00 buku 1 sda jawa final

Upload: fathur-rahman-rustan

Post on 11-Jul-2015

748 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

DIREKTORAT PENGAIRAN DAN IRIGASI KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

LAPORAN AKHIRPRAKARSA STRATEGIS PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR UNTUK MENGATASI BANJIR DAN KEKERINGAN DI PULAU JAWA

BUKU 1STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

DESEMBER 2006

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Kegiatan 1.3. Ruang Lingkup 1.4. Keluaran BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA 2.1 Umum 2.1.1 2.1.2 2.2 Banten 2.3 DKI Jakarta 2.4 Jawa Barat 2.5 Jawa Tengah 2.6 Daerah Istimewa Yogyakarta 2.7 Jawa Timur 2.8 Identifikasi Masalah Banjir 2.9 Identifikasi Masalah Kekeringan Fisik Pola Pengelolaan 2-1 2-1 2-3 2-9 2-11 2-13 2-16 2-19 2-22 2-25 2-27 1-1 1-2 1-4 1-4

BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA 3.1 Rumusan Kebijakan Prakarsa Strategis 3.2 Kebutuhan pengelolaan sumber daya air yang terpadu. 3.3 Program Prioritas 3.3.1 3.3.2 3.3.3 Program Jangka Pendek Program Jangka Menengah Program Jangka Panjang 3-1 3-3 3-4 3-4 3-5 3-7

BAB 4 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA 4.1 Rumusan Strategi Implementasi 4-1

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

4.2 Strategi Kebijakan Non-struktural 4.2.1 4.2.2 Strategi Menurut Undang-undang Strategi Konservasi Sumberdaya Air

4-3 4-3 4-5 4-10 4-10 4-32 4-52 4-53 4-53 4-55 4-57 4-60 4-63 4-66 4-70 4-72 4-82

4.3 Strategi Kebijakan Struktural 4.3.1 4.3.2 4.3.3 4.4.1 4.4.2 4.4.3 4.4.4 4.4.5 Rencana Induk Pengelolaan Wilayah Sungai yang Sudah Ada Pengaturan Induk Wilayah Sungai Baru Penyusunan Pola Pengelolaan SDA Wewenang Tanggung Jawab Pemerintah Kebijakan Pembiayaan Peran-peran Lain Pemerintah Strategi Pendanaan dan Tujuan Studi Kelayakan Proyek Pengunaan Model Investasi

4.4 Strategi Pembiayaan

4.5 Strategi Kelembagaan dan Koordinasi 4.6 Pengelolaan Sumberdaya Air dalam Era Otonomi Daerah 4.6.1 4.6.2 Permasalahan dan Tantangan dalam Pengelolaan Sumberdaya Air Organisasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Air

BAB 5 PEMANTAUAN DAN EVALUASI 5.1 Indikator Pemantauan dan Evaluasi 5.1.1 5.1.2 5.1.3 Pemantauan Evaluasi Indikator dalam Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air 5-1 5-1 5-1 5-3 5-6 5-8 5-9 5-10 5-13

5.2 Ruang Lingkup Pengawasan dan Pemantauan 5.3 Ruang Lingkup Pengawasan dalam Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air 5.4 Ruang Lingkup Pengawasan Dalam Aspek Pembiayaan 5.5 Mekanisme Pemantauan 5.6 Mekanisme Evaluasi BAB 6 PENUTUP 6.1 Arahan Sosialisasi Prakarsa Strategis 6.1.1 Kekeringan dan banjir

6-1 6-1

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

6.1.2 6.1.3 6.2 Saran ANNEX

Strategi Implementasi Pengalaman Negara Lain PEMBELAJARAN ANTARA PRAKTEK PRIVATISASI DAN PERKUATAN PERUSAHAAN UMUM LAYANAN AIR

6-3 6-4 6-5

DAFTAR TABELTabel 2. 1 Daftar Pembagian Wilayah Sungai di Pulau Jawa-Madura Tabel 2. 2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk DKI Jakarta Tahun 2003 Tabel 2. 3 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di Jawa Barat Tabel 2. 4 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di Jawa Tengah Tabel 2. 5 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di DI Yogyakarta Tabel 2. 6 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di Jawa Timur Tabel 4. 1 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Ciujung Ciliman Tabel 4. 2 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS CiliwungCisadane Tabel 4. 3 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS CisadeaCikuningan Tabel 4. 4 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Citarum Tabel 4. 5 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS CimanukCisanggarung Tabel 4. 6 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS CitanduyCiwulan Tabel 4. 8 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS SerayuBogowonto 4-23 Tabel 4. 9 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Jratun-Seluna 4-25 4-18 Tabel 4. 7 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Pemali-Comal 4-21 4-17 4-14 4-14 4-12 4-10 2-13 2-14 2-17 2-21 2-23 2-5

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

Tabel 4. 10 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Progo-OpakOyo Tabel 4. 11 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Bengawan Solo Tabel 4. 12 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Kali Brantas Tabel 4. 13 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS PekalenSampean Tabel 4. 14 Identifikasi Alternatif Intervensi Struktural WS Madura Tabel 4. 15 Penyusunan Kembali Alternatif Intervensi Struktural menurut Wilayah Sungai yang Baru Tabel 4.17 Balai Besar Wilayah Sungai & Balai Wilayah Sungai di Pulau Jawa 4-87 4-34 Tabel 4.16 Wewenang Pengelolaan dan Pelaksanaan Wilayah Sungai 4-73 4-31 4-31 4-28 4-30 4-27

DAFTAR GAMBARGambar 1.1 Gambar 2. 1 Gambar 2. 2 Gambar 2. 4 Gambar 2. 5 Peta Orientasi Lokasi Kegiatan di Pulau Jawa dan Madura Peta batas wilayah administrasi dan batas WS Pulau Jawa dan Madura. Curah hujan tahunan Pulau Jawa Madura. Perubahan persentase kabupaten defisit air. Proyeksi Neraca Air Kabupaten/Kota di Pulau Jawa dan Madura. Gambar 4. 1 Susunan Wilayah Sungai yang sudah ada Gambar 4. 2 Rencana Wilayah Sungai baru Gambar 5. 1 Siklus Pengelolaan Terpadu SDA (IWRM) Gambar 5. 2 2-31 4-9 4-33 5-3 2-1 2-3 2-28 1-4

Pemantauan dan Evaluasi dalam suatu siklus kegiatan 5-15

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN

1-1

1.1

LATAR BELAKANG

Secara nasional, total air yang tersedia di Indonesia mencapai 1.957 miliar meter kubik per tahun. Dengan penduduk sekitar 220 juta jiwa, potensi ini setara dengan 8.800 meter kubik per kapita per tahun. Nilai ini masih di atas nilai ratarata dunia yang hanya 8.000 meter kubik per kapita per tahun. Namun kenyataannya ketersediaan air ini bervariasi antara wilayah dan waktu. Lebih dari 83 persen aliran permukaan terkonsentrasi di Sumatera, Kalimantan, dan Papua, 17 persen lainnya di Jawa-Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Pulau Jawa yang luasnya sekitar 7 persen dari total wilayah daratan Indonesia hanya memiliki potensi sekitar 4,5 persen dari total air tawar nasional; di pihak lain pulau ini dihuni oleh sekitar 65 persen penduduk Indonesia. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa potensi kelangkaan air yang sangat besar akan terjadi di Pulau Jawa karena daya dukung sumber daya air yang segera mencapai titik kritis. Kebutuhan air nasional saat ini terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali, dengan tujuan penggunaannya terutama untuk air minum, rumah tangga, perkotaan, industri, dan pertanian. Dari data neraca air tahun 2003 dapat dilihat bahwa kebutuhan air pada musim kemarau di Pulau Jawa dan Bali yang sebesar 38,4 miliar meter kubik, hanya terpenuhi sekitar 25,3 miliar kubik atau hanya sekitar 66 persen. Defisit ini diperkirakan akan semakin tinggi pada tahun 2020 akibat peningkatan dimana jumlah penduduk dan aktifitas perekonomian secara signifikan. Upaya pemenuhan kebutuhan air di Pulau Jawa telah ditempuh melalui pembangunan sejumlah waduk besar dan sedang. Dari 14 waduk utama di Jawa, semuanya mengalami kondisi di bawah normal (pola kering) saat musim kemarau sehingga dilakukan penetapan prioritas pemanfaatan air waduk. Prioritas pertama diberikan untuk air minum, air rumah tangga, dan perkotaan;LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 1 PENDAHULUAN

prioritas kedua untuk irigasi tanaman pangan; dan prioritas ketiga untuk industri dan kebutuhan lainnya. Rendahnya daya dukung waduk-waduk tersebut mengakibatkan terjadinya kekeringan pada areal sawah di daerah produksi beras. Pada Tahun 2003 kekeringan areal sawah mencapai 430.295 hektar, termasuk mengalami puso seluas 82.696 hektar . Di samping itu, turunnya volume air di waduk mengakibatkan beberapa PLTA terpaksa beroperasi di bawah kapasitas normal. Kekeringan ini telah berdampak pada menurunnya pendapatan, kekurangan pangan, kesulitan lapangan kerja, serta kesulitan memperoleh air bersih bagi wilayah perkotaan. Sebagai upaya mengatasi masalah banjir dan kekeringan di Pulau Jawa pada masa depan, dilakukanlah kajian Prakarsa Strategis , yang diarahkan untuk merumuskan konsep pengelolaan SDA yang terintegrasi dan layak diimplementasikan. Dalam kaitan itu, analisis dilakukan terhadap kondisi pengelolaan sumber daya air pada saat ini serta faktor eksternal yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pengelolaan sumber daya air di Pulau Jawa.

1-2

1.2

TUJUAN KEGIATAN

Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi dan menginventarisasi data kuantitatif banjir dan

kekeringan di Pulau Jawa secara kuantitatif sesuai waktu dan spasial wilayah, termasuk kebutuhan dan ketersediaan air bersih. 2. Melakukan telaah/review atas studi-studi tentang sumber daya air yang telah dilakukan untuk Pulau Jawa serta perkembangan implementasinya. 3. Menemukenali alternatif-alternatif intervensi pembangunan infrastruktur dalam rangka memecahkan masalah banjir dan kekeringan. 4. Merumuskan kebijakan strategis pembangunan prasarana dalam rangka mengatasi banjir dan kekeringan di Pulau Jawa secara holistik.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 1 PENDAHULUAN

5.

Merumuskan kebijakan dan strategi implementasi makro yang terintegrasi dengan berbagai sektor.

1-3

6.

Menyusun

prioritas

program-program

pembangunan

prasarana

penanganan banjir dan kekeringan di Pulau Jawa, termasuk kebutuhan biaya serta tahapan pembangunannya. 7. Mengidentifikasi pemerintah, maupunpartisipasi berbagai swasta alternatif propinsi, dan sumber pembiayaan untuk baik dari

pemerintah

pemerintah

kabupaten/kota, pembangunan,

masyarakat

pengoperasian dan pemeliharaan prasarana. 8. Merumuskan pembagian kewenangan dan tanggung jawab serta

mekanisme koordinasi antara instansi dan sektor terkait di tingkat pusat, provinsi, maupun kab/kota dalam pembangunan, pengoperasian, maupun pemeliharaan prasarana. 9. Membuat sistem basis data banjir dan kekeringan termasuk konsep pengelolaan data yang berkelanjutan. 10. Menyusun mekanisme pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan.

1.3

RUANG LINGKUP

Arah dari prakarsa strategis ini adalah untuk melakukan analisis tinjauan dan formulasi kebijakan untuk wilayah sumber daya air di Pulau Jawa. Terdapat beberapa tahapan kegiatan yang dilaksanakan pada proses penyusunan prakarsa strategis ini, antara lain: identifikasi dan inventarisasi permasalahan; analisis terhadap kajian sumber daya air; inventarisasi alternatif intervensi infrastruktur; perumusan prakarsa strategis; perumusan kebijakan dan strategi implementasi makro; perumusan prioritas program pengelolaan sumber daya air; perumusan strategi implementasi; perumusan kebijakan pembiayaan; perumusan mekanisme koordinasi; penyusunan perangkat lunak sistem basis data; perumusan konsep pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan; dan perumusan pedoman sosialisasi kebijakan.LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 1 PENDAHULUAN

Kepulauan Seribu

1-4Bekasi K. Bekasi

K. Cilegon

# #Tangerang

Serang

Y #

U %# K. Dep ok #

#Pandeglang

#

#

#

Karawang Indramayu

#Subang

Purwakarta Lebak Bogor

#

#

#Cirebo n

Jepara Pati

#

#K. Sukabumi

#

K. Bandung Sukabumi Cianjur Bandung

Y #

Sumedang Majalengka Kuningan Brebes

K. Tegal

##

#

K. Pekalongan

Kudus Demak KendalK. Semarang

##

Tegal

Batang

#

Pekalongan Pemalang Purbalingga

Y #

#

#

#

#Rembang

# #Blora

Tuban

# # Lamongan GresikK. Mojokerto

#

Ban gkalan Sampang Pamekasan

Sumenep

#

#Garut

#Temanggung Semarang

Grobogan

#Bojonegoro

#

# #Tasikmalaya Ciamis

# #Wonosobo # #Ban jarnegara BanyumasCilacap

K. Salatiga Sragen # K. Magelang Boyolali # # K. Surakarta Magelang Sleman Klaten

#

#

Y ##Sidoarjo K. Pasuruan

#

#

# Ngawi

#

Kebumen #

Purworejo #

#

K. Yogyakarta

# Kulonprogo Bantul #

Y #

#

Madiun ## # Karanganyar Nganjuk # # Magetan K. Madiun # Sukoharjo

# Jombang Mojokerto

#

#

#Won ogiri

#Ponorogo

Kediri # K. Kediri

Pasuruan K. Malang

K. Probolinggo

#

# SitubondoBondowoso

Probolinggo

#

Gunungkidul Pacitan

# #Trenggalek

#

#

#

K. Blitar

#

Lumajang Malang

Tulungagung

Blitar

#

#Jember

#Banyuwangi

Gambar 1. 1 Peta Orientasi Lokasi Kegiatan di Pulau Jawa dan Madura

1.4

KELUARAN

Keluaran yang dihasilkan dari kegiatan penyusunan Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa adalah satu set yang terdiri atas tiga buku, yaitu:

1. BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA. Buku ini merupakan laporan utama hasil kajian prakarsa strategis. Buku menyajikan ini kondisi, kebijakan, dan strategi pengelolaan sumber daya air di Pulau Jawa, serta mekanisme pemantauan dan evaluasi. 2. BUKU 2 IDENTIFIKASI MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA. Buku 2 merupakan rangkuman hasil kajian dan analisis terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sumber daya air di Pulau Jawa. Buku ini memuat hasil, identifikasi masalah banjir dan kekeringan dan Pulau Jawa, serta analisis kondisi defisit air di Pulau Jawa.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 1 PENDAHULUAN

3. BUKU 3 BASIS DATA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA. Dalam buku 3 di rangkum hasil pengumpulan data selama proses penyusunan prakarsa strategis. Selain menyajikan: metode penyusunan sistem basis data dan sistematika pengolahan data, sistematika pengolahan data buku ini juga memuat hasil pengumpulan data, pedoman penggunaan sistem basis data, ilustrasi pemanfaatan basis data.

1-5

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA2.1 2.1.1 UMUM Fisik

2-1

Pulau Jawa-Madura adalah salah satu dari lima pulau besar di Indonesia, dengan luas sekitar 130 ribu km2 atau kurang lebih 7% dari luas daratan seluruh wilayah Indonesia. Pulau Jawa-Madura memiliki 15 WS (Wilayah Sungai), 14 WS yang tersebar di Pulau Jawa dan 1 WS dalam kawasan Pulau Madura. Saat ini Pulau Jawa-Madura dihuni oleh sekitar 65 persen dari total penduduk Indonesia. Kondisi ini memberi gambaran masalah daya dukung sumber daya air di Pulau Jawa-Madura sangat berpotensi untuk menjadi masalah yang paling kritis.

it

ra

St

a

nd

Su

105 00' Krakatau

K. Cilegon

Banten

# Province

Panaitan Is.

SWS 0201Pandeglang Lebak

106 00'Kepulauan Seribu Jakarta Bay# #

107 00'JAKARTA

108 00'

109 00'

110 00'

111 00'

112 00'

113 00'

114 00'

Bawean Is.

6 00'

Tangerang

Serang#

Y #

U %# # K. Depok

Ja vaBekasi Karawang# #

Sea

TANGERANG

K. Bekasi

SWS 0204Purwakarta#

Indramayu#

SWS 0202#

Bogor

Subang Cirebon#

Jepara#

West Java Province#

Pati K. Tegal# # #

K. Sukabumi#

BANDUNG

Sumedang

SWS 0205Majalengka Kuningan Brebes

K. Pekalongan

Kudus# # SEMARANG #

#

#

Rembang#

Y #

K. Bandung Pelabuhan Ratu Bay Sukabumi Cianjur Bandung# # #

SWS 0208Tegal

#

#

Batang

Y #

Demak

SWS 0210#

Tuban

# #

Madura Is.Bangkalan

Pekalongan Pemalang

Kendal K. Semarang#

SWS 0215Sampang Pamekasan# #

Sumenep#

Sapudi Is.

7 00'

SWS 0203Garut

Central Java ProvinceSWS 0207Purbalingga# SWS 0209 #

Grobogan#

Blora#

Lamongan

#

Gresik#

Temanggung# # WonosoboSWS #

Semarang#

Bojonegoro K. Mojokerto# # #

Y # SURABAYA#

Tasikmalaya

Banyumas

Banjarnegara

0211K. Salatiga Sragen # K. Magelang Boyolali# #

Ngawi

Sidoarjo K. Pasuruan#

Ma dura Str ai t

SWS 0206

Ciamis Cilacap#

Magelang Kebumen ## Purworejo

K. Surakarta# #

SWS 0212 Madiun# Magetan K. Madiun # #

Jombang

Mojokerto

Nusakambangan Is.

Karanganyar Sleman Klaten # # # Sukoharjo K. Yogyakarta Y #YOGYAKARTA # # Kulonprogo Bantul # Wonogiri#

Nganjuk

East Java ProvinceSWS 0213

Kediri # K. Kediri

Pasuruan

K. Probolinggo#

# Situbondo

Probolinggo K. Malang#

Ponorogo# # #

#

Bali

Bondowoso Lumajang#

Gunungkidul

8 00'

K. Blitar Blitar Malang

Yogyakarta Special Province

Pacitan#

Trenggalek

Tulungagung

SWS 0214#Jember Banyuwangi

#

St rai t

In di an

Ocean

Nusa Barung Is.

9 00'

Legend:

G O V E R N M E N T OF R E P U B L I C I N D O N E S I ANational Capital Provincial Capital Provincial Boundary District/ Municipality Boundary Watershed (SWS) Boundary SWS No. 0201 0202 0203 0204 0205 0206 0207 0208 0209 SWS Name Ciujung-Ciliman Cisadane-Ciliwung Cisadeg-Cikuningan Citarum Cimanuk Ciwulan Citanduy Pemali-Comal Serayu SWS No. 0210 0211 0212 0213 0214 0215 SWS Name Jratun Seluna Progo-Opak-Oyo BengawanSolo K.Brantas Pekalen-Sampean Madura

U %Y #

NATIONAL PLANNING DEVELOPMENT AGENCY (BAPPENAS) FORMULATION OF A BLUEPRINT NATIONAL POLICY ON FLOOD CONTROL AND MANAGEMENTMap No : Map Title :

A5

CORRELATION BETWEEN AMINISTRATION AND WATERSHED (SWS) BOUNDARIESSource :- Bakosurtanal, 1 : 250 000 Scale (Coastline, River, Lake)

Compiled by : Dr. Karl Peter Kucera GIS Operator : Sabdo Sumartono Date: September 2004

Gambar 2. 1 Peta batas wilayah administrasi dan batas WS Pulau Jawa dan Madura.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

Secara geografis, di sebelah utara Pulau Jawa berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan dengan Samudera Hindia, sebelah barat dibatasi oleh Selat Sunda dan sebelah timur dibatasi oleh Selat Bali. Sepanjang sisi selatan pulau ini didominasi bentuk pegunungan dan penampakan fisiografis gunung gamping yang memanjang hingga ke Pulau Bali. Di sisi utara didominasi bentukan tanah alluvial dan marine (daerah pantai) dengan kondisi kelerengan dari sedang hingga landai. Secara geografis Pulau Jawa-Madura terletak antara 5 40 LS sampai 8 50 LS dan 105 10 BT sampai 114 40 BT sehingga sangat dipengaruhi oleh posisi semu matahari yang berpindah antara 23,5 LU sampai ke 23,5 LS sepanjang tahun yang mengakibatkan timbulnya aktivitas moonson (muson). Sebagaimana wilayah Indonesia lainnya, Pulau Jawa-Madura mengalami dua musim dalam setahun yaitu musim kemarau dan penghujan. Pada bulan Juni sampai September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai dengan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudra Pasifik, sehingga mengakibatkan musim penghujan. Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April-Mei dan Oktober-November. Rata-rata curah hujan pada musim penghujan dan musim kemarau (tergantung pada bulan dan letak stasiun pengamat), berkisar antara 0 800 mm untuk masing-masing bulan kering dan bulan basah. Untuk besarnya curah hujan tahunan di sepanjang Pulau Jawa-Madura bisa dilihat pada Gambar 2.2. Kecepatan angin berkisar antara 1,6 knot sampai 23,3 knot. Suhu rata-rata pada siang hari berkisar antara 27,70C sampai 34,60C, sedangkan suhu udara pada malam hari berkisar antara 15,30C sampai dengan 3080C.

2-2

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

2-3105 00' 106 00'Ciu jung

107 00'a Cit

108 00'

109 00'

110 00'

111 00'

112 00'

113 00'

114 00'

Bawean Is.Ci sad

Ciliman

m ru

Ciliwu

a it

ane

tr

S

KrakatauTANGERANG

6 00'k a nu Cim

Cipu

JAKARTA

ng

nd

a

Y #

U %

Ja v a

Se a

a nag

Province of Banten SWS 0201 SWS 0202g ggarun Cisan

Su

Panaitan Is.

Jatiluhur Res

SWS 0204 SWS 0205

wan Banga

Cirata Res

Se ra ng Tun ta ng

Ju an a

Pema li

Comalri Bo d

Solo

Saguling Res

BANDUNG

Madura I.

S

Cikaso

Cib uni

aw an

Ci sa de g

uy

Seray u

Cit and

Cik aing an

YOGYAKARTAL uk ul o Wa war /M edo no B og ow on to

Ciw ulan

ng

Sermo Resgo ak ro Op

Cime da

Br an

Oyo

ta

s

Y #

Gajahmungkur Res.

Mad

un

Wadaslintang Res

Be

Segara Anakn Lagoon

Sempor Res.

n

Province of East Java

W el

an

g

i

SWS 0213Wlingi Res.

Sam

SWS 0206

SWS 0211

SWS 0212

Po ron

g

Ma dura Str ai t

g

pea n

ed

Sa ne n

B

ad u ng

g un ali Cib

Y #

SEMARANGL. Darma L. Malahayu

iri Cimand

SWS 0208L. Cacaban

Y #

SWS 0210Lu

SWS 0203

Province of West Java SWS 0207

si

SWS 0215SURABAYA

Sapudi Is.Sa roka

7 00'

Province of Central JavaMrica Res

L. Rawapening

Kedungombo Res

Y #

ng pa S am

SWS 0209

o ol

Bal i

8 00'

P

Yogyakarta Special Province

SWS 0214Kr. Kates Res.

Kesamben Res.

Strai t

Indi an

Ocean

Nusa Barung I.

u Bar

9 00'

Legend:

Rainfall: National Capital Provincial Capital Provincial Boundary Watershed (SWS) Boundary River Lake

G O V E R N M E N T OF R E P U B L I C I N D O N E S I A

U %Y #

750 mm 1250 mm 1750 mm 2250 mm 2750 mm 3250 mm 3750 mm 4250 mm 4750 mm 5250 mm 5500 mm 6500 mm 7500 mm

NATIONAL PLANNING DEVELOPMENT AGENCY (BAPPENAS) FORMULATION OF A BLUEPRINT NATIONAL POLICY ON FLOOD CONTROL AND MANAGEMENTMap No : Map Title :

A23

RAINFALL AND WATERSHED (SWS) AREASource :- Bakosurtanal, 1 : 250 000 Scale (Coastline, River, Lake)

Compiled by : Dr. Karl Peter Kucera GIS Operator : Sabdo Sumartono Date: September 2004

Gambar 2. 2 Curah hujan tahunan Pulau Jawa Madura.

2.1.2

Pola Pengelolaan

Wilayah Pulau Jawa-Madura dibagi dalam 15 wilayah sungai. Pembagian wilayah sungai di Pulau Jawa-Madura dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 39/PRT/1989 yang membagi wilayah Indonesia menjadi 90 WS (note: saat ini telah berkurang satu yaitu WS Timor-Timur mengingat daerah ini tidak lagi masuk dalam Wilayah Indonesia). Daftar wilayah sungai di Pulau Jawa-Madura dapat dilihat pada Tabel 2.1. Sebagai tindak lanjut dari Permen PU Nomor 39/PRT/1989, telah diterbitkan beberapa peraturan yang bersifat operasional, antara lain: 1. Peraturan Menteri PU nomor 48 tahun 1990 tentang kewenangan pengelolaan dari 90 WS tersebut. Dalam peraturan tersebut, Pemerintah Daerah/Gubernur diberi kewenangan untuk mengelola 63 WS melalui tugas

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

pembantuan. Untuk 15 WS yang wilayahnya terletak pada lebih dari satu provinsi, kewenangan pengelolaannya masih tetap dilakukan oleh pemerintah pusat, sedangkan dua WS dikelola bersama antara pemerintah dan BUMN, yaitu WS Brantas oleh Perum Jasa Tirta I dan WS Citarum oleh Jasa Tirta II (Jatiluhur). 2. Peraturan Menteri PU nomor 49 tahun 1990 tentang aspek-aspek pengelolaan sumber air termasuk prosedur perijinan pemakaian air. Pulau Jawa-Madura sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan pusat pemerintahan Indonesia mengalami pembangunan yang pesat di berbagai sektor sehingga tuntutan masyarakat akan penggunaan sumber daya air juga terus berkembang. Peningkatan persaingan penggunaan air antar sektor (domestik, perkotaan, industri dan irigasi) pun terjadi di berbagai wilayah administrasi maupun wilayah sungai. Sejalan dengan dinamika pembangunan tersebut, maka hal ini tidak luput dari masalah perubahan tata ruang, lahan, pola hidup dan pola perekonomian. Perubahan tersebut berpengaruh pula terhadap potensi sumber daya air yang apabila tidak disertai dengan perencanaan, pengelolaan dan pengaturan sumber daya air yang mantap diperkirakan semakin menurun yang terlihat dari bertambahnya kesenjangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air untuk berbagai keperluan. Hasil kajian global kondisi krisis air dunia yang disampaikan dalam World Water Forum II di Denhaag bulan Maret tahun 2000 lalu memperingatkan bahwa akan banyak negara yang mengalami krisis air pada tahun 2025, termasuk diantaranya Indonesia, khususnya Pulau Jawa-Madura. Krisis air ini lebih banyak disebabkan oleh kelemahan dalam hal kelembagaan terkait pengelolaan sumber daya air, peraturan perundang-undangan yang tidak memadai, pencemaran air yang semakin luas, pemakaian air yang tidak efisien dan fluktuasi debit antar musim yang semakin tinggi. Masalah-masalah tersebut akan semakin parah dan masalah-masalah lain akan timbul semakin banyak apabila tidak segera dilakukan perbaikan kebijakan dalam melaksanakan program strategis untuk

2-4

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

mengelola air secara lebih efisien dan adil serta mengutamakan azas konservasi.Tabel 2. 1 No. 1 Provinsi Jawa Barat Daftar Pembagian Wilayah Sungai di Pulau Jawa-Madura Kode WS 02.01 Nama Wilayah Sungai Ciujung-Ciliman Nama Sungai yang Termasuk Wilayah Sungai S. Cisekat S. Ciliman S. Cibungur S. Cipunegara S. Cidanau S. Cibanten S. Ciujung S. Cidurian S. Cisadane S. Cimanedu S. Ciliwung K. Bekasi S. Cikarang S. Cilangkap S. Cilangkanan S. Cihara S. Cibareng S. Citarik S. Ciletuh S. Cikarang S. Cibuni S. Cisokan S. Cisilih S. Cisadeg S. Cikuningan S. Citarum S. Cilamaya S. Ciasem S. Cipunegara S. Cilalanang S. Cibeet K. Pengandungan K. Cipucung K. Ciangan K. Lemahabang S. Cipanas S. Cimanuk S. Ciwaringin S. Cikondang S. Kasuncang S. Cisanggarung S. Babakan S. Cimaragon

2-5

2

Jawa Barat DKI Jakarta

02.02

Ciliwung-Cisadane

3

Jawa Barat

02.03

CisadeaCikuningan

4

Jawa Barat

02.04

Citarum

5

Jawa Barat Jawa Tengah

02.05

Cimanuk

6

Jawa Barat

02.06

Ciwulan

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

No.

Provinsi

Kode WS

Nama Wilayah Sungai

7

Jawa Barat Jawa Tengah

02.07

Citanduy

8

Jawa Tengah

02.08

Pemali Comal

9

Jawa Tengah

02.09

Serayu

10

Jawa Tengah

02.10

Jratun Seluna

11

Jawa Tengah DIY

02.11

Progo-Opak-Oyo

12

Jawa Tengah Jawa Timur

02.12

Bengawan Solo

13

Jawa Timur

02.13

K. Brantas

Nama Sungai yang Termasuk Wilayah Sungai S. Cilaki S. Cisanggiri S. Ciwulan S. Cipungun S. Citanduy S. Cibeureum S. Cimeneng S. Cihaur S. Cikonde S. Pemali S. Bebek S. Cacaban S. Waluh S. Comal S. Sengkang S. Sambong S. Serayu S. Bengawan S. Ijo S. Lukulo S. Cakrayasan K. Bodri K. Anyar K. Klampok S. Tuntang S. Serang S. Jragung S. Lusi S. Juana S. Randuguntini K. Semarang K. Garang K. Progo K. Code K. Opak K. Oyo S. Bogowonto B. Solo S. Grindulu S. Lorong S. Lamong S. Semawon S. Wungu S. Semawun K. Geneng S. Sondang K. Brantas K. Santun K. Punyu

2-6

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

No.

Provinsi

Kode WS

Nama Wilayah Sungai

14

Jawa Timur

02.14

Pekalen Sampean

15

Jawa Timur

02.15

Madura

Nama Sungai yang Termasuk Wilayah Sungai K. Barigo K. Putih K. Widas K. Konto K. Gembong K. Rejoso K. Tangkil K Deluwang K. Banyuputih K. Baru K. Jatiroto K. Pekalen K. Sampean K. Bondoyudo K. Rangko K. Balega K. Sampang K. Saropa K. Larus K. Pacung K. Rajak K. Benca

2-7

Sumber: Departemen Pekerjan Umum

Saat ini pengelolaan sumber daya air di Pulau Jawa-Madura dilakukan oleh beberapa Balai PSDA yang dibentuk melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.176/1996 tentang Pedoman Pembentukan UPTD/Balai PSDA. Kegiatan Balai PSDA ini merupakan kelanjutan dari kegiatan yang dilaksanakan oleh Satuan Tugas (SATGAS) PSDA yang dibentuk dibawah pekerjaan Basin

Water Resources Management (BWRM), sebagai salah satu komponen dariJava Irrigation and Water Management Project (JIWMP) yang didanai oleh Bank Dunia (Loan 3762-Ind.) sejak Tahun Anggaran1994/1995. Tugas pokok dan fungsi Balai PSDA adalah melaksanakan sebagian fungsi Dinas di bidang pengelolaan sumberdaya air. Urusan-urusan yang menjadi lingkup tugas dan tanggung jawab Balai PSDA adalah: 1. Pengelolaan irigasi lintas kabupaten/kota 2. Penyediaan air baku untuk berbagai keperluan (pertanian, industri, pariwisata, air minum, listrik tenaga air, pelabuhan, dll).

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

3. Pengelolaan sungai 4. Pengelolaan danau, waduk, situ, embung 5. Pengendalian banjir dan penanggulangan kekeringan 6. Pengelolaan rawa 7. Pengendalian pencemaran air 8. Perlindungan pantai 9. Perlindungan muara dan delta. Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas, Balai PSDA mempunyai 3 fungsi utama yakni : 1. Pelaksanaan pengairan. 2. Pelaksanaan operasional konservasi/pelestarian air dan sumber air. 3. Pelaksanaan pelayanan teknis administrative ketatausahaan yang meliputi urusan keuangan, kepegawaian, perlengkapan. Pada awalnya di Pulau Jawa Balai PSDA yang berupakan ex Satgas PSDA berjumlah 5 buah yakni : Balai Ciujung Ciliman, Balai Cimanuk Cisanggarung, Balai Jratunseluna, Balai Progo-Opak-Oyo dan Balai Sampean Baru. Kelima Balai tersebut umumnya telah melakukan sebagian besar tugas-tugas pengelolaan sumberdaya air seperti yang telah diuraikan diatas. Dalam perkembangannya, jumlah Balai PSDA di Pulau Jawa bertambah 19 buah menjadi 24 buah pada tahun 2001. Namun demikian kegiatan yang dilakukan oleh 19 balai tersebut sedikit berbeda. Pada 19 Balai lainnya di Pulau Jawa kegiatan yang telah dilakukan antara lain : 1. Pengelolaan irigasi lintas Kabupaten 2. Pengelolaan Hidrologi 3. Pengelolaan database/GIS (sebagian) 4. Secara selektif beberapa Balai melakukan kegiatan alokasi air, pengendalian kualitas air, pengelolaan banjir, pemeliharaan sungai dan infrastrukturnya. Sebaran jumlah Balai PSDA tersebut menurut propinsinya adalah sebagai berikut: operasional pelayanan kepada masyarakat di bidang

2-8

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

1. Propinsi Banten, 1 Balai PSDA 2. Propinsi Jawa Barat, 5 Balai PSDA 3. Propinsi Jawa Tengah, 5 Balai PSDA 4. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2 Balai PSDA 5. Propinsi Jawa Timur, 9 Balai PSDA Balai PSDA sebagai unit yang diserahi tugas pelayanan di bidang sumber daya air dan konservasi sumber daya air, diharapkan ke masa yang akan datang mampu melakukan pengelolaan unit yang mandiri. Mandiri yang dimaksud disini diartikan merupakan unit yang mampu melakukan pengelolaan sumber daya air secara profesional baik secara administratif, teknik maupun keuangan.

2-9

2.2

BANTEN

Provinsi Banten merupakan provinsi paling muda di Pulau Jawa yang baru terbentuk pada bulan Oktober 2000. Dahulu Banten merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Provinsi Banten mempunyai luas 8.651 km2, luas wilayah administrasi Banten hanya sekitar 0,46% dari luas total daratan Indonesia. Menurut data BPS, jumlah penduduk di Provinsi Banten pada tahun 2003 adalah 8.956.229 jiwa. Penduduk terbanyak di Provinsi Banten ada di Kabupaten Tangerang, (3.185.944 jiwa). Sedangkan jumlah penduduk terkecil (326.324 jiwa) berada di Kota Cilegon. Laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2003 adalah sebesar 3,48 %. Sex ratio penduduk di Banten pada tahun 2003 adalah 103.89 (data BPS Provinsi Banten). Seperti halnya dengan provinsi lain yang berada di Pulau Jawa, masalah yang dihadapi adalah kepadatan penduduk, di provinsi ini kepadatan penduduk mencapai 1.018 jiwa per km2 tersebar dalam 4 kabupaten, 2 kota, 124 kecamatan dan 1.481 desa. Jumlah rumah tangga dan penduduk menurut jenis kelamin di Banten tahun 2003 adalah sebagai berikut: Rumah tangga : 1.987.422 KK; Penduduk laki-laki : 4.563.563 jiwa; dan Penduduk perempuan : 4.392.666 jiwa. Dari angkatan kerja yang berjumlah 3.858.831 jiwa terdapat penduduk bekerja sebanyak 3.185.642

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

jiwa orang dan yang mencari pekerjaan sebanyak 673.189 jiwa sedangkan yang bukan angkatan kerja berjumlah 3.148.367 orang. Berdasarkan data di stasiun OBS (Observation Station) Badan Metereologi dan Geofisika Provinsi Banten, diketahui kondisi iklim Provinsi Banten sebagai berikut: suhu udara rata-rata maksimum suhu udara rata-rata minimum Curah hujan rata-rata Kelembaban udara rata-rata Kecepatan angin rata-rata : 22,90C : 31,2 0C : 147,3 mm : 82,2% : 2,5 m/dt

2-10

Provinsi Banten berada di ujung barat Pulau Jawa, menghadap Laut Jawa dan Samudera Hindia sehingga sangat dipengaruhi oleh angin laut. Hal tersebut mengakibatkan hampir sepanjang tahun wilayah Banten mengalami udara lembab dan memiliki curah hujan yang cenderung lebih tinggi daripada provinsiprovinsi lain di Pulau Jawa. Di Wilayah Provinsi Banten terdapat 3 Wilayah Sungai, yaitu: WS CiujungCiliman, WS Ciliwung-Cisadane, dan WS Cisadea-Cikuningan. Dari ketiga WS tersebut yang paling besar wilayahnya di Provinsi Banten adalah WS CiujungCiliman yang sekaligus menjadi sumber daya air utama untuk Provinsi Banten. Pengelolaan sumber daya air di Banten dilakukan oleh Balai PSDA CiujungCiliman, yang dibentuk melalui Keputusan Mendagri No. 176 tahun 1996 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Balai PSDA sudah ditindaklanjuti dengan terbitnya peraturan-peraturan daerah Provinsi Banten. Balai PSDA CiujungCiliman adalah satu-satunya balai di Banten, berlokasi di Serang, dengan wilayah kerja meliputi Kabupaten Serang, Lebak, Pendeglang, Tangerang dan Kota Cilegon. Pengelolaan sumber daya air di provinsi Banten juga dilakukan melalui Proyek Pengelolaan Sumber Air Dan Pengendalian Banjir (PSAPB) Ciujung-Ciliman

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum Nomor : 19/KPTS/A/1994 tanggal 19 April 1994 Tentang Pembentukan Badan Pelaksana Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai Ciujung-Ciliman. Program pengembangan dalam proyek ini dimaksudkan untuk memanfaatkan secara maksimal sumber daya air guna meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik penyediaan air untuk kebutuhan pertanian, air industri, air minum, pariwisata maupun pengendalian banjir dan lain sebagainya. Pada tahun 2002 dibentuk Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai (PBPP) Ciujung-Ciliman sebagai pengganti Proyek PSAPB.

2-11

2.3

DKI JAKARTA

Kota Jakarta, kota paling padat di Indonesia, merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 m diatas permukaan laut, terletak pada 612 LS dan 10648 BT. Berdasarkan SK Gubernur Nomor 1227 Tahun 1989, Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta yang berupa daratan seluas 661,52 km2 dan yang berupa lautan seluas 6.977,5 km2. Wilayah DKI memiliki sekitar 27 buah sungai dan 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu. DKI Jakarta memiliki pantai di sebelah utara yang membentang dari barat sampai ke timur sepanjang 35 km yang menjadi tempat bermuaranya 9 buah sungai dan 2 buah kanal. Sementara di sebelah selatan dan timur DKI Jakarta berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa Barat, sebelah barat dengan Provinsi Banten, sedangkan di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa. Kota Jakarta secara umum beriklim panas dengan suhu udara maksimum berkisar 28,70C pada siang hari dan suhu udara minimum berkisar 260C pada malam hari. Sementara itu curah hujan mencapai 2.288,9 mm, tingkat kelembaban udara mencapai 76,4%, dan kecepatan angin rata-rata mencapai 3,5 m/det. Daerah di bagian selatan dan timur Jakarta terdapat rawa/situ dengan total luas mencapai 96,5 Ha. Kedua bagian wilayah ini cocok digunakan sebagai daerah

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

resapan air. Dengan iklimnya yang lebih sejuk bagian wilayah ini juga ideal dikembangkan sebagai wilayah pemukiman penduduk. Keseluruhan sumber daya air dalam wilayah administrasi DKI Jakarta termasuk dalam wilayah kerja Balai PSDA Ciliwung-Cisadane (di bawah Provinsi Jawa Barat). Akan tetapi dalam memenuhi kebutuhan sumber daya air, terutama untuk air baku, DKI Jakarta lebih mengandalkan pada Kanal Tarum Barat yang menyediakan air baku dari sungai Citarum melalui Bendung Curug. Pada tahun 2003 jumlah penduduk DKI Jakarta, tercatat sebanyak 7,46 juta jiwa. Dengan luas wilayah hanya 661,5 km2, kepadatan penduduknya mencapai 11,3 ribu jiwa per km2, sehingga menjadikan provinsi ini sebagai provinsi dengan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia. Dari jumlah tersebut penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan, seperti yang tampak dari sex ratio yang lebih besar dari 100. Sedangkan status kewarganegaraanya terdiri dari WNI sebanyak 7,45 juta jiwa dan WNA sebanyak 4,71 ribu jiwa. Kepadatan penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 2.2. Kegiatan penduduk usia 15 tahun keatas dapat dibedakan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja, yang masing-masing berjumlah 3,97 juta orang dan 2,59 juta orang. Selanjutnya dari angkatan kerja tersebut terdapat penduduk bekerja sebanyak 3,38 juta orang dan yang mencari pekerjaan sebanyak 589,7 ribu orang. Kebanyakan dari mereka yang bekerja berkecimpung di sektor perdagangan, jasa dan industri, masing-masing sebesar 36,85%, 22,74% dan 19,58%. Berdasarkan status pekerjaannya, sebagian besar (67,58 %) bekerja sebagai buruh. Selebihnya berstatus sebagai pengusaha (29,37 %) dan sebagai pekerja keluarga (3,05%). Jumlah pencari kerja berdasarkan data Sakernas BPS DKI Jakarta tahun 2003 tercatat sebanyak 589,7 ribu orang. Sedangkan yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja 342,2 ribu orang, dimana 319,7 ribu orang pencari kerja yang masih belum

2-12

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

ditempatkan, sedangkan pencari kerja yang berhasil ditempatkan sebanyak 14,6 ribu orang.

2-13

Tabel 2. 2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk DKI Jakarta 2003 No 1 2 3 4 5 6 Kotamadya Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Kepulauan Seribu TOTALSumber: BPS Provinsi DKI Jakarta

Luas (km2) 145,73 187,73 47,90 126,15 142,30 11,71 661,52

Penduduk 1.701.555 2.094.586 897.941 1.567.571 1.176.355 18.923 7.456.931

Kepadatan Penduduk/(km2) 11.676 11.157 18.746 12.426 8.267 1.616 11.272

2.4

JAWA BARAT

Provinsi Jawa Barat mempunyai luas wilayah 34.597 km2, sekitar 1,83% dari luas Indonesia. Kawasan utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit pantai, serta dataran tinggi bergunung-gunung ada di kawasan tengah. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 50 50 - 70 50 Lintang Selatan dan 1040 48-1080 48 Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya sebagai berikut: Sebelah utara Sebelah timur Sebelah selatan Sebelah barat : : : : Laut Jawa dan DKI Jakarta. Provinsi Jawa Tengah. Samudera Hindia. Provinsi Banten.

Posisi geografis Jawa Barat tersebut sangat strategis sehingga memberikan keuntungan bagi Jawa Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Jawa Barat mempunyai iklim tropis dengan curah hujan rata-rata 156,4 mm,

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

dengan jumlah hari hujan rata-rata tiap bulannya sekitar 15 hari. Suhu udara berkisar antara 18,80C sampai 29,20C dengan tingkat kelembaban udara ratarata sebesar 76%, serta tekanan udara rata-rata sebesar 922,3 mb. Selain itu, Jawa Barat memiliki lahan subur yang berasal dari endapan vulkanis serta banyak aliran sungai. Hal ini menyebabkan sebagian besar dari luas tanahnya cocok digunakan untuk pertanian, sehingga Provinsi Jawa Barat ditetapkan sebagai lumbung pangan nasional. Sumber daya air di Provinsi Jawa Barat dibagi dalam 7 (tujuh) satuan wilayah sungai, yaitu: 1. WS Ciujung-Ciliman. 2. WS Cisadane-Ciliwung. 3. WS Cisadea-Cikuningan. 4. WS Citarum. Wilayah-wilayah sungai tersebut dikelola oleh 5 Balai PSDA yang ada di Provinsi Jawa Barat Tabel 2.3 menggambarkan pembagian wilayah kerja yang dicakup oleh kelima Balai PSDA.Tabel 2. 3 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di Jawa Barat No. 1. 2. 3. 4. Balai PSDA Cimanuk-Cisanggarung Ciliwung-Cisadane Cisadea-Cikuningan Citarum Domisili Cirebon Bogor Sukabumi Bandung Wilayah Kerja Cirebon, Indramayu, Majalengka, Subang, Garut, Kuningan dan kota Cirebon. Bogor, DKI Jakarta, Bekasi dan Kota Depok. Cianjur, Sukabumi, Bandung dan Kota Sukabumi. Kota dan Kabupaten Bandung, Cianjur, Purwakarta, Subang, Bogor, Karawang, Indramayu, Kota dan Kabupaten Bekasi. Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Majalengka, Garut, Cianjur, dan sebagian Bandung.

2-14

5. WS Cimanuk-Cisanggarung. 6. WS Citanduy. 7. WS Ciwulan.

5.

Citanduy-Ciwulan

Tasikmalaya

Kebijakan pemerintah provinsi Jawa Barat dalam pengelolaan sumber daya air, dituangkan dalam Perda No. 2 Tahun 2003 tentang RTRW Propinsi Jawa Barat 2010. Perda tersebut berisi kebijakan untuk meningkatkan fungsi dan kualitas

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

kawasan lindung di Jawa Barat, termasuk kawasan lindung di Kawasan Bodebek dan Bopunjur. Kebijakan dijabarkan dalam beberapa program, yaitu: 1. Pengukuhan kawasan lindung agar tercapai target luasan kawasan lindung hutan dan non hutan untuk seluruh Jawa Barat sebesar 45%; 2. Rehabilitasi lahan konservasi termasuk rehabilitasi lahan-lahan kritis; 3. Pengawasan, pengamanan, dan pengaturan pemanfaatan sumber daya, serta; 4. Pengembangan Lindung. Secara administratif Provinsi Jawa Barat terdiri dari 16 Kabupaten, 9 Kota, 561 kecamatan, 1.794 kelurahan dan 3.978 desa. Jumlah penduduk Jawa Barat pada tahun 2003 mencapai 37,98 juta orang. Wilayah kabupaten dengan penduduk terbanyak di Jawa Barat ada pada Kabupaten Bandung, (4,5 juta orang) dan Kabupaten Bogor (3,7 juta orang). Sedangkan yang jumlah penduduknya terkecil adalah Kota Sukabumi (26 ribu orang). Dengan jumlah penduduk tersebut kepadatan penduduk Jawa Barat mencapai 1.324,48 orang per km2. Kota Bandung merupakan kota terpadat , yaitu sebesar 13.270,23 orang per km2, sedangkan yang terendah Kabupaten Cianjur hanya sebesar 685,53 orang per km2. Proporsi pekerja menurut lapangan pekerjaan merupakan salah satu ukuran untuk melihat potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja. Hal lain dapat pula mencerminkan struktur perekonomian suatu wilayah. Pada tahun 2003 sektor pertanian tetap merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja yaitu 34,87% kemudian diikuti oleh perdagangan 22,57% dan industri 16,96%. partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Kawasan

2-15

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

2-162.5 JAWA TENGAH Posisi provinsi Jawa Tengah sebagai diapit oleh dua Provinsi besar lainnya, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Secara geografis Provinsi Jawa Tengah terletak antara 50 40 dan 80 30 LS dan antara 1080 30 dan 1110 30 BT (termasuk kepulauan Karimunjawa). Jarak terjauh dari batas barat ke timur adalah 263 km dan dari batas utara ke selatan 226 km (tidak termasuk kepulauan Karimunjawa). Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 3,25 juta hektar, sekitar 25,04% dari luas Pulau Jawa atau sekitar 1,70% dari luas Indonesia. Secara administratif Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota. Menurut stasiun klimatologi kelas I Semarang, suhu udara rata-rata di Jawa Tengah tahun 2002 berkisar antara 170C sampai dengan 290C. Tempat-tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif tinggi. Kelembaban udara rata-rata bervariasi antara 77% sampai dengan 88%. Curah hujan tertinggi tercatat di SMPK (Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus) Bojongsari Purwokerto sebesar 2.837 mm dan hari hujan terbanyak tercatat di Stasiun Metereologi Cilacap sebesar 203 hari. Jaringan pos pengamatan hidrologi di wilayah Provinsi Jawa Tengah telah dikembangkan sejak tahun 1976 yang tersebar di seluruh daerah aliran sungai. Sampai saat ini pos pengamat hidrologi yang telah ada meliputi: a. Pos pengamat curah hujan sebanyak 964 buah. b. Pos pengamat tinggi muka air (AWLR) sebanyak 176 buah. c. Pos klimatologi sebanyak 72 buah. Pos pengamat hidrologi tersebut dibangun oleh Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah maupun departemen lain. Untuk mendapatkan data yang lebih baik dari waktu ke waktu, maka pada tahun anggaran 1999/2000 telah dimulai pelaksanaan rasionalisasi Pos Hidrologi di WS Pemali-Comal, JratunSeluna, Bengawan Solo dan Serayu.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

Sumber daya air di Provinsi Jawa Tengah dibagi dalam 7 (tujuh) satuan wilayah sungai, yaitu: 1. WS Cimanuk. 2. WS Pemali-Comal. 3. WS Jratun-Seluna. 4. WS Citanduy. 5. WS Serayu. 6. WS Progo-Opak-Oyo. 7. WS Bengawan Solo.

2-17

Wilayah-wilayah sungai tersebut dikelola oleh 6 Balai PSDA yang ada di Provinsi Jawa Tengah dengan pembagian wilayah kerja sebagaimana tercantum pada Tabel 2.4 berikut ini.

Tabel 2. 4 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di Jawa Tengah No. 1. Balai PSDA Jragung-Tuntang Domisili Semarang Wilayah Kerja Kota dan Kabupaten Semarang, sebagian Kabupaten Kendal, sebagian Kabupaten Temanggung, sebagian Kabupaten Grobogan, sebagian Kabupaten Demak dan Kota Salatiga. Kota dan Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes, sebagian Kabupaten Batang dan Pemalang. Kabupaten Kudus, sebagian Kabupaten Boyolali, sebagian Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, sebagian Kabupaten Demak, Kabupaten Jepara, sebagian Kabupaten Pati dan sebagian Kabupaten Blora. meliputi Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sukoharjo, Kota Surakarta, Kabupaten Karanganyar, sebagian Kabupaten Sragen, Kabupaten Klaten, sebagian Kabupaten Rembang, dan sebagian Kabupaten Blora. Kabupaten Purworejo, Kota Magelang, Kabupaten Magelang, sebagian

2.

Pemali-Comal

Tegal

3.

Serang-Lusi Juwana

Kudus

4.

Bengawan Solo

Solo

5.

Progo-BogowontoLukulo

Kutoarjo

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

No.

Balai PSDA

Domisili

Wilayah Kerja Kabupaten Temanggung, sebagian Kabupaten Wonosobo dan sebagian Kabupaten Kebumen.

2-18

6.

Serayu-Citanduy

Purwokerto

Kabupaten Banyumas, sebagian Kabupaten Wonosobo, sebagian Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten Cilacap

Berdasarkan Data BPS, jumlah penduduk Jawa Tengah tahun 2002 tercatat sebesar 31,69 juta jiwa atau sekitar 15% dari jumlah penduduk Indonesia. Ini menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak di samping Jawa Timur dan Jawa Barat. Pada tahun 2003, jumlah penduduk Jawa Tengah diperkirakan meningkat mejadi sebanyak 32,42 juta jiwa. Jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk lakilaki. Hal ini ditunjukkan oleh rasio jenis kelamin (rasio jumlah pendududuk lakilaki terhadap jumlah penduduk perempuan), sebesar 99%. Penduduk Jawa Tengah belum menyebar secara merata di seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah. Umumnya, penduduk banyak yang bermukim di daerah perkotaan. Rata-rata kepadatan penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar 974 jiwa setiap kilometer persegi. Wilayah terpadat adalah kota Surakarta dengan tingkat kepadatan sekitar 11 ribu orang setiap kilometer persegi. Tenaga kerja yang terampil, merupakan potensi sumberdaya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan menyongsong era globalisasi. Pertumbuhan penduduk tiap tahun akan berpengaruh terhadap pertumbuhan angkatan kerja. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), angkatan kerja di Jawa Tengah tahun 2002 mencapai 15,74 juta orang atau naik sebesar 0,58% dibanding tahun sebelumnya. Dengan angka ini, tingkat partisipasi angkatan

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

kerja penduduk di Jawa Tengah tercatat sebesar 60,60%. Sedangkan angka pengganguran terbuka di Jawa Tengah relatif kecil, yaitu sebesar 6,52%. Sebanyak 67% angkatan kerja adalah berpendidikan tidak/belum tamat Sekolah Dasar. Ditinjau menurut status pekerjaan utamanya, sebagian besar angkatan kerja bekerja sebagai buruh/karyawan, yakni 30,07%. Sedangkan yang berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga dan buruh tetap/tidak tetap tercatat sebesar 23,90%, berusaha sendiri tanpa dibantu orang lain sebesar 18,56%, pekerja bebas pertanian dan non pertanian sebesar 10,31% dan pekerja tak dibayar 17,15%. Sektor pertanian memiliki porsi 42% pekerja dan merupakan sektor terbanyak yang menyerap tenaga kerja. Sektor lain yang cukup banyak menyerap pekerja adalah sektor perdagangan dan sektor industri, masing-masing tercatat sebesar 19,35% dan 17,36%.

2-19

2.6

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari enam provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di Pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Samudra Hindia, sedangkan dibagian timur laut, tenggara barat dan barat laut dibatasi oleh wilayah Provinsi Jawa Tengah yang meliputi : a. Kabupaten Klaten b. Kabupaten Wonogiri c. Kabupaten Purworejo d. Kabupaten Magelang : : : : di sebelah timur laut. di sebelah tenggara. di sebelah barat. di sebelah barat laut.

Secara geografis posisi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 70 33 - 80 12 LS dan 1100 00 1100 50 BT. Berdasarkan satuan fisiografis, Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari:

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

1.

Pegunungan Selatan. Luas Ketinggian : 1.656,25 km2. : 150-700 m. : 582,81 km2. : 80-2.911 m. : 215,62 km2. : 0-80 m. : 706,25 km2. : 0-572 m.

2-20

2.

Gunung Berapi Merapi. Luas Ketinggian

3.

Dataran rendah antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulon Progo. Luas Ketinggian

4.

Pegunungan Kulon Progo dan Dataran Rendah Selatan. Luas Ketinggian

DIY tercatat memiliki luas 3.185,80 km2 atau 0.17% dari luas Indonesia (1.8790.754 km2), merupakan provinsi terkecil di Indonesia setelah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang terdiri dari: a. Kabupaten Kulon Progo b. Kabupaten Bantul d. Kabupaten Sleman e. Kota Yogyakarta : dengan luas : dengan luas : dengan luas : dengan luas 586,27 506,85 1.485,36 574,82 32,50 km2 km2 km2 km2 km2 (18,40%) (15,91%) (46,63%) (18,04%) (1,02%)

c. Kabupaten Gunung Kidul : dengan luas

Berdasarkan informasi dan BPN, dari 3.185,80 km2 luas D.I Yogyakarta, 35,94% merupakan jenis tanah Lithosol, 27,42% jenis tanah Regosol, 11,94% jenis tanah Lathosol, 10,45% jenis tanah Grumusol, 10,27% jenis tanah Mediteran, 2,24% jenis tanah Alluvial, dan 1,74% adalah jenis tanah Rensina. Sebagian besar wilayah D.I Yogyakarta terletak pada ketinggian antara 100 499 m dari permukaan laut. Daerah Istimewa Yogyakarta beriklim tropis dengan curah hujan berkisar antara 7 - 380 mm yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Menurut catatan Stasiun Metereologi Bandara Adisucipto, suhu udara rata-rata di Yogyakarta tahun 2003 adalah 26,340C, lebih rendah dibandingkan rata-rata suhu udara pada tahun 2002 sebesar 27,640C, dengan

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

suhu maksimum 34,600C dan suhu minimum 180C. Kelembaban udara berkisar antara 34-95%, tekanan udara berkisar antara 1.005,9-1.015,7 mb, dengan arah angin antara 195-205 derajat, dan kecepatan angin antara 0,1 knot sampai dengan 20 knot. Sungai besar yang menjadi potensi sumber daya air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berjumlah 3 buah, yaitu: 1. Sungai Progo 2. Sungai Opak-Oyo 3. Sungai Serang Sungai-sungai tersebut dikelola oleh 2 Balai PSDA yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana dijelaskan pada Tabel 2.5 berikut ini.

2-21

Tabel 2. 5 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di DI Yogyakarta No. 1. Balai PSDA Progo-Opak-Oyo Domisili Yogyakarta Wilayah Kerja Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul Kabupaten Kulon Progo.

2.

Sermo

Yogyakarta

Jumlah penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat 3.207.385 jiwa, dengan persentase jumlah penduduk perempuan sebesar 50,26% dan persentase jumlah penduduk laki-laki sebesar 49,74%. Sedangkan menurut daerah pemukiman, persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan mencapai 57,52% dan penduduk yang tinggal di daerah pedesaan mencapai 42,48%. Pertumbuhan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2003 adalah 1,61%, relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Kabupaten Bantul, Gunung Kidul dan Sleman terlihat memiliki angka pertumbuhan di atas angka rata-rata provinsi, yakni masing-masing sebesar 2,48%, 1,82% dan 1,79%.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

Dengan luas wilayah sekitar 3.185,80 km2, kepadatan penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta sekitar 1.007 jiwa per km2. Kepadatan penduduk tertinggi terjadi di Kota Yogyakarta yakni 12.029 jiwa per km2, sedangkan wilayah yang tingkat kepadatan penduduknya terendah adalah Kabupaten Gunung Kidul yang dihuni rata-rata 462 jiwa per km2. Gambaran tenaga kerja di sektor swasta berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, adalah sebagai berikut. Jumlah pendaftar pencari kerja pada tahun 2003 sebanyak 94.881 orang, menurun sekitar 11,26 % dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 106.923 orang. Mereka terdiri dari 52,17% laki-laki dan 47,83% perempuan. Dari jumlah tersebut 58,42% berpendidikan setingkat SLTA, 34,95% setingkat Diploma, Sarjana Muda dan Sarjana, serta 5,46% adalah SLTP dan sisanya 1,17% berpendidikan SD. Persentase angkatan kerja penduduk DIY adalah 63,84%, terdiri dari 58,63% sudah bekerja dan sebesar 5,21% sedang mencari pekerjaan. Sisanya sebesar 36,16% merupakan bukan angkatan kerja, teriri dari mereka yang masih sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya dengan proporsi masing-masing sebesar 20,20%; 11,27%; dan 4,69%. Berdasarkan lapangan usaha utama, jumlah penduduk yang pekerjaannya bergerak pada sektor pertanian memiliki persentase 37,44%, pada sektor perdagangan sebesar 19,75%, pada sektor jasa sebesar 17,15%, pada sektor industri sebesar 12,18% dan sisanya sebesar 13,48% bekerja di sektor-sektor lainnya.

2-22

2.7

JAWA TIMUR

Secara geografis Provinsi Jawa Timur terletak pada posisi 1110 0 BT hingga 1140 4 BT dan 70 12 LS hingga 80 48 LS. Batas-batas daerah pada provinsi ini adalah sebagai berikut: a. Utara b. Timur c. Selatan d. Barat : : : : berbatasan dengan Laut Jawa. berbatasan dengan Selat Bali. berbatasan dengan Samudera Indonesia berbatasan dengan Provinsi Jawa TengahLAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

Secara umum, wilayah Jawa Timur dapat dibagi dalam 2 bagian besar, yaitu Jawa Timur Daratan dan Kepulauan Madura. Luas wilayah Jawa Timur Daratan hampir mencakup 90% dari luas Provinsi Jawa Timur, sedangkan luas Kepulauan Madura hanya sekitar 10%. Wilayah provinsi Jawa Timur yang luasnya 46.428,57 km2 secara administrasi terbagi ke dalam 29 Kabupaten dan 9 Kota. Suhu udara tertinggi di Jawa Timur pada tahun 2003 terjadi pada bulan November (35,60C) dan terendah pada bulan Juli (18,10C), dengan kelembaban berkisar antara 32% sampai 98%. Mendung paling banyak terjadi di bulan Februari dan Desember, dengan rata-rata lama penyinaran matahari 52% dan 41,6%. Sedangkan curah hujan yang cukup tinggi terjadi pada bulan Januari sampai dengan April. Provinsi Jawa Timur memiliki 11 (sebelas) gunung berapi yang aktif, disamping sungai yang cukup besar, dengan anak-anaknya sebanyak 36 sungai. Sungai besar di Jawa Timur antara lain Kali Brantas yang panjangnya 98 km dan Bengawan Solo dengan panjang 273 km. Sumber daya air di Provinsi Jawa Timur terbagi dalam 4 (empat) satuan wilayah sungai, yaitu: 1. WS Bengawan Solo. 2. WS Brantas. 3. WS Pekalen-Sampean. 4. WS Madura. Wilayah-wilayah sungai tersebut dikelola oleh 9 Balai PSDA yang ada di Provinsi Jawa Timur sebagaimana dijelaskan pada Tabel 2.6 berikut ini.

2-23

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

Tabel 2. 6 Balai Pengelolaan Sumber Daya Air di Jawa Timur No. 1. Balai PSDA Bango-Gedangan Domisili Malang Wilayah Kerja Kabupaten Malang, Blitar, Tulungagung, Trenggalek, Kota Malang, Kota Batu dan Kota Blitar. Kabupaten Kediri, Nganjuk, Jombang dan Kota Kediri. Kabupaten Lamongan, Mojokerto, Sidoarjo, sebagian Pasuruan, Kota Mojokerto dan Kota Surabaya. Kabupaten Madiun, Pacitan, Ponorogo, Magetan, Ngawi dan Kota Madiun. Kabupaten Bojonegoro, Tuban, Lamongan dan Gresik. Kabupaten Bondowoso, Banyuwangi dan Situbondo. Kabupaten Lumajang, Jember dan sebagian Malang. Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, sebagian Malang, Kota Pasuruan dan Kota Probolinggo Sampang, Pamekasan, Sumenep dan Bangkalan.

2-24

2.

Puncu-Selodono

Kediri

3.

BuntungPaketingan

Lamongan

4.

Madiun

Madiun

5.

Bengawan Hilir Sampean Baru

Solo

Bojonegoro

6.

Bondowoso

7.

Bondoyudo-Mayang

Lumajang

8.

Gembong-Pekalen

Pasuruan

9.

Madura

Pamekasan

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Provinsi Jawa Timur tahun 2003 sebesar 36,206 juta jiwa dengan pertumbuhan sebesar 1,07% per tahun. Kota Surabaya mempunyai jumlah penduduk yang paling besar, yaitu 2,66 juta jiwa, diikuti Kabupaten Malang dengan jumlah penduduk sebesar 2,33 juta jiwa dan Kabupaten Jember dengan jumlah penduduk sebesar 2.23 juta jiwa. Kepadatan penduduk Jawa Timur tahun 2003 adalah 780 sebesar jiwa per km2. Kepadatan penduduk di kota, umumnya lebih tinggi dibanding dengan kepadatan penduduk di kabupaten. Kota Surabaya mempunyai kepadatan penduduk tertinggi yaitu sebesar 8.152 jiwa per km2.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

Jumlah pencari kerja pada tahun 2003 sebesar 379.435 orang, meningkat 16,32% dibanding tahun 2002. Tenaga kerja yang sudah ditempatkan sebanyak 40.621 orang, sedangkan rasio pencari kerja dengan lowongan pekerjaan adalah 0,16 persen.

2-25

2.8

IDENTIFIKASI MASALAH BANJIR

Banjir di Pulau Jawa sebagian besar terjadi di wilayah pantai utara dan pantai selatan, wilayah cekungan, serta kota-kota besar. Pada tahun 2002, terjadi 72 kejadian banjir yang menggenangi sekitar 81,9 ribu hektar wilayah permukiman dan pertanian. Jumlah ini meningkat menjadi 104 kejadian pada tahun 2003 yang menggenangi sekitar 91,1 ribu hektar1. Sebaran wilayah rawan banjir di Pulau Jawa dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2. 3

Lokasi rawan banjir di pulau jawa.

Sistem pengendalian bahaya banjir melalui pendekatan infrastruktur telah berlangsung lama. Pendekatan infrastruktur untuk mengatasi banjir di sepanjang pantai utara dan pantai selatan Jawa Tengah telah diupayakan melalui proyekproyek besar berbantuan luar negeri, antara lain North Java Flood Control

1

Laporan kejadian banjir dan tanah longsor musim hujan 2001/2002 dan 2002/2003, Departemen Permukiman dan Prasarana

Wilayah

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

Project dan South Java Flood Control Project. Upaya pengendalian banjir jugadilakukan di Bandung Selatan melalui proyek Upper Citarum Flood Control

2-26

Project. Untuk pengendalian banjir wilayah Jakarta diupayakan melalui CiliwungCisadane River Flood Control Project dan pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) yang saat ini sedang berlangsung. Selain itu, untuk mengatasi banjir di wilayah perkotaan lainnya, khususnya kota-kota besar di Pulau Jawa, diupayakan melalui proyek-proyek pengembangan perkotaan antara lain Bandung Urban Development Project (BUDP) dan Surabaya Urban Development Project (SUDP). Namun demikian, laju pembangunan infrastruktur pengendali banjir yang membutuhkan biaya besar tersebut tidak mampu mengatasi peningkatan magnitude dan frekuensi banjir. Faktor penyebab terjadinya banjir di Pulau Jawa berbeda-beda untuk setiap wilayah, sehingga upaya pengendalian bersifat spesifik sesuai karakteristik wilayah yang bersangkutan. Beberapa penyebab utama terjadinya banjir antara lain adalah:

a) Pendangkalan/Agradasi Dasar Sungai (Sedimentasi)Hampir semua sungai di Jawa membawa sedimen dalam jumlah besar dari hulu dan mengikis lahan di sepanjang daerah aliran sampai ke muara. Di daerah muara, kemiringan dasar sungai menjadi relatif datar akibat sedimentasi tersebut sehingga kapasitas tampungan sungai menjadi berkurang. Di lain pihak, penambangan pasir terjadi di sungai-sangat besar sehingga pada beberapa tempat mengalami degradasi dasar sungai.

b) Meluapnya Aliran Sungai melalui TanggulAkibat debit yang besar pada musim hujan yang tidak dapat ditampung oleh badan-badan air di daerah pantai/muara, terjadi luapan air sungai dari tanggul. Meluapnya aliran sungai ini mengakibatkan daerah-daerah yang relatif datar dan lahan-lahan pertanian di sekitarnya menjadi tergenang. Tanggul-tanggul sungai di hulu dapat mengurangi banjir yang terjadi di daerah hulu, tetapi justru menyebabkan bertambah luasnya area yang terkena banjir di daerah hilir.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

c) Kondisi Saluran Drainase yang Kurang BaikSaluran drainase tidak berfungsi dengan baik karena pintu-pintu air tidak beroperasi sebagaimana mestinya, kapasitas tampungan semakin berkurang, dan lahan-lahan produksi di dataran rendah, sehingga laju pengaliran air melalui saluran drainase menurun.

2-27

d) Efek BackwaterEfek backwater terjadi di bagian hulu karena perubahan arus di hilir yang menyebabkan muka air di hulu meningkat, sehingga terjadi banjir di bagian hulu. Hal ini disebabkan oleh penyempitan badan sungai, terbendungnya alur sungai, dan penyempitan pada jembatan dan bangunan-bangunan struktur lainnya. Backwater juga terjadi pada pertemuan antara anak sungai dan sungai utamanya.

e) Kurang Berfungsinya Pintu Pengendali Banjir pada SungaiPintu air tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena tertutup oleh tanaman atau endapan pasir. Hal ini terutama terjadi pada pintu air otomatis. Karena bangunan beroperasi secara otomatis, seringkali pengamatan/pemeliharaan di lapangan jarang dilakukan.

2.9

IDENTIFIKASI MASALAH KEKERINGAN

Masalah kekeringan dapat diidentifikasi dengan analsisi kondisi neraca air. Via analisis kondisi neraca air, ada 4 klasifikasi: Normal (N), Defisit Rendah (DR), Defisit Sedang (DS), dan Defisit Tinggi (DT). Analisis neraca air pada kabupaten/kota di luar wilayah Jabodetabek dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan ketersediaan air dengan kebutuhan air pada tiap-tiap bulan di masing-masing kabupaten/kota. Neraca air tergolong normal apabila tidak terjadi defisit sepanjang tahun, sedangkan jika jumlah bulan defisit mencapai 3 bulan diklasifikasi sebagai defisit rendah, empat hingga enam bulan diklasifikasi defisit sedang, dan lebih dari enam bulan diklasifikasi defisit tinggi.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

Khusus untuk wilayah Jabotabek analisis dilakukan dengan perhitungan besarnya jumlah defisit air pada bulan paling kering, sesuai hasil Jabotabek Water Resources Management Study (1994). Metode ini digunakan karena ketersediaan air pada wilayah ini relatif konstan sepanjang tahun karena pasokan dari sistem yang ada. Kondisi normal menunjukkan bahwa tidak terjadi defisit sepanjang tahun, sedangkan jika jumlah defisit mencapai 0,5 meter kubik perdetik diklasifikasi sebagai defisit rendah, defisit lebih dari 0,5 hingga 1 meter kubik perdetik diklasifikasi defisit sedang, dan lebih dari 1 meter kubik perdetik diklasifikasi defisit tinggi. Perubahan persentase jumlah kabupaten di luar wilayah Jabotabek yang mengalami defisit air dari tahun 2003 hingga 2025 dapat dilihat pada Gambar 2.4.45

2-28

40

Persentase Jumlah Kabupaten/Kota (%)

35

30

25

20

15

10

5

2003 NORMAL 2005 2010 2015 DEFISIT SEDANG 2020 2025 DEFISIT TINGGI

DEFISIT RENDAH

Gambar 2. 4 Perubahan persentase kabupaten defisit air.

Hasil analisis neraca air menunjukkan bahwa, pada tahun 2003 sebagian besar (sekitar 77 persen) wilayah kabupaten di luar Jabodetabek telah memiliki satu hingga delapan bulan defisit air dalam setahun. Dari wilayah yang mengalami defisit tersebut, terdapat 38 kabupaten/kota atau sekitar 35 persen telah

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

mengalami defisit tinggi. Pada tahun 2025 jumlah kabupaten defisit air meningkat hingga mencapai sekitar 78,4 persen dengan defisit berkisar mulai dari satu hingga dua belas bulan, atau defisit sepanjang tahun. Untuk wilayah Jabotabek, ditemukan bahwa sekitar 50 persen kabupaten/kota mengalami defisit air pada tahun 2003, dan diperkirakan meningkat menjadi 100 persen pada 2025. Hasil analisis dan proyeksi neraca air kabupaten/kota JawaMadura yang mengalami defisit dapat dilihat pada Gambar 2.4. Di antara kabupaten/kota yang mengalami defisit air tersebut, bahkan sejak tahun 2003 sekitar 12 kabupaten/kota telah mengalami defisit penyediaan air minum. Jumlah ini diperkirakan semakin meningkat hingga mencapai sekitar 19 kabupaten/kota pada tahun 2025 apabila tidak dilakukan intervensi infrastruktur. Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian secara khusus dan perlu dilakukan upaya penanganan segera dalam jangka pendek. Jika tidak dilakukan intervensi infrastruktur maka kondisi neraca air akan mengalami defisit yang semakin tinggi pada tahun-tahun berikutnya. Beberapa kabupaten/kota pada tahun 2010 diperkirakan akan mengalami defisit yang semakin membesar, antara lain Kabupaten Ngawi di WS Bengawan Solo dan Kota Surabaya di WS Brantas. Pada tahun-tahun berikutnya, defisit air di wilayah tersebut cenderung semakin tinggi, dan kabupaten/kota yang mengalami defisit akan semakin meluas sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.5 pada tahuntahun 2015, 2020, dan 2025. Dari proyeksi neraca air kabupaten/kota di Pulau Jawa di atas, defisit air tinggi akan terjadi pada tahun 2005 di beberapa kabupaten/kota di wilayah sungai Cimanuk-Cisanggarung, Pemali-Comal, Progo-Opak-Oyo, Bengawan Solo, Brantas hilir, dan Madura. Di samping itu, defisit tinggi juga terjadi pada kota besar seperti Bandung, Semarang, dan Yogyakarta. Sementara itu, kabupaten/kota di wilayah-wilayah sungai Cisadea-Cikuningan, CitanduyCiwulan, Citarum, Serayu bagian hulu, Jratun Seluna bagian hulu, Brantas, dan sebagian Pekalen-Sampean belum mengalami defisit air.

2-29

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

Wilayah analisis neraca air untuk daerah Jabodetabek dan sekitarnya meliputi DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi serta Serang, Karawang, dan Purwakarta2. DKI Jakarta sebagai ibukota negara memerlukan daya dukung sumber daya air untuk menunjang segala kegiatan di wilayah tersebut. Pasokan air baku utama ke DKI Jakarta bersumber dari Sungai Citarum yang dialirkan dari Waduk Jatiluhur, meskipun sungai utama yang melalui wilayah ini adalah Sungai Ciliwung. Alternatif tambahan pasokan untuk DKI Jakarta adalah sungai-sungai yang berada di barat dan selatan wilayah ini, seperti Sungai Cisadane, Sungai Cidurian, dan Sungai Ciujung. Sungai-sungai ini merupakan sumber air permukaan utama untuk daerah pertanian dan industri di Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota Depok. Dengan demikian, potensi konflik pemanfaatan air antarwilayah dan antarpengguna akan semakin meningkat. Hal ini diperparah dengan semakin langkanya air bersih sebagai akibat meningkatnya pencemaran air di sungai-sungai besar tersebut.

2-30

2

Serang, Karawang, dan Purwakarta dikelompokkan dalam satuan wilayah analisis, sejalan dengan rencana pengembangan

inter basin management dengan menambahkan WS Ciujung-Ciliman dan WS Citarum menjadi satuan wilayah analisis WSCiliwung-Cisadane.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

2-312005

L

d

2010

L

d

2015

Legenda :

2020

Legenda :

2025

Legenda :

Legenda :B a ta s P r o p in s i J u m l a h B u l a n D e f is i t t a h u n 2 0 2 5 0 b u la n 1 - 2 b u la n 3 - 4 b u la n 5 - 6 b u la n 7 - 8 b u la n 9 - 1 0 b u la n 1 1 - 1 2 b u la n B a ta s K a b u p a t e n

Sumber : Hasil Analisis

Gambar 2. 5 Proyeksi Neraca Air Kabupaten/Kota di Pulau Jawa dan Madura.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 2 KONDISI PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

2-32Di wilayah Jabodetabek bagian utara terutama di DKI Jakarta, telah terjadi eksploitasi air tanah secara berlebihan. Sebagai ilustrasi, saat ini diperkirakan sekitar 65% kebutuhan domestik untuk wilayah DKI Jakarta masih bertumpu kepada sumber air tanah. Hal ini menyebabkan penurunan muka air tanah pada tingkat yang semakin kritis. Oleh sebab itu, pasokan air permukaaan menjadi semakin penting untuk menggantikan penggunaan air tanah yang berlebihan tersebut. Sementara itu, sumber utama pasokan air untuk Kota Bogor, Depok dan Kabupaten Bogor berasal dari Sungai Ciliwung-Cisadane. Pada tahun 2003 terjadi defisit sebesar 2,0 m3/det. Defisit ini semakin membesar di masa yang akan datang, jika tidak dilakukan upaya intervensi infrastruktur dengan membangun waduk-waduk sumber air baku yang baru. Defisit tersebut diperkirakan mencapai 15,0 m3/det di tahun 2025. Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang dengan sumber utama Sungai Cisadane mengalami kondisi yang hampir sama. Pada tahun 2003 defisit air telah mencapai 3,9 m3/det dan diperkirakan tahun 2025 mencapai 17,3 m3/det apabila tidak dilakukan upaya intervensi infrastruktur. Terjadinya erosi akibat kerusakan catchment area menyebabkan terjadinya peningkatan beban sedimen di dalam sistem sungai dan menghasilkan perubahan pada kondisi hidro-morfologi (pengendapan sedimen pada waduk, danau, dan saluran-saluran yang berakibat pada naiknya permukaan dasar sungai, terutama pada bagian hilir). Erosi yang berlangsung cepat akan memacu perubahan unsur hidrologi sungai, yaitu meningkatnya aliran permukaan dan menurunnya aliran dasar (base flow). Oleh karena itu, daerah-daerah kritis dengan tingkat erosi yang tinggi perlu segera ditangani, terutama pada lahanlahan kritis di bagian hulu daerah aliran sungai.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

BAB 3

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

3-1

3.1

RUMUSAN KEBIJAKAN PRAKARSA STRATEGIS

Dari hasil analisis, secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa kebutuhan air untuk rumah tangga, perkotaan, industri, dan pertanian mengalami peningkatan yang signifikan. Hasil analisis secara lengkap disajikan pada Buku 2 Identifikasi

Masalah Pengelolaan Sumber Daya Air di Pulau Jawa. Pertambahan pendudukdan aktifitas perekonomian di satu sisi berdampak pada peningkatan kebutuhan air, namun disisi lain juga berdampak pada perubahan tata guna lahan yang mengakibatkan perubahan perilaku hidrologis. Adanya perubahan perilaku hidrologis tersebut menyebabkan perubahan pola ketersediaan air. Kondisi ini semakin diperparah oleh menurunnya daya dukung lingkungan akibat kerusakan catchment area. Hal tersebut juga meningkatkan potensi banjir yang akan mengancam keberlanjutan infrastruktur di Pulau Jawa yang dibangun dengan investasi yang sangat besar. Pada tahun 2003, sekitar 77 persen kabupaten/kota di Pulau Jawa mengalami defisit air dan diperkirakan meningkat menjadi 78,4 persen pada tahun 2025. Disamping itu jumlah bulan defisit maksimal juga meningkat dari 8 bulan menjadi 12 bulan pada tahun 2025 (defisit sepanjang tahun). Khusus wilayah Jabotabek yang pasokan airnya relatif terjamin, pada tahun 2003 sekitar 50 persen kabupaten/kota mengalami defisit air dan diperkirakan meningkat menjadi 100 persen pada tahun 2025. Diantara kabupaten/kota yang mengalami defisit air tersebut, bahkan sejak tahun 2003 terdapat 12 kabupaten/kota telah mengalami defisit penyediaan air minum. Jumlah ini diperkirakan semakin meningkat hingga mencapai 19 kabupaten/kota pada tahun 2025 apabila tidak dilakukan intervensi infrastruktur. Wilayah sungai di Pulau Jawa sebagian besar mengalami permasalahan yang sama yaitu: (1) Kerusakan catchment area sehingga mengancam keberlanjutan daya dukung sumber daya air; (2) Penurunan kinerja infrastruktur sumber dayaLAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

air; (3) Eksploitasi air tanah yang berlebihan mengakibatkan penurunan muka air tanah, land subsidence, dan intrusi air laut; (4) Kualitas air yang rendah karena daya dukung sungai lebih rendah dibanding beban pencemaran; (5) Kecenderungan bahwa sungai dan badan air lainnya sebagai tempat pembuangan limbah cair yang tidak terolah dan sampah menjadikan air permukaan yang terbatas tidak layak dipergunakan untuk air minum; sehingga mengurangi secara signifikan ketersediaan air untuk kebutuhan air minum, (6) Banjir akibat perubahan tata lingkungan, penurunan kapasitas pengaliran sungai, dan penurunan kinerja prasarana pengendali banjir; (7) Meningkatnya kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan air; (8) Kekeringan/defisit air di musim kemarau; (9) Rendahnya kualitas pengelolaan hidrologi; (10) Belum semua wilayah sungai memiliki masterplan atau perlu diperbaharui; (11) Masih lemahnya pengelolaan database sumber daya air; (12) Lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan, keperluan adanya institusi untuk menjawab permasalahan yang berkembang; dan (13) Meningkatnya potensi konflik pemanfaatan air. Dengan adanya defisit air di sebagian besar kabupaten/kota dan bahkan tidak dapat memenuhi kebutuhan air minum, maka perlu dilakukan prakarsa strategis terkait dengan: (i) Penanganan kabupaten/kota yang telah mengalami krisis penyediaan air minum melalui intervensi infrastruktur dan kegiatan terkait; dan (ii) Penyesuaian kembali alokasi air antar jenis kebutuhan atau realokasi air, khususnya untuk irigasi di Pulau Jawa. Prakarsa strategis ini membutuhkan kajian mendalam dan spesifik lokasi untuk menemukan sumber-sumber penyediaan air baru maupun mengoptimalkan penggunaan sumber air yang ada bagi kabupaten/kota yang defisit air tinggi, baik melalui demand management maupun supply management serta peluang dilaksanakannya inter basin transfer. Dengan kondisi defisit seperti ini maka diperlukan juga kajian mendalam tentang kemungkinan dilaksanakannya perubahan dan penyesuaian alokasi antar kebutuhan atau realokasi, terutama realokasi atau perubahan alokasi untuk pemenuhan kebutuhan irigasi.

3-2

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

Konsekuensi logis perubahan alokasi tersebut adalah berkurangnya pasokan air untuk pemenuhan irigasi sehingga tanpa adanya perubahan teknologi maka akan mengurangi luas areal layanan (command area) dan produktifitas tanaman. Perubahan atau inovasi teknologi yang diharapkan adalah ditemukannya varietas padi unggul yang hanya memerlukan lebih sedikit air, berumur lebih pendek, produktivitas lebih tinggi serta tetap mempunyai rasa yang enak. Disamping itu diperlukan diperlukan cara olah tanah dan tata tanam yang lebih hemat air. Dengan adanya penghematan air untuk irigasi (sebagai pengguna air yang terbesar) maka kelebihan air tersebut dapat direalokasikan untuk memenuhi kebutuhan lain misalnya untuk air minum dan air perkotaan yang permitaannya semakin meningkat. Untuk itu diperlukan strategi kebijakan baru dalam pengembangan irigasi di Pulau Jawa yang mempertimbangkan fenomena defisit air dan kebutuhan bahan pangan serta infrastruktur irigasi yang telah dibangun.

3-3

3.2

KEBUTUHAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR YANG TERPADU.

Permasalahan-permasalahan yang menimpa sumber daya air dan lingkungan pendukungnya seperti diatas disebabkan oleh penanganan yang terfragmentasi baik dalam perencanaannya maupun pelaksanaannya. Dalam hal ini masingmasing sektor berjalan sendiri tanpa mempertimbangkan akibatnya terhadap sektor yang lain. Untuk itu diperlukan pendekatan terpadu yang memperhatikan keseimbangan antara pendayagunaan dan konservasi, antara hulu dengan hilir, antar wilayah, serta antarsektor. Diperlukan komunikasi dan dialog antar berbagai tingkat pengambilan keputusan, dari pengguna air ke pengelola air tingkat setempat/lokal ke struktur pengambilan keputusan tingkat wilayah sungai dan tingkat nasional. Prinsip dan proses Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air (Integrated Water

Resources Management) yang mencakup aspek kebijakan dan peraturanperundang-undangan, kelembagaan dan perangkat manajemen telah direkomendasikan para ahli SDA dalam World Water Forum (WWF) II dan WWF

III sebagai pendekatan yang tepat dalam menghadapi tantangan dalam

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

pengelolaan SDA pada abad ke 21 yang diwarnai dengan peningkatan kebutuhan akan sumber daya air dan sumber daya alam lainnya, meningkatnya kompetisi masyarakat penggunaan tentang air yang dominan serta meningkatnya tuntutan good akan reformasi institusi untuk pelaksanaan

3-4

governance.

3.3

PROGRAM PRIORITAS

Berdasarkan klasifikasi pada tahapan sebelumnya, dilakukan integrasi program secara menyeluruh melalui perpaduan antara faktor internal dan eksternal, termasuk strategi dalam melaksanakannya. Integrasi program ini sesuai dengan prioritas penanganan dalam jangka waktu yang ditentukan. Secara lengkap hasil integrasi program tersebut dijelaskan pada uraian selanjutnya.

3.3.1

Program Jangka Pendek

Program jangka pendek pengelolaan sumber daya air di Pulau Jawa ditetapkan sebagai berikut: 1. Sinkronisasi Kebijakan dan Program antara RPJM, Renstra, RKP dan RKAKL Bidang Sumber Daya Air untuk Pemerintah Pusat dan Propinsi di Pulau Jawa. 2. Penyusunan rencana Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air (Integrated

Water Resources Management) sebagai road map pelaksanaan prinsip danproses pengelolaan terpadu sumber daya air berdasarkan UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. 3. Fasilitasi pembentukan lembaga pengelola air oleh masyarakat seperti P3A, Lembaga Pengelolaan Sungai, Lembaga Pengelolaan Sumber Air, Posko Swadaya Banjir, Lembaga Pengelolaan Air Baku dan Air Minum, dan lainnya. 4. Penataan kembali hubungan kerja sesuai wewenang, tugas, dan fungsi instansi-instansi yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air di Pusat

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

dan Daerah berlandaskan pada UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. 5. Penertiban kawasan hulu dan wilayah bantaran sungai sesuai ketentuan penataan ruang oleh Pemerintah Daerah dengan dukungan dari Pemerintah. 6. Melaksanakan kegiatan percontohan kegiatan aksi swadaya masyarakat seperti Lembaga Pengelola Sungai untuk melaksanakan gerakan kebersihan sungai untuk mengembalikan sungai kepada fungsinya.

3-5

3.3.2

Program Jangka Menengah

Program jangka menengah pengelolaan sumber daya air di Pulau Jawa ditetapkan sebagai berikut: 1. Sinkronisasi Kebijakan dan Program antara RPJM, Renstra, RKP dan RKAKL Bidang Sum ber Daya Air untuk Pemerintah Pusat dan Propinsi di Pulau Jawa. 2. Pelaksanaan rencana Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air (Integrated

Water Resources Management) sebagai road map pelaksanaan prinsip danproses pengelolaan terpadu sumber daya air berdasarkan UU Sumber Daya Air No.7/2004. 3. Penyusunan dan penyempurnaan pola dan rencana induk pengelolaan wilayah sungai sebagai dasar konservasi dan pendaya gunaan sumber daya air di wilayah sungai. 4. Pelaksanaan pembangunan infrastruktur skala besar, sedang dan kecil untuk mengatasi banjir dan memenuhi kebutuhan air baku untuk berbagai keperluan di kota besar dan wilayah strategis serta daerah perdesaan di Pulau Jawa. 5. Pembentukan lembaga koordinasi pengelolaan sumber daya air (Dewan Sumber Daya Air) dan penyempurnaan kelembagaan pengelola air di Pulau Jawa sesuai kewenangan pusat dan daerah.

LAPORAN AKHIR Prakarsa Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan di Pulau Jawa

BUKU 1 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PULAU JAWA

BAB 3 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SDA DI PULAU JAWA

6. Melanjutkan upaya penertiban kawasan hulu dan wilayah bantaran sungai sesuai ketentuan penataan ruang oleh Pemerintah Daerah dengan dukungan dari Pemerintah. 7. Pengembangan varietas padi unggul yang lebih sedikit mengkonsumsi air, berproduktivitas tinggi dan mempunyai rasa yang enak sebagai upaya penghematan air, mengingat irigasi untuk tanaman padi adalah pengguna air terbesar. 8. Penerapan teknologi olah tanah dan tanam yang lebih hemat air mengingat irigasi khususnya untuk tanaman padi masih menjadi pengguna air terbesar. 9. Mengupayakan realokasi air secara terbatas misalnya misalnya mengadakan realokasi air untuk irigasi tanaman padi untuk kebutuhan air minum pada daerah perluasan permukiman/perkotaan melalui upaya-upaya penggunaan varietas padi yang lebih hemat air, penggunaan teknologi olah tanah dan tanam yang lebih hemat air dan diversifikasi tanaman kearah tanaman yang bernilai tinggi tetapi lebih hemat air seperti tanaman sayuran dan buahbuahan dan bunga. 10. Mempromosikan gerakan hemat air disegala bidang penggunaan air termasuk penggunaan untuk pertanian, permukiman (kebutuhan domestik), industri dan lain sebagainya. 11. Pengembangan teknologi tepat guna pengelolaan sumber daya air melalui dukungan lembaga penelitian dan pengembangan teknologi di Pusat dan Daerah 12. Pencegahan alih fungsi lahan beririgasi di Pulau Jawa melalui sistem insentif dan disinsentif bagi masyarakat pemilik dan pengelola lahan. 13. Fasilitasi pembentukan lembaga pengelola air oleh masyarakat seperti P3A, Lembaga Pengelolaan Sumber Air, Posko Swadaya Banjir, Lembaga Peng