06-pemetaan-penyebab-stres-anak-di-surabaya-dra-i-gusti-ayu-agung-noviekayati-msi-drs-suroso-ms.pdf

Upload: wilma

Post on 09-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    PEMETAAN PENYEBAB STRES PADA ANAK DI SURABAYA

    DRA. I GUSTI AYU AGUNG NOVIEKAYATI, MSi., DRS. SUROSO, MS. Fakultas Psikologi

    Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Surabaya e-mail: [email protected]

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk memetakan penyebab stress pada anak. Banyak faktor yang menyebabkan anak-anak menjadi stress diantaranya adalah dari lingkungan dalam keluarga dan lingkungan luar keluarga. Stres pada anak dapat menurunkan kualitas hidup seorang anak dalam menyongsong masa depannya.

    Subyek penelitian adalah anak-anak tingkat Sekolah Dasar di Wilayah

    Surabaya sebanyak 1450 siswa, terdiri dari siswa kelas 4, 5 dan 6 yang dibedakan atas lokasi sekolah yaitu 1). Lokasi sekolah bawah, dengan asumsi para orang tua siswa mempunyai status ekonomi sosial kelas bawah. Lokasi bawah ini terdiri dari SDI Raden Patah, SDN Nginden Jangkungan I, dan SDN Kertajaya XI. 2). Lokasi kelas menengah, dengan asumsi para orang tua siswa mempunyai status ekonomi sosial kelas menengah. Lokasi menengah terdiri dari SDN Baratajaya, SDK Theresia II, dan SD Hang Tuah 3). Lokasi sekolah atas, dengan asumsi para orang tua siswa mempunyai status ekonomi sosial kelas atas. Lokasi atas terdiri dari SDN Kertajaya XIII dan SDK Theresia I. Data penyebab stress anak diperoleh dengan menggunakan skala Penyebab Stres Anak (PSA). Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah ANAVA 2 Jalur, Uji-Z dan Statistik Deskriptif.

    Hasil yang diperoleh dari ANAVA 2 Jalur menunjukkan: 1). ada perbedaan

    yang cukup signifikan urutan indikator penyebab stress anak ditinjau dari lokasi sekolah 2). ada perbedaan yang sangat signifikan urutan indikator penyebab stress anak ditinjau dari kelas. Hasil dari Uji-Z menunjukkan bahwa rata-rata siswa Sekolah Dasar yang menjadi subyek penelitian ini, baik secara keseluruhan maupun dilihat dari lokasi sekolah dan kelas mempunyai tingkat stress yang tergolong rendah. Berdasarkan hasil Statistik Deskriptif ditemukan ada 2 (dua) indikator utama sebagai stressor atau penyebab stress pada anak yaitu perceraian orang tua dan kehilangan orang yang disayangi.

    Kata kunci : penyebab stress anak - stress anak.

  • 2

    LATAR BELAKANG

    Pelampiasan emosi anak pada saat tertekan dewasa ini cenderung mudah

    ditampilkan tanpa anak mengetahui konsekuensi dari perbuatannya yang dapat

    mengganggu perkembangan masa depan mereka. Perilaku ini merupakan manifestasi

    perilaku stres pada anak-anak dalam menghadapi kejadian dan permasalahan yang ada

    disekitarnya. Perilaku stress pada anak berasal dari berbagai sumber diantaranya

    lingkungan dalam keluarga (Duis et al, 1997; Kirwin & Hamrin, 2005; Lavee, 2005) dan

    lingkungan luar keluarga (Vernberg et al, 1996; Haines et al, 2001; Regehr et al, 2001).

    Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk membuat pemetaan

    penyebab stress pada anak. Pemetaan penyebab stress pada orang dewasa sudah dilakukan

    oleh Holmes and Rahe dalam Social Readjustment Rating Scale (Lazarus, 1976). Pada

    orang dewasa urutan stressor menurut rating ini adalah kematian pasangan hidup

    menempati urutan yang pertama, diikuti dengan perceraian dan kehidupan perkawinan

    yang terpisah sampai akhirnya kondisi yang berhubungan dengan hukum akibat kejahatan

    ringan.

    Penelitian ini dilakukan pada anak-anak yang berusia 10 sampai 12 tahun. Anak-

    anak usia ini sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar kelas 5 sampai 6. Anak-anak

    ini termasuk dalam anak-anak usia sekolah, 6-12 tahun.

    Anak-anak usia sekolah (school-age child) adalah anak-anak yang sedang belajar

    di sekolah dasar. Anak-anak ini tergolong pada tahap perkembangan akhir masa kanak-

    kanak (middle childhood). Pada masa ini, usia 6 sampai 10 tahun, perkembangan

    biofisiknya mengalami masa stabil tidak seperti masa sebelumya (usia 0 sampai 6 tahun).

    Pada usia 10 sampai 12 tahun, pada saat memasuki masa prapubertas, perubahan-

    perubahan biofisik akan dirasakan kembali terutama pada organ-organ seksual (Berk, 2000;

    Harris & Butterworth, 2004).

    Perkembangan kognitif yang dialami anak usia sekolah juga sangat pesat. Anak-

    anak merasa dirinya sebagai seorang penjelajah, mengetahui segalanya dan mempunyai

    kegiatan yang terlepas dengan orang tua. Sementara itu anak-anak yang lebih tua

    (10 sampai 12 tahun) sudah tidak seantusias seperti anak-anak usia di bawahnya karena

    mereka sudah merasa mengalaminya. Anak-anak usia 10 sampai 12 tahun ini mulai akan

    memasuki masa pemikiran yang abstrak (Berk, 2000; Papalia, Olds & Feldman, 2002).

    Perkembangan psikososialpun mulai berkembang. Anak-anak usia di bawah 10

    tahun akan merasakan enaknya berpisah dengan orang tua dalam beberapa hari (camping

    atau kemah pramuka). Mereka menikmati kebersamaan dengan teman-temannya dan jauh

    dari orang tua. Usia ini dikenal sebagai usia berkelompok. Pada anak-anak yang berusia 10

    sampai 12 tahun selain berkelompok, mereka juga sudah mulai siap untuk melakukan

    beberapa tanggung jawab yang kompleks, memasuki dunia mental dalam belajar konsep,

    logika, symbol serta komunikasi dan mulai melakukan hubungan berteman yang lebih

    mendalam karena mereka berada di ambang masa remaja (Berk, 2000).

  • 3

    Pada masa-masa ini, anak merasakan suasana sekolah secara berbeda-beda. Anak-

    anak yang kurang cukup beradaptasi akan merasakan bahwa bersekolah itu adalah sesuatu

    yang menyiksa dan tidak menyenangkan; sedangkan hal yang sebaliknya akan dirasakan

    oleh anak-anak yang mempunyai kemampuan adaptasi yang baik. Hal inilah yang

    menyebabkan penilaian mereka terhadap sekolah menjadi berbeda-beda. Jika mereka dapat

    memenuhi tugas-tugas perkembangan seperti yang tersebut di atas maka penilaian mereka

    terhadap sekolah akan positif, sebaliknya jika mereka mengalami hambatan maka

    penilaian negatif akan mereka berikan kepada sekolah (Smidt, 2006).

    Jika dilihat dari tahapan perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (Papalia,

    et al., 2002) maka anak-anak usia 10 sampai 12 tahun berada dalam tahapan industry

    versus inferiority. Masa ini ditandai dengan kesiapan dalam menghadapi tugas-tugas yang

    diberikan, sibuk dengan situasi-situasi yang produktif, dapat melakukan sesuatu bersama-

    sama dengan orang lain. Pada masa ini pula konsep diri anak mulai terbentuk. Anak-anak

    yang berusia lebih muda (kurang dari 10 tahun), perkembangan pembentukan konsep diri

    masih dipengaruhi oleh lingkungannya sedangkan pada anak-anak yang berusia lebih tua,

    mereka mengembangkan konsep dirinya disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya

    yaitu yang mengarah pada perkembangan identitas yang dapat digunakan oleh anak dalam

    menginterpretasi dan mengatasi lingkungan eksternalnya dan di dalam dirinya sendiri.

    Stres yang dialami oleh anak-anak pada umumnya sama seperti yang dialami oleh

    orang dewasa hanya saja mekanisme stres yang terjadi pada kedua kelompok umur tersebut

    tidak sama. Anak-anak pada umumnya mengenal, mendapatkan dan mengalami stres yang

    diwariskan secara langsung dari lingkungannya terutama lingkungan keluarga. Kondisi ini

    jika tidak disadari oleh orang tua atau keluarga yang lainnya akan menjalar ke lingkungan

    sosial anak seperti ke sekolah dan lingkungan bermainnya.

    Berbeda dengan orang dewasa, sebagian besar stres yang dialami akibat dari

    ketidakmampuan diri dalam mengadakan sosialisasi dengan lingkungan meskipun

    kemudian lingkungan dapat membuat kondisi stres menjadi bertambah buruk. Oleh karena

    itu menurut Sarason dan Sarason (1993) dan Savchenko (2000) anak-anak sangat rawan

    dengan stres apalagi jika berada di tengah-tengah keluarga yang mengalami stres. Stres

    pada masa anak-anak ini merupakan hal yang sangat sulit dipisahkan dengan gejala-gejala

    membangkang yang terdapat pada usia ini, karena salah satu dari manifestasi stres adalah

    perilaku membangkang sedangkan perilaku ini juga menjadi salah satu ciri dari proses

    perkembangan pada masa ini (Hurlock, 1991).

    Frances, et al., (1981) juga mengatakan masa membangkang bukan merupakan

    kondisi stres melainkan kondisi-kondisi normal yang kadang terjadi pada setiap fase

    perkembangan. Anak-anak mulai usia 0 tahun sampai 13 tahun memiliki masa-masa

    seimbang dan masa-masa tidak seimbang. Masa seimbang ditandai dengan perilaku yang

    menunjukkan kerja sama dengan orang tuanya seperti menjadi anak manis, sedangkan

    masa-masa tidak seimbang ditunjukkan dengan perilaku membangkang.

  • 4

    Menurut Schuster dan Ashburn (1980) stres yang terjadi pada anak terutama pada

    usia 10 sampai 12 tahun adalah kondisi yang menghalangi ataupun menghambat mereka

    dalam menjalankan tugas perkembangan mereka. Pada tahapan ini mereka mulai

    memperhatikan lawan jenis mereka dan mulai bertanya mengenai seksualitas, cara berpikir

    merekapun mulai mengarah pada pemikiran yang bersifat abstrak di samping mereka

    berkelompok. Jika mereka merasa terhalang dalam mencapai tugas perkembangan yang

    telah disebutkan di atas maka mereka akan merasa tertekan. Memberikan kegiatan di luar

    sekolah yang berlebihan tanpa memberikan kesempatan atau hanya memberikan sedikit

    kesempatan anak untuk bersosialisasi adalah contoh pemisahan yang dimaksudkan di atas.

    Anak dalam berinteraksi dengan lingkungan luarnya selalu mengadakan penilaian.

    Penilaian utama yang dilakukan oleh anak adalah mengenai situasi yang sedang dihadapi.

    Ada tiga kemungkinan penilaian yang diberikan oleh anak kepada situasi yang sedang

    dihadapi. Kemungkinan pertama adalah penilaian yang tidak ada hubungannya dengan

    situasi yang sedang dihadapi. Kemungkinan kedua adalah penilaian yang bersifat positif

    sedangkan kemungkinan ketiga adalah penilaian yang bersifat menyakitkan dan negatif.

    Penilaian kedua adalah penilaian yang meliputi kemampuan individual yang dimiliki oleh

    anak. Jadi jika penilaian utama mengenai dunia luar anak, maka penilaian kedua mengenai

    penilaian yang diberikan berdasarkan kemampuan anak sendiri.

    Pada saat anak menghadapi suatu kondisi tertentu maka ia akan secara otomatis

    mengadakan penilaian terhadap kondisi yang sedang dihadapinya, apakah kondisi ini

    kondisi yang menekan ataukah tidak. Untuk menentukan kondisi tersebut maka ia akan

    menilai kembali apakah kondisi tersebut berpengaruh terhadap apa yang sedang

    dilakukannya dan apakah pengaruh tersebut positif ataukah negatif.

    Penilaian tersebut sudah dapat diberikan oleh anak-anak seusia 10 -12 tahun karena

    konsep diri mereka mulai terbentuk seiring dengan terbentuknya kematangan

    perkembangan kognitifnya (Berk, 2000). Jika anak mengatakan kondisi itu tidak

    berpengaruh terhadap apa yang sedang dilakukan maka kondisi tersebut akan diabaikan

    tetapi jika kondisi tersebut berpengaruh positif atau negatif maka dengan segala

    kemampuannya ia akan mengadakan pengatasan masalah untuk mendapatkan hasil yang

    menyenangkan bagi dirinya. Jika pengatasan masalah yang dilakukan tidak menghasilkan

    sesuatu yang menyenangkan maka ia akan menilai kondisi tersebut sebagai kondisi yang

    menekan dan ia akan mengalami stres.

    Jika anak memandang atau merasakan kondisi lingkungannya, seperti lingkungan

    sekolah yang mempunyai jadwal padat, kegiatan ekstrakulikuler yang melelahkan,

    pergaulan anak dengan teman yang penuh persaingan ataupun kondisi keluarga yang tidak

    menyenangkan, masih dapat diatasi dengan kemampuan intelektual dan daya adaptasi yang

    baik maka anak akan dapat mengatasi permasalahannya dengan baik.

  • 5

    Namun sebaliknya, anak yang mempunyai kemampuan adaptasi dan intelektual

    yang terbatas maka ia akan mengalami pengalaman apakah itu pengalaman yang baik

    ataupun buruk dalam mengatasi permasalahannnya. Jika anak mendapatkan pengalaman

    yang baik maka ia dikatakan berhasil dalam mengatasi permasalahannya. Namun jika anak

    mendapatkan pengalaman yang buruk maka ia akan mengalami tekanan-tekanan batin atau

    stres yang nantinya akan mengakibatkan perilaku anak menjadi tidak efektif baik untuk

    dirinya sendiri maupun orang lain.

    Anak-anak pada usia sekolah dasar adalah anak-anak yang berada pada fase

    transisi yaitu dari fase yang penuh perlindungan menuju pada fase kemandirian (Craig &

    Kermis, 1995). Pada awal fase ini anak akan merasakan berpisah dengan orang yang

    dicintai karena harus ke sekolah untuk mulai bisa bertanggungjawab terhadap dirinya

    sendiri. Pada fase selanjutnya anak-anak dituntut untuk belajar berkelompok dan mengikuti

    aturan-aturan formal yang dibuat di sekolah.

    Aturan-aturan sosial di kelas akan membantu anak menyesuaikan diri dengan fase

    perkembangannya. Demikian juga dengan kehadiran guru yang membantu akan

    mengurangi perasaan takut yang dialami oleh anak (Frances, et al., 1981; Craig & Kermis,

    1995). Pada fase perkembangan ini terdapat jarak kenyamanan yang sangat besar terjadi

    pada diri anak. Jarak kenyamanan yang dimaksud adalah penerimaan anak di dalam rumah

    sebagai anggota keluarga dan tuntutan baru yang didapat dari sekolah. Semakin jauh jarak

    yang ada semakin sulit bagi anak untuk mengadakan adaptasi terhadap kedua hal baru

    tersebut. Meskipun anak mulai mengerti membedakan tugas rumah dan kewajiban sekolah,

    namun anak tetap bingung untuk menerima semuanya dalam satu kesatuan (Carr, 2006).

    Oleh karena itu orang tua dan guru mempunyai peranan penting dalam hal ini.

    Kegiatan yang berlebihan seperti yang dikatakan oleh Latona (2000)

    mengakibatkan timbulnya kelelahan dan kecemasan bagi anak. Kegiatan yang berlebihan

    yang dimaksudkan di sini adalah kegiatan-kegiatan ektra di luar jam-jam pelajaran di

    sekolah seperti kegiatan oleh raga, les tambahan untuk bidang pelajaran yang dirasakan

    kurang dikuasai oleh anak dan kegiatan seni.

    Berlebihan yang dimaksudkan di sini adalah apabila anak melakukannya dalam

    sehari tanpa adanya waktu istirahat dan bermain yang cukup dalam frekuensi waktu

    tertentu terus menerus dalam satu minggu. Kelelahan fisik dan kecemasan yang dirasakan

    oleh anak inilah yang menjadikan anak stres.

    Hal ini terjadi karena di satu sisi anak mempunyai keinginan untuk memenuhi

    tuntutan-tuntutan tersebut namun di sisi yang lainnya anak belum mampu untuk memenuhi

    tuntutan tersebut. Ini merupakan konflik bagi anak. Bagi anak yang dapat beradaptasi

    dengan baik akan tidak mendapatkan permasalahan yang berarti. Namun bagi anak yang

    tidak dapat beradaptasi dengan baik akan menimbulkan permasalahan yang nantinya dapat

    menimbulkan stres.

  • 6

    Menurut Garmezy dan Rutter (1983) stres pada anak dapat disebabkan oleh

    pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan seperti kekurangan gizi, terjadi

    penyiksaan seksual dan fisik, diabaikan, berpisah dengan orang tua atau orang yang

    merawatnya. Sarason dan Sarason (1993) menambahkan bahwa stres anak disebabkan

    karena sedang berada pada masa transisi perkembangan. Transisi perkembangan yang

    dialami anak pada usia ini adalah langkah awal menjadi mandiri dan transisi untuk keluar

    dari situasi rumah seperti sekolah dan berteman. Lachenmeyer dan Gibbs (1982)

    menekankan bahwa perceraian orang tua dan kematian ibu atau orang yang merawatnya

    adalah penyebab stres yang utama pada anak-anak.

    Young sebagaimana disebutkan dalam Latona (2000) menyatakan ada dua

    penyebab stres yaitu:

    a. Faktor normatif, terjadi pada saat anak mengalami perubahan fase perkembangan

    seperti kebutuhan berkelompok, kebutuhan penyelesaian tugas, perubahan

    fisiologis, menyukai lawan jenis dan lain-lain. Pada dasarnya faktor normatif ini

    merupakan bentuk produktif dari kecemasan yang nantinya membantu mereka

    untuk berkembang dan menjadi mandiri.

    b. Faktor lingkungan

    a. kematian orang tua atau orang yang disayangi. Kematian ini sangat

    menimbulkan peristiwa traumatik bagi anak terlebih jika merasa penyebab

    kematian tersebut adalah mereka.

    , terjadi karena adanya perubahan-perubahan hidup yang tidak

    dimengerti dan membingungkan anak. Kejadian-kejadian yang dapat menjadi

    pencetus adalah: (1) perceraian orang tua. Ketika orang tua bercerai atau

    bertengkar, anak-anak merasa keamanan mereka terganggu sehingga membuat

    mereka merasa sendiri dan ketakutan. (2) pindah. Anak-anak yang pindah dari

    tempat yang sudah familier bagi mereka seringkali membuat mereka merasa tidak

    aman, bingung dan cemas. Pindah yang dimaksudkan di sini adalah pindah

    rumah, sekolah, maupun lingkungan bermain. Hal ini disebabkan karena mereka

    terpisah dari teman-temannya. Selain itu ada beberapa hal yang juga dapat

    menjadi pencetus yaitu :

    b. kegiatan yang berlebihan (baik itu kegiatan sekolah, di luar sekolah atau

    rumah dan di dalam rumah).

    c. tekanan-tekanan dari teman-teman sebayanya. Tekanan ini termasuk

    pelecehan, penyiksaan baik fisik maupun mental dan pengucilan.

    Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya stres pada anak

    disebabkan oleh dua hal yaitu karena hal yang bersifat normatif yaitu perubahan yang

    terjadi pada fase perkembangan dan yang berasal dari lingkungan yang disebabkan karena

    terjadinya perubahan hidup. Ahli-ahli yang lain yang tersebut di atas mengatakan penyebab

    stres dari satu segi saja sedangkan Young memberikan kategori yang dapat mencakup

    semua pendapat dari ahli-ahli sebelumnya.

  • 7

    Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini penyebab stress pada anak

    didasarkan pada factor penyebab stress yang dikemukakan oleh Latona. Pemetaan yang

    diperoleh akan diketahui faktor utama penyebab stress pada anak. Pemetaan penyebab

    stress anak ini merupakan penelitian yang mengarah pada penelitian tentang klasifikasi

    penyebab stress pada anak.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian ini menggunakan variabel tunggal (variable tergantung) yaitu penyebab

    stress pada anak. Metode yang dipergunakan pada penelitian ini adalah metode survey,

    yang datanya diperoleh dengan menggunakan skala Penyebab Stres Anak (skala PSA).

    Definisi operasional penyebab stress pada anak adalah segala sesuatu yang

    menyebabkan anak menjadi stress atau tidak nyaman baik yang berasal dari lingkungan di

    dalam rumah (kenyamanan psikis, kenyamanan fisik) maupun lingkungan di luar rumah

    (perlakuan di sekolah dan perlakuan oleh teman sepermainan)

    Subyek penelitian adalah anak yang duduk di kelas IV s/d VI Sekolah Dasar di

    Surabaya sejumlah 1450 siswa, terdiri dari 8 Sekolah Dasar dengan tiga macam lokasi

    sekolah, yaitu 1). Lokasi sekolah bawah, dengan asumsi para orang tua siswa mempunyai

    status ekonomi sosial kelas bawah. Lokasi bawah terdiri dari SDI Raden Patah, SDN

    Nginden Jangkungan I, dan SDN Kertajaya XI. 2). Lokasi kelas menengah, dengan

    asumsi para orang tua siswa mempunyai status ekonomi sosial kelas menengah. Lokasi ini

    terdiri dari SDN Baratajaya, SDK Theresia II, dan SD Hang Tuah 3). Lokasi sekolah atas,

    dengan asumsi para orang tua siswa mempunyai status ekonomi sosial kelas atas. Lokasi

    ini terdiri dari SDN Kertajaya XIII dan SDK Theresia I.

    Analisis data yang digunakan untuk mengolah data dalam penelitian ini adalah

    Anava-2 Jalur untuk melihat perbedaan penyebab stress anak ditinjau dari lokasi sekolah

    dan kelas, Uji-Z untuk melihat tingkatan atau kondisi subyek pada variabel yang diteliti

    dan Statistik Deskriptif untuk melihat prosentase faktor atau indikator sehingga dapat

    ditentukan urutan indikator penyebab stress pada anak baik secara keseluruhan, per faktor,

    berdasarkan lokasi sekolah maupun kelas.

    HASIL PENELITIAN

    Hasil yang diperoleh dari ANAVA-2 Jalur menunjukkan ada perbedaan yang cukup

    signifikan urutan indikator penyebab stress anak ditinjau dari lokasi sekolah dan perbedaan

    yang sangat signifikan urutan indikator penyebab stress anak ditinjau dari kelas. Hasil

    selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

  • 8

    Tabel. 1. Hasil Anava - 2 Jalur

    Sumber JK db RK F R p 2

    Antar A 469.110 2 234.555 3.082 0.004 0.045

    Antar B 903.096 2 451.548 5.934 0.008 0.003

    Inter AB 506.244 4 126.561 1.663 0.005 0.155

    Keterangan

    LOKASI SEKOLAH

    : A : antar Lokasi Sekolah B : antar Kelas p : taraf signifikansi

    Hasil Uji-Z secara keseluruhan menunjukkan Mean Teoritis (MT) = 110, Mean

    Empiris (ME) = 80.479, dengan nilai Z = - 71.705 pada p = 0,000 (p < 0,01). Karena

    nilai MT > ME, berarti rata-rata siswa SD yang menjadi subyek penelitian ini mempunyai

    tingkat stress yang tergolong rendah. Demikian juga hasil Uji-Z antar lokasi sekolah dan

    kelas menunjukkan bahwa MT > ME, sehingga dapat dikatakan bahwa rata-rata siswa SD

    baik dari lokasi sekolah bawah, menengah dan atas; maupun siswa kelas IV, V dan VI

    mempunyai tingkat stress yang tergolong rendah. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada

    tabel di bawah ini.

    Tabel. 2. Hasil Uji-Z berdasarkan Lokasi Sekolah

    BAWAH MENENGAH ATAS

    MT ME Nilai Z p MT ME Nilai Z p MT ME Nilai Z p

    110 80.852 - 71.772 0.000 110 80.924 - 73.654 0.000 110 79.692 - 76.754 0.000

    Tabel. 3. Hasil Uji-Z berdasarkan Kelas

    KELAS

    IV V VI

    MT ME Nilai Z p MT ME Nilai Z p MT ME Nilai Z p

    110 79.389 - 71.577 0.000 110 80.643 - 72.599 0.000 110 81.310 - 78.956 0.000

    Keterangan : MT = Mean Teoritis ME = Mean Empiris p = Taraf Signifikansi

  • 9

    Berdasarkan hasil statistik Deskriptif ditemukan 2 (dua) indikator utama penyebab

    stress pada anak yaitu perceraian orang tua dan kehilangan orang yang disayangi. Hasil

    Statistik Deskriptif selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel.4. Hasil Statistik Deskriptif Perbandingan Urutan Faktor dan Indikator

    penyebab stress pada anak.

    B. PEMBAHASAN

    Pembahasan ini mengacu pada hasil Anava 2 jalur, Uji-Z dan Statistik Deskriptif.

    Hasil Anava 2 Jalur menunjukkan ada perbedaan yang cukup signifikan urutan indicator

    penyebab stress anak berdasarkan lokasi sekolah. Sedangkan jika dilihat dari tingkatan

    kelas, hasilnya menunjukkan perbedaan urutan indicator penyebab stress anak yang sangat

    signifikan. Artinya urutan indicator berdasarkan lokasi (bawah, menengah dan atas)

    berbeda. Hal ini terjadi karena perbedaan status social ekonomi orang tua membuat anak

    mempunyai kebutuhan kenyamanan yang berbeda pula. Sehingga kondisi stress yang

    terjadi pada masing-masing anak berasal dari penyebab yang berbeda-beda.

    Hasil Uji-Z menunjukkan bahwa rata-rata anak yang menjadi subyek penelitian ini

    baik secara keseluruhan maupun dilihat dari lokasi sekolah dan kelas mempunyai tingkat

    stress yang tergolong rendah. Hal ini terjadi karena subyek penelitian adalah anak-anak

    NO NAMA INDIKATOR UMUM FAKTOR LOKASI SEKOLAH KELAS

    N = 1450 N = 1450 BAWAH MENENGAH ATAS IV V VI

    N = 465 N = 489 N = 496 N = 457 N = 490 N = 503

    A. FAKTOR NORMATIF

    1 Kebutuhan Berkelompok V II VI VI VII VI VI VI

    2 Kebutuhan Penyelesaian Tugas XI IV IV V V V V V

    3 Perubahan Fisiologis IV I V IV III IV IV IV

    4 Menyukai Lawan Jenis VIII III XI XI VI IX IX VIII

    B. FAKTOR LINGKUNGAN

    5 Perceraian Orang Tua I I I I I I I I

    6 Kehilangan Orang yang Disayangi II II II II II II II II

    7 Perpindahan Tempat Tinggal X VII X X XI XI X X

    8 Perpindahan Sekolah IX VI IX IX X X XI IX

    9 Perpindahan Lingkungan Bermain III III III III IV III III III

    10 Tuntutan Orang Tua VII V VII VIII IX VIII VIII VII

    11 Tekanan Teman Sebaya VI IV VIII VII VIII VII VII XI

  • 10

    yang kondisinya tergolong normal. Pada anak-anak yang tergolong normal memiliki

    kemampuan untuk mengatasi kondisi dan permasalahan yang timbul di sekitar mereka

    dengan baik. Artinya anak dapat secara cepat menyesuaikan diri dengan kondisi

    lingkungan yang tidak nyaman.

    Statistik Deskriptif menghasilkan prosentase masing-masing indicator baik secara

    umum maupun berdasarkan lokasi sekolah dan kelas sehingga dapat dapat ditentukan

    urutan indikatornya

    Berdasarkan analisis data secara umum tanpa memperhatikan faktor (nor-mative

    dan lingkungan), lokasi sekolah (atas, menengah, dan bawah) maupun kelas (empat, lima

    dan enam SD), diperoleh hasil perceraian orangtua secara umum merupakan penyebab

    stress anak tertinggi (9,5 %), Hal ini dikarenakan, menurut Young ada perubahan-

    perubahan hidup yang tidak dimengerti dan membingungkan anak. Kejadian-kejadian yang

    dapat menjadi pencetusnya antara lain adalah perceraian orang tua. Ketika orang tua

    bercerai atau bertengkar, anak-anak merasa keamanan mereka terganggu sehingga mem-

    buat mereka merasa sendiri dan ketakutan.

    Pendapat di atas diperkuat oleh Carr (2006), yang mengatakan bahwa perceraian

    orang tua dan kematian ibu atau orang yang merawatnya ada-lah penyebab stres yang

    utama pada anak-anak. Dari alasan tersebut sudah sewa-jarnya perceraian orangtua

    menempati urutan teratas sebagai indikator penyebab stress anak dan Kehilangan orang

    yang dicintai, merupakan penyebab stress ke dua (9,2 %). Hampir sama dengan

    perceraian orangtua, pada anak-anak usia sekolah dasar adalah anak-anak yang berada pada

    fase transisi yaitu dari fase yang penuh perlindungan menuju pada fase kemandirian. Selain

    itu pada awal fase ini anak akan merasakan berpisah dengan orang yang dicintai karena

    harus ke sekolah untuk mulai bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Selaras dengan

    usia perkembangannya maka anak-anak usia ini apabila dihadapkan pada kondisi

    kehilangan orang yang dicintai merupakan hal yang berat dan menjadi penyebab stress,

    meskipun tidak seberat perceraian orangtua.

    Perpindahan lingkungan bermain, merupakan indikator penyebab stres urutan

    ketiga secara umum (7,5%), Hal ini dikarenakan anak-anak usia ini berada pada fase

    berkelompok, jadi pemisahan anak dengan kelompok atau teman-teman sebaya merupakan

    tekanan baginya (Smidt, 2006). Dengan demikian anak-anak ketika lingkungan bermainnya

    berpindah, yang berarti teman-temannya juga berganti dapat menjadi penyebab timbulnya

    stress yang berarti

    Perubahan fisiologis merupakan penyebab stress urutan keempat (6,99%), Anak-

    anak subyek penelitian ini tergolong pada tahap perkembangan akhir masa kanak-kanak

    (middle childhood), dengan rentang usia 6-12 tahun. Pada usia 6 sampai 10 tahun,

    perkembangan biofisiknya mengalami masa stabil tidak seperti masa se-belumnya (usia 0

    sampai 6 tahun), dan pada usia 10 sampai 12 tahun, saat mema-suki masa prepubertas,

    perubahan-perubahan biofisik akan dirasakan kembali te-rutama pada organ-organ seksual

    (Berk, 2000). Pada usia anak-anak ini beberapa anak wanita sudah ada yang menstruasi,

  • 11

    yang laki-laki sudah mimpi basah, bagi yang belum mengalami/menunggu pengalaman ini

    cukup mencemaskan anak. Selain itu perubahan fisik dalam tubuh anak merupakan sesuatu

    yang mengganggu mereka dalam pergaulan meskipun secara alamiah perubahan ini tidak

    dapat dihentikan pertumbuhannya. Peran orang tua dalam memberikan pengertian bahwa

    anak akan beranjak remaja menjadi sangat penting sehingga anak menjadi waspada

    terhadap perubahan tubuh mereka dan konsekwensi akibat perubahan tersebut. Semakin

    cepat anak menyadari bahwa kondisi fisiologis mereka ada yang berubah maka pemikiran

    akan menjadi lebih dewasa, membuat anak men-jadi cemas. Pada satu sisi mereka belum

    siap untuk tampil lebih dewasa, namun di sisi yang lain perubahan itu sudah terjadi pada

    diri mereka.

    Kebutuhan berkelompok merupakan penyebab stress urutan kelima (6,4%).

    Anak-anak ini berada pada fase berkelompok, jadi pemisahan anak dengan kelompok atau

    teman-teman sebayanya merupakan indikator penyebab stress baginya (Harris &

    Butterworth, 2004). Tekanan teman sebaya merupakan penyebab stress urutan keenam

    (6,1%). Hal ini dikarenakan menurut Young, untuk kelom-pok anak usia sekolah ini,

    terutama untuk anak yang tergolong masa kanak-kanak akhir (kelas 4-6 SD) yang akan

    mengakhiri tahap perkembangan akhir masa kanak-kanak, adalah kegiatan yang berlebihan

    dan tekanan yang berasal dari teman sebayanya. Hal ini bias terjadi apabila anak tidak

    mengikuti/menuruti ke-lompoknya. Tekanan ini termasuk pelecehan, penyiksaan baik fisik

    maupun men-tal dan pengucilan.

    Tuntutan orangtua merupakan penyebab stress urutan ke-tujuh (6%), Hal ini

    dikarenakan apabila tuntutan orangtua menyebabkan terjadi-nya pemisahan anak dengan

    kelompoknya, ini merupakan hal yang menimbulkan ketegangan dan perasaaan tidak

    nyaman (Latona, 2000). Tuntutan ini juga tercer-min dari pemberian tugas yang berlebihan

    sehingga anak merasa tidak mampu (melampaui kemampuannya), atau menyebabkan anak

    kurang dapat bermain de-ngan kelompoknya atau bahkan tidak dapat bermain sama sekali.

    Hal inilah yang memicu terjadinya stres pada anak-anak.

    Menyukai lawan jenis, merupakan penyebab stress urutan kedelapan (5,78%).

    Seiring bertambahnya usia anak, sampailah pada fase anak-anak akhir yang ditandai

    dengan siap berfungsinya organ-organ seksual yang berdampak tertarik kepada lawan

    jenisnya. Kondisi ini apabila tidak dibarengi dengan keberanian dan kepercayaan diri

    berakibat anak menjadi malu, rendah diri dan cemas.

    Indikator perpindahan sekolah merupakan penyebab stress urutan kesembilan

    (5,8%). Anak-anak yang pindah dari tempat yang sudah familier dalam hal ini sekolah

    (yang pada anak kelas 4-6 SD sudah mempunyai banyak teman), bagi mereka seringkali

    membuat mereka merasa tidak aman, bingung dan cemas. Hal ini disebabkan karena

    mereka terpisah dari teman-temannya, yang apabila di-perbandingkan dengan teman-teman

    di sekitar tempat tinggal, teman sekolah le-bih beragam stratanya, sehingga ketika harus

    pindah sekolah harus mencari teman lagi. Hal ini lebih mencemaskan bila disbanding

    mencari teman di sekitar tempat tinggalnya.

  • 12

    Indikator perpindahan tempat tinggal merupakan penyebab stress urutan kese-

    puluh (5,7%). Sebagaimana pada indicator perpindahan sekolah di atas, anak-anak yang

    pindah dari tempat yang sudah familier dalam hal ini tempat tinggal, bagi mereka

    seringkali membuat mereka merasa tidak aman, bingung dan cemas. Hal ini disebabkan

    karena mereka terpisah dari teman-temannya, meskipun ting-kat kecemasannya lebih

    rendah bila dibandingkan dengan perpindahan sekolah.

    Indikator kebutuhan penyelesaian tugas merupakan penyebab stress urutan

    kesebelas (5,3%). Kebutuhan penyelesaian tugas ini dapat dikaitkan dengan anak mulai

    belajar bertanggungjawab dan mulai belajar untuk menerima konsekuensi baik yang

    bersifat positif maupun negatif berkenaan dengan penyelesaian tugas. Pada usia ini, anak

    mulai dinilai apakah mereka mampu atau tidak dalam penye-lesaian tugas. Hal inilah yang

    menyebabkan anak menjadi stress.

    PEMBAHASAN UMUM BERDASARKAN FAKTOR

    Urutan indikator berdasarkan faktor normatif dan lingkungan, tanpa memperhatikan

    lokasi sekolah (atas, menengah, dan atas), serta kelas (empat, lima dan enam SD) adalah

    sebagai berikut:

    FAKTOR NORMATIF

    Perubahan fisiologis merupakan indikator dari faktor normatif penyebab stress

    tertinggi (28,66%), hal ini disebabkan oleh karena ; Anak-anak subyek penelitian ini

    tergolong pada tahap perkembangan akhir masa kanak-kanak (middle child-hood), dengan

    rentang usia 6-12 tahun. Pada usia 6 sampai 10 tahun, perkembangan biofisiknya

    mengalami masa stabil tidak seperti masa sebelumnya (usia 0 sampai 6 tahun), dan pada

    usia 10 sampai 12 tahun, saat memasuki masa prepu-bertas, perubahan-perubahan biofisik

    akan dirasakan kembali terutama pada organ-organ seksual (Berk, 2000). Pada usia anak-

    anak ini beberapa anak wanita sudah ada yang menstruasi, yang laki-laki sudah mimpi

    basah, bagi yang belum mengalami/menunggu pengalaman ini cukup mencemaskan anak.

    Selain itu perubahan fisik dalam tubuh anak merupakan sesuatu yang mengganggu mereka

    da-lam pergaulan meskipun secara alamiah perubahan ini tidak dapat dihentikan per-

    tumbuhannya. Peran orang tua dalam memberikan pengertian bahwa anak akan beranjak

    remaja menjadi sangat penting sehingga anak menjadi waspada terhadap perubahan tubuh

    mereka dan konsekwensi akibat perubahan tersebut. Semakin cepat anak menyadari bahwa

    kondisi fisiologis mereka ada yang berubah maka pemikiran akan menjadi lebih dewasa,

    membuat anak menjadi cemas. Pada satu sisi mereka belum siap untuk tampil lebih

    dewasa, namun di sisi yang lain peru-bahan itu sudah terjadi pada diri mereka.

    Kebutuhan berkelompok merupakan indikator dari faktor normatif penyebab

    stress kedua (26,097%), hal ini dikarenakan mereka berada pada fase berkelompok, jadi

    pemisahan anak dengan kelompok atau teman-teman sebaya merupakan stresor baginya.

  • 13

    Menyukai lawan jenis, merupakan indikator dari faktor normatif penyebab stress

    ketiga (23,67%), hal ini dikarenakan seiring bertambahnya usia anak, sampailah pada fase

    anak-anak akhir yang ditandai dengan siap berfungsinya organ-organ seksual yang

    berdampak tertarik kepada lawan jenisnya. Kondisi ini apabila tidak dibarengi dengan

    keberanian dan kepercayaan diri berakibat anak menjadi malu, rendah diri dan cemas.

    Kebutuhan penyelesaian tugas, merupakan indikator dari faktor normatif penyebab

    stress keempat (21,58%), hal ini dikarenakan kebutuhan penyelesaian tugas ini dapat

    dikaitkan dengan anak mulai belajar bertanggungjawab dan mulai belajar untuk menerima

    konsekuensi baik yang bersifat positif maupun negatif berkenaan dengan penyelesaian

    tugas. Pada usia ini, anak mulai dinilai apakah mereka mampu atau tidak dalam

    penyelesaian tugas. Hal inilah yang menye-babkan anak menjadi stress.

    FAKTOR LINGKUNGAN

    Perceraian orangtua merupakan indikator dari faktor lingkungan penyebab stress

    tertinggi (19,16 %). Hal ini dikarenakan, menurut Young (dalam Latona, 2000) ada

    perubahan-perubahan hidup yang tidak dimengerti dan membingungkan anak. Kejadian-

    kejadian yang dapat menjadi pencetusnya antara lain adalah perceraian orang tua. Ketika

    orang tua bercerai atau bertengkar, anak-anak merasa keamanan mereka terganggu

    sehingga mem-buat mereka merasa sendiri dan ketakutan.

    Pendapat di atas diperkuat oleh Carr (2006), yang mengatakan bahwa perceraian

    orang tua dan kematian ibu atau orang yang merawatnya ada-lah penyebab stres yang

    utama pada anak-anak. Dari alasan tersebut sudah sewa-jarnya perceraian orangtua

    menempati urutan teratas sebagai indikator penyebab stress anak dan Kehilangan orang

    yang dicintai, merupakan indikator dari faktor lingkungan penyebab stress urutan ke

    dua(18,41 %). Hampir sama dengan per-ceraian orangtua, pada anak-anak usia sekolah

    dasar adalah anak-anak yang berada pada fase transisi yaitu dari fase yang penuh

    perlindungan menuju pada fase kemandirian (Craig & Kermis, 1995). Selain itu pada awal

    fase ini anak akan me-rasakan berpisah dengan orang yang dicintai karena harus ke sekolah

    untuk mulai bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Selaras dengan usia

    perkembangannya maka anak-anak usia ini apabila dihadapkan pada kondisi kehilangan

    orang yang dicintai merupakan hal yang berat dan menjadi penyebab stress, meskipun tidak

    seberat perceraian orangtua.

    Perpindahan lingkungan bermain, merupakan indikator dari faktor lingkungan

    penyebab stress urutan ketiga (15,12%). Hal ini dikarenakan anak-anak usia ini berada

    pada fase berkelompok, jadi pemisahan anak dengan kelompok atau te-man-teman sebaya

    merupakan tekanan baginya. Dengan demikian anak-anak ketika lingkungan bermainnya

    berpindah, yang berarti teman-temannya juga berganti dapat menjadi penyebab timbulnya

    stress yang berarti. Tekanan teman sebaya, merupakan indikator dari faktor lingkungan

    penyebab stress keempat (12,19 %). Hal ini dikarenakan menurut Young (dalam Latona,

    2000), untuk kelompok anak usia sekolah ini, terutama untuk anak yang tergolong masa

    kanak-kanak akhir (kelas 4-6 SD) yang akan mengakhiri tahap perkembangan akhir masa

  • 14

    kanak-kanak, adalah kegiatan yang berlebihan dan tekanan yang berasal dari teman

    sebayanya. Hal ini bias terjadi apabila anak tidak mengikuti/menuruti ke-lompoknya.

    Tekanan ini termasuk pelecehan, penyiksaan baik fisik maupun men-tal dan pengucilan.

    Tuntutan orangtua secara umum, merupakan indikator dari faktor lingkungan penyebab

    stress kelima (12,07 %). Hal ini dikarenakan apabila tuntutan orangtua menyebabkan

    terjadinya pemisahan anak dengan kelompoknya, ini merupakan hal yang menimbulkan

    ketegangan dan perasaaan tidak nyaman (Latona, 2000). Tuntutan ini juga tercermin dari

    pemberian tugas yang berlebihan sehingga anak merasa tidak mampu (melampaui

    kemampuannya), atau menye-babkan anak kurang dapat bermain dengan kelompoknya

    atau bahkan tidak dapat bermain sama sekali. Hal inilah yang memicu terjadinya stres pada

    anak-anak.

    Perpindahan sekolah, merupakan indikator dari faktor lingkungan penyebab stress

    keenam (11,58 %). Anak-anak yang pindah dari tempat yang sudah familier dalam hal ini

    sekolah (yang pada anak kelas 4-6 SD sudah mempunyai banyak teman), bagi mereka

    seringkali membuat mereka merasa tidak aman, bingung dan cemas. Hal ini disebabkan

    karena mereka terpisah dari teman-temannya, yang apabila diperbandingkan dengan teman-

    teman di sekitar tempat tinggal, teman sekolah lebih beragam stratanya, sehingga ketika

    harus pindah sekolah harus mencari teman lagi. Hal ini lebih mencemaskan bila dibanding

    mencari teman di sekitar tempat tinggalnya.

    Perpindahan tempat tinggal, merupakan indikator dari faktor lingkungan pe-

    nyebab stress ketujuh (11,49 %). Sebagaimana pada indikator perpindahan seko-lah di atas,

    anak-anak yang pindah dari tempat yang sudah familier dalam hal ini tempat tinggal, bagi

    mereka seringkali membuat mereka merasa tidak aman, bi-ngung dan cemas. Hal ini

    disebabkan karena mereka terpisah dari teman-teman-nya, meskipun tingkat kecemasannya

    lebih rendah bila dibandingkan dengan per-pindahan sekolah.

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil anlisis data maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat

    stres pada subyek penelitian yang tergolong dalam kondisi normal termasuk pada kategori

    rendah. Ditemukan juga bahwa penyebab stres anak ditinjau dari lokasi sekolah dan kelas

    ternyata berbeda. Namun secara umum, indikator utama penyebab stres anak baik secara

    keseluruhan tanpa membedakan lokasi sekolah dan kelas, maupun dengan melihat lokasi

    sekolah dan kelas ternyata sama yaitu urutan pertama adalah perceraian orang tua dan

    urutan kedua adalah kehilangan orang yang disayangi. Sementara indikator penyebab stres

    anak yang lain cukup bervariasi sesuai dengan kategorinya.

  • 15

    Daftar Pustaka

    Carr, A. (2006). The Handbook of Child and Adolescent Clinical Psychology: A Contextual Approach. 2nd

    Latona,V (2000). Coping with Child Stress. HYPERLINK

    edt. London: Routledge Craig, G.J & Kermis, M.D (1995). Children Today. New Jersey: Prentice Hall Englewood

    Cliffs. Harris, M. & Butterworth, G. (2004). Developmental Psychology. A students Handbook.

    New York : Psychology Press Hurlock, E.B (1991). Psikologi Perkembangan (terjemahan). Edisi Kelima. Jakarta:

    Penerbit Erlangga. Kirwin, K M & Hamrin V (2005). Decreasing the Risk of Complicated Bereavement and

    Future Psychiatric Disorders in Children. Journal of Child and Adolescent Psychiatric Nursing, Vol. 18, No.1, 62-78

    Lachenmeyer, J.R & Gibbs, M.S (1982). Psychopatology in Childhood. New York: Gardner Press, Inc.

    "http://www.americanbaby.com" http://www.americanbaby.com. Lavee Y (2005). Correlates of Change in Marital Relationships Under Stress: The Case of

    Childhood Cancer. The Journal of Contemporary Social Services. Vol 86, No.1, 112 Lazarus, R.S (1976). Patterns of Adjustment. 3rd ed. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha, Ltd. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2002). A Childs World. Boston : McGraw

    Hill Regehr, C, Hemsworth, D, Hill, J (2001). Individual Predictors of Posttraumatic Distress:

    A Structural Equation Model.Canada J Psychiatry, Vol 46, 156-161 Rutter, M (1983). Stress, Coping and Development: some Issues and some Question. In N.

    Garmezy & M. Rutter (edt). ). Stress, Coping and Development In Children. USA: R.R Donnelly and Sons, Inc.

    Sarason, I.G & Sarason, B.R (1993). Abnormal Psychology: The Problem of Mal adaptive Behavior. 7th ed. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs.

    Sawyer, E.H & Ashburn, S.S (1980). Psycho-Social Development during the School-Age Years. In Schuster, C.S & Ashburn, S.S (edt).The Process of Human Development: A Holistic Approach. Boston: Little, Brown and Company.

    Schuster, C.S (1980). Biophysical Development of The School-Age Child. In Schuster, C.S & Ashburn, S.S (edt). The Process of Human Development: A Holistic Approach. Boston: Little, Brown and Company.

    Smidt, S. (2006). The Developing Child in The 21st Century: A Global Perspective on Child Development. London: Routledge

    Vernberg, E M, LaGreca, A M, Silverman, W K, Prinstein, M J (1996). Prediction of Posttraumatic Stress Symptoms in Children After Hurricane Andrew. Journal of Abnormal Psychology, Vol 105, N. 2, 237-248

    PEMETAAN PENYEBAB STRES PADA ANAK DI SURABAYADRA. I GUSTI AYU AGUNG NOVIEKAYATI, MSi., DRS. SUROSO, MS.ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk memetakan penyebab stress pada anak. Banyak faktor yang menyebabkan anak-anak menjadi stress diantaranya adalah dari lingkungan dalam keluarga dan lingkungan luar keluarga. Stres pada anak dapat menurunkan kualitas hidup...Subyek penelitian adalah anak-anak tingkat Sekolah Dasar di Wilayah Surabaya sebanyak 1450 siswa, terdiri dari siswa kelas 4, 5 dan 6 yang dibedakan atas lokasi sekolah yaitu 1). Lokasi sekolah bawah, dengan asumsi para orang tua siswa mempunyai statu...Hasil yang diperoleh dari ANAVA 2 Jalur menunjukkan: 1). ada perbedaan yang cukup signifikan urutan indikator penyebab stress anak ditinjau dari lokasi sekolah 2). ada perbedaan yang sangat signifikan urutan indikator penyebab stress anak ditinjau da...Kata kunci : penyebab stress anak - stress anak.LATAR BELAKANGPelampiasan emosi anak pada saat tertekan dewasa ini cenderung mudah ditampilkan tanpa anak mengetahui konsekuensi dari perbuatannya yang dapat mengganggu perkembangan masa depan mereka. Perilaku ini merupakan manifestasi perilaku stres pada anak-anak...Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk membuat pemetaan penyebab stress pada anak. Pemetaan penyebab stress pada orang dewasa sudah dilakukan oleh Holmes and Rahe dalam Social Readjustment Rating Scale (Lazarus, 1976). Pada orang dew...PEMBAHASAN UMUM BERDASARKAN FAKTORFAKTOR NORMATIFKESIMPULAN