041

9
Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006 940 PEMODELAN KERATAAN JALAN BEBAS HAMBATAN SEBAGAI FUNGSI BEBAN LALU LINTAS Aloysius Tjan, Ph.D. Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan Jalan Ciumbuleuit 94 Bandung 40141 [email protected] Telp (022) 2033691; Fax (022) 2033692 Kokon Zarkoni, MT Alumnus Program Magister Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan Jalan Ciumbuleuit 94 Bandung 40141 Abstrak Penilaian kondisi perkerasan diperlukan pada saat akan melakukan pemeliharaan jalan. Ketika sistem manajemen perkerasan diterapkan, kemampuan memprediksi kondisi perkerasan menjadi sangat utama. Terdapat beberapa tiga alternatif penilaian kondisi perkerasan, yaitu menurut kondisi struktur perkerasannya, kondisi kerataannya, atau gabungan kondisi perkerasan dan kerataan. Kondisi struktur perkerasan sangat berkaitan dengan kemampuan struktur perkerasan menerima beban sumbu lalu lintas, sedangkan kondisi kerataan berkaitan dengan kenyamanan yang dirasakan oleh pengemudi. Berdasarkan hasil studi perubahan kerataan pada Jalan Tol Jagorawi pada periode 1996 – 2005, maka diperoleh rata-rata nilai perubahan kerataan permukaan jalan adalah 0.0566 m/km/bulan dengan deviasi standar 0.0303 m/km/bulan. Untuk tingkat keandalan 95%, perubahan kerataan tiap bulan adalah 0.1065 m/km/bulan. Pemodelan yang lebih detail dengan menggunakan beberapa variabel yang mempengaruhi kerataan tidak berhasil diperoleh karena terbatasnya data yang sahih dan bisa digunakan. Kata kunci: kekasaran, sistem manajemen perkerasan Pendahuluan Kerataan (roughness) adalah fenomena yang dirasakan oleh pengguna jalan ketika melaju di permukaan perkerasan. Kekasaran merupakan parameter distorsi bentuk permukaan perkerasan. Distorsi permukaan mengakibatkan ketidak-nyamanan pengguna jalan. Penilaian gangguan terhadap kenyaman akibat distorsi itu antara lain tergantung pada kecepatan kendaraan, dan jenis peredam kejut kendaraan. Jalan yang distorsinya rendah (atau rata) akan mengurangi tingkat kelelahan pengguna jalan, dan akan mengurangi biaya operasional kendaraan. Selain unsur kerataan permukaan jalan sebagai unsur kenyamanan, diperlukan juga unsur kekasaran agar kendaraan dapat dengan aman dihentikan ketika dilakukan pengereman. Dalam makalah ini kerataan yang menjadi topik, dan sama sekali tidak akan membahas tentang kekasaran jalan. Distorsi permukaan jalan meliputi arah transversal (memanjang jalan), dan lateral (melintang jalan). Dampak dari distorsi tersebut, kendaraan mengalami percepatan (akselerasi) dalam arah vertikal maupun lateral. Pengguna jalan merasakan ketidak- nyamanan terutama akibat percepatan dalam arah vertikal, akibat distorsi dalam arah transversal. Maka dilakukanlah pengukuran distorsi permukaan jalan dalam arah transversal. Alat ukur kekasaran dapat dibedakan berdasarkan unsur yang diukur, yaitu profil permukaan jalan, atau respon yang diukur di kendaraan akibat distorsi permukaan (RTRRMS – Response Type Road Roughness Measuring Systems). Beberapa alat ukur pengukuran profil itu antara lain adalah: CHLOE profilometer (yang dipakai pada AASHO Road Test), kerataan yang diukur sesuai dengan ASTM 91, dipstick (Donnelly,

Upload: amar

Post on 16-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

civil

TRANSCRIPT

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    940

    PEMODELAN KERATAAN JALAN BEBAS HAMBATAN SEBAGAI FUNGSI BEBAN LALU LINTAS

    Aloysius Tjan, Ph.D.

    Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik

    Universitas Katolik Parahyangan Jalan Ciumbuleuit 94

    Bandung 40141 [email protected]

    Telp (022) 2033691; Fax (022) 2033692

    Kokon Zarkoni, MT Alumnus Program Magister Teknik Sipil

    Universitas Katolik Parahyangan Jalan Ciumbuleuit 94

    Bandung 40141

    Abstrak

    Penilaian kondisi perkerasan diperlukan pada saat akan melakukan pemeliharaan jalan. Ketika sistem manajemen perkerasan diterapkan, kemampuan memprediksi kondisi perkerasan menjadi sangat utama. Terdapat beberapa tiga alternatif penilaian kondisi perkerasan, yaitu menurut kondisi struktur perkerasannya, kondisi kerataannya, atau gabungan kondisi perkerasan dan kerataan. Kondisi struktur perkerasan sangat berkaitan dengan kemampuan struktur perkerasan menerima beban sumbu lalu lintas, sedangkan kondisi kerataan berkaitan dengan kenyamanan yang dirasakan oleh pengemudi. Berdasarkan hasil studi perubahan kerataan pada Jalan Tol Jagorawi pada periode 1996 2005, maka diperoleh rata-rata nilai perubahan kerataan permukaan jalan adalah 0.0566 m/km/bulan dengan deviasi standar 0.0303 m/km/bulan. Untuk tingkat keandalan 95%, perubahan kerataan tiap bulan adalah 0.1065 m/km/bulan. Pemodelan yang lebih detail dengan menggunakan beberapa variabel yang mempengaruhi kerataan tidak berhasil diperoleh karena terbatasnya data yang sahih dan bisa digunakan. Kata kunci: kekasaran, sistem manajemen perkerasan

    Pendahuluan Kerataan (roughness) adalah fenomena yang dirasakan oleh pengguna jalan ketika melaju di permukaan perkerasan. Kekasaran merupakan parameter distorsi bentuk permukaan perkerasan. Distorsi permukaan mengakibatkan ketidak-nyamanan pengguna jalan. Penilaian gangguan terhadap kenyaman akibat distorsi itu antara lain tergantung pada kecepatan kendaraan, dan jenis peredam kejut kendaraan. Jalan yang distorsinya rendah (atau rata) akan mengurangi tingkat kelelahan pengguna jalan, dan akan mengurangi biaya operasional kendaraan. Selain unsur kerataan permukaan jalan sebagai unsur kenyamanan, diperlukan juga unsur kekasaran agar kendaraan dapat dengan aman dihentikan ketika dilakukan pengereman. Dalam makalah ini kerataan yang menjadi topik, dan sama sekali tidak akan membahas tentang kekasaran jalan. Distorsi permukaan jalan meliputi arah transversal (memanjang jalan), dan lateral (melintang jalan). Dampak dari distorsi tersebut, kendaraan mengalami percepatan (akselerasi) dalam arah vertikal maupun lateral. Pengguna jalan merasakan ketidak-nyamanan terutama akibat percepatan dalam arah vertikal, akibat distorsi dalam arah transversal. Maka dilakukanlah pengukuran distorsi permukaan jalan dalam arah transversal. Alat ukur kekasaran dapat dibedakan berdasarkan unsur yang diukur, yaitu profil permukaan jalan, atau respon yang diukur di kendaraan akibat distorsi permukaan (RTRRMS Response Type Road Roughness Measuring Systems). Beberapa alat ukur pengukuran profil itu antara lain adalah: CHLOE profilometer (yang dipakai pada AASHO Road Test), kerataan yang diukur sesuai dengan ASTM 91, dipstick (Donnelly,

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    941

    1988), TRRL profilometer (Dickerson, 1976), APL (longitudinal profile analyzer) yang dikembangkan oleh French Road Research Laboratory LCPC (Map, 1990), dan Laser Beam Profilometer. Alat ukur kerataan berdasarkan RTRRMS antara lain Mays Ride Meter dikembangkan oleh Texas Highway Department dan dikenal luas di Amerika Serikat (Phillips, 1969), Bump Integrator Bureau of Public Roads, NAASRA, dan World Bank merekomendasikan pengukuran kekasaran berdasarkan a quarter car system, yaitu International Roughness Index IRI (Sayers, 1986). Kerataan permukaan jalan akan berubah secara berangsur-angsur setelah jalan dioperasikan. Lalu lintas mengakibatkan distorsi permukaan jalan semakin besar. Secara struktural, perkerasan juga secara berangsur-angsur juga menjadi rusak. Pengukuran kerataan yang mengukur profil memerlukan waktu yang lebih lama (kecuali alat pengukuran yang modern seperti Laser Beam Profilometer) dibandingkan dengan pengukuran jenis RTRRMS. Pengukuran kondisi struktur perkerasan seperti dengan alat Falling Weight Deflectometer (FWD) memerlukan waktu yang lama dan biaya peralatan besar. Berdasarkan perbedaan biaya akuisisi data tersebut, data RTRRMS sering digunakan untuk data base kondisi perkerasan pada sistem manajemen perkerasan, khususnya untuk network level. Pengukuran kondisi struktur perkerasan hanya dilakukan pada lokasi tertentu pada project level. Sistem manajemen perkerasan pada tingkat jaringan (network level) yang menggunakan indikator kerataan mengakibatkan indikator itu menjadi pemicu diambilnya keputusan jenis aplikasi dan waktu pemeliharaan tertentu. Kemampuan melakukan prediksi kerataan dimasa yang akan datang menjadi suatu hal yang sangat penting. Perubahan kerataan itu dapat diakibatkan oleh pertambahan pengulangan beban sumbu lalu lintas yang lewat (jalan menjadi semakin besar terdistorsi), atau akibat pemeliharaan jalan tertentu seperti dilakukannya konstruksi lapis ulang mengakibatkan jalan menjadi semakin kecil terdistorsi.

    Tujuan Memodelkan perubahan kerataan yang terjadi pada perkerasan yang tidak dilakukan pemeliharaan dengan lapis ulang (overlay) pada ruas jalan Tol Jagorawi selama kurun waktu 1996 2005.

    Lokasi Studi Untuk melakukan pemodelan kerataan jalan, diperlukan data sekunder seperti hasil pengukuran kerataan jalan secara periodik, jumlah kendaraan yang melalui jalan tersebut. Data seperti itu tidak terlalu mudah diperoleh di Indonesia. Salah satu jaringan jalan yang mempunyai data yang diperlukan itu adalah Jalan Tol Jagorawi. Itulah sebabnya lokasi tersebut dipilih untuk pembentukan model kerataan. Jalan bebas hambatan yang berupa jalan tol ini merupakan jalan bebas hambatan pertama di Indonesia. Jalan dengan konstruksi perkerasan lentur (5 cm wearing course, 5 cm binder course, 23 cm asphalt treated base, 15 cm aggregate base course, dan 15 cm natural ground embankment) ini dioperasikan sejak 1 Maret 1978 setelah

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    942

    direncanakan konstruksinya sejak tahun 1963. Panjang total Jalan Tol Jagorawi 52 km, termasuk 3,1 km jalan menuju Bogor. Pada awalnya Jalan Tol Jagorawi terdiri dari 4 (empat) lajur untuk dua arah dengan lebar tiap lajur lalu lintas 3,75 meter, lebar bahu ke arah median 1,5 meter, bahu luar 3,75 meter, serta median 10 m. Jalan Tol Jagowari dibagi menjadi 8 ruas. Panjang masing-masing ruas Jalan Tol Jagorawi dapat dilihat pada Tabel 1. Jalur Cawang Ciawi sering disebut sebagai Jalur A, dan jalur Ciawi Cawang disebut Jalur B. Seiring dengan peningkatan arus lalu lintas maka pada tahun 2001 dilakukan penambahan satu lajur untuk masing-masing jalur antara Cibubur sampai dengan Cibinong pada Km. 13+919 s.d. Km. 28+500. Pada tahun 2003 penambahan satu lajur dilanjutkan pada lokasi antara Cibinong sampai dengan Sentul Utara dari Km. 28+500 s.d Km. 32+795 pada kedua jalur (A dan B). Informasi konstruksi lapis ulang ditampilkan pada Tabel 2, sedangkan informasi tentang lalu lintas ditampilkan pada Tabel 3. Pada Tabel 4 diperlihatkan data LHR tiap jenis kendaraan di tiap ruas Jalan Tol Jagorawi berdasarkan keadaan pada tahun 2000. Nilai E (ekivalen sumbu standar) kendaraan dihitung sebagai akumulasi E tiap sumbu kendaraan. Angka E tiap sumbu kendaraan dihitung sesuai dengan rumus Depkimpraswil (2003).

    Tabel 1. Nama Ruas dan Panjang Ruas Jalur Utama Jalan Tol Jagorawi

    No. Nama Ruas Panjang Ruas 1. Cawang-Cibubur 10,4 Km (Km. 3+800 s.d. Km. 14+200) 2. Cibubur-Cimanggis 4,8 Km (Km. 14+200 s.d. Km. 19+000) 3. Cimanggis-Gunung Putri 5,3 Km (Km. 19+000 s.d. Km. 24+300) 4. Gunung Putri-Cibinong 3,2 Km (Km. 24+300 s.d. Km. 27+500) 5. Cibinong-Sentul 5,9 Km (Km. 27+500 s.d. Km. 33+400) 6. Sentul-Sentul Selatan 3,1 Km (Km. 33+400 s.d. Km. 36+500) 7. Sentul Selatan-Bogor 4,0 Km (Km. 36+500 s.d. Km. 40+500) 8. Bogor-Ciawi 7,0 Km (Km. 40+500 s.d. Km. 47+500)

    Sumber: Puslitbang Jalan (1996)

    Tabel 2. Ruas Jalan dan Tahun Penanganan dengan Lapis Ulang (Overlay)

    No. Ruas Jalan Jalur Lokasi Tahun Penanganan

    A Km. 4+300 s.d. Km. 4+650 Km. 7+600 s.d. Km. 9+100

    Km. 11+000 s.d. Km. 12+200 Oktober 2003 1. Cawang-Cibubur

    B Km. 7+000 s.d. Km. 14+200 Oktober 2003

    2. Cibubur-Cimanggis B Km. 14+200 s.d. Km. 19+000 Oktober 2003

    3. Cimanggis-Gunung Putri A Km. 19+300 s.d. Km. 20+200 Oktober 2003

    A Km. 42+600 s.d. Km. 43+500 Oktober 2003 4. Bogor-Ciawi B Km. 42+600 s.d. Km. 43+500 Oktober 2003 Sumber: Jasa Marga (2003)

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    943

    Tabel 3. Jenis dan Distribusi Kendaraan pada Ruas Cawang-Cibubur Jalur Cawang-Ciawi (Jalur A)

    Faktor Distribusi Gol. Jenis Kendaraan Lajur 1 Lajur 2 Lajur 3

    Komposisi Kendaraan.

    LHR (thn 2000)

    I Mobil penumpang Truk kecil & sedang 0,22 0,29

    0,32 0,45

    0,46 0,26

    0,885 0,115 87.956

    IIA Truk besar Bus besar 0,47 0,07

    0,36 0,20

    0,17 0,73

    0,554 0,446 4.459

    IIB

    Truk 3 sumbu Truk 4 sumbu Gandengan Artic 1 sumbu Artic 2 sumbu Artic 3 sumbu

    0,36 0,59 0,34 0,38 0,53 0,50

    0,45 0,35 0,58 0,43 0,42 0,44

    0,19 0,06 0,08 0,20 0,05 0,06

    0,686 0,016 0,088 0,008 0,088 0,114

    1.908

    Catatan: Lajur 1 adalah lajur paling dekat dengan bahu luar, sedangkan lajur 3 adalah lajur paling dekat dengan median. Sumber: Puslitbang (2001)

    Tabel 4 Informasi Lalu Lintas Pada Jalan Tol Jagorawi

    Jalur Cawang-Ciawi Jalur Ciawi-Cawang No Nama Ruas LHR Ekendaraan LHR EkendaraanCawang-Cibubur

    - Golongan I 87956 23,35 84.630 74,90 - Golongan IIA 4.459 280,38 5.425 642,57 1

    - Golongan IIB 1.908 120,94 2.181 298,78 Total 672,04 1.429,17 Perbandingan E kendaraan terhadap Jalur Cawang Cibubur Jalur A (%) 100 - 213

    Cibubur-Cimanggis - Golongan I 33.528 8,90 33.944 30,04 - Golongan IIA 2.219 139,53 2.386 282,61 2

    - Golongan IIB 1.471 93,24 1.510 206,86 Total 387,08 742,97 Perbandingan E kendaraan terhadap Jalur Cawang Cibubur Jalur A (%) 58 111

    Cimanggis-Gunung Putri - Golongan I 32.086 8,52 32.487 28,75 - Golongan IIA 2.281 143,43 2.375 281,31 3

    - Golongan IIB 1.439 91,21 1.490 204,12 Total 388,53 734,15 Perbandingan E kendaraan terhadap Jalur Cawang Cibubur Jalur A (%) 58 109

    Gunung Putri-Cibinong - Golongan I 32.392 8,60 33.128 29,32 - Golongan IIA 2.299 144,56 2.554 302,51 4

    - Golongan IIB 877 55,59 911 124,80 Total 327,92 634,40 Perbandingan E kendaraan terhadap Jalur Cawang Cibubur Jalur A (%) 49 94

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    944

    Tabel 4 Informasi Lalu Lintas Pada Jalan Tol Jagorawi (lanjutan)

    Jalur Cawang-Ciawi Jalur Ciawi-Cawang No Nama Ruas LHR Ekendaraan LHR EkendaraanCibinong-Sentul

    - Golongan I 28.310 7,52 28.651 25,36 - Golongan IIA 1.810 113,81 1.867 221,14 5

    - Golongan IIB 619 39,24 626 85,76 Total 251,68 463,61 Perbandingan E kendaraan terhadap Jalur Cawang Cibubur Jalur A (%) 37 69

    Sentul-Sentul Selatan - Golongan I 26.882 7,14 27.027 23,92 - Golongan IIA 1.710 107,52 1.726 204,44 6

    - Golongan IIB 562 35,62 561 76,85 Total 235,31 425,76 Perbandingan E kendaraan terhadap Jalur Cawang Cibubur Jalur A (%) 35 63

    Sentul Selatan-Bogor - Golongan I 26.364 7,00 26.532 23,48 - Golongan IIA 1.707 107,33 1.723 204,08 7

    - Golongan IIB 532 33,72 530 72,61 Total 231.43 417,56 Perbandingan E kendaraan terhadap Jalur Cawang Cibubur Jalur A (%) 34 62

    Bogor-Ciawi - Golongan I 18.249 4,85 18.808 16,65 - Golongan IIA 1.132 71,18 1.113 131,83 8

    - Golongan IIB 499 31,63 452 61,92 Total 170,12 297,02 Perbandingan E kendaraan terhadap Jalur Cawang Cibubur Jalur A (%) 25 64

    Catatan: Data LHR tahun 2000 yang bersumber pada Puslitbang (2001). Nilai E kendaraan dihitung dari berat sumbu kendaraan hasil survei Puslitbang (1996) yang kemudian dihitung nilai E kendaraan dengan metode Depkimpraswil (2003)

    Pada Tabel 4 terlihat bahwa ruas Cawang Cibubur dilewati oleh lalu lintas yang paling banyak, demikian pula nilai total E kendaraannya. Perubahan distorsi permukaan perkerasan dipengaruhi oleh nilai total E kendaraan ini. Untuk melihat perubahan kerataan akibat beban lalu lintas, maka data kerataan harus dipisahkan untuk ruas yang beban lalu lintasnya sama atau serupa. Pengukuran kerataan dilakukan PT. Jasa Marga (Persero) bekerjasama dengan Badan Litbang Satuan Kerja Pusat Litbang Jalan dan Jembatan Departemen Pekerjaan Umum. Pengukuran kerataan permukaan jalan dilakukan secara periodik. Data pengukuran kerataan yang diperoleh adalah hasil pengukuran tahun 1996, 2001, 2003 dan 2005. Pengukuran kerataan pada tahun 1996, 2001 dan 2005 menggunakan alat NAASRA, yaitu pengukuran dengan prinsip RTRRMS. Survei tersebut dilakukan pada kecepatan sekitar 60 km/jam. Sedangkan pada tahun 2003, dilakukan pengukuran profil permukaan perkerasan dengan menggunakan alat Laser Beam Profilometer (LBP). Survei dilakukan dengan kendaraan pada kecepatan 60 km/jam. Hasil pencatatan kedua

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    945

    metode itu adalah untuk setiap interval jarak 100 meter dan besaran yang diperoleh dengan satuan m/km. Nilai kerataan rata-rata per ruas dan perubahan nilai kekasaran pada Jalan Tol Jagorawi hanya pada ruas jalan yang tidak dilapis ulang. Hasil pengukuran tahun 1996, 2001, 2003 dan 2005 dapat dilihat pada Tabel 5.

    Analisis Data Angka IRI hasil survei tahun 2003 terlihat ganjil, karena nilai IRI yang dilaporkan lebih kecil daripada nilai IRI tahun sebelumnya, sekalipun pada ruas jalan tidak dilakukan lapis ulang. Hal ini tampak jelas pada kolom IRI(03-01).yang nilainya negatif. Survei kerataan pada tahun 2003 menggunakan alat Laser Beam Profilometer (yang mengukur profil), sedangkan ketiga data pengukuran lainnya menggunakan alat NAASRA (yang pengukurannya berdasarkan prinsip RTRRMS). Penyebab kejanggalan data ini diduga karena konversi hasil pengukuran Laser Beam Profilometer yang kurang tepat. Oleh karena itu hasil pengukuran ini tidak akan digunakan dalam analisis lebih lanjut. Tabel 6 memperlihatkan perubahan kerataan dengan patokan tahun 1996 sebagai tahun awal. Semua pengukuran lain (tahun 2001 dan 2005) dibandingkan dengan tahun standar. Rentang waktu antara pengukuran tahun 1996 dan 2001 adalah 61 bulan, dan antara 1996 2005 adalah 105 bulan. Perubahan kerataan selama periode 61 bulan lebih besar daripada perubahan selama periode 105 bulan. Sekali lagi hasil seperti ini juga merupakan hal yang janggal, mengingat selama masa tersebut perkerasan tidak mengalami lapis ulang. Hal ini diduga akibat ketidak konsistenan dalam kalibrasi alat ukur yang digunakan. Pengukuran jenis RTRRMS ini sangat rentang terhadap ketidak samaan prosedur uji, seperti antara lain kecepatan pada saat survei dilakukan, kondisi peredam kejut kendaraan, tekanan udara dalam ban, beban dalam kendaraan. Untuk melanjutkan analisis, harus dilakukan asumsi tentang hasil pengukuran yang mana yang dianggap benar. Apabila pengukuran tahun 2005 yang tidak akurat, maka hasil pengukurannya tidak akan digunakan untuk analisis lebih lanjut.

    Berdasarkan analisis sebelumnya, maka akhirnya tinggal hasil pengukuran tahun 1996 dan 2001 yang dipakai. Tiap ruas pada Jaln Tol Jagorawi itu dilalui oleh lalu lintas yang berbeda besarnya, maka semua data perubahan kerataan itu dinormalisir, seperti akibat beban pada ruas Cawang Cibubur jalur A. Proses normalisir yang ditampilkan pada Tabel 7 dilakukan sebagai berikut: a. Nilai perubahan kerataan pada tiap ruas (seperti yang tercantum pada Tabel 6)

    dibagi dengan rasio E kendaraan pada ruas yang ditinjau terhadap E kendaraan ruas Cawang Cibubur Jalur A. Rasio tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

    b. Perubahan kerataan pada Tabel 6 yang dipakai itu adalah untuk periode 61 bulan. Agar hasil ini menjadi lebih umum, maka dihitung perubahan kerataan setiap bulan, dengan asumsi perubahan kerataan linier. Perubahan kerataan pada Tabel 6 itu dibagi dengan jumlah bulan, 61.

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    946

    Tabel 5. Nilai Kerataan Rata-rata Jalan Tol Jagorawi dan Perubahannya

    Nilai IRI Lajur 1 (m/km) Perubahan Nilai IRI (m/km) Nilai IRI Lajur 2 (m/km) PerubahanNo. Nama Ruas

    9/1996 10/2001 8/2003 6/2005 IRI(01-96) IRI(03-01) IRI(05-03) 9/1996 10/2001 8/2003 6/2005 IRI(01-96)Jalur A

    1. Cawang Cibubur - 2,63 2,75 2,75 - 0,12 0,00 - 2,72 2,43 2,69 - 2. Cibubur Cimanggis 1,20 2,95 3,06 2,58 1,75 0,11 -0,48 0,92 2,66 2,24 2,41 1,74 3. Cimanggis Gun. Putri 1,01 2,74 2,38 2,72 1,73 -0,36 0,34 1,00 2,65 2,25 2,58 1,65 4. Gun. Putri Cibinong 0,77 2,54 2,36 2,48 1,77 -0,18 0,12 1,01 2,52 2,22 2,48 1,51 5. Cibinong Sentul 0,72 2,44 2,31 2,32 1,72 -0,13 0,01 0,58 2,42 2,01 2,27 1,84 6. Sentul Sentul Selatan 0,85 2,50 2,26 2,44 1,65 -0,24 0,18 0,59 2,40 2,07 2,25 1,81 7. Sentul Selatan Bogor 1,02 2,64 2,82 2,57 1,62 0,18 -0,25 0,76 2,59 2,27 2,42 1,83 8. Bogor Ciawi 1,63 3,61 2,79 3,28 1,98 -0,82 0,49 0,74 2,93 3,19 2,55 2,19

    Jalur B 1. Cawang Cibubur - 2,72 2,69 2,98 - -0,03 0,29 - 2,84 2,44 2,62 - 2. Cibubur Cimanggis 1,42 3,10 2,51 2,86 1,68 -0,59 0,35 1,06 2,82 2,35 2,60 1,76 3. Cimanggis Gun. Putri 1,22 2,94 2,51 2,69 1,72 -0,43 0,18 0,93 2,68 2,24 2,71 1,75 4. Gun. Putri Cibinong 1,16 2,78 2,66 2,69 1,62 -0,12 0,03 0,97 2,64 2,24 2,55 1,67 5. Cibinong Sentul 0,92 2,64 2,37 2,55 1,72 -0,27 0,18 0,74 2,51 2,22 2,40 1,77 6. Sentul Sentul Selatan 1,00 2,69 2,43 2,64 1,69 -0,26 0,21 0,79 2,54 2,20 2,45 1,75 7. Sentul Selatan Bogor 0,97 2,64 2,45 2,55 1,67 -0,19 0,10 0,68 2,51 2,12 2,42 1,83 8. Bogor Ciawi 0,92 3,07 2,46 2,87 2,15 -0,61 0,41 0,76 2,87 2,20 2,51 2,11

    Catatan: Pengukuran kerataan pada tahun 1996, 2001, 2005 menggunakan alat NAASRA, sedangkan pengukuran pada tahun 2003 menggunakan Laser Beam Profilometer hanya pada lokasi yang tidakSelang waktu pengukuran 2001-1996 = 61 bulan, pengukuran 2003 2001 = 22 bulan, dan pengukuran 2003 -2001 = 22 bulan.

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    Tabel 6 Perubahan Kerataan Jalan Tol Jagorawi (m/km)

    Lajur 1 Lajur 2 Perubahan Kerataan Selama (bulan) No. Nama Ruas

    61 105 61 105 Jalur A

    1. Cawang - Cibubur - - - - 2. Cibubur - Cimanggis 1,75 1,38 1,74 1,49 3. Cimanggis - Gunung Putri 1,73 1,71 1,65 1,58 4. Gunung Putri Cibinong 1,77 1,71 1,51 1,47 5. Cibinong - Sentul 1,72 1,60 1,84 1,69 6. Sentul - Sentul Selatan 1,65 1,59 1,81 1,66 7. Sentul Selatan - Bogor 1,62 1,55 1,83 1,66 8. Bogor - Ciawi 1,98 1,65 2,19 1,81

    Jalur B 1. Cawang - Cibubur - - - - 2. Cibubur - Cimanggis 1,68 1,44 1,76 1,54 3. Cimanggis - Gunung Putri 1,72 1,47 1,75 1,78 4. Gunung Putri Cibinong 1,62 1,53 1,67 1,58 5. Cibinong - Sentul 1,72 1,63 1,77 1,66 6. Sentul - Sentul Selatan 1,69 1,64 1,75 1,66 7. Sentul Selatan - Bogor 1,67 1,58 1,83 1,74 8. Bogor - Ciawi 2,15 1,95 2,11 1,75

    Catatan: Angka yang tebal merupakan perubahan nilai kerataan dianggap benar, karena nilai kerataan yang lain lebih kecil dari nilai kerataan awal

    Tabel 7 Perubahan Kerataan Setiap Bulan (m/km/bulan)

    No. Nama Ruas Lajur 1 Lajur 2 Lajur 1 Lajur 2 Jalur A Jalur B

    1. Cawang - Cibubur - - - - 2. Cibubur - Cimanggis 0.0498 0.0495 0.0249 0.0136 3. Cimanggis - Gunung Putri 0.0491 0.0468 0.0258 0.0259 4. Gunung Putri Cibinong 0.0595 0.0507 0.0281 0.0251 5. Cibinong - Sentul 0.0753 0.0805 0.0409 0.0307 6. Sentul - Sentul Selatan 0.0773 0.0847 0.0437 0.0416 7. Sentul Selatan - Bogor 0.0771 0.0871 0.0441 0.0474 8. Bogor - Ciawi 0.1282 0.1418 0.0797 0.0557

    Nilai rata-rata 0.0737 0.0773 0.0410 0.0343 Deviasi Standar 0.0270 0.0335 0.0190 0.0146 Nilai rata-rata dari semua data 0.0566 Deviasi standar dari semua data 0.0303 Catatan: 1. Perubahan kerataan dinormalisir berdasarkan beban lalu lintas pada ruas Cawang Cibubur Jalur A 2. Data kerataan berdasarkan pengukuran tahun 1996 dan 2001

    947

  • Simposium IX FSTPT, Universitas Brawijaya Malang, 17-18 November 2006

    Pada Tabel 7 terlihat bahwa perubahana kerataan setiap bulan pada tiap ruas tidak sama besar, sekalipun struktur perkerasan semua ruas sama. Ruas-ruas yang lebih dekat ke Cawang terlihat lebih baik karena perubahan kerataannya lebih kecil, dibandingkan dengan ruas-ruas yang lebih dekat dengan Ciawi. Nilai rata-rata dari semua data itu adalah 0.0566 m/km/bulan dengan deviasi standar 0.0303 m/km/bulan. Perubahan kerataan tiap bulan dengan tingkat kepercayaan 95% adalah 0.1065 m/km/bulan.

    Kesimpulan 1. Konversi hasil pengukuran kerataan dengan alat Laser Beam Profilometer yang

    digunakan tidak dapat dibandingkan dengan hasil pengukuran NAASRA. Sehingga hasil survei tahun 2003 tidak dapat dipakai dalam analisis.

    2. Terdapat ketidak konsistenan hasil pengukuran kerataan dengan alat NAASRA pada tahun 1996, 2001, dan 2005. Hal ini mungkin terjadi karena keliru dalam penggunaan kalibrasi atau prosedur pengukuran pada tahun-tahun tertentu.

    3. Jika dimisalkan hasil pengukuran 1996 dan 2001 itu dapat dipakai, maka perubahan kerataan permukaan Jalan Tol Jagorawi rata-rata tiap bulan 0.0566 m/km dengan deviasi standar 0.0303 m/km/bulan. Untuk tingkat keandalan 95%, maka perubahan kerataan tiap bulan adalah 0.1065 m/km/bulan.

    Daftar Pustaka Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003, Perencanaan Tebal Lapis

    Tambah Perkerasan Lentur dengan Metoda Lendutan. Dickerson, R.S. dan D.G.W. Mace, 1976, A High Speed Profilometer Preliminary

    Description, Department of the Environment. Supplementary Report 182, Crowthorne, England.

    Donnely, D.E., W. Hutter, dan J.P. Kiljan, 1988, Data Collection Equipment, Report FHWA DP-88-072-004, Washington, DC.

    Jasa Marga, 2003, Proyek Peningkatan Jalan Tol Jagorawi, Pekerjaan Perbaikan Jalan Dengan Overlay, PT. Jasa Marga (Persero), Jakarta.

    MAP, 1990, Longitudinal Profile Analyzer (APL 25), Manufacturer Literature, Hegenheim, France.

    Philips, M.B. dan G. Swift, 1969, A Comparison of Four Roughness Measuring Systems, Research Record 291, Highway Research Board.

    Pusat Litbang, 1996, Laporan Evaluasi Perkerasan Jalan Tol Jagorawi, Vol. 3, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan Unit Swadana, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pekerjaan Umum.

    Pusat Litbang, 2001, Laporan Penelitian Jalan (Pengujian Kondisi Perkerasan Jalan) se-Jagorawi, Vol. 1 dan 2, Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi, Badan Litbang Permukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah.

    Sayers, M.W., T.D. Gillespie, dan C.A.V. Queiroz, 1986, Establishing a Correlation and a Standard for Measurement, World Bank, Technical Report 45, Washington, DC.

    948