012kimia.pdf

41
BAGIAN 1 - B Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia Oleh : Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

Upload: verryn-paulina

Post on 08-Nov-2015

230 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

  • BAGIAN 1 - B

    Teknologi Pengolahan Limbah

    Cair Dengan Proses Kimia

    Oleh :

    Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    39

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Abstraksi

    engolahan limbah cair dengan proses kimia merupakan salah satu bagian

    yang sangat penting dalam proses pengolahan limbah cair. Namun dalam

    suatu sistem pengolahan limbah cair yang lengkap sebenarnya proses yang

    terjadi meliputi ketiga proses, yaitu fisika, kimia dan biologi. Bahkan pada proses

    fisika dan biologi pun didalamnya sering terjadi proses kimia secara bersamaan.

    Untuk menanggulangi bahan pencemar anorganik, proses kimia umumnya menjadi

    dominan dalam proses pengolahan limbah.

    Untuk limbah yang mengandung COD (Chemical Oxygen Demand) tinggi,

    jelas proses pengolahannya adalah proses kimia. Unit-unit sistem pengolahan dalam

    proses kimia sebenarnya dapat pula disebut dengan reaktor, karena dalam proses

    kimia umumnya selalu terjadi reaksi kimia dimana bahan pencemar dan bahan

    penetral bereaksi sempurna untuk berubah menjadi senyawa baru yang tidak

    berbahaya lagi.

    1.2. Latar Belakang

    Arah pembangunan nasional di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir ini

    ditekankan pada sektor industri. Di setiap daerah, perkembangan sektor industri

    sangat bergantung pada kondisi dan potensi alamnya, serta harus dilihat pula dari

    peluang aspek pemasarannya. Peningkatan jumlah industri dimanapun adanya pasti

    akan menghasilkan dampak positif maupun negatif. Akibat positif jelas terlihat dari

    peningkatan PDRB daerah dan akibat negatif yang utama adalah berasal dari limbah

    yang dihasilkannya. Banyak industri yang sudah berproduksi namun masih belum

    mempunyai unit pengolahan limbahnya. Akibat selanjutnya adalah pencemaran

    lingkungan dan masyarakatlah yang akan menjadi korbannya.

    P

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    40

    Limbah tidak hanya diproduksi oleh pabrik atau industri, tetapi masyarakat

    juga merupakan penghasil limbah yang jumlahnya secara umum jauh lebih besar

    dari pada jumlah limbah industri. Dengan demikian semakin banyaklah masalah

    pencemaran yang sulit ditanggulangi sebagai akibat dari meningkatnya jumlah

    limbah yang dibuang bebas ke alam lingkungan kita. Sebagai contoh, limbah cair

    yang dibuang dan masuk ke badan air tanpa pengolahan yang sesuai dengan

    standar yang berlaku.

    Sayangnya hal ini tidak diikuti dengan ketentuan dan penegakkan hukum

    yang tegas. Di lain pihak pemerintah belum cukup menyediakan fasilitas dan sarana

    pengolahan limbah yang memadai. Oleh karena itu sebagai salah satu upaya untuk

    menanggulangi masalah pencemaran limbah, pemerintah dan masyarakat harus

    bersama berpartisipasi aktif dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia

    (human resource quality), khususnya bagi mereka yang terlibat dalam program-

    program penanggulangan pencemaran limbah.

    Secara umum limbah cair dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu limbah

    cair domestik dan limbah cair industri. Limbah cair domestik adalah limbah cair yang

    keluar dari perumahan, gedung/tempat usaha/pertokoan dan perkantoran.

    Sementara itu limbah cair industri adalah limbah cair yang keluar dari industri/pabrik.

    Selama bertahun-tahun berbagai metode pengolahan air limbah telah banyak

    dikembangkan.

    Pada kebanyakan situasi, umumnya menggunakan kombinasi atau urutan dari

    beberapa metode yang telah dikembangkan sebelumnya. Digunakannya suatu

    urutan metode tertentu sangat tergantung pada kualitas air baku serta kualitas air

    olahan yang diinginkan. Pada prinsipnya metode proses pengolahan air limbah dapat

    digolongkan menjadi 3 jenis proses, yaitu proses fisika, proses kimia dan proses

    biologi. Walaupun seringkali dalam suatu pengolahan ketiga proses ini

    dikombinasikan, namun umumnya dapat juga proses-proses ini dianggap terpisah.

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    41

    Pada bab berikut akan dibahas mengenai pengolahan limbah cair yang

    khusus dengan proses kimia. Proses-proses yang akan dibahas adalah proses yang

    telah umum diterapkan di instalasi-instalasi pengolahan limbah cair. Juga akan

    ditampilkan teori-teori yang mendasari terjadinya setiap proses pengolahan serta

    peralatan-peralatan yang umum digunakan.

    Banyak instalasi pengolahan limbah menerapkan ketiga metode secara

    berurutan untuk memperoleh produk akhir yang optimal dan memenuhi standar atau

    syarat yang berlaku. Tetapi biasanya pengolahan air limbah dengan proses kimia

    seringkali dipadukan dengan proses secara fisika dan gabungan dari keduanya

    disebut Physico-Chemical Tratment.

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    42

    BAB 2

    PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

    DENGAN PROSES KIMIA

    2.1. Pengendalian Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    engolahan limbah cair secara kimia yang sering diterapkan adalah

    disinfeksi, pengendapan materi terlarut (presipitasi), koagulasi (destabilisasi)

    koloid, oksidasi dan ion exchange. Proses disinfeksi pada industri,

    umumnya untuk menghambat pertumbuhan micro-organisme dalam pipa-pipa, pada

    industri makanan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Proses presipitasi pada

    industri untuk pelunakan air, penghilangan besi dan penghilangan ion terlarut seperti

    PO4-3 dan logam berat. Koagulasi diterapkan untuk destabilisasi partikel koloid yang

    umumnya juga terdapat pada air limbah. Oksidasi kimia seperti khlorinasi dan

    ozonisasi, diterapkan untuk menghilangkan atau memecah ion-ion seperti Fe+2, Mn+2

    dan CN-.

    2.2. Disinfeksi

    Disinfeksi adalah istilah untuk proses penghancuran organisme penyebab

    penyakit, sementara itu sterilisasi adalah istilah untuk proses total penghancuran

    semua organisme. Dalam proses disinfeksi pada pengolahan air limbah terjadi

    pemaparan antara bahan penghancur dengan organisme. Pada umumnya terjadi

    penghancuran virus, bakteri dan protozoa yang terdapat dalam air. Beberapa metode

    disinfeksi yaitu :

    (1) Penambahan zat kimia;

    (2) Penggunaan materi fisik, seperti panas dan cahaya;

    (3) Penggunaan mekanik;

    (4) Penggunaan elektromagnetik, akustik, dan radiasi.

    P

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    43

    Metode yang paling banyak digunakan adalah metode penambahan bahan

    kimia. Penggunaan zat khlor (khlorinasi) merupakan cara yang paling banyak

    digunakan, namun kekurangan dari sistem ini adalah dapat menghasilkan senyawa

    carcinogen seperti trihalomethane dan chloroform. Sistem lain yang sering pula

    digunakan adalah penggunaan ozone, namun kekurangan sistem ini ialah tidak

    meninggalkan sisa konsentrasi untuk mencegah organisme tumbuh kembali. Kedua

    proses masing-masing mempunyai kekurangan, sehingga dalam penerapannya

    sangat tergantung pada kondisi.

    2.2.1. Khlorinasi

    Khlorinasi banyak digunakan pada pengolahan dan penyediaan air domestik,

    disamping itu sering pula digunakan pada air limbah yang telah diolah. Zat khlor

    merupakan zat pengoksidasi, oleh karena itu jumlah khlor yang dibutuhkan

    tergantung pada konsentrasi organik dan zat NH3-N dalam air yang diolah.

    Kebutuhan zat khlor untuk air limbah rata-rata 40 hingga 60 mgr/l. Pada umumnya

    zat khlor dimasukkan ke dalam air dalam bentuk gas Cl2, khlor dioksida (ClO2),

    sodium hipokhlorit (NaOCl) dan calsium hipokhlorit Ca(OCl)2. Khlor bentuk calcium

    hipokhlorit lebih banyak digunakan dari pada bentuk gas, karena penanganannya

    lebih mudah.

    2.2.1.1. Reaksi Kimia Zat Khlor

    Apabila khlor dalam bentuk gas ditambahkan ke dalam air limbah, akan terjadi

    2 reaksi yaitu reaksi hidrolisa dan reaksi ionisasi. Pada reaksi hidrolisa terbentuk

    hipokhlorit (HOCl) dan pada reaksi ionisasi terbentuk ion (OCl-). Reaksi

    keseimbangannya sebagai berikut:

    Reaksi hidrolisa : Cl2 + H2O HOCl + H+ + Cl-

    Reaksi ionisasi : HOCl H+ + OCl-

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    44

    2.2.1.2. Sisa Khlor Bebas

    Sisa khlor didefinisikan sebagai jumlah (HOCl) dan OCl- , biasanya digunakan

    pula sebagai ukuran keefektifan khlor. Jumlah sisa khlor sebagai standar pada

    sistem penyediaan air adalah 0,5 1,0 gr/m3. Sisa khlor dapat digunakan pula

    sebagai ukuran jumlah khlor yang masih ada. Dari ketiga bentuk hasil reaksi, bentuk

    (HOCl) merupakan bentuk yang paling efektif sebagai disinfektan.

    2.2.1.3. Reaksi Dengan Amonia

    Reaksi hipokhlorit dengan amonia menghasilkan senyawa khloramin dan gas

    nitrogen (N2) serta oksida nitrogen (N2O).

    Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

    HOCl + NH3 NH2Cl (monochloramine) + H2O

    HOCl + NH2Cl NHCl2 (dichloramine) + H2O

    HOCl + NHCl2 NCl3 (nitrogen trichloride) + H2O

    Reaksi-reaksi tersebut sangat tergantung pada pH, temperatur, waktu kontak

    dan rasio awal antara chlorine dengan amonia. Pada umumnya senyawa yang paling

    dominan adalah monochloramine dan dichloramine. Chlorine yang ada dalam

    senyawa-senyawa tersebut disebut chlorine terikat yang tersedia. Chloramine

    merupakan disinfektan juga, namun kekuatannya lebih kecil dari pada hipokhlorit.

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    45

    2.2.1.4. Breakpoint Khlorinasi

    Breakpoint khlorinasi adalah angka pada saat jumlah khlor cukup untuk

    menghasilkan sisa khlor bebas. Terdapat 4 tahap yang terlibat dalam hal ini, yaitu:

    Tahap 1 : zat-zat yang mudah teroksidasi, yaitu Fe2+, H2S dan zat-zat organik

    bereaksi terlebih dahulu menghasilkan khlorida.

    Tahap 2 : terbentuk senyawa chloramine dan chloroorganik

    Tahap 3 : penambahan khlor selanjutnya akan mengoksidasi senyawa-senyawa

    di tahap 2, menghasilkan N2O, khlorida, dan N2, reaksinya sebagai berikut :

    NH2Cl + NHCl2 + HOCl N2O + 4 HCl

    2 NH2Cl + HOCl N2 + H2O + 3 HCl

    Tahap 4 : tahap breakpoint, semua chloramine dan sebagian besar senyawa

    chloroorganik telah dioksidasi. Penambahan khlor selanjutnya akan

    menghasilkan sisa khlor bebas (HOCl) dan (OCl-).

    2.2.2. Ozonisasi

    Ozon (O3) adalah suatu bentuk allotropik oksigen yang diproduksi dengan

    cara melewatkan oksigen kering atau udara dalam suatu medan listrik (5000

    20.000 V; 50 500 Hz). Ozon bersifat tidak stabil, merupakan gas berwarna biru

    yang sangat toksik dengan bau seperti rumput kering. Ozon adalah oksidator kuat

    yang sangat efisien untuk disinfeksi. Sebagaimana oksigen, kelarutan ozon dalam air

    cukup rendah dan karena sifatnya yang tidak stabil maka disinfeksi dengan ozon

    tidak memberikan residu (sisa).

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    46

    Pengolahan disinfeksi dengan ozon jauh lebih mahal dari pada disinfeksi

    dengan khlor, namun ozon memberi keuntungan yaitu dapat menghilangkan warna.

    Dalam hal ini pengolahan air dengan filtrasi dan ozonisasi dapat menghasilkan

    kualitas air yang setara dengan proses koagulasi, sedimentasi, filtrasi dan khlorinasi.

    Oleh karena ozon tidak memberikan sisa, maka dalam sistem distribusi tidak akan

    terdapat ozon sehingga akan timbul masalah dengan adanya pertumbuhan kembali

    mikroorganisme yang disertai masalah bau dan warna. Pertumbuhan mikro-

    organisme dalam sistem perpipaan dapat diatasi dengan penambahan khlor dosis

    rendah setelah proses ozonisasi. Pada pengolahan limbah industri ozon dapat

    digunakan untuk mengoksidasi zat-zat yang non-biodegradable.

    Terdapat dua macam ozonizer :

    1. Tipe plate dengan elektroda datar dan isolator gelas (glass dielectrics);

    2. Tipe tabung dengan elektroda silinder koaksial (cylindrical electrodes coaxial)

    dan isolator gelas silinder.

    Sisi yang mempunyai tegangan tinggi didinginkan dengan konveksi (pemindahan

    panas dengan sirkulasi), sedangkan sisi yang bertegangan rendah didinginkan

    dengan air. Udara dilewatkan diantara elektroda-elektroda dan terozonisasi oleh

    tegangan listrik yang ada diantara udara tersebut. Produksi ozon biasanya sampai 4

    % berat udara yang dilewatkan dengan kebutuhan energi sekitar 25 kwh/kg ozon

    yang dihasilkan.

    2.2.3. Radiasi Ultraviolet

    Berbagai bentuk radiasi dapat dijadikan disinfeksi yang efektif. Radiasi ultra

    violet (UV) telah bertahun-tahun digunakan untuk pengolahan air skala kecil. Reaksi

    disinfeksi UV pada panjang gelombang sekitar 254 nm merupakan radiasi yang

    sangat kuat apabila organisme benar-benar terpapar oleh radiasi. Oleh karena itu

    penting sekali untuk mencapai kekeruhan serendah-rendahnya agar adsorpsi UV

    oleh senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam aliran dapat berlangsung

    merata. Air yang akan didisinfeksi dialirkan diantara tabung sinar merkuri dan tabung

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    47

    reflektor yang dilapisi metal dengan waktu pemaparan beberapa detik, namun energi

    yang diperlukan cukup tinggi yaitu sekitar 10 20 watt/m3/jam. Keuntungan disinfeksi

    dengan UV antara lain : pemeliharaan minimum, tidak menimbulkan dampak bau

    dan rasa, tidak menimbulkan bahaya apabila terjadi overdosis. Sedangkan

    kelemahannya antara lain: tidak memiliki residu disinfeksi, biaya mahal dan

    memerlukan klarifikasi air lebih sempurna.

    2.3. Presipitasi

    Pemisahan zat anorganik terlarut tertentu dapat dilakukan dengan

    penambahan suatu reagen yang sesuai untuk merubah anorganik terlarut menjadi

    presipitat/endapan, sehingga dapat dipisahkan dengan cara pengendapan /

    sedimentasi. Tingkat pemisahan yang dapat dicapai tergantung pada nilai kelarutan

    senyawa yang dihasilkan dan hal ini biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor

    seperti pH dan temperatur.

    Reaksi presipitasi/pengendapan beberapa zat anorganik dan hasil-hasil

    terlarutnya dapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 1. Reaksi Presipitasi Dan Harga Konstanta Kesetimbangannya.

    REAKSI pKsp pada 25oC

    Al(OH)3 Al+3 + 3 OH- 31,2

    AlPO4 Al+3 + PO4

    -3 22,0

    CaCO3 Ca+2 + CO3

    -2 8,4

    Ca(OH)2 Ca+2 + 2 (OH)- 5,4

    Ca3(PO4)2 3 Ca+2 + 2 PO4

    -3 26,0

    CaSO4 Ca+2 + SO4

    -2 4,6

    FeCO3 Fe+2 + CO3

    -2 10,4

    Fe(OH)2 Fe+2 + 2 (OH)- 14,5

    Fe(OH)3 Fe+3 + 3 (OH)- 38,0

    FePO4 Fe+3 + PO4

    -3 21,9

    MgCO3 Mg+2 + CO3

    -2 4,9

    Mg(OH)2 Mg+2 + 2 (OH)- 9,2

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    48

    Proses presipitasi banyak diterapkan dalam pengolahan limbah industri,

    misalnya untuk memisahkan metal-metal yang tidak dikehendaki, misalnya

    penghilangan kesadahan dan penghilangan phosphat.

    2.3.1. Penghilangan Kesadahan

    Kesadahan adalah istilah yang digunakan pada air yang mengandung kation

    penyebab kesadahan. Pada umumnya kesadahan disebabkan oleh adanya logam-

    logam atau kation-kation yang bervalensi 2, seperti Fe, Sr, Mn, Ca dan Mg, tetapi

    penyebab utama dari kesadahan adalah kalsium (Ca) dan magnesium (Mg).

    Kesadahan dalam air sangat tidak dikehendaki baik untuk penggunaan rumah

    tangga maupun untuk penggunaan industri. Bagi air rumah tangga tingkat

    kesadahan yang tinggi mengakibatkan konsumsi sabun lebih banyak karena sabun

    jadi kurang efektif akibat salah satu bagian dari molekul sabun diikat oleh unsur

    Ca/Mg. Bagi air industri unsur Ca dapat menyebabkan kerak pada dinding peralatan

    sistem pemanasan sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan industri,

    dan disamping itu dapat menghambat proses pemanasan. Kesadahan dapat

    dihilangkan dengan dua cara yaitu melalui proses presipitasi dengan kapur dan soda

    abu ( Na2CO3) atau disebut juga proses kapur soda, dan melalui sistem ion

    exchange.

    Kesadahan air dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu kesadahan sementara

    (temporer) dan kesadahan tetap (permanen). Kesadahan sementara disebabkan

    oleh garam-garam karbonat (CO32-) dan bikarbonat (HCO3

    -) dari kalsium dan

    magnesium, kesadahan ini dapat dihilangkan dengan cara pemanasan atau dengan

    pembubuhan kapur soda. Kesadahan tetap disebabkan oleh adanya garam-garam

    khlorida (Cl-) dan sulfat (SO42-) dari kalsium dan magnesium. Kesadahan ini disebut

    juga kesadahan non karbonat yang tidak dapat dihilangkan dengan cara

    pemanasan.

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    49

    2.3.2. Proses Kapur Soda

    Pada proses ini tujuannya adalah untuk membentuk garam-garam kalsium

    dan magnesium menjadi bentuk garam-garam yang tidak larut, sehingga dapat

    diendapkan dan dapat dipisahkan dari air. Bentuk garam kalsium dan magnesium

    yang tidak larut dalam air adalah :

    - Kalsium Karbonat (CaCO3)

    - Magnesium Hidroksida (Mg(OH)2)

    Untuk menghilangkan kesadahan sementara kalsium, ditambahkan kapur.

    Reaksi yang terjadi :

    Ca(HCO3)2 + Ca(OH)2 2 CaCO3 + 2 H2O

    Untuk menghilangkan kesadahan tetap kalsium, ditambahkan soda abu.

    Reaksi yang terjadi :

    CaSO4 + Na2CO3 CaCO3 + Na2SO4

    CaCl2 + Na2CO3 CaCO3 + 2 NaCl

    Untuk menghilangkan kesadahan magnesium sementara, ditambahkan kapur.

    Tahap 1 :

    Mg(HCO3)2 + Ca(OH)2 MgCO3 + CaCO3 + 2 H2O

    Tahap 2 :

    MgCO3 + Ca(OH)2 Mg(OH)2 + CaCO3

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    50

    Untuk menghilangkan kesadahan magnesium tetap ditambahkan kapur + soda abu

    Tahap 1 :

    MgCl2 CaCl2

    + Ca(OH)2 Mg(OH)2 +

    MgSO4 CaSO4

    Tahap 2 :

    CaCl2 NaCl

    + Na2CO3 CaCO3 +

    CaSO4 Na2SO4

    2.3.3. Penghilangan Phosphat

    Pada tahun 1960 - an alkyl benzene sulfonate (ABS) yang nonbiodegradable

    telah digantikan dengan linear alkyl sulfonate (LAS) yang biodegradable. Namun

    kekurangannya bagian hidrophilik dari LAS mengandung grup phosphat, sehingga

    proses biodegradasi mengeluarkan phosphat ke dalam larutan.yang dapat

    menimbulkan proses eutrophication. Oleh karena itu phosphat dihilangkan dengan

    Fe+3, Al+3 atau Ca+2. Proses penghilangan phosphat sama dengan proses

    pelunakan. Pemilihan ion pengendap tergantung pada pH air limbah.

    Pengendapan dengan alum adalah sebagai berikut :

    Al2(SO4)3 + 2 PO4-3 2 AlPO4 + 3 SO4

    -2

    Pengendapan dengan kapur adalah sebagai berikut :

    5 Ca+2 + 4 OH- + 3 HPO4-2 Ca5(OH)(PO4)3 + 3 H2O

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    51

    2.3.4. Proses Presipitasi Lainnya

    Proses presipitasi digunakan pula pada pengendapan logam-logam,

    disamping itu pada pengendapan sulfat dan fluor. Pengendapan sulfat dilakukan

    dengan sistem presipitasi dingin gypsum CaSO4.2H2O. Pada proses ini ditambahkan

    ion Ca2+ dalam bentuk kapur atau CaCl2. Reaksi kimianya adalah sebagai berikut :

    SO42- + Ca2+ + 2 H2O CaSO4.2H2O

    Untuk pengendapan zat fluor ditambahkan CaCl2, reaksi kimianya adalah

    sebagai berikut :

    2 F- + Ca2+ CaF2

    Pada pengendapan logam biasanya dalam bentuk hidroksida, dengan cara

    menetralkan efluent yang bersifat asam. Kondisi pH yang optimum untuk presipitasi

    logam berkisar antara 7 10,5 .

    2.4. Koagulasi

    Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel koloid dengan cara

    penambahan senyawa kimia yang disebut koagulan. Koloid mempunyai ukuran

    tertentu sehingga gaya tarik menarik antara partikel lebih kecil dari pada gaya tolak

    menolak akibat muatan listrik. Pada kondisi stabil ini penggumpalan partikel tidak

    terjadi dan gerakan Brown menyebabkan partikel tetap berada sebagai suspensi.

    Melalui proses koagulasi terjadi destabilisasi, sehingga partikel-partikel koloid

    bersatu dan menjadi besar. Dengan demikian partikel-partikel koloid yang pada

    awalnya sukar dipisahkan dari air, setelah proses koagulasi akan menjadi kumpulan

    partikel yang lebih besar sehingga mudah dipisahkan dengan cara sedimentasi,

    filtrasi atau proses pemisahan lainnya yang lebih mudah.

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    52

    Bahan kimia yang sering digunakan untuk proses koagulasi umumnya

    diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yakni Zat Koagulan, Zat Alkali dan Zat

    Pembantu Koagulan. Zat koagulan digunakan untuk menggumpalkan partikel-partikel

    padat tersuspensi, zat warna, koloid dan lain-lain agar membentuk gumpalan partikel

    yang besar (flok). Sedangkan zat alkali dan zat pembantu koagulan berfungsi untuk

    mengatur pH agar kondisi air baku dapat menunjang proses flokulasi, serta

    membantu agar pembentukan flok dapat berjalan dengan lebih cepat dan baik.

    2.4.1. Koagulan

    Pemilihan zat koagulan harus berdasarkan pertimbangan, antara lain jumlah

    dan kualitas air yang akan diolah, kekeruhan air baku, metode filtrasi serta sistem

    pembuangan lumpur endapan. Koagulan yang sering dipakai antara lain Aluminium

    Sulfat (alum), Ferry Chloride dan Poly Aluminium Chloride (PAC). Di samping itu ada

    senyawa polimer tertentu yang dapat dipakai bersama-sama dengan senyawa

    koagulan lainnya.

    1. Aluminium Sulfat (Alum), Al2(SO4)3 .18 H2O

    Alum merupakan bahan koagulan yang banyak dipakai untuk pengolahan air

    karena harganya murah, flok yang dihasilkan stabil serta cara pengerjaannya mudah.

    Garam aluminium Sulfat jika ditambahkan kedalam air dengan mudah akan larut dan

    bereaksi dengan HCO3- menghasilkan aluminium hidroksida yang mempunyai

    muatan positip. Sementara itu partikel-parikel koloidal yang terdapat dalam air baku

    biasanya bermuatan negatip dan sukar mengendap karena adanya gaya tolak

    menolak antar partikel koloid tersebut. Dengan adanya hidroksida aluminium yang

    bermuatan positip maka akan terjadi tarik menarik antara partikel koloid yang

    bermuatan negatip dengan partikel aluminium hidroksida yang bermuatan positip

    sehingga terbentuk gumpalan partikel yang makin lama makin besar dan berat dan

    cepat mengendap.

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    53

    Selain partikel-partikel koloid juga partikel zat organik tersuspensi, zat

    anorganik, bakteri dan mikroorgaisme yang lain dapat bersama-sama membentuk

    gumpalan partikel (flok) yang akan mengendap bersama-sama. Jika alkalinitas air

    baku tidak cukup untuk dapat bereaksi dengan alum, maka dapat ditambahkan kapur

    (lime) atau soda abu agar reaksi dapat berjalan dengan baik.

    Reaksi kimianya secara sederhana dapat ditunjukkan sebagai berikut :

    Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 3 Ca(SO4) + 6 CO2 + 18 H2O

    Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 6 CO2 + 18 H2O

    Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Mg(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 3 MgSO4 + 6 CO2 + 18 H2O

    Al2(SO4)3.18 H2O + 6 Na(HCO3) 2 Al(OH)3 + 3 Na2SO4 + 6 CO2 + 18 H2O

    Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Na2(CO3) 2 Al(OH)3 + 3 Na2SO4 + 18 H2O

    Al2(SO4)3.18 H2O + 6 Na(OH) 2 Al(OH)3 + 3 Na2SO4 + 3 CO2 + 18 H2O

    Al2(SO4)3.18 H2O + 3 Ca(OH)2 2 Al(OH)3 + 3 CaSO4+ 18 H2O

    Aluminium sulfat atau alum, diproduksi dalam bentuk padatan atau dalam

    bentuk cair. Alum ini banyak dipakai karena harganya relatip murah dan efektif untuk

    air baku dengan kekeruhan yang tinggi serta sangat baik untuk dipakai bersama-

    sama dengan zat koagulan pembantu. Dibandingkan dengan koagulan dari garam

    besi, alum tidak menimbulkan pengotoran yang serius pada dinding bak. Salah satu

    kekurangannya yakni flok yang terjadi lebih ringan dari pada flok yang dihasilkan

    koagulan garam besi dan selang pH operasi lebih sempit yakni 5,5 - 8,5. Alum padat

    mempunyai berat jenis sekitar 1,62 dan dalam bentuk butiran kasar mempunyai

    berat jenis semu (apparent density) + 0,5. Sedangkan untuk butiran halus

    mempunyai berat jenis semu 0,6 - 0,7. Alum padat umumnya dipakai dalam bentuk

    larutan dengan konsentrasi 5 - 10 % untuk skala kecil dan untuk skala besar 20 - 30

    %.

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    54

    Akhir-akhir ini alum cair banyak digunakan karena cara pengerjaannya

    maupun transportasinya mudah. Tetapi pada suhu yang rendah dan konsentrasi

    yang tinggi akan terjadi pengkristalan Al2O3 yang menyebabkan penyumbatan pada

    perpipaan. Oleh karena itu, untuk pemakaian alum cair, konsentrasi Al2O3 harus

    diatur pada konsentrasi tertentu, biasanya sekitar 8 - 8,2 %.

    2. Ammonia Alum, (NH4)2(SO4). Al2(SO4)3.24H2O

    Merupakan garam rangkap Amonium Aluminium Sulfat. Kelarutan dalam air

    memerlukan waktu lebih lama dari pada Alum dan daya koagulasinya lebih rendah.

    Penggunaanya biasanya terbatas untuk instalasi kecil dan untuk air baku dengan

    kekeruhan yang tidak begitu tinggi. Misalnya untuk kolam renang, industri kecil dan

    lainnya. Pembubuhannya dapat dilakukan dengan cara sederhana yakni dengan alat

    bubuh tipe pot (pot type feeder). Amonia Alum diletakkan dalam suatu bejana, lalu air

    dilewatkan kedalam bejana tesebut sehingga sebagian alum larut. Selanjutnya

    larutan yang terjadi diinjeksikan ke air baku.

    3. Sodium Aluminat, NaAlO2

    Sodium Aluminat dibuat dengan melarutkan Al2O3 ke dalam larutan NaOH.

    Daya koagulasinya tidak begitu kuat. Dapat bersifat sebagai koagulan dan zat alkali

    serta efektif untuk menghilangkan zat warna. Sering digunakan untuk pengolahan air

    boiler dan jarang digunakan untuk pengolahan air minum. Biasanya digunakan

    bersama-sama dengan alum karena dapat membentuk flok dengan cepat. Reaksi

    kimia antara Sodium Aluminat dengan alum dan karbon dioksida adalah sebagai

    berikut :

    6 NaAlO2 + Al2(SO4)3.18H2O 8 Al(OH)3 + 3 Na2SO4 + 18 H2O + 6 H2O

    2 NaAlO2 + CO2 + 3 H2O 2 Al(OH)3 + 3 Na2CO3

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    55

    4. Ferrous Sulfat (Copperas)

    Secara komersial Ferro sulfat diproduksi dalam bentuk kristal berwarna hijau

    atau butiran (granular) untuk pembubuhan kering dengan kandungan Fe(S04) kira-

    kira 55 %. Ferro Sulfat bereaksi dengan alkalinitas alami tetapi dibanding reaksi

    antara alum dengan HCO3- , lebih lambat. Biasanya digunakan bersama-sama

    dengan kapur (lime) untuk menaikkan pH, sehingga ion ferro terendapkan dalam

    bentuk ferri hidroksida, Fe(OH)3 . Ferrous Sulfate ini kurang sesuai untuk

    menghilangkan warna, akan tetapi sangat baik untuk pengolahan air yang

    mempunyai alkalinitas, kekeruhan dan DO yang tinggi. Kondisi pH yang sesuai yakni

    antara 9,0 - 11,0.

    Reaksinya adalah sebagai berikut :

    2 Fe(SO4).7 H2O + 2 Ca(HCO3)2 + 1/2 O2 2 Fe(OH)3 + 4 CO2 + 2 Ca(SO4) + 13 H2O

    2 Fe(SO4).7 H2O + 2 Ca(OH)2 + 1/2 H2O 2 Fe(OH)3 + 2 Ca(SO4) + 13 H2O

    Proses ini biasanya lebih murah dibandingkan dengan alum, tetapi penggunaan dua

    macam bahan mengakibatkan prosesnya lebih sulit. Disamping itu pengolahan air

    dengan menggunakan ferro sulfat dan kapur dapat memperbesar kesadahan air.

    5. Chlorinated Copperas

    Cara ini merupakan metode lain dari penggunaan ferro sulfat sebagai

    koagulan. Dalam proses ini khlorine ditambahkan untuk mengoksidasi ferro sulfat

    menjadi ferri sulfat. Reaksinya adalah sebagai berikut :

    3 Fe(SO4) + 1,5 Cl2 Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 13 H2O

    Secara teoritis 1,0 lb khlorine dapat mengoksidasi 7,8 lb copperas. Tetapi untuk

    mendapatkan hasil yang baik pembubuhan khlorine biasanya sedikit berlebih dari

    kebutuhan teoritis.

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    56

    6. Ferri Khlorida, FeCl3 . H2O

    Ferri khlorida dan ferri sulfat merupakan bahan koagulan dengan nama

    dagang bermacam-macam. Dapat bereaksi dengan bikarbonat (alkalinitas) atau

    kapur. Reaksinya adalah sebagai berikut :

    2 FeCl3 + 3 Ca(HCO3)2 2 Fe(OH)3 + CaCl2 + 21 H2O

    2 FeCl3 + 3 Ca(OH)2 2 Fe(OH)3 + 3 CaCl2

    Keuntungan dari koagulan garam ferric antara lain, yakni proses koagulasi

    dapat dilakukan pada selang pH yang lebih besar, biasanya antara pH 4 - 9. Flok

    yang terjadi lebih berat sehingga cepat mengendap, serta efektif untuk

    menghilangkan warna, bau dan rasa.

    7. Poly Aluminium Chloride (PAC)

    Poly Aluminium Chloride (PAC) merupakan bentuk polimerisasi kondensasi

    dari garam aluminium, berbentuk cair dan merupakan koagulan yang sangat baik.

    Mempunyai dosis yang bervariasi dan sedikit menurunkan alkalinitas. Daya

    koagulasinya lebih besar dari pada alum dan dapat menghasilkan flok yang stabil

    walaupun pada suhu yang rendah serta pengerjaannyapun mudah.

    Dibandingkan dengan Aluminium Sulfat, PAC mempunyai beberapa kelebihan

    yakni kecepatan pembentukan floknya cepat dan flok yang dihasilkan mempunyai

    kecepatan pengendapan yang besar yakni 3 - 4,5 cm/menit, dan dapat menghasilkan

    flok yang baik meskipun pada suhu rendah. Dari segi teknik dan ekonomi, alum

    biasanya dipakai pada saat kondisi air baku yang normal, sedangkan poly aluminium

    chloride dipakai pada saat temperatur rendah atau pada saat kekeruhan air baku

    yang sangat tinggi.

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    57

    2.4.2. Zat Koagulan Pembantu

    Pada saat kekeruhan air baku tinggi, misalnya setelah hujan, pada saat

    musim dingin ataupun pada saat permintaan produksi meningkat, maka jika

    memakai zat koagulan saja sering kali pembentukan flok kurang baik. Untuk

    mengatasi hal tersebut yaitu dengan memakai koagulan pembantu sehingga

    pembentukan flok berjalan dengan lebih baik.

    Pemilihan jenis zat koagulan pembantu harus dapat menghasilkan flok yang

    baik / stabil dan tidak berbahaya ditinjau dari segi kesehatan. Disamping itu juga

    harus ekonomis serta pengerjaannya mudah. Sebagai bahan koagulan pembantu

    yang sering dipakai, yakni silika aktif (activated silic acid) dan sodium alginat (sodium

    alginic acid). Pada keadaan biasa/normal dosis silika aktif yakni 1 - 5 ppm sebagai

    SiO2 dan untuk sodium alginat yakni antara 0,2 - 2 ppm.

    2.4.3. Bak Koagulasi

    Partikel-partikel pengotor dalam air baku yang mempunyai ukuran dengan

    diameter 10-2 mm dapat dipisahkan dengan cara pengendapan biasa tanpa bahan

    kimia. Tetapi untuk partikel yang sangat halus dengan ukuran lebih kecil 10-2 mm dan

    juga partikel-partikel koloid sulit untuk dipisahkan dengan pengendapan tanpa bahan

    kimia serta masih tetap lolos jika disaring dengan saringan pasir cepat.

    Oleh karena itu di dalam sistem pengolahan air dengan saringan pasir cepat,

    proses koagulasi sangat penting agar partikel koloid yang sulit mengendap tadi dapat

    digumpalkan sehingga membentuk grup partikel yang lebih besar dan berat yang

    dengan cepat dapat diendapkan atau disaring. Untuk itu perlu bak koagulasi untuk

    mendapatkan proses koagulasi yang efektif.

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    58

    Proses koagulasi dibagi menjadi dua tahap. Pertama yaitu koagulasi partikel-

    partikel kotoran menjadi flok-flok yang masih halus/kecil dengan cara pengadukan

    cepat segera setelah koagulan dibubuhkan. Tahap ini disebut dengan pencampuran

    cepat dan prosesnya dilakukan pada bak pencampur cepat (mixing basin). Tahap

    selanjutnya adalah proses pertumbuhan flok agar menjadi besar dan stabil, yaitu

    dengan cara pengadukan lambat pada bak flokulator. Proses tersebut dinamakan

    flokulasi. Dengan demikian untuk proses koagulasi-flokulasi diperlukan dua buah bak

    yakni untuk bak pencampur cepat dan bak flokulator.

    2.4.4. Bak Pencampur Cepat

    Bak pencampur cepat harus dilengkapi dengan alat pengaduk cepat agar

    bahan kimia (koagulan) yang dibubuhkan dapat bercampur dengan air baku secara

    cepat dan merata. Oleh karena kecepatan hidrolisa koagulan dalam air besar, maka

    diperlukan pembentukan flok-flok halus dari koloid hidroksida yang merata dan

    secepat mungkin sehingga dapat bereaksi dengan partikel-partikel kotoran

    membentuk flok yang lebih besar dan stabil. Untuk itu diperlukan pengadukan yang

    cepat. Ada dua cara pengadukan yang dapat dipakai, yaitu pengadukan dengan

    energi yang ada dalam air itu sendiri dan pengadukan dengan energi yang didapat

    dari luar.

    1. Pengadukan Berdasarkan Energi Dari Air Itu Sendiri

    Dapat dilakukan dengan cara aliran dalam bak/kolam dengan sekat horizontal

    maupun vertikal (baffled flow type). Atau dapat juga dengan membuat aliran turbulen

    dalam sistem perpipaan dengan kecepatan aliran di atas 1,5 m/detik. Selain cara

    tersebut di atas dapat juga dilakukan dengan Parshall flume ataupun dengan cara

    menyemprotkan melalui lubang-lubang kecil (nozzle).

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    59

    2. Pengadukan Berdasarkan Energi Mekanik Dari Luar

    Cara yang paling umum dipakai yaitu dengan flush mixer yang berupa motor

    dengan alat pengaduk berupa baling-baling (propeler) maupun paddle, dengan

    kecepatan rotasi lebih kecil 1,5 m/detik. Waktu pengadukan standar antara 1 - 5

    menit. Cara yang lain yaitu dengan mendifusikan koagulan ke dalam air baku dengan

    pompa difusi (diffusion pump).

    2.5. Oksidasi Kimia

    Bahan kimia oksidant seperti oksigen, Khlorine, permanganat, ozon dan

    hidrogen peroksida digunakan sebagai zat pengoksidasi pada proses pengolahan air

    limbah. Oksidasi dengan khlor telah dibahas pada pembahasan khlorinasi, tiga

    proses reaksi oksidasi penting lainnya adalah penghilangan besi, mangan dan

    sianida.

    Pada pengolahan air limbah industri, sering dijumpai kandungan sianida yang

    biasanya terdapat pada buangan industri ekstraksi emas dan perak atau pada

    industri pelapisan logam. Ion sianida (CN-) bersifat racun, oleh karena itu harus

    dihilangkan terlebih dahulu sebelum buangan dialirkan ke perairan terbuka atau

    badan air.

    Metode yang umum dipakai adalah oksidasi dengan Cl2 atau NaOCl. Apabila

    digunakan Cl2, perlu ditambahkan NaOH, reaksinya adalah sebagai berikut :

    CN- + 2 NaOH + Cl2 CNO- + 2 NaCl + H2O

    Reaksi oksidasi CN- dengan NaOCl adalah sebagai berikut :

    CN- + NaOCl CNO- + NaCl

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    60

    Reaksi diatas berlangsung pada keadaan pH alkali yaitu antara 8,5 dan 11. Apabila

    pH lebih kecil dari 7, cyanate terhidrolisa sebagai berikut :

    CNO- + 2 H+ + H2O NH4+ + CO2

    Penambahan Cl2 pada pH sedikit basa terjadi oksidasi CNO- menjadi N2 dan CO2,

    reaksinya sebagai berikut :

    2 CNO- + 3 Cl2 + 4 NaOH N2 + 2 Cl- + 4 NaCl + 2 H2O + 2 CO2

    2.6. Penukar Ion (Ion Exchange)

    Proses ion exchange dilakukan untuk menghilangkan ion-ion yang tidak

    diinginkan seperti Ca+2, Mg+2, Fe+2 dan NH4+ . Media penukar adalah fasa padat

    terbuat dari bahan mineral atau resin sintetik yang terdiri dari ion bergerak yang

    menempel pada grup fungsional tetap, yang dapat bersifat asam atau basa. Pada

    proses penukaran, ion bergerak ditukar dengan ion terlarut yang terdapat dalam air.

    Sebagai contoh Ca+2 ditukar dengan Na+ atau SO4-2 ditukar dengan Cl-.

    Bahan penukar ion pada awalnya menggunakan bahan yang berasal dari

    alam yaitu greensand yang biasa disebut zeolit. Zeolit biasa digunakan untuk

    menghilangkan kesadahan dan menghilangkan ion amonium. Zeolit yang digunakan

    untuk pelunakan adalah aluminosilicates komplek dengan ion bergeraknya ion

    sodium. Untuk penghilangan amonium digunakan zeolit clinoptilolite, disamping itu

    terdapat pula zeolit sintetis.

    Pada saat ini bahan-bahan tersebut sudah diganti dengan bahan yang lebih

    efektif yang disebut resin penukar ion. Resin penukar ion umumnya terbuat dari

    partikel cross-linked polystyrene. Sistem penukar ion biasanya diterapkan pada

    proses pelunakan air dan proses demineralisasi.

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    61

    Reaksi penukar ion untuk zeolit dan resin adalah sebagai berikut :

    Untuk zeolit alam (Z) :

    Ca+2 Ca+2

    Na2 Z + Mg+2 Mg+2 Z + 2 Na+

    Fe+2 Fe+2

    Untuk resin sintetis (R):

    - Penukar kation asam kuat :

    RSO3H + Na+ RSO3Na + H

    +

    2 RSO3Na + Ca+2 (RSO3)2Ca + 2 Na

    +

    - Penukar kation asam lemah :

    RCOOOH + Na+ RCOONa + H+

    RCOONa + Ca+ (RCOONa)2Ca + 2 Na+2

    - Penukar anion basa kuat :

    RR3NOH + Cl- RR3NCl + OH

    -

    2 RR3NCl + SO4-2 (RR3N)2SO4 + 2 Cl

    -

    - Penukar anion basa lemah :

    RNH3OH + Cl- RNH3Cl + OH

    -

    2 RNH3Cl + SO4-2 (RNH3)2SO4 + 2 Cl

    -

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    62

    2.6.1. Regenerasi

    Setelah proses penukar ion beroperasi beberapa waktu, akan terjadi

    kejenuhan dan pada kondisi seperti ini tercapai keseimbangan dengan air baku.

    Untuk itu perlu dilakukan regenerasi. Pada proses regenerasi senyawa asli garam

    yang berperan sebagai ion bergerak (mobile ion) dikontakkan dengan resin yang

    telah jenuh, maka keseimbangan akan cenderung bergeser ke kondisi asli. Pada

    proses pelunakan air dan proses penukar kation lainnya, regenerasi biasanya

    menggunakan garam dapur (NaCl).

    Contoh reaksi regenerasi dengan garam dapur :

    Ca Ca

    R + 2 NaCl Na2R + Cl2

    Mg Mg

    2.6.2. Kapasitas Penukaran

    Kemampuan resin dalam menghilangkan kesadahan disebut sebagai

    kapasitas penukaran. Angka kapasitas dapat ditetapkan melalui pengukuran jumlah

    kesadahan yang dapat dihilangkan oleh satuan volume resin atau satuan berat resin,

    misalnya 1 kg CaCO3 per 1 m3 resin. Angka kapasitas dapat pula sebagai jumlah

    ekivalen kation atau anion yang dapat ditukar per unit berat penukar ion.

    Pada umumnya kapasitas penukar resin berkisar antara 2 sampai 10 eq/kg

    resin. Kapasitas penukar zeolit berkisar antara 0,05 sampai 0,1 eq/kg zeolit.

    Pengukuran lain adalah jumlah garam yang diperlukan untuk regenerasi per

    kesadahan yang dapat dihilangkan, misalnya 11 gr NaCl per 100 gr CaCO3.

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    63

    BAB 3

    PERTIMBANGAN DALAM DISAIN

    UNIT PENGOLAHAN AIR LIMBAH

    ntuk menentukan desain unit instalasi pengolahan air limbah di suatu

    wilayah diperlukan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu :

    o Periode desain

    o Daerah layanan

    o Pemilihan lokasi

    o Penduduk yang dilayani

    o Peraturan yang mengkontrol limbah cair dan standar efluent

    o Karakteristik limbah cair

    o Tingkat pengolahan

    o Pemilihan proses

    o Pemilihan peralatan

    o Tata letak dan profil hidrolik

    o Kebutuhan energi dan sumber-sumber lainnya.

    o Analisa ekonomi

    o Pengkajian aspek lingkungan

    Umumnya desain pengolahan limbah cair direncanakan untuk lebih dari 10

    tahun, sehingga kapasitas pengolahan dapat memenuhi untuk pertambahan volume

    limbah cair pada waktu yang akan datang. Menurut petunjuk perencanaan dari

    program konstruksi, periode desain dapat dibagi dalam beberapa tahap yaitu 10, 15

    dan 30 tahun tergantung dari jumlah debit limbah cair.

    U

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    64

    Daerah pelayanan tergantung dari daerah yang akan dilayani. Hal ini

    dilakukan untuk pengolahan limbah cair perkotaan. Untuk pelayanan industri atau

    komersil ditentukan dengan melihat dahulu jenis atau kegiatan proses, serta jumlah

    limbah cairnya yang akan diolah. Pemilihan lokasi untuk pembangunan fasilitas

    pengolahan limbah cair terutama untuk yang berkapasitas besar perlu

    mempertimbangkan badan air penerima, tata guna tanah baik secara ekonomi,

    sosial, lingkungan dan batasan teknologi.

    Jumlah penduduk yang dilayani menentukan jumlah debit limbah cair rumah

    tangga yang akan diolah. Jumlah debit limbah cair diperkirakan kurang lebih 70 %

    dari jumlah penyediaan air bersih. Penentuan peningkatan jumlah penduduk dapat

    dilakukan dengan memperkirakan beberapa metode, misalnya metode aritmetik dan

    geometrik.

    Ada beberapa peraturan yang berhubungan dengan limbah cair dan

    menyatakan standar efluent yang diijinkan. Peraturan tersebut adalah KEPMEN

    LK.No.51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri;

    KEPMEN LK.No.51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan

    Hotel; KEPMEN LK.No.51/MENLHh/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi

    Kegiatan Rumah Sakit. Berdasarkan peraturan ini maka desain pengolahan

    diarahkan untuk mencapai standard efluen limbah cair yang diijinkan.

    Karakteristik tergantung dari sumber limbah cair, seperti limbah cair dari

    rumah tangga, industri dan daerah komersil. Selama musim hujan, jumlah debit

    limbah cair berubah pada limbah rumah tangga (bila dipengaruhi infiltrasi air hujan).

    Jumlah debit akan menentukan kapasitas desain, dimana data yang diperlukan

    dalam perencanaan adalah debit minimum, rata-rata dan maksimum pada musim

    hujan ataupun kemarau. Parameter kimia yang menentukan desain pengolahan

    limbah cair adalah BOD5, total suspended solid, total nitrogen, phospor dan bahan

    kimia yang berbahaya.

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    65

    Tingkat pengolahan ditentukan dari karakteristik influen dan kualitas efluen.

    Kualitas efluen disesuaikan dengan jenis penampungan akhir, misalnya efluen

    dialirkan ke sungai atau saluran irigasi. Kualitas efluen harus sesuai dengan

    persyaratan yang telah ditentukan sehingga aman untuk lingkungan. Pemilihan

    peralatan disesuaikan dengan standard desain, prosedur desain dan asumsi desain

    yang telah ditetapkan. Selain itu pertimbangan ekonomi juga menentukan pemilihan

    jenis peralatan.

    Pemilihan tata letak harus dipertimbangkan secara detail, seperti kondisi

    topographi, area yang tersedia, jalan akses, kondisi banjir dan rencana perluasan.

    Dengan terbatasnya sumber alam untuk memenuhi kebutuhan energi, maka dalam

    desain pengolahan perlu dipertimbangkan jenis energi yang akan digunakan sesuai

    dengan lokasi pengolahan limbah cair. Sumber-sumber lainnya seperti bahan kimia

    yang dibutuhkan untuk pengolahan perlu dipilih yang tepat dengan unit pengolahan

    dan lokasi daerah sehingga penyediaan bahan kimia dapat tersedia setiap saat.

    Analisa biaya harus dilakukan seekonomis mungkin untuk menetapkan bahwa

    unit pengolahan cocok dan sesuai dengan pengolahan limbah cair yang dibutuhkan.

    Pengkajian aspek lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan analisa dampak

    lingkungan (AMDAL) sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Dengan

    adanya AMDAL maka diharapkan dampak adanya unit instalasi pengolahan limbah

    cair terhadap lingkungan bisa dihilangkan.

    Teknologi pengolahan limbah cair untuk buangan industri yang diterapkan

    terdiri dari kombinasi beberapa macam proses tergantung dari jenis buangannya.

    Proses fisika dan kimia untuk mengolah limbah non organik, seperti limbah cair

    industri pertambangan, pelapisan logam atau pemurnian logam. Sebagai contohnya,

    misalnya pada Industri kimia dan logam. Limbah cair industri ini berupa partikel dan

    larutan tersuspensi, sehingga digunakan proses fisika dan kimia dengan

    menggunakan proses koagulasi dengan bahan kimia dan kemudaian proses

    pengendapan.

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    66

    Koagulan dengan komposisi ferrosulfat dan kapur paling baik digunakan untuk

    mereduksi bahan pencemar, sehingga buangan akhirnya memenuhi standar yang

    ditetapkan. Pada tabel berikut dapat dilihat beberapa contoh jenis industri dengan

    kemungkinan bahan-bahan pencemarnya dan jenis pengolahan yang dibutuhkan.

    Tabel 2. Karakteristik Limbah Cair Industri Dan Jenis Pengolahannya

    JENIS INDUSTRI PARAMETER JENIS PENGOLAHAN

    Pelapisan Logam Padatan tersuspensi, Cd, CN, Logam, Cu, Ni, pH

    Fisika dan Kimia

    Ethanol BOD5, Padatan Tersuspensi, pH Fisika dan Kimia

    Kertas BOD5, COD, Padatan Tersuspensi, pH

    Fisika dan Kimia

    Mono Sodium Glutamat (MSG)

    BOD5, COD, Padatan Tersuspensi, pH

    Fisika dan Kimia

    Logam berat BOD5, COD, Padatan Tersuspensi, pH, logam berat

    Fisika dan Kimia

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    67

    BAB 4

    PENUTUP

    alam praktek pengolahan air limbah kebanyakan proses-proses kimia

    digabungkan, dipadukan dan diakomodasi dalam satu kesatuan dengan

    proses fisika, yaitu yang dikenal dengan nama Physico-Chemical

    Treatment. Beberapa keuntungan pengolahan air limbah dengan Physico-Chemical

    Treatment adalah dapat mengurangi suspended solid dan BOD cukup tinggi, dapat

    mengurangi phosphat sampai 70-90%, proses pengolahannya mempunyai toleransi

    terhadap temperatur, material beracun dan aliran yang tidak kontinyu, dan unit

    pengolahan membutuhkan ruang yang lebih kecil dibandingkan dengan unit

    pengolahan biologi. Kerugiannya adalah membutuhkan investasi yang tinggi, operasi

    butuh energi cukup tinggi dan banyak menghasilkan lumpur.

    D

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    68

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Lucjan Pawlowski, Physico-Chemical Methods for Water and Wastewater

    Treatment, First Edition, Pergamon Press, New York, 1980.

    2. Degremont, Water Treatment Handbook, Sixth Edition, Lavoisier Publishing,

    Paris, 1991.

    3. Mark J. Hammer, Water and Wastewater Technology , Second Edition, John

    Wiley & Sons, New York, 1986.

    4. Tsukishima Kikai Co., Ltd., A Guide to TSK Water & Waste Water Treatment,

    Tokyo, 1996.

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    69

    LAMPIRAN

    (A)

    (B)

    (C)

    (D)

    KK.. (E)

    KKK. (F)

    Gambar 1. Beberapa Jenis Cara Aerasi Yang Melibatkan Proses Kimia

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    70

    Gambar 2. Beberapa Jenis Reaktor Untuk Proses Flokulasi

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    71

    Gambar 3. Diagram Alir Suatu Unit Proses Flotasi

    Gambar 4. - Injeksi Udara Tertekan Melalui Bafel Pencampur

    - Aerator sistem bubbling dengan tinggi tekan yang kecil

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    72

    Gambar 5. Unit Dekarbonator

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    73

    Gambar 6. Bak Pengendapan Lumpur Dimana Terjadi Proses Koagulasi Dan

    Flokulasi Secara Kimiawi

    Gambar 7 : Fasilitas Proses Aerasi Dimana Terjadi Oksidasi Dan Degradasi

    Bahan-Bahan Pencemar Organik

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    74

    Gam

    bar

    8.

    Uru

    tan P

    roses P

    en

    gola

    han T

    ers

    ier

  • Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

    75

    Tabel 3. Sistem Pengolahan Untuk Menghilangkan Materi

    Pencemar Dalam Air Limbah

    KONTAMINAN SISTEM PENGOLAHAN KLASIFIKASI

    Padatan tersuspensi

    Screening dan communition F

    Sedimentasi F

    Flotasi F

    Filtrasi F

    Koagulasi/sedimentasi K/F

    Land treatment F

    Biodegradable organics

    Lumpur aktif B

    Trickling filters B

    Rotating biological contactors B

    Aerated lagoons (kolam aerasi) B

    Saringan pasir F/B

    Land treatment B/K/F

    Pathogens Khlorinasi K

    Ozonisasi K

    Land treatment F

    Nitrogen Suspended-growth nitrification and denitrification

    B

    Fixed-film nitrification and denitrification B

  • Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia

    76

    Tabel 3. Sistem Pengolahan Untuk Menghilangkan Materi

    Pencemar Dalam Air Limbah (lanjutan)

    KONTAMINAN SISTEM PENGOLAHAN KLASIFIKASI

    Ammonia stripping K/F

    Ion Exchange K

    Breakpoint khlorinasi K

    Land treatment B/K/F

    Phospor Koagulasi garam logam/sedimentasi K/F

    Koagulasi kapur/sedimentasi K/F

    Biological/Chemical phosphorus removal B/K

    Land treatment K/F

    Refractory organics

    Adsorpsi karbon F

    Tertiary ozonation K

    Sistem land treatment F

    Logam berat Pengendapan kimia K

    Ion Exchange K

    Land treatment F

    Padatan inorganik terlarut

    Ion Exchange K

    Reverse Osmosis F

    Elektrodialisis K

    Keterangan : B=Biologi, K=Kimia, F=Fisika

  • Tab

    el 4.

    Jum

    lah A

    ir L

    imbah Y

    an

    g D

    ibu

    an

    g K

    e B

    ada

    n A

    ir D

    i Jakart

    a

    (Seb

    ag

    ai S

    atu

    Stu

    di K

    asus D

    an B

    ahan P

    erb

    an

    din

    ga

    n)

    WIL

    AY

    AH

    JU

    MLA

    H A

    IR L

    IMB

    AH

    YA

    NG

    DIB

    UA

    NG

    (m

    3/h

    ari)

    Jum

    lah L

    imb

    ah

    Spesifik

    (m

    3/h

    a.h

    ari)

    DO

    MIS

    TIK

    P

    ER

    KA

    NT

    OR

    AN

    K

    OM

    ER

    SIA

    L

    IND

    US

    TR

    I T

    OT

    AL

    Jaka

    rta P

    usat

    17

    9.4

    32

    (7

    8,0

    ) 45.7

    41

    (19,9

    ) 4.7

    22

    (

    2,1

    ) 22

    9.8

    95

    46,6

    Kon

    dis

    i U

    tara

    14

    3.5

    06

    (6

    8,6

    ) 20.6

    22

    (

    9,9

    ) 45.1

    88

    (21,6

    ) 20

    9.3

    16

    15,0

    Saat in

    i B

    ara

    t 21

    0.7

    90

    (7

    9,2

    ) 35.7

    70

    (13,4

    ) 19.4

    24

    (

    7,3

    ) 26

    5.9

    84

    20,6

    (198

    7)

    Sela

    tan

    24

    7.3

    50

    (8

    5,1

    ) 35.1

    46

    (12,1

    ) 8.0

    15

    (

    2,8

    ) 29

    0.5

    11

    19,9

    T

    imur

    25

    6.9

    47

    (8

    0,2

    ) 35.3

    72

    (11,0

    ) 28.0

    88

    (

    8,8

    ) 32

    0.4

    07

    17,1

    T

    OT

    AL

    1.0

    38.0

    25

    (7

    8,9

    ) 17

    2.6

    51

    (13,1

    ) 10

    5.4

    37

    (

    8,0

    ) 1.3

    16.1

    13

    20,2

    Jaka

    rta P

    usat

    25

    3.7

    56

    (

    67,0

    ) 12

    1.2

    27

    (32,0

    ) 3.9

    06

    (

    1,0

    ) 37

    8.8

    89

    76,8

    Kon

    dis

    i U

    tara

    26

    6.2

    33

    (

    57,0

    ) 60.2

    98

    (13,1

    ) 13

    5.4

    85

    (29,3

    ) 46

    2.0

    16

    33,1

    akan

    Bara

    t 39

    8.8

    82

    (

    76,6

    ) 86.3

    12

    (16,6

    ) 35.7

    18

    (

    6,9

    ) 52

    0.9

    12

    40,4

    Data

    ng

    S

    ela

    tan

    46

    8.3

    54

    (

    84,0

    ) 87.2

    05

    (15,6

    ) 3.3

    28

    (

    0,4

    ) 55

    7.8

    87

    38,2

    (201

    0)

    Tim

    ur

    49

    5.4

    61

    (

    74,1

    ) 93.8

    91

    (14,0

    ) 79.1

    94

    (11,8

    ) 66

    8.5

    46

    35,6

    T

    OT

    AL

    1.8

    82.6

    86

    (

    72,7

    ) 44

    8.9

    33

    (17.3

    ) 25

    6.6

    31

    (9,9

    ) 2.5

    88.2

    50

    39,7

    77

    Ir. P. Nugro Rahardjo, M.Sc.

  • Teknolo

    gi Pengola

    han L

    imbah C

    air D

    engan P

    roses K

    imia

    78

    Tab

    el 5

    : Jum

    lah B

    eb

    an P

    olu

    si Y

    an

    g D

    ibuan

    g K

    e B

    ad

    an A

    ir D

    i Jakart

    a

    (Seb

    ag

    ai S

    atu

    Stu

    di K

    asus D

    an B

    ahan P

    erb

    an

    din

    ga

    n)

    WIL

    AY

    AH

    B

    EB

    AN

    PO

    LU

    SI

    (Kg/h

    ari)

    Beban

    Polu

    siS

    pesifik

    (k

    g/h

    a.h

    ari)

    DO

    MIS

    TIK

    P

    ER

    KA

    NT

    OR

    AN

    K

    OM

    ER

    SIA

    L

    IND

    US

    TR

    I T

    OT

    AL

    Jaka

    rta P

    usat

    42.4

    33

    (

    76,9

    ) 10.5

    68

    (

    19,1

    ) 2.1

    92

    (4,0

    ) 55.1

    91

    11,2

    Kon

    dis

    i U

    tara

    34.1

    59

    (

    57,0

    ) 4.7

    63

    (

    8,0

    ) 20.9

    70

    (

    35,0

    ) 59.8

    92

    4,3

    saat

    ini

    Bara

    t 49.8

    27

    (

    74,3

    ) 8.2

    64

    (

    12,3

    ) 9.0

    17

    (

    13,4

    ) 67.1

    08

    5,2

    (1987)

    Sela

    tan

    58.3

    61

    (

    83,1

    ) 8.1

    20

    (

    11,6

    ) 3.7

    21

    (5,3

    ( 70.2

    02

    4,8

    T

    imur

    60.4

    86

    (

    74,0

    ) 8.1

    73

    (

    10,0

    ) 13.0

    37

    (

    16,0

    ) 81.6

    96

    4,4

    T

    OT

    AL

    245.2

    64

    (

    73,4

    ) 39.8

    88

    (

    12,0

    ) 48.9

    37

    (

    14,6

    ) 33

    4.0

    89

    5,1

    Jaka

    rta P

    usat

    57.2

    16

    (

    65,7

    ) 28.0

    04

    (

    32,2

    ) 1.8

    06

    (2,1

    ) 87.0

    26

    17,6

    Kon

    dis

    i U

    tara

    60.6

    04

    (

    44,2

    ) 13.9

    29

    (

    10,1

    ) 62.6

    15

    (

    45,7

    ) 13

    7.1

    48

    9,8

    akan

    Bara

    t 89.9

    17

    (

    71,1

    ) 19.9

    37

    (

    15,8

    ) 16.5

    05

    (

    13,1

    ) 12

    6.3

    59

    9,8

    data

    ng

    Sela

    tan

    105.3

    54

    (

    83,2

    ) 20.1

    44

    (

    15,9

    ) 1.0

    75

    (0,9

    ) 12

    6.5

    73

    8,7

    (2010)

    Tim

    ur

    111.1

    21

    (

    65,6

    ) 21.6

    87

    (

    12,8

    ) 36.5

    99

    (

    21,6

    ) 16

    9.4

    07

    9,0

    T

    OT

    AL

    424.2

    12

    (

    65,7

    ) 103.7

    01

    (

    16,0

    ) 118.6

    00

    (

    18,3

    ) 64

    6.5

    13

    9,9

    78

    Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Kimia