kortikosteroid topikal dapat mengendalikan penyakit, tapi dihubungkan dengan

    tingkat kekambuhan yang cukup tinggi, menimbulkan ketergantungan karena efek

    rebound, terutama pada penggunaan jangka panjang. Penyakit ini juga

    memberikan respon terhadap ketoconazol, naftifin dan krim atau gel ciclopirox.

    Kalsineurin inhibitor (pimecrolimus, tacrolimus), kombinasi sulfur atau

    sulfonamida, atau propilen glikol juga efektif sehingga dapat dijadikan sebagai

    terapi alternatif.26

    Kortikosteroid kelas IV atau yang lebih rendah dapat digunakan

    untuk keadaan yang akut. Ketokonazol sistemik atau flukonazol dapat membantu

    pada dermatitis seboroik berat atau tidak responsif terhadap pengobatan

    konvensional. Shampoo selenium sulfida (2,5%), ketoconazol, dan ciclopirox

    dapat membantu dengan mengurangi reservoir ragi Malassezia kulit kepala tetapi

    dapat menyebabkan peradangan di daerah intertriginosa atau wajah.27,28

    SKABIES

    Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi

    terhadap Sarcoptes scabei var, hominis dan produknya. Penyakit ini sangat mudah

    sekali menular dan sangat gatal terutama pada malam hari. Faktor yang

    mempengaruhi ialah hygiene yang kurang baik. Penyakit ini sangat mudah

    menular baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung misalnya

    ibu yang menggendong anaknya yang menderita scabies atau penderita yang

    bergandengan tangan dengan teman-temannya. Secara tidak langsung misalnya

    melalui tempat tidur, handuk, pakaian dan lain-lain. Karena sifatnya yang sangat

    menular, maka skabies ini populer dikalangan masyarakat padat. Distribusi

    epidemiologisnya kosmopolitan terutama pada penduduk dengan keadaan sosial

    ekonomi rendah. Predileksi dari skabies biasanya adalah pada daerah dengan kulit

    yang tipis, seperti pada daerah lipatan kulit di inguinal.29-31

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    323

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    16/25

    Kelainan kulit tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies, tetapi juga pada

    penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi

    terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan

    setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan

    ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul

    erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.29

    Terdapat empat tanda kardinal untuk skabies yaitu pruritus nokturna, yaitu gatal

    pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada

    malam hari yang lebih lembab; mengenai secara kelompok, misalnya dalam

    sebuah keluarga serumah atau pada bangsal militer; adanya terowongan (borrow)

    pada tempat-tempat predileksi, yang berbentuk garus lurus atau berkelok, dengan

    papul atau vesikel pada ujung vesikel.; menemukan tungau, merupakan hal yang

    dianggap paling dapat menentukan diagnosis. Diagnosis dapat dibuat dengan

    menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.32,33

    Khas untuk skabies adalah rasa gatal yang amat sangat terutama pada malam hari.

    Hal ini dikarenakan pada malam hari suasananya lebih hangat, sehingga larva

    aktif akan keluar dari sarangnya. Efflorosensinya berupa papula atau vesikel

    dimana puncaknya terdapat gambaan yang sebenarnya merupakan lorong-lorong

    rumah sarcoptes yang biasanya disebut dengan istilah burrows atau kunikulus.

    Kunikulus ini pada pemeriksaan fisik kadang tidak terlihat (tidak ditemukan)

    karena sudah hilang akibat garukan kronis. Jika terjadi infeksi sekunder, kunikilus

    ini dapat menjadi pustula. Apabila skabies mengenai gland penis, maka akan

    terbentuk papula-papula eritematus yang jelas. Papula ini mirip dengan papula

    pada sifilis, hanya bedanya bahwa papula pada skabies tersebut terasa gatal sekali.Jika skabies terjadi pada skrotum, maka gambarannya akan semakin jelas lagi. Hal

    ini dikarenakan stratum korneum skrotum lebih tipis. Sehingga papula akan

    semakin jelas terlihat. Didaerah lain, stratum korneumnya biasanya lebih tebal,

    sehingga papulanya akan lebih tidak terlihat. Apabila seseorang pernah terkena

    skabies, maka pada penularan yang kedua telah terjadi sensitisasi sehingga gejala

    klinis biasanya lebih berat dan dapat berupa nodul yang teraba keras.32,33

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    324

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    17/25

    Diagnosis banding

    Folikulitis

    Pada kulit yang terkena akan timbul ruam kemerahan dan rasa gatal. Folikelrambut akan tampak mengalami keradangan, berisi cairan yang dengan cepat

    berubah menjadi pustula, bisa pecah dan mengering membentuk krusta. Tidak

    dijumpai gejala pruritus nokturnal, tidak meyerang kelompok dan pada

    pemeriksaan tidak dijumpai adanya terowongan dan tungau.12,32

    Gigitan serangga

    Selain gatal atau perih, reaksi terhadap gigitan serangga meliputi tiga tanda yang

    khas. Pada daerah gigitan ditemukan adanya flare berbatas tegas, adanya lubang

    bekas gigitan dan predileksi yang khas adalah di daerah terpapar, tidak hanya di

    kulit-kulit yang tipis. Reaksi lokal yang berat dipertimbangkan bila ditemukan

    daerah pembengkakan yang lebih besar dari 5 cm. Kadang dapat menimbulkan

    reaksi sistemik yang dipicu oleh reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Tidak dijumpai

    gejala pruritus nokturnal, tidak meyerang kelompok dan pada pemeriksaan tidak

    dijumpai adanya terowongan dan tungau.32

    Urtikaria papular

    Apabila dijumpai di daerah inguinal, penyakit ini sangat mirip dengan skabies.

    Secara klinis berupa episode kronis atau berulang dari erupsi papular yang

    cenderung berkelompok disertai dengan adanya pruritus yang berat. Erupsi ini

    ditandai dengan adanya papul atau papulovesikel pruritus terdistribusi simetris,

    terutama di daerah yang tertutup pakaian. Sering terdapat bekas garukan berupa

    erosi dan ulserasi. Kelainan ini sering disertai dengan infeksi sekunder. Tidakdijumpai gejala pruritus nokturnal, tidak meyerang kelompok dan pada

    pemeriksaan tidak dijumpai adanya terowongan dan tungau.33

    Penatalaksanaan

    Ada beberapa pengobatan yang efektif untuk skabies. Pemilihan obat tergantung

    terutama pada biaya, efektivitas dan efek samping obat. Pilihan obat topikal

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    325

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    18/25

    diantaranya adalah krim permetrin, lindane, benzil benzoat, lotion dan krim

    crotamiton, belerang, minyak pohon teh, atau minyak dari daunLippia multiflora.

    Pilihan obat oral yang bersifat skabisidal adalah ivermectin akan tetapi obat ini

    tidak disetujui oleh FDA untuk pengobatan skabies. Pusat Pengendalian dan

    Pencegahan Penyakit Amerika merekomendasikan pengobatan skabies

    menggunakan lindane, permetrin atau ivermectin. Permetrin adalah obat pilihan di

    Amerika Serikat dan Inggris. Dalam beberapa penelitian, obat ini telah terbukti

    lebih efektif daripada ivermectin oral dosis tunggal, meskipun memiliki

    efektivitas setara ketika 2 dosis ivermectin digunakan dua minggu kemudian. Hal

    ini juga didukung oleh sebuah tinjauan pustaka Cochrane pada tahun 2007 yang

    berfokus pada intervensi untuk mengobati skabies, yang merekomendasikan

    permetrin topikal sebagai pengobatan yang paling efektif untuk skabies. Permetrin

    topikal juga lebih efektif daripada lindane topikal, dan crotamiton topikal. Obat

    harus dioleskan secara menyeluruh ke daerah belakang telinga dan dari leher

    sampai telapak tangan dan kaki, terutama daerah intertrigenous seperti antara jari

    dan jari-jari kaki, umbilikus, pangkal paha, di antara pantat, dan di bawah kuku.

    Obat harus dicuci setelah 10-12 jam. Belum ada resistensi klinis yang

    didokumentasikan pada permetrin.34,35

    Beberapa penulis merekomendasikan pengobatan terhadap populasi khusus adalah

    sebagai berikut: bayi dapat diberikan krim permetrin 5% (usia lebih dari 2 bulan),

    ivermectin dan lindane adalah kontraindikasi; anak-anak dapat diberikan krim

    permetrin 5% atau benzil benzoat 12,5%; bayi usia kurang dari 2 bulan, wanita

    hamil dan menyusui diberikan sulfur 6%, sedangkan Ivermectin permetrin, dan

    lindane adalah kontraindikasi; pada kasus-kasus skabies yang berat dapat

    diberikan ivermectin oral dengan dosis 0,2 mg/kg berat badan dosis tunggal dandapat diulang dalam dua minggu, digunakan sebagai monoterapi atau dalam

    kombinasi dengan obat skabisidal topikal tergantung pada tingkat keparahan

    infeksi. Pada kasus dengan hiperkeratosis diperlakukan penambahan agen

    keratolitik seperti asam salisilat 5-10% dalam petrolatum untuk meningkatkan

    penetrasi agen topikal.35

    Pakaian, seprei dan handuk harus dicuci dan dikeringkan. Beberapa penulis

    menyarankan semua orang yang serumah dengan pasien harus menerima

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    326

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    19/25

    pengobatan topikal, meskipun beberapa dokter mengobati hanya orang-orang

    yang berhubungan intim dengan pasien, misalnya yang berbagi tempat tidur atau

    melakukan kontak seksual dengan pasien.

    Pruritus dan keradangan pada skabies sering berlangsung selama beberapa minggu

    setelah terapi. Memberikan antihistamin dapat mengurangi pruritus, tapi

    glukokortikoid topikal atau sistemik jangka pendek umumnya lebih efektif. Pada

    anak-anak, krim hidrokortison 1% dapat membantu; pada orang dewasa krim

    triamsinolon 0,1% dapat digunakan. Untuk gatal lebih berat, prednison 40 sampai

    60 mg yang digunakan selama 7 - 14 hari dapat membantu. Pada kasus-kasus

    dengan infeksi sekunder dapat dikombinasikan dengan antibiotika oral spektrum

    luas.34,35

    PSORIASIS INVERSA

    Psoriasis inversa sering dianggap sebagai psoriasis yang tersembunyi. Penyakit ini

    jarang menampakkan tampilan klinis seperti psoriasis pada umumnya dan terjadi

    pada daerah lipatan kulit, seperti ketiak dan selangkangan. Gejala subjektif seperti

    gatal dan nyeri dapat sangat mengganggu. Kondisi ini biasanya terjadi pada

    sekitar 2% sampai 6% dari pasien-pasien dengan psoriasis, lebih sering pada

    pasien dengan kelebihan berat badan dan dengan lipatan kulit yang dalam.

    Psoriasis pada bagian tubuh yang lain dapat sangat ringan, bahkan mungkin

    dianggap sebagai ketombe biasa. Secara klinis, penyakit ini pertama muncul

    sebagai lesi yang sangat merah pada lipatan tubuh, dapat tampak halus dan

    mengkilat. Predileksi utama ditemukan pada ketiak, selangkangan, di bawah

    payudara dan di lipatan kulit lainnya pada tubuh. Hal ini terutama diakibatkan

    oleh iritasi karena gesekan dan berkeringat karena lokasinya di lipatan kulit dan

    daerah dengan kulit yang relatif lembut. Biasanya tidak berskuama seperti

    psoriasis pada umumnya karena lingkungan yang lembab. Berdner pada tinajuan

    klinisnya mengatakan, pada beberapa keadaan, penyakit ini sangat sulit untuk

    dibedakan dengan penyakit lain, terutama bila tidak ditemukan adanya lesi

    psoriasis yang khas di tempat lain. Terkadang satu-satunya cara untuk

    menyingkirkan diagnosis adalah dengan pemeriksaan histopatologi.36-38

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    327

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    20/25

    Diagnosis banding

    Kandidiasis intertriginosa

    Kandidiasis Intertriginosa ditandai dengan lesi di daerah lipatan berupa lesi yang

    berbatas tegas, berskuama, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh

    lesi satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah

    meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang

    seperti lesi primer. Pemeriksaan penunjang sediaan langsung yang ditetesi KOH

    ditemukan adanya pseudohifa dan blastospora. Tidak ditemukan adanya lesi

    psoriasis di tempat lain.10,37

    Dermatitis kontak

    Klinis dari dermatitis kontak sangat bervariasi, mulai dari kemerahan yang ringan

    dan hanya berlangsung singkat sampai kepada pembengkakan hebat dan bula.

    Gambaran yang umum adalah ditemukannya klinis dengan efloresensi yang

    polimorfik di daerah kontak di ingunal. Menemukan adanya riwayat kontak sangat

    penting. Uji tempel dan pemeriksaan histopatologi dapat membantu memastikan

    diagnosis.37

    Eritrasma

    Eritrasma disebabkan oleh Corynebacterium minutissimum, yang banyak

    menyerang orang dewasa, penderita diabetes, dan banyak ditemukan di daerah

    tropik. Mirip dengan psoriasis inversa, pada penyakit ini juga ditemukan adanya

    lesi berupa eritema dan skuama halus di tempat predileksi.Lesi kulit dapat

    berukuran sebesar miliar sampai plakat. Lesi eritoskuamosa, berskuama halus

    kadang-kadang dapat terlihat merah kecoklat-coklatan. Akan tetapi lesi psoriasis

    inversa biasanya juga disertai lesi psoriasis di tempat lain. Pada pemeriksaan

    dengan lampu Wood, lesi eritrasma terlihat berfluoresensi merah membara (coral-

    red) dan pada pemeriksaan sediaan langsung ditemukan C. minutissimum.13

    Penatalaksanaan

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    328

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    21/25

    Krim dan salep steroid dianggap sangat efektif, tetapi mereka tidak boleh

    dilakukan dalam oklusi dengan dressing plastik. Penyalahgunaan atau

    penggunaan steroid yang berlebihan dapat mengakibatkan efek samping seperti

    penipisan kulit dan striae. Harus dipertimbangkan bahwa psoriasis inversa

    biasanya mengenai daerah-daerah dengan kulit yang tipis. Hal ini meningkatkan

    risiko efek samping dari obat topikal. Karena daerah ini rentan terhadap koinfeksi

    ragi dan jamur, biasanya pengobatan juga dikombinasi dengan sediaan antijamur

    topikal, misalnya hidrokortison 1% atau 2% yang dikombinasikan dengan

    mikonazol 2%. Obat topikal lainnya, seperti Calcipotriene , coal tar atau

    anthralin, juga cukup efektif dalam mengobati psoriasis pada lipatan kulit, namun

    obat-obat ini juga bisa menyebabkan iritasi dan harus digunakan dengan hati-hati

    di bawah arahan dokter. Tacrolimus dan pimecrolimus adalah dua obat topikal

    yang disetujui oleh US Food and Drug Administration untuk pengobatan psoriasis

    inversa yang tidak mempan atau kontraindikasi dengan pengobatan steroid. Cat

    Castellani juga dapat digunakan untuk mengobati psoriasis inversa karena dapat

    membantu untuk mengeringkan lesi psoriasis yang lembab pada lipatan kulit.

    Penggunaan bedak juga ditujukan untuk membantu mengeringkan lesi yang

    lembab, dan beberapa penulis menyarankan kombinasi penggunaan krim pada

    malam hari dan bedak pada pagi hari. Pasien dengan psoriasis inversa yang parah

    mungkin memerlukan kombinasi dengan fototerapi UVB untuk mengontrol

    penyakit.40,41

    FOLIKULITIS

    Folikulitis adalah peradangan pada folikel rambut. Sekitar 80-85% penyakit ini

    disebabkan oleh infeksi bakteri stafilokokus. Folikulitis dapat terjadi di bagian

    kulit manapun, termasuk di inguinal, dan biasanya merupakan akibat dari

    kerusakan folikel rambut karena bergesekan dengan pakaian, adanya sumbatan

    pada folikel rambut, trauma akibat pencukuran serta reaksi imunologis. Selain

    stafilokokus, penyebab folikulitis di inguinal adalah ragi Malassezia, infeksi virus

    (herpetic folliculitis), deposit eosinofil serta keganasan. Pada kulit yang terkena

    akan timbul ruam kemerahan dan rasa gatal. Folikel rambut akan tampak

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    329

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    22/25

    mengalami keradangan, berisi cairan yang dengan cepat berubah menjadi pustula,

    bisa pecah dan mengering membentuk krusta.42-44

    Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Untuk memastikan agenpenyebab, bisa dilakukan pengambilan sediaan langsung dan dilakukan

    pengecatan gram serta pembiakan contoh jaringan yang terinfeksi di

    laboratorium.42

    Diagnosis banding

    Skabies

    Apabila terdapat infeksi sekunder, tampilan klinis skabies dapat menyerupai

    folikulitis. Ciri utama dari skabies adalah pruritus hebat, yang biasanya semakin

    memburuk pada malam hari (pruritus nokturnal). Terdapat lubang tungau yang

    tampak sebagai garis bergelombang dengan panjang sampai 2,5 cm, kadang pada

    ujungnya terdapat papul atau vesikel kecil, akan tetapi lama kelamaan terowongan

    ini akan sulit untuk dilihat karena tertutup oleh peradangan yang terjadi akibat

    penggarukan. Menemukan tungau adalah temuan yang paling dianggap bermakna

    untuk membedakan diagnosis banding.32,43

    Kandidiasis intertriginosa

    Kandidiasis pada lipatan kulit memberikan keluhan berupa gatal dan perih.

    Kelainannya berupa bercak merah dengan maserasi dan dijumpai lesi satelit

    berupa vesikopustula yang tersebar mengelilingi lesi utama. Pada masa awal

    infeksi kandida, pustul ini belum menyatu dan mungkin dikelirukan dengan

    folikulitis akibat penyebab lain. Akan tetapi keradangan pada folikulitis hanya

    terjadi pada folikel rambut. Diagnosis klinis harus dikonfirmasi dengan

    pemeriksaan Gram dan pemeriksaan KOH dari kerokan kulit.10,43

    Penatalaksanaan

    Pada kasus-kasus folikulitis yang terjadi di inguinal, yang paling penting adalah

    menjaga kebersihan di daerah inguinal, menjaga kulit tetap kering dan

    menghindari adanya gesekan dengan pakaian. Antiseptik topikal yang

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    330

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    23/25

    dikombinasi dengan pemberian bedak adalah pengobatan yang paling

    direkomendasikan pada kebanyakan kasus folikulitis yang terbatas di inguinal.

    Antibiotika topikal seperti neomisin atau mupirosin hanya diberikan apabila

    dianggap perlu. Folikulitis yang disebabkan oleh jamur dapat memburuk dengan

    pemberian antibiotika dan mungkin memerlukan antijamur oral seperti

    Flukonazol, yang diberikan 1x150 mg/minggu selama 2-3 minggu. Antijamur

    topikal seperti ekonazol nitrat juga efektif.43,45,36

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Anderson JS, Williams R. Human Region. In: Pocket Medical Dictionary. 1st ed.USA : McGraw-Hill Companies 2007; p:72

    2. Verma S, Heffeman MP. Superficial Fungal Infection: Dermatophytosis,Onychomycosis, Tine Nigra, Piedra. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, editor.

    Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th. New York: McGraw-Hill,

    2008:1807-1822.

    3. Koksal F, Er E, Samasti M. Causative agents of superficial mycoses in Istanbul,Turkey: retrospective study.Mycopathologia. Sep 2009;168(3):117-23.

    4. Yehia MA, El-Ammawi TS, Al-Mazidi KM, Abu El-Ela MA, Al-Ajmi HS. TheSpectrum of Fungal Infections with a Special Reference to Dermatophytoses in theCapital Area of Kuwait During 2000-2005: A Retrospective Analysis.

    Mycopathologia. Nov 17 2009

    5. Grekin RC, Neuhaus IM, Wei ML. Diseases Resulting from Fungi and Yeasts In:James WD, Berger TG, Elston DM. In: Andrews Desease of the Skin, Clinical

    Dermatology 10th

    ed. Philadelphia: WB Saunders, 2006; 297-333.

    6. Gupta AK, Tu LQ. Dermatophytes: diagnosis and treatment. J Am Acad Dermatol.Jun 2006;54(6):1050-5.

    7. Jancin B. Topical Antifungals: Some Oldies Are Still Goodies. Skin Allergy New.May 2007;38(5):23.

    8.

    Zhang AY, Camp WL, Elewski BE. Advances in topical and systemic antifungals.Dermatol Clin. Apr 2007;25(2):165-83

    9. Nadalo, D; Montoya, C; Hunter-Smith, D. "What is the best way to treat tineakruris?". The Journal of Family Practice. March 2010; 55 (3): 2568.

    10. Janik MP, Heffernan MP.Yeast Infections: Candidiasis and Tinea (Pityriasis)Versicolor. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell

    DJ eds. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine, 7th ed. New York:

    McGraw-Hill, 2008; 1822-30.

    11. Anaissie EJ. The Changing Epidemiology of Candida Infection. Available at:http://www.medscaoe.com/viewprogram/7208_pnt. Mei 31 2007: 2-6; 10-15.

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    331

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    24/25

    12. Boer A, Herder N, Winter K, Falk T. Folliculitis: clinical, histopathological, andmolecular pathologic observations.Br J Dermatol. Apr 2006;154(4):743-6.

    13. Sarkani I, Taplin D, Blank H. Organism causing erythrasma. Revisited. Lancet.Aug 1988; 2: 304

    14. Krueger JG, Bowcock A. Psoriasis pathophysiology: current concepts ofpathogenesis.Ann Rheum Dis. Mar 2005;64 Suppl 2:ii30-6.

    15. Sheppard D, Lampiris HW. Antifungal Agents. In: Katzung BG eds Basic andClinical Pharmacology 9

    thed. New York: Mc Graw Hill, 2004: 792-800.

    16. Seebacher C, Abeck D, Brasch J, et al. Candidiasis of the skin.J Dtsch DermatolGes. Jul 2006;4(7):591-6.

    17. Pappas PG, Kauffman CA, Andes D, et al. Clinical practice guidelines for themanagement of candidiasis: 2009 update by the Infectious Diseases Society of

    America. Clin Infect Dis. March 1 2009;48(5):503-35.

    18.

    Aperis G, Moyssakis I. Corynebacterium minutissimum endocarditis: a case reportand review.J Infect. Feb 2007;54(2):e79-81.

    19. Ahmad NM, Ahmad KM. Corynebacterium minutissimum pyelonephritis withassociated bacteraemia: a case report and review of literature. J Infect. Dec

    2005;51(5):e299-303.

    20. Morales-Trujillo ML, Arenas R, Arroyo S. Interdigital erythrasma: clinical,epidemiologic, and microbiologic findings. Actas Dermosifiliogr. Jul-Aug

    2008;99(6):469-73.

    21. Schwartz RA, Janusz CA, Janniger CK. Seborrheic dermatitis: an overview. AmFam Physician. Jul 1 2006;74(1):125-30.

    22. Dalal A, Likhi R. Corynebacterium minutissimum bacteremia and meningitis: acase report and review of literature.J Infect. Jan 2008;56(1):77-9.23. Darras-Vercambre S, Carpentier O, Vincent P, Bonnevalle A, Thomas P.

    Photodynamic action of red light for treatment of erythrasma: preliminary results.

    Photodermatol Photoimmunol Photomed. Jun 2006;22(3):153-6.

    24. Zisova LG. Malassezia species and seborrheic dermatitis. Folia Med (Plovdiv). Jan-Mar 2009;51(1):23-33.

    25. Tajima M, Sugita T, Nishikawa A, Tsuboi R. Molecular analysis of Malasseziamicroflora in seborrheic dermatitis patients: comparison with other diseases and

    healthy subjects.J Invest Dermatol. Feb 2008;128(2):345-51.

    26. Tatlican S, Eren C, Eskioglu F. Insight into pimecrolimus experience in seborrheicdermatitis: close follow-up with exact mean cure and remission times and side-effect profile.J Dermatolog Treat. 2009;20(4):198-202.

    27. Cook BA, Warshaw EM. Role of topical calcineurin inhibitors in the treatment ofseborrheic dermatitis: a review of pathophysiology, safety, and efficacy.Am J Clin

    Dermatol. 2009;10(2):103-18.

    28. Ozden MG, Tekin NS, Ilter N, Ankarali H. Topical pimecrolimus 1% cream forresistant seborrheic dermatitis of the face: an open-label study. Am J Clin

    Dermatol. 2010;11(1):51-4.

    29. Hay RJ. Scabies and pyodermas, diagnosis and treatment.Dermatol Ther. Nov-Dec2009;22(6):466-74.

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i esSurabaya, 22 - 23 Oktober 2011

    332

  • 8/2/2019 15_MAKALAH_Prof Dr Made Swasrika SpKK(K)

    25/25

    30. Odom RB. Seborrheic dermatitis in AIDS. Revisited.. J Int Postgrad Med.2002;2:18-20.

    31. Chosidow O. Clinical practices. Scabies. N Engl J Med. Apr 202006;354(16):1718-27.

    32. Hicks MI, Elston DM. Scabies.Dermatol Ther. Jul-Aug 2009;22(4):279-92.33. Hong MY, Lee CC, Chuang MC, Chao SC, Tsai MC, Chi CH. Factors related to

    missed diagnosis of incidental scabies infestations in patients admitted through the

    emergency department to inpatient services. Acad Emerg Med. Sep

    2010;17(9):958-64.

    34. Currie BJ, McCarthy JS. Permethrin and ivermectin for scabies.N Engl J Med. Feb25 2010;362(8):717-25.

    35. Strong M, Johnstone PW. Interventions for treating scabies. Cochrane DatabaseSyst Rev. Jul 18 2007;CD000320.

    36.

    Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, editor.Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th. New York: McGraw-Hill,

    2008:169-194.

    37. Gulliver W. Long-term prognosis in patients with psoriasis. Br J Dermatol. Aug2008;159 Suppl 2:2-9.

    38. Grekin RC, Neuhaus IM, Wei ML. Seborrheic Dermatitis, Psoriasis, RecalcitrantPalmoplantar Eruptions, Pustular Dermatitis, and Erythroderma. In: James WD,

    Berger TG, Elston DM. In: Andrews Desease of the Skin, Clinical Dermatology

    10th

    ed. Philadelphia: WB Saunders, 2006; 191-207.

    39. Krueger JG, Bowcock A. Psoriasis pathophysiology: current concepts ofpathogenesis.Ann Rheum Dis. Mar 2005;64 Suppl 2:ii30-6.

    40. Sampogna F, Tabolli S, Sderfeldt B, Axtelius B, Aparo U, Abeni D. Measuringquality of life of patients with different clinical types of psoriasis using the SF-36.

    Br J Dermatol. May 2006;154(5):844-9.

    41. Menter A, Korman NJ, Elmets CA, Feldman SR, Gelfand JM, Gordon KB, et al.Guidelines of care for the management of psoriasis and psoriatic arthritis Section 6.

    Guidelines of care for the treatment of psoriasis and psoriatic arthritis: Case-based

    presentations and evidence-based conclusions.J Am Acad Dermatol. Feb 7 2011

    42. Eley CD, Gan VN. Folliculitis, furunculosis, and carbuncles Rev. Arch PediatrAdolesc Med. Jun 2007;151(6):625-6.

    43. Craft N, Lee KL, Zipoli MT, Weinberg AN, Scwartz MN, Johnson RA. SuperficialBacterial Infection and Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, editor.

    Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th. New York: McGraw-Hill,

    2008:1694-1710.

    44. Satoh T, Shimura C, Miyagishi C, Yokozeki H. Indomethacin-induced reduction inCRTH2 in eosinophilic pustular folliculitis (Ofuji's disease): a proposed mechanism

    of action.Acta Derm Venereol. 2010;90(1):18-22.

    45. Gisby J, Bryant J: Efficacy of a new cream formulation of mupirocin: Comparisonwith oral and topical agents in experimental skin infections. Antimicrob Agents

    Chemother 44:255, 2008

    46. Bradley SF: Staphylococcus aureus infections and antibiotic resistance in olderadults. Clin Infect Dis. 2002; 34:211.

    P2KB_ Der m atoses & STIs Associa ted wi th Tr ave l to T rop ica l Cou nt r i es 333